karakteristik pasien meningioma di rsup dr. wahidin...
TRANSCRIPT
SKRIPSI
2017
KARAKTERISTIK PASIEN MENINGIOMA DI RSUP DR.
WAHIDIN SUDIROHUSODO PERIODE JANUARI –
DESEMBER 2016
OLEH
DEVINA JUANITA
C11114036
Pembimbing:
dr. ANDI IHWAN, Sp.BS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
KARAKTERISTIK PASIEN MENINGIOMA DI RSUP DR. WAHIDIN
SUDIROHUSODO PERIODE JANUARI – DESEMBER 2016
Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin
Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran
Devina Juanita
C111 14 036
Pembimbing :
dr. Andi Ihwan, Sp.BS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2017
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar akhir di Bagian Ilmu Bedah Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan judul :
“KARAKTERISTIK PASIEN MENINGIOMA DI RSUP Dr. WAHIDIN
SUDIROHUSODO PERIODE JANUARI – DESEMBER 2016”
Hari/ Tanggal : Rabu, 25 Oktober 2017
Waktu : 12.00 WITA
Tempat : Bagian Ilmu Bedah Saraf
RSP Universitas Hasanuddin
Makassar, 25 Oktober 2017
(dr. Andi Ihwan, Sp.BS)
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
Nama : Devina Juanita
NIM : C111 14 036
Fakultas/ Program Studi : Kedokteran / Pendidikan Kedokteran
Judul Skripsi : Karakteristik Pasien Meningioma di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Periode Januari – Desember 2016
Telah berhasil dipertahankan dihadapan dewan penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : dr. Andi Ihwan, Sp.BS (………………)
Penguji : Dr. dr. Willy Adhimarta, Sp.BS (………………)
Dr. dr. Djoko Widodo, Sp.BS (....……………)
Ditetapkan di : Makassar
Tanggal : 25 Oktober 2017
iv
BAGIAN ILMU BEDAH SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK
Skripsi dengan judul:
“KARAKTERISTIK PASIEN MENINGIOMA DI RSUP Dr. WAHIDIN
SUDIROHUSODO PERIODE JANUARI – DESEMBER 2016”
Makassar, 25 Oktober 2017
( dr. Andi Ihwan, Sp.BS)
v
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Devina Juanita
NIM : C111 14 036
Tempat & tanggal lahir : Ujung Pandang, 3 September 1999
Alamat Tempat Tinggal : Jl. Cendrawasih No. 303 Makassar
Alamat email : [email protected]
HP : 082187698188
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: “Karakteristik Pasien
Meningioma di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Januari – Desember
2016” adalah hasil pekerjaan saya dan seluruh ide, pendapat, atau materi dari
sumber lain telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai. Pernyataan
ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Makassar, 25 Oktober 2017
Yang Menyatakan,
Devina Juanita
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian yang berjudul “Karakteristik Pasien Meningioma di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Periode Januari – Desember 2016”. Penulisan skripsi ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran
pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik
tanpa adanya bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp. BS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.
2. dr. Andi Ihwan, Sp.BS, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan, masukan, saran, dan kritik kepada penulis, sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik.
3. dr. Syarif, Sp.U dan dr. Syakri Syahrir, Sp.U, selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah membimbing penulis dari awal semester hingga saat ini
4. Dr. dr. Willy Adhimarta, Sp.BS dan Dr. dr. Nasrullah Sp.BS serta Dr. dr. Djoko
Widodo, Sp.BS selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan arahan,
masukan, saran, dan kritik kepada penulis sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
5. Kedua orang tua penulis, dr. Djuanri Thioritz, Sp.THT dan Ir. Soanita Halim serta
saudari – saudari tercinta, Mariska Juanita dan Sherina Juanita atas segala doa,
dukungan, semangat serta dukungan moril dan material lainnya kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
vii
6. Segenap teman-teman terdekat penulis yang senantiasa setia menemani dan
memberikan dukungan dalam proses penyusunan skripsi ini
7. Teman-teman skripsi bagian Ilmu Bedah atas bantuan dan semangat yang telah
diberikan
8. Teman-teman Neutrof14vine atas dukungan dan kebersamaan selama ini
9. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
10. Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu
yang telah memberi bantuan dalam terlaksananya penelitian dan penulisan skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
dengan kerendahan hati penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang diberikan
oleh pembaca. Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.
Makassar, 25 Oktober 2017
Penulis
viii
SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
OKTOBER 2017
Devina Juanita
dr. Andi Ihwan, Sp.BS
Karakteristik Pasien Meningioma di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Periode Januari – Desember 2016
ABSTRAK
Latar Belakang: Tumor otak merupakan penyebab kematian kedua setelah stroke
dalam kelompok penyakit neurologis. Diperkirakan sekitar 11.000 orang
meninggal akibat tumor otak primer setiap tahunnya di Amerika Serikat.
Meningioma adalah tumor otak primer yang paling sering didiagnosa yaitu
sebesar 33,8% dari seluruh tumor otak primer. Menurut WHO, meningioma
adalah tumor otak primer yang berasal dari sel meningothelial (arachnoid)
leptomeningen. Umumnya meningioma bersifat jinak. Di Indonesia data tentang
insiden tumor susunan saraf pusat setiap tahunnya belum dilaporkan.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif
dengan desain cross sectional yang dilakukan di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar, Sulawesi Selatan dengan tujuan mengetahui karakteristik
usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, gejala klinis, lokasi, penanganan, gambaran
histopatologi dan outcome pada pasien meningioma periode Januari-Desember
2016. Sampel penelitian berjumlah 53 orang, dan teknik yang digunakan adalah
teknik Total Sampling.
Hasil Penelitian: Pasien paling banyak ditemukan pada dekade kelima yaitu 40-
49 tahun sebanyak 19 orang (35,8%). Jenis kelamin perempuan lebih tinggi yaitu
77,3%. Pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita tumor otak lebih
banyak yaitu 94,3%. Berdasarkan gejala, terbanyak memiliki gejala nyeri kepala
yaitu 35,8%. Meningioma yang berlokasi di lobus frontal lebih banyak yaitu 22
orang (41,5%). Penanganan operatif lebih banyak yaitu 77,3%. Berdasarkan
gambaran histopatologisnya, meningioma tersering adalah meningioma Grade I
yaitu 80,4%. Pasien meningioma yang outcome baik mencapai 88,6%
Kesimpulan: Terdapat 53 sampel pasien meningioma pada periode Januari-
Desember 2016. Jenis kelamin perempuan lebih banyak dengan insidens tertinggi
pada dekade kelima. Lebih banyak pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga
menderita tumor otak. Gejala klinis terbanyak yaitu nyeri kepala dengan lokasi
terbanyak di lobus frontal. Penanganan operatif menjadi pilihan penanganan
terbanyak dengan gambaran histopatologi tersering yaitu meningioma Grade I. Presentasi pasien yang keluar rumah sakit dengan good outcome lebih tinggi.
Kata Kunci: Meningioma, Karakteristik
ix
THESIS
FACULTY OF MEDICINE
HASANUDDIN UNIVERSITY
OCTOBER 2017
Devina Juanita
dr. Andi Ihwan, Sp.BS
Characteristics of Meningioma Patients in RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
within Period January - December 2016
ABSTRACT
Background: Brain tumors are the second leading cause of death after stroke in
group of neurologic diseases. An estimated 11,000 people die from primary brain
tumors annually in the United States. Meningioma is the most commonly
diagnosed primary brain tumor accounting for 33.8% of all primary brain tumors.
According to WHO, meningioma is a primary brain tumor derived from
meningothelial cells (arachnoid) leptomeningen. Most meningiomas are benign.
In Indonesia, data about the incidence of central nervous system tumors annually
have not been reported.
Method: This research is a descriptive retrospective study with cross sectional
design, done in RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, South Sulawesi with
the purpose of knowing the characteristics of age, gender, family history, clinical
symptoms, location, treatment, histopathology and outcome in meningioma
patients from January to December 2016. The study sample was 53 cases, using
total sampling method.
Results: Most patients with meningioma were discovered in their fifth decade of
life (40-49 years) as many as 19 people (35.8%). More often seen in women with
the percentage of 77.3%. Mostly found in patients with no family history having
brain tumors (94.3%). Based on symptoms, headache showed the highest rate
(35.8%). The location of meningiomas found in the frontal lobes took place in 22
cases (41,5%). Resection was accomplished in 41 patients (77,3%). Based on the
histopathological classification, most meningiomas are benign lesions of WHO
grade I, at a rate of 80,4%. Good outcome was accomplished in 47 patients
(88,6%).
Conclusions: There were 53 samples of meningioma patients in the period within
January to December 2016. Women are most likely to develop meningioma with
the highest incidence is in the fifth decade of life. Mostly found in patients with
no family history having brain tumors. Headache were reported as the highest rate
symptom, with most of meningiomas were found in the frontal lobes. Tumor
resection is the most chosen therapy with the most common histopathologic
classification are benign lesions of WHO meningioma grade I. Good outcome was
accomplished in most of the patients.
Keywords: Meningioma, Characteristics
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN CETAK ................................................................. iv
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA .................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... .. x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... .. xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ .. xiii
DAFTAR DIAGRAM ...................................................................................... .. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... .. xv
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... .. 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ .. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. .. 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... .. 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Meningioma ........................................................................... .. 5
2.2 Epidemiologi Meningioma................................................................... .. 5
2.3 Etiologi Meningioma ........................................................................... .. 7
2.4 Faktor Resiko ....................................................................................... .. 7
2.5 Klasifikasi Meningioma ....................................................................... .. 11
2.6 Gejala Klinis......................................................................................... .. 15
xi
2.7 Gambaran Radiologi ............................................................................ .. 15
2.8 Penatalaksanaan ................................................................................... .. 17
2.9 Prognosis .............................................................................................. .. 19
BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................... .. 21
3.2 Definisi Operasional............................................................................. .. 22
BAB 4. METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian ..................................................................................... .. 26
4.2 Desain Penelitian .................................................................................. .. 26
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... .. 26
4.4 Populasi dan Sampel ............................................................................ .. 26
4.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ................................................................ .. 27
4.6 Alur Penelitian ..................................................................................... .. 28
4.7 Etika Penelitian .................................................................................... .. 28
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Penelitian .................................................................................... .. 29
5.2 Analisis Hasil Penelitian ...................................................................... .. 29
BAB 6. PEMBAHASAN ................................................................................. .. 39
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan .......................................................................................... .. 44
7.2 Saran ..................................................................................................... .. 45
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... .. 46
LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 .......................................................................................................... 6
Gambar 2.2 .......................................................................................................... 12
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 .............................................................................................................. 13
Tabel 2.2 .............................................................................................................. 19
Tabel 3.1 .............................................................................................................. 25
Tabel 5.1 .............................................................................................................. 30
Tabel 5.2 .............................................................................................................. 38
xiv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 5.1 ......................................................................................................... 32
Diagram 5.2 ......................................................................................................... 32
Diagram 5.3 ......................................................................................................... 33
Diagram 5.4 ......................................................................................................... 34
Diagram 5.5 ......................................................................................................... 35
Diagram 5.6 ......................................................................................................... 36
Diagram 5.7 ......................................................................................................... 37
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik
2. Surat Izin Penelitian
3. Biodata Peneliti
4. Daftar Pasien Meningioma Periode Januari – Desember 2016
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumor otak merupakan penyebab kematian kedua setelah stroke dalam
kelompok penyakit neurologis. Diperkirakan sekitar 11.000 orang meninggal
akibat tumor otak primer setiap tahunnya di Amerika Serikat. (Mahyuddin H,
2006)
Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak 10% dari neoplasma
seluruh tubuh, dengan 80% diantaranya terjadi di intrakranial dan 20% di medulla
spinalis. Di Amerika Serikat terdapat 35.000 kasus baru dari tumor otak setiap
tahun (Japardi, 2002).
Menurut World Health Organization (WHO) meningioma adalah tumor
otak primer yang berasal dari sel meningothelial (arachnoid) leptomeningen.
Tumor ini dapat terjadi dimana saja sepanjang lokasi sel arachnoid, biasanya
menempel pada permukaan dalam duramater dan umumnya tumbuh lambat
(Saraf, 2011).
Meningioma adalah tumor otak primer yang paling sering didiagnosa yaitu
sebesar 33,8% dari seluruh tumor otak primer. Di Amerika Serikat, insiden
meningioma yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan patologi diperkirakan sebesar
97,5 per 100.000 jiwa. Namun jumlah ini diperkirakan lebih rendah dari yang
sebenarnya karena adanya sebagian meningioma yang tidak dioperasi. Sedangkan
di Inggris, insiden meningioma diperkirakan sebesar 5,3 per 100.000 jiwa dan
tetap stabil selama 12 tahun ini (Wiemels, 2010; Cea-Soriano, 2012).
2
Di Indonesia data tentang insiden tumor susunan saraf pusat setiap tahunnya
belum dilaporkan. Beberapa data yang ada mengenai frekuensi tumor otak
umumnya didasari atas pengalaman pribadi para dokter bedah saraf, hasil otopsi,
dan angka angka dari beberapa rumah sakit (Rengachary, 2005). Insiden tertinggi
terjadi pada usia 45 tahun. Perbandingan insiden pada laki – laki dan perempuan 1
: 2,8. Lokasi paling sering adalah di daerah parasagital. Biasanya tumbuh lambar,
berbentuk bulat (non – infiltrating), jinak, bisa tanpa gejala (Wahyuliati, 2005).
Tanda trias yang khas untuk tumor intra kranial meliputi nyeri kepala,
muntah proyektil dan papil edema yang bermanifestasi pada keluhan pandangan
kabur yang dirasakan penderita. Hal itu terutama disebabkan karena adanya
obstruksi saluran cairan serebrospinal oleh desakan massa tumor. Trias tersebut
terutama muncul paling sering pada anak-anak (Bernat, 1987).
Pemeriksaan CT Scan dan MRI kepala merupakan pemeriksaan penunjang
yang sangat membantu dan handal dalam menegakkan diagnosa tumor otak.
Diagnosa pasti tumor otak, seperti halnya tumor dari organ atau jaringan lain
adalah dengan biopsi (Tse, 2002).
Meskipun umumnya meningioma bersifat jinak dan tidak memiliki banyak
variasi penyimpangan secara genetik, namun lokasi tumor dapat mengakibatkan
kondisi serius dan mematikan (Wiemels,2010). Lokasi meningioma dapat
menyebabkan gejala klinik yang bervariasi dan sangat menentukan prognosis serta
pilihan terapi, terutama reseksi bedah. Mayoritas meningioma ditemukan di
daerah supratentorial, umumnya di sepanjang sinus vena dural, antara lain daerah
convexity, parasagital, dan di daerah sayap sphenoid (Saraf,2010).
3
Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang
dilaporkan, dan seiring dengan kemajuan tehnik dan pengalaman operasi para ahli
bedah maka angka kematian post operasi juga makin kecil. Diperkirakan angka
kematian post operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan (1957–
1966) adalah 8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang
terdahulu yaitu perdarahan dan oedema otak (Widjaja D, 1979)
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik
untuk mengetahui karakteristik pasien meningioma di Rumah Sakit Wahidin
Sudirohusodo, diharapkan berdasarkan karakteristik tersebut dapat membantu
mengarahkan pada diagnostik pasien meningioma sehingga menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Bagaimana karakteristik pasien meningioma di RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari-Desember 2016”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik pasien meningioma di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo periode Januari-Desember 2016
1.3.2 Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus pada penelitian ini adalah :
1. Mengetahui karakteristik pasien menurut kelompok usia
4
2. Mengetahui karakteristik pasien menurut kelompok jenis kelamin
3. Mengetahui karakteristik pasien berdasarkan ada tidaknya riwayat
keluarga
4. Mengetahui karakteristik pasien berdasarkan gejala klinis meningioma
5. Mengetahui karakteristik pasien berdasarkan lokasi tumor
6. Mengetahui karakteristik pasien berdasarkan penanganan
7. Mengetahui karakteristik pasien berdasarkan gambaran histopatologi
8. Mengetahui karakteristik pasien berdasarkan outcome
1.4 Manfaat Penelitian
1. Menambah wawasan penulis tentang meningioma maupun pembuatan
karya ilmiah
2. Informasi hasil penelitian dapat digunakan sebagai tambahan informasi
bagi petugas kesehatan dalam memahami karakteristik pasien
meningioma.
3. Penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal untuk melakukan
penelitian lebih lanjut.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Meningioma
Istilah meningioma pertama kali dipopulerkan oleh Harvey Cushing pada
tahun 1922. Meningioma merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang
terjadi di luar jaringan parenkim otak yaitu berasal dari meninges otak.
Meningioma tumbuh dari sel-sel pembungkus arachnoid atau arachnoid cap cells
dan sering diasosiasikan dengan villi arachnoid yang berada di sinus vena dural.
Sel – sel yang berasal dari lapisan luar arachnoid mater dan arachnoid villi ini
menunjukkan kemiripan sitologis yang menonjol dengan sel tumor meningioma
(Al-Hadidy, 2010).
Meningioma umumnya bersifat jinak dan pertumbuhannya lambat .
Namun dalam beberapa kasus meningioma juga menunjukkan perilaku agresif,
seperti invasi ke otak, duramater, tumbuh berdekatan dengan tulang dan berisiko
rekurensi (Shayanfar, 2010).
2.2 Epidemiologi
Meningioma diperkirakan sekitar 15-30% dari seluruh tumor primer
intrakranial pada orang dewasa. Menurut data yang diperoleh dari Central Brain
Tumor Registry of the United States (CBTRUS), meningioma menyumbang
33.8% dari seluruh kasus tumor otak primer dan sistem saraf pusat yang
dilaporkan di Amerika Serikat antara tahun 2006-2008. Angka ini mengalami
peningkatan dari 33.6% pada tahun 2002-2006 sehingga menempatkan
6
meningioma sebagai tumor otak primer yang paling sering terdiagnosis pada
orang dewasa. Insiden meningioma yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan
patologi diperkirakan sebesar 97,5 per 100.000 jiwa. Namun jumlah ini
diperkirakan lebih rendah dari yang sebenarnya karena adanya sebagian
meningioma yang tidak dioperasi. Sedangkan di Inggris, insiden meningioma
diperkirakan sebesar 5,3 per 100.000 jiwa dan tetap stabil selama 12 tahun ini
(Wiemels, 2010; Cea-Soriano, 2012).
Insiden meningioma dipengaruhi beberapa hal seperti usia, jenis kelamin
dan ras. Insiden meningioma meningkat seiring dengan pertambahan usia dan
mencapai puncak pada dekade keempat hingga dekade keenam. Sedangkan pada
anak-anak hanya sekitar 2% dari seluruh kejadian meningioma. Jenis kelamin juga
memengaruhi prevalensi dari meningioma, yaitu dua kali lipat lebih tinggi pada
wanita dibandingkan dengan pria Jumlah kasus meningioma juga ditemukan
sedikit lebih tinggi pada ras kulit hitam non hispanik atau ras Afrika-Amerika.
(Wiemels, 2010; Rockhill, 2007).
Gambar 2.1 Insiden meningioma pada pria dan wanita sesuai usia
(Wielmels, 2010)
7
2.3 Etiologi
Penyebab pasti meningioma belum diketahui namun dari beberapa
penelitian, didapatkan teori bahwa kelainan kromosom berperan meyebabkan
timbulnya meningioma. Delesi dan inaktivasi lokus gen neurofibromatosis 2
(NF2) pada kromosom 22 dipercaya menjadi faktor predominan pada meningioma
sporadik. NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif
pada 40% meningioma sporadik. (Wiemels, 2010)
2.4 Faktor Resiko
2.4.1 Radiasi Ionisasi
Radiasi ionisasi merupakan salah satu faktor resiko yang telah terbukti
menyebabkan tumor otak. Telah banyak penelitian yang mendukung hubungan
antara paparan radiasi dan meningioma. Salah satunya adalah penelitian yang
menunjukkan peningkatan resiko yang signifikan pada korban selamat bom atom
untuk menderita meningioma. Proses neoplastik dan perkembangan tumor akibat
paparan radiasi disebabkan oleh perubahan produksi base-pair dan kerusakan
DNA yang belum diperbaiki sebelum replikasi DNA.
Pengobatan dengan menggunakan paparan radiasi juga meningkatkan
resiko terjadinya meningioma. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi
radiasi untuk leukemia limfoblastik dan tinea kapitis memperlihatkan adanya
peningkatan resiko terjadinya meningioma terutama dosis radiasi melebihi 30 Gy.
Selain itu, paparan radiasi untuk kepentingan diagnosis juga meningkatkan resiko
terjadinya meningioma. Salah satunya adalah penelitian Claus et al (2012) yang
membuktikan adanya peningkatan resiko yang signifikan terjadinya meningioma
8
setelah mendapatkan dental X-ray lebih dari enam kali antara usia 15 hingga 40
tahun (Calvocoressi & Claus, 2010; Claus, 2012).
Beberapa ciri-ciri untuk membedakan meningioma spontan dengan akibat
paparan radiasi adalah usia muda saat didiagnosis, periode latensi yang pendek,
lesi multipel, rekurensi yang relatif tinggi, dan kecenderungan meningioma jenis
atipikal dan anaplastik (Calvocoressi & Claus, 2010).
2.4.2 Radiasi Telepon Genggam
Hubungan antara penggunaan telepon genggam dengan kejadian
meningioma sampai saat ini belum dapat dipastikan. Secara teori, telepon
genggam menghasilkan radiasi energi radiofrequency (RF) yang berpotensi
menimbulkan panas dan menyebabkan kerusakan jaringan, namun dari beberapa
penelitian tidak dijumpai adanya hubungan antara radiasi telepon genggam
dengan meningioma. Penelitian metaanalisis yang dilakukan oleh Lahkola et al
(2005) menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara penggunaan insiden
meningioma, begitupun dengan penelitian metaanalisis lain yang lebih besar yaitu
penelitian INTERPHONE yang dilakukan pada 13 negara juga memberikan
laporan bahwa tidak dijumpai hubungan antara penggunaan telepon genggam dan
insiden meningioma (Wiemels, 2010; Barnholtz-Sloan, 2007; Calvocoressi &
Claus, 2010).
2.4.3 Cedera Kepala
Sejak masa Harvey Cushing, cedera kepala merupakan salah satu resiko
terjadinya meningioma, meskipun hasil peneltian-penelitian belum memberikan
9
kesimpulan yang konsisten. Salah satunya adalah penelitian kohort pada penderita
cedera kepala dan fraktur tulang kepala menunjukkan adanya hubungan dengan
terjadinya meningioma secara signifikan. Penelitian oleh Phillips et al (2002) juga
menemukan hasil bahwa adanya hubungan antara cedera kepala dengan resiko
terjadinya meningioma, terutama riwayat cedera pada usia 10 hingga 19 tahun.
Resiko meningioma berdasarkan banyaknya kejadian cedera kepala dan bukan
dari tingkat keparahannya (Wiemels, 2010; Phillips, 2002).
2.4.4 Genetik
Beberapa penelitian telah dikhususkan untuk mencari tahu hubungan
antara resiko meningioma dan riwayat keluarga. Umumnya meningioma
merupakan tumor sporadik yaitu tumor yang timbul pada pasien yang tidak
memiliki riwayat keluarga dengan penderita tumor otak jenis apapun. Sindroma
genetik turunan yang memicu perkembangan meningioma hanya beberapa dan
jarang. Meningioma sering dijumpai pada penderita dengan Neurofibromatosis
type 2 (NF2), dimana pada penderita terjadi kelainan gen autosomal dominan
yang jarang dan disebabkan oleh mutasi germline pada kromosom 22q12 (insiden
di US: 1 per 30.000-40.000 jiwa). NF2 merupakan gen supresor tumor pada
22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik Selain itu, pada
meningioma sporadik dijumpai hilangnya kromosom, seperti 1p, 6q, 10, 14q dan
18q atau tambahan kromosom seperti 1q, 9q, 12q, 15q, 17q dan 20q (Evans, 2005;
Smith, 2011).
Penelitian lain mengenai hubungan antara kelainan genetik spesifik
dengan resiko terjadinya meningioma termasuk pada perbaikan DNA, regulasi
10
siklus sel, detoksifikasi dan jalur metabolisme hormon. Penelitian terbaru fokus
pada variasi gen CYP450 dan GST, yaitu gen yang terlibat dalam metabolisme
dan detoksifikasi karsinogen endogen dan eksogen. Namun belum dijumpai
hubungan yang signifikan antara resiko terjadinya meningioma dan variasi gen
GST atau CYP450. Penelitian lain yang berfokus pada gen supresor tumor TP53
juga tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (Lai, 2005; Malmer, 2005;
Choy, 2011).
2.4.5 Hormon
Insiden meningioma yang lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan
laki-laki memicu timbulnya dugaan bahwa ada pengaruh ekspresi hormon seks.
Hormon seks diduga berperan dalam patogenesis meningioma, dengan
ditemukannya beberapa bukti seperti peningkatan pertumbuhan tumor selama
kehamilan dan perubahan ukuran selama menstruasi. Data observasional juga
menunjukkan bahwa menopause dan oophorectomy merupakan faktor proteksi
terhadap perkembangan meningioma, sedangkan adipositas berhubungan positif
dengan penyakit ini (Wahab dan Al-Azzawi, 2003). Berbagai studi menunjukkan
bahwa sebagian besar meningioma mengekspresikan reseptor hormon pada
membran sel, dengan berbagai variasi (Marosi, et. al., 2008). Jaringan meningeal
(sel arachnoid) normal sebenarnya juga mengekspresikan reseptor progesteron
dengan frekuensi yang lebih jarang dibandingkan jaringan meningioma (Leaes,
et.al., 2010). Studi oleh Taghipour, et.al. (2007) menunjukkan reseptor
progesteron yang positif ditemukan secara signifikan pada meningioma benigna
dan berasosiasi dengan prognosis yang lebih baik.
11
Pada beberapa kasus, seperti usia tua, masalah medis, letak tumor yang
sulit diakses, reseksi inkomplit, dan rekurensi, tindakan bedah saja mungkin tidak
cukup. Pada kondisi tersebut, jika pemeriksaan reseptor progesteron ditemukan
positif, sebagai tambahan terapi radioterapi, manipulasi hormonal dapat
dipertimbangkan (Taghipour, et.al., 2007). Grunberg, et.al. (2006) telah meneliti
penggunaan mifepristone, suatu antiprogesteron, pada pasien meningioma yang
tidak dapat direseksi. Regresi tumor yang bermakna secara klinis dilaporkan pada
pasien pria dan wanita premenopause. Pasien dengan indeks reseptor progesteron
tertinggi akan mendapatkan manfaat paling baik dari suatu terapi anti-progesteron,
jika terapi hormonal bekerja langsung pada reseptor progesteron (Wolfsberger,
et.al., 2004). Dari penelitiannya, Wolfsberger, et.al., (2004) disimpulkan bahwa
indeks reseptor progesteron tertinggi didapatkan pada pasien usia di bawah 50
tahun, dengan kategori meningioma WHO grade I, jenis meningothelial dengan
indeks proliferasi sel yang rendah.
Beberapa penelitian juga menghubungkan meningioma dengan kanker
payudara. Keduanya memiliki faktor resiko yang sama, seperti jenis kelamin,
umur, induksi hormon dan variabel lain. Selain itu adanya faktor resiko seperti
hormon eksogen dan endogen, predisposisi genetik dan variasi perbaikan DNA
diduga menjadi dasar hubungan antara kanker payudara dan meningioma. Namun
hubungan langsung kedua tumor belum dapat dipastikan.
2.5 Klasifikasi Meningioma
Klasifikasi meningioma terbagi berdasarkan lokasi tumor, pola
pertumbuhan dan histopatologi. Mayoritas meningioma terjadi intrakranial, yaitu
12
85-90% daerah supratentorial sepanjang sinus vena dural, antara lain daerah
convexity (34,7%), parasagital (22,3%), daerah sayap sphenoid (17,1%) (Sherman,
2011). Lokasi yang lebih jarang ditemukan adalah pada selabung nervus optikus,
angulus cerebellopontine, Meningioma juga dapat timbul secara ekstrakranial
walaupun sangat jarang, yaitu pada medula spinalis, orbita , cavum nasi, glandula
parotis, mediastinum dan paru-paru (Al-Mefty, 2005; Chou, 1991).
Gambar 2.2 Variasi timbulnya meningioma (Al-Mefty, 2005)
Sedangkan berdasarkan pola pertumbuhannya, meningioma terbagi dalam
bentuk massa (en masse) dan pertumbuhan memanjang seperti karpet (en plaque).
Bentuk en masse adalah meningioma globular klasik sedangkan bentuk en plaque
adalah tumor dengan adanya abnormalitas tulang dan perlekatan dura yang luas
(Talacchi, 2011).
13
WHO mengklasifikasikan meningioma melalui tipe sel dan derajat pada
hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-
beda di tiap derajatnya Pembagian meningioma secara histopatologi berdasarkan
WHO 2007 terdiri dari 3 grading dengan resiko rekuren yang meningkat seiring
dengan pertambahan grading (Fischer & Bronkikel, 2012).
Tabel 2.1 Grading meningioma menurut WHO 2007
Beberapa subtipe meningioma antara lain:
Grade I:
− Meningothelial meningioma
− Fibrous (fibroblastic) meningioma
− Transitional (mixed) meningioma
− Psammomatous meningioma
− Angiomatous meningioma
− Mycrocystic meningioma
− Lymphoplasmacyte-rich meningioma
− Metaplastic meningioma
− Secretory meningioma
14
Meningioma tumbuh dengan lambat . Jika tumor tidak menimbulkan gejala,
mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara
periodic. Jika tumor semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat
menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan.
Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi
yang continue
Grade II:
− Atypical meningioma
− Clear cell meningioma
− Chordoid meningioma
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih
cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan yang
lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini.
Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan
Grade III:
− Rhabdoid meningioma
− Papillary meningioma
− Anaplastic (malignant) meningioma
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma
malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang
dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan
15
yang pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi
tumor, dapat dilakukan kemoterapi
2.6 Gejala Klinis
Sebagian besar meningioma adalah lesi jinak yang berkembang lambat
sehingga gejala klinisnya secara khas dihubungkan dengan gejala peningkatan
tekanan intracranial yang bertahap. Sakit kepala dan kejang adalah gejala umum
yang terjadi, namun terdapat pula gejala lain yang tergantung pada ukuran dan
lokasi dari tumor.
Gejala klinis lainnya yang sering dikeluhkan pada pasien meningioma
antara lain perubahan mental, gangguan penglihatan, mual muntah, sindrom lobus
frontalis, gangguan kepribadian, hemiparesis kontralateral, kelemahan pada
lengan dan kaki, serta kehilangan sensasi terutama pada meningioma spinalis.
Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal (Hatoum,
2008; Joung H Lee, 2009).
2.7 Gambaran Radiologi
Pemeriksaan penunjang radiologi pada meningioma dapat berupa foto x-
ray, CT-scan kepala baik dengan maupun tanpa kontras dan MRI. Pada foto x-ray
dapat ditemukan gambaran khas, yaitu hiperostosis, peningkatan vaskularisasi dan
kalsifikasi. Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma.
Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik
pada tulang tengkorak. Peningkatan vaskularisasi dapat terlihat dari pembesaran
16
pembuluh darah meninx akibat dilatasi arteri meninx yang mensuplai darah ke
tumor. Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus
Modalitas CT-scan baik yang tanpa kontras maupun dengan kontras paling
banyak memperlihatkan meningioma. Pada CT-scan tanpa kontras, meningioma
akan memberikan gambaran isodense hingga sedikit hyperdense dan kalsifikasi.
Sedangkan CT-scan dengan kontras akan memberikan gambaran peningkatan
densitas yang homogen. Gambaran hiperostosis, edema peritumoral dan nekrosis
sentral dapat dijumpai pada pencitraan CT-scan kepala. Gambaran khas pada CT-
scan kepala adalah adanya dural tail yaitu duramater yang melekat pada tulang
(Osborn, 2004; Mary, 2013).
MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk
mengevaluasi meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan
gejala tergantung pada lokasi tumor berada. Pada MRI dengan T1W1 umumnya
memberikan gambaran isointense sedangkan beberapa lainnya memberikan
gambaran hypointense dibandingkan dengan gray matter. Pada T2W1,
meningioma juga umumnya menunjukkan gambaran isointense dengan beberapa
yang hyperintense karena kandungan airnya yang tinggi terutama pada jenis
meningothelial, yang hipervaskular, dan yang agresif (Osborn, 2004; Mary, 2013).
Pada angiografi umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan
dapat menimbulkan gambaran “spoke wheel appearance”. Selanjutnya arteri dan
kapiler memperlihatkan gambaran vascular yang homogen dan prominen yang
disebut dengan mother and law phenomenon (Mary,2013)
17
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu
sendiri. Penatalaksanaannya dapat berupa pembedahan, radiosurgery, radiasi dan
embolisasi. Pembedahan merupakan terapi utama pada penatalaksanaan semua
jenis meningioma. Terdapat dua tujuan utama dari pembedahan yaitu paliatif dan
reseksi tumor. Tujuan dari reseksi meningioma adalah menentukan diagnosis
definitif, mengurangi efek massa, dan meringankan gejala-gejala. Reseksi harus
dilakukan sebersih mungkin agar memberikan hasil yang lebih baik dan
menurunkan kejadian rekurensi. Reseksi yang dilakukan tidak hanya mengangkat
seluruh tumor tetapi juga meliputi jaringan lunak, batas duramater sekitar tumor,
dan tulang kranium apabila terlibat. Reseksi tumor pada skull base sering kali
subtotal karena lokasi dan perlekatan dengan pembuluh darah (Modha & Gutin,
2005; Mardjono, 2003).
Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial
a. Grade I Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
b. Grade II Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
c. Grade III Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan
dura, atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau
tulang yang hiperostotik)
d. Grade IV Reseksi parsial tumor
e. Grade V Dekompresi sederhana (biopsy)
Penggunaan radioterapi sebagai pilihan penanganan meningioma semakin
banyak dipakai. Radioterapi telah dilaporkan memberikan manfaat secara klinis
pada banyak serial kasus yaitu baik regresi ataupun berhentinya pertumbuhan
18
tumor. Manfaat radioterapi masih menjadi perdebatan, Radioterapi disarankan
sebagai terapi adjuvan pada reseksi inkomplit, tumor rekuren dan atau grade
tinggi, serta sebagai terapi utama pada beberapa kasus seperti meningioma saraf
optik dan beberapa tumor yang tidak dapat direseksi (Al-Hadidy, 2007; Minniti,
2009) External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk
melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi
baik yang didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus
meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien
yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external beam
irradiation masih belum menunjukkan efektivitasnya. Teori terakhir menyatakan
terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma
yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang mendukung teori ini
belum banyak dikemukakan.
Namun penggunaan radioterapi ini harus secara hati-hati dengan dosis
yang tepat mengingat pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama pada
meningioma. Saraf optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi.
Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun
nekrosis akibat radioterapi.
Angiografi preoperatif dapat menggambarkan suplai pembuluh darah
terhadap tumor dan memperlihatkan pembungkusan pembuluh darah. Selain itu,
angiografi dapat memfasilitasi embolisasi preoperatif. Beberapa jenis meningioma
terutama malignan umumnya memiliki vaskularisasi yang tinggi, sehingga
embolisasi preoperatif mempermudah tindakan reseksi tumor. Hal ini disebabkan
oleh berkurangnya darah yang hilang secara signifikan saat reseksi. Embolisasi
19
preoperatif dilakukan pada tumor yang berukuran kurang dari 6 cm dan dengan
pertimbangan keuntungan dibandingkan dengan resiko dari embolisasi (Dowd,
2003; Levacic et al; 2012).
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak
diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi
sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit
sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi
(baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan
adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (Moazzam, 2013)
2.9 Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena sebagian besar
bersifat jinak, tumbuh lambat dan berbatas tegas sehingga pengangkatan tumor
yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Namun pada 10-
15% kasus, resiko kekambuhan tumor ini tinggi bahkan setelah dilakukan reseksi
komplit (Riemenschneider et al., 2006). Kasus kekambuhan tersebut umumnya
membutuhkan reseksi ulang sehingga menyebabkan peningkatan resiko
morbiditas dan mortalitas (Violaris, 2012).
Tabel 2.2. Tingkat rekurensi Setelah reseksi berdasarkan kriteria
Simpson (Modha & Gutin, 2005)
Simpson Grade Completeness of Resection 10-year
Recurrence
Grade I complete removal including
resection of underlying bone and
9%
20
associated dura
Grade II complete removal + coagulation of
dural attachment
19%
Grade III complete removal w/o resection of
dura or coagulation
29%
Grade IV subtotal resection 40%
Berdasarkan tabel di atas diperlihakan bahwa reseksi meningioma total
hingga Simpson grade 1 juga menunjukkan resiko terjadinya rekurensi hingga
9%. Faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh pada rekurensi meliputi
reseksi inkomplit, jenis histologis atipikal dan malignan berdasarkan klasifikasi
WHO, adanya penonjolan nukleolar, adanya mitosis lebih dari dua per 10 high-
power fields dan gambaran menyangat kontras yang heterogen pada Ct-scan
kepala (Al-Hadidy, 2007).
Pada orang dewasa survivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada
anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih
agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat
besar. Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang
dilaporkan dan seiring dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli
bedah maka angka kematian post operasi juga semakin kecil. Diperkirakan angka
kematian post operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan (1957–
1966) adalah 8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang
terdahulu yaitu perdarahan dan edema otak (Mendenhall, 2004).
21
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Meningioma
Gejala Klinis Nyeri kepala
Perubahan
mental
Kejang
Mual muntah
Paresis
Perubahan visus
Pem. Penunjang CT Scan
MRI
Diagnosis Lokasi Tumor
Penanganan
Non Operatif Operatif
Gambaran Histopatologi
Outcome
Radiasi
Hormon
Cedera Kepala
Usia
Jenis Kelamin
Riwayat Keluarga
22
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
3.2 Definisi Operasional
3.2.1 Meningioma
Meningioma adalah salah satu neoplasma yang dijumpai pada sistem saraf
pusat. Meningioma merupakan keterangan hasil diagnosis oleh dokter yang
tercatat dalam rekam medis pasien di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode
Januari-Desember 2016 sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi sampel.
3.2.2 Usia
Merupakan jumlah tahun hidup pasien meningioma yang diperoleh
berdasarkan keterangan usia pasien yang tercatat dalam rekam medis. Data usia
kemudian dikaji dan di kelompokkan menurut dekade sebagai berikut:
0 – 9 tahun
10 – 19 tahun
20 - 29 tahun
30 - 39 tahun
40 – 49 tahun
50 – 59 tahun
≥ 60 tahun
3.2.3 Jenis Kelamin
23
Merupakan keterangan jenis kelamin yang tercatat dalam rekam medis.
Hasil ukur berupa:
Laki – laki
Perempuan
3.2.4 Riwayat Keluarga
Merupakan keterangan riwayat keluarga pasien yang menderita
meningioma. Hasil ukur berupa ada atau tidak riwayat keluarga.
3.2.5 Gejala Klinis
Gejala klinis adalah keluhan yang membuat pasien datang ke rumah sakit.
Hasil ukur berupa:
Nyeri kepala
Kesadaran menurun
Kejang
Mual muntah
Paresis
Perubahan visus
3.2.6 Lokasi Tumor
Merupakan keterangan dimana meningioma ditemukan seperti yang
tercatat dalam rekam medis. Hasil ukur berupa:
Lobus frontal
Lobus parietal
24
Lobus temporal
Lobus occipital
Retrobulbar
3.2.7 Penanganan Pasien
Merupakan penatalaksanaan medis yang didapatkan pasien sebagai upaya
tindakan penyembuhan seperti yang tercatat dalam rekam medis. Hasil ukur
berupa:
Non operatif
Operatif
Radioterapi
Bedah + Radioterapi
Kemoterapi
3.2.8 Gambaran Histopatologi
Merupakan hasil diagnosis tipe tumor yang tercatat di rekam medis
berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil ukur disesuaikan dengan klasifikasi menurut WHO, yaitu:
Grade I : Meningothelial meningioma, fibrous meningioma,
transitional meningioma, psammomatous meningioma, angiomatous
meningioma, mycrocystic meningioma, lymphoplasmacyte-rich
meningioma, metaplastic meningioma, secretory meningioma
Grade II : Atypical meningioma, clear cell meningioma, chordoid
meningioma
25
Grade III : Rhabdoid meningioma, papillary meningioma, anaplastic
meningioma
3.2.9 Outcome
Berdasarkan keadaan pasien pada akhir terapi atau proses suatu penyakit
yang merupakan hasil akhir dari perawatan yang diberikan kepada pasien oleh
suatu tempat pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2002). Penilaian outcome
menggunakan Glasgow Outcome Scale. GOS merupakan parameter untuk
outcome cedera kepala yang paling sering digunakan untuk menilai keadaan fisik
dan neurologic. Hasil ukur berupa skor GOS yang didapatkan dari catatan rekam
medis.
Tabel 3.1 Glasgow Outcome Scale
Score Outcome Description
1 Dead ---
2 Persistent vegetative state Unable to interact with environment:
unresponsive
3 Severe disability Unable to live independently
4 Moderate disability Able to live independently
5 Good recovery Reintegrated (may have non
disabling sequelae)
26
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif retrospective
study. Penelitian dilakukan dengan cara pengumpulan data berdasarkan
pengamatan rekam medis pasien meningioma di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo. Data tersebut digunakan untuk menilai karakteristik pasien
meningioma.
4.2 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain cross
sectional.
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar,
Sulawesi Selatan
4.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan segera setelah penulisan proposal yaitu pada bulan
Agustus hingga Oktober 2017
4.4 Populasi dan Sampel
4.4.1 Populasi
27
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang didiagnosis
dengan meningioma di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari -
Desember 2016
4.4.2 Sampel
Besar sampel diperoleh dengan metode total sampling. Total sampling
adalah teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi
sebagai sampel. Dalam penelitian ini keseluruhan dari populasi penelitian adalah
merupakan sampel karena perlu didapatkan jumlah secara keseluruhan penderita
meningioma di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari – Desember
2016.
4.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.5.1 Kriteria Inklusi
Yang diambil sebagai data adalah pasien yang terdiagnosis meningioma
berdasarkan gambaran CT Scan / MRI di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
periode Januari-Desember 2016.
4.5.2 Kriteria Eksklusi
Yang tidak diambil sebagai data adalah:
Pasien meningioma yang juga menderita tumor otak jenis lain
Pasien meningioma yang disertai hidrocephalus
4.5 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
28
Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
data sekunder yang diperoleh dari rekam medis pasien meningioma di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo periode Januari – Juni 2016. Hal – hal yang diperlukan
dicatat dan ditabulasikan kemudian diolah menggunakan program komputer
Microsoft Office Excel 2010 sesuai kebutuhan menurut variabel yang akan
diteliti. Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.
4.6 Alur Penelitian
4.7 Etika Penelitian
Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah:
a. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada instansi terkait
sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian
b. Menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada rekam medis,
sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian
yang dilakukan.
Peminjaman data rekam medis
Pencatatan & pengolahan data
Hasil penelitian
Pembahasan
Kesimpulan
29
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama Agustus hingga Oktober 2017 di RSUP Dr
Wahidin Sudirohusodo, Makassar, untuk mengetahui karakteristik pasien
meningioma periode Januari – Desember 2016. Hasil penelitian didapatkan dari
data rekam medis pasien. Adapun jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi berjumlah 53 sampel. Analisa data yang terkumpul diolah
menggunakan Microsoft Excel 2010. Data disajikan dalam bentuk tabel dan
disertai dengan penjelasan.
Sejak bulan Januari – Desember 2016, pasien yang terdiagnosis
meningioma di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo berjumlah 60 orang. Jumlah data
rekam medis yang tersedia berjumlah 57 data. Sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi, sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 53 orang, sedangkan
yang tereksklusi sebanyak 4 orang.
5.2 Analisis Hasil Penelitian
Karakteristik pasien meningioma pada penelitian ini dibagi menjadi 8
kategori, yaitu usia, jenis kelamin, ada tidaknya riwayat keluarga, gejala klinis,
lokasi, penanganan dan outcome. Adapun hasilnya sebagai berikut:
30
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi karakteristik pasien meningioma di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo periode Januari – Desember 2016 yang menjadi sampel penelitian
Karakteristik n (53) %
a. Usia
0 – 9 tahun
10 – 19 tahun
20 – 29 tahun
30 – 39 tahun
40 – 49 tahun
50 – 59 tahun
>60 tahun
1
1
2
12
19
13
5
1,8
1,8
3,7
22,6
35,8
24,5
9,4
b. Jenis Kelamin
Laki – laki
Perempuan
12
41
22,6
77,3
c. Riwayat Keluarga
Ada riwayat keluarga
Tidak ada riwayat keluarga
3
50
5,6
94,3
d. Gejala Klinis
Nyeri kepala
Kesadaran menurun
Kejang
Mual muntah
Paresis
Perubahan visus
19
9
4
7
8
6
35,8
16,9
7,5
13,2
15
11,3
e. Lokasi Tumor
Lobus frontal
Lobus parietal
Lobus temporal
Lobus occipital
Retrobulbar
Medulla spinalis
22
11
9
5
5
1
41,5
20,7
16,9
9,4
9,4
1,8
f. Penanganan Pasien
Non operatif
Operatif
Radioterapi
Bedah + Radioterapi
Kemoterapi
12
41
0
0
0
22,6
77,3
0
0
0
31
g. Gambaran histopatologi n (41)
Grade I
Meningothelial meningioma
Fibroblastik meningioma
Psammomatous meningioma
Angiomatous meningoma
Grade II
Grade III
18
8
6
1
6
1
43,9
19,5
14,6
2,4
14,6
4,8
h. Outcome (GOS)
1
2
3
4
5
5
0
0
1
47
9,4
0
0
1,8
88,6
*1: dead, 2: persistent vegetative state, 3: severe disability, 4: moderate
disability, 5: good recovery
Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa
Menurut usia, dari 53 sampel pasien meningioma, proporsi tertinggi
terdapat pada rentang usia 40-49 tahun yaitu 19 orang (35,8%), diikuti rentang
usia 50-59 tahun yaitu 13 orang (24,5%). Hal ini menunjukkan distribusi
meningioma menurut usia, terbanyak pada dekade ke lima yaitu pada rentang usia
40-49 tahun. Gambaran distribusi pasien menurut kelompok usia dapat dilihat
pada diagram 5.1
32
Diagram 5.1 distribusi pasien menurut kelompok usia
Dari 53 sampel pasien meningioma, 12 orang (22,6%) diantaranya adalah
laki-laki dan 41 orang (77,3%) diantaranya adalah perempuan. Gambaran
distribusi pasien berdasarkan kelompok jenis kelamin tampak dalam diagram 5.2
Diagram 5.2 distribusi pasien berdasarkan kelompok jenis kelamin
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0 - 9 tahun 10 - 19tahun
20 - 29tahun
30 - 39tahun
40 - 49tahun
50 - 59tahun
≥ 60 tahun
Usia
Usia
22,6%
77,3%
Jenis Kelamin
Laki - laki
Perempuan
33
Dari data rekam medik yang diperoleh, pasien meningioma yang disertai
riwayat keluarga yaitu 3 orang (5,6%), sedangkan sisanya sebanyak 50 orang
(94,3%) tidak memiliki riwayat keluarga. Gambaran distribusi pasien berdasarkan
ada tidaknya riwayat keluarga tampak dalam diagram 5.3
Diagram 5.3 distribusi pasien berdasarkan ada tidaknya riwayat keluarga
5,6%
94,3%
Riwayat Keluarga
Ada riwayat keluarga
Tidak ada riwayat keluarga
34
Berdasarkan gejala klinis pasien meningioma, nyeri kepala menjadi
keluhan terbanyak yaitu sebanyak 19 orang (35,8%), sedangkan gejala klinis
kesadaran menurun sebanyak 9 orang (16,9%). Gejala klinis lain yaitu kejang
sebanyak 4 orang (7,5%), mual muntah sebanyak 7 orang (13,2%), paresis
sebanyak 8 orang (15%) dan perubahan visus sebanyak 6 orang (11,3%).
Gambaran distribusi pasien berdasarkan gejala klinis tampak pada diagram 5.4
Diagram 5.4 distribusi pasien berdasarkan gejala klinis
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Nyerikepala
Kesadaranmenurun
Kejang Mualmuntah
Paresis Perubahanvisus
Gejala Klinis
Gejala Klinis
35
Menurut lokasi tumor, dari 53 pasien terdapat 22 orang (41,5%) dengan
lokasi tumor di lobus frontal, 11 orang (20,7%) memiliki tumor di lobus parietal,
9 orang (16,9%) berlokasi di lobus temporal, 5 orang (9,4%) berlokasi di lobus
occipital, 5 orang (9,4%) dengan lokasi tumor di retrobulbar dan 1 orang (1,8%)
memiliki tumor yang berlokasi di medulla spinalis. Gambaran distribusi pasien
berdasarkan lokasi tumor tampak dalam diagram 5.5
Diagram 5.5 distribusi pasien berdasarkan lokasi tumor
0
5
10
15
20
25
Lokasi Tumor
LokasiTumor
36
Dari 53 pasien meningoma, 41 orang (77,3%) diantaranya dilakukan
penanganan operatif sedangkan sisanya sebanyak 12 orang (22,6%) dilakukan
penanganan non operatif. Dari data yang diperoleh, tidak ada pasien yang
mendapat penanganan berupa radioterapi (0%), bedah + radioterapi (0%), dan
kemoterapi (0%). Gambaran distribusi pasien berdasarkan penangnan tambap
pada diagram 5.6
Diagram 5.6 distribusi pasien berdasarkan penanganan
77,3%
22,6%
Penanganan
Operatif
Non operatif
37
Berdasarkan data histopatologi yang diperoleh dari 41 sampel yang
mendapatkan penanganan operatif, sebanyak 33 orang (80,4%) termasuk dalam
meningioma Grade I, dengan rincian sebanyak 18 orang (43,9%) menderita
meningothelial meningoma, 8 orang (19,5%) menderita fibroblastik meningoma,
6 orang (14,6%) menderita psammomatous meningioma, dan 1 orang (2,4%)
menderita angiomatous meningioma. Sedangkan sisanya sebanyak 6 orang
(14,6%) termasuk meningioma Grade II, dan 2 orang (4,8%) termasuk
meningoma Grade III. Gambaran distribusi pasien berdasarkan gambaran
histopatologi tampak dalam diagram 5.7
Diagram 5.7 distribusi pasien berdasarkan gambaran histopatologi
80,4%
14,6%
4,8%
Gambaran Histopatologi
Grade I
Grade II
Grade III
0
5
10
15
20
Meningothelialmeningioma
Fibroblastikmeningioma
Psammomatousmeningioma
Angiomatousmeningioma
Grade I
Grade I
38
Berdasarkan outcome pasien meningioma, yang hidup (GOS 5) sebanyak
47 orang (88,6%), dengan rincian 38 orang (71,6%) dilakukan penanganan
operatif dan 9 orang (16,9%) dilakukan penanganan non operatif. Terdapat 1
orang (1,8%) yang mengalami moderate disability (GOS 4) setelah dilakukan
penanganan non operatif. Sedangkan sisanya sebanyak 5 orang (9,4%) meninggal
(GOS 1) dengan rincian 3 orang (5,6%) dilakukan penanganan operatif dan 2
orang (3,7%) dilakukan penanganan non operatif. Gambaran distribusi pasien
berdasarkan outcome tampak dalam tabel 5.2
Tabel 5.2 distribusi pasien berdasarkan penatalaksanaan dan outcome
Penatalaksanaan Glasglow Outcome Scale n(%)
1 2 3 4 5
Operatif 3(5,6) 0(0,0) 0(0,0) 0(0,0) 38(71,6)
Non operatif 2(3,7) 0(0,0) 0(0,0) 1(1,8) 9(16,9)
Total 5(9,4) 0(0,0) 0(0,0) 1(1,8) 47(88,6)
*1: dead, 2: persistent vegetative state, 3: severe disability, 4: moderate
disability, 5: good recovery
39
BAB 6
PEMBAHASAN
Dari seluruh jumlah pasien di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode
Januari - Desember 2016 terdapat 60 pasien yang terdiagnosis meningioma. Dari
data rekam medis yang diperoleh, terdapat 53 sampel yang masuk kategori
inklusi.
Menurut Depkes RI tahun 2009, usia adalah satuan waktu yang mengukur
waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati.
Adapun usia kronologis adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran
seseorang sampai dengan waktu penghitungan usia. Berdasarkan usia yang
dikelompokkan menurut dekade, dapat dilihat dari diagram 5.1 bahwa pasien
meningioma terbanyak pada dekade kelima atau pada rentang usia 40-49 tahun
yaitu 19 orang (35,8%) untuk total kedua jenis kelamin, kemudian diikuti oleh
rentang usia 50-59 tahun atau dekade keenam sebanyak 13 orang (24,5%) dan
dekade keempat yaitu usia 30-39 tahun sebanyak 12 orang (22,6%). Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Rockhill pada tahun 2007,
yang menunjukkan bahwa insiden meningioma meningkat seiring dengan
pertambahan usia dan mencapai puncak pada dekade keempat hingga dekade
keenam. Meskipun penyebab pasti meningioma belum diketahui, namun delesi
dan inaktivasi lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2) yang merupakan gen supresor
tumor dipercaya menjadi faktor predominan pada meningioma sporadik
(Wiemels, 2010). Salah satu mekanisme dimana suatu sel dapat mengaktivasi
ekspresi gen adalah dengan memodifikasi daerah promoter dan mencegah faktor
40
transkrips untuk berinteraksi dengan DNA. Proses tersebut diperantarai oleh DNA
methyltransferase atau disebut dengan metilasi DNA (Goel & Boland, 2012).
Menurut penelitian Sakai et al (2014), penyimpangan metilasi DNA dan mutasi
gen-gen ini meningkat seiring terjadinya penuaan.
Untuk distribusi pasien meningioma berdasarkan jenis kelamin, seperti
yang diuraikan pada diagram 5.2, dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita
meningioma dijumpai pada perempuan yaitu sebanyak 41 orang (77,3%)
sedangkan laki-laki 12 orang (22,6%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Wiemels tahun 2010 yang menyebutkan bahwa meningioma lebih
sering dijumpai pada perempuan, bahkan mencapai dua kali lipat lebih tinggi.
Menurut literatur, hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon seks. Hal ini
didukung dengan ditemukannya beberapa bukti seperti peningkatan pertumbuhan
tumor selama kehamilan dan perubahan ukuran selama menstruasi. Data
observasional juga menunjukkan bahwa menopause dan oophorectomy
merupakan faktor proteksi terhadap perkembangan meningioma, sedangkan
adipositas berhubungan positif dengan penyakit ini (Wahab dan Al-Azzawi,
2003). Berbagai studi menunjukkan bahwa sebagian besar meningioma
mengekspresikan reseptor hormon progesteron pada membran sel, dengan
berbagai variasi (Marosi, et. al., 2008). Studi oleh Taghipour, et.al. (2007)
menunjukkan reseptor progesteron yang positif ditemukan secara signifikan pada
meningioma benigna.
Untuk distribusi pasien berdasarkan ada tidaknya riwayat keluarga dapat
dilihat pada diagram 5.3, yaitu sebanyak 50 pasien (94,3%) dari 53 pasien tidak
memiliki riwayat keluarga. Hal ini sejalan dengan literatur yang menyatakan
41
bahwa umumnya meningioma merupakan tumor sporadik yaitu tumor yang
timbul pada pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan penderita tumor
otak jenis apapun. Hal ini disebabkan karena sindroma genetik turunan yang
memicu perkembangan meningioma hanya beberapa dan jarang. Seperti pada
kelainan gen autosomal dominan yaitu NF2 yang disebabkan oleh mutasi
germline pada kromosom 22q12, insidens nya hanya 1 per 30.000 – 40.000 jiwa
di US (Smith, 2011).
Untuk distribusi pasien berdasarkan gejala klinis, pada diagram 5.4 terlihat
bahwa sebagian besar penderita mengeluh nyeri kepala yaitu sebanyak 19 orang
(35,8 %). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Liouta
(2016) dimana gejala klinis pasien meningioma yang memiliki proporsi tertinggi
adalah kejang (37,1%). Sedangkan pada penelitian ini, jumlah pasien dengan
gejala klinis kejang hanya 4 orang (7,5%). Namun pada penelitian lain yang
dilakukan Sobirin (2001), keluhan terbanyak pada pasien tumor otak secara umum
adalah nyeri kepala yang ditemukan pada 26 orang (76,47%). Hal ini disebabkan
karena tumor otak akan menyebabkan penekanan intrakranial dan menyebabkan
traksi pada struktur peka nyeri baik intra- maupun ekstrakranial. Struktur peka
nyeri tersebut meliputi sinus venosus, arteri dura dan serebri, duramater, kulit,
jaringan subkutan dan otot, serta periosteum dari kranium.
Pada penelitian ini, seperti yang terurai pada diagram 5.5, lokasi tumor
terbanyak dijumpai pada lobus frontal yaitu 22 orang (41,5%) diikuti dengan
lobus parietal yang berjumlah 11 orang (20,7%) dan lokasi yang memiliki
proporsi terendah yaitu medulla spinalis (1,8%). Hal ini tidak sejalan dengan
penelitian Hakim (2005) yang menyatakan tumor otak secara umum terbanyak
42
berada di lobus parietalis 18,2%, sedangkan tumor-tumor lainnya tersebar di
beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, cerebellum, brainstem,
cerebellopontine angle dan multiple. Menurut literatur, mayoritas meningioma
terjadi di sepanjang sinus vena dural, antara lain convexity dan parasagital
(Sherman, 2011). Hal ini mendukung hasil penelitian yang menunjukkan
meningioma terbanyak dijumpai di lobus frontal (41,5%) dan lobus parietal
(20,7%).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pada diagram 5.6 terlihat
bahwa jenis penanganan yang paling banyak dilakukan adalah operatif yaitu
sebanyak 41 orang (77,3%) sedangkan sisanya yaitu 12 orang dilakukan
penanganan non operatif (22,6%). Hal ini sejalan dengan literatur yang
menyebutkan bahwa pembedahan merupakan terapi utama pada penatalaksanaan
semua jenis meningioma. Tujuan dari reseksi meningioma adalah menentukan
diagnosis definitif, mengurangi efek massa, dan meringankan gejala – gejala
(Modha & Gutin, 2005). Adapun tidak dilakukannya operasi karena berbagai
alasan, seperti; inoperable atau tumor metastase (sekunder)
Untuk distribusi pasien berdasarkan gambaran histopatologi, pada diagram
5.7 tampak bahwa dari 41 orang pasien yang dilakukan penanganan operatif dan
diperiksakan ke Instalasi Patologi Anatomi, sebagian besar menderita meningioma
Grade I, yaitu sebanyak 33 orang (80,4%), dengan rincian 18 orang (43,9%)
menderita meningothelial meningoma, 8 orang (19,5%) menderita fibroblastik
meningoma, 6 orang (14,6%) menderita psammomatous meningioma, dan 1 orang
(2,4%) menderita angiomatous meningioma. Hal ini sejalan dengan literatur
menurut WHO 2007 yang menyebutkan bahwa frekuensi meningioma Grade I
43
adalah yang tersering yaitu sekitar 80% – 90%. Dari diagram 5.7 terlihat bahwa
jenis meningothelial meningioma memiliki proporsi yang tertinggi yaitu 43,9%.
Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari ekspresi reseptor hormon
progesteron pada membran sel meningioma, dimana paling tinggi ditemukan pada
jenis meningothelial. Jaringan meningeal (sel arachnoid) normal sebenarnya juga
mengekspresikan reseptor progesteron namun dengan frekuensi yang lebih jarang
dibandingkan jaringan meningioma (Leaes, et.al., 2010). Jaringan tumor
meningioma jenis meningothelial yang berdiferensiasi baik memiliki banyak
kesamaan dengan sel arachnoid normal. Sehingga ekspresi reseptor progesteron
paling tinggi ditemukan pada jenis meningothelial (Wolfsberger, et.al., 2004).
Outcome didefinisikan sebagai keadaan pasien pada akhir terapi atau
proses suatu penyakit yang merupakan hasil akhir dari perawatan yang diberikan
kepada pasien oleh suatu tempat pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2002).
Seperti yang diuraikan dalam tabel 5.2 terlihat bahwa sebagian besar pasien
meningioma memiliki good recovery (GOS 5) yaitu sebanyak 47 orang (88,6%)
dengan rincian 38 orang (71,6%) dilakukan penanganan operatif dan 9 orang
(16,9%) dilakukan penanganan non operatif. Sedangkan sisanya yaitu 5 orang
(9,4%) meninggal (GOS 1) dengan rincian 3 orang (5,6%) dilakukan penanganan
operatif dan 2 orang (3,7%) dilakukan penanganan non operatif. Hal ini sejalan
dengan literatur yang menyebutkan bahwa pada umumnya meningioma memiliki
prognosa yang baik karena sebagian besar bersifat jinak, tumbuh lambat dan
berbatas tegas sehingga pengangkatan tumor yang sempurna akan memberikan
penyembuhan yang permanen (Riemenschneider et al., 2006).
44
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian karakteristik yang dilakukan pada pasien meningioma
di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari – Desember 2016, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Insidens pasien meningioma paling tinggi pada dekade kelima atau pada
rentang usia 40-49 tahun yaitu 19 orang (35,8%)
2. Presentasi pasien dengan jenis kelamin perempuan lebih tinggi yaitu
mencapai 77,3% dibandingkan laki-laki 22,6%
3. Pasien meningioma yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita tumor
otak memiliki presentasi lebih tinggi yaitu mencapai 94,3%
4. Menurut gejala klinis, pasien meningioma terbanyak memiliki gejala klinis
nyeri kepala yaitu 35,8%
5. Lokasi meningioma di lobus frontal memiliki presentasi lebih tinggi yaitu
sebanyak 22 pasien dari 53 pasien (41,5%)
6. Penanganan operatif menjadi pilihan penanganan pada kasus meningioma
(77,3%)
7. Menurut gambaran histopatologi, jenis meningioma yang tersering adalah
meningioma Grade I yaitu 80,4% khususnya jenis meningothelial
meningioma (43,9%)
8. Presentasi pasien yang keluar rumah sakit dalam keadaan sembuh atau
membaik lebih tinggi (88,6%) dibandingkan yang meninggal.
45
7.2 Saran
1. Perlu adanya penyuluhan terkait tumor otak guna meningkatkan
awareness masyarakat sehingga dapat mendeteksi dini adanya gejala
tumor otak dan mendapat pengobatan lebih awal.
2. Data rekam medis perlu dilengkapkan sehingga informasi yang diperlukan
dapat dibaca dengan lebih mudah.
46
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hadidy AM, Maani WS, Mahafza WS. 2010. Intracranial Meningioma. Jordan
Medical Journal. 41(1): 37-51
Al-Mefty, O., Heth, J., 2005. Meningiomas. In: Rengachary, S.S., Ellenbogen,
R.G., eds. Principles of neurosurgery. 2nd
eds. China: Elsevier Mosby,
487-500
Barnholtz-Sloan, J.S., Kruchko, C., 2007. Meningiomas: causes and risk factors.
Neurosurg Focus 23 (4): E2.
Bemat JL, Vincent FM. 1987. Back and Neck pain in : Neurology. Medical
Economics Company Inc, United States of America.
Calvocoressi, L., Claus, E.B., 2010. Epidemiology and Natural History of
Meningioma. In: Pamir, M.N., Black, P.M., Fahlbusch, R., eds.
Meningiomas: A comprehensive text. New York: Saunders Elsevier, 61-77.
Cea-Soriano L, Wallander MA, Rodriguez G. 2012. Epidemiology of meningioma
in the United Kingdom. Neuroepidemiology 39(1) : 27-34.
Chou, S.M., Miles, J.M., 1991. The pathology of meningiomas. In: Al-Mefty O,
editor. Meningiomas. New York: Raven press, 37-57.
Choy, W., Kim, W., Nagasawa, D., Stramotas, S., Yew, A., Gopen, Q., et al,
2011. The molecular genetics and tumor pathogenesis of meningiomas and
the future directions of meningioma treatments. Neurosurg Focus, 30 (5): E6
47
Claus, E.B., Calvocoressi, L., Bondy, M.L., Schildkraut, J.M., Wiemels, J.L.,
Wrensch, M., 2012. Dental x-rays and risk of meningioma. Cancer 118 (18):
4530-7.
Evans, D.G.R., Watson, C., King, A., Wallace, A.J., Baser, M.E., 2005. Multiple
meningiomas: differential involvement of the NF2 gene in children and
adults. J Med Genet 42: 45-8.
Japardi, I., 2002. Gambaran CT Scan Pada Tumor Otak Benigna, Fakultas
Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1991/3/bedahiskandar%20jap
ardi11.pdf.txt. Diakses tanggal 5 Juni 2017
Dowd, C.F., Halbach, V.V., Higashida, R.T., 2003. Meningiomas: the role of
perioperative angiography and embolization. Neurosurg Focus 15 (1): 1-4.
Fischer, B.R. & Brokinkel., 2012. Surgical management of skull base
meningiomas – An overview. In: Monleon, D., ed. Meningiomas –
Management and surgery. Shanghai, China. InTech, 85-102.
Goel, A., Boland, C.R., 2012. Epigenetics of Colorectal Cancer.
Gastroenterology. 143(6):2
Hakim, AA. 2005. Tindakan bedah pada tumor cerebellopontine angle. Majalah
Kedokteran Nusantara. 38:3
Hatoum GF, Wen B-Chen. 2008. Radiation Oncology. Springer Berlin
Heidelberg. Miami-USA.
48
Joung H Lee. 2009. Meningiomas. Springer-Verlag. London.
Lai, R., Crevier, L., Thabane, L., 2005. Genetic polymorphisms of Glutathione S-
Transferases and the risk of adult brain tumors: A meta-analysis. Cancer
epidemiol biomarkers prev 14 (7): 1784-90.
Levacic, D., Nochlin, D., Steineke, T., Landolfi, J.C.. 2012. Management of
malignant meningiomas. In: Monleon, D., ed. Meningiomas – Management
and surgery. InTech, Shanghai, 1-34.
Mahyuddin, H., Setiawan, A.B., 2006. Karakteristik Tumor Infratentorial dan
Tatalaksana Operasi di Departmen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran
UI/RSUPN Cipto Mangunkusmo Tahun 2001-2005, Universitas Indonesia.
Malmer, B., Feychting, M., Lonn, S., Ahlbom, A., Henriksson, R., 2005. p53
genotypes and risk of glioma and meningioma. Cancer epidemiol biomarkers
prev 14 (9): 2220-3.
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Fakultas Kedokteran Universtas
Indonesia; 2003. 393-4.
Marosi C, Hassier M, Roessler K., 2008. Meningioma. Crit Rev Oncology
Hematology. 67(2):153-71
Mary, A.K., Abuya, J.M., Chumba, D., Koech, F.K., 2013. Association of
radiological CT and MRI scan features to the histopathology of meningiomas
in patients at major hospital in Eldoret Town, Kenya. International journal of
advanced research 1 (4): 104-14.
Mendenhall W, Friedman W, Amdur R. 2004. Management of Benign Skull Base
Meningiomas : A Review. Skull Base. 14(1) : 53-60
49
Minniti, G., Amichetti, M., Enrici, R.M., 2009. Radiotherapy and radiosurgery for
benign skull base meningiomas. Radiation oncolog 4: 42.
Moazzam AA. 2013. Recent developments in chemotherapy for meningiomas : a
review. Neurosurg Focus. 35(6) : E18
Modha, A., Gutin, P.H., 2005. Diagnosis and treatment of atypical anaplastic
meningiomas: A review. Neurosurgery 57: 538-550.
Osborn, A.G., Blaser, S.I., Salzman, K.L., Katzman, G.L., Provenzale, J., Castillo,
M., et al, 2004. Diagnostic Imaging brain. Utah: Amirsys Inc, II.4.56-
II.4.63
Phillips, L.E., Koepsell, T.D., Van Belle, G., Kukull, W.A., Gehrels, J.A.,
Longstreth, W.T. Jr., 2002. History of head trauma and risk of intracranial
meningioma: population-based case-control study. Neurology 58 (12): 1849-
1852.
Rockhill J, Mrugala M, Chamberlain MC. 2007. Intracranial meningiomas: an
overview of diagnosis and treatment. Neurosurg Focus 23(4): E1
Sakai, E., Nakajima, A., Kaneda, A. 2014. Accumulation of Aberrant DNA
Methylation during Colorectal Cancer Development. WJG. 20(4):979
Saraf S et al. 2011. Update on Meningiomas. The Oncologist. 16: 1604-13.
Shayanfar N, Mashayekh M, Mohammadpour M. 2010. Expression of
progestrone receptor and proliferative marker ki 67 in various grades of
meningioma. Acta Med Iran. 48(3): 142-7
50
Sherman JH, Hoes K, Marcus J. 2011. Neurosurgery for brain tumors: update on
recent technical advances. Curr Neurological Neuroscience Rep. 11(3):313-9
Smith, M.J., Higgs, J.E., Bowers, N.L., Halliday, D., Paterson, J., Gillespie, J., et
al, 2011. Cranial meningiomas in 411 NF2 patients with proven gene
mutations: Clear positional effect of mutations, but absence of female
severity effect on age at onset. Journal of Medical Genetics 48: 1-22.
Taghipour, M., Rakei, S.M., Monabati, A., Nahavandi-Nejad, M., 2007. The role
of estrogen and progesterone receptors in grading of the malignancy of
menigioma. IRCMJ 9 (1): 17-21
Talacchi, A., Corsini, F., Gerosa, M., 2011. Hyperostosing meningiomas of the
cranial vault with and without tumor mass. Acta neurochir 153: 53-61
Tse VC, Lin A. 2002. Metastatic Disease to The Brain. eMedicine Journal 3(1).
Violaris K, Katsarides V, Sakellarion P. 2012. The Recurrence Rate in
Meningiomas: Analysis of Tumor Location, Histological Grading, and Extent
of Resection. Open Journal of Modern Neurosurgery. 2:6-10
Wahab M, Al-Azzawi F. 2003. Meningioma and hormonal influences.
Climacteric. 6(4):285-292
Wahyuliati T. 2005. Meningioma. Jurnal Mutiara Medika. 5(1): 45-9
Widjaja D, Fauziah B. 1979. Meningioma Intrakranial.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09MeningiomaIntrakranial016.pdf/09M
eningiomaIntrakranial016.html diakses tanggal 3 Juni 2017
51
Wiemels J, Wrensch M, Claus E. 2010. Epidemiology and etiology of
meningioma. J Neurooncol 99: 301-314.
Wolfsberger S, Ba-Ssalamah A, Pinker K. 2004. Applicarion of three-tesla
magnetic resonance imaging for diagnosis and surgery of sellar lesions. J
Neurosurg. 100(2):278-86
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian
Lampiran 3. Biodata Peneliti
BIODATA PENELITI
Data Pribadi:
Nama Lengkap : Devina Juanita
Nama Panggilan : Devina
Tempat/Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 3 September 1999
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Katolik
Jenis Kelamin : Perempuan
Gol. Darah : O
Nama Orang Tua
Ayah : dr. Djuanri Thioritz, Sp.THT-KL
Ibu : Ir. Soanita Halim
Pekerjaan Orang Tua
Ayah : PNS
Ibu : Ibu Rumah Tangga
Anak ke : 2
Alamat saat ini : Jl. Cendrawasih No. 303
No. Telp : 082187698188
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan Formal
Periode Sekolah/Institusi/Universitas Jurusan
2004-2010 SD Katolik Mamajang I -
2010-2012 SMP Katolik Rajawali -
2012-2014 SMA Negeri 17 Makassar IPA
2014-sekarang Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin
Pendidikan Dokter
Riwayat Organisasi
Periode Organisasi Jabatan
2015-sekarang Plica Vokalis Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Anggota
2016-sekarang Medical Youth Research Club Fakultas
Kedokteran Univesitas Hasanuddin
Anggota
2016-sekarang PB Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Anggota
No No. RM Usia JK Riw Keluarga
Gejala Klinis Lokasi Penanganan Histopatologi Outcome
1 611998 23 l tidak ada Kejang temporal sinistra Operatif atypical meningioma (Grade II) Membaik
2 769389 28 p tidak ada Nyeri Kepala occipital Non Operatif Membaik
3 347629 54 l tidak ada Hemiparese sinistra parietal Operatif fibroblastik meningioma (Grade I) Membaik
4 772619 46 p tidak ada Nyeri Kepala Frontalis Dextra Operatif psammomatous meningioma (Grade I) Membaik
5 747503 9 bln p tidak ada kesadaran menurun Occipital Operatif meningothelial meningioma (Grade I) Membaik
6 778803 34 l tidak ada Nyeri Kepala temporal dextra Operatif fibroblastik meningioma (Grade I) Membaik
7 769764 42 p ada Mual muntah frontal sinistra non operatif Membaik
8 767265 64 l tidak ada Hemiparese sinistra parietal dextra non operatif Membaik
9 760495 36 l tidak ada penurunan visus temporal sinistra operatif meningothelial meningioma (Grade I) Membaik
10 765195 78 p tidak ada kesadaran menurun frontalis bilateral non operatif meninggal >48
11 742801 43 p tidak ada Nyeri kepala frontal Operatif meningothelial meningioma (Grade I) meninggal >48
12 774401 32 p tidak ada Nyeri Kepala frontal non operatif Membaik
13 757515 47 p tidak ada kesadaran menurun frontal dextra non operatif Membaik
14 776135 37 l tidak ada Nyeri Kepala frontal bilateral Operatif angiomatous meningioma (Grade I) Membaik
15 760681 55 p tidak ada Mual muntah temporal dextra Operatif psammomatous meningioma (Grade I) Membaik
16 734252 65 p tidak ada Hemiparese dextra frontalis dextra non operatif Membaik
17 766982 58 p tidak ada kesadaran menurun parietal dextra non operatif membaik
18 774872 31 p tidak ada hemiparese dextra temporal sinistra operatif meningothelial meningioma (Grade I) meninggal >48
19 742698 45 p tidak ada nyeri kepala temporal dextra operatif atypical meningioma (Grade II) membaik
20 773144 35 l tidak ada hemiparese sinistra frontal dextra operatif fibroblastik meningioma (Grade I) membaik
21 755824 41 p tidak ada penurunan visus frontalis non operatif belum sembuh
22 739954 75 p tidak ada kesadaran menurun occipitalis sinistra non operatif meninggal >48
23 371433 45 p ada nyeri kepala Frontalis Dextra operatif meningothelial meningioma (Grade I) membaik
24 752779 55 p tidak ada mual muntah frontalis sinistra operatif atypical meningioma (Grade II) membaik
25 751029 44 p tidak ada mual muntah frontalis operatif meningothelial meningioma (Grade I) membaik
26 480708 52 p tidak ada nyeri kepala retrobulbar sinistra operatif meningothelial meningioma (Grade I) membaik
27 768637 40 p tidak ada kesadaran menurun frontotemporal sinistra
non operatif membaik
28 770487 46 l tidak ada kejang frontotemporal sinistra
non operatif membaik
29 764127 50 p tidak ada mual muntah retrobulbar dextra operatif meningothelial meningioma (Grade I) membaik
30 767027 32 p tidak ada penurunan visus frontotemporal sinistra
operatif meningothelial meningioma (Grade I) membaik
31 770737 39 p tidak ada hemiparese sinistra parietal dextra operatif meningothelial meningioma (Grade I) membaik
32 770347 37 p tidak ada nyeri kepala frontal sinistra operatif meningothelial meningioma (Grade I) membaik
33 743586 60 p tidak ada kesadaran menurun parietal dextra (supratentorial)
operatif atypical meningioma (Grade II) meninggal >48
34 742047 37 p tidak ada penurunan visus bifrontal operatif fibroblastik meningioma (Grade I) membaik
35 723214 50 l tidak ada nyeri kepala occipital bilateral operatif atypical meningioma (Grade II) membaik
36 406188 16 l ada nyeri kepala frontalis dextra operatif fibroblastik meningioma (Grade I) membaik
37 759422 43 p tidak ada nyeri kepala temporal sinistra operatif atypical meningioma (Grade II) membaik
38 672599 45 p tidak ada nyeri kepala temporal dextra operatif meningothelial meningioma (Grade I) membaik
39 771269 30 p tidak ada kejang frontalis dextra operatif psammomatous meningioma (Grade I) membaik
40 778203 43 p tidak ada kesadaran menurun parietooccipital dextra
operatif meningothelial meningioma (Grade I) membaik
41 763689 54 p tidak ada paresis medula spinalis operatif psammomatous meningioma (Grade I) membaik
42 760061 59 p tidak ada nyeri kepala retrobulbar dextra operatif meningothelial meningioma (Grade I) membaik
43 366915 44 p tidak ada mual muntah retrobulbar frontal sinistra
operatif meningothelial meningioma (Grade I) membaik
44 781375 49 p tidak ada kejang parietal sinistra operatif malignant meningioma (Grade III) membaik
45 758740 43 l tidak ada penurunan visus parietooccipital sinistra
operatif fibroblastik meningioma (Grade I) membaik
46 782930 46 p ada nyeri kepala parietal sinistra operatif psammomatous meningioma (Grade I) membaik
47 750887 56 l tidak ada kesadaran menurun frontalis operatif malignant meningioma (Grade III) membaik
48 692413 51 p tidak ada hemiparese sinistra parietal dextra operatif psammomatous meningioma (Grade I) membaik
49 745546 50 p tidak ada nyeri kepala retrobulbar operatif meningothelial meningioma (Grade I) membaik
50 752112 57 p tidak ada penurunan visus frontal base operatif fibroblastik meningioma (Grade I) membaik
51 740529 40 p tidak ada nyeri kepala parietal sinistra operatif meningothelial meningioma (Grade I) membaik
52 651205 48 p tidak ada nyeri kepala occipital bilateral operatif meningothelial meningioma (Grade I) membaik
53 737290 37 p tidak ada mual muntah temporoparietal sinistra
operatif fibroblastik meningioma (Grade I) membaik