kasus portofolio-etik dan medikolegal fix
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
1/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 1
Kisah Bayi ED Yang Meninggal,
Karena Tranfusi Darah Yang Terburu-buru
Kupang - Malpraktik juga terjadi pada bayi ED yang masih berusia 10 bulan. Bayi
ED merupakan anak dari pasangan Pendeta Johnson Dethan dan Many Lynn Dethan.
Kejadian yang menimpa ED terjadi pada tanggal 9 Februari 2012. Waktu ED mengalami
sakit. Setelah menunggu selama 1 hari, ED dibawa ke dokter oleh Johnson dan Many Lynn.
Tapi, dokter yang memeriksa ED beranggapan kalau ED hanya terkena pilek dan flu biasa
dan dokter memberikan ED obat yang ia racik sendiri.
Walau pun sudah diberikan obat, ED belum juga sembuh. Bahkan, ada bercak darah
keluar dari dubur atau anusnya. Selain itu juga, ED mengalami muntah-muntah. Karena
anaknya yang tak kunjung sembuh, ED dibawa oleh Johnson ke dokter dan meminta dokter
untuk memeriksa keadaan apa yang sebenarnya terjadi pada anaknya. Setelah diperiksa, ED
dinyatakan terkena disentri oleh dokter tersebut. Karena ED tidak dapat meminum ASI dariibunya, Johnson dan istri mendesak dokter untuk membawa ED ke rumah sakit.
Setelah mendapat izin dari dokter, Johnson membawa anaknya ke rumah sakit umum
Kupang dan dilakukan pemeriksaan oleh dr. M. Dokter tersebut malah mengatakan kalau
anaknya bukan disentri, tapi mengalami invaginasi. Ususnya masuk ke dalam usus. Lalu, ia
membawa kembali anaknya ke dokter semula yang mengatakan kalau anaknya terkena
disentri dan mengatakan kepada dokter tersebut kalau anaknya bukan disentri tapi invaginasi.
Dokter itu lalu menelepon dokter bedah, dr. D, untuk memeriksa anaknya. Lalu dokter
tersebut mengatakan kalau itu memang invaginasi.
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
2/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 2
Yang lebih membuat Johnson kaget adalah dokter tersebut mengatakan kalau
disentrilah yang menyebabkan invaginasi. Johnson sangat percaya apa yang dikatakan oleh
dokter karena ia tidak mengerti prosedur kesehatan dan mengikuti apa yang dikatakan oleh
dokter tersebut. Setelah melakukan cek laboratorium, ternyata tidak ada bakteri atau pun
virus yang menunjukkan kalau anak itu terkena disentri. Pihak keluarga meminta agar
anaknya dibawa ke Rumah Sakit Umum Kupang, tapi dokter malah menyarankan kalau
anaknya melakukan operasi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari Kupang.
Istrinya sempat menanyakan apakah di rumah sakit tersebut ada ruang ICU nya atau
tidak, dokter malah mengatakan kalau ia biasa melakukan hal itu. Pada saat di rumah sakit,
anaknya harus melakukan pengecekkan darah karena harus segera dioperasi. Anehnya,
menurut tes golongan darah di Labolatorium Prodia, anaknya memiliki darah dengan
golongan B. Padahal, saat dicek di PMI golongan darah anaknya O.
Pada tanggal 12 Februari 2012 dilakukanlah operasi. Tiba-tiba saja HB bayi ED turun
dan membutuhkan transfusi dari. Namun, transfusi darah yang dilakukan oleh para suster
dengan cara injeksi. Darah sebanyak 100 CC dimasukkan ke dalam vena anaknya dalam
waktu yang cukup cepat hanya 15 menit. Padahal infus saja dilakukan harus pelan-pelan
apalagi ini transfusi darah. Semuanya harus dilakukan pelan-pelan. Setelah selesai melakukan
tindakan itu, mata anaknya terbalik. Dan ternyata benar, anaknya meninggal di tempat dan
keluar darah dari mulut. Sangat disayangkan, tak ada dokter jaga di rumah sakit. Lalu ia
berusaha menghubungi dokter rumah sakit tersebut.
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
3/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 3
Omongan Dokter Saya sudah biasa melakukan operasi,
Sering berakibat Fatal
Untuk meyakinkan pasien, biasanya dokter sering mengeluarkan kalimat sakti "Saya
sudah biasa melakukan itu". Tapi tak jarang kalimat itu sering berakibat fatal.
"Saya sudah biasa kok melakukan operasi usus buntu, ibu pergi ke pasar pun ibu bisa kena
usus buntu akut," kata seorang dokter bedah umum dr. D di Rumah Sakit Medika Permata
Hijau yang berbicara ke Oti Puspa Dewi , ibunda Raihan (10 tahun) sebelum dilakukan
Operasi usus buntu pada September 2012. Karena mendapat jaminan seperti itu, sang
Ibu yang semula ragu akhirnya merelakan anaknya dioperasi usus buntu oleh sang dokter.
Tapi setelah operasi itu, si anak tak pernah sadar lagi hingga sekarang atau sudah koma
selama 3 bulan. Begitu juga yang terjadi pada bayi ED asal Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Ketika bayi perempuan berusia 10 bulan itu sakit pihak Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari
Kupang mengatakan si bayi harus dilakukan operasi invaginasi.
Namun orangtua ED yang bernama Johnson Dethan dan Marilynn Dethan
menyangsikan kemampuan rumah sakit dan bertanya apakah ada ruang ICU. "Memang disini
ada ruang ICU kok sampai berani ambil tindakan operasi". Lalu si dokter menjawab 'Sudah
biasa kok dilakukan operasi'," cerita Johnson di gedung DPR, ketika rapat dengar pendapat
dengan Komisi IX, Selasa (15/1/2013).
Karena sudah diyakinkan biasa melakukan operasi akhirnya orangtua ED
mempercayakan anaknya dioperasi. Tapi yang terjadi kemudian si anak kekurangan darah
dan ketika dilakukan transfusi prosesnya sangat cepat. Untuk darah 100 CC dimasukkan ke
dalam vena bayi ED dalam waktu yang cukup cepat hanya 15 menit akibatnya ED meninggal
dunia. Dalam pertemuan tersebut pihak DPR berharap agar rumah sakit lebih hati-hati dan
bertanggungjawab atas proses yang tidak sesuai standar. DPR juga melihat jika terbuktimalpraktik harusnya rumah sakit itu bertanggung jawab. Salah seorang anggota DPR sempat
mengingatkan agar dokter jangan sesumbar dengan mengatakan Saya sudah biasa
melakukan itu. Karena jika berakibat fatal, pernyataan itu akan selalu dipegang pihak
keluarga sebagai bukti keluarga rela dokter melakukan tindakan karena sudah biasa.
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
4/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 4
Salah Transfusi Darah, Bayi WNA Tewas di NTT
Kasus ini sudah dilaporkan ke Kedutaan Besar Kanada di Indonesia
VIVAnews - Komisi Nasional Perlindungan Anak menginvestigasi dugaan malpraktek Elija
Dethan (10 bulan), balita berkebangsaan Kanada di RS Dedari Kupang, yang meninggal
Senin 12 Februari 2012 lalu. Kasus ini sudah dilaporkan ke Kedutaan Besar Kanada di
Indonesia. "Kedutaan memantau kasus ini. Sebenarnya Kedutaan akan mengambil alih
penangananya namun karena Mabes Polri sudah menurunkan tim sehingga kedutaan hanya
memantau," kata Johnson Dethan, orangtua korban dalam keterangan pers di Kupang, NTT,
Sabtu 18 Februari 2012. Dalam keterangan pers ini dihadiri kedua orangtua korban, Johnson
Dethan dan Marilin Dethan Deboer, Pengurus Yayasan Lembaga Perlindungan Anak, danKetua Komnas Perlindungan Anak Indonesia, Aris Merdeka Sirait. Menurut Johnson, bila
dalam penyelidikan keluarga tidak mendapatkan keadilan maka pemerintah Kanada akan
mengambil langkah diplomasi yang lebih serius. Dia menuturkan, anaknya meninggal dunia
beberapa menit setelah mendapat transfusi darah dari petugas medis di Rumah Sakit Ibu dan
Anak (RSIA) Dedari Kupang, Senin malam.
Keluarga didampingi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah
melaporkan manajemen rumah sakit ke Polres Kupang Kota. Hasil pemeriksaan tim medis
awal, anaknya menderita penyakit disentri sehingga harus dioperasi.
"Anak saya kemudian dibawa ke RS Dedari untuk menjalani operasi Selasa siang. Setelah
operasi, anak saya membaik. Namun setelah transfusi darah, berselang 2 sampai 5 menit anak
saya kejang-kejang lalu meninggal," kata Johnson. "RS melakukan transfusi darah karena
alasan anak saya HB-nya hanya 7,5," kata dia.
Sementara, Aris Merdeka Sirait mengatakan hasil investigasi sementara
membuktikan, korban meningal dunia karena adanya perbedaan golongan darah saat
transfusi. "Diduga ada kesalahan transfusi darah yang berdampak pada tewasnya korban,"
kata Aris. Hasil pemeriksaan laboraorium Prodia Kupang, golongan darah korban O, tetapi
hasil pemeriksaan RS Dedari golongan darah korban B. "Komnas mendesak agar izin RS
Dedari Kupang ditinjau kembali karena kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal
dunia," lanjutnya. Dokter forensik Mabes Polri, Ajun Komisaris Besar Polisi Adang Asyar
yang dihubungi terpisah mengatakan, hasil otopsi baru akan diberitahukan keluarga pekan
depan. Otopsi akan disampaikan setelah sejumlah organ tubuh termasuk darah korban diteliti
di laboraturium forensik Mabes Polri Jakarta.
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
5/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 5
Sementara, pemilik RS Dedari Kupang, Sahadewa mengatakan, pihaknya
menyerahkan kasus tersebut ke aparat kepolisian. Namun, dia membantah telah melakukan
malpraktek, "Karena malpraktek harus penuhi empat unsur yakni kesengajaan, kerugian,
hubungan langsung dan prosedur. Belum bisa dikatakan kasus ini adalah malpraktek," kata
Sahadewa.
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
6/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 6
Topik: Etik
Tanggal (kasus): 12 Februari 2012 Persenter: dr. Bimanda Rizki Nurhidayat
Tangal presentasi: Pendamping: dr. Yuliawaty Soetio
dr. Sofie Giantari
Tempat presentasi:
Obyektif presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil Deskripsi: Dugaan adanya malpraktik yang dilakukan oleh Paramedis di Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari
Kupangakibat adanya kelalaian dan tidak hati-hati dalam melaksanakan tindakan tranfusi darah sebelum
operasi yang menyebabkan anak meninggal dunia.
Tujuan: mempelajari dan menyikapi masalah etik yang dapat terjadi terkait dengan kejadian pasca tranfusidarah
Bahan bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus AuditCara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi E-mail PosData pasien: Nama: Bayi ED usia 10 bulan No registrasi: -
Nama klinik: Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari Kupang Telp: - Terdaftar sejak: -
Data utama untuk bahan diskusi:
Kasus
9 Februari 2012
Anak bernama bayi ED usia 10 bulan, anak dari pasangan Pendeta Johnson Dethan dan Many
Lynn Dethan mengalami sakit.
10 Februari 2012
Bayi ED oleh orang tuanya dibawa ke dokter dan setelah diperiksa, kemudian oleh dokter
dinyatakan bahwa pasien hanya mengalami batuk dan flu lalu diberi obat.
11 Februari 2012
Bayi ED belum juga sembuh, bahkan, ada bercak darah keluar dari dubur atau anusnya.
Selain itu juga, bayi ED mengalami muntah-muntah. Karena tidak ada perubahan pasien dibawa
ke dokter lagi, dan dilakukan pemeriksaan. Kemudian oleh dokter, bayi ED dinyatakan mengalami
disentri dan orang tua pasien mendesak dokter membawa ke RS karena tidak bisa meminum ASI
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
7/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 7
dari ibunya. Setelah mendapat izin dari dokter, Johnson membawa anaknya ke rumah sakit umum
Kupang dan dilakukan pemeriksaan oleh dr. M. Dokter tersebut malah mengatakan kalau anaknya
bukan disentri, tapi mengalami invaginasi. Ususnya masuk ke dalam usus. Lalu, ia membawa
kembali anaknya ke dokter semula yang mengatakan kalau anaknya terkena disentri dan
mengatakan kepada dokter tersebut kalau anaknya bukan disentri tapi invaginasi. Dokter itu lalu
menelepon dokter spesialis bedah yang bernama dr. D, untuk konsultasi dan memeriksa anaknya.
Lalu dokter tersebut mengatakan kalau itu memang invaginasi.
Yang lebih membuat Johnson kaget adalah dokter tersebut mengatakan kalau disentrilah yang
menyebabkan invaginasi. Johnson sangat percaya apa yang dikatakan oleh dokter karena ia tidak
mengerti prosedur kesehatan dan mengikuti apa yang dikatakan oleh dokter tersebut. Setelah
melakukan cek laboratorium, ternyata tidak ada bakteri atau pun virus yang menunjukkan kalau
anak itu terkena disentri.
Pihak keluarga meminta agar anaknya dibawa ke Rumah Sakit Umum Kupang, tapi dokter
malah menyarankan kalau anaknya melakukan operasi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari
Kupang.. Pada saat di rumah sakit, anaknya harus melakukan pengecekkan darah karena harus
segera dioperasi. Anehnya, menurut tes golongan darah di Prodia, anaknya memiliki darah dengan
golongan B. Padahal, saat dicek di PMI golongan darah anaknya O.
12 Februari 2012
Bayi ED akan menjalani operasi. Kemudian tiba-tiba saja HB bayi ED turun dan
membutuhkan transfusi dari. Namun, transfusi darah yang dilakukan oleh para suster dengan cara
injeksi. Darah sebanyak 100 CC dimasukkan ke dalam vena anaknya dalam waktu yang cukup
cepat hanya 15 menit. Setelah selesai melakukan tindakan itu, mata anaknya tiba-tiba terbalik dan
keluar darah dari hidung, lalu tidak sadarkan diri, kemudian beberapa saat kemudian bayi ED
dinyatakan meninggal dunia.
16 Februari 2012
Komisi Nasional Perlindungan Anak menginvestigasi dugaan malpraktek Elija Dethan (10 bulan),
balita berkebangsaan Kanada di RS Dedari Kupang, yang meninggal Senin 12 Februari 2012 lalu.
Kasus ini sudah dilaporkan ke Kedutaan Besar Kanada di Indonesia.
18 Februari 2012
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
8/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 8
Diadakan keterangan pers yang dihadiri kedua orang tua korban, Johnson Dethan dan Marilin
Dethan Deboer, Pengurus Yayasan Lembaga Perlindungan Anak, dan Ketua Komnas
Perlindungan Anak Indonesia, Aris Merdeka Sirait, kemudian diberikan keterangan bahwa,
"Kedutaan memantau kasus ini. Sebenarnya Kedutaan akan mengambil alih penangananya namun
karena Mabes Polri sudah menurunkan tim sehingga kedutaan hanya memantau," kata Johnson
Dethan, orangtua korban dalam keterangan pers di Kupang, NTT. Menurut Johnson, bila dalam
penyelidikan keluarga tidak mendapatkan keadilan maka pemerintah Kanada akan mengambil
langkah diplomasi yang lebih serius.
Keluarga didampingi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah melaporkanmanajemen rumah sakit ke Polres Kupang Kota.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia, Aris Merdeka Sirait mengatakan hasilinvestigasi sementara membuktikan, korban meningal dunia karena adanya perbedaan
golongan darah saat transfusi. Hasil pemeriksaan laboraorium Prodia Kupang, golongan
darah korban O, tetapi hasil pemeriksaan RS Dedari golongan darah korban B.
Dokter forensik Mabes Polri, Ajun Komisaris Besar Polisi Adang Asyar menyatakanbahwa hasil otopsi baru akan di informasikan kepada pihak keluarga secepatnya. Otopsi
akan disampaikan setelah sejumlah organ tubuh termasuk darah korban diteliti di
laboraturium forensik Mabes Polri Jakarta.
Pemilik RS Ibu dan Anak Dedari Kupang, Sahadewa mengatakan, pihaknya menyerahkankasus tersebut ke aparat kepolisian. Namun, dia membantah telah melakukan
malpraktek, dengan mengatakan bahwa, "Karena malpraktek harus penuhi empat unsur
yakni kesengajaan, kerugian, hubungan langsung dan prosedur. Belum bisa dikatakan
kasus ini adalah malpraktek,"
Tinjauan Pustaka
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
9/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 9
A. Tranfusi DarahDefinisi Transfusi Darah
Transfusi darah telah menjadi faktor utama dalam memperbaiki dan mempertahankan
kualitas hidup bagi pasien-pasien penderita kanker, gangguan hematologi, dan cedera yang
berhubungan dengan trauma dan pasien-pasien yang telah menjalani prosedur bedah mayor.
Transfusi darah mencakup pemberian infus seluruh darah atau suatu komponen darah dari satu
individu (donor) ke individu lain (resipien) meskipun transfuse darah penting untuk
mengembalikan homeostasis, transfusi darah dapat membahayakan. Banyak komplikasi dapat
ditimbulkan oleh terapi komponen darah, contohnya reaksi heolitik akut yang kemungkinan
mematikan, penularan penyakit infeksi (hepatitis, AIDS) dan reaksi demam. Kebanyakan
reaksi transfusi yang mengancam hidup diakibatkan oleh identifikasi pasien yang tidak benar
atau pembuatan label sampel darah atau komponen darah yang tidak akurat, menyebabkan
pemberian darah yang tidak inkompatibel. Pemantauan pasien yang menerima darah dan
komponen darah dan pemberian produk-produk ini adalah tanggung jawab keperawatan.
Komponen darah harus diberikan oleh personel yang kompeten, berpengalaman, dan dilatih
dengan baik dan mengikuti pedoman organisasi dan badan-badan yang telah diakreditasi
dalam memberikan terapi komponen darah.
Prosedur Transfusi Darah
Untuk mencegah kemungkinan kontaminasi pada specimen darah, digunakan
praprosedur dan prosedur yang steril, terampil dan teliti. Berikut ini adalah tahapannya :
Praprosedur
1. Periksa kembali apakah pasien telah menandatangani inform consent.2. Teliti apakah golongan darah pasien telah sesuai.3. Lakukan konfirmasi bahwa transfusi darah memang telah diresepkan.4. Jelaskan prosedur kepada pasien.5. Saat menerima darah atau komponen darah
a. Periksa ulang label dengan perawat lain untuk meyakinkan bahwa golonganABO dan RH nya sesuai dengan catatan.
b. Periksa adanya gelembung darah dan adanya warna yang abnormaldanpengkabutan.
Gelembung udara menunjukan adanya pertumbuhan bakteri .
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
10/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 10
Warna abnormal dan pengkabutan menunjukan hemolisis.c. Periksa jumlah dan jenis darah donor sesuai dengan catatan resipien.
6. Periksa identitas pasien dengan menanyakan nama pasien dan memeriksa gelangidentitas.
7. Periksa ulang jumlah kebutuhan dan jenis resipien.8. Periksa suhu, denyut nadi, respirasi dan tekanan darah pasien sebagai dasar
perbandingan tanda-tanda vital selanjutnya.
Prosedur
1. Pakai sarung tangan yang dianjurkan oleh universalprecaution yang menyatakanbahwa sarung tangan harus dikenakan saat prosedur yang memungkinkan kontak
dengan darah atau cairan tubuh lainnya.
2. Catatlah tanda vital sebelum memulai transfusi.3. Jangan sekali-sekali menambahkan obat kedalam darah atau produk lain.4. Yakinkan bahwa darah sudah harus diberikan dalam 30menit setelah dikeluarkan dari
pendingin.
5. Bila darah harus dihangatkan, maka hangatkanlah dalam penghangat darah in-linedengan system pemantauan. Dan darah tidak boleh dihangatkan dalam air atau oven
microwave.
6. Gunakan jarum ukuran 19 atau lebih pada vena.7. Gunakan selang khusus yang memiliki filter darah untuk menyaring bekuan fibrin dan
bahan partikel lainnya.
8. Jangan melubangi kantung darah.9. Untuk 15 menit pertama, berikan transfusi secara perlahan-tidak lebih dari 5 ml/menit.10.Lakukan observasi pasien dengan cermat akan adanya efek samping.11.Apabila tidak terjadi efek samping dalam 15 menit, naikkan kecepatan aliran kecuali
jika pasien beresiko tinggi mengalami kelebihan sirkulasi.
12.Observasi pasien sesering mungkin selama pemberian transfusi.a. Lakukan pemantuan ketat selama 15-30 menit ntuk mendeteksi adanya tanda
reaksi atau kelebihan beban sirkulasi.
b. Lakukan pemantauan tanda vita dengan interval teratur.13.Perhatikan bahwa waktu pemberian tidak melebihi jam karena akan terjadi peningkatan
resiko poliferasi bakteri.
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
11/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 11
14.Siagalah terhadap adanya tanda reaksi samping :a. Kelebihan beban sirkulasi.
b. Sepsis.c. Reaksi febris.d. Reaksi alergi atau anafilaktik.e. Reaksi hemolitik akut.
Resiko Tranfusi Darah
Risiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan bagian situasi klinis
yang kompleks. Jika suatu operasi dinyatakan potensial menyelamatkan nyawa hanya bila
didukung dengan transfusi darah, maka keuntungan dilakukannya transfusi jauh lebih tinggi
daripada risikonya. Sebaliknya, transfusi yang dilakukan pasca bedah pada pasien yang stabil
hanya memberikan sedikit keuntungan klinis atau sama sekali tidak menguntungkan. Dalam
hal ini, risiko akibat transfusi yang didapat mungkin tidak sesuai dengan keuntungannya.
Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat, reaksi lambat, penularan penyakit
infeksi dan risiko transfusi masif.
a. Reaksi AkutReaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah
transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan reaksi
yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan
rash. Reaksi ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai
dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit, urtikaria, demam,
takikardia, kaku otot. Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-
berat, demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein,
trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di
sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea.
Terdapat pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun 20% tekanan darah
sistolik), takikardia (naik 20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini
disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan
cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.
Hemolisis intravaskular akut
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
12/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 12
Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel
darah merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang
inkompatibel. Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah
dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan
semakin meningkatkan risiko.
Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat
kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke tabung yang
belum diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian memeriksa
identitas pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab lainnya adalah adanya antibodi dalam
plasma pasien melawan antigen golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari darah
yang ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy.
Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal transfusi,
kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika pasien tidak sadar atau
dalam anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan satu-
satunya tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi
dari setiap unit darah.
Kelebihan cairan
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat terjadi bila
terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau penurunan fungsi ginjal.
Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan anemia kronik dan memiliki penyakit
dasar kardiovaskular.
Reaksi anafilaksis
Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma merupakan
salah satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien tertentu. Selain itu,
defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan
produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam beberapa menit awal
transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa
demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif.
Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung inju ry= TRALI)
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang melawan
leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal transfusi,
dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesifik, namun
diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.
b. Reaksi Lambat
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
13/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 13
Reaksi hemolitik lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan tanda
demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang berat dan
mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan
dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma pasien dan
pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.
Purpura pasca transfusi
Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial
membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini disebabkan adanya
antibodi langsung yang melawan antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak terjadi
pada wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya trombositopenia
berat akut 5-10 hari setelah transfusi yang biasanya terjadi bila hitung trombosit
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
14/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 14
hepatitis B dan virus human T-cell lymphotropic (HTLV). Model ini berdasarkan fakta bahwa
penularan penyakit terutama timbul pada saat window period (periode segera setelah infeksi
dimana darah donor sudah infeksius tetapi hasil skrining masih negatif).
Skrining
Transfusi darah merupakan jalur ideal bagi penularan penyebab infeksi tertentu dari donor
kepada resipien. Untuk mengurangi potensi transmisi penyakit melalui transfusi darah,
diperlukan serangkaian skrining terhadap faktor-faktor risiko yang dimulai dari riwayat medis
sampai beberapa tes spesifik. Tujuan utama skrining adalah untuk memastikan agar persediaan
darah yang ada sedapat mungkin bebas dari penyebab infeksi dengan cara melacaknya sebelum
darah tersebut ditransfusikan.
Saat ini, terdapat tiga jenis utama skrining yang tersedia untuk melacak penyebab
infeksi,yaitu uji Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA/EIA), uji aglutinasi partikel,
dan uji cepat khusus (Rapid Test). Dalam mempertimbangkan berbagai pengujian, perlu
disadari data yang berkaitan dengan sensitivitas dan spesifitas masing-masing pengujian.
Sensitivitas adalah suatu kemungkinan adanya hasil tes yang akan menjadi reaktif pada
seorang individu yang terinfeksi, oleh karena itu sensitivitas pada suatu pengujian adalah
kemampuannya untuk melacak sampel positif yang selemah mungkin.Spesifisitas adalah suatu
kemungkinan adanya suatu hasil tes yang akan menjadi non-reaktif pada seorang individu yang
tidak terinfeksi, oleh karena itu spesifitas suatu pengujian adalah kemampuannya untuk
melacak hasil positif non-spesifik atau palsu.
ELISA (sering diganti dengan singkatan EIA) merupakan metode skrining yang paling
kompleks, tersedia dalam berbagai bentuk dan dapat digunakan untuk deteksi baik antigen
maupun antibodi. Bentuk pengujian yang paling sederhana dan paling umum digunakan adalah
dengan memanfaatkan antigen virus yang menangkap antibodi spesifik yang berada dalam
sampel tes. Skrining untuk antigen dilakukan dengan menggunakan EIA sandwich. Perbedaan
antara skrining antigen dan antibodi adalah bahwa skrining antigen menggunakan suatu
sandwich antibodi-antigen-antibodi, tidak seperti skrining antibodi yang mencakup sandwich
antigen-antibodi-antigen (konjugat).
Pengujian aglutinasi partikel melacak adanya antibodi spesifik dengan aglutinasi partikel
yang dilapisi dengan antigen yang berkaitan. Aglutinasi partikel telah berkembang dari
hemaglutinasi, yang menggantikan sel darah merah pembawa (karier) dengan partikel
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
15/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 15
pembawa (karier) yang dibuat dari gelatin atau lateks, prinsipnya sama untuk hemaglutinasi
dan pengujian untuk aglutinasi partikel. Salah satu manfaat utama tipe pengujian ini adalah
tidak diperlukannya peralatan mahal. Pengujian ini tidak memiliki sejumlah tahap yang
berbeda, tidak memerlukan peralatan mencuci dan dapat dibaca secara visual.
Pengujian cepat khusus (specialized rapid test) bersifat sederhana dan biasanya cepat
dilakukan. Tipe ini menggabungkan kesederhanaan pengujian aglutinasi partikel dengan
teknologi EIA. Hasil pengujian dinyatakan dalam terminologi reaktif dan non-reaktif yang
ditentukan berdasarkan suatu nilai cut-offyang sudah ditentukan. Untuk hasil yang tidak dapat
diklasifikasikan secara jelas dinamakan samar-samar (equivocal).
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
16/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 16
Hukum Dunia Kedokteran
Dengan berlakunya UU No. 29 TaHun 2004
tentang Praktik Kedokteran (pasal 64, 66 dan 67)
1. Putusan MKDKIPutusan MKDKI dapat berupa:
1. Dinyatakan tidak bersalah2. Pemberian sanksi disiplin
a. Peringatan tertulisb. Rekomendasi pencabutan tanda registrasi atau surat ijin praktikc. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan
2. Jalur Penanganan Kasus1. Jalur Non Litigasi
(Penyelesaian diluar pengadilan)
- Negosiasi- Mediasi- KonsiliasiJika anak sakitlanjutkan dengan pengobatan gratis
ETIK ORGANISASI PROFESI
HUKUM
KASUS
PELAYANAN
KESEHATAN
DISIPLIN
ADMINISTRASI PERDATA PIDANA
MAJELIS KEHORMATAN
DISIPLIN KEDOKTERAN
INDONESIA
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
17/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 17
Jika anak cacat atau meninggalsantunan (tali asih, bukan pengakuan bersalah)
2. Jalur Litigasi- Pidana- Perdata
3. Perlindungan Hukum- Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan profesinya (Pasal 27 ayat (1) UndangUndang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan)
- Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak memperolehperlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standard profesi dan
Standard Prosedur Operasional (Pasal 50 huruf a UndangUndang No. 29 tahun 2004 tentang
praktik kedokteran)
- Barang siapa melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturan Undang Undang tidakboleh dihukum (Pasal 50 KUHP)
- Barang siapa melakukan perbuatan untuk menjalankan perintah jabatan yang diberikan olehkuasa yang berhak akan itu, tidak boleh dihukum (pasal 50 ayat (1) KUHP)
- Pelaksana perlu dilengkapi dengan surat tugas
4. Komunikasi Efektif Dokter PasienKomunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh kedua
pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa mengembangkan komunikasi dengan
pasien hanya akan menyita waktu dokter, tampaknya harus diluruskan. Sebenarnya bila dokter
dapat membangun hubungan komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negative
dapat dihindari. Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien
pun percaya sepenuhnya kepada dokter.
Kondisi ini amat berpengaruh pada proses penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa
tenang dan aman ditangani oleh dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat
dokter karena yakin bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien
percaya bahwa dokter tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya. Kurtz
(1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu lama. Komunikasi
efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan
pasien (tidak hanya ingin sembuh).
Dalam pemberian pelayanan medis, adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan
pasien merupakan kondisi yang diharapkan sehingga dokter dapat melakukan manajemen
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
18/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 18
pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien, berdasarkan kebutuhan pasien. Namun disadari
bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum disiapkan untuk melakukannya. Dalam
kurikulum kedokteran dan kedokteran gigi, membangun komunikasi efektif dokter-pasien belum
menjadi prioritas. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman (guidance) untuk dokter
guna memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan atau keluarganya. Melalui pemahaman
tentang hal-hal penting dalam pengembangan komunikasi dokter pasien diharapkan terjadi
perubahan sikap dalam hubungan dokter-pasien.
Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk mengarahkan
proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih memberikan dukungan pada
pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi keduanya (Kurtz, 1998). Menurut Kurzt
(1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yang digunakan:
Disease centered communication style atau doctor centered communication Style.o Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis,
termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan
gejala-gejala.
Illness centered communication style atau patient centered communicationstyle.o Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara
individu merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien,
kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yang
dipikirkannya.
Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan, serta kebutuhan
pasien,patient centered communication stylesebenarnya tidak memerlukan waktu lebih lama dari
pada doctor centered communication style. Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien
pada umumnya akan melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya
menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati itu sendiri dapat dikembangkan
apabila dokter memiliki ketrampilan mendengar dan berbicara yang keduanya dapat dipelajari dan
dilatih. Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic Communication
in Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan betapa pentingnya empati ini
dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi berikut:
1) Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien (a physician cognitivecapacity to understand patients needs),
2) Menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien (an affective sensitivity topatients feelings),
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
19/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 19
3) Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan empatinya kepada pasien(a behavioral ability to convey empathy to patient).
Sementara, Bylund & Makoul (2002) mengembangkan 6 tingkat empati yang dikodekan
dalam suatu sistem (The Empathy Communication Coding System (ECCS) Levels.Berikut adalah
contoh aplikasi empati tersebut:
- Level 0: Dokter menolak sudut pandang pasieno Mengacuhkan pendapat pasieno Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien seperti
Kalau stress ya, mengapa datang ke sini? Atau Ya, lebih baik operasi saja
sekarang.
- Level 1: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara sambil laluo A ha, tapi dokter mengerjakan hal lain: menulis, membalikkan badan, menyiapkan
alat, dan lain-lain
- Level 2: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara implicito Pasien, Pusing saya ini membuat saya sulit bekerjao Dokter, Ya...? Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini?
- Level 3: Dokter menghargai pendapat pasieno Anda bilang Anda sangat stres datang ke sini? Apa Anda mau menceritakan lebih
jauh apa yang membuat Anda stres?
- Level 4: Dokter mengkonfirmasi kepada pasieno Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha Anda untuk
menyempatkan berolah raga
- Level 5:Dokter berbagi perasaan dan pengalaman (sharing feelings and experience)dengan pasien.
o Ya, saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua. Beberapa pasienpernah mengalami aborsi spontan, kemudian setelah kehamilan berikutnya mereka
sangat, sangat, khawatir
Empati pada level 3 sampai 5 merupakan pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien
tentang penyakitnya, secara eksplisit.
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
20/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 20
Sumber : Schermerhorn, Hunt & Osborn (1994)
5. Kewajiban dan Hak PasienUndang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Paragraf 7 mengatur
kewajiban dan hak pasien sebagai berikut:
Kewajiban Pasien
1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Hak Pasien
1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain (second opinion)3. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;4. Menolak tindakan medis; dan5. Mendapatkan isi rekam medis
Kewajiban dan Hak Dokter
Sebagaimana lazimnya suatu perikatan, perjanjian medik pun memberikan hak dan
kewajiban bagi dokter. Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran, hak dan kewajiban dokter atau dokter gigi terdapat dalam paragraf 6, yaitu;Kewajiban Dokter/Dokter Gigi
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
21/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 21
1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar proseduroperasional serta kebutuhan medis pasien;
2. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian ataukemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;
3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelahpasien meninggal dunia;
4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin adaorang lain yang bertugas mampu melakukannya;
5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran ataukedokteran gigi.
Hak Dokter/Dokter Gigi
1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai denganstandar profesi dan standar prosedur operasional;
2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar proseduroperasional;
3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan4. Menerima imbalan jasa.
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
22/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 22
Analisa Kasus
Kasus yang terjadi diatas adalah akibat tidak adanya komunikasi efektif antara keluarga
pasien dan pihak paramedis. Pasien kemungkinan kurang mendapatkan hak untuk mendapatkaninformasi mengenai prosedur tranfusi darah dan resiko yang terjadi akibat tranfusi darah.
Kemudian dari informasi yang ada, kemungkinan pihak paramedis tidak melakukan praprosedur
dan prosedur tranfusi darah dengan baik dan benar.
Pada kasus ini juga terjadi perbedaan pemeriksaan golongan darah saat sebelum tranfusi
darah yaitu tes golongan darah di Labolatorium Prodia, bayi ED memiliki darah dengan golongan
B. Kemudian, saat dicek di PMI golongan darah anaknya O. Seharusnya saat terjadi perbedaan
pada pemeriksaan golongan darah ini pihak paramedis harus melakukan pemeriksaan ulang
golongan darah karena ini bisa berakibat fatal saat dilakukan tranfusi darah bila golongan
darahnya berbeda dan terjadi resiko cepat saat dilakukan tranfusi darah. Kemudian bisa dilakukan
skrining sebelum tranfusi darah bila ada cukup waktu untuk mengurangi resiko saat dilakukan
tranfusi darah.
Sebelum melakukan tranfusi darah diharapkan paramedis mengkomunikasikan selengkap
lengkapnya mengenai:
a. Prosedur tranfusi darah dan pendatanganan inform consentb. Penjelasan mengenai resiko tranfusi darah
Praprosedur yang harus dilakukan sebelum tranfusi darah:
a. Saat menerima darah atau komponen darah Periksa ulang label dengan perawat lain untukmeyakinkan bahwa golongan ABO dan RH nya sesuai dengan catatan.
b. Periksa adanya gelembung darah dan adanya warna yang abnormaldan pengkabutan.
Gelembung udara menunjukan adanya pertumbuhan bakteri . Warna abnormal dan pengkabutan menunjukan hemolisis.
c. Periksa jumlah dan jenis darah donor sesuai dengan catatan resipien.d. Periksa identitas pasien dengan menanyakan nama pasien dan memeriksa gelang identitas.e. Periksa ulang jumlah kebutuhan dan jenis resipien.f. Periksa suhu, denyut nadi, respirasi dan tekanan darah pasien sebagai dasar perbandingan
tanda-tanda vital selanjutnya.
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
23/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 23
Prosedur saat melakukan tranfusi darah:
1. Pakai sarung tangan yang dianjurkan oleh universalprecaution yang menyatakanbahwa sarung tangan harus dikenakan saat prosedur yang memungkinkan kontak
dengan darah atau cairan tubuh lainnya.
2. Catatlah tanda vital sebelum memulai transfusi.3. Jangan sekali-sekali menambahkan obat kedalam darah atau produk lain.4. Yakinkan bahwa darah sudah harus diberikan dalam 30menit setelah dikeluarkan dari
pendingin.
5. Bila darah harus dihangatkan, maka hangatkanlah dalam penghangat darah in-linedengan system pemantauan. Dan darah tidak boleh dihangatkan dalam air atau oven
microwave.
6. Gunakan jarum ukuran 19 atau lebih pada vena.7. Gunakan selang khusus yang memiliki filter darah untuk menyaring bekuan fibrin dan
bahan partikel lainnya.
8. Jangan melubangi kantung darah.9. Untuk 15 menit pertama, berikan transfusi secara perlahan-tidak lebih dari 5 ml/menit.10.Lakukan observasi pasien dengan cermat akan adanya efek samping.11.Apabila tidak terjadi efek samping dalam 15 menit, naikkan kecepatan aliran kecuali
jika pasien beresiko tinggi mengalami kelebihan sirkulasi.
Pada poin-poin diatas (yang berwarna merah) pihak paramedis diduga tidak melakukan
prosedur tranfusi darah dengan baik dan benar, yaitu pada kasus ini pihak paramedis
melakukan transfusi darah dengan cara injeksi, lalu darah sebanyak 100 CC dimasukkan ke
dalam vena anaknya dalam waktu yang cukup cepat dalam waktu 15 menit.
Pada kesalahan prosedur inilah terjadi reaksi pada bayi ED yang kemungkinan mengalami
syok anafilaktik yaitu mengalami kejang dan muntah darah lalu kemudian meninggal dunia
setelah dilakukan tranfusi darah melalui injeksi intravena secara cepat dalam waktu 15 menit
tersebut.
Seharusnya pada kasus ini pihak paramedis bisa melakukan praprosedur dan prosedur
dengan baik dan benar sebelum tranfusi darah dan fakta yang ada pada kasus ini yaitu:
Perbedaan pemeriksaan golongan darah bayi ED yang tidak diperhatikan dengan baik Kemungkinan adanya kesalahan prosedur saat melakukan tranfusi darah yang
dilakukan oleh pihak paramedis
-
7/22/2019 Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
24/24
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN PROBOLINGGO 24
Kesimpulan
1.Perlu selalu diterapkan hubungan dokter atau pihak paramedis dan pasien dengan baik2.Hak pasien untuk mendapatkan informasi sebelum dilakukan tindakan medis, baik diminta
maupun tidak diminta.
3.Penjelasan tindakan kedokteran sekurang - kurangnya mencakup:- Tata cara tindakan kedokteran- Tujuan dilakukan- Alternative tindakan dan resiko- Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
4.Perlunya dilakukan upaya non litigasi seperti mediasi, rekonsiliasi dan negoisasi jikaditemukan sebuah kasus medik.
5.Dilakukan pendampingan saat terjadi kasus karena keluarga pasien dianggap awamterhadap kejadian yang terjadi.
Daftar Pustaka:
1. McFarland JG. Perioperative blood transfusion: indications and options. Chest1999;115:113S-21S.
2. Office of Medical Applications of Research, National Institutes of Health. Perioperative redblood cell transfusion. JAMA 1988;260:2700-3.
3. WHO. The clinical use of blood: handbook. Geneva, 2002. Didapat dariURL:http://www.who.int/bct/Main_areas_of_work/Resource_Centre/CUB/English/Handbook.
pdf.
4. Carma, L. Bylund & Gregory Makoul, Patient Education & Counseling 48 (2002) 207-2165. Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.6. Konsil Kedokteran Indonesia. Manual Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Yogyakarta. 20067. Schermerhorn, Hunt & Osborn (1994), Managing Organizational Behavior, 5th ed, John
Wiley & Sons, Inc, Canada, pp 562 - 578
Hasil pembelajaran:
1. Dapat menerapkan komunikasi efektif antara dokter pasien2. Dapat menyikapi dengan baik terhadap kasus etik - medik3. Dapat meminimalisir dan mengantisipasi terjadinya resiko tranfusi darah
Catatan:
http://www.who.int/bct/Main_areas_of_work/Resource_Centre/CUB/English/Handbook.pdfhttp://www.who.int/bct/Main_areas_of_work/Resource_Centre/CUB/English/Handbook.pdfhttp://www.who.int/bct/Main_areas_of_work/Resource_Centre/CUB/English/Handbook.pdfhttp://www.who.int/bct/Main_areas_of_work/Resource_Centre/CUB/English/Handbook.pdf