kata kunci : loneliness setelah mengalami kematian pasangan

17
PERBEDAAN LONELINESS PADA PRIA DAN WANITA USIA LANJUT SETELAH MENGALAMI KEMATIAN PASANGAN HIDUP Susan Puspita Mandasari 10502248 Fakultas Psikologi ABSTRAKSI Sepanjang rentang kehidupan, manusia mengalami perubahan dalam perkembangannya, mulai dari manusia dilahirkan hingga usia lanjut. Salah satu tugas perkembangan pada masa usia lanjut adalah mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan peristiwa kematian pasangan hidup. Kematian seorang teman hidup merupakan trauma khususnya bagi kedua pasangan yang sebelumnya selalu menjalani kehidupan yang sangat aktif bersama-sama. Setelah mengalami kematian pasangan hidup, masing-masing individu memiliki tingkat loneliness yang berbeda-beda, dimana wanita setelah mengalami kematian pasangan hidupnya cenderung memiliki tingkat loneliness yang tinggi dibandingkan dengan pria hal ini disebabkan karena karakteristik wanita yang lebih mungkin mengakui dirinya kesepian dan lebih membutuhkan teman untuk berbagi pikiran dan pengalaman dibandingkan pria. Pria lebih banyak mengingkari kesepian yang dialaminya. Salah satu alasan untuk hal tersebut adalah pria yang kesepian kurang dapat diterima dan lebih sering ditolak secara sosial. Menurut stereotip jenis kelamin, pria dianggap kurang pantas mengekspresikan emosinya, dan pria yang menyatakan dirinya kesepian yang berarti menyimpang dari harapan tersebut. Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan Hidup,, Jenis Kelamin, Usia Lanjut PENDAHULUAN Latar Belakang Sepanjang rentang kehidupan, manusia mengalami perubahan dalam perkembangannya, mulai dari manusia dilahirkan hingga usia lanjut. Pada tahap terakhir dalam rentang kehidupan yaitu masa usia lanjut, dimana periode ini ditandai dengan adanya berbagai perubahan fisik, psikis maupun social. Salah satu dari sekian banyak tugas perkembangan pada masa usia lanjut adalah mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan peristiwa kematian pasangan hidup. Kematian pasangan hidup mempengaruhi tingkat dan aktivitas sosial serta persahabatan yang biasa dilakukan serta mempengaruhi pola hidupnya yang mengalami perubahan. Perubahan ini menimbulkan efek terhadap penyesuaian diri dan pola kehidupan dalam keluarga. Untuk itu mereka diharapkan dapat merasakan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan masa tuanya tanpa pasangan hidup. Kenyataan yang ada, banyak lanjut usia yang tidak siap menghadapi hari tua tanpa pasangan hidup mereka . Mereka tidak merasakan kepuasan dan kebermaknaan hidup seperti yang diharapkan, bahkan banyak diantara mereka yang merasa tidak bahagia, depresi ataupun juga kesepian. Kesepian sebagai salah satu problem psikologis yang dapat dialami oleh siapa saja, termasuk juga oleh orang lanjut usia. Kesepian merupakan sebuah pengalaman subjektif yang tidak menyenangkan karena adanya perasaan kurang dalam hal hubungan seseorang (Deaux, dkk, 1993). Menurut Weis (dalam Peplau & Perlman, 1982) orang yang mengalami kesepian cenderung kurang memperhatikan dirinya dan kurang terlibat dalam hubungan dengan orang lain. Tidak semua individu yang mengalami kesepian dapat menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, bahkan individu tersebut seringkali tidak mampu lagi membina hubungan baru yang akrab. Manusia membutuhkan hubungan yang akrab, intim, dan

Upload: hoangkhuong

Post on 17-Jan-2017

227 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan

PERBEDAAN LONELINESS PADA PRIA DAN WANITA USIA LANJUT SETELAH MENGALAMI KEMATIAN PASANGAN HIDUP

Susan Puspita Mandasari

10502248 Fakultas Psikologi

ABSTRAKSI Sepanjang rentang kehidupan, manusia mengalami perubahan dalam perkembangannya,

mulai dari manusia dilahirkan hingga usia lanjut. Salah satu tugas perkembangan pada masa usia lanjut adalah mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan peristiwa kematian pasangan hidup. Kematian seorang teman hidup merupakan trauma khususnya bagi kedua pasangan yang sebelumnya selalu menjalani kehidupan yang sangat aktif bersama-sama. Setelah mengalami kematian pasangan hidup, masing-masing individu memiliki tingkat loneliness yang berbeda-beda, dimana wanita setelah mengalami kematian pasangan hidupnya cenderung memiliki tingkat loneliness yang tinggi dibandingkan dengan pria hal ini disebabkan karena karakteristik wanita yang lebih mungkin mengakui dirinya kesepian dan lebih membutuhkan teman untuk berbagi pikiran dan pengalaman dibandingkan pria. Pria lebih banyak mengingkari kesepian yang dialaminya. Salah satu alasan untuk hal tersebut adalah pria yang kesepian kurang dapat diterima dan lebih sering ditolak secara sosial. Menurut stereotip jenis kelamin, pria dianggap kurang pantas mengekspresikan emosinya, dan pria yang menyatakan dirinya kesepian yang berarti menyimpang dari harapan tersebut.

Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan Hidup,, Jenis Kelamin,

Usia Lanjut

PENDAHULUAN Latar Belakang

Sepanjang rentang kehidupan, manusia mengalami perubahan dalam perkembangannya, mulai dari manusia dilahirkan hingga usia lanjut. Pada tahap terakhir dalam rentang kehidupan yaitu masa usia lanjut, dimana periode ini ditandai dengan adanya berbagai perubahan fisik, psikis maupun social. Salah satu dari sekian banyak tugas perkembangan pada masa usia lanjut adalah mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan peristiwa kematian pasangan hidup.

Kematian pasangan hidup mempengaruhi tingkat dan aktivitas sosial serta persahabatan yang biasa dilakukan serta mempengaruhi pola hidupnya yang mengalami perubahan. Perubahan ini menimbulkan efek terhadap penyesuaian diri dan pola kehidupan dalam keluarga. Untuk itu mereka diharapkan dapat merasakan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan masa tuanya tanpa pasangan hidup. Kenyataan yang ada, banyak lanjut usia yang tidak siap menghadapi hari tua tanpa pasangan hidup mereka . Mereka tidak merasakan kepuasan dan kebermaknaan hidup seperti yang diharapkan, bahkan banyak diantara mereka yang merasa tidak bahagia, depresi ataupun juga kesepian. Kesepian sebagai salah satu problem psikologis yang dapat dialami oleh siapa saja, termasuk juga oleh orang lanjut usia.

Kesepian merupakan sebuah pengalaman subjektif yang tidak menyenangkan karena adanya perasaan kurang dalam hal hubungan seseorang (Deaux, dkk, 1993). Menurut Weis (dalam Peplau & Perlman, 1982) orang yang mengalami kesepian cenderung kurang memperhatikan dirinya dan kurang terlibat dalam hubungan dengan orang lain. Tidak semua individu yang mengalami kesepian dapat menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, bahkan individu tersebut seringkali tidak mampu lagi membina hubungan baru yang akrab. Manusia membutuhkan hubungan yang akrab, intim, dan

Page 2: Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan

mendalam. Bukan hanya secara jasmaniah, melainkan terlebih secara batiniah. Setelah mengalami kematian pasangan hidup, masing-masing individu memiliki tingkat loneliness yang berbeda-beda.

Menurut Borys & Perlman (dalam Deaux, 1993) mengatakan bahwa wanita memiliki tingkat loneliness yang lebih tinggi dibanding pria. Menurut Cohn, Strassberg & Corby (dalam Brehm 1992), wanita biasanya mempunyai ciri khas seperti cenderung membuka diri, termasuk hal-hal yang bersifat pribadi, lebih berorientasi pada perasaan, senang terlibat dalam diskusi-diskusi intim, dan lebih terbuka dalam membicarakan perasaan mereka kepada orang lain. Menurut Peetronio & Weiss (dalam Derlega 1993), pria pada umumnya tidak suka membuka diri, terutama dalam hal yang berkaitan dengan hal-hal bersifat pribadi, karena bagi pria membuka diri berarti mengungkapkan kelemahannya dan menurunkan sifat maskulinitasnya.

Berdasarkan karakteristik pria dan wanita diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perbedaan tingkat loneliness setelah mengalami kematian pasangan hidup antara pria dan wanita.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji perbedaan tingkat loneliness pada pria dan wanita usia lanjut setelah mengalami kematian pasangan hidup.

Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini, terlihat bahwa ada perbedaan loneliness yang signifikan antara pria dan wanita usia lanjut setelah mengalami kematian pasangan hidup. Dengan demikian hasil penelitian ini memperkuat teori psikologi yang menyatakan bahwa tingkat loneliness wanita yang telah kehilangan pasangan hidup lebih tinggi dibandingkan pria yang juga telah kehilangan pasangan hidupnya.

2. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini menunjukkan tingkat loneliness pada wanita yang telah kehilangan pasangan hidupnya lebih tinggi dari pada pria yang juga telah kehilangan pasangan hidupnya. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat memberi masukan bagi para pembaca dan khususnya bagi pria dan wanita usia lanjut setelah mengalami kematian pasangan hidupnya dengan menjalani kehidupan yang baru dengan hal-hal yang positif.

TINJAUAN PUSTAKA Loneliness Pengertian loneliness

Loneliness adalah Perasaan yang tidak menyenangkan karena kurang adanya hubungan yang bermakna dan kurang adanya keakraban dengan orang lain.

Aspek – aspek Loneliness

Menurut Peplau dan Perlman (1982) secara umum defenisi kesepian meliputi tiga aspek utama, yaitu : 1. Aspek Need for Intimacy : aspek ini menitikberatkan pada faktor kedekatan atau keakraban. Kesepian dipandang sebagai suatu perasaan sepi yang diakibatkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan akan keakraban dengan orang lain. 2. Aspek Cognitive Process : aspek proses kognitif ini menitikberatkan bahwa kesepian merupakan hasil dari persepsi dan evaluasi individu terhadap hubungan sosial yang dianggap tidak memuaskan. 3. Aspek Social Reinforcement : aspek penguatan sosial ini menitikberatkan bahwa hubungan sosial yang memuaskan dapat dianggap sebagai suatu bentuk Reinforcement, dan tidak adanya reinforcement ini dapat menimbulkan perasaan kesepian.

Page 3: Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan

Tipe-tipe Loneliness Menurut Weiss (dalam Deaux, dkk, 1993) membedakan dua tipe kesepian, berdasarkan hilangnya

kesempatan sosial tertentu yang dialami oleh seseorang. 1. Emosional Loneliness yaitu kesepian yang disebabkan kurang dekat, intim, dan lekat dalam hubungan dengan seseorang. 2. Social Loneliness yaitu hasil dari ketiadaan teman dan family atau jaringan sosial tempat berbagai minat dan aktifitas. Karakteristik Loneliness

Ciri-ciri umum kesepian adalah Isolasi, alienasi, perasaan penolakan, merasa disalah mengerti, merasa tidak dicintai, depresi, tidak mempunyai sahabat, malas membuka diri (tertutup) atau bungkam, bosan, gelisah, putus asa, mengutuk dirinya sendiri, tak ada tegur sapa, semua hubungan terasa mati, sepi sendiri, tak ada yang peduli, dingin-membeku, merasa dilupakan, disingkirkan, tak ditemani, tak berguna, kurang memadai, kurang efektif dalam membina dan mengembangkan pergaulan yang akrab, mengurung diri dirumah, cangung dalam pergaulan, dan sangat berlebihan atau menutup tentang dirinya. Faktor –faktor yang mempengaruhi Loneliness 1. Loneliness dan jenis kelamin, Stokes & Cevin (dalam Marzukni, 2001) mengatakan bahwa antara pria dan wanita terdapat perbedaan standar untuk melihat derajat kepuasan dalam hubungan sosialnya. 2. Loneliness dan aktivitas, salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui perilaku sosial individu yang kesepian adalah menyangkut frekuensi dengan siapa individu terlibat dalam aktivitas sosial, dan kepuasan yang diperoleh individu dari hubungan tersebut. 3. Loneliness dan tempat tinggal , De Jong-Gierveld (1987), mengemukakan bahwa pemilihan tempat tinggal merupakan faktor yang sangat penting terhadap kesepian dan hal itu mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung. Hasil yang diperoleh adalah bahwa individu yang hidup bersama anak atau saudara memiliki tingkat kesepian yang lebih rendah dari pada individu yang tinggal sendiri. Kematian Defenisi Kematian

Kematian adalah suatu peristiwa dalam kehidupan yang pasti dialami setiap manusia, dimana semua fungsi kehidupan yaitu fungsi biologis dan psikologisnya berhenti. Penyebab Kematian

Kematian dapat terjadi di segala fase siklus kehidupan manusia mulai dari perkembangan prenatal seperti keguguran; selama proses kelahiran berlangsung atau beberapa hari setelah kelahiran; dimasa kanak-kanak, kematian paling sering terjadi karena kecelakaan atau sakit; masa remaja, seperti bunuh diri, kecelakaan dan pembunuhan; orang dewasa, penyebab kematian paling sering terjadi karena penyakit kronis seperti penyakit jantung dan kanker. Penyakit yang diderita orang dewasa seringkali melumpuhkan sebelum akhirnya membunuh, dan individu kebanyakan berada dalam keadaan sekarat dimana secara lambat laun keadaan tersebut menuju kearah kematian (Santrock, 2002). Jenis Kelamin Defenisi Jenis kelamin Jenis kelamin adalah suatu konsep yang digunakan untuk untuk mengidentifikasikan perbedaan pria dan wanita dilihat dari sudut anatomi dan biologis. Karakteristik Jenis Kelamin

Hurlock (1996) mengemukakan beberapa ciri yang mendasar pada pria dan wanita, yaitu: Ciri-ciri Wanita: Peka, lembut, cerewet, emosional, manja, keibuan, senang berdandan, penyabar, pemalu, mudah takut, cengeng, jujur, materialistik, setia, tertutup, dan penuh pengertian.

Page 4: Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan

Ciri-ciri Pria :Melindungi, rasional, berani, agresif, tegas, kasar, terbuka, ingin menguasai, maskulin, ingin memimpin, solider, pantang putus asa, keras dan pemarah. Usia Lanjut Pengertian Usia Lanjut Usia lanjut merupakan periode akhir dari tahap perkembangan yang dimulai saat seseorang memasuki usia enam puluh tahun. Tugas – Tugas Perkembangan Pada Masa Usia Lanjut 1. Menurut Hurlock (1996), tugas-tugas perkembangan pada masa usia lanjut adalah sebagai berikut : 2. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan. 3. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income (penghasilan) keluarga. 4. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup. 5. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sesusia. 6. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan. 7. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes. Perubahan – Perubahan Yang Terjadi Pada Masa Usia Lanjut Pada masa usia lanjut banyak perubahan yang terjadi. Menurut Papalia & Olds (2001) perubahan yang terjadi pada masa usia lanjut, yaitu : 1. Perubahan Fisik : Penglihatan, Pendengaran, Perasa dan Penciuman 2. Perubahan Psikologis 3. Perubahan Emosional Beberapa Masalah Yang Muncul Pada Masa Usia Lanjut Menurut Hurlock (1996), ada beberapa masalah yang umum dialami oleh warga usia lanjut, yaitu: 1. Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus tergantung pada orang lain. 2. Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukum beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam pola hidupnya. 3. Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik. 4. Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang telah meninggal atau pergi jauh dan atau cacat. 5. Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah. 6. Belajar untuk memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang dewasa. 7. Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat, yang secara khusus direncanakan untuk orang dewasa. 8. Mulai merasakan kebahagiannya dari kegiatan yang sesuia untuk orang berusia lanjut dan memiliki kemauan untuk mengganti kegiatan lama yang berat dengan kegiatan yang lebih cocok. 10. Menjadi “korban” atau dimanfaatkan oleh penjual obat, buaya darat, dan kriminalitas karena mereka tidak sanggup lagi untuk mempertahankan diri.

Pasangan Hidup Pasangan sering diartikan sebagai seorang pendamping pada orang lain yang memiliki keterkaitan

emosional yang dalam dan telah mendalami karakter masing-masing, dan berbagi suka maupun duka dalam kebersamaan.

Pasangan hidup adalah seorang pendamping di dalam kehidupan seseorang yang telah mengenal, mendalami, menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing baik fisik maupun kepribadian, memiliki keterkaitan emosional yang sangat dalam, memiliki satu tujuan baik yang sama, dan berbagi suka maupun duka dalam kebersamaan yang berada dalam naungan pernikahan yang sah secara negara dan agama (Wahyudi, 2007)

Page 5: Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan

Perbedaan Loneliness Pada Pria dan Wanita Usia Lanjut Dalam Menghadapi Kematian Pasangan hidup

Usia lanjut adalah masa penutup dalam rentang kehidupan seseorang dimana terjadi perubahan-perubahan seperti kemunduran yang diikuti oleh proses penurunan mental yang disebabkan adanya perubahan secara fisik seperti perubahan pada penglihatan, pendengaran, perasa dan penciuman maupun perubahan secara psikologis seperti merasa tidak dihargai dan diacuhkan (Hurlock,1996). Salah satu tugas perkembangan pada masa usia lanjut adalah mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan peristiwa kematian pasangan hidup. Perubahan ini menimbulkan efek terhadap penyesuaian diri dan pola kehidupan dalam keluarga.

Kematian seorang teman hidup merupakan trauma khususnya bagi kedua pasangan yang sebelumnya selalu menjalani kehidupan yang sangat aktif bersama-sama. Ini dapat berarti, aktif dari seluruh gaya hidup yang ditempuh bersama-sama, berkenan dengan pekerjaan, hiburan, dan ketergantungan satu sama lainnya (Sedarlah, 2004).

Masalah penyesuaian karena kesendirian individu menjadi sangat sulit bagi setiap individu yang ditinggalkan. Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa keadaan ekonomi yang tidak mencukupi dan pengaruh kebutuhan sosial yang tidak bisa dijalani bersama-sama lagi serta tidak ada lagi teman hidup yang memperhatikan dan menemani seperti sedia kala, hal ini bisa menimbulkan masalah baru yaitu kesepian.

Banyak tokoh menjelaskan tentang kesepian, salah satunya adalah Bruno (2000) menjelaskan bahwa kesepian adalah suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan oleh adanya perasaan-perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain.

Dalam menghadapi kematian pasangan hidup, masing-masing individu memiliki tingkat loneliness yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh karakteristik tertentu yang membedakan antara pria dan wanita. Menurut Cohn, Strassberg & Corby (dalam Brehm 1992), wanita biasanya mempunyai ciri khas seperti cenderung membuka diri, termasuk hal-hal yang bersifat pribadi, lebih berorientasi pada perasaan, senang terlibat dalam diskusi-diskusi intim, dan lebih terbuka dalam membicarakan perasaan mereka kepada orang lain. Dalam kehidupannya khususnya pergaulan, wanita cenderung memiliki banyak teman, senang memperkaya persahabatan untuk berbagi cerita, mencurahkan segala masalah yang dialaminya, serta memecahkan masalah mereka secara bersama-sama.

Pria menurut Peetronio & Weiss (dalam Derlega 1993) pada umumnya tidak suka membuka diri, terutama dalam hal yang berkaitan dengan hal-hal bersifat pribadi, karena bagi pria membuka diri berarti mengungkapkan kelemahannya dan menurunkan sifat maskulinitasnya. Sedangkan menurut Stein (1979) dalam pergaulannya sehari-hari pria umumnya kurang mampu untuk beradapatasi dan hanya memiliki sedikit teman, selain itu pria hanya mempunyai sedikit pengalaman interpersonalnya.

Berdasarkan ciri-ciri karakteristik wanita dan pria diatas, dapat disimpulkan bahwa setelah kematian pasangan hidupnya wanita cenderung memiliki tingkat loneliness yang tinggi hal ini sesuai dengan pendapat Borys & Perlman (dalam Deaux, 1993) yang mengatakan bahwa wanita memiliki tingkat loneliness yang lebih tinggi dibanding pria, hal ini disebabkan karena wanita ketika masih bersama pasangan hidupnya selalu menjalankan aktivitas yang aktif secara bersama-sama, selain itu kondisi ekonomi yang mencukupi dan pengaruh kebutuhan sosial yang biasa dijalani bersama-sama sekarang tidak bisa lagi dijalani bersama-sama yang menyebabkan wanita lebih membutuhkan orang lain untuk menjalankan kehidupan tanpa pasangan hidupnya untuk berbagi pikiran dan pengalaman. Sedangkan pria setelah kehilangan pasangan hidupnya karena kenmatian kondisi emosionalnya tidak terlalu berbeda karena karakteristik pria yang tidak suka membuka diri.

Apabila dikaitkan dengan loneliness setelah kematian pasangan hidup maka dapat diasumsikan bahwa wanita memiliki tingkat loneliness yang lebih tinggi dibanding pria. Hal ini dikarenakan wanita lebih mungkin mengakui dirinya kesepian dan lebih membutuhkan teman untuk berbagi pikiran dan pengalaman dibandingkan pria. Pria lebih banyak mengingkari kesepian yang dialaminya. Salah satu alasan untuk hal tersebut adalah pria yang kesepian kurang dapat diterima dan lebih sering ditolak secara sosial (Borys & Perlman dalam Deaux, 1993). Menurut stereotip jenis kelamin, pria dianggap

Page 6: Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan

kurang pantas mengekspresikan emosinya, dan pria yang menyatakan dirinya kesepian yang berarti menyimpang dari harapan tersebut (Deaux, 1993). Hipotesis Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat loneliness pada pria dan wanita setelah mengalami kematian pasangan hidup. METODE PENELITIAN Indentifikasi Variabel-Variabel Penelitian Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan diuji adalah : 1. Variabel Bebas : Jenis Kelamin 2. Variable Tergantung : Derajat loneliness Definisi Operasional

Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah : 1. Jenis kelamin adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasikan perbedaan pria dan wanita yang dilihat dari sudut anatomi dan biologis. Jenis kelamin ini dapat diketahui dari data identitas subjek. 2. Loneliness adalah perasaan yang tidak menyenangkan karena kurang adanya hubungan yang bermakna dan kurang adanya keakraban dengan orang lain. Untuk mengukur derajat loneliness maka digunakan skala model Likert yang akan diukur dengan aspek-aspek loneliness yang mengacu pada pandangan Peplau dan Perlman (1982) yaitu aspek Need for Intimacy, aspek Cognitive Process, dan aspek Social Reinforcement. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Subjek penelitian ini adalah janda atau duda yang telah ditinggal mati oleh pasangan hidupnya maksimal 5 tahun. Karakteristik subjek dalam penelitian adalah berjenis kelamin pria dan wanita berusia 60 – 80 tahun yang dipilih dengan menggunakan teknik sampling accidental sampling. Accidental Sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana sampel yang diambil secara tidak sengaja atau kebetulan serta dilakukan secara subjektif dan bila sampel memenuhi kriteria segera diambil (Sugiarto, 2001). Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui metode kuesioner, yaitu daftar pertanyaan atau pernyataan yang diberikan kepada responden baik secara langsung atau tidak langsung untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan yang berupa kuesioner kesepian. Jenis pertanyaan dalam penelitian ini adalah pertanyaan tertutup atau berstruktur,

Dalam kuesioner ini terdiri dari identitas subjek dan skala Loneliness berbentuk skala Likert yang disusun oleh peneliti. Kuesioner terdiri atas : 1. Lembar Identitas Subjek Penelitian Dalam lembar ini berisi data singkat mengenai subjek penelitian yang terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan terakhir, pekerjaan saat ini, status, suku bangsa, agama, jumlah anak, dan tempat tinggal. 2. Skala Loneliness Skala Loneliness yang digunakan dalam teknik pengumpulan data ini berbentuk skala Likert, berdasarkan pada aspek-aspek Loneliness yang disusun oleh Kusuma (2004). Aspek-aspek tersebut adalah aspek Need for Intimacy, aspek Cognitive Process, dan aspek Social Reinforcement.. Untuk melakukan pengskalaan dengan metode ini, responden diminta untuk menyatakan kesesuaian atau ketidaksesuaian terhadap isi pernyataan dalam empat macam katagori jawaban yaitu, Sangat Sesuai (SS); Sesuai (S); Tidak Sesuai (TS); Sangat Tidak Sesuai (STS).

Page 7: Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan

Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data Agar skala yang digunakan dapat menjalankan fungsinya dengan baik, harus mampu memberikan

informasi yang dapat dipercaya dan memenuhi kriteria tertentu. Diantaranya adalah validitas dan reliabilitas. Validitas Validitas sebuah alat tes menyangkut apa yang diukur tes dan seberapa baik tes itu bisa mengukur. Validitas tes memberitahu kita tentang apa yang bisa kita simpulkan dari skor-skor tes (Anastasi dan Urbina, 2003). Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (alat ukur) dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2005). Uji validitas atau kesahihan dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Product Moment dari Karl Pearson, yaitu mengkorelasikan skor setiap item dengan skor total item. Reliabilitas

Reliabilitas maksudnya bahwa alat pengukur dengan yang diukur haruslah ada penyesuaian, artinya alat pengukur haruslah terpercaya (Achmadi dan Narbuko, 2003). Reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya. Hal ini ditunjukkan oleh taraf keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh dari subjek yang diukur dengan alat yang sama, atau diukur dengan alat yang setara pada kondisi yang berbeda (Suryabrata, 1999). Reliabilitas menunjuk pada konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang sama pada kesempatan yang berbeda, atau dengan seperangkat butir-butir ekuivalen (equivalent item) yang berbeda, atau di bawah kondisi pengujian yang berbeda. Reliabilitas tes menunjuk sejauh mana perbedaan-perbedaan individual dalam skor tes dapat dianggap sebagai penyebab oleh perbedaan-perbedaan “sesungguhnya” dalam karakteristik yang dipertimbangkan dan disebabkan oleh kesalahan peluang (Anastasi dan Urbina, 2003).

Untuk menguji reliabilitas pada penelitian ini dilakukan perhitungan dengan mengunakan koefisien dari Alpha Cronbach. Perhitungan validitas dan reliabilitas tersebut dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows versi 12.0. Teknik Analisis Data

Pengujian hipotesis mengenai perbedaan loneliness pada pria dan wanita dalam menghadapi kematian pasangan hidup ini menggunakan uji T (t-test), yaitu Independent Sampel t Test. Menurut Santoso (2003) Independent Sampel t Test adalah uji T (t-test) untuk dua sampel independent atau bebas yang bertujuan membandingkan rata-rata dari dua grup yang tidak berhubungan satu dengan yang lain, apakah kedua grup tersebut mempunyai rata-rata yang sama ataukah tidak secara signifikan. Dalam penelitian ini Independent Sampel t Test digunakan untuk melakukan analis perbedaan loneliness (Y) sebagai variabel terikat dari dua kelompok yang berbeda, antara pria (x1) dan wanita (x2) sebagai variabel bebas. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows versi 12.0. PERSIAPAN, PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mempersiapkan alat ukur yang akan digunakan. Alat ukur dalam penelitian ini dipersiapkan dengan menyusun skala loneliness yang disusun oleh Kusuma (2004), yang mengacu pada aspek-aspek loneliness dari Peplau dan Perlman (1982) yaitu, aspek Need for Intimacy, aspek Cognitive Process, dan aspek Social Reinforcement. Pelaksanaan Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan try out terpakai. Hal ini dilakukan karena keterbatasan tenaga dan waktu peneliti. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 11 Maret – 8 April 2007. Angket disebarkan kepada subjek yang berjenis kelamin pria dan wanita dan berstatus janda atau duda yang telah ditinggalkan pasangan hidup karena kematian serta berusia 60 – 80 tahun. Penelitian ini dilakukan

Page 8: Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan

terhadap pria dan wanita yang berstatus janda atau duda dan telah ditinggalkan pasangan hidup karena kematian yang ditemui peneliti dimanapun peneliti berada.

Dalam penelitian ini peneliti menyebar sekitar 68 angket dan yang terkumpul kembali 65 angket, namun 5 angket tidak terisi semua.

Secara umum pelaksanaan penelian ini cukup lancar walaupun terdapat kendala yang ditemui. Kendala tersebut adalah sulitnya mencari subjek penelitian khususnya mencari pria yang berstatus duda yang telah ditinggalkan oleh pasangan hidupnya oleh kematian, sehingga memperlambat pengambilan data. Kendala lain ialah sulitnya meminta subjek untuk mau mengisi angket dari peneliti karena keterbatasan pendidikan, penglihatan dan pendengaran subjek, sehingga peneliti membacakan angket penelitian satu persatu kepada sujek penelitian yang mempunyai keterbatasan tersebut. Hasil Penelitian Deskripsi Subjek Penelitian

Tabel 4 Deskripsi Sujek Penelitian

No. Identitas Penggolongan Jumlah % Mean Skala Loneliness

Pria 30 50 144,67 1. Jenis kelamin Wanita 30 50 181,23 60 Tahun 36 60 162.2 70 Tahun 18 30 162.2

2. Usia

80 Tahun 6 10 169.8

1 Tahun 17 28.3 181.6 2 Tahun 14 23.3 164.2 3 Tahun 13 21.7 148.2 4 Tahun 7 11.7 132.1

3.

Lama ditinggal pasangan

5 Tahun 9 15 160 Anak 22 36.7 155.4

Kerabat / Saudara 13 21.7 153.9

Sendiri 21 35 178.7

4. Tinggal dengan

Orang lain 4 6.7 151.3

Informal 19 31.7 154.3

Formal 16 26.7 145.4

5. Aktivitas

Solitary 25 41.6 173.9

Tidak bekerja 32 53.3 168.2

Karyawan 4 6.7 137.5

Wiraswasta 9 15 175.4

6. Pekerjaan

Buruh 6 10 143.3

Page 9: Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan

Penjaga fasilitas umum

5 8.3 141.8

Pengacara 1 1.7 234

Guru SD 1 1.7 200 Bengkel 1 1.7 126

Pengabar 1 1.7 136

SD 18 30 164.2

SMP 15 25 147.9

SMU 13 21.7 140.2

Sarjana 4 6.7 178.8

7. Tingkat Pendidikan

Tidak Sekolah 10 16.7 193

Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Pengujian validitas dan reliabilitas skala loneliness menggunakan uji validitas dengan teknik

product moment dari Karl Pearson dan uji reliabilitas dengan teknik Alpha Cronbach. Perhitungan uji validitas dan uji reliabilitas skala loneliness didasarkan pada tabel koefesien

korelasi product moment dari Azwar yaitu dasar pengukuran item valid jika taraf signifikasi 0,3. Dari hasil uji coba pada skala loneliness diperoleh hasil bahwa dari 62 item yang diujicobakan

terdapat 1 item yang dinyatakan gugur. Item yang valid berjumlah 61 item dengan koefisien validitas bergerak antara 0,326 sampai dengan 0,719. Sedangkan hasil uji reliabilitas menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,966. Hasil uji validitas dan reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.

Pada tabel 5 di bawah ini dapat dilihat perincian item yang valid pada skala loneliness yang digunakan pada penelitian ini.

Tabel 5 Distribusi Item Skala Loneliness Setelah Uji Coba

No.

Aspek – aspek Loneliness Favorable

Unfavorable

Gugur

Valid

1. Need for Intimacy 1, 8, 9, 17, 18, 26, 27, 34, 35, 36, 39, 40, 49, 54, 56

3, 7, 14, 19, 20, 24, 28, 31, 32, 37, 44, 45, 47*, 50, 59

1

29

2. Cognitive Process 4, 5, 16, 23, 30, 55 10, 11, 15, 44, 42, 58

0

12

3. Social Reinforcement 12, 13, 21, 25, 33, 43, 46, 60, 61, 62

2, 6, 22, 29, 38, 48, 51, 52, 53, 57

0

20

TOTAL 1 61

* : Item yang gugur

Page 10: Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan

Uji Asumsi Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang terdiri dari uji

normalitas dan uji homogenitas, dalam hal ini dilakukan guna terpenuhinya normalitas dan homogenitas sebaran data. Uji asumsi dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS for windows versi 12.0. Uji Normalitas

Dari hasil uji normalitas menggunakan one sample Kolmogorov-Smirnov pada skala loneliness diperoleh data bahwa pria diketahui nilai z = 0,130 dengan tingkat signifikasi sebesar 0,200 (p > 0,05) dan wanita diketahui nilai z = 0,102 dengan tingkat signifikasi 0,200 (p > 0,05). Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa distribusi skor loneliness pada subjek penelitian adalah normal. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 6 berikut :

l 6 Test of Normality

Kolmogorov- Smirnov Jenis Kelamin

Statistik df Sig.

P Keterangan

Loneliness Pria .130 .30 .200 > 0,05 Normal

Wanita .102 .30 .200 > 0,05 Normal Uji Homogenitas

Dari hasil pengujian homogenitas diperoleh nilai signifikasi sebesar 0,820 (p > 0,05), hasil pengujian ini menunjukkan bahwa keduanya mempunyai varians yang sama (homogen). Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 7 berikut :

Tabel 7 Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Based on Mean .052 1 58 .820Based on Median .017 1 58 .895Based on Median and with adjusted df .017 1 54.977 .895

LONELINESS

Based on trimmed mean .032 1 58 .859

Hasil Analisis Data

Berdasarkan hasil uji asumsi, baik melalui uji normalitas maupun uji homogenitas, diketahui data berdistribusi normal dan homogen. Oleh karena itu, untuk selanjutnya data penelitian dianalisis dengan menggunakan perhitungan statistik parametrik, yaitu dengan analisis Independent Sample T Test. Dari hasil analisis data diperoleh untuk nilai t sebesar 5,308 dan signifikasi sebesar 0,000 (p < 0.01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima, artinya adanya perbedaan loneliness pada pria dan wanita usia lanjut setelah mengalami kematian pasangan hidup.

Page 11: Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan

Tabel 8 Independent Sampel Test

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

LONELINESS Equal variances Assumed

Equal variances not

assumsed

.052

.820 -5.308

-5.308

58

-5.308 .000

Pembahasan

Penelitian ini berusaha untuk menguji adanya perbedaan loneliness pada pria dan wanita usia lanjut setelah kematian pasangan hidup. Berdasarkan penelitian ini dapat diketahui bahwa hipotesis penelitian ini diterima, artinya terdapat perbedaan loneliness yang signifikan antara pria dan wanita usia lanjut setelah mengalami kematian pasangan hidup.

Dari hasil analisis Independent Sample T Test diketahui bahwa nilai signifikasi sebesar 0,000 (p < 0,01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis diterima, yaitu adanya perbedaan loneliness yang signifikan antara pria dan wanita usia lanjut setelah mengalami kematian pasangan hidup.

Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Borys & Perlman (dalam Deaux, 1993) yang menyatakan bahwa wanita memiliki tingkat loneliness yang lebih tinggi dibanding pria. Hal ini dikarenakan wanita lebih mungkin mengakui dirinya kesepian dan lebih membutuhkan teman untuk berbagi pikiran dan pengalaman dibandingkan pria. Pria lebih banyak mengingkari kesepian yang dialaminya. Salah satu alasan untuk hal tersebut adalah pria yang kesepian kurang dapat diterima dan lebih sering ditolak secara sosial. Menurut stereotip jenis kelamin, pria dianggap kurang pantas mengekspresikan emosinya, dan pria yang menyatakan dirinya kesepian yang berarti menyimpang dari harapan tersebut (Deaux, 1993).

Dari hasil penelitian juga diketahui perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik pada skala loneliness pada pria dan wanita setelah mengalami kematian pasangan hidup, seperti yang dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini :

Tabel 9 Mean Empirik dan Mean Hipotetik

Skala Loneliness Skala

Mean

Empirik Mean

Hipotetik Standar Deviasi

Hipotetik Pria 144,67 152,5 30,5

Wanita 181,23 152,5 30,5

Standar deviasi (SD) hipotetik yang diperoleh untuk pria dan wanita adalah sebesar 30,5. dari data

tersebut dapat diketahui bahwa MH + 1SD = 183; MH + 2SD = 213,5; MH – 1SD =122; MH – 2SD = 91,5. untuk menentukan kategori subjek apakah rendah ataupun tinggi pada pria, ditetapkan sebagai berikut : Rendah : < MH – 1SD Sedang : MH – 1SD sampai dengan MH + 1SD

Page 12: Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan

Tinggi : > MH + 1SD Dengan MH sebesar 152,5 maka loneliness pada pria dan wanita usia lanjut setelah mengalami

kematian pasangan hidup masing-masing berada pada kategori sedang. Secara lengkap dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 1 Posisi Tingkat Loneliness pada Pria dan Wanita Setelah Memgalami Kematian Pasangan Hidup dalam

Distribusi Normal

N↓ - 2SD - 1SD ME(Pria) MH ME(Wanita) +1SD +2SD N↑ 61 91,5 122 144,67 152,5 181,23 183 213,5 244

Rendah Sedang Tinggi

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa tingkat loneliness pada pria dan wanita setelah mengalami kematian pasangan hidup berada pada kategori sedang, karena mereka masih berinteraksi dengan orang lain, masih diperhatikan dan dihormati oleh anak atau keluarga mereka serta masyarakat sekitar. Selain itu mereka masih aktif menjalankan aktivitas seperti perkumpulan pengajian, berkebun, dan lain sebagainya.

Selain hasil mean empirik dan mean hipotetik diatas, pada tabel 10 di bawah ini dapat terlihat hasil deskripsi dari subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 10

Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah % Mean Skala Loneliness

Pria 30 50 144,67

Wanita 30 50 181,23

TOTAL 60 100

Berdasarkan data tersebut diatas, ditemukan bahwa tingkat loneliness pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Hal ini sesuai dengan pendapat Borys & Perlman (dalam Deaux, 1993) mengatakan bahwa wanita memiliki tingkat loneliness yang lebih tinggi dibanding pria, hal ini disebabkan karena

Page 13: Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan

wanita ketika masih bersama pasangan hidupnya selalu menjalankan aktivitas yang aktif secara bersama-sama, selain itu kondisi ekonomi yang mencukupi dan pengaruh kebutuhan sosial yang biasa dijalani bersama-sama sekarang tidak bisa lagi dijalani bersama-sama yang menyebabkan wanita lebih membutuhkan orang lain untuk menjalankan kehidupan tanpa pasangan hidupnya untuk berbagi pikiran dan pengalaman. Sedangkan pria ketika pria ditinggalkan oleh pasangan hidupnya karena kematian kondisi emosionalnya tidak terlalu berbeda karena karakteristik pria yang tidak suka membuka diri. Menurut Stokes & Cevin (dalam Marzukni, 2001) mengatakan bahwa antara pria dan wanita terdapat perbedaan standar untuk melihat derajat kepuasan dalam hubungan sosialnya. Dalam persahabatan, wanita cenderung mementingkan hubungan yang dekat dan intim satu sama lain, serta saling memberikan dukungan sosial, jadi wanita yang tidak memiliki sahabat yang dekat kemungkinan besar lebih mengalami kesepian. Sedangkan pria lebih berorientasi pada kelompok, sehingga makin sempit jaringan sosialnya, maka lebih mengalami kesepian.

Pada tabel 11 di bawah ini terdapat deskripsi dari subjek penelitian berdasarkan tempat tinggal. Tabel 11

Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Tempat Tinggal Tempat Tinggal Jumlah % Mean Skala Loneliness

Anak 22 36.7 155.4

Kerabat / Saudara 13 21.7 153.9

Sendiri 21 35 178.7

Orang lain 4 6.7 151.3

TOTAL 60 100

Berdasarkan hasil deskripsi tempat tinggal, ditemukan bahwa subjek yang tinggal sendiri

memiliki tingkat loneliness yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang tinggal dengan anak, kerabat/ saudara dan orang lain. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh de Jong-Gierveld (1987), mengemukakan bahwa pemilihan tempat tinggal merupakan faktor yang sangat penting terhadap kesepian dan hal itu mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung. Hasil yang diperoleh adalah bahwa individu yang hidup bersama anak atau saudara memiliki tingkat kesepian yang lebih rendah dari pada individu yang tinggal sendiri.

Pada tabel 12 di bawah ini terdapat deskripsi dari subjek penelitian berdasarkan aktivitas.

Tabel 12 Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Aktivitas

Aktivitas Jumlah % Mean Skala Loneliness

Informal 19 31.7 154.3

Formal 16 26.7 145.4

Solitary 25 41.6 173.9

TOTAL 60 100

Page 14: Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan

Berdasarkan hasil deskripsi aktivitas, ditemukan bahwa individu yang memiliki aktivitas solitary (secara individual) memiliki hubungan yang paling rendah dengan kepuasan hidup yang menyebabkan individu tersebut memiliki tingkat loneliness yang lebih tinggi dibandingkan kedua tipe aktivitas lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Paloutzian & Ellison (dalam Pertiwi, 2001) bahwa orang lanjut usia yang aktif memiliki tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi, sedangkan salah satu indikator kepuasan hidup yang tinggi adalah rendahnya tingkat kesepian yang dirasakan. Semakin rendah tingkat kesepiannya, maka kepuasan hidup yang dirasakan semakin tinggi. Jadi dapat diasumsikan bahwa kesepian yang dirasakan lanjut usia akan berbeda antara individu yang aktif dan yang tidak aktif, dimana lanjut usia yang aktif akan memiliki tingkat kesepian yang lebih rendah, dan sebaliknya individu yang tidak aktif akan memiliki tingkat kesepian yang lebih tinggi. PENUTUP Simpulan

Berdasarkan hasil pengumpulan data dan hasil analisi data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima. Ada perbedaan loneliness yang signifikan pada pria dan wanita usia lanjut setelah mengalami kematian pasangan hidup.

Dalam penelitian ini juga diperoleh hasil perhitungan skala loneliness yang mengambarkan pria dan wanita usia lanjut setelah mengalami kematian pasangan hidup berada dalam katagori sedang.

Berdasarkan hasil deskripsi jenis kelamin diketahui bahwa wanita memiliki tingkat loneliness yang lebih tinggi daripada pria. Demikian pula hasil deskripsi subjek penelitian berdasarkan tempat tinggal diketahui bahwa subjek yang tinggal sendiri memiliki tingkat loneliness yang lebih tinggi disbanding dengan subjek yang tinggal dengan anak, kerabat/ saudara dan orang lain. Selain itu, hasil deskripsi subjek penelitian berdasarkan aktivitas diketahui bahwa subjek yang memiliki aktivitas solitary (secara individual) memiliki tingkat loneliness yang lebih tinggi dibandingkan kedua tipe aktivitas lainnya yaitu informal dan formal. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran-saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1. Bagi subjek penelitian Penulis menyarankan untuk mengambil makna positif dari kesepian dengan membangun relasi yang bermakna dengan orang lain, melakukan hal-hal yang positif dan kreatif serta mempelajari ketrampilan- ketrampilan baru, yang paling penting adalah menyadari bahwa situasi bisa berubah, bahwa perasaan kesepian tidak akan selamanya dan individu lain juga mengalaminya. 2. Bagi peneliti selanjutnya Penulis menyarankan untuk mengikutsertakan dan memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi loneliness dan mencoba variabel-variabel lainnya yang lebih berpengaruh, sehingga diperoleh hasil yang maksimal. DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, A. & Narbuko, C. 2003. Metodologi Penelitian: Memberikan bekal teoritis pada mahasiswa

tentang metodologi penelitian serta diharapkan dapat melaksanakan penelitian dengan langkah-langkah yang benar. Jakarta: Bumi Aksara.

Anastasi, A. & Urbina, S. 2003. Tes Psikologi. Alih bahasa : Rubertus H. Imam. Jakarta: PT Indeks

Kelompok Gramedia.

Ayu, I. P. 2006. Perbedaan Sikap terhadap Cybersex Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Dewasa Awal. Skripsi. (Tidak Diterbitkan) Depok : Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Page 15: Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan

Azwar, S. 2005. Tes Prestasi: Fungsi Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Baron & Byrne. 1997. Social Psychology. New York: Allyn & Bacon.

Bruno, F. J. 2000. Conquer Loneliness : Menaklukan Kesepian. Alih Bahasa: Sitanggang, A.R.H. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama.

Burns, D. D. 1980. Mengapa Kesepian : Program Baru Yang Telah Diuji Secara Klinis. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Dagun, S. M. 1992. Feminin dan Maskulin: Perbedaan Antar Pria dan Wanita dalam Fisiologi.

Jakarta: Rineka Cipta. Deaux, K, Dane, F. C, & Wrightsman, L. S. 1993. Social Psychology In The ‘90s ( 6th ed.).

California: Wadsworth Inc. de Jong-Gierveld, J., & Raadschelders, J. 1982. Types of Loneliness. Dalam L.A. Peplau & D. Perlman

(eds), Loneliness : A Sourcebook of Current Theory, Research and Therapy (h.105-122). New York: John Wiley & Sons, Inc.

De Jong-Gierveld, J. 1987. Developing and Testing a Model of Loneliness. Journal of Personalityand Social Psychology, 53 (1), 119-128.

Derlega, V.J & Margulis S.T. 1993. Self Disclosure. Newbury Park: Sage Publication Inc. Kusuma, D. F. 2004. Hubungan Antara Kesepian dengan Kecemasan Pada Karyawati Lajang. Skripsi

.(Tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Haditono, S.R., Suwarsiyah, A., & Singgih, W.S. 1983. Aktivitas dan Non Aktivitas dalam Hubungan dengan Rasa Kebahagiaan Hidup pada Masa Usia Lanjut. Laporan Penelitian. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Hulme, W. E. 2000. Kesepian : Sumber Ilham yang Kreatif. Cetakan kelima. Alih Bahasa: Sitanggang, A.R.H. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hurlock, E. B. 1996. Psikologi Perkembangan. (edisi ke-5). Jakarta : Erlangga. Jones, W.H. 1982. Loneliness and Social Behavior. Dalam L.A Peplau & D. Perlman (eds), Loneliness

: A Sourcebook of Current Theory, Research and Therapy (h.238-253). New York: John Wiley & Sons, Inc.

Kartono, K. 1992. Psikologi Wanita. Bandung: Mandar Maju. Kurniadi, TK. 2001. Wulan : Mandiri, Terhormat, Bermakna – Pergumulan, Pemikiran, Gagasan dan

Perjuangan. Jakarta : Yayasan Darma Wulan Lake, T. 1980. Kesepian (Terjemahan). Jakarta: Arcan.

Page 16: Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan

Marzukni, W. 2001. Penghayatan Kesepian Pada Napi Wanita. Skripsi.(Tidak diterbitkan) Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Papalia, D. E. 1986. Human Developmemtal. New York : McGray-Hill College. Papalia, D. E. & Olds, S.W. 1992. Human Developmemtal. (3rd ed). New York : McGray-Hill

College.

Peplau, A, & Perlman., D. 1982. Loneliness : a Source Book of Current Theory, Research and Therapy. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Perkumpulan Siswa-siswa AlKitab. Bertukar Fikiran Mengenai Ayat-ayat AlKitab. 2003. Jakarta :

Perkumpulan Siswa- siswa AlKitab.

Santrock, J. W. 2002. Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup. Edisi

Kelima. Jilid Dua. Jakarta : Erlangga.

Sears, D. O, Fredmand, J. L, & Peplau, L. A. 1985. Psikologi Sosial (jilid 1). Jakarta : Erlangga.

Sears, D. O, & Peplau, J. A. 1991. Social Psychology (7th ed.). Englewood Inc. Sunarto, K. 2000. Pengantar Sosiologi (edisi kedua). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia. Sugiarto. 2001. Tehnik Sampling. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Suryabrata, S. 1999. Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta Weenolsen, P. 1997. Mati Bahagia. Alih Bahasa Huber, T. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. ______. 2004. Sadarlah : Sendirian Tapi Tidak Kesepian. Artikel. Jakarta: Perkumpulan Siswa-siswa

Alkitab.

Page 17: Kata kunci : Loneliness Setelah Mengalami Kematian Pasangan