karakteristik simplisia v

21
PERCOBAAN IV PENETAPAN KARAKTERISTIK SIMPLISIA A. Tujuan 1. Memahami proses penetapan karakteristik Simplisia. 2. Dapat menentukan indeks pengembangan pada Simplisia. B. Dasar Teori 1. Definisi Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apa pun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni (DEPKES RI, 1979). 2. Penetapan Susut Pengeringan Susut pengeringan adalaha kadar bagian yang menguap suatu zat. Kecuali dinyatakan lain, suhu penetapan adalah 105 o dan susut pengeringan ditetapkan sebagai berikut: timbang saksama 1 g sampai 2 g zat dalam bobot timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah

Upload: anna-hulliyyatul-jannah

Post on 03-Jan-2016

1.339 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Karakteristik Simplisia V

PERCOBAAN IVPENETAPAN KARAKTERISTIK SIMPLISIA

A. Tujuan

1. Memahami proses penetapan karakteristik Simplisia.

2. Dapat menentukan indeks pengembangan pada Simplisia.

B. Dasar Teori

1. Definisi Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apa pun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa

bahan yang telah dikeringkan.

Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau

eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari

tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat

nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum

berupa zat kimia murni (DEPKES RI, 1979).

2. Penetapan Susut Pengeringan

Susut pengeringan adalaha kadar bagian yang menguap suatu zat. Kecuali

dinyatakan lain, suhu penetapan adalah 105o dan susut pengeringan ditetapkan

sebagai berikut: timbang saksama 1 g sampai 2 g zat dalam bobot timbang

dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan selama

30 menit dan telah ditara. Jika zat berupa hablur besar, sebelum ditimbang digerus

dengan cepat hingga butiran telah kurang 2 mm. Ratakan zat dalam botol timbang

dengan menggoyangkan botol hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5

mm sampai 10 mm, masukan kedalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan

pada suhu penetapan hingga bobot tetap (DEPKES RI, 1979).

3. Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air

Keringkan serbuk (4/18) di udara, maserasi selama 24 jam 5 g serbuk

dengan 100 ml air kloroform P, menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali

dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring,

Page 2: Karakteristik Simplisia V

uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah

ditara, panaskan sisa pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam

persen sari yang larut dalam air, dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

di udara (DEPKES RI, 1979).

4. Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol

Keringkan serbuk (4/18) di udara, maserasi 24 jam 5 g serbuk dengan 100

ml etanol (95% P), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok

selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat

dengan menghindarkan penguapan etanol (95%), uapakan 20 ml fitrat hingga

kering dalam cawaan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa pada

suhu 105°C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam

etanol (95%), dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (DEPKES RI,

1979).

5. Klasifikasi Tanaman

Berdasrakan karakteristiknya tanaman simplisia memiliki ketepatan masing

masing, yaitu :

a) Lada hitam (Piper nigrum L.)

Klasifikasi tanaman lada hitam yaitu berasal dari kingdom Plantae, divisi

Angiospermae, kelas Dycolilledonae, bangsa Piperales, suku Piperecae, marga

Piper, jenis Piper nigrum L.

Kadar abu tidak lebih dari 6%, kadar abu yang tidar larut dalam asam tidak

lebih dari 1%, kadar sari yang larut dalam air tidak kurang dari 2,5%, kadar sari

yang larut dalam esanol tidak kurang dari 8%.

b) Daun ketepeng (Cassia alata L.)

Klasifikasi tanaman ketepeng yaitu berasal dari kingdom Plantae, divisi

Spermathophyta, kelas Dycotyledonae, bangsa Rosales, suku Leguminusae, marga

Cassia, jenis Cassia alata L.

Kadar abu tidak lebih dari 6%, kadar abu yang tidak larut dalam asam tidak

lebih dari 1%, kadar sari yang larut dalam air tidak kurang dari 20%, kadar sari

yang larut dalam etanol tidak kurang dari 20%, bahan organik asing tidak lebih

dari 2%.

Page 3: Karakteristik Simplisia V

c) Jintan putih ( Cuminum cyminum L.)

Klasifikasi tanaman jintan putih yaitu berasal dari kingdom Plantae, divisi

Spermatophyta, kelas Monocotyledonae, famili Myrtales, genus Cuminum,

spesies Cuminum cyminum L.

Kadar abu tidak lebih dari 7,3%, kadar abu yang tidak larut dalam asam

tidak lebih dari 1%, kadar sari yang tidak larut dalam air tidak kurang dari 4%,

kadar sari yang tidak larut dalam etanol tidak kurang dari 18,6%, bahan organik

asing tidak kurang dari 2%.

d) Daun senggani (Melastoma affine D. don)

Klasifikasi tanaman senggani yaitu berasal dari kingdom Plantae, divisi

Spermatophyta, kelas Dicolyledonae, ordo Mytales, famili Melastomataceae,

genus Melastom, spesies Melastomata affine D. don.

Kadar abu tidak lebih dari 6,12%, susut pengeringan tidak kurang dari

11,20%, kadar abu yang tidak larut dalam asam tidak kurang dari 1.25%, kadar

abu sulfat yang larut dalam air 1,46% (DEPKES RI, 1979).

6. Cairan Penyari

Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan

penyari yang baik harus memenuhi kriteria berikut ini :

a. Murah dan mudah diperoleh

b. Stabil secara fisika dan kimia

c. Bereaksi netral

d. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar

e. Selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki

f. Tidak mempengaruhi zat berkhasiat

g. Diperbolehkan oleh peraturan

1) Air

Air dipertimbangkan sebagai penyari karena:

a. Mudah dan mudah diperoleh

b. Stabil

c. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar

d. Tidak beracun

Page 4: Karakteristik Simplisia V

e. Alamiah

Kerugian penggunaan air sebagai penyari:

a. Tidak selektif

b. Sari dapat ditumbuhi kapang dan kuman serta cepat rusak

c. Untuk pengeringan diperlukan waktu lama.

Air disamping melarutkan garam alkaloid, minyak menguap, glikosida,

tanin dan gula, juga melarutkan gom, pati, protein, lendir, enzim, lilin, lemak,

pektin, zat warna dan asam organik. Dengan demikian penggunaan air sebagai

cairan penyari kurang menguntungkan. Di samping zat aktif ikut tersari juga zat

lain yang tidak diperlukan atau malah mengganggu proses pembuatan sari seperti

gom, pati, protein, lemak, enzim, lendir dan lain-lain.

Air merupakan tempat tumbuhan bagi kuman, kapang dan khamir, karena

itu pada pembuatan sari dengan air harus ditambah zat pengawet. Pada beberapa

sediaan sering ditambah etanol, gleserin, gula atau kloroform.

Air dapat melarutkan enzim. Enzim yang terlarut dengan adanya air akan

menyebabkan reaksi enzimatis yang mengakibatkan penurunan mutu. Disamping

itu adanya air akan mempercepat proses hidrolisa.

Untuk memekatkan sari air di butuhkan waktu dan bahan bakar lebih

banyak bila di bandingkan dengan etanol (DEPKES RI, 1986).

2) Etanol

Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena :

a. Lebih selektif

b. Kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas

c. Tidak beracun

d. Netral

e. Absorbsinya baik

f. Etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan

g. Panas yang di perlukan untuk pemakaian lebih sedikit sedangkan kerugian

etanol adalah mahal harganya

Etanol dapat melarutkan alkaloida basa, minyak menguap, glikosida,

kurkumin, antra kinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil, lemak, malam,

Page 5: Karakteristik Simplisia V

tanin dan sapanin hanya sedikit larut. Dengan demikian zak pengganggu yang

larut hanya sedikit.

Untuk meningkatkan penyarian biasanya digunakan campuran antara etanol

dan air. Perbandingan jumlah etanol dan air tergantung pada bahan yang akan di

sari. Dari pustaka dapat di telusuri kandungannya baik zak aktivmaupun zat

lainya. Dengan diketahuinya kandungan tersebut dapat di lakukan beberapa

percobaan untuk mencari perbandingan pelarut yang tepat (DEPKES RI, 1986).

Page 6: Karakteristik Simplisia V

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Cawan porselen 35 mL

b. Gelas Kimia 50 mL

c. Kertas saring

d. Labu bersumbat

e. Labu Erlenmeyer 250 mL

f. Oven

g. Penangas air

h. Timbangan digital

2. Bahan

a. Aquadest

b. Etanol 97 %

c. Kloroform

d. Simplisia cabai rawit

e. Simplisia daun jambu biji

f. Simplisia daun salam

g. Simplisia daun senggani

h. Simplisia daun sirih hijau

D. Prosedur Kerja

1. Susut Pengeringan

a. Ditimbang simplisia segar

b. Dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven dengan suhu 40-60°C

c. Ditimbang kembali bobot simplisia lalu dikeringkan kembali dengan

menggunakan oven kemudian ditimbang kembali hingga didapatkan bobot

konstan.

2. Kadar Sari Larut Air

a. Dilakukan maserasi sampel simplisia serbuk sebanyak 5 gram selama 24 jam

dengan menggunakan pelarut kloroform dan air (1:1) sebanyak 100 ml

Page 7: Karakteristik Simplisia V

b. Dilakukan ekstraksi dalam labu bersumbat, berkali-kali dikocok selama 6 jam

pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam

c. Disaring filtrat sebanyak 20 ml dan diuapkan sampai kering dalam cawan

porselen

d. Dipanaskan filtrat pada suhu 105°C sampai bobot tetap

e. Dihitung kadar dalam persen sari larut air terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara.

3. Kadar Sari Larut Etanol

a. Dilakukan maserasi sampel simplisia serbuk sebanyak 5 gram selama 24 jam

dengan menggunakan pelarut etanol 97 % sebanyak 100 ml

b. Dilakukan ekstraksi dalam labu bersumbat, berkali-kali dikocok selama 6 jam

pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam

c. Disaring filtrat sebanyak 20 ml dan diuapkan sampai kering dalam cawan

porselen

d. Dipanaskan filtrat pada suhu 105°C sampai bobot tetap

e. Dihitung kadar dalam persen sari larut etanol 97 % terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara

Page 8: Karakteristik Simplisia V

E. Hasil Pengamatan

1. Tabel Pengamatan

a. Susut Pengeringan

Sampel Berat Awal Berat AkhirSusut

Pengeringan

Daun Salam 101,9 g 40,66 g 61,24 g

Daun Sirih hijau 100 g 86,54 g 13,46 g

Cabai Rawit 100 g 25,43 g 74,57 g

Daun Jambu Biji 100 g 53,66 g 46,34 g

Daun Senggani 100,3 g 35,32 g 65,48 g

b. Kadar Sari

SampelKadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol

Sampel Sari % Sari Sampel Sari % Sari

Daun Salam 5 g 0,2 g 4 % 5 g 0,08 g 1,6 %

Daun Sirih hijau 5 g 0,35 g 7 % 5 g 0,09 g 1,8 %

Cabai Rawit 5 g 0,52 g 10,4 % 5 g 0,1 g 2 %

Daun Jambu Biji 5 g 0,16 g 3,2 % 5 g 0,2 g 4 %

Daun Senggani 5 g 0,24 g 4,8 % 5 g 0,07 g 1,4 %

2. Perhitungan

a. Perhitungan Susut Pengeringan

1) Daun Salam : = 60,09 %

2) Daun Sirih Hijau : = 86,54 %

3) Cabai Rawit : = 74,57 %

Page 9: Karakteristik Simplisia V

4) Daun Jambu Biji : = 46,34 %

5) Daun Senggani : = 64,78 %

b. Perhitungan Kadar Sari Larut Air

1) Daun Salam : = 4,00 %

2) Daun Sirih Hijau : = 7 %

3) Cabai Rawit : = 10,4 %

4) Daun Jambu Biji : = 3,7 %

5) Daun Senggani : = 4,8 %

c. Perhitungan Kadar Sari Larut Etanol

1) Daun Salam : = 1,6 %

2) Daun Sirih Hijau : = 1,8 %

3) Cabai Rawit : = 2 %

4) Daun Jambu Biji : = 4 %

Page 10: Karakteristik Simplisia V

5) Daun Senggani : = 1,4 %

Page 11: Karakteristik Simplisia V

F. Pembahasan

Percobaan penetapan karakteristik simplisia ini bertujuan untuk

memahami proses penetapan karakteristik simplisia dan untuk menentukan

standarisasi simplisia secara tepat.

Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat dan belum

mengalami pengolahan tertentu, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah

dikeringkan. Jenis simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani, dan

simplisia pelikan (mineral).

Semua paparan yang tertera dalam persyaratan simplisia, kecuali tentang

isi dan penggunaan simplisia yang bersangkutan. Syarat baku berlaku untuk

simplisia yang akan digunakan untuk keperluan pengobatan, tetapi tidak berlaku

bagi bahan yang dipergunakan untuk keperluan lain yang dijual dengan nama

simplisia yang sama.

Salah satu cara untuk mengendalikan mutu simplisia adalah dengan

melakukan standarisasi simplisia. Standarisasi diperlukan agar dapat diperoleh

bahan baku yang seragam yang akhirnya dapat menjamin efek farmakologi bahan

tersebut. Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan

digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan tertentu.

Parameter mutu simplisia meliputi susut pengeringan, kadar air, kadar abu, kadar

sari larut dan etanol, serta kadar senyawa identitas. Standarisasi dan karakterisasi

dilakukan sesuai persyaratan Materia Medika Indonesia.

Percobaan ini menetapkan karakteristik simplisia yang meliputi kadar sari

larut air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, dan susut pengeringan. Sampel

simplisia yang digunakan yaitu daun sirih hijau, daun jambu biji, cabai, daun

salam, dan daun senggani.

Percobaan pertama yaitu penetapan kadar sari larut air dan etanol.

Penetapan kadar sari adalah metode kuantitatif untuk jumlah kandungan senyawa

dalam simplisia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu. Penetapan ini dilakukan

untuk simplisia yang tidak ada cara yang memadai baik kimia atau biologi untuk

penentuan konstituen aktifnya. Penetapan kadar sari dapat dilakukan dengan dua

cara yaitu kadar sari yang larut dalam air dan kadar sari yang larut dalam etanol.

Page 12: Karakteristik Simplisia V

Kadar cara ini didasarkan pada kelarutan senyawa yang terkandung dalam

simplisia.

Hal yang pertama kali dilakukan adalah penyiapan simplisia. Sejumlah

serbuk simplisia dari masing-masing sampel ditimbang dan dimaserasi dalam labu

tertutup. Untuk kadar sari larut air yang digunakan adalah pelarut air yang

dijenuhkan dengan kloroform (1:1), sedangkan untuk kadar sari larut etanol

menggunakan pelarut etanol 97%. Pencampuran antara air dan kloroform

memiliki tujuan untuk penjenuhan agar pelarut tidak menarik kembali senyawa

lain yang semipolar, tetapi murni sari yang larut dalam air (polar). Simplisia

dalam pelarut kemudian dikocok yang bertujuan untuk mempercepat tingkat

kelarutan, sehingga kadar yang tersari dalam masing-masing pelarut semakin

banyak.

Selanjutnya dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring. Filtrat

dioven pada suhu 105°C dalam cawan hingga menguap kemudian cawan

didinginkan. Pendinginan dilakukan dengan seksama karena dapat mempengaruhi

massa filtrat yang telah dipanaskan dalam cawan. Setelah cawan dingin,

selanjutnya dilakukan penimbangan dan perhitungan kadar sari larut air dapat

dilakukan.

Prosedur untuk penetapan kadar sari larut etanol hampir serupa dengan

penetapan kadar sari larut air, namun penjenuhan dengan kloroform tidak

diperlukan karena etanol sudah merupakan pelarut organik universal yang dapat

menyari senyawa dalam simplisia secara baik. Pada proses penyaringan, terdapat

perbedaan yang signifikan antara pembentukan filtrat pada sari larut air dan

etanol. Simplisia lebih cepat terlarut dalam etanol dan filtrat lebih cepat terbentuk,

selain itu pada proses penguapan menggunakan oven, simplisia dalam etanol lebih

cepat menguap karena titik didih etanol yang jauh dibawah titik didih air.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh data kadar sari

larut air dan larut etanol untuk masing-masing simplisia. Untuk simplisia Daun

Sirih memiliki kadar sari larut air sebesar 7 %, Daun Jambu Biji 3,2 % , Cabai

10,4 %, Daun Salam 4 % , dan Daun Senggani 4,8 %, sedangkan kadar sari larut

Page 13: Karakteristik Simplisia V

etanol untuk larut etanol untuk simplisia Daun Sirih 1,8 %, Daun Jambu Biji 4 %,

Cabai 2 %, Daun Salam 1,6 % dan Daun Senggani 1,4 %.

Hasil dalam percobaan tidak memenuhi persyaratan kadar sari larut air an

etanol minimum yang ditetapkan. Untuk Daun Sirih seharusnya kadar sari larut air

tidak kurang dari 14 % dan kadar sari larut etanol 4,5 %. Begitu juga dengan

sampel lain. Ketidaksesuaian ini dapat terjadi akibat beberapa faktor. Diantaranya

proses maserasi yang kurang maksimal sehingga tidak semua sari atau ekstrak

tersari dalam pelarut. Selain itu pada proses penguapan yang kurang sempurna

juga dapat mempengaruhi bobot sari yang diperoleh.

Percobaan selanjutnya adalah penetapan susut pengeringan. Susut

pengeringan adalah prosentase senyawa yang menghilang selama proses

pemanasan (tidak hanya menggambarkan air yang hilang, tetapi juga senyawa

menguap lain yang hilang). Pengukuran sisa zat dilakukan dengan pengeringan

pada temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan dan dinyatakan

dalam persen (metode gravimetri). Berat konstan yaitu berat simplisia yang sudah

tidak berubah setelah dilakukan beberapa kali pengeringan. Susut pengeringan

dihitung terhadap 100 gram bahan simplisia segar.

Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut

organik menguap, susut pengeringan diidentifikkan dengan kadar air, yaitu

kandungan air karena simplisia berada diatmosfer dan lingkungan terbuka

sehingga dipengaruhi kelembapan lingkungan penyimpanan.

Berdasarkan bobot konstan yang diperoleh masing-masing simplisia

diperoleh hasil prosentase susut pengeringan. Untuk simplisia Daun Sirih

memiliki susut pengeringan sebesar 86,54 %, Daun Jambu Biji sebesar 46,34 %,

Cabai 74,57 %, Daun Salam 60,09 %, dan Daun Senggani sebesar 64,78 %.

Beberapa simplisia tidak memenuhi persyaratan standar untuk nilai susut

pengeringan yang ditetapkan. Ketidaksesuaian ini dapat terjadi akibat beberapa

faktor, diantaranya yaitu kondisi lingkungan penyimpanan simplisia sebelum

dikeringkan dimana bobot simplisia dapat berkurang akibat jatuh terkena

hembusan angin. Selain itu dimungkinkan masih adanya pengotor atau

kontaminan dalam simplisiayang sangat mempengaruhi besarnya bobot.

Page 14: Karakteristik Simplisia V

G. Kesimpulan

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Pada sampel daun sirih hijau diperoleh presentase susut pengeringan sebesar

86,54 %, kadar sari larut air sebesar 7 % dan kadar sari larut etanol 95 %

sebesar 1,8 %.

2. Pada sampel daun jambu biji diperoleh bobot presentase susut pengeringan

sebesar 46,34 %, diperoleh kadar sari larut air sebesar 3,2 % dan kadar sari

larut etanol 95 % sebesar 4 %.

3. Pada sampel cabai, diperoleh presentase susut pengeringan sebesar 60,09 %,

kadar sari larut air sebesar 10,4 % dan kadar sari larut etanol 95 % sebesar 2

%.

4. Pada sampel daun senggani diperoleh presentase susut pengeringan sebesar

64,78 %, kadar sari larut air sebesar 4,8 % dan kadar sari larut etanol 95 %

sebesar 1,4 %.

5. Pada sampel daun salam diperoleh bobot konstan sebesar 40,66 gram dengan

presentase susut pengeringan sebesar 61,24 %, kadar sari larut air sebesar 4 %

dan kadar sari larut etanol 95 % sebesar 1,6 %.

Page 15: Karakteristik Simplisia V

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Materia Medika Jilid II. Dirjen POM: Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materia Medika Jilid III. Dirjen POM: Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1980. Materia Medika Jilid IV. Dirjen POM: Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Dirjen POM: Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1986. Sediaan Galenik. Dirjen POM: Jakarta.

Nenden, S. Z, dkk. 2007. Penentuan Indeks Kepedasaan, Indeks Pengembangan, dan Kadar Tanin dalam Simplisia. ITB: Bandung.