karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
TRANSCRIPT
58 Universitas Kristen Petra
4. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
4.1 Gambaran Umum Responden
Penelitian dilakukan terhadap masyarakat sebagai konsumen penyedia
layanan kesehatan. Responden akan diperlihatkan contoh advertising program
pencegahan penyakit Rumah Sakit Siloam dengan topik premarital check up.
Peneliti menyebarkan kuisioner secara online melalui bantuan Google Form.
Sebanyak 100 kuisioner memenuhi syarat screening dan digunakan dalam
pengolahan data penelitian ini. Data profil responden akan diapaparkan
berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan terakhir, dan penghasilan
tetap tiap bulan..
4.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 4.1. Distribusi Jenis Kelamin Responden No Jenis Kelamin Jumlah Presentase
1 Pria 59 59%
2 Wanita 41 41%
Total 100 100%
Berdasarkan Tabel 4.1 mengenai distribusi jenis kelamin responden,
diketahui bahwa responden dalam penelitian ini hampir sama antara pria dan
wanita, dengan presentase sebesar 51% unuk pria, dan 49% untuk wanita.
4.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Dalam penelitian ini, karakteristik responden berdasarkan usia dibedakan
menjadi dua kategori, yaitu dilihat berdasarkan usia minimum untuk dapat
melakukan pernikahan.
Tabel 4.2.Distribusi Usia Responden Pria
No Usia Pria Jumlah Presentase
(Berdasarkan Jumlah Pria)
1 < 19 tahun 0 0%
59 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.2.Distribusi Usia Responden Pria (sambungan)
No Usia Pria Jumlah Presentase
(Berdasarkan Jumlah Pria)
2 19 - 25 tahun 10 16.95% 3 26 - 30 tahun 19 32.20% 4 31 - 35 tahun 28 47.46% 5 36 - 40 tahun 2 3.39% 6 > 40 tahun 0 0%
Tabel 4.3. Distribusi Usia Responden Wanita
No Usia Wanita Jumlah
Presentase (Berdasarkan Jumlah Wanita)
1 <16 tahun 0 0% 2 16 - 20 tahun 1 2.44% 3 21 - 25 tahun 21 51.22% 4 26 - 30 tahun 19 46.34% 5 31 - 35 tahun 0 0% 6 > 36 tahun 0 0%
Berdasarkan tabel distribusi usia responden di atas, dapat terlihat
perbedaan usia dalam kategori dimana pria dan wanita dalam melakukan
pernikahan. Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pria melakukan
pernikahan paling banyak di usia 31 – 35 tahun, dengan jumlah presentase
mencapai 47%. Sedangkan berdasarkTabel 4.3 dapat dilihat bahwa wanita
melakukan pernikahan di paling banyak di usia 21 – 25 tahun, dengan jumlah
presentase 51,22%.
4.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 4.4. Distribusi Pekerjaan Responden No Pekerjaan Jumlah Presentase
1 Karyawan Swasta
84 84%
2 PNS 4 4%
3 Wiraswasta 10 10%
4 Lain -lain 2 2%
Total 100 100%
60 Universitas Kristen Petra
Berdasrkan Tabel 4.4 mengenai distribusi pekerjaan responden, diketahui
bahwa responden dalam penelitian ini didominasi oleh karyawan swasta dengan
jumlah presentase sebesar 84%, kemudian diikuti oleh wiraswasta sebesar 10%,
PNS sebesar 4%, dan lain – lain sebesar 2%.
4.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Karateristik responden berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdsarkan Tingkat Pendidikan Terakhir
No Pendidikan Terakhir Jumlah Presentase
1 SD 0 0%
2 SMP 0 0%
3 SMA 1 1%
4 S1 83 83%
5 S2 11 11%
6 Lainnya 5 5%
Total 100 100%
Berdasarkan Tabel 4.5 mengenai pendidikan terakhir responden,
diketahui bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini memiliki tingkat
pendidikan sarjana S1 sebesar 83%. Sehingga dapat dikatakan hasil penelitian ini
didapatkan dari kalangan dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi, setingkat
sarjana.
4.1.5 Karakteristik Respnonden Berdsarkan Penghasilan Tetap Tiap
Bulan
Karakteristik responden berdasarkan penghasilan tetap tiap bulan dapat
dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdsarkan Penghasilan Tetap Tiap Bulan
No Penghasilan Jumlah Presentase
1 < Rp 3,000,000 0 0%
2 Rp 3,000,000 - Rp 5,000,000 28 28%
3 Rp 5,000,001 - Rp 10,000,000 45 45%
4 > Rp 10,000,001 27 27%
Total 100 100%
61 Universitas Kristen Petra
Berdasarkan penggolongannya, Badan Pusat Statistik (BPS, 2014)
membedakan pendapatan menjadi 4 golongan, yaitu :
1. Golongan pendapatan sangat tinggi, adalah jika pendapatan ratarata
lebih dari Rp. 3.500.000,00 per bulan.
2. Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara
Rp. 2.500.000,00 – s/d Rp. 3.500.000,00 per bulan.
3. Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata antara
Rp. 1.500.000,00 s/d Rp. 2.500.000,00 per bulan.
4. Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata
1.500.000,00 per bulan.
Berdasarkan Tabel 4.6 mengenai penghasilan tetap tiap bulan responden,
diketahui bahwa mayoritas responden memiliki penghasilan tetap tiap bulan Rp
5,000,001 – s.d Rp 10,000,000, yaitu sebanyak 45%. Hal ini menggambarkan
bahwa target konsumen yang penyedia layanan kesehatan untuk program
pencegahan premarital check up berada pada kisaran tersebut.
4.2 Hasil Analisa Statistik Deskriptif
Variabel yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas 4 variabel yaitu
advertising effectiveness, trust pada penyedia layanan kesehatan, perceived
quality, perceived risk, dan purchase intention. Kuisioner yang digunakan terdiri
dari 15 pernyataan, dengna rincian empat pernyataan untuk pengukuran variabel
advertising effectiveness, tiga pernyataan untuk variabel trust pada penyedia
layanan kesehatan, enam pernyataan untuk variabel perceived risk, dan dua
pernyataan untuk variabel purchase intention. Dalam pengurkuran, digunakan
skala likert dengan rentang satu sampai lima. Responden diminta untuk
memberikan penilaian pada pernyataan – pernyataan terhadap kesesuaian dengan
kondisi yang terjadi. Deskripsi jawaban responden pada masing – masing variabel
penelitian akan dipaparkan berdasarkan nilai top two boxes dan rata – rata (mean).
Kategorisasi nilai top two boxes yang digunakan merujuk pada Tabel 4.7 yaitu
sebagai berikut :
62 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.7 Kategorisasi mean jawaban responden Mean Kategori
1,00 - 1,80 Sangat rendah 1,81 - 2,60 Rendah 2,61 - 3,40 Cukup 3,41 - 4,20 Tinggi 4,21 - 5,00 Sangat tinggi
Sumber : (Durianto, Darmadi, & C. Liana, 2004)
4.2.1 Analisa Statistik Deskriptif Variabel Advertising Effectiveness
Variabel advertising effectiveness (AE) diukur dengan empat indikator
yang indikatornya memiliki nilai berbeda. Berikut adalah tanggapan responden
dan indeks persepsi responden terhadap variabel advertising effectiveness.
Tabel 4.8. Indeks Respon Persepsi Responden terhadap Variabel Advertising Effectiveness
Indikator Pernyataan BTB TTB Mean SD
AE1 Saya suka dengan penyajian iklan program Premarital Check Up dari RS. Siloam
13% 49% 3.38 0.81
AE2 Setelah melihat iklan Premarital Check Up RS. Siloam, saya terdorong untuk mengikuti program tersebut
0% 79% 4.09 0.708
AE3 Setelah melihat iklan program Premarital Check Up RS. Siloam, saya ingin mengetahui informasi program tersebut lebih lanjut.
1% 80% 3.99 0.656
AE4 Dengan melihat iklan program Premarital Check Up RS.Siloam, saya dapat langsung memahami isi / pesan yang disampaikan.
0% 81% 4.13 0.702
Average 3,89 0,72
Berdasarkan Tabel 4.8 mengenai indeks persepsi responden terhadap
variabel advertising effectiveness, diketahui rata rata mean dari variabel
advertising effectiveness adalah 3,8975. Hal ini menandakan bahwa pengaruh
efektivitas dari advertising Rumah Sakit Siloam terhadap program pencegahan
penyakit menuai respon yang optimal. Terbukti dengan tingginya rerata tiga
indikator (AE4,AE3, dan AE2) dari empat indikator yang ada. Dengan tingginya
nilai mean dari tiga indikator tersebut, menandakan Rumah Sakit Siloam mampu
63 Universitas Kristen Petra
menghadirkan advertising yang dapat langsung dipahami oleh responden, dengan
nilai top two boxes yang mencapai 81% dan mean dari indikator tersebut yang
berada pada nilai 4,13. Kemudian, Rumah Sakit Siloam juga berhasil
menampilkan advertising yang mampu membuat konsumen terdorong untuk
mengikuti program premarital check up dengan presentase nilai top two boxes
yang mencapai 79% dengan mean dari indikator tersebut sebesar 4,09. Tidak
hanya itu, keberhasilan advertising Rumah Sakit Siloam ditunjukkan dengan
adanya cukup tingginya rasa ingin tahu responden setelah melihat advertising
program premarital check up dengan nilai top two boxes mencapai 80% dan mean
dari indikator tersebut sebesar 3,99.
Namun nampaknya dari keberhasilan yang dicapai advertising Rumah
Sakit Siloam tersebut, responden merasa bahwa mereka tidak terlalu menyukai
penyajian advertising program premarital check up, dengan nilai top two boxes
yang hanya mencapai 49% dan mean dari indikator tersebut sebesar 3,38. Dari
data tersebut, bukan berarti advertising yang ditampilkan oleh Rumah Sakit
Siloam tersebut benar – benar buruk, namun penyajian advertising tersebut kurang
maksimal dikarenakan sebesar 13% memang tidak menyukai penyajian
advertising tersebut dengan memberikan nilai yang rendah (bottom two boxes),
dan 39% diantaranya masih netral. Berdasarkan Tabel 4.8, Rumah Sakit Siloam
dirasa perlu untuk memperbaiki penyajian advertising untuk dapat meningkatkan
penilaian responden terhadap variabel advertising effectiveness. Pendekatan dapat
dilakukan dengan menampilkan gambar dan tag line yang lebih berdampak secara
emosional. Diharapkan dengan meningkatnya penilaian konsumen terhadap
indikator penyajian advertising dan minimal mempertahankan nilai di ketiga
indikator lainnya yaitu penyajian informasi yang jelas, dorongan kepada
konsumen untuk mencari informasi lebih, dan persuasi dari advertising, dapat
meningkatkan nilai pada variabel – variabel lain dalam penelitian ini.
4.2.2 Analisa Statistik Deskriptif terhadap Variabel Trust pada Penyedia
Layanan Kesehatan
Variabel trust pada penyedia layanan kesehatan (TR) diukur dengan tiga
indikator yang indikatornya memiliki nilai berbeda. Berikut adalah tanggapan
64 Universitas Kristen Petra
responden dan indeks persepsi responden terhadap variabel trust pada penyedia
Layanan Kesehatan.
Tabel 4.9. Indeks Respon Persepsi Responden terhadap Variabel Trust pada Penyedia Layanan Kesehatan
Indikator Pernyataan BTB TTB Mean SD
TR1 Saya percaya bahwa tenaga profesional RS. Siloam dalam menunjang perawatan kesehatan.
1% 87% 4 0.548
TR2
Saya percaya bahwa RS. Siloam berusaha sebaik mungkin bukan hanya berfokus untuk mencari keuntungan semata
4% 57% 3.66 0.751
TR3 Saya mempercayai rekomendasi yang diberikan oleh tenaga profesional RS. Siloam
1% 79% 3.99 0.671
Average 3,88 0,66
Berdasarkan Tabel 4.9 mengenai indeks persepsi responden terhadap
variabel Trust pada penyedia layanan kesehatan, diketahui rata – rata mean dari
variabel trust pada penyedia layanan kesehatan adalah 3,8833. Hal ini
menandakan bahwa tingkat kepercayaan konsumen terhadap Rumah Sakit Siloam
telah optimal. Terbukti dengan tingginya rerata dua indikator (TR1 dan TR3) dari
tiga indikator. Dengan tingginya mean dari dua indikator tersebut, menandakan
bahwa Rumah Sakit Siloam mampu melayani konsumen dengan tenaga
profesional yang terpercaya dan ahli di bidangnya, serta konsumen percaya
terhadap rekomendasi – rekomendasi yang diberikan oleh tenaga profesional
Rumah Sakit Siloam untuk mendukung kesehatan konsumen.
Kepercayaan konsumen terhadap Rumah Sakit Siloam paling tinggi
dilihat dari tenaga profesional rumah sakit dalam menunjang perawatan kesehatan,
hal ini dapat dilihat dari nilai mean indikator yang mencapai 4, dan nilai top two
boxes sebesar 87% yang menandakan banyaknya responden yang percaya dengan
memberikan nilai di atas netral. Kemudian tingkat kepercayaan konsumen
terhadap Rumah Sakit Siloam diukur dari percayanya konsumen terhadap
rekomendasi – rekomendasi yang diberikan oleh tenaga profesional rumah sakit,
hal ini dapat dilihat dari nilai mean indikator yang mencapai 3,99 dan nilai top
two boxes sebesar 79%.
65 Universitas Kristen Petra
Namun nampaknya tingkat kepercayaan konsumen terhadap niat baik
dari Rumah Sakit Siloam kurang maksimal, hal ini dilihat dari presentase top two
boxes sebesar 57% dengan mean dari indikator tersebut sebesar 3,66. Berdasarkan
indikator tersebut sebanyak 39% konsumen netral, hal ini dapat diartikan bahwa
konsumen beranggapan proporsi niat baik dan keinginan rumah sakit dalam
mencari keuntungan sama besarnya. Hal ini nampaknya berhubungan dengan
indikator TR2 pada variabel trust yang menyatakan bahwa responden percaya
bahwa rumah sakit memang mencari keuntungan. Untuk itu Rumah Sakit Siloam
dirasa perlu untuk meningkatkan trust konsumen pada indikator tersebut (TR2),
pendekatan ini dapat dilakukan dengan memberikan keyakinan bahwa biaya yang
dikeluarkan oleh pihak yang melakukan perawatan tidak akan mendapatkan
tambahan biaya – biaya lagi. Dengan meningkatnya penilaian konsumen terhadap
niat baik Rumah Sakit Siloam dan dipertahankannya tingkat kepercayaan
konsumen pada tenaga profesional dan rekomendasi – rekomendasi tenaga
profesional terhadap konsumen, dapat meningkatkan nilai – nilai variabel lain
dalam penelitian ini.
Sejauh ini, tingginya mean dari variabel advertising effectiveness dalam
penelitian ini yang sebesar 3,89 , diikuti dengan tingginya mean dari variabel trust
pada penyedia layanan kesehatan sebesar 3,88. Berdasarkan data tersebut, dapat
dikatakan bahwa advertising yang efektif dapat menimbulkan kepercayaan dalam
benak konsumen, meskipun belum diketahui berapa besar variabel advertising
effectiveness dalam membentuk tingkat kepercayaan konsumen secara
keseluruhan.
4.2.3 Analisa Statistik Deskriptif terhadap variabel Perceived Risk
Variabel perceived risk (PR) diukur dengan enam indikator yang
indikatornya memiliki nilai berbeda. Berikut adalah tanggapan responden dan
indeks persepsi responden terhadap variabel perceived risk.
Tabel 4.10. Indeks Respon Persepsi Responden terhadap Variabel Perceived Risk
Indikator Pernyataan BTB TTB Mean SD
PR1 Menurut saya, kecil kemungkinan RS. Siloam salah dalam memberikan diagnosa.
0% 53% 3.53 0.499
66 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.10. Indeks Respon Persepsi Responden terhadap Variabel Perceived Risk (sambungan)
Indikator Pernyataan BTB TTB Mean SD
PR2
Menurut saya, RS. Siloam tidak akan meminta berbagai tambahan biaya lain diluar kebutuhan pasien.
3% 33% 3.34 0.604
PR3
Menurut saya, kecil kemungkinan bahwa saya akan mengidap suatu penyakit karena kesalahan pengarahan dari RS. Siloam
2% 72% 3.83 0.664
PR4
Menurut saya, kecil kemungkinan saya untuk kecewa bila melakukan program Premarital Check Up di RS. Siloam
6% 61% 3.68 0.773
PR5
Menurut saya, banyak orang terdekat saya yang setuju untuk melakukan program Premarital Check Up di RS. Siloam.
0% 84% 4.01 0.574
PR6
Menurut saya, melakukan program Premarital Check Up di RS. Siloam tidak akan membuang waktu saya secara percuma.
0% 66% 3.66 0.474
Average 3,68 0,60
Sebelum melakukan pembahasan terhadap variabel perceived risk lebih
dalam, perlu diketahui bahwa dalam melakukan pengumpulan data melalui
kuisioner, makna yang terkandung dalam kuisioner pada bagian perceived risk
berbanding terbalik. Sehingga bila didapatkan nilai yang semakin besar pada
indikator – indikator perceived risk dalam kuisioner, hal ini justru menandakan
kecilnya perceived risk yang muncul di benak konsumen.
Berdasarkan Tabel 4.10 mengenai indeks persepsi responden terhadap
variabel perceived risk, diketahui rata – rata mean dari variabel perceived risk
sebesar 3,675. Apabila mengacu pada Tabel 4.7 Kategorisasi mean jawaban
responden, meskipun nilai rata – rata mean dari variabel perceveived risk
tergolong tinggi, namun nilai tersebut berada di bawah rata – rata dari mean
variabel advertising effectiveness dan trust pada penyedia layanan kesehatan.
Mengacu pada Tabel 4.10, variabel perceived risk memiliki nilai mean
yang tidak merata pada tiap indikator variabel tersebut. Dari enam indikator
67 Universitas Kristen Petra
variabel perceived risk dalam penelitian ini, terdapat satu indikator yang
memuaskan, dan satu indikator yang dirasa cukup, sedangkan untuk empat
variabel lainnya dirasa rendah dan kurang memuaskan. Indeks persepsi responden
terhadap perceived risk Rumah Sakit Siloam paling tinggi adalah pada PR5 yang
merupakan resiko dari segi sosial. Hal ini menandakan bahwa sebenarnya Rumah
Sakit Siloam berhasil menanamkan tingkat resiko yang kecil bila melakukan
perawatan di rumah sakit mereka pada pihak – pihak netral (orang – orang
terdekat, hingga keluarga responden). Pernyataan tersebut didukung dengan mean
dari indikator tersebut sebesar 4,01 dengan 84% orang setuju dari nilai top two
boxes. Kemudian indikator yang dirasa cukup memuaskan adalah indikator PR3,
hal ini menandakan Rumah Sakit Siloam memiliki resiko yang kecil secara fisik
dimana konsumen dapat mengidap suatu penyakit karena kesalahan rumah sakit
dalam melakukan pengarahan. Pernyataan tersebut ditunjang dengan mean dari
indikator tersebut sebesar 3,68 dan sebanyak 72% responden setuju akan hal
tersebut.
Dengan begitu, empat indikator lain dalam variabel perceived risk dalam
penelitian ini masih kurang maksimal, yaitu resiko dari segi waktu (PR6 dengan
34% responden netral dan mean 3,66), resiko dari segi psikologis dengan
nampaknya resiko kekecewaan bila melakukan premarital check up di Rumah
Sakit Siloam (PR4 dengan 33% repsonden netral dan mean 3,68), resiko dari segi
fungsional dengan rumah sakit melakukan kesalahan diagnosis (PR1 dengan 47%
responden netral dan mean 3,53), dan yang paling buruk adalah resiko dari segi
finansial dimana konsumen mempresepsikan Rumah Sakit Siloam akan meminta
berbagai tambahan biaya lain diluar kebutuhan pasien (PR2 dengan 67%
responden netral dan mean yang paling rendah sebesar 3,34).
Berdasarkan data mengenai variabel perceived risk konsumen terhadap
Rumah Sakit Siloam, banyaknya konsumen yang menjawab netral pada berbagai
indikator perceived risk menandakan konsumen belum yakin benar akan kecilnya
resiko yang akan terjadi pada mereka ketika melakukan perawatan pada rumah
sakit tersebut. Dan apabila Rumah Sakit Siloam tidak berhati – hati dalam
menangani hal ini, bukan tidak mungkin bahwa responden yang tadinya merespon
68 Universitas Kristen Petra
secara netral masuk ke dalam bagian bottom two boxes yang akan membuat
terjadinya resiko terhadap Rumah Sakit Siloam akan semakin besar.
Dalam penelitian ini, kurang optimalnya kepercayaan terhadap niat baik
Rumah Sakit yang akan berusaha sebaik mungkin dan tidak hanya mencari
keuntungan, ternayata berdampak pada variabel perceived risk yang berhubungan
dengan segi finansial, yang menyatakan bahwa resiko dari rumah sakit untuk
meminta biaya tambahan lain di luar kebutuhan pasien cukup besar..
Hal ini menjadi unik dan menarik dikarenakan berbagai jurnal penelitian
terdahulu menyebutkan bahwa dengan tingginya trust yang dimiliki konsumen,
akan dapat memperkecil perceived risk dalam benak konsumen. Dan yang
menjadi fenomena adalah terlihatnya tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap
tenaga profesional Rumah Sakit Siloam, namun kurang optimalnya indikator
perceived risk yang menyatakan bahwa cukup besar kemungkinan Rumah Sakit
Siloam melakukan kesalahan dalam diagnosa. Pada poin indikator tersebut, dapat
disimpulkan bahwa meskipun trust konsumen terhadap tenaga profesional Rumah
Sakit Siloam tinggi, namun ternyata dibarengi dengan persepsi konsumen bahwa
kemungkinan Rumah Sakit Siloam untuk salah dalam mendiagnosis pasien cukup
besar. Fenomena ini nampaknya dapat terjadi disebabkan beberapa kejadian yang
ada dilapangan dan diliput dalam beberapa portal berita nasional. Dalam beberapa
artikel berita terdapat keberhasilan Rumah Sakit Siloam dalam memenangkan
penghargaan, melakukan inovasi, yang diakui oleh konsultan industri kesehatan
terkemuka Frost & Sullivan sebagai Rumah Sakit berpengaruh. Seperti dilansir
dalam Kompas.com (2010) dan Siloam Hospital (2016), Rumah Sakit Siloam
berhasil memenangkan penghargaan prestisius yang merupakan pengakuan atas
keunggulan Rumah Sakit Siloam dalam perawatan klinis, proses inovasi,
kepemimpinan dalam nilai pelanggan (customer value), penetrasi pasar dan
strategi pertumbuhan. Hal ini tentu menjadi nilai tambah persepsi masyarakat
terhadap Rumah Sakit Siloam. Namun bukan hanya berita baik, portal berita
nasional lain juga pernah memberitakan bahwa Rumah Sakit Siloam melakukan
kesalahan. Berita dilansir oleh Keda (2017a), bahwa pasien berusia dua tahun
meninggal di daerah Kupang, Nusa Tenggara Timur dikarenakan kesalahan
Rumah Sakit Siloam dalam mendiagnosa penyakit pasien yang mengakibatkan
69 Universitas Kristen Petra
pasien tidak mendapatkan pengobatan yang tepat dalam jendela waktu yang
krusial. Namun nampaknya Rumah Sakit Siloam cepat dalam merespon berita
tersebut dan mengakui kesalahan mereka serta melakukan aksi damai dalam
rentan enam hari semenjak berita pertama ditayangkan Keda (2017b). Namun
nampaknya hal ini menjadi dampak persepsi masyarakat terhadap Rumah Sakit
Siloam. Untuk dapat memperbaiki citra diri dan persepsi masyarakat terhadap
poin tersebut, Rumah Sakit Siloam dapat melakukan inovasi – inovasi terhadap
sistem rumah sakit maupun dunia kesehatan dan dipublikasikan pada beberapa
portal berita. Dengan meningkatnya penilaian masyarakat terhadap kecil
kemungkinan resiko dalam melakukan perawatan di Rumah Sakit Siloam,
diharapkan dapat meningkatkan variabel – variabel lain dalam penelitian ini dan
semakin menunjang purchase intention masyarakat.
4.2.4 Analisa Statistik Deskriptif terhadap Variabel Purchase Intention
Variabel purchase intention (PI) diukur dengan dua indikator yang
indikatornya memiliki nilai berbeda. Berikut adalah tanggapan responden dan
indeks persepsi responden terhadap variabel purchase intention.
Tabel 4.11. Indeks Respon Persepsi Responden terhadap Variabel Purchase Intention
Indikator Pernyataan BTB TTB Mean SD
PI1
Saya akan mempertimbangkan untuk melakukan program Premarital Check Up di RS. Siloam untuk kualitas kesehatan saya, pasangan, dan keturunan
1% 87% 4,13 0,643
PI2
Saya akan melakukan program Premarital Check Up di RS. Siloam sebagai bentuk persiapan pernikahan saya kelak.
11% 63% 3,55 0,766
Average 3,84 0,70
Berdasarkan
Tabel 4.11 mengenai indeks persepsi responden terhadap variabel
purchase intention, diketahui rata – rata mean dari variabel purchase intention
70 Universitas Kristen Petra
adalah 3,84. Hal ini menunjukkan bahwa purchase intention konsumen terahdap
Rumah Sakit Siloam optimal meskipun mean indikator PI1 dan PI2 terpaut 0,5
poin. Pada indikator PI1 menunjukkan bahwa masyarakat mempertimbangkan
program pencegahan penyakit Rumah Sakit Siloam dengan mean 4,13 dan top two
box sebesar 87%, hal ini merupakan penilaian yang sangat baik. Namun pada
indikator PI2 dengan mean 3,55 dan top two box 63%, menunjukkan bahwa
indikator tersebut kurang maksimal. Meskipun dari indikator PI1 terlihat
banyaknya masyarakat yang mempertimbangkan untuk melakukan premarital
check up di Rumah Sakit Siloam, namun tidak diikuti tingginya indikator PI2
yang memilih Rumah Sakit Siloam ketika mereka melakukan persiapan
pernikahan kelak.
Kurang maksimalnya indikator PI2 tersebut, kemungkinan dapat
disebabkan dari beberapa indikator dari variabel – variabel penelitian ini yang
kurang maksimal. Seperti kurang maksimalnya kepercayaan dan persepsi
masyarakat tentang Rumah Sakit Siloam tidak akan meminta berbagai tambahan
biaya lain terkait kebutuhan pasien, dan tingginya persepsi resiko bahwa Rumah
Sakit Siloam dalam melakukan diagnosa. Selain kemungkinan adanya variabel –
variabel lain yang dapat mempengaruhi purchase intention, namun beberapa
indikator tersebut dapat saja menjadi alasan mengapa indikator PI2 dalam variabel
purchase intention penelitian ini kurang maksimal.
4.3 Analisa Partial Least Square (PLS)
Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan analisa Partial Least
Square (PLS) menggunakan program SmartPLS 3.0. Model Analisa PLS terbagi
menjadi dua, yaitu outer model dan inner model. Outer model disebut juga
dengan outer relation atau measurement model, yaitu merupakan spesifikasi
hubungan antar variabel dengan indikatornya. Sedangkan, inner model yang
disebut juga dengan inner relation atau structural model merupakan spesifikasi
hubungan tentang variabel tersembunyi atau laten, yaitu hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen (Ghozali, 2008). Hasil dari perhitungan model
penelitian ini secara garis besar dapat merujuk pada Gambar 4.1 berikut.
71 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.1. Nilai Path Coefficient dan Outer Loading dengan menggunakan PLS Alogarithm
4.3.1 Model Pengukuran / Evaluasi Outer Model
Tahap pertama yang dilakukan dalam analisa PLS adalah melakukan
pengujian outer model. Outer model merupakan pengukuran untuk menilai
validitas dan reliabilitas dari suatu model. Melalui proses iterasi logaritma,
parameter pengukuran model (validitas konvergen, validitas diskriminan,
composite reliability).
4.3.1.1 Uji Validitas
Terdapat dua jenis pengujuan validitas pada PLS, yaitu :
1. Validitas Konvergen
Validitas konvergen berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur –
pengukur dari suatu konstruk seharusnya berkorelasi tinggi. Validitas
konvergen dinilai berdasarkan loading factor dari indikator – indikator
yang mengukur konstruk tersebut. Untuk pengukuran validitas
konvergen, suatu indikator dapat dikatakan valid apabila memiliki
nilai outer loading > 0,50 (Hulland, 1999). Sedangkan menurut Hair
et al. (2014), outer loading 0,4 – 0,7 masih dapat dipertahankan
selama AVE dan composite reliability dari suatu model memenuhi
persyaratan. Pada Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa seluruh indikator
72 Universitas Kristen Petra
telah memenuhi syarat uji validitas konvergen, dengan nilai seluruh
outer loading lebih besar dari 0,5.
Tabel 4.12 Nilai Outer Loading Masing – Masing Variabel Variabel Indikator Nilai Outer Loading
Advertising Effectiveness
AE1 0,702
AE2 0,822
AE3 0,868
AE4 0,806
Perceived Risk
PR1 0,703
PR2 0,758
PR3 0,781
PR4 0,675
PR5 0,804
PR6 0,676
Trust pada Penyedia Layanan Kesehatan
TR1 0,833
TR2 0,729
TR3 0,812
Purchase Intention PI1 0,900
PI2 0,843
2. Validistas Diskriminan
Validitas diskriminan diukur dengan menggunakan prinsip bahwa
pengukur konstruk yang berbeda seharunsya tidak berkorelasi dengan
tinggi. Uji validitas diskriminan dinilai berdasarkan cross loading
pengukuran dengan konstruknya.
Tabel 4.13. Nilai Cross Loading
Advertising
Effectiveness Perceived Risk
Trust pada Penyedia Layanan
Kesehatan
Purchase Intention
AE1 0,702 0,259 0,385 0,374 AE2 0,822 0,379 0,338 0,283 AE3 0,868 0,551 0,495 0,482 AE4 0,806 0,366 0,378 0,337 PR1 0,281 0,703 0,300 0,370 PR2 0,290 0,758 0,487 0,509 PR3 0,377 0,781 0,413 0,404 PR4 0,421 0,675 0,512 0,549 PR5 0,534 0,804 0,530 0,607 PR6 0,180 0,676 0,278 0,282 TR1 0,490 0,514 0,833 0,590 TR2 0,220 0,501 0,729 0,407 TR3 0,457 0,421 0,812 0,539 PI1 0,374 0,647 0,619 0,900 PI2 0,461 0,473 0,516 0,843
73 Universitas Kristen Petra
Berdasarkan Tabel 4.13 yang memuat nilai cross loading, dapat
disimpulkan bahwa masing – masing indikator yang ada di suatu
variabel laten memiliki perbedaan dengan indikator – indikator di
variabel lain yang ditunjukkan dengan skor loading yang lebih tinggi
di konstruknya sendiri. Dengan demikian, indikator dalam model telah
mempunyai vailiditas diskriminan yang baik.
Tabel 4.14. Nilai Average Variance Extracted Variabel AVE
Advertising Effectiveness 0,643 Perceived risk 0,540 Trust pada Penyedia Layanan Kesehatan
0,628
Purchase intention 0,761
Cara lain agar suatu konstruk dikatakan memenuhi validitas
diskiriminan adalah dengan melihat nilai dari AVE. Suatu konstruk
dikatakan valid apabila memiliki nilai AVE > 0,5 (Bagozzi & Yi,
1988). Dari Tabel 4.14 yang memuat nilai AVE, dapat disimpulkan
bahwa setiap variabel memiliki validitas diskriminan yang baik karena
konstruksi laten secara rata – rata telah menyumbang lebih dari 50%
varian dalam variabel yang diamati (Maholtra, 2010).
Tabel 4.15 Nilai Fornell-Lacker Criterion
Advertising
Effectiveness Perceived
Risk Purchase Intention
Trust pada Penyedia Layanan
Kesehatan Advertising Effectiveness 0,802 Perceived Risk 0,504 0,735 Purchase Intention 0,472 0,650 0,872 Trust pada Penyedia Layanan Kesehatan
0,507 0,601 0,655 0,793
Selain itu, cara lain untuk membuktikan validitas diskriminan dari
suatu konstruk adalah dengan membandingkan akar AVE (square root
of AVE) dengan korelasi antar variabel dengan variabel lainnya. Nilai
tersebut dalam SmartPLS dapat dilihat pada bagian Fornell-Lacker
Criterion. Sehingga dengan melihat Tabel 4.15, dapat dikatakan
konstruk memiliki validitas diskriminan yang baik.
74 Universitas Kristen Petra
4.3.1.2 Uji Reliabilitas
PLS menggunakan uji reliabilitas untuk mengukur konsistensi internal
alat ukur. Reliabilitas menunjukkan akurasi, konsistensi, dan ketepatan suatu alat
ukur dalam melakukan pengukuran. Para ahli saat ini lebih condong menggunakan
Composite Reliability karena Cronbach Alpha seringkali mengabaikan reliabilitas
yang sebenarnya. Nilai Cronback Alpha di atas 0,7 terkadang dapat menunjukkan
nilai di bawah 0,7 apabila dikonversikan ke Composite Reliability (Hair et al.,
2014).
Tabel 4.16. Nilai Composite Reliability Variabel Composite Reliability
Advertising Effectiveness 0,877 Perceived risk 0,875 Trust pada Penyedia Layanan Kesehatan
0,835
Purchase Intention 0,864
Dari Tabel 4.16 yang menunjukkan nilai composite reliability variabel –
variabel yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi syarat uji
reliabilitas, karena nilai composite reliability > 0,7.
4.3.2 Model Struktural / Inner Model
Inner model merupakan model struktural dengan menggunakan R2 untuk
konstruk dependen dan nilai koefisien path atau t-values tiap path untuk uji
signifikansi antar konstruk dalam model struktural (Jogiyanto & Abdillah, 2009).
4.3.2.1 Koefisien Determinasi
Meskipun nilai R2 bukan lah parameter absolut dalam mengukur
ketepatan model prediksi karena dasar teoritikal adalah indikator yang paling
utama untuk menjelasakan hubungan kausalitas tersebut. Semakin tinggi nilai R2
berarti semakin baik model prediksi dari model penelitian yang diajukan.
Tabel 4.17. Nilai R Square R Square Advertising Effectiveness
Perceived Risk 0,414
Trust pada Penyedia Layanan Kesehatan
0,257
Purchase Intention 0,538
75 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.17 menunjukkan bahwa nilai R Square untuk variabel trust pada
penyedia layanan kesehatan sebesar 0,257, menunjukkan bahwa variabel ini dapat
dijelaskan oleh variabel advertising effectiveness sebesar 25,7% sedangkan
sisanya sebesar 74,3% dapat dijelaskan oleh variabel lain.
Nilai R Square untuk variabel perceived risk adalah sebesar 0,414
menunjukkan bahwa variasi perubahan variabel perceived risk dapat dijelaskan
oleh variabel advertising effectiveness dan trust pada penyedia layanan kesehatan
sebesar 41,4% sedangkan sisanya sebesar 58,6% dijelaskan oleh variabel lain.
Sedangkan nilai R Square untuk variabel purchase intention adalah
sebesar 0,538 menunjukkan bahwa variasi perubahan variabel purchase intention
dapat dijelaskan oleh variabel advertising effectiveness, trust pada penyedia
layanan kesehatan dan perceived risk sebesar 53,8% sedangkan sisanya sebesar
46,2% dijelaskan oleh variabel lain.
Total nilai R Square di atas dapat digunakan untuk menghitung goodnes
of fit (GOF) model. Program SmartPLS tidak menyediakan fitur untuk
menghitung GOF. Sehingga dari nilai R Square di atas, maka nilai �� = 1 −
�(1 − 0,414) × (1 − 0,257) × (1 − 0,538)� = 0,7988 = 79,9% . Dengan
demikian model yang digunakan dalam penelitian ini dapat menjelaskan informasi
yang terkandung dalam data sebesar 79,9%% sementara sisanya 20,1% dijelaskan
oleh variabel lain. Sebagai contoh beberapa variabel lain yang dapat
mempengaruhi purchase intention dalam industri kesehatan yaitu, brand attitude
yang dapat mempengaruhi trust dan meningkatkan perilaku positif terkait produk
atau jasa (Atkinson & Rosenthal, 2014), word of mouth yang dapat dipengaruhi
maupun mempengaruhi trust (Terres, Santos, & Basso, 2015), word of mouth
yang dapat mempengaruhi purchase intention (Terres, Santos, & Basso, 2015).
76 Universitas Kristen Petra
4.3.2.2 Uji Signifikansi
Gambar 4.2. Perhitungan Path Coefficient dan Outer Loading dalam T-Statistic
Tabel 4.18. Nilai Path Coefficient dan T Statistics
Pengaruh yang Diuji Original
Sample (O) T Statistics
(|O/STDEV|) Signifficance
Advertising Effectiveness Perceived risk
0,268 2,458 0,014
Advertising Effectiveness Purchase Intention
0,088 0,870 0,384
Advertising Effectiveness Trust pada Penyedia Layanan Kesehatan
0,507 6,009 0,000
Perceived risk Purchase Intention 0,374 3,941 0,000 Trust pada Penyedia Layanan Kesehatan
Perceived risk 0,465 4,880 0,000
Trust pada Penyedia Layanan Kesehatan Purchase Intention
0,386 3,801 0,000
Gambar 4.2 merupakan hasil perhitungan pada model dengan metode
bootstraping untuk mendapatkan nilai signifikansi, yang kemudian hasil
perhitungan antar variabel konstruk diperjelas dalam Tabel 4.18. Dapat dilihat
bahwa berbagai variabel yang ada dalam penelitian ini mempengaruhi secara
secara positif dan signifikan, kecuali hubungan antara advertising effectiveness
terhadap purchase intention. T Statistic antara antara advertising effectiveness
terhadap purchase intention berada di bawah 1,96 dengan tingkat signifikansi di
atas 0,05, dengan begitu hubungan antara kedua variabel tersebut tidak cukup
77 Universitas Kristen Petra
berpengaruh dan tidak signifikan. Sedangkan hubungan antara variabel – variabel
lain yang ada dalam penelitian ini berpengaruh secara positif dan signifikan, hal
ini ditandai dengan nilai T-statistic yang lebih dari 1,96 dengan tingkat
signifikansi dibawah 0,05.
4.3.2.3 Pengujian Hipotesis
Hipotesis penelitian dapat diterima jika nilai T-statistic > 1,96, maka
dapat disimpulkan sigfinikan. Berikut adalah hasil pengujian hipotesis penelitian
ini.
Tabel 4.19. Hasil Pengujian H1
Hipotesis Path
Coefficients T-Statistic Kesimpulan
H1
Advertising effectiveness berpengaruh terhadap Trust pada penyedia layanan kesehatan
0,507 6,009 H1 Diterima
Sifat Hubungan : Positif
Berdasarkan Tabel 4.19, dapat dijelaskan bahwa nilai path coefficient
antara variabel advertising effectiveness dengan trust pada penyedia layanan
kesehatan sebesar 0,507 dengan nilai T-statistic 6,009 yang lebih besar dari 1,96.
Hasil dari Tabel 4.19 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan
signifikan antara variabel advertising effectiveness dengan trust pada penyedia
layanan kesehatan.
Selain untuk dapat menarik perhatian dan mempengaruhi konsumen,
advertising diharapkan dapat menjadi media dalam menyampaikan pesan pada
konsumen sebagai sumber yang kredibel dan dapat dipercaya. Menurut Katelaar et.
al (2015), ketika konsumen melihat suatu advertising kurang dapat dipercaya,
maka mereka akan membangun sikap yang kurang baik dan pada akhirnya dapat
menciptakan kecenderungan untuk menghindari advertising tersebut.
Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Atkinson & Rosenthal (2014), Chen & Xie (2005), dan Chi, Yeh,
& Tsai (2009) dimana advertising yang efektif berpengaruh secara positif
terhadap trust konsumen. Penelitian yang dilakukan oleh Atkinson & Rosenthal
78 Universitas Kristen Petra
(2014), membuktikan bahwa desain dan salinan label yang bertemakan green
product mampu mempengaruhi trust konsumen secara positif. Kemudian
penelitian yang dilakukan oleh Chi, Yeh, & Tsai (2009), menyatakan bahwa
menyertakan lambang dari pihak ketiga (berupa editor choice, magazine’s choice,
lembaga sertifikasi, dll.) dapat meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap
advertising. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Chi, Yeh, & Tsai (2009),
menyatakan bahwa dengan menggunakan celebrity endorser dalam melakukan
advertising memiliki dampat positif dan efektif bagi konsumen yang ada di India.
Dengan menggunakan celebrity endorser, tingkat kepercayaan konsumen di India
terhadap suatu produk sangatlah besar.
Tabel 4.20. Hasil Pengujian Nilai H2
Hipotesis Path
Coefficients T-Statistic Kesimpulan
H2
Advertising effectiveness berpengaruh terhadap Perceived risk
0,268 2,458 H2 Diterima
Sifat Hubungan : Positif
Berdasarkan Tabel 4.20 dapat dijelaskan bahwa nilai path coefficient
antara variabel advertising effectiveness dengan perceived risk sebesar 0,268
dengan nilai T-statistic 2,458 yang lebih besar dari 1,96. Hasil dari Tabel 4.20
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara variabel
advertising effectiveness terhadap perceived risk. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, pernyataan yang terkait variabel perceived risk dalam penelitian ini
memiliki makna yang terbalik. Sehingga semakin besar nilai perceived risk, hal
itu berarti semakin kecil persepsi resiko yang ada di benak masyarakat. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Clayton & Helms
(2009), D'Souza & Tay (2016), dan Sela Sar & Anghelcev (2013).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Clayton & Helms (2009) dan
D'Souza & Tay (2016), advertising dapat mempengaruhi perceived risk dengan
cara seperti melakukan framing, merangkai pesan, dan penyusunan gambar pada
advertising. Meskipun hingga saat ini masih menjadi perdebatan, advertising yang
berfokus untuk mempengaruhi perceived risk dengan mengempasis rasa takut
menjadi salah satu cara yang cukup efektif (D'Souza & Tay, 2016).
79 Universitas Kristen Petra
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sela Sar & Anghelcev (2013),
komunikasi marketing menjadi alat yang penting bagi para praktisi kesehatan
untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Dalam penelitian tersebut advertising
mempengaruhi perceived risk yang diharapkan kemudian dapat mempengaruhi
actual behavior. Dan kemudian terbukti bahwa advertising berpengaruh terhadap
perceived risk pada penelitian tersebut secara signifikan dan dimoderasi oleh
suasana hati.
Tabel 4.21. Hasil Pengujian Nilai H3
Hipotesis Path
Coefficients T-Statistic Kesimpulan
H3
Advertising effectiveness berpengaruh terhadap Purchase Intention
0,088 0,870 H3 Ditolak
Berdasarkan Tabel 4.21, dapat dijelaskan bahwa nilai path coefficient
antara variabel advertising effectiveness dengan purchase intention sebesar 0,088
dengan nilai T-statistic 0,870 yang lebih kecil dari 1,96. Hasil dari Tabel 4.21
menunjukkan bahwa advertising effectiveness memiliki nilai positif namun sangat
kecil mendekati 0. Sehingga dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa
advertising effectiveness tidak berpengaruh secara langsung terhadap purchase
intention.
Berdasarkan hasil ini, bukan berarti membuat suatu advertising yang
efektif tidak berguna karena tidak memberikan pengaruh secara langsung terhadap
purchase intention. Advertising effectiveness tetap menjadi variabel yang
berpengaruh karena dapat mempengaruhi trust pada pelayanan kesehatan dan
perceived risk yang nantinya akan berpengaruh terhadap purchase intention.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Chanmi Hwang et al. (2016), Fam, et al. (2013), Storme et al. (2015) , yang
menyatakan bahwa advertising dapat berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap purchase intention secara langsung. Namun penelitian – penelitian objek
penelitian tersebut merupakan barang – barang retail, dan barang konsumsi.
Namun penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Atkinson &
Rosenthal (2014), yang menyatakan bahwa pengaruh advertising secara langsung
80 Universitas Kristen Petra
sangat kecil terhadap perilaku konsumen seperti purchase intention, brand
attitude. Menurut penelitian Terres, Santos, & Basso (2015), dalam dunia medis,
tingkat keterlibatan konsumen akan sangat tinggi dikarenakan mereka
menyerahkan masalah kesehatan mereka pada pihak lain. Mereka menganggap
apabila mereka menyerahkan kesehatan mereka pada pihak yang salah, maka
mereka akan menerima berbagai resiko. Sehingga diperlukan variabel mediasi
seperti trust. Model penelitian ini dapat dikatakan telah berhubungan dimana
variabel trust dan perceived risk hadir sebagai variabel mediasi antara advertising
effectiveness untuk dapat mempengaruhi purchase intention.
Tabel 4.22. Hasil Pengujian Nilai H4
Hipotesis Path
Coefficients T-Statistic Kesimpulan
H4
Trust pada penyedia layanan kesehatan berpengaruh terhadap Perceived risk
0,465 4,880 H4 Diterima
Sifat Hubungan : Positif
Berdasarkan Tabel 4.22, dapat dijelaskan bahwa nilai path coefficient
antara variabel trust pada penyedia layanan kesehatan dengan perceived risk
sebesar 0,465 dengan nilai T-statistic sebesar 4,880 yang lebih besar dari 1,96.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara
variabel trust pada penyedia layanan kesehatan dengan perceived risk. Sehingga
dalam penelitian ini dapat dikatakan, trust pada penyedia layanan kesehatan
memiliki pengaruh yang lebih kuat dalam mempengaruhi perceived risk bila
dibandingkan terhadap advertising effectiveness dalam mempengaruhi perceived
risk. Hal ini dapat dilihat dari path coefficient trust pada penyedia layanan
kesehatan dengan perceived risk yang lebih besar 1,7 kali yaitu 0,465
dibandingkan dengan nilai path coefficient advertising effectiveness dengan
perceived risk yang hanya sebesar 0,268. Hasil penelitian antara kedua variabel
tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Che-hui Lien et al. (2014),
Jarvenpaa et al. (1999) , Kowalski et al. (2009), dan Laaksonen et al. (2009).
Perceived risk muncul ketika konsumen dihadapkan pada ketidakpastian
ataupun ketika konsumen dihadapkan pada keadaan yang tidak mereka kenali, dan
pada keadaan seperti inilah trust hadir untuk dapat meredam hingga mengurangi
81 Universitas Kristen Petra
perceived risk yang muncul (Jarvenpaa et al., 1999). Menurut Kowalski et al.
(2009), trust dalam industri pelayanan kesehatan sangatlah penting karena sebagai
faktor utama yang mempengaruhi perceived risk dan sebagai determinan kepuasan
dan keberhasilan perawatan. Menurut Che-hui Lien et al. (2014), trust konsumen
terhadap penyedia layanan kesehatan mengurangi perceived risk dan rasa tidak
rasa khawatir secara signfikan, serta menunjang hubungan jangka panjang yang
baik antara penyedia layanan kesehatan dan konsumen.
Tabel 4.23. Hasil Pengujian Nilai H5 danH6
Hipotesis Path
Coefficients T-Statistic Kesimpulan
H5
Trust pada penyedia layanan kesehatan berpengaruh terhadap Purchase intention
0,386 3,801 H5 Diterima.
Sifat hubungan : positif
H6 Perceived risk berpengaruh terhadap Purchase intention
0,374 3,941 H6 Diterima.
Sifat hubungan : positif
Berdasarkan Tabel 4.23, dapat dijelaskan bahwa terdapat pengaruh
positif dan signifikan pada variabel trust pada penyedia layanan kesehatan dan
perceived risk terhadap purchase intention . Hal tersebut nampak dari nilai path
coefficient masing – masing variabel yakni 0,386 dan 0,374 dengan T-statistic
3,801 dan 3,941 yang lebih besar dari 1,96. Apabila dilihat berdasarkan nilai path
coefficient, variabel purchase intention lebih besar dipengaruhi oleh variabel trust
pada penyedia layanan kesehatan dibandingkan variabel perceived risk. Namun
dari nilai T-statistic variabel perceived risk memiliki nilai yang lebih besar. Hal
ini dikarenakan pada saat SmartPLS melakukan algoritma bootstraping, variabel
trust pada penyedia layanan kesehatan memiliki variasi nilai yang lebih beragam
dibandingkan dengan variabel perceived risk. Pengaruh variabel trust dan
perceived risk pada purchase intention dalam penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Jarvenpaa et al. (1999), Jinyoung et al.
(2014) , Gurjeet Kaur Sahi et. al (2016), dan Pan, L.-Y and Chiou, & J,-S, (2011).
Dalam banyak penelitian, variabel trust dan perceived risk seringkali
hadir dalam satu rangkaian yang mempengaruhi purchase intention konsumen.
Trust dan perceived risk merupakan dua variabel yang saling bertolak belakang
82 Universitas Kristen Petra
namun memiliki pengaruh yang besar terhadap purchase intention. Menurut
penelitian Jarvenpaa et al. (1999), tingginya nilai trust akan mengurangi besarnya
perceived risk yang timbul akibat ketidakpastian yang dihadapi konsumen secara
signifikan yang pada akhirnya dapat membantu meningkatkan purchase intention.
Ketika perceived risk yang muncul dalam diri konsumen begitu tinggi, maka
dibutuhkan trust yang lebih tinggi dibandingkan perceived risk agar transaksi jual
beli dapat terjadi. Dalam industri pelayanan kesehatan, tingkat keterlibatan
konsumen akan lebih tinggi, terlebih lagi mereka menyerahkan masalah kesehatan
mereka kepada orang lain. Apabila penyedia layanan kesehatan tidak mampu
membangun trust dan mengurangi rasa ketidaknyamanan konsumen, maka dapat
dipastikan konsumen tidak akan melakukan perawatan terhadap penyedia layanan
kesehatan tersebut. Seperti yang telah dinyatakan oleh Kowalski et al. (2009)
sebelumnya, tingkat keberhasilan dan kepuasan konsumen terhadap penyedia
layanan kesehatan dipengaruhi oleh rasa percaya konsumen terhadap para
profesional medis dan terkelolanya rasa gelisah (perceived risk) konsumen.
Pada berbagai penelitian sebelumnya, hubungan antara variabel trust
terhadap perceived risk dan perceived risk terhadap purchase intention selalu
negarif dan signifikan. Dimana besarnya suatu nilai pada salah satu variabel akan
mengakibatkan kecilnya nilai pada variabel yang lain. Dalam penelitian ini secara
statistik hubungan antara trust terhadap perceived risk dan perceived risk terhadap
purchase intention dinyatakan secara positif dan signifikan, namun hal yang perlu
diperhatikan adalah makna dari kuisioner dalam pengumpulan data. Makna yang
terkandung dalam kuisioner pada bagian perceived risk berbanding terbalik.
Sehingga bila didapatkan nilai yang semakin besar pada indikator – indikator
perceived risk di kuisioner, hal ini justru menandakan kecilnya perceived risk
yang muncul di benak konsumen.
4.3.2.4 Pengaruh antar Variabel Berdasarkan Indikator
4.3.2.4.1 Pengaruh Advertising Effectiveness terhadap Trust pada Penyedia
Layanan Kesehatan
Dalam penelitian ini, berdasarkan indikator advertising effectiveness
yang paling kuat adalah advertising yang dapat memberikan impact dengan
83 Universitas Kristen Petra
loading factor 0,868, Sedangkan indikator trust yang paling kuat adalah
kepercayaan terhadap tenaga profesional medis dengan loading factor 0,833.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa advertising yang dapat memberikan impact
(masyarakat ingin mengetahui informasi lebih lanjut dari sebuah advertising) akan
mempengaruhi trust konsumen terhadap tenaga profesional medis advertiser
tersebut.
4.3.2.4.2 Pengaruh Advertising Effectiveness terhadap Perceived Risk
Dalam penelitian ini, berdasarkan indikator advertising effectiveness
yang paling kuat adalah advertising yang dapat memberikan impact dengan
loading factor 0,868. Sedangkan indikator perceived risk yang paling kuat adalah
persepsi resiko dari segi sosial dengan loading factor 0,804. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa advertising yang dapat memberikan impact (masyarakat ingin
mengetahui informasi lebih lanjut dari sebuah advertising) akan mempengaruhi
persepsi resiko masyarakat umum (pihak yang berada di sekitar mereka yang
membutuhkan perawatan kesehatan seperti orang terdekat,teman, keluarga) paling
tinggi terhadap resiko dari segi sosial. Pada penelitian ini dapat dikatakan faktor
persepsi sosial memiliki pengaruh yang paling tinggi dalam persepsi resiko pada
industri kesehatan.
4.3.2.4.3 Pengaruh Advertising Effectiveness terhadap Purchase Intention
Dalam penelitian ini, berdasarkan indikator advertising effectiveness
yang paling kuat adalah advertising yang dapat memeberikan impact dengan
loading factor 0,868. Sedangkan indikator dari purchase intention yang paling
kuat adalah konsumen mulai untuk mempertimbangkan, dengan loading factor
0,9. Sehingga dapat disimpulkan bahwa advertising yang dapat memberikan
impact (masyarakat ingin mengetahui informasi lebih lanjut dari sebuah
advertising) ternyata tidak memberikan pengaruh untuk mendorong masyarakat
langsung mempertimbangkan penyedia layanan kesehatan tersebut sebagai tempat
melakukan program pecegahan penyakit.
84 Universitas Kristen Petra
4.3.2.4.4 Pengaruh Trust pada Penyedia Layanan Kesehatan terhadap Perceived
Risk
Dalam penelitian ini, berdasarkan indikator trust pada penyedia layanan
kesehatan yang paling kuat adalah kepercayaan pada tenaga profesional medis
dengan loading factor 0,833. Sedangkan indikator dari perceived risk yang paling
kuat adalah persepsi resiko dari segi sosial dengan loading factor 0,804. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap tenaga profesional
sangatlah berpengaruh dalam membentuk persepsi atau pemikiran masyarakat
umum (pihak yang berada di sekitar mereka yang membutuhkan perawatan
kesehatan seperti orang terdekat,teman, keluarga).
4.3.2.4.5 Pengaruh Trust pada Penyedia Layanan Kesehatan terhadap Purchase
Intention
Dalam penelitian ini, berdasarkan indikator trust pada penyedia layanan
kesehatan yang paling kuat adalah kepercayaan pada tenaga profesional medis
dengan loading factor 0,833. Sedangkan indikator purchase intention yang paling
kaut adalah masyarakat mulai mempertimbangkan untuk menjadikan advertiser
sebagai opsi penyedia layanan kesehatan yang akan mereka pilih, dengan loading
factor 0,9. Sehingga dapat disimpulkan bahwa adalah trust pada penyedia layanan
kesehatan yang terutama pada kemampuan tenaga profesional medis berpengaruh
sangat kuat pada masyarakat dalam menjadikan rumah sakit tersebut sebagai
bahan pertimbangan pada saat membutuhkan perawatan kesehatan
4.3.2.4.6 Pengaruh Perceieved Risk terhadap Purchase Intention
Dalam penelitian ini, berdasarkan indikator perceieved risk yang paling
kuat adalah persepsi resiko dari segi sosial dengan loading factor 0,804.
Sedangkan indikator purchase intention yang paling kaut adalah masyarakat mulai
mempertimbangkan untuk menjadikan advertiser sebagai opsi penyedia layanan
kesehatan yang akan mereka pilih, dengan loading factor 0,9. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ketika persepsi masyarakat umum (pihak yang berada di
sekitar mereka yang membutuhkan perawatan kesehatan seperti orang
85 Universitas Kristen Petra
terdekat,teman, keluarga) dapat mempengaruhi pertimbangan bagi mereka yang
membutuhkan perawatan kesehatan tersebut dengan kuat.
4.3.2.5 Direct dan Indirect Effect
Tabel 4.24. Direct dan Indirect Effect
Pengaruh Direct Effect Indirect Effect
T-Statistic
Advertising Effectiveness -> Perceived risk
0,268 - 2,458
Advertising Effectiveness -> Purchase Intention
0,088 - 0,870
Advertising Effectiveness -> Trust pada Penyedia Layanan Kesehatan
0,507 - 6,009
Perceived risk -> Purchase Intention 0,374 - 3,941
Trust pada Penyedia Layanan Kesehatan-> Perceived risk
0,465 - 4,880
Trust pada Penyedia Layanan Kesehatan-> Purchase Intention
0,386 - 3,801
Advertising Effectiveness -> Trust pada Penyedia Layanan Kesehatan-> Perceived risk
- 0.236 3,503
Advertising Effectiveness -> Trust pada Penyedia Layanan Kesehatan-> Purchase Intention
- 0.196 3,096
Advertising Effectiveness -> Perceived risk -> Purchase Intention
- 0.1 2,012
Advertising Effectiveness -> Trust pada Penyedia Layanan Kesehatan-> Perceived risk -> Purchase Intention
- 0.088 2,962
Sumber : Data Diolah (2017)
Berdasarkan Tabel 4.24 di atas, variabel advertising effectiveness
memberi pengaruh lebih besar terhadap variabel perceived risk secara langsung
yaitu sebesar 0,268 dibandingkan ketika variabel advertising effectiveness melalui
trust pada penyedia layanan kesehatan yang kemudian mempengaruhi perceived
risk yaitu sebesar 0,236. Sehingga penyedia layanan kesehatan perlu
memperhatikan betul penyajian advertising, karena variabel advertising
effectinvess memiliki pengaruh yang besar secara langsung terhadap trust pada
86 Universitas Kristen Petra
penyedia layanan kesehatan, dan memiliki pengaruh yang cukup besar baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap variabel perceived risk.
Apabila ditelusuri secara logika, advertising yang ideal akan mampu
membentuk trust pada penyedia layanan kesehatan dengan baik, kemudian dari
trust tersebut akan membentuk perceived risk yang kecil pada konsumen dan
tentunya akan mengakibatkan besarnya nilai purchase intention. Namun
berdasarkan Tabel 4.24 indirect effect variabel advertising effectiveness trust
pada penyedia layanan kesehatan perceived risk purchase intention sebesar
0,088. Angka tersebut tergolong kecil karena mendekati nol. Hal ini dapat terjadi
karena melihat pengaruh murni sebuah advertising yang dapat membentuk trust
pada penyedia layanan kesehatan, yang kemudian dapat membentuk perceived
risk dan kemudian berakhir pada purchase intention. Namun pada perhitungan t-
statistic pada hubungan tersebut, menunjukkan nilai 2,962 yang melebihi 1,96
sebagai batas signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa meskipun pengaruh
secara tidak langsung variabel advertising effectiveness trust pada penyedia
layanan kesehatan perceived risk purchase intention tersebut kecil, namun
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penelitian ini.