kalender tanam

32
274 Bagian IV Pengelolaan Sumberdaya Air Ringkasan Penentuan awal waktu tanam di dalam Atlas Kalender Tanam ditetapkan hanya berdasarkan analisis pola distribusi spasial dan temporal curah hujan, yang merepresentasikan ketersediaan air. Padahal untuk kasus daerah irigasi, selain curah hujan, pasokan air dari saluran irigasi merupakan sumber utama penentu tingkat ketersediaan air. Dengan mempertimbangkan cakupan luas lahan sawah beririgasi yang mencapai 82,16% dari total luas lahan sawah, diperlukan kajian dan analisis hidrologis terkait tingkat ketersediaan air daerah irigasi. Hasil kajian tersebut selanjutnya perlu diintegrasikan ke dalam SI Katam Terpadu sehingga penetapan potensi pola dan waktu dapat ditingkatkan akurasinya. Berdasarkan Kepmen PU No. 390/KPTS/M/2007, daerah irigasi nasional berjumlah 33.380 Daerah Irigasi (DI) dengan total luas 7,47 juta ha, terdiri dari 307 DI yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat seluas 2,85 juta ha, 1.123 DI yang menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi seluas 1,42 juta ha, serta 31.950 DI yang menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota seluas 3,195 juta ha. Ketersediaan air tingkat kecamatan pada daerah irigasi dihitung berdasarkan analisis neraca kebutuhan-ketersediaan air. Analisis neraca kebutuhan- ketersediaan air irigasi dihitung dengan mempertimbangkan kebutuhan air untuk pengolahan lahan, penggenangan, perkolasi, evapotranspirasi tanaman padi pada berbagai fase pertumbuhan, efisiensi distribusi saluran irigasi, konstribusi curah hujan serta pasokan irigasi dari saluran irigasi.

Upload: boy-frahmana-sirad

Post on 13-Apr-2016

73 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

pertanian

TRANSCRIPT

Page 1: Kalender tanam

274

Bagian IV

Pengelolaan Sumberdaya Air

Ringkasan

Penentuan awal waktu tanam di dalam Atlas Kalender Tanam ditetapkan hanya berdasarkan analisis pola distribusi spasial dan temporal curah hujan, yang merepresentasikan ketersediaan air. Padahal untuk kasus daerah irigasi, selain curah hujan, pasokan air dari saluran irigasi merupakan sumber utama penentu tingkat ketersediaan air. Dengan mempertimbangkan cakupan luas lahan sawah beririgasi yang mencapai 82,16% dari total luas lahan sawah, diperlukan kajian dan analisis hidrologis terkait tingkat ketersediaan air daerah irigasi. Hasil kajian tersebut selanjutnya perlu diintegrasikan ke dalam SI Katam Terpadu sehingga penetapan potensi pola dan waktu dapat ditingkatkan akurasinya. Berdasarkan Kepmen PU No. 390/KPTS/M/2007, daerah irigasi nasional berjumlah 33.380 Daerah Irigasi (DI) dengan total luas 7,47 juta ha, terdiri dari 307 DI yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat seluas 2,85 juta ha, 1.123 DI yang menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi seluas 1,42 juta ha, serta 31.950 DI yang menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota seluas 3,195 juta ha. Ketersediaan air tingkat kecamatan pada daerah irigasi dihitung berdasarkan analisis neraca kebutuhan-ketersediaan air. Analisis neraca kebutuhan-ketersediaan air irigasi dihitung dengan mempertimbangkan kebutuhan air untuk pengolahan lahan, penggenangan, perkolasi, evapotranspirasi tanaman padi pada berbagai fase pertumbuhan, efisiensi distribusi saluran irigasi, konstribusi curah hujan serta pasokan irigasi dari saluran irigasi.

Page 2: Kalender tanam

275

Page 3: Kalender tanam

276

Bab 7

Tinjauan Hidrologi Mendukung Kalender Tanam pada Daerah Irigasi

Budi Kartiwa dan Nani Heryani

Dasar Pemikiran

Menurut Hanani (2009), lahan sawah beririgasi di Indonesia mencapai luas 7,3 juta ha, atau mencakup 82,16% dari total luas lahan sawah yang mencapai 8,9 juta ha. Sebagian kecil, yaitu 1,6 juta ha atau 17,84% sisanya berupa sawah non irigasi. Penyebaran luas sawah di Indonesia ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Sebaran luas sawah irigasi dan non irigasi di Indonesia (Sumber: Hanani 2009)

Page 4: Kalender tanam

Kartiwa dan Heryani

277

Budidaya padi, palawija, dan tanaman lainnya pada lahan sawah memerlukan air dan input sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk, dan obat-obatan. Produksi komoditas yang dibudidayakan di lahan sawah sangat tergantung pada ketersediaan air dan pasokan sarana produksi pertanian tersebut di atas. Agar produktivitas dapat dicapai secara optimal, maka dibutuhkan alat bantu untuk menentukan waktu tanam dan pola tanam dengan mempertimbangkan terutama ketersediaan air dan sarana produksi pertanian (benih dan pupuk). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) telah mengembangkan alat bantu dimaksud berupa Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu (SI Katam Terpadu). SI Katam Terpadu adalah sistem informasi yang menggambarkan potensi pola tanam dan waktu tanam untuk tanaman pangan, terutama padi sawah berdasarkan potensi dan dinamika sumberdaya iklim dan air. Sistem informasi ini disusun secara khusus untuk mendukung Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dan program ketahanan pangan pada umumnya dalam upaya menyikapi keragaman (variabilitas) dan perubahan iklim. Penentuan kondisi dan potensi iklim suatu kabupaten pada tahun tertentu dilakukan berdasarkan data prakiraan BMKG. Kalender Tanam terpadu ini menginformasikan potensi luas areal tanam pada musim tanam terdekat apakah Musim Tanam I (Musim Hujan/MH), Musim Tanam II (Musim Kemarau/MK-I), atau Musim Tanam III (Musim Kemarau/MK-II) di setiap kecamatan dan kabupaten. Selain itu juga dilengkapi dengan informasi bencana (banjir, kekeringan, dan organisme pengganggu tanaman/OPT), rekomendasi penggunaan varietas, dan jumlah pupuk yang perlu disiapkan pada level kecamatan. Penetapan awal tanam dan pola tanam dalam SI Katam Terpadu saat ini hanya mempertimbangkan input ketersediaan air dari curah hujan. Padahal, pada kasus daerah irigasi, selain dari hujan, kebutuhan air tanaman mendapat tambahan pasokan air saluran irigasi. Dengan demikian, ketersediaan air pada daerah irigasi lebih terjamin dan relatif tersedia sepanjang tahun dibandingkan dengan ketersediaan air pada lahan sawah non irigasi.

Page 5: Kalender tanam

Kartiwa dan Heryani

278

Tulisan ini menjelaskan pentingnya kajian hidrologis daerah irigasi serta analisis ketersediaan air tingkat kecamatan berdasarkan analisis pada satuan pengamatan daerah irigasi. Informasi yang diperoleh selanjutnya dapat diintegrasikan ke dalam SI Katam Terpadu dalam upaya meningkatkan akurasi penetapan waktu dan pola tanam di lahan sawah irigasi.

Sistem Irigasi

Kebutuhan pangan terutama beras terus meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Irianto (www.opi.lipi.go.id/data) memprediksi jumlah penduduk, kebutuhan beras, dan kebutuhan baku lahan periode tahun 2015-2025 (Tabel 1). Pada periode tersebut terdapat peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan beras, dan kebutuhan baku lahan dibandingkan tahun 2010, sedangkan luas lahan baku sawah yang tersedia tetap. Di sisi lain, ketersediaan pangan terbatas sehubungan dengan terbatasnya lahan yang tersedia untuk bercocok tanam, teknologi, modal, dan tenaga kerja, sehingga defisit penyediaan bahan pangan masih sering terjadi di negeri ini. Untuk itu berbagai pihak tidak henti-hentinya berupaya untuk mengatasi masalah tersebut di atas melalui berbagai kebijakan dan program perberasan. Sudjarwadi (1990) mendefinisikan irigasi merupakan salah satu faktor penting dalam produksi bahan pangan. Sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan, dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. Beberapa komponen sistem irigasi adalah: (1) Siklus hidrologi (iklim, air atmosferik, air permukaan, air bawah

permukaan). (2) Kondisi fisik dan kimiawi (topografi, infrastruktur, sifat fisik dan

kimiawi lahan). (3) Kondisi biologis tanaman. (4) Aktivitas manusia (teknologi, sosial, budaya, dan ekonomi).

Tabel 1. Prediksi pertumbuhan penduduk dan konsumsi beras tahun 2010-2025

No Uraian Satuan Tahun

2010 2015 2020 2025

Page 6: Kalender tanam

Tinjauan Hidrologi Mendukung Kalender Tanam pada Daerah Irigasi

279

1. Jumlah Penduduk juta jiwa 239 257 277 298 2. Pendapatan per

kapita juta ton/ kap/th

0,113 0,113 0,113 0,113

3. Kebutuhan beras untuk penduduk

juta ton beras/th

27,01

29,08

31,32

33,72

Konversi kebutuhan GKG

42,74

46,02

49,55

53,56

4. Kebutuhan baku lahan

juta ha 10,58 11,30 12,07 12,91

5. Lahan baku sawah yang tersedia

juta ha 11,29 11,29 11,29 11,29

6. Konversi Lahan juta ha/th 0,11 0,11 0,11 0,11 7. Defisit kebutuhan

lahan Apabila tidak terjadi konversi lahan

juta ha

0,71

0,01

0,78

1,62

Bila terjadi konversi lahan

juta ha 0,60 0,12 0,89 1,73

Dalam perkembangannya, irigasi dibagi menjadi 3 tipe, yaitu: (1) Irigasi sistem gravitasi.

Irigasi sistem gravitasi merupakan sistem irigasi yang telah lama dikenal dan diterapkan dalam kegiatan usaha tani. Dalam sistem irigasi ini, sumber air diambil dari air yang ada di permukaan bumi yaitu dari sungai, waduk, dan danau di dataran tinggi. Pengaturan dan pembagian air irigasi menuju ke petak-petak yang membutuhkan, dilakukan secara gravitatif.

(2) Irigasi sistem pompa. Sistem irigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan apabila pengambilan secara gravitatif ternyata tidak layak dari segi ekonomi maupun teknik. Cara ini membutuhkan modal kecil, namun memerlukan biaya eksploitasi yang besar. Sumber air yang dapat dipompa untuk keperluan irigasi dapat diambil dari sungai, misalnya Stasiun Pompa Gambarsari dan Pesangrahan (sebelum ada Bendung Gerak Serayu), atau dari air tanah, seperti pompa air suplesi di 01 Simo, Kabupaten Gunung Kidul, D.I Yogyakarta.

(3) Irigasi pasang-surut.

Page 7: Kalender tanam

Kartiwa dan Heryani

280

Sistem irigasi pasang-surut adalah suatu tipe irigasi yang memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa pasang-surut air laut. Areal yang direncanakan untuk tipe irigasi ini adalah areal yang mendapat pengaruh langsung dari peristiwa pasang-surut air laut. Untuk daerah Kalimantan misalnya, daerah ini bisa mencapai panjang 30-50 km memanjang pantai dan 10-15 km masuk ke darat. Air genangan yang berupa air tawar dari sungai akan menekan dan mencuci kandungan tanah sulfat masam dan akan dibuang pada saat air laut surut.

Ditinjau dari proses penyediaan, pemberian, pengelolaan, dan pengaturan air, sistem irigasi dapat dikelompokkan menjadi: (1) Sistem irigasi permukaan (surface irrigation system). (2) Sistem irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation system). (3) Sistem irigasi dengan pemancaran (sprinkle irrigation system). (4) Sistem irigasi dengan tetesan (trickle irrigation/drip irrigation

system). Pemilihan jenis sistem irigasi sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrologis, klimatologis, topografi, fisik dan kimiawi lahan, biologis tanaman, pendistribusian air, sosial ekonomi dan budaya, teknologi (sebagai masukan sistem irigasi) serta keluaran atau hasil yang diharapkan. Menurut Bustomi (2000) representasi sistem irigasi sebagai suatu kesatuan hubungan masukan (input), proses, dan keluaran (output) dapat digambarkan pada Gambar 2.

Keragaan Daerah Irigasi di Indonesia

Daerah Irigasi (DI) adalah suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jaringan irigasi. Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian, dan penggunaannya. Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder. Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier (Direktorat Jenderal Pengairan 1986).

SISTEM IRIGASI

Page 8: Kalender tanam

Tinjauan Hidrologi Mendukung Kalender Tanam pada Daerah Irigasi

281

Gambar 2. Representasi sistem irigasi (Sumber: Bustomi 2000)

Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas yang dimiliki, jaringan irigasi pada suatu daerah irigasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu: (1) jaringan irigasi sederhana, (2) jaringan irigasi semi teknis, dan (3) jaringan irigasi teknis (Tabel 2).

Jaringan irigasi sederhana

Di dalam jaringan irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur sehingga air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang dan curam. Oleh karena itu, hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air. Jaringan irigasi ini walaupun mudah diorganisir namun memiliki beberapa kelemahan serius, yakni: (1) Ada pemborosan air dan karena pada umumnya jaringan ini

terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang subur.

(2) Terdapat banyak pengendapan yang memerlukan lebih banyak biaya dari penduduk karena tiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri.

(3) Karena bangunan penangkap air bukan bangunan tetap/permanen, maka umurnya pendek.

Tabel 2. Klasifikasi jaringan irigasi

Masukan Kondisi hidrologis Kondisi klimatologis Kondisi topografi Kondisi fisik dan

kimiawi lahan Kondisi biologis

tanaman Pendistribusian air Kondisi sosial ekonomi

dan budaya Teknologi

Keluaran: Peningkatan

Produksi Pertanian

Proses: Cara penyediaan air Cara pemberian dan

pendistribusian air Cara pengelolaan

dan pengaturan

feed back

Page 9: Kalender tanam

Kartiwa dan Heryani

282

Uraian Klasifikasi jaringan irigasi

Teknis Semi teknis Sederhana

Bangunan utama Bangunan permanen

Bangunan permanen atau Semi Permanen

Bangunan sementara

Kemampuan dalam mengukur dan mengatur debit

Baik Sedang Tidak mampu mengatur/ mengukur

Jaringan saluran Saluran pemberi dan pembuang terpisah

Saluran pemberi dan pembuang tidak sepenuhnya terpisah

Saluran pemberi dan pembuang menjadi satu

Petak tersier Dikembangkan Sepenuhnya

Belum dikembangkan, kerapatan bangunan tersier jarang

Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan

Efisiensi secara keseluruhan

50-60% 40-50% <40%

Ukuran Tak ada <2000 ha <500 ha

Sumber: Direktorat Jenderal Pengairan 1986

Jaringan irigasi semi teknis

Pada jaringan irigasi semi teknis, bangunan bendungnya terletak di sungai lengkap dengan pintu pengambilan tanpa bangunan pengukur di bagian hilir. Beberapa bangunan permanen biasanya juga sudah dibangun di jaringan saluran. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan sederhana. Bangunan pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang lebih luas dari pada daerah layanan jaringan sederhana.

Jaringan irigasi teknis

Salah satu prinsip pada jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara saluran irigasi/pembawa dan saluran pembuang. Ini berarti bahwa baik saluran pembawa maupun saluran pembuang bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing. Saluran pembawa mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan saluran pembuang mengalirkan kelebihan air dari sawah-sawah ke saluran pembuang. Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis. Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhan yang umumnya berkisar antara 50-100 ha yang kadang-kadang sampai 150 ha.

Page 10: Kalender tanam

Tinjauan Hidrologi Mendukung Kalender Tanam pada Daerah Irigasi

283

Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air ditampung di dalam suatu jaringan saluran pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan pembuang sekunder dan kuarter. Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip-prinsip di atas adalah cara pembagian air yang paling efisien dengan mempertimbangkan waktu merosotnya persediaan air serta kebutuhan petani. Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih secara efisien. Jika petak tersier hanya memperoleh air pada satu tempat saja dari jaringan utama, hal ini akan memerlukan jumlah bangunan yang lebih sedikit di saluran primer, eksploitasi yang lebih baik dan pemeliharaan yang lebih murah. Kesalahan dalam pengelolaan air di petak-petak tersier juga tidak akan mempengaruhi pembagian air di jaringan utama. Berdasarkan data dari Departemen Pekerjaan Umum tahun 2006, luas sawah irigasi sederhana yang sudah mempunyai jaringan utama tetapi belum optimal seluas 53.503 ha, sedangkan untuk luas sawah irigasi semi teknis yang sudah mempunyai jaringan utama tetapi belum optimal seluas 35.274 ha, hal ini tentu saja kondisi jaringan di bagian hilirnya banyak mengalami kerusakan. Menurut Kepmen PU No: 390/KPTS/M/2007, pengelolaan DI di Indonesia dibagi menjadi 3 tingkatan kewenangan berdasarkan luas cakupannya. DI yang memiliki luas lebih dari 3.000 ha, pengelolaannya menjadi kewenangan pemerintah pusat, DI yang memiliki luas antara 1.000-3.000 ha pengelolaannya menjadi kewenangan provinsi, sedangkan DI dengan luas kurang dari 1.000 ha menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan kombinasi pertimbangan luas cakupan dan wilayah lintas administrasi, terdapat 6 kewenangan daerah irigasi yaitu: (1) pusat-lintas provinsi, (2) pusat-lintas kabupaten, (3) pusat-utuh kabupaten, (4) provinsi-lintas kabupaten, (5) provinsi-utuh kabupaten dan (6) kabupaten-utuh kabupaten. Luas dan jumlah daerah irigasi yang menjadi kewenangan pusat dan daerah disajikan pada Tabel 3.

Page 11: Kalender tanam

Kartiwa dan Heryani

284

Tabel 3. Status daerah irigasi nasional menurut Kepmen PU No. 390/KPTS/M/2007

Uraian Lintas

provinsi

Lintas Kabupaten/

kota

Utuh Kabupaten/

kota Total

Kewenangan pusat

Luas (ha)

148.977 1.049.914 1.652.115 2.851.006

Jumlah DI

8 65 234 307

Kewenangan provinsi

Luas (ha)

- 157.265 1.265.958 1.423.223

Jumlah DI

- 310 813 1.123

Kewenangan kabupaten/ kota

Luas (ha)

- - 3.195.568 3.195.568

Jumlah DI

- - 31.950 31.950

Total

Luas (ha)

148.977 1.207.179 6.113.641 7.469.797

Jumlah DI

8 375 32.997 33.380

Berdasarkan Kepmen PU No. 390/KPTS/M/2007, daerah irigasi nasional berjumlah 33.380 DI dengan total luas 7,47 juta ha, terdiri dari 307 DI yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat seluas 2,85 juta ha, 1.123 DI yang menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi seluas 1,42 juta ha, serta 31.950 DI yang menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota seluas 3,195 juta ha. Daerah irigasi lintas provinsi yang menjadi kewenangan pusat (Tabel 4) adalah seluas 148.977 ha dengan jumlah daerah irigasi sebanyak 8 buah tersebar di perbatasan antara 2 provinsi yaitu Sumbar-Jambi, Sumbar-Bengkulu, Sumsel-Lampung, Jabar-Jateng (2 DI), Jateng-DIY, dan Jateng-Jatim (2 DI) dengan luas antara 264 ha hingga 67.828 ha.

Provinsi Jawa Barat memiliki DI terbesar dengan luas total mencapai 971.760 ha, diikuti Provinsi Jawa Timur dengan luas total DI mencapai 956.374 ha dan selanjutnya diikuti Provinsi Jawa Tengah dengan luas total DI mencapai 868.893 ha.

Tabel 4. Daerah irigasi lintas provinsi kewenangan pusat

Page 12: Kalender tanam

Tinjauan Hidrologi Mendukung Kalender Tanam pada Daerah Irigasi

285

Nama DI Kabupaten Provinsi Luas (ha)

Batang Hari Dharmas Raya, Tebo, Bungo

Sumbar, Jambi

18.936

Muko-muko Muko-muko Sumbar, Bengkulu

11.979

Komering Selatan/Way Komering

Oku Timur, Way Kanan

Sumsel, Lampung

67.828

Lakbok Selatan/Manganti

Ciamis, Banjar, Cilacap

Jabar, Jateng 28.464

Rawa Onom/Panulisan

Ciamis, Cilacap Jabar, Jateng 995

Tuk Kuning Klaten, Sleman Jateng, DIY 264

Colo Wonogiri, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, Ngawi

Jateng, Jatim 24.961

Semen/Krinjo Rembang, Tuban Jateng, Jatim 929

Luas total 148.977

Berdasarkan hasil survey pertanian (BPS 2006), dari total 7,47 juta ha daerah irigasi, sebanyak 1,86% berada dalam kondisi rusak berat, 20,54% berada dalam kondisi rusak ringan, serta sebanyak 77,60% berada dalam kondisi baik. Berdasarkan basis pulau, persentasi kerusakan daerah irigasi terhadap luas total daerah irigasinya, yang tertinggi adalah di Sumatera, diikuti Sulawesi pada urutan kedua dan selanjutnya Jawa berada pada urutan ketiga (Gambar 3). Menurut Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana Pertanian (2012), saluran irigasi nasional yang rusak diperkirakan mencapai 4.146.073 ha sedang rehabilitasi yang telah dilakukan oleh pemerintah sepanjang tahun 2005-2011 mencapai 1.692.140 ha. Kerusakan jaringan irigasi yang menjadi kewenangan pemerintah pusat untuk merehabilitasi mencapai total keseluruhannya 1.659.070 ha, dengan berbagai tingkat kerusakan, di antaranya tingkat kerusakan berat mencapai 10,9% dan rusak sedang mencapai 60,9% sedangkan untuk rusak ringan sebesar 28,3%. Untuk kewenangan rehabilitasi jaringan irigasi yang ada pada pemerintah provinsi, total keseluruhan mencapai 1.320.043 ha

Page 13: Kalender tanam

Kartiwa dan Heryani

286

dengan tingkat kerusakan berat mencapai 19,7%, rusak sedang mencapai 60,7%, sedangkan untuk rusak ringan sebesar 19,7%.

Gambar 3. Tingkat kerusakan jaringan irigasi menurut pulau utama di Indonesia

Kewenangan pemerintah kabupaten untuk merehabilitasi jaringan irigasi mencapai 1.166.960 ha dengan tingkat kerusakan berat mencapai 23,2%, rusak sedang mencapai 38,6% sedangkan untuk rusak ringan sebesar 38,2% (Tabel 5). Total rehabilitasi untuk jaringan irigasi yang rusak, baik merupakan kewenangan pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten keseluruhannya mencapai 4.146.073 ha yang terdiri dari rusak berat sebesar 709.313 ha (17,1%), rusak sedang sebesar 2.259.382 ha (54,6%), serta untuk rusak ringan sebesar 1.171.993 ha (28,3%). Dengan kemampuan pemerintah yang hanya mampu merehabilitasi seluas 1.692.140 ha maka masih ada jaringan irigasi yang masih rusak seluas 2.453.933 ha. Tahun 2012 pemerintah telah merehabilitasi 650.000 ha yang tersebar di 25 provinsi dan 229 kabupaten untuk mendukung surplus 10 juta ton tahun 2014.

Tabel 5. Tingkat kerusakan daerah irigasi berdasarkan kewenangan pengelolaan

Page 14: Kalender tanam

Tinjauan Hidrologi Mendukung Kalender Tanam pada Daerah Irigasi

287

Tingkat Kerusakan

Luas Kewenangan Total

Pusat Provinsi Kabupaten

Rusak berat ha 180.334 259.682 269.298 709.314

% 10,9 19,7 23,2 17,1

Rusak sedang

ha 1.009.869 800.682 448.831 2.259.382

% 60,9 60,7 38,6 54,6

Rusak ringan

ha 468.868 259.681 443.444 1.171.993

% 28,3 19,7 38,2 28,3

Penetapan Pola Tanam dan Penggunaan Air Irigasi pada Daerah Irigasi Kewenangan Pusat, Provinsi, dan Kabupaten

Pola tanam dan penggunaan irigasi MT I, MT II dan MT III untuk daerah irigasi yang memiliki luas di atas 1.000 ha, ditetapkan setiap tahun melalui keputusan gubernur pada setiap akhir Oktober atau awal November. Sedangkan pola tanam dan penggunaan irigasi pada daerah irigasi yang memiliki luas kurang dari 1.000 ha, ditetapkan setiap tahun melalui keputusan bupati. Penetapan pola tanam dan penggunaan irigasi kewenangan pusat/provinsi/kabupaten/kota diestimasi berdasarkan hasil rapat koordinasi komisi irigasi tingkat provinsi atau tingkat kabupaten/kota yang dilaksanakan beberapa bulan sebelum keluarnya keputusan gubernur atau keputusan bupati terkait penetapan pola tanam tersebut. Penetapan pola tanam dianalisis berdasarkan ketersediaan air di waduk dan atau bendung serta kebutuhan air tanaman. Tabel 6 menunjukkan contoh ketersediaan air Waduk Way Rarem selama periode MT I, MT II dan MT III 2012/2013. Ketersediaan air Waduk Way Rarem digunakan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman DI Way Rarem yang memiliki luas baku 22.972 ha. Tabel 6 menunjukkan bahwa air yang tersedia pada Waduk Way Rarem tidak selamanya dialirkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi DI Way Rarem. Pada periode tertentu berdasarkan pertimbangan tinggi muka air waduk, debit masuk waduk, kondisi iklim, pintu waduk ditutup sehingga pengaliran air irigasi untuk sementara waktu dihentikan. Hal ini dilakukan untuk menyediakan waktu bagi perawatan dan perbaikan saluran serta untuk mempertahankan volume waduk di atas batas ambang kritis tinggi muka air waduk.

Page 15: Kalender tanam

Kartiwa dan Heryani

288

Untuk masa tanam 2012/2013 penutupan pintu waduk dilakukan periode bulan Agustus, September hingga pertengahan Oktober.

Tabel 6. Rencana global pelepasan air Waduk Way Rarem, untuk kebutuhan irigasi tahun 2012/2013 di Wilayah Provinsi Lampung

Bulan Tahun Debit keluar (lt/dt)

Minggu I + II Minggu III + IV Oktober

2012 0 7189

November 14.801 21.581 Desember 26.494 26.152 Januari

2013

25.190 21.867 Februari 17.889 11.449 Maret 5.287 10.021 April 15.482 15.056 Mei 14.606 14.606 Juni 14.606 12.380 Juli 10.029 5.152 Agustus 0 0 September 0 0

Sumber: UPTD Balai PSDA Wilayah III, Kab. Lampung Utara, Lampung

Pola rencana pelepasan air Waduk Way Rarem untuk kebutuhan irigasi DI Way Rarem tahun 2012/2013 dianalisis berdasarkan estimasi elevasi muka air waduk, debit inlet waduk serta estimasi kebutuhan DI Way Rarem yang tertuang dalam lampiran Keputusan Gubernur Lampung No. G/669/III.10/HK/2012, tanggal 31 Oktober 2012, tentang Penetapan Pola Tanam Penggunaan Air Irigasi untuk Musim Tanam Rendeng Tahun 2012/2013 (Oktober–Maret) dan Musim Tanam Gadu Tahun 2013 (April–September) pada Daerah Irigasi Kewenangan Provinsi Lampung. Rekapitulasi estimasi elevasi muka air waduk, debit inlet waduk Way Rarem serta estimasi kebutuhan irigasi DI Way Rarem, diilustrasikan pada Gambar 4. DI Way Rarem memiliki layanan irigasi seluas 22.972 ha yang wilayahnya secara administratif tersebar di 7 kecamatan, yaitu 4 kecamatan masuk Kabupaten Lampung Utara, dan 3 kecamatan masuk Kabupaten Tulang Bawang Barat. Kecamatan yang masuk Kabupaten Lampung Utara meliputi: Abung Semuli (399 ha), Abung Timur (3.117 ha), Abung Surakarta (3.719,5 ha), dan Muara Sungkai (774 ha). Sedangkan kecamatan yang masuk Kabupaten Tulang Bawang Barat meliputi: Tumi Jajar (4.536,8 ha), Tulang Bawang Udik (1.967,5 ha), dan Tulang Bawang Tengah (3.099 ha).

Page 16: Kalender tanam

Tinjauan Hidrologi Mendukung Kalender Tanam pada Daerah Irigasi

289

Gambar 4. Estimasi elevasi muka air dan debit inlet Waduk Way Rarem serta kebutuhan air irigasi DI Way Rarem

Variasi temporal ketersediaan air irigasi tingkat kecamatan pada 7 kecamatan yang memperoleh pasokan irigasi dari Waduk Way Rarem selama periode September 2012 sampai dengan Agustus 2013 disajikan pada Gambar 5. Tabel 7 menunjukkan contoh pola tanam, alokasi pemberian air serta luas areal tanam di 4 kecamatan di Kabupaten Lampung Utara, serta 3 kecamatan di wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat yang masuk cakupan DI Way Rarem berdasarkan Keputusan Gubernur Lampung Nomor: G/669/III.10/HK/2012, tanggal 31 Oktober 2012, tentang Penetapan Pola Tanam Penggunaan Air Irigasi untuk Musim Tanam Rendeng dan Musim Tanam Gadu.

Page 17: Kalender tanam

Tabel 7. Pola Tanam dan alokasi pemberian air menurut golongan irigasi tahun 2012/2013 pada DI Way Rarem, Provinsi Lampung

Tinjau

an H

idrolog

i Men

duku

ng K

alender Tan

am p

ada D

aerah Irig

asi

No Daerah irigasi Luas areal Pemberian

air Areal tanam (ha)

Kabupaten/ Baku

Fung-sional

Gol irigasi

Rendeng MT I

Gadu MT II

MT I MT II MT I MT II Kecamatan

A D.I WAY RAREM 22.972 17.612 15.022 7.490 2.590 10.122 I Kab. Lampung Utara 9.259 8.009 6.763 2.767 1.246 5.242 1 Kec. Abung Semuli 428 399 391 0 8 0 A 10/15/12 03/15/13 8 B 11/01/12 04/01/13 C 11/16/12 364 D 12/01/12 27 2 Kec. Abung Timur 3.413 3.117 2.959 158 2027 A 10/15/12 03/15/13 464 158 2027 B 11/01/12 04/01/13 626 C 11/16/12 D 12/01/12 3 Kec. Abung Surakarta 4.289 3.719 3.145 1.427 574 2.292 A 10/15/12 03/15/13 464 574 2.292 B 11/01/12 04/01/13 626 C 11/16/12 1.161 D 12/01/12 708 4 Kec. Muara Sungkal 1.129 774 268 250 505 523 A 10/15/12 03/15/13 92 92 505 523 B 11/01/12 04/01/13 158 158

C 11/16/12

277

Page 18: Kalender tanam

Tabel 7 (lanjutan) Kar

tiw

a dan

Her

yani

No Daerah irigasi Luas areal Pemberian

air Areal tanam (ha)

Kabupaten/ Baku

Fung-sional

Gol irigasi

Rendeng MT I

Gadu MT II

MT I MT II MT I MT II Kecamatan

II Kab. Tulang Bawang Barat

13.713 9.603 8.258 4722 1344 4880

1 Kec. Tumi Jajar 5.424 4.536 4.328 1874 521 1293 A 10/15/12 03/15/13 930 930 521 1293 B 11/01/12 04/01/13 944 944 C 11/16/12 D 12/01/12

2 Kec. Tulang Bawang Tengah

5.529 3.099 2.577 1805 521 1293

A 10/15/12 03/15/13 1.067 1.067 521 1293 B 11/01/12 04/01/13 729 729 C 11/16/12 514 D 12/01/12

3 Kec. Tulang Bawang Udik

2.759 1.967 1.353 1043 614 924

A 10/15/12 03/15/13 551 551 614 924 B 11/01/12 04/01/13 492 429 C 11/16/12 107 D 12/01/12 202

Page 19: Kalender tanam

Sumber: Keputusan Gubernur Lampung No. G/669/III.10/HK/2012, tanggal 31 Oktober 2012, tentang Penetapan Pola Tanam Penggunaan Air Irigasi untuk Musim Tanam Rendeng dan Musim Tanam Gadu pada Daerah Irigasi Kewenangan Provinsi Lampung

278

Page 20: Kalender tanam

Tinjauan Hidrologi Mendukung Kalender Tanam pada Daerah Irigasi

279

Gambar 5. Variasi temporal ketersediaan air irigasi tingkat kecamatan di

wilayah layanan irigasi Waduk Way Rarem periode September 2012-Agustus 2013

Pola tanam dan rencana tanam pada DI di bawah 1.000 ha yang berada pada kewenangan pengelolaan pemerintah kabupaten, ditetapkan menurut peraturan Bupati, berdasarkan hasil rapat komisi irigasi serta usulan dari petani/Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Sebagai contoh, diambil daerah irigasi teknis tingkat kecamatan di Kabupaten Magelang. Tabel 8 menyajikan pola dan waktu tanam berdasarkan jenis daerah irigasi di Kabupaten Magelang, sedangkan Tabel 9 menyajikan pola dan waktu tanam daerah irigasi teknis tingkat kecamatan di Kabupaten Magelang, berdasarkan pada Peraturan Bupati Magelang, Nomor 33 tahun 2012. Tentang Pedoman Pola Tanam dan Rencana Tata Tanam Musim Tanam tahun 2012 dan tahun 2013 Kabupaten Magelang. Pola tanam dan rencana tanam di Kabupaten Magelang untuk komoditas padi, tembakau, palawija, dan tanaman lainnya pada musim tanam 2012/2013 dibagi dalam 3 (tiga) golongan irigasi yaitu: (a) daerah irigasi teknis seluas 17.032 ha, (b) daerah irigasi setengah teknis seluas 7.467 ha, dan (c) daerah irigasi sederhana seluas 14.027 ha.

0.0

1,000.0

2,000.0

3,000.0

4,000.0

5,000.0

6,000.0

7,000.0

8,000.0

9,000.0

Sep

IISe

p III

Okt

I

Okt

IIO

kt II

I

Nop

I

Nop

II

Nop

IIIDe

s I

Des I

I

Des I

II

Jan

IJa

n II

Jan

III

Feb

I

Feb

IIFe

b III

Mar

I

Mar

IIM

ar II

I

Apr I

Apr I

I

Apr I

IIM

ei I

Mei

II

Mei

III

Jun

IJu

n II

Jun

III

Jul I

Jul I

I

Jul I

II

Ags I

Deb

it (l/

s)

DASARIAN

VARIASI TEMPORAL KETERSEDIAAN AIR IRIGASI TINGKAT KECAMATANWILAYAH LAYANAN IRIGASI WADUK WAY RAREM PERIODE SEPTEMBER 2012-AGUSTUS 2013

Abung Semuli

Abung Timur

Abung Surakarta

Muara Sungkai

Tumi Jajar

Tulang Bawang Udik

Tulang Bawang Tengah

Page 21: Kalender tanam

Kartiwa dan Heryani

280

Tabel 8. Pola dan waktu tanam berdasarkan jenis daerah irigasi di Kabupaten Magelang

Waktu tanam Pola tanam

Luas tanam (ha)

D.I Teknis D.I

Setengah Teknis

D.I Sederhana

MT I: Oktober-Februari

Padi 12.542 5.488 9.632 Palawija 3.211 1.269 3.353 Tebu 349 28 23 Lain-lain 824 560 965

MT II: Maret-Juni

Padi 11.002 5.028 8.815 Palawija 4.685 1.705 4.035 Tebu 308 43 26 Lain-lain 936 568 1.098

MT III: Juli-September

Padi 4.706 2.020 1.891 Palawija 10.673 3.940 9.902 Tebu 150 133 23 Lain-lain 1.384 1.241 2.170

Luas baku sawah (ha) 17.032 7.467 14.027

Sumber: Peraturan Bupati Magelang, No. 33 tahun 2012 tentang pedoman Pola Tanam dan Rencana Tata Tanam Musim Tanam tahun 2012 dan tahun 2013 di Kabupaten Magelang

Waktu tanam padi pada daerah irigasi di Kabupaten Magelang ditetapkan sebagai berikut: (1) Tanaman padi rendengan (musim tanam Oktober–Maret)

ditetapkan mulai tanam pada Oktober 2012 dan berakhir panen pada Maret 2013.

(2) Tanaman padi gadu (musim tanam April–September) ditetapkan mulai tanam pada April 2012 dan berakhir panen pada Agustus 2013.

(3) Tanaman tembakau di sawah ditetapkan Mei/Juni 2013 dan di tegalan ditetapkan pada April/Mei 2013.

(4) Waktu tanam palawija ditetapkan pada musim kemarau yaitu pada April-Juli 2012 dan Juli-Oktober 2012.

Page 22: Kalender tanam

Tabel 9. Pola dan waktu tanam daerah irigasi teknis tingkat kecamatan di Kabupaten Magelang

No Daerah irigasi teknis Luas baku sawah (ha)

Luas tanam musim rendeng (MT I) (ha)

Luas tanam musim gadu (MT II dan MT III) (ha)

Oktober-Februari Maret-Juni Juli-September Padi Palawija Padi Palawija Padi Palawija

1 Kec. Salam 147,75 62,00 74,75 53,90 79,85 14,10 118,15 2 Kec. Ngluwar 271,00 249,00 20,00 202,30 52,70 39,10 66,95 3 Kec. Srumbung 132,50 89,00 24,62 64,00 49,62 25,00 88,62 4 Kec. Mungkid 2.520,62 1.374,60 993,71 929,72 1.378,65 530,24 1.787,81 5 Kec. Muntilan 132,86 118,53 14,33 97,00 35,86 50,50 82,36 6 Kec. Dukun 731,48 423,01 308,47 297,90 433,58 - 731,48 … … 15 Kec. Secang 2.357,50 2.102,14 149,83 1.988,94 286,86 1.486,84 667,76 16 Kec. Grabag 1.033,00 933,25 70,25 931,25 72,25 863,25 107,25 17 Kec. Ngablak - - - - - - - 18 Kec. Tegalrejo 352,00 352,00 - 244,50 107,50 153,50 165,50 19 Kec. Candimulyo 165,91 152,20 13,71 127,60 37,81 42,40 117,51 20 Kec. Pakis - - - - - - 21 Kec. Mertoyudan 2.274,06 1.507,89 493,69 1.366,00 641,58 218,00 1.756,58 17032,28 12542,33 3211,53 11002,5 4685,74 4706,51 10673,58

Tinjau

an H

idrolog

i Men

duku

ng K

alender Tan

am p

ada D

aerah Irig

asi

Sumber: Peraturan Bupati Magelang No. 33 Tahun 2012 tentang Pedoman Pola Tanam dan Rencana Tata Tanam Musim Tanam Tahun 2012 dan Tahun 2013 Kabupaten Magelang

281

Page 23: Kalender tanam

Kartiwa dan Heryani

282

Analisis Neraca Air Daerah Irigasi

Komponen neraca air

Neraca air (water balance) adalah prosedur untuk mempelajari kesetimbangan antara air yang masuk dan air yang keluar dari suatu sistem. Pemahaman prinsip neraca air akan membantu dalam upaya memperkirakan jumlah air yang dibutuhkan suatu sistem budi daya pertanian pada lahan tertentu (Gambar 6). Pada lahan sawah, air yang masuk ke dalam sistem disebut input faktor yaitu presipitasi (CH), air irigasi (I) dan air rembesan (seepage, S). Sedangkan air yang hilang dari lahan sawah disebut output faktor meliputi evapotranspirasi (ET), infiltrasi pada lapisan dalam atau perkolasi (deep percolation, Pd) dan drainase (D).

Gambar 6. Skematik komponen neraca air lahan sawah

Evapotranspirasi

Air yang diperlukan untuk memberikan hasil optimum harus memenuhi kebutuhan evapotranspirasi tanaman (ETc). Bila tanah dipertahankan pada kondisi jenuh lapangan atau tergenang air, maka laju ETc merupakan fungsi dari energi yang tersedia untuk penguapan air. Di daerah tropis, ETc selama musim hujan berkisar antara 4-5 mm/hari, sedangkan selama musim kemarau pada wilayah irigasi yang luas berkisar antara 5-7 mm/hari. Untuk wilayah irigasi yang lebih sempit, ET mungkin lebih besar karena

Page 24: Kalender tanam

Tinjauan Hidrologi Mendukung Kalender Tanam pada Daerah Irigasi

283

terdapat energi adveksi yang membawa uap air ke daerah lain oleh angin dari wilayah yang kering. Nisbah antara ETc dan evaporasi panci klas A (ETpan) juga digunakan untuk menentukan kebutuhan air sebagai representasi dari ETc. Nisbah ETc-ETpan tanaman padi mulai sekitar 1.0 setelah penanaman, memperlihatkan nilai maksimum yang pertama (1.0–1.3) pada masa pertunasan maksimum dan mencapai nilai paling tinggi sekitar masa pembuahan. Nilai pada masa pembuahan menjadi 1.4–1.5 dengan nilai rata-rata untuk wilayah tropis (Tomar dan O’Toole 1984).

Perkolasi dan rembesan

Kehilangan air oleh perkolasi (P) dan rembesan bergantung pada sifat fisik tanah, kondisi hidrologi lahan, dan kondisi topografi. Bilamana tanah bertekstur liat dan mempunyai kedalaman muka air tanah dangkal, kehilangan air melalui perkolasi biasanya rendah, yaitu sekitar 1 mm/hari dan bahkan bisa lebih rendah. Pada tanah bertekstur pasiran dan muka air tanah dalam, laju perkolasi tinggi, dapat di atas 5 mm/hari. Pelumpuran tanah menekan laju perkolasi karena pori-pori tanah halus terbentuk dan rongga-rongga tanah tertutup oleh butir-butir tanah halus. Oleh sebab itu, tanah yang melumpur sempurna menahan lebih banyak air dan lebih lembab walaupun mengalami kekeringan. Ada korelasi positif antar tinggi genangan air di petak sawah yang diatur 5 cm adalah maksimum untuk menghindari kehilangan air oleh rembesan. Kehilangan air melalui rembesan pada petak tersier berkisar antar 7,5–22,5% (Balai Irigasi 2007).

Perhitungan Neraca Air Lahan Sawah

Manajemen air pada fase pertumbuhan padi sawah

Kebutuhan air untuk penggenangan lahan pada ekosistem sawah bervariasi untuk setiap fase pertumbuhan. Pengaturan penggenangan air pada lahan sawah disesuaikan dengan umur serta fase pertumbuhan padi. Sebagai contoh untuk varietas padi Ciherang yang memiliki masa pertumbuhan 115–125 hari. Umur padi untuk setiap fase pertumbuhan disajikan pada Gambar 7.

Page 25: Kalender tanam

Kartiwa dan Heryani

284

Gambar 7. Fase pertumbuhan padi varietas Ciherang. (Keterangan: persemaian = 20 hari sebelum sebar (HSS), fase vegetatif = 35 hari setelah tanam (HST), fase generatif reproduktif = 36-65 HST, fase generatif pematangan = 66-100 HST

Kebutuhan air tanaman

Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kehilangan air karena proses evapotranspirasi tanaman (ETc) dari tanaman sehat yang tumbuh pada sebidang lahan yang luas dengan kondisi tanah tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu. Untuk menghitung ET-tanaman direkomendasikan suatu prosedur tiga tahap, yaitu: (1) Pengaruh iklim terhadap kebutuhan air tanaman diberikan oleh

ETo (evapotranspirasi tanaman referensi), yaitu laju evapotranspirasi dari permukaan berumput luas setinggi 8-15 cm, rumput hijau yang tingginya seragam, tumbuh aktif, secara lengkap menaungi permukaan tanah dan tidak kekurangan air. Empat metode yang dapat digunakan adalah Blaney-Criddle, Radiasi, Penman dan Evaporasi Panci dimodifikasi untuk menghitung ETo dengan menggunakan data iklim harian selama periode 10 atau 30 hari.

(2) Pengaruh karakteristik tanaman terhadap kebutuhan air tanaman diberikan oleh koefisien tanaman (Kc) yang menyatakan hubungan antara ETo dan ET tanaman (ETtanaman = Kc x ETo). Nilai-nilai Kc beragam dengan jenis tanaman, fase pertumbuhan tanaman, musim pertumbuhan, dan kondisi cuaca yang ada.

Page 26: Kalender tanam

Tinjauan Hidrologi Mendukung Kalender Tanam pada Daerah Irigasi

285

(3) Pengaruh kondisi lokal dan praktek pertanian terhadap kebutuhan air tanaman, termasuk variasi lokal cuaca, tinggi tempat, ukuran petak lahan, adveksi angin, ketersediaan lengas lahan, salinitas, metode irigasi dan kultivasi tanaman. Beberapa pendekatan dapat digunakan untuk perencanaan pemanfaatan sumberdaya air secara optimal dalam sistem produksi pertanian. Informasi pokok yang diperlukan adalah mengenai sumberdaya air, lahan dan tanaman.

Kebutuhan air tanaman padi adalah jumlah total air yang dikonsumsi tanaman untuk penguapan (evaporasi), transpirasi dan aktivitas metabolisme tanaman. Kebutuhan air tanaman disebut juga sebagai evapotranspirasi tanaman. Jumlah evapotranspirasi kumulatif selama pertumbuhan tanaman yang harus dipenuhi oleh air irigasi, dipengaruhi oleh jenis tanaman, radiasi surya, sistem irigasi, lamanya pertumbuhan, hujan dan faktor lainnya. Jumlah air yang ditranspirasikan tanaman tergantung pada jumlah lengas yang tersedia di daerah perakaran, suhu dan kelembaban udara, kecepatan angin, intensitas dan lama penyinaran, tahapan pertumbuhan, tipe dedaunan. Terdapat dua metoda untuk mendapatkan angka penggunaan konsumsi tanaman, yakni (a) dua pengukuran langsung yaitu dengan lysimeter bertimbangan (weighing lysimeter) atau tidak bertimbangan dan Sap Flow, serta (b) secara tidak langsung dengan menggunakan rumus empirik berdasarkan data unsur cuaca. Secara tidak langsung dengan menggunakan rumus empirik berdasarkan data unsur cuaca, pertama menduga nilai evapotranspirasi tanaman aktual (ETo). ETo adalah jumlah air yang dievapotranspirasikan oleh tanaman rumputan dengan tinggi 15-20 cm, tumbuh sehat, menutup tanah dengan sempurna, pada kondisi cukup air. Ada berbagai rumus empirik untuk pendugaan evapotranspirasi tanaman acuan (ETo) tergantung pada ketersediaan data unsur cuaca, antara lain: metoda Blaney-Criddle, Penman, Radiasi, Panci evaporasi (FAO 1987). Kebutuhan air tanaman dianalisis berdasarkan estimasi kebutuhan air tanaman menurut Metode FAO (Doorenbos dan Kassam 1979). Kebutuhan air tanaman dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:

Page 27: Kalender tanam

Kartiwa dan Heryani

286

ܧ ௧ܶ = ܭ x ܧ ܶ dimana: ETtan = evapotranspirasi tanaman ETo = evapotranspirasi referensi Kc = koefisien tanaman

Koefisien tanaman padi (Kc padi)

Koefisien Tanaman (Kc) adalah nilai yang menyatakan hubungan antara ETo dan ET tanaman. Nilai-nilai Kc beragam dengan jenis tanaman, fase pertumbuhan tanaman, musim pertumbuhan, dan kondisi cuaca yang ada (Tabel 10).

Tabel 10. Nilai koefisien tanaman (Kc) tanaman padi pada berbagai fase pertumbuhan

Fase Kc

Pertunasan 1,05 Generatif 1,20 Akhir 0,90

Sumber: Allen (1998)

Perhitungan kebutuhan air lahan sawah

Untuk menghitung kebutuhan irigasi lahan sawah dihitung berdasarkan ketetapan sebagai berikut:

Irigasi diberikan apabila tinggi genangan pada lahan sawah lebih rendah dari batas ketinggian genangan terendah yang diperkenankan:

minGGi

)1 iiiii CHETcPercGG

dimana: Gii = tinggi genangan air lahan sawah pada hari ke-i

(mm) Gmin = tinggi genangan air lahan sawah minimum

(mm)

Irigasi dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:

Page 28: Kalender tanam

Tinjauan Hidrologi Mendukung Kalender Tanam pada Daerah Irigasi

287

)( 1max iiiii CHETcPercGGIr

dimana: Iri = kebutuhan irigasi pada hari ke-i (mm) Gmax = tinggi genangan air lahan sawah maksimum

(mm) Gi-1 = tinggi genangan air lahan sawah pada hari ke-

(i-1) (mm) Perci = perkolasi (mm) ETci = evapotranspirasi tanaman pada hari ke-i (mm), CHi = curah hujan pada hari ke-i (mm)

Data masukan yang diperlukan dalam perhitungan analisis neraca ketersediaan kebutuhan air lahan sawah tingkat kecamatan, meliputi: (1) Luas sawah kecamatan. (2) Debit irigasi dari bendung irigasi (15 harian). (3) Pola tanam tahunan. (4) Data hujan dan evapotranspirasi (ETP) harian.

Analisis neraca irigasi tingkat kecamatan untuk prediksi luas panen

Tabel 11 menunjukkan teladan analisis neraca ketersediaan-kebutuhan irigasi lahan sawah di Kecamatan Abung Timur, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung periode November 2012-Juli 2013. Penentuan awal tanam di Kecamatan Abung Timur dan pola tanam mengacu pada Keputusan Gubernur Lampung No. G/669/III.10/HK/2012, tanggal 31 Oktober 2012, tentang Penetapan Pola Tanam Penggunaan Air Irigasi untuk Musim Tanam Rendeng dan Musim Tanam Gadu. Berdasarkan Keputusan Gubernur Lampung No. G/669/III.10/ HK/2012, tanggal 31 Oktober 2012, tentang Penetapan Pola Tanam Penggunaan Air Irigasi untuk Musim Tanam Rendeng dan Musim Tanam Gadu, ditetapkan bahwa musim tanam di Kecamatan Abung Timur, Kabupaten Lampung Utara, hanya dilakukan 2 kali musim tanam yaitu MT I dilaksanakan pada November II hingga Maret I, sedangkan MT II dilakukan pada Maret II hingga Juli I.

Tabel 11. Analisis neraca ketersediaan-kebutuhan irigasi lahan sawah tingkat kecamatan untuk prediksi luas panen MT I–MT II periode November 2012-Juli 2013

Neraca kebutuhan-ketersediaan air lahan sawah

Page 29: Kalender tanam

Kartiwa dan Heryani

288

Kecamatan : Abung Timur, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung Luas sawah irigasi (ha) : 3.117 Efisiensi saluran irigasi : 80,0%

Pola Tanam

Fase Bulan Curah hujan (mm)

Kebutuh-an irigasi (l/s/ha)

Kebutuhan irigasi

Total (l/s)

Keterse-diaan irigasi (l/s)

Peme-nuhan irigasi (%)

MT

I -P

adi

Penanaman dan perkembangan vegetatif

Nov II 190 00 2.337 3.219 100 Nov III 104 0,59 2.302 3.819 100 Des I 45 04 1.333 4.688 100 Des II 160 05 1.381 4.658 100 Des III 118 09 2.688 5.132 100 Jan I 118 06 1.782 5.309 100 Jan II 81 09 1.921 4.955 100 Jan III 135 0,56 2.172 4.866 100

Pembungaan Feb I 50 0,50 1.938 4.105 100 Feb II 109 0,54 2.094 3.964 100 FebIII 80 08 1.469 3.560 100

Pembentukan biji Mar I 202 04 156 2.534 100

MT

II-P

adi

Penanaman & perkembangan vegetatif

Mar II 84 0,50 1.948 2.203 100 Mar III 188 05 1.753 2.739 100 Apr I 290 09 1.122 2.702 100 Apr II 22 08 1.497 2.665 100 Apr III 24 03 2.454 2.585 100 Mei I 32 02 2.431 2.585 100 Mei II 151 04 1.724 2.585 100 Mei III 2 05 1.738 2.585 100

Pembungaan Jun I 134 03 1.667 2.387 100 Jun II 29 02 1.648 2.190 100 Jun III 1 05 1.381 1.775 100

Pembentukan biji Jul I 62 08 329 1.343 100

Musim tanam MT I MT II Rata-rata kebutuhan irigasi (l/s) 1798 1641 Rata-rata ketersediaan irigasi (l/s) 4234 2362 Total kebutuhan irigasi (mm) 598 546 Total Ketersediaan irigasi (mm) 1408 785 Tingkat pemenuhan kebutuhan irigasi (%) 100 100 Prediksi luas panen (ha) 3117 3117

Analisis neraca kebutuhan-ketersediaan irigasi dihitung dengan mempertimbangkan kebutuhan air untuk pengolahan lahan, penggenangan, perkolasi, evapotranspirasi tanaman padi pada berbagai fase pertumbuhan, efisiensi distribusi saluran irigasi, konstribusi curah hujan serta pasokan irigasi dari saluran irigasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebutuhan irigasi MT I 2012/2013 di Kecamatan Abung Timur berkisar antara 0,04 l/s/ha hingga 0,60 l/s/ha atau setara dengan kebutuhan total antara 156,8 l/s hingga 2.688,9 l/s. Kebutuhan irigasi sebesar ini dapat dipenuhi oleh ketersediaan irigasi yang dipasok dari Waduk Way Rarem serta curah hujan yang jatuh selama periode tersebut. Oleh karena pemenuhan irigasi dapat mencapai tingkat 100%, maka dapat dipastikan tidak akan terjadi cekaman air sehingga luas panen dapat diprediksi mencapai tingkat optimal yaitu seluas 3.117 ha

Page 30: Kalender tanam

Tinjauan Hidrologi Mendukung Kalender Tanam pada Daerah Irigasi

289

setara dengan luas lahan sawah yang tersedia di Kecamatan Abung, Kabupaten Lampung Utara, Lampung. Rekapitulasi hasil analisis neraca ketersediaan-kebutuhan irigasi lahan sawah tingkat kecamatan untuk prediksi luas panen di kecamatan layanan irigasi Waduk Way Rarem, yaitu: Abung Semuli, Abung Timur, Abung Surakarta, Muara Sungkai, Tumi Jajar, Tulang Bawang Udik dan Tulang Bawang Tengah disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Rekapitulasi analisis neraca ketersediaan-kebutuhan irigasi lahan sawah tingkat kecamatan serta prediksi luas panen: studi kasus 7 kecamatan layanan irigasi Waduk Way Rarem, Lampung

Kabupaten Kecamatan Rata-rata kebutuhan irigasi (l/s)

Rata-rata keterse-

diaan irigasi (l/s)

Peme-nuhan irigasi (%)

Prediksi luas panen (ha)

MT I (November II-Maret I)

Lampung Utara

Abung Semuli 230,2 542,9

100

399,0 Abung Timur 1.798,4 4.234,4 3.117,0 Abung Surakarta 2.146,0 5.052,9 3.719,5 Muara Sungkai 446,6 1.051,5 774,0

Tulang Bawang Barat

Tumi Jajar 2.617,5 6.163,1 4.536,8 Tulang Bawang Udik 1.135,1 2.672,8

1.967,5

Tulang Bawang Tengah

1.788,0 4.209,9 3.099,0

MT II (Maret II-Juli I)

Lampung Utara

Abung Semuli 210,1 302,4

100

399,0 Abung Timur 1.641,4 2.362,5 3.117,0 Abung Surakarta 1.958,7 2.880,2 3.719,5 Muara Sungkai 407,6 599,3 774,0

Tulang Bawang Barat

Tumi Jajar 2.389,1 3.513,0 4.536,8

Tulang Bawang Udik 1.036,1 1.523,5

1.967,5 Tulang Bawang Tengah

1.632,0 2.399,7 3.099,0

Tabel 12 menunjukkan analisis yang dilakukan pada 7 kecamatan contoh mengindikasikan kebutuhan irigasi pada MT I dan MT II dapat dipenuhi dari pasokan Waduk Way Rarem sehingga tidak terdapat indikasi cekaman air.

Kesimpulan

Analisis ketersediaan air tingkat kecamatan ditetapkan berdasarkan analisis pada satuan pengamatan daerah irigasi. Informasi yang diperoleh diintegrasikan kedalam SI Katam Terpadu untuk meningkatkan akurasi penetapan waktu tanam dan pola tanam di

Page 31: Kalender tanam

Kartiwa dan Heryani

290

lahan sawah irigasi. Analisis neraca irigasi tingkat kecamatan dapat digunakan untuk prediksi luas panen berdasarkan analisis neraca kebutuhan dan ketersediaan air lahan sawah. Pemilihan jenis sistem irigasi sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrologi, klimatologi, topografi, fisik dan kimiawi lahan, biologis tanaman, sosial ekonomi dan budaya, serta teknologi yang akan diaplikasikan. Selain irigasi gravitasi, irigasi pompa, irigasi pasang-surut, ditinjau dari proses penyediaan, pemberian, pengelolaan dan pengaturan air, sistem irigasi juga dapat dikelompokkan menjadi, yaitu: (a) sistem irigasi permukaan (surface irrigation system), (b) sistem irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation system), (c) sistem irigasi dengan pemancaran (sprinkle irrigation system), (d) sistem irigasi dengan tetesan (trickle irrigation/drip irrigation system). Sumber air untuk memenuhi kebutuhan air tanaman selain berasal dari curah hujan juga dipasok dari air jaringan irigasi. Jaringan irigasi pada suatu daerah irigasi dapat diklasifikasikan menjadi menjadi 3 jenis yaitu: (1) jaringan irigasi sederhana, (2) jaringan irigasi semi teknis, dan (3) jaringan irigasi teknis. Selain berdasarkan analisis curah hujan, penetapan saat dan pola tanam harus dilakukan berdasarkan ketersediaan air di waduk dan atau bendung serta kebutuhan air tanaman berdasarkan analisis neraca air yang menggambarkan kebutuhan dan ketersediaan air. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebutuhan irigasi MT I 2012/2013 di Kecamatan Abung Timur berkisar antara 0,04 l/s/ha hingga 0,60 l/s/ha atau setara dengan kebutuhan total antara 156,8 l/s hingga 2.688,9 l/s yang dipasok dari Waduk Way Rarem dan curah hujan pada periode MT I. Luas panen optimal diperkirakan mencapai 3.117 ha setara dengan luas lahan sawah yang tersedia di Kecamatan Abung, Kabupaten Lampung Utara, Lampung.

Daftar Pustaka

Allen, G.R., L.S. Pereira, D. Raes, M. Smith. 1998. Crop Evapotranspiration Guidelines for computing crop water requirements. Irigation and Drainage Paper 56. FAO. Rome.

Balai Irigasi. 2007. Pengelolaan Irigasi Hemat Air untuk Padi Sawah melalui Metode System of Rice Intensification (SRI). Pelatihan

Page 32: Kalender tanam

Tinjauan Hidrologi Mendukung Kalender Tanam pada Daerah Irigasi

291

Cara Pengamatan dalam Rangka Penelitian Irigasi Hemat Air pada Budidaya Padi dengan Metode SRI. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air. Bekasi, 12-18 Februari 2007.

BPS. 2006. Statistik Indonesia 2006.

Bupati Magelang. 2012. Peraturan Bupati Magelang No. 33 Tahun 2012. Tentang Pedoman Pola Tanam dan Rencana Tata Tanam Musim Tanam Tahun 2012 dan Tahun 2013 Kabupaten Magelang.

Bustomi, F. 1999. Sistem Irigasi: Suatu Pengantar Pemahaman. Tugas Kuliah Sistem Irigasi. Program Pascasarjana Program Studi Teknik Sipil UGM, D.I Yogyakarta (Tidak diterbitkan).

Bustomi, F. 2000. Simulasi Tujuh Teknik Pemberian Air Irigasi Untuk Padi di Sawah dan Konsekuensi Kebutuhan Air Satu Masa Tanam. Tesis Program Pascasarjana Program Studi Teknik Sipil UGM, D.I Yogyakarta (Tidak diterbitkan).

Direktorat Jenderal Pengairan. 1986. Standar Perencanaan Irigasi (KP. 01-05). Departemen Pekerjaan Umum. CV. Galang Persada. Bandung.

Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana Pertanian. 2012. Statistik Prasarana dan Sarana Pertanian Tahun 2007-2011. Dirjen PSP. Kementerian Pertanian.

Doorenbos, J., A.H. Kassam. 1979. Yield Response to Water. FAO Irrigation and Drainage Paper No 33. Rome.

FAO. 1987. Irrigation and water resources potential for Africa. AGL/Misc/11/87. Rome.

Gubernur Lampung. 2012. Keputusan Gubernur Lampung No. No. G/669/III.10/HK/2012, tanggal 31 Oktober 2012, tentang Penetapan Pola Tanam Penggunaan Air Irigasi untuk Musim Tanam Rendeng dan Musim Tanam Gadu pada Daerah Irigasi Kewenangan Provinsi Lampung.

Hanani, N.A.R. 2009. Ketahanan Pangan. Subsistem Ketersediaan. Makalah Workshop I Ketahanan Pangan di Jawa Timur.

Irianto, G. 2011. Ketersediaan Lahan Petani dan Air untuk Mencapai Kedaulatan Pangan. Dirjen Prasaranda dan Sarana Pertanian. www.opi.lipi.go.id/data. Diakses tanggal 10 November 2013.

Sudjarwadi. 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik, UGM. D.I Yogyakarta.

Tomar, V.S., J.S. O’Toole. 1984. Evapotranpirasi Padi Sawah. Dalam E. Pasandaran dan D.C. Taylor (Eds.). Irigasi. Perencanaan dan Pengelolaan. Seri Pembangunan Pedesaan. Jakarta. Gramedia.