kasus great rivers
TRANSCRIPT
1
PELANGGARAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI PSAK NO.4
(KASUS PT GREAT RIVER INTERNATIONAL TBK.)
PT Great River International Tbk. (GRI) didirikan di Indonesia berdasarkan Akta Notaris
Warda Sungkar Alurmei, SH No. 75 tanggal 22 Juli 1976 yang telah diubah dengan Akta
Notaris Abdul Latief SH No. 117 tanggal 23 Nopember 1976. Akta Pendirian ini disahkan
oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. Y.A.5/3/5.Th.78
tanggal 15 Pebruari 1978 serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 21
Tambahan No. 124 tanggal 11 Maret 1980. Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami
beberapa kali perubahan, terakhir dengan Akta Notaris Imas Fatimah, SH No. 2 tanggal 2
Desember 2003 antara lain mengenai peningkatan modal disetor dan ditempatkan melalui
pembagian saham bonus. Perubahan Anggaran Dasar tersebut belum disetujui oleh Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Kantor Pusat:
Plaza Great River Lt. 18
Jl. HR. Rasuna Said Blok X 2 No. 1 Jakarta
Telp. (62-21) 5262460/61
Fax. (62-21) 5262462/63
P.O.Box 4011 – Jakarta 11040
Corporate Secretary:
Telp. (62-21) 5262460/61
Fax. (62-21) 5262462/63
Bidang Usaha:
Sesuai dengan pasal 3 anggaran dasar Perusahaan, kegiatan Perusahaan antara lain meliputi
industri pakaian jadi dan perdagangan.
2
Sejarah Singkat Perseroan
1976 - Didirikan oleh Sukanta Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja dengan nama PT Great River
Garments Industries, dengan karyawan 150 orang
1977/78 - Memperoleh lisensi pertama berupa pakaian pria dan pakaian dalam wanita
1987 - Berturut-turut setiap tahun memperoleh lisensi merek-merek international terkemuka
1989 - Saham Perseroan tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya
1991 - Meraih predikat “Indonesia Best Managed Company” dari majalah Asiamoney
1992 - Berganti nama menjadi PT Great River Industries
1993 - Melaksanakan right issue yang pertama
1993 - Mendirikan anak perusahaan, PT Inti Fasindo Internasional untuk menangani usaha
distribusi dan retail
1991 - Menjalin kerjasama dengan Tomen Co. dari Jepang mendirikan perusahaan patungan
PT GT Utama Garments
1992-Menjalin kerjasama dengan Mitsui Corp.dan Itabashi Co. dari Jepang, mendirikan
perusahaan patungan PT Great Iphock International, memproduksi knitwear
1992 - Menjalin kerjasama dengan Gunze Ltd. dari Jepang, mendirikan perusahaan patungan
PT Gunze Indonesia, memproduksi benang jahit
1994 - Menjalin kerjasama dengan Toyobo Co.dari Jepang mendirikan perusahaan patungan
PT Toyobo Knitting Indonesia, memproduksi knit, dyeing & finishing
1994 - Menjalin kerjasama dengan Gunze Ltd. dari Jepang mendirikan perusahaan patungan
PT Gunze Sock Indonesia, memproduksi kaus kaki
1995 - Menjalin kerjasama dengan van Laack GmbH, dari Jerman mendirikan perusahaan
patungan Great River/ van Laack International, memproduksi pakaian pria
1995 - Lisensi yang ditangani oleh Perseroan mencapai lebih dari 30 merek internasional,
terdiri dari pakaian dalam, kemeja, pakaian kasual, pakaian anak-anak, household
1996 - Melaksanakan right issue yang kedua
1997 - Meraih sertifikasi ISO 9002 untuk quality management dan diperbarui tahun 1999
1997 - Meraih predikat “Indonesia Best Managed Company” dari majalah Asiamoney untuk
kedua kali
2000 - Meraih kualifikasi “Kecelakaan Kerja Nihil” (Zero Accidents) dari Departemen
Tenaga Kerja
1996 - Berganti nama menjadi PT Great River International
2000 - Usaha ekspor Perseroan mencapai 69% dari total nilai penjualan
2001 - Menyelesaikan restrukturisasi tahap I dengan Termsheet melalui Prakarsa Jakarta
3
2001 - Nilai penjualan ditargetkan meningkat 9,6%, dengan usaha ekspor mencapai 65% dari
total penjualan Fasilitas Produksi
•Kompleks Great River I (Cibinong) : - Pakaian dalam wanita, pakaian pria, jeans & celana
panjang, woven label
•Kompleks Great River II (Cikarang) : - Pakaian dalam pria, pakaian anak-anak
•Kompleks Great River III (Purwakarta) : - Pakaian dalam wanita
Susunan Manajemen :
Dewan Komisaris :
Presiden Komisaris : Kumbo Yudho Sullistyo
Komisaris Independen : Ir. Soesanto Sahardjo
Komisaris : Prof. DR. Charles Himawan SH, LLM Francis SH Lay, MBM
Dewan Direksi :
Direktur utama : Sunjoto Tanudjaja, MBA
Direktur: Ir. Doddy Soepardi, Drs. Philip Juchahana, Albert Setiawan, MBA, Jim kurnia
Kelompok Usaha
PT Great River International
PT Great
River Van
Laack
Indonesia
(51%)
PT Inti
Fasindo
Internasional
(99,93%)
PT GT Utama
Garments
(100%)
PT Sangga
Label Industri
(100%)
Apparel
World Sdn,
Bhd
(100%)
4
Kegiatan Korporasi 2001 :
• Peringatan 150 tahun Arrow, kemeja pria terpopuler di Indonesia versi majalah SWA (SWA
edisi Juni 2000)
• Meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi dan pemasaran • Meningkatkan
penjualan ekspor
• Mencari peluang pasar baru ekspor
• Meningkatkan penjualan dalam negeri
Kendala-Kendala Internal :
• Kepastian hukum, kondisi sosial, politik, keamanan kurang kondusif
• Kurangnya kenyamanan dan ketenangan berusaha
• Kenaikan UMR, TDL, BBM secara berturut-turut berdampak pada meningkatnya biaya
operasional
• Daya beli pasar domestik masih lemah
Kendala-Kendala Eksternal :
• Sistem kuota
• Menurunnya perekonomian dunia berpengaruh terhadap eksport
• Dampak pasca tragedi „911‟
• Tariff & non-tariff barriers
• Proteksi dari negara industri seperti Uni Eropa (ISO, Eco-labeling, ILAC, CSM-2000) dan
Amerika Serikat (WRAP)
Potensi Pertumbuhan Perusahaan :
• Great River merupakan perusahaan pakaian jadi terkemuka di Indonesia, meliputi produksi,
distribusi dan retail
• Memiliki 6000 konsumen ritel dan 71 unit toko milik sendiri
• Tetap konsisten pada bisnis inti (core bisnis)
• Aliansi strategis dengan Dept Store nasional dan internasional
• Negara tujuan ekspor melebihi 20 negara
• kapasitas produksi mencapai 44 juta potong per tahun
• Ekspansi melalui “ Direct Selling” dengan 67,500 Fashion Dealers
• Strategi operasional melalui usaha patungan
5
Ikhtisar Laporan Keuangan (dalam miliar Rupiah)
2001E 2000A 1999A
Aktiva Lancar 364.9 379.7 390.2
Aktiva Tetap Bersih 614.9 651.9 469.7
Aktiva Lain-lain 914.1 643.1 394.0
Total Aktiva 1,893.9 1,674.7 1,253.9
Pasiva Lancar 775.1 788.8 418.9
Hutang Jangka Panjang 756.6 531.9 671.0
Hak Minoritas 1.2 1.8 2.2
Ekuitas 361.0 352.2 161.8
Total Kewajiban dan Ekuitas 1893.9 1,674.7 1,253.9
Penjualan 707.7 645.7 494.4
Penjualan Bersih 685.5 623.1 476.7
Laba Kotor 126.9 81.0 123.3
Laba (Rugi) Usaha (27.7) (123.2) (60.3)
Laba Bersih 10.3 5.2 5.1
6
Susunan Pemegang Saham :
Berdasarkan Laporan Keuangan Tahunan per 31 Desember 2003, susunan pemegang saham
sebagai berikut:
No. Keterangan
Jumlah Total
(%)
Saham Nilai Nominal
(Rp)
A. Modal Dasar 1.550.000.000 775.000.000.000
B. Modal Ditempatkan dan Disetor Penuh :
PT Centrapermata Karya 198.360.000 99.180.000.000 51,1132
Kumbo Yudho Yoga Soegama 44.000 22.000.000 0,0113
Masyarakat
- Asing
- Indonesia
90.833.828
98.842.172
45.416.914.000
49.421.086.000
23,4060
25,4695
Jumlah 388.080.000 194.040.000.000 100.00
C. Modal dalam Portepel 1.161.920.000 580.960.000.000
Pengurus dan Pengawas:
Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan tanggal 18 Juni 2003, susunan dewan
komisaris dan direksi sebagai berikut:
Komisaris
Presiden Komisaris : Kumbo Yudho Sulistyo Yoga Soegama
Wakil Persiden Komisaris : Kardinal Alamsyah Karim
Komisaris : Mari Elka Pangestu, Wolfgang Rohde, Nana Sutresna Sastradi
Direksi
Presiden Direktur : Sunjoto Tanudjaj
Direktur : Ir Doddy Soepandi Haroen Al Rasyid, Hasanuddin Rachman,
Djims Kurnia, Eddy Gono
7
Ikhtisar Data Keuangan Penting
Keterangan
(dalam jutaan rupiah)
31 Des 2003 31 Des 2002 31 Des 2001 31Des 2000 31 Des 1999
Aktiva lancar 492.593 389.087 353.454 386.282 390.139
Aktiva tidak
lancar 630.025 597.939 894.827 1.288.434 863.735
Total Aktiva 1.122.618 987.026 1.248.281 1.674.716 1.253.874
Kewajiban lancar 280.992 331.923 1.061.222 788.816 418.872
Kewajiban tidak
lancar 397.313 227.485 687.866 531.872 671.043
Total Kewajiban 678.305 559.408 1.749.088 1.320.688 1.089.915
Hak minoritas
(jika ada) 2.255 2.105 1.960 1.815 2.199
Saldo laba
(defisit) - - - - -
Jumlah Ekuitas
(Defisiensi
modal) 442.058 425.513 (502.767) 352.213 161.750
Penjualan bersih 509.362 423.775 646.610 623.186 476.749
Beban Pokok
Penjualan 310.976 276.748 535.313 542.178 353.377
Laba (rugi) kotor 198.386 147.027 111.297 81.008 123.372
Laba (rugi)
usaha
8
Laba (rugi)
bersih 16.113 925.226 (375.561) 5.204 5.128
Kas bersih yang
diperoleh dari
(digunakan
untuk) aktivitas
operasi - - - - -
Current ratio 175,30% 117,22% 33,31% 276,10% 411,80%
Debt to assets 60,42% 56,68% 140,12% 78,86% 86,92%
Debt to equity 153,44% 131,47% (347,89%) 374,97% 673,83%
Gross profit
margin 38,95% 34,69% 17,21% 13,00% 25,88%
Tahun 2008 2007 2006 2005 2004
KAP
Rama
Wendra
Doli,
Bambang,
Sudarmadji
& Dadang
Rodi
Kartamulja,
Budiman &
Rekan
Rodi
Kartamulja,
Budiman &
Rekan
Rodi
Kartamulja,
Budiman &
Rekan
Partner
Acep
Kusmayadi
Bambang
Hartadi
Opini WTP WTP WTP WTP WTP
Alasan Non
WTP - - - - -
Informasi Fakta Material/ Corporate Action
9
TAHUN 2003
Penerbitan Obligasi
Tanggal 6 Januari 2003, Anak Perusahaan (IFI) menerbitkan obligasi dengan nama Obligasi
Inti Fasindo I tahun 2002 yang dicatatkan di Bursa Efek Surabaya dengan suku bunga tetap
dan/atau mengambang. Penerbitan obligasi tersebut memperoleh hasil pemeringkatan dari PT
Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) dengan peringkat id BBB (stable outlook). Tanggal 7
Oktober 2003, Perusahaan menerbitkan obligasi dengan nama Obligasi Great River
International I tahun 2003 yang dicatatkan di Bursa Efek Surabaya dengan suku bunga tetap.
Penerbitan obligasi tersebut memperoleh hasil pemeringkatan dari PT Kasnic Credit Rating
Indonesia dengan peringkat A.
TAHUN 1996
Penawaran Umum Terbatas Dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu
Pernyataan pendaftaran Perusahaan untuk menerbitkan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu
kepada para pemegang saham (Penawaran Umum Terbatas II) sebanyak 129.360.000 saham
dengan nilai nominal Rp 1000 per saham dengan harga penawaran Rp 1000 per saham
menjadi efektif melalui Surat No. S-82/PM/1996 tanggal 29 Januari 1996 dari Ketua
Bapepam.
TAHUN 1993
Penawaran Umum Terbatas
Berdasarkan Surat No. S-692/PM/1993 tanggal 10 Mei 1993 dari Ketua Bapepam pernyataan
pendaftaran Perusahaan menjadi efektif untuk menerbitkan 21.560.000 saham dengan nilai
nominal Rp 1000 per saham dengan harga penawaran Rp 1.700 per saham melalui Hak
Memesan Efek Terlebih Dahulu kepada para Pemegang Saham (PUT I).
TAHUN 1989
Pernyataan Pendaftaran (IPO)
Pernyataan pendaftaran Perusahaan untuk menawarkan 4.900.000 saham dengan nilai
nominal Rp 1000 per saham dengan harga penawaran Rp 8.700 per saham kepada masyarakat
telah menjadi efektif melalui Surat No. SI-054/SHM/MK.10/1989 tanggal 19 September
1989 dari Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).
10
Kronologis Obligasi GRI I Tahun 2003 :
Great River menerbitkan Obligasi Great River International I tahun 2003 senilai Rp. 300
Miliar pada tanggal 13 Oktober 2003 dan jatuh tempo pada 13 Oktober 2008 dengan
peringkat A dari PT Kasmic Credit Rating Indonesia
22 Oktober 2004, Kasnic menurunkan peringkat obligasi GRI I tahun 2003 menjadi BBB+
Kupon bunga ke-5 jatuh tempo pada tanggal 13 Januari 2005 senilai Rp 11 Miliar, karena
kesulitan keuangan, Perseroan meminta tenggang waktu hingga 27 Januari 2005
13 Januarai 2005, BEJ melakukan suspense terhadap perdagangan saham GRIV di BEJ
24 Januari 2005, Kasmic menurunkan peringkat obligasi GRI I tahun 2003 menjadi BB
dengan outlook negative
GRIV mendapatkantoleransi dari BES untuk melakukan pembayaran hingga 31 Januari 2005
Hingga tenggang waktu 2 Februari 2005, GRIV belum membayar kupon bunga ke-5 obligasi
GRI I tahun 2003
7 Februari 2005, Kasnic menurunkan peringkat obligasi GRI I tahun 2003 menjadi D
(Default) dengan outlook negative
Keadaan Perseroaan Saat Ini :
Kegiatan operasional Perseroan berjalan normal, pabrik masih berproduksi
Kondisi karyawan terkendali. Seluruh karyawan baik dari pabrik, kantor pusat, maupun
kantor cabang, masuk seperti biasa
Listrik di Gedung Plaza GRI Kantor Pusat dimatikan, sehingga kegiatan di kantor pusat
terhambat
Perseroan belum mampu untuk melakukan pembayaran terhadap kewajiban yang harus
dibayarkan
Latar Belakang Permasalahan :
Perseroan mengalami kekurangan modal kerja
Tidak tercapainya target penjualan domestic karena masuknya barang berharga murah dari
China dan Vietnam, sehingga menyebabkan terjadinya penumpukan stok di took-toko
Penjualan ekspor mengalami tekanan harga jual sehingga margin keuntungan turun, karena
persaingan yang berat
Biaya operasional yang tinggi dan meningkat secara signifikan setiap tahun (kenaikan UMP
dan biaya TDL, telpon dan bahan bakar)
11
Secara umum, perseroan tidak cukup fleksibel menghadapi perubahan dan tantangan yang
terjadi di pasar dengan tingkat persaingan yang semakin ketat
Kondisi Hutang Perseroan :
Perseroan memiliki hutang obligasi senilai Rp 300 Miliar. Penggunaan dana hasil obligasi
tersebut adalah :
74% untuk melunasi hutang bank jangka panjang perseroan
26% untuk pembelian aset seperti penambahan mesin jahit dan modal kerja Perseroan
Perseroan memiliki total kewajiban sebesar lebih dari Rp 300 Miliar (Hutang Bank, Hutang
Usaha, dan Kewajiban lainnya)
Ikhtisar Data Keuangan Penting :
Laba / Rugi
(dalam jutaan Rupiah)
Keterangan Diaudit
2002 2003 s/d September
2004
Penjualan Bersih 423.775 509.362 327.823
Laba Kotor 147.027 198.386 145.007
Beban Usaha (144.718) (119.919) (70.423)
Laba (Rugi) Usaha 2.309 78.467 74.584
Laba (Rugi) Bersih 925.226 16.113 7.203
12
Neraca
(dalam jutaan Rupiah)
Keterangan Diaudit
2002 2003 s/d September
2004
Aktiva Lancar 389.088 492.592 538.082
Aktiva Tidak Lancar 597.940 630.028 662.564
Jumlah Aktiva 887.028 1.122.618 1.200.646
Kewajiban Lancar 331.923 280.992 350.380
Kewajiban Tidak Lancar 227.485 397.313 398.378
Hak Minoritas 2.106 2.255 2.489
Jumlah Ekuitas 425.513 442.058 449.389
Rasio Keuangan
Keterangan 2002 2003 s/d September
2004
Rasio Pertumbuhan (%)
Penjualan (34,48) 20,19 (7,42)
Laba Sebelum Pajak Penghasilan 47,38 103,42 (52,54)
Laba bersih 346,36 (98,28) (49,94)
Rasio Usaha (%)
Laba Sebelum Taksiran Pajak Penghasilan /
Pendapatan
(181,68) 4,59 3,12
Laba Bersih / Pendapatan 218,33 3,16 2,20
Laba Bersih / Aktiva 93,74 1,44 0,80
Rasio Keuangan
Kewajiban / Ekuitas 1,32 1,54 1,67
Kewajiban / Aktiva 0,67 0,61 0,63
13
Kronologis Kasus Pelanggaran Yang Berhubungan Dengan PSAK No.4
PT Great River International merupakan perusahaan pakaian jadi berkualitas tinggi dan
terkemuka di Indonesia. PT Great River International Didirikan oleh Sukanta Tanudjaja dan
Sunjoto Tanudjaja pada tahun 1976 dengan nama PT. Great River Garments Industries.
Kemudian pada tahun 1996 Berganti nama menjadi PT Great River International. Pada
awalnya, PT Great River International mengalami perkembangan yang sangat pesat hal ini
ditandai dengan diperolehnya beberapa kali penghargaan dari majalah Asiamoney dan
berhasil lulus sertifikasi ISO 9002 untuk quality management.
Namun mulai tahun 2002, PT. Great River International mulai mengalami kesulitan keuangan
dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke
Pengadilan Niaga. Permohonan PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan permohonan
pailit yang diajukan oleh Citibank atas utang senilai US $10 juta yang berasal dari US $ 2
juta dari Revolving Credit Agreement pada 16 Februari 1994 dan US $ 8 juta dari Revolving
Credit Agreement-Domestic Trade Payable Onshore tanggal 16 November 1995..
PT Great River International memperkirakan jumlah kewajibannya yang telah dan akan jatuh
tempo, di luar utangnya kepada Citibank, adalah sebesar US $179.291.292. Sedangkan total
aset yang dimiliki diperkirakan sebesar Rp1.674.716.315.355. Perusahaan garmen PT Great
River International Tbk membukukan laba bersih sebesar Rp 1,023 trilyun per September
2002, melonjak dari periode yang sama tahun sebelumnya yang masih membukukan rugi
bersih Rp 11,298 milyar. Demikian dikemukakan Dirut Great River Sunjoto Tanudjaja dalam
laporan keuangan kepada Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Lonjakan laba bersih itu lebih disebabkan adanya pendapatan pos luar biasa dari hasil
restrukturisasi utang sebesar Rp 1,277 trilyun. Dari total utang sebesar 172,5 juta dollar AS,
Great River memperoleh potongan utang (hair cut) sebesar 85 persen atau untuk setiap dollar
utangnya, perseroan hanya membayar 15 sen. Oleh karena itu, pos-pos yang tadinya untuk
membayar utang, karena ada koreksi pembukuan, berubah menjadi keuntungan. Secara
langsung, pendapatan dari pos luar biasa tersebut tidak mempengaruhi aliran dana tunai (cash
flow) perusahaan, tetapi mengubah struktur keuangan perseroan menjadi positif.
Sebagaimana dialami berbagai emiten lainnya, perusahaan garmen ini mengalami kesulitan
keuangan semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Melonjaknya nilai tukar dollar AS terhadap
rupiah membuat nilai utang perseroan melejit ke atas. Proses restrukturisasi yang sudah
dirintis manajemen selama 4 tahun, sejak tahun 1998 tersebut akhirnya membuahkan hasil
dengan penandatanganan scheme buy back (skema pembelian kembali) utang pada bulan
Agustus 2002. Pada tahun 2005, salah satu pemegang saham PT. Great River International
14
Tbk mengajukan diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk
menindaklanjuti hasil audit investigasi Akuntan Publik Amir Abadi Jusuf dan Mawar. Dalam
RUPLSB tersebut, akan dimintakan persetujuan pelaksanaan kuasi reorganisasi terhadap hasil
audit investigasi terhadap perseroan yang dilakukan oleh KAP Amir Abadi Jusuf & Mawar
pada November 2005. Selain itu, RUPLSB juga akan meminta persetujuan soal
restrukturisasi seluruh utang perseroan yakni mengkonversi sebagian atau seluruh utang
menjadi saham perseroan. Termasuk pula persetujuan soal penambahan modal sehubungan
dengan konversi sebagian atau seluruh utang perseroan menjadi saham perseroan.
Akuntan publik Justinus Aditya Sidharta diindikasi melakukan kesalahan dalam mengaudit
laporan keuangan PT. Great River Internasional, Tbk. Kasus tersebut muncul setelah adanya
temuan auditor investigasi dari Bapepam yang menemukan indikasi penggelembungan
account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan
Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal
dalam membayar utang.
Berdasarkan investigasi tersebut Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang
memeriksa laporan keuangan Great River ikut menjadi tersangka. Oleh karenanya Menteri
Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin akuntan
publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran
terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan Audit atas
Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Great River tahun 2003.
Dalam konteks skandal keuangan di atas, muncullah pertanyaan apakah trik-trik rekayasa
tersebut mampu terdeteksi oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan tersebut
atau sebenarnya telah terdeteksi namun auditor justru ikut mengamankan praktik kejahatan
tersebut. Tentu saja jika yang terjadi adalah auditor tidak mampu mendeteksi trik rekayasa
laporan keuangan maka yang menjadi inti permasalahannya adalah kompetensi atau keahlian
auditor tersebut. Namun jika yang terjadi justru akuntan publik ikut mengamankan praktik
rekayasa tersebut, seperti yang terungkap juga pada skandal yang menimpa Enron, Andersen,
Xerox, WorldCom, Tyco, Global Crossing, Adelphia dan Walt Disney (Sunarsip 2002 dalam
Christiawan 2003:83) maka inti permasalahannya adalah independensi auditor tersebut.
Terkait dengan konteks inilah, muncul pertanyaan seberapa tinggi tingkat kompetensi dan
independensi auditor saat ini dan apakah kompetensi dan independensi auditor tersebut
berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik. Kualitas audit ini
penting karena dengan kualitas audit yang tinggi maka akan dihasilkan laporan keuangan
yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan.
15
Auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan.
Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan
dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan
audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari.
Namun sesuai dengan tanggungjawabnya untuk menaikkan tingkat keandalan laporan
keuangan suatu perusahaan, maka akuntan publik tidak hanya perlu memiliki kompetensi
atau keahlian saja tetapi juga harus independen dalam mengaudit. Tanpa adanya
independensi, auditor tidak berarti apa-apa. Masyarakat tidak percaya akan hasil audit dari
auditor sehingga masyarakat tidak akan meminta jasa pengauditan dari auditor. Atau dengan
kata lain, keberadaan auditor ditentukan oleh independensinya (Supriyono, 1988).
Standar umum kedua (SA seksi 220 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa “Dalam semua
hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus
dipertahankan oleh auditor “. Standar ini mengharuskan bahwa auditor harus bersikap
independen (tidak mudah dipengaruhi), karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk
kepentingan umum. Dengan demikian ia tidak dibenarkan untuk memihak. Auditor harus
melaksanakan kewajiban untuk bersikap jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik
perusahaan, namun juga kepada kreditor dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas
laporan keuangan audited.
Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan
konsolidasi Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang menyajikan
laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka. Menteri Keuangan (Menkeu) RI
terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP)
Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus
terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP)
berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River
International Tbk (Great River) tahun 2003.
Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan
pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja
dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang
Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggung jawab atas
jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti
Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan
tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP)
Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari
16
keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini
sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang
menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan
mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.
Menurut Fuad Rahmany, Ketua Bapepam-LK, pihaknya sedang melakukan penyidikan
terhadap AP yang memeriksa laporan keuangan Great River. Kalau ditemukan unsur
pidana dalam penyidikan itu, maka AP tersebut bisa dijadikan sebagai tersangka. “Kita
sedang proses penyidikan terhadap AP yang bersangkutan. Kalau memang nanti
ditemukan ada unsur pidana, maka dia akan kita laporkan juga Kejaksaan,” ujar Fuad.
Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit
laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Fuad menyatakan telah menemukan
adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Sayangnya, dia
tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan
keuangan emiten berkode saham GRIV itu. Fuad juga menjelaskan tugas akuntan adalah
hanya memberikan opini atas laporan perusahaan. Akuntan, menurutnya, tidak boleh
melakukan segala macam rekayasa dalam tugasnya. “Dia bisa dikenakan sanksi berat
untuk rekayasa itu,” katanya untuk menghindari sanksi pajak.Menanggapi tudingan itu,
Kantor akuntan publik Johan Malonda & Rekan membantah telah melakukan konspirasi
dalam mengaudit laporan keuangan tahunan Great River. Deputy Managing Director
Johan Malonda, Justinus A. Sidharta, menyatakan, selama mengaudit buku Great River,
pihaknya tidak menemukan adanya penggelembungan account penjualan atau
penyimpangan dana obligasi. Namun dia mengakui metode pencatatan akuntansi yang
diterapkan Great River berbeda dengan ketentuan yang ada. “Kami mengaudit
berdasarkan data yang diberikan klien,” kata Justinus.
Menurut Justinus, Great River banyak menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri
dengan bahan baku dari pihak pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan ongkos
operasi pembuatan pakaian. Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar negeri, nilai ekspornya
dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba
perusahaan. Justinus menyatakan model pencatatan seperti itu bertujuan menghindari
dugaan dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, katanya, saldo laba bersih tak berbeda
dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan
adanya penggelembungan nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan sebagai
menyembunyikan informasi secara sengaja. Johan Malonda & Rekan mulai menjadi
17
auditor Great River sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$
150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang
85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun
kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman
tersebut. “Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada rentang 2001-2003,” kata Justinus.
Sebelumnya Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah
melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan konsolidasi Great River ke Kejaksaan
Agung pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi
perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto
Tanudjaja. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto,
Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan,
piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River
mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terdapat indikasi penipuan dalam penyajian
laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau
overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan
itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa
pembuktian. Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu
membayar utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai
Rp 400 miliar.