kajian mikroskopis induksi n-methyl-n … · tumor dapat terjadi pada manusia maupun hewan. hewan....
TRANSCRIPT
KAJIAN MIKROSKOPIS INDUKSI
N-METHYL-N-NITROSOUREA
PADA KELENJAR MAMMARI KELINCI
SITI SARAH ULIA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Kajian Mikroskopis
Induksi N-Methyl-N-Nitrosourea Pada Kelenjar Mammari Kelinci” adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2010
Siti Sarah Ulia
B04051059
ABSTRACT
SITI SARAH ULIA. B04051059. Microscopic Study of Induction of N-Methyl-N-
Nitrosourea on Rabbit’s Mammary Gland. Under direction of DEWI RATIH and
GUNANTI
The aim of this research is to study the N-Methyl-N-Nitrosourea (MNU) induction on
the rabbit’s mammary gland tumour formation. Six 6-9 month old, female rabbit were
induced by N-Methyl-N-Nitrosourea (MNU) intramammary dose 50 µg/kg Body
Weight, every 1 weeks for 4 week. After 4 weeks of induction, mastectomy were done.
The mammary glands were processed for histopathological examination stained with
HE. One lactating rabbit was act as normal mammary control. The result showed
that the N-Methyl-N-Nitrosourea (MNU) could induced tumorigenesis which
characterized as benign and slow growth tumor, as well as the inflammatory
reaction.
Keywords: Rabbit, Mammary gland, N-Methyl-N-Nitrosourea (MNU), Tumorigenesis
ABSTRAK
SITI SARAH ULIA. B04051059. Kajian Mikroskopis Induksi N-Methyl-N-
Nitrosourea Pada Kelenjar Mammari Kelinci. Dibawah bimbingan DEWI RATIH
dan GUNANTI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek induksi N-Methyl-N-Nitrosourea
(MNU) terhadap pembentukan tumor kelenjar mamari. Sebanyak 6 ekor kelinci
betina yang berumur 6-9 bulan diadaptasikan selama tiga minggu lalu diinduksi
dengan N-Methyl-N-Nitrosourea (MNU) intramamari dengan dosis 50 µg/kg BB
sebanyak 4x setiap seminggu sekali. Setelah 4 minggu perlakuan induksi, dilakukan
mastektomi kemudian jaringan kelenjar mamari dibuat sediaan histopatologi dengan
pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) dan diamati perubahan jaringan secara
mikroskopis. Kelenjar mamari dari kelinci yang sedang laktasi digunakan sebagai
pembanding. Hasil pengamatan preparat histopatologi kelenjar mamari menunjukkan
bahwa induksi N-Methyl-N-Nitrosourea (MNU) pada kelenjar mamari memicu lesio
tumorigenesis yang besifat jinak dan pertumbuhan tumor yang lambat serta
menimbulkan reaksi peradangan.
Kata kunci : Kelinci, Kelenjar mamari, N-Methyl-N-Nitrosourea (MNU), lesio
tumorigenesis
KAJIAN MIKROSKOPIS INDUKSI
N-METHYL-N-NITROSOUREA
PADA KELENJAR MAMMARI KELINCI
SITI SARAH ULIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 25 November1987. Penulis adalah anak
ketiga dari pasangan suami isteri Lukman Hakim dan Umi Mariani. Penulis
mengenyam pendidikan mulai dari SD, SLTP dan SMU pada Yayasan yang sama
yaitu Pembangunan Jaya. Pada tingkat sekolah dasar di tahun 1993, penulis
bersekolah di SD Pembangunan Jaya, kemudian melanjutkan pendidikannya di SLTP
Pembangunan Jaya pada tahun 1999. Tahun 2002, penulis melanjutkan bersekolah di
SMU Plus pembangunan Jaya. Selanjutnya pada tahun 2005 penulis diterima sebagai
mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Saringan Penerimaan
Mahasiswa Baru). Selama menjadi mahasiswi, penulis mengikuti kegiatan Himpunan
Profesi SATLI (Satwa Liar), terlibat dalam kegiatan AZWMC (Asian Zoo/Wildlife
Medicine and Conservation) dan menjadi Asisten Praktikum Patologi Sistemik.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang …………………………………………………….. 1
Tujuan Penelitian ………………………………………………….. 2
Manfaat Penelitian ……………………………………………….... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kelenjar Mammari ............................................................................ 3
Tumor ……………………………………………………………… 5
Tumor Mammari ............................................................................... 7
N-metil-n-nitrosourea ……………………………………………... 9
Respon Tubuh Terhadap Pertumbuhan ............................................. 13
Kelinci ............................................................................................... 15
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………….. 17
Bahan dan Materi Penelitian ............................................................. 17
Metode Penelitian ............................................................................. 18
Diagram alur penelitian ....................................................... 18
Pengadaptasian dan perlakuan terhadap kelinci ................. 18
Induksi tumor ...................................................................... 18
Mastektomi .......................................................................... 19
Pembuatan sediaan histopatologi tumor ............................. 20
Pengamatan sediaan histopatologi tumor............................. 20
HASIL DAN PEMBAHASAN 21
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan …………………………………………………...……... 36
Saran ………………………………………………………………. 36
DAFTAR PUSTAKA ………………………………..…………….. 37
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Penamaan tumor berdasarkan jaringan asalnya ……….……………. 6
2 Perbandingan ciri tumor jinak dan tumor ganas ................................ 7
3 Frekuensi persentase lesio histopatologi pada mamari kelinci yang
diinduksi MNU …………………………………………………….. 34
4 Jumlah lesio yang muncul dari enam lapang pandang pada kelompok
I-VI …………………………………………………………………. 45
5 Persentase hasil pengamatan kelompok I-VI ………………………. 45
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Anatomi kelenjar mamari kelinci ................................................... 3
2 Gambaran skematik histologi kelenjar mamari .............................. 4
3 Rumus molekul N-metil-N-nitrosourea .......................................... 10
4 Langkah tangga pembentukan tumor .............................................. 12
5 Persembuhan luka ........................................................................... 13
6 Respon imun terhadap tumor …………………………………….. 14
7 Kelinci penelitian ............................................................................ 15
8 Gambaran mikroskopis lapisan epidermis kulit kelenjar mamari .. 21
9 Gambaran mikroskopis lapisan epidermis kelinci .......................... 22
10 Gambaran mikroskopis folikel rambut kelinci …………………... 24
11 Gambaran mikroskopis proliferasi kolagen jaringan interstitial
kelinci ………………………………………………………….....
25
12 Gambaran mikroskopis jaringan interstitial kelinci ...................... 26
13 Gambaran mikroskopis bagian duktus papila kelinci perlakuan ... 27
14 Gambaran mikroskopis proliferasi pembuluh darah jaringan
interstitial kelinci perlakuan ……...………………………………
28
15 Gambaran mikroskopis dermal kolagen kelinci ........................... 29
16 Gambaran mikroskopis kelenjar mamari kelinci ………………... 31
17 Gambaran mikroskopis kelenjar mamari kelinci perlakuan yang
membentuk Duktus papilloma ……………………………………
33
iv
LAMPIRAN
Halaman
1 Pembuatan preparat histopatologi ………………………………… 42
2 Tabel 4 Jumlah lesio yang muncul dari enam lapang pandang pada
kelompok I-VI ……………………………………………………. 45
2 Tabel 5 Persentase hasil pengamatan kelompok I-VI ……………. 45
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tugas Akhir : Kajian Mikroskopis Induksi N-Methyl-N-
Nitrosourea Pada Kelenjar Mammari Kelinci
Bentuk Tugas Akhir : Penelitian
Nama Mahasiswa : Siti Sarah Ulia
NIM : B04051059
Disetujui,
Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD, APVet Dr. Drh. Hj. Gunanti, MS
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Dr. Nastiti Kusumorini
1962 1205 1987 03 2 001
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas segala berkat dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi tentang Kajian Mikroskopis Induksi N-Metil-N-
Nitrosourea Pada Kelenjar Mamari Kelinci.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Keluarga Tercinta (Bapak ‘Lukman Hakim’, mama ‘Umi Mariani’, kakak
‘Imron Hakim’, kakak ‘Helmiyanti’, kakak ‘Nuramalia’, kakak ‘Edward
Benhard Frese’ adik ‘Oman Rizky Hakim’) atas segala kasih sayang, doa,
bantuan serta dukungan yang telah diberikan.
2. Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD, APVet selaku dosen pembimbing I atas
segala bimbingan, saran dan kesabaran serta segala pembelajaran yang
diperoleh penulis selama penelitian dan penulisan skripsi.
3. Dr. Drh. Hj. Gunanti, MS selaku dosen pembimbing II atas segala bimbingan,
saran dan kesabaran serta segala pembelajaran yang diperoleh penulis selama
penelitian dan penulisan skripsi.
4. Dr. drh Sri Murtini, Msi dan drh Adi Winarto PhD selaku dosen penilai yang
telah memberikan banyak masukan.
5. Dr. drh. Upik Kesumawati, MS selaku dosen pembimbing akademik atas
segala bimbingan dan motivasi yang telah diberikan selama masa perkuliahan.
6. Seluruh staf dan teknisi di Bagian Patologi, Bagian Bedah, Fakultas
Kedokteran Hewan IPB yang membantu penulis selama penelitian.
7. Rekan sepenelitian Betania Suswati, Data Putera dan Eva Devari atas
kerjasama, bantuan dan saran dalam penelitian serta penulisan skripsi.
8. Sahabat-sahabatku (Zahrotun Nuri, Faradilla Riza, Nurfajrianti, Ratih Annisa,
Pita, Retno Wulandari) atas arti sebuah sahabat.
9. Teman-teman kosan Pondok Rahma (Cilla, Etha, Putri, Nidya, Aida)
10. Kak Chandra, Kak Bayu, Kak Lilis, Jaya dan anak-anak 42 lainnya yang
mengikuti proyek di Subang.
11. Wandi Himawan, Destriyanti Sugiarti, Hosiana Sanviani, Nita Natalia
Sinaga, Rina Firantiani, Mariani, dan Ahmad Syifa Siddiq, Aura Maulana,
Zultinur Muttaqin, Mizwar Amansyah serta angkatan Goblet ‘42 atas
kenangan manis selama empat tahun ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2010
Siti Sarah Ulia
1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Setiap makhluk hidup terdiri dari sel yang merupakan susunan satuan terkecil.
Sel akan terus membelah untuk memperbanyak jumlah sehingga makhluk hidup
dapat terus tumbuh dan berkembang. Gangguan fisiologis tertentu misalnya tumor
dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkendali. Terutama pada manusia
dan hewan dikenal dengan sel onkogenik yaitu sel pemicu pertumbuhan tumor.
Tumor dapat terjadi pada manusia maupun hewan. Hewan mamalia terutama
anjing dan kucing banyak dijumpai tumor mamari. Ras anjing yang banyak terkena
tumor mamari yaitu anjing ras Pointers, Retriever, Poodles, Boston Terrier,
Daschund dan English Setter. Berdasarkan tingkat keganasan tumor, kucing
merupakan hewan yang paling banyak mengidap tumor jenis ganas, misalnya kucing
siamese (Ihle 2006).
Penyebab tumor mamari hingga kini belum diketahui dengan pasti, adapun
beberapa faktor penyebabnya adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal meliputi faktor keturunan (kesalahan replikasi DNA), imunologi dan hormon
sedangkan faktor eksternal yaitu radiasi, virus yang onkogenik dan zat kimia yang
karsinogenik misalnya N-metil-N-nitrosourea (Schottenfeld dan Fraumeni 1996).
Diagnosis tumor hingga kini masih berdasarkan tanggapan subjektif ahli
patologi anatomik yaitu salah satunya dengan melakukan pemeriksaan histopatologi.
Analisis histopatologi dilakukan untuk mendiagnosa dan menetapkan pengobatan
yang tepat pada kasus tumor mamari. Analisa histopatologi akan menetapkan tumor
tersebut termasuk tumor tipe ganas atau jinak, metastatis atau non metastatis.
Histopatologi terhadap penyebaran tumor sangat penting diketahui untuk mencegah
terjadinya metastatis (Himawan 1990).
Terapi tumor mamari dilakukan untuk mencegah agar tumor tidak menyebar
(metastatis). Operasi pengangkatan tumor mamari (mastektomi) adalah metode
pengobatan yang banyak digunakan untuk menangani tumor mamari yang belum
bermetastasis, sedangkan Radioterapi, pengangkatan limfonodus axillaris
2
(mastektomi radikal) dan kemoterapi adalah pengobatan untuk tumor yang
bermetastatis. Metode pengobatan tersebut mempunyai keunggulan dan kelemahan
masing-masing dan tidak dapat seratus persen menghilangkan sel tumor yang telah
menyebar di dalam tubuh.
Percobaan penelitian obat antitumor, diperlukan hewan model yang
memenuhi persyaratan standar dasar hewan coba yaitu mudah diperoleh dan
dipelihara serta memberikan respon patofisiologi yang cenderung sama (Smith dan
Mangkoewidjojo 1998). Hewan coba yang sering digunakan adalah mencit, tikus dan
kelinci. Penelitian ini menggunakan kelinci karena hewan laboratorium ini mudah
dipelihara dan didapatkan serta harganya terjangkau. Kelinci memiliki papila mamari
yang lebih besar daripada tikus walaupun tidak sebesar kucing, selain itu kelinci lebih
mudah ditangani. Hal ini memberikan nilai tambah pada kelinci sebagai hewan
model tumor mamari.
Tujuan
Mempelajari efek induksi N-metil-N-nitrosourea intramamari terhadap
pembentukan tumor kelenjar mamari.
Manfaat
Mengetahui jenis tumor yang terjadi akibat induksi karsinogen (N-metil-N-
nitrosourea) intramamari.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Kelenjar Mamari
Kelinci termasuk kelas mamalia yang memiliki ciri fisik yang diseliputi
rambut, monotermik dan menyusui anaknya dengan adanya kelenjar mamari
(Cunningham 2002). Kelenjar mamari kelinci secara anatomi terletak disepanjang
regio thorax dan inguinal dan berjumlah delapan buah (Gambar 1) (O’Maley 2005).
Gambar 1 Anatomi kelenjar mamari kelinci.
(Sumber:http://bibliodyssey.blogspot.com/2008/12/c
omparative-breast-anatomy.html)
Perkembangan kelenjar mamari dimulai dari lapisan ektoderm dan pada
lapisan ini terdapat mammary primer cord yang menjadi cikal bakal pembentukan sel
alveolar. Sel alveolar merupakan unit terkecil pada kelenjar mamari. Puting
merupakan sistem sekresi air susu yang berkembang di permukaan dan merupakan
penghubung saluran eksternal dan saluran internal kelenjar mamari. Puting pada
hewan jantan jarang berkembang karena mammary primer cord tidak berkembang
menjadi jaringan kelenjar (Cunningham 2002). Gambaran skematik histologi
kelenjar mamari dapat dilihat pada gambar 2 berikut.
4
Gambar 2 Gambaran skematik histologi kelenjar mamari.
(Sumber: Cunningham 2002)
Alveolar terdiri dari dua jenis sel yaitu sel epitel dan myoepitel. Sel epitel
alveolar merupakan unit pengatur dengan mensekresikan glikoprotein ke lumen
glandular. Sel epitel alveolar dikelilingi oleh sel myoepitel yang mengandung protein
(Underwood 1992).
Perkembangan kelenjar mamari dipengaruhi oleh gen dan kontrol hormon
endokrin. Perkembangan kelenjar mamari pada masa neonatal sampai menjadi aktif
sekresi juga dipengaruhi oleh faktor eksogenus yaitu hormon dari induk. Hormon
yang mempengaruhi proliferasi sistem saluran mamari yaitu estrogen, hormon
pertumbuhan, adrenal steroid sedangkan yang mempengaruhi perkembangan alveolar
adalah progesteron dan prolaktin (Cunningham 2002).
Kelenjar mamari merupakan kelenjar yang terdiri dari epitel kubus sebaris dan
termasuk kelenjar tipe apokrin menurut cara pembentukan sekretanya, yaitu bagian
dari sel sekresi hilang ketika sekresi berlangsung. Kelenjar mamari merupakan
kelenjar majemuk/compound gland berdasarkan komponen sekreta yang dihasilkan,
pada umumnya mempunyai parenkim dan stroma serta mempunyai banyak ujung
kelenjar dan sistem alat penyalur yang bercabang-cabang (Dellmann dan Eurell
1998).
Kelenjar mamari terdiri dari dua lapisan yaitu dermis dan epidermis.
Epidermis merupakan epitel pipih banyak lapis yang terdiri dari dua tipe sel primer
yaitu keratinosit (stratum Corneum, stratum Lucidum, stratum Granulosum, stratum
5
Spinosum dan stratum Basale) dan non keratinosit (Melanosit, Sel Langerhans, Sel
Merkel) (Samuelson 2007).
Folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus menurut Geneser
(1993) ditemukan pada lapisan dermis. Lapisan dermis terbagi menjadi dua lapisan
yaitu lapisan papilaris yang terdiri atas jaringan ikat longgar yang berisi serat kolagen
dan papil-papil, lalu lapisan retikularis yang berisi serat kolagen yang jauh lebih
padat (Macfarlane et al. 2000).
Tumor
Tumor adalah sel yang tumbuh dengan ciri-ciri berproliferasi terus-menerus
tidak terkontrol; jumlah dan bentuk sel hampir menyerupai sel normal baik fungsi
maupun morfologinya; tidak mempunyai pola pertumbuhan yang pasti; tidak berguna
bagi host/induk (Jones et al. 2006). Pertumbuhan tumor disebabkan oleh mutasi
DNA dalam sel. Mutasi ini secara fisiologis mengaktifkan sel onkogenik, walaupun
secara mekanis dapat memperbaiki kerusakan DNA sel. Namun apabila kerusakan
DNA sel nya sangat parah maka sel akan melakukan mekanisme penghancuran diri
melalui proses apoptosis. Mutasi dalam satu sel onkogenik biasanya tidak cukup
menyebabkan terjadinya tumor akan tetapi untuk menyebabkan tumor dibutuhkan
sejumlah mutasi DNA (Weinberg 1992).
Berdasarkan tingkat keganasannya tumor dibedakan atas dua yaitu, tumor
ganas dan tumor jinak. Tumor ganas biasa disebut kanker. Kanker memiliki potensi
untuk menyerang dan merusak jaringan disekitarnya dengan melakukan metastasis.
Tumor jinak tumbuh secara lokal menjadi besar serta biasanya tidak muncul kembali
setelah pengangkatan melalui operasi. Tumor ganas yang berasal dari sel epitel,
dikenal dengan karsinoma dan yang berasal dari sel mesenkim dinamakan sarkoma,
selain itu ada istilah teratoma untuk tumor yang terdiri dari campuran jaringan dari
tiga sel germinal yaitu endoderm, mesoderm dan ektoderm. Tumor teratoma pada
hewan biasanya bersifat jinak (Cheville 2006). Berdasarkan pola pertumbuhannya,
dikenal tumor yang multipel atau tunggal dan tumor yang metastasis atau non-
6
metastasis. Penamaan tumor berdasarkan jaringan asalnya ditampilkan pada Tabel 1
dibawah ini.
Tabel 1 Penamaan tumor berdasarkan jaringan asalnya
JaringanAsal Tumor jinak Tumor ganas
Jaringan ikat
Jaringan fibrosa Fibroma Fibrosarkoma
Jaringan embrionik fibrosa Miksoma Miksosarkoma
Tulang rawan Kondroma Kondrosarkoma
Tulang Osteoma Osteosarkoma
Jaringan adiposa Lipoma Liposarkoma
Histiosit Histiositoma Histiositoma ganas
Sel mast Tumor sel mast Tumor sel mast ganas
Endothelium
Pembuluh darah Hemangioma Hemangiosarkoma
Pembuluh limfe Limfangioma Limfangiosarkoma
Otot
Otot polos Leiomioma Leiomioma
Otot lurik Rhabdomioma Rhabdomiosarkoma
Sel darah
Eritroblas - Eritroid leukemia
Mieloblas - Mieloid leukemia
Jaringan limfatik
Limfonodus, limpa, timus - Limfosarkoma
Limpoblas - Limfositik (blastik) leukemia
Jaringan syaraf
Glia Glioma Glioblastoma
Neuron Gangloneuroma Neuroblastoma
Selubung syaraf Neurofibroma (Neurilemmoma) Neurofibrosarkoma
(Neurogeniksarkoma)
Melanosit Melanositoma Melanoma ganas
Epithelium
Epitel skuamosa Papilloma Sel skuamosa karsinoma
Epitel transisional Papilloma Sel transisional karsinoma
Epitel kelenjar Adenoma Adenokarsinoma
Tumor dengan multipel sel
neoplastik
Ovari Teratoma Teratoma ganas
Ginjal - Embryonal nefroma
Kelenjar mamari Tumor campuran kelenjar mamari
jinak
Tumor campuran kelenjar
mamari ganas
Adenoma kompleks Adenokarsinoma kompleks
Kelenjar ludah Adenoma kompleks Tumor campuran kelenjar ludah
Kelenjar apokrin Adenoma kompleks Tumor campuran kelenjar
apokrin
(Sumber: Jones et al. 2006)
7
Beberapa kriteria ditetapkan untuk membedakan tumor jinak dan tumor ganas
(Tabel 2). Keganasan tumor penting ditetapkan untuk menentukan terapi dan
prognosisnya.
Tabel 2 Perbandingan ciri tumor jinak dan tumor ganas
Karakteristik Tumor jinak Tumor ganas Kecepatan pertumbuhan Lambat Cepat Batas pertumbuhan Ada Tidak terbatas Proses pertumbuhan Ekspansif Invasif Diferensiasi Baik Anaplastik Stroma Ada Sedikit Metastatis Tidak ada Sering Kemungkinan muncul kembali Jarang Sering
(Sumber: Jones et al. 2006)
Tumor ganas tumbuhnya infiltratif, yaitu bercabang-cabang masuk diantara
jaringan sehat disekitarnya sedangkan tumor jinak tumbuhnya ekspansif, yaitu
mendesak jaringan sehat disekitarnya sehingga jaringan yang terdesak membentuk
kapsula. Kebanyakan tumor ganas akan muncul kembali setelah dilakukan operasi
pengangkatan atau setelah dilakukan pengobatan dengan penyinaran sedangkan
tumor jinak tidak. Sering dijumpai inti sel yang bizzare (tidak beraturan) pada tumor
ganas sedangkan tumor jinak tidak ada. Semakin ganas suatu tumor maka sifat
anaplastik tumor tersebut meningkat (Himawan 1990).
Immunitas tumor dikenal dengan dua macam yaitu tumor-specific antigen dan
tumor-associated antigen. Tumor-associated antigen adalah antigen yang
memperlihatkan bahwa sel tumor tersebut adalah sel neoplastik dan ada yang
memperlihatkan sel normal, sedangkan tumor-specific antigen adalah antigen yang
disebabkan oleh bahan kimia yang karsinogenik atau beberapa virus yang onkogenik
(Jones et al. 2006).
Tumor Mamari
Setiap sel pada kelenjar mamari normal mempunyai nukleus yang
mengandung kromatin yang berisi DNA dan nukleolus yang mengandung RNA. Sel
8
ini mempunyai sifat reproduktif, yaitu kemampuan sel untuk selalu memperbarui diri
secara periodik sehingga sel dapat berfungsi optimum. Namun apabila sel ini
mengalami kelainan misalnya terjadi mutasi, maka dapat menimbulkan tumor
(Dellman dan Carthers 1996).
Tumor dapat mensintesis komponen matriks maupun menurunkan komponen
matriks serta meningkatkan matriks yang berdekatan pada sel mesenkim pada
jaringan interstitial. Sel tumor pada jenis tumor karsinoma menghasilkan kolagen IV
dan bersama glikoprotein membentuk membran dasar (Cheville 2006).
Tumor mamari pada hewan banyak terjadi pada anjing betina, sedangkan pada
kucing, tumor mamari menempati urutan ketiga. Tumor mamari pada kucing sering
terjadi pada umur lebih dari 8 tahun dan meningkat seiring dengan bertambahnya
umur. Biasanya umur 10-12 tahun rawan terhadap timbulnya tumor mamari. Tumor
mamari ganas lebih sering terjadi pada kucing daripada anjing (Ihle 2006).
Semua tumor mamari berkapsul dan konsistensi padat. Ada berbagai variasi
pembentukan tumor kelenjar mamari, antara lain ada yang berbentuk kombinasi
papilari karsinoma, komedo karsinoma, kribiform karsinoma yang dikenal dengan
tumor campuran. Bentuk papilari adalah yang paling umum dijumpai dengan
jaringan darah yang dipenuhi dengan sel anaplastik dan adanya penonjolan pada
epitel. Komedo karsinoma adalah massa sel nekrosis pada sentral sedangkan
kribiform karsinoma adalah tumor yang berbentuk bulat atau oval yang solid dan
banyak terjadi mitosis. Pertumbuhan epitel yang menjulur ke dalam lumen
membentuk struktur serupa jari dengan sel epitel yang solid di sekitar stroma dan
membran dasar rusak (Liska et al. 2000).
Tumor jinak yang sering muncul pada anjing adalah benign mixed mammary
tumor, adenoma, fibroadenomas, duktus papiloma serta tumor ganas yaitu tubular
adenokarsinoma, papilari adenokarsinoma, solid karsinoma, anaplastik karsinoma,
osteosarkoma, fibrosarkoma dan malignant mixed tumor (Foster dan Smith 2010).
Pada tumor campuran (mixed tumor), ditemukan proliferasi pertumbuhan sel tumor
lebih dari satu jenis sel, antara lain sel epitel alveolar dan jaringan ikat (Akhyar
2009).
9
Faktor pakan dan kegemukan serta agen kimia dan biologis tertentu dapat
menjadi pemicu dan penyebab tumor mamari. Kegemukan pada hewan umur satu
tahun dan makanan komersial yang mengandung bahan kimia dapat menstimuli
pembentukan sel-sel tumor. Agen kimia dan biologis tertentu dapat berperan sebagai
senyawa karsinogenik (pemicu kanker). Batu bara dan senyawa-senyawa turunannya
dapat menyebabkan tumor pada kulit, ginjal, kelenjar mamari dan beberapa organ
lainnya. Retrovirus, papiloma virus, adenovirus dan herpes virus juga bisa
menyebabkan terjadinya tumor kelenjar mamari (Seolalita 2008).
Terapi tumor kelenjar mamari dilakukan secara operasi, radioterapi dan terapi
pendukung. Prognosis tumor kelenjar mamari tergantung pada ukuran tumor,
jaringan yang terkena, ulser pada kulit, tipe histologi tumor, tingkat penyebaran atau
metastatis, invasi dan infiltrasi pada pembuluh limfe (Seolalita 2008).
N-metil-N-nitrosourea
N-metil-N-nitrosourea (MNU) adalah agen alkilasi yang dapat menyebabkan
mutasi pada sel jika komponen sel penuh dengan genotoxin, yaitu toksin yang dapat
merusak dan menyebabkan mutasi DNA (Juchimiuk et al. 2006). Pesatnya
perkembangan industri saat ini menyebabkan banyaknya limbah kimiawi yang
diantaranya memiliki sifat sebagai agen alkilasi. Masih sedikit orang yang
memperhatikan dampak lingkungan akibat perkembangan industri. Adanya polusi
udara, air, bahan makanan, minuman serta kosmetik ikut memperparah keadaan.
Pengetahuan masyarakat terhadap agen alkilasi masih rendah sehingga produk bahan
makanan, minuman maupun kosmetik yang beredar di masyarakat masih
menggunakan bahan-bahan yang dapat mengalkilasi DNA. Agen alkilasi
menyebabkan kesalahan susunan untaian rantai DNA atau yang dikenal dengan
mutasi (Lu dan Archer 1992).
Berikut adalah gambaran molekul MNU (Gambar 3).
10
Gambar 3 Rumus molekul N-metil-N-nitrosourea.
(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/N-Nitroso-N-methylurea)
MNU mampu menumbuhkan tumor kelenjar mamari, tipe intraduktus pada
mencit serta tumor duktus karsinoma pada manusia dan tikus. Selain itu MNU juga
menyebabkan karsinoma campuran kelenjar mamari, duktus karsinoma, papilla
karsinoma, komedo karsinoma, kribiform karsinoma dan tubular karsinoma (Liska et
al. 2000).
MNU juga dikenal O6-methylguanin pada DNA yang mewakili protein G
pada transisi G-A selama replikasi DNA (Lu dan Archer 1992) dan pada tubuh
mamalia terdapat DNA alkylguanine yaitu alkyltransferase (AGT) untuk merespon
methylating agent dengan protein (D’ Ambrosio et al. 1990). MNU tidak
memerlukan aktivasi metabolik dalam menginisiasi tumor, zat ini dapat dihancurkan
secara alami menggunakan zat kimiawi. MNU dapat menghasilkan ion methyl
diazonium yang bersifat karsinogen (King et al. 1981).
MNU masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan terjadinya proses
biotransformasi. Biotranformasi adalah proses perubahan suatu zat di dalam tubuh
menjadi suatu zat lain yang dapat dimanfaatkan tubuh atau tidak bermanfaat. Zat
yang tidak bermanfaat bagi tubuh akan dikeluarkan oleh tubuh. Tujuan proses
biotranformasi suatu zat adalah dapat membuat bahan-bahan yang tidak bermanfaat
menjadi lebih larut air sehingga dapat dikeluarkan dari tubuh. Efek samping
biotransformasi adalah dihasilkannya toksin yang dapat berinteraksi dengan DNA.
Terjadinya mutasi pada untaian DNA akan memicu perkembangan neoplastik yang
akan menghasilkan tumor (Purwanto 2000).
Tumor tumbuh melalui tiga tahap yang dikenal dengan tumorigenesis, yaitu
inisiasi, promosi dan progresi lalu menjadi tahap ganas. Tahap inisiasi adalah proses
11
perubahan sel yaitu saat karsinogen berinteraksi dengan DNA dan menyebabkan
kerusakan DNA. Tahap promosi adalah tahap mutasi sel terjadi dan menstimulasi
pertumbuhan dengan memperbanyak sel. Asap rokok dan MNU bekerja pada tahap
ini dalam pembentukan tumor. Selanjutnya tahap progresi terjadi saat sel tumor telah
tumbuh melebihi sel normal (Schottenfeld dan Fraumeni 1996).
Penggunaan MNU dalam induksi sel tumor telah dilaporkan memiliki
beberapa keuntungan, antara lain kespesifikasikan terhadap organ yang diinduksi,
tumor yang berasal dari kelenjar terutama yang bersifat ganas (Roomi et al. 2005).
Pertumbuhan tumor akibat MNU terjadi melalui proses kumulatif. Jumlah
paparan zat kimia karsinogenik yang banyak dapat menimbulkan tumor baik pada
dosis bertingkat maupun tidak. Individu yang terpapar banyak MNU dapat terbentuk
tumor pada tubuhnya sedangkan yang normal, tidak banyak terpapar MNU sehingga
tidak akan tumbuh tumor), namun hal ini tidak sepenuhnya benar sebab masih ada
faktor lain yang dapat menimbulkan tumor atau tidak pada tubuh hewan misalnya
imunitas tubuh yang sangat baik pada hewan maka akan mencegah pembentukan
tumor.
Gen penekan tumor (Supressor gen tumor) juga merupakan salah satu faktor
yang dapat menghambat pertumbuhan tumor. Gen penekan tumor yang aktif ketika
tumor tumbuh adalah Rb protein dan P53. P53 dapat menghentikan siklus sel hingga
DNA kembali normal, sebab beberapa karsinogen berinteraksi dengan DNA (Slauson
dan Cooper 2002). Macfarlane et al. (2000) menambahkan P53 juga memicu
terjadinya apoptosis. Apoptosis merupakan suatu proses aktif yakni kematian sel
melalui digesti enzimatik oleh dirinya sendiri dan mekanisme yang efisien untuk
mengeliminasi sel yang tidak diperlukan dan mungkin berbahaya bagi tubuh sehingga
dapat menyelamatkan organisme (Syaifudin 2007). Beberapa karsinogen berinteraksi
dengan DNA dan menyebabkan proliferasi sel pada tahapan siklus sel baik G1, G2,
G0 serta S.
Proses pembentukan tumor dapat dikenal dengan istilah tumorigenesis.
Gambar 4 dibawah ini adalah tahapan pembentukan tumor mulai dari tumor jinak
hingga tumor ganas. Gambar 4 tersebut memperlihatkan pembentukan tumor yang
12
dimulai dari tangga pertama yaitu sel yang masih normal kemudian pada tangga
kedua sel mengalami inisiasi akibat pengaruh lingkungan yang banyak mengandung
zat karsinogenik. Berikutnya sel bermutasi hingga sel onkogen aktif dan gen penekan
tumor terbentuk dalam jumlah sedikit. Apabila kejadian ini terus menerus
berlangsung maka akan menyebabkan proliferasi yang diperlihatkan pada tangga
keenam. Apoptosis pun terjadi, yaitu kematian sel yang terprogram akibat bahan
yang bersifat karsinogen. Tujuan terjadinya apoptosis adalah untuk mengurangi
jumlah sel yang mengalami proliferasi dan mutasi. Pembentukan tumor ganas dapat
terbentuk bila terjadi metastasis ke organ lain melalui pembuluh darah dan pembuluh
limfe (Macfarlane et al. 2000).
Gambar 4 Langkah tangga pembentukan tumor.
(Sumber: Macfarlane et al. 2000)
13
Respon Tubuh Terhadap Pertumbuhan Tumor
Tumor menyebabkan apoptosis dan nekrosis serta menimbulkan peradangan
(Degenhardt et al. 2006). Peradangan merupakan respon imun tubuh apabila ada
antigen yang masuk ke dalam tubuh (Aughey dan Frye 2001). Antigen yang bersifat
neoplastik disebut dengan tumor-spesific antigens (TSA), tumor-spesific
transplantation antigen (TSTA) atau tumor associated transplantation antigens
(TATA).
Peradangan juga menimbulkan reaksi persembuhan yang melibatkan
makrofag, keping-keping darah. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 5 berikut
Gambar 5 Persembuhan luka.
(Sumber: Macfarlane et al. 2000)
14
Proses persembuhan luka pertama kali adalah terbentuknya ulkus akibat
peradangan akut kemudian terbentuk neovaskularisasi dan makrofag berdatangan
misalnya neutrofil pada hari berikutnya. Seminggu kemudian jaringan ikat mulai
terbentuk dan neovaskularisasi masih ada. Kolagen terbentuk transversal serta
neovaskularisasi mulai berkurang pada minggu kedua (Macfarlane et al. 2000).
Respon tubuh selain proses peradangan dan persembuhan adalah
pembentukan imunitas. Tumor berhubungan dengan peradangan yang kemudian
akan merespon infiltrasi makrofag dan limfosit-T yaitu CD4+ and CD8+ (Al Murri
AM 2008). Observasi menjelaskan bahwa reaksi imun tubuh terhadap pembentukan
tumor masih merupakan kontroversi. Antigen yang masuk ke dalam tubuh bukan
berarti dapat menimbulkan reaksi imun, namun pembentukan imun sangat berperan
dalam pertumbuhan tumor (Slauson dan Cooper 2002). Sel NK atau dikenal dengan
sebutan natural killer cell merupakan sel utama yang bekerja dalam merespon tumor.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 6 Respon imun terhadap tumor.
(Sumber: Tizard 1994)
Sel NK menghasilkan IFN-ᵞ (interferon) sebagai bentuk pertahanan tubuh
yang kemudian akan mengaktifkan TNF-α yang bersifat sitotoksik atau membunuh
sel tumor tersebut. Makrofag pun diaktivasi dan menghasilkan nitrit oksida yang
dapat menghancurkan sel. Lymphokine-activated killer cells (LAK cells) juga
terbentuk untuk melawan tumor (Tizard 1994).
15
Kelinci
Kingdom kelinci adalah Animalia, filum vertebrata, kelas mammalia. Ordo
Lagomorpha, famili Leporidae, Subfamili Leporine, Genus Oryctolagus dan Spesies
Oryctolagus cuniculus (Sarwono 2005). Kelinci dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7 Kelinci penelitian.
Kelinci adalah hewan yang dahulunya liar kemudian diternakan oleh manusia
karena sifatnya yang jinak, daya reproduksi tinggi dan mudah diberi pakan. Kelinci
diternakan untuk diambil bulu, daging, maupun digunakan sebagai hewan
laboratorium. Kelinci dapat bertahan hidup dan bereproduksi pada daerah tropis dan
memiliki kekuatan yang cukup sehingga dapat dijadikan hewan percobaan atau
hewan laboratorium (Hustamin 2005). Sebagai hewan laboratorium, kelinci
merupakan hewan ketiga setelah mencit dan tikus yang banyak digunakan dalam
penelitian.
Kelinci-kelinci terdiri dari berbagai macam jenis ras. Ada ras Angora,
English, Japanese atau Harlequin dan jenis ras yang lain adalah American Chincilla,
ras Flemish Giant, Polish, Himalayan, Lop, Silver dan Tan (Sarwono 2005). Jenis ras
yang lain seperti Californian yang merupakan persilangan antara kelinci spesies New
Zealand white dan Himalayan atau Chincilla. Ras California ini sangat terkenal di
Amerika Serikat sebagai kelinci penghasil daging. Ada lagi jenis ras Dutch yang
terkenal diseluruh dunia sebagai jenis kelinci peliharaan. Sebenarnya banyak lagi
16
jenis ras kelinci yang lain, seperti ras Havana dan Lop yang berciri khas mempunyai
kepala lebar namun Havana mempunyai telinga tegak dan Lop telinganya terkulai ke
bawah (Sarwono 2005).
Kelinci yang dipelihara di Indonesia sebagian besar adalah jenis kelinci
berketurunan ras Nederland dwarf (Sarwono 2005). Khususnya di Jawa, kelinci
tersebut dibawa oleh orang-orang Belanda dan diternakkan di Indonesia yang dikenal
dengan sebutan Lepus negricollis adapun yang berasal dari Sumatera dikenal dengan
nama Nesolagus nerseherischlgel (Hustamin 2005).
Kelinci jantan ras lokal (lepus negricollis) memiliki berat badan 1,5-7,0 kg
dan kelinci betina 1,4-6,5 kg untuk yang dewasa, suhu tubuh kelinci normal adalah
38,0-40,1oC dengan rata-rata 39,5
oC. Kelinci mempunyai puting susu sebanyak
delapan puting yang terdiri dari satu pasang di daerah dada, dua pasang di daerah
perut dan satu pasang lagi di daerah selangkangan. Plasenta kelinci bertipe diskoidal
hemoendothelial. Uterusnya memiliki dua tanduk (bikornis) dan juga memiliki dua
serviks. Pada umumnya kelinci dapat bertahan hidup selama 5-10 tahun bahkan
sampai 12 tahun. Lama buntingnya 30-31 hari dengan melahirkan anak rata-rata 4
sampai 10 anak (Smith dan Mangkoewidjojo 1998).
17
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Bedah dan Radiologi serta Bagian
Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi serta kandang Hewan
Percobaan yang dikelola oleh Unit Pelayanan Teknis Hewan Laboratorium (UPT
Helab), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Induksi tumor ini
dilaksanakan dari awal bulan Mei sampai akhir Juli 2008 kemudian dilanjutkan bulan
April 2009 sampai Januari 2010 untuk pengamatan jaringan.
Alat dan Bahan
Alat
Peralatan yang digunakan untuk memelihara kelinci adalah kandang, tempat
makan dan tempat minum, syringe 1 ml dan kapas beralkohol. Peralatan untuk
operasi adalah ruang operasi yang telah disterilisasikan terlebih dahulu pada sehari
sebelum operasi, timbangan, lampu operasi, meja operasi, syringe 1 ml, syringe 3 ml,
stetoskop, mistar, termometer, stopwatch, duk steril, klem, skalpel, needle holder,
jarum jahit berpenampang bulat dan segitiga, pinset anatomis, pinset sirurgis, gunting
bedah (lancip-tumpul, bengkok, dan lancip-lancip) serta tang arteri. Perlengkapan
operasi seperti pakaian operasi, handuk, sikat, sarung tangan, masker beserta penutup
kepala yang disterilisasikan.
Peralatan untuk membuat sediaan histopatologi adalah peralatan nekropsi,
tissue cassette, mikrotom, gelas objek, gelas penutup dan untuk mengamati sediaan
histopatologi adalah mikroskop cahaya, sediaan histopatologi tumor dan kamera
mikroskopi digital.
Bahan
Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci betina (kelinci
lokal) yang berumur 6 sampai 9 bulan (telah dewasa kelamin) sebanyak 7 ekor.
18
Pakan kelinci berupa pelet yang diberikan dua kali sehari serta air minum ad libitum.
Bahan induksan tumor adalah N-metil-N-nitrosourea (MNU) dan NaCl fisiologis.
Bahan yang digunakan pada saat operasi adalah alkohol 70%, kapas, iodium
tincture 3%, ketamin HCl 10%, xylazine 2%, sabun, antibiotik penicillin yang telah
diencerkan, antibiotik umum (Novamox-G®), NaCl fisiologis, benang cat gut 4/0,
benang silk 3/0, tampon, kain kasa dan plester. Bahan untuk pembuatan sediaan
histopatologi tumor adalah larutan fiksatif Buffer Netral Formalin 10%, larutan
alkohol 70% alkohol 80%, 90%, 95%, larutan alkohol absolut, xylol dan parafin,
serta pewarna hematoksilin-eosin (HE).
Metode Penelitian
Diagram alur penelitian
Pengadaptasian dan perlakuan terhadap kelinci
Kelinci betina yang berumur 6-9 bulan (telah dewasa kelamin) sebanyak 7
ekor diadaptasikan selama tiga minggu dalam masing-masing kandang.
Pengadaptasian ini bertujuan untuk menyesuaikan kondisi kelinci dengan lingkungan
kandang dan mencegah kebuntingan.
Kelinci-kelinci tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu:
Kelompok kontrol terdiri dari satu ekor kelinci yang sedang laktasi dan kelompok
perlakuan terdiri dari enam kelinci tidak sedang laktasi yang diinduksi MNU.
Induksi tumor
Kelinci telah diadaptasikan selama tiga minggu dan diinduksi tumor dengan
N-metil-N-nitrosourea (MNU). MNU yang digunakan sebanyak 1 mg dilarutkan
19
dalam 10 ml Nacl fisiologis (konsentrasi 100 µg/ml). Dosis MNU yang digunakan
adalah 50 µg/kg BB. Induksi tumor dilakukan pada kelenjar mamari nomor dua pada
sisi kiri dan kanan melalui puting (intramamari) sebanyak empat kali dalam empat
minggu yaitu pada minggu pertama, kedua, ketiga dan keempat. Sebelum dilakukan
penginduksian intramamari, berat badan kelinci ditimbang dan rambut-rambut di
sekitar puting dicukur serta disucihamakan dengan menggunakan alkohol 70%.
Penginduksian intramamari dilakukan tegak lurus terhadap sumbu tubuh kelinci.
Perubahan jaringan kelenjar mamari akibat induksi MNU ini dipelajari
dengan membandingkan kelinci kontrol (kelinci yang sedang laktasi). Kelinci laktasi
ini mempunyai kelenjar mamari lebih jelas terlihat secara mikroskopis daripada
kelinci normal. Pengamatan ada tidaknya lesio dilakukan pada 6 lapang pandang dari
masing-masing bagian epidermis, interstitial dermis dan kelenjar mamari.
Mastektomi
Mastektomi dilakukan pada minggu kelima yaitu setelah tumor teraba yang
menandakan bahwa tumor telah tumbuh pada kelenjar mamari kelinci. Sayatan
mastektomi berbentuk elips mengelilingi daerah kelenjar mamari yang telah diinduksi
tumor. Adapun beberapa tahapan mastektomi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Praoperasi, dilakukan pemeriksaan general pada kelinci untuk mengetahui
kondisi umum kelinci meliputi temperatur tubuh, frekuensi jantung, frekuensi nafas
dan gizi. Kemudian kelinci ditimbang untuk menentukan dosis anaestetikum yang
akan diberikan yaitu xylazine 2% dengan dosis 2 mg/kg BB dan ketamin HCl 10%
dengan dosis 10 mg/kg BB secara intramuskular. Selanjutnya bulu dicukur pada
bagian abdomen dan sekitar mamari kemudian didesinfeksi dengan menggunakan
alkohol 70% dan iodium tincture 3%.
Operasi pengangkatan dilakukan secara perlahan dan teliti. Luka kemudian
ditutup dengan verban dan plester.
Post Operasi, selesai operasi, kelinci diberi antibiotik umum yaitu (Novamox-
G®
) secara intramuskular dengan dosis 50 mg/50 kg BB kemudian dirawat di dalam
kandang. Selama masa perawatan, kelinci diberi pakan dan minum yang baik. Setiap
20
hari luka dibalut dengan verban dan diberi iodium tincture 3%. Verban diganti setiap
hari serta diberi iodium tincture 3% untuk menjaga kebersihannya. Benang dibuka
setelah luka kering yaitu sekitar seminggu setelah operasi.
Pembuatan sediaan histopatologi tumor
Dilakukan pembuatan sediaan histopatologi tumor yang terdiri dari beberapa
tahapan yaitu, tahap sampling dan fiksasi jaringan di dalalm larutan buffer netral
formalin 10%; Proses jaringan (dehidrasi, clearing dan infiltrasi parafin dilakukan
menggunakan automatic tissue processor); Tahap embedding atau penanaman
jaringan di dalam parafin dilakukan menggunakan alat tissue embedding console;
Tahap pemotongan jaringan setebal 5 µm dilakukan menggunakan mikrotom; Tahap
pewarnaan jaringan menggunakan pewarna Hematoksilin dan Eosin. Proses detil dari
pembuatan sediaan histopatologi ditampilkan dalam lampiran 1.
Pengamatan sediaan histopatologi tumor
Pengamatan sediaan histopatologi tumor dilakukan di bagian Patologi FKH
IPB. Mikroskop yang digunakan adalah mikroskop cahaya. Kemudian gambaran
histopatologi yang mewakili difoto dengan kamera digital.
Pengamatan dilakukan pada tiga area kelenjar mamari yaitu epidermis, dermis
dan kelenjar mamari. Mengamati ada tidaknya lesio pada masing-masing area. Lesio
yang diamati pada bagian epidermis adalah hiperplasia epidermis, pembentukan ulkus
dan proliferasi folikel rambut, pada bagian interstisial dermis diamati proliferasi
pembuluh darah, neovaskularisasi, hemoragi, serta proliferasi kolagen. Lesio yang
diamati pada bagian kelenjar mamari adalah hiperplasi epitel kelenjar mamari,
pertumbuhan epitel dengan pola papilari dan mitosis. Keberadaan lesio diamati pada
6 lapang pandang menggunakan perbesaran 4x lensa objektif. Lesio yang ditemukan
pada masing-masing area pengamatan, dianalisa secara deskriptif, dikelompokkan
dalam lesio tumorigenesis atau reaksi peradangan. Jenis lesio yang terjadi kemudian
dihitung persentase kemunculannya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 2
Tabel 4 dan 5.
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lapisan epidermis pada kelinci perlakuan ditemukan adanya ulkus yang tidak
disertai pertumbuhan massa tumor. Ulkus yang terbentuk ditandai dengan hilangnya
lapisan epidermis yang digantikan oleh adanya fibrin dan cairan plasma serta sel-sel
debris (Gambar 8). Menurut Macfarlane et al. (2000) ulkus merupakan hilangnya
lapisan permukaan jaringan atau organ yang disebabkan oleh nekrosis dan digantikan
oleh jaringan inflamasi. Timbulnya ulkus ini diduga dipicu oleh peradangan kronis
pada dermis. Proses peradangan ini terjadi karena induksi N-metil-N-nitrosourea
(MNU) intramamari menyebabkan iritasi jaringan dermis.
Gambar 8 Lapisan epidermis kulit kelenjar mamari. (a) Ulkus, (b) Infiltrasi sel radang,
(c) Proliferasi kolagen. Pewarnaan HE, Skala 200 µm.
Lapisan epitel epidermis pada kelinci perlakuan mengalami hiperplasia dan
terjadi peningkatan jumlah sel epidermis dibandingkan dengan kelompok kontrol
(Gambar 9A dan 9B). Macfarlane et al. (2000) mengatakan bahwa reaksi hiperplasia
dapat terjadi sebagai akibat reaksi adaptasi dari peradangan di bagian dermis.
22
Slauson dan Cooper (2002) menambahkan bahwa reaksi hiperplasia juga merupakan
bagian dari tahap progresi dari tumorigenesis.
Gambar 9 Lapisan epidermis kelinci perlakuan (A) dan kelinci kontrol (B).
(a) Epitel epidermis, (b). Dermis. Perwarnaan HE, Skala 100 µm, Gambar
21insert adalah perbesaran dengan skala 40 µm (c) Sel epidermis.
23
Pemberian MNU menyebabkan proliferasi folikel rambut seperti tampak pada
gambar 10A pada kelinci perlakuan. Jumlah folikel rambut terlihat meningkat
dibandingkan dengan kelinci kontrol (Gambar 10B). Adanya proliferasi folikel
rambut mengindikasikan bahwa banyak sel yang melakukan pembelahan atau mitosis
(Price dan Lorraine 2006). Pembelahan sel ini terjadi akibat adanya peningkatan
fungsi organ tersebut (Jones et al. 2006). Proliferasi folikel merupakan lesio
tumorigenesis. Apabila proliferasi terjadi maka biasanya diikuti dengan hiperplasia,
yaitu hiperplasia sel-sel folikel rambutnya. Hiperplasia merupakan tahapan menuju
pembentukan tumor (Jones et al. 2006).
Pemberian MNU menyebabkan proliferasi folikel rambut terutama sel-sel
matriks rambut yang berproliferasi pada tahap anagen atau pembentukan rambut
seperti disebutkan Hai et al. (1997). Adanya proliferasi folikel rambut merupakan
salah satu tahapan inisiasi pembentukan tumor pada bagian epidermis kelenjar
mamari. Joan (2008) menyatakan bahwa tumor folikel rambut pada umumnya
bersifat jinak. Di bawah ini adalah gambaran folikel rambut kelinci perlakuan
(Gambar 10A) dan proliferasi folikel rambut pada kelinci kontrol (Gambar 10B).
24
Gambar 10 Folikel rambut kelinci perlakuan (A) dan kelinci kontrol (B). ( ) Folikel rambut.
Perwarnaan HE, Skala 80 µm.
25
Gambar 11 Jaringan interstitial kelinci perlakuan (A) dan kelinci kontrol (B). (a) Kolagen,
(b) Kelenjar mamari. Pewarnaan HE, Skala 200 µm.
Proliferasi kolagen nampak terlihat jelas pada kelinci perlakuan (11A)
dibandingkan dengan kelinci kontrol (11B). Perbandingan banyaknya kolagen pada
kelinci perlakuan dan kelinci kontrol ditunjukkan oleh tanda panah hitam.
Proliferasi kolagen merupakan lesio peradangan menurut Macfarlane et al.
(2000). Kolagen adalah komponen paling penting dalam extracellular matrix (ECM)
dan memegang peranan dalam adhesi, pergerakan, diferensiasi, proliferasi dan
metastasis tumor sel (Honma et al. 2007). Kolagen tipe I, IV, XV, XVIII dapat
mengurangi proses angiogenesis dan tumorigenesis (Honma et al. 2007).
Pertumbuhan tumor dapat mempengaruhi pembentukan kolagen. Kolagen akan
bertambah sejalan dengan pertumbuhan tumor. Proses progresi mamari karsinoma
menyebabkan kolagen degradasi sehingga kolagen semakin sedikit (Curino et al.
2005).
Kolagen pada penelitian ini mengalami proliferasi dan tidak berimbang
dengan tumor yang masih dalam pertumbuhan tahap awal. Kolagen pada penelitian
ini merupakan reaksi dari peradangan.
MNU menghasilkan ion methyl diazonium yang dapat menjadi karsinogen
(King et al. 1981). Zat alkilasi ini bersifat toksik dan dapat menyebabkan iritasi dan
mutasi (Irene 2007). MNU menyebabkan iritasi pada dinding pembuluh darah
26
sehingga mengakibatkan darah keluar secara pereksis yang dikenal dengan hemorragi
(Becker et al. 1996). Peristiwa ini terjadi pada kelinci perlakuan (Gambar 12).
Gambar 12 Jaringan interstitial kelinci perlakuan. ( ) hemorragi. Pewarnaan HE, Skala
80 µm.
Hemorragi menyebabkan banyaknya makrofag yang terbentuk yang dapat
mereabsorpsi sel darah merah dengan memfagosit dan mendegradasi fibrin dan sel
darah merah yang terbentuk di jaringan. Bentuk makrofag seperti ini disebut dengan
hemosiderofag (Slauson dan Cooper 2002).
Sel-sel radang yaitu neutrofil, eosinofil dan limfosit banyak ditemukan pada
kelinci perlakuan terutama eosinofil di epitel duktus mamari (Gambar 13).
27
Gambar 13 Bagian duktus papila kelinci perlakuan. ( ) Sel radang eosinofil. Pewarnaan
HE, Skala 20 µm.
Menurut Feldman dan Jain (2000) banyaknya eosinofil tersebut berkaitan
langsung dengan tingkat keparahan peradangan yang terkait dengan respon imun.
Peningkatan respon imun ini bertujuan untuk mencegah progresi sel-sel tumor. MNU
akan memicu aktifitas sel T dengan meningkatkan sitokin diantaranya Interleukin 3
(IL-3) dan Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) (Scherer
1997).
Limfosit tidak banyak ditemukan pada pembentukan tumor ini. Peradangan
yang terjadi adalah subakut menuju kronis sehingga neutrofil masih dapat terlihat
(Slauson dan Cooper 2002).
Banyak ditemukan pembentukan kapiler baru atau neokapilerisasi pada bagian
dermis. Neokapilerisasi, dapat terjadi pada proses peradangan sebagai bagian
rangkaian dari persembuhan luka (proses peradangan) atau merupakan proses
tumorigenesis. Neovaskularisasi pada pertumbuhan tumor berbeda dengan
neovaskularisasi pada tahapan persembuhan proses peradangan. Perbedaannya
28
adalah terletak pada neovaskularisasi yang persisten atau tidak akan hilang seperti
pada peradangan namun akan tetap ada bahkan terus berproliferasi (Slauson dan
Cooper 2002). Sel radang banyak ditemukan pada neovaskularisasi akibat
peradangan sedangkan pada neovaskularisasi akibat tumor tidak ditemukan sel
radang. Neovaskularisasi pada proses peradangan akan hilang dengan sendirinya
setelah kira-kira satu sampai dua minggu (Macfarlane et al. 2000).
Pada pembentukan tumor, sel neoplastik membutuhkan nutrisi dan oksigen
untuk dapat bertahan oleh karenanya banyak terjadi pembentukan pembuluh darah
baru atau neovaskularisasi. Banyaknya neovaskularisasi pada jaringan menyebabkan
proliferasi pembuluh darah pada jaringan bahkan beberapa pembuluh darah
bertambah besar ukurannya, hal ini mengindikasikan tumbuhnya tumor pembuluh
darah atau dikenal dengan hemangioma (Slauson dan Cooper 2002). Berikut adalah
gambar proliferasi pembuluh darah (Gambar 14).
Gambar 14 Jaringan interstitial kelinci perlakuan. ( ) Proliferasi pembuluh darah.
Pewarnaan HE, Skala 200 µm.
29
Gambar 15 Dermal kolagen kelinci perlakuan (A) dan Kelinci kontrol (B).( ) Pembuluh
darah. Pewarnaan HE, Skala 100 µm.
30
Gambar di atas adalah perbandingan gambaran pembuluh darah pada kelinci
perlakuan (15A) dan kelinci kontrol (15B). Neovaskularisasi pada kelinci perlakuan
banyak sekali ditemukan sedangkan pada kelinci kontrol tidak ada.
Kelinci perlakuan (Gambar 16A) kelenjar mamari mengalami proliferasi yang
ditunjukkan dengan adanya hiperplasia dari epitel kelenjar, sedangkan pada kelinci
normal tidak ditemukan adanya hiperplasia epitel pada kelenjar. Pada kelinci
perlakuan ditemukan adanya perubahan epitel kubus sebaris menjadi epitel silindris
banyak baris.
Ditemukan adanya lesio yang terbentuk di jaringan kelenjar mamari pada
bagian dermis yang hanya terletak di lapisan dermis. Pemberian MNU pada kelenjar
mamari kelinci menyebabkan perubahan hiperplastik dari epitel kelenjar mamari.
Gambaran tersebut dapat dilihat pada gambar 16A. Menurut Roomi et al. (2004)
bahwa lesio yang timbul akibat pemberian MNU adalah sel epitel kelenjar dan stroma
proliferasi.
31
Gambar 16 Kelenjar mamari kelinci kelompok perlakuan (A) dan kelinci kontrol (B).
( ) Epitel kelenjar mamari. Pewarnaan HE, Skala 40 µm.
Epitel kelenjar mamari yang semula adalah epitel kubus sebaris pada kelinci
kontrol menjadi epitel silindris banyak baris pada kelinci perlakuan (Gambar 16A).
Kelenjar mamari yang diinduksi MNU menunjukkan adanya hiperplasia yang
32
menandakan awal pertumbuhan tumor (Jones et al. 2006). Pada kelinci kontrol
kelenjar mamari juga mengalami hiperplasia. Hiperplasia yang terjadi ini adalah
fisiologis karena kelinci tersebut adalah kelinci laktasi. Guyton dan Hall (1997)
menyatakan bahwa hiperplasia pada kelenjar mamari laktasi terjadi akibat pengaruh
hormon oksitosin, progesteron, prolaktin dan estrogen.
Epitel kelenjar mamari hiperplasia merupakan lesio premalignant yang
memungkinkan pembentukan karsinoma pada kelenjar mamari selanjutnya.
(Underwood 1992). Tumor jenis malignant (tumor ganas) akan memperlihatkan area
yang hemorragi, nekrosis dengan tingkat sel mitosis yang tinggi (Chand et al. 2006),
namun pada penelitian ini tidak ditemukan sel mitosis karena pertumbuhannya yang
lambat. Aktifitas mitotik pada tumor jinak jarang dan lambat (Anonim 1997).
Kelenjar mamari selalu menjadi sasaran oleh N-metil-N-nitrosourea (MNU)
dalam hal menimbulkan tumor karena efek onkogen pada kelenjar mamari sangat
spesifik (Cardiff dan Munn 1995). Bagian duktus kelenjar mamari mengalami
hiperplasia dan proliferasi kemudian berlanjut membentuk papiloma yang biasanya
disebut dengan duktus papilloma.
Duktus papilloma termasuk perubahan yang digolongkan tumor jinak yang
tumbuh soliter di dalam duktus besar. Kelenjar mamari pada duktus papilloma
terlihat sebagai struktur yang panjang berkelok-kelok dan lesio ini ditemukan
sepanjang duktus (Sander 2007). Pola duktus papilloma ditemukan pada kelenjar
mamari kelinci perlakuan (Gambar 17).
33
Gambar 17 Kelenjar mamari kelinci perlakuan yang membentuk Duktus papilloma (a).
Pewarnaan HE, Skala 100µm.
Lumen kelenjar mamari tampak dipenuhi penjuluran-penjuluran dari epitel
duktus tersebut. Duktus papilloma merupakan tipe tumor mamari selain
fibroadenoma, adenoma dan tumor jaringan ikat (Underwood 1992). Gambaran
mitosis pada epitel kelenjar mamari merupakan ciri menuju pembentukan karsinoma
(Rivera et al. 1994), tetapi gambaran mitosis tidak terlihat pada pengamatan,
menunjukkan induksi tumor akibat MNU pada kasus ini adalah bersifat jinak.
Secara garis besar pembahasan di atas menjelaskan bahwa pemberian MNU
secara intramamari menyebabkan beberapa lesio tumorigenesis dan lesio akibat
peradangan. Lesio tumorigenesis yaitu terbentuknya hiperplasi epidermis, proliferasi
folikel rambut, proliferasi pembuluh darah, neovaskularisasi, hemorragi, proliferasi
dermal kolagen, hiperplasia epitel kelenjar mamari, pembentukan duktus papilloma.
Lesio yang bukan tumorigenesis adalah terbentuknya ulkus. Frekuensi kemunculan
masing-masing jenis lesio dihitung persentasenya dan disajikan pada Tabel 3.
34
Tabel 3 Frekuensi persentase lesio histopatologi pada mamari kelinci yang diinduksi
MNU
Area Pengamatan Lesio yang diamati Frekuensi
(Persen)
Epidermis Ulkus 5%
Hiperplasia epidermis 3%
Proliferasi folikel rambut 16% Dermis Proliferasi kolagen 10%
Hemorragi 7%
Proliferasi pembuluh darah 19%
Neovaskularisasi 24% Kelenjar mamari Duktus papilloma 1%
Hiperplasia epitel kelenjar mamari 15%
Mitosis 0%
Persentase Duktus papilloma yang muncul pada penelitian ini minim yaitu
sekitar 1%. Hal ini disebabkan pembentukan tumor yang terjadi masih pada tahap
awal yaitu tahap inisiasi-promosi. Tahap inisiasi adalah suatu proses pada genom sel
yang mengakibatkan potensi neoplastik. Tahap promosi adalah proses stimulasi
proliferasi sel hingga transformasi sel (Underwood 1992).
Lesio lainnya pada epidermis adalah proliferasi folikel rambut dan epidermis
hiperplasia yang menunjukkan lesio tumorigenesis. Pada dermis, ada lesio proliferasi
kolagen, proliferasi pembuluh darah, neovaskularisasi, hemorragi yang merupakan
lesio tumorigenesis yang menunjukkan angka signifikan. Epitel kelenjar mamari
hiperplasia pada kelenjar mamari juga merupakan lesio tumorigenesis sedangkan
ulkus merupakan lesio peradangan.
Tumor yang tumbuh dapat dikatakan masih pada tahap awal karena waktu
perlakuan atau masa induksinya hanya satu bulan, sedangkan pada beberapa
penelitian lainnya waktu yang digunakan adalah selama tiga bulan bahkan lebih
(Roomi et al. 2005). Karakteristik tumor yang dapat diamati dalam penelitian ini
adalah pertumbuhan tumor yang lambat kemudian batas pertumbuhannya juga jelas.
Tahap tumorigenesis yang masih awal menunjukkan bahwa tumor yang terbentuk
35
pada penelitian ini adalah tergolong jinak. Lesio yang ditemukan pada penelitian ini
umumnya merupakan lesio tumorigenesis dan juga menunjukkan bahwa tumor yang
tumbuh masih tergolong jinak. Adapun beberapa lesio yang terlihat pada tumor jinak
yaitu, hiperplasia lobular, hemorragi, hiperplasia epitel kelenjar, proliferasi epitel
kelenjar (Anonim 1997).
36
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan secara mikroskopis terhadap jaringan
mamari kelinci disimpulkan bahwa pemberian MNU secara intramamari memicu
lesio tumorigenesis yang besifat jinak dan lambat serta menimbulkan reaksi
peradangan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran histopatologi
tumor kelenjar mamari yang diinduksi N-metil-N-nitrosourea dengan waktu yang
lebih lama ditunjang dengan pemeriksaan kimia darah untuk mengetahui tipe
tumornya serta rute pemberian N-metil-N-nitrosourea yang berbeda.
37
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 1998. Tumor. http://id.wikipedia.org/wiki/Tumor (19 Desember 2008)
[Anonim]. 1999. www.sinarharapan.co.id (28 Desember 2008)
[Anonim]. 2000. http://en.wikipedia.org/wiki/N-Nitroso-N-methylurea (19 Desember
2008)
[Anonim]. 1997. Benign Breast Lesions. www.breastdiseases.com/benignb3.htm (19
Februari 2010)
[Anonim]. 2008. Comparative Breast Anatomy.
http://bibliodyssey.blogspot.com/2008/12/comparative-breast-anatomy.html (4
Februari 2010)
Akhyar A. 2009. Neoplasma. Neoplasma-ahmad-akhyar.blogspot.com/ (31
Desember 2009)
Al Murri AM, Hilmy M, Bell J, Wilson C, McNicol AM, Lannigan A, Doughty JC
dan McMillan DC. 2008. The relationship between the systemic inflammatory
response, tumour proliferative activity, T-lymphocytic and macrophage
infiltration, microvessel density and survival in patients with primary operable
breast cancer. British Journal of Cancer v.99(7)
Aughey E and Frye FL. 2001. Comparative Veterinary Histology. UK: Manson
Publishing
Becker WM, Reece JB and Poenie MF. 1996. The World of The Cell. Menlo Park:
USA
Cardiff RD and Robert JM. 1995. Comparative Pathology of Mammary
Tumorigenesis In Transgenic Mice. University of California 90: 13-19
Chand CK, RK Bhardwaj, Maj TJR. 2006. Study of 7 Cases of Giant Cell Tumor of
Soft Tissue. MJAFI; 62 : 138-140
Cheville NF. 2006. Introduction To Veterinary Pathology (Third edition). USA :
Blackwell Publishing
Crist KA, Raymond DF, Bina C, Prabir C, Ming Y. 1996. Brief Communication: P53
Accumulation in N-metil-N-nitrosourea-Induced Rat Mammary Tumors. SAGE
24:370-375
38
Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology (Third edition).
Philadelphia: W.B. Saunders Company
Curino AC , Lars HE, Susan SY, Kenn H, Leif RL, Alfredo AM, Niels B, Boye SN
dan Thomas HB. 2005. Intracellular collagen degradation mediated by
uPARAP/Endo180 is a major pathway of extracellular matrix turnover during
malignancy. JCB,Volume 169, Number 6, 977-985.
D’ Ambrosio SM, Wani G, Samuel M. 1990. Repair Of O6-Methylguanine Damage.
Di dalam: Sutherland BM dan Woodhead AD, editor. DNA Damage and Repair
In Human Tissues. Proceedings Of Brookhaven Symposium In Biology No. 36;
New York, 1-4 Oktober 1989. New york: Plenum Press hlm 397-416
Degenhardt K, Robin M, Brian B, Kevin B, Diana A, Guanghua C, Chandreyee M,
Yufang S, Celine G, Yongjun F, Deirdre AN, Shengkan J and Eileen W. 2006.
Autophagy promotes tumor cell survival and restricts necrosis, inflammation,
and tumorigenesis ELSEVIER INC. 10, 51–64
Dellmann HD dan Eurell JA., editor.1998. Textbook of Veterinary Histology.
Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins
Dellmann HD dan Carithers JR.,editor.1996. Cytology and Microscopic Anatomy.
USA: Lippincott Williams &Wilkins
Feldman Z dan Jain. 2000. Schalm’s Veterinary Hematology 5th
edition. Baltimore:
Lippincott william&wilkins
Foster and Smith. 2010. Mammary Tumors (Cancer) in Dog.
Http://www.peteducation.com/article.cfm?c=2+2087&aid=460 [9 februari
2010]
Geneser F. 1993. Textbook of Histology. Copenhagen: Munksgaard
Guyton AC dan Hall JE. 1997. Fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran ECG
Hai H, MH Hardy, WD Black and MT Goldberg. 1997. The in Vivo Effect of the
Tumor Promoter 12-O-Tetradecanoylphorbol-13-acetate on A/-Methyl-A/-
nitrosourea-lnduced Apoptosis in Mouse Hair Follicles. Department of
Biomedical Sciences, University of Guelph 35, 177-181
Hartono. 1995. Histologi Veteriner. Bogor: IPB
39
Hamdani C. 1999. Evaluasi Pola Sitomorfologik dan Ekspresi Onkoprotein (p67c-
myc, p53mutan, p185c-erb B-2) Pada Sel Tumor Epithelial Payudara. Jakarta:
UI Press
Himawan S. 1990. Patologi. Jakarta: UI press
Honma K, Teruo M, Takahiro O. 2007. Type I Collagen Gen Suppresses Tumor
Growth and Invasion of Malignant Human Glioma Cells. Cancer cell
International 1475-2867
Hustamin R. 2005. Panduan Memelihara Kelinci Hias . Jakarta: Agromedia
Ihle DSS. 2006. Small Animal Internal Medicine. USA: Black Publishing
Irene. 2007. Information on Chemical Carcinogens.
http://www.hku.hk/safety/pdf/CarInf.pdf (22 Januari 2010)
Joan. 2008. Tumor Folikel Rambut. www.vetcancercare.com (9 februari 2010)
Jones TC, Hunt RD, King NW. 2006. Veterinary Pathology (Six edition). USA:
Blackwell Publishing
Juchimiuk J, Agnieszka G dan Jolanta M. 2006. DNA damage induced by mutagens
in plant and human cell nuclei in acellular comet assay. FOLIA
HISTOCHEMICA 44:127-131
Kansekan J, Ramesh V, Aroon Y, Jake JT, Victor L, Prema MR, Srinivasan R,
Dittakavi SRS. 2003. Effect of PSC 833, an inhibitor of P-glycoprotein on N-
methyl-N-nitrosourea induced mammary carcinogenesis in rats. Oxford
University Press
King MM, Paul BM, Stanley DK. 1981. Comparison of The Effect of Butylated
Hydroxytoluene On N-Nitrosomethylurea and 7,12-Dimethylbenz[a]-
Anthracene Induced Mammary Tumours. Elsevier 14: 219-226
Kurnia I, Budiningsih S, Andrijono, Irwan R, Cholid B. 2008. Penggunaan AgNOR
Sebagai Marker Proliferasi dalam Penilaian Respon Awal Radiasi pada
kemoradioterapi Kanker Seviks. Http://202.46.3.98/nhc/images/iin3-3b.jpg (21
Januari 2010)
Liska J, Stefan G, Danica M, Josef Z, Julius Brtk. 2000. Histopathology of Mammary
Tumours In Female Rats Treated with 1-Methyl-1-Nitrosourea. Slovak
Academy of Science 34:91-96
40
Lu SJ dan Michael CA. 1992. Ha-ras Oncogene Activation In Mammary Gland of N-
metil-N-nitrosourea treated Rats Genetically Resistant To Mammary
Adenocarcinogenesis. Proc. Natl Sci USA 89:1001-1005
Macfarlane PS, Reid R, Callander R. 2000. Pathology of Illustrated. London:
Churchill Livingtone
Malole MBM dan Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan Laboratorium. Bogor:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Muller GH, Kirk RW, Scott DW. 1989. Small Animal Dermatology. Philadelphia:
WB Saunders
O’Maley B. 2005. Clinical Anatomy and Physiology of Exotic Species. New York:
Elsevier Saunders
Price SA dan Lorraine MW. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit-
Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Purwanto DA. 2000. Penetapan Kadar Metil Pada Hasil Reaksi DNA Dengan N-
metil-N-nitrosourea Secara In Vitro. Surabaya: Faculty of Pharmacy Airlangga
University
Rivera ES, N Andrade, G Martin, G Melito, G Cricco, N Mohamad, C Davio, R
Caro, RM Bergoc. 1994. Induction of Mammary Tumours In Rat by
Intraperitoneal Injection of MNU: Histopathology and Estral Cycle Influence.
Elsevier 86: 223- 228
Rochani S. 2007. Berternak Kelinci Dan Manfaatnya. Jakarta: JPBooks
Roomi MW,Vadim I, Aleksandra N, Matthias R. 2004. Proceedings of the 8th
Annual Multidisciplinary Symposium on Breast Disease; 13–16 February 2003.
Jacksonville, FL: University of Florida Health Science Center. Antitumorigenic
activity of Epican Forte in human breast cancer lines
Roomi MW, Nusrath WR, Vadim I, Tatiana K, Aleksandra N, Rath M. 2005.
Modulation of N-metil-N-nitrosourea Induced Mammary Tumors in Sprague-
Dawley Rats by Combination of Lysin, Proline, Arginine, Ascorbic Acid and
Green Tea Extract . Breast Cancer Res 7:291-295
Samuelson DA. 2007. Textbook Of Veterinary Histology. St. Louis: Saunders
Elsevier
Sander MA. 2007. Atlas Berwarna Patologi Anatomi. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada
41
Sarwono. 2005. Kelinci Potong Dan Hias. Jakarta: Agromedia
Scherer TA. 1997. Tumor Associated Blood Eosinophilia and Eosinophilic Pleural
Effusion: Case Reportand Review of the Literature
[xmlFilePath=journals/ijeicm/vol1n2/tumor.xml]. The Internet Journal of
Emergency and Intensive Care Medicine. Volume 1 Number 2
Syaifudin M. 2007. Gen Penekan Tumor, P53, Kanker dan Radiasi Pengion. Buletin
Alara, Volume 8 Nomor 3:119 – 128
Seolalita. 2008. Tumor Glandula Mammae. Http://www.dszoo.com (19 Desember
2008)
Schottenfeld dan Fraumeni JF. 1996. Cancer Epidemiology and Prevention, 2nd
edition. New York: Oxford University Press.
Slauson DO dan Cooper BJ. 2002. Mechanisms of Disease: A Textbook of
Comparative General Pathology. St.louis: Mosby
Smith J dan Mangkoewidjojo. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan Dan Penggunaan
Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. Jakarta: UI Press
Tapan E. 2005. Kanker, Antioksidan Dan Terapi Klomplementer. Jakarta: PT.
Gramedia
Tizard IR. 1994. Immunology. Philadelphia: Saunders College Publishing
Underwood JCE. 1992. General and Systemic Pathology. Hongkong: Churchill
Livingstone
Weinberg RA. 1992. Oncogenes, Tumor Suppressor Genes and the Deregulation of
Cell Growth: An Overview.Di dalam: Sharp, PA, editor. Nuclear Processes And
Oncogenes. California: Academic Press Inc. Hlm 3-9
Yager JA dan Scott DW. 1993. Pathology of Domestic Animal (fourth edition). Di
dalam: Jubb KVF et al., editor. The skin and Appendages. San Diego:
Academic Press Inc.
42
Lampiran 1
PEMBUATAN PREPARAT HISTOPATOLOGI
Pembuatan preparat histopatologi dilakukan dengan berbagai tahapan yaitu
tahap sampling dan fiksasi jaringan, proses jaringan/Trimming (dehidrasi, clearing,
infiltrasi dan embedding), pemotongan jaringan dan pewarnaan.
Tahap sampling dan fiksasi dilakukan perendaman dengan larutan fiksatif
Buffer Netral Formalin 10% selama 1-2 hari kemudian organ tersebut diiris tipis
setebal 0.5 cm dimasukkan ke dalam wadah tissue cassette. Selanjutnya organ
tersebut dipindahkan ke dalam larutan alkohol 70% selama 3-4 hari.
Dehidrasi adalah suatu proses penarikan air dari jaringan secara bertahap
untuk mencegah terjadinya pengerutan sampel yang diuji. Sampel jaringan
didehidrasi dalam alkohol bertingkat (alkohol 70% selama 2 jam, 80% selama 2 jam
sebanyak dua kali, 90% selama 2 jam, 95% selama 2 jam dan alkohol absolut
sebanyak dua kali), xylol (I dan II) dan paraffin (I dan II) dengan menggunakan alat
otomatis autotechnicon. Clearing atau penjernihan adalah proses intermedier antara
proses dehidrasi dan proses embedding dengan paraffin. Proses ini dilakukan setelah
jaringan terdehidrasi, dengan memasukkan ke dalam larutan xylol I, II, III masing-
masing selama sejam.
Embedding adalah suatu proses pembuatan blok parafin. Proses ini harus
dilakukan di dekat sumber panas dengan alat-alat yang telah dihangatkan dahulu
untuk mencegah pembekuan parafin sebelum proses selesai. Setelah proses
penjernihan irisan sampel tumor direndam dalam paraffin cair selama 2 jam lalu
sampel dicetak dalam bentuk blok paraffin dengan cara meletakkan jaringan
sedemikian rupa pada dasar cetakan sehingga memudahkan orientasi baik saat
memotong maupun mengenali jaringan. Selanjutnya mendinginkan parafin hingga
kembali beku dan melepaskan parafin yang berisi jaringan sampel tumor dari cetakan.
Sampel yang telah berbentuk blok kemudian dipotong menggunakan mikrotom.
Embedding dilakukan menggunakan tissue embedding console
43
Sectioning adalah proses pemotongan jaringan dilakukan setelah disimpan
dalam kulkas selama 24 jam dan blok jaringan dipotong menggunakan mikrotom.
Pemotongan dengan beberapa tahapan yaitu tahapan pertama yaitu pemotongan kasar
dengan cara pisau dipasang pada knife holder dan dikencangkan dengan clamping
screw. Kemudian blok ditempatkan pada object clamp dengan memperhatikan
permukaan atas tidak boleh melebihi pisau mikrotom dan longitudinal adjusmant
knob dan transverse adjustmant knob diatur menjadi horisontal. Lalu locking
handless dikencangkan. Sedikit semi sedikit blok dinaikkan sambil mulai dipotong
sampai seluruh paraffin yang menutupi permukaan atas jaringan yang terkelupas dan
mengunci pada posisi tersebut.
Tahapan berikutnya proses pemotongan halus yang dilakukan dengan
meratakan potongan jaringan dengan memotong sedikit demi sedikit menggunakan
teknik pemotongan halus. Merubah posisi pisau sedemikian rupa sehingga daerah
pisau yang paling tajam menghadapi jaringan dan mengulangi pemotongan jaringan
dengan pemotongan halus dengan tissue thickness selector untuk memilih ketebalan
jatingan yang dipotong yaitu biasanya 4-5 µm. Tahap selanjutnya adalah melebarkan
lembaran potongan dengan memilih lembaran jaringan yang paling baik kemudian
hasil sayatan diapungkan di permukaan air hangat suhu ± 40-42oC lalu dilekatkan di
atas gelas objek dan dikeringkan di suhu ruang sampai air di antara jaringan dan kaca
objek menguap, lalu gelas objek hasil potongan disimpan dalam inkubator selama
minimal 2 jam.
Staining adalah pewarnaan untuk mempermudah penglihatan dan pengenalan
dengan mikroskop. Pewarnaan yang dilakukan adalah pewarnaan hematoksilin-eosin
(HE) yaitu,
1. Deparafinisasi dalam larutan Xylol I, II, III masing-masing selama 2
menit
2. Rehidrasi ke dalam larutan alkohol absolut, alkohol 95%, 80%
masing-masing 1 menit.
3. Dicuci dengan air keran selama 30 detik.
4. Pewarnaan dengan Mayer’s Hematoxyllin selama 2-8 menit.
44
5. Dicuci kembali dengan air keran selama 30 detik.
6. Pewarnaan dengan eosin alkohol selama 2-7 menit.
7. Dibilas kembali dengan air keran selama 30-60 detik.
8. Dehidrasi dalam larutan alkohol 95%, alkohol absolut I, II sebanyak
sepuluh celupan.
9. Clearing dengan larutan Xylol I, II, III selama 2 menit.
10. Observasi dengan mikroskop untuk melihat penyerapan warna
hematoksilin-eosin.
11. Preparat di-mounting dan ditutup dengan cover glass
Mikrofotografi adalah proses yang dilakukan setelah sediaan histopatologi
selesai dibuat dan dapat diamati di bawah mikroskop dengan jelas.
45
Lampiran 2
Tabel 4 Jumlah lesio yang muncul dari enam lapang pandang pada kelompok I-VI
Tabel 5 Persentase hasil pengamatan kelompok I-VI
Lokasi Pengamatan Lesio yang diamati Kelompok
I II III IV V VI
Epidermis Hiperplasia lapisan epidermis 8% 7% 0% 4% 4% 8%
Ulkus 8% 7% 0% 4% 4% 4% Proliferasi folikel rambut 15% 15% 18% 15% 15% 16%
Dermis Proliferasi kolagen 12% 15% 5% 8% 12% 8% Hemorragi 0% 0% 5% 15% 8% 12% Proliferasi pembuluh darah 12% 22% 27% 12% 23% 20% Neovaskularisasi 23% 22% 27% 23% 23% 24%
Kelenjar mamari Duktus papilloma 4% 0% 0% 0% 0% 0% Hiperplasi epitel kelenjar mamari 19% 11% 18% 19% 12% 8% Mitosis 0% 0% 0% 0% 0% 0%
Kelompok I II III IV V VI
Ulkus 2 2 0 1 1 2
Hiperplasia lapisan epidermis 2 2 0 1 1 1
Folikel rambut proliferasi 4 4 4 4 4 4
Proliferasi kolagen 3 4 1 2 3 2
Proliferasi pembuluh darah 0 0 1 4 2 3
Hemorragi 3 6 6 3 6 5
Neovaskularisasi 6 6 6 6 6 6
Duktus papilloma 1 0 0 0 0 0
Hiperplasia epitel kelenjar mamari 5 3 4 5 3 2
Mitosis 0 0 0 0 0 0