karya desainer, harga ritel? -...

1
40 Jumat, 25 November 2011 Harga Ritel? Harga Ritel? Karya Desainer, Karya Desainer, Apa jadinya bila desainer mau ‘turun kasta’ dan menggeser sedikit paham eksklusivitas mereka? Produk bernilai seni tinggi dan harga terjangkau, jawabannya! MARTHAPURI IAPA tidak mengenal Versace? Kesan glamor, mewah, dan eksklusif sangat lekat dengan merek yang didirikan Gianni Versace ini. Kaum jetset, selebritas, hingga tokoh negara menggemari Versace. Salah satunya ialah Lady Gaga yang bahkan menjanjikan hanya akan mengenakan produk dari Versace selama dua bulan berturut-turut. Nama besar rumah mode asal Italia itu memang sudah membahana di jagat fesyen dunia. Eksklusif dan produk dengan edisi terbatas merupakan ciri khas para desainer adibusana dunia. Penerus sekaligus Vice President Versace Group Donatella Versace bahkan pernah sesumbar tidak akan pernah menciptakan desain untuk lini high street. “Itu bukan cara Versace,” katanya. Masih menurut Donatella, “Saya menghormati semua pihak yang melakukannya. Namun, alasan saya tidak melakukannya ialah karena saya bekerja sangat keras untuk menempatkan lini Versace dalam kategori mewah,’’ dalam New York Magazine. Menjaring massa Namun, publik dibuat terkejut ketika pada akhirnya Donatella mengumumkan kolaborasinya bersama perusahaan ritel pakaian asal Swedia, Hennes & Mauritz (H&M). Donatella sendiri memastikan kolaborasi itu akan menciptakan koleksi dengan harga yang lebih terjangkau dan desain yang khas Versace. Produk kolaborasi dengan H&M itu akan dijual sebagai sebuah iconic collection. Demi iconic collection itu, Donatella akan membongkar arsip rumah mode Italia tersebut, yang didirikan kakak lelakinya, Gianni, pada 1978. Nantinya, label yang akan diluncurkan pada 17 November itu beredar di lebih dari 300 toko di seluruh dunia termasuk via daring (online) yang memanfaatkan E-bay pada awal 2012. Walaupun sepertinya menggabungkan ritel fesyen dan desain fesyen mewah nan tersegmentasi seolah pisau bermata ganda, tidak pernah bisa bersatu, pada kenyataannya H&M sudah berkolaborasi dengan para desainer kenamaan. H&M memang terkenal karena kesuksesan mereka merangkul desainer menciptakan lini high street seperti dengan Jimmy Choo, Karl Lagerfeld, dan Stella McCartney. Tahun 2004 merupakan awal mula H&M memulai koleksi high street desainer Karl Lagerfeld. Biaya produksi IA da Gi to S hanya sekitar 5 euro sampai 150 euro, jauh lebih murah jika dibandingkan dengan ‘koleksi asli’ Lagerfeld yang mencapai lebih dari 1.000 euro. Mereka sukses besar dan penjualan H&M pun merangkak naik sebesar 24% pada November 2004. Seperti dikutip dari Bloomberg, analis Societe Generale, Anne Crithclow, mengatakan semua koleksi para desainer itu sukses walaupun dengan tingkatan berbeda. Stella McCartney bergabung pada 2005 dan Roberto Cavalli pada 2007 justru banyak mendapatkan perhatian dari media. Koleksi Lanvin untuk H&M bahkan langsung tandas hanya dalam hitungan menit. Versace yang didukung para selebritas seperti Elton John dan Elizabeth Hurley semestinya bisa memperoleh kesuksesan lebih besar daripada yang lainnya. Selain itu, Versace jauh lebih punya kemungkinan untuk mengatur dunia fesyen seperti penjualan di beberapa toko utama dengan lokasi utama. Lalu, mengapa para desainer mode dunia tertarik untuk bergabung dengan perusahaan ritel mode kenamaan seperti H&M? “Jika Anda mencari bahan kulit yang eksotis atau kain paling mewah di dunia, silakan Anda pergi ke toko Versace untuk mendapatkannya. Tapi ketika saya membuat koleksi untuk H&M, saya sedang menciptakan mode untuk semua orang dengan parameter yang jelas, terutama soal kain dan sentuhan akhirnya. Namun dalam hal ide, saya merasakan kebebasan yang luar biasa di luar sistem yang biasa--membuat koleksi ikon yang tidak hanya untuk musim tertentu, tetapi sekaligus untuk para pecinta fesyen. Lebih bebas dan lebih bereksperimen,” papar Donatella. Donatella mengakui ketertarikannya bergabung dengan H&M tidak lain karena ingin meraih target pasar yang lebih luas. Bayangkan, basis pelanggan yang besar dengan jumlah toko yang mencapai lebih dari 2.300 dan tersebar di 41 negara merupakan potensi bisnis yang menggiurkan bagi para desainer. Adik Gianni Versace itu menjelaskan nantinya koleksi Versace untuk H&M akan difokuskan pada tiga koleksi, yaitu koleksi pakaian wanita dengan rancangan gaun berbahan kulit, sutra, dan penuh warna, serta aksesori eksklusif dan perhiasan. Berikutnya koleksi pakaian pria dengan jahitan tajam seperti tuksedo dengan ikat pinggang dan perhiasan serta, yang ketiga, desain peralatan rumah tangga yang meliputi bantal dan seprai yang semuanya terinspirasi oleh warisan rumah mode Italia. Become globally Kalau era kolaborasi desainer dengan perusahaan ritel sedang menjadi tren saat ini, tidak demikian dengan yang dilakukan Louis Vitton Moet Hennessy (LVMH). Sebaliknya, LVMH justru mengakuisisi perusahaan ritel sepatu asal Singapura Charles & Keith. Sebesar 20% saham Charles & Keith kini dimiliki merek mewah raksasa asal Prancis atau senilai lebih dari US$30 juta (Rp270 miliar). Akses ke branding skills LVMH, pemilik label fesyen top dunia termasuk di antaranya Marc Jacobs, Dior, dan Givenchy, serta pengembangan perusahaan di bawah bendera LVMH di seluruh dunia merupakan faktor penting ketertarikan akuisisi itu. Charles memang berambisi untuk menaklukkan pasar Amerika Serikat, China, India, dan Eropa Barat. Menurutnya, cara itu bisa ditempuh dengan menggandeng merek terkenal dunia. Ia terinspirasi oleh keberhasilan LVMH yang mengakuisisi Sephora, sebuah rantai kosmetik global yang diakuisisi LVMH pada 1997. Charles berharap bisa mempelajari strategi pertumbuhan yang diterapkan di Sephora. Maklum saja, secara bisnis Charles & Keith ingin membuka 100 toko dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Karena itu, Charles & Keith akan memanfaatkan pola kerja sama tersebut dengan mengirimkan staf ke Paris atau sebaliknya, mendatangkan instruktur ke Singapura. Dengan demikian, mereka dapat mempelajari pemasaran dan program pemasaran visual yang akan berguna dalam menampilkan konsep dalam toko dan kampanye pemasaran produk. A huge market Jangan lupakan juga Isabel Toledo, salah satu perancang busana terkenal asal Amerika Serikat. Isabel yang pernah mendesain gaun renda warna lemongrass dengan mantel yang senada untuk Michelle Obama terkenal dengan desain couture nan mahal. Namun, sejak Agustus 2010, Isabel resmi bergabung dengan Payless, peritel sepatu asal Topeka, Kansas, Amerika Serikat. Ia mengikuti jejak Lela Rose, desainer kenamaan asal Amerika Serikat, Silvia Tscherassi asal Kolombia, dan Christian Siriano yang sudah terlebih dahulu bergabung dengan Payless. “Saya senang bisa bekerja sama dengan Payless untuk label sepatu pertama saya. Ini kesempatan besar untuk membuat sepatu dan tas untuk melengkapi koleksi busana saya. Ini inspirasi untuk bekerja dengan tim desain Payless. Bersama- sama kami menciptakan koleksi yang kontemporer dengan tur tren terbaru dan selera high-end, tetapi dengan harga yang terjangkau, mulai USS40 sepasang,” komentar Tcherassi. Koleksi desainer Payless merupakan salah satu label desainer alas kaki yang paling banyak didistribusikan di Amerika saat ini. Pada 2009, perusahaan itu berhasil menjual lebih dari 140 juta pasang sepatu dan 40 juta unit aksesori dan membuka 4.500 gerai yang tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia (berdasarkan data dalam website perusahaan). Tren kolaborasi desainer fesyen papan atas dengan perusahaan ritel bisa dipastikan masih akan berlanjut. Hal itu tentu akan menguntungkan para konsumen karena harga dan lokasi menjadi lebih terjangkau secara luas. Di sisi lain, bisnis ritel memang akan selalu menarik karena pasarnya masih terbuka lebar. Bermain di sisi ritel berarti bersaing di sisi volume. Harga yang relatif lebih terjangkau akan mampu menggaet lebih banyak konsumen. Jumlah penduduk suatu negara yang besar, mencapai 250 juta jiwa jika di Indonesia, serta adanya perbaikan kelas menengah tentunya akan menjadi daya tarik bagi para peritel dan desainer tersebut. Perpaduan itu sangat menarik, nama besar desainer bekerja sama dengan perusahaan ritel yang sudah memiliki pangsa pasar sangat luas. Langkah nan cerdik! (y-1) [email protected] REUTERS/MOHAMMED SALEM

Upload: dangcong

Post on 22-Jun-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Karya Desainer, Harga Ritel? - ftp.unpad.ac.idftp.unpad.ac.id/koran/mediaindonesia/2011-11-25/mediaindonesia_2011-11-25_040.pdf · Versace untuk H&M akan difokuskan pada tiga koleksi,

40 Jumat, 25 November 2011

Harga Ritel?Harga Ritel?Karya Desainer,Karya Desainer,

Apa jadinya bila desainer mau

‘turun kasta’ dan menggeser

sedikit paham eksklusivitas

mereka? Produk bernilai seni

tinggi dan harga terjangkau,

jawabannya!

MARTHAPURI

IAPA tidak mengenal Versace? Kesan glamor, mewah, dan eksklusif sangat lekat dengan merek yang didirikan Gianni Versace ini. Kaum jetset, selebritas, hingga tokoh negara menggemari Versace. Salah satunya ialah

Lady Gaga yang bahkan menjanjikan hanya akan mengenakan produk dari Versace selama dua bulan berturut-turut.

Nama besar rumah mode asal Italia itu memang sudah membahana di jagat fesyen dunia. Eksklusif dan produk dengan edisi terbatas merupakan ciri khas para desainer adibusana dunia. Penerus sekaligus Vice President Versace Group Donatella Versace bahkan pernah sesumbar tidak akan pernah menciptakan desain untuk lini high street. “Itu bukan cara Versace,” katanya.

Masih menurut Donatella, “Saya menghormati semua pihak yang melakukannya. Namun, alasan saya tidak melakukannya ialah karena saya bekerja sangat keras untuk menempatkan lini Versace dalam kategori mewah,’’ dalam New York Magazine.

Menjaring massa

Namun, publik dibuat terkejut ketika pada akhirnya Donatella mengumumkan kolaborasinya bersama perusahaan ritel pakaian asal Swedia, Hennes & Mauritz (H&M). Donatella sendiri memastikan kolaborasi itu akan menciptakan koleksi dengan harga yang lebih terjangkau dan desain yang khas Versace.

Produk kolaborasi dengan H&M itu akan dijual sebagai sebuah iconic collection. Demi iconic collection itu, Donatella akan membongkar arsip rumah mode Italia tersebut, yang didirikan kakak lelakinya, Gianni, pada 1978. Nantinya, label yang akan diluncurkan pada 17 November itu beredar di lebih dari 300 toko di seluruh dunia termasuk via daring (online) yang memanfaatkan E-bay pada awal 2012.

Walaupun sepertinya menggabungkan ritel fesyen dan desain fesyen mewah nan tersegmentasi seolah pisau bermata ganda, tidak pernah bisa bersatu, pada kenyataannya H&M sudah berkolaborasi dengan para desainer kenamaan. H&M memang terkenal karena kesuksesan mereka merangkul desainer menciptakan lini high street seperti dengan Jimmy Choo, Karl Lagerfeld, dan Stella McCartney.

Tahun 2004 merupakan awal mula H&M memulai koleksi high street desainer Karl Lagerfeld. Biaya produksi

IAdaGito

S

hanya sekitar 5 euro sampai 150 euro, jauh lebih murah jika dibandingkan dengan ‘koleksi asli’ Lagerfeld yang mencapai lebih dari 1.000 euro. Mereka sukses besar dan penjualan H&M pun merangkak naik sebesar 24% pada November 2004.

Seperti dikutip dari Bloomberg, analis Societe Generale, Anne Crithclow, mengatakan semua koleksi para desainer itu sukses walaupun dengan tingkatan berbeda. Stella McCartney bergabung pada 2005 dan Roberto Cavalli pada 2007 justru banyak mendapatkan perhatian dari media. Koleksi Lanvin untuk H&M bahkan langsung tandas hanya dalam hitungan menit.

Versace yang didukung para selebritas seperti Elton John dan Elizabeth Hurley semestinya bisa memperoleh kesuksesan lebih besar daripada yang lainnya. Selain itu, Versace jauh lebih punya kemungkinan untuk mengatur dunia fesyen seperti penjualan di beberapa toko utama dengan lokasi utama.

Lalu, mengapa para desainer mode dunia tertarik untuk bergabung dengan perusahaan ritel mode kenamaan seperti H&M? “Jika Anda mencari bahan kulit yang eksotis atau kain paling mewah di dunia, silakan Anda pergi ke toko Versace untuk mendapatkannya. Tapi ketika saya membuat koleksi untuk H&M, saya sedang menciptakan mode untuk semua orang dengan parameter yang jelas, terutama soal kain dan sentuhan akhirnya. Namun dalam hal ide, saya merasakan kebebasan yang luar biasa di luar sistem yang biasa--membuat koleksi ikon yang tidak hanya untuk musim tertentu, tetapi sekaligus untuk para pecinta fesyen. Lebih bebas dan lebih bereksperimen,” papar Donatella.

Donatella mengakui ketertarikannya bergabung dengan

H&M tidak lain karena ingin meraih target pasar yang lebih luas. Bayangkan, basis pelanggan yang besar dengan jumlah toko yang mencapai lebih dari 2.300 dan tersebar di 41 negara merupakan potensi bisnis yang menggiurkan bagi para desainer.

Adik Gianni Versace itu menjelaskan nantinya koleksi Versace untuk H&M akan difokuskan pada tiga koleksi, yaitu koleksi pakaian wanita dengan rancangan gaun berbahan kulit, sutra, dan penuh warna, serta aksesori eksklusif dan perhiasan. Berikutnya koleksi pakaian pria dengan jahitan tajam seperti tuksedo dengan ikat pinggang dan perhiasan serta, yang ketiga, desain peralatan rumah tangga yang meliputi bantal dan seprai yang semuanya terinspirasi oleh warisan rumah mode Italia.

Become globally Kalau era kolaborasi desainer dengan perusahaan ritel

sedang menjadi tren saat ini, tidak demikian dengan yang dilakukan Louis Vitton Moet Hennessy (LVMH). Sebaliknya, LVMH justru mengakuisisi perusahaan ritel sepatu asal Singapura Charles & Keith. Sebesar 20% saham Charles & Keith kini dimiliki merek mewah raksasa asal Prancis atau senilai lebih dari US$30 juta (Rp270 miliar). Akses ke branding skills LVMH, pemilik label fesyen top dunia termasuk di antaranya Marc Jacobs, Dior, dan Givenchy, serta pengembangan perusahaan di bawah bendera LVMH di seluruh dunia merupakan faktor penting ketertarikan akuisisi itu.

Charles memang berambisi untuk menaklukkan pasar

Amerika Serikat, China, India, dan Eropa Barat. Menurutnya, cara itu bisa ditempuh dengan menggandeng merek terkenal dunia. Ia terinspirasi oleh keberhasilan LVMH yang mengakuisisi Sephora, sebuah rantai kosmetik global yang diakuisisi LVMH pada 1997. Charles berharap bisa mempelajari strategi pertumbuhan yang diterapkan di Sephora. Maklum saja, secara bisnis Charles & Keith ingin membuka 100 toko dalam kurun waktu lima tahun ke depan.

Karena itu, Charles & Keith akan memanfaatkan pola kerja sama tersebut dengan mengirimkan staf ke Paris atau sebaliknya, mendatangkan instruktur ke Singapura. Dengan demikian, mereka dapat mempelajari pemasaran dan program pemasaran visual yang akan berguna dalam menampilkan konsep dalam toko dan kampanye pemasaran produk.

A huge marketJangan lupakan juga Isabel Toledo, salah satu perancang

busana terkenal asal Amerika Serikat. Isabel yang pernah mendesain gaun renda warna lemongrass dengan mantel yang senada untuk Michelle Obama terkenal dengan desain couture nan mahal. Namun, sejak Agustus 2010, Isabel resmi bergabung dengan Payless, peritel sepatu asal Topeka, Kansas, Amerika Serikat.

Ia mengikuti jejak Lela Rose, desainer kenamaan asal Amerika Serikat, Silvia Tscherassi asal Kolombia, dan Christian Siriano yang sudah terlebih dahulu bergabung dengan Payless. “Saya senang bisa bekerja sama dengan Payless untuk label sepatu pertama saya. Ini kesempatan besar untuk membuat sepatu dan tas untuk melengkapi koleksi busana saya. Ini inspirasi untuk bekerja dengan tim desain Payless. Bersama-sama kami menciptakan koleksi yang kontemporer dengan fi tur tren terbaru dan selera high-end, tetapi dengan harga yang terjangkau, mulai USS40 sepasang,” komentar Tcherassi.

Koleksi desainer Payless merupakan salah satu label desainer alas kaki yang paling banyak didistribusikan di Amerika saat ini. Pada 2009, perusahaan itu berhasil menjual lebih dari 140 juta pasang sepatu dan 40 juta unit aksesori dan membuka 4.500 gerai yang tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia (berdasarkan data dalam website perusahaan).

Tren kolaborasi desainer fesyen papan atas dengan perusahaan ritel bisa dipastikan masih akan berlanjut. Hal itu tentu akan menguntungkan para konsumen karena harga dan lokasi menjadi lebih terjangkau secara luas. Di sisi lain, bisnis ritel memang akan selalu menarik karena pasarnya masih terbuka lebar.

Bermain di sisi ritel berarti bersaing di sisi volume. Harga yang relatif lebih terjangkau akan mampu menggaet lebih banyak konsumen. Jumlah penduduk suatu negara yang besar, mencapai 250 juta jiwa jika di Indonesia, serta adanya perbaikan kelas menengah tentunya akan menjadi daya tarik bagi para peritel dan desainer tersebut. Perpaduan itu sangat menarik, nama besar desainer bekerja sama dengan perusahaan ritel yang sudah memiliki pangsa pasar sangat luas. Langkah nan cerdik! (y-1)

[email protected]

REUTERS/MOHAMMED SALEM