kajian ringkas dampak kesejahteraan dan kesehatan program ... · pdf filejumlah hari sehat...
TRANSCRIPT
Kajian ringkas dampak kesejahteraan dan
kesehatan program konversi ke LPG∗
Gindo Tampubolon { Universitas Manchester
November 2014
Ringkasan Eksekutif
Program konversi dari minyak tanah ke lique�ed petroleum gas (LPG) telah me-
nyentuh hidup banyak orang Indonesia namun masih sedikit pengetahuan menyeluruh
mengenai dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat luas. Tentu dampaknya ter-
hadap belanja negara sudah dirasakan dan dihitung, namun belum ada perhitungan
dampaknya terhadap daya belanja keluarga, kesehatan anggota keluarga dan terutama
kesehatan anak. Semua ini dilakukan setelah secara telaten menguraikan bagaimana
LPG sebagai energi bersih, dibandingkan dengan minyak tanah, berpeluang mening-
katkan waktu produksi dan produktivitas, juga menurunkan ancaman kesehatan per-
napasan, serta menyisihkan resiko kesehatan sehari-hari dalam rumah tangga.
Data Survei Sosio-Ekonomi Nasional 2008− 2012 (N = 4, 9 juta orang dari n = 1, 2
juta rumah tangga) dan informasi kapan 406 kabupaten/kota dinyatakan `kering' oleh
PERTAMINA digunakan. Pada masa kajian, rumah tangga pengguna bahan bakar
LPG meningkat daya belanjanya rata-rata 14%; lebih tajam lagi rumah tangga di per-
desaan meningkat daya belanjanya sebesar 15%. Semua peningkatan ini adalah nyata
secara statistik, lain halnya dengan peningkatan di perkotaan yang tidaklah nyata.
Pada masa yang sama, anak-anak berusia kurang dari 10 tahun secara rata-rata
menurun peluangnya terkena asma sebesar 5%; dan kalau dipertajam maka anak-anak
di desa menurun peluangnya sebesar 6%. Sekali lagi ada pola perbedaan desa-kota
karena umumnya anak-anak di kota lebih sehat dibandingkan anak-anak di desa.
Selain itu pada masa kajian ini, orang-orang pengguna bahan bakar LPG menambah
jumlah hari sehat untuk kerja atau sekolah sebesar sepertiga hari; seperti sebelumnya
di perdesaan kenaikan ini lebih besar lagi jadi 0,4 hari.
Oleh karena besarnya manfaat dan luasnya maslahat program konversi ini, serta
melihat lokasi dimana semua ini menumpu yakni di perdesaan, maka perluasan program
ini ke tempat yang masih tersisihkan perlu diutamakan.
Pengantar
Program konversi dari minyak tanah ke LPG yang diluncurkan pemerintah dan dilaksanak-
an oleh PERTAMINA sejak 2007 sudah menyentuh hajat hidup banyak orang Indonesia
∗Saya berterima kasih kepada PERTAMINA yang memberi informasi kapan kabupaten dan kota di Indone-
sia dinyatakan `kering' (G Irianto, M Arofat, G Widodo, E Ginting, I Ginting, Primarini); kepada mahasiswa
PhD-ku dari Indonesia, D Femina, A Maharani, dan terutama W Hanandita. Pernyataan kepentingan:
Kajian ini tidak dibiayai.
1
(Budya dan Arofat, 2011). Pemerintah pun sudah merasakan manfaat program ini berupa
pengurangan subsidi minyak tanah dalam belanja negara. Baru-baru ini dampak pengu-
rangan subsidi minyak (atau dampak tidak langsung program konversi) terhadap proporsi
orang miskin telah disimulasikan oleh Dartanto (2013). Lebih baru dan lebih langsung lagi
adalah Andadari et al. (2014) yang mengkaji 550 rumah tangga di kabupaten Semarang
dan kota Salatiga di tahun 2009-2010, tujuannya adalah menghitung dampak program
terhadap status miskin energi.
Dengan menggunakan model simulasi yang diterapkan pada data Survei Sosio-Ekonomi
Nasional (Susenas) 2005, Dartanto (2013) menemukan bahwa pengurangan subsidi minyak
sebesar 25% bisa berdampak ganda karena dua mekanisme yang bisa saling mengimbangi:
[1] membuat banyak orang makin miskin karena belanja sehari-hari akan meningkat dan
[2] membuat banyak orang miskin berpeluang dibantu langsung oleh pemerintah karena
subsidi yang dihemat. Simulasi yang dilaporkan berdasarkan data tersebut menunjukkan
bahwa kedua dampak tersebut hampir seimbang.
Kalau simulasi tidak menunjukkan perbaikan nyata, bagaimana dengan pengalaman
langsung rumah tangga? Penduduk Semarang, Salatiga dan sekitarnya mulai menerima
program ini sejak 2007 dan `kering' pada 2008. Angket yang disebarkan ke rumah tangga di
daerah ini menghasilkan 550 pengamatan; setelah diolah data menunjukkan bahwa program
ini gagal mengurangi jumlah orang miskin energi, tetapi menolong orang sangat miskin dan
orang berada (Andadari et al., 2014: :436).
Kita perlu menghitung dampak program ini bagi rumah tangga dan perorangan di selu-
ruh Indonesia. Kesimpulan berdasarkan simulasi masih sangat tergantung pada seberapa
tepat sasaran program bantuan langsung yang dibiayai oleh penghematan subsidi tersebut.
Kesimpulan berdasarkan angket kecil masing kurang aman karena Semarang dan Salatiga
belumlah mewakili Indonesia yang bhineka. Daerah ini sangat istimewa dalam capaian
kesehatan anak misalnya. Pencilan istimewa ini terlihat pada gambar 1 yang terambil dari
Maharani dan Tampubolon (2014). Tahun 2011 Semarang dan Salatiga sudah melampa-
ui sasaran imunisasi yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Sedunia, sementara 95%
daerah lain di Indonesia lebih buruk kesehatan anaknya (gambar 1, panel kanan). Jelas-
lah tidak aman mengiyakan hasil penilaian program konversi bila didasarkan pengalaman
daerah yang sangat istimewa. Lebih penting lagi, kalau di daerah yang jelas-jelas bagus
kesehatannya, macam Semarang dan Salatiga, program konversi dinilai gagal mengurangi
jumlah orang miskin energi (Andadari et al., 2014), bagaimana nasib kabupaten yang lebih
jelek?
2
Gambar 1: Capaian kesehatan anak di ASEAN dan di kabupaten serta kota Indonesia
(garis merah: ambang batas sasaran vaksinasi anak menurut WHO), dari Maharani dan
Tampubolon (2014)
Singapore
Thailand
The Philippines
Indonesia
Laos
0
20
40
60
80
100
1985 1990 1995 2000 2005 2010
mappiaceh timurkepulauan yapennagan raya
jembranakota gorontalokota kupangkota salatiga
MappiKepulauan YapenAceh Timur
Nagan Raya
TakalarTegal
Kota SalatigaKota Gorontalo
Semarang JembranaThailandSingapore
The Philippines
Indonesia
Chad
Nigeria
Laos
0
20
40
60
80
100
Countries Districts
Jadi kajian ini menilik seluruh Indonesia, rumah tangga, orang dewasa, anak-anak di
desa dan di kota, sejak tahun 2008 hingga 2012, menyoroti tiga aspek kesejahteraan dan
kesehatan: daya belanja, hari sakit, dan lebih khusus lagi sakit pernapasan atau asma pada
anak-anak di bawah 10 tahun.
Bagaimana LPG meningkatkan penghasilan dan kese-
hatan?
Tiga aspek kesejahteraan dan kesehatan ini dipilih untuk menguji bukti-bukti dampak baik
program konversi dari minyak tanah ke LPG sebagai energi bersih. Setidaknya ada tiga ja-
lur bagaimana pemakaian LPG bisa meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan. Pertama,
sebagai energi yang lebih bersih daripada kayu bakar dan minyak tanah, LPG mengurangi
resiko kesehatan bagi anggota rumah tangga. Kayu bakar dan minyak tanah bisa membu-
at terutama ibu dan anak perempuan terpajan berbagai resiko kesehatan macam infeksi
saluran pernapasan, batuk, iritasi mata serta infeksi lain (Fullerton et al., 2008); bahkan
juga kanker bila briket batubara jadi sumber bahan bakar (Bruce et al., 2000). Sudah
tentu resiko ini menumpu pada kaum perempuan dalam rumah tangga. Ibu dan anak
perempuanlah yang menggosok pantat periuk dengan sabun colek dengan menggenggam
sabut kelapa yang dicelup ke serbuk abu, supaya periuk bersih dan nasi gurih. LPG, di
lain hal, sangat mengurangi macam-macam resiko ini.
Kedua, dengan bahan bakar kayu atau minyak tanah, bukan hanya ibu dan anak per-
empuan yang menanggung beban pencemaran asap atau sanitasi dan hygiene yang buruk
melainkan seluruh anggota keluarga. Walaupun dampaknya tidak selalu drastis sampai
anggota rumah tangga harus dibawa ke dokter atau rumah sakit misalnya, dampaknya
3
tidak selalu bisa diabaikan. Kondisi kesehatan bisa terganggu sampai menyebabkan anak-
anak absen sekolah atau orang dewasa cuti kerja. Bila demikian maka produksi bagi
pekerja informal atau pekerja keluarga atau produktivitas bagi karyawan serta pemupukan
modal pengetahuan bagi anak sekolah bisa menurun. Mengganti minyak tanah ke LPG
bisa berarti berbagai kemungkinan ini dihindari; pengurangan hari sakit bisa disebabkan
oleh penggantian ke LPG.
Terakhir, tentu saja sisi lain dari pengurangan hari sakit adalah peningkatan saat ber-
produksi. Dibebaskan dari waktu mengurus dapur yang lama, dari resiko sakit sampai
harus absen atau cuti, atau dari kewajiban menunggu anggota keluarga yang sakit, maka
anggota rumah tangga memiliki waktu tambahan untuk kegiatan produksi atau konsumsi.
Pada gilirannya peningkatan daya belanja bisa jadi lahir dari penggantian ke LPG.
Ringkasnya penggantian ke bahan bakar LPG bisa meningkatkan kesejahteraan keluarga
dengan [1] mengurangi resiko sakit, khususnya [2] mengurangi resiko sakit asma anak-anak
yang rentan terhadap asap, dan [3] menambah daya beli atau belanja.
Susenas yang sudah dipakai sebelumnya dalam kajian di atas (Dartanto, 2013) dan me-
rupakan angket landasan untuk berbagai kebijakan ekonomi dan energi Indonesia menyedi-
akan informasi yang terkait untuk kajian ini. Sejumlah 4.910.994 orang ditanyakan \Apa-
kah dalam sebulan terakhir mempunyai keluhan kesehatan seperti di bawah ini? Termasuk
asma/napas sesak/napas cepat." Selanjutnya \Bila ada keluhan apakah menyebabkan ter-
ganggunya pekerjaan, sekolah, atau kegiatan sehari-hari? Bila Ya, berapa hari lamanya
terganggu?" Beginilah informasi kesehatan dikumpulkan. Sedangkan belanja rumah tang-
ga dikumpulkan dari 1.238.913 kepala rumah tangga menggunakan belasan pertanyaan
rinci mengenai berbagai barang dan jasa yang dibeli atau dipakai (termasuk bahan bakar
LPG). Daya belanja yang dimaksud adalah belanja rata-rata per bulan per anggota yang
kemudian ditransformasi logaritma sebagaimana lazim (Deaton dan Zaidi, 2002). Kajian
ini juga mengikutkan peubah gender, pendidikan (berapa tahun sekolah), umur, umur-
kuadrat, penanda tahun, dan penanda wilayah Jawa-Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi
dan Pulau-pulau lain. Terakhir sekali, kapan 406 kabupaten atau kota dinyatakan kering
oleh PERTAMINA juga digunakan sebagai instrumen dalam model tindakan endogen.
Cara perhitungan
Pilihan model tindakan endogen diambil untuk menangani kemungkinan faktor lain men-
cemari hubungan antara pemakaian LPG (tindakan atau sebab) dengan kesejahteraan atau
kesehatan (dampak atau akibat). Faktor lain tersebut misalnya adalah sifat atau kodrat
`resik'. Keluarga yang resik besar kemungkinannya suka yang bersih termasuk bahan ba-
kar bersih macam LPG. Keluarga yang resik juga cenderung telaten dan tidak sembrono
dengan belanjanya dan kesehatannya. Bila sifat resik ini tidak diperhitungkan misalnya ka-
rena tidak ditanyakan di angket, dan memang tidak ditanyakan di Susenas, maka hubungan
antara pemakaian LPG dengan kesejahteraan tidak lagi murni; tercemar atau menceng (bi-
as) karena faktor tak teramati macam sifat resik. Model tindakan endogen yang dipakai
di kajian ini memang dirancang menangani hal ini (Hanandita dan Tampubolon, 2014;
Kawachi et al., 2013; Wooldridge, 2010) sehingga koe�siennya pun lebih tepat.
4
Hasil: cakupan konversi sepanjang 2008-2012
Peta antar-waktu cakupan program konversi di seluruh Indonesia menunjukkan keragaman
Indonesia dan mencontohkan tantangan geogra� dalam pelaksanaan program ini (Gam-
bar 2). Dalam peta-peta ini daerah yang transparan masih belum dicakup, biru muda
sudah mulai, biru tua sudah kering, dan hitam belum disentuh karena alasan teknis (Bu-
dya dan Arofat, 2011).
5
Gambar 2: Peta cakupan program konversi ke LPG 2008-2012, transparan berarti tak
lengkap, biru muda berarti > 50%, biru tua berarti kering, hitam berarti tidak dicakup
karena alasan teknis (Budya dan Arofat, 2011)
6
Terlihat dalam peta ini bahwa program konversi minyak tanah ke LPG dibuat mengikuti
pola umum pembangunan Indonesia lebih dari seperempat abad ini: bermula dari Jawa
dan bagaikan riak air bergerak hingga ke Sabang dan Merauke. Namun untuk program ini
nampaknya Merauke pun masih di luar jangkauan teknis.
Dampak terhadap daya belanja, hari sakit & sakit asma
Program konversi berpeluang meningkatkan daya belanja perorangan di Indonesia sebesar
14% (Gambar 3, panel kiri); khususnya di perdesaan sebesar 15% (panel tengah) per bul-
an. Misalnya untuk orang di tengah sebaran daya belanja akan ada peningkatan sebesar
55.000 rupiah. Walaupun sekilas daya belanja penduduk kota juga meningkat bersama
penggunaan LPG, peningkatan ini bukanlah dampak nyata secara statistik. Tidak her-
an kita mendengar temuan seperti di Semarang dan Salatiga yang bercorak kota. Bagi
penduduk kota tersedia berbagai sumber energi bersih lain, jadi bisa pakai periuk listrik
misalnya, sehingga dampak produktivitas LPG tidak terasa nyata. Namun perlu dicatat
bahwa dampak program konversi ini buat penduduk perdesaan, dalam hal daya beli, besar
dan penting.
Gambar 3: Dampak program konversi terhadap daya belanja (koe�sien dan rentang ter-
percaya 95%, agar jelas hanya sebagian faktor yang ditunjukkan), 2008-2012
LPG
Perempuan
Umur
Sekolah thn
Sumatra
Kalimantan
Sulawesi
Pulau lain
-.2 0 .2 .4 .6 -.2 0 .2 .4 .6 -.2 0 .2 .4 .6
Semua Perdesaan Perkotaan
Bagaimana dengan dampaknya terhadap kesehatan? Program ini ternyata berdampak
7
nyata mengurangi jumlah hari sakit yang dilaporkan orang Indonesia sebesar sepertiga
hari (Gambar 4, panel kiri). Dampak ini sedikit lebih besar, dan tetap nyata, di perdesaan
yakni sebesesar 0,4 hari. Dampak di perkotaan, seperti halnya dampak daya belanja,
terlihat tidaklah nyata. Pola desa-kota ini menggarisbawahi catatan sebelumnya bahwa
dampak program konversi buat penduduk perdesaan adalah penting. Apa lagi bila diingat
bahwa penduduk perdesaan yang bergiat di sektor informal atau mocok-mocok sebagai
pekerja harian sangat mengandalkan kekuatan dan kesehatan tubuhnya. Bila tidak bisa
bergiat selama sepertiga hari maka pekerja harian kehilangan sumber pencaharian cukup
besar.
Gambar 4: Dampak program konversi terhadap hari sakit (koe�sien dan rentang terpercaya
95%, agar jelas hanya sebagian faktor yang ditunjukkan), 2008-2012
LPG
Perempuan
Umur
Sekolah thn
Sumatra
Kalimantan
Sulawesi
Pulau lain
-.5 0 .5 -.5 0 .5 -.5 0 .5
Semua Perdesaan Perkotaan
Kajian ini terakhir sekali menumpu pada kelompok masyarakat yang paling rentan ter-
hadap pencemaran asap yakni anak-anak berumur kurang dari 10 tahun atau mereka yang
saluran pernapasannya lebih rawan. Program konversi terlihat mengurangi peluang atau
mentaknya anak-anak menderita sakit sesak napas atau asma sebesar 11% (Gambar 5,
panel kiri). Seragam dengan pola desa-kota sebelumnya, dampak ini hanya terasa di per-
desaan. Ini pun wujud lain dari pola perbedaan desa-kota dalam kesehatan anak seperti
yang sudah disebutkan berkali-kali.
8
Gambar 5: Dampak program konversi terhadap sakit asma (koe�sien dan rentang terper-
caya 95%, agar jelas hanya sebagian faktor yang ditunjukkan), 2008-2012
LPG
Perempuan
Umur
Sekolah thn
Sumatra
Kalimantan
Sulawesi
Pulau lain
-.2 0 .2 .4 -.2 0 .2 .4 -.2 0 .2 .4
Semua Perdesaan Perkotaan
Simpulan
Kajian ini melengkapi penilaian program konversi minyak tanah ke LPG di Indonesia dan
memberi sumbangan baru dalam tiga hal. Pertama penilaian ini menakar aspek yang
penting namun selama ini terabaikan yakni kesehatan masyarakat dan kesehatan anak
(selain daya belanja perorangan). Kedua penilaian ini mencakup seluruh Indonesia dari
Sabang sampai Merauke. Terakhir penilaian ini juga mencakup masa lebih panjang dari
semua penilaian terdahulu. Di sisi lain kajian ringkas ini masih bisa disempurnakan karena
masih mengabaikan berbagai insiden yang terjadi dalam proses pelaksanaannya seperti
yang dilaporkan di berbagai media massa di Indonesia.
Namun data yang luas, mencakup setengah dasawarsa terakhir, dikaji dengan cara per-
hitungan yang seksama, menunjukkan bahwa program konversi ke LPG berdampak baik
untuk semua aspek yang dikaji terutama bagi penduduk perdesaan. Jadi daya belanja
perorangan meningkat secara bermakna, hari sakit berkurang sehingga masa produksi pun
bertambah, dan yang tidak kalah penting gangguan kesehatan pernapasan anak-anak juga
menurun. Oleh karena maslahat yang berganda ini dan manfaat yang besar demikian,
apa lagi karena semua ini menumpu di daerah perdesaan tempat sebagian besar penduduk
Indonesia berdiam maka program konversi ini bisa dinilai sukses dan ironis. Ironis karena
masih banyak daerah yang coraknya perdesaan belum terjangkau secara teknis oleh pro-
9
gram (lihat Gambar 2), padahal kajian ini menunjukkan bahwa mereka berpeluang menarik
manfaat terbesar. Tahap selanjutnya program ini perlu sungguh-sungguh mengutamakan
daerah yang sampai kini masih tersisihkan.
Pustaka
Andadari, R. K., Mulder, P. dan Rietveld, P. (2014), `Energy poverty reduction by fuel
switching. Impact evaluation of the LPG conversion program in Indonesia', Energy Po-
licy 66(0), 436 { 449.
URL: dx.doi.org/10.1016/j.enpol.2013.11.021
Bruce, N., Perez-Padilla, R. dan Albalak, R. (2000), `Indoor air pollution in developing
countries: a major environmental and public health challenge', Bulletin of the World
Health Organization 78(9), 1078{1092.
Budya, H. dan Arofat, M. Y. (2011), `Providing cleaner energy access in Indonesia through
the megaproject of kerosene conversion to LPG', Energy Policy 39(12), 7575 { 7586.
URL: dx.doi.org/10.1016/j.enpol.2011.02.061
Dartanto, T. (2013), `Reducing fuel subsidies and the implication on �scal balance and
poverty in Indonesia: A simulation analysis', Energy Policy 58(0), 117 { 134.
URL: dx.doi.org/10.1016/j.enpol.2013.02.040
Deaton, A. dan Zaidi, S. (2002), Guidelines for constructing consumption aggregates for
welfare analysis, LSMS Working Paper, The World Bank, Washington D.C.
Fullerton, D. G., Bruce, N. dan Gordon, S. B. (2008), `Indoor air pollution from biomass
fuel smoke is a major health concern in the developing world', Transactions of the
Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene 102(9), 843 { 851.
URL: dx.doi.org/10.1016/j.trstmh.2008.05.028
Hanandita, W. dan Tampubolon, G. (2014), `Does poverty reduce mental health? An
instrumental variable analysis', Social Science & Medicine 113(0), 59 { 67.
URL: dx.doi.org/10.1016/j.socscimed.2014.05.005
Kawachi, I., Ichida, Y., Tampubolon, G. dan Fujiwara, T. (2013), Causal inference in
social capital research, in I. Kawachi, S. Takao dan S. V. Subramanian, eds, `Global
Perspectives on Social Capital and Health', Springer, New York, pp. 87{122.
URL: dx.doi.org/10.1007/978-1-4614-7464-7 4
Maharani, A. dan Tampubolon, G. (2014), `Has decentralisation a�ected child immunisa-
tion status in Indonesia?', Global Health Action 7, 24913.
URL: dx.doi.org/10.3402/gha.v7.24913
Wooldridge, J. M. (2010), Econometric Analysis of Cross Section and Panel Data, 2
edn, MIT Press, Cambridge, MA.
10