kajian teoritis sosiologi politik

20
KAJIAN TEORITIS 1. Dari Wikipedia, partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanan keputusan. 2. Dari Wikipedia (2), partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalm kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah. 3. Menurut Samuel P. Hontington dan Joan Nelson dalam bukunya Partisipasi Politik di Negara Berkembang, 1994 : 6, partisipasi politik adalah kegiatan warga (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi keputusan oleh pemerintah. 4. Menurut Michael Rush dan Phillip Althoff dalam bukunya Pengantar Sosiologi dan Politik, 1993 : 23, partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik. 5. Menurut Ramlan Surbekti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik, 1984 : 140 bahwa partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi kehidupannya. Berdasarkan 5 definisi partisipasi politik di atas, maka penyusun dapat menarik satu definisi tentang partisipasi politik, yaitu keterlibatan warga negara dalam membuat keputusan, melaksanakan keputusan, mempengaruhi proses pengambilan keputusan, mempengaruhi kebijakan pemerintah termasuk yang berkaitan dengan keterlibatan aktif maupun keterlibatan pasif setiap individu dalam hierarki sistem politik. POLITIK DAN KEKUASAAN Oleh : Bayu Pramutoko,SE Pengertian Politik

Upload: ridwan-falahuddin

Post on 19-Jun-2015

608 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN TEORITIS Sosiologi Politik

KAJIAN TEORITIS

1. Dari Wikipedia, partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanan keputusan.

2. Dari Wikipedia (2), partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalm kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah.

3. Menurut Samuel P. Hontington dan Joan Nelson dalam bukunya Partisipasi Politik di Negara Berkembang, 1994 : 6, partisipasi politik adalah kegiatan warga (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi keputusan oleh pemerintah.

4. Menurut Michael Rush dan Phillip Althoff dalam bukunya Pengantar Sosiologi dan Politik, 1993 : 23, partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik.

5. Menurut Ramlan Surbekti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik, 1984 : 140 bahwa partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi kehidupannya.

Berdasarkan 5 definisi partisipasi politik di atas, maka penyusun dapat menarik satu definisi tentang partisipasi politik, yaitu keterlibatan warga negara dalam membuat keputusan, melaksanakan keputusan, mempengaruhi proses pengambilan keputusan, mempengaruhi kebijakan pemerintah termasuk yang berkaitan dengan keterlibatan aktif maupun keterlibatan pasif setiap individu dalam hierarki sistem politik.

POLITIK DAN KEKUASAAN

Oleh : Bayu Pramutoko,SE

Pengertian Politik

            Ilmu politik mempelajari suatu segi khusus dari kehidupan masyarakat yang menyangkut

soal kekuasaan. Tumpuan kajian ilmu politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu

proses sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu

dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut (Miriam Budiharjo, 1992). Sistem itu menurut Deliar

Noer (1983) meliputi sistem kekuasaan, wibawa, pengaruh, kepentingan, nilai, keyakinan dan

agama, pemilikan, status dan sistem ideologi.

            Menurut Syarbani (2002:13), tumpuan kajian ilmu politik adalah upaya-upaya

memperoleh kekuasaan, mempertahankan kekuasaan, penggunaan kekuasaaan, dan bagaimana

menghambat penggunaan kekuasaan. Dengan demikian dilihat dari aspek kenegaraan, ilmu

politik mempelajari negara, tujuan negara, dan lembaga negara, serta hubungan kekuasaan baik

sesama warga negara, hubungan negara dengan warga negara, dan hubungan antar negara.

Page 2: KAJIAN TEORITIS Sosiologi Politik

Apabila dilihat dari aspek kekuasaan ilmu politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat,

yaitu sifat, hakikat, dasar, proses, ruang lingkup, dan hasil dari kekuasaan itu. Dilihat dari aspek

kelakuan, ilmu politik mempelajari kelakuan politik dalam sistem politik yang meliputi budaya

politik, kekuasaan, kepentingan, dan kebijakan.

Melihat penjelasan di atas, kajian ilmu politik meliputi: (1) teori ilmu politik, (2)

lembaga-lembaga politik (undang-undang dasar, pemerintahan nasional, pemerintahan daerah,

fungsi ekonomi dan sosial dari pemerintah dan perbandingan lembaga-lembaga politik), (3)

partai politik, dan (4) hubungan internasional.

Minimal ada enam hal yang ditekankan dalan ilmu politik, yaitu kekuasaan, negara,

pemerintahan, fakta-fakta politik, kegiatan politik, organisasi masyarakat. Sedangkan obyek ilmu

politik meliputi dua hal yaitu, (1) material (obyek ini berwujud pada perjuangan memperoleh dan

mempertahankan kekuasaan dengan obyek negara, kekuasaan, pemerintah, fakta-fakta politik,

kegiatan politik, dan organisasi masyarakat). dan (2) formal (pengetahuan, pusat perhatian).

Dengan demikian, Syarbaini menyimpulkan ada lima konsep tentang ilmu politik, yaitu (1)

sebagai usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan

kebaikan bersama, (2) segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan

pemerintah, (3) segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan,

(4) kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum, dan (5)

sebagai konflik dalam rangka mencari dan mempertahankan sumber-sumber yang dianggap

penting.

Sementara itu, menurut Maran (1999) politik merupakan studi  khusus  tentang  cara-can 

manusia  memecahkan permasalahan bersama dengan manusia yang lain. Dengan kata lain,

politik merupakan bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang

menyangkut proses penentuan dan pelaksanaan tujuan-tujuan. Untuk melaksanakan tujuan itu

perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau

alokasi sumber-sumber dan berbagai sumber dava vang ada. Untuk itu diperlukan kekuatan

{power) dan kewenangan {aiitliorlty). yang dipakai baik untuk membina kerja sama rnaupun

untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses tersebut. Kekuasaan itu bisa

dipakai secara persuasif bisa juga secara koersif (paksaan) Definisi lebih sederhana tetapi padat

dapat dilihat dari pendapatnya Surbakti (1999) yang mengcitakan bahwa konsep politik

merupakan intcraksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pcmbuatan dan

Page 3: KAJIAN TEORITIS Sosiologi Politik

pdaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam

suatu wilayah tertcntu.

Arti politik yang terekam dari berbagai referensi ilmu politik disimpulkan     terdapat    

tiga     penjelasan.     Pertama, rnengidentifikasikan kategori-kategori aktivitas yang membentuk

politik. Dalam hal ini Paul Conn menganggap konflik sebagai esensi politik. Kedua, menyusun

suatu rumusan yang dapat merangkum apa saja yang dapat dikategorikan sebagai politik. Politik

dapat dirumuskan sebagai “siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana”. Ketiga, menyusun daftar

pertanyaan yang harus dijawab untuk memahami politik. Melalui daftar pertanyaan diharapkan

dapat memberi jawaban dengan gambaran yang tepat mengenai politik (Surbakti, 1992). jadi

politik akan terkait dengan kekuasaan, negara dan pengaturan hidup bersama dalam upaya

mencapai kebaikan bermasyarakat.

Selain itu, dapat diketahui bahwa konsep-konsep pokok yang dipelajari ilmu politik

adalah negara {state), kekuasaan (power), pengambilan kebijakan (decision making),

kebijaksanaan (policy, beleiri), dan pembagian (di’-tribution), atau alokasi (allocation).

Singkatnya, ilmu politik selain mempelajari tentang interaksi antara pemerintah dan

masyarakat untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama, yang berkaitan dengan

penyelenggaraan negara dan pemerintah melalui perumusan dan Pelaksanaan kebijakan umum,

juga membicarakan tentang berbagai upaya perebutan mencari dan mempertahankan kekuasaan.

Menurut Weber, sosiologi harus bebas nilai (value free), tidak bias kepentingan atau

keyakinan moral pribadi. Bias personal harus dihindari selama melakukan riset ilmiah. Hal ini

dimaksudkan untuk menjamin objektivitas kebenaran sosiologi.

Dari konseptualisasi sosiologis yang disumbangkan oleh para tokoh  ilmu  sosial,

selanjutnya dijadikan pijakan dalam merumuskan   ruang   lingkup   sosiologi   politik.   Dalam

operasionalnva, cakupan materi sosiologi politik terwujud dalam beberapa hal: (1) sosialisasi

politik; (2) partisipasi politik; (3) perekrutan politik; (4) komunikasi politik.

1. Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik adalah suatu proses agar setiap individu atau kelompok dapat

mengenali sistem politik dan menentukan sifat persepsi-persepsinya mengenai politik serta

reaksi-reaksinya terhadap fenomena-fenomena politik.

Page 4: KAJIAN TEORITIS Sosiologi Politik

Kerja sosialisasi politik meliputi pemeriksaan mengenai lingkungan kultural, lingkungan

politik dan lingkungan sosial individu maupun kelompok. Dengan demikian, sosialisasi politik

merupakan landasan sosiologi politik selain yang terpenting juga memegang peranan utama dan

pertama bagi setiap tindakan politik.

2. Partisipasi Folitik

Partisipasi politik ialah keterlibatan individu atau kelompok pada level terendah sampai

yang tertinggi dalam sistem politik. Hal ini berarti bahwa partisipasi politik merupakan bentuk

konkret kegiatan politik yang dapat mengabsahkan seseorang berperan serta dalam sistem

politik.

Dengan demikian, maka setiap individu atau kelompok yang satu dengan yang lainnya

akan memiliki perbedaan-perbedaan dalam partisipasi politik; sebab partisipasi menyangkut

peran konkrit politik di mana seseorang akan berbeda perannya, strukturnya dan kehendak dari

sistem politik yang diikutinya.

3. Perekrutan Politik

Pengrekrutan politik adalah suatu proses yang menempatkan seseorang dalam jabatan

politik setelah vang bersangkutan diakui kredibilitas dan lovalitasnya. Perekrutan politik

merupakan konsekuensi logis dalam memenuhi kesinambungan sistem politik dan adanva suatu

sistem politik yang hidup dan berkembang.

Dalam operasionalnya, perekrutan politik dapat ditempuh melalui dua jalan. Pertama,

perekrutan yang bersifat formal yakni ketika seseorang menduduki jabatan politik direkrut secara

terbuka melalui ketetapan-ketetapan yang bersifat umum dan ketetapan-ketetapan   itu   disahkan

secara   bersama-sama. Perekrutan ini dilaksanakan melalui seleksi atau melalui pemilihan.

Kedua, perekrutan tidak formal yakni usaha seseorang tanpa suatu proses terbuka sehingga

seseorang itu mendapatkan kesempatan atau mungkin didekati orang lain untuk diberi posisi-

posisi tertentu.

4. Komunikasi Politik

Komunikasi politik ialah suatu proses penyampaian informasi politik pada setiap individu

anggota sistem politik atau informasi dari satu bagian sistem politik kepada bagian yang lainnya,

dan informasi yang saling diterima di antara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik.

Page 5: KAJIAN TEORITIS Sosiologi Politik

Informasi tersebut bersifat terus-menerus, bersifat pertukaran baik antara individu,

individu ke kelompok maupun kelompok ke kelompok yang dampaknya dapat dirasakan oleh

semua tingkatan masyarakat. Informasi itu bisa dalam bentuk harapan, kritikan, reakasi-reaksi

masyarakat terhadap sistem politik dan pejabat politik. Atau suatu harapan, ajakan, janji dan

saran-saran pejabat politik kepada masyarakatnya yang berdampak terhadap perubahan atau

nwmperteguh tindakan-tindakan politiknya agar dilaksanakan stau tidak dilaksanakan.

Landasan-landasan di atas merupakan proses-proses politik yang mesti ada dan berjalan dalam

suatu sistem politik dan embaga-lembaga politik ketika akan, dan pasti, berurusan dengan

MASYARAKAT DAN POLITIK

A. Hubungan Masyarakat dan Politik

Dalam kerangka dimensi-dimensi sosial masyarakat, akan  selalu terkait dengan politik. Dimensi

politik dalam masyarakat, menurut Franz Magnis Suseno (1991) nkan mencakup lingkaran-

lingkaran kelembagaan hukum dan negara serta sistem-sistem  nilai dan ideologi-ideologi  yang 

memberikan  legitimasi ” kepadanya.

”     Sepintas lalu, pernyataan di atas memberikan alasan kemustahilan jika masyarakat terpisah

dengan politik. Politik dan ” masyarakat, atau sebaliknya, adalah dua sisi mata uang; kendati

saling berbeda titik tekannya namun ia tak mungkin terpisahkan ” dalam realitas sosialnya, baik

untuk jangka pendek maupun untuk 1 jangka panjang, baik pada lingkup individu maupun

kelompok.

Menurut Deliar Noer terdapat hubungan masyarakat dengan  politik pada aspek

kekuasaan. la menegaskan bahwa prasyarat “; adanya kekuasaan ditengah masyarakat kecuali

adanya masyarakat yang menguasai pada satu pihak dan adanya ” masyarakat yang dikuasai pada

pihak lain. Suatu pengaruh atau ” wibawa seseorang yang menguasai dibentuk dan diberikan

oleh orang-orang yang dikuasainya.

Pendapat di atas menggambarkan hubungan masyarakat I dengan politik pada aspek

kekuasaan. la menegaskan bahwa prasyarat adanya kekuasaan ditengah masyarakat kecuali

adanya : masyarakat yang menguasai pada satu pihak dan adanya masyarakat yang dikuasai pada

pihak lain. Suatu pengaruh atau wibawa seseorang yang menguasai dibentuk dan diberikan oleh ,

orang-orang yang dikuasainya.

Page 6: KAJIAN TEORITIS Sosiologi Politik

Pengertian di atas tidak semata merujuk kepada masyarakat modern, melainkan

menunjukkan pula kepada masyarakat tradisional yang telah terjadi secara turun-temurun

sepanjang sejarah kehidupan manusia. Hubungan itu tentu pula berada dalam unit yang sekecil-

kecilnya, seperti kita kenal dalam Islam bahwa apabila ada tiga orang bepergian maka hendaklah

ditunjuk salah satunya jadi pemimpin. Cerminan doktrinal Islam tersebut merefleksi kepada apa

yang disebut pemimpin keluarga, pemimpin Rukun Tetangga, begitu seterusnya sampai kita

jumpai pemimpin negara.

Hubungan masyarakat dan politik dilihat dari kegunaannva memiliki makna pengaturan.

Seperti disebut oleh Franz Magnis Suseno (1991 : 20), hubungan itu mempunyai dua sesi

fundamental. Pertama, manusia adalah makhluk yang tahu dan mau. Kedua, makhluk yang selalu

ingin mengambil tindakan. Dalam upaya pengaturan hasrat (tahu, mau dan tindakan) itu

diperlukan suatu lembaga pengaturan dengan jenisnya yang bermacam-macam : ada yang

disebut kerajaan, negara, kabilah dan lain sebagainya.

Apa yang ditegaskan Suseno itu mencirikan suatu hubungan masyarakat dan politik ke

dalam bentuk, singkatnya adalah negara.’ Dengan adanya negara menunjukkan adanya

keterikatan seseorang pada peraturan-peraturan yang berlaku, peraturan-peraturan secara umum

maupun secara khusus. Undang-undang perpajakan, penghasilan, undang-undang tentang

organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan; undang-undang larangan terhadap berdirinya

partai komunis; dan lain sebagainya merupakan aturan-aturan yang muncul dari rahim negara

(dibuat oleh pemerintah) untuk menciptakan tertib berpolitik di antara masyarakat dari lapisan

yang terendah-rendahnya kepada lapisan yang setingi-tingginya.

Secara deskriptif Soemarsaid Moertono (1985) melukiskan peranan negara dalam

masyarakat, sebagai ber’kut.

“Tak ada ruang bagi penyesuaian sekehendak hati maupun timbal balik atau suatu

perdamaian/kerukunan dan mencocokkan yang menyenangkan; sebaliknya, alam semesta diatur

dengan ketentuan-ketentuan yang keras dan tegar tanpa   ampun.  Penyimpangan  dari  padanya 

akan menimbulkan serangkaian reaksi yang mungkin sampai kepada hal-hal yang mencelakakan.

Dan sini jarak sudah pendek sekali untuk sampai pada keyakinan akan berlakunya nasib. Karena

itulah orang jawa tidak akan menganggap negara telah memenuhi kewajiban-kewajibannya bila

ia tidak mendorong   suatu   kententraman   batiniah   (tentrem, kedamaian dan ketenangan hati)

maupun mewujudkan tata tertib formal seperti peraturan negara.”

Page 7: KAJIAN TEORITIS Sosiologi Politik

Kutipan di atas menunjukkan, bahwa politik (negara) selalu berhuhungan dengan

masyarakat dalam pengertiannya yang amat kompleks dan menveluruh. la tidak hanya

berhubungan dengan pengtituran-pengaturan yang sifatnva profan (nampak), bahkan persoiilan

ketentraman dan kedamaian batiniah sekiilipun sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara.

Kendati yang dicontohkan dalam kutipan di atas adalah masyarakat Jawa, namun negara-negara

tradisional dan modern dimanapun lebih kurang akan memiliki hubungan yang sama; bahwa

demikian kompleksnva hubungan negara (politik) dengan masyarakat.

Dengan kata lain, setiap anggota masyarakat tidak dapat melepaskan diri dari ikatan-

ikatan peraturan-peraturan yang diadakan oleh negara. Secara umum juga dapat dikatakan bahwa

seseomng jelas-jelas tidak dapat menghindarkan dari hidup bernegara. Sebab, jangankan masih

hidup, ketika ia meninggal saja ia tetap berhubungan dengan negara, yakni dengan izin

penguburannva misiilnya. Inilah yang menunjukkan pentingnya negara yang terkadang dapat

lebih besar hubungannya ketimbang peran organisasi subordinatnva seperti perkumpulan

olahraga atau organisasi politik (partai) dan organisasi kemasyarakatan.

Eratnya hubungan masyarakat dan politik, juga digambarkan oleh Stevan Lukes (dalam

Miller & Seidcntof, e.d., 1986) sebagai ‘berikut.

“Mengapakah seseorang harus membentuk suatu ikatan terhadap aparat administratif yang

memonopoli kekuasaan sah dalam wilayah tertentu? Simbol-simbol seperti akan bersatu dalam

kehidupan hanya apabila mereka menjadi simbol-simbol negara; yang penting bukanlah mesin

pemerintahan melainkan bahwa orang harus mempunyai rasa untuk berbagi nasib politik dengan

orang lainnya, suatu keinginan untuk bersatu dengan mereka secara politis dalam suatu negara

dan kesiapan untuk terikat pada tindakan politik bersama.” llustrasi tersebut menjelaskan bahwa

hubungan politik dan masyarakat sangat berarti untuk terdapatnya masyarakat bersatu serta agar

masyarakat memiliki identitas diri yang mendorong rasa memiliki terhadap identitas bersamanya

itu (nasionalisme) Secara sederhana hubungan itu dapat dirinci sebagai berikut:

1. Sebagai simbol kebersamaan

2. Sebagai wujud identitas bersama

 3. Sebagai wahana tumbuhnva perasaan dan senasib

4. Sebagai wahana ikatan dalam bertindak.

Maka politik, dalam kerangka kecil maupun besar akan mengarahkan fungsi-fungsi

hubungan antara anggota masyarakat sehingga setiap diri masyarakat selalu mendapatkan

Page 8: KAJIAN TEORITIS Sosiologi Politik

kesempatan, peluang, wadah aktualitas, pengaturan dan penerbitan. Bahwii secara ekstrim,

melalui hubungan masvarakat dan politik dapat menimbulkan suatu permusuhan dan peperangan

andai hubungan itu dilepaskan dari kerangka-kerangka nilai  yang berlaku di tengah masvarakat.

Perang dunia I dan dunia II yang disusul dengan Perang dingin ( Ketegangan hubungan

antara kekuatan liberal dan komunis ) sesungguhnya merupakan refleksi hubungan masyarakat

(dunia) dengan politik. Tetapi politik tersebut telah ternodai oleh lepasnya ikatan-ikatan moral

dan telah lepas dari substansi politik dalam fungsinya untuk tertib bermasvaraka.t, sehingga

politik pada akhirnya berekses pada pemusnahan suatu masvarakat oleh masyarakat yang

lainnya. Namun demikian, hal ini tetap harus diakui sebaga; .r-bungan antara masyarakat dan

politik, kendati pada kerangka nilai harus dipisahkan mana hubungan yang dapat dibenarkan dan

mana hubungan vang tidak terpuji.

Namun seperti diungkapkan oleh Carlto • J.H. Hayes (1950: 128), untuk menghindari

pertentangan nilai dalam hubungan itu, maka hubungan masyarakat dan politik dapat dirumuskan

sebagai kekuatan yang memupuk simpati antar anggota masyarakat seperti pengabdian bersama,

perbaikan dan pembaharuan serta rasa pembelaan kepada wilayah, kebudayaan dan kekayaan

alam lingkungannya.

 

Timbal Balik Antara Masyarakat dan Proses Politik

Proses-proses politik sebagaimana telah diuraikpin terdahulu •bagai landasan konseptual)

oleh Rush & Althoff (1995: 22-25) esungguhnya harus dipahami sebagai proses politik yang

melahirkan timbal balik antara masyarakat satu pihak dan politik di pihak lain.

Melalui sosialisasi politik, masyarakat akan mengenali suatu sistem politik yang berlaku

di sekitarnya sehingga masyarakat inemberikan reaksi terhadap gejala-gejala dari sistem politik

itu. Di sini masyarakat akan mengetahui proses polilik dari segi strukturnya, perilaku yang

dikehendakinya dan lain sebagainya. Pemilihan umum (Pemilu) sebagai bagian dari proses

politik di Indonesia akan dapat diikuti tahapan-tahapan dengan baik apabila masyarakatnya telah

mengenali Pemilu dari segi keharusan-keharusannya dan dari segi larangan-larangannya.

Pengenalan ini sangat berguna bagi masyarakat, yakni mengenali, dan bagi proses politik telah

memiliki ruang untuk dikenali masvarakat sehingga proses politik tidak canggung untuk

disosialisasikan.

Page 9: KAJIAN TEORITIS Sosiologi Politik

Begitu pula yang terjadi pada partisipasi politik, suatuu proses politik akan berjalan baik

dan akan memberikan makna bagi   keberlangsungan   kehidupan   masyarakat  manakala

masvarakat akan berarti bagi masyarakat itu sendiri dalam rangka menghapus kesan dirinya

terasingkan dalam proses politik yang akan dijalankan oleh negara umpamanya.

Hal yang sama terjadi pada pengrekrutan politik. Dengan pengrekrutan maka sistem politik akan kuat, mendapatkan dukungan dan mendapatkan wilayah geraknya. Dengan direkrutnya masyarakat ke dalam proses politik, maka masyarakat akan menemukan legitimasi dan kewibawaan dalam menentukan aktulisasi peran dirinya tanpa merasa berposisi yang dikesankan masyarakat dan bernegara” di zaman kuno sebagaimana tlilukiskan oleh Larry Siedentof (dalam Miller & Siedentof, 1986) Pada komunikasi politik, timbal balik masyarakat dan proses –Politik barangkali dapat disebut sebagai timbal balik yang paling mudah menemukan wujudnya. Pengrtian-pengertian, harapan, janji, ancaman yang dikeluarkan masyarakat untuk negara atau partai politik, atau oleh negara dan partai politik kepada masyarakat sesuatu yang paling mungkin terjadi melalui komunikasi politik. Di sini harus diakui bahwa komunikasi politik tak sekedar media penyerapan informasi, lebih dari itu sebagai arena pemupukan kesadamn bagi masyarakat dan bagi proses politik itu sendiri. Faktor tingkah laku masyarakat yang dapat dipahami dengan baik oleh sebuah proses politik yang dijalankan, akan berguna sebagai referensi tindakan-tindakan politik yang nontinya baik input maupun output berguna bagi masyarakat dar. efektif bagi proses itu sendiri.

Timbal balik antara masyarakat dan proses politik itu secara niscaya dapat dikatakan agar

proses politik tidak berjalan sekehendaknya,   melainkan   atas   dasar   pertimbangan-

pertimbangan masyarakat baik yang berposisi selaku subjek politik maupun objek politik. Secara

mengesankan Magnis-Suseno (1986:152) mengatakan sebagai berikut: “Pembangunan politik

harus yang dituntut oleh pendekatan sistem bekerja sama dengan dan berdukung pada subsistem-

subsistem yang ada, pada kekuatan-kekuatan yang bekerja. Pembangunan politik tidak secara

kasar mencampuri proses-proses hidup, melainkan penuh hormat, dalam kesadaran tahu diri,

menyesuaikan diri dengan apa yang sudah ada.”

Kutipan di atas mencerminkan bahwa agar proses politik memiliki hubungan timbal balik

dengan masyarakat, maka proses politik hendaklah memperhatikan realitas kultural masyarakat

itu sendiri. Sebagai contoh, pemerintah Indonesia pernah melakukan tindakan politik (yang tak

sekedar tindakan ekonomi) dengan mengesahkannya SDSB. Masyarakat Indonesia yang agamis

menolaknya dan karenanya timbul gelombang unjuk rasa yang amat dahsyat. Pemerintah

menarik kembali SDSB. Contoh ini menunjukkan bahwa proses politik yang diambil oleh suatu

kelompok atau pemerintah yang proses itu bertentangan dengan masyarakat, maka akan

menimbulkan anarkis yang menggetirkan. Dan hal ini sebagai bukti bahwa suatu proses politik

Page 10: KAJIAN TEORITIS Sosiologi Politik

yang tak mencerminkan hubungan timbal balik antara kepentingan politis disatu pihak dan

kepentingan masyarakat pada pihak lain akan berakhir secara mengenaskan.

Dengan adanya timbal balik itu, secara gamblang diakui oleh Clifford Geertz (1992:

144), bahwa proses-proses politik tak sekedar menampakkan wujud institusi formalnya, namun

lebih dari itu proses politik akan memaklumi setiap kehendak masvarakat, dan seyogyanya

kehendak itu dijabarkan oleh proses politik itu sendiri. Sebab, apa vang dikhawatirkan oleh

Geertz, apabila proses politik sudah mengenvampingkan realitas kultural realitas masyarakat,

walaupun proses proses politik dirasakan sangat penting, maka dengan sendirinya masyarakat

dapat mengenyampingkannya bahkan mungkin secara mengkristal berbuntut perlawanan.

Suatu hubungan timbal balik akan dirasakan oleh masyarakat dan negara dalam

melakukan proses politiknya, menurut Vie George Paul Wilding (1992: 21) apabila proses politik

tak sekedar mencerminkan para elite strategis negar itu saja, lebih dari itu harus ada kesediaan

untuk mencerminkan kehendak masyarakat, walau mungkin kehendak itu secara relatif

dipandang menghalangi proses politik yangseharusnya. Di sini, negara, tegas George & Wilding,

tinggal memilih sebuah konsekuensi yang termudah; apakah mengenyampingkan kehendak

politiknya atau justru kehendak masyarakatnya. Kendati jalan mengkompromikan jelas lebih

baik karena pada upaya itu upaya timbal balik dapat din-iaknai secara lebih mengesankan, teruji

dan terpuji.

Jalan ke luar di atas sangat penting, mengingat kehidupan politik menurut Ibnu Khaldun

(dalam Zainuddin, 1992: 93), dengan segala kelebihan dan kekurangannya adalah suatu

keharusan dalam kehidupan masyarakat. Tanpa kehidupan dan proses politik yang timbal balik,

maka kehidupan masyarakat tak akan teratur. Tolong-menolong untuk kepentingan mencapai

tujuan bersama tidak akan terealisasikan. Karena itu, proses politik harus dipahami sebagai

mekanisme yang menjadikan masyarakat segala kehidupannya berjalan lancar.

Dengan demikian, timbal balik antara masyarakat dan proses Politik itu tidak semata-

mata diukur oleh saling pengertian dan memahami hakikat masyarakat dan hakikat politik yang

dijalankan, namun lebih dari itu memahami dan memenuhi keinginan-keinginan   dan  

kebutuhan-kebutuhan.   Bahwa masvarakat hendaklah menjalankan fungsinya sesuai dengan

proses politik vangdijalankan , dan proses politik yangada hendaklah merupakan refleksi dari

merealisir keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan vang ada dalam masyarakat secara adil

dan penuh perikemanusiaan.

Page 11: KAJIAN TEORITIS Sosiologi Politik

Timbal balik antara masyarakat dan proses politik lebih dari yang telah dipaparkan,

sebagaimana dikerangkakan oleh Maurice Duverger (1993 : 351) hendaklah mencerminkdn

suatu solidaritas antar keduanya. Sebab pada solidaritas itu, tegas Duverger, merupakan akibat

dari struktur komunitas hidup, dimana setiap individu membutuhkan orang lain di dalam suatu

jaringan hubungan yangsaling masuk dengan yang lainnya.

Dengan kata lain, haruslah dipandang bahwa antara masvarakat dengan proses politik

merupakan. komunitas hidup yakni komunitas negara yang karena ada keduanya tatanan

kehidupan akan berjalan secara normal asalkan keduanva mencmpatkan dalam posisi sejajar

dalam suatu hubungan yang saling membutuhkan, saling terkait dan saling menentukan.

Barangkali proses politik Indonesia merdeka tak pernah terwujud sampai hari ini apabila

masyarakat saat itu tak membutuhkan kemerdekaan. Kehendak politik melalui tanpa masyarakat

niscaya proses politik akan berjalan hampa. Begitu sebaliknya, masyarakat saja tanpa adanya

proses-proses politik vang dilalui, terutama diplomasi, tentu Indonesia merdeka akan menjadi

sebuah mimpi masyarakat sampai hari ini.

Onghokham dalam karyanya “Rakyat dan Negara” (1991), sampai secara tuntas mencoba

menelusuri hubungan timbal balik antara proses politik vang ditempuh oleh negara dengan

rakyat (masyarakat) sebagai unsur kekuatan dominannya. Onghokham dalam karyanya itu

sempat mengidentifikasi beberapa kegagalan peristiwa politik sepanjang sejarah Indonesia yang

dirasakan lagi, akibat peristiwa itu tidak mampu menggerakkan solidaritas masyarakat. Dan ia

pun mencatat, setradisional apapun peristiwa politik yang terjadi karena mendapatkan dukungan

masyarakat secara massif dan peristiwa-peristiwa itu oleh masyarakat terasa menjadi

tanggungjawabnya dan menjadi miliknya.

Begitu dahsyatnya suatu timbal balik antara proses politik dengan masyarakat,

digambarkan oleh Onghokham merupakan basis penentu keberhasilah politik, yang tidak saja

terjadi di Indonesia, namun terjadi pula pada negara-negara jajahan yang terbebas dari belenggu

penjajahan.

Gambaran Onghokham di atas sekaligus merupakan suatu jawaban yang cukup lugas suatu hubungan politik dan nnasyarakat dimana hubungan itu terjalin karena terdapat timbal balik antara politik dan kehendak-kehendak masyarakat, bahkan politik dijalankan atas dasar kehendak masyarakat itu sendiriPerlu Perbaikan Perekrutan Politik

Sabtu, 25 April 2009 | 03:23 WIB

Page 12: KAJIAN TEORITIS Sosiologi Politik

Bandung, Kompas - Proses perekrutan politik, seperti yang ditunjukkan dalam mekanisme pemilu legislatif lalu, dinilai masih karut-marut dan perlu diperbaiki. Sistem perekrutan politik semacam itu belum menjamin orang-orang terbaik yang bisa duduk di kursi legislatif. Hal serupa bakal terjadi dalam pemilihan umum presiden.

Demikian mengemuka dalam ajang wicara yang dihadiri mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Ginandjar Kartasasmita, dan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, Jumat (24/4) di aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Bandung. Ajang wicara bertajuk ”Agenda Indonesia Lima Tahun Mendatang”.

”Dengan sistem rekrutmen politik seperti dalam pemilu 9 April, seorang artis atau pelawak berpotensi besar mengalahkan politisi karier yang berpengalaman dan memiliki kualitas. Bisa dibayangkan bahwa pada lima tahun mendatang orang-orang semacam itu yang akan memimpin negeri kita,” kata Ginandjar.

Terkait dengan hasil pemilu legislatif lalu, dia meragukan kualitas anggota DPR lima tahun mendatang akan jauh lebih baik.

Perekrutan politik dalam pilpres pun dinilai masih tertutup karena membatasi seseorang hanya boleh dicalonkan dari partai politik atau kumpulan parpol.

”Aturan itu menutup orang- orang berkualitas yang berada di luar parpol untuk maju sebagai capres. Jalan itu hanya dimungkinkan bagi orang parpol, atau orang berduit yang bisa mendirikan parpol dan memiliki dana untuk berkampanye,” ujar Ginandjar.

Sementara itu, Din mengkritik sistem multipartai yang membawa perekrutan politik semata-mata demi perebutan kekuasaan. ”Terlalu banyak parpol memengaruhi pola interaksi antarparpol yang hanya berorientasi kekuasaan. Parpol kehilangan fungsinya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat,” ujarnya.

Upaya koalisi menuju pilpres yang dilakukan oleh elite parpol dinilai sebagai hal yang menarik dan wajar terjadi. Din berharap para elite tidak terjebak pada pragmatisme politik sehingga mengabaikan peran parpol untuk kepentingan rakyat. (REK)