kajian peredaran dan tata usaha kayu rakyat di …puspijak.org/uploads/info/esa - kajian puhh kayu...

26
1 KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI CIAMIS JAWA BARAT Oleh : Epi Syahadat Ringkasan Penatausahaan hasil hutan dan pelaksanaannya oleh petugas/instansi di daerah asal dan tujuan peredaran kayu masih belum mampu menjamin kelestarian hutan dan meningkatkan penerimaan negara atas hasil hutan secara optimal. Kajian penatausahaan hasil hutan pada hutan hak/rakyat dilakukan untuk mengetahui efektifitas kebijakan dan pelaksanaan penatausahaan hasil hutan di hutan hak/rakyat mengendalikan peredaran hasil hutan. Kajian dilakukan dengan melakukan review kebijakan penatausahaan hasil hutan, mengkaji tugas dan wewenang pejabat/instansi di daerah asal dan tujuan peredaran hasil hutan serta mengkaji kemampuan petugas memantau produksi dan peredaran hasil hutan. Hasil kajian menunjukan bahwa SK Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat Nomor 51/Kpts/Dishut-PH/2001 sudah seharusnya di revisi karena tidak sesuai lagi dengan SK Menteri Kehutanan Nomor 126/2003, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/2005 dan Nomor P.26/2005. Demikian juga dengan Perda Kabupaten Ciamis No. 19 Tahun 2004, seharusnya memberi iklim yang baik kepada petani untuk berpartisipasi dalam pembangunan hutan rakyat. Kata kunci: penatausahaan, produksi, peredaran, distribusi, kayu rakyat. I. PENDAHULUAN Peraturan Pemerintah No 34 tahun 2002 menetapkan bahwa dalam rangka melindungi hak-hak negara atas hasil hutan dan kelestarian hutan maka dilakukan pengendalian peredaran dan pemasaran hasil hutan melalui penatausahaan hasil hutan (Anonim, 2002). Penatausahaan hasil hutan dimaksudkan untuk memberikan pedoman kepada semua pihak yang melakukan usaha atau kegiatan di bidang kehutanan, sehingga penatausahaan berjalan dengan tertib dan lancar agar kelestarian hutan, pendapatan negara dan pemanfaatan hasil hutan yang optimal dapat dicapai.

Upload: voxuyen

Post on 13-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

1

KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI CIAMIS JAWA BARAT

Oleh : Epi Syahadat

Ringkasan

Penatausahaan hasil hutan dan pelaksanaannya oleh petugas/instansi di

daerah asal dan tujuan peredaran kayu masih belum mampu menjamin kelestarian

hutan dan meningkatkan penerimaan negara atas hasil hutan secara optimal. Kajian

penatausahaan hasil hutan pada hutan hak/rakyat dilakukan untuk mengetahui

efektifitas kebijakan dan pelaksanaan penatausahaan hasil hutan di hutan hak/rakyat

mengendalikan peredaran hasil hutan. Kajian dilakukan dengan melakukan review

kebijakan penatausahaan hasil hutan, mengkaji tugas dan wewenang pejabat/instansi

di daerah asal dan tujuan peredaran hasil hutan serta mengkaji kemampuan petugas

memantau produksi dan peredaran hasil hutan. Hasil kajian menunjukan bahwa SK

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat Nomor 51/Kpts/Dishut-PH/2001 sudah

seharusnya di revisi karena tidak sesuai lagi dengan SK Menteri Kehutanan Nomor

126/2003, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/2005 dan Nomor P.26/2005.

Demikian juga dengan Perda Kabupaten Ciamis No. 19 Tahun 2004, seharusnya

memberi iklim yang baik kepada petani untuk berpartisipasi dalam pembangunan

hutan rakyat.

Kata kunci: penatausahaan, produksi, peredaran, distribusi, kayu rakyat.

I. PENDAHULUAN

Peraturan Pemerintah No 34 tahun 2002 menetapkan bahwa dalam rangka

melindungi hak-hak negara atas hasil hutan dan kelestarian hutan maka dilakukan

pengendalian peredaran dan pemasaran hasil hutan melalui penatausahaan hasil hutan

(Anonim, 2002). Penatausahaan hasil hutan dimaksudkan untuk memberikan

pedoman kepada semua pihak yang melakukan usaha atau kegiatan di bidang

kehutanan, sehingga penatausahaan berjalan dengan tertib dan lancar agar kelestarian

hutan, pendapatan negara dan pemanfaatan hasil hutan yang optimal dapat dicapai.

Page 2: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

2

Obyek penatausahaan hasil hutan adalah semua jenis hasil hutan yang berasal dari

hutan negara (hutan alam dan hutan tanaman), hutan rakyat, hasil hutan olahan dari

industri primer hasil hutan dan industri pengolahan kayu lanjutan (wood working)

serta hasil hutan lelang (Anonim, 2003).

Pemanfaatan hasil hutan dari hutan hak/rakyat di atur dalam Peraturan Menteri

Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2005, tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak.

Dalam Permenhut tersebut, pada pasal 1, ayat (1) dinyatakan bahwa : Hutan hak

adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang

dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah, yang lazim disebut hutan rakyat yang

diatasnya di dominasi oleh pepohonan dalam suatu ekosistem yang ditunjuk oleh

Bupati/Walikota. Kemudian pada ayat (2) dinyatakan bahwa, pemanfaatan hutan

adalah bentuk kegiatan untuk memperoleh manfaat optimal dari hutan untuk

kesejahteraan masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil

hutan bukan kayu, dan pemanfaatan jasa lingkungan. Dalam pasal 2, ayat (2)

dinyatakan bahwa, hutan hak mempunyai tiga fungsi, yaitu : a) fungsi konservasi; b)

fungsi lindung; dan c) fungsi produksi.

Pada pasal 16 dinyatakan, bahwa tata cara pemanfaatan hutan hak sebagaimana

dimaksud dalam Permenhut No. P.26 pasal 13, pasal 14 dan pasal 15 diatur dengan

peraturan Bupati/Walikota. Kemudian pada pasal 18 dinyatakan, bahwa Pemerintah

Kabupaten/Kota menetapkan lebih lanjut petunjuk pelaksanaan tentang pemanfaatan

hutan hak dengan mengacu kepada peraturan ini dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Untuk penatausahaan hasil hutan peraturan perundang-undangan yang

berlaku adalah Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 126/Kpts-II/2003, yang

kemudian beberapa pasal dalam SK tersebut disempurnakan oleh Peraturan Menteri

Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2005.

Masalah yang timbul dalam penatausahaan hasil hutan di era otonomi daerah

adalah, pertama, kebijakan penatausahaan hasil hutan tersebut tidak memiliki petunjuk

teknis pelaksanaan sehingga pelaksanaan penatausahaan hasil hutan antar daerah

dapat berbeda. kedua, daerah tujuan kayu tidak memperoleh bagian insentif hasil

Page 3: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

3

hutan dari kayu yang diproduksi di daerah lain sehingga tidak ada insentif untuk

memantau kayu ilegal yang masuk ke wilayahnya. Hal ini dapat menyebabkan

koordinasi pemantauan antara daerah asal kayu dan daerah tujuan kayu tidak berjalan

dan menurunkan efektifitas pemantauan produksi dan peredaran kayu (Triyono P.,

2001).

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dipandang perlu untuk melakukan

kajian penatausahan hasil hutan di hutan hak/rakyat, sehingga dapat diketahui apa

permasalahan yang menyebabkannya tidak mampu mengendalikan produksi dan

peredaran kayu ilegal. Fokus kajian adalah kemampuan pejabat/instansi kehutanan

dalam melaksanakan kegiatan penatausahaan hasil hutan, termasuk pemantauan

terhadap kegiatan tersebut dan koordinasi pemantauan antara daerah asal kayu dan

daerah tujuan peredaran kayu.

Adapun rumusan masalah, adalah sebagai berikut :

Dalam sistem penatausahaan hasil hutan yang dilakukan secara official

assessment, pengesahan laporan hasil produksi kayu bulat serta penerbitan dokumen

angkutan kayu dilakukan oleh petugas kehutanan. Setelah kayu bulat yang diedarkan

sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga dilakukan oleh petugas

kehutanan. Selain daripada itu juga dilakukan pemantauan terhadap produksi dan

peredaran kayu olahan. Jika kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan dengan baik

maka dapat diharapkan bahwa hutan akan lestari, produksi kayu riil akan terpantau

serta hak negara atas hasil hutan berupa PSDH-DR atau Retribusi dapat terpenuhi,

dan peredaran kayu ilegal dapat dikendalikan. Akan tetapi dalam kenyataannya hal

tersebut tidak tercapai, saat ini, peredaran kayu ilegal masih marak terjadi dan belum

dapat dikendalikan. Ini menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut, termasuk

pengawasannya belum dilaksanakan dengan baik, dengan kata lain masih ada hal-hal

yang perlu diperbaiki dalam sistim penatausahaan hasil hutan.

Tujuan dan sasaran penatausahaan hasil hutan, adalah sebagai berikut :

Page 4: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

4

1. Tujuannya, adalah:

a. Untuk mengetahui efektifitas penatausahaan hasil hutan dari hutan hak/rakyat

dalam mengendalikan produksi dan peredaran kayu.

b. Mengetahui sejauhmana Perda yang diterbitkan oleh Pemda Kabupaten/Kota

setempat di dalam menunjang pelaksanaan penatausahaan hasil hutan dari hutan

hak/rakyat.

2. Sasarannya, adalah :

a. Terlaksananya penatausahaan hasil hutan dari hutan hak/rakyat yang baik,

tertib, lancar dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perundang-

undangan yang berlaku.

b. Tersedianya informasi kinerja pemantauan kayu pada hutan rakyat.

3. Luarannya, adalah :

Rekomendasi efektifitas kebijakan penatausahaan kayu untuk hutan hak /

rakyat kepada Departemen Kehutanan Cq Direktorat Jenderal Bina Produksi

Kehutanan.

4. Adapun ruang lingkupnya, adalah :

Kajian peredaran dan tata usaha kayu rakyat di Ciamis Jawa Barat dilakukan

terhadap kegiatan yang dilakukan oleh: (a) pemegang Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK)

yang melakukan produksi dan peredaran kayu bulat dari hutan hak/rakyat. (b)

pemegang Ijin Industri Kayu Primer yang menerima kayu bulat serta memproduksi

dan mengedarkan kayu olahan, (c) Ijin Lainnya yang Sah, (ILS), (d) Petugas atau

pejabat kehutanan yaitu Pejabat Pengesah Laporan Hasil Produksi (P2LHP),

Pejabat Penerbit Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (P2SKSHH), dan Petugas

Pemeriksa Penerimaan Kayu Bulat/Kayu Olahan (P3KB/P3KO), dan (e) Instansi

yang melakukan pengendalian produksi dan peredaran kayu yaitu Dinas

Kabupaten/Kota, Dinas Provinsi.

Page 5: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

5

II. METODOLOGI

1. Kerangka Pemikiran

Kayu rakyat merupakan salah satu komoditas yang memberikan

pendapatan bagi masyarakat dan mempunyai kontribusi yang cukup besar

dalam upaya pemenuhan bahan baku industri kayu dan rumah tangga. Di

dalam Perarturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/2005, tentang Pedoman

Pemanfaatan Hutan Hak/Rakyat, pasal 12 ayat (1) dinyatakan bahwa,

pemanfaatan hutan hak dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang

bersangkutan sesuai dengan fungsinya, kemudian dalam ayat (2) dinyatakan

bahwa, pemanfaatan hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan

untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi pemegang hak dengan tidak

mengurangi fungsinya. Oleh karena itu untuk mencegah kerusakan hutan

negara yang kian memprihatinkan akibat perambahan, penjarahan, penebangan

liar dan sebagai pengamanan serta pengendalian peredaran kayu rakyat di lintas

kabupaten, maka dipandang perlu untuk membuat petunjuk teknis pelaksanaan

penatausahaan hasil hutan dari hutan hak/rakyat.

Dalam upaya untuk mencegah kerusakan hutan negara dan sebagai

pengaman, pengendalian serta keseragaman dalam melaksanakan peredaran

kayu rakyat di lintas kabupaten, sesuai dengan undang-undang Otonomi Daerah

Nomor 32, tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah. Pada pasal 13, pasal 14,

pasal 16, dan pasal 17, Dinas Provinsi dalam hal ini adalah Dinas Kehutanan

Provinsi setempat diharapkan membuat Acuan atau Pedoman Petunjuk

Pelaksanaan Penatausahaan Hasil Hutan di hutan hak/rakyat, yang mengacu

pada SK Menteri Kehutanan No. 126/2003 dan Permenhut No. P.18/2005,

dimana petunjuk pelaksanaan tersebut merupakan acuan atau pedoman

penatausahaan hasil hutan di hutan hak/rakyat bagi seluruh wilayah

Kabupaten/Kota yang masih berada di bawah wilayah koordinasi Dinas

Kehutanan Provinsi itu sendiri. Untuk mempermudah dalam pelaksanaannya di

tingkat Kabupaten/Kota acuan atau pedoman tersebut kemudian dijabarkan

Page 6: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

6

kedalam Petunjuk Pelaksanaan Teknis di hutan hak/rakyat oleh masing-masing

Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota setempat. Penjabaran petunjuk teknis

tersebut, mengingat setiap daerah Kabupaten/Kota mempunyai karakteristik

yang berbada dalam pemanfaatan dan pengelolaan kayu rakyat atau

penatausahaan hasil hutan dari hutan hak/rakyat, dan ini merupakan pedoman

bagi para pejabat pelaksana penatausahaan hasil hutan di seluruh wilayah

kabupaten/kota.

2. Pengumpulan Data dan Referensi

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer

diperoleh melalui pengamatan dan wawancara dengan Pejabat Kehutanan di

daerah dan Badan Usaha yang melakukan kegiatan pengelolaan hasil hutan.

Data primer yang dikumpulkan seperti pelaksanaan penatausahaan kayu,

kesenjangan pelaksanaan dan uraian tugas, pengeluaran perusahaan dalam

pengurusan izin, pengesahan dan penerbitan dokumen penatausahaan hasil

hutan, sedangkan data sekunder diperoleh di kantor kehutanan, perusahaan, dan

perpustakaan adapun data yang diperoleh seperti potensi hutan rakyat (luasan

hutan rakyat, potensi tegakan), luas dan produksi kayu rakyat.

Referensi pemanfaatan / pengelolaan hasil hutan di hutan hak/rakyat,

adalah sebagai berikut :

a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34, tahun 2002,

tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,

Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan.

b. Undang-undang Nomor 32, tahun 2004. Tentang Pemerintahan Daerah.

c. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 126/Kpts-II/2003, tentang

Penatausahaan Hasil Hutan.

d. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2005, tentang

Perubahan Ketiga Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

126/Kpts-II/2003, tentang Penatausahaan Hasil Hutan.

Page 7: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

7

e. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2005, tentang

Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak/Rakyat.

3. Metode Analisis

Efektifitas pemantauan produksi dan peredaran kayu di ukur secara tidak

langsung dengan menganalisis kemampuan penatausahaan hasil hutan dalam,

pemeriksaan silang dokumen produksi dan peredaran kayu, serta kinerja

pemantauan. Indikator efektifitas penatausahaan hasil hutan, adalah tersedianya

pedoman teknis pelaksanaan yaitu perundang-undangan yang berlaku (SK

Menhut No. 126/2003, Permenhut No. P.18/2005, Permenhut No. P.26/2005,

Perda Kabupaten/Kota setempat). Efektifitas penatausahaan hasil hutan diukur

dengan cara membandingkan dan atau adanya kesesuaian antara peraturan

perundang-undangan (pedoman teknis pelaksanaan) yang berlaku dengan

realisasi pelaksanaannya.

a. Pemeriksaan silang dokumen.

Pemeriksaan silang dokumen produksi dan peredaran kayu dilakukan

untuk mengontrol kinerja yang dilakukan oleh P2LHP, P2SKSHH dan

P3HH (P3KB/ P3KO). Dokumen dan paramater yang digunakan untuk

menilai kinerja tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pemeriksaan Silang Dokumen Produksi dan Peredaran Kayu di Hutan Hak/Rakyat

Kegiatan Dokumen Parameter

Pengesahan LHP LHP-SKSHH Jenis, vol. dan ukuran kayu

Penerbitan SKSHH LHP-SKSHH-LMK-lap. P3HH Jenis, vol. dan ukuran kayu

Penerimaan kayu SKSHH-LMKB-LMKO Rendemen

Kinerja Pejabat Pengesah LHP, SKSHH serta P3HH dinilai baik jika

isi dokumen yang satu dengan isi dokumen lainnya menunjukkan

kesamaan, dan di nilai rendah apabila sebaliknya.

b. Kinerja Pemantauan

Page 8: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

8

Kinerja P2LHP, P2SKSHH, P3HH dan petugas yang melakukan

pemeriksaan silang dokumen dianalisa secara deskriptif, dengan mengecek

ketersediaan pedoman teknis pelaksanaan pemantauan dan membandingkan

pedoman teknis tersebut dengan pelaksanaannya. Pemantauan di nilai baik

apabila realisasi pelaksanaan sesuai dengan pedoman teknis pelaksanaan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Potensi Hutan Hak/Rakyat.

Berdasarkan data statistik kehutanan yang diperoleh dari Dinas

Kehutanan Provinsi rata-rata Luas hutan rakyat di Provinsi Jawa Barat dari

tahun 2000 s/d 2004 berturut-turut, adalah 6.789,13 Ha, 7.473,16 Ha,

24.384,97 Ha, 24.345,50 Ha, dan 11.938,47 Ha, seperti yang terlihat pada

Tabel 2 di bawah.

Tabel 2 Perkembangan Luas Hutan Rakyat di Provinsi Jawa Barat dari Tahun 2000 s/d 2004 (Ha)

No Kabupaten/Kota 2000 2001 2002 2003 2004

1 Bogor 635,0 50,0 13.320,0 12.848,4 14.965,3

2 Sukabumi 11.832,5 12.785,3 14.664,6 14.664,6 30.153,9

3 Cianjur 15.163,0 32.787,6 29.566,5 29.256,2 35.886,3

4 Karawang 406,0 406,0 4.251,4 4.251,4 4.251,4

5 Bekasi 391,0 391,0 78,4 78,4 935,7

6 Purwakarta 389,7 88,9 9.119,0 9.119,0 3,6

7 Subang 1.620,0 206,0 6.198,0 6.709,0 8.065,0

8 Bandung 2.403,5 278,0 13.043,8 23.130,0 23,8

9 Garut 8.307,0 11.701,0 11.091,0 601,8 6.018,6

10 Sumedang 10.302,0 10.302,0 14.377,7 14.377,7 14.338,7

11 Majalengka 6.446,9 8.491,0 9.639,1 9.639,1 2.990,0

12 Tasikmalaya 22.796,0 23.626,8 27.187,5 23.784,9 23.784,9

13 Ciamis 28.945,5 28.945,5 255.910,0 255.910,0 23.806,4

14 Cirebon 2.949,0 2.952,0 4.639,0 5.677,7 5.677,7

15 Kuningan 9.004,4 1.525,9 20.184,9 15.446,9 15.446,9

16 Indramayu 633,0 633,0 1.315,0 1.315,0 24.372,5

17 Kota Tasikmalaya 0 0 3.348,3 3.799,3 2.439,6

18 Kota Banjar 0 0 995,5 2.190,9 1.732,2

Jumlah 122.204,4 134.516,9 438.929,5 438.219,0 214.892,4

Rata-rata 6.789,13 7.473,16 24.384,97 24.345,50 11.938,47

Sumber : Statistik Kehutanan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, 2005

Page 9: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

9

Pada Tabel 3 di bawah dapat di lihat bahwa rata-rata produksi kayu

rakyat di Jawa Barat, dari tahun 2000 s/d 2004 berturut-turut adalah sebagai

berikut : 615.750,84 m³, 300.632,36 m³, 72.803,20 m³, 72.551,49 m³, dan

216,071,10 m³.

Tabel 3 Perkembangan Produksi Hutan Rakyat di Provinsi Jawa Barat dari

Tahun 2000 s/d 2004 (M³)

No Kabupaten/Kota 2000 2001 2002 2003 2004

1 Bogor 367,5 432,0 444.000,0 1127952 130909,8

2 Sukabumi 11.149,0 1.678,5 16.742,9 167429 158650,1

3 Cianjur 7..916,7 5.114,6 17.542,7 5816034 14.184,1

4 Karawang 156,0 143,0 7.495,0 74950 2.716,0

5 Bekasi 457,0 134,0 25.723,1 257231 65.499,0

6 Purwakarta 31.782,0 7.699,0 8.468,9 84689 468,3

7 Subang 1.079.568,0 136.612,0 48.147,0 533400 48.296,0

8 Bandung 14.916,0 5.613,4 6.295,2 49245 3.068,5

9 Garut 15.785,0 2.244,5 7.476,1 21318 7.476,0

10 Sumedang 23.769,0 29.876,0 36.259,8 362598 43.933,7

11 Majalengka 21.510,0 3.652,5 5.474,5 54745 3.000,0

12 Tasikmalaya 9.842.338,3 5.164.077,1 608.453,0 3567730 190.456,0

13 Ciamis 28.028,8 25.542,3 60.792,6 607926 1.723.731,0

14 Cirebon 775,0 783,6 771,9 7022 771,9

15 Kuningan 4.650,8 3.279,3 77.833,6 141955 31.841,3

16 Indramayu 346,0 4.534,0 1.594,4 15944 2.580,7

17 Kota Tasikmalaya 0 0 7.437,0 155261 19.516,8

18 Kota Banjar 0 0 0 13840 14.329,7

Jumlah 11.083.515,1 5.406.522,5 1.310.457,6 13059268 3.889.279,8

Rata-rata 615.750,84 300.362,36 72.803,20 72.551,49 216.071,1

Sumber : Statistik Kehutanan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, 2005

Rata-rata Luas hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dari tahun 2000 s/d

2004 adalah 118.703,48 Ha dengan rata-rata produksi dari tahun 2000 s/d

2004 sebanyak 379.777,46 m³, seperti yang terlihat pada Tabel 4 di bawah

Perkembangan luas dan produksi hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dari

tahun 2000 s/d 2004, adalah sebagai berikut :

Page 10: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

10

Tabel 4 Perkembangan Luas dan Produksi Hutan Rakyat di Kabupaten

Ciamis dari Tahun 2000 s/d 2004

No Tahun Luas (Ha) % Produksi (m³) %

1 2000 28.945,50 4,88 28.028,80 1,48

2 2001 28.945,50 4,88 25.542,30 1,35

3 2002 255.910,00 43,12 60.792,60 3,20

4 2003 255.910,00 43,12 60.792,60 3,20

5 2004 23.806,40 4,01 172.373,10 90,78

Jumlah 593.517,40 100 1.898.887,30 100

Rata-rata 118.703,48 379.777,46

Sumber : Statistik Kehutanan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, 2005

2. Pemanfaatan Hasil Hutan Hak/Rakyat

Pemanfaatan hasil hutan hak/rakyat di atur berdasarkan Peraturan

Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2005, tentang Pedoman

Pemanfaatan Hutan Hak. Pada pasal 12 ayat (1) dinyatakan bahwa,

pemanfaatan hutan hak dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang

bersangkutan sesuai dengan fungsinya, kemudian dalam ayat (2) dinyatakan

bahwa, pemanfaatan hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi pemegang hak

dengan tidak mengurangi fungsinya.

Pada pasal 16 dinyatakan, bahwa tata cara pemanfaatan hutan hak

sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.26/2005

pasal 13, pasal 14 dan pasal 15 diatur dengan peraturan Bupati/Walikota.

Selanjutnya pada pasal 18 dinyatakan, bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota

menetapkan lebih lanjut petunjuk pelaksanaan tentang pemanfaatan hutan hak

dengan mengacu kepada peraturan ini dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Untuk penatausahaan hasil hutan peraturan perundang-undangan

yang berlaku adalah Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 126/Kpts-

Page 11: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

11

II/2003, yang kemudian beberapa pasal dalam SK tersebut disempurnakan

dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2005.

Sesuai dengan kerangka pemikiran yang dibuat bahwa dalam upaya

untuk mencegah kerusakan hutan negara dan sebagai pengaman, pengendalian

serta keseragaman dalam melaksanakan peredaran kayu rakyat di lintas

kabupaten, Dinas Provinsi dalam hal ini adalah Dinas Kehutanan setempat

diharapkan membuat Petunjuk Pelaksanaan Penatausahaan Hasil Hutan di

hutan hak/rakyat, yang mengacu pada SK Menteri Kehutanan No. 126/2003

dan Permenhut No. P.18/2005.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas Dinas Kehutanan Provinsi Jawa

Barat pada tahun 2001 telah membuat petunjuk teknis tata usaha kayu rakyat,

yaitu Surat Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, Nomor

51/Kpts/Dishut-PH/2001, tentang Petunjuk Teknis Tata Usaha Kayu Rakyat

Di Propinsi Jawa Barat. Akan tetapi beberapa ketentuan / aturan yang

terkandung dalam SK tersebut terdapat ketidak sesuaian dengan ketentuan

yang berlaku, yaitu SK Menhut No. 126/2003 dan Permenhut No. P18/2005.

Oleh karenanya untuk lebih mengoptimalkan penatausahaan hasil hutan di

hutan hak/rakyat dan dalam upaya memberikan pelayanan yang terbaik,

mudah, dan dapat dipertanggungjawabkan secara fungsi dan profesionalisme

Institusi Kehutanan kepada masyarakat, maka dipandang perlu SK Kepala

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat Nomor 51/Kpts/Dishut-PH/2001

tersebut di revisi, dan isi nya disesuaikan dengan peraturan perundang-

undangan penatausahaan hasil hutan yang berlaku saat ini.

Merevisi atau merubah isi aturan SK Kadishut Provinsi Jawa Barat No.

51/2001 harus dilakukan, karena antara SK yang dikeluarkan oleh Kadishut

Provinsi Jawa Barat, dengan SK Menteri Kehutanan No 126/2003 terdapat

perbedaan yang cukup mendasar dalam hal pemanfaatan hasil hutan di hutan

hak/rakyat, seperti contoh, dalam pemberitahuan rencana penebangan, di

dalam SK Kadishut Provinsi Jawa Barat No. 51/2001, pada Bab II Produksi

Page 12: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

12

dan Peredaran, huruf (A) no 1, menyatakan bahwa, setiap badan

usaha/perorangan yang akan menebang pohon harus melaporkan /

memberitahukan rencana kegiatannya kepada Kepala Dinas yang menangani

tentang Kehutanan Kabupaten/Kota setempat, sedangkan dalam SK Menteri

Kehutanan No 126/2003, pasal 33, pemberitahuan rencana penebangan cukup

diberitahukan kepada Kepala Desa atau Pejabat Setara yang diangkat oleh

Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kabupaten/

Kota. Pelimpahan kewenangan pemberitahuan rencana penebangan kayu

rakyat kepada Kepala Desa setempat dimana tegakan pohon berada tersebut

terutama dilatarbelakangi pada kenyataannya, bahwa pihak yang lebih

mengetahui potensi kayu rakyat adalah aparat desa, sehingga pemberitahuan

rencana penebangan kayu rakyat kepada Kepala Desa atau pejabat yang setara

tersebut akan lebih meningkatkan nilai obyektivitas dalam memberikan

perijinan penebangan kayu rakyat kepada masyarakat.

Selanjutnya, pada huruf (E), no 3, mengenai penggunaan dokumen SKSHH

kayu rakyat dalam SK Kadishut Provinsi Jawa Barat No. 51/2001,

menyatakan bahwa Pejabat Penerbit SKSHH pada Dinas yang menangani

tentang Kehutanan Kabupaten/Kota hanya boleh menerbitkan kayu bulat

produksi kayu rakyat/milik dan setelah berubah bentuk, maka SKSHH

lanjutan diterbitkan oleh pejabat penerbit SKSHH Sentra Industri (SI) pada

wilayah kerja yang bersangkutan. Pembagian wewenang P2SKSHH tersebut

di atas di nilai kurang tepat, karena dasar hukum pembagian kewenangan

tersebut tidak jelas.Apa yang membedakan pembagian kewenangan tersebut ?.

Sentra Industri (SI) berkedudukan di kabupaten/kota yang berada di

seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat, karena SI merupakan perwakilan dari

UPTD Balai Pelayanan dan Pengamanan Peredaran Hasil Hutan (BP3HH)

Provinsi Jawa Barat yang berkedudukan di Cirebon, BP3HH ini dikepalai oleh

seorang Kepala Balai (eselon III). Dalam SK Menteri Kehutanan No.

126/2003 tersebut, tidak ada ketentuan yang mengatur apabila kayu masih

berupa log atau kayu bulat, penerbitan SKSHH dilakukan oleh Dinas

Page 13: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

13

Kehutanan kabupaten/kota setempat, atau apabila kayu log (kayu bulat)

tersebut telah berubah menjadi kayu olahan maka penerbitan SKSHH

dilakukan oleh Sentra Industri (SI). Pada pasal 43, ayat (2) SK Menhut No.

126/2003, mengenai tugas pokok P2SKSHH, dimana P2SKSHH berfungsi

sebagai penanggung jawab penerbitan SKSHH dalam mengendalikan

peredaran hasil hutan, agar hasil hutan yang beredar benar-benar berasal dari

perijinan yang sah. Apabila di lihat dari fungsi dan tanggung jawabnya,

pejabat P2SKSHH tidak ada pembatasan / perbedaan kewenangan dalam

menerbitkan SKSHH, akan tetapi yang membedakan kewenangan seorang

Pejabat Penerbit Hasil Hutan adalah Kualifikasi Ijin yang dimiliki oleh pejabat

itu sendiri.

Didalam Permenhut No. P.18/2005 pasal 20, mengenai tata cara

penerbitan SKSHH, dinyatakan bahwa Pemohon SKSHH mengajukan

permohonan penerbitan SKSHH kepada P2SKSHH dan tembusannya kepada

Kepala Dinas Kehutanan setempat, maka atas permohonan penerbitan SKSHH

tersebut P2SKSHH melakukan pengecekan fisik dan administrasi, apabila

hasil pengecekan fisik dan administrasi telah sesuai dengan DHH yang

menyertai kayu tersebut maka di buatkan BAP pemeriksaan, dan atas dasar

BAP pemeriksaan dan sudah membayar kewajiban kepada negara (PSDH-DR,

Retribusi), maka P2SKSHH menandatangani DHH dan menerbitkan SKSHH,

dan atas dasar SKSHH yang telah diterbitkan, selanjutnya SKSHH tersebut

disampaikan kepada pejabat eselon III yang membidangi kehutanan di wilayah

kerja P2SKSHH untuk dketahui dan disetujui. Apabila kita melihat alur

permohonan penerbitan SKSHH tersebut di atas, maka permohonan

penerbitan SKSHH di Sentra Industri (SI) yang berada dan berkedudukan di

wilayah Kabupaten/Kota, tidak efisien dan tidak efektif, karena pejabat eselon

III yang mempunyai kewenangan untuk mengetahui dan menyetujui SKSHH,

yaitu Kepala Balai berkedudukan di luar wilayah Dinas Kabupaten/Kota

dimana SI berada, sehingga dapat dibayangkan dalam pengurusan penerbitan

SKSHH tersebut, pemohon harus meluangkan waktu dan mengeluarkan biaya

Page 14: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

14

yang tidak sedikit dalam pengurusannya, akan tetapi hal ini mau tidak mau

harus ditempuh oleh para pemohon / pengusaha kayu rakyat, karena ketentuan

dalam penerbitan SKSHH sesuai dengan Permenhut No. P18/2005

menyatakan bahwa SKSHH tersebut sah apabila telah diketahui dan disetujui

oleh pejabat eselon III di Kabupaten/Kota yang menangani masalah

kehutanan, keadaan yang demikian sangat memberatkan para pemohon /

pengusaha kayu rakyat itu sendiri.

Dari keadaan atau kondisi seperti tersebut di atas dikhawatirkan adanya

praktek penatausahaan hasil hutan yang tidak benar/tidak sesuai dengan SK

Menteri Kehutanan No. 126/2003 dan Permenhut No. P.18/2005. Untuk itu

dalam upaya menciptakan pelaksanaan penatausahaan hasil hutan yang baik

dan benar sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku saat ini,

sebaiknya penerbitan SKSHH baik kayu log/kayu bulat maupun kayu olahan

yang berasal dari hutan hak/rakyat atau hasil hutan lainnya diserahkan /

dilimpahkan kepada Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota setempat, dengan

pertimbangan bahwa pemohon SKSHH masih berada di wilayah Dinas

Kehutanan Kabupaten/Kota tersebut sehingga dalam pengecekan kebenaran

dan keabsahan (legalitas) bukti kepemilikan kayu atau hasil hutan dengan fisik

kayu/hasil hutan yang akan di kirim atau di angkut akan lebih mudah untuk

dilakukan dan dipertagung jawabkan.

3. Legalitas Kayu Rakyat.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/2005 pasal 17,

ayat (1) yang menyatakan bahwa semua hasil hutan kayu dan bukan kayu

yang berupa rotan dan gaharu dari areal hutan hak yang akan digunakan dan

atau diangkut kedaerah lainya dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal Usul

(SKAU) yang diterbitkan oleh Kepala Desa atau pejabat yang setara. Di

Kabupaten Ciamis pemberlakuan SKAU sebagai dokumen resmi tanda

legalitas kepemilikan kayu yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang,

dalam hal ini adalah Kepala Desa sebagai bukti kepemilikan kayu rakyat telah

Page 15: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

15

berjalan, dengan sebutan Surat Keterangan Asal Usul Kayu (SKAUK) yang

dicantumkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Ciamis Nomor 19,

tahun 2004, tentang Produksi dan Peredaran Kayu Rakyat. SKAUK ini selain

merupakan bukti kepemilikan atau legalitas kayu rakyat, juga berfungsi

sebagai Surat Ijin Tebang Kayu Rakyat. Pelimpahan kewenangan perijinan

tebang pohon kayu rakyat kepada Kepala Desa setempat dimana tegakan

pohon berada, tersebut dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa pihak yang

lebih mengetahui potensi kayu rakyat adalah aparat desa itu sendiri, sehingga

perijinan tebang pohon rakyat oleh Kepala Desa tersebut akan meningkatkan

nilai obyektivitas terhadap perijinan penebangan kayu rakyat yang diterbitkan.

Untuk lebih mengoptimalkan dalam penatausahaan hasil hutan dalam

upaya menjaga Kelestarian Hutan sesuai dengan PP No. 34/2002, pejabat yang

berwenang dalam menerbitkan bukti kepemilikan kayu rakyat atau SKAUK

dalam hal ini adalah Kepala Desa atau pejabat yang setara diberikan pelatihan

setingkat pejabat penerbit lainnya seperti P2LHP, P2SKSHH, P3HH dan

kemudian diberikan sertifikat serta Surat Ijin Penerbitan SKAUK, sedangkan

untuk pengendalian dan pengawasan terhadap pejabat tersebut dilakukan oleh

Dinas Kabupaten/Kota setempat yang membidangi kehutanan.

4. Penebangan Kayu Rakyat.

Pada pasal 35, ayat (1) SK Menteri Kehutanan No. 126/2003,

dinyatakan bahwa Pemilik hutan hak /rakyat termasuk pemilik kebun yang

memanfaatkan kayu bulat dari land clearing wajib membuat dan melaporkan

realisasi penebangan / pemanenan dan pengangkutan kayu bulat dengan

menggunakan format blanko LMKB, dan kemudian pada ayat (2) dinyatakan

bahwa laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada

Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Dinas Provinsi. Akan

tetapi di Kabupaten Ciamis, sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Ciamis

Nomor 185.A, Tahun 2004, tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah

Kabupaten Ciamis No. 19 tahun 2004, tentang Produksi Peredaran Kayu

Rakyat. pasal 6, ayat (1) dinyatakan bahwa, Pemegang SKAUK wajib

Page 16: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

16

melaporkan hasil produksi kayu rakyat hasil penebangannya kepada Kepala

Desa/Kelurahan asal penerbitan SKAUK. Dari kedua pernyataan tersebut di

atas terdapat perbedaan yang sangat mendasar, yaitu dalam pasal 35, ayat (2)

SK Menhut No.126/2003, laporan hasil penebangan disampaikan kepada

Kepala Dinas Kabupaten/Kota, sedangkan dalam SK Bupati Ciamis No.

185.A/2004, pasal 6, ayat (1) dinyatakan bahwa pemegang SKAUK

melaporkan hasil penebangannya kepada Kepala Desa / Kelurahan, ketentuan

tersebut sangat membingungkan bagi para pengusaha kayu rakyat, ketentuan

yang mana yang harus digunakan. Akan tetapi apabila kita kembali melihat

pada Permenhut No. P26/2005, tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak,

pasal 17, ayat (1) dengan diberlakukannya SKAU sebagai bukti legalitas

kepemilikan kayu atau hasil hutan lainnya yang diterbitkan oleh Kepala Desa

asal kayu berada, maka dalam penyerahan laporan hasil produksi penyerahan

laporan hasil penebangan/produksi akan lebih baik, lebih masuk akal bila

diserahkan kepada Kepala Desa yang menerbitkan SKAU. Sebagai

pertanggung jawaban pejabat penerbit SKAU dan penerima LHP dalam hal ini

Kepala Desa harus membuat membuat laporan rekapitulasi hasil produksi dan

penerbitan SKAU, yang disampaikan kepada Dinas Kehutanan

Kabupaten/Kota setempat.

Sehubungan dengan hasil kayu rakyat atau hasil hutan dari hutan hak

yang akan diterbitkan SKSHH nya, maka apabila kita lihat pada SK Menteri

Kehutanan No. 126/2005, BAB VI Hasil Hutan Dari Hutan Hak/rakyat, Hasil

Hutan Lelang, Hasil Hutan Ekspor/Impor dan Hasil Hutan di Pelabuhan

Umum, pasal 33 ayat (3) huruf (d), yaitu Kayu yang akan diterbitkan SKSHH

untuk diangkut/dijual ke industri pengolahan kayu wajib dilakukan

pengukuran oleh petugas kehutanan yang berkualifikasi Penguji Hasil Hutan

(PHH), dan kemudian dalam huruf (e), dinyatakan bahwa Hasil pemeriksaan

dituangkan dalam Daftar Hasil Hutan dengan cap KR (DHH-KR), dengan

prosedur sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan ditanda tangani oleh

petugas bersangkutan sebagai dasar penerbitan SKSHH oleh P2SKSHH.

Page 17: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

17

DHH-KR dibuat atas dasar hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Penguji

Hasil Hutan (PHH), dan harus disahkan oleh petugas Kehutanan yang

berkualitas Penguji Hasil Hutan (PHH), dan ini merupakan dasar dalam

permohohonan penerbitan SKSHH serta sesuai dengan mekanisme

penatausahaan hasil hutan yaitu SK Menteri Kehutanan No. 126/2005 dan

Permenhut No. P.18/2005.

5. Pengangkutan Kayu Rakyat

Berdasarkan ketentuan teknis yang ada, bahwa setiap peredaran hasil

hutan kayu rakyat wajib disertai dokumen pengangkutan, dan sesuai dengan

pasal 16 ayat (1) SK Menteri Kehutanan No 126/2003, yang menyatakan

bahwa : Setiap pengangkutan hasil hutan kayu dari lokasi

penebangan/pemanenan di tempat tebangan atau dari TPn yang akan di angkut

ke TPk hutan wajib menggunakan Daftar Pengangkutan (DP), yang

diterbitkan oleh Petugas Perusahaan Pemegang IUPHHK, IPHHK atau ILS

dengan menggunakan blanko model DK. A. 202, kemudian dalam ayat (2)

Daftar Pengangkutan dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai dokumen

pengangkutan antara dan bukti keabsahan hasil hutan.

Dokumen angkutan tersebut merupakan bentuk pelayanan dari

pemerintah guna memberikan perlindungan sekaligus sebagai pemenuhan

persyaratan pada aspek legalitas hasil hutan itu sendiri, akan tetapi pada

kenyataannya dalam kegiatan angkutan tersebut terdapat tujuan angkutan

dalam wilayah Kabupaten/Kota yang sulit dilayani oleh dokumen SKSHH.

Dalam konteks tersebut di atas, di Kabupaten Ciamis sesuai dengan Perda

Kabupaten Ciamis Nomor 19, tahun 2004 pasal 7 ayat (1), dinyatakan bahwa

Pengangkutan kayu rakyat dari lokasi tebangan dan atau TPn ke tempat

pemnumpukan kayu (TPK) dalam daerah sepanjang belum berpindah

kepemilikan, menggunakan Daftar Pengangkutan (DP) yang diterbitkan oleh

pemegang SKAUK. Kemudian dalam ayat (2), dinyatakan bahwa :

Pengangkutan kayu rakyat antar Tempat Penumpukan Kayu (TPK) dalam

daerah sepanjang belum berpindah kepemilikan, menggunakan Daftar

Page 18: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

18

Pengangkutan Lanjutan Kayu Bulat (DPL-KB) yang diterbitkan oleh Petugas

Kehutanan yang ditunjuk. Selanjutnya pada ayat (3) dinyatakan bahwa :

Pengangkutan kayu rakyat dengan tujuan ke luar Daerah dan atau industri

primer pengolahan kayu dan atau pengangkutan dalam daerah yang telah

berpindah kepemilikan dan kayu hasil lelang, wajib menggunakan dokumen

Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) yang diterbitkan oleh Pejabat

Penerbit SKSHH (P2SKSHH).

Dokumen-dokumen tersebut diatas (DP, DPL-KB, DPL-KO) digunakan

sebagai dokumen angkutan kayu rakyat, untuk mempermudah dalam melayani

peredaran kayu rakyat. Apabila setiap pengangkutan kayu rakyat, baik dari

TPn ke, TPK, atau dari TPK ke TPK lainnya harus selalu menggunakan

SKSHH, ini kurang efisien, mengingat mobilitas pengangkutan kayu rakyat di

Kabupaten Ciamis sangat tinggi, mencapai 200 truk dalam satu hari, selain

daripada itu untuk permohonan penerbitan SKSHH itu sendiri membutuhkan

waktu pengurusan yang tidak sebentar (lebih dari satu hari), dan ketersediaan

blanko SKSHH terbatas. Keterbatasan persediaan blanko SKSHH

dikarenakan, dalam pendistribusian blanko SKSHH oleh Dinas Kehutanan

Provinsi dilaksanakan sesuai dengan permohonan dan kebutuhan Dinas

Kehutanan Kabupaten/Kota setempat, selain daripada itu dalam pengurusan

permohonan blanko tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama (lebih dari

satu hari).

Penerbitan DP, DPL-KB, DPL-KO sepanjang dipergunakan dengan

benar dan dapat dipertanggung jawabkan oleh instansi setempat dalam hal ini

adalah Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota tidak masalah, dan apabila kita

melihat pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/2005 pasal 20, ayat

(6), dinyatakan bahwa : Pengangkutan kayu bulat, kayu olahan maupun kayu

HHBK yang karena sesuatu hal tidak efisien dalam pengangkutan yang

disebabkan faktor alam atau hambatan dalam pengangkutan, maka

pelaksanaan pengangkutan di atur secara khusus oleh Kepala Dinas Provinsi.

Dari pernyataan tersebut di atas menunjukkan bahwa penerbitan dokumen

Page 19: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

19

angkutan selain SKSHH oleh Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota, dan atas

rekomendasi yang diperoleh dari Dinas Kehutanan Provinsi, dapat

dilaksanakan, dan ini tidak menyalahi peraturan peundang-undangan yang

berlaku dalam penatausahaan hasil hutan, untuk itu Dinas Kehutanan Provinsi

setempat membuat pedoman atau ketentuan dalam permohonan ijin penerbitan

dokumen angkutan selain SKSHH, agar tercipta keseragaman dalam

pelaksanaannya.

6. Peran P2LHP, P2SKSHH, dan P3HH dalam Penatausahaan Hasil Hutan /

Peredaran Hasil Hutan.

Dalam SK Menteri Kehutanan No. 126/2003, BAB VII, mengenai

Tugas Pokok, Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Dan Pemberhentian

P2LHP, P2SKSHH, dan P3KB/P3KG/P3KL/P3HHBK, dinyatakan pada :

a. Pasal 42, ayat (2), Fungsi P2LHP adalah mengendalikan penebangan /

pemanenan / pungutan hasil hutan pada lokasi yang telah ditetapkan

berdasarkan ijin yang sah.

b. Pasal 43, ayat (2), Funsi P2SKSHH, adalah penanggung jawab penerbitan

SKSHH dalam mengendalikan peredaran hasil hutan, agar hasil hutan

yang beredar benar-benar berasal dari perijinan yang sah.

c. Pasal 44, ayat (2) P3KB/P3KG/P3KL/P3HHBK, juga mempunyai tugas

dan bertanggung jawab terhadap penerimaan di tempat tujuan dalam

peredaran hasil hutan, agar hasil hutan yang di terima langsung di industri

pengolahan kayu atau melalui pelabuhan umum benar-benar dari perijinan

yang sah.

Apabila kita melihat kepada pasal-pasal tersebut di atas, P2LHP,

P2SKSHH, dan P3KB/P3KG/P3KL/P3HHBK mempunyai peranan yang

sangat penting dalam penatausahaan hasil hutan atau dalam peredaran hasil

hutan sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya, atau dengan perkataan lain

P2LHP, P2SKSHH, dan P3KB/P3KG/P3KL/P3HHBK merupakan satu tim

kerja yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, sehingga di dalam

peredaran hasil hutan ketiga unsur tersebut harus selalu ada dan mempunyai

Page 20: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

20

peranan yang penting, contohnya dalam pasal 20, ayat (2), huruf (b),

Permenhut No. P.18/2005, mengenai tata cara penebitan SKSHH, dimana

dinyatakan bahwa : P2SKSHH sebelum melakukan pemeriksaan fisik, terlebih

dahulu wajib meneliti Daftar Hasil Hutan (DHH) yang diajukan untuk

memastikan bahwa kayu bulat dalam DHH adalah berasal dari LHP-KB yang

telah disahkan oleh P2LHP, atau berasal dari SKSHH Asal yang telah

dilakukan pemeriksaan kebenarannya oleh P3KB. Dari pernyataan di atas

menunjukan bahwa SKSHH tidak akan terbit apabila DHH bukan berasal dari

LHP-KB yang telah disahkan oleh P2LHP, atau dari SKSHH Asal yang telah

dilakukan pemeriksaan kebenarannya oleh P3KB, jadi antara P2LHP dan

P3KB mempunyai peran yang sama pentingnya dalam persyaratan penerbitan

SKSHH, hanya yang membedakan, adalah, apabila dasar pembuatan SKSHH

tersebut dari LHP, maka LHP nya harus disahkan terlebih dahulu ole P2LHP,

dan apabila dasar pembuatan SKSHH berasal dari SKSHH Asal kayu, maka

SKSHH Asal kayu nya harus di cek kebenarannya oleh P3KB. Selain daripada

itu apabila kita melihat pada pasal 33 ayat (3) huruf (d), yaitu Kayu rakyat

yang akan diterbitkan SKSHH untuk diangkut/dijual ke industri pengolahan

kayu wajib dilakukan pengukuran oleh petugas kehutanan yang berkualifikasi

Penguji Hasil Hutan (PHH), dan kemudian dalam huruf (e), menyatakan

bahwa Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Daftar Hasil Hutan dengan cap

KR (DHH-KR), dengan prosedur sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan

ditanda tangani oleh petugas bersangkutan sebagai dasar penerbitan SKSHH

oleh P2SKSHH. Dari uraian tersebut di atas jadi jelas bahwa, P2LHP,

P2SKSHH, dan P3KB/P3KG/P3KL/P3HHBK mempunyai peran yang penting

dalam penatausahaan hasil hutan terutama dalam peredaran hasil hutan, sesuai

dengan fungsi dan tugas pokoknya, keberadaan ketiga unsur tersebut juga

merupakan salah satu upaya dalam mencegah illegal logging, terutama bukti

keabsahan / legalitas hasil hutan.

Dalam peredaran kayu rakyat, untuk terciptanya penatausahaan hasil

hutan kayu rakyat yang baik, mudah, benar dan dapat dipertanggung

Page 21: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

21

jawabkan, maka peranan keberadaan P2LHP, P2SKSHH, dan P3KB /P3KG

/P3KL/P3HHBK (P3HH) harus difungsikan sebagaimana mustinya, sesuai

dengan SK Menteri Kehutanan No 126/2003 dan Permenhut No. P.18/2005.

Di Kabupaten Ciamis, sehubungan dengan peran P2LHP, P2SKSHH, P3HH,

masih belum jelas mengenai tugas dan wewenang pejabat penguji hasil hutan

(PHH), ada kesimpang siuran antara tugas dan wewenang P2LHP dan P3HH,

dan ini tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di dalam SK Bupati

Ciamis Nomor 185.A, Tahun 2004, tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan

Daerah Kabupaten Ciamis No. 19 tahun 2004, tentang Produksi Peredaran

Kayu Rakyat. pasal 6, ayat (1) menyatakan Pemegang SKAUK wajib

melaporkan hasil produksi kayu rakyat hasil penebangannya kepada Kepala

Desa/Kelurahan asal penerbitan SKAUK, sesuai dengan ketentuan yang

berlaku apabila kayu tersebut akan dingkut harus menggunakan SKSHH,

adapun dasar penerbitan SKSHH kayu yang akan diangkut harus diperiksa dan

disahkan oleh Pejabat Penguji Hasil Hutan (pasal 33, ayat (3), huruf d, SK

Menteri Kehutanan No.126/2003), akan tetapi kenyataan dilapangan Di

Kabupaten Ciamis masih ada kesimpang siuran mengenai tugas dan

wewenang P2LHP dengan P3HH, dari hasil wawancara dengan petugas

UPTD Wilayah II Banjarsari, mengatakan LHP disahkan oleh P3HH, dan ini

berbeda dengan keterangan yang di peroleh dari UPTD Wilyah I Kawali, yang

menyatakan LHP disahkan oleh P2LHP, dari kedua pernyataan tersebut jelas

bahwa penatausahaan hasil hutan di Kabupaten Ciamis khususnya pejabat

yang mensahkan LHP masih belum sama dan ini tidak sesuai dengan SK

Menteri Kehtanan No 126/2003. Seperti yang kita ketahui bahwa P3HH,

mempunyai tugas dan bertanggung jawab terhadap penerimaan di tempat

tujuan dalam peredaran hasil hutan, agar hasil hutan yang di terima langsung

di industri pengolahan kayu atau melalui pelabuhan umum benar-benar dari

perijinan yang sah.(pasal 44, ayat 2), atas dasar tersebut di atas, P3HH bukan

merupakan pejabat pengesah LHP.

Page 22: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

22

7. Kelembagaan Kayu Rakyat.

Dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.26/2006 pasal (24) ayat (1)

dinyatakan bahwa Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah

Kabupaten/Kota berkewajiban untuk mengembangkan hutan hak melalui

pengembangan kelembagaan. kemudian pada ayat (2) dinyatakan bahwa,

Pengembangan kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari

kegiatan pembangunan dan penguatan kelembagaan masyarakat dan sistem

usaha. Di Kabupaten Ciamis Kelompok Tani Hutan Rakyat / Kayu Rakyat

belum ada, akan tetapi kelembagaan yang ada di tingkat petani adalah

Kelompok Tani Konservasi Hutan. Untuk kelembagaan kayu rakyat, di

Kabupaten Ciamis ada, yaitu Asosiasi Pengusaha Kayu Rakyat (APKR).

adapun status sifat APKR, adalah organisasi yang bergerak di bidang sosial

ekonomi, merupakan organisasi independen, sebagai wadah penyaluran

aspirasi dan pembinaan para pengusaha kayu rakyat, yang bersifat

kekeluargaan dan gotong royong.

Keberadaan APKR harus didukung sepenuhnya oleh Dinas atau Instansi

terkait, diharapkan dengan keberadaan APKR salah satu permasalahan

mengenai peredaran kayu rakyat di Kabupaten Ciamis dapat diatasi dan

diselesaikan dengan baik, selain daripada itu dengan adanya APKR paling

tidak akan menunjang di dalam pembangunan dan pengembangan hutan

rakyat atau kayu rakyat di Kabupaten Ciamis, dan juga diharapkan dapat

meningkatkan posisi tawar kayu rakyat yang berasal dari Kabupaten Ciamis di

Industri Kayu Primer (IPK) atau industri lainnya.

Permasalahan yang mungkin timbul/ada, adalah di tingkat petani itu

sendiri, dimana seperti kita ketahui bahwa petani menjual pohon/kayu karena

keperluan yang sangat mendesak atau menjual karena butuh dana, oleh

karenanya sejauhmana APKR dapat menanggulangi atau menyikapi

permasalahan tersebut, karena permasalahan ini sangat mendasar berkaitan

dengan kebutuhan dan kesejahteraan para petani itu sendiri. Mungkin

alangkah lebih baiknya apabila dibentuk juga Koperasi Pemilik Hutan Rakyat,

Page 23: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

23

yang akan dapat membantu petani pada saat petani tersebut membutuhkan atau

memerlukan dana, sehingga petani tersebut tidak menjual kayunya dengan

harga yang rendah, selain daripada itu dengan keberadaan koperasi pemilik

hutan rakyat diharapkan harga kayu rakyat stabil, dan koperasi ini yang

melakukan negosiasi dengan APKR mengenai harga kayu rakyat

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1 Penatausahaan hasil hutan di hutan hak/rakyat belum secara rinci diatur

dalam perundang-undangan, prosedur / tata cara pemanfaatan hasil hutan

di hutan hak/rakyat belum jelas.

2 Belum terciptanya keseragaman dalam peredaran kayu rakyat di Provinsi

Jawa Barat atau dengan perkataan lain terdapat perbedaan dalam

penyelenggaraan penatausahaan hasil hutan di hutan hak/rakyat di setiap

Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Jawa Barat sehingga menyulitkan

para pengusaha kayu rakyat / petani dalam mengusahakan kayu rakyat.

3 Penggunaan SKAU sebagai bukti legalitas kepemilikan kayu rakyat, di

Kabupaten Ciamis telah berjalan dengan istilah SKAUK, selain daripada

itu SKAUK juga berfungsi sebagai surat ijin penebangan kayu rakyat.

Penggunaan SKAUK dituangkan kedalam Perda Kabupaten Ciamis No.

19, tahun 2004, tentang Produksi dan Peredaran Kayu Rakyat.

4 Di Kabupaten Ciamis, berdasarkan Perda Kabupaten Ciamis No. 19/2004,

tentang Produksi dan Peredaran Kayu Rakyat dokumen pengangkutan

kayu rakyat selain menggunakan SKSHH, juga menggunakan DP, DPL-

KB, DPL-KO.

5 Hutan hak/rakyat mempunyai fungsi yang penting bagi pembangunan

nasional dan hasil hutan dari hak/rakyat mempunyai potensi dan

kontribusi yang besar dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku industri

pengolahan kayu dan kebutuhan rumah tangga, akan tetapi belum tertata

dengan baik.

Page 24: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

24

B. Saran

1 Penatausahaan hasil hutan di hutan hak/rakyat masih perlu untuk

disempurnakan, dalam rangka perbaikan pelayanan terhadap publik di

dalam pengeloaan hutan atau peredaran kayu rakyat agar pengelolaan

hutan hak/rakyat dapat lebih efisien, efektif, dan lestari.

2 Perlu dibuatkan aturan atau Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan atau

Petunjuk Teknis (Juknis) dari sistim penatausahaan hasil hutan di hutan

hak/rakyat agar tercipta penyelenggaraan hasil hutan hak/rakyat, tertib

lancar, efisien dan bertanggung jawab sesuai dengan potensi yang

dimiliki.

3 Surat Keputusan Kepala Dinas Provinsi Jawa Barat Nomor

51/Kpts/Dishut-PH/2001, tentang Petunjuk Teknis Tata Usaha Kayu

Rakyat Di Propinsi Jawa Barat, perlu di revisi dan disesuaikan dengan SK

Menteri Kehutanan Nomor 126/2003, Permenhut Nomor P.18/2005 dan

Permenhut Nomor P.26/2005.

4 Kebijakan mengenai keberadaan P2LHP, P2SKSHH, dan P3HH di

Kabupaten Ciamis dalam peredaran kayu rakyat atau penatausahaan hasil

hutan di hutan hak/rakyat, agar ditinjau kembali dan disesuaikan dengan

fungsi dan tugas pokoknya masing-masing sesuai dengan perundang-

undangan penatausahaan hasil hutan yang berlaku saat ini..

5 Agar terciptanya peredaran kayu rakyat atau penatausahaan hasil hutan di

hutan hak/rakyat berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang

berlaku, maka aspek kontrol terhadap kinerja para Pejabat Penguji Hasil

Hutan (P2LHP, P2SKSHH, dan P3HH) harus berjalan dengan baik juga,

untuk itu disarankan P2LHP dan P2SKSHH, merupakan petugas Dinas

Kehutanan Kabupaten/Kota, sedangkan P3HH di TPK, IPKH/IPK/ILS,

merupakan petugas Dinas Kehutanan Provinsi.

Page 25: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

25

DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan No.521/Kpts/IV-Tib/1985, tanggal 4 Desember 1985. Tentang Petunjuk Teknis Tata Usaha Kayu. Departemen Kehutanan, Jakarta.

Keputusan Menteri Kehutanan No.402/Kpts-IV/1990, tanggal 7 Agustus 1990. Tentang Tata Usaha Kayu. Departement Kehutanan, Jakarta.

Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999, tanggal 30 September 1999. Tentang Kehutanan, Jakarta.

Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 316/Kpts-II/1999, tanggal 7 Mei 1999. Tentang Tata Usaha Hasil Hutan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.

Keputusan Menteri Kehutanan No.126/Kpts-II/2003, tanggal 4 April 2003. Tentang Penatausahaan Hasil Hutan. Departemen Kehutanan, Jakarta.

Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2002, tanggal 8 Juni 2002. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan. Departemen Kehutanan, Jakarta.

Peraturan Menteri Kehutanan No.P.18/Menhut-II/2005, tanggal 13 Juli 2005. Tentang Perubahan Ketiga SK Menteri Kehutanan No. 126/Kpts-II/2003, Tentang Penatausahaan Hasil Hutan. Departemen Kehutanan, Jakarta.

Peraturan Menteri Kehutanan No.P.26/Menhut-II/2005, tanggal 6 Agustus 2005. Tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak. Departemen Kehutanan, Jakarta.

Surat Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat Nomor 51/Kpts/Dishut-PH/2001, tanggal 28 Juni 2001. Tentang Petunjuk Teknis Tata Usaha Kayu Rakyat Di Provinsi Jawa Barat. Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, Bandung.

Page 26: KAJIAN PEREDARAN DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI …puspijak.org/uploads/info/ESA - Kajian PUHH Kayu Rakyat- Di Ciamis... · sampai di industri, pemeriksaan fisik dan dokumen kayu juga

26

Undang-undang Otonomi Daerah No.32 Tahun 2004, tangaal 15 Oktober 2004. Tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta.

Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 19 Tahun 2004, tanggal 14 Mei 2004.

Tentang Produksi dan Peredaran Kayu Rakyat. Dinas Kehutanan Kabupaten Ciamis, Ciamis.

Surat Keputusan Bupati Kabupaten Ciamis Nomor 185.A Tahun 2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 19 Tahun 2004, tanggal 23 Juli 2004. Tentang Produksi dan Peredaran Kayu Rakyat, Ciamis.

______. 2005. Statistik Kehutanan Tahun 2000 s/d Tahun 2004. Dinas Kehutanan

Provinsi Jawa Barat, Bandung. Triyono P. 2001. Sistem Pemantauan Produksi dan Peredaran Kayu di Era Otonomi

Daerah. Info Sosial Ekonomi Vol. 2 No. 1. Puslitbang Sosial Budaya dan Ekonomi Kehutanan, Bogor.