karya tulis ilmiah uji efektivitas diuretik ekstrak...
TRANSCRIPT
KARYA TULIS ILMIAH
UJI EFEKTIVITAS DIURETIK EKSTRAK BUNGA ROSELLA
(Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP MENCIT JANTAN
(Mus musculus)
Oleh:
DEVI ROCHMAWATI
NIM: 201605010
PRODI DIPLOMA III FARMASI
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
i
KARYA TULIS ILMIAH
UJI EFEKTIVITAS DIURETIK EKSTRAK BUNGA ROSELLA
(Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP MENCIT JANTAN
(Mus musculus)
Diajukan untuk memenuhi
Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Ahli Madya Farmasi (A.Md.Farm)
Oleh :
DEVI ROCHMAWATI
NIM : 201605010
Oleh:
DEVI ROCHMAWATI
NIM: 201605010
PRODI DIPLOMA III FARMASI
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui oleh pembimbing dan
telah dinyatakan layak untuk mengikuti Ujian Sidang
KARYA TULIS ILMIAH
UJI EFEKTIVITAS DIURETIK EKSTRAK BUNGA ROSELLA
(Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP MENCIT JANTAN
(Mus musculus)
Menyetujui,
Pembimbing I
(Yetti Hariningsih, M.Farm.,Apt)
NIS. 20170140
Mengetahui,
Ketua Program Studi D-III Farmasi
(Novi Ayuwardani, M.Sc.,Apt)
NIS. 20150128
Menyetujui,
Pembimbing II
(Rahmawati Raising, M.Farm Klin.,Apt)
NIS. 20180150
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji Tugas Akhir (Karya Tulis Ilmiah)
dan dinyatakan telah memenuhi syarat memperoleh gelar A.Md.Farm
Pada Tanggal Agustus 2019
Dewan Penguji
1. Vevi Maritha, M.Farm., Apt :
Dewan Penguji
2. Yetti Hariningsih, M.Farm., Apt :
Penguji 1
3. Rahmawati Raising, M.Farm Klin., Apt :
Penguji 2
Mengesahkan,
Ketua STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Zaenal Abidin, S.KM, M.Kes (Epid)
NIS.20160230
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
dapat terselesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Uji Efektivitas Diuretik
Ekstrak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap Mencit Jantan
(Mus musculus)”sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan
Ahli Madya Farmasi pada Program Studi D-III Farmasi STIKES Bhakti Husada
Mulia Madiun.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Zaenal Abidin, S.KM.,M.Kes (Epid) selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun, yang telah memberikan kesempatan untuk
menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Ibu Novi Ayuwardani, M.Sc.,Apt selaku Ketua Program Studi D-III
Farmasi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun, yang telah memberikan
kesempatan untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.
3. Ibu Yetti Hariningsih, M.Farm.,Apt selaku Pembimbing I dan Ibu
Rahmawati Raising, M.Farm.Klin.,Apt selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingannya sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
terselesaikan.
4. Ibu Vevi Maritha, M.Farm.,Apt selaku Dewan Penguji yang telah memberi
masukan untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Kedua orangtua saya yang selalu memberikan dukungan baik secara moral
maupun material selama proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Teman-teman Program Studi D-III Farmasi yang memberikan dukungan
selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna bagi semua pihak yang
memanfaatkannya dengan baik.
Madiun, Agustus 2019
Penulis
v
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Devi Rochmawati
NIM : 201605010
Dengan ini menyatakan bahwa karya tulis ilmiah ini adalah hasil pekerjaan saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam
memperoleh gelar ahli madya di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan
lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan baik yang sudah
maupun belum/tidak dipublikasikan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan
daftar pustaka.
Madiun, Agustus 2019
Devi Rochmawati
NIM. 201605010
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Devi Rochmawati
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal lahir : Magetan, 18 Maret 1997
Agama : Islam
Alamat : Ds. Tulung Rt.04 Rw.02 Kec. Kawedanan,
Kab. Magetan
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan : 2002-2003 : TK Dharma Wanita Driyorejo
2003-2009 : SDN Driyorejo 02
2009-2012 : SMPN 1 Kawedanan
2012-2015 : SMK Berlian Nusantara Magetan
Riwayat Pekerjaan : 2015-2016 :Apotek Gelis Waras Gorang Gareng
Apotek Faza Farma Nguntoronadi
vii
ABSTRAK
Devi Rochmawati
UJI EFEKTIVITAS DIURETIK EKSTRAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.)
TERHADAP MENCIT JANTAN (Mus musculus)
Diuretik adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis) akibat
khasiat langsung terhadap ginjal. Diuretik adalah senyawa yang dapat meningkatkan volume urine
dan bekerja meningkatkan ekskresi ion-ion Na+, Cl- yang merupakan elektrolit utama dalam
cairan luar sel. Salah satu jenis tanaman yang diduga memiliki khasiat sebagai diuretik adalah
Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) yang termasuk dalam famili Malvaceae. Yang berperan
sebagai diuretik pada bunga rosella adalah zat antosianin, zat ini merupakan salah satu jenis
senyawa flavonoid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya efek diuretik ekstrak bunga
rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap mencit jantan putih (Mus Musculus).
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan rancangan the post
test only control group design. Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan putih sebanyak 25
ekor dengan berat badan 20-30 gram. Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok
kontrol negatif (CMC 0,5%), kelompok kontrol positif (Furosemide 0,13 mg), kelompok ekstrak
bunga rosella dengan dosis 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB, dan 100 mg/kgBB. Pengukuran volume
urine dilakukan setelah pemberian perlakuan pada kelompok uji dan diamati setiap 2 jam sekali
selama 6 jam. Data hasil penelitian dianalisis dengan uji anova dan uji post hoc.
Hasil analisa menunjukkan ada perbedaan yang bermakna dalam volume urine yang
dihasilkan tiap konsentrasi dengan nilai p=0,00 (p<0,05).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak bunga rosella dengan dosis 100
mg/kgBB memiliki efektivitas diuretik yang lebih optimal terhadap mencit jantan, daripada dosis
ekstrak bunga rosella 25 mg/kgBB dan 50 mg/kgBB.
Kata Kunci: Diuretik, Hibiscus sabdariffa L., Antosianin, Ekstrak Bunga Rosella
viii
ABSTRACT
Devi Rochmawati
DIURETIC EFFECTIVENESS TEST OF ROSELLA FLOWER EXTRACT
(Hibiscussabdariffa L.) ON WHITE MALE MICE (Mus musculus)
Diuretics are substances that can increase urinary output (diuresis) due to direct efficacy
of the kidneys. Diuretics are compounds that can increase urine volume and work to increase the
excretion of Na +, Cl- ions, which are the main electrolytes in fluid outside the cell. One type of
plant that is thought to have efficacy as a diuretic is Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) which
belongs to the family Malvaceae. What acts as a diuretic in rosella flowers is an anthocyanin
substance, this substance is one type of flavonoid compound. This study aims to determine the
diuretic effect of rosella (Hibiscus sabdariffa L.) flower extract on white male mice (Mus
Musculus).
This study is a laboratory experimental study with the design of the post test only control
group design. The test animals used were 25 male white mice with a body weight of 20-30 grams.
Test animals were divided into 5 groups, namely the negative control group (CMC 0.5%), positive
control group (Furosemide 0,13 mg), rosella flower extract group at a dose of 25 mg / kgBB, 50
mg / kgBB, and 100 mg / kgBB. Urine volume measurement is carried out after administration of
the treatment in the test group and observed every 2 hours for 6 hours. Sheet from the research
results were analyzed by ANOVA test and post hoc test.
The results of the analysis showed that there were significant differences in urine volume
produced by each concentration with a value of p = 0.00 (p <0.05).
The results of this study indicate that rosella flower extract at a dose of 100 mg / kgBB
has a more optimal diuretic effect on male mice, rather than a dose of rosella flower extract 25
mg/kgBB and 50 m/kgBB.
Keywords: Diuretic, Hibiscus sabdariffa L., Anthocyanin, Rosella Flower Extract
ix
DAFTAR ISI
Halaman Sampul Dalam ....................................................................................... i
Lembar Persetujuan ............................................................................................... ii
Lembar Pengesahan .............................................................................................. iii
Kata Pengantar ...................................................................................................... iv
Halaman Pernyataan.............................................................................................. v
Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................... vi
Abstrak .................................................................................................................. vii
Abstract ................................................................................................................ viii
Daftar Isi ............................................................................................................... ix
Daftar Tabel .......................................................................................................... xi
Daftar Gambar .......................................................................................................................... xii
Daftar Lampiran ....................................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bunga Rosella .......................................................................................... 5
2.1.1 Klasifikasi Bunga Rosella ............................................................... 5
2.1.2 Definisi Bunga Rosella ................................................................... 6
2.1.3 Morfologi Bunga Rosella ................................................................. 6
2.1.4 Kandungan Bunga Rosella .............................................................. 7
2.1.5 Antosianin ........................................................................................ 7
2.1.6 Manfaat Bunga Rosella .................................................................... 8
2.2 Diuretik ................................................................................................... 9
2.3 Furosemide .............................................................................................. 14
2.4 Carboxyl Methyl Cellulose ...................................................................... 15
2.5 Pemilihan Hewan Uji .............................................................................. 16
2.7 Simplisia Bunga Rosella ......................................................................... 17
2.7 Ekstraksi .................................................................................................. 18
2.8 Ekstraksi Dengan Metode Perkolasi ....................................................... 18
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA
3.1 Kerangka Konseptual .............................................................................. 24
3.2 Hipotesa Penelitian ................................................................................. 25
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 26
4.2 Populasi Sampel ........................................................................................ 26
4.3 Teknik Sampel .......................................................................................... 27
4.4 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................................ 27
4.5 Variabel Penelitian .................................................................................... 28
4.6 Waktu Dan Tempat Penelitian .................................................................. 28
4.7 Alat Dan Bahan ........................................................................................ 28
x
4.8 Prosedur Kerja .......................................................................................... 29
4.9 TehnikAnalisis Data ................................................................................. 32
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian ......................................................................................... 33
5.2 Pembahasan .............................................................................................. 38
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .............................................................................................. 42
6.2 Saran ........................................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 43
LAMPIRAN .......................................................................................................... 46
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Ekstrak Bunga Rosella ...................... 34
Tabel 5.2 Hasil Pengujian Antosianin Pada Ekstrak Bunga Rosella .................... 35
Tabel 5.3 Hasil Pengukuran Volume Urine .......................................................... 36
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tanaman Rosella ............................................................................... 5
Gambar 2.2 Struktur Kimia Antosianin ................................................................ 8
Gambar 2.3 Struktur Kimia Furosemide ............................................................... 15
Gambar 2.4 Struktur Carboxyl Methyl Cellulosa ................................................. 16
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................ 24
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian ................................................................ 27
Gambar 5.1 Grafik Uji Diuretik ............................................................................ 37
Gambar 5.2 Hasil Persentase Uji Diuretik ............................................................ 37
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan Bahan .............................................................................. 46
Lampiran 2 Determinasi Tanaman Bunga Rosella ................................................ 50
Lampiran 3 Bunga Rosella ..................................................................................... 51
Lampiran 4 Ekstraksi Bunga Rosella dengan Perkolator ....................................... 51
Lampiran 5 Ekstraksi denganRotary evaporator ................................................... 51
Lampiran 6 Ekstrak Kental Bunga Rosella ............................................................ 52
Lampiran 7 Hasil Uji Identifikasi .......................................................................... 52
Lampiran 8 Penimbangan hewan mencit ............................................................... 52
Lampiran 9 Pembuatan konsentrasi bahan ............................................................ 53
Lampiran 10 Pemberian perlakuan ke mencit ........................................................ 53
Lampiran 11 Hasil volume urine .......................................................................... 53
Lampiran 12 Hasil Analisa Statistik One way anova............................................. 54
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Diuretik adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih
melalui kerja langsung terhadap ginjal, fungsi utamanya adalah memobilisasi
cairan udema, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa
sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal. Diuretik
diklasifikasikan berdasarkan tempat kerjanya (diuretik loop), khasiat (high-ceiling
diuretic), struktur kimia (diuretik tiazid), kesamaan kerja dengan diuretik lain
(diuretik mirip tiazid), efek terhadap ekskresi kalium (diuretik hemat kalium),dll.
Dalam penggunaan klinis, obat-obatan diuretik diindikasi untuk hipertensi, gagal
jantung, gagal ginjal, diabetes insipidus nefrotik, glaukoma, dsb. Pengobatan
diuretik dapat dilakukan dengan cara pengobatan herbal, dengan adanya kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang pengobatan, penggunaan obat
tradisional masih banyak digemari oleh masyarakat karena cenderung kembali ke
alam dengan memanfaatkan berbagai tanaman obat. Penggunaan obat sintesis
dirasakan terlalu mahal serta dapat memberikan efek samping untuk ke depannya
(Jackson,2008., Tanu, 2009., Wasito, 2011).
Tanaman obat yang dapat digunakan sebagai diuretik adalah bunga rosella
(Hibiscus sabdariffa L.) tanaman ini termasuk dalam famili malvaceae. Rosella
mempunyai beberapa kandungan senyawa kimia diantaranya protein, lemak,
karbohidrat, flavonoid, asam, mineral dan vitamin.Rosella (Hibiscus sabdariffa
L.) menjadi populer pada saat ini karena hampir seluruh bagian tanamannya dapat
2
digunakan untuk kebutuhan pengobatan. Bunga rosella biasanya dikonsumsi
sebagai minuman teh dan memiliki khasiat untuk diuretik, antibakterial, agen
antijamur, antihipertensi, antitusif, untuk pengobatan batu ginjal. Kandungan
senyawa yang paling berperan dalam bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
adalah antosianin, gossipetin dan hibicin. Zat-zat itu dipercaya sebagai diuretik,
menurunkan kekentalan darah, menurunkan tekanan darah dan menstimulus
gerakan usus. Antosianin hanya terdapat pada tanaman dengan warna terang pada
setiap bagiannya mulai dari bunga, daun dan buah atau sayuran yang dapat
dimakan. Antosianin merupakan salah satu jenis senyawa flavonoid, serta
mempunyai pigmen tanaman yang larut air atau bersifat polar, sehingga dapat
larut pada pelarut polar pula seperti :etanol, air, dan methanol (Alarcon-Aguilar
dkk., 2006., Maryani, 2008., Susilowati, 2009., Samsudin dan Khoirudin, 2011.,
Junaedi, 2013., Putra, 2013).
Dalam penelitian ini metode ekstrasi yang digunakan adalah perkolasi, yaitu
proses penyarian simplisia dengan jalan melewatkan pelarut sesuai secara lambat
pada simplisia dalam suatu perkolator, agar zat berkhasiat tertarik seluruhnya dan
biasanya dilakukan untuk zat berkhasiat yang tahan ataupun tidak tahan
pemanasan, dan dilakukan pada temperatur ruang. Cairan penyari yang digunakan
pada penelitian ini adalah etanol 96% karena bersifat polar yang banyak
digunakan untuk mengekstrak komponen polar suatu bahan alam dan dikenal
sebagai pelarut universal (Trifani, 2012).
Obat sintesis juga berperan pada pengobatan diuretik yaitu furosemid,
digunakan sebagai kontrol positif yang merupakan obat golongan loop diuretik
3
yang banyak digunakan untuk berbagai macam indikasi, diantaranya
antihipertensi, asites, sindrom kekurangan hormon antidiuretik, hiperkalemi, serta
dapat mengurangi udema perifer dan udema paru pada kompensasi gagal jantung
menengah sampai berat. Mekanisme kerja furosemide adalah menghambat
reabsorbsi natrium dan klorida di tubulus proksimal pada loop of Henle sehingga
dapat meningkatkan ekskresi air, sodium, klorida, magnesium dan kalsium (Neal,
2002).
Kontrol negatif yang digunakan adalah suspensi Carboxy Methyl Cellulose
(CMC) turunan dari selulosa dan sering digunakan sebagai penstabil dalam proses
pengolahan makanan. Suspensi CMC bekerja dengan cara memantapkan sistem
dispersi dalam bahan, yakni dengan menyerap air pada bahan sehingga tercipta
struktur yang kompak. Selain itu, suspensi CMC juga mampu meningkatkan
viskositas bahan dengan menambah berat molekul pada bahan (Kamal, 2010).
Penelitian sebelumnya dengan judul “Efek Diuretik Air Kelopak Bunga
Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) pada Tikus Wistar Jantan” membuktikkan ektrak
air kelopak bunga rosella dengan dosis 50 mg/kgBB memiliki sifat saluretik
dengan volume urin kumulatif selama 24 jam sebesar 271,406%, sedangkan pada
furosemid dosis 3,6 mg/kgBB sebesar 263,018% menggunakan metode Lipschitz
(Elin dkk., 2015).
4
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana efektivitas diuretik ekstrak bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) terhadap mencit jantan?
1.2.2 Pada dosis berapa ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
dapat memberikan efektivitas diuretik yang lebih optimal terhadap
mencit jantan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengetahui efektivitas diuretik dari ekstrak bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) terhadap mencit jantan.
1.3.2 Mengetahui dosis ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
yang memberikan efektivitas diuretik yang lebih optimal terhadap
mencit jantan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan masyarakat mengetahui bahwa ekstrak
bunga rosella (Hisbiscus sabdariffa L.) dapat menjadi pilihan
pengobatan herbal sebagai diuretik.
1.4.2 Bagi Peneliti
Peneliti bisa memperoleh pengetahuan, wawasan dan membutikan
bahwa ekstrak bunga rosella (Hisbiscus sabdariffa L.) dapat
digunakan sebagai pengobatan diuretik, dan membandingkan tiap
dosis ekstrak bunga rosella (Hisbiscus sabdariffa L.) yang lebih
optimal.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bunga Rosella(Hisbiscus sabdariffa L.)
2.1.1 Klasifikasi Bunga Rosella(Hisbiscus sabdariffa L.)
Gambar 2.1 Tanaman Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)
(Yan and Wong, 2009)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Malvaceaes
Famili : Malvaceae
Genus : Hisbiscus
Spesies : Hisbiscus sabdariffa L.
Nama lokal : Rosella (Mardiah dkk., 2009).
6
2.1.2 Definisi Tanaman Rosella
Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L.) adalah sejenis semak (perdu) yang
ada di seluruh wilayah tropis dunia.Bunga rosella merah (Hibiscus sabdariffa
Lynn), dikenal di berbagai negara dengan nama yang berbeda-beda, diantaranya
ialah, India Barat (Jamaican Sorrel ), Perancis (Oseille Rouge), Spanyol
(QuimbomboChino), Afrika Utara (Carcade), dan Senegal (Bisap), Indonesia
(Vinagreira, Zuring, Carcade, atau asam Citrun). Dalam bahasa Melayu, tanaman
ini dikenal dengan nama asam paya, asam kumbang atau asam susur. Tanaman
rosella memiliki dua varietas dengan budidaya dan manfaat yang berbeda, yaitu:
a. Hibiscus sabdariffa var. Altisima, rosella berkelopak bunga kuning.
b. Hibiscus sabdariffa var. Sabdariffa, rosella berkelopak bunga merah yang kini
mulai diminati petani dan dikembangkan untuk diambil bunga dan bijinya
sebagai tanaman herbal dan bahan baku minuman kesehatan (Comojime,
2008).
2.1.3 Ciri Morfologi Tanaman Rosella
Tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L.) berbentuk semak, tegak, dan
tingginya 0,5-5m. Batangnya bulat, tegak, berkayu, dan berwarna merah. Daunnya
tunggal, pertulangan menjari, ujung tumpul, tepi beringgit, penampang bulat, dan
berwarna hijau. Bunganya tunggal, terletak di ketiak daun, kelopak bunga
dibentuk dari lima helai daun kelopak, pangkal berlekatan, berwarna merah, serta
mahkota bunga berbentuk corong. Buahnya berbentuk kotak, berambut, dan
berwarna merah. Akarnya tunggang dan berwarna putih (Hidayat, 2007).
7
2.1.4 Kandungan Bunga Rosella
Kandungan penting yang terdapat pada kelopak bunga rosella adalah
pigmen antosianin yang merupakan bagian dari flavonoid yang berperan sebagai
antioksidan. Flavonoid kelopak bunga rosella terdiri flavanols dan pigmen
antosianin. Antosianin pada kelopak bunga rosella berada dalam bentuk glukosida
yang terdiri dari cyanidin-3-sambubioside, delphinidin-3-glucose, dan
delphinidin-3-sambubioside. Sementara itu, flavonols terdiri dari gossypectin,
hibiscetin, dan quercetia. Antosianin merupakan salah satu pewarna alami karena
merupakan zat berwarna merah, jingga, ungu, ataupun biru yang banyak terdapat
pada bunga dan buah-buahan (Hidayat dan Saati, 2006., Mardiah dkk., 2009.,
Hayati dkk., 2012., Kurniasih, 2013).
2.1.5 Antosianin
Antosianin merupakan salah satu pewarna alami karena merupakan zat
berwarna merah, jingga, ungu, ataupun biru yang banyak terdapat pada bunga dan
buah-buahan. Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang memiliki
kemampuan sebagai antioksidan. Antosianin adalah zat warna yang bersifat polar
dan akan larut pada pelarut polar. Antosianin lebih larut dalam air daripada dalam
pelarut non polar dan karakteristik ini membantu proses ekstraksi dan pemisahan.
Antosianin adalah senyawa satu kelas dari senyawa flavonoid yang secara luas
terbagi dalam polifenol tumbuhan, fungsi dari zat antosianin ini sebagai diuretik,
menurunkan kekentalan darah, dan menstimulus gerakan usus. Flavonoid-3-ol,
flavon, flavanon, dan flavanonol adalah kelas tambahan flavonoid yang berbeda
dalam oksidasi dari antosianin. Kestabilan antosianin tergantung pada banyak
8
faktor seperti suhu, pH,oksigen, penambahan gula, asam, dan adanya ion logam.
Proses pemanasan merupakan faktor terbesar yang menyebabkan kerusakan
antosianin (Santoso, 2006., Xavier dkk., 2008).
Gambar 2.2 Struktur Kimia Antosianin (Castaneda-Ovando dkk., 2009)
2.1.6 Manfaat Bunga Rosella
Bunga rosella dapat mengatasi berbagai macam penyakit, diantaranya
adalah menurunkan asam urat (gout), meredakan peradangan sendi (arthritis),
bersifat stomakik (merangsang selera makan), meningkatkan sistem syaraf dan
dapat meningkatkan daya ingat, dapat membantu menurunkan tekanan darah
tinggi (hypertensi), melancarkan buang air kecil (diuretik), sebagai anti
inflammantory yang kuat, mempunyai unsur antipyretik yang menurunkan panas
dalam, mempercepat pemecahan darah beku di otak, kandungan asiaticoside
(triterpene glycoside) dalam merangsang pembentukan lipid dan protein yang
amat berguna untuk kesehatan kulit. Asiaticosides diklarifikasikan juga sebagai
antibiotik, mengandung vitamin C, B, D, K beberapa mineral penting temasuk
magnesium, kalsium dan sodium, dapat meredakan dan menghilangkan batuk
kronis, menurunkan kolesterol, menghancurkan lemak, melangsingkan tubuh,
mengurangi kecanduan merokok, mencegah stroke dan hipertensi, mengurangi
stress, memperbaiki pencernaan, menghilangkan wasir, menurunkan kadar gula,
bersifat penetral racun, mencegah kanker, tumor, kista dan sejenis, maag
9
menahun, migrain, demam tinggi, cocok untuk ibu hamil guna membentuk
kecerdasan otak anak di dalam kandungan, dan lain-lain (Daryanto-Agrina, 2006).
2.2 Diuretik
Diuretik adalah zat-zat yang dapat menyebabkan bertambahnya
pengeluaran urine melalui mekanisme kerja langsung terhadap ginjal. Diuresis
memiliki dua pengertian yaitu menunjukkan adanya penambahan volume urine
serta menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air.
Secara umum diuretik dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu penghambat
mekanisme transport elektrolit (benzotiazid, diuretik kuat, diuretik hemat kalium,
dan penghambat karbonik anhidrase) dan diuretik osmotik (manitol, gliserin, dan
isosorbid). Kebanyakan diuretik bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium,
sehingga pengeluarannya lewat kemih (Tjay dan Rahardja, 2002., Nafrialdi,
2007).
Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli,tetapi juga ditempat lain, yaitu:
1. Tubuli proksimal
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang disini direabsorpsi
secara aktif untuk lebih kurang 70%, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula
glukosa dan ureum. Karena reabsorpsi berlangsung secara proporsional, maka
susunan filtrat tidak berubah dan tetapi sotonis terhadap plasma. Diuretik
osmotis (manitol, sorbitol) bekerja disini dengan menghambat reabsorpsi air
dan juga natrium (Tjay dan Rahardja, 2002).
10
2. Lengkungan Henle
Di bagian menaik Henles loop ini Ca+ 25% dari semua ion Cl yang telah
difiltrasi direabsorbsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari Na+ dan
K+, tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretik lengkungan,
seperti furosemide, bumetanida, dan etakrinat, bekerja terutama di lengkungan
Henle dengan merintangi transport Cl dan Na+. Pengeluaran K+ dan air juga
diperbanyak (Tjay dan Rahardja, 2002).
3. Tubuli distal
Di bagian pertama segmen tubuli distal direabsorpsi secara aktif pula tanpa
air hingga filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonis. Senyawa thiazida dan
klortalidon bekerja di tempat ini dengan memperbanyak ekskresi Na+ dan Cl-
sebesar 5-10%. Di bagian kedua segmen tubuli distal, ion Na+ ditukarkan
dengan ion K+ atau NH4+, proses ini dikendalikan oleh proses anak ginjal
aldosteron (Tjay dan Rahardja, 2002).
4. Saluran pengumpul
Hormon antidiuretik ADH (vasopresin) dari hipofise bertitik kerja disini
dengan mempengaruhi permeabilitas bagi air dan sel-sel saluran ini (Tjay dan
Rahardja, 2002).
Berdasarkan cara bekerja Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :
a. Diuretik osmotik
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang
mudah dan cepat diskskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai
diuretik osmotik apabila memenuhi 4 syarat: (1) difiltrasi secara bebas oleh
11
glomerulus. (2) tidak atau hanya sedikit direbasorbsi sel tubulus ginjal. (3)
secara farmakologis merupakan zat yang inert, dan (4) umumnya resisten
terhadap perubahan-perubahan metabolik. Dengan sifat-sifat ini, maka diuretik
osmotik dapat diberikan dalam jumlah cukup besar sehingga turut menentukan
derajat osmolalitas plasma, filtrate glomerulus dan cairan tubuli (Aidan, 2008).
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
1. Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
2. Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula
menurun.
3. Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air, kecepatan aliran filtrat yang
tinggi, atau adanya faktor lain. Obat-obat ini direabsorpsi sedikit oleh
tubuli sehingga reabsorpsi air juga terbatas. Efeknya diuresis osmotik
dengan ekskresi air tinggi dan eksresi Na sedikit. Istilah diuretik osmotik
biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat
diekskresi oeh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea,
gliserin dan isosorbid (Aidan, 2008).
12
b. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase
Diuretik ini bekerja pada tubuli Proksimal dengan cara menghambat
reabsorpsi bikarbonat. Zat ini merintangi enzim karbonanhidrase ditubuli
proksimal, sehingga disamping karbonat, juga Na dan K diekskresikan lebih
banyak, bersamaan dengan air. Efek diuresisnya berdasarkan penghalangan
enzim karboanhidrase yang mengkatalis reaksi berikut:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3
+
Akibat penghambatan itu di tubuli proksimal, maka tidak ada cukup ion
H+ lagi untuk ditukarkan dengan Na sehingga terjadi peningkatan ekskresi
Na,K,bikarbonat,dan air. Obat ini dapat digunakan sebagai obat antiepilepsi.
Resorpsinya baik dan mulai bekerja 1-3 jam dan bertahan selama 10 jam.
Waktu paruhnya dalam plasma adalah 3-6 jam dan diekskresikan lewat urine
secara utuh. Obat patennya adalah Miamox. Yang termasuk golongan diuretik
ini adalah asetazolamid, diklorofenamid (Aidan, 2008).
c. Diuretik golongan tiazid
Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada tubuli distal dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium klorida. Efeknya lebih lemah dan lambat, juga
lebih lama, terutama digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan
kelemahan jantung. Memiliki kurva dosisefek datar yaitu jika dosis optimal
dinaikkan, efeknya (diuresis dan penurunan tekanan darah) tidak
bertambah. Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid,
hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid,
13
siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid (Aidan,
2008).
d. Diuretik hemat kalium
Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus
koligentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan
sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif (spironolakton) atau
secara langsung (triamteren dan amilorida). Efek obat-obat ini lemah dan
khusus digunakan terkominasi dengan diuretik lainnya untuk menghemat
kalium. Aldosteron enstiulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K, proses ini
dihambat secara kompetitif oleh antagonis alosteron. Contoh obatnya
adalah spironolakton yang merupakan pengambat aldosteron mempunyai
struktur mirip dengan hormon alamiah. Kerjanya mulai setelah 2-3 hari dan
bertahan sampai beberap hari setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretiknya
agak lemah sehingga dikombinasikan dengan diuretik lainnya. Pada gagal
jantung berat, spironolakton dapat mengurangi resiko kematian sampai 30%.
Resorpsinya di usus tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan. Dalam hati,
zat ini diubah menjadi metabolit aktifnya, yang diekskresikan melalui kemih
dan tinja, dalam metabolit aktif waktu paruhnya menjadi lebih panjang yaitu 20
jam. Efek sampingnya pada penggunaan lama dan dosis tinggi akan
mengakibatkan gangguan potensi dan libido pada pria dan gangguan haid pada
wanita. Contoh obat paten: Aldacton, Letonal (Aidan, 2008).
14
e. Diuretik kuat
Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian
dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport elektrolit natrium,
kalium, dan klorida. Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat
4-6 jam. Banyak digunakan dalam keadaan akut, misalnya pada udema otak
dan paru-paru. Memiliki kurva dosis-efek curam, yaitu bila dosis dinaikkan
efeknya senantiasa bertambah. Contoh obatnya adalah furosemide yang
merupakan turunan sulfonamid dan dapat digunakan untuk obat hipertensi.
Mekanisme kerjanya dengan menghambat reabsorpsi Na dan Cl di bagian
ascending dari loop Henle (lengkungan Henle) dan tubulus distal,
mempengaruhi sistem kontrasport Cl- binding, yang menyebabkan naiknya
eksresi air, Na, Mg, dan Ca. Contoh obat paten: frusemide, lasix,
impugan. Yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam etakrinat, furosemide dan
bumetamid (Aidan, 2008).
2.3 Furosemide
Furosemide merupakan turunan yang merupakan diuretik kuat dan bertitik
kerja dilengkungan Henle. Sangat efektif pada keadaan udema diotak dan paru-
paru yang akut. Mulai kerjanya pesat, oral dalam 0,5-1 jam dan bertahan 4-6 jam,
intravena dalam beberapa menit dan 2,5 jam lamanya. Efek samping yang umum
berupa gelisah, kejang otot, haus, letargi (selalu mengantuk) dan kolaps. Pada
injeksi intravena terlalu cepat dan jarang terjadi ketulian (reversibel) dan
hipotensi.
15
Masa kerja furosemide biasanya 2-3 jam, sedang waktu paruhnya tergantung
pada fungsi ginjal. Karena agen ansa bekerja pada sisi luminal tubulus, respon
diuretik berkaitan secara positif dengan ekskresi urin. Sebagai efek diuretiknya
agen ansa mempunyai efek langsung pada peredaran darah melalui tatanan
beberapa vaskuler. Furosemide meningkatkan aliran darah di dalam korteks ginjal.
Pemerian Serbuk hablur putih sampai hampir kuning, tidak berbau. Kelarutan
praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton, dimetilformamida dan
larutan alkali hidroksida, larut dalam methanol, agak sukar larut dalam etanol,
sukar larut dalam eter, sangat sukar larut dalam kloroform (Katzung, 2001., Tjay
dan Rahardja, 2002., Kemenkes, 2014).
Gambar 2.3 Struktur Kimia Furosemide (Katzung, 2001)
2.4 Carboxyl Methyl Cellulose (CMC)
CMC merupakan zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak
berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus atau bubuk yang bersifat
higroskopis. CMC ini mudah larut dalam air panas maupun air dingin. Pada
pemanasan dapat terjadi pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik
(reversible). Viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan, kisaran Ph
CMC adalah 5-11 sedangkan pH optimum adalah 5, dan jika pH terlalu rendah
16
(<3), CMC akan mengendap Penambahan CMC berfungsi sebagai bahan
pengental, dengan tujuan untuk membentuk sistem dispersi koloid dan
meningkatkan viskositas. Dengan adanya CMC ini maka partikel-partikel yang
tersuspensi akan terperangkap dalam sistem tersebut atau tetap tinggal
ditempatnya dan tidak mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi. CMC salah satu
bahan tambahan pangan yang sering digunakan sebagai penstabil dalam proses
pengolahan makanan. CMC bekerja dengan cara memantapkan sistem dispersi
dalam bahan, yakni dengan menyerap air pada bahan sehingga tercipta struktur
yang kompak. Selain itu, CMC juga mampu meningkatkan viskositas bahan
dengan menambah berat molekul pada bahan tersebut (Tranggono dkk., 1991.,
Anonymous, 2004., Kamal, 2010).
Gambar 2.4 Struktur Carboxyl Methyl Cellulose (Kamal, 2010)
2.5 Pemilihan Hewan Uji
Mencit laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah
mengalami pembiakan secara selektif. Hewan ini termasuk hewan yang bertulang
belakang dan menyusui sehingga dimasukkan ke dalam subphylum vertebrata dan
kelas mamalia. Selain itu hewan ini juga memiliki kebiasaan mengerat (ordo
rodentia). Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu berupa rambut
berwarna putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit
17
merupakan hewan nokturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada malam
hari. Perilaku mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal
seperti seks, perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan penyakit, faktor eksternal
seperti makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya. Mencit memiliki berat
badan yang bervariasi. Berat badan ketika lahir berkisar antara 2-4 gram, untuk
mencit jantan 25-40 gram. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah mencit
jantan berkisar 20-30 gram/BB (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998).
Nama latin mencit adalah Mus musculus yang dapat dikasifikasikan sebagai
berikut (Priyambodo, 2003) :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus L.
2.6 Simplisia Bunga Rosella
Simplisia adalah bentuk jamak dari kata simpleks yang berasal dari kata
simple, berarti satu atau sederhana.Istilah simplisia dipakai untuk menyebutkan
bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum
mengalami perubahan bentuk. Departemen Kesehatan RI membuat batasan
tentang simplisia sebagai berikut, simplisia adalah bahan alami yang digunakan
18
untuk obat dan belum mengalami proses perubahan apapun, dan kecuali
dinyatakan lain umumnya dalam bentuk yang telah dikeringkan. Setelah itu
dijadikan serbuk, dihaluskan dengan mesin penggiling (blender), kemudian diayak
dengan ayakan, simplisia kering halus disimpan dalam wadah yang bersih dan
kering, lalu serbuk siap diekstrak. Simplisia bunga rosella yang digunakan adalah
serbuk dari bunga, karena serbuk memiliki luas permukaannya lebih kecil jadi
pelarut mudah masuk ke dalam pori-pori. Dibandingkan dengan menggunakan
tanaman segar karena masih mengandung kadar air, sehingga dapat
mempengaruhi konsentrasi pelarut.
2.7 Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun
tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam
simplisia. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang
terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa
komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Macam- macam
metode ekstraksi antara lain : maserasi, perkolasi, digesti,refluk, sokhlet, digesti,
infusa, dekok, dan destilasi uap.
2.8 Ekstraksi Dengan Metode Perkolasi
a. Pengertian Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan
cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Di dalam
melakukan proses perkolasi proses difusi yang berlangsung merupakan
19
fungsi dari kecepatan perkolasi, kuantitas pelarut, dan konstanta difusi
obat pelarut karena mudah dilakukan, perkolasi merupakan prosedur
pilihan untuk kebanyakan ekstraksi tanaman, seperti halnya maserasi.
Perkolasi dapat dilakukan baik skala laboratorium maupun skala industri.
b. Prinsip Perkolasi
Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana
silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.
Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan
cairan di atasnya, dikurangi dengan gaya kapiler yang cenderung untuk
menahan. Kekuatan yang berperan dalam perkolasi antara lain, gaya
beratnya, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa,
adesi, daya kapiler, dan daya gesekan.
c. Metode Perkolasi
Pada perkolasi, seperti halnya bahan tanaman dihaluskan sampai mencapai
derajat kehalusan tertentu tetapi jangan terlalu halus karena mengganggu
filtrasi pelarut melalui simplisia karena simplisia diletakkan dalam bentuk
lapisan tebal dalam alat perkolator. Pertama kali tanaman dibasahi dengan
pelarut ekstraksi tunggu hingga simplisia terendam sempurna, simplisia
yang sudah dibasahi dipindahkan ke perkolator dengan system
pemasukkan spiral, sesudah pembentukan lapisan ditutup dengan pelarut
pada unit perkolator besar (skala industri), pelarut dibuat selalu dalam
20
keadaan mengalir, dengan system pompa dan aliran bergerak dari bawah
menuju kebagian atas, untuk secepatnya mencapai keadaan
kesetimbangan. Ekstraksi dapat disempurnakan dengan system refluk
lemah, dibawah tekanan atau pada suhu kamar. Sebagai aturan umum,
ektraksi panas dilakukan bila perbandingan kelarutan zat berkhasiat dalam
pelarut meningkat dalam keadaan panas. Ekstraksi hanya dapat dicapai
hanya satu perkolator saja, untuk mengurangi kuantitas pelarut. Pada
beberapa perkolator digunakan ekstrak dengan konsentrasi lebih rendah
untuk mengekstraksi simplisia baru atau simplisia dengan bermacam
tingkat penyarian. Dengan kuantitas pelarut yang sesuai dan jumlah
perkolator yang dibutuhkan, beberapa jenis ekstrak dapat dibuat secara
langsung tanpa perlu dipekatkan.
d. Skematik Alat
Bentuk-bentuk perkolator ada 3 macam yaitu perkolator bentuk tabung,
perkolator bentuk paruh, dan perkolator bentuk corong. Pemilihan
perkolator tergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan disari. Pada
pembuatan tingtur dan ekstrak cair, jumlah cairan penyari yang tersedia
lebih besar dibandingkan dengan cairan penyari yang tersedia lebih besar
dibandingkan dengan jumlah cairan penyari yang diperlukan untuk
melarutkan zat aktif. Pada keadaan tersebut, pembuatan sediaan digunakan
perkolator lebar untuk mempercepat proses perkolasi.
21
1. Perkolator berbentuk tabung
Biasanya perkolator berbentuk tabung tersebut digunakan untuk
pembuatan ekstrak cair.
2. Perkolator berbentuk paruh
Biasanya perkolator ini digunakan untuk pembuatan ekstrak atau tingtur
dengan kadar tinggi.
3. Perkolator berbentuk corong
Biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar
yang rendah. Ukuran perkolator yang akan digunakan harus dipilih
sesuai dengan jumlah bahan yang disari. Jumlah bahan yang disari tidak
lebih dari2/3 tinggi perkolator. Perkolator dibuat dari gelas, baja tahan
karat, atau bahan lain yang tidak saling mempengaruhi dengan obat atau
cairan penyari.
e. Mekanisme Kerja Dalam Proses Perkolasi
Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan
kedalam bejana perkolator, tetapi dibasahi atau dimaserasi telebih dahulu
dengan cairan penyari. Maserasi dilakukan dalam bejana tertutup.
Maserasi ini penting terutama pada serbuk simplisia yang mengandung
bahan mudah mengembang bila terkena air, misalnya serbuk rimpang
tanaman suku Zingiberaceae. Bila serbuk simplisia tersebut langsung
dialiri dengan cairan penyari maka cairan penyari tidak akan menembus
keseluruh sel dengan sempurna. Hal ini disebabkan karena tidak seluruh
sel mengembang. Maserasi pendahuluan sebaiknya dilakukan juga pada
22
serbuk simplisia yang keras, yang zat aktifnya sulit disari atau jumlah
cairan penyarinya terbatas. Jika serbuk simplisia sebelumnya dibasahi
dengan cairan penyari tidak akan mengalami hambatan, seluruh sel serbuk
mengembang maka cairan penyari akan merata, sehingga dapat menembus
seluruh sel dengan sempurna. Sebelum serbuk yang telah dimaserasi itu
dimasukkan kedalam perkolator, bagian leher perkolator diberi kapas,
gabus bertoreh atau dengan cara lain.
Setelah itu, massa dimasukkan ke dalam perkolator, pemindahan
dilakukan sedikit demi sedikit sambil tiap kali ditekan. Penekanan ini
merupakan salah satu usaha untuk mengatur kecepatan pengaliran cairan
penyari. Cairan penyari dituangkan perlahan-lahan hingga di atas
permukaan massa masih tergenang dengan cairan penyari. Cairan penyari
harus selalu ditambahkan sehingga terjaga adanya lapisan cairan penyari di
atas permukaan massa. Untuk memudahkan pemisahan cairan penyari di
atas perkolator dipasang botol cairan penyari. Karena penetes cairan
penyari di atur sehingga kecepatan menetes cairan penyari sama dengan
kecepatan menetes sari. Massa didiamkan selama 24 jam dalam perkolator,
keran di buka, keran diatur sehingga kecepatan menetes 1 ml tiap menit.
Untuk menentukan akhir perkolasi, dapat dilakukan pemeriksaan zat aktif
secara kualitatif pada perkolat terakhir.
f. Alasan Penentuan Metode
Cara Perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena :
23
1. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang
terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga
meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
2. Ruangan diantara butir-butir simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari karena kecilnya saluran kapiler tersebut,
maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas,
sehingga dapat meningkatkanperbedaan.
g. Keuntungan Metode Perkolasi
1. Lebih mudah dan sederhana dilakukan.
2. Perkolasi merupakan prosedur pilihan untuk kebanyakan ekstraksi
tanaman, seperti halnya maserasi.
3. Perkolasi dapat dilakukan baik skala laboratorium maupun skala
industri
h. Kerugian
1. Simplisia harus dibasahi terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke
dalam perkolator.
2. Massa simplisia dalam perkolator tergantung pada tinggi
perkolator.
3. Simplisia lebih memadat (kompak) sesudah beberapa kali terjadi
proses ekstraksiawal dan hal ini dapat menghalangi kelancaran
aliran pelarut.
24
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konseptual
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
Hewan uji mencit jantan 25 ekor
Kontrol negatif
(Suspensi CMC 0,5%)
Kontrol positif
(Furosemide
0,13 mg/kgBB)
Ekstrak bunga rosella
dengan dosis
25 mg/kgBB,
50 mg/kgBB,
100 mg/kgBB.
Pengukuran Volume Urine
Pada Mencit
Analisis data menggunakan
SPSS One Way Annova
Pengujian Diuretik
25
3.2 Hipotesa
3.2.1 Ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) memiliki efektivitas
diuretik terhadap mencit jantan.
3.2.2 Ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dengan dosis tertinggi
memiliki efektivitas diuretik lebih optimal daripada dosis ekstrak bunga
rosella yang lain.
26
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode
yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam bunga rosella
adalah dengan metode perkolasi menggunakan pelarut etanol 96%. Uji efektivitas
diuretik dilakukan secara in vivo dengan menggunakan hewan uji mencit untuk
mengetahui efek pada ekstrak bunga rosella.
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga rosella
(Hibiscus sabdariffa L.) yang terdapat di Desa Tulung, Kecamatan Kawedanan,
Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur.
4.2.2 Sampel
Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) yang sudah dikeringkan dan dihaluskan menjadi serbuk.
4.2.3 Determinasi Tanaman Sampel
Kebenaran sampel tanaman bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) yang
berkaitan dengan ciri-ciri morfologis yang ada pada tanaman tersebut terhadap
kepustakaan dan dibuktikan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO2T) Tawangmangu, Karanganyar,
Jawa Tengah.
27
4.3 Teknik sampel
Teknik sampling yang digunakan untuk pengambilan sampel pada penelitian
ini adalah pengambilan sampel secara acak (Probability Sampling), dimana teknik
pengambilan sampel ini memberikan peluang yang sama untuk tiap unsur pada
populasi untuk dapat dipilih menjadi anggota sampel penelitian.
4.4 Kerangka kerja penelitian
Gambar 4.1 Kerangka kerja penelitian
Diayak menggunakan ayakan mess 40
Bunga rosella segar
Di jemur dibawah sinar matahari sampai kering menjadi simplisia selama 7 hari
Dihaluskan menjadi serbuk (di blender)
Ditimbang 280 gram lalu di ektraksi dengan perkolasi menggunakan etanol
96%
Pemberian masing-masing perlakuan dengan CMC 0,5%, Furosemide 0,13 mg,
dosis ekstrak bunga rosella 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB, dan 100 mg/kgBB
Evaluasi pengukuran volume urine pada mencit
Analisa data dengan SPSS menggunakan One Way Annova
Diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 70°C diperoleh ekstrak
pekat bunga rosella
Diuapkan pada waterbath pada suhu 60°C untuk mendapatkan ekstrak kental
bunga rosella
28
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Variabel bebas
Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah efektivitas
diuretik dengan perlakuan penambahan ekstrak kental bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) pada dosis 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB, dan 100 mg/kgBB.
4.5.2 Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil pengukuran volume urine
pada mencit.
4.5.3 Variabel kontrol
Variabel kontrol pada penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu kontrol
negatif menggunakan CMC dan kontrol positif menggunakan Furosemide.
4.6 Waktu dan Tempat Penelitian
4.6.1 Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2019.
4.6.2 Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu dan Laboratorium
Farmakologi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun, Jalan Taman Praja,
Kecamatan Taman, Madiun.
4.7 Alat dan Bahan penelitian
4.7.1 Alat
Alat-alat yang digunakan adalah kandang mencit, timbangan analitik
(SHIMADZU), timbangan mencit (OHAUS), pipet tetes, blender (MIYAKO),gelas
ukur 50ml (IWAKI), rotary evaporator (IKA), batang pengaduk, kertas saring,
29
beaker glass 250 ml (IWAKI), erlenmeyer 250 ml (IWAKI), ayakan mess 40, jarum
oral (sonde), seperangkat alat perkolator, cawan porselen, sendok tanduk, wadah
ekstrak, wadah urine mencit (toples bening), stop watch, alumunium foil, spuit
injeksi (ONEMED).
4.7.2 Bahan
Simplisia Bunga Rosella, etanol 96% (p.a), mencit jantan dengan bobot 20-
30 gram (galur wistar), CMC (teknis), Furosemide Tablet, aquadest, NaOH
(teknis) dan HCL (p.a).
4.8 Prosedur kerja
4.8.1 Pembuatan Ekstrak Bunga Rosella
Ekstraksi dilakukan dengan cara perkolasi dengan sampel bunga rosella
basah 700 gram lalu dikeringkan dibawah sinar matahari menjadi 500 gram dan
dihaluskan dengan blender sebanyak 300 gram, lalu diayak menggunakan mess
40, ditimbang 280 gram dimasukkan dalam seperangkat bejana perkolator basahi
dengan pelarut etanol 96% 2,5 liter, tuang secukupnya pada alat perkolator
tambahkan kertas saring diatas massa basah tersebut tutup dan tunggu sampai 3
jam, buka keran dan biarkan cairan mengalir dan mulai menetes ke dalam wadah
perkolat. Ditambahkan berulang-ulang sisa etanol (cairan penyari) hingga
diperoleh volume ektraksi yang diinginkan, lalu ditutup dan dibiarkan selama 24
jam ditempat sejuk terlindung dari cahaya. Setelah di peroleh hasil ektraksi
diuapkan pada rotary evaporator pada suhu 70°C hingga menjadi ekstrak pekat
bunga rosella dan selanjutnya diuapkan di waterbath pada suhu 60°C untuk
mendapatkan ekstrak kental bunga rosella.
30
4.8.2 Pembuatan Konsentrasi Ekstrak Bunga Rosella
Konsentrasi ekstrak bunga rosella yang akan digunakan adalah 25
mg/kgBB, 50 mg/kgBB, dan 100 mg/kgBB. Dibuat dengan cara menimbang
ekstrak kental bunga rosella masing masing 35 mg, 70 mg, 140 mg dilarutkan
dengan aquadest 10 ml pada beker glass aduk hingga larut dan homogen.
4.8.3 Pengujian Antosianin
Sebanyak 50 mg ekstrak bunga roselladi tambahkan dengan HCl 2M 2 tetes
pada tabung reaksi dipanaskan selama 2 menit, kemudian diamati warna sampel,
apabila warna merah pada sampel tidak berubah, maka menunjukkan adanya
antosianin. Cara kedua dengan menambahkan sampel dengan NaOH 2M tetes
demi tetes. Apabila warna merah berubah menjadi hijau biru dan memudar
perlahan maka menunjukkan adanya antosianin (Lestario dkk., 2011).
4.8.4 Pembuatan Kontrol Negatif
Membuat CMC 0,5% dengan cara dibuat pada mortir hangat, menyiapkan
aquadest panas 100 ml, lalu tuang aquadest panas 50 ml dimasukkan pada mortir,
setelah itu serbuk CMC ditaburkan dalam mortir tersebut tunggu hingga CMC
mengembang lalu aduk cepat dan searah, gerus halus sampai homogen tambahkan
sisa aquadest panas sedikit demi sedikit pada dinding mortir campur sampai
homogen hingga terbentuk suspending agent.
4.8.5 Pembuatan Kontrol Positif
Membuat Furosemide dengan menimbang 0,0149 gr dibuat suspensi dengan
cara aquadest panas 20 ml dimasukkan dalam mortir tambahkan CMC
secukupnya tunggu hingga mengembang setelah itu digerus sampai homogen,
31
tambahkan furosemide sedikit demi sedikit dalam mortir gerus halus sampai
homogen.
4.8.6 Metode Pengujian
Perlakuan terhadap hewan uji adalah sebagai berikut : 25 ekor mencit di
puasakan selama 5-6 jam, namun masih tetap diberi minum, lalu masing-masing
kelompok diberi perlakuan yaitu :
Kelompok I : diberikan CMC 0,5% sebagai kontrol negatif secara oral
sebanyak 1ml
Kelompok II : diberikan suspensi Furosemide 0,13 mg sebagai kontrol positif
secara oral sebanyak 1ml
Kelompok III : diberikan ekstrak bunga rosella dengan dosis 25mg secara oral
sebanyak 1ml
Kelompok IV : diberikan ektrak bunga rosella dengan dosis 50 mg secara oral
sebanyak 1ml
Kelompok V : diberikan ektrak bunga rosella dengan dosis 100mg secara oral
sebanyak 1ml
4.8.7 Replikasi
Setiap seri konsentrasi ekstrak dilakukan pengulangan (replikasi) sebanyak
4 kali sehingga diperoleh 5 data.
32
4.9 Teknik analisis data
4.9.1 Pengukuran volume urine yang dihasilkan dari ekstrak bunga rosella
(Hibiscus sabdariffa L.) diukur dan dihitung volume urine selama 2 jam
sekali selama 6 jam.
4.9.2 Melakukan uji analisis Oneway Anova menggunakan SPSS (Statistical
Product and Service Solution) versi 20.0. Jika ada perbedaan yang
bermakna, maka pengujian dilanjutkan dengan uji Post Hoc Test dengan
nilai α = 0,05 untuk membandingkan volume urine yang dihasilkan tiap
dosis pada kontrol negatif, kontrol positif, dan dosis ekstrak bunga rosella.
33
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman bertujuan untuk mengetahui jenis tumbuhan secara
spesifik yang meliputi fisik, sifat dan morfologi tumbuhan bunga rosella yang
kemudian dicocokan dengan literatur yang telah ditetapkan. Determinasi bunga
rosella dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional (B2P2TO2T) Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah. Bunga
rosella yang digunakan dalam penelitian ini, diperoleh dari Desa Tulung
Kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur. Hasil
determinasi menunjukkan bahwa sampel bunga rosella yang digunakan dalam
penelitian dinyatakan benar yaitu dari suku Malvaceae dengan spesies Hisbiscus
sadrafiffa L.
5.1.2 Preparasi Sampel
Bunga rosella segar dicuci bersih dan dipisahkan dari bijinya, kemudian
dikeringkan dibawah sinar matahari selama 7 hari. Bunga rosella yang sudah
kering kemudian dihaluskan menggunakan blender, didapatkan sebanyak 300
gram serbuk bunga rosella setelah itu diayak menggunakan mess 40 diperoleh
serbuk halus bunga rosella sebanyak 280 gram diekstraksi menggunakan metode
perkolasi dengan pelarut etanol 96% sebanyak 2,5 liter. Hasil ekstrak yang
diperoleh berupa ekstrak pekat bunga rosella sebanyak 1,9 liter dilakukan pada
34
rotary evaporator pada suhu 70°C, dan untuk mendapatkan ekstrak kental
diuapkan pada waterbath pada suhu 60°C diperoleh hasil sebanyak 25,4 gram,
dan hasil randemen yang diperoleh sebanyak 9,08 %.
Perhitungan Randemen :
a) Berat serbuk bunga rosella = 280 gram
b) Berat ekstrak kental bunga rosella = 25,4 gram
Randemen =
=
= 9,08 %
5.1.3 Hasil Pengamatan Organoleptis Ekstrak Bunga Rosella
Pemeriksaan organoleptis ekstrak bunga rosella dilakukan untuk
mengetahui bentuk, warna dan bau ekstrak sebelum dilakukan uji efektivitas
terhadap hewan uji mencit. Uji organoleptis ini dilakukan untuk mendeskripsikan
tentang ciri-ciri dari ekstrak bunga rosella. Berdasarkan hasil pengamatan
organoleptis ekstrak bunga rosella diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Ekstrak Bunga Rosella Organoleptis Hasil
Bentuk Ekstrak kental
Warna Merah kecoklatan
Rasa Asam
Bau Aromatis khas bunga rosella
5.1.4 Uji Identifikasi Antosianin Pada Ekstrak Bunga Rosella
Ekstrak kental bunga rosella yang didapatkan dilakukan pengujian
identifikasi untuk mengetahui bahwa ekstrak yang digunakan mengandung
senyawa antosianin. Berikut cara uji antosianin esktrak kental bunga rosella,
35
sebanyak 50 mg ekstrak kental bunga rosella di tambahkan dengan HCl 2M 2
tetes dipanaskan selama 2 menit, kemudian diamati warna sampel. Apabila warna
merah pada sampel tidak berubah, maka menunjukkan adanya antosianin. Cara
kedua dengan menambahkan sampel dengan NaOH 2M 2 tetes apabila warna
merah berubah menjadi hijau biru dan memudar perlahan maka menunjukkan
adanya antosianin. Pada pH asam antosianin akan berada pada bentuk ion
flavilium yang bewarna merah dan berganti warna biru-hijau pada keadaan basa.
Warna biru-hijau disebabkan karena antosianin banyak berada dalam bentuk ion
anhidro basa (Lestario dkk., 2011., Maulida dan Guntarti, 2015).
Tabel 5.2 Hasil Pengujian Antosianin Pada Ekstrak Bunga Rosella Uji Identifikasi Hasil Keterangan
Pengujian Antosianin Positif Mengandung senyawa antosianin
+ HCL Positif Warna Merah Terang
+ NaOH Positif Warna hijau memudar
5.1.5 Uji Diuretik Ekstrak Bunga Rosella pada Mencit Jantan Putih
Tanaman yang sudah di ekstraksi dan diperoleh ekstrak kental kemudian
dibuat konsentrasi masing-masing yaitu 25mg/kgBB, 50mg/kgBB, 100mg/kgBB,
kontrol positif menggunakan furosemide dan kontrol negatif menggunakan CMC
lalu diinjeksi secara peroral ke mencit untuk mengetahui efek diuretik.
Hasil uji diuretik terhadap mencit jantan adalah mengukur volume urine
menggunakan spuit injection. Urine yang dikeluarkan selama 6 jam oleh mencit
diambil dan diukur setiap 2 jam sekali. Hasil dari urine yang dikeluarkan mencit
dapat dilihat pada tabel berikut:
36
Tabel 5.3 Hasil Volume Urine
Uji
Mencit Perlakuan
Volume urin tiap 2 jam
(ml)
Jumlah
urine
selama 6
jam (ml)
Rata-rata
±SD (ml) 1 2 3
1
Kontrol Negatif
0.2 0.3 0.3 0.8
0.66±0.13
2 0.2 0.2 0.2 0.6
3 0.1 0.2 0.3 0.6
4 0.1 0.2 0.2 0.5
5 0.2 0.3 0.3 0.8
1
Kontrol Positif
0.9 1 1 2.9
3.14±0.16
2 1 1.1 1.2 3.3
3 1 1.1 1 3.1
4 1 1.2 1.1 3.3
5 1 1 1.1 3.1
1
Ekstrak Bunga Rosella
25 mg/kgBB
0.3 0.4 0.5 1.2
1.08±0.13
2 0.3 0.3 0.4 1
3 0.4 0.4 0.4 1.2
4 0.2 0.3 0.4 0.9
5 0.3 0.4 0.4 1.1
1
Ekstrak Bunga Rosella
50 mg/kgBB
0.4 0.5 0.6 1.5
1.46±0.11
2 0.5 0.6 0.5 1.6
3 0.4 0.5 0.5 1.4
4 0.4 0.4 0.5 1.3
5 0.4 0.5 0.6 1.5
1
Ekstrak Bunga Rosella
100 mg/kgBB
0.7 0.8 0,8 2.3
2.34±0.15
2 0.7 0.8 0.9 2.4
3 0.7 0.8 0.9 2.4
4 0.6 0.7 0.8 2.1
5 0.7 0.9 0.9 2.5
37
Gambar 5.1 Grafik Uji Diuretik
Gambar 5.2 Hasil Persentase Uji Diuretik
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
Kontrol
Negatif
Kontrol
Positif
Ekstrak
Bunga
Rosella
25mg/KgBB
Ekstrak
Bunga
Rosella
50mg/KgBB
Ekstrak
Bunga
Rosella
100mg/KgBB
Volume Urine (ml)
Volume Urine
8%
36%
12%
17%
27%
Persentase Volume Urine
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Ekstrak Bunga Rosella 25mg
Ekstrak Bunga Rosella 50mg
Ekstrak Bunga Rosella 100mg
38
Dari hasil perlakuan mencit dengan kelompok ekstrak bunga rosella yang
paling banyak mengeluarkan urine adalah kelompok dosis 100 mg/kgBB dengan
rata-rata volume urine 2,34 ml dan persentase 27%. Mencit dengan perlakuan
kontrol positif furosemide lebih banyak mengeluarkan urine daripada perlakuan
ekstrak bunga rosella dengan rata-rata 3,14 ml dan persentase 36%.
5.2 Pembahasan
Penelitian ini menggunakan mencit jantan putih sebanyak 25 ekor yang
dibagi dalam 5 kelompok. Masing-masing kelompok diberi perlakuan berbeda
untuk dapat dilihat pengaruhnya terhadap volume urine yang dihasilkan.
Kelompok 1 adalah kelompok kontrol negatif, dimana mencit diberikan (diinjeksi)
sebanyak 1 ml peroral dengan CMC 0,5%, kelompok 2 adalah kelompok kontrol
positif, yang diberikan (diinjeksi) sebanyak 1 ml peroral dengan Furosemide 0,13
mg kelompok 3 diberikan ekstrak bunga rosella 25 mg/kgBB sebanyak 1 ml
peroral. Kelompok 4 diberikan ekstrak bunga rosella 50mg/kgBB sebanyak 1 ml
peroral dan kelompok 5 diberikan ekstrak bunga rosella 100 mg/kgBB sebanyak 1
ml peroral.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas diuretik ekstrak
bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) pada mencit jantan (Mus Musculus) dengan
pembanding furosemide sebagai kontrol positif dan CMC 0,5% sebagai kontrol
negatif. Pengukuran volume urine dilakukan selama 6 jam untuk melihat efek
pada perlakuan yang diberikan. Berdasarkan hasil pengukuran volume urine
mencit yang didapatkan, menunjukkan bahwa pada kontrol negatif (CMC)
39
memiliki volume urine yang rendah dibandingkan kontrol positif (Furosemide)
dan dosis ekstrak bunga rosella 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB, dan 100 mg/kgBB.
Dari tabel 5.3, didapatkan volume urine kumulatif dari yang tertinggi ke
terendah secara berurutan adalah kelompok kontrol positif yang menghasilkan
urine 3,14±0,16. Kelompok ekstrak bunga rosella 100mg/kgBB menghasilkan
urine 2,34±0,15. Kelompok ekstrak bunga rosella 50mg/kgBB menghasilkan urine
1,46±0,11. Kelompok ekstrak bunga rosella dengan dosis 25mg/kgBB
menghasilkan urine 1,08±0,13 dan yang terakhir pada kelompok kontrol negatif
menghasilkan urine paling rendah yaitu 0,66±0,13.
Pada kelompok kontrol negatif yang menggunakan CMC menghasilkan
volume urine yang rendah, hal ini disebabkan karena kontrol negatif tidak
terkandung zat aktif yang dapat meningkatkan volume urine.Pada kelompok
kontrol positif yang menggunakan Furosemide menghasilkan volume urine yang
lebih banyak, dimana furosemide merupakan diuretik kuat yang bekerja pada loop
henle. Mekanisme kerja dari furosemide adalah menghambat penyerapan kembali
natrium oleh sel tubuli ginjal, meningkatkan pengeluaran air, natrium, klorida,
kalium dan tidak mempengaruhi tekanan darah yang normal (Lukmanto, 2003).
Pada kelompok ekstrak bunga rosella25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB, dan 100
mg/kgBB sudah dianggap mempunyai efek diuretik, namun masih lebih rendah
dibanding dengan furosemide karena ekstrak bunga rosella tidak hanya
mengandung antosianin saja yang mempunyai efek diuretik, tetapi juga
mengandung zat-zat lain (alkaloid, beta karoten dan sebagainya). Faktor lain yang
berpengaruh adalah kandungan antosianin yang tersari pada ekstrak bunga rosella
40
yang digunakan belum optimal,dosis kelompok uji kurang tinggi sehingga tidak
dapat menimbulkan efek diuretik yang optimal. Mekanisme dari antosianin adalah
bekerja menghambat proses aterogenesis dengan mengoksidasi lemak jahat dalam
tubuh, yaitu lipoprotein densitas rendah yang merupakan senyawa turunan dari
flavonoid yang menyebabkan peningkatan ekskresi elektrolit seperti Na+ dan Cl
pada tubulus sehingga menimbulkan efek dieresis (Juniora dkk., 2010).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ratna Intan (2014) dijelaskan bahwa
salah satu kandungan bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dikenal khasiatnya
sebagai diuretik adalah antosianin, gossipetin, dan hibicin. Bunga rosella
merupakan flavonoid. Kandungan flavonoid pada bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) yang paling berperan yaitu zat antosianin, fungsi dari zat antosianin
ini sebagai diuretik, menurunkan kekentalan darah, dan menstimulus gerakan
usus, antosianin juga larut dalam pelarut polar diantaranya etanol, air, metanol dan
butanol daripada dalam pelarut non polar seperti eter, benzene, dan heksana
(Moulana R, 2012). Kelebihan dari ekstrak bunga rosella dibanding dengan obat
sintesis yaitu memiliki efek samping yang lebih rendah jika dikonsumsi jangka
panjang, mudah didapatkan di sekitar rumah, mengandung banyak khasiat sebagai
obat, aman dikonsumsi dengan dosis yang tepat dan ketepatan waktu penggunaan.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Adrian A (2011) pada dosis tertinggi
260 mg/kgBB dengan pemberian ekstrak etanol kelopak bunga rosella sebanyak
2,5 ml memberikan efek diuretik yang paling efektif sebagai diuretik terhadap
tikus jantan putih.
41
Selanjutnya dilakukan uji statistik menggunakan uji One Way Annova, uji
ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rerata lebih dari dua
kelompok sampel yang tidak berhubungan (Priyanto, 2009). Berdasarkan hasil uji
one way anova menunjukkan perbandingan kelompok kontrol negatif dan kontrol
positif dengan perlakuan ekstrak bunga rosella 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB, dan
100 mg/kgBB memiliki nilai p=0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan dengan kelompok kontrol positif yang
menunjukkan efektivitas diuretik.
42
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian yang telah dilakukan
uji statistik (uji Anova dan uji post hoc) dan dengan memperhatikan pembahasan
adalah sebagai berikut:
1. Terdapat senyawa antosianin pada ekstrak bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa L.)
2. Ekstrak bunga rosella dengan dosis 100 mg/kgBB memiliki efektivitas
diuretik lebih optimal dengan nilai rata-rata volume urine 2,34±0,15
daripada dosis 25 mg/kgBB dengan nilai rata-rata 1,08±0,13 dan 50
mg/kgBB dengan nilai rata-rata 1,46±0,11.
6.2 Saran
1. Untuk penelitian mendatang perlu digunakan metode pengekstraksian
bunga rosella yang lebih baik agar kandungan zat dalam ekstrak bunga
rosella dapat tersari dengan sempurna.
2. Perlu adanya penelitian sejenis dengan durasi penelitian yang lebih lama
dan dosis yang lebih tinggi.
3. Dilakukan kombinasi dengan tanaman lain untuk memperoleh efek diuretik
yang optimal.
43
DAFTAR PUSTAKA
Aidan. 2008. Penggolongan Diuretik. Alfabeta. Bandung
Alarcon-Aguilar, F., Vega-Avila, E., Alamanza-Perez, J., Valesco-Lezama,
R.,Vazquez-Carrilo, L., and Ramon-Ramos, R. 2006.Hipoglicemic Effect
ofPlantago mayor L. Seeds in Healthy and Alloxan Diabetic Mic, Proc. West.
Pharmacol.Soc.
Anonymous. 2004. Cellulose.http://en.wikipedia.org/wiki/Cellulose.Diakses pada
tanggal 25 Desember 2018
Castaneda-Ovando, A. Pacheco-Hernandez, M. L., Paez- Hernandez, M.E,
Rodriguez, J.A. dan Galan-Vidal, C.A. 2009. Chemical studies of
anthocyanins: A review. Food Chemistry
Comojime. 2008. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Rosella (Hibiscus
sabdariffa L.)http://bungarosella-herbal.blogspot.co.id/2013/03/klasifikasi-
dan-morfologi-tanaman_3024.html. Diakses pada tanggal 25 Desember 2018
Daryanto.2006. Sehat Dengan Sirup Rosella Merah. www.agrina-online.com.
Diakses pada tanggal 25 Desember 2018
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan, Jakarta
Elin Yulinah dkk. 2015. Efek Diuretik Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosela
(Hibiscus sab-dariffa Linn.) pada Tikus Wistar Jantan.Fakultas Farmasi
UNJANI, Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung
Hayati E.K., Budi, U.S. dan Hermawan R. 2012. Konsentrasi total senyawa
antosianin ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) : pengaruh
temperatur dan pH. Jurnal Kimia
Hidayat T. 2007. Budi Daya Tanaman Rosela. CV. Sinar Cemerlang Abadi,
Jakarta
Hidayat dan Saati. 2006. Membuat Pewarna Alami: Cara Sehat dan Aman
Membuat Pewarna Makanan dari Bahan Alami, Trubus Agrisarana,
Surabaya.
Jackson, E.K. 2008.Diuretik.In: Gilman, G. (Eds.), Dasar FarmakologiTerapi,
Volume 1. EGC, Jakarta
Junaedi, Edi. 2013. Hipertensi Kandas Berkat Herbal.Fmedia, Jakarta Selatan
44
Juniora A.G., dkk. 2010. Diuretic and potassium-sparing effect of active flavonoid
in Tropaeolum majus L. Journal of Ethnopharmacology.
Kamal, N. 2010.PengaruhBahan Aditif Cmc (Carboxyl Methyl
Cellulose)Terhadap Beberapa Parameter Pada Larutan Sukrosa. Jurnal
Teknologi.
Katzung, B. G., 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik, Diterjemahkan oleh Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Salemba Medika,
Jakarta
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
Kurniasih. 2013. Khasiat dan Manfaat Daun Kelor. Pustaka Baru Press,
Yogyakarta.
Lestario,L, N, Rahayuni, E, Timotius, K, H. 2011. Kandungan antosianin dan
identifikasi antosianidin dari kulit buah jenitri (Elaeocarpus angustifolius
blume). Agritech
Lukmanto H. 2003. Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia Edisi II.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Mardiah, Sawarni H., Ashadi R.W., Rahayu A. 2009. Budi Daya dan
PengolahanRosela si Merah Segudang Manfaat. Agromedia Pustaka, Jakarta
Maryani, H dan L. Kristina. 2008. Khasiat dan Manfaat Rosela. Agromedia
Pustaka, Jakarta
Moulana R. 2012. Efektivitas Penggunaan Jenis Pelarut dan Asam dalam Proses
Ekstraksi Pigmen Antosianin Kelopak Bunga Rosella, Jurnal Forum Teknik.
Universitas Syah Kuala, Darussalam, Banda Aceh
Nafrialdi. 2007. Diuretik dan Antidiuretik dalamFarmakologi dan Terapi. EdisiV.
Jakarta :Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Neal, M.J. 2002, Medical Pharmacology at a Glance, 4th edition, Blackwell
Science Ltd., United Kingdom
Priyambodo S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu.Penebar Swadaya,
Jakarta
Priyanto D. 2009.Mandiri belajar SPSS (Statistic Product and Service
Solution)Cetakan ke-3.Mediakom, Yogyakarta
45
Putra H.A. 2013.Efektifitas Bunga Rosella Untuk Penurunan Tekanan Darah
Pada Pasien Hipertensi. Universitas Muhamadiyah Ponorogo, Jawa Timur
Samsudin, M.A. dan Khoirudin. 2008. Ekstraksi, Filtrasi dan uji Stabilitas
ZatWarna dari Kulit Manggis (Garcinia mangostana).Jurnal Teknik
Kimia,Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Santoso, U. 2006. Antioksidan. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Smith, B. J. B. dan S. Mangkoewidjojo. 1998. Pemeliharaan Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia,
Jakarta.
Susilowati A.E. 2009.Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Rosella (Hibiscus
Sabdariffa L.) Terhadap Kerusakan Sel-Sel Hepar Mencit (Mus Musculus)
Akibat Paparan Parasetamol. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Taher, Tamrin. 2011. Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Ekstrak Metanol
KulitBatang Langsat (Lansium domesticum L). Skripsi. UNG, Gorontalo.
Tanu, I. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5 (Cetak Ulang dengan Perbaikan),
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Tjay T.H., dan Rahardja K. 2002. Obat-Obat Penting, Khasiat dan
Penggunaannya. Edisi V. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S.
Naruki, dan M. Astuti. 1991. BahanTambahan Makanan (Food Additive).
PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Trifani, 2012, Ekstraksi pelarut cair-cair. http://awjee. Diakses pada tanggal 25
Desember 2018
Wasito, H. 2011. Obat Tradisional Kekayaan Indonesia Edisi pertama.Graha
ilmu, Yogyakarta
Xavier MF, Lopes TJ, Quadri MGN, Quadri MB. 2008. Extraction of red cabbage
anthocyanins : optimization of the operation condition of the colomn process.
Braz Arch Biol Techn.
Yan K., and Wong J. 2009. Malvaceae – Fruit of Roselle (Hibiscus sabdariffa L.).
http://www.flickr.com/photos/33623636@N08/4036311973/. Di akses pada
tanggal 25 Desember 2018.
46
Lampiran 1. Dosis dan Volume Pemberian Furosemide 40 mg per oral
Berat Tablet Furosemide
No Berat Tablet
(gr)
1 200.4
2 199.8
3 200.8
4 189.2
5 201.9
6 198.5
7 193.9
8 202.2
9 199.9
10 201.2
Total 1987.8
Rata-rata 198.78 mg
0.19878 gram
A. Dosis Konversi = 40 mg x 0,0026
= 0,104 mg
B. Dosis Pemberian =
=
= 0,13 mg
Penimbangan dan larutan stok adalah 0,13mg ditingkatkan menjadi
0,15mg/ml
= 0,15 mg x 20 ml (aquadest)
= 3 mg/ml
C. Pembuatan larutan stok = gr
= 0,0149 gr
47
R/ Furosemid = 0,0149 gr
CMC Na = 0,5% x 20 ml (aquadest)
= 0,1 gr x 10 ml → air panas
Air panas = 1 ml
Aq ad 20 ml = 20 – ( 0,0149 gr + 0,1 gr + 1 ml) = 18,9 ml
Dosis Pemberian Mencit 1 =
=
= 0,1352 mg
Volume Pemberian =
=
= 0,901 ml ~ 1 ml
Dosis Pemberian Mencit 2 =
=
= 0,1404 mg
Volume Pemberian =
=
= 0,936 ml ~ 1 ml
Dosis Pemberian Mencit 3 =
=
= 0,1367 mg
48
Volume Pemberian =
=
= 0,912 ml ~ 1 ml
Dosis Pemberian Mencit 4 =
=
= 0,1466 mg
Volume Pemberian =
=
= 0,977 ml ~ 1 ml
Dosis Pemberian Mencit 5 =
=
= 0,1378 mg
Volume Pemberian =
=
= 0,918 ml ~ 1 ml
49
Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Bunga Rosella
Ekstrak bunga rosella 25mg/kgbb = 25 mg x 0,14
= 3,5 mg x 10 ml
= 35mg/kgBB
Ekstrak bunga rosella 50mg/kgBB = 50 mg x 0,14
= 7 mg x 10 ml
= 70mg/kgBB
Ekstrak bunga rosella 100mg/kgBB = 100 mg x 0,14
= 14 mg x 10 ml
= 140mg/KgBB
Keterangan :
0,0026 : konversi hewan mencit
0,14 : konversi hewan tikus ke mencit
10 ml : aquadest
50
Lampiran 2. Determinasi Tanaman
51
Lampiran 3. Bunga Rosella
Lampiran 4. Ekstraksi Bunga Rosella Dengan Perkolasi
Lampiran 5. Ekstraksi Bunga Rosella dengan Rotary evaporator
52
Lampiran 6. Ekstrak Kental Bunga Rosella
Lampiran 7. Hasil Uji Identifikasi
+ HCL + NaOH
Lampiran 8. Penimbangan Hewan Mencit
53
Lampiran 9. Pembuatan Konsentrasi Bahan
Lampiran 10. Pemberian Perlakuan pada mencit
Lampiran 11. Hasil Volume Urine mencit
CMC 0,5%
Furosemide 0,13 mg
Ekstrak bunga rosella
25 mg/kgBB
54
Ekstrak bunga rosella
50 mg/kgBB
Ekstrak bunga rosella
100 mg/kgBB
Lampiran 12.HasilAnalisa Statistik Uji One-Way Anova
Explore
Perlakuan
Tests of Normality
perlakuan Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Ml
kontrol negatif cmc .273 5 .200* .852 5 .201
kontrol positif furosemid .231 5 .200* .881 5 .314
ekstrak rosella 25mg .221 5 .200* .902 5 .421
ekstrak rosella 50mg .237 5 .200* .961 5 .814
ekstrak rosella 100mg .254 5 .200* .914 5 .492
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Test of Homogeneity of Variances
ml
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.220 4 20 .924
55
One Way
Descriptives
ml
N Mean Std.
Deviatio
n
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minim
um
Maxi
mum
Lower
Bound
Upper
Bound
kontrol negatif
cmc 5 .6600 .13416 .06000 .4934 .8266 .50 .80
kontrol positif
furosemid 5 3.1400 .16733 .07483 2.9322 3.3478 2.90 3.30
ekstrak rosella
25mg 5 1.0800 .13038 .05831 .9181 1.2419 .90 1.20
ekstrak rosella
50mg 5 1.4600 .11402 .05099 1.3184 1.6016 1.30 1.60
ekstrak rosella
100mg 5 2.3400 .15166 .06782 2.1517 2.5283 2.10 2.50
Total 25 1.7360 .92190 .18438 1.3555 2.1165 .50 3.30
ANOVA
ml
Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Between Groups 20.002 4 5.000 252.545 .000
Within Groups .396 20 .020
Total 20.398 24
56
Post Hoc
Multiple Comparisons
Dependent Variable: ml
LSD
(I) perlakuan (J) perlakuan Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error
Sig. 95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
kontrol negatif cmc
Kontrolpositif
furosemid -2.48000
* .08899 .000 -2.6656 -2.2944
ekstrak rosella 25mg -.42000* .08899 .000 -.6056 -.2344
ekstrak rosella 50mg -.80000* .08899 .000 -.9856 -.6144
ekstrak rosella 100mg -1.68000* .08899 .000 -1.8656 -1.4944
kontrol positif
furosemid
kontrol negatif cmc 2.48000* .08899 .000 2.2944 2.6656
ekstrak rosella 25mg 2.06000* .08899 .000 1.8744 2.2456
ekstrak rosella 50mg 1.68000* .08899 .000 1.4944 1.8656
ekstrak rosella 100mg .80000* .08899 .000 .6144 .9856
ekstrak rosella 25mg
kontrol negatif cmc .42000* .08899 .000 .2344 .6056
kontrol positif
furosemid -2.06000
* .08899 .000 -2.2456 -1.8744
ekstrak rosella 50mg -.38000* .08899 .000 -.5656 -.1944
ekstrak rosella 100mg -1.26000* .08899 .000 -1.4456 -1.0744
ekstrak rosella 50mg
kontrol negatif cmc .80000* .08899 .000 .6144 .9856
kontrol positif
furosemid -1.68000
* .08899 .000 -1.8656 -1.4944
ekstrak rosella 25mg .38000* .08899 .000 .1944 .5656
ekstrak rosella 100mg -.88000* .08899 .000 -1.0656 -.6944
ekstrak rosella 100mg
kontrol negatif cmc 1.68000* .08899 .000 1.4944 1.8656
kontrol positif
furosemid -.80000
* .08899 .000 -.9856 -.6144
ekstrak rosella 25mg 1.26000* .08899 .000 1.0744 1.4456
ekstrak rosella 50mg .88000* .08899 .000 .6944 1.0656
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.