karakteristik operasi sistem orc di sumur pad 29a pt
TRANSCRIPT
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 19 No. 1 Juni 2020 : 1 - 12
P-ISSN 1978 - 2365 E-ISSN 2528 - 1917
Diterima : 4 September 2019, direvisi : 26 Juni 2020, disetujui terbit : 4 Agustus 2020
1
KARAKTERISTIK OPERASI SISTEM ORC DI SUMUR PAD 29A PT. GEODIPA ENERGI DIENG
Yohanes Gunawan, Guntur Tri Setiadanu, Zuhaidi, Khalif Ahadi, Didi Sukaryadi, Subhan Nafis
Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Jl. Pendidikan, Pengasinan, Gunung Sindur, Kab. Bogor 16340, Indonesia
Abstrak
Cara efektif untuk mengubah energi panas bumi entalpi rendah maupun waste energy menjadi listrik adalah dengan teknologi Organic Rankine cycle (ORC). Dengan potensi energi panas bumi yang melimpah dan didomimasi oleh sistem entalpi rendah yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia, pengembangan teknologi ORC menjadi sangat menarik untuk dikembangkan guna mengurangi ketergantungan energi fosil. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji karakteristik dari pengoperasian sistem ORC yang telah dikembangkan oleh Puslitbangtek KEBTKE. Fenomena yang terjadi selama pengoperasian akan dipelajari sebagai bahan evaluasi dari algoritma sistem kontrol yang dirancang. Parameter utama yang diukur adalah tekanan dan temperatur pada sirkulasi fluida kerja n-pentane, sirkulasi air panas (brine), dan sirkulasi air pendingin. Pengujian dilakukan dengan beban 300 W, 1350 W dan 3000 W. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kontinuitas input brine sangat mempengaruhi kinerja dari sistem ORC. Putaran pompa n-pentane harus dipercepat ketika laju alir brine masuk ke sistem tinggi, dan harus diperlambat ketika laju alir brine masuk ke sistem ORC menurun. Turbin mulai berputar pada tekanan masuk sebesar 4,9 bar.g. Pada tekanan dan temperatur brine sekitar ± 1 bar.g dan ± 120 °C, efisiensi turbin tertinggi adalah 9% dan efisiensi termal sistem tertinggi adalah 1,4% pada beban 1350 W dengan daya thermal 15,4 kW. Hasil penelitian menghasilkan rekomendasi, antara lain: sistem ORC Dieng memerlukan beberapa penambahan alat dan modifikasi. Kata Kunci: Dieng; organic rankine cycle; ORC; waste energy; panas bumi
OPERATING CHARACTERISTICS OF ORC SYSTEM IN WELL PAD 29A PT. GEODIPA ENERGY DIENG
Abstract
An effective way to convert low enthalpy geothermal energy and waste energy into electricity is with ORC technology. With the abundant potential of geothermal energy and is dominated by low enthalpy systems that are spread throughout the regions in Indonesia, the development of ORC technology is interesting to be developed to reduce fossil energy dependence. The aim of this study is to study the characteristics operation of the ORC system that has been developed by the P3tek KEBTKE. The phenomena that occur during operation will be studied as an evaluation from the designed control system algorithm. The main parameters measured are pressure and temperature in the n-pentane working fluid circulation, brine circulation, and cooling water circulation. Tests carried out with a load of 300 W, 1350 W and 3000 W. The test results show that continuity of the brine input greatly influences the performance of the ORC system. The rotation of the n-pentane pump must be accelerated when the brine flow rate into the system is rises, and it must be slowed down when the brine flow rate into the ORC system decreases. The turbine starts rotating at pressure 4.9 bar.g. At brine pressures and temperatures around ± 1 bar.g and ± 120 ° C, the highest turbine efficiency is 9%, and the highest thermal efficiency of the system is 1.4% at a load of 1350 W with thermal power of 15.4 kW. The results of the study are some suggestions that need to be done, including: the Dieng ORC system still needs some additional equipments and modifications. Keywords: Dieng; organic rankine cycle; ORC; waste energy; geothermal
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 19 No. 1 Juni 2020 : 1-12
2
PENDAHULUAN Pembangkitan energi dunia sampai saat ini
masih didominasi dari energi fosil, hal ini
menyebabkan sumber energi fosil didunia
semakin menipis dan memicu kekawatiran akan
krisis energi dan peningkatan laju pemanasan
global [1]. Penggunaan energi fosil perlu
dikurangi dengan efisiensi energi, konservasi
energi, dan diversikasi energi [2]. Efisiensi dan
konservasi energi dapat dilakukan dengan
memanfaatkan limbah energi yang masih
potensial digunakan kembali, sedangkan
diversifikasi energi dilakukan dengan
memanfaatkan energi yang dominan di suatu
lokasi atau daerah.
Indonesia mempunyai potensi energi panas
bumi di Indonesia yang besar, yaitu sekitar 29.000
MW dan tersebar di 312 lokasi dari pulau
Sumatera hingga kepulauan Maluku [3]. Jenis
reservoir panas bumi di Indonesia didominasi oleh
sistim entalpi rendah dan banyak dijumpai di
kedalaman yang dangkal, hal ini menyebabkan
potensi sumber panas bumi entalphi rendah di
Indonesia lebih besar dari pada potensi sumber
daya panas bumi entalpi tinggi [4-6]. Sehingga
potensi energi ini perlu dimaksimalkan untuk
mengurangi dominasi energi fosil.
Potensi sumber daya panas bumi entalpi
rendah di Indonesia sangat besar dan belum
banyak diteliti maupun dikembangkan secara
massif, terutama sebagai pembangkit listrik. Cara
yang efektif untuk mengubah potensi panas bumi
entalpi rendah-menengah menjadi listrik adalah
dengan teknologi ORC [7]. Selain digunakan
untuk memanfaatkan potensi panas bumi entalpi
rendah, teknologi ORC untuk pemanfaatan panas
sisa (waste energy) menjadi topik penelitian yang
menarik dalam dekade sekarang ini guna
meningkatkan efisiensi dari sebuah sistem yang
sudah ada sebelumnya [7].
Meningkatnya permintaan energi global
dan kenaikan biaya energi menjadikan penelitian
untuk memanfaatkan panas buang (waste heat)
dan energi terbarukan dengan teknologi ORC
semakin meningkat. Oleh sebagian peneliti, ORC
dianggap sebagai teknologi untuk pembangkitan
listrik dari energi termal tingkat rendah yang
menjanjikan. Penelitian untuk menginvestigasi
sistem ORC dikaji dari dua aspek, yaitu kajian
secara teoritis dan kajian secara eksperimental.
Umumnya, kajian secara teoritis dilakukan
sebelum sebuah sistem ORC dirancang, dibangun
dan setelah dilakukan eksperimen untuk
mendapatkan parameter optimasi.
Kajian secara teoritis ini diantaranya adalah
kajian perhitungan potensi yang dapat
dibangkitkan [5], kajian pemilihan awal fluida
kerja yang optimum [8], kajian sumber energi
untuk sistem ORC [7], rancangan turbin untuk
sistem ORC [9], modifikasi sistem ORC [10], dan
optimasi rancangan [11].
Ghalya Pikra et. al. [5] menghitung potensi
daya listrik yang dapat dibangkitkan dari sumber
air panas di Indonesia dengan temperatur 70-80°C
dengan menggunakan teknologi ORC. Hasil
analisis menunjukkan bahwa Lompio - 1 adalah
daerah yang memiliki potensi listrik tertinggi
dibandingkan ke daerah lain dengan daya turbin
130,13 kW dan efisiensi termal 5,71%. Daerah
yang memiliki potensi listrik terendah adalah
tambahan dengan daya turbin 1,14 kW dan
efisiensi termal 5,63%. Hærvig et al. [8] membuat
Karakteristik Pengoperasian Sistem ORC di Sumur PAD 29A PT. Geodipa Energi Dieng
3
pedoman umum tentang cara memilih fluida kerja
yang optimal berdasarkan suhu sumber panas
yang tersedia. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa fluida kerja optimal dalam hal output daya
netto yang maksimum memiliki suhu kritis sekitar
30-50 K di atas suhu sumber panas. Ketika dua
atau lebih cairan dengan suhu kritis yang sama
tersedia, maka dipilih fluida kerja dengan
kemiringan garis saturasi uap yang positif. Zhai
et. al. [7] melakukan karakterisasi sumber
panas/energi untuk ORC yang berdampak pada
analisis teoritis dan desain sistem sistem ORC.
Direkomendasikan, untuk sumber panas yang
berbeda-beda, perlu dibuat matrik kinerja untuk
sistem ORC yang akan dirancang. Karakteristik
umum dari berbagai sumber panas (limbah cair
dari sistem industri dan sumber dari panas bumi,
matahari dan biomassa) akan memberikan
pengaruh yang berbeda pada performa sistem
ORC. Cao et al. [10] melakukan analisa secara
termodinamika terhadap penambahan dua
recuperator pada sistem ORC untuk
meningkatkan efisiensi termal.
Secara eksperimental, Yang et. al. [12]
melakukan investigasi hubungan dan kombinasi
antara parameter kinerja pompa dan turbin
(ekspander) pada sistem ORC. Sumber panas
menggunakan oli yang dipanaskan oleh boiler.
Fluida kerja yang dipakai adalah R123. Hasil
investigasi menunjukkan bahwa peningkatan
sumber panas akan memperbesar kerja pompa
fluida kerja. Kinerja kondenser harus optimal
supaya fluida kerja dapat didinginkan sampai
suhu 20 ºC sebelum masuk pompa untuk
menghindari kavitasi. Pengaturan pompa pada
putaran rendah akan menjaga pompa terhindar
dari kavitasi. Yang et al. [13] secara
eksperimental menyelidiki sistem ORC 3 kW
yang menggunakan ekspander tipe scroll terbuka
dan R245fa sebagai fluida kerja. Penurunan
tekanan memiliki sensifitas yang tertinggi dalam
performa pada sistem ini. Dari hasil eksperimen
didapatkan daya listrik maksimum dan efisiensi
termal masing-masing adalah 1,89 kW dan
5,92%. Miao et. al. [14] melakukan pengujian
prototype ORC dengan R123 sebagai fluida kerja.
Daya poros maksimum yang dihasilkan dan
efisiensi termal adalah 2,35 kW dan 6,39% pada
temperatur sumber panas 140 ºC, sedangkan pada
temperatur sumber panas 160 ºC, daya dan
efisiensi yang dihasilkan adalah 3,25 kW dan
5,12%. Kinerja sistem yang optimal dapat
dikontrol oleh 2 parameter independen, yaitu:
mass flow fluida kerja dan beban luar (demand).
Dengan potensi energi panas bumi yang
besar dan belum sepenuhnya termanfaatkan,
Kementerian ESDM melalui P3tek KEBTKE
melakukan penelitian dan pengembangan
teknologi untuk memanfaatkan potensi waste
brine untuk dikonversi menjadi energi listrik
dengan menggunakan sistem ORC. Penelitian
dilakukan dengan memanfaatkan brine dari
separator PAD 29A PT. Geodipa Dieng. Besarnya
energi atau flow brine yang keluar dari separator
PAD 29A cenderung berfluktuatif, sehingga
karakteristik pengoperasian ORC dengan suplai
yang berfluktuatif ini menarik untuk dipelajari.
Sistem ORC ini mempunyai kandungan TKDN
sangat tinggi, dimana, hal ini menjadi keunggulan
tersendiri bagi persiapan industri lokal dalam
pengembangan sistem ORC di Indonesia.
Sehingga, didalam penelitian ini, akan dilakukan
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 19 No. 1 Juni 2020 : 1-12
4
kajian karakteristik operasional dari sistem ORC
untuk mempelajari fenomena yang terjadi dan
mendapatkan parameter pengontrolan sebagai
bahan evaluasi dari algoritma sistem kontrol yang
telah dirancang sebelumnya.
METODOLOGI Kondisi Uji
Skematik sistem ORC yang terpasang di
area sumur PAD 29A, PT. Geodipa Energi, Dieng
dapat dilihat pada Gambar 1. Fluida kerja yang
digunakan adalah n-pentane. Komponen utama
pada sistem ini terdiri dari evaporator, preheater,
kondenser, turbin-generator. Spesifikasi umum
komponen tersebut, dapat dilihat di Tabel 1.
Gambar 1. Skematik sistem ORC Dieng
Sirkulasi air panas (brine).
Suplai panas atau brine untuk sistem ORC
Dieng diambil dari pipa antara separator dan
silencer di PAD 29A dan penyambungan pipa
diletakkan setelah pressure regulator (dump
valve) yang berfungsi untuk menjaga tekanan di
separator (Gambar 2). Tekanan yang harus dijaga
di dalam separator minimal 10 bar. Hal ini
dimaksudkan agar tidak terjadi pengendapan
silika di dalam separator dan pipa-pipa produksi.
Aliran brine masuk ke sistem ORC melalui
evaporator, kemudian brine yang keluar dari
evaporator masuk ke preheater seperti yang dapat
dilihat pada Gambar 3.
Tabel 1. Spesifikasi umum sistem utama ORC di PAD 29A PT. Geodipa Dieng.
Gambar 2. Main Valve di saluran masuk ORC
Dieng
Spesifikasi PreheaterParameter Nilai SatuanArea 39.134 m²TEMA typeShell ID 430 mmTube OD 15.875 mmJumlah Tube 222 tubesPass
Spesifikasi EvaporatorParameter Nilai SatuanArea 30.469 m²TEMA typeShell ID 430 mmTube OD 15.875 mmJumlah Tube 226 tubesPass
Spesifikasi KondenserParameter Nilai SatuanArea 53 m²TEMA typeShell ID 530 mmTube OD 15.875 mmJumlah Tube 370 tubesPass
Spesifikasi TurbinParameter Nilai SatuanTypeDaya 109 kWPutaran 6000 rpmTekanan masuk 15.25 barSuhu 153.99 °CFlow 1.28 kg/detikTekanan buang 1.25 bar
1 shell, 4 tubes passes
Radial - aksial outflow
BEM
BEM
BGM
1 shell, 4 tubes passes
1 shell, 4 tubes passes
Karakteristik Pengoperasian Sistem ORC di Sumur PAD 29A PT. Geodipa Energi Dieng
5
Sistem sirkulasi fluida kerja (n-pentane).
Sirkulasi n-pentane melewati 4 komponen
utama, yaitu dari pompa n-pentane, preheater,
evaporator, turbin, dan condenser. Pompa n-
pentane akan bekerja setelah n-pentane di dalam
evaporator dan preheater mendapatkan
pemanasan dari brine sehingga level n-pentane
cair di dalam evaporator (LI-1) turun.
Pada tekanan dan temperatur uap n-pentane
tercapai, uap n-pentane diekspansikan ke turbin
dengan membuka valve CV-4. Penurunan tekanan
di dalam turbin terjadi setelah uap n-pentane
melewati nosel turbin sehingga merubah energi
tekanan menjadi energi kinetik untuk memutar
sudu pada rotor turbin. Tekanan pada turbin dan
kondenser dijaga 1,5 s.d. 2 bar agar didapatkan
fasa liquid n-pentane di dalam kondenser
sehingga aman ketika masuk ke pompa.
Sistem sirkulasi air pendingin.
Untuk mendinginkan dan mencairkan uap
n-pentane didalam condenser digunakan air
pendingin yang disuplai dari bak di cooling tower.
Pompa sirkulasi air pendingin mulai bekerja
sebelum eksperimen dimulai dan dimatikan
setelah ekperimen berhenti untuk menurunkan
temperatur dan tekanan n-pentane sama dengan
temperatur sebelum dimulainya eksperimen.
Sistem sirkulasi oli pendingin (coolant) mechanical seal turbin.
Mechanical seal digunakan untuk menjaga
agar tidak terjadi kebocoran fluida kerja dan
terpasang antara poros dan rumah turbin. Kinerja
mechanical seal sangat dipengaruhi oleh
temperatur. Peningkatan temperatur didalam
mechanical seal selain disebabkan oleh
temperatur uap n-pentane didalam rumah turbin,
juga disebabkan karena media yang bergesekan
didalam mechanical seal. Sehingga diperlukan
pendinginan agar mechanical seal dapat bekerja
optimum untuk mencegah kebocoran uap n-
pentane disela-sela poros dan rumah turbin.
8
Mechanical Seal
Turbin
61
Evaporator
Preheater
12
11
Kondenser
10
PompaN-pentane
Check Valve
Sump Tank
Pressure Reducer Three Way
Valve CV 5
CV 3
5
CV 6
CV 4
7
LI-1 LI-2
Cooling Tower
Pompa Sirkulasi Air Dingin
Flow Meter (FM)
Generator
2
3
Cooler Mechanical Seal
Pompa Sirkulasi Coolant
Gear Box
Separator PAD 29
Silencer
PressureRegulator
4
GateValve
Dry Steam
Two Phase Fluid
Brine
Sirkulasi Air Panas (Brine)
Sirkulasi Fluida Kerja (N-pentane)
Sirkulasi Air PendinginS
irkulasi Coolant
Mechanical S
eal
ThermokopelPressure Tranduser
Level Indikator(Glass Sign)
Control ValveFM
Gambar 3. Skema diagram sirkulasi fluida dan penempatan alat ukur ORC Dieng
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 19 No. 1 Juni 2020 : 1-12
6
Tabel 2. Peletakan alat ukur
Parameter yang diukur adalah tekanan dan
temperatur pada sirkulasi fluida kerja n-pentane,
sirkulasi air panas (brine), dan sirkulasi air
pendingin. Pada titik-titik yang telah ditentukan di
Gambar 3, dipasang Thermocouple tipe K dan
Pressure Transducer yang terkoneksi dengan GL-
M Graptech Modul DAQ dan semua sinyal dari
sensor direkam secara real time. Kedua jenis
sensor diletakkan sesuai penomoran pada Tabel 2.
Prosedur Pengujian
Setelah dilakukan proses persiapan,
sirkulasi air pendingin dijalankan terlebih dahulu
sebelum dilakukan pengujian. Konfigurasi
pembukaan valve CV1 / CV2 = 100 / 100 %, CV4
ke arah turbin open, CV 5 ke arah pressure
reducer/bypass close. Setelah itu, main valve
untuk sirkulasi brine dibuka secara bertahap.
Setelah main valve terbuka 50%, tekanan n-
pentane (P7) harus selalu dipantau. Setelah P7
tercapai 5 bar, CV 4 ke arah turbin dibuka
perlahan sampai turbin berputar. Tekanan P8 dan
P10 harus selalu dijaga agar tidak melebihi 2 bar
dengan cara mengatur putaran pompa n-pentane
melalui inverter yang tersambung. Selain tekanan,
hal yang harus dimonitor adalah level n-pentane
pada LI-1 dan LI-2. Pengujian dilakukan pada tiga
tingkat beban yang berbeda yaitu: 300 W
(menggunakan lampu 3 x 100 Watt), 1350 W
(menggunakan heater air 3 x 450 W) dan 3000 W
(menggunakan heater udara 3 x 1000 W).
Analisa Data Pengujian
Kerja turbin secara termodinamis
dinyatakan sebagai perubahan entalpi pada input
dan output turbin dikalikan dengan laju alir massa
uap, yang dinyatakan dalam persamaan berikut:
𝑃𝑃𝑡𝑡ℎ𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 = 𝑚𝑚𝑝𝑝 (ℎ1 − ℎ2)
Efisiensi turbin dinyatakan sebagai output
aktual turbin dibagi dengan output termal (Pthermal)
turbin. Yang dinyatakan dengan persamaan:
𝜀𝜀𝑡𝑡𝑡𝑡𝑒𝑒𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 =𝑃𝑃𝑒𝑒𝑎𝑎𝑡𝑡𝑡𝑡𝑒𝑒𝑒𝑒𝑃𝑃𝑡𝑡ℎ𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒
Pthermal = daya output turbin yang tersedia secara termodinamis
mp = laju alir massa uap n-pentane
h1 = entalpi pada inlet turbin
h2 = entalpi pada outlet turbin
Ԑturbin = efisiensi turbin
Paktual = daya output aktual turbin
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Temperatur and Tekanan
Hasil eksperimen untuk profil temperatur
dan tekanan brine masuk preheater (1) dan
evaporator (2) serta keluar preheater (3) dan
evaporator (4), dapat dilihat pada Gambar 4.
Temperatur dan tekanan pada brine berfluktuasi,
hal ini mengindikasikan bahwa aliran brine dari
separator PT. Geodipa Energi juga berfluktuasi
mengikuti buka tutup dump valve.
inlet outlet inlet outlet inlet outlet inlet outletSirkulasi air panas 1 3 2 4
Sirkulasi n-pentane 5 6 6 7 7 8 8 5Sirkulasi air dingin 11 12
Preheater Evaporator Turbin KondenserPenempatan alat ukur temperatur dan tekanan
Karakteristik Pengoperasian Sistem ORC di Sumur PAD 29A PT. Geodipa Energi Dieng
7
(a) (b)
Gambar 4. Profil temperatur (a) dan tekanan (b) brine saat pengujian ORC Dieng
(a) (b)
Gambar 5. Profil temperatur (a) dan tekanan (b) fluida kerja n-pentane saat pengujian ORC Dieng
Dapat dilihat pada Gambar 5, temperatur
dan tekanan pada fluida kerja n-pentane yang
digunakan pada sistem ini juga berfluktuasi
mengikuti aliran brine yang masuk ke dalam
preheater dan evaporator. Berfluktuasinya
temperatur dan tekanan fluida kerja n-pentane di
dalam sistem ORC memaksa operator pada
pengujian ini harus menyesuaikan putaran pompa
n-pentane dengan mengatur besarnya frekuensi
pada inverter motor pompa n-pentane agar tidak
terjadi dry-out maupun subcooled.
Kinerja sistem ORC dan Analisa Thermodinamika
Kondisi brine dengan tekanan sekitar 1,2
bar.g dan temperatur brine sekitar 118 °C mampu
menguapkan n-pentane di preheater dan
evaporator, sehingga menghasilkan n-pentane
dalam fasa uap pada tekanan awal 5,0 bar.g,
kemudian dialirkan menuju turbin sehingga turbin
mulai berputar. Beban awal (ballast load) berupa
lampu sebesar 3x100 W, putaran turbin stabil
pada 560 rpm, dan lampu menyala terang. Setelah
beberapa saat, tekanan inlet turbin dinaikkan 5,9
bar.g, putaran naik dan dimasukkan beban 3x450
W (lampu dan pemanas air). Kondisi tekanan dan
temperatur pada inlet turbin dan inlet brine bisa
dilihat pada Gambar 6.
0 100 200 300 400 500 600
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
Teka
nan
brin
e (b
ar)
Waktu (detik)
P1 P2 P3 P4
0 100 200 300 400 500 600
60
80
100
120
Tem
pera
tur b
rine
(ºC
)
Waktu (detik)
T1 T2 T4 T4
0 100 200 300 400 500 6000
20
40
60
80
100
120
Tem
pera
tur n
-pen
tane
(ºC
)
Waktu (detik)
T6 T5 T7 T10 T8
0 100 200 300 400 500 6000
2
4
6
8
10
Teka
nan
n-pe
ntan
e (b
ar)
Waktu (detik)
P5 P6 P7 P8 & P10
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 19 No. 1 Juni 2020 : 1-12
8
Seperti terlihat pada Gambar 7, dapat
dijelaskan bahwa pada pembebanan 1,35 kW,
sistem mampu menjaga tekanan inlet turbin, akan
tetapi daya dan putaran turbin tidak dapat
mengikuti grafik tekanan yang dihasilkan,
sehingga terjadi penurunan ketika tekanan inlet
turbin mencapai 6,2 bar.g. Setelah putaran turbin
normal, beban yang dimasukkan adalah 3 x 1000
kW. Terlihat dari Gambar 8, bahwa daya yang
terukur power quality analyser mencapai 3,6 kW
pada beban berupa pemanas udara.
Gambar 6. Karakteristik tekanan dan temperatur inlet brine dan turbin pada beban 1,35 kW
Grafik Tekanan Input Turbin vs Daya GeneratorPada beban terpasang 3 x 450 W = 1.35 kW
Beban terpasang 3 x 450 W = 1.35 kW
Gambar 7. Grafik tekanan input turbin vs daya output generator
Karakteristik Pengoperasian Sistem ORC di Sumur PAD 29A PT. Geodipa Energi Dieng
9
Gambar 8. Daya terukur pada beban 3 kW
Gambar 9. Grafik efisiensi turbin dan efisiensi
thermal sistem
Dari pengukuran parameter pada titik
sebelum dan sesudah turbin, maka dapat dihitung
berapa daya termal pada beban yang ada,
kemudian dibandingkan dengan beban aktual,
sehingga didapatkan efisiensi dari turbin, seperti
terlihat pada Gambar 9.
Efisiensi turbin secara stabil tercapai pada
beban 1300 W yaitu mencapai 9% dengan
efisiensi termal sistem tertinggi yaitu 1,4%. Pada
kondisi tersebut, sistem ORC menerima input
brine dengan kondisi tekanan sekitar 1 bar.g dan
temperatur sekitar 120 °C. Dari hasil pengujian
turbin ini terlihat bahwa sistem ORC mampu
untuk menghasilkan uap n-pentane dari input
brine dengan baik. Hasil analisis menunjukkan
bahwa fenomena turunnya putaran dan daya
turbin ketika tekanan uap n-pentane naik adalah
akibat adanya permasalahan di mechanical seal
turbin, sehingga perlu dilakukan modifikasi,
perbaikan, atau pergantian mechanical seal turbin
pada penelitian/pengujian selanjutnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Sistem ORC Dieng hasil pengembangan
P3tek KEBTKE sudah mampu menghasilkan
listrik dengan daya keluaran maksimum sebesar
3,6 kW meskipun belum kontinu. Kontinuitas
input brine sangat dipengaruhi oleh operasional
sumur di PAD 29A PT. Geodipa Energi, sehingga
mempengaruhi kinerja dari sistem ORC Dieng.
Putaran pompa n-pentane harus dipercepat ketika
laju alir brine yang masuk ke sistem meningkat,
dan harus diperlambat ketika laju alir brine
menurun. Turbin mulai berputar pada tekanan
inlet turbin (Pit) = 4,9 bar.g. Efisiensi turbin
tertinggi adalah 9% dan efisiensi termal sistem
tertinggi adalah 1,4% pada beban 1300 W dengan
daya termal 15,4 kW. Kondisi ini tercapai pada
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 19 No. 1 Juni 2020 : 1-12
10
tekanan dan temperatur brine sekitar 1 bar.g dan
120 °C.
Untuk mengoptimalkan kinerja sistem,
beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya:
pemasangan level indicator transmitter n-
pentane pada sisi evaporator dan kondenser yang
terkoneksi dengan sistem kontrol, sehingga
kinerja pompa n-pentane dapat diatur secara
otomatis melalui inverter motor pompa n-
pentane. Perlu modifikasi ataupun penggantian
mechanical seal sehingga penurunan putaran saat
tekanan n-pentane naik dapat dihilangkan agar
dapat mencapai putaran dan daya turbin yang
diinginkan. Selain itu perlu dipertimbangkan
skenario penambahan sirkulasi tambahan dan heat
exhanger pada sisi inlet brine untuk mendapatkan
panas yang kontinu.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Kementerian ESDM untuk dana penelitian TA
2016, PT. Geodipa Energi Dieng yang telah
memberi fasilitas sumur untuk pengujian sistem
ORC P3tek KEBTKE, dan Bapak Ridho beserta
tim sebagai teknisi lokal ORC P3tek KEBTKE di
Dieng.
DAFTAR PUSTAKA
[1] B. S. Review, "Energy Demand by Fuel,"
2017.
[2] "PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006
KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL," ed,
2006.
[3] A. Fauzi, "Revision of Geothermal
Resources Classification in Indonesia Based
on Type of Potential Power Generation," in
Proceedings World Geothermal Congress,
Melboourne, Australia, 2015.
[4] D. J. E. B. T. d. K. E. (EBTKE), Buku Potensi
Panas Bumi. Jakarta: Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral, 2016.
[5] G. Pikra, N. Rohmah, R. I. Pramana, and A.
J. Purwanto, "The Electricity Power Potency
Estimation from Hot Spring in Indonesia
with Temperatur 70-80°C Using Organic
Rankine Cycle," Energy Procedia, vol. 68,
pp. 12-21, 2015.
[6] N. Prasetya, D. E. Umra Lubis, D. Raharjo,
N. M. Saptadji, and H. B. Pratama, "Smart
geo-energy village development by using
cascade direct use of geothermal energy in
Bonjol, West Sumatera," IOP Conference
Series: Earth and Environmental Science,
vol. 103, p. 012004, 2017.
[7] H. Zhai, Q. An, L. Shi, V. Lemort, and S.
Quoilin, "Categorization and analysis of heat
sources for organic Rankine cycle systems,"
Renewable and Sustainable Energy Reviews,
vol. 64, pp. 790-805, 2016.
[8] J. Hærvig, K. Sørensen, and T. J. Condra,
"Guidelines for optimal selection of working
fluid for an organic Rankine cycle in relation
to waste heat recovery," Energy, vol. 96, pp.
592-602, 2016.
[9] P. Garg, G. M. Karthik, P. Kumar, and P.
Kumar, "Development of a generic tool to
design scroll expanders for ORC
applications," Applied Thermal Engineering,
vol. 109, pp. 878-888, 2016.
[10] Y. Cao, Y. Gao, Y. Zheng, and Y. Dai,
"Optimum design and thermodynamic
Karakteristik Pengoperasian Sistem ORC di Sumur PAD 29A PT. Geodipa Energi Dieng
11
analysis of a gas turbine and ORC combined
cycle with recuperators," Energy Conversion
and Management, vol. 116, pp. 32-41, 2016.
[11] A. A. Shayesteh, O. Koohshekan, A.
Ghasemi, M. Nemati, and H. Mokhtari,
"Determination of the ORC-RO system
optimum parameters based on 4E analysis;
Water–Energy-Environment nexus," Energy
Conversion and Management, vol. 183, pp.
772-790, 2019.
[12] X. Yang, J. Xu, Z. Miao, J. Zou, and C. Yu,
"Operation of an organic Rankine cycle
dependent on pumping flow rates and
expander torques," Energy, vol. 90, pp. 864-
878, 2015.
[13] S.-C. Yang, T.-C. Hung, Y.-Q. Feng, C.-J.
Wu, K.-W. Wong, and K.-C. Huang,
"Experimental investigation on a 3 kW
organic Rankine cycle for low-grade waste
heat under different operation parameters,"
Applied Thermal Engineering, vol. 113, pp.
756-764, 2017.
[14] Zheng Miao, Jinliang Xu, Xufei Yang, and J.
Zou, "Operation and performance of a low
temperatur organic Rankine cycle," Applied
Thermal Engineering 7, vol. 75, pp. 1065-
1075, 2015