kajian pustaka a. kajian teori
TRANSCRIPT
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Bahasa Jawa di SD
Pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara guru dengan
siswa dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar (Sisdiknas,
2006:14). Menurut Mulyana (2008: 35) Bahasa Jawa merupakan bahasa
daerah yang memiliki kedudukan sebagai identitas bangsa dan kebangaan
dari daerah. Sehingga pembelajaran bahasa Jawa wajib diajarkan di
sekolah dasar karena syarat dengan nilai-nilai yang baik. Mata pelajaran
bahasa jawa di Sekolah Dasar tidak teritegrasi dengan mata pelajaran
lainnya, sehingga dimasukan ke dalam muatan lokal (Mulok).
Dalam kurikulum KTSP pasal 37 ayat (1) UU Sisdiknas disebutkan
bahwa:“Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat muatan
lokal”. Mulok (muatan lokal) merupakan kegiatan ekstrakulikuler yang
mengembangkan potensi daerah yang disesuikan dengan ciri khas maupun
potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut yang materinya di kelompokkan
ke dalam mata pelajaran dan substansinya ditentukan oleh satuan
pendidikan. Untuk meningkatkan penanaman nilai-nilai budi pekerti dan
penguasan bahasa Jawa pada jenjang SD/SDLB/MI dan
SMP/SMPLB/MTS di jawa timur maka dikeluarkanlah keputusan
gubernur nomor 188/188/KTSP/013/2005 tentang kurikulum mata
pelajaran bahasa jawa.
14
Ruang lingkup muatan lokal bahasa Jawa terdiri dari kegiatan
membaca, menulis, mendengarkan dan menyimak. Kegiatan membaca
diarahkan untuk memahami isi bacaan. Untuk kegiatan menulis diarahkan
agar mampu mengungkapkan perasaan atau gagasan dalam bentuk tulisan.
Kegiatan mendengarkan bertujuan untuk memahami isi atau makna dari
apa yang didengar dan kegiatan menyimak untuk pemahan secara lisan.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran bahasa Jawa di sekolah dasar adalah mata pelajaran yang
termasuk pada muatan lokal di SD yang mempelajari tentang kebudayaan
daerah masyarakat Jawa untuk penanaman nilai-nilai budi pekerti dan
pengusaan bahasa Jawa sebagai bahasa daerah. Dalam pembelajaran
bahasa Jawa SD terdapat materi ajar yakni aksara Jawa yang termasuk
dalam kebudayaan daerah yang perlu dipelajari. Aksara Jawa merupakan
warisan karya sastra budaya Jawa yang harus dipelajari oleh siswa.
a. Pembelajaran Membaca Aksara Jawa di SD
Membaca merupakan kegiatan menafsirkan suatu informasi
melalui alat indera penglihatan, sehingga dapat di ketahui maknanya.
Membaca bagi pembaca berarti memberi makna atas bacaan.
Membaca adalah memahami isi dari apa yang ditulis (KBBI,
2007:83). Hal yang terjadi ketika kita membaca yaitu adanya suatu
penangkapan dan pemahaman sebuah informasi. Kegiatan
pemahaman ini melibatkan otak dalam mencerna dan memaknai
simbol-simbol. Semakin sering orang membaca maka semakin sering
15
otak berfikir mencerna apa yang mereka baca. Saat seseorang sedang
membaca, seluruh aspek kejiwaan dapat dikatakan ikut terlibat.
Dalam kegiatan membaca sendiri memiliki tahapan tersendiri,
sebelum ingin membaca pasti kita memiliki rasa keingintahuan,
keingintahuan tersebut akan menimbulkan sebuah ketertarikan, dari
ketertarikan akan membuat suatu keinginan, selanjutnya akan
melakukan sebuah tidakan nyata yang disebut action. Action yang
dimaksud disini yaitu kegiatan membaca (Prasetyo, 2009: 57). Agar
dalam pembelajaran guru mampu mengajarkan kegiatan membaca,
maka perlu memperhatiakan beberapa hal sebagai berikut (1)
pengembangan fisik dari siswa, (2) interaksi sosial siswa, (3)
perkembangan kognitif siswa yang berpengaruh dalam lancar tidaknya
siswa dalam kegiatan membaca.
Cara agar siswa termotivasi untuk membaca yaitu dengan
memberikan permainan yang dapat meningkatkan motivasi siswa
dalam kegiatan membaca. Untuk dapat memicu gairah yang dapat
mengembangkan kemampuan membaca seorang siswa, kondisi yang
nyaman sangat berpengaruh sekali. Kondisi yang dimaksud yaitu
sebagai berikut: (1) diperoleh melalui interaksi sosial dan tingkah laku
emultif (kompetitif), (2) dari pengalaman hidup, (3) jika ia
mengetahui tujuan membaca, (4) kegiatan membaca harus dilakukan
dengan perasaan senang dan gembira.
Bermain adalah cara untuk menciptakan suasana yang
menyanangkan. Oleh karena itu, peran guru sangat berpengaruh bagi
16
siswa dalam menumbuhkan minat baca. Gurulah yang menentukan
bagaimana proses pengajaran membaca siswa tejadi. Proses
pengajaran inilah yang akan menentukan keberhasilan dari tujuan
pembelajaran.
Ada beberapa hal mengenai prinsip umum dalam
membelajarkan membaca yaitu sebagai berikut (1)Membaca secara
kontinu, (2) Membaca menggunakan alat bantu agar siswa tidak
bosan, (3) mencari teknik tertentu agar siswa bersemangat dan senang
dalam belajar membaca (Hariyanto (2009:88). Menurut Doman
(dalam Prasetyono, 2008:126) dalam proses membaca harus didukung
dengan suasana yang mengasikkan sehingga tidak menimbulkan rasa
malas pada diri siswa tersebut. Sangat penting menciptakan sebuah
kesan bahwa belajar membaca bagi siswa adalah sesuatu yang
mengasyikkan.
Sedangkan menurut Rahim (2005: 16-30), keterampilan siswa
dalam membaca dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut:
a. Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik dan jenis
kelamin. Faktor kesehatan ini misalnya kelelahan yang dialami
oleh siswa. Kelelahan ini memicu siswa tidak bersemangat,
sehingga menyebabkan siswa malas dalam belajar. Selain itu
gangguan alat indera seperti indera mata sangat berpengaruh sekali.
Siswa kadang sulit membedakan huruf atau kata-kata karena indera
17
penglihtannya terganggu. Dalam aksara Jawa biasanya anak sukar
membedakan huruf tertentu karena bentuknya yang mirip.
Misalnya: na (n ) dan ka (k) , sa ( s) dan da (f ) , ha ( a)
dan la (l )
b. Faktor Intelektual
Intelegensi sering didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan
diri dengan lingkungan atau belajar dari pengalaman (Dalyono,
2009:183). Dalam kaitannya dengan membaca, Ehansky, Muehl
dan Forrell telah meneliti bahwa terdapat hubungan positif (tetapi
rendah) antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan rata-
rata peningkatan remedial membaca (Rahim, 2005: 17). Meskipun
demikian, faktor mengajar guru, prosedur, dan kemampuan guru
juga turut mempengaruhi keterampilan membaca anak.
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi keterampilan membaca
siswa: 1) latar belakang dan pengalaman siswa di rumah, dan 2)
faktor sosial ekonomi keluarga siswa. Keluarga yang harmonis,
orang tua yang gemar membaca, memiliki koleksi buku,
menghargai membaca, dan senang membacakan cerita.
d. Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi keterampilan membaca
yaitu motivasi dan minat. Motivasi akan mendorong seseorang
belajar atau melakukan suatu kegiatan. Sedangkan minat baca
18
merupakan keinginan yang kuat disertai usaha-usaha seseorang
untuk membaca (Rahim, 2005: 28).
e. Kematangan Sosio dan Emosi serta Penyesuaian Diri
Aspek kematangan emosi dan sosial meliputi tiga aspek yaitu
stabilitas emosi, kepercayaan diri, dan kemampuan berpartisipasi
dalam kelompok.
Menurut Endraswara (2009:86-87) ada beberapa prinsip belajar
aksara Jawa yang perlu guru perhatikan yaitu sebagai berikut:
1) Imitating, adalah belajar aksara Jawa yang hanya meniru dari
pengajar, buku, maupun apa saja yang pernah dilihat.
2) Remembering, adalah belajar aksara Jawa dengan metode
memberdayakan daya ingat.
3) Reformulating, adalah mencoba menulis ulang yang pernah
diingat, dilihat dalam contoh.
4) Creating, adalah langkah membuat atau mencipta aksara jawa.
5) Justifying, adalah menilai mana tulisan aksara Jawa yang benar
dan yang salah.
Berdasarkan prinsip tersebut jika dikaitkan dengan pembelajaran
membaca aksara Jawa, maka guru perlu memperhatikan prinsip
imitating dan remembering. Dua prinsip inilah yang melandasi guru
dalam mengajarkan membaca aksara Jawa pada siswa.
b. SK dan KD Pembelajaran Bahasa Jawa Kurikulum KTSP
Materi pembelajaran pada penelitian ini adalah membaca Aksara
Jawa. Materi disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi
19
dasar pembelajaran bahasa Jawa di kelas V sekolah dasar. Peneliti
juga merancang materi yang mengacu pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar dan disesuaikan dengan karakteristik siswa kelas V
sekolah dasar. Materi yang dijabarkan tersebut terdapat pada standar
kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran bahasa Jawa untuk
siswa kelas V SD semester 2, SK dan KD tersebut sebagaimana pada
tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas V Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
7. Memahami wacana tulis sastra dan nonsastra dalam kerangka budaya jawa
7.3 Membaca kalimat beraksara Jawa yang menggunakan pasangan.
( Sumber : Standar Isi, 2013:15)
Peneliti merancang media PERDASAWA untuk pembelajaran
bahasa Jawa yang disesuaikan kurikulum KTSP yang masih
dilaksanakan oleh SD yang dijadikan sebagai subjek uji coba.
c. Materi Pembelajaran Aksara Jawa di SD
Aksara Jawa merupakan huruf Jawa dasar berjumlah 20 yang
belum dilekati sandhangan (Jatirahayu, 2005:45). Setiap huruf aksara
jawa mempunyai pasangan berjumlah 20, fungsi dari huruf pasangan
tersebut untuk mengganti aksara yang mati kecuali huruf r, h dan ng.
Dalam akasara jawa dikenal juga dengan aksara murda yang
digunakan untuk menulis gelar, nama dan lembaga. Selain itu juga
terdapat aksara swara (huruf vokal depan), lima aksara rekan dan
pasangan-nya, beberapa sandhangan untuk mengatur vokal, beberapa
huruf khusus, beberapa tanda baca, dan beberapa tanda tata tulis. Akan
20
tetapi, dalam penelitian ini pembahasan dibatasi pada materi aksara
Jawa nglegena dan pasangan, serta sandhangan dan juga panyigeg.
1) Aksara Legena dan Pasangan
Aksara legana digunakan sebagai dasar penulisan. Aksara
legena/nglegena ini memiliki pasangan berjumlah 20 yang
berfungsi sebagai suku kata mati dengan suku kata berikutnya.
Gambar 2.1 Aksara Legena
(Sumber : Prihantono, 2011: 41)
Gambar 2.2 Aksara pasangan
(Sumber : Prihantono, 2011: 42)
21
Berikut ini contoh penulisan kalimat menggunakan pasangan:
Tabel 2.2 Penulisan kalimat yang menggunakan pasangan
Ha Gulane Wis Alus gul[n wisHlus\
Na Wulan Nandur Pari wulnNnF|/pri
Ca Iku Anak Cecak aikuankCeck\
Ra Aku Mangan Rujak aku mznR|jk\
Ka Amir Numpak Kapal ami/ numPkKpl\
Da Sari Jupuk Duren srijupuk F|[rn\
Ta Santi Lagi Nyapu snTilgivpu
Sa Ibu Masak Sayur aibumskSyu/
Wa Ibu Masak Ing Kwali aibumskH i= kWli
La Aku Menyang Klaten akumev= kL [tn\
Pa Cedhak Pasar Kliwon cedkPs/kLi[won\
Dha Mundhut Roti Bolu
munD|[tRoti [bolu
Ja Ngunjuk Jamu Pahit zunJ| kJmupait\
Ya Anak Yatim Piyatu ankYtimPiytu
Nya Adhik Nyapu Latar adikV pult/
Ma Adhik Mangan Roti
adikMz[nRoti
22
Ga Sikil Gajah Gedhi
sikilGjhgedi
Ba Rina Bakul Batik rin bkulBtik\
Tha Aku Mangan Thiwul
aku mznQiwul\
Nga Bapak Ngasta Buku bpkZsTbuku
2) Sandhangan dan Panyigeg
Sandhangan merupakan penanda pengubah bunyi aksara
jawa. Sandhangan dibagi menjadi dua yaitu sandhangan vokal dan
konsonan. Sandhangan vokal terdiri dari wulu, pepet, taling, taling
tarung dan suku. Sedangkan sandhangan konsonan terdiri dari
wignyan, layar, cecak, dan pangkon.
Tabel 2.3 Sandangan Lan Panyigeg
Nama Sandhangan
Aksara Jawa
Keterangan Nama Sandhangan
Aksara Jawa
Keterangan
wulu i
tanda vokal i
wignyan h
konsonan h
suku u
tanda vokal u
cecak = konsonan ng
pepet e
tanda vokal ê
pangkon \ penghilang vokal
taling [
tanda vokal é
cakra ]
konsonan ra
taling tarung
[o tanda
vokal o
cakra keret
} konsonan
re
23
layar
tanda vokal r
2. Media Pembelajaran
a. Pengertian Media
Kata media berasal dari kata medium yang berarti perantara atau
pengantar. Makna umumnya yaitu sesuatu yang dapat mengantarkan
informasi dari sumber informasi ke penerima iniformasi (Falahudin,
2014:6). Menurut Asyhar (2012:8) media dapat menyampaikan
informasi secara efektif jika dilakukan dengan matang dan terencana.
Sedangkan menurut Sadiman (2010:6) media pembelajaran dijadikan
sebagai perantara pengantar pesan. Hal ini berarti media sebagai alat
bantu yang digunakan guru untuk menyampaikan materi kepada siswa
agar siswa mudah memahami apa yang dijelaskan (Meylinda,
2015:68).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa Media pembelajaran merupakan suatu perantara yang
memudahkan guru dalam dalam menyampaikan materi kepada siswa,
sehingga pembelajaran dapat terlaksana sesuai tujuan pembelajaran.
Selain itu adanya media pembelajaran menjadikan pembelajaran
menjadi variatif dan tidak membosankan.
Pengunaan media pembelajaran pada proses belajar mengajar
bertujuan untuk materi yang bersifat abstrak mudah dipahami siswa
dan tidak terjadi multitafsir pada siswa. Kesalahan konsep
24
pengetahuan oleh pimikiran siswa akan berkurang apabila guru dapat
memanfaatkan media dengan baik.
b. Kriteria Pemilihan Media
Dalam memilih media harus dilakukan dengan baik, karena media
memiliki jenis yang bermacam-macam. Tidak hanya jenisnya yang
banyak tetapi kegunaannya juga berbeda-beda. Seorang guru harus
cermat dalam memilih media, karena media yang baik harus sesuai
dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik siswa. Dalam memilih
media yang baik maka harus memperhatikan kriteria-kriteria sebagai
berikut: Sedangkan Menurut Arsyad (2010:75) kriteria media
pembelajaran yang baik yang perlu diperhatikan dalam proses
pemilihan media anatar lain adalah sebagai berikut:
1) Sesuai dengan tujuan yang dicapai. Media dipilih berdasarkan
tujuan instruksional yang telah ditetapkan yang secara umum
mengacu kepada satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor.
2) Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang isinya fakta, konsep,
prinsip, atau generalisasi. Media yang berbeda, misalnya film dan
grafik memerlukan simbol dan kode yang berbeda, dan oleh karena
itu memerlukan proses dan keterampilan mental yang berbeda
untuk memahaminya.
25
3) Praktis, luwes, dan bertahan.lama Kriteria ini menuntun para guru
memilih media yang ada, mudah diperoleh, atau mudah dibuat
sendiri oleh guru.
4) Berkualitas baik. Kriteria media secara teknis harus berkualitas
baik.
5) Ukurannya sesuai dengan lingkungan belajar. Media yang terlalu
besar sulit digunakan dalam suatu kelas yang berukuran terbatas
dan dapat menyebabkan kegiatan pembelajaran kurang kondusif.
c. Manfaat Media
Menurut Arsyad (2010:25-27) menyimpulkan pendapat dari
beberapa ahli bahwa manfaat dari penggunaan media pembelajaran
adalah sebagai berikut: (1) dapat memperluas cakrawala materi, (2)
memperoleh pengalaman yang beragam, (3) membantu keterbatasan
indera, (4) dapat merangsang siswa intuk berfikir kritis, (5)
meningkatkan efesiensi proses pembelajaran. Sedangkan menurut
Haryono (2014:51) berdasarkan rancangannya, media pembelajaran
yang dapat dimanfaatkan memiliki dua jenis yakni mulai dari yang
sederhana (langsung dapat dimanfaatkan yang ada di lingkungan)
sampai dengan yang kompleks atau canggih yang adalah sebagai
berikut.
1) Media yang dirancang (by design), yakni media yang dirancang
sebagai fasilitas pembelajaran.
26
2) Media yang dimanfaatkan (by utilization), yakni media yang
keberadaannya dapat dimanfaatkan untuk proses pembelajaran.
Berdasarkan kajian pernyataan Arsyad dan haryono tersebut,
maka dapat diperoleh manfaat dari media PERDASAWA dalam
membelajarkan membaca aksara Jawa adalah sebagai berikut: (1)
memperluas meteri, (2) membangkitkan perhatian siswa, (3)
memperjelas informasi yang disampaikan, (4) memotivasi siswa untuk
mengikuti materi pembelajaran, (5) mendorong ingatan, mentransfer
pengetahuan keterampilan, dan sikap yang sedang dipelajari.
Sedangkan Menurut Levie & Lentz (dalam Arsyad, 2010: 50)
media pembelajaran mempunyai empat fungsi yaitu: (1) fungsi atensi
yaitu penarik perhatian siswa, (2) fungsi afektif yaitu membuat siswa
senang belajar,(3) fungsi kognitif yaitu mengembangkan daya fikir
siswa, (4) fungsi kompensatoris yaitu menganalisis dan mengingat
materi. Menurut Sutikno (2013:50) fungsi media pembelajaran adalah
mengatasi keterbatasan ruang, memperjelas menyajian materi,
membantu mempercepat pemahaman, siswa lebih aktif,
menghilangkan kebosanan, meningkatkan motivasi siswa dan
melayani gaya belajar siswa yang beragam.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa banyak
sekali manfaat dan fungsi dari media. Salah satu manfaat dan fungsi
yang cukup penting bahwa media pembelajaran sebagai fasilitator
bagi siswa sehingga siswa mempunyai pengalaman belajar yang
27
bermakna dengan memahami dan mengingat informasi atau pesan
yang terkandung dalam media pembelajaran.
d. Jenis dan Klasifikasi Media Pembelajaran
Menurut Asyhar (2010: 44-45) media dikelompokkan menjadi 4
macam, yaitu:
1) Media visual, yaitu media yang penggunaannya mengandalkan
indera penglihatan.
2) Media audio, yaitu media yang melibatkan indera pendengaran.
3) Media audio-visual, yaitu media yang melibatkan indera
penglihatan dan pendengaran.
4) Multimedia, yaitu media yang melibatkan perangkat komputer dan
beberapa media elektronik lainnya.
Sedangkan menurut sudjana dan ahmad (2010: 3), jenis media sebagai
berikut :
1) Media grafis ( dua dimensi), seperti gambar, poster, diagram dll.
2) Media tiga dimensi, yaitu media yang terlihat panjang, lebar dan
tingginya.
Menurut Sanjaya (2008: 98) jenis media berdasarkan
penggunaannya, dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
1) Media auditif, yaitu media yang dapat didengar.
2) Media visual, yaitu media yang dapat dilihat dengan indera
penglihatan,
28
3) Media audiovisual, yaitu media yang mengandung unsur suara dan
dapat dilihat.
Berdasarkan kategori di atas maka media PERDASAWA
termasuk dalam kategori media visual grafis tiga dimensi. Hal ini
dikarenakan dalam media PERDASAWA terbuat dari kayu yang diukir
dan terlihat dimensi dari media tersebut. Selain itu media
PERDASAWA dilengkapi dengan buku petunjuk dan kartu soal
sehingga membutuhkan desain visual garfis yang bagus. Unsur-unsur
yang ada dalam grafis, antara lain :
a) Tulisan. Tulisan dalam hal ini berfungsi sebagai penyampai pesan.
Mendesain tulisan agar dapat dibaca maka perlu memperhatikan
ukuran tulisan ukuran huruf, tebal-tipisnya huruf, jarak antar huruf
dan lainnya.
b) Ilustrasi. Ilustrasi berfungsi sebagai penarik minat dan perhatian,
mampu menonjolkan keistimewaan dari media dan mampu
menciptakan suasana ilustrasi seperti foto atau gambar.
c) Warna
Pemilihan warna sangat menentukan kesan pertama orang dalam
melihat media yang kita kembangankan. Warna yang sesuai dengan
anak sekolah dasar yaitu warna yang cerah dan ceria. Tetapi untuk
mengenalkan keklasikan dari sebuah budaya, warna coklat atau
gelap juga cocok dalam mengenalkan ke-klasikan dari sebuah
kebudayaan jawa.
1) Pengelompokkan warna
29
Ahli grafis Jerman Le Bond mengemukakan temuan bahwa
terdapat 3 warna primer yaitu biru, kuning dan merah. Dalam
desain grafis istilah pada warna primer tersebut yaitu cyan
(biru), magenta (merah), yellow (kuning) dan masih
ditambahkan warna key (hitam), sehingga dalam aplikasi desain
grafis biasa ditemukan istilah warna CMYK. Jika warna-warna
primer tersebut digabungakan maka akan menciptakan warna-
warna sekunder.
2) Dimensi Warna
Dimensi merupakan sifat-sifat dasar warna. Warna dibagi
menjadi tiga dimensi yaitu:
1) Hue yaitu berkaitan panas-dinginnya warna.
2) Value yaitu berkaitan dengan gelap-terangnya warna.
3) Intensity yaitu berkaitan cerah-suramnya warna, menunjukkan
kuat lemahnya warna.
3. Karakteristik Siswa Kelas V Sekolah Dasar
Pada masa usia 7-11 tahun anak Sekolah Dasar berada pada jenjang
kelas V. Mereka sudah memiliki ruang lingkup pergaulan yang lebih luas.
Menurut Maisaroh (2011 :6) pada usia ini anak berada pada masa
pertumbuhan dan perkembangan, dimana pertumbuhan fisik, kognitif,
spiritual, emosi mereka dibangun. Dalam psikologi pendidikan dikenal
dengan teori perkembangan anak. Teori ini dikembangkan oleh jean piaget
dikenal dengan empat tahapan perkembangan yaitu sensorimotor stage (0-
30
2 tahun), preoperational stage (2-7 tahun), concrete operational stage (7-11
tahun) dan formal stage (11- keatas). Apabila siswa berada pada kelas V
Sekolah Dasar berarti mereka berada pada masa atau tahap concrete
operational stage. Menurut (Mulyasa, 2010:50) untuk menunjang
keberhasilan suatu pembelajaran, seorang guru harus memahami
karakteristik siswanya sesuai dengan tahap perkembangannya. Setiap
tahapan perkembangan ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Sehingga guru harus bisa memahami karakteristik dari setiap tahap
perkembangan siswa.
Karakteristik siswa yang berada pada tahap operasional konkrit yaitu
konsep yang dipahami sudah konktret, senang bermain beregu, memiliki
rasa ingin tau yang besar, mampu berfikir sistematis, senang bergerak dan
bermain kelompok. Menurut Yusuf (2006:24), menyatakan bahwa siswa
sekolah dasar sering disebut dengan masa intelektual, karena mereka
sudah matang untuk memasuki lingkungan persekolahan dengan
didampingi guru dan orangtua. Sehingga dengan adanya kesempatan ini,
guru dapat memaksimalkan proses pembelajarannya dengan menggunakan
media yang menarik dan edukatif yang mampu meningkatkan intelektual
siswa. Jika guru menggunakan media dalam proses pembelajaran maka
siswa akan senang dan tertarik, siswa akan merasa bahwa pembelajaran
tidak menjenuhkan dan terasa menyenangkan.
Berdasarkan karakteristik siswa usia SD tersebut, maka media
PERDASAWA didesain sesuai dengan karakteristik siswa SD supaya
media PERDASAWA ini dapat digunakan sesuai dengan tahap
31
perkembangan dan kebutuhan siswa. Beberapa karakteristik yang menjadi
acuan dalam pembuatan media PERDASAWA ini yaitu: 1) siswa senang
bermain, 2) siswa mudah bosan, 3) siswa menyukai hal-hal yang menarik,
4) siswa suka dengan hal-hal yang baru yang mampu memacu semangat
mereka dalam memecahan suatu permasalahan baik secara individu
maupun kelompok.
4. Permainan Dakon
a. Pengertian Permainan Dakon
Dakon merupakan permainan tradisional yang sudah ada sejak
lama. Dakon berbentuk bidang panjang dengan cekungan didalamnya.
Didalam permainan dakon memili dua lumbung yang dijadikan sebagai
tempat menaruh hasil yang diperoleh melalui permainan dakon.
Cekungan dan lumbung pada dakon biasanya disi dengan biji-bijian,
kerikil atau kulit kerang (Aisyah, 2011:10). Permainan dakon pada
umumnya dimainkan oleh anak perempuan, karena terkesan feminim
untuk dimainkan oleh anak laki-laki. Jumlah pemain dalam permainan
dakon umumnya berjumlah 2 orang perempuan, mereka bermain secara
bergantian. Permainan dakon ini miliki nama yang berbeda-beda dari
setiap daerahnya, di daerah sumatera sering disebut dengan nama
dentuman lamban, di sulawesi disebut makotan.
Menurut sejarah, permainan dakon dibawa pertama kali oleh
orang arab yang singgah di Indonesia. Mereka berdagang dan
berdakwah melalui berbagai media. Tidak hanya hal itu, mereka juga
32
mengenalkan sejumlah permainan salah satunya yaitu permainan dakon.
Permainan ini memiliki jumlah lubang 16 dan memilik 2 lumbung. Skor
kemenangan dalam permainan ini diperoleh dari hasil akhir pendapatan
kecik yang berada dalam lumbung (Mandala, 2013). Piranti permainan
dakon ini berupa papan kayu atau plastik berbentuk persegi panjang
denan jumlah lubang sebanyak 7 x 2 yang melambangkan 7 hari dalam
seminggu dan dilengkapi dengan kecik.
b. Teknik Permainan Dakon
Adapun teknik permaianan dakon dijelaskan sebagai berikut :
1. Pemain terdiri dari dua orang anak
2. Sebuah papan dakon dan biji dakon sebanyak 7 x 7 x 2 biji atau
keseluruhannya sebanyak 98 biji.
3. Pemain saling berhadapan dan papan dakon diletakkan di tengah-
tengah secara membujur.
4. Setiap pemain memiliki satu lubang lumbung di sebelah kirinya
dan tujuh lubang kecil.
5. Pemain memilih kecik yang ada dilubang dan membagikannya ke
dalam lubang lain.
6. Jika biji dakon terakhir ditangan masuk ke dalam lubang kecil yang
kosong, pemain dinyatakan mati bermain dan digantikan oleh
pemain lawan.
7. Dengan catatan, jika lubang kecil yang kosong tersebut adalah
lubang kecil miliknya sendiri dan dihadapan lubang kecil tersebut
33
terdapat lubang kecil lawan yang berisi biji dakon, pemain berhasil
menembak biji dakon lawan tersebut, tapi dengan syarat perguliran
biji dakon harus sudah memutar lubang-lubang kecil lawan satu
putaran sehingga seluruh biji dakon lawan yang berada dilubang
yang ditembak tersebut menjadi milik penembak dan diambil
beserta biji penembaknya untuk disimpan ke dalam lumbung
penembak. Jika-biji terakhir masuk ke lubang kosong lawan atau
masuk lubang kecil kosong sendiri dan di depannya kosong juga,
penembak tidak mendapat apa-apa.
8. Pemain lawan yang melanjutkan permainan dan bebas memilih biji
dakon dari lubang kecilnya sendiri untuk di gulirkan
9. Permainan tahap pertama berakhir, jika biji dakon yang terdapat
dilubang kecil sudah habis. Dengan catatan, pemain yang terakhir
menggulirkan biji dakon menjadi pemain yang akan memainkan
permainan pada tahap berikutnya
10. Setelah permainan dakon tahap pertama berakhir, seluruh biji
dakon tersimpan di lumbung dikeluarkan dan di hitung.
11. Setiap lubang kecil kepunyaan sendiri diisi kembali dengan biji
dakon yang berasal dari lumbung tadi, setiap lubang tetap sebanyak
tujuh butir.
12. Jika lubang kecil yang terisi biji dakon hanya lima lubang, dua
lubang yang tidak terisi dianggap sudah mati dan tidak
dipergunakan untuk bermain. Sementara yang tersisa misalnya
lima butir disimpan ke dalam lumbung. Dengan catatan, lubang
34
yang mati dapat dipergunakan lagi, jika pada tahap berikutnya
dapat disembuhkan dengan memberi biji dakon sesuai persyaratan
sebanyak tujuh butir per lubang.
13. Permainan dilanjutkan kembali dan yang menjadi pemain adalah
pemain yang memegang kendali terakhir tahap pertama tadi
14. Catatan : untuk tahap berikutnya, misalnya ternyata pemain lawan
hanya tinggal memiliki 5 butir biji dakon lagi (tidak mencukupi
persyaratan per lubang 7 butir), kelima biji dakon tersebut dibagi
pada kelima lubang sehingga per lubangnya menjadi satu butir dan
satu lubang mati. Berikut juga, keenam lubang kecil milik kita pun
diisi per lubangnya satu butir biji dakon juga. Lalu permainan
dilanjutkan seperti biasa.
15. Permainan dakon berakhir, jika pemain lawan sudah tidak
memiliki simpanan biji dakon lagi untuk bermain.
16. Pemain yang berhasil memiliki seluruh biji dakon dinyatakan
sebagai pemenang dalam permainan dakon ini (Surya, 2006:70-73)
c. Manfaat Permainan Dakon
a) Melatih otak kiri untuk berfikir
b) Melatih strategi mengumpulkan angka terbanyak
c) Untuk perkembangan dan pembentukan otak kanan.
d) Melatih anak dalam bekerjasama
e) Melatih emosi anak
35
d. Kelebihan dan Kekurangan Media Dakon
Kelebihan dan kekurangan media pembelajaran dakon dikemukakan
oleh Sutiono (2012: 25) sebagai berikut:
Kelebihan Media Dakon:
a) Tidak memerlukan biaya yang sangat besar, murah meriah.
b) Siswa senang dalam belajar
c) Meningkatkan daya kreativitas siswa, baik aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik.
d) Menjalin kerjasama, sportivitas dan meningkatkan interaksi siswa.
e) Mengenal permainan tradisional
Kekurangan dan kelemahan media pembelajaran dakon ini
adalah:
a) Tidak semua guru paham permainan dakon
b) Media mudah rusak jika terbuat dari bahan tidak awet
c) Tidak semua daerah mengenal permainan dakon
d) Waktu permainan cukup lama
5. Desain Pengembangan Media PERDASAWA
Media ini terinspirasi dari ketertarikan siswa terhadap permainan
tradisional khususnya permainan dakon untuk dijadikannya sebagai media
pembelajaran. Tetapi siswa sekarang jarang sekali bermain dengan
menggunakan permainan yang mempunyai nilai edukasi, sehingga media
PERDASAWA berupa dakon ini dirancang untuk siswa agar bermain
36
sambil belajar dan permainan ini juga mengandung nilai karakter yang
baik (Peneliti, 2018).
Permainan ini dapat dikatakan sebagai media pembelajaran yang
memiliki unsur pembelajaran, jadi permainannya tidak hanya memiliki
aspek menghibur tetapi juga ada aspek edukasi. Pembuatan media
PERDASAWA didesain dengan konsep yang menarik agar anak lebih
berminat memainkannya dengan tujuan siswa dapat memperoleh informasi
terhadap materi pembelajaran bahasa Jawa sehinga pada akhirnya siswa
mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Media PERDASAWA ini dibuat
oleh peneliti dengan cara mengadopsi permainan tradisional yang hampir
hilang tetapi dimodifikasi baik bentuk, warna, maupun desain keciknya.
Kemudian dikembangkan menjadi media permainan yang memiliki
karakteristik tersendiri yaitu ditandai dengan adanya tulisan Aksara Jawa
diatas aklarik yang berperan sebagai kecik, dalam permainan adanya
penyisipan pertanyaan untuk membaca aksara jawa menggunakan
pasangan melalui kartu soal yang disediakan bagi pemain bila selesai
memainkan keciknya (Peneliti, 2018).
a. Kelebihan Media Perdasawa
1) Mudah di bawa-bawa: terbuat dari bahan kayu yang ringan dengan
ukuran diameter 60 cm dan dapat dilipat menjadi setengah
lingkaran serta dikasih pegangan membuat media perdasawa dapat
dibawa kemana saja dengan mudah.
2) Praktis: dilihat dari cara pembuatan dan penggunaannya, media
Perdasawa sangat praktis, guru hanya sebagai pendamping dan
37
fasilitator saja. Jika akan menggunakan kita tinggal bermain sesuai
dengan permainan dakon dan yang menjadi kelebihannya media
perdasawa ini bisa dimainkan oleh 4 orang siswa, dan jika sudah
digunakan tinggal disimpan kembali dengan cara dilipat dan
dikunci lagi.
3) Mudah diingat: karakteristik media perdasawa adalah menyajikan
huruf-huruf aksara jawa pada setiap lubang dakon. Sajian huruf-
huruf dalam kartu ini akan memudahkan siswa untuk mengingat
dan menghafal bentuk huruf aksara jawa tersebut. Selain itu bentuk
keciknya terbuat dari aklarik yang diatasnya berisi huruf aksara
jawa
4) Menyenangkan: Media kartu huruf dalam penggunannya melalui
permainan. Sehingga dapat mengasah kemampuan kognitif , afektif
dan psikomotorik. Dari segi kognitif siswa dapat mempelajari cara
membaca aksara jawa menggunakan pasangan melalui kartu soal,
dari segi afektif siswa dapat memupuk sikap saling menghargai,
tenggang rasa, percya diri, gotong-royong dan jujur, adapun dari
segi psikomorik siswa mampu menyusun strategi bagaimana cara
agar permainan dakon tersebut dapat dimenangkan dengan skor
tertinggi (Peneliti, 2018).
b. Teknik Pembuatan Media Perdasawa
1) Siapkan kayu dengan ketebalan 3 cm.
38
2) Potong kayu dan bentuk menjadi lingkaran dengan diameter 60 cm
dan dipotong menjadi 2 bagian.
3) Dengan menggunakan penggaris bagi setengah lingkaran menjadi
10 bagian.
4) Setiap bagain dari lingkaran buatlah lubang didalamnya.
5) Ukir huruf Aksara Jawa dibawah lubang.
6) Hiasi bagian atas Aksara Jawa dengan ukiran.
7) Hiasi tengah lingkaran dengan ukiran icon kartun wayang.
8) Satukan bagian dari setengah lingkaran dengan angsel agar dapat
dilipat.
9) Lakukan tahap pewarnaan dengan pelitur dan cat
10) Pasang pegangan di bagian tengah dari media.
11) Persiapkan kecik yang terbuat dari aklarik dan tulisi kecik dengan
pasangan Aksara Jawa.
12) Media siap digunakan.
c. Persiapan Penggunaan Media Perdasawa
1) Mempersiapkan diri. Guru harus menguasai materi dengan baik.
Guru dalam menggunakan media harus siap dan lancar agar siswa
paham apa yang dijelaskan oleh guru. Kalau perlu guru harus
berlatih secara berulang-ulang mesti tidak dihadapan siswa secara
langsung. Persiapkan juga peralatan dan perlengkapan media
seperti media perdasawa, kecik, pion dan buku penggunaan media.
39
2) Mempersiapkan kecik dan kartu soal: Sebelum dimulai
pembelajaran pastikan bahwa jumlahnya cukup dan tata kecik
merata pada lubang-lubang dan tata kartu sesuai urutannya, cek
juga urutannya apakah sudah benar, dan perlu atau tidaknya media
lain untuk membantu.
3) Mempersiapkan tempat, hal ini berkaitan dengan posisi siswa
dalam memainkan media pembelajaran. Untuk tempatnya siswa
duduk lesehan di lantai agar memberikan suasana tersendiri dalam
proses belajar yang berbeda dengan proses belajar pada umumnya.
Posisi siswa yaitu duduk melingkat mengelilingi media
PERDASAWA.
4) Mempersiapkan siswa. Pada tahap ini siswa harus siap dalam
memulai permainan. Siswa disiapkan untuk bermain secara
berkelompok karena siswa memungkinkan semua siswa
mendapatkan bagian untuk bermain (peneliti, 2018).
d. Penggunaan Media PERDASAWA
Media PERDASWA digunakan untuk siswa kelas V SD. Media
tersebut digunakan pada pembelajaran bahasa Jawa materi pokok
Aksara Jawa menggunakan pasangan. Langkah-langakah penggunaan
media PERDASAWA ini disusun berdasarkan langkah-langkah dalam
membaca aksara Jawa dan dikombinasikan dengan langkah
40
penggunaan media visual. Berikut ini langkah-langkah penggunaan
media PERDASAWA :
Pambuka panuntun dolanan:
1) Cacahe Aksara Jawa nglegena ing PERDASAWA ana 20.
2) Cacahe kertu soal Aksara Jawa ana 20, sing isine tembung kang
kudu di waca karo siswa.
3) Ing kecik isine Aksara Pasangan, ing burine ana tulisan cara
maca.
4) Sadurunge miwiti dolanan, siswa kudu ngrungokake andhanane
guru ngenani panuntune dolanan PERDASAWA.
5) Saben siswa utawa kelompok kudu bisa maca aksara jawa
nganggo pasangan, yen bisa maca oleh biji 2, yen ora bisa maca
oleh biji 0.
6) Kertu Aksara Jawa
Tuntunan Cara Dolanan :
1) Siswa dibagi dadi 4 kelompok (siswa heterogen/Campur lanang
lan wadon).
2) Cacahe siswa utawa kelompok sing arep dolanan paling sithik 2-5
saben kelompok.
3) Saben kelompok lungguh miturut urutan kelompok (diwiwiti saka
kelompok 1-4) muteri PERDASAWA lan papan dakon diselehne
ing tengah-tengah. Penanda pembeda kelompok yaiku duweni raja
wayang kartun sing bentuk gambare beda-beda.
41
4) Saben kelompok duweni siji lumbung (omah) ing kiwane lan papat
bolongan cilik.
5) Saben kelompok diwenehi 8 kecik fiber, banjur di selehake ing
bolongan, saben bolongan diwenehi 2 kecik.
6) Dolanan diwiwiti saka kelompok 1. Siswa 1 saka kelompok 1 milih
bolongan sing dipengeni banjur njupuk kecik lan diselehake ing
bolongan ing kiwane siji-siji, kecik dilakokne muter searah
pandom jam, nganti kecik entek.
7) Yen kecike wis entek , siswa kudu njupuk Kertu sing isine soal
maca tembung Aksara Jawa gawe pasangan, miturut aksara
terakhir ing kecik. Yen siswa bisa maca oleh biji 2, yen ora bisa
maca oleh biji 1. ( siswa ora langsung maca tembung, kartu soal
digawa siswa banjur diwaca sak uwise dolanan rampung, ).
8) Sak banjure siswa saka kelompok 2,3 lan 4 nglanjutake dolanan
nganti dolanan rampung, yaiku kabeh kecik uwis ana lumbung.
Yen siswa saka kelompok dolanan, siswa saka kelompok liya maca
materi aksara jawa lan pasangan.
9) Kelompok bisa nambah nilai yen bisa maca tembung sing dipilih
saka jupuk kecik babon sing uwis disiapne guru. Kecik babon
dhuweni nilai 4.
10) Juara dolanan medhia PERDASAWA yaiku kelompok sing
dhuweni kecik paling akeh ana ing lumbung lan bisa maca tembuh
sing dipilih saka jupuk kecik babon.
42
Sak rampunge dolanan :
1) Murid maringake kartu soal menyang guru
2) Murid maringake kecik menyang guru
3) Murid ngringkesi medhia perdasawa
4) Murid nutup medhia perdasawa
5) Murid maringake medhia menyang guru
43
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian peneliti yaitu dari
(Nurhasanah, 2014) tentang pengembangan media KIJANK (Komik
Indonesia, Jawa, dan Aksara Jawa) Pembelajaran Bahasa Jawa Kelas 5
Sekolah Dasar. Dalam jurnal yang dibuat oleh Nurhasanah telah disimpulkan
bahwa media tersebut dapat membantu siswa dalam membaca Aksara Jawa.
Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil validasi ahli materi 94%, ahli media
84.6 %, dan ahli pembelajaran 89%. Untuk hasil coba media diperoleh hasil
89% untuk kelompok kecil dan 94.5% untuk kelompok besar.
Hasil penelitian yang relevan kedua oleh (Ummi Azizah, 2015) tentang
Pengembangan Media Kartu Carawa Dalam Pembelajaran Bahasa Jawa
Materi Asksara Jawa Untuk Siswa SD/MI. Dalam jurnalnya media carawa
tersebut dikembangakan dengan kualitas yang baik dengan hasil validasi dan
respon siswa sebagai berikut, untuk hasil validasi ahli materi 90.77%, ahli
media 82.5 %, ahli pembelajaran 89.52 %. Sedangkan hasil respon siswa
sangat positif terhadap adanya media caraway tersebut.
Sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh (Sylvia Anggraini
Kusuma Wardani, 2016) tentang “Pengembangan media KANCIL (Komik
Anak Cerdas Inovatif dan Lebih Kreatif) untuk Pembelajaran Bahasa Jawa
Kelas V SD”. Mengembangakan media komik yang dididalamnya terdapat
desain komik yang mengandung percakapan bahasa jawa. Melalui media
komik diharapkan siswa mampu mempelajari materi aksara jawa dengan
mudah.
44
Adapun hasil dari penelitian yang terdahulu memiliki persamaan dan
perbedaan dengan yang akan dilakukan oleh penulis. Persamaan dari ketiga
penelitian ini adalah jenis penelitian yang digunakan yakni penelitian R&D
(Research and Development) dan sama-sama menghasilkan sebuah produk
untuk pembelajaran bahasa Jawa materi aksara Jawa. Perbedaan dari kedua
penelitian ini adalah pada materi yang dikembangkan dalam media yaitu pada
penelitian terdahulu peneliti mengembangkan materi dalam media KIJANK
dan Kartu Carawa yakni membaca kalimat berhuruf Jawa yang menggunakan
sandhangan panyigeg wanda yang meliputi wignyan, layar, cecek dan
pangku, sedangkan penelitian yang sekarang peneliti mengembangkan materi
dalam media PERDASAWA membaca kalimat beraksara Jawa yang
menggunakan pasangan.
Selain itu perbedaan lain juga terletak pada bentuk yang
dikembangkan. Apabila dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti
terdahulu media KIJANK dikemas dalam bentuk komik yang memiliki dua
bahasa dan satu tulisan yaitu bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan aksara Jawa,
media Kartu Carawa dikemas dalam bentuk kartu yang terdiri dari 30 kartu
berwarna hijau (kartu bergambar) dan 30 kartu berwarna merah (kartu
bertuliskan aksara Jawa. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti
media PERDASAWA dikemas dalam permainan dakon yang memiliki bentuk
lingkaran, dapat digunakan 4 siswa dan desain keciknya berasal dari aklarik
yang atasnya bertulis huruf aksara jawa.
45
C. Kerangka Pikir
Kondisi Ideal
Adanya media yang inovatif, kreatif dan menarik perhatian siswa dapat mewujudkan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan sehingga siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Kondisi lapang
Analisis Kebutuhan
SISWA
Siswa kesulitan membaca aksara jawa menggunakan pasangan karena: Minat baca yang kurang, belum hafal
GURU
Metode pembelajaran konvensional(ceramah dan tanya jawab), media pembelajaran
yang minim.
SAPRAS
Perlengkapan kelas seperti papan tulis masih blackboard, tidak ada LCD, media terbatas.
Model ASSURE
1. Analyze Learner Characteristics (Menganalisis Siswa)
2. State Standards And Objectives (Menentukan Standard Dan Tujuan)
3. Select Strategies, Technology, Media, and Material
4. Utilize Media And Materials ( Penggunaan Media Dan Bahan).
5. Requires Learner Respons
6. Evaluate and Revise (menilai dan memperbaiki)
Terwujudnya media PERDASAWA (Permainan Dakon Aksara Jawa)
Pembelajaran bahasa Jawa sangatlah penting dan memiliki makna yang luar biasa. Dalam pembelajaran bahasa Jawa mengandung pendidikan untuk budi pekerti. Oleh karena itu pembelajaran bahasa jawa wajib ada di Sekolah Dasar.