karya tulis penelitian deskriptif
TRANSCRIPT
TINJAUAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
(STUDI DESKRIPTIF TENTANG TUNARUNGU DAN TUNAWICARA)
Karya Tulis ini diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia
Disusun Oleh :
1. Ade Yuli
2. Azmi Nurlatifah
3. Devi Shopyani Isman
4. Gita Utami
5. Intan Permatasari
6. Janjani Nisri Azzinani
7. Mega Suci Putri
8. Naila Amalia F.W
9. Nina Khoirinisa
10. Rena Octaviani
11. Safiratul Zakiyah
XI IPA C
MADRASAH ALIYAH NEGRI 1 BANDUNG
TAHUN AJARAN 2013/2014
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 1
Kata Pengantar
Dengan nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Alhamdulillah, kami panjatkan kehadirat Allah SWT, limpahan Rahmat, Inayah,
dan Taufik-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana yang kami laksanakan di
SLB B TUTWURI HANDYANI yang terletak di jalan Perumnas yang berjudul “
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Deskrptif Tentang
Tunawicara dan Tunarungu)”
Meskipun dalam pengerjaan karya tulis ini, kami selaku penyusun
terkadang mengalami kesulitan. Namun, banyak pihak yang membantu kami
sehingga kesulitan yang kami hadapi dalam penyusunan karya tulis ini dapat
terselesaikan.
Karya tulis ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman
yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para
pembaca terutama dari Bapak/Ibu Guru khususnya untuk perbaikan tugas ini
untuk memberikan kritik maupun saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan karya tulis ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin
Jazakumullah khairan katsiran, aamiin
Penyusun
……………………
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………..………………………………………………… i
Daftar Isi............................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………..……………………………………. 1
B. Rumusan Masalah………………….………..………………….................... 2
C. Tujuan Penulisan ...………………………………..………………………... 2
D. Manfaat Penulisan …………………………...……...……….……………... 2
BAB II. TINJAUAN TEORITIS
A. Tunarungu …………………………………………………………………. 3
B. Tunawicara ……………….…………………………………….................... 7
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ……………….………….…….…………….…………….. 10
B. Tempat Pelaksanaan Observasi ……………....…......................................... 10
C. Waktu Pelaksanaan Observasi …………………………………………...… 11
D. Metode Penelitian ………………………………………………………….. 12
E. Teknik Pengumpulan Data…………………………………….……………. 12
BAB IV. HASIL dan PEMBAHASAN
A. Hasil …………………………………………………….............................. 13
B. Pembahasan …....………………………………………...........………....... 14
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 18
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia sebagai makhluk sosial yang perlu berinteraksi satu
sama lain. Hal ini dikarenakan manusia dapat berkembang dengan
lingkungannya karena ada manusia lainnya. Manusia ingin mengungkapkan
perasaan, keinginan hatinya dan pikirannya masing-masing dengan cara
komunikasi (Fidiawati, 2012). Allah menciptkan manusia dengan sempurna,
namun kesempurnaan itu tidak dimiliki oleh setiap orang. Di setiap kekurangan
pasti ada kelebihan, seperti halnya pada anak yang berkebutuhan khusus.
Menurut Buharudin (2012) dalam artikelnya anak berkebutuhan khusus adalah
anak yang mempunyai kelainan atau gangguan baik fisik, emosi, sosial,
intelegensi, yang sedemikian rupa, sehingga mereka memerlukan pelayanan
khusus agar dapat mengembangkan seoptimal mungkin
Anak berkelainan dikonotasikan suatu kondisi yang menyimpang dari rata-
rata pada umumnya, contohnya adalah anak cacat, baik cacat fisik maupun
mental (Efendi, 2006:2). Anak cacat fisik sejak lahir ataupun karena kecelakaan
seperti tidak mempunyai tangan atau kaki yang sempurna, buta warna, atau tuli,
buta maupun bisu juga termasuk dalam kategori anak yang berkebutuhan
khusus. Kemudian pengertian berkembang bahwa anak berkelainan menjadi
anak yang memiliki kebutuhan individual yang tidak dapat disamakan dengan
anak normal pada umumnya.
Dengan memberikan kesempatan yang sama bagi anak berkelainan untuk
memperoleh pendidikan dan pengajaran, berarti memperkecil kesenjangan antara
anak normal dengan anak berkelainan (Bratasari, 2009). SLB B TUTWURI
HANDYANI adalah salah satu sekolah swasta yang berada di Bandung yang
menerima anak berkebutuhan khusus diantaranya tunarungu dan tunawicara,
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 4
untuk mendapat pendidikan dan pengajaran yang layak dan cocok bagi anak yang
berkebutuhan khusus. Oleh karena itu kami memiliki keinginan untuk
mengetahui latar belakang sekolah bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah kegiatan belajar mengajar di SLB sama dengan sekolah umum
lainnya?
2. Bagaimana cara menyalurkan bakat penyandang tunarungu dan tunawicara?
3. Mengapa mereka lebih memilih sekolah khusus dibandingkan dengan sekolah
umum?
C. Tujuan
Adapun tujuan kami menulis makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses mengajar di SLB sama dengan sekolah umum
lainnya.
2. Untuk mengetahui bagaimana cara menyalurkan bakat penyandang tunarungu
dan tunawicara.
3. Untuk mengetahui alasan mereka lebih memilih bersekolah di SLB.
D. Manfaat
Penelitian ini dapat memberikan manfaat diantaranya:
1. Menambah wawasan tentang proses kegiatan mengajar di SLB.
2. Bagi sekolah, menambah literatur sekolah mengenai tunarungu dan
tunawicara.
3. Bagi masyarakat, memberikan pengetahuan agar tidak terjadi kesenjangan
sosial bagi penyandang tunarungu dan tunawicara.
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Tunarungu
1. Pengertian Tunarungu
Murni Winarsih (2007: 23), menyatakan dalam artikelnya tunarungu adalah
seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar
baik sebagian atau seluruhnya yang di akibatkan oleh tidak fungsinya sebagian
atau seluruh alat pendengaran, sehingga anak tersebut tidak dapat menggunakan
alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut berdampak
terhadap kehidupannya secara kompleks terutama pada kemampuan berbahasa
sebagai alat komunikasi yang sangat penting.
Gangguan mendengar yang dialami anak tunarungu menyebabkan
terhambatnya perkembangan bahasa anak, karena perkembangan tersebut sangat
penting untuk berkomunikasi dengan orang lain. Berkomunikasi dengan orang
lain membutuhkan bahasa dengan artikulasi atau ucapan yang jelas sehingga
pesan yang akan disampaikan dapat tersapaikan dengan baik dan mempunyai
satu makna, sehingga tidak ada salah tafsir makna yang di komunikasikan.
Sedangkan Iwin Suwarman (Edja Sadjaah. 2005: 75), pakar bidang medik,
memiliki pandangan yang sama bahwa anak tunarungu dikategorikan menjadi
dua kelompok. Pertama Hard of hearing adalah seseorang yang masih memiliki
sisa pendengaran sedemikian rupa sehingga masih cukup untuk digunakan
sebagai alat penangkap proses mendengar sebagai bekal primer penguasaan
kemahiran bahasa dan komunikasi dengan yang lain baik dengan maupun tanpa
mengguanakan alat bantu dengar. Kedua The Deaf adalah seseorang yang tidak
memiliki indera dengar sedemikian rendah sehingga tidak mampu berfungsi
sebagi alat penguasaan bahasa dan komunikasi, baik dengan ataupun tanpa
menggunakan alat bantu dengar. Kemampuan anak tunarungu yang tergolong
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 6
kurang dengar akan lebih mudah mendapat informasi sehingga kemampuan
bahasanya akan lebih baik. Anak tuli yang sudah tidak mempunyai sisa
pendengaran otomatis untuk mendapat informasi sulit sehingga kemampuan
bahasanya kurang baik.
2. Klasifikasi Tunarungu
Kemampuan mendengar dari individu yang satu berbeda dengan individu
lainnya. Apabila kemampuan mendengar dari sesorang ternyata sama dengan
kebanyakan orang, berarti pendengaran anak tersebut dapat dikatakan normal.
Bagi tunarungu yang mengalami hambatan dalam pendengaran itu pun masih
dapat dikelompokkan berdasarkan kemampuan anak yang mendengar.
Klasifikasi anak tunarungu (Permanarian Somad 1996: 29) adalah sebagai
berikut :
a. 0 dB : menunjukkan pendengaran optimal.
b. 0-26 dB : menunjukkan masih mempunyai pendengaran normal.
c. 27-40 dB : menunjukkan kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh,
membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukan terapi
wicara (tergolong tunarungu ringan).
d. 41-55 dB : mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas,
membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara (tergolong tunarungu
sedang).
e. 56-70 dB : hanya bisa mendengar suara dari arak yang dekat, masih
mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa ekspresif ataupun reseptif
dan bicara dengan menggunakan alat bantu dengar serta dengan cara yang
khusus (tergolong tunarungu agak berat).
f. 71-90 dB : hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang dianggap
tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa yang intensif, membutuhkan alat
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 7
bantu mendengar (ABM) dan latihan bicara secara khusus (tergolong
tunarungu berat).
g. 91 dB keatas : mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran,
banyak tergantung pada penglihatan daripada pendengarannya untuk proses
menerima informasi dan yang bersangkutan dianggap tuli (tergolong
tunarungu barat sekali).
Heri Purwanto (1998: 58-59) menyatakan karakteristik anak tunarungu
pada umumnya memiliki kelambatan dalam perkembangan bahasa bila
dibandingkan dengan perkembangan bicara anak-anak normal, bahkan anak
tunarungu total (tuli) cenderung tidak dapat berbicara (bisu).
3. Faktor Penyebab Tunarungu
Ada lima faktor yang di indentifikasi sebagai penyebab utama ketunarunguan.
1. Faktor Keturunan (Heredity)
Yaitu apabila anak tunawicara sejak dalam kandungan karena diantara
keluarga terdapat tunawicara atau membawa gen tunawicara sehingga ketika
lahir anak tersebut memiliki gangguan tunawicara. Ini disebut dengan tuli
genetis. Perbedaan rhesus ayah dan ibu juga dapat menyebabkan abnormalitas
pada kelahiran anak.
2. Faktor Ibu yang terkena Rubella (Maternal Rubella)
Maternal rubella diidentifikasi sebagai penyebab terbesar kehilangan
pendengaran pada pertengahan tahun 1960 dan diikuti sebagai penyebab
utama non genetic untuk anak tunarungu usia sekolah sampai pada tahun
1975. Rubell adalah penyakit yang disebabkan karena virus yang berbahaya
dan sulit di diagnosa secara klinis. Kira-kira 20 % dari perempuan pada masa
melahirkan dapat terjangkit Rubell, oleh karena itu harus diperkuat daya tahan
tubuhnya melalui imunisasi (Masland, 1978). Vernon dan Hick (1990)
mengatakan bahwa selain virus rubella, ada sekitar 16 virus yang diketahui
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 8
sebagai penyebab kehilangan pendengaran. Yang sangat penting untuk
diketahui adalah virus Herpes Simpleks, virus ini dapat menyebabkan ketulian
dan kecacatan lainnya pada janin atau dapat ditularkan kepada bayi melalui
saluran kelahiran jika virusnya dalam keadaan aktif.
3. Ketidaksesuaian antara darah Ibu dan Anak
4. Meningitis (Radang Selaput Otak)
Meningitis menyangkut bakteri yang menyerang labyrinth melalui sistem sel-
sel udara pada telinga tengah. Best (1963) menerangkan bahwa hampir 28 %
meningitis menjadi penyebab tetap untuk ketulian. Peristiwa yang sering
terjadi menurut Hudgins, Ries, Vernon, (1973) adalah kira-kira 5 – 7 %
merupakan refleksi keturunan sebagai hasil dari pengembangan anti biotic dan
chemo therapy.
5. Prematur
Bayi-bayi prematur yang lahir dengan berat badan tidak normal dan lahir
dengan organ tubuh yang belum sempurna dapat mengakibatkan kebisuan
yang kadang disertai ketulian. Kurangnya berat pada ketika lahir juga dapat
menyebabkan jaringan-jaringan
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 9
B. Tunawicara
1. Pengertian Tunawicara
Menurut Heri Purwanto dalam buku Ortopedagogik Umum (1998)
tunawicara adalah apabila seseorang mengalami kelainan baik dalam pengucapan
(artikulasi) bahasa maupun suaranya dari bicara normal, sehingga menimbulkan
kesulitan dalam berkomunikasi lisan dalam lingkungan. Sedangkan menurut
Menurut Frieda Mangunsong,dkk dalam Psikologi dan Pendidikan Anak Luar
Biasa, tunawicara atau kelainan bicara adalah hambatan dalam komunikasi
verbal yang efektif. Kemudian menurut Dr. Muljono Abdurrachman dan
Drs.Sudjadi S dalam Pendidikan Luar Biasa Umum (1994) gangguan wicara
atau tunawicara adalah suatu kerusakan atau gangguan dari suara, artikulasi dari
bunyi bicara, dan atau kelancaran berbicara.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak tunawicara adalah
individu yang mengalami gangguan atau hambatan dalam komunikasi verbal
sehingga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.
2. Klasifikasi Tunawicara
Dalam buku Ortopedagogik Umum (1998), Heri Purwanto mengemukakan
tunawicara secara umum diklasifikasikan menjadi 4 bagian,yaitu
1. Keterlambatan bicara (Delayed speech)
Yaitu seseorang yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan
bicaranya jika dibandingkan dengan anak seusianya.
2. Gagap (stuttering)
Yaitu kelainan dalam memulai pembicaraan dapat berupa :
a. Pemanjangan fonom atau suku kata depan (prolongation),
b. Pengulangan suku kata depan ( repetition )
c. Gerak mulut berbicara namun tidak keluar suara ( silent struggle )
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 10
d. Anak dengan kekacauan dalam berbicara (cluttering), biasanya berupa
bicara terlalu cepat, struktur kalimat tidak karuan, repitisi berlebihan
3. Kehilangan kemapuan berbahasa (disphasia).
Yaitu kehilangan kemampuan berbahasa mulai dari kesalahan dalam inti
pembicaraan sampai tidak dapat bebicara sama sekali.
4. Kelainan suara (voice disorder)
Ditandai dengan perbedaan suara dengan anak normal. Adapun kelainan
suara berupa :
a. Kelainan nada (pitch)
Kelainan nada bicara dapat berupa nada terlalu tinggi, terlalu rendah, atau
monoton.
b. Kelainan kualitas suara
Kelainan kualitas atau warna suara berupa serak, lemah, atau desah
c. Kelainan keras lembutnya suara.
Kelainan ini dapat berupa suara keras ataupun suara lembut
3. Faktor Penyebab Tunawicara
Drs.Sardjono mengutip (Moh. Amni dkk,1979:23) Anak tunawicara dapat
terjadi karena gangguan ketika :
1. Sebelum anak dilahirkan/ masih dalam kandungan (pre natal)
a. Hereditas (keturunan)
Yaitu apabila anak tunawicara sejak dalam kandungan karena diantara
keluarga terdapat tunawicara atau membawa gen tunawicara sehingga ketika
lahir anak tersebut memiliki gangguan tunawicara. Ini disebut dengan tuli
genetis. Perbedaan rhesus ayah dan ibu juga dapat menyebabkan abnormalitas
pada kelahiran anak.
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 11
b. Anoxia
Kekurangan oksigen dalam janin dapat menyebabkan kerusakan pada otak
dan saraf yang menyebabkan ketidaksempurnaan organ salah satunya \aorgan
bicara seperti pita suara, tenggorokan, lidah, dan mulut.
2. Pada waktu proses kelahiran dan baru dilahirkan (umur neo natal)
Prematur
Bayi-bayi prematur yang lahir dengan berat badan tidak normal dan lahir
dengan organ tubuh yang belum sempurna dapat mengakibatkan kebisuan
yang kadang disertai ketulian. Kurangnya berat badan pada ketika lahir juga
dapat menyebabkan jaringan-jaringan rusak.
3. Setelah dilahirkan ( pos natal)
a. Infeksi
Sesudah dilahirkan anak menderita infeksi misalnya campak yang
menyebabkan tuli preseftik, virus akan menyerang cairan koklea,
menyebabkan anak menderita otitis media (koken). Akibat yang sama akan
terjadi bila anak menderita scaerlet fever, dipteri, batuk k ejang atau tertular
sifilis.
b. Meningitis (radang selaput otak)
Penderita akan mengalami kelainan pada pusat saraf pendengaran dan
akan mengalami ketulian perseptif.
c. Infeksi alat pernafasan
Seseorang dapat menjadi tunawicara apabila terjadi gangguan pada
organ pernafasan seperti paru-paru, laring, atau gangguan pada mulut dan
lidah.
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 12
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, karena tidak dilakukan
suatu perlakuan tertentu terhadap objek penelitian melainkan melakukan
pengamatan secara apa adanya.
B. Tempat Pelaksanaan Observasi
Kegiatan observasi dilaksanakan di SLB B TUTWURI HANDAYANI,
yang terdapat di Jl. Perumnas Cijerah I blok 5 no.45 Kota Bandung. Di SLB
tersebut pun memiliki 26 siswa, diantaranya sebagai berikut :
NO NAMA TTL
1. Asep Rohman Bandung, 9/7/2005
2. Dina Hilmaya Putri Kebumen, 3/7/2007
3. Muhammad Richarda Randy Bandung, 9/20/2004
4. Reni Andriani Yullianti Bandung, 7/1/2004
5. Aditya Pranana Bandung, 6/6/2007
6. Muhammad Safiq Nawawy Bandung, 10/14/2006
7. Aditya Eka permana Bandung, 9/24/2004
8. Ali Murobi Bandung, 5/19/2004
9. Ahmad Zaenal Mustafa Bandung, 2/26/2005
10. Andrian Faizal Febian Bandung, 5/2/2002
11. Rio Maulana Bandung, 7/2/2002
12. Muhamad Fajar Kurniawan Bandung, 3/7/2002
13. Farda Tsania Bandung, 2/28/2003
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 13
14. Galih, Septiana Bandung, 9/27/2003
15. Nuzulnur zaki Dinnullah Bandung, 3/24/2002
16. Yayang Putri Cahyana Hidayat Bandung 9/9/2001
17. Fiki Akmal Syahdan Bandung, 4/16/2002
18. Nabila Arzelike Raya Bandung 3/10/2003
19. Syifa Rubhi Adawiyah Bandung, 5/13/2001
20. Yerisa Firdaus Bandung, 6/7/1996
21. Agus Firman Setiadi Bandung, 6/1/1999
22. Indri Aulia Bandung, 5/19/1999
23. Ahmad Sobari Bandung, 3/1/1995
24. Fajar Budiman Bandung, 1/11/1993
25. Dian Fuji Utami Bandung, 2/25/1994
26. Arsy Cagniti Tasikmalaya, 5/6/1992
Tabel 3.1 : Data Siswa SLB B TUTWURI HANDAYANI
C. Waktu Pelaksanaan Observasi
Penelitian ini dilakukan pada waktu yang bertahap, dimulai sejak dua
minggu yang lalu mulai dari persiapan hingga finishing. Adapun observasi ke
lokasi untuk wawancara ke narasumber dilakukan pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 11 Maret 2014
Waktu : 09.00 WIB-selesai
Tempat : SLB B TUTWURI HANDAYANI
D. Metode PenelitianTinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 14
Metode penelitian yang kami pakai adalah Studi Lapangan. Menurut Field
Research, studi lapangan adalah pengumpulan data secara langsung ke lapangan
dengan mempergunakan teknik pengumpulan data
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan oleh kami ialah observasi dan
wawancara. Observasi menurut Guba dan Lincoln, yaitu mengadakan
pengamatan terhadap obyek yang diteliti. Observasi dilakukan untuk
memperoleh informasi tentang kelakuan manusia seperti terjadi dalam kenyataan.
Dengan observasi dapat kita peroleh gambaran yang lebih jelas tentang
kehidupan sosial, yang sukar diperoleh dengan metode lain. Observasi ini
dilakukan oleh peneliti yang bertindak sebagai orang luar atau pengamat, dengan
tujuan untuk lebih memahami dan mendalami masalah-masalah yang terjadi
dalam kehidupan sosial dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan proses
penelitian. Sedangkan wawancara menurut Black dan Champion (1992:305)
yaitu, teknik penelitian yang paling sosiologis karena bentuknya yang berasal
dari interaksi verbal antara peneliti dan responden dan juga cara yang paling baik
untuk menentukan kenapa seseorang bertingkah laku, dengan menanyakan secara
langsung atau lebih tepatnya mengadakan aktivitas tanya jawab secara langsung
kepada responden/narasumber yang dituju.
BAB IV
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 15
HASIL dan PEMBAHASAN
A. Hasil
Data Narasumber
Nama : E. Sunarsih S.pd
Alamat : Jl. Arwana I Q.11 No.17 Komp. Margaasih Bandung
Pekerjaan : Guru SLB Perumnas
Pendidikan Terakhir : S1/UPI Jurusan Pendidikan Sekolah Khusus
1. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di Sekolah Berkebutuhan Khusus dengan
sekolah umum lainnya tentulah berbeda, meskipun kurikulum yang digunakan
sama dengan sekolah umum, SLB menerapkan cara yang lebih khusus
dikarenakan keterbatasan yang mereka miliki. Sehingga penyerapan materi
yang diterima tidaklah sama dengan anak normal pada umumnya. Seperti
halnya penyandang tunarungu dan tunawicara, proses pengajarannya lebih
ditujukkan pada kreatifitas dan bakat yang mereka miliki.
2. Cara menyalurkan bakat yang mereka miliki yaitu dengan cara mempraktekan
apa yang telah mereka pelajari seperti, menjahit, membuat kaligrafi, bermain
angklung dan kegiatan lainnya yang apat menunjang kreatifitas mereka.
adapun kegiatan sekolah lainnya seperti ekstrakulikuler bulu tangkis dan
renang yang diadakan setiap 1-3 bulan sekali.
3. Mereka lebih memilih sekolah khusus dibandingkan sekolah umum karena
merasa malu dengan keterbatasan yang mereka miliki ataupun gengsi orang
tua sehingga lebih memilih sekolah khusus dibandingkan dengan sekolah
umum selain itu ada pula yang beranggapan agar mereka diperlakukan lebih
khusus untuk menunjang kegiatan belajar mengajar yang lebih baik.
B. Pembahasan
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 16
Berdasarkan hasil wawancara yang telah didapatkan informasi mengenai
tunarungu dan tunawicara. Menurut Ibu Ernah, proses mengajar di SLB dengan
sekolah umum lainnya, sangatlah berbeda. Di SLB mempunyai cara-cara khusus
untuk pembelajaran murid-muridnya, karena pemikiran murid SLB masih
bersifat abstrak dan kemampuannya yang terbatas. Adapun kendala dalam
kegiatan belajar mengajar siswa tunarungu dan tunawicara diantaranya guru
sukar dalam menjelaskan kepada murid mengenai pelajaran yang akan
disampaikan, itu disebabkan keterbatasan yang dimiliki para murid. Kurikulum
di SLB disamakan dengan kurikulum sekolah umum lainnya. Namun diterapkan
metode yang sedikit berbeda. Pada tingkat SMA di SLB layaknya SMK, lebih
mengasah keterampilan yang dimiliki para murid dikarenakan untuk bekal
hidupnya kelak.
Gambar 3.1 kegiatan belajar mengajar di SLB
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014 )
Narasumber mengatakan bahwa para murid SLB B TUTWURI
HANDAYANI dikenakan biaya sekolah setiap bulannya sebesar Rp.50.000-,
bagi yang mampu. Biaya yang dikeluarkan oleh siswa yang mampu, digunakan
untuk kegiatan operasional sekolah serta kegiatan ekstrakulikuler. Diantaranya,
bulu tangkis dan renang yang diadakan setiap 1-3 bulan sekali. Menurut Ibu
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 17
Ernah, alasan orangtua murid lebih memilih untuk menyekolahkan anaknya di
slb dibandingkan dengan sekolah umum karena faktor gengsi/minder selain itu
agar mendapat pembelajaran yang lebih khusus.
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 18
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Anak yang berkebutuhan khusus merupakan sebuah momok bagi sebagian
kalangan yang memang memandangnya sebagai pembuat masalah dengan
berbagai alasan. Anak dengan kebutuhan khusus membutuhkan bantuan dari
berbagai aspek, baik dari segi moril dan materil untuk menunjang kehidupannya
kedepan. Anak tersebut kadang kala memiliki kelebihan yang tidak kita duga-
duga.
Tunarungu merupakan seseorang yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang
diakibatkan oleh tidak fungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran,
sehingga anak tersebut tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam
kehidupan sehari-hari. Sedangkan tunawicara merupakan seseorang yang
mengalami kelainan, baik dalam pengucapan (artikulasi) bahasa sehingga
menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi.
Tunarungu dan tunawicara disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya,
faktor genetik dan non genetik. Keduanya memiliki kesamaan faktor sehingga
ketika seseorang menyandang tuna rungu secara tidak langsung merekapun
menyandang tunawicara.
Penyandang tunarungu dan tunawicara kebanyakan lebih memilih sekolah
khusus dibandingkan dengan sekolah umum, agar mendapatkan pembelajaran
yang lebih khusus dan dengan mudah dapat menyalurkan bakat mereka melalui
kegiatan kegiatan yang diadakan disekolah tersebut dengan metode yang berbeda
dari sekolah umum. Diantaranya ekstrakulikuler bulu tangkis dan renang yang
diadakan setiap 1-3 bulan sekali.
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 19
2. Saran
Pelayanan kesehatan bagi anak di SLB, perlu mendapat perhatian dan
penanganan secara khusus dari berbagai pihak untuk mengurangi dan mencegah
derajat kecacatan yang lebih parah, sehingga diharapkan mereka dapat
melakukan aktifitas kehidupan sehari hari secara maksimal.
Diharapkan pemerintah lebih meningkatkan pemberdayaan tenaga
kesehatan yang ada di indonesia, membuat institusi untuk mencetak tenaga
kesehatan yang lebih bermutu kedepannya. Membuat lebih banyak sekolah
sekolah khusus, sekolah inklusi dan sekolah segresi bagi anak anak yang
berkebutuhan khusus.
Menjalin komunikasi dengan lingkungan dan mengadakan berbagai macam
penyuluhan untuk memberikan penjelasan pada orangtua dan masyarakat tentang
anak berkebutuhan khusus agar tidak ada kesenjangan sosial. Semoga
pemerintah, masyarakat para guru, para tenaga kesehatan dan semua pihak yang
berada disemua lingkungan bahu membahu untuk menciptakan kehidupan yang
benar benar selaras dan sejalan dengan kebenaran. Dan terciptanya masyarakat
yang berpotensi segera bisa terwujud ke depannya, khususnya bagi dirinya
sendiri dan demi indonesia. Semoga semua rencana dan niat baik kita dapat
terwujud dan segera terealisasi.
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 20
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrachman, Muljono dan Sudjadi, (1994), Pendidikan Luar Biasa Umum.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan : Jakarta
Anonim, (2010). Pendidikan Anak Luar Biasa. [Online]. Tersedia:
http://zaifbio.wordpress.com/2010/01/14/pendidikan-anak-luar-biasa/ [14
Januari 2010]
Anonim, (___).Hasil Observasi Ke SLB Patriot Indihiang Tasikmalaya. [Online].
Tersedia : http://agusmmzone.wordpress.com/2012/12/19/hasil-observasi-ke-
slb-patriot-indihiang-tasikmalaya/
Anonim, (___). Penjelasan Studi Lapangan Penelitian. [Online]. Tersedia :
http://teori-ilmupemerintahan.blogspot.com/2011/06/penjelasan-studi-
lapangan-penelitian.html
Fidiawati, Ririn. (2012). Peningkatan Kemampuan Artikulasi Melalu Metode Drill
Pada Anak Tunarungu Kelas Dasar II di SLB-B YPPALB. Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta: Magelang
Hidayat, dkk. (2006). Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: UPI
PRESS
Hadis, A. (2006). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Autistik). Bandung:
Alfabeta
Tinjauan Anak Berkebutuhan Khusus 21