kampung adat cireundeu

19
KEBUDAYAAN KAMPUNG ADAT CIREUNDEU I. PENDAHULUAN Salah satu pendekatan dalam upaya memahami manusia yang telah banyak ditampilkan oleh sementara pakar adalah manusia dikembalikan ke dalam dunia makronya (annimal kingdom). Manusia secara fisik dan mental mengembangkan sumber daya insani, mewariskan nilai-nilai budaya dan menentukan masa depan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai bangsa. Pada hakekatnya masyarakat tak lain dari pada orang-orang atau kelompok orang yang hidup bersama yang mampu menghasilkan, memelihara dan mengembangkan berbagai sistem nilai, yang dikemas ke dalam konsep yang disebut kebudayaan. Kebudayaan adalah monopoli makhluk manusia yang memiliki sejumlah predikat atau sebutan, antara lain manusia. Konsep kebudayaan bisa lebih spesifik manakala dilihat dari dimensi isinya dengan acuan konsep yang berkenaan dengan unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal, yang artinya bahwa unsur- unsur yang ada dan dimiliki oleh setiap kelompok ke kelompok. Kebudayaan yang ada di Indonesia sangatlah banyak, sedikitnya 43 dari 293 budaya Jawa Barat yang sudah terinventarisasi dinyatakan punah. Karena adanya banyak kebudayaan sehingga manusia itu sendiri membentuk suatu kelompok yang mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda, tetapi ada juga yang membentuk suatu kelompok didalamnya merupakan suatu masyarakat yang memiliki adat dan budaya yang khusus berlaku di daerah kehidupan kelompok tersebut, seperti cara memngkonsumsi makanan pokoknya, kehidupannya, bergaulnya dan juga agama dan ras yang berbeda dengan sosial budaya biasanya, suatu kelompok masyarakan yang memiliki kehidupan yang berbeda terutama dalam hal : 1. Sistem religi dan upacara keagamaan 2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan

Upload: irwansutiaji

Post on 25-Sep-2015

259 views

Category:

Documents


63 download

DESCRIPTION

social culture

TRANSCRIPT

KEBUDAYAAN KAMPUNG ADATCIREUNDEU

I.PENDAHULUANSalah satu pendekatan dalam upaya memahami manusia yang telah banyak ditampilkan oleh sementara pakar adalah manusia dikembalikan ke dalam dunia makronya (annimal kingdom). Manusia secara fisik dan mental mengembangkan sumber daya insani, mewariskan nilai-nilai budaya dan menentukan masa depan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai bangsa. Pada hakekatnya masyarakat tak lain dari pada orang-orang atau kelompok orang yang hidup bersama yang mampu menghasilkan, memelihara dan mengembangkan berbagai sistem nilai, yang dikemas ke dalam konsep yang disebutkebudayaan.Kebudayaan adalah monopoli makhluk manusia yang memiliki sejumlah predikat atau sebutan, antara lain manusia. Konsep kebudayaan bisa lebih spesifik manakala dilihat dari dimensi isinya dengan acuan konsep yang berkenaan dengan unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal, yang artinya bahwa unsur-unsur yang ada dan dimiliki oleh setiap kelompok ke kelompok. Kebudayaan yang ada di Indonesia sangatlah banyak, sedikitnya 43 dari 293 budaya Jawa Barat yang sudah terinventarisasi dinyatakan punah. Karena adanya banyak kebudayaan sehingga manusia itu sendiri membentuk suatu kelompok yang mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda, tetapi ada juga yang membentuk suatu kelompok didalamnya merupakan suatu masyarakat yang memiliki adat dan budaya yang khusus berlaku di daerah kehidupan kelompok tersebut, seperti cara memngkonsumsi makanan pokoknya, kehidupannya, bergaulnya dan juga agama dan ras yang berbeda dengan sosial budaya biasanya, suatu kelompok masyarakan yang memiliki kehidupan yang berbeda terutama dalam hal :1.Sistem religi dan upacara keagamaan2.Sistem dan organisasi kemasyarakatan3.Sistem pengetahuan4.Bahasa5.Kesenian6.Sistem mata pencaharian hidup7.Sistem teknologi dan peralatan.Maka dari itu peneliti akan menguraikan dalam bab pembahasan mengenai unsur-unsur universal kebudayaan di atas yang terdapat di budaya adat kampung Cireundeu yang bertempat di Cimahi Selatan.

II.PEMBAHASAN BUDAYA KAMPUNG ADAT CIREUNDEUKampung Cireundeu merupakan salah satu lokasi yang terletak dikelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi, hal ini berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi. Kampung Cireundeu terletak diperbatasan kota Cimahi dengan Kabupaten Bandung Barat tepatnya dengan Kecamatan Batujajar. Jarak dari kampung Cireundeu ke Kelurahan Leuwigajah --/+3 Km dan 4 Km ke kecamatan serta 6 Km ke kota atau Pemerintah Kota Cimahi, dengan keadaan topografi datar, bergelombang sampai berbukit.Kampung Cireundeu dikelilingi oleh gunung Gajah langu dan Gunung Jambul disebelah Utara, gunung Puncak Salam di sebelah Timur, Gunung Cimenteng di sebelah Selatan serta Pasir Panji, TPA dan Gunung Kunci disebelah Barat. Dari ketinggian Gunung gajah langu -/+ 890 meter dpl. Selayang pandang terlihat jelas panorama Kota Cimahi, Kota Madya Bandung dan Kabupaten Bandung yang berada pada cekungan dan hamparan telaga.Cireundeu berasal dari nama pohon reundeu, karena sebelumnya di kampung ini banyak sekali populasi pohon reundeu. pohon reundeu itu sendiri ialah pohon untuk bahan obat herbal. Maka dari itu kampung ini di sebut Kampung Cireundeu. Kampung Cireundeu, dimana dulu lebih dikenal dengan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Leuwi Gajah, kita jangan berharap akan melihat pemandangan lahan sawah yang menghijau atau padi yang menguning, seolah ingin mengubur dalam-dalam peristiwa longsornya gunungan sampah tanggal 21 Februari 2005 yang merenggut 157 nyawa, kini ditempat yang dulu gunungan sampah itu, kita akan banyak dimanjakan dengan pemandangan kebun singkong yang terbentang luas. Tempat ini adalah tempatnya masyarakat kita yang dinobatkan sebagai Pahlawan Pangan karena masyarakat disini makanan pokoknya bukan nasi tetapi singkong.Kampung Cireundeu adalah sebuah bukit kecil yang dihuni oleh 70 KK atau 320 jiwa terdiri dari 1 RW, 5 RT yang memiliki tradisi berbeda. Sebagian penduduk Cireundeu, sejak ratusan tahun silam (sejak tahun 1918), tidak pernah menggunakan beras lagi sebagai bahan makanan pokok. Masyarakat Kampung Cireundeu merupakan suatu komunitas adat kesundaan yang mampu memelihara, melestarikan adat istiadat secara turun temurun dan tidak terpengaruhi oleh budaya dari luar. Situasi kehidupan penuh kedamaian dan kerukunansilih asah, silih asih, silih asuh, tata, titi, duduga peryoga.Mereka memegang teguh pepatah Karuhun Cireundeu, yaitu:Teu boga sawah asal boga pare. Teu boga pare asal boga beas Teu boga beas asal bisa nyangu. Teu nyangu asal bisa dahar. Teu dahar asal kuat.Kampung Adat Cireundeu sendiri memiliki luas 64 ha terdiri dari 60 ha untuk pertanian dan 4 ha untuk pemukiman. Sebagian besar penduduknya memeluk dan memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan hingga saat ini. Selalu konsisten dalam menjalankan ajaran kepercayaan serta terus melestarikan budaya dan adat istiadat yang telah turun-temurun dari nenek moyang mereka. Maka pemerintah menetapkan Kampung Adat Cireundeu sebagai kampung adat yang sejajar dengan Kampung Naga (Tasikmalaya), Kaepuhan Cipta Gelar (Banten, Kidul, Sukabumi), Kampung Dukuh (Garut), Kampung Urug (Bogor), Kampung Mahmud (Bandung), dan kampung adat lainnya.Masyarakat adat Cireundeu sangat memegang teguh kepercayaannya, kebudayaan serta adat istiadat mereka. Mereka memiliki prinsipNgindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jamanarti kata dari Ngindung Ka Waktuialah kita sebagai warga kampung adat memiliki cara, ciri dan keyakinan masing-masing. Sedangkan Mibapa Ka Jaman memiliki artimasyarakat Kampung Adat Cireundeu tidak melawan akan perubahan zaman akan tetapi mengikutinya seperti adanya teknologi, televisi, alat komunikasi berupahand phone, dan penerangan. Masyarakat ini punya konsep kampung adat yang selalu diingat sejak zaman dulu, yaitu suatu daerah itu terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:1. LeuweungLarangan(hutan terlarang) yaitu hutan yang tidak boleh ditebang pepohonannya karena bertujuan sebagai penyimpanan air untuk masyarakat adat Cireundeu khususnya.2. Leuweung Tutupan(hutan reboisasi) yaitu hutan yang digunakan untuk reboisasi, hutan tersebut dapat dipergunakan pepohonannya namun masyarakat harus menanam kembali dengan pohon yang baru. Luasnya mencapai 2 hingga 3 hektar.3. Leuweung Baladahan(hutan pertanian) yaitu hutan yang dapat digunakan untuk berkebun masyarakat adat Cireundeu. Biasanya ditanami oleh jagung, kacang tanah, singkon atau ketela, dan umbi-umbian.

Berikut hasil penelitian yang dapat dilaporkan mengenai 7 unsur kebudayan yang ada di kampung adat Cireundeu:1. Sistem religi dan upacara keagamaanMasyarakatnya masih menganut kepercayaan yang disebut dengan Sunda Wiwitan. Masyarakat Kampung Adat Cireundeu menyebut diri mereka penganut Sunda Wiwitan. Sunda Wiwitan mengendung arti Sunda yang paling awal. Bagi mereka, agama bukan sarana penyembahan namun sarana yang harus diaplikasikan dalam kehiduapan. Mereka masih memegang teguh tradisi turun-temurun. Pangeran Madrais diakui sebagai pemimpin/imam mereka. Ia menganut kepercayaan Sunda Wiwitan tersebut. Ia jugalah yang dianggap sebagai nenek moyang warga Kampung Adat Cireundeu.Esensi ajaran Pangeran Madrais adalah pembangunan jati diri bangsa yang berkorelasi dengan kecintaan pada tanah air. Istilah tanah air disebutnya sebagai tanah amparan. Disinilah terletak perbedaan mendasar antara Sunda Wiwitan dengan agama-agama yang diintroduksi dari luar Nusantara. Tampak kentalnya nilai-nilai kebangsaan dan kemandirian budaya dalam ajarannya.

2. Sistem dan organisasi kemasyarakatanMasyarakat desa adalah masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai oleh adat istiadat lama. Adat istiadat adalah sesuatu aturan yang sudah mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya yang mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial hidup bersama, bekerja sama dan berhubungan erat secara tahan lama, dengan sifat-sifat yang hampir seragam.Seorang sosiolog terkemuka yaitu Pitirim A. Sorokin (J.D. Douglas, 1981:83) menyatakan bahwa sistem berlapis-lapis merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur, seperti yang terjadi pada desa. Hal tersebut menyebabkan stratifikasi sosial yang melekat pada desa. Stratifikasi sosial dapat dipengaruhi oleh kekuasaan dan peran yang terdapat dalam kedudukan sosial seseorang. Faktor-faktor yang menjadi ukuran atau kriteria sebagai dasar pembentukan dasar pelapisan sosial yaitu, ukuran kekayaan, ukuran kekuasaan dan wewenang, ukuran kehormatan, dan ukuran ilmu pengetahuan. Kedudukan sosial merupakan tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya yang berhubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya.Kampung Cireundeu mempunyai filosofi kehidupan yang sangat unik, dimana nuansa hidup yang santun dalam nafas setiap insan warga Kampung, mencintai lingkungan, budaya sunda dan kesenian khas masih terjaga dan terpelihara, sebagaian masyarakatnya masih mempertahankan adat leluhurnya, makanan pokonya nasi yang terbuat dari singkong atau di kenal dengan nama Rasi atau beras singkong, bahkan macam-macam produk makanan yang berbahan dasar singkong tersedia di kampung ini.Kampung Cireundeu adalah salah satu model kampung yang sebagian besar penduduknya sudah meninggalkan ketergantungannya akan beras sebagai makanan pokok sehari hari, singkong adalah pilihannya yang telah terbukti menyelamatkan warganya dari kerisis pangan yang terjadi sampai saat ini belum pernah terjadi kesulitan dan kekurangan kebutuhan akan makanan pokok. Singkong di kampung ciereundeu dapat di buat menjadi berbagai macam makanan, hal ini dapat dijadikan sebagai contoh yang dapat di implementasikan di daerah lain sebagai bukti nyata program ketahanan pangan. Bentuk sistem kekerabatan masyarakat desa merupakan refleksi dari bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Pertikaian mungkin akan mendapatkan suatu penyelesaian, namun penyelesaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu, yang dinamakan akomodasi. Ini berarti kedua belah pihak belum tentu puas sepenunya. Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial. Keempat bentuk pokok dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan suatu kontinuitas, di dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan kerja sama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertikaian untuk akhirnya sampai pada akomodasi.Kerja sama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya (yaituin-group-nya) dan kelompok lainya (yang merupakan out-group-nya). Kerja sama akan bertambah kuat jika ada hal-hal yang menyinggung anggota/perorangan lainnya.Fungsi Kerjasama digambarkan oleh Charles H.Cooley kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam kerjasama yang berguna.Akomodasi (Accomodation) Istilah Akomodasi dipergunakan dalam dua arti : menujuk pada suatu keadaan dan untuk menujuk pada suatu proses. Akomodasi menunjuk pada keadaan, adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai suatu proses akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha manusia untuk mencapai kestabilan.a. Lembaga Kemasyarakatan (Klompok Masyarakat) Yang Terjadi di Kampung Cirendeu RW10 terletak di Cimahi Selatan, Jawa Barat.-Kelompok Adat : Sesepuh Ais pangampih Pangintren-Kelompok Pemerintah Daerah RT RW-Kelompok Bertani Kelompok Bertani yang berkelompok Kelompok bertani individu-Kelompok Berternak Kelompok Berternak kelompok Kelompok Berternak Individu-Kelompok ibu-ibu Kreatif Olahan kue atau makanan dari singkong

b. Adapun struktur kepengurusan Kelompok Ternak dan Kelompok Tani masyarakat kampung Cireundeu adalah sebagai berikut:

Susunan Pengurus Kelompok Ternak Makmur Kampung CireundeuKETUAAsep Wardiman

SEKRETARISBENDAHARASudrajat Widia

SEKSI KESEHATAN SEKSI PEMASARAN Atang dan Dede TatangPETERNAK DOMBA

Susunan Pengurus Kelompok Tani Ubi Kayu Kampung Cireundeu

KETUAAsep WardimanBLOK CIMENTENGBLOK PUNCAK SALAMAtang KandaSEKRETARIS BENDAHARA Sudrajat WidiaSEKSI KESEHATAN SEKSI PEMASARANAtang Tatang

PETANI UBI KAYU

Di Kampung Cireundeu juga tidak ditemukan adanya Stratifikasi Sosial.Disana semua masyarakat dianggap sama, terbukti bahwa di tempat bale balenya pun atau semacam Aula yang ada di kampung tersebut , tempat para warga berkumpul, tidak memakai kursi , tetapi hanya memakai alas saja , semacam karpet atau tikar , itu dikarenakan semua orang disana dianggap sama , tidak ada perbedaan. Jadi disana tidak terjadi persaingan yan menunjukan kekayaan, Profesi, dan Kedudukan.Kedudukan yang ada disana hanya tingkatan Sesepuh ( Kepengurusan untuk keseluruhan adat ) , Ais Pangasih dan Pangintren ( kepengurusan pendatang / tamu dari luar yang ingin melihat atau mengunjungi Kampung tersebut). Ketiga kedudukan tersebut dipilih masyarakat dengan cara dilihat orang tersebut berkharisma dan patut disepuhkan di masyarakat itu.Saking tidak ada perbedaan satu sama laindiantara mereka, bila ada seorang warga tidak mempunyai Rasi atau makanan, warga yang lain ikut membantu kepada warga yang tidak mempunyai makanantersebut. Selain itu juga, warga disana sangat mengukuhkan tali kekeluargaan , warga disana sudah menganggap satu warga dengan warga lain seperti keluarga , sepertiyang telahdijelaskandi atas.Warga disana juga mengukuhkan sifat bergotong royong , bila ada sarana tempat tinggal atau lingkungan yang rusak , maka semua warga akan bergotong royong memperbaikinnya , semua lapisan masyarakat terutama laki laki ikut untuk bergotong royong.

3. Sistem pengetahuanProses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang telah ada. Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbal-balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh-mempengaruhi antara sosial dengan politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan hukum, dan seterusnya.Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa interaksi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan sebagai proses sosial) karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi anatara kelompok tersebut sebagai suatu kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya.Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi pula di dalam masyarakat. Interaksi tersebut lebih mencolok ketika terjadi benturan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok. Interaksi sosial hanya berlangsung antara pihak-pihak apabila terjadi reaksi terhadap dua belah pihak. Interaksi sosial tak akan mungkin teradi apabila manusia mengadakan hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat hubungan termaksud.Interaksi sosial menjelaskan proses pembentukan nilai, norma, dan adat. Proses ini tak lepas dari pewarisan kelompok manusia atau masyarakat yang menjadi pendahulunya. Tetapi mereka tidat menutup kemungkinan dengan datangnya pengaruh teknologi, mereka menerima adanya pembaharuan dan teknologi untuk masuk ke kampung adat inilah yang membedakan dengan kampung adat lainnya. Banyak anak cucu mereka yang sudah berhasil dan menjadi Sarjana.

4. BahasaBahasa yang mereka gunakan untuk sehari hari adalah dengan menggunakan bahasa sunda wiwitan sebagai alat komunikasi antar manusia dan sebagai alat pengantar mereka dalam pergaulan dan bersosialisasi. Disamping itu juga bahasa indonesia juga sering dipergunakan sebagai pelengkap komunikasi.5. KesenianAda satu hal yang menjadi tradisi kebudayaan juga sebagai adat-istiadat yang dilakukan oleh masyarakat adat ini dalam hal bidang sprititual yang sangat sakral, yaitu adat Tutup taun ngemban Taun 1 Sura Saka Sunda, artinya menutup tahun lalu dan menyambut tahun baru Saka Sunda (Muharraman). Tradisi ini dilakukan setiap 1 tahun sekali tepatnya pada tanggal 1 Sura.Acara ini berupa syukuran yang selalu dilaksanakan di tempat pertemuan yang disebut Bale Pertemuan pada malam minggu, karena biasanya pada malam minggu ini semua warga selalu berkumpul bersama (diskusi, memainkan alat kesenian) di Bale tersebut hingga pagi. Acara pada penutupan tahun yang lalu dan penyambutan tahun baru Saka Sunda itu dilakukan adat sungkeman kepada sesepuh adat, tokoh-tokoh adat, dan dilanjutkan kepada warga-warga yang lainnya. Kemudian pada tanggal 22 Sura dilanjutkan acara penutupan yang berupa acara hiburan-hiburan, diantaranya kesenian Karinding, Celempung, Kecapi Suling, Gondang, dan sebagainya yang diiringi anak-anak atau warga yang menyumbangkan suaranya untuk bernyanyi sunda. Hal ini terbiasa dilakukan para warga masyarakat adat Cireundeu dalam menutup tahun yang lalu dan menyambut tahun baru Saka Sunda setiap satu tahun sekali.Kepercayaan ini dikenal juga sebagai Cara Karuhun Urang (tradisi nenek moyang), agama Sunda Wiwitan, ajaran Madrais atau agama Cigugur. Mereka percaya pada Tuhan, dan teguh menjaga kepercayaan serta menjaga jatidiri Sunda mereka agar tidak berubah. Falsafah hidup masyarakat Cireundeu belum banyak berubah sejak puluhan tahun lalu, dan mereka masih memegang ajaran moral tentang bagaimana membawa diri dalam hidup ini. Ritual 1 Sura yang rutin digelar sejak kala, merupakan salah satu simbol dari falsafah tersebut. Upacara suraan, demikian warga Cireundeu menyebutnya, memiliki makna yang dalam. Bahwa manusia itu harus memahami bila ia hidup berdampingan dengan mahluk hidup lainnya. Baik dengan lingkungan, tumbuhan, hewan, angin, laut, gunung, tanah, air, api, kayu, dan langit.Karena itulah manusia harus mengenal dirinya sendiri, tahu apa yang dia rasakan untuk kemudian belajar merasakan apa yang orang lain dan mahluk hidup lain rasakan. Selain itu masyarakat Cireundeu menghormati leluhur mereka dengan tidak memakan nasi melainkan singkong. Pangeran Madrais pernah berkata, jika orang Cireundeu tidak mau terkena bencana maka pantang makan nasi. Sekarang terbukti, dimana orang lain bingung memikirkan harga beras yang makin naik, warga sini adem ayem saja karena singkongnya pun hasil kebun sendiri.Kampung Cireundeu mempunyai filosofi kehidupan yang sangat unik, dimana nuansa hidup yang santun dalam nafas setiap insan warga kampung, mencintai lingkungan, budaya sunda dan kesenian khas masih terjaga dan terpelihara, sebagian masyarakatnya masih mempertahankan adat leluhurnya .6. Sistem mata pencaharian hidupBahwa sebagian besar warganya mengonsumsi beras singkong atau rasi sebagai makanan pokok dihasilkan dari ampas singkong racun (karikil) yang telah diambil acinya.Sebelum menentukan singkong karikil sebagai bahan pilihan makanan pokok mereka, para warga masyarakat telah mencoba berbagai jenis bahan makanan, seperti jagung (Zea mays), hanjeli (Coix lacryma-jobi), talas (Colocasia esculenta), ganyol (Canna edulis), dan sorgum (Sargum bicolor). Dalam mengonsumsi singkong, mulanya mereka hanya merebus. Belakangan mereka menemukan keterampilam untuk membuat bahan mirip nasi dari bahan singkong racun.Keunikan inilah yang menjadi dasar mengapa Kampung Adat Cireundeu dipilih sebagai lokasi penerapan program Desa Wisata Ketahanan Pangan (Dewitapa). Saat ini, warga Kampung Adat Cireundeu --terutama para ibu-- mengembangkan kemampuan mereka untuk mengolah bahan baku singkong racun menjadi berbagai penganan yang banyak diminati orang.Adapun aturan dalam memproduksi singkong ini harus ditanam pada lahan yang sudah tersedia dan ditentukan. Lahan yang terdapat dihutan tersebut terdiri dari lahan garapan/produktif dan lahan larangan. Lahan garapan/produktif inilah yang digunakan masyarakat untuk bercocok tanam terutama ubi kayu (singkong) sebagai bahan pokok yang utama. Sedangkan lahan larangan merupakan penyeimbang lahan dan tidak boleh ditanam oleh apapun, hal ini juga guna untuk menghindari bahaya longsor ke pemukiman warga.Adat istiadat ini terutama penghayatan sunda pasundan yang menjadikan ubi kayu (singkong) sebagai makanan pokok utama merupakan warisan yang diturunkan turun-temurun oleh nenek moyang terdahulu yang tidak boleh hilang meskipun Kp.Cireundeu ini berada ditengah-tengah kota Cimahi yang sudah tergerus dengan kebudayaan luar.Sebenarnya hal tersebut merupakan paksaan atau keharusan tetapi ada kata-kata leluhur yang memang dipegang kuat oleh keturunannya. Kata-kata itu adalah Dipigawe Bakal Ngaraksuk, Dilanggar Bakal Ngaruksak.Oleh karena itu meskipun masyarakat adat Cireundeu ini kehidupannya sudah modern, tetapi tidak pernah meninggalkan atau menghilangkan adat-istiadat yang diwariskan nenek moyangnya terdahulu, artinya adat-istiadatnya tetap dipertahankan serta mengikuti perkembangan zaman yang dapat disebut ciri wanci, cara wangsa.

7. Sistem teknologi dan peralatan.Dengan pengolahan lahan untuk menanam singkong. Untuk menjaga kesuburan lahan, pengolahan lahan yang digunakan untuk tanaman singkong. Penanaman singkong dilakukan secara berjangka. Dalam satu lahan yang luas, dibagi menjadi beberapa bagian dengan luas yang sama. Jarak tanam antarpohon diusahakan tidak terlalu sempit, yaitu kurang lebih 50 cm.Penanaman bibit singkong (stek) diawalai pada lahan bagian pertama. Setelah penananaman pada bagian pertama selesai, akan dilanjutkan dengan pengolahan lahan bagian kedua. Pada lahan kedua ini pun dilakukan hal yang sama seperti pada lahan pertama, begitu seterusnya, sampai semua lahan yang digarap selesai ditanami singkong.Selama menunggu waktu panen, petani akan kembali ke lahan pertama kali diolah, untuk memberisihkan tanaman-tanaman yang tumbuh liar di sekitar tanaman singkong tersebut. Pengolahan lahan dan penanaman singkong pada satu lahan memerlukan waktu sekitar satu bulan. Olah tanam seperti ini dilakukan karena dengan cara perti itu sesuai dengan pengalaman mereka- hasil yang diperoleh lebih berkualitas. Kandungan aci dalam singkong akan lebih baik.Setelah usia satu tahun, petani akan mulai memanen singkong tersebut dengan bantuan saudara-saudaranya atau pun anak lelakinya. Setelah panen. Lahan tersebut diistirahatkan terlebih dahulu selama tiga bulan. Tujuannya adalah agar unsur hara dalam tanah dapat kembali subur. Sambil menunggu diistirahatkan petani kemudian akan menanam singkong di lahan lainnya sampai panen selesai. Setelah kurang lebih tiga bulan masa diistirahatkannya lahan pertama, kemudian petani akan menggarap dan mengolah lahan selanjutnya dan menanaminya kembali begitu seterusnya.Dari keunikan-keunikan yang dimilikinya itu, Kampung Adat Cireundeu memiliki apa yang disebut dengan kearifan lokal. Dari sisi nilai, kearifan lokal merupakan kekayaan yang patut dirawat. Pertanyaannya adalah dapatkan segala keunikan ini dijadikan kekayaan yang terus kepertahankan? Perlukah keunikan-keunikan tersebut ditularkan untuk warga kampung lain dalam rangka program ketahan pangan?Keunikan inilah yang menjadi dasar mengapa Kampung Adat Cireundeu dipilih sebagai lokasi penerapan program Desa Wisata Ketahanan Pangan (Dewitapa). Saat ini, warga Kampung Adat Cireundeu --terutama para ibu-- mengembangkan kemampuan mereka untuk mengolah bahan baku singkong racun menjadi berbagai penganan yang banyak diminati orang.Masyarakat Kampung Cireundeu memanfaatkan ketela mulai dari akarnya hingga daunnya, seperti akarnya dapat diolah menjadi rasi (beras singkong), ranggening, opak, cimpring, peyeum atau tape, dan aneka kue berbahan dasar ketela. Batangnya dapat dimanfaatkan menjadi bibit, daunya dapat di jadikan lalapan atau disayur juga dapat dijadikan makanan ternak. Terakhir kulitnya dapat dibuat menjadi makanan olahan, biasanya dijadikan sayur lodeh atau dendeng kulit ketela. Selain untuk dikonsumsi sendiri hasilnya juga dapat dijual pada wisatawan sebagai buah tangan.Salah satu faktor utama yang menyebabkan adanya sikap keterbukaan tersebut yaitu, letak kampung Cireundeu itu sendiri yang tidak jauh dari Kotatepat nya di perbatasan kota cimahi. Sehingga arus modernisasi dari kota dapat dengan mudah masuk ke kampung mereka. Adapun bukti dari sikap keterbukaan mereka terhadap kemajuan teknologi dapat terlihat dalam beberapa fakta yang peneliti temukan di lapangan sebagai berikut:1. Bentuk bangunan rumah yang permanen dengan bentuk dan ukuran yang tidak sama. Sehingga memberikan kesan pertama terhadap pengunjung bahwa suasana Kampung Cireundeu tidak seperti kampung adat lainnya, melainkan seperti perkampungan biasa.2. Cara berpakaiannya rapi dan modis.3. Alat-alat rumah tangga yang digunakan sudah modern, seperti kompor gas, dispenser, kulkas, dan lain-lain.4. Alat-alat komunikasi dan telekomunikasi yang digunakan berupa Televisi(TV), Handphone(HP), Radio, dan lain-lain.5. Kepandaian masyarakat Cireundeu dalam mengolah singkong, mereka peroleh dari keterbukaan dan keantusiasan mereka dalam menerima dan mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh mahasiswa-mahasiswa yang sedang melakukan penelitian, dan lain-lain. SehiggaMasyarakat Kampung Cireundeu dapat memanfaatkan singkong mulai dari akarnya hingga daunnya, seperti akarnya dapat diolah menjadi rasi (beras singkong), ranggening, opak, kecimpring, peyeum atau tape, dan aneka kue berbahan dasar singkong (seperti kue keju, kue lidah kucing, egg rolls, dan sebagainya). Batangnya dapat dimanfaatkan menjadi bibit, daunya dapat di jadikan lalapan atau disayur juga dapat dijadikan makanan ternak. Terakhir kulitnya dapat dibuat menjadi makanan olahan, biasanya dijadikan sayur lodeh atau dendeng kulit singkong. Selain untuk dikonsumsi sendiri hasilnya juga dapat dijual pada wisatawan sebagai buah tangan yang memiliki nilai jual yang tinggi.6. Alat-alat yang digunakan dalam proses pengolahan singkong sudah menggunakan mesin yang canggih, terutama alat yang digunakan dalam pembuatan Rasi (Beras Singkong).7. Kemasan dan label/merk olahan-olahan tersebut sudah ditulis dengan menggunakan computer.8. Pendidikan rata-rata masyarakat Cireundeu adalah SMP dan sebagian ada juga yang Sarjana.9. Para anak mudanya sudah mengenal internet.10. Pernikahan bisa dilakukan dengan warga daerah manapun. Tidak harus selalu dilakukan dengan warga kampung setempat.

III.KESIMPULANKampung Cireundeu adalah sebuah bukit kecil yang dihuni oleh masyarakat yang memiliki tradisi berbeda. Sebagian penduduk Cireundeu, sejak ratusan tahun silam (sejak tahun 1918), tidak pernah menggunakan beras lagi sebagai bahan makanan pokok. Masyarakat Kampung Cireundeu merupakan suatu komunitas adat kesundaan yang mampu memelihara, melestarikan adat istiadat secara turun temurun dan tidak terpengaruhi oleh budaya dari luar. Situasi kehidupan penuh kedamaian dan kerukunansilih asah, silih asih, silih asuh, tata, titi, duduga peryoga.Mereka memegang teguh pepatah Karuhun Cireundeu, yaitu:Teu boga sawah asal boga pare. Teu boga pare asal boga beas Teu boga beas asal bisa nyangu. Teu nyangu asal bisa dahar. Teu dahar asal kuat.Masyarakat Cireundeu menyebut diri mereka penganut Sunda Wiwitan, Sunda Wiwitan sendiri mengandung arti Sunda yang paling awal dan bagi mereka agama bukan sarana penyembahan namun sarana aplikasi dalam kehidupan, karena itu mereka memegang teguh tradisi dan jarang sekali ditemukan situs-situs penyembahan. PangeranHaji Ali Madraisyang diakui sebagai nenek moyang masyarakat Cireundeu mungkin mendapat gelar Haji bukan karena dia benar-benar pergi memenuhi rukun Islam tetapi mendapat sebutan Haji karena dianggap sebagai pemimpin atau imam.Mereka percaya pada Tuhan, dan teguh menjaga kepercayaan serta menjaga jatidiri Sunda mereka agar tidak berubah. Falsafah hidup masyarakat Cireundeu belum banyak berubah sejak puluhan tahun lalu, dan mereka masih memegang ajaran moral tentang bagaimana membawa diri dalam hidup ini. Ritual 1 Sura yang rutin digelar sejak kala, merupakan salah satu simbol dari falsafah tersebut. Upacara suraan, demikian warga Cireundeu menyebutnya, memiliki makna yang dalam. Bahwa manusia itu harus memahami bila ia hidup berdampingan dengan mahluk hidup lainnya. Baik dengan lingkungan, tumbuhan, hewan, angin, laut, gunung, tanah, air, api, kayu, dan langit. Karena itulah manusia harus mengenal dirinya sendiri, tahu apa yang dia rasakan untuk kemudian belajar merasakan apa yang orang lain dan mahluk hidup lain rasakan. Selain itu masyarakat Cireundeu menghormati leluhur mereka dengan tidak memakan nasi melainkan singkong. Pangeran Madrais pernah berkata, jika orang Cireundeu tidak mau terkena bencana maka pantang makan nasi. Sekarang terbukti, dimana orang lain bingung memikirkan harga beras yang makin naik, warga sini adem ayem saja karena singkongnya pun hasil kebun sendiri.Aliran kepercayaan Sunda Wiwitan masih eksis bertahan dan memiliki penganut setia di Kampung Cireundeu. Namun dari segi keunikannya, warga kampung ini masih mengonsumsi singkong sebagai makanan pokok dan mayoritas masih menjalankan ajaranPangeran Madraisdari Cigugur, Kuningan itu. Secara fisik Cireundeu memang kampung biasa, namun karena ketatnya menjalankan tradisi karuhun, kampung ini akhirnya dikukuhkan secara de facto sebagai kampung adat. Meskipun kampung Cireundeu dinobatkan sebagai salah satu kampung adat yang ada di Jawa Barat, tetapi mereka tidak pernah menutup diri dari perkembangan teknologi. Bisa di bilang kampung Cireundeu adalah Kampung Adat yang fleksibel.Dalam batasan-batasan tertentu mereka secara terbuka menerima teknologi di tengah-tengah kehidupannya, tanpa melupakan adat para leluhurnya. Bagi mereka menjaga apa yang telah diwariskan oleh para leluhurnya, bukan berarti tidak boleh bergaul dengan yang lainnya. Apalagi sampai menutup diri dari perkembangan Zaman.Sehingga sampai pada saat ini gaya hidup masyarakat Kampung Cireundeu bisa dikategorikan pada gaya hidup yang modern. Masyarakat adat Kampung Cireundeu menganut kepercayaan tersendiri. Penduduk kampung Cireundeu tersebut pada mulanya menggunakan beras sebagai makanan pokoknya. Alasan beralih menjadi singkong sebagai makanan pokok karena pada masa penjajahan Belanda terjadi kekurangan pangan khususnya beras. Oleh karenanya pengikut aliran kepercayaan tersebut diwajibkan berpuasa dengan cara mengganti nasi beras dengan nasi singkong sampai waktu yang tidak terbatas. Tujuan berpuasa adalah agar segera merdeka lahir dan bathin, menguji keyakinan para penganut aliran kepercayaan serta agar mereka selalu ingat pada Tuhan Yang Maha Esa.Beralihnya makanan pokok masyarakat adat kampung Cireundeu dari nasi beras menjadi nasi singkong dimulai kurang lebih tahun 1918, yang dipelopori oleh Ibu Omah Asmanah, putra Bapak Haji Aliyang kemudian diikuti oleh saudara-saudaranya di kampung Cireundeu.Ibu Omah Asmanahmulai mengembangkan makanan pokok non beras ini, berkat kepeloporannya tersebut Pemerintah melalui Wedana Cimahi memberikan suatu penghargaan sebagai Pahlawan Pangan, tepatnya pada tahun 1964. Selain tersebut diatas kearifan budaya lokal masih sangat kental yang selalu diterapkan dilingkungan masyarakat adat kampung Cireundeu. Kepedulian dan kecintaannya terhadap alam dan lingkungan sekitar menjadi bagian dari kehidupan warga, sebagaimana petuah leluhurnya dalam rangka menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan dalam bahasa sunda sebagai berikut: Gunung Kaian, Gawir Awian, Cinyusu Rumateun, Sampalan Kebonan, Pasir Talunan, Dataran Sawahan, Lebak Caian, Legok Balongan, Situ Pulasaraeun, Lembur Uruseun, Walungan Rawateun, jeung Basisir Jagaeun. Pepatah lainnya juga sebagai berikut : Saha anu wani ngarempak jagat Pasundan leuweung kahiyangan isuk jaganing pageto pati kudu wani disanghareupan Nu wani ngaguna sika leuweung saliara karamat tutupan hirup cadu mawa hurip, kaluhur ulah sirungan ka handap ulah akaran..Nu nisca kalakuan remen nigas pucuk linduh dinatangkal hirup teu maslahat hamo lana dipungkas nemahing ajal. Cahaya isun meting kawani titis galur siliwangi. Ya isun tajimalela nu rek ngajaga wana nepikeun ka pejah nyawa. Dalam bidang budaya juga ada kata-kata leluhur yang memang dipegang kuat oleh keturunannya. Kata-kata itu adalah Dipigawe Bakal Ngaraksuk, Dilanggar Bakal Ngaruksak.Oleh karena itu meskipun masyarakat adat Cireundeu ini kehidupannya sudah modern, tetapi tidak pernah meninggalkan atau menghilangkan adat-istiadat yang diwariskan nenek moyangnya terdahulu, artinya adat-istiadatnya tetap dipertahankan serta mengikuti perkembangan zaman yang dapat disebut ciri wanci, cara wangsa.