kasus pak haris 2
DESCRIPTION
FARMTRANSCRIPT
FARMASI KLINIS Analisa Problem dengan Metode SOAP
STUDI KASUS
KELOMPOK 2 Ahmad Nurmin ( 10112051 )
Armeynita ( 10112011 )
Dheny Vebri ( 10112081 )
Elisa Galuh Setyorini ( 10112087 )
Henny Prasasti W. ( 10112091 )
Indah Pitriani ( 10112060 )
Khusniatul M. ( 10112018 )
Moh. Syarifudin ( 10112065 )
Mayzar Deni S. ( 10112068 )
Rico Cahyanto ( 10112041 )
Siska Vindia Sari ( 10112030 )
Ternavia Faruk ( 10112078 )
Vikta Nurpujiani ( 10112032 )
2
STUDI KASUS
Ny. JK usia 55 tahun, mengeluh mual, muntah, badan merasa lemah, dan lesu, rasa sakit di
seluruh anggota badan.
Oleh keluarganya pasien dibawa ke RS.
Setelah beberapa hari dirawat di RS, hasil diagnosa dokter menunjukkan bahwa pasien
mengalami gagal ginjal kronik dan harus menjalani hemodialisa secara rutin.
Riwayat Penyakit :
- Gastritis
- Diabetes melitus
- Hipertensi
- Hiperkolesterol
Terapi :
- Glimepiride 1 x 2 mg
- Metformin 3 x 500 mg
- Amlodipin 1 x 5 mg
- Furosemid 2 x 40 mg
- Fenofibrat 1 x 100 mg
- Ranitin 2 x 300 mg
- Lansoprazole 2 x 40 mg
Pemeriksaan Fisik :
- BB : 60 kg
- TB : 160 cm
- TD : 170 / 100 mmHg
Pemeriksaan Urin :
Proteinuria = 330 mg/hari protein
Pemeriksaan Laboratorium :
- GFR : 12 ml/menit/1,73 m2
- Sr Cr : 10 mg/L
- BUN : 43 mg/dL
- Glukosa puasa : 200 mg/dL
- Glukosa PP : 300 mg/dL
- Trigliserida : 165 mg/dL
- LDL kolesterol : 170 mg/dL
- Kolesterol total : 280 mg/dL
- Asam urat : 12 mg/dL
METODE SOAP
1. Subjektive
Nama pasien : Ny. JK
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 55 Tahun
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 60 Kg
Riwayat Penyakit : Gastritis, Diabetes Militus, Hipertensi, Hiperkolestrol
Keluhan : Mual, muntah, badan terasa lemah dan lesu, sakit diseluruh
anggota badan
Diagnosa : Gagal ginjal kronik (Hemodialica rutin)
3
2. Objective
LDL kolestrol : 170 mg/dl ( Normal <130 mg/dl )
Kolesterol total : 280 mg/dl ( Normal 40-155 mg/dl )
Trigliserida : 165 mg/dl ( Normal 40-155 mg/dl )
Asam Urat : 12 mg/dl ( 3-7 mg/dl )
Glukosa PP : 300 mg/dl ( Normal 100-140 mg/dl )
Glukosa puasa : 200 mg/dl ( Normal 70-110 mg/dl )
BUN : 43 mg/dl ( Normal <50 mg/dl )
Serum Creatinin : 10 mg/dl
GFR : 12 ml/menit/1,73 m2 ( <60 ml/menit/1,73 m2 )
Protein urea : 330 mg/hari protein ( 300-500)
Pemeriksaan TD : 170/100 mm Hg
Target : 125/75 mmHg (dengan protein urea)
3. Assasement
Berdasarkan kadar BUN, yang mengikat 43 mg/dl dengan batas normal 20-40
mg/dl dan adanya serum creatinin 10 mg/dl diduga adanya kerusakan ginjal dan
nilai GFR (15 ml/ menit/ 1,73 m2 menunjukan GFR stadium V. Gagal ginjal kronik
yang dialami pasien di karnakan adanya riwayat penyakit penyerta yang dapat
memiliki kerusakan nefron-nefron ginjal seperti diabetes militus dan hipertensi.
Adanya riwayat penyakit diabetes militus serta hasil pemeriksaan kadar glukosa
PP yang tinggi ( 300 mg/dl ) dan glukosa puasa 200 mg/dl maka pasien menderita
diabetes militus tipe II
Berdasarkan pemeriksaan tekanan darah 170/100 mmHg pasien mengalami
hipertensi states II
Berdasarkan keluhan yang didasarkan pasien yaitu : mual-muntah, merupakan
manifektasi klinis adanya gangguan gastrointestinal dan nutrisi
Keluhan lemas dan lesu adanya : Ananitestasi klinis terjadi gangguan hematologi
(anemia)
Nilai LDL kolesterol kategori tinggi (160 – 189 mg/dl ) dan total kolesterol naik
menjadi hiperkolestrol, trigeserida ( kategori sedikit tinggi 150-199 mg/dl ) ,
gangguan metabolic endokrin (dislipedemia)
Adanya peningkatan kadar asam urat (12 mg/dl) hiperurisemia
Hiperlipidemia diberikan pengobatan vasodilator, tetapi seharusnya dihindari
Obat metformin ini masih dibatasi bagi pasien dengan gangguan fungsi ginjal
karena adanya resiko asidosis laktat dan eksresi melalui ginjal akan memperberat
kerja ginjal
4. Plan
Hiperurisemia diberikan allopurinol
Terapi untuk hiperlipidemia dianjurkan menggunakan terapi awal TLC dan statin
dosis rendah ( simvastatin / niasin )
Metformin diganti dengan golongan tiazolin dindion
1. Tujuan terapi
a) Jangka pendek
1) Menurunkan tekanan darah
2) Menurunkan kadar glukosa darah
3) Mengatasi keluhan yang dirasakan pasien mual, muntah, etc
4
4) Meningkatkan kadar albumin pasien untuk mengatur tekanan osmotic di
dalam darah ( mempertahankan volume )
5) Menurunkan kadar kolesterol
b) Terapi jangka panjang
1) Mempertahankan fungsi ginjal (berfungsi secara optimal)
2) Meningkatkan kualitas hidup pasien
3) Mempertahankan tekanan darah, glukosa darah, kolesterol dalam batas
normal untuk mencegah komplikasi CKD stadium akhir
2. Sasaran Terapi
a) Menurunkan tekanan darah
b) Menurunkan kadar glukosa darah
c) Menurunkan kadar kolestrol
d) Mengatasi mual, muntah, lemas, etc
e) Mempetahankan fungsi ginjal
3. Stategi Terapi
a) Terapi Farmakologi
1) Glimenpiride 1x2 mg
2) Metformin 3x500 mg
3) Amplodipin 1x5 mg
4) Furosemid 2x40 mg
5) Fenofibrat 1x100 mg
6) Ranitidin 2x300 mg
7) Lanzoprazol 2x40 mg
b) Terapi Non Farmakolgi
1) Dialisis (cuci darah) dilakukan dengan frekuensi minimal 2-3 kali
seminggu. Lamanya cuci darah sekitat 3-5 jam setiap kali tindakan. Dialisis
dilakukan pada penderita CKD dengan tingkkat stadium akhir dimana GFR
< 15 ml/ menit.
2) Cukup dengan asupan cairan (cukup minum), menurut keadaan ginjal dan
jumlah produksi air seni, biasanya cairan diperlukan tubuh berkisar antara
1500-2000 ml/hari. Jika air seni berkurang pemberian cairan dilakukan
berdasarkan jumlah urin dan air yang dapat terlihat seperti melalaui tinja,
keringat dan paru-paru.
3) Diet tinggi protein untuk penyakit yang mengalami cuci darah secara rutin,
menghitung asupan protein bisa dilakukan dengan Berat Badan / Berat
Badan tanpa edema dikalikan 1,2 gram protein/hari (untuk pasien cuci
darah)
4) Pengaturan keseluruhan asupan energi dari makanan. Pada orang normal
komposisi makanannya 60 kH : 20 lemak : 20 protein. Bila pasien cuci
darah maka komposisi makanan dengan perbandingan 55 kH : 30 lemak :
15 protein.
5) Retriksi asupan protein untuk mencegah resiko malnurisi dengan
rekomendasi asupan protein pada pasien gangguan ginjal kronik,
hemodialisis 1,2 g/kg BB ideal/hari. Protein yang dipilih adalah yang
memiliki kandungan biologis tinggi (protein hewani)minmal 50%. Pada
protein hewani banyak mengandung asam amino essensial yang penting
untuk tubuh, namun tubuh tidak dapat memproduksinya sendiri.
5
6) Membatasi asupan garam. Rekomendasi untuk penderita ginjal kronik
dengan hemodialisis 5-6 gram/hari. Hanya dibatasi untuk penderita yang
menjalani cuci darah.
7) Membatasi asupan kalium hingga 50-60 mmol/hari (3 gram/hari), untuk
penderita cuci darah yaitu
8) Menghindari stres fisik dan mental karena dapat meningkatkan tekanan
darah dan kadar gula darah.
9) Melakukan olah raga ringan secara rutin minimal 30 menit perhari.
10) Terapi dislipidemia pembatasan asupan kolestrol, penurunan bobot tubuh,
olah raga
TINJAUAN PENYAKIT
Cronic Kidney Diease (CKD)
1. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersiat presisten dan
irreversible (Mansjoer dkk, 2000).
Gagal ginjal kronik merupakan penyakit ginjal tahap akhir yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Smeltzer dan Bare, 2002).
2. Klasifikasi
Klasifikasi CKD (Cronic Kidney Disease) berdasarkan tingkat LFG (Laju Filtrasi
Glumerulus), yaitu :
a) Stadium I
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria presisiten dan LFG (Laju Filtrasi
Glumerulus) nya yang masih normal yaitu > 90 ml/menit / 1,72 m³
b) Stadium II
Kelainan gagal ginjal dengan albuminuria presisten dan LFG (Laju Filtrasi
Glumerulus) antara 60 – 89 ml/ menit / 1,73 m³
c) Stadium III
Kelainan ginjal dengan LFG (Laju Filtrasi Glumerulus) antara 30 – 59 ml/ menit /
1,73 m³
d) Stadium IV
Kelainan ginjal dengan LFG (Laju Filtrasi Glumerulus) antara 15 – 29 ml/ menit /
1,73 m³
e) Stadium V
Kelainan ginjal dengan LFG < 15 ml/ menit / 1,73 m³
Untuk menilai GFR (Glumerular Filtration Rate) atau CCT (Clearance Creatinin Test)
dapat digunakan dengan rumus :
CCT (ml / menit) =
Untuk perempuan CCT = CCT laki – laki x 0,85 (Smeltzer dan Bare, 2000).
3. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2000) penyebab dari gagal ginjal kronik adalah :
a) Diabetes mellitus
b) Glumerulonefritis kronis
c) Pielonefritis
d) Hipertensi tak terkontrol
6
e) Obstruksi saluran Kemih
f) Penyakit ginjal polikistik
g) Gangguan Vaskular
h) Lesi herediter
i) Agen toksisk (timah, kadmium, dan merkuri)
4. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan gangguan atau kerusakan pada ginjal, terutama pada
komponen filtrasi ginjal, seperti membran basal glomerulus, sel endotel, dan sel – sel
podosit. Kerusakan komponen – komponen ini dapat dsebabkan secara langsung oleh
kompleks imun, mediator inflamasi, atau toksin. Selain itu dapat disebabkan oleh
mekanisme progresif yang berlangsung dalam jangka panjang. Selain itu berbagai sitokin
dan growth factor berperan dalam menyebabkan kerusakan ginjal (Tanto dkk, 2014).
Penurunan GFR (Glumerular Filtration Rate) dapat dideteksi dengan mendapatkan
urin, 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR
(Glumerular Filtration Rate), maka klirens kreatinin akan menurun, kreatinin akan
meningkat, dan nitrogen urea darah juga akan meningkat (Smeltzer dan Bare, 2002).
Gangguan Klirens renal, banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebgai akibat dari
penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
(substansi darah yang seharusnya dibersihakan oleh ginjal) (Smeltzer dan Bare, 2002).
Retensi cairan dan natrium. Ginjal kehilangan kemampuan untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan
dan natrim, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan
hipertensi (Smeltzer dan Bare, 2002).
5. Manifestasi Klinis
Menurut Tanto dkk (2014), manifestasi klinis gagal ginjal kronik tidak spesifik dan
biasanya ditemukan pada tahap akhir penyakit. Pada stadium awal, PGK (Penyakit Ginjal
Kronik) biasanya asimtomatik. Tanda dan gejala PGK (Penyakit Ginjal Kronik)
melibatkan berbagai sistem organ diantaranya :
a) Gangguan keseimbangan cairan : edema perifer, efusi pleura, hipertensi,
peningkatan JVP (Jugular Venous Pressure), asites.
b) Gangguan elektrolit dan asam basa: tanda dan gejala hiperkalemia asidosis
metabolik , hiperfosfatemia.
c) Gangguan gastrointestinal dan nutrisi : metallic taste, mual, muntah, gastritis, ulkus
peptikum, malnutrisi.
d) Kelainan Kulit : kulit terlihat pucat, kering, pruritus, pigmentasi kulit, ekimosis.
e) Gangguan neuromuskular : kelemahan otot, fasikulasi, gangguan memori,
ensefalopati uremikum.
f) Gangguan metabolik endokrin : dislipidemia, gangguan metabolisme glukosa,
gangguan hormon seks.
g) Gangguan hematologi: Anemia (dapat mikrositik hipokrom maupun normositik
normokrom), gangguan hemostasis.
6. Pemeriksaan Penunujang
a) Pemeriksaan darah lengkap ditujukan untuk melihat kadar ureum dan kreatinin.
Ureum meningkat, kreatinin serum meningkat. Dari kadar kreatinin serum dapat
dilakukan perhitungan estimasi GFR (Glumerular Filtration Rate) dengan rumus
Cockcrof – Gault atau studi MDRD (Modification of Diet in Renal Disease).
7
b) Pemeriksaan elektrolit: Hiperkalemia dapat terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama
dengan menurunya diuresis. Hipokalsemia, hiperfosfatemia, hipermagnesemia.
c) Pemeriksaan kadar glukosa darah, profil lipid (Hiperkolesterolemia,
hipertrigliseridemia, LDL (Low Density Lipoprotein), meningkat).
d) Analisis gas darah: asidosis metabolik, pH menurun, HCO3, menurun).
e) Urinalis dan pemeriksaan albumin urin
f) Sedimen urin: sel tubulus ginjal, sedimen eritrosit, sedimen leukosit, sedimen
glanuler kasar, dan adanya eritrosit yang dismorfik merupakan tanda patognomonik
jejas ginjal.
g) Pemeriksaan protein urin.
h) Pencitraan meliputi pemeriksaan USG (Ultrasonography) ginjal dan BNO (Blaas nier
oversight) – IVP (Intra Venous Urography).
i) Biopsi ginjal
j) Pemeriksaan lain (untuk komplikasi) seperti pemeriksaan EKG
(Elektrokardiografik), foto polos toraks, dan ekokardiografi.
7. Tata Laksana Terapi
Tujuan tata laksana menurut Tanto dkk, (2014) antara lain untuk menghambat
penurunan LFG (Laju Filtrasi Glumerulus) dan mengatasi komplikasi PGK (Penyakit
Ginjal Kronik) stadium akhir (Stadium 4 dan 5).
Tanto dkk, (2014) menyebutkan tata laksana untuk mencegah progresivitas PGK
(Penyakit Ginjal Kronik) antara lain:
1. Kontrol tekanan darah
Target tekanan darah yaitu <130/80 mmHg (tanpa proteinuria), <125/75
mmHg (dengan proteinuria). Antihipertensi yang disarankan adalah peghambat ACE
(Angiotensin Converting Enzyme), ARB (Angiotensin Receptor Bloker), dan CCB
(Calcium Channel Blocker) nondihidropiridin.
2. Retriksi asupan protein, untuk mencegah resiko malnutrisi. Rekomendasi asupan
protein:
a) PGK (Penyakit Ginjal Kronis) pre- dialisis: 0,5 – 0,75 g/KgBB ideal /hari.
b) PGK (Penyakit Ginjal Kronis) – hemodialisis: 1,2 g/KgBB/hari
c) PGK (Penyakit Ginjal Kronis) – dialisis peritoneal: 1,2 – 1,3 g/KgBB ideal/hari
d) Transplantasi ginjal: 1,3 g/KgBB ideal/hari pada 6 minggu pertama pasca
transplantasi dilanjutkan 0,8 – 1g/KgBB ideal/hari
Protein yang dipilah adalah yang memiliki kandung biologis tinggi (protein
hewan), minimal 50%.
3. Kontrol Kadar glukosa darah
Target dalam hal ini adalah HbA1C <7%.Dilakukan penyesuaian dosis obat
hipoglikemik oral. Hindari pengunaan metformin dihindari. Golongan gliazon dapat
dipiih.
4. Restriksi cairan
Rekomendasi asupan cairan pada PGK (Penyakit Ginjal Kronis) adalah sebagai
berikut:
a) PGK (Penyakit Ginjal Kronis) – pre dialis: cairan tidak dibatasi dengan
produksi urin yang normal.
b) PGK (Penyakit Ginjal Kronis) – hemodialisis: 500 mL/hari + produksi urin
c) Transplantasi ginjal: pada fase akut pasca transplantasi, pasien dipertahankan
euvolemik/ sedikit hipervolemik dengan insensible water loss diperhitungkan
sebesar 30 – 60 Ml/ jam. Untuk pasien normovolemik dan graft berfungsi
8
baik, asupan cairan dianjurkan minimal 2000 mL/ hari. Untuk pasien oliguria
asupan cairan harus seimbang deangan prouksi urin ditambah insensible
water loss 500 – 750 mL.
5. Restriksi asupan garam
Rekomendasi asupan NaCl perhari yaitu:
a) PGK (Penyakit Ginjal kronis) pre – dialis: < 5g/hari
b) PGK (Penyakit Ginjal Kronis) –hemodialisis : 5 – 6 g/hari
c) PGK (Penyakit Ginjal Kronis) dualisis peritoneal : 5 – 10 g/hari
d) Transpalantasi ginjal : <6 – 7 g/hari. Natrium hanya dibatasi pada periode
akut pasca operasi dimana mungkin terjadi fungsi graft yang buruk atau
hipertensi pasca transpalantasi.
6. Terapi dislipidemia
Target LDL (Low Density Lipoprotein) <100 mg/dL. Apabila trigliserida >200
mg/dL, target kolesterol non- HDL (High Density Lipoprotein) < 130 mg/dL.
Kolesterol non – HDL (High Density Lipoprotein) ialah kadar kolesterol total
dikurang kadar HDL (High Density Lipoprotein). Terapi dislipidemia dapat
menggunakan statin, serta pola makan rendah lemak jenuh. Asupan lemak
dianjurkan 25 – 30% total kalori dengan lemak jenuh dibatasi <10% . Apabila ada
dislipidemia, asupan kolesterol dalam makanan dianjurkan <300 mg/hari.
7. Komplikasi
Komplikasi penyakit ginjal kronik meliputi penyakit tulangdan mineralterkait
PGK (Penyakit Ginjal Kronik) (CKD – MDB/ Chronic Kidney Disease - Mineral bone
Disease), kejadian kardiovaskular (perikarditis, penyakit jantung koroner, henti
jantung), komplikasi neurologis , infeksi, serta komplikasi nutrisi dan saluran cerna,
anemia, hiperparatiroid – ismesekunder. Penyakit kardiovaskular merupakan
penyebab kematian terbanyak pada pasien – pasien PGK (Penyakit Ginjal Kronik)
(Tanto dkk, 2014).
Homeostasis Potassium. Konsentrasi serum pottasium bisanya dijaga pada
rentang normal sampai GFR (Glemerulus Filtration Rate) kurang dari 20 mL/menit
per 1,73 m², dimana hipekalemia mulai berkembang. Terapi utama untuk mengatasi
hiperkalemia pada pasien ESRD (End Stage Renal Disese) adalah melalui
hemodialisis. Pengamanan sementara dapat berupa kalsium glukonat, insulin, dan
glukosa, albuterol ternebulisasi, serta sodium polistiren sulfonat (Dipiro et al, 2009).
Diabetes Tipe 2
a) Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan
sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi
secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan
kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi
insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin
Diabetes melitus tipe 2 disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya
9
terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya
sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama
bahan perangsang sekrasi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi
terhadap glikosa.
b) Patofisiologi
1. Resistensi terhadap insulin
Resistensi terhadap insulin terjadi yang disebabkan oleh penurunan
kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan-jaringan target
perifier (terutama pada otot dan hati). Pada orang dengan Diabetes Mellitus tipe
2, terjadi penurunan pada penggunaan maksimum insulin, yaitu lebih rendah 30-
60% daripada orang normal.
Resistensi terhadap kerja insulin menyebabkan terjadinya gangguan
penggunaan insulin oleh jaringan-jaringan yang sensitif dan meningkatkan
pengeluaran glukosa hati.
Peningkatan pengeluaran glukosa hati digambarkan dengan peningkatan
FPG (Fasting Plasma Glucose) atau kadar gula puasa. Pada otot terjadi gangguan
pada penggunaan glukosa secara non oksidatif melalui glikolisis. Penggunaan
glukosa pada jaringan yang independen terhadap insulin tidak menurun pada
diabetes mellitus tipe 2.
2. Defek sekresi insulin
Defek sekresi insulin berperan penting bagi munculnya diabetes mellitus tipe
2. Jika sel-sel pankreas normal, resistensi insulin tidak menimbulkan hiperglikemik
karena sel ini mempunyai kemampuan meningkatkan sekresi insulin sampai 10 kali
lipat. Hiperglikemik akan terjadi sesuai dengan derajat kerusakan sel beta yang
menyebabkan turunnya sekresi insulin.
Pelepasan insulin dari sel beta pankreas sangat tergantung pada transpor
glukosa melewati membran sel dan interaksinya dengan sensor glukosa yang akan
menghambat peningkatan glukokinase. Induksi glukokinase akan menjadi granul-
granul berisi insulin. Kemampuan transpor glukosa pada Diabetes Mellitus tipe 2
sangat menurun, sehingga kontrol sekresi insulin bergeser dari glukokinase ke sistem
transpor glukosa. Defek ini dapat diperbaiki oleh sulfonilurea.
3. Produksi glukosa hati
Hati merupakan salah satu jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pada
keadaan normal, insulin dan glukosa akan menghambat pemecahan glikogen dan
menurunkan glukosa produk hati. Pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 terjadi
peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada tingginya kadar glukosa darah
puasa.
c) Etiologi
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-
95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45
tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak
populasinya meningkat.
Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap
dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam
menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah
serat, serta kurang gerak badan.
10
Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor pradisposisi utama.
Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara gen-
gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen yang merupakan
faktor pradisposisi untuk DM Tipe 2.
Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang berada
pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam
darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe
2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran
insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal.
Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM Tipe 2 dapat dibagi
menjadi 4 kelompok:
a. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal
b. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga Diabetes
Kimia (Chemical Diabetes)
c. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar glukosa
plasma puasa < 140 mg/dl)
d. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar glukosa
plasma puasa > 140 mg/dl).
Secara ringkas, perbedaan DM Tipe1dengan DM Tipe 2 disajikan dalam tabel
berikut.
Asam Urat
Arthritis gout (asam urat) adalah asam yang berbentuk kristal – kristal yang
merupakan hasil akhir metabolisme purin (bentuk turunan nucleoprotein), yaitu salah satu
komponen asam nukleat yang terdapat pada inti sel – sel tubuh.
Arthritis gout (asam urat) merupakan gangguan metabolisme purin yang menimbulkan
hiperurisemia jika kadar dalam asam urat dalam darah melebihi kadar normal asam urat
didalam darah melebihi 7,5mg/dl.
Asam urat (uric acid) adalah hasil akhir dari katabolisme purin. Purin adalah salah satu
kelompok struktur kimia pembentuk DNA. Yang termasuk kelompok purin adalah Adenosin
dan Guanosin. Saat DNA dihancurkan, purin juga akan dikatabolisme. Hasil buangannya
berupa Asam urat.
Penyakit asam urat digolongkan menjadi gout primer dan penyakit gout sekunder :
- Penyakit gout primer
Penyebabnya belum diketahui (idiopatik) diduga berberkaitan dengan kombinasi
genetik dan hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat
11
mengakibatkan produksi asam urat atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya
pengeluaran asam urat dari tubuh.
- Penyakit gout sekunder
Disebabkan antara lain karena meningkatnya produksi asam urat karena nutrisi, yaitu
mengonsumsi makanan dengan kadar purin yang tinggi. Gout juga dapat disebabkan
oleh reaksi peradangan jaringan oleh karena pembentukan kristal monosodium urat
monohidrat, yang disebabkan oleh : pembentukan asam urat yang berlebihan,
kurangnya pengeluaran asam urat melalui ginjal.
Gastritis
Gastritis adalah penyakit radang selaput lendir pada lambung. Ini dapat diartikan
bahwa sel-sel darah putih pindah ke dinding perut sebagai respon terhadap beberapa jenis
cedera pada lambung. Gastritis adalah penyakit yang sangat mengganggu dan dapat
menimbulkan masalah yang mengancam di kehidupan orang banyak, apabila tidak diobati
sebelum terlambat.
Gastritis dapat bersifat akut atau kronis. Gastritis adalah penyakit lambung yang secara
umum digolongkan menjadi dua jenis. Peradangan parah pada lapisan lambung yang terjadi
secara mendadak atau tiba-tiba disebut gastritis akut. Sementara, peradangan pada lapisan
lambung yang berlangsung untuk waktu yang lama disebut gastritis kronis. Apabila gastritis
kronis tidak segera diobati, maka penyakit ini bisa berlangsung selama bertahun-tahun atau
bahkan seumur hidup.
Gejala-gejala gastritis pada umumnya tergantung dari seberapa parah penyakit yang
anda derita dan berapa lama itu telah lama berlangsung. Pada fase akut mungkin ada rasa
nyeri atau menggerogoti yang konstan pada perut bagian atas. Sementara di fase kronis,
mungkin hanya ada sedikit rasa sakit. Beberapa gejala utama dari gastritis adalah seperti
yang tercantum di bawah ini:
- Nyeri pada perut
- Mual
- Rasa seperti terbakar di dalam perut
- Muntah
- Diare
- Perasaan kenyang atau ‘begah’
- Demam
- Kehilangan nafsu makan
- Bersendawa
- Kelelahan yang teramat sangat dan tidak wajar
Sedangkan beberapa gejala yang tidak terlalu sering ditemui pada gastritis adalah:
- Pendarahan gastrointestinal
- Adanya darah pada muntahan anda
- Ditemukannya darah pada feses atau tinja
- Feses/tinja yang berwarna hitam
12
Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi di mana terjadi peningkatan
tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Pada pemeriksaan tekanan darah
akan diperoleh dua angka.
Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang
lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Bila tekanan darah 120/80
mmHg maka dikatakan normal.
Sedangkan pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan
diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas.
Tekanan darah tinggi adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan jantung,
gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis.
Selain faktor genetika, usia, dan jenis kelamin, ada beberapa faktor penyebab lain, antara lain:
Stres atau perasaan tertekan.
Kegemukan (Obesitas).
Kebiasaan merokok.
Kurang berolahraga.
Kelainan kadar lemak dalam darah (Dislipidemia).
Konsumsi yang berlebihan atas garam, alkohol, dan makanan yang berlemak tinggi.
Kurang mengonsumsi makanan yang berserat dan diet yang tidak seimbang.
Sedangkan gejala umum yang mungkin terjadi pada orang dengan tekanan darah tinggi
meliputi:
Sakit kepala saat bangun tidur yang kemudian menghilang setelah beberapa jam.
Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk.
Mudah lelah, lesu, Impoten.
Telinga berdenging.
Detak jantung berdebar cepat.
Pandangan agak kabur, susah tidur, sakit pinggang, dan mudah menjadi marah.
Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah suatu kondisi kadar lipid darah yang melebihi kadar normalnya.
Hiperlipidemia disebut juga peningkatan lemak dalam darah dan karena sering disertai
peningkatan beberapa fraksi lipoprotein, disebut juga hiperlipoproteinemia. Hiperlipidemik
dapat berupa hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia.
Lemak (disebut juga lipid) adalah zat yang kaya energi, yang berfungsi sebagai sumber
energi utama untuk proses metabolisme tubuh. Lemak diperoleh dari makanan atau dibentuk
di dalam tubuh, terutama di hati dan bisa disimpan di dalam sel-sel lemak untuk digunakan di
kemudian hari.
Sel-sel lemak juga melindungi tubuh dari dingin dan membantu melindungi tubuh
terhadap cedera. Lemak merupakan komponen penting dari selaput sel, selubung saraf yang
membungkus sel-sel saraf serta empedu. Dua lemak utama dalam darah adalah kolesterol
dan trigliserida. Lemak mengikat dirinya pada protein tertentu sehingga bisa larut dalam
darah; gabungan antara lemak dan protein ini disebut lipoprotein.
13
PROFIL PENGOBATAN
Nama
Obat
Golongan
Obat Dosis Indikasi / Kontraindikasi Efek Samping
Gliben
klamid
Sufonil
urea
Derivat
klormetok
si
1 x 2 mg In : Sebagai penunjang diet dan
olahraga. Pada pengobatan
pasien DM Tipe II dapat dipakai
bersama metformin dan insulin.
KI : Wanita menyusui, profiria,
dan ketoasidosis
Gejala saluran cerna dan sakit
kepala. Gejala hematologik
termasuk trombositopenia,
agranulositosis dan anemia
plastic dapat terjadi walau
jarang sekali. Hipoglikemia
dapat terjadi jika dosis tidak
tepat atau diet terlalu ketat
pada gangguan fungsi hati
atau ginjal atau orang lanjut
usia.
Met
formin
Biguanida 3 x 500
mg
In : NIDDM yang gagal
dikendalikan dengan diet dan
sulfonilurea terutama pada
pasien gemuk.
KI : Gangguan fungsi ginjal dan
hati: predisposisi asidosis lakta;
gagal jantung, infeksi atau
trauma berat, dehidrasi,
alkoholisme, wanita hamil dan
menyusui
Mual, muntah anoreksia dan
diare yang selintas, asidosis
laktat, gangguan GI.
Amlo
dipin
Antagonis
kalsium
Derivat
Klor long
acting
1 x 5 mg In : Untuk hipertensi, angina
stabil kronik, angina fasospatik
Edema, sakit kepala, nyeri,
naik atau turunnya berat
badan
Furo
semid
Diuretik
kuat
2 x 40 mg In : Oedema (Jantung, paru,
ginjal)
KI : Anuria, nefaitis akut,
kemungkinan timbul koma
heptikum, defisiensi elektrolit,
hipersensitifitas terhadap
furosemid dan sulfonamide.
Gangguan saluran cerna
seperti mual, muntah , diare
kejang hati, anoreksia, lemah
letih dan hipokalemia
Feno
fibrat
Anti
lipemika
Fibrat
1 x 100
mg
In : Hiperkolesterolemia tipe IIA
dan hipertrigliseridemia
endogen tipe IV atau kombinasi
tipe IIIB dan III
KI : Penyakit hati serius dan
kegagalan jantung, wanita hamil
dan mnyusui. hipersensitifitas
dengan penderita kandung
kemih
Digestif, pasien alergi kulit,
Naiknya enzim transaminase,
sakit kepala
14
Lanso
prazol
Pengham
bat
produksi
asam
Derivat
piridil
2 x 40 mg
In : Ulkus duodenum, benigna
ulkus, ulkus gaster, refluks
esofagitis
KI : hipersensitif
Jarang terjadi sakit kepala,
diare, nyeri abdomen,
dyspepsia, mual, muntah,
mulut kering, konstipasi,
kembung, pusing, lelah, ruam
kulit, urtikaria, prupritus
Ranitidin Pengham
bat
produksi
asam
2 x 300
mg
In : Tukak lambung dan paska
duodenum akut, refluk
esophagus, keadaan
hipersekresi patologis,
hipertensi pasca bedah
Diare (sementara), nyeri otot,
pusing, reaksi kulit
MONITORING
Tujuan dilakukannya monitoring ini adalah untuk memaksimalkan efek terapi
dan meminimalkan DRPs. Hasil diagnosa yang menunjukkan pasien menderita gagal
ginjal kronik, pemberian obat yang banyak dapat memper erat kerja ginjal. Sehingga
perlu diterapkan suatu tujuan pemantauan terapi yaitu dengan menentukan
monitoring yang spesifik terhadap pasien dan monitoring yang spesifik terhadap
obat, selain itu juga terhadap efek samping obat yang diberikan. Untuk kasus yang
dialami Ny. JK yang perlu dimonitoring antara lain :
No. Parameter Tujuan Monitoring
1. Mual muntah Mengetahui apakah masih mengalami gejala mual
dan muntah setelah pemberian Ranitidin 300 mg
2. Pemeriksaan
Glokosa darah
Mengetahui kadar glukosa darah pasien masih tinggi
atau tidak setelah pemberian Glimepiride 2 mg
3. Pemeriksaan Urin Untuk mengetahui gangguan atau kerusakan pada
ginjal.
4. Pemeriksaan
Profil lipid
Mengetahui kadar kolesterol dan trigliserida pada
pasien setelah pemberian Fenofibrat 100 mg
5. Pemeriksaan
Tekanan darah
Mengetahui tekanan darah pasien masih tinggi atau
tidak setelah pemberian Amlodipin 5 mg dan
furosemid 40 mg
TARGET PENATALAKSANAAN TERAPI
Penatalaksaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditunjukkan untuk mencapai 2
target, yaitu :
1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal
2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.
3. Mencegah bertambah parahnya kerusakan ginjal pada pasien
15
The American association (ADA) merekomendasikan beberapa parameter
yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksaan diabetes.
Target Penatalaksaan
Kadar glukosa darah puasa 80 – 120 mg/dl
Kadar glukosa plasama puasa 90 – 130 mg/dl
Kadar glukosa darah saat tidur
(bedtime blood glucose) 100 – 140 mg/dl
Kadar glukosa plasma saat tidur 110 – 150 mg/dl
Kadar insulin <7%
Kadar HbA1c <7 mg/dl
Kadar kolesterol HDL >45 mg/dl(pria)
Kadar kolesterol HDL >55 mg/dl (wanita)
Kadar trigliserida <200 mg/dl
Tekanan darah < 130/80 mmHg
Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang
pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat.
Dalam penatalasanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
penatalaksaan tanpa obat berupa pegaturan diet dan olahraga. Apabila dengan
langkah pertama ini tujuan penatlaksaan belum tercapai, dapat dikombinasikan
dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipohlikemik
oral, atau kombinasi keduanya
Terapi Tanpa Obat
a. Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan
diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi
baik sebagai berikut :
Karbohidrat : 60-70 %
Protein : 10 -15 %
Lemak : 20 – 25 %
Jumlah kalori disesaikan dengan pertumbuhan , status gizi, umur, stes
akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditunjukkan untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan ideal.
16
b. Olahraga
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Olahraga yang disarankan adalah bersifat CRIPE
(Continous Rhytmical, Interval, Progesive, Endurance Training) sedapat
mungkin mencapai zona sasaran 75-78% demyut nadi maksimal (220-umur)
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh
olahraga yang dirankan antara lain : jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang,
dan lain sebagainya.
Terapi Obat
1. DM tipe 2
Glimepirid
Aturan minum :
Glimepirid 1 x sehari
2. Hipertensi
Amlodipine dan Furosemid
Aturan minum :
Amlodipine 1x sehari
Furosemid 1 x sehari
3. Hiperlipidemia
Simvastatin
Aturan minum : 1 x sehari
KIE
Pasien diharapkan banyak minum air putih.
Pasien diharapkan untuk olahraga teratur.
Pasien dianjurkan minum obat sesuai aturan pakai secara teratur.
Pasien diharapkan makan sayur dan buah yang mengandung zat besi.
Diet protein, garam, lemak, dan kolesterol.
Pasien harus mengatur waktu istirahat secara teratur
Pasien tidak di anjurkan konsumsi alkohol
Mengurangi makanan yang mengandung lemak jenuh dan memperbanyak makan
makanan yang berserat seperti buah, dan sayuran yang kaya akan serat.
Hindari makanan yang berkadar gula tinggi.
PEMBAHASAN
Pada kasus ini akan dibahas tentang penatalaksanaan penyakit gagal ginjal kronik.
Gagal ginjal kronik merupakan penyakit ginjal tahap akhir yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. Gagal ginjal kronik disebabkan gangguan atau
kerusakan pada ginjal, terutama pada komponen filtrasi ginjal, seperti membran basal
glomerulus, sel endotel, dan sel – sel podosit.
Penyebab dari gagal ginjal kronik adalah : Diabetes mellitus, Glumerulonefritis
kronis, Pielonefritis, Hipertensi tak terkontrol, Obstruksi saluran Kemih, Penyakit ginjal
polikistik, Gangguan Vaskular, Lesi herediter, Agen toksisk (timah, kadmium, dan merkuri)
pada kasus ini pasien mengeluh mual, muntah, lesu dan sakit diseluruh anggota badan. Hasil
17
pemeriksaan laboratorium pasien mengalami hipertensi, kadar glukosa darah tinggi dan
kolesterol tinggi.
Penyelesaian kasus ini dilakukan dengan metode SOAP (Subjective, Objective,
Assesment dan Planning). Berdasarkan keluhan dan gejala diagnosa menderita gagal ginjal
kronik. Diagnosa gagal ginjal kronik ini ditegakkan berdasarkan gejala mual, muntah,
lemas, sakit seluruh anggota badan dan hasil laboratorium pasien juga dari riwayat
penyakit pasien.
Tujuan terapi pada penatalaksanaan terapi ini tujuan pengobatan gagal ginjal kronik
adalah mencegah dan menghilangkan gejala, mencegah dan mengurangi risiko kerusakan
jaringan ginjal yang lebih parah yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan yang
sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal.
Sasaran terapi pada gagal ginjal kronik adalah eradikasi penyebab penyakit,
menghilangkan gejala mual dan muntah. Strategi terapi yang dilakukan meliputi terapi non
farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non farmakologi yang harus dilakukan pasien
untuk mempercepat proses penyembuhan penyakit antara lain adalah minum air putih
dalam jumlah yang banyak agar urine yang keluar juga meningkat (merangsang diuresis),
diet protein, lemak, garam dan makanan dengan kadar gula tinggi, juga dengan olah raga
secara teratur.
Sedangkan untuk terapi farmakologinya adalah mual dan muntah, tatalaksana
terapinya adalah dengan ranitidin 300mg dan lansoprazol 40 mg diberikan dua kali sehari,
untuk pengobatan DM pasien diberikan glimepirid 2 mg satu kali sehari. Amlodipin 5 mg
satu kali sehari untuk pengobatan hipertensi, fenofibrat 100 mg satu kali sehari untuk
hiperkolesterol.
Dalam pengobatan gagal gijal tersebut seharusnya tidak perlu diberi kombinasi obat
DM glimepirid dan metformin, karena metformin kontra indikasi dengan gangguan ginjal
sehingga dapat memperburuk kondisi ginjal pasien, jadi untuk pengobatan DM diberikan
glimepirid 2 mg satu kali sehari.
Monitoring yang dilakukan untuk mengetahui keberhasilan terapi adalah
monitoring terhadap penggunaan terapi farmakologi obat dimana indikasinya berhubungan
dengan kadar glokosa darah, kolesterol dan hipertensi. Biasanya yang paling sering
menyebabkan gangguan gagal ginjal konik Diabetes mellitus, Glumerulonefritis kronis,
Pielonefritis, Hipertensi tak terkontrol, Obstruksi saluran Kemih, Penyakit ginjal polikistik,
Gangguan Vaskular, Lesi herediter, Agen toksisk (timah, kadmium, dan merkuri).