karya ilmiah akhir - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351551-pr-dias syeh.pdf · yang...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATANMASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN POST LAPAROTOMI
YANG DIBERIKAN MOBILISASI DINI UNTUK MEMPERCEPATPENYEMBUHAN LUKA OPERASI DI RSUPN CIPTO
MANGUNKUSUMO
KARYA ILMIAH AKHIR
DIAS SYEH TARMIDZI., S. Kep0806333796
FAKULTAS ILMU KEPERAWATANPROGRAM PROFESI NERS
DEPOKJULI 2013
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATANMASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN POST LAPAROTOMI
YANG DIBERIKAN MOBILISASI DINI UNTUK MEMPERCEPATPENYEMBUHAN LUKA OPERASI DI RSUPN CIPTO
MANGUNKUSUMO
KARYA ILMIAH AKHIRDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners
DIAS SYEH TARMIDZI., S. Kep0806333796
FAKULTAS ILMU KEPERAWATANPROGRAM PROFESI NERS
DEPOKJULI2013
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners. Karya ilmiah
akhir Ners ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk untuk untuk memperoleh
gelar Ners Sarjana Keperawatan. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
karya ilmiah akhir Ners ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya
ilmiah akhir Ners ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia;
2) Ibu Kuntarti, S.Kp., M. Biomed, selaku Ketua Program Studi Sarjana Ilmu
Keperawatan;
3) Ibu Debie Dahlia, SKp., MHSM selaku dosen pembimbing 1 yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dan
masukan berharga dalam penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini;
4) Bapak Muhamad Adam Sp. KMB selaku dosen pembimbing 2 yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dan
masukan berharga dalam penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini;
5) Ibu Riri Maria, SKp., MN selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah
Akhir Ners Peminatan KMB;
6) Keluarga besar yang selalu memberikan doa dan dukungan dalam
penulisan karya ilmiah akhir Ners ini;
7) Isti Chahyani yang selalu memberikan semangat , bantuan , dan doa setiap
waktu dalam penulisan karya ilmiah akhir Ners ini;
8) Teman-teman 2008 yang sama-sama berjuang untuk profesi selama satu
tahun ini;
9) Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah
akhir Ners ini.
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
v
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir Ners ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 10 Juli 2013
Penulis
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Dias Syeh Tarmidzi., S.Kep
NPM :080333796
Program Studi: S1 Reguler
Fakultas : Fakultas Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat PerkotaanPada Pasien Post Laparotomi Yang Diberikan Mobilisasi Dini Untuk
Mempercepat Penyembuhan Luka Operasi Di RSUPN CiptoMangunkusumo”
berserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, danmempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagaipenulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Depok
Pada Tanggal: 10 Juli 2013
Yang Menyatakan
(Dias Syeh Tarmidzi., S. Kep)
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
vii
ABSTRAK
Nama : Dias Syeh Tarmidzi., S. Kep
Program Studi : Sarjana Ilmu Keperawatan
Judul :“Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan MasyarakatPerkotaan Pada Pasien Post Laparotomi Yang DiberikanMobilisasi Dini Untuk Mempercepat Penyembuhan Luka OperasiDi RSUPN Cipto Mangunkusumo”
Peutz Jegher Syndrome (PJS) merupakan penyakit pada saluran gastrointestinalyang ditandai dengan adanya multiple polip pada gaster, duodenum atau kolon.Faktor risiko yang banyak ditemukan pada masyarakat perkotaan adalah polamakan yang kurang sehat karena efek banyaknya pertumbuhan makanan siap sajidi wilayahnya. Tindakan medis yang dilakukan adalah dengan laparotomi danpolipektomi. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis pemberian evidencebased practice mobilisasi dini pada pasien post laparotomi akibat PJS. Evaluasiasuhan keperawatan menunjukkan bahwa klien post laparotomi mengalamipercepatan penyembuhan luka operasi dengan pemberian mobilisasi dini selama5 hari. Hasil dari penulisan ini dapat memberikan gambaran kepada perawatbahwa pemberian mobilisasi dini setelah operasi dapat menurunkan resikokomplikasi dan mempercepat penyembuhan luka.
Kata kunci : peutz jegher syndrome; luka; laparotomi; nyeri; mobilisasi dini
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
viii
ABSTRACT
Name : Dias Syeh Tarmidzi., S. Kep
Study Program : Nursing
Title : “Analysis of Public Health Nursing Clinical PracticeUrban to The Patient After Laparotomy That Given EarlyMobilization to Accelerate Wound Healing At The RSUPNCipto Mangunkusumo”
Peutz Jegher Syndrome (PJS) was gastrointestinal tract disease whichcharacterize with multiple polip on the gaster, duodenum, or colon. The most riskfactor was found in urban society was with unhealthy food consumption becausethere were increasing fast food restaurants in their environment. The mostappropriate medical intervention is laparotomy and polipectomy. The aim of thispaper was to analize in giving ecidence based practice with early mobilization tothe post laparotomy pasient caused by PJS. The evaluation of nursing careshowed that post laparotomy patient has acceleration of wound healing with fivedays of early mobilization. The result of this paper could give description for thenurses that giving early mobilization could decrease complication risk andacceleration of owound healing
Key word: peutz jegher syndrome; wound; laparotomy; pain; early mobilization
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. iHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................... iiHALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iiiKATA PENGANTAR .............................................................................. ivHALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASIKARYA ILMIAH ..................................................................................... viABSTRAK ................................................................................................ viiABSTRACT .............................................................................................. viiiDAFTAR ISI ............................................................................................. ixDAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiiiDAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv
1. PENDAHULUAN ................................................................................ 11.1 Latar Belakang ............................................................................. 11.2 Tujuan Penulisan ......................................................................... 51.3 Manfaat Penulisan ........................................................................ 6
2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 72.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan.............. 72.2 Mobilisasi Dini ............................................................................. 142.3 Luka .............................................................................................. 192.4 Laparotomi.................................................................................... 24
3. TINJAUAN KASUS ............................................................................ 283.1 Pengkajian ................................................................................... 283.2 Analisa Data ................................................................................. 363.3 Rencana Asuhan Keperawatan ..................................................... 373.4 Catatan Perkembangan ................................................................. 40
4.PEMBAHASAN .................................................................................... 464.1 Analisis Kasus Terkait KKMP ..................................................... 464.2 Analisis Kasus .............................................................................. 474.3 Analisis Base Evidence Practice .................................................. 494.4 Alternatif Pemecahan Masalah..................................................... 51
5. PENUTUP............................................................................................. 525.1 Kesimpulan................................................................................... 525.2 Saran ............................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 54LAMPIRAN
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Jenis Laparotomi ................................................................ 24Gambar 2.2 Jenis pembedahan laparotomi: midline incision ................ 25Gambar 2.3 Jenis pembedahan laparotomi: insisi transversal .............. 25
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Final mobility protocolLampiran 2 Borg exertion scaleLampiran 3 Laporan pembedahanLampiran 4 Riwayat Hidup Penulis
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan prevalensi rate
penyakit kanker yang cukup tinggi. Di wilayah Association South East Asian
Nations (ASEAN), Indonesia menempati urutan kedua setelah vietnam dengan
kasus penyakit kanker mencapai 135.000 kasus pertahun (WHO, 2005). Penyakit
kanker dapat terjadi dikarenakan berbagai macam faktor. Salah satu faktor
penyebab kanker ialah faktor keturunan yang terjadi pada pasien dengan peutz
jegher syndrome (PJS), klien yang mengalami multiple polip pada saluran
gastrointestinal. Penyakit peutz jegher syndrome (PJS) belum banyak ditemukan
karena merupakan penyakit yang langka terjadi, namun dalam jurnal penelitian
disebutkan 1:25.000 orang menderita PJS. Penyakit multiple polip dapat disebabkan
juga oleh gaya hidup yang cenderung makan makanan yang rendah serat dan tinggi
lemak.
Pola hidup pada masyarakat perkotaan yang serba instan dapat menjadikan
penyebab penyakit PJS menjadi semakin berkembang di masyarakat Indonesia. PJS
akan menimbulkan penderita mengalami pertumbuhan polip pada saluran
pencernaan yang biasa ditemukan pada lambung, duodenum, colon. Penderita PJS
akan mengalami manifestasi berupa muntah yang diakibatkan penyumbatan saluran
cerna akibat polip dan mungkin mengalami intususepsi/ invaginasi. Tindakan medis
yang dilakukan berupa polipektomi dengan laparotomi sebelumnya.
Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi. Laparo sendiri
berarti perut atau abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan. Sehingga
laparotomi dapat didefenisikan sebagai penyayatan pada dinding abdomen atau
peritoneal. Istilah lain untuk laparotomi adalah celiotomi (Fossum, 2002). Bedah
laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi
merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat
dilakukan pada bedah digestif dan kandungan (Suzanne, 2002). Pembedahan
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
2
Universitas Indonesia
berarti bahwa penderita dihilangkan kesadarannya, dilukai, dan dibuka. Pada
setiap pembedahan diperlukan upaya untuk menghilangkan nyeri, keadaan itu
disebut anestesi. Obat dan teknik anestesi pada umumnya dapat menggangu
fungsi nafas, peredaran darah dan sistem saraf (Syamsuhidayat, 2005).
Hasil penelitian Razid (2010) di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan
menunjukkan semakin tingginya angka terapi pembedahan abdomen (laparatomi)
setiap tahunnya, pada tahun 2008 terdapat 172 kasus pembedahan laparatomi, lalu
pada tahun 2009 terdapat 182 kasus pembedahan laparatomi. Selanjutnya pada
bulan Januari-April tahun 2010 terdapat 32 kasus pembedahan laparatomi.
Rumah Sakit X merupakan salah satu rumah sakit yang memiliki Instalasi Bedah
Sentral. Berdasarkan data dari medical record RS X, diketahui bahwa angka
pembedahan abdomen (laparatomi) meningkat setiap tahunnya, yaitu pada tahun
2009 sebanyak 638 kasus pembedahan, lalu meningkat pada tahun 2010 menjadi
831 kasus pembedahan, kemudian pada tahun 2011 sebanyak 706 kasus, pada
bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2012 sebanyak 354 kasus (RS X,
2012).
Berdasarkan data yang diperoleh dari medical record RSCM divisi bedah digestif
didapatkan data bahwa pembedahan dala periode bulan Maret – Mei 2013 sudah
ada 146 kasus bedah dengan laparotomi. Angka pembedahan ini setiap tahunnya
selalu meningkat. Pada umumnya hasil pembedahan ini berujung baik pada
kondisi luka operasi laparotomi, sedikit sekali kejadian dehisensi hingga eviserasi
pada luka laparotomi di RSCM. Namun pembedahan laparotomi merupakan jenis
pembedahan yang berisiko besar terjadinya perdarahan dan infeksi, tidak jarang
prosedur yang tidak steril selama pembedahan atau setelah pembedahan dapat
berakibat infeksi dan komplikasi yang lebih fatal. Komplikasi yang dapat terjadi
salah satunya trombosis vena. Mobilisasi dini atau gerakan sesegera mungkin bisa
mencegah aliran darah terhambat. Hambatan aliran darah bisa menyebabkan
terjadinya trombosis vena dalam (deep vein trombosis) dan menyebabkan infeksi.
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
3
Universitas Indonesia
Mobilisasi dini merupakan faktor eksternal lain selain perawatan luka. Sedangkan
faktor internal yaitu budaya makan atau pola konsumsi mempengaruhi kecepatan
kesembuhan luka perineum (Manuaba, 2004).
Mobilisasi merupakan tindakan mandiri bagi seorang perawat dalam melakukan
asuhan keperawatan pada pasien pasca bedah. Banyak keuntungan yang dapat
diraih dari latihan dini pasca bedah, diantaranya peningkatan kecepatan
kedalaman pernafasan, peningkatan sirkulasi, peningkatan berkemih dan
metabolisme (Taylor, 1997). Mobilisasi adalah suatu kebutuhan dasar manusia
yang diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang berupa
pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan, maupun kemampuan aktivitas
(Perry & Potter, 2006). Mobilisasi dini menurut Carpenito (2000) adalah suatu
upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing
penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka akibat operasi
pembuangan apendiks (apendektomi) adalah kurangnya/ tidak melakukan
mobilisasi dini. Mobilisasi merupakan faktor yang utama dalam mempercepat
pemulihan dan mencegah terjadinya komplikasi pasca bedah. Mobilisasi sangat
penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko karena tirah baring
lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot-otot di seluruh
tubuh, gangguan sirkulasi darah, gangguan pernapasan dan gangguan peristaltik
maupun berkemih (Carpenito, 2000).
Kebanyakan dari pasien masih mempunyai kekhawatiran jika tubuh digerakkan
pada posisi tertentu pasca pembedahan akan mempengaruhi luka operasi yang
masih belum sembuh yang baru saja selesai dikerjakan. Padahal tidak sepenuhnya
masalah ini perlu dikhawatirkan, bahkan justru hampir semua jeni operasi
membutuhkan mobilisasi atau pergerakan badan sedini mungkin asalkan rasa
nyeri dapat ditahan dan keseimbangan tubuh tidak lagi menjadi gangguan.
Pergerakan pada masa pemulihan akan mempercepat pencapaian level kondisi
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
4
Universitas Indonesia
seperti pra pembedahan. Ini akan mengurangi waktu rawat di rumah sakit,
menekan pembiayaan serta dapat mengurangi stress psikis. Pada saat awal
pergerakan dapat dilakukan diatas tempat tidur dengan menggerakkan tangan dan
kaki yang bisa ditekuk atau diluruskan, mengkontraksikan otot-otot dalam
keadaan statis maupun dinamis termasuk juga menggerakkan badan lainnya,
miring ke kiri atau ke kanan (Kusmawan, 2008).
Penelitian Inayati pada tahun 2006 yang meneliti tentang pengaruh mobilisasi dini
terhadap waktu kesembuhan luka fase proliferasi post operasi diperoleh hasil
penelitian ada pengaruh mobilisasi dini terhadap waktu kesembuhan luka fase
proliferasi. Keberhasilan mobilisasi dini tidak hanya mempercepat proses
pemulihan luka pasca pembedahan namun juga mempercepat pemulihan
peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan (Israfi dalam Akhrita, 2011). Hal
ini telah dibuktikan oleh Wiyono dalam dalam Akhrita (2011) dalam
penelitiannya terhadap pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan,
hasil penelitiannya mengatakan bahwa mobilisasi diperlukan bagi pasien pasca
pembedahan untuk membantu mempercepat pemulihan usus dan mempercepat
penyembuhan luka pasien. Penelitian Marlitasari pada tahun 2010 yang meneliti
tentang gambaran penatalaksanaan mobilisasi dini pada pasien apendektomi di RS
PKU Muhammadiyah Gombong didapatkan hasil penelitian bahwa mobilisasi
dini dapat mengurangi rasa nyeri pasien, mengurangi waktu rawat di rumah sakit
dan dapat mengurangi stress psikis pada pasien. Kesimpulan dari penelitian
Marlitasari tersebut adalah dengan bergerak seseorang dapat mencegah kekakuan
otot dan sendi, mengurangi rasa nyeri, menjaga aliran darah, memperbaiki
metabolisme tubuh, mengembalikan kerja fisiologis organ-organ vital yang pada
akhirnya justru akan mempercepat penyembuhan luka.
Penelitian yang dilakukan Sulistyawati pada tahun 2012 yang melakukan
penelitian tentang efektivitas mobilisasi dini terhadap penyembuhan luka post
operasi apendisitis. Pelaksanaan mobilisasi dini yang dilakukan perawat dalam
penelitian ini adalah memberikan tindakan keperawatan berupa latihan miring
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
5
Universitas Indonesia
kanan miring kiri sejak 6-10 jam setelah pasien sadar, lalu latihan menggerakkan
ekstremitas atas dan bawah, latihan pernafasan yang dapat dilakukan pasien
sambil tidur terlentang, latihan duduk selama 5 menit, latihan nafas dalam dan
batuk efektif dan merubah posisi tidur terlentang menjadi setengah duduk atau
semifowler. Kesimpulan penelitian tersebut bahwa ada perbedaan yang signifikan
proses penyembuhan luka antara klien yang dengan pemberian mobilisasi dini
dengan tanpa pemberian mobilisasi dini, sehingga pemberian mobilisasi dini
dirasakan lebih efektif dibandingkan dengan tanpa pemberian mobilisasi dini.
Berdasarkan banyaknya penelitian mengenai gambaran mobilisasi dini pada
pasien post operasi yang menyebutkan meningkatkan penyembuhan luka maka
penulis tertarik untuk menerapkan pemberian mobilisasi dini stelah operasi
laparotomi pada pasien An. I yang dirawat dengan diagnosis peutz jegher
syndrome di gedung A lantai 4 RSCM.
1.2 Tujuan Penulisan1. Tujuan Umum
Penulisan ini bertujuan untuk menggambarkan kasus multiple polip yang menjadi
masalah kesehatan pada masyarakat perkotaan serta mengetahui efektivitas
mobilisasi dini terhadap penyembuhan luka pada pasien kelolaan dengan post
laparotomi di Gedung A Lantai 4 Zona A RSCM.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dilakukannya penulisan ini adalah :
a). Memperoleh gambaran kasus kesehatan masyarakat perkotaan berupa
penyakit peutz jegher syndrome (multiple polip).
b). Memperoleh gambaran tentang pengertian mobilisasi dini dan
keuntungan dan kerugian dari mobilisasi dini pada pasien dengan post
laparotomi.
c). Menggambarkan hasil penerapan evidence base practice mobilisasi
dini setelah operasi terkait penyembuhan luka pada pasien dengan post
laparotomi.
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
6
Universitas Indonesia
1.3 Manfaat Penulisan1. Manfaat Teoritis
Penulisan ini bermanfaat sebagai bahan pengembangan teknik mobilisasi dini
pasien untuk meningkatkan penyembuhan luka pasien dengan post laparotomi.
2. Manfaat Praktis
a). Bagi Fakultas dan Universitas
Penulisan ini bermanfaat bagi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Universitas
Indonesia untuk menjadi bahan atau materi mata kuliah keperawatan
kesehatan masyarakat perkotaan (KKMP) terkait pemberian mobilisasi
dini pada pasien dengan post laparotomi.
b). Bagi Mahasiswa FIK UI
Penulisan ini bermanfaat bagi mahasiswa FIK UI untuk memperoleh
gambaran tentang efektivitas pemberian mobilisasi dini terhadap
penyembuhan pasien dengan post laparotomi.
c). Bagi Penulis
Penulisan ini bermanfaat bagi penulis untuk menambah pengalaman
pengetahuan, terutama dalam hal pemberian mobilisasi dini dalam
meningkatkan penyembuhan luka pasien dengan post laparotomi.
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
7 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
1. Definisi
Perawatan kesehatan menurut Freeman (1961) adalah sebagai suatu lapangan
khusus di bidang kesehatan, keterampilan hubungan antar manusia dan
keterampilan erorganisasi diterapkan dalam hubungan yang serasi kepada
keterampilan anggota profesi kesehatan lain dan kepada tenaga sosial demi untuk
memelihara kesehatan masyarakat. Oleh karenanya perawatan kesehatan
masyarakat ditujukan kepada individu-individu, keluarga, kelompok-kelompok
yang mempengaruhi kesehatan terhadap keseluruhan penduduk, peningkatan
kesehatan, pemeliharaan kesehatan, penyuluhan kesehatan, koordinasi dan
pelayanan keperawatan berkelanjutan dipergunakan dalam pendekatan yang
menyeluruh terhadap keluarga, kelompok dan masyarakat.
Keperawatan komunitas perlu dikembangkan di tatanan pelayanan kesehatan
dasar yang melibatkan komunitas secara aktif, sesuai keyakinan keperawatan
komunitas. Sedangkan asumsi dasar keperawatan komunitas menurut American
Nurses Assicoation (ANA, 1980) didasarkan pada asumsi:
a). Sistem pelayanan kesehatan bersifat kompleks.
b). Pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier merupakan
komponen pelayanan kesehatan.
c). Keperawatan merupakan sub sistem pelayanan kesehatan, dimana hasil
pendidikan dan penelitian melandasi praktek.
d). Fokus utama adalah keperawatan primer sehingga keperawatan
komunitas perlu dikembangkan di tatanan kesehatan utama.
Adapun unsur-unsur perawatan kesehatan mengacu kepada asumsi-asumsi dasar
mengenai perawatan kesehatan masyarakat, yaitu:
a). Bagian integral dari pelayanan kesehatan khususnya keperawatan
b). Merupakan bidang khusus keperawatan
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
8
Universitas Indonesia
c). Gabungan dari ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu
sosial (interaksi sosial dan peran serta masyarakat)
d). Sasaran pelayanan adalah individu, keluarga, kelompok khusus dan
masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit.
e). Ruang lingkup kegiatan adalah upaya promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif dan resosialitatif dengan penekanan pada upaya preventif dan
promotif.
f). Melibatkan partisipasi masyarakat
g). Bekerja secara team (bekerjasama)
h). Menggunakan pendekatan pemecahan masalah dan perilaku
i). Menggunakan proses keperawatan sebagai pendekatan ilmiah
j). Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat
kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Berdasarkan pada asumsi dasar dan keyakinan yang mendasar tersebut, maka
dapat dkembangkan falsafah keprawatan komunitas sebagai landasan praktik
keperawatan komunitas. Dalam falsafah keperawatan komunitas, keperawatan
komunitas merupakan pelayanan yang memberikan perhatian etrhadap pengaruh
lingkungan (bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual) terhadap kesehatan komunitas,
dan memberikan prioritas pada strategi pencegahan penyakit dan peningkatan
kesehatan. Falsafah yang melandasi keperawatan komunitas mengacu kepada
paradigma keperawatan yang terdiri dari 4 hal penting, yaitu: manusia, kesehatan,
lingkungan dan keperawatan sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:
a). Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat adalah pekerjaan yang
luhur dan manusiawi yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat.
b). Perawatan kesehatan masyarakat adalah suatu upaya berdasrkan
kemanusiaan untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bagi
terwujudnya manusia yang sehat khususnya dan masyarakat yang sehat
pada umumnya.
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
9
Universitas Indonesia
c). Pelayanan perawatan kesehatan masyarakat harus terjangkau dan dapat
diterima oleh semua orang dan merupakan bagian integral dari upaya
kesehatan.
d). Upaya preventif dan promotif merupakan upaya pokok tanpa
mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
e). Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat yang diberikan
berlangsung secara berkesinambungan.
f). Perawatan kesehatan masyarakat sebagai provider dan klien sebagai
konsumer pelayanan keperawatan dan kesehatan, menjamin suatu
hubungan yang saling mendukung dan mempengaruhi perubahan dalam
kebijaksanaan dan pelayanan kesehatan ke arah peningkatan status
kesehatan masyarakat.
g). Pengembangan tenaga keperawatan kesehatan masyarakat
direncanakan secara berkesinambungan dan terus menerus.
h). Individu dalam suatu masyarakat ikut bertanggung jawab atas
kesehatannya, ia harus ikut dalam upaya mendorong, mendidik dan
berpartisipasi aktif dalam pelayanan kesehatan mereka sendiri.
2. Tujuan
Tujuan Perawatan Kesehatan Komunitas
1. Tujuan Umum
Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga tercapai
derajat kesehatan yang optimal agar dapat menjalankan fungsi kehidupan sesuai
dengan kapasitas yang mereka miliki.
2. Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan berbagai kemampuan individu, keluarga, kelompok khusus
dan masyarakat dalam hal:
a). Mengidentifikasi masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi
b). Menetapkan masalah kesehatan/keperawatan dan prioritas masalah
c). Merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah
kesehatan/keperawatan
d). Menanggulangi masalah kesehatan/keperawatan yang mereka hadapi.
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
10
Universitas Indonesia
e). Penilaian hasil kegiatan dalam memecahkan masalah
kesehatan/keperawatan
f). Mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelayanan
kesehatan/keperawatan
g). Meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan secara
mandiri (self care).
h). Menanamkan perilaku sehat melalui upaya pendidikan kesehatan, dan
i). Lebih spesifik lagi adalah untuk menunjang fungsi Puskesmas dalam
menurunkann angka kematian bayi, ibu dan balita serta diterimanya norma
keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
j). Tertanganinya kelompok-kelompok resiko tinggi yang rawan terhadap
masalah kesehatan.
3. Sasaran
Sasaran perawatan kesehatan komunitas adalah individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat, baik yang sehat maupun yang sakit yang mempunyai masalah
kesehatan/perawatan.
1. Individu
Individu adalah bagian dari anggota keluarga. Apabila individu tersebut
mempunyai masalah kesehatan/keperawatan karena ketidakmampuan merawat
diris endiri oleh suatu hal dan sebab, maka akan dapat mempengaruhi anggota
keluarga lainnya baik secara fisik, mental maupun sosial.
2 . Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, terdiri atas kepala keluarga,
anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga
karena pertalian darah dan ikatan perkawinan atau adopsi, satu dengan lainnya
saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggotat keluarga
mempunyai masalah kesehatan/keperawatan, maka akan berpengaruh terhadap
anggota keluarga lainnya dan keluarga-keluarga yang ada disekitarnya.
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
11
Universitas Indonesia
3. Kelompok Khusus
Kelompok khusus adalah kumpulan individu yang mempunyai kesamaan jenis
kelamin, umur, permasalahan, kegiatan yang terorganisasi yang sangat rawan
terhadap masalah kesehatan. Termasuk diantaranya adalah:
a). Kelompok khusus dengan kebutuhan khusus sebagai akibat
perkembangan dan petumbuhannya, seperti:
(a). Ibu hamil
(b). Bayi baru lahir
(c). Balita
(d). Anak usia sekolah
(e). Usia lanjut
b). Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan pengawasan
dan bimbingan serta asuhan keperawatan, diantaranya adalah:
(a). Penderita penyakit menular, seperti: TBC, Lepra, AIDS,
penyekit kelamin lainnya.
(b). Penderita dengan penyakit tak menular, seperti: penyakit
diabetes mellitus, jantung koroner, cacat fisik, gangguan mental
dan lain sebagainya.
c) Kelompok yang mempunyai resiko terserang penyakit, diantaranya:
(a). Wanita tuna susila
(b). Kelompok penyalahgunaan obat dan narkoba
(c). Kelompok-kelompok pekerja tertentu
d) Lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi, diantaranya adalah:
(a). Panti wredha
(b). Panti asuhan
(c). Pusat-pusat rehabilitasi (cacat fisik, mental dan sosial)
(d). Penitipan balita
4. Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup dan bekerjasama cukup lama
sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka
sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang telah ditetapkan dengan
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
12
Universitas Indonesia
jelas. Masyarakat merupakan kelompok individu yang saling berinteraksi, saling
tergantung dan bekerjasama untuk mencapai tujuan. Dalam berinteraksi sesama
anggota masyarakat akan muncul banyak permasalahan, baik permasalahan sosial,
kebudayaan, perekonomian, politik maupun kesehatan khususnya.
4. Ruang Lingkup Perawatan Kesehatan Komunitas
Ruang lingkup praktik keperawatan masyarakat meliputi: upaya-upaya
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan
kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dan
mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya (resosialisasi).
Dalam memberikan asuhan keperawatan komunitas, kegiatan yang ditekankan
adalah upaya preventif dan promotif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif,
rehabilitatif dan resosialitatif.
1. Upaya Promotif
Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat dengan jalan memberikan:
a). Penyuluhan kesehatan masyarakat
b). Peningkatan gizi
c). Pemeliharaan kesehatan perseorangan
d). Pemeliharaan kesehatan lingkungan
e). Olahraga secara teratur
f). Rekreasi
g). Pendidikan seks
2. Upaya Preventif
Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan
terhadap kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
melalui kegiatan:
a). Imunisasi massal terhadap bayi, balita serta ibu hamil
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
13
Universitas Indonesia
b). Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui Posyandu, Puskesmas
maupun kunjungan rumah
c). Pemberian vitamin A dan yodium melalui Posyandu, Puskesmas
ataupun di rumah
d). Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan meyusui
3. Upaya Kuratif
Upaya kuratif ditujukan untuk merawat dan mengobati anggota-anggota keluarga,
kelompok dan masyarakat yang menderita penyakit atau masalah kesehatan,
melalui kegiatan:
a). Perawatan orang sakit di rumah (home nursing)
b). Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut perawatan dari Puskesmas
dan rumah sakit.
c). Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis di rumah, ibu bersalin
dan nifas.
d). Perawatan payudara
e). Perawatan tali pusat bayi baru lahir
4. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita-
penderita yang dirawat di rumah, maupun terhadap kelompok-kelompok tertentu
yang menderita penyakit yang sama, misalnya Kusta, TBC, cacat fisik dan
lainnya, dilakukan melalui kegiatan:
a). Latihan fisik, baik yang mengalami gangguan fisik seperti penderita
Kusta, patah tulang mapun kelainan bawaan
b). Latihan-latihan fisik tertentu bagi penderita-penderita penyakit tertentu,
misalnya TBC, latihan nafas dan batuk, penderita stroke: fisioterapi
manual yang mungkin dilakukan oleh perawat
5. Upaya Resosialitatif
Upaya resosialitatif adala upaya mengembalikan individu, keluarga dan kelompok
khusus ke dalam pergaulan masyarakat, diantaranya adalah kelompok-kelompok
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
14
Universitas Indonesia
yang diasingkan oleh masyarakat karena menderita suatu penyakit, misalnya
kusta, AIDS, atau kelompok-kelompok masyarakat khusus seperti Wanita Tuna
Susila (WTS), tuna wisma dan lain-lain. Disamping itu, upaya resosialisasi
meyakinkan masyarakat untuk dapat menerima kembali kelompok yang
mempunyai masalah kesehatan tersebut dan menjelaskan secara benar masalah
kesehatan yang mereka derita. Hal ini tentunya membutuhkan penjelasan dengan
pengertian atau batasan-batasan yang jeals dan dapat dimengerti.
2.2 Mobilisasi Dini
1. Definisi Mobilisasi Dini
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah,
teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk
kemandirian (Barbara & Kozier, 1995). Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah
suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu
sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh
berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau
berbaring (Susan J. Garrison, 2004).
Mobilisasi setelah operasi yaitu proses aktivitas yang dilakukan setelah operasi
dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur sampai dengan bisa turun dari
tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke luar kamar (Brunner &
Suddarth, 2002). Menurut Carpenito (2000), mobilisasi post operasi merupakan
suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk
mempertahankan kemandirian. Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa mobilisasi post operasi adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian
sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan
fungsi fisiologis. Konsep mobilisasi mula – mula berasal dari ambulasi post
operasi yang merupakan pengembalian secara berangsur – angsur ke tahap
mobilisasi sebelumnya untuk mencegah komplikasi (Roper,1996).
Mobilisasi adalah suatu kegiatan untuk melatih hampir semua alat tubuh dan
meningkatkan fleksibilitas sendi (Taylor & Lemone, 1997). Mobilisasi dini segera
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
15
Universitas Indonesia
tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan pasien,
yang dimulai dengan miring kiri dan kanan dapat dilakukan 6 -10 jam setelah
pasien sadar (Mochtar M, 1998). Jenis bantuan untuk mobilisasi bisa dengan satu
perawat, dua perawat, atau dengan alat bantu berupa: walker, tongkat, kruk, dll.
Tujuan dari mobilisasi menurut Garrison (2004), antara lain :
a). Mempertahankan fungsi tubuh
b). Memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan
luka
c). Membantu pernafasan menjadi lebih baik
d). Mempertahankan tonus otot
e). Memperlancar eliminasi urin
f). Mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal
dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian.
g). Memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi atau
berkomunikasi
2. Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini
Menurut E. Oswari (1993), keadaan umum klien harus diperhatikan untuk
melakukan mobilisasi dini dan harus dilakukan secara bertahap sesuai
kemampuan klien, timbulnya luka setelah pembedahan menimbulkan nyeri yang
menyebabkan kecemasan dan rasa takut untuk melakukan mobilisasi, dukungan
keluarga dan perawat diruangan sangat membantu dalam jalannya mobilisasi yang
optimal, dan dilakukan secara bertahap, sosial budaya di lingkungan tempat
tinggal juga ikut berperan dalam melakukan mobilisasi dini yang dilakukan pada
pasien post operasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi menurut Kozier (1995), antara lain :
a). Gaya Hidup
Gaya hidup seseorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang akan diikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
16
Universitas Indonesia
kesehatan tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi
dengan cara yang sehat.
b). Proses Penyakit dan injury
Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya, misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi,
karena adanya rasa sakit atau nyeri yang menjadi alasan mereka cenderung
untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat
tidur karena menderita penyakit tertentu.
c). Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya; pasien setelah operasi dilarang bergerak karena kepercayaan kalau
banyak bergerak nanti luka atau jahitan tidak merapat dengan maksimal.
d). Tingkat energi
Seseorang melakukan mobilisasi jelas membutuhkan energi atau tenaga.
Orang yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan
orang dalam keadaan sehat.
e). Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang remaja.
3. Manfaat Mobilisasi Dini
Menurut Kozier dan Glenora, (1997) mobilisasi dini dapat membantu
meningkatkan pompa jantung untuk mempertahankan sirkulasi darah,
menstimulasi pernafasan, mengurangi statis gas atau udara, dan mempunyai
peranan penting dalam mengurangi komplikasi akibat immobilisasi (Smeltzer,
2002). Mobilisasi dini pasca bedah dapat dilakukan 6 -10 jam setelah sadar
dengan gerakan miring kira dan kanan pertama setelah 24 jam pembedahan,
pasien dengan bantuan perawat dapat bangun dari tempat tidur dengan perlahan
dan sekurang –kurangnya dua kali. Mobilisasi dapat ditentukan waktunya
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
17
Universitas Indonesia
sedemikian rupa sehingga analgesik yang baru diberikan akan mengurangi rasa
nyeri (William, 1995).
Hampir pada semua jenis operasi setelah 24 - 48 jam pasien dianjurkan bangun
dari tempat tidur, dengan tujuan untuk mobilisasi duduk dan berjalan sehingga
dapat mengurangi nyeri dan komplikasi yang ditimbulkan akibat imobilisasi,
perasaan sakit pertama melakukan mobilisasi memang sangat dirasakan.
Mobilisasi segera secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu
jalannya penyembuhan penderita, kemajuan mobilisasi bergantung pada jenis-
jenis operasi yang dilakukan dan komplikasi yang mungkin dijumpai, secara
psikologis hal ini memberikan pula kepercayaan pada penderita bahwa dia mulai
sembuh. Mobilisasi pada post laparotomi salah satunya adalah perubahan gerak
dan posisi, ini harus diterangkan kepada penderita atau keluarga yang
menunggunya, supaya mengerti pentingnya mobilisasi dini dan
berkesinambungan akan dapat membantu pengaliran darah ke seluruh tubuh
sehingga tubuh menghasilkan zat-zat pembakar dan pembangun yang membantu
proses penyembuhan luka dengan mobilisasi miring kekiri dan kekanan sudah
dapt dimulai 6 -8 jam setelah penderita sadar, dan mobilisasi duduk setelah 24
jam, latihan pernapasan dapat dilakukan sambil tidur terlentang sedini mungkin
setelah sadar, pada hari kedua penderita dapat duduk selama 5 menit, selanjutnya
secara berturut-turut hari demi hari penderita dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan dengan bantuan dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ketiga sampai kelima pasca operasi.
Mobilisasi pasca pembedahan yaitu proses aktivitas yang dilakukan pasca
pembedahan dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur (latihan pernafasan,
latihan batuk efektif dan menggerakkan tungkai) sampai dengan pasien bisa turun
dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke luar kamar (Brunner &
Suddarth, 2002 ). Tahap-tahap mobilisasi pada pasien dengan pasca pembedahan
menurut Rustam Muchtar (1992), meliputi :
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
18
Universitas Indonesia
a). Pada hari pertama 6-10 jam setelah pasien sadar, pasien bisa melakukan
latihan pernafasan dan batuk efektif kemudian miring kanan – miring kiri
sudah dapat dimulai.
b). Pada hari ke 2, pasien didudukkan selama 5 menit, dianjurkan latihan
pernafasan dan batuk efektif guna melonggarkan pernafasan.
c). Pada hari ke 3 - 5, pasien dianjurkan untuk belajar berdiri kemudian
berjalan di sekitar kamar, ke kamar mandi, dan keluar kamar sendiri.
Mobilisasi dini pasca bedah juga dapat dilakukan sesuai hasil penelitian zomorodi
(2012) yang berjudul “Developing a mobility protocol for early mobilization of
patients in surgical /trauma ICU”. Untuk memulai intervensi mobilisasi dini
perlu dilakukan penilaian sebelum dan sesudah ambulasi dini sesuai penilaian
borg exertion scale. Klien pasca bedah perlu monitoring dari setiap tahapan dari
mulai miring kiri dan kanan hingga berjalan sesuai kondisi fisik pasien.
2.3 Luka
Komplikasi pembedahan dari imobilisasi yaitu kekauan persendian, postur yang
buruk, kontraktur otot, nyeri tekan, trombosis vena, dan konstipasi (Moira Attree,
1993). Adanya luka setelah dilakukan pembedahan akan mengalami proses
penyembuhan luka yang terdiri dari fase imflamasi, fase proliferasi dan fase
remodelling, dimana fase imflamasi dan fase proliferasi sirkulasi aliran darah
yang baik akan sangat membantu proses kesembuhan luka, yang mana dengan
sirkulasi akan membantu memenuhi proses kebutuhan nutrisi sel dalam darah
sehingga akan membatu mempercepat pertumbuhan jaringan fibrinogen dan
limfosit serta jaringan kolagen dan makrofag yang akan membentuk jaringan
granulasi (Sjamsuhidajat, 1999).
1. Definisi Luka
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh, yang dapat disebabkan
oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan,
sengatan listrik, atau gigitan serangga (Sjamsuhidajat, 1997). Menurut Kozier
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
19
Universitas Indonesia
(1995) luka adalah keruskan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau
organ tubuh lain.
2. Klasifikasi Luka
Secara umum dibagi dua yaitu luka tertutup dan luka terbuka. Luka tertutup yaitu
luka dimana tidak terjadi hubungan dengan dunia luar. Contohnya luka memar,
vulnus traumaticum. Luka terbuka yaitu luka dimana terjadi hubungan antara luka
dengan dunia luar. Contohnya luka lecet, luka sayatan, luka robek, luka tusuk,
luka potong, dan luka tembak (Sumiardi, 1997). Luka sering digambarkan
berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka
(Taylor, 1997). Luka bersih yaitu luka yang tidak terdapat imflamasi dan infeksi,
tidak melibatkan saluran pencernaan, saluran pernapasan, dan saluran perkemihan.
Luka bersih terkontaminasi yaitu luka yang melibatkan saluran pernapasan,
saluran pencernaan, dan saluran perkemihan. Luka tidak menunjukkan
terkontaminasi. Luka terkontaminasi yaitu luka terbuka, segar, luka kecelakaan,
luka bedah yang berhubungan dengan saluran pencernaan, luka menunjukkan
tanda infeksi. Luka kotor yaitu luka lama, luka kecelakaan yang mengandung
jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan.
3. Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan
memulihkan dirinya, peningkatan aliran darah kedaerah yang rusak,
membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler baian dari
proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan
walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses
pnyembuhan luka. Sebagai contoh mobilisasi dini dapat membantu memperlancar
kerja pompa jantung untuk mensuplai aliran darah dari dan ke area luka dapat
tercapai (Taylor, 1997).
Penyembuhan luka adalah faktor penting pasca operasi yang selalu dihadapi dan
merupakan fenomena kompleks yang melibatkan berbagai proses meliputi
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
20
Universitas Indonesia
inflamasi akut menyusul terjadinya kerusakan jaringan, regenerasi sel parenkim,
migrasi, dan proliferasi sel parenkim, sintesis extra celluler matris (ECM),
remodelling jaringan ikat dan komponen parenkim, kolagenasi dan akusisi
kekuatan luka.
4. Komponen Penyembuhan Luka
Menurut Black JM & Jakobs (1997) menuliskan:
a). Kolagen
Kolagen secara normal ditemukan menghubungkan jaringan, melintasi
luka dengan bermacam sel mediatot. Kolagen adalah sel yang paling
penting pada penyembuhan fase imflamasi dan proliferasi karena
sintesisnya, kolagen sisa, elastin, dan proteoglikan. Substansi ini
membangun kembali pertumbuhan jaringan.
b). Angiogenesis
Perkembangan dari pembuluh darah baru pada luka kotor dapat
didefinisikan selama pengkajian klinik. Tahap awal tepi luka berwarna
merah terang dan mudah berdarah, selanjutnya selama beberapa hari
berubah jadi merah terang menjadi merah gelap, dan secara mikroskopis
angiogenesis dimulai beberapa jam setelah perlukaan.
c). Granulasi jaringan
Sebuah matrik kolagen, kapilarisasi, dan sel mulai mengisi daerah luka
dengan kolagen baru membentuk sebuah scar, jaringan ini tumbuh dari
tepi luka ke dasar luka. Granulasi jaringan diisi dengan kapilarisasi baru
yang berwarna merah, tidak rata atau berbenjol halus, dan dikelilingi oleh
fibroblast dan makrofag. Makrofag melanjutkan untuk merawat luka dan
merangsang fibroblas dan proses angiogenesis, sebuah granulasi jaringan
mulai dibentuk dan proses epitalisasi terbentuk mulai dengan:
d). Kontraksi luka
Kontraksi luka adalah mekanisme dimana tepi luka menyatu sebagai
akibat kekuatan dalam luka, kontrksi dihasilkan dari kerja miofibroblast.
Jembatan miofibroblast melintasi luka dan menarik tepi luka untuk
menutup luka.
e). Epitalisasi
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
21
Universitas Indonesia
Epitalisasi adalah migrasi dari epitalisasi sel dari sekeliling kulit,
epitalisasi juga melintasi folikel rambut di dermis dari luka yang sembuh
dengan secondary intention. Besarnya luka kedalaman luka memerlukan
skin graft, karena epidermal migrasi secara normal dibatai kira-kira 3cm.
Epitalisasi dapat dilihat pada granulasi luka bersih, dan epitalisasi sel
terbagi selanjutnya migrasi epitelisasi bertemu dengan sel yang sama dari
tepi luka yang lain dan migrasi berhenti.
5. Fase Penyembuhan Luka
a). Fase imflamasi
Terjadi segera setelah luka 24 jam dan berakhir 3-4 hari, dimana terjadi
proses homeostasis (penghentian perdarahan), akibat fase konstriksi
pembuluh darah besar didaerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan
fibrin dan platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka
bagi pengambilan sel dan akan menghubungkan jaringan.
b). Fase proliferasi
Fase ini berlangsung dari hari ke 3 atau 4 sampai hari ke 21 setelah
pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah
ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan, diawali dengan
mensintesis kolagen dan subtansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira
7 hari setelah terjadi luka. Kolagen dan substansi protein yang menambah
tegangan permukaan dari luka, sehingga jumlah kolagen yang meningkat
menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka
terbuka, selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah
garis irisan luka. Meningkatnya aliran darah yang memberikan oksigen
dan nutrisi yang diperlukan bagi kesembuhan luka. Fibroblast berpidah
dari pembuluh darah keluka membawa fibrin, seiring perkembangan
kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah dan disebut sebagai
granulasi jaringan lunak, tertutupnya permukaan luka, epitalisasi atau tepi
luka terkelupas. Menurut Schwarz (2000) menuliskan tentang tahap
penyembuhan luka pada fase proliferasi dan fibroplasia adalah fase
penyembuhan luka yang ditandai oleh sintesis kolagen dimana sintesis
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
22
Universitas Indonesia
kolagen dimulai dalam 24 jam setelah cedera, namun tidak akan mencapai
puncaknya hingga 5 hari kemudian. Setelah 7 hari sintesis kolagen akan
berkurang secara perlahan-lahan. Remodelling luka mengacu pada
keseimbangan antara sintesis kolagen dan degradasi kolagen, dimana pada
sat serabut-serabut kolagen tua diuraikan oleh kolagenese jaringan,
serabut-serabut baru dibentuk dengan kepadata pengerutan yang makin
bertambah sehingga proses ini akan meningkatkan kekuatan potensial
jaringan.
c). Fase maturasi
Fase ini dimulai hari ke 21 dan berakhir 1 -2 tahun setelah pembedahan.
Fibroblast terus mensintesis kolagen dan kolagen menjalin dirinya
menyatukan dalam struktur yag lebih kecil, kehilangan elastisitas dan
meninggalkan garis putih.
6. Faktor yang Mempengaruhi Kesembuhan Luka
Karakata, S (1997) menuliskan faktor pnyembuhan luka yaitu:
a). Faktor lokal
Besar kecilnya luka, lokalisasi luka, kebersihan luka, bentuk luka, dan infeksi
akan mempengaruhi kesembuhan luka.
b). Faktor umum
Usia pasien, keadaan gizi, penyakit penderita dapat menghambat kesembuhan
luka.
Menurut Stevens (1999) proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh:
(a). Pengaliran darah lokal, ini harus seoptimal mungkin dalam
proses penyembuhan luka yang baik.
(b). Ada atau tidaknya edema, dengan adanya edema dapat
menghalangi penyembuhan luka karena dengan demikian
pengaliran darah akan terganggu.
(c). Zat-zat pembakar dan pembangun, zat-zat ini harus ada dalam
kadar yang cukup dalam makanan yang dikonsumsi.
(d). Kebersihan luka, luka yang bersih akan lebih cepat sembuh
dari pada luka yang banyak terdapat nekrosis.
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
23
Universitas Indonesia
(e). Besarnya luka, luka yang besar akan lebih lama sembuhnya
daripada luka yang kecil.
(f). Kering atau tidaknya luka, luka yang kering akan lebih cepat
sembuh daripada luka yang basah, karena luka yang kering akan
lebih cepat tumbuh lapisan granulasi dibawah keropeng luka.
7. Faktor yang Mempersulit Kesembuhan Luka
1. Timbulnya perdarahan
Sebagai akibat dari suatu kerusakan dapat timbul ditempat-tempat berlemak yang
kurang aliran darah. Pembuluh darah itu dapat rusak pada tempat yang berlemak
tadi akibat dari tegangan luka atau gerakan yang dipaksakan. Perdarahan itu dapat
terjadi diluar maupun didalam tubuh.
2. Adanya infeksi
Luka menjadi lahan yang subur bagi pertumbuhan mikroorganisme oleh karena
itu cara perawatan luka harus tertuju pada usaha untuk menghindari terjadinya
pencemaran luka atau sedapat mungkin membatasinya. Meskipun demikian
higiene luka merupakan satu-satunya faktor pada perawatan luka yang
menyebabkan timbulnya infeksi karena kondisi umum pasien dan tempat
terjadinya luka sangat menentukan dalam kondisi ini.
3. Usia pasien
Pada anak-anak dan orang muda luka sembuh lebih cepat dibandingkan pada
orang tua.
4. Keadaan gizi/nutrisi
Pada penderita dengan gangguan gizi (misalnya malnutrisi, defisiensi dan
avitaminosis vitamin tertentu, anemia), luka sembuh lebih lambat (Sumiardi,
1996).
Menurut Sjamsuhidajat (1997) menuliskan penyebab luka dapat terganggu oleh
penyebab dari dalam tubuh sendiri (endogen) yaitu gangguan koagulasi dan
gangguan sistem imun, karena semua pembekuan darah akan menghambat
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
24
Universitas Indonesia
penyembuhan luka, sistem imun juga dipengaruhi oleh kebutuhan nutrisi.
Sedangkan penyebab luar (eksogen) meliputi penyinaran sinar ionisasi yang akan
mengganggu mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut.
2.4 Laparotomi
1. Definisi Laparotomi
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah
laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang
dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan (Suzanne, 2002). Laparotomi
adalah insisi melalui dinding perut atau abdomen (Samsi, C. 1999). Laparotomi
merupakan penyayatan operasi melalui dinding abdominal midline atau flank
untuk melakukan visualisasi organ didalam abdominal (Boden, 2005). Laparotomi
dilakukan di situs lineas alaba (medianus), paramedianus, dan flank.
Prosedur bedah laparotomi umumnya didukung dengan perawatan post operative.
Pengecekan tersebut diantara lain efek anestesi dan meyakinkan bahwa
persembuhan luka berjalan dengan baik (Hoad, 2006). Perawatan seperti
pemberian antibiotik, terapi cairan, perawatan balutan, anti imflamasi akan
membantu penyembuhan setelah operasi. Laparotomi akan berhasil jika didukung
dengan persiapan, prosedur dan post operative yang tepat. Inspeksi organ dalam
yang biasa dilakukan meliputi organ pencernaan (lambung, usus), hati, limfa,
ginjal, dan saluran reproduksi. Melalui eksplorasi laparotomi, penegakan atas
pemeriksaan diagnostik klinik bisa dilakukan.
Gambar 2.1 Jenis Laparotomi
24
Universitas Indonesia
penyembuhan luka, sistem imun juga dipengaruhi oleh kebutuhan nutrisi.
Sedangkan penyebab luar (eksogen) meliputi penyinaran sinar ionisasi yang akan
mengganggu mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut.
2.4 Laparotomi
1. Definisi Laparotomi
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah
laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang
dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan (Suzanne, 2002). Laparotomi
adalah insisi melalui dinding perut atau abdomen (Samsi, C. 1999). Laparotomi
merupakan penyayatan operasi melalui dinding abdominal midline atau flank
untuk melakukan visualisasi organ didalam abdominal (Boden, 2005). Laparotomi
dilakukan di situs lineas alaba (medianus), paramedianus, dan flank.
Prosedur bedah laparotomi umumnya didukung dengan perawatan post operative.
Pengecekan tersebut diantara lain efek anestesi dan meyakinkan bahwa
persembuhan luka berjalan dengan baik (Hoad, 2006). Perawatan seperti
pemberian antibiotik, terapi cairan, perawatan balutan, anti imflamasi akan
membantu penyembuhan setelah operasi. Laparotomi akan berhasil jika didukung
dengan persiapan, prosedur dan post operative yang tepat. Inspeksi organ dalam
yang biasa dilakukan meliputi organ pencernaan (lambung, usus), hati, limfa,
ginjal, dan saluran reproduksi. Melalui eksplorasi laparotomi, penegakan atas
pemeriksaan diagnostik klinik bisa dilakukan.
Gambar 2.1 Jenis Laparotomi
24
Universitas Indonesia
penyembuhan luka, sistem imun juga dipengaruhi oleh kebutuhan nutrisi.
Sedangkan penyebab luar (eksogen) meliputi penyinaran sinar ionisasi yang akan
mengganggu mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut.
2.4 Laparotomi
1. Definisi Laparotomi
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah
laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang
dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan (Suzanne, 2002). Laparotomi
adalah insisi melalui dinding perut atau abdomen (Samsi, C. 1999). Laparotomi
merupakan penyayatan operasi melalui dinding abdominal midline atau flank
untuk melakukan visualisasi organ didalam abdominal (Boden, 2005). Laparotomi
dilakukan di situs lineas alaba (medianus), paramedianus, dan flank.
Prosedur bedah laparotomi umumnya didukung dengan perawatan post operative.
Pengecekan tersebut diantara lain efek anestesi dan meyakinkan bahwa
persembuhan luka berjalan dengan baik (Hoad, 2006). Perawatan seperti
pemberian antibiotik, terapi cairan, perawatan balutan, anti imflamasi akan
membantu penyembuhan setelah operasi. Laparotomi akan berhasil jika didukung
dengan persiapan, prosedur dan post operative yang tepat. Inspeksi organ dalam
yang biasa dilakukan meliputi organ pencernaan (lambung, usus), hati, limfa,
ginjal, dan saluran reproduksi. Melalui eksplorasi laparotomi, penegakan atas
pemeriksaan diagnostik klinik bisa dilakukan.
Gambar 2.1 Jenis Laparotomi
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
25
Universitas Indonesia
Bila insisi kulit dikerjakan melalui garis langer’s (garis transversal sejajar tubuh
manusia) maka jaringan parut yang terbentuk adalah minimal. Jenis insisi
diantaranya : insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision); insisi pada
garis transversal abdomen bagian bawah (Pfannenstiel incision); insisi gridiron
(muscle-splitting incision).
Gambar 2.2 Jenis Pembedahan Laparotomi : Mid Line Incision
Gambar 2.3 Jenis Pembedahan Laparotomi : Insisi Transversal
2. Indikasi Laparotomi
Kasus–kasus yang terdapat pada kasus laparatomi, yaitu : hernotorni,
gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepaterektomi, splenorafi/splenotomi,
25
Universitas Indonesia
Bila insisi kulit dikerjakan melalui garis langer’s (garis transversal sejajar tubuh
manusia) maka jaringan parut yang terbentuk adalah minimal. Jenis insisi
diantaranya : insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision); insisi pada
garis transversal abdomen bagian bawah (Pfannenstiel incision); insisi gridiron
(muscle-splitting incision).
Gambar 2.2 Jenis Pembedahan Laparotomi : Mid Line Incision
Gambar 2.3 Jenis Pembedahan Laparotomi : Insisi Transversal
2. Indikasi Laparotomi
Kasus–kasus yang terdapat pada kasus laparatomi, yaitu : hernotorni,
gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepaterektomi, splenorafi/splenotomi,
25
Universitas Indonesia
Bila insisi kulit dikerjakan melalui garis langer’s (garis transversal sejajar tubuh
manusia) maka jaringan parut yang terbentuk adalah minimal. Jenis insisi
diantaranya : insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision); insisi pada
garis transversal abdomen bagian bawah (Pfannenstiel incision); insisi gridiron
(muscle-splitting incision).
Gambar 2.2 Jenis Pembedahan Laparotomi : Mid Line Incision
Gambar 2.3 Jenis Pembedahan Laparotomi : Insisi Transversal
2. Indikasi Laparotomi
Kasus–kasus yang terdapat pada kasus laparatomi, yaitu : hernotorni,
gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepaterektomi, splenorafi/splenotomi,
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
26
Universitas Indonesia
apendektomi, kolostomi, dan fistulktomi atau fistulektomi. Adapun cara operasi
laparatomi, yaitu : midline incision, paramedian : panjang (12,5 cm) lebih kurang
sedikit ke tepi dari garis tengah; transverse upper abdomen incision : sisi di
bagian atas, seperti pembedahan colesistotomy dan splenektomy; transverse lower
abdomen incision : 4 cm di atas anterior spinal iliaka, lebih kurang insisi
melintang di bagian bawah, misalnya : pada operasi apendiktomy (Ester, 2002).
3. Perawatan Pasca Laparotomi
Tindakan keperawatan post operasi :
2.3.2.1 Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
2.3.2.2 Observasi dan catat sifat dari drain (warna, jumlah) drainage
2.3.2.3 Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati-hati, jangan
sampai drain tercabut
2.3.2.4 Perawatan luka operasi secara steril
2.3.2.5 Pemberian makan diberikan jika: perut tidak kembung, peristaltik usus
normal, flatus positif, bowel movement positif. Nutrisi yang diberikan biasanya
tinggi protein guna mempercepat penyembuhan luka.
4. Komplikasi Laparotomi
2.3.3.1 Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboflebitis
2.3.3.2 Infeksi
2.3.3.3 Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi
5. Penelitian- Penelitian Terkait
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Boyer (1998), mobilisasi pasca
operasi dapat mempercepat fungsi peristaltik usus. Hal ini didasarkan pada
struktur anatomi kolon di mana gelembung udara bergerak dari bagian kanan
bawah ke atas menuju fleksus hepatik, mengarah ke fleksus spleen kiri dan turun
kebagian kiri bawah menuju rektum. Menurut Doenges, Marhouse dan Geissler
(2000), bahwa mobilisasi dini yang berupa latihan di tempat tidur, berpindah ke
tempat tidur lainnya dapat merangsang peristaltik dan kelancaran flatus.
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
27
Universitas Indonesia
Potter dan Perry (2006) mengatakan bahwa aktivitas meningkatkan peristaltik
sementara immobilisasi menekan peristaltik, melemahkan otot-otot dasar panggul
dan abdomen serta merusak kemampuan individu untuk meningkatkan tekanan
intra abdomen. Penelitian yang dilakukan oleh Syam (2005) di RS Wahidin
Sudirohusodo Makassar dengan perlakuan mobilisasi dini berupa latihan tungkai
terhadap 30 pasien pasca operasi laparatomi ternyata pada kelompok perlakuan
waktu pemulihan peristaltik ususnya lebih cepat empat jam dibandingkan dengan
kelompok kontrol.
Kembalinya fungsi peristaltik usus akan memungkinkan pemberian program diet,
membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi serta mempercepat proses
penyembuhan. Nettina (2002), mengatakan program diet pasca bedah diberikan
setelah kembalinya fungsi peristaltik usus yang menandakan saluran gastrointinal
telah normal.
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
28 Universitas Indonesia
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
1. Identitas klien
a. Nama pasien : An. I
b. Umur : 20 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-Laki
d. Pekerjaan : Pegawai Swasta
e. Status : Belum Menikah
f. Alamat : Jl. Empang Batu Merah 3 Rt. 07/02, Pejaten Timur, Pasar
Minggu, Jakarta Selatan
g. MRS : 14 Mei 2013 (OK IGD)
h. Tanggal pemeriksaan : 15 Mei 2013
i. Sumber informasi : Klien, rekam medik, keluarga
2. Anamnesis
a. Keluhan utama pada saat dirawat
Pasien mengeluh mual dan muntah 2 hari SMRS kejadian ini sama seperti
beberapa tahun yang lalu. Mual dan muntah dirasakan semakin memberat
sampai hari masuk instalasi gawat darurat RSCM (IGD). Mual dan muntah
dirasakan terus menerus, semakin terasa ketika makan dan minum. Pasien
mengaku tidak mengeluhkan adanya demam, pusing, nyeri dada serta sesak
napas. Pasien mengatakan BAB tidak lancar, dengan frekuensi seminggu
terkadang sekali sampai dua kali dalam seminggu. Pasien mengatakan BAB
berwarna kuning terkadang ada kemerahan sampai ada potong-potongan
daging. Riwayat BAB berdarah (+), mengedan saat BAB (+), nyeri diarea ulu
hati (+), BAK lancar. Selanjutnya Klien dioperasi di OK IGD pada 14 Mei
2013. Saat ini (15 Mei 2013) pasien mengeluhkan nyeri di area perut akibat
adanya luka bedah operasi di perut. Pasien masih mengeluh mual dan sedikit
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
29
Universitas Indonesia
pusing. Keluarga mengatakan banyak adanya rembesan yang tampak bercak
di balutan luka bekas operasi.
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Pasien mengatakan sejak usia 8 tahun didiagnosis mengalami peutz jegher
syndrome. Klien pernah mengalami operasi pengangkatan polip
(polipektomi) pada usia 8 tahun dan 14 tahun di RSCM. Sejak usia 4 tahun,
klien mengatakan sering mual dan muntah ketika diberikan makan. Kejadian
mual muntah ini terjadi terus menerus hingga klien pernah mengalami keluar
BAB berbentuk seperti potongan daging dan darah.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit yang sama dengan
pasien. DM (-), HT (-), asma (-), sakit ginjal (-).
d. Aktivitas / istirahat
Klien merupakan pegawai swasta disebuah perusahaan swasta. Aktivitas
sehari-hari klien di kantor dan di rumah. Klien sering merokok sejak SD,
beberapa batang per hari. Klien juga sering tidur ataupun istirahat yang
cukup. Tidur ± 7 jam sehari baik siang maupun malam. Namun saat ditanya
Saat dilakukan pengkajian awal TD 120/80 mmHg, Nadi = 82 x/menit, RR =
18 x/menit, suhu = 36 o C. Klien kooperatif. Klien berjalan dan beraktivitas
dengan normal
e. Sirkulasi
Klien mengatakan tidak ada tanda-tanda dada berdebar, atau pusing. Klien
juga mengatakan tidak ada riwayat hipertensi, masalah jantung, edema kaki,
flebitis. TTV menunjukkan bahwa TD 120/80 mmHg pada hari pertama
masuk. Nadi 82 x/menit, teraba kuat. Pada ekstremitas suhu 36oC, CRT ≤ 2
detik. Tidak ada varises, persebaran rambut merata. Mukosa kering, bibir
sedikit pecah-pecah dan tampak bercak kehitaman yang merupakan khas
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
30
Universitas Indonesia
peutz jegher syndrome, konjungtiva sedikit pucat, sklera tidak ikterik, tidak
ada diaforesis.
f. Integritas Ego
Klien mengatakan sudah memahami apa yang akan dirasakan setelah efek
pembuiusan habis. Saat ditanya klien mengatakan tidak mengetahui
bagaimana caranya mengurangi nyeri hanya tahu dengan meminum obat atau
disuntik obat. Klien hanya diberitahu dokter bahwa akan diberikan obat
pereda nyeri ketika sudah terasa nyeri atau efek biusnya habis. Hal ini yang
membuat klien merasa sedikt cemas. Akan tetapi pengalaman pembedahan
sebanyak dua kali sudah pernah dirasakan. Selama perawatan klien di dukung
oleh orang tua. Sehari – hari klien ditunggu oleh orang tuanya, ayah dan ibu
bergantian selalu menjenguk setiap hari. Hal ini yang membuat klien senang
dan merasa kuat. Klien juga selalu berdzikir meminta kesembuhan. Saat
dilakukan pengkajian wajahnya tampak meringis menahan sakit.
g. Eliminasi
Klien mengatakan BAB 1 -2 kali seminggu, karakter feses lunak, BAB
terakhir 3 hari sebelum berangkat ke RS. Ada riwayat perdarahan lewat anus,
konstipasi dan diare. Pola BAK: ± 6- 8 x sehari, klien merasa tidak ada
masalah ketika BAK. Riwayat nyeri saat BAB ada, riwayat keluar darah
melalui anus ada, riwayat hematuria tidak ada. Tidak ada riwayat penyakit
ginjal. Saat dilakukan pengkajian ada nyeri tekan pada bagian perut. Tidak
ada massa, bising usus normal 2-3 x/menit.
h. Makanan / cairan
Klien makan makanan nasi biasa dan lauk serta sayur. Makanan terakhir
masuk tanggal 15/5/2013 pagi sebelum ke RS. Ada mual dan muntah. Ada
nyeri ulu hati. Tidak ada alergi makanan. Kemampuan untuk mengunyak dan
menelan masih baik. BB saat masuk 45 kg. Ada perubahan berat badan. TB
160 cm. Bentuk tubuh tegak. Turgor kulit elastis, kelembaban agak sedikit
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
31
Universitas Indonesia
kering. Tidak ada edema dan distensi vena jugularis. Kondisi gigi ada yang
berlubang, penampilan lidah kering dan membran mukosa kering. Pada saat
di RS mendapat terapi diet bertahap dari clear fluid hingga makanan lunak
dengan jumlah kalori 1500 kkal dan protein 100 gram.
i. Hygiene
Aktivitas sehari-hari masih mandiri, mobilitas berjalan sendiri ,makan, mandi,
berpakaian sendiri. Penampilan umum klien, klien menjaga kebersihan
kerapian. Cara berpakaian rapi dengan jenis baju yang sesuai dengan usianya.
Saat awal dikaji tidak ada bau badan.
j. Neurosensori
Pasien merasa tidak ada kerusakan indra perasa (panca indra). Tidak ada
kesemutan pada ekstremitas. Tidak ada riwayat stroke dan kejang.
Penglihatan dan pendengaran normal. Status mental terorientasi, kesadaran
compos mentis, kooperatif. Memori saat ini baik masih ingat juga memori
masa lalu. Tidak ada tanda facial drop. Refleks menelan baik.
k. Nyeri/ketidaknyamanan
Klien mengeluh nyeri di daerah perut dengan skala 3-4. Frekuensi > ± 10
kali dalam sehari. Kondisi ini lebih sering jika luka laparotomi klien terkena
benda atau sesuatu dan ketika batuk. Kualitasnya seperti di sayat. Durasinya
1-5 menit. Tidak ada penjalaran. Ekspresi saat menahan nyeri klien tampak
mengerutkan mata dan menjaga area yang sakit. Respon emosionalnya hanya
diam ketika ditanya, tidak marah marah.
l. Pernapasan
Klien mengatakan tidak mengeluh batuk atau sesak. Tidak ada riwayat
bronchitis, TB, asma, empisema, pneumonia. Klien merupakan seorang
perokok. Tidak menggunakan oksigen. Frekuensi pernapasan 18 x/menit.
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
32
Universitas Indonesia
Simetris, tidak menggunakan otot bantu napas. Bunyi napas vesikuler. Tidak
ada sianosis, tidak ada sputum. Fungsi mental, tenang, compos mentis.
m. Keamanan
Klien tidak mempunyai riwayat alergi, tidak ada riwayat kecelakaan. Klien
pernah mengalami pembedahan serupa (laparotomi ) pada usisa 8 tahun dan
14 tahun. Ada jaringan parut, laserasi, ulserasi, kemerahan pada bagian kulit
di perut. Cara berjalan dengan normal. Rom aktif.
Tonus otot 5555 5555
5555 5555
n. Interaksi Sosial
Klien merupakan seorang anak dewasa awal saat ini berusia 20 tahun.
Sekarang hidup dengan kedua orang tuanya. Saat ini peran dalam struktur
keluarga sebagai anak. Interaksi dengan keluarga baik dan lingkungan juga
baik. Bicara masih jelas, dapat dimengerti dengan yang menerima informasi.
Klien menggunakan bahasa indonesia yang perawat mengerti maksudnya.
Orang tua klien juga menambahkan informasi ketika klien ditanya oleh
perawat.
o. Pemeriksaan Penunjang
(a). Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal Jenis pemeriksaan Nilai Satuan Nilainormal
14/05/2013 -Pemeriksaan darahlengkap
HemoglobinHematokritLeukositTrombosit-Albumin-Ureum-Kreatinin-Asam urat
8,531,27200
301.0003,121,20,75
6
g/dL%µLµL
g/dLmg/dLmg/dLmg/dL
12,0-15,036,0-46,05-10 rb
150-400 rb3,4-4,8
<800,60-1,20
4-7
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
33
Universitas Indonesia
-Gula darah sewaktu-ElektrolitNatriumKaliumKlorida
-SGOT-SGPT-PT-APTT-Kolesterol total-LDL kolesterol-HDL kolesterol- trigliserida
110
1433,61071917
13,2 (13,0)22,4(32,4)
1688645125
mg/dL
mEq/LmEq/LmEq/L
g/Lg/L
detikdetik
<140
132-1473,30-5,4094,0-111,0
<27<34
11,5-15,527-35<200<10040-60<150
15/05/2013(Post OP)
-Pemeriksaan darahlengkap
HemoglobinHematokritLeukositTrombosit-Albumin-Ureum-Kreatinin-Gula darah sewaktu-ElektrolitNatriumKaliumKlorida
-SGOT- SGPT
7,930,1
12.300289.000
2,921,20,75102
1383,21001218
g/dL%µLµL
g/dLmg/dLmg/dLmg/dL
mEq/LmEq/LmEq/L
g/Lg/L
12,0-15,036,0-46,05-10 rb
150-400 rb3,4-4,8
<800,60-1,20
<140
132-1473,30-5,4094,0-111,0
<27<34
16/05/2013 -Pemeriksaan darahlengkap
HemoglobinHematokritLeukositTrombosit-Albumin-Ureum-Kreatinin-Gula darah sewaktu-ElektrolitNatrium
8,932,1
13.100290.000
3,1200,6124
136
g/dL%µLµL
g/dLmg/dLmg/dLmg/dL
mEq/L
12,0-15,036,0-46,05-10 rb
150-400 rb3,4-4,8
<800,60-1,20
<140
132-147
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
34
Universitas Indonesia
KaliumKlorida
-SGOT- SGPT
3,21011219
mEq/LmEq/L
g/Lg/L
3,30-5,4094,0-111,0
<27<34
(b). Pemeriksaan diagnostik
Hasil pemeriksaan esophago gastroduodenoscopy
Tanggal Pemeriksaan 14 Mei 2013
Esophagus: mukosa normal
Gaster: pada kardia normal, pada fundus polip kecil multiple, pada
korpus tampak undigestive food. Pada antrum mukosa hiperemi
ringan pyloric gapping,
Duodenum: bulbus normal. Post bulbus pars desendens tampak
polip besar hampir menutupi lumen, beberap buah sebagian polip
bertangkai.
Kesimpulan:
1. Gastric outlet obstruction e.c multiple polip duodenum e.c
peutz jeghers syndrome
2. Multiple pilip kecil gaster
3. Gastritis ringan di antrum
Saran:
CT Scan abdomen whole dengan kontras
Konsul bedah digestif
Diet cair entresol 6x200 cc
Hasil CT Scan whole abdomen
Kesimpulan:
Suspect polip duodenum disertasi dilatasi duodenum, jejunum, dan
ilium.
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
35
Universitas Indonesia
(c). Balance cairan
Tanggal Input (cc) Output (cc) Balancecairan (cc)
15/05/2013 1500 + 1500(IVFD)+300+300 = 3600
2400 + 300+600 = 3300 +300
16/05/2013 2500 + 300+400 = 3200 2700 + 300 + 300 = 3300 -10017/05/2013 3000+300+200=3500 3200 + 300 + 300 = 3800 -30018/05/2013 2000+1000+300+300=3600 2000+200+300+600=3100 + 50020/5/2013 800+500+300+400=2000 800+800+300+400=2300 -30021/5/2013 1500+300+500+ 400=2700 1200+1400+300+400= 3200 - 50022/5/2013 1100+300+400+1000=2800 1650+550+300+300=2800 0
(d). Terapi medikasi
Nama Obat Dosis Rute Pemberian Tujuan
Amikasin (1gr) 1x1 IV antibiotik
Farmadol (1gr) 3x1 IV analgesik/anti
piretik
Omeprazole (40gr) 2x1 IV anti emetik
Transfusi albumin
20% (sampai hari ke
3 post operasi)
IV
Alinamin F 3x1 IV antibiotik
Aminofluid 1x1 IV cairan/ 24 jam
Vit C 2x1 IV vitamin
Vit K 1x1 IV vitamin
Ketorolac 3x1 IV analgesik
Profenid supp (1 gr) 2x1 supp analgesik
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
36
Universitas Indonesia
3.2 Analisa data
No. Data Masalah keperawatan1. DS:
- Klien mengatakan ada luka operasi di areaperut, sehari yang lalu di operasi di IGDDO:- Tampak ada luka jahitan operasi sepanjang20 cm vertikal memanjang searah umbilikus.- Tampak rembesan (+) , Dehisensi (-),Eviserasi (-)- Luka masih tampak basah
Kerusakan integritas kulit
1. DS:- Klien mengatakan nyeri di area luka operasi(laparotomi)- Nyeri semakin terasa jika ditekan perutnyadan ketika bergerak atau menggeser badan- Skala nyeri menurut klien 4-5 (skalasedang)DO:- Klien tampak tegang- Klien tampak meringis saat di tekan pada
area perut- Klien tampak berhati-hati menggerakkan
bagian perut yang terdapat luka jahitanoperasi
Nyeri akut
2. DS:- Klien mengatakan sempat demam sebelum
masuk RS- Klien mengatakan pernah merasa nyeri saat
BAK- Klien mengatakan tidak ada nanah dan
darahDO:- Leukosit (18/4/2013) : 10020,
(15/5/13):9700- Suhu 36,5 oC- Saat dipasang kateter tampak urin
bercampur darah- Tidak ada nanah
Risiko infeksi
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
37
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan/ Kriteria hasil Rencana Tindakan Keperawatan Rasional
1. Nyeri Akut
DS:- Klien mengatakan merasa
nyeri di sekitar area lukaoperasi
- Klien mengatakan masihtakut untuk bergerak karenanyeri
- Klien mengatakan nyeriketika ditekan di area lukaoperasi
DO:- Terpasang balutan pada luka
operasi laparotomi.- Nyeri tekan (+)- VAS 4- Tanda infeksi: bengkak,
merah, panas pada lukaoperasi
- Ada luka laparotomisepanjang 20 cm secaramidline dari bagian atas kebawah melewati umbilical
- Dehisensi dan eviserasi (-)
Tujuan umum :Klien menyatakannyerinya hilang/terkontrol dalam waktu1x24 jam
Kriteria hasil:- Klien akan tampak
rileks, istirahat dengantepat.
- TTV stabil- Klien mengatakan
nyeri sudah berkurang/ hilang dengan skala 0
- Klien dapat melakukanmobilisasi dini secarabertahap
- Klien dapat tidur
Mandiri- Kaji nyeri, perhatikan lokasi,
intensitas (skala 0 –10), durasi, kapan- Berikan tindakan kenyamanan
(sentuhan terapeutik, pengubahanposisi, pijatan punggung) danaktifitas terapeutik.
- Dorong penggunaan teknik relaksasi,termasuk latihan nafas dalam,visualisasi imajinasi.
- Bantu dan anjurkan pasien untukambulasi dini
- Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasidan napas dalam
KolaborasiBeri analgetik sesuai program
Mengkonfirmasi letak nyeri, kapan terjadinyeri, skala nyeri yang dirasakan klienMemberikan kenyamanan pada klien
Memberikan rasa rileks pada tubuhsehingga mengurangi nyeri klien
Mengindikasikan klien hanya merasakannyeri ringanMemberikan rasa nyaman pada klien
Menghilangkan rasa nyeri pasca operasi
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
38
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan/ Kriteria hasil Rencana Tindakan Keperawatan Rasional
2. Kerusakan Integritas Kulit
DS:- Klien mengatakan merasa
nyeri di sekitar area perut- Klien mengatakan telah
dilakukan operasi- Klien mengatakan nyeri
ketika ditekan di area lukaoperasi
DO:- Terpasang balutan pada luka
operasi laparotomi.- Nyeri tekan (+)- VAS 4- Ada luka laparotomi
sepanjang 20 cm secaramidline dari bagian atas kebawah melewati umbilical
- Dehisensi dan eviserasi (-)
Tujuan umum:
Tidak terjadi Integritaskulit membaik dalamwaktu 3x24 jam
Kriteria hasil :
- Tepi luka semakinmerapat
- Tidak ada bengkak,kemerahan, nyeri, puspada luka
- Luka sembuh denganadekuat
- Nyeri berkurang /hilang, skala nyeri 0
Mandiri- Kaji tanda-tanda infeksi pada luka
operasi- Kaji skala nyeri klien- Kaji TTV- Mengganti balutan luka setiap hari
minimal satu kali- Mengganti balutan dengan teknik
bersih dan steril- Memberikan pendidikan kesehatan
terkait mobilisasi dini setelah operasi- Dorong pasien dan keluarga untuk
melakukan mobilisasi dini secarabertahap
- Ajarkan dan anjurkan keluarga caramobilisasi dini secara bertahap sesuaiprosedur
Memonitoring ada tidaknya infeksi padalukaNyeri merupakan tanda infeksi pada lukaMelihat status hemodinamik klienMencegah pertumbuhan mikroorganisme
Mencegah penyebaran mikroorganisme
Memberikan pengetahuan untukmenerapkan hasil evidence base practiceMemberikan dukungan dan bantuankeluarga dan klien untuk melakukanmobilisasi dini secara bertahapMobilisasi yang tepat akan mendapatkantujuan yang diinginkan yaitu percepatanpenymebuhan luka operasi
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
39
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan/ Kriteria hasil Rencana Tindakan Keperawatan Rasional
3. Resiko Tinggi Infeksi
DS:- Klien mengatakan belum
berani untuk menggerakkananggota badan terutamaperut karena masih nyerisekali
- Klien mengatakan masihlemas, pusing, dan sedikitmual
- Klien mengatakan saat iniingin tiduran saja
DO:- Suhu 37,8oC , TD 120/70
mmHg, N:98 x/menit, RR :22 x/menit
- Ada luka operasi laparotomisepanjang 20 cm dari atashingga bawah melaluiumbilical
- Klien terpasang NGT dan IVline di tangan kiri.
Tujuan umum:
Tidak terjadipenyebaran infeksi padaluka insisi bedah dalamwaktu 3x24 jam
Kriteria hasil :
- Luka insisi utuh,tidakada bengkak,kemerahan, nyeri, pus
- Luka sembuh denganadekuat
- Nyeri berkurang /hilang, skala nyeri 0
- Suhu tubuh normal(36-37,5 ° C)
Hasil lab leukositnormal (5000-10000 µl)
Mandiri- Kaji tanda-tanda infeksi pada luka
operasi- Kaji skala nyeri klien- Kaji TTV- Berikan asuhan keperawatan dengan
teknik bersih dan steril- Dorong pasien dan keluarga menjaga
area balutan luka tetap bersih dankering
- Ajarkan dan anjurkan keluarga cucitangan menggunakan sabun atauhandrub sebelum dan setelahmenyentuh pasien sesuai “fivemoment”
KolaborasiBeri antibiotik sesuai program
Memonitoring ada tidaknya infeksi padalukaNyeri merupakan tanda infeksi pada lukaMelihat status hemodinamik klienMencegah kontaminasi atau penyebaranmikroorganismeMencegah penyebaran mikroorganismepada pasien dan dari pasien ke keluarga
Memutus infeksi nosokomial
Menghindari infeksi
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
40
3.4 Catatan Keperawatan
Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi15/5/13 Nyeri
Kerusakanintegritaskulit
- Mengkaji tanda-tanda vital- Mengkaji lokasi nyeri, durasi,
frekuensi, kualitas dan skala- Mengkaji kerapatan tepian luka
dan ada tidaknya rembesan dankomplikasi lain (dehisensi daneviserasi)
- Memberikan posisi yang nyaman- Mengajari teknik relaksasi napas
dalam- Menjelaskan penyebab nyeri- Mengganti balutan luka operasi- Memberikan pendkes mobilisasi
dini- Memberikan posisi miring kiri dan
kanan
Kolaborasi- Pemberian obat ketorolac
S:- Klien mengatakan ada luka operasi di area perut- Klien mengatakan nyerinya hilang timbul, durasinya 10-15 menit seperti
tersayat , VAS 4- Klien mengatakan dengan berbaring nyerinya berkurang- Klien mengatakan dengan napas dalam nyerinya juga semakin berkurang- Klien mengatakan belum berani untuk miring kiri dan kananO:- Klien tampak meringis menahan sakit- Klien dapat melakukan teknik napas dalam dengan baik- Pasien tampak gelisah, nyeri tekan ada- Luka operasi masih basah, tampak ada rembesan di balutan
A:Nyeri teratasiKerusakan integritas kulit belum teratasiResiko infeksi
P:1. Beri posisi yang nyaman2. Motivasi untuk melakukan teknik napas dalam3. Motivasi dan melatih untuk mobilisasi miring kiri dan kanan (bertahap sesuaiprotokol)4. Anjurkan untuk diet tinggi protein
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
41
16/5/13 Risikoinfeksi
Kerusakanintegritaskulit
- Mengobservasi tanda-tanda vital- Mengobservasi tanda-tanda infeksi
(demam, kemerahan, bengkak,nyeri, adanya pus pada luka)
- Mencuci tangan sebelum dansesudah tindakan
- Memotivasi klien dan keluargauntuk menjaga hygiene danlingkungan
- Monitoring kerapatan luka- Mempertahankan teknik aseptik
pada prosedur mengganti balutanluka operasi
- Memberikan posisi miring kiri dankanan
Kolaborasi- Memberikan antibiotik sesuai
terapi
S:- Klien mengatakan masih ada rembesan pada balutan luka , nyeri sudahberkurang VAS 2- Klien mengatakan masih takut untuk bergerak namun sudah berani untuk
miring kiri dan kanan di tempat tidur- Klien dan keluarga mengatakan akan mencuci tangan dan menjaga lingkungan
tetap bersihO: - Tidak ada tanda infeksi (merah,pus, demam, nyeri, bengkak)- Leukosit (15/5/13):9700- TTV: TD 140/80 mmHg, N 80X/menit, P 20 x/menit, suhu 36oC- Nyeri tekan (+), ada keluaran cairan pada luka ketik di tekan, cairan berwarna
kuning bening
A:Resiko infeksiKerusakan integritas kulit belum teratasi
P:1. Observasi TTV dan tanda infeksi2. Motivasi klien dan keluarga untuk menjaga area luka atau balutan tetep kering3. Mempertahankan teknik aseptik pada prosedur pergantian balutan4. Memberikan mobilisasi untuk duduk di tempat tidur dan menggerakkan kaki5. Berikan antibiotik yang sesuai6. Anjurkan diet tinggi protein
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
42
17/5/13 Resikoinfeksi
Kerusakanintegritaskulit
- Mengobservasi tanda-tanda vital- Mengobservasi tanda-tanda infeksi
(demam, kemerahan, bengkak,nyeri, adanya pus pada luka)
- Mencuci tangan sebelum dansesudah tindakan
- Memotivasi klien dan keluargauntuk menjaga hygiene danlingkungan
- Monitoring kerapatan luka- Mempertahankan teknik aseptik
pada prosedur mengganti balutanluka operasi
- Memberikan posisi duduk danmenggerakkan kaki
Kolaborasi- Memberikan antibiotik sesuai
terapi
S:- Klien mengatakan masih ada rembesan pada balutan luka , nyeri sudahberkurang VAS 2- Klien mengatakan masih takut untuk bergerak namun sudah berani untuk
miring kiri dan kanan di tempat tidur- Klien dan keluarga mengatakan akan mencuci tangan dan menjaga lingkungan
tetap bersihO: - Tidak ada tanda infeksi (merah,pus, demam, nyeri, bengkak)- Leukosit (15/5/13):9700- TTV: TD 140/80 mmHg, N 80X/menit, P 20 x/menit, suhu 36oC- Nyeri tekan (+), ada keluaran cairan pada luka ketik di tekan, cairan berwarna
kuning bening
A:Resiko infeksiKerusakan integritas kulit belum teratasi
P:1. Observasi TTV dan tanda infeksi2. Motivasi klien dan keluarga untuk menjaga area luka atau balutan tetep kering3. Mempertahankan teknik aseptik pada prosedur pergantian balutan4. Memberikan mobilisasi untuk duduk di tempat tidur dan menggerakkan kaki5. Berikan antibiotik yang sesuai6. Anjurkan diet tinggi protein
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
43
18/5/13 Risikoinfeksi
Kerusakanintegritaskulit
- Mengobservasi tanda-tanda vital- Mengobservasi tanda-tanda infeksi
(demam, kemerahan, bengkak,nyeri, adanya pus pada luka)
- Mencuci tangan sebelum dansesudah tindakan
- Memotivasi klien dan keluargauntuk menjaga hygiene danlingkungan
- Monitoring kerapatan luka- Mempertahankan teknik aseptik
pada prosedur mengganti balutanluka operasi
- Memberikan posisi duduk danmenggerakkan kaki
Kolaborasi- Memberikan antibiotik sesuai
terapi
S:- Klien mengatakan masih ada rembesan pada balutan luka , nyeri sudahberkurang VAS 2- Klien mengatakan masih takut untuk bergerak namun sudah berani untuk
miring kiri dan kanan di tempat tidur- Klien dan keluarga mengatakan akan mencuci tangan dan menjaga lingkungan
tetap bersihO: - Tidak ada tanda infeksi (merah,pus, demam, nyeri, bengkak)- Leukosit (15/5/13):9700- TTV: TD 140/80 mmHg, N 80X/menit, P 20 x/menit, suhu 36oC- Nyeri tekan (+), ada keluaran cairan pada luka ketik di tekan, cairan berwarna
kuning bening
A:Resiko infeksiKerusakan integritas kulit belum teratasi
P:1. Observasi TTV dan tanda infeksi2. Motivasi klien dan keluarga untuk menjaga area luka atau balutan tetep
kering3. Mempertahankan teknik aseptik pada prosedur pergantian balutan4. Memberikan mobilisasi untuk duduk di tempat tidur dan menggerakkan kaki5. Berikan antibiotik yang sesuai6. Anjurkan diet tinggi protein
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
44
20/05/2013 Resikoinfeksi
Kerusakanintegritaskulit
- Mengobservasi tanda-tanda vital- Mengobservasi tanda-tanda infeksi
(demam, kemerahan, bengkak,nyeri, adanya pus pada luka)
- Mencuci tangan sebelum dansesudah tindakan
- Memotivasi klien dan keluargauntuk menjaga hygiene danlingkungan
- Monitoring kerapatan luka- Mempertahankan teknik aseptik
pada prosedur mengganti balutanluka operasi
- Memberikan posisi duduk danmenggerakkan kaki
KolaborasiMemberikan antibiotik sesuaiterapi
S:- Klien mengatakan masih ada rembesan pada balutan luka , nyeri sudahberkurang VAS 2- Klien mengatakan masih takut untuk bergerak namun sudah berani untuk
miring kiri dan kanan di tempat tidur- Klien dan keluarga mengatakan akan mencuci tangan dan menjaga lingkungan
tetap bersihO: - Tidak ada tanda infeksi (merah,pus, demam, nyeri, bengkak)- Leukosit (15/5/13):9700- TTV: TD 140/80 mmHg, N 80X/menit, P 20 x/menit, suhu 36oC- Nyeri tekan (+), ada keluaran cairan pada luka ketik di tekan, cairan berwarna
kuning bening
A:Resiko infeksiKerusakan integritas kulit belum teratasi
P:1. Observasi TTV dan tanda infeksi2. Motivasi klien dan keluarga untuk menjaga area luka atau balutan tetep
kering3. Mempertahankan teknik aseptik pada prosedur pergantian balutan4. Memberikan mobilisasi untuk duduk di tempat tidur dan menggerakkan kaki5. Berikan antibiotik yang sesuai6. Anjurkan diet tinggi protein
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
45
21/5/13 Resikoinfeksi
Kerusakanintegritaskulit
- Mengobservasi tanda-tanda vital- Mengobservasi tanda-tanda infeksi
(demam, kemerahan, bengkak,nyeri, adanya pus pada luka)
- Mencuci tangan sebelum dansesudah tindakan
- Memotivasi klien dan keluargauntuk menjaga hygiene danlingkungan
- Monitoring kerapatan luka- Mempertahankan teknik aseptik
pada prosedur mengganti balutanluka operasi
- Memberikan posisi duduk danmenggerakkan kaki
KolaborasiMemberikan antibiotik sesuaiterapi
S:- Klien mengatakan masih ada rembesan pada balutan luka , nyeri sudahberkurang VAS 2- Klien mengatakan masih takut untuk bergerak namun sudah berani untuk
miring kiri dan kanan di tempat tidur- Klien dan keluarga mengatakan akan mencuci tangan dan menjaga lingkungan
tetap bersihO: - Tidak ada tanda infeksi (merah,pus, demam, nyeri, bengkak)- Leukosit (15/5/13):9700- TTV: TD 140/80 mmHg, N 80X/menit, P 20 x/menit, suhu 36oC- Nyeri tekan (+), ada keluaran cairan pada luka ketik di tekan, cairan berwarna
kuning bening
A:Resiko infeksiKerusakan integritas kulit belum teratasi
P:1. Observasi TTV dan tanda infeksi2. Motivasi klien dan keluarga untuk menjaga area luka atau balutan tetep
kering3. Mempertahankan teknik aseptik pada prosedur pergantian balutan4. Memberikan mobilisasi untuk duduk di tempat tidur dan menggerakkan kaki5. Berikan antibiotik yang sesuai6. Anjurkan diet tinggi protein
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
46 Universitas Indonesia
BAB IV
ANALISIS SITUASI
4.1. Analisis Kasus Terkait KKMP
Penyakit gangguan pencernaan merupakan salah satu gangguan penyakit yang
terjadi pada bagian saluran pencernaan manusia. Gangguan pencernaan ini sendiri
menyebabkan gangguan pada aktivitas yang sedang dijalankan oleh penderitanya.
Hal ini disebabkan oleh rasa mual yang terjadi, mulas, tidak bertenaga dan
sebagainya. Penyebab penyakit gangguan pencernaan yang paling utama ini
adalah pola makan yang mungkin tidak sehat seperti pola makan yang salah,
infeksi dari mikroba atau bakteri, terdapat kelainan pada sistem pencernaan.
Contoh-contoh penyakit gangguan pencernaan diantaranya ialah gastritis;
apendiksitis; diare; konstipasi; maldigesti; paroritis; tukak lambung; xerostomia.
(Anonim, 2013).
Indonesia merupakan negara berkembang di Asia Tenggara yang terkena efek
globalisasi dunia. Efek dari globalisasi memberikan pengaruh besar bagi
masyarakat di Indonesia untuk beraktivitas dengan cepat karena target yang
diberikan oleh perusahaan atau perkantoran tempat dimana mereka bekerja,
terkadang mereka tidak memperhatikan kebiasaan makan sehari-hari. Kebiasaan
makan atau pola makan di masyarakat perkotaan saat ini cenderung memilih
sesuatu yang siap saji di tempat makan seperti junk food yang kebanyakan rendah
serat dan tinggi lemak. Ditambah lagi perkembangan tempat makan semakin
menjamur dan semakin mudah diraih dengan adanya delivery order yang
ditawarkan pihak makanan siap saji menjadikan masyarakat perkotaan menjadi
malas bergerak dan makan makanan siap saji terdekat demi melanjutkan
pekerjaan kantor.
Makanan siap saji yang dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat perkotaan
menjadikan berbagai macam penyakit dapat mudah muncul pada diri mereka
apalagi makanan siap saji yang memakai bahan pengawet dan bahan pewarna
dapat menyebabkan terjadinya kanker dan pertumbuhan sel kanker seperti polip
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
47
Universitas Indonesia
pada saluran gastrointestinal. Salah satu penyakit yang dapat dijumpai adalah
multiple polip karena peutz jegher syndrome (PJS). PJS diambil dari nama
penemu penyakit ini yaitu Peutz pada tahun 1921 dan dilanjutkan oleh Jegher
pada tahun 1949. PJS sering ditetapkan pada usia remaja, ciri khas dari penyakit
ini adanya multiple polip pada saluran gastrointestinal dan secara fisik dapat
terlihat adanya bintik melanin pada mukosa pipi, wajah, bibir. PJS merupakan
penyakit yang langka dan biasanya diakibatkan karena keturunan namun ternyata
semakin lama penyakit tersebut dapat ditimbulkan karena pola makan yang
kurang sehat seperti banyak mengonsumsi makanan yang rendah serat dan tinggi
lemak.
Manifestasi klinis pada pasien peutz jegher syndrom diantaranya adalah: nyeri di
area abdomen, mual dan mungkin invaginasi. Penatalaksaan pada penyakit peutz
jegher syndrome (PJS) adalah dengan menghilangkan polip yang tumbuh pada
saluran pencernaan. Tindakan medis yang dilakukan adalah dengan laparostomi
dan polipektomi. Berdasarkan jurnal reading, Pasien yang dilakukan tindakan
laparotomi di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya, pasien biasanya akan
mengalami nyeri yang hebat pada area abdomen dan menimbulkan kecemasan
untuk bergerak pasca operasi laparotomi.
4.2 Analisis Kasus
Klien An. I (20 tahun) Klien didiagnosis mengalami multiple polip e.c peutz
jeghers syndrome pada usia 8 tahun dan pernah dilakukan operasi serupa pada
usia 8 tahun dan usia 14 tahun akibat penyakit yang sama. Klien merupakan
seorang anak tunggal yang cenderung kurang mandiri sehingga nyeri yang
dirasakan lebih terlihat berat. Menurut Carpenito (1999), 90% pasien pre operatif
berpotensi mengalami kecemasan. Berdasarkan pengamatan dan berbagai sumber
penelitian pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan mengalami
kecemasan yang meningkat hingga operasi dikerjakan bahkan hingga operasi
selesai dilakukan klien merasa cemas untuk tidak menggerakkan anggota tubuh
guna meninimalkan rasa nyeri pada area luka operasi. Kejadian imobilisasi ini
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
48
Universitas Indonesia
sering ditemui pada masyarakat perkotaan yang telah dilakukan tindakan
pembedahan atau operasi yang lebih dikenal dengan klien post operasi. Operasi
merupakan tindakan yang telah memutus jaringan atau mungkin pembuluh darah
yang mungkin akan menimbulkan berbagai macam komplikasi pasca bedah
seperti tromboflebitis. Terjadinya komplikasi pembedahan tersebut dapat terjadi
akibat berbagai macam hal, salah satunya klien yang tidak melakukan mobilisasi
dalam waktu yang lama.
Kasus komplikasi lain pasca bedah seperti dehidensi dan eviserasi merupakan
komplikasi yang dapat terjadi pada kasus bedah laparotomi. Kedua komplikasi
tersebut dapat terjadi dari sirkulasi aliran darah ke area operasi laparotomi kurang
lancar atau tidak adekuat sehingga luka yang ada menjadi sulit untuk sembuh
bahkan dapat menjadi luka yang tidak sehat karena adanya infeksi yang
disebabkan agen imflamasi yang terjadi pada fase penyembuhan luka hari ke 1
hingga hari ke 4 tidak berjalan dengan baik akibat sirkulasi yang tidak baik
tersebut. Hal tersebut juga dapat disebabkan oleh kurangnya latihan pasca bedah
dikarenakan kecemasan atau rasa nyeri pada are bedah sehingga klien takut untuk
melakukan mobilisasi atau bahkan imobilisasi.
Kerusakan integritas kulit berupa luka insisi post laparotomi menimbulkan dua
masalah keperawatan utama yaitu nyeri akut dan resiko infeksi. Nyeri akut yang
dirasakan pasien post laparotomi merupakan masalah keperawatan yang pertama
muncul akibat insisi bedah dan habis atau berkurangnya efek anestesi. Menurut
International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subjektif
dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan
jaringan actual maupun potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan. Mekanisme terjadinya nyeri pasca bedah dapat dijelaskan sebagai
berikut. Pada dasarnya mirip dengan timbulnya luka atau suatu penyakit, yang
mengakibatkan kerusakan jaringan local dengan disertai keluarnya bahan-bahan
yang merangsang rasa nyeri seperti: kalium dan ion hydrogen, asam laktat,
serotonin, bradylin, prostaglandin. Inflamasi perifer menghasilkan prostaglandin
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
49
Universitas Indonesia
dan berbagai sitokin yang menginduksi COX-2 setempat. Selanjutnya akan
mensensitisasi nocicieptor perifer yang ditandai dengan timbulnya rasa nyeri.
Sebagian sitokin melakui aliran darah sampai ke system saraf pusat meningkatkan
kadar interleukin-1 yang pada gilirannya menginduksi COX-2 didalam neuron
otak.
Komplikasi post laparotomi juga dapat berupa resiko infeksi seperti tromboflebitis
yang biasa timbul 7- 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboflesbitis timbul
bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah
sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboflebitis yaitu
latihan kaki post operasi, ambulasi dini, dan kaos kaki TED yang dipakai klien
sebelum mencoba ambulasi. Selanjutnya infeksi luka yang sering muncul pada
36-46 jam setelah operasi. Organism yang paling sering menimbulkan infeksi
adalah stapilokokus aurens, organism gram positif stapilokokus mengakibatkan
penanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan
luka dengan memperhatikan teknik steril. Selanjutnya dehisensi dan eviserasi luka
yang sering disebabkan karena infeksi , kesalahan menutup waktu pembedahan,
ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan
muntah.
Klien dan keluarga tidak mengetahui adanya keuntungan mobilisasi dini dan
kerugian jika imobilisasi terlalu lama sehingga perawat memberikan pendidikan
kesehatan kapan klien dapat melakukan mobilisasi, bagaimana tahapan mobilisasi
dini dan apa saja keuntungan melakukan mobilisasi dini dan kerugian jika tidak
melakukan mobilisasi dini. Prodedur yang dipakai oleh perawat adalah hasil
penelitian Zomoradi pada tahun 2012 dengan sebelumnya dilakukan penilaian
sesuai status borg exertion scale.
4.3 Analisis Base Evidence Practice
Imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota
badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
50
Universitas Indonesia
satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang
seperti saat duduk atau berbaring (Garrison, 2004). Berdasarkan pengertian
tentang mobilisasi di atas, dapat diketahui bahwa mobilisasi merupakan
kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan
memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian. Kemampuan
mobilisasi dapat berkurang atau hilang pada seseorang yang menderita gangguan
tulang atau otot seperti fraktur, gangguan saraf seperti stroke, tidak adekuatnya
energi seperti gangguan jantung atau dengan nyeri seperti pada seseorang pasca
pembedahan.
Kondisi imobil yang lama dan terus menerus, dapat mengganggu kesehatan
seseorang karena kardiovaskuler tidak terlatih, otot yang konstan sehingga dapat
terjadi atrofi, dapat juga menimbulkan gangguan psikologis karena
kemandiriannya tidak optimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan latihan mobilisasi
pada pasien yang telah siap secara fisik dan psikis untuk melakukan mobilisasi.
Mobilisasi perlu dilakukan tahap demi tahap, disesuaikan dengan kemampuan
fisik pasien dan kesiapan psikologis pasien. Sebelum dilakukan latihan mobilisasi
juga perlu dinilai kemampuan toleransi tubuh klien terhadap aktivitas, untuk
menghindari terjadinya kolaps, misalnya pada pasien gangguan jantung dan nyeri
hebat.
Berbagai penelitian menyatakan bahwa mobilisasi dini setelah operasi mempunyai
keuntungan yang baik dalam memulihkan kondisi pasien. Pasien dengan
mobilisasi dini akan membuat aliran darah menjadi membaik dengan cepat akibat
efek anestesi. Selanjutnya dengan aliran darah yang baik tersebut nutrisi dan
oksigen yang diperlukan sistem tubuh akan membuat proses penyembuhan luka
menjadi lebih cepat. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa dengan melatih
pasien setelah sadar dari efek anestesi setelah pembedahan dapat dengan cepat
meningkatkan peristaltis usus dibandingkan dengan yang tidak diberikan
mobilisasi dini. Mobilisasi dini juga akan membuat pasien menjadi lebih cepat
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
51
Universitas Indonesia
merasa sehat karena efek psikis dan pasien dapat mempercepat waktu perawatan
di rumah sakit.
Mobilisasi dini juga dapat dilakukan sesuai prosedur yang ada pada lampiran 1
yang didapatkan dari artikel penelitian Zomoradi tahun 2012 berjudul developing
mobility protocol for early mobilization of patients in a surgical/trauma ICU.
Dalam artikel penelitian tersebut disebutkan bahwa pasien harus dalam kondisi
hemodinamik yang stabil ketika berbaring untuk dapat miring kiri dan kanan
misalnya ketika mengganti linen atau berpindah posisi tidur. Selanjutnya pasien
berlatih untuk melatih ROM dari pasif- aktif asistif- aktif dan duduk di tempat
tidur sambil menggoyang-goyang kan kaki. Waktu yang dapat dicapai pasien
ketika duduk dan berlatih ROM juga dicatat. Selanjutnya jika sudah kuat yang
artinya melebihi waktu yang ditentukan maka pasien dapat dilatih mengangkat
tangan dan kaki dan selanjutnya berlatih duduk di kursi. Selanjutnya berdiri
dengan bantuan hingga berdiri tanpa bantuan dan berjalan secara mandiri.
4.4 Alternatif Pemecahan Masalah
Pendidikan kesehatan atau edukasi terkait mobilisasi dini setelah operasi
merupakan salah satu alternatif perawatan setelah pasien melakukan operasi
laparotomi khususnya dan bedah apapun pada umumnya. Selain cara ini
merupakan tindakan keperawatan terutama perawat bedah dan tindakan ini dapat
meminimalkan kecemasan pada klien setelah operasi serta klien dapat termotivasi
untuk mobilisasi dini guna mempercepat penyembuhan luka. Namun masih ada
beberapa kendala terkait tindakan ini yaitu kurangnya dukungan keluarga untuk
mobilisasi dini setelah operasi dilakukan. Solusi bisa ditawarkan kepada perawat
ruangan untuk meningkatkan kolaborasi keikutsertaan keluarga pasien bedah
digestif khususnya pasien dengan laparotomi yaitu dengan mengikutsertakan
keluarga pasien dalam pendidikan kesehatan terkait mobilisasi dini setelah
operasi. Diharapkan setelah adanya contoh sederhana ini, keluarga dan klien
termotivasi untuk mobilisasi dini setelah operasi.
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
52 Universitas Indonesia
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari uraian penulisan di BAB sebelumnya dapat disimpulkan beberapa
kesimpulan:
1. Peutz jegher syndrome (PJS) merupakan penyakit pada masyarakat perkotaan
akibat pola makan yang kurang sehat yaitu makanan yang tinggi lemak dan
rendah serat. Hal tersebut menyebabkan tumbuhnya multiple polip pada
saluran gastrointestinal dan klien dengan PJS diperlukan tindakan laparotomi
dan polipektomi.
2. Tindakan laparotomi dapat menimbulkan masalah kerusakan integritas kulit,
nyeri akut dan resiko infeksi. Intervensi keperawatan berupa pemberian
mobilisasi dini secara bertahap keuntungan untuk mempercepat penyembuhan
luka operasi dan menurunkan resiko komplikasi berupa tromboflebitis
sehingga kerugian dari imobilisasi dapat dihindari.
3. Mobilisasi dini pada pasien post laparotomi dapat mempercepat penyembuhan
luka operasi, menurunkan resiko komplikasi operasi, menghilangkan nyeri,
menurunkan waktu rawat serta mengurangi biaya perawatan di rumah sakit.
5.2 Saran
Berdasarkan keterbatasan dan pembahasan hasil penulisan ini, maka penulis
memberikan beberapa rekomendasi kepada penulis selanjutnya dalam melakukan
asuhan keperawatan pada pasien post operasi laparotomi khususnya untuk
mempercepat penyembuhan luka operasi.
1. Pasien seharusnya dikaji ulang tingkat kesadaran dan tingkat nyeri setelah
operasi terutama jam- jam awal setelah operasi dimana efek anestesi masih
ada dan dapat menimbulkan komplikasi seperti hipoksemia akibat kelemahan
otot-otot pernapasan.
2. Penulis selanjutnya dapat melakukan mobilisasi dini sesuai dengan bagan
protokol yang ada dan mungkin bagan protokol tersbut dikonsulkan kepada
peneliti yang lebih ahli guna melihat efektifitas pada pasien bedah di
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
53
Universitas Indonesia
Indonesia. Selain itu penulis selanjutnya dapat mencari jurnal yang lebih
banyak dengan metode yang lebih baru lagi sehingga didapatkan hasil
penulisan yang lebih optimal yang dapat memberi informasi yang lebih luas
lagi kepada pembaca.
3. Pihak rumah sakit seharusnya menambah sumber daya perawat khususnya
perawat bedah sebaiknya dapat memberikan latihan mobilisasi dini untuk
merawat pasien setelah operasi laparotomi khususnya dan pasien bedah
lainnya pada umumnya. Perawat bedah juga supaya dapat menjadi masukan
lebih kreatif lagi dalam menyusun asuhan keperawatan khususnya dalam
memberikan intervensi keperawatan sesuai dengan penelitian terbaru.
4. Institusi pendidikan seharusnya memberikan tambahan informasi kepada
mahasiswa mengenai pengelolaan klien pasca bedah guna memberikan asuhan
keperawatan pada pasien pasca bedah digestif khususnya dank lien bedah lain
pada umumnya secara optimal yang sesuai dengan hasil diskusi berdasarkan
base evidence.
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
54 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Akhrita. (2011). Pengaruh mobilisasi dini terhadap pemulihan kandung kemih
pasca pembedahan anestesi spinal. Diperoleh tanggal 9 agustus 2012 dari
http”//respository_dini_terhadap_pemulihan.pdf
Anonym. Colon polyps.[online]. 16th july 2007.[cited 2008 Apr 19th]; Available
from URL : http://www.mayoclinic.com/health/colon-polyps
Anonym. Management of colonic polyps and adenomas.[online].2008.[cited 2008
Apr 19th]. Available from URL : http://www.ssat.com/cgi-bin/polyps.cgi
Anonym. Polip di usus besar dan rektum.[online].(2004).[cited 2008 March
20th]; Available from URL http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.ph
Brunner and Suddart (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta:
EGC
Carpenito, L J.(2000).Diagnosa Keperawatan, Edisi 6, Jakarta: EGC.
Clark, Mary Jo.(1998). Nursing in community: dimension of community health
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. “Visi Pembangunan Kesehatan:
Indonesia Sehat 2010.” http://www.depkes.go.id/indonesiasehat.html
Departemen Kesehatan RI. (2000). Modul Indonesia Sehat 2010. Jakarta
Doherty G. Polyps, Colorectal. In Current Essentials of Surgery. USA: Lange
Medical Books/McGraw-Hill. 2000. p.337
Enders Gregory H. Colonic Polyps.[online].2006 July 6th.[cited 2008 March
19th]; Available from URL : http://www.emedicine.com/med/topic414.htm
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-anikinayat-5329-3-
bab2.pdf diakses 1 juli 2013
Inayanti, A. (2006). Pengaruh mobilisasi dini terhadap waktu kesembuhan luka
fase proliferasi pada post operasi. Diperoleh tanggal 9 agustus 2012 dari
www.webstatschecker.com/stats/keyword/mobilisasi_dini
Kusmawan, E. (2008) http://spesialisbedah.com/2008/12/
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
55
Universitas Indonesia
Lancaster, J & Stanhope, M. (2000). Community public health nursing. Fifth
Edition. St.Louis: Mosby.
Marlitasari, H. (2010). Gambaran penatalaksanaan mobilisasi dini oleh perawat
pada pasien post appendiktomy di RS PKU Muhammadiyah Gombong.
Jurnal imiah kesehatan keperawatan, volume 6, no 2 juni 2010
Potter & Perry. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan
praktek. (Yasmin Asih, Penerjemah). (Ed. 4). Jakarta: EGC.
Price S, Wilson L. Polip Kolon. Dalam Patofisiologi, Konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. Hal.465
Schwatz S et all, Neoplastic Disease. In:Principles of Surgery. 7th Ed. USA:
McGraw-Hill;1999.
Andri Andreas, Sukardja IDG. Hamartoma. [online] 2008.[cited 2008 March 3rd].
Available from : http://www.idr.med.uni-erlangen.de/COMPARE/coln
Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G.(2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah. Jakarta : EGC.
Stanhope, Marcia, Jeanette Lancaster. (2004). Community & Public Health
Nursing. USA: Mosby,inc.
Stevens Alans, Lowe James, Young Barbara. Disease of the large intestine. In :
Wheater’s Basic Histopathology A Colour Atlas and Text. 4th Ed. UK:
Churchil Livingstone.p 147-152
Stone,Clemen, Mc Guire and Elgsti. (2002). Comprehensive Community Health
Nursing. USA :Mosby.inc.
Sulaiman Ali, Daldiyono, Akbar N, Rani Aziz. Polip Kolorektal. Dalam :
Gastroenterohepatologi. Jakarta: Sagung Seto ; 1990.hal.218-21
Susan J. Garrison. (2004). Dasar-dasar terapi dan latihan fisik. Jakarta:
Hypocrates.
World Health Organization (WHO). 2005. Cancer Disease. Available from :
http://www.who.int/cancer_diseases/en/cvd_atlas_14_deathHD.pdf.
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
56
Universitas Indonesia
Yamada,Tadataka. Skin Lesions Associated with GastroIntestinal and Liver
Disease. In : Textbook of Gastroenterology. 4th Ed. Volume 1. USA:
Lippincott Williams and Wilkins.p.1000-3.
Zomoradi ,M., Topley, D., McAnaw, M. (2012). Developing a Mobility Protocol
for Early Mobilization of Patients in a Surgical/Trauma ICU. Handawi
Publishing Corporate.
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Lampiran 1
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Figure 3: Final mobility protocol.(Sumber: Zomoradi et all ,2012)
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Lampiran 2
Figure 2: Borg exertion scale.(Sumber: Zomoradi et all ,2012)
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Lampiran 3
LAPORAN PEMBEDAHAN
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Lampiran 4
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Dias Syeh Tarmidzi., S.Kep
Tempat, Tanggal Lahir : Kebumen, 23 Juli 1990
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat Asal : Jl. Iskandar Muda No. 43 RT 05/02 SelapajangJaya
Kota Tangerang 15127
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
Tahun 2008- 2012 : Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia
Tahun 2004-2007 : SMAN 2 Tangerang
Tahun 2001-2004 : SMPN 2 Tangerang
Tahun 1995-2001 : SDN 6 Kedaung Wetan
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013