kata pengantar · 2019-09-13 · 4.3. geomorfologi kabupaten wonosobo a. bentuklahan asal proses...
TRANSCRIPT
ii
KATA PENGANTAR
Kegiatan ini merupakan program dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Wonosobo, dengan mengambil tema sebagai pembuatan jalur evakuasi
bencana erupsi Gunungapi Sindoro di Kecamatan Kejajar.
Laporan ini merupakan laporan akhir yang berisi materi mengenai latar belakang,
maksud dan tujuan, sasasaran, keluaran, tinjauan pustaka serta metode penelitian,
serta kajian analisis jalur evakuasi bencana Gunungapi Sindoro. Pada kegiatan ini
selain survey dalam penentuan jalur evakuasi pada pemukiman di desa-desa di lereng
Gunungapi Sindoro, juga digunakan teknik wawancara. Metode wawancara ini
dipergunakan untuk mengetahui kesiapsiagaan masyarakat, selain itu masyarakat
memberikan peran aktif dalam rangka mitigasi bencana khususnya bencana erupsi
Gunungapi Sindoro.
Hasil yang diperoleh bahwa, Desa Buntu, Desa Sigedang, Desa Kreo, serta Desa
Kejajar merupakan daerah-derah di lereng gunungapi Sindoro yang memiliki potensi
ancaman tinggi hingga sedang. Penentuan titik kumpul beradarkan aksesibilitas,
tersedianya fasilitas serta daya tampung yang relatif masal.
Semoga laporan ini dapat digunkan sebagai pertimbangan dalam pemasangan jalur
evakuasi serta penempatan lokasi titik kumpul. Atas saran dan nasihatnya kami
ucapkan terima kasih.
Tim Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan Kegiatan 1.3. Sasaran Kegiatan 1.4. Output Kegiatan 1.5. Lingkup Kegiatan 1.6. Referensi Hukum BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. GunungApi 2.2. Erupsi Gunung Berapi 2.3. Pengelolaan Bencana 2.4. Mitigasi Bencana 2.5. Jalur Evakuasi Bencana 2.6. Sistem Informasi Geografis BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Kegiatan 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Prosedur pengerjaan
3.3.1. Tahapan pra-lapangan 3.3.2. Tahapan lapangan 3.3.3. Tahapan Paska lapangan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN30 4.3. Geomorfologi Kabupaten Wonosobo
A. Bentuklahan asal proses vulkanik B. Bentuklahan asal proses struktural C. Bentuklahan asal proses fluvial
4.2. Keterpaparan Penduduk akbibat Bencana Kecamatan Kejajar 4.3. Potensi Kerawanan Bencana GunungApi Sindoro 4.4. Potensi Ancaman Erupsi Gunung Api sindoro 4.5. Kesiapsiagaan dan Jalur Evakuasi Gunungapi Sindoro
1. Kantor Kecamatan Kejajar 2. Kawasan Pabrik Teh PT. Tambi (Titik kumpul desa Tambi) 3. Pos Pendakian dan Balai Desa Sigedang 4. Pos I pendakian G. Sindoro/Titik Kumpul 2 Desa Sigedang 5. Titik kumpul 3 Desa Sigedang 6. Pertemuan Jalur Evakuasi Desa Tambi - Sigedang dengan Jalur Utama
ii iii v
vii
1 1 5 6 6 7 7
8 8
13 15 19 20 22
23 23 24 24 25 25 29
30 30 30 31 32 32 38 40 47 53 54 54 55 56 57
iv
7. Pertemuan Jalur Evakuasi Desa Buntu dengan jalan Utama 8. Titik Kumpul 1 Desa Buntu 9. Titik Kumpul 2, Desa Buntu 10. Titik Kumpul 1 Desa Serang Atas 11. Titik kumpul 2, Desa Serang Bawah 12. Titik Kumpul Desa Kreo
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.2. Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA
58 58 59 59 60 60
62 62 63
64
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Gununungapi Utama di Indonesia 3
Gambar 2.1. Proses terbentuknya Gunungapi akibat adanya pergerakan lempeng 9
Gambar 2.2. Pembagian fasies gunung api menjadi fasies sentral, fasies proksimal, fasies medial, dan fasies distal beserta komposisi batuan penyusunnya
10
Gambar 2.3. Metode Pengkajian Risiko Bencana 15
Gambar 2.4. Disaster Management Cycle 18
Gambar 2.5. Peran Pemodelan Transportasi dalam Proses Evakuasi 20
Gambar 2.6. Penginderaan jauh elektromagnetik untuk sumber daya bumi 22
Gambar 3.1. Peta administrasi Kecamatan Kejajar 23
Gambar 3.2. Pola Pikir penelitain jalur evakuasi Gunungapi Sindoro 29
Gambar 4.1. Satuan Bentuklahan di Jawa Bagian Tengah 30
Gambar 4.2. Gunungapi Sundoro, Lokasi: Pos PGA Sundoro-Sumbing 40
Gambar 4.3. Peta Kerawanan Bencana Gunungapi Sindoro Kecamatan Kejajar 42
Gambar 4.4. Peta Jarak Radius dari Puncak Gunungapi Sindoro Kecamatan Kejajar 44
Gambar 4.5. Peta Desa terdampak erupsi Gunungapi Sindoro Kecamatan Kejajar 45
Gambar 4.6. Peta Topografi Gunungapi Sindoro Kecamatan Kejajar 46
Gambar 4.7. Kantor kecamatan Kejajar dengan jalan provinsi disekitarnya merupakan tempat evakuasi dengan fasilitas memadai
53
Gambar 4.8. Kawasan pabrik teh PT Tambi dengan berbagai fasilitas yang ada sangat cocok digunakan sebagai titik kumpul jalur evakuasi di Desa Tambi
54
Gambar 4.9. Tititk kumpul 1, Desa Sigedang untuk jalur evakuasi G. Sindoro 55
Gambar 4.10. Lokasi Pos Pendakian untuk titik kumpul pendaki dan petani yang berada disekitarnya
56
Gambar 4.11. Jalur evakuasi yang telah dibuat oleh BPPD Temanggung serta kondisi jalan dan pos disekitar lokasi
57
Gambar 4.12. Pertemuan antara jalur evakuasi Sigedang/Tambi dengan jalan utama
57
Gambar 4.13. Jalur masuk ke arah Desa Buntu merupakan jalan cor beton yang banyak dilalui kendaraan
58
Gambar 4.14. Titik kumpul 1 Desa Buntu di komplek SD dan Balai Desa 58
Gambar 4.15. Titik kumpul 2 jalur evakuasi Desa Buntu 59
vi
Gambar 4.16. Titik kumpul ditanah lapang desa Serang yang berdekatan dg balai desa
59
Gambar 4.17. Kantor kepala desa serta lapangan disekitar SD Serang II sebagai titik kumpul
60
Gambar 4.18. Titik kumpul desa Kreo yang berada di SD Negeri Kreo 60
Gambar 4.19. Citra satelit lokasi titik kumpul desa-desa dengan ancaman Gunungapi Sindoro
61
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Gunungapi di Selat Sunda dan Pulau Jawa11 11
Tabel 3.1. Kuisioner/wawancara pada lokasi-lokasi tertentu 26
Tabel 4.1. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan Kecamatan Kejajar 33
Tabel 4.2. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Kejajar 34
Tabel 4.3. Penduduk usia kurang dari 9 Tahun di Kecamatan Kejajar 36
Tabel 4.4. Penduduk usia lebih dari 60 Tahun di Kecamatan Kejajar 37
Tabel 4.5. Banyaknya Kepala Keluarga Menurut Status Pendidikan Kecamatan Kejajar
37
Tabel 4.6. Hasil kuisioner di Desa Buntu, Desa Sigedang, Desa Tambi, Desa Kejajar, dan Desa Kreo
48
2018
1 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya akan berbagai sumber daya alam.
Indonesia juga dikenal oleh dunia dengan sebutan “Zamrud Khatulistiwa”. Indonesia
terletak pada tumbukan tiga lempeng aktif dunia yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng
Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Tumbukan ketiga lempeng tersebut
mengakibatkan adanya zona subduksi aktif di Indonesia. ketiga lempengan tersebut
bergerak dan saling bertumbukan sehingga Lempeng Indo-Australia bergerak relatif ke
utara menunjam ke bawah lempeng Eurasia yang bergerak ke arah selatan.
Penunjaman (subduction) lempengan tersebut menimbulkan adanya gempa bumi,
rangkaian jalur gunungapi aktif yang memanjang dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa,
Pulau Bali, dan Nusa Tenggara serta dapat menimbulkan adaya sesar atau patahan.
Wilayah gunungapi merupakan wilayah yang sangat subur sehingga menjadi daya tarik
bagi manusia untuk menempati wilayah sekitar gunungapi. Sebagian penduduk di
Indonesia menampati wilayah sekitaran gunungapi tersebut. Hal ini dikarenakan mata
pencaharian penduduk desa umumnya ialah bertani. Pertambahan jumlah penduduk
dan semakin menyempitnya lahan pertanian mengharuskan para penduduk untuk
membuka lahan-lahan baru kearah tubuh gunungapi (Hasib, 2014).
Di satu sisi gunung memberikan panorama keindahan bagi yang melihatnya, selain itu
udara sejuk telah memberikan kenyamanan bagi yang tinggal di sekitar gunung
tersebut. Namun di sisi lain ketika gunung itu menumpahkan isinya sehingga
menimbulkan bencana bagi daerah sekitarnya, bahkan jika letusannya dahsyat akan
banyak menelan korban jiwa, selain itu banyak orang kehilangan harta benda yang
dimilikinya akibat letusan gunung api tersebut. Maka perlu adanya upaya untuk
meminimalkan dampak dari bencana tersebut agar bencana itu tidak terlalu banyak
menelan korban (Nandi, 2006).
Di Indonesia, gunung api dan hasil kegiatannya yang berupa batuan gunung api
tersebar melimpah baik di darat maupun di laut. Sebagai akibat lebih lanjut, meskipun
wilayah Indonesia mempunyai banyak gunung api dan batuannya tersebar luas,
sementara tidak banyak ahli geologi yang mendalaminya, maka dapat dikatakan
2018
2 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
bahwa kita tidak menjadi pakar di daerahnya sendiri. Padahal diyakini, apabila
lingkungan geologi (gunung api) dapat benar-benar difahami, maka hal itu akan
menjadi modal dasar untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada
ataupun penanggulangan terhadap bencana yang mungkin ditimbulkannya (Bronto,
2006).
Kabupaten Wonosobo termasuk dalam provinsi Jawa Tengah, daerah Jawa Tengah
terbentuk oleh dua pegunungan yaitu Pegunungan Serayu Utara yang berbatasan
dengan jalur Pegunungan Bogor di sebelah barat dan Pegunungan Kendeng di
sebelah timur serta Pegunungan Serayu Selatan yang merupakan terusan dari Depresi
Bandung di Jawa Barat, selain itu terdapat pula bentukan vulkanik berupa kerucut
pegunungan pada bagian tengah.
Kabupaten Wonosobo memiliki Gunungapi berupa Gunungapi Sindoro dan Gunungapi
Sumbing. Secara keseluruhan terdapat 112 desa yang masuk dalam zona bahaya
Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing dengan 41 desa termasuk dalam daerah
administrasi Kabupaten Wonosobo dan 71 desa termasuk dalam daerah administrasi
Kabupaten Temanggung (Apriliana,___)
Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, didefinisikan
bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Sedangkan UN-ISDR (2002)
menyebutkan bencana sebagai fungsi atas suatu proses risiko. Hal tersebut
merupakan hasil kombinasi dari bahaya, kondisi kerentanan, dan tidak cukupnya
kapasitas atau ukuran dalam mengurangi kemungkinan negatif atas hasil suatu risiko.
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).
Bencana Geologi adalah bencana yang disebabkan oleh dinamika geologi seperti
antara lain letusan gunungapi, gempabumi, tsunami , dan gerakan tanah/tanah
longsor. Konsekuensi dari interaksi lempeng menyebabkan terbentuk 129 Gunungapi
Gunungapi (13% dari dari jumlah gunungapi di dunia dunia). 80 diantaranya
dinyatakan sangat aktif, yang ditandai pernah pernah meletus meletus sejak 1600, 3
2018
3 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
gunung api bawah laut laut (Buana Wuhu/Sangir Sangir, Hobalt dan Emperor of
China/Flores), 65 gunung api sangat aktif dipantau secara menerus melalui 74 Pos
Pengamatan Gunungapi. Indonesia rentan terjadi letusan gunungapi yang berpotensi
menyebabkan bencana.
Selat Sunda memisahkan Pulau Sumatera dan Jawa, dengan pulau vulkanik Krakatau
berdiri di antara keduanya. Krakatau meletus hebat pada tahun 1883, memusnahkan
dua pertiga pulau dan menyisakan kaldera besar di bawah laut. Ledakan dahsyat ini
terdengar hingga ke pulau Rodrigues di dekat Mauritius, berjarak sekitar 4;800
kilometer. Kerucut parasit baru, yang disebut Anak Krakatau, muncul dari lautan di
tengah-tengah kaldera pada tahun 1930 (Winchester, 2003). Whittaker Pulau Krakatau
lainnya yang terbentuk akibat letusan 1883 adalah Sertung, Panjang, dan Rakata
(Whittaker, 1993).
Gambar 1.1. Gununungapi Utama di Indonesia (Sumber: USGS, 2001)
Dari segi ukuran, Jawa memang relatif kecil jika dibandingkan dengan Sumatera, tetapi
pulau ini memiliki konsentrasi gunung berapi aktif yang lebih tinggi. Ada 45 gunung
berapi aktif di pulau Jawa, tidak termasuk 20 kawah dan kerucut kecil di kompleks
vulkanik Dieng dan kerucut muda di kompleks kaldera Tengger. Beberapa gunung
berapi dikelompokkan menjadi satu dalam daftar di bawah ini karena lokasinya yang
berdekatan. Gunung Merapi, Semeru dan Kelud adalah tiga gunung berapi yang paling
2018
4 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
aktif di Pulau Jawa. Gunung Semeru terus mengeluarkan letusan sejak 1967
(Anonimus, 2018). Gunung Merapi dinobatkan sebagai Gunung Api Dekade Ini sejak
1995 (Anonimus, 2006).
Menurut Hardiansyah dkk (2016) peningkatan kejadian bencana alam selama dua
dasawarsa terakhir melahirkan banyak gagasan mengenai pengurangan dampak risiko
kebencanaan baik dari sisi sosial maupun teknis, termasuk pada bidang transportasi
evakuasi. Proses evakuasi merupakan salah satu kajian strategis dalam perencanaan
transportasi dan pemodelan lalulintas. Evakuasi adalah proses di mana penempatan
orang dari tempat-tempat berbahaya ke tempat-tempat yang lebih aman untuk
mengurangi gangguan kesehatan dan kehidupan masyarakat yang rentan terkena
dampak.
Konsep Model Transportasi untuk Evakuasi lebih mendasarkan pada perjalanan dan
jaringan jalan. Ketika bencana melanda, semua orang yang berada pada wilayah
terdampak akan melakukan pergerakan seketika dan bersamaan dalam kepanikan
yang tinggi, sehingga jaringan jalan seringkali tak mampu memberikan pelayanan
maksimal, kondisi inilah pada akhirnya banyak menimbulkan korban jiwa. Penerapan
model transportasi evakuasi berbasis kinerja jaringan jalan sangat dibutuhkan untuk
mengoptimalkan peran rute evakuasi dalam melayani pengungsi. model transportasi
berperan sangat penting untuk mengoptimalkan kinerja rute yang dilewati pengungsi
ketika evakuasi. Jaringan jalan dengan kinerja paling optimal dapat ditetapkan sebagai
rute evakuasi yang tangguh untuk menghadapi bencana (Hardiansyah dkk, 2016).
Salah satu manajemen bencana adalah penentukan jalur penyelamatan dari bencana
tersebut, yang berguna untuk mengurangi risiko terhadap bencana. Beberapa hal yang
berkaitan dengan penentuan jalur evakuasi menurut Akhmadi dkk (2017) antara lain
adalah:
1. Jalur Evakuasi
Dalam proses penentuan ini digunakan beberapa data spasial sebagai indikator
dalam menganalisa tempat evakuasi yaitu peta penggunaan lahan yang
berfungsi untuk melihat kenampakan persebaran area permukiman agar dapat
disesuaikan dengan pemilihan jalur.
2. Penentuan Jalur Evakuasi
Dalam proses penentuan ini digunakan beberapa data spasial sebagai indikator
dalam menganalisa tempat evakuasi yaitu peta penggunaan lahan yang
2018
5 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
berfungsi untuk melihat kenampakan persebaran area permukiman agar dapat
disesuaikan dengan pemilihan jalur.
3. Pembuatan Jalur Evakuasi
Dalam proses pembuatan jalur evakuasi ini ada beberapa faktor yang menjadi
pertimbangan dalam pemilihan jalur evakuasi menuju tempat evakuasi. Adapun
titik berangkat dimulai dari daerah yang merupakan rawan tinggi.
4. Simulasi Jalur Evakuasi
Tahap terakhir adalah melakukan integrasi dan analisis geospasial
menggunakan SIG terhadap seluruh informasi-informasi yang diperoleh, untuk
kemudian melakukan simulasi pembuatan jalur evakuasi ditentukan dengan
beberapa tahapan pertimbangan.
Kondisi geografi dan topografi wilayah Kabupaten Wonosobo khususnya Kecamatan
Kejajar yang berada di lereng Gunungapi Sindoro sangat rentan terhadap ancaman
bencana erupsi. Wilayah dengan kemiringan yang terjal dengan pemukiman yang
menyebar disepanjang lereng menjadikan perhatian pada mitigasi terutama
pembuatan jalur evakuasi apabila terjadi bencana gunungapi sindoro.
Melalui latar belakang maka terdapat pertanyaan penelitian dalam menentukan jalur
evakuasi bencana Gunungapi Sindoro guna mitigasi bencana, yaitu:
1. Bagaimana kelayakan titik-titik evakuasi yang terdapat pada Kecamatan
Kejajar?
2. Bagaimana kelayakan jalan-jalan di Kecamatan Kejajar untuk dijadikan sebagai
jalur evakuasi?
3. Bagaimana jalur evakuasi bencana yang baik bila diukur berdasarkan waktu
tempuh?
4. Bagaimana titik evakuasi yang dipilih dan fasilitas mitigasi bencana yang ada
saat ini di Kecamatan Kejajar.
1.2. Tujuan Kegiatan
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan, kegiatan ini
memiliki tujuan untuk melakukan kajian tentang jalur evakuasi bencana tsunami yang
meliputi:
2018
6 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
a. Mengidentifikasi ruas-ruas jalan yang layak evakuasi sebagai jalur evakuasi
pada saat terjadi bencana Gunungapi Sindoro berdasarkan lebar jalan dan
waktu tempuh
b. Merencanakan jalur evakuasi bencana Gunungapi Sindoro berdasarkan waktu
tempuh.
c. Mengetahui fasilitas mitigasi bencana Gunungapi Sindoro yang meliputi
d. Mengidentifikasi lokasi-lokasi dan titik kumpul yang dapat menjadi tempat
evakuasi bila terjadi bencana Gunungapi Sindoro.
1.3. Sasaran Kegiatan
Kegiatan ini memiliki sasaran guna memiliki jalur evakuasi bencana Gunungapi
Sindoro di Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo, Sehingga dengan dimiliki jalur ini
akan memudahkan dalam mitigasi bencana apabila terjadi erupsi di Gunungapi
Sindoro. Dirinci segabai berikut:
a. Mengetahui kondisi wilayah lereng Gunungapi Sindoro pada Kecamatan
Kejajar, sehingga dapat diporoleh data mengenai jalur-jalur jalan sebagai
bahan pertimbangan dalam melakukan mitigasi bencana
b. Tersedianya data mengenai mitigasi bencana Gunungapi Sindoro di
Kecamatan Kejajar, sehingga dapat ditentukan jalur-jalur evakuasi serta lokasi-
lokasi titik kumpul.
c. Partisipasif masyarakat dalam pertimbangan penentuan jalur-jalur evakuasi
serta lokasi titik kumpul
1.4. Output Kegiatan
Output kegiatan ini adalah berupa:
a. Peta jalur evakuasi bencana erupsi Gunungapi Sindoro di Kecamatan Kejajar
b. Peta sebaran jarak/radius dari puncak Gunungapi Sindoro
c. Peta jumlah penduduk pada tiap desa di Kecamatan Kejajar
d. Data aksesibilitas jalur evakuasi
e. Lokasi-lokasi yang digunakan sebagai titik kumpul mitigasi serta tempat
pengungsian sementara.
2018
7 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
1.5. Lingkup Kegiatan
a. Lingkup data primer adalah data yang langsung diambil/ diperoleh dilapangan
yang meliputi: survei jalan, survei lokasi, survei kondisi fisik, pengamatan lebar
jalan, pengukuran jarak dan waktu tempuh
b. Lingkup data sekunder adalah data yang diambil secara tidak langsung seperti
peta geologi,peta rupa bumi, peta digital Wonosobo, peta penggunaan lahan,
serta data-data kependudukan yang diperoleh dari Kecamatan Kejajar dalam
Angka di BPS.
c. Lingkup wilayah kegiatan dilakukan berada di desa-desa terdampak apabila
terjadi erupsi Gunungapi Sindoro di wilayah Kecamatan Kejajar
d. Lingkup materi studi pustaka yang berisi mengenai evakuasi bencana serta
studi pustaka mengenai Gunungapi Sindoro
e. Penyusunan peta demografi, sebaran pemukiman, pembuatan peta sebaran
radius dari puncak, peta jalur-jalur evakuasi.
1.6. Referensi Hukum
a. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
b. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
c. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 70 Tahun 2012 terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4
Tahun 2015.
2018
8 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. GunungApi
Indonesia merupakan negara yang banyak memiliki gunung api, baik yang aktif
maupun yang tidak aktif, di darat atau di laut. Gunung api di Indonesia terbentang dari
barat ke timur dari Sumatera, Jawa sampai Laut Banda. Semua gunung itu berada
dalam satu rangkaian Busur Sunda. Selain itu, gunung api terdapat di Sulawesi utara,
Halmahera dan lainnya. Karena satu rangkaian, mekanisme masing-masing gunung
pun kurang lebih sam atau karakternya kurang lebih sama juga. Mekanismenya terjadi
di bawah laut. Tepatnya di lapisan lithosfer bumi, tempat terjadinya subdaksi atau
penunjaman akibat pergeseran lempeng India-Australia, yakni tempat Indonesia dan
gunung itu berada (Nandi, 2006).
Para ahli sampai saat ini belum mendapatkan kata sepakat mengenai batasan atau
istilah baku teteg definisi gunung api secara jelas. Ilmu yang seara khusus mempelajari
gunung api adalah vulkanologi. Ada beberapa ahli yang mendefinisikan gunung api.
Koesoemadinata (1977) menyatakan bahwa gunungapi adalah lubang atau saluran
yang menghubungkan suatu wadah berisi bahn yang disebut magma. Suatu ketika
bahan tersebut ditempatkan melalui saluran bumi dan sering terhimpun di sekelilingnya
sehingga membangun suatu kerucut yang dinamakan kerucut gunung api.
Matahalemual (1982) menyatakan bahwa gunung api (vulkan) adalah suatu bentuk
timbulan di muka bumi, pada umunya berupa suatu kerucut raksasa, kerucut
terpacung, kubah ataupun bukit yang diakibatkan oleh penerobosan magma ke
permukaan bumi.
Sumardani (2018) menjelaskan bahwa Gunungapi yang mengeluarkan lava bersifat
encer dan membentuk gunung tersebut, lereng berbentuk landai. gunung api ini
beralas sangat luas dengan lereng yang sangat landai. Gunung api perisai terbentuk
dari lelehan lava yang cair (encer). Magma cair yang sangat encer keluar dari lubang
letusan, kemudian meleleh disekeliling lubang letusan. Lelehan lubang tersebut
membentuk lapisan seperti perisai. Pembentukan Gunungapi terbentuk karena adanya
gerakan magma sebagai arus konveksi, dimana arus tersebut menyebabkan gerakan
dari kerak bumi. Dikenal ada 2 kerak bumi yaitu kerak samudera dan kerak benua.
2018
9 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Gerakan kerak tersebut juga disebut pergerakan antar lempeng (Teori Tektonik
Lempeng), terbagi menjadi 3 bentuk gerakan :
1. Saling menjauh (divergent), menyebabkan terjadinya pemekaran kerak benua,
magma keluar melalui rekahan tersebut dan membentuk busur gunungapi tengah
samudera (mid-ocean ridge).
2. Saling bertumbukan (convergent), kerak samudera menumbuk dan menunjam di
bawah kerak benua, membentuk zona subdaksi (subdaction zone) dan terjadi
peleburan batuan di zona tersebut, magma bergerak dan menerobos sehingga
membentuk busur gunungapi tepi benua (volvcanic arc).
3. Saling bergeser sejajar berlawanan arah (transform) antar kerak benua yang
menyebabkan timbulnya rekahan, sesar mendatar (contoh Sesar San Andreas).
Akibat tumbukan lempeng tersebut maka Indonesia mempunyai 129 buah gunungapi
aktif atau sekitar 13 % dari gunung aktif di dunia sepanjang Sumatera, Jawa sampai
laut banda. Bukit barisan (30 buah), P.Jawa ( 35 buah), P. Bali- Kepulauan Nusa
Tenggara (30 buah), Kepulauan Maluku (16 buah) dan Sulawesi (18 buah) yang
dikatagorikan aktif. Gunungapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi
yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik “ Pasific Ring Fire”.
Gambar 2.1. Proses terbentuknya Gunungapi akibat adanya pergerakan lempeng
Menurut Bronto (2006) Secara bentang alam, gunung api yang berbentuk kerucut
dapat dibagi menjadi daerah puncak, lereng, kaki, dan dataran di sekelilingnya. Pada
umur Kuarter hingga masa kini, bentang alam gunung api komposit sangat mudah
diidentifikasi karena bentuknya berupa kerucut, di puncaknya terdapat kawah dan
2018
10 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
secara jelas dapat dipisahkan dengan bagian lereng, kaki, dan dataran di sekitarnya.
Dari puncak ke arah kaki, sudut lereng semakin melandai untuk kemudian menjadi
dataran di sekitar kerucut gunung api tersebut. Untuk pulau gunung api, bagian puncak
dan lereng menyembul di atas muka air laut sedangkan kaki dan dataran berada di
bawah muka laut. Namun berdasarkan penelitian topografi bawah laut, tidak hanya
kaki dan dataran di sekeliling pulau gunung api, tetapi juga kerucut gunung api bawah
laut dapat diidentifi kasi.
Gambar 2.2. Pembagian fasies gunung api menjadi fasies sentral, fasies proksimal, fasies
medial, dan fasies distal beserta komposisi batuan penyusunnya (Bogie & Mackenzie, 1998, dalam Bronto, 2006).
Aliran sungai pada kerucut gunung api di darat dan pulau gunung api mempunyai pola
memancar dari daerah puncak ke kaki dan dataran di sekitarnya. Apabila suatu kerucut
gunung api di darat atau di atas muka air laut sudah tidak aktif lagi, maka proses
geomorfologi yang dominan adalah pelapukan dan erosi, terutama di daerah puncak
yang merupakan daerah timbulan tertinggi. Karena pengaruh litologi yang beragam di
daerah puncak, ada yang keras dan ada yang lunak, relief daerah puncak menjadi
sangat kasar, tersusun oleh bukit-bukit runcing di antara lembah-lembah sungai yang
terjal dan dalam. Sekalipun suatu kerucut gunung api sudah tererosi cukup lanjut,
2018
11 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
bagian lereng biasanya masih memperlihatkan pola sudut lereng yang melandai ke
arah kaki dan berpasang-pasangan menghadap ke arah bekas puncak. Kemiringan
lereng bukit yang menghadap ke daerah bekas puncak pada umumnya lebih terjal
daripada kemiringan lereng yang menjauhi daerah puncak. Dari citra satelit dapat
diperlihatkan perbedaaan penampakan bentang alam kerucut gunung api muda dan
yang sudah tererosi, baik pada tingkat dewasa maupun lanjut, mulai dari daerah
puncak (fasies sentral), lereng atas (fasies proksimal), lereng bawah (fasies medial),
dan kaki serta dataran (fasies distal).
Tabel 2.1. Gunungapi di Selat Sunda dan Pulau Jawa
Nama Bentuk Tinggi Letusan terakhir (VEI) Geolokasi
Arjuno-Welirang stratovulkan 3,339 meter 15 Agustus 1952 7,725°LS 112,58°BT
Baluran stratovulkan 1,247 meter Tidak diketahui 7,85°LS 114,37°BT
Cereme stratovulkan 3,078 meter 1951 6,892°LS 108,4°BT
Dieng kompleks 2,565 meter 31 Desember 1996 7,2°LS 109,92°BT
Galunggung stratovulkan 2,168 meter 9 Januari 1984 7,25°LS 108,058°BT
Gede stratovulkan 2,958 meter 13 Maret 1957 6,78°LS 106,98°BT
Guntur kompleks 2,249 meter 16 Oktober 1847 7,143°LS 107,84°BT
Ijen stratovulkan 2,799 meter 28 Juni 1999 8,058°LS 114,242°BT
Iyang-Argapura kompleks 3,088 meter Tidak diketahui 7,97°LS 113,57°BT
Kamojang stratovulkan 1,730 meter Pleistosen 7,125°LS 107,8°BT
Karaha fumarol 1,155 meter Tidak diketahui 7,12°LS 108,08°BT
Karang stratovulkan 1,778 meter Tidak diketahui 6,27°LS 106,042°BT
Kawi-Butak stratovulkan 2,651 meter Tidak diketahui 7,92°LS 112,45°BT
Kelud stratovulkan 1,731 meter 13 Februari 2014 7,93°LS 112,308°BT
Kendang stratovulkan 2,608 meter Tidak diketahui 7,23°LS 107,72°BT
Kiaraberes-Gagak stratovulkan 1,511 meter 6 April 1939 6,73°LS 106,65°BT
Krakatau kaldera 813 meter 11 Januari 2011 6,102°LS 105,423°BT
Lamongan stratovulkan 1,651 meter 5 Februari 1898 7,979°LS 113,342°BT
Lawu stratovulkan 3,265 meter 28 November 1885 7,625°LS 111,192°BT
Lurus kompleks 539 meter Tidak diketahui 7,73°LS 113,58°BT
Malabar stratovulkan 2,343 meter Tidak diketahui 7,13°LS 107,65°BT
Malang maar 680 meter Tidak diketahui 8,02°LS 112,68°BT
Merapi stratovulkan 2,968 meter 18 November 2013 7,542°LS 110,442°BT
Merbabu stratovulkan 3,145 meter 1797 7,45°LS 110,43°BT
Muria stratovulkan 1,625 meter 160 SM ± 30 tahun 6,62°LS 110,88°BT
Papandayan stratovulkan 2,665 meter 11 November 2002 7,32°LS 107,73°BT
2018
12 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Sumber: Wikipedia, 2018
2.2. Erupsi Gunung Berapi
Erupsi adalah proses keluarnya material gunung berapi seperti lahar dan abu yang
disertai lepasnya gas-gas ke permukaan bumi. Berdasarkan sifat dan kekuatannya,
erupsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Efusif, yaitu proses erupsi berupa lelehan lava melalui retakan-retakan yang
terdapat pada tubuh gunung api. Efusif biasanya terjadi jika magma yang
terkandung dalam gunungapi sifatnya encer serta kandungan gasnya relative
sedikit.
2. Eksplosif, yaitu erupsi gunungapi berupa ledakan yang memuntahkan bahan-
bahan piroklastik di samping lelehan lava. Eksplosif dapat terjadi jika magma
yang terdapat dalam tubuh gunungapi sifatnya kental dengan kandungan gas
yang tinggi sehingga tekanannya sangat kuat.
Menurut Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) erupsi gunungapi yang diterbitkan oleh
Badan Geologi tingkat ancaman bahaya erupsi gunungapi dibagi menjadi tiga yaitu:
Patuha stratovulkan 2,434 meter Tidak diketahui 7,16°LS 107,4°BT
Penanggungan stratovulkan 1,653 meter Tidak diketahui 7,62°LS 112,63°BT
Perbakti stratovulkan 1,699 meter Tidak diketahui 6,75°LS 106,68°BT
Pulosari stratovulkan 1,346 meter Tidak diketahui 6,342°LS 105,975°BT
Raung stratovulkan 3,332 meter 2 Juni 2002 8,125°LS 114,042°BT
Salak stratovulkan 2,211 meter 31 Januari 1938 6,72°LS 106,73°BT
Semeru stratovulkan 3,676 meter 1967–2006 berkelanjutan 8,108°LS 112,92°BT
Slamet stratovulkan 3,432 meter 1 Mei 1999 7,242°LS 109,208°BT
Sumbing stratovulkan 3,371 meter 1730 7,384°LS 110,07°BT
Sundoro stratovulkan 3,136 meter 29 Oktober 1971 7,3°LS 109,992°BT
Talagabodas stratovulkan 2,201 meter Tidak diketahui 7,208°LS 108,07°BT
Tampomas stratovulkan 1,684 meter Tidak diketahui 6,77°LS 107,95°BT
Tangkuban Perahu stratovulkan 2,084 meter 14 September 1983 6,77°LS 107,6°BT
Telomoyo stratovulkan 1,894 meter Tidak diketahui 7,37°LS 110,4°BT
Tengger stratovulkan 2,329 meter 8 Juni 2004 7,942°LS 112,95°BT
Ungaran stratovulkan 2,050 meter Tidak diketahui 7,18°LS 110,33°BT
Wayang-Windu kubah lava 2,182 meter Tidak diketahui 7,208°LS 107,63°BT
Wilis stratovulkan 2,563 meter Tidak diketahui 7,808°LS 111,758°BT
2018
13 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
i. Kawasan Rawan Bencana (KRB) I KRB I merupakan kawasan yang terletak
dalam radius 8 km dari kepundan atau yang berpotensi terlanda aliran lahar
hujan.
ii. Kawasan Rawan Bencana (KRB) II KRB II merupakan kawasan yang terletak
dalam radius 5 km dari kepundan atau yang berpotensi terlenda aliran lava,
lahar hujan, dan awan panas.
iii. Kawasan Rawan Bencana (KRB) III KRB III merupakan kawasan yang terletak
dalam radius 2 km dari kepundan atau yang selalu terancam aliran lava, gas
beracun, dan awan panas.
Sedangkan Status Gunungapi adalah:
i. Awas (IV):
Menandakan gunung berapi yang segera atau sedang meletus atau ada
keadaan kritis yang menimbulkan bencana
Letusan pembukaan dimulai dengan abu dan asap
Letusan berpeluang terjadi dalam waktu 24 jam
ii. Siaga (III)
Menandakan gunung berapi yang sedang bergerak ke arah letusan atau
menimbulkan bencana
Peningkatan intensif kegiatan seismik
Semua data menunjukkan bahwa aktivitas dapat segera berlanjut ke
letusan atau menuju pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana
Jika tren peningkatan berlanjut, letusan dapat terjadi dalam waktu 2 minggu
iii. Waspada (II)
Ada aktivitas apa pun bentuknya
Terdapat kenaikan aktivitas di atas level normal
Peningkatan aktivitas seismik dan kejadian vulkanis lainnya
Sedikit perubahan aktivitas yang diakibatkan oleh aktivitas magma, tektonik
dan hidrotermal
iv. NORMAL (I)
Tidak ada gejala aktivitas tekanan magma
Level aktivitas dasar
2018
14 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Bahan-pahan produk gunung berapi yang mengancam nyawa diantaranya adalah:
1. Lahar (letusan dan hujan).
2. Awan/hawa panas Suhunya sangat tinggi, antara 300 – 7000C,
kecepatanyapun sangat tinggi yaitu >70 km/jam (tergantung kemiringan
lereng). Awan ini bergerak secara turbulensi dan menuruni lereng
3. Abu
Abu gunung api mengandung zat yang berbahaya Co, H2S, SO2 sehingga bisa
menyebabkan ISPA. Abu secara fisik berbentuk silica, yaitu abunya berbentuk
tidak beraturan dan tajam, sehingga bisa merusak jaringan mata bila mata
terkena atau merusak saluran pernafasan. Karena abu juga bersifat asam,
maka bila mengenai kulit dapat menyebabkan gatal atau iritasi.
4. Gas beracun (CO2, H2S, HCl, SO2, dan CO)
5. Benda yang beterbangan (benda ini suhunya >2000 C dengan ukuran
bervariasi)
6. Benda yang terpental seperti proyektil.
2.3. Pengelolaan Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007).
Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan
bencana (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007). Bahaya adalah suatu fenomena
alam atau buatan yang mempunyai potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian
harta benda dan kerusakan lingkungan (Nurjanah dkk, 2011). Rawan bencana adalah
kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial,
budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu
yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan
mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007).
2018
15 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Gambar 2.3. Metode Pengkajian Risiko Bencana
Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang
mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana
(Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012).
Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 04 Tahun 2008. Kerentanan (vulnerability)
adalah keadaan atau prilaku masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan
menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan dapat dibagi menjadi empat yaitu:
1. Kerentanan Fisik
Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 04 Tahun 2008 secara fisik bentuk
kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan menghadapi bahaya
tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang berada di
daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang
tinggal di bantaran sungai dan sebagainya. Menurut Peraturan Kepala BNPB
Nomor 02 Tahun 2012 kerentanan fisik dibagi menjadi kerentanan bangunan
(rumah) dan kerentanan prasarana (fasilitas umum). Nurjanah dkk, (2011) juga
mendefinisikan kerentanan fisik yaitu kerentanan fisik menggambarkan suatu
kondisi fisik (infrastruktur) yang rawan terhadap faktor bahaya (hazard) tertentu.
Kondisi kerentanan ini dapat dilihat dari berbagai indikator: a) Presentase
kawasan terbangun; b) Kepadatan bangunan; c) Presentase konstruksi darurat;
2018
16 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
d) Jaringan listrik; e) Rasio panjang jalan; f) Jaringan telekomunikasi; g)
Jaringan PDAM; h) Jalan kereta api.
2. Kerentanan Ekonomi
Kerentanan ekonomi menggambarkan suatu kondisi tingkat kerapuhan
ekonomi dalam menghadapi ancaman bahaya. Beberapa indikator kerentanan
ekonomi diantaranya adalah presentase rumah tangga yang bekerja di sektor
rentan dan presentase rumah tangga miskin (Nurjanah dkk, 2011). Peraturan
Kepala BNPB Nomor 04 Tahun 2008 menjelaskan bahwa kemampuan ekonomi
suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat kerentanan
terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau daerah yang
miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak
mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya
pencegahan atau mitigasi bencana. Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor
02 Tahun 2012 beberapa indikator kerentanan ekonomi ialah PDRB per sektor
dan pengunaan lahan (kawasan budidaya).
3. Kerentanan Sosial
Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 04 Tahun 2008 kondisi sosial
masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya.
Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya dan
bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat
kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi
bahaya. Menurut Nurjanah dkk (2011) kerentanan sosial menggambarkan
kondisi tingkat kerapuhan sosial dalam menghadapi bahaya. Pada kondisi
sosial yang rentan, jika terjadi bencana dapat dipastikan akan menimbulkan
dampak kerugian yang besar. Beberapa indikator kerentanan sosial antaralain
kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, dan presentase penduduk
tua dan balita. Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012
kerentanan sosial dibagi menjadi kepadatan penduduk dan kepekaan sosial
masyarakat. Kepekaan sosial mempertimbangkan berbagai faktor dalam
masyarakat yaitu: rasio kemiskinan, rasio perbandingan umur, rasio jumlah
orang cacat, dan rasio jenis kelamin
4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi tingkat kerentanan
bencana. Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012 kerentanan
lingkungan meliputi sektor penggunaan lahan untuk kawasan lindung.
2018
17 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Kapasitas adalah kemampuan daerah dan masyarakat untuk melakukan tindakan
pengurangan Tingkat Ancaman dan Tingkat Kerugian akibat bencana (Peraturan
Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012). Menurut Lilik Kurniawan (2011: 2) kapasitas
adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang
memungkinkan mereka untuk, mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan,
menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat
bencana. Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012 indikator yang
digunakan untuk peta kapasitas adalah indikator HFA yang terdiri dari: a) aturan dan
kelembagaan penanggulangan bencana; b) peringatan dini dan kajian risiko bencana;
c) pendidikan kebencanaan; d) pengurangan faktor risiko dasar; dan e) pembangunan
kesiapsiagaan pada seluruh lini.
Menurut Nursa’ban dkk, (2013, dalam Hasib 2014) membagi variabel-variabel
kemampuan atau kapasitas suatu wilayah dalam menghadapi bencana antaralain
dilihat dari keberadaan:
1. organisasi penanggulangan bencana lokal yang dibentuk atas inisiatif
masyarakat,
2. organisasi penanggulangan bencana pemerintah berupa BPBD, SAR, dll,
3. kearifan lokal,
4. sistem peringatan dini/ EWS (Early Warning System),
5. jalur evakuasi,
6. petunjuk evakuasi,
7. lokasi evakuasi,
8. morfologi atau bangunan penyelamat berupa bukit atau menara untuk bencana
tsunami dan banjir serta lapangan untuk bencana longsor.
Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012 tingkat ancaman kawasan
pada bencana erupsi gunungapi dapat diketahui dari Peta Kawasan Rawan Bencana
(KRB) Erupsi Gunungapi yang diterbitkan oleh Badan Geologi. Semakin tinggi
ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena
bencana. Semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat atau penduduk, maka
semakin tinggi pula tingkat risikonya. Akan tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat
kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya. Perhitungan
analisis risiko dapat ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi oleh daerah yang
bersangkutan. (Peraturan Kepala BNPB Nomor 04 Tahun 2008).
2018
18 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
2.4. Mitigasi Bencana
Menurut Indreswari dkk (2016) siklus pengelolaan bencana secara umum merupakan
tindakan-tindakan nyata dari sebelum terjadinya bencana, pra-bencana, saat
menjelang bencana, saat bencana dan pasca bencana. Siklus pengelolaan bencana
merupakan bentuk indikasi bahwa bencana dan proses pengelolaannya merupakan
suatu aktivitas yang berkelanjutan dan bukanlah suatu rangkaian aktivitas yang
berawal dan berakhir. Mitigasi adalah salah satu tindakan penanggulangan resiko
bencana yang dapat dilakukan di fase sebelum terjadinya bencana, pra-bencana, saat
menjelang bencana, dan pasca bencana. Mitigasi bencana gunungapi dalam
pengertian yang lebih luas bisa diartikan sebagai segala usaha dan tindakan untuk
mengurangi dampak bencana yang disebabkan oleh erupsi gunung api. Tindakan
mitigasi dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu dari aspek struktural dan non
struktural.
Gambar 2.4. Disaster Management Cycle
Mitigasi dari aspek struktural adalah dengan membangun suatu struktur untuk
mengurangi dampak dari suatu bencana, misalnya pembuatan sabo dam untuk
mengurangi dampak dari debris flow, pembangunan bunker untuk evakuasi ketika
terjadi erupsi, serta perbaikan jalur evakuasi. Langkah-langkah dalam menentukan
tindakan mitigasi yang tepat untuk digunakan adalah, yang pertama melakukan
penilaian langkah-langkah teknis (engineering and construction measures), penilaian
tata ruang (physical planning measures), penilaian aspek ekonomi (economic
2018
19 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
measures), penilaian prosedur atau aspek manajemen dan organisasi (management
and institutional measures), serta penilaian dari aspek sosial (societal measures).
Kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam
menghadapi kejadian bencana. Peringatan dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44 huruf b dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dan tepat dalam rangka
mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap darurat.
Dalam kasus bencana erupsi gunung api, manajemen krisis merupakan tugas dan
fungsi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi termasuk BPPTK sebagai
salah satu unitnya. Pada fase Pra-kejadian peranannya dapat meliputi langkah-
langkah penilaian risiko bencana, pemetaan daerah kawasan rawan bencana,
pembuatan peta risiko dan membuat simulasi skenario bencana. Tindakan lain yang
perlu dilakukan adalah pemantauan gunungapi dan menyusun rencana keadaan
darurat. Adapun pada saat fase kritis maka sudah harus dilakukan tindakan
operasional berupa pemberian peringatan dini, meningkatkan komunikasi dan prosedur
pemberian informasi, menyusun rencana tanggap darurat yang berupa penerapan dari
tindakan rencana keadaan darurat dan sesegera mungkin mendefinisikan perkiraan
akhir dari fase kritis.
2.5. Jalur Evakuasi Bencana
Selain penyiapan peta rawan bencana, kegiatan yang termasuk kesiapsiagaan
bencana adalah penyiapan jalur evakuasi. Penyiapan jalur evakuasi merupakan salah
satu upaya untuk mengurangi dampak kerugian yang diakibatkan oleh bencana.
Tempat evakuasi atau penampungan sementara adalah tempat tinggal sementara
selama korban bencana mengungsi, baik berupa tempat penampungan massal
maupun keluarga, atau individual (Peraturan Kepala BNBP No.7, 2008). Penduduk
yang harus dievakuasi adalah penduduk yang terkena risiko bencana.
Akhmadi dkk (2017) mengemukakan bahwa dalam proses penentuan jalur evakuasi
digunakan beberapa data spasial sebagai indikator dalam menganalisa tempat
evakuasi yaitu peta penggunaan lahan yang berfungsi untuk melihat kenampakan
persebaran area permukiman agar dapat disesuaikan dengan pemilihan jalur sehingga
dapat dituju oleh korban bencana. Proses penentuan ini digunakan beberapa data
spasial sebagai indikator dalam menganalisa tempat evakuasi yaitu peta penggunaan
2018
20 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
lahan yang berfungsi untuk melihat kenampakan persebaran area permukiman agar
dapat disesuaikan dengan pemilihan jalur.
Dalam proses pembuatan jalur evakuasi ini ada beberapa faktor yang menjadi
pertimbangan dalam pemilihan jalur evakuasi menuju tempat evakuasi. Tahap terakhir
adalah melakukan integrasi dan analisis geospasial menggunakan SIG terhadap
seluruh informasi-informasi yang diperoleh, untuk kemudian melakukan simulasi
pembuatan jalur evakuasi. Dalam pembuatan peta jalur pengungsian didampingi oleh
tim teknis sebagai pengarah, sehingga peta yang dihasilkan mudah dipahami oleh
masyarakat dan telah memenuhi secara teknis, kemudian peta diperbanyak dan
dipasang ditempat-tempat umum yang mudah terlihat dan berfungsi sebagai informasi
bagi para pendatang (Legiarto dkk, 2008 dalam akhmadi dkk 2016). Pengungsi
merupakan persoalan klasik yang timbul dalam peradaban umat manusia sebagai
akibat adanya rasa takut yang sangat mengancam keselamatan mereka. Ancaman itu
ditimbulkan oleh bencana alam atau karena bencana buatan manusia (Azzahra, 2003
dalam akhmadi dkk 2016).
Gambar 2.5. Peran Pemodelan Transportasi dalam Proses Evakuasi (Hardiyansyah dkk, 2016)
2018
21 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Hardiansyah dkk (2016) menerapkan konsep pemodelan transportasi untuk evakuasi
bencana. Pada penelitian tersebut menyebutkan bahwa Peningkatan kejadian bencana
alam selama dua dasawarsa terakhir melahirkan banyak gagasan mengenai
pengurangan dampak risiko kebencanaan baik dari sisi sosial maupun teknis,
termasuk pada bidang transportasi evakuasi. Perkembangan kaidah keilmuan dalam
bidang pemodelan transportasi evakuasi bergantung pada tipikal bencana alam serta
pergerakan lalulintas saat proses evakuasi. Konsep model transportasi untuk evakuasi
dibagi dua bagian, pertama fokus pada kinerja jaringan jalan dan kedua pada perilaku
individu pengungsi. Model transportasi berbasis perilaku pengungsi memiliki
keuntungan, yaitu individu pengungsi dapat ditambahkan kemampuan dan
pengetahuan akan evakuasi, hanya pada konsep ini cakupan wilayah kajiannya sangat
terbatas (mikro). Kemudian konsep model transportasi berbasis kinerja jaringan jalan
memiliki keuntungan dapat menangkap fenomena pergerakan lalulintas akibat proses
evakuasi dalam skala besar, di mana hasil utama simulasi berupa waktu evakuasi dan
identifikasi jalur padat, hanya saja model ini memerlukan kecermatan dalam
pengumpulan data, proses analisis, dan kalibrasinya. Adapun penerapan konsep
model berbasis kinerja jaringan jalan untuk kasus evakuasi bencana di Indonesia
sangat aplikatif pada tataran menetapkan rute evakuasi, di mana system optimized dan
user optimized merupakan bagian dari skenario pemodelan untuk mengoptimalkan
kinerjanya.
2.6. Sistem Informasi Geografis
Penggunaan data penginderaan jauh telah berkembang secara pesat dan telah
digunakan dalam berbagai bidang aplikasi (Sutanto, 1986). Penggunaan lahan
merupakan data penting dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan
perencanaan dan pengelolaan sumberdaya lahan (Lillesand dan Kiefer, 1979; Lo,
1986).
Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu penyajian data yang berupa
keruangan dengan tujuan tertentu, keluaran berupa data keruangan (peta tematik)
yang disajikan dalam bentuk data teranalisis dan data yang masih memerlukan analisis
lebih lanjut. Maraknya perkembangan mengenai sistem informasi pada dewasa ini
cenderung mendorong semakin mudahnya masyarakat dalam mengetahui informasi
yang bersifat spasial. Sistem informasi ini bersifat komputerize, lokasi-lokasi (peta)
yang bertematik disajikan dalam suatu layer komputer. (Anonim, 2008).
2018
22 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Sajian dalam SIG dapat berupa manipulasi data yang berupa spasial serta data yang
berupa atribut, serta mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan memodelkan
suatu 3D permukaan sebagai DEM (Digital Elevation Model ;, Model Digital Ketinggian)
; DTM (Digital Terrain model : Model Digital Permukaan) atau TIN (Triangular Irregular
Network ; Jaringan Bersegitiga yang tidak beraturan). Data spasial merupakan suatu
data yang berisikan suatu gambar, dalam hal ini adalah peta yang bersifat kuantitatif
(atribut) dan kualitatif (peta).
Input dari sebuah data spasial yaitu berupa citra/foto udara/survey lapangan yang
dilakukan suatu pen-skala-an dan kemudian dituangkan dalam suatu gambaran berupa
peta. Keunggulan dari data spasial adalah dapat mengetaui sebaran dari data dan juga
data dapat dimodelkan sesuai dengan keinginan sehingga mudah untuk dilakukan
analisis. Pengolahan data secara spasial menggunakan metode tidak langsung yaitu
dengan metode tumpang susun (overlay) dengan terlebih dahulu memberikan
nilai/skor dari setiap parameter.
Gambar 2.6. Penginderaan jauh elektromagnetik untuk sumber daya bumi (Sumber: Lillesand
dan Kiefer, 1979)
Sistem informasi geografis (SIG) memungkinkan kita memvisualisasikan, pertanyaan,
menganalisis, dan menafsirkan data untuk memahami hubungan, pola, dan
tren.Dengan teknologi SIG, orang dapat membandingkan lokasi hal yang berbeda
untuk menemukan bagaimana mereka berhubungan satu sama lain. Misalnya,
menggunakan SIG. Peta yang sama dapat mencakup situs yang menghasilkan polusi
dan parameter yang sensitif terhadap polusi, seperti lahan basah.
2018
23 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Kegiatan
Lokasi kegiatan berada di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo yang seluruhnya
berada di Kawasan Dieng. Luas wilayah Kecamatan Kejajar adalah 5.762 hektare yang
tebagi dalam 15 desa, yaitu: Buntu, Sigedang, Tambi, Kreo, Serang, Igirmanak,
Surengede, Tieng, Parikesit, Sembungan, Jojogan, Patak Banteng, Dieng, Sikunang
dan Campursari. Desa terbesar adalah Sigedang dengan luasan 1.081,52 hektar dan
desa terkecil adalah Igirmanak 109, 86 hektar. Letak Geografis Kecamatan Kejajar
berada + 17 km ke arah utara Ibukota Kabupaten Wonosobo yang wilayahnya dibatasi:
1. Sebelah Utara : Kabupaten Batang
2. Sebelah Barat : Kabupaten Banjarnegara
3. Sebelah Selatan : Kecamatan Garung
4. Sebelah Timur : Kabupaten Temanggung
Gambar 3.1. Peta administrasi Kecamatan Kejajar
2018
24 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat dan bahan yang digunakan pada kegiatan ini antara lain adalah
1. GPS 6. Data elevasi
2. Peta Penggunaan Lahan 7. Seperangkat alat komputer
3. Peta jaringan jalan 8. Stopwatch
4. Peta Rupa Bumi Indonesia 9. Meteran
5. Peta Kawasan Rwan Bencana 10. Ceklist data
3.3. Prosedur pengerjaan
3.3.1. Tahapan pra-lapangan
Pada tahapan pra lapangan merupakan tahapan persiapan, beberapa hal yang
berkaitan dengan tahapan persiapan ini adalah;
A. Identifikasi desa yang berada di lereng Gunungapi Sindoro
Tidak semua desa yang ada di Kecamatan Kejajar yang berada di lerengkaki
Gunungapi Sindoro, sehingga fokus survei lapangan hanya pada desa-desa
tersebut
B. Analisis data penduduk
Data penduduk pada desa-desa yang ada di lereng kaki Gunungapi Sindoro pada
Kecamatan Kejajar dilakukan analisis berupa penduduk usia kurang dari 10 tahun
dan penduduk yang lebih berumur 60 tahun. Umur-umur tersebut diperkirakan
memiliki indeks penduduk terpapar apabila terjadi bencana
C. Identifikasi area yang bebas dari Kawasan Rawan Bencana
Data sekunder berupa Peta Kawasan Rawan Bencana erupsi Gunungapi Sindoro
dari ESDM dilakukan ploring dengan lokasi Kecamatan Kejajar, sehingga desa-desa
yang bebas bencana yang berada pada lereng Gunungapi Sindoro dapat dilakukan
survei untuk penentuan titik kumpul-titik kumpul yang akan direncakan
D. Pembuatan peta ancaman erupsi Gunungapi Sindoro
Peta prediksi ancaman erupsi Gunungapi Sindoro menggunakan buffer dari titip
pusat (kawah Gunungapi sindoro), radius yang akan digunakan dalam proses SIG
(mengacu pada krteria oleh Badan Geologi) ini adalah:
i. Kawasan I merupakan kawasan yang terletak dalam radius 8 km dari
kepundan atau yang berpotensi terlanda aliran lahar hujan.
2018
25 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
ii. Kawasan II merupakan kawasan yang terletak dalam radius 5 km dari
kepundan atau yang berpotensi terlenda aliran lava, lahar hujan, dan awan
panas.
iii. Kawasan III merupakan kawasan yang terletak dalam radius 2 km dari
kepundan atau yang selalu terancam aliran lava, gas beracun, dan awan
panas.
3.3.2. Tahapan lapangan
Pada tahapan lapangan ini terdapat 4 kegiatan yang dilakukan, antara lain
a. Survei dan pengukuran
b. Survei dan Identifikasi lokasi desa-desa (Kecamatan Kejajar) yang ada pada
lereng Gunungapi
c. Wawancara dengan menggunakan kuisioner
d. Analisis lokasi yang akan digunakan sebagai titik kumpul.
Pada saat survei dan pengukuran maka data yang dibutuhkan adalah lebar jalan,
panjang jalan serta kemudahan akses apabila dilewati oleh kendaraan angkut masa.
Pengolahan data untuk mendapatkan ruas jalan, titik evakuasi dan jalur evakuasi yang
layak yaitu:
a. Menentukan Jalan yang layak digunakan sebagai jalur evakuasi saat bencana
Gunungapi Sindoro terjadi dengan lebar minimal 4 m (SDC, 2007).
b. Menentukan titik evakuasi Gunungapi Sindoro yang layak (fasilitas,
aksesibilitas, keadaan bangunan)
c. Menghitung waktu perjalanan/waktu tempuh berdasarkan jalur-jalur yang layak
(lebar minimal 4 m).
d. Setelah diperoleh ruas jalan, titik evakuasi dan jalur yang layak untuk jalur
evakuasi, selanjutnya digambarkan dalam bentuk peta jalur evakuasi
Gunungapi Sindoro.
Pada saat survei juga akan mengidentifikasi lokasi-lokasi/ bangunan publik yang layak
untuk dijadikan titik kumpul masa. Selain itu pada kegiatan ini membutuhkan data
proses evakuasi saat bencana terjadi yang diperoleh dengan survei menggunakan
kuisioner dengan responden yaitu masyarakat pada masing-masing desa yang
memiliki ancaman terhadap bencana Gunungapi Sindoro.
2018
26 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Tabel 3.1. Kuisioner/wawancara pada lokasi-lokasi tertentu
Nama
Responden
: Desa :
Umur : Jenis kelamin :
Jenis pendidikan : Pekerjaan :
No Pertanyaan
1. Apakah aktivitasnya dapat menimbulkan ancaman bahaya bagi penduduk sekitar? Alasannya?
2. Apakah di desa/kelurahan Bapak/Ibu terdapat organisasi penanggulangan bencana? (Ya/Tidak)
3. Adakah latihan sosialisasi/mitigasi bencana erupsi gunungapi? (Ya/Tidak)
4. Bagaimana bentuk mitigasi yang dilakukan dan berapa kali pernah dilaksanakan latihan mitigasi bencana?
5. Apakah ada kearifan lokal masyarakat untuk mitigasi bencana erupsi gunungapi? (Ya/Tidak)
6. Bagaimana bentuk kearifan lokal tersebut?
7. Apakah kearifan lokal tersebut diwariskan secara turun-temurun? (Ya/Tidak)
2018
27 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
8. Apakah didesa/kelurahan Bapak/Ibu terdapat bangunan atau fasilitas yang dapat melindungi dari bahaya erupsi gunungapi? (Ya/Tidak), Bagaimana kondisinya?
9. Apakah didesa/kelurahan Bapak/Ibu terdapat Sistem Peringatan Dini bencana erupsi gunungapi? (Ya/Tidak), Bagaimana cara kerjanya?
10. Apakah didesa/kelurahan Bapak/Ibu terdapat Jalur Evakuasi jika terjadi bencana erupsi gunungapi? (Ya/Tidak), Bagaimana kondisinya jalur evakuasi?
11. Apakah didesa/kelurahan Bapak/Ibu terdapat petunjuk jalur evakuasi bencana erupsi gunungapi? (Ya/Tidak), bagaimana?
12. Apakah didesa/kelurahan Bapak/Ibu terdapat Lokasi Evakuasi jika suatu saat terjadi bencana? (Ya/Tidak) bagaimana?
13. Bagaimana bentuk lokasi evakuasi tersebut dan bagaimana kondisinya saat ini?
14. Apakah lokasi tersebut mudah dijangkau? (Ya/Tidak), alasan
15. Bagaimana kelengkapan fasilitas umum di lokasi evakuasi?
2018
28 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Koordinat awal ( Lokasi padat penduduk) Koordinat akhir (titik kumpul)
X:
Y:
X:
Y:
Jalan
Lebar Kondisi Akses Topografi Mobilisasi
A. 2 Meter A.
Setapak
A. Rusak A. Sulit A. Curam A. Jalan Kaki
B. 3 Meter B. Tanah B. mudah, tdk
bisa untuk
simpangan
mobil
B. Bergelombang B. Sepeda
Motor
C. 4 Meter C. Beton B. Baik C. Mudah, bisa
untuk
simpangan
mobil
C.Datar C. Mobil
D. >4
Meter
D. Aspal D. Truck
Waktu tempuh: ......................................... dengan ..................................................
Titik Kumpul
Lokasi Keaadaan Daya Tampung Fasilitas
A. Gedung sekolahan : A.Bisa untuk
parkir mobil
A.kurang dari 50
orang
A. MCK
B. Gedung
pemerintahan
: B. Mobilisasi
kendaraan
mudah
B.50 hingga 100
orang
B. Tempat
istirahat
sementara
C. Tanah lapangan : C.Tidak Bisa
untuk parkir
mobil
C.100-200 orang C. P3K
Smentara
D. lainnya... : D. Mobilisasi
kendaraan
sulit
d.lebih dari 100
orang
2018
29 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
3.3.3. Tahapan Paska lapangan
Pada tahapan paska lapangan ini digunakan untuk mengolah data-data primer hasil
survei lapangan serta wawancara pada penduduk sekitar. Analisis dengan cara fokus
pada kluster-kluster pemukiman dengan jalur-jalur jalan serta titik-titik kumpul
sementara. Hasil wawancara tersebut, selain diperoleh data kondisi lapangan, juga
untuk mendapatkan gambaran masyarakat secara umum. Apabila terjadi bencana,
masyarakat sudah memiliki gambaran untuk berlindung sementara.
Semua data dilakukan pembobotan (berdasarkan kondisi lapangan), sehingga akan
diperoleh jalur jalan yang paling mudah disertai dengan aksesibiltas kendaraan. Data-
data tersebut akan diolah dengan menggunakan sistem informasi geografis.
Gambar 3.2. Pola Pikir penelitain jalur evakuasi Gunungapi Sindoro
Lebar Jalan
Rute
Jarak tempuh
Waktu tempuh
Bencana Gunungapi
Pengungsi
Evakuasi
Titik Kumpul/shelter
Di luar wilayah terdampak
Di luar wilayah terdampak
Fasilitas Logistik Luas lokasi
PENGUNGSIAN sementara
Lebar Jalan
Mental Map WAWANCARA
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
2018
30 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Geomorfologi Kabupaten Wonosobo
Menurut Pradana (2015) Kabupaten Wonosobo sendiri secara geomorfologi dapat
dibagi kedalam tiga bentuklahan asal proses, yaitu vulkanik, struktural dan fluvial.
Bentanglahan vulkanik mendominasi sebagian besar wilayah Wonosobo, sementara
bentanglahan struktural ditemukan di sebagian besar wilayah selatan Wonosobo yaitu
berupa perbukitan antiklin, dan bentukan fluvial wilayah yang dilewati beberapa sungai
besar seperti Serayu dan Bogowonto.
Gambar 4.1. Satuan Bentuklahan di Jawa Bagian Tengah (Sumber: Van Bemmelen, 1949)
A. Bentuklahan asal proses vulkanik
Wonosobo terdiri atas rangkaian gunungapi sumbing, sindoro dan komplek vulkanik
Dieng, rangkaian gunungapi ini merupakan gunungapi berumur tersier. Kerucut
gunungapi utama yaitu sindoro dan sumbing, serta pada sisi barat daya Sindoro
terdapat satu kerucut parasiter yaitu gunung kembang. Gunung sumbing sendiri
berada berada disebelah tenggara gunung sindoro. Pada kerucut gunungapi sumbing
2018
31 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
dan sindoro ada kepundan cekung sebagai pusat aktivitas magmatis. Sementara dari
lereng tiap gunung dijumpai relief kasar yang berpola radial sentrifugal, hal ini
mengindikasikan bahwa pola sungai di sekatar gunung tersebut juga mengikuti pola
relief radial sentrifugal. Bentukan kerucut kecil di lereng tengah gunungapi sindoro,
dengan azimut sekitar 190 derajat dari kepundan utama ( sebelah baratdaya).
Bentukan ini adalah kerucut parasiter yang berada di zona warna kuning (elevasi
sedang). Kerucut parasiter ini adalah gunung kembang, dimana kerucut ini terbentuk
akibat magma yang menerobos ke samping dan muncul dilereng tengah gunung
sindoro serta perlahan membesar akibat suplai material magma dan prioklastik.
Pada di bagian paling utara rangkaian gunungapi di Wonosobo terdapat bentukan
relief sangat kasar, seperti terlihat dalam gambar 3. Bentukan ini berupa depresi yang
dikelilingi tinggian atau dinding terjal yang cenderung radial mengelilingi depresi
tersebut. Di bagian dalam depresi terdapat bentukan kerucut-kerucut kecil yaitu
gunungapi yang sudah tererosi, serta depresi kecil yaitu kawah vulkanik. Komplek
depresi ini adalah kaldera gunungapi Dieng, dimana kompleks Dieng dikelilingi
beberapa gunungapi seperti Prahu, Rogojembangan dan . Kaldera ini berhubungan
dengan wilayah struktural antiklinorium serayu dibagian selatan. Secara kebencanaan
wilayah vulkanik Dieng menyimpan potensi letusan disertai pelepasan gas beracun
CO2 dan gempa tremor, sementara gunungapi sindoro dan sumbing juga memiliki
potensi letusan. Namun, kawasan vulkanik ini juga memiliki potensi berupa kawasan
kaya bahan tambang (belerang, pasir dan batu), kaya akan air tanah serta tanah yang
subur. Sebagian besar wilayah Wonosobo utara merupakan wilayah lereng kaki
gunungapi serta dataran kaki gunung api.
B. Bentuklahan asal proses struktural
Bentukan ini berupa pegunungan antiklin Serayu Utara dan Serayu Selatan.
Pegunungan Serayu Utara mempunyai lebar antara 30-50 km. Pada bagian barat
berupa volkan (G. Slamet) dan bagian timur ditutup oleh produk gunung api muda
seperti Rogojembangan, komplek Dieng (G. Perahu dsb), G. Ungaran. Garis batas
dengan zone Bogor (Jawa Barat) merupakan garis lurus Prupuk-Bumiayu-Ajibarang.
Dan berhubungan dengan Kendeng Ridge di Jawa Timur. Antara bagian utara dan
selatan Serayu Range terdapat depresi memanjang yang dinamakan zone Serayu
yang sekarang adalah tempat-tempat di Majenang, Ajibarang, Purwokerto,
Banjarnegara, Wonosobo. Antara Purwokerto dan Banjarnegara dengan lebar ± 15 km.
Sebelah timur Wonosobo merupakan batasnya, berupa depresi yang sebagian diisi
2018
32 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
oleh gunung api muda Sindoro dan Sumbing, yang secara geografis merupakan
dataran antar pegunungan Temanggung-Magelang.
Pegunungan Serayu Selatan melawati sebagian kecil wilayah Wonosobo, seperti
Wadaslintang, Kaliwiro, Kalibawang dan Kepil. Terbagi menjadi bagian barat dan timur.
Pada bagian barat merupakan elemen strukturak baru yang menyambung dengan
Jawa Barat. Dengan Bogor Ringe (Zone Bogor) dipisahkan oleh dataran Majenang dan
bagian atas yang lurus dari sungai pasir dan Cihaur. Pada bagian timur merupakan
Lembah Jatilawang yang dimulai dari dekat Ajibarang (merupakan antiklinorium yang
sempit), yang selanjutnya terpotong oleh sungai Serayu. Proses rayapan tanah (soil
creep) seringkali terjadi, terutama pada daerah-daerah yang mempunyai rentang
kelembapan tanah tinggi.
C. Bentuklahan asal proses fluvial
Merupakan wilayah disekitar aliran sungai utama, yaitu Serayu dan Bogowonto.
Wilayah aliran serayu pada wilayah dataran kakigunung membentuk plain (dataran
aluvial) yang kemudian berkembang menjadi pusat kota Wonosobo. Satuan bentuk
lahan asal proses fluvial merupakan satuan bentuklahan yang materialnya tersusun
atas endapan sungai dan atau oleh air yang mengalir yang disebut dengan aluvium
(Munir, 2010). Daerah aliran sungai di wonosobo dapat diamati pada gambar 4. DAS
Serayu terletak dibagian selatan Jawa Tengah. Sungai Serayu dari hulu hingga hilir
mempunyai luas 3.718 km2 dan secara geografis terletak pada koordinat 07o05‘ s.d.
07o4‘ LS dan 108o56‘ s.d. 110o05‘ BT. Adapun batas-batas wilayah DAS Serayu yaitu
sebelah timur berbatasan dengan Rangkaian Gunung api Sumbing dan Gunung api
Sindoro, sebelah utara berbatasan dengan Pegunungan Besar, pegunungan
Rogojembangan, Gunungapi Slamet, sebelah selatan berbatasan dengan Pegunungan
Serayu Selatan dan sebelah barat berbatasan dengan Perbukitan yang melintang
sepanjang perbatasan Banyumas dan Cilacap
4.2. Keterpaparan Penduduk akbibat Bencana Kecamatan Kejajar
Berdasarkan hasil proyeksi jumlah penduduk Kecamatan Kejajar pada tahun 2016
sebanyak 42.665 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 21.381 jiwa dan
perempuan 20.834 jiwa. Angka sex ratio (perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan
perempuan) di Kecamatan Kejajar tahun 2016 adalah 105. Jumlah ini menunjukan
bahwa setiap 100 penduduk wanita terdapat 105 penduduk laki-laki di Kecamatan
Kejajar.
2018
33 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Tabel 4.1. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan Kecamatan Kejajar (BPS, 2017)
No Desa/Kelurahan Penduduk Jumlah Sex Ratio
Laki-laki Perempuan
1. Buntu 1 258 1 200 2 458 105
2. Sigedang 1 564 1 475 3 039 106
3. Tambi 2 640 2 538 5 178 104
4. Kreo 785 789 1 574 99
5. Serang 2 383 2 205 4 588 108
6. Kejajar 1 781 1 731 3 512 103
7. Igirmranak 371 347 718 107
8. Surengede 1 819 1 727 3 546 105
9. Tieng 2 169 2 080 4 249 104
10. Parikesit 1 091 980 2 071 111
11. Sembungan 665 602 1 267 110
12. Jojogan 726 673 1 399 108
13. Patakbanteng 1 239 1 162 2 401 107
14. Dieng 1 044 1 073 2 117 97
15. Sikunang 1 124 1 079 2 203 104
16. Campursari 1 172 1 173 2 345 100
Jumlah penduduk terbesar terdapat di Desa Tambi yang berjumlah 5.178 jiwa dengan
rincian 2.640 penduduk laki-laki dan 2.538 penduduk perempuan, sedangkan wilayah
dengan jumlah penduduk paling kecil pada tahun 2016 adalah Desa Sembungan
dengan jumlah penduduk sebesar 1.267 jiwa, dengan rincian 665 penduduk laki-laki
dan 602 penduduk perempuan. Rata-rata kepadatan penduduk adalah 740 jiwa per
km2. Angka kepadatan penduduk terbesar terdapat di Desa Tieng dengan angka 1.914
jiwa per km2 sedangkan yang paling rendah terdapat di Desa Sigedang dengan angka
281 jiwa per km2.
Dalam kaitannya dengan mitigasi bencana maka umur anak-anak serta umur lansia
sangat dipertimbangkan. Hal ini berkaitan dengan tingkat indeks kerentanan
sosial/penduduk terpapar. Faktor ini sangat dipertimbangkan mengingat evakuasi
apabila terjadi bencana lebih membutuhkan bantuan terutama angkutan transportasi.
2018
34 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Tabel 4.2. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Kejajar (BPS, 2017)
No Desa/Kelurahan Luas wilayah
(km2) Jumlah
Penduduk Kepadatan Penduduk
1. Buntu 3,34 2 458 736
2. Sigedang 10,81 3 039 281
3. Tambi 4,12 5 178 1 257
4. Kreo 2,84 1 574 554
5. Serang 3,66 4 588 1 254
6. Kejajar 5,83 3 512 602
7. Igirmranak 1,1 718 653
8. Surengede 3,64 3 546 974
9. Tieng 2,22 4 249 1 914
10. Parikesit 2,09 2 071 991
11. Sembungan 2,65 1 267 478
12. Jojogan 1,26 1 399 1 110
13. Patakbanteng 2,29 2 401 1 048
14. Dieng 2,82 2 117 751
15. Sikunang 3,74 2 203 589
16. Campursari 5,21 2 345 450
Desa Tambi, Desa Serang, Desa Tieng merupakan desa-desa di Kecamatan Kejajar
yang memiliki jumlah penduduk dengan usia dibawah 9 tahun paling banyak, yaitu
sebesar 929 jiwa, 851 jiwa, dan 727 jiwa.
Sedangkan penduduk usia lanjut dengan umur lebih dari 65 tahun paling banyak
berada di Desa Tambi, Desa Serang, Desa Kejajar, Desa Surengede, dan Desa Tieng.
Desa-desa tersebut memiliki jumlah penduduk sebesar 277 Jiwa, 285 Jiwa, 287 Jiwa,
233 Jiwa, dan 316 Jiwa.
Banyaknya penduduk serta kepadatan penduduk, jumlah penduduk perempuan,
banyaknya penduduk usia dini dan banyaknya usia lanjut dapat digunakan sebagai
dasar untuk prioritas evakuasi. Prioritas utama adalah desa-desa terdampak yang
2018
35 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
dekat dengan sumber letusan gunungapi dan prioritas kedua adalah desa-desa yang
memiliki jumlah keterpaparan penduduk tinggi.
Tabel 4.3. Penduduk usia kurang dari 9 Tahun di Kecamatan Kejajar (BPS, 2017)
Desa/Kelurahan Usia 0 – 4 Tahun Usia 5 – 9 Tahun
Laki-laki Perempuan JMLH Laki-laki Perempuan JMLH
1. Buntu 98 118 216 105 98 203
2. Sigedang 140 135 275 141 122 263
3. Tambi 227 227 454 241 234 475
4. Kreo 70 66 136 79 86 165
5. Serang 214 192 406 229 216 445
6. Kejajar 142 143 285 154 161 315
7. Igirmranak 36 43 79 36 35 71
8. Surengede 145 138 283 157 142 299
9. Tieng 189 174 363 173 191 364
10. Parikesit 117 87 204 85 78 163
11. Sembungan 57 61 118 57 71 128
12. Jojogan 78 81 159 50 56 106
13. Patakbanteng 106 100 206 119 119 238
14. Dieng 91 100 191 95 88 183
15. Sikunang 109 106 215 99 92 191
16. Campursari 110 124 234 105 110 215
Desa tieng, Desa Serang, dan Desa Tambi merupakan desa-desa di Kecamatan
Kejajar yang memiliki faktor keterpaparan penduduk tinggi (jumlah penduduk,
kepadatan penduduk, usia dini dan usia lanjut). Namun hanya Desa Tambi yang
merupakan desa dengan potensi terdampak letusan Gunungapi Sindoro.
Pada tahun ajaran 2016/2017 jumlah guru SD sebanyak 223 dan jumlah murid SD di
Kecamatan Kejajar tercatat 3.838 siswa, angka ini menunjukan penurunan sebesar
6,69 persen jika dibandingkan dengan tahun ajaran sebelumnya. Banyaknya siswa
SMP di Kecamatan Kejajar yang ada pada tahun ajaran ini tidak mengalami perubahan
secara signifikan jika dibandingkan dengan tahun ajaran sebelumnya.
2018
36 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Tabel 4.4. Penduduk usia lebih dari 60 Tahun di Kecamatan Kejajar (BPS, 2017)
Desa/Kelurahan
Usia 60 – 64 Tahun
Usia 65 – 69 Tahun
Usia 70 – 74 Tahun
Usia +75 Tahun
L P E L P E L P E L P E
1. Buntu 48 52 100 41 23 64 19 26 45 37 40 77
2. Sigedang 69 61 130 43 28 71 26 17 43 21 28 49
3. Tambi 138 108 246 60 37 97 39 41 80 45 55 100
4. Kreo 24 24 48 24 19 43 12 13 25 16 16 32
5. Serang 95 75 170 59 58 117 40 41 81 42 45 87
6. Kejajar 63 62 125 58 42 100 38 36 74 46 67 113
7. Igirmranak 18 13 31 8 15 23 9 12 21 6 11 17
8. Surengede 78 67 145 41 50 91 29 39 68 35 39 74
9. Tieng 71 85 156 66 61 127 47 39 86 44 59 103
10. Parikesit 35 32 67 28 29 57 12 16 28 18 29 47
11. Sembungan 32 13 45 16 16 32 9 4 13 6 8 14
12. Jojogan 29 26 55 23 21 44 12 3 15 14 4 18
13.
patakbanteng 39 45 84 26 27 53 21 17 38 16 12 28
14. Dieng 29 45 74 34 26 60 16 23 39 20 32 52
15. Sikunang 38 42 80 25 28 53 12 19 31 20 19 39
16. Campursari 59 46 105 23 34 57 27 23 50 32 43 75
Jumlah tenaga guru yang ada juga tidak mengalami perubahan yang signifikan jika
dibandingkan dengan tahun ajaran sebelumnya. Keterkaitan dengan jumlah guru dan
perangkat desa dapat dijadikan sebagai pendidik/pemberi informasi mengenai
pendidikan kesiapsiagaan bencana.
2018
37 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Sehingga diharapkan semakin banyak tenaga pendidik dapat mampu meningkatkan
kapasitas bencana, terutama bencana Gunungapi Sindoro. Kapasitas bencana yang
baik dapat menekan risiko bencana Gunungapi Sindoro.
Tabel 4.5. Banyaknya Kepala Keluarga Menurut Status Pendidikan Kecamatan Kejajar
Desa Tamat
SD SD-SLTP SLTA AK/PT
1. Buntu 50 708 34 13
2. Sigedang 233 668 18 5
3.Tambi 260 1 366 127 26
4.Kreo 45 460 24 7
5.Serang 115 1 105 116 47
6.Kejajar 116 758 149 53
7.Igirmranak 46 182 8 -
8.Surengede 265 823 36 3
9.Tieng 93 1 100 90 36
10.Parikesit 49 560 12 5
11.Sembungan 49 285 3 7
12.Jojogan 77 348 34 5
13.Patakbanteng 30 647 26 11
14.Dieng 34 533 90 23
15.Sikunang 144 543 17 2
16.Campursari 245 515 8 5
Apabila dilihat dari jarak terhadap puncak Gunungapi Sindoro 5 desa yang paling dekat
berturut-urut adalah Desa Buntu, Desa Sigedang, Desa Tambi, Desa Kreo, dan Desa
Kejajar. Dari kelima desa tersebut meskipun Desa Tambi memiliki urutan ketiga dari
puncak Gunungapi Sindoro, namun Desa Tambi memiliki jumlah penduduk yang paling
banyak (5178 jiwa), Kepadatan penduduk terbanyak (1257 jiwa/km2), jumlah usia dini
paling tinggi (929 jiwa) dan jumlah usia lanjut paling tinggi juga (277 jiwa).
2018
38 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
4.3. Potensi Kerawanan Bencana GunungApi Sindoro
Gunung Sindoro, atau kadang disebut Sindara, atau juga Sundoro (altitudo 3.150
meter di atas permukaan laut), merupakan sebuah gunung volkano aktif yang terletak
di Jawa Tengah. Kawah yang disertai jurang dapat ditemukan di sisi barat laut ke
selatan gunung, dan yang terbesar disebut Kembang. Sebuah kubah lava kecil
menempati puncak gunung berapi. Sejarah letusan Gunung Sindara yang telah terjadi
sebagian besar berjenis ringan sampai sedang (letusan freatik). Dari sejarah dan
endapan hasil letusannya, diperkirakan letusan tipe strombolian mendominasi karakter
letusan Gunung Api Sindoro.
Menurut Hasib (2014) manfaat yang diperoleh dari adanya gunungapi ini sangat
beragam, akan tetapi potensi bahaya yang dapat ditimbulkan juga tidak kalah besar.
Aktivitas kegunungapian yang ditunjukan Gunung Sundoro tidak terlalu besar apabila
dibandingankan dengan gunungapi lain seperti Gunung Merapi dan Gunung Kelud
dalam jangka 10 tahun terakhir. Menurut Degroot (2009) Gunung Sundoro agak lebih
aktif dari pada Gunung Sumbing yang berada di sebelah tenggaranya.
Sejarah mengenai letusan yang terjadi di Gunung Sindoro tidak banyak diketahui.
Namun, letusan baru mulai tercatat sejak abad ke-19. Berikut ini adalah daftar letusan
maupun peningatan aktivitas vulkanik Gunung Sindoro yang terjadi sejak abad ke-19
Masehi (Anonimus, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi):
Tahun 1806: Letusan di puncak gunung (masih disangsikan kebenarannya)
Tahun 1818: Terjadi letusan abu yang menyebar hingga Pantai Pekalongan.
Kepastian tangggal dan bulannya tidak diketahui.
Tahun 1882: Terjadi letusan abu di Gunung Kembang. Abunya jatuh hingga di
Kebumen. Antara 1-7 April. Kemungkinan terjadi leleran lava di lereng
barat laut
Tahun 1883: Peningkatan aktivitas vulkanik. Kemungkinkan terjadi letusan pada
bulan Agustus.
Tahun 1887: Pada 13-14 November, terdengar suara ledakan.
Tahun 1902: Pada 1-25 Mei, Kegiatannya terbatas pada bualan lumpur dan lontaran
batu pijar yang jatuh kembali di lubang letusan.
Tahun 1903: Pada 16-21 Oktober, Letusan di rekahan kali Prupuk di atas Gunung
2018
39 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Kembang, di antara ketinggian 2850-2980 meter (letusan samping).
Hujan abu sampai di Kejajar dan Garung
Tahun 1906: Pada 22 September-20 Desember, letusan di rekahan S1 dan
terbentuknya K5 di selatan dataran pasir Z1. Pada 25 September,
terjadi hujan abu di Kledung. Tanaman banyak yang rusak dan rumah
penduduk terbakar.
Tahun 1908: Pada 10 Februari, peningkatan aktivitas vulkanik. Terdengar suara
gemuruh.
Tahun 1910: Pada Januari, peningkatan aktivitas vulkanik. Di Temanggung kadang-
kadang terdengar suara gemuruh.
Tahun 1970: Setelah beristirahat selama kurang lebih 60 tahun, terdapat lagi
kenaikan aktivitas vulkanik tanpa menghasilkan suatu letusan. Adapun
urutannya adalah sebagai berikut :
Pada 21 Oktober, kira-kira pukul 05.30 dan pada 28 Oktober kira-
kira pukul 06.30, terasa bumi bergetar di Kampung Sigedang di
lereng barat laut, kurang lebih 4,5 km jauhnya dari puncak.
Pada 29 Oktober, mulai tampak asap putih tipis mengepul dari
lubang letusan lama.
Pada 1 November, kira-kira pukul 06.00, tampak asap putih tipis
lurus mengepul ke atas.
Pada 2 November, pada pagi hari kira-kira pukul 06.00 Tampak
asapnya menebal. Antara pukul 09.00 hingga 14.00 terdengar suara
blazer. Di malam harinya tampak asap berwarna merah di atas
Gunung Sindoro, kemudian di siang hari asap putihnya menipis
kembali.
Tahun 2011: Pada 26 Oktober, pengukuran suhu di kawah puncak pada
beberapa titik di sekitar kawah temperatur rata-rata sebesar 75 °C
Pada 2 November pengukuran suhu di kawah puncak pada
beberapa titik di sekitar kawah temperatur rata-rata sebesar 95 °C.
tinggi asap fumarol sudah melewati bibir kawah gunung (sekitar
beberapa puluh meter) dengan tekanan asap lemah-sedang.
Pada November 2011, Gempa Vulkanik Dalam dan Gempa Vulkanik
Dangkal mulai meningkat dan cenderung mengalami peningkatan
2018
40 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
hingga Desember 2011.
Pada 5 Desember 2011 pukul 20.00 WIB, PVMBG (Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) meningkatkan status
Gunung Sindoro dari Aktif Normal (Level I) menjadi Waspada (Level
II). Peningkatan aktivitas Gunung Sindoro teramati dengan
meningkatnya aktivitas kegempaan dan visual, terutama Gempa
Vulkanik Dalam dan Vulkanik Dangkal.
Gambar 4.2. Gunungapi Sundoro, Lokasi: Pos PGA Sundoro-Sumbing (Sumber: vsi.esdm)
4.4. Potensi Ancaman Erupsi Gunung Api sindoro
Daerah terdampak di Kecamatan Kejajar dari kerawanan Gunungapi Sindoro (Sumber:
Pusat Vulkanologi, ESDM) diperoleh bahwa hanya terdapat 5 desa yang terdampak.
Desa-desa tersebut antara lain Desa Buntu, Sigedang, Tambi, Kreo, dan Kejajar. Desa
Buntu mempunyai kerwanan gunungapi tingkat Kawasan Rawan Bencana II
Gunungapi Sundoro yang berpotensi terlanda aliran lava, lahar hujan, dan awan panas
2018
41 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
dengan luas 155.802 hektar. Desa Buntu juga memiliki Kawasan Rawan Bencana III
Gunungapi Sundoro yang selalu terancam gas beracun, aliran lava, dan awan panas
dengan luas 314.218 hektar.
Desa Sigedang memiliki tingkat kerawanan Kawasan Rawan Bencana I Gunungapi
Sundoro yang berpotensi terlanda aliran lahar hujan dengan luas sekitar 31.543 hektar
dan Kawasan Rawan Bencana II Gunungapi Sundoro yang berpotensi terlanda aliran
lava, lahar hujan, dan awan panas seluas 145.063 hektar. Desa Tambi memiliki
kerawanan bencana gunungapi Kawasan Rawan Bencana I Gunungapi Sundoro yang
berpotensi terlanda aliran lahar hujan dengan luas sekitar 46.935 hektar.
Selain itu Desa Tambi juga memiliki kerawanan bencana gunungapi sindoro Kawasan
Rawan Bencana II Gunungapi Sundoro yang berpotensi terlanda aliran lava, lahar
hujan, dan awan panas dengan luas sekitar 242.316 hektar.
Desa Kreo memiliki tingkat kerawanan bencana Gunungapi Sindoro Kawasan Rawan
Bencana I Gunungapi Sundoro yang berpotensi terlanda aliran lahar hujan dengan
luas sekitar 20.991 hektar. Selain itu Desa Tambi juga merupakan Kawasan Rawan
Bencana II Gunungapi Sundoro yang berpotensi terlanda aliran lava, lahar hujan, dan
awan panas dengan luasan sekitar 50.277 hektar.
Desa Kejajar merupakan desa terjauh dari puncak apabila dibandingkan dengan
keempat desa lainnya. Desa kejajar ini masuk dalam Kawasan Rawan Bencana I
Gunungapi Sundoro yang berpotensi terlanda aliran lahar hujan dengan luasan yang
tidak begitu besar, yaitu hanya sekitar 7.053 hektar.
Selain data peta kerawanan bencana Gunungapi Sindoro, pada kegiatan ini juga
dilakukan analisis dengan menggunakan peta potensi kerawanan bencana Gunungapi
Sindoro dengan pendekatan jarak dari puncak. Pendekatan ini menggunakan 3 kelas
yaitu: Radius jarak 2 Km dari puncak, Radius jarak 5 Km dari puncak, dan Radius jarak
8. Km dari puncak,
2018
42 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Gambar 4.3. Peta Kerawanan Bencana Gunungapi Sindoro Kecamatan Kejajar
2018
43 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Selain menggunakan analisis dari peta kerawanan bencana Gunungapi Sindoro, pada
Kegiatan ini juga digunakan analisis menggunakan teknik bufffer dan SIG. Sumber
ancaman berasal dari puncak Gunungapi Sindoro, sehingga kerucut puncak (kawah)
dilakukan ploting tempat. Pada setiap buffer dilakukan pada jarak 2 km, 5 km dan 8 km
dari puncak Gunungapi Sindoro.
Pada Desa yang terdampak yang cukup dekat dari puncak (jarak 0 hingga 2 km) pada
Kecamatan Kejajar ini hanya ada 1 desa, yaitu Desa Buntu dengan luas potensi
terdampak sekitar 87,87 hektar. Sedangkan untuk potensi desa terdampak untuk jarak
0 hingga 5 km dari puncak Gunungapi Sindoro berada di Desa Buntu potensi
terdampak seluas 470,02 hektar, Desa Sigedang potensi terdampak seluas 394,60
hektar, dan Desa Tambi potensi terdampak seluas 181,56 hektar.
Terdapat 7 desa yang masuk ring dengan jarak 0 sampai 8 km dari puncak Gunungapi
Sindoro. Desa-desa tersebut antara lain: Desa Buntu potensi terdampak seluas 470.02
hektar; Desa Sigedang potensi terdampak seluas 455,70 hektar; Desa Tambi potensi
terdampak seluas 494,23 hektar; Desa Kreo potensi terdampak seluas 311,90 hektar;
Desa Serang potensi terdampak seluas 52,88 hektar; Desa Kejajar potensi terdampak
seluas 640,142 hektar; dan sebagian kecil Desa Surengede yang potensi terdampak
hanya seluas 9,62 hektar.
Pada peta kerawanan bencana tersebut mempertimbangakan faktor kemiringan lereng
serta aliran sungai. Arah aliran serta banyaknya aliran sungai sangat memperngaruhi
terhadap potensi kerwanan yang ada pada tiap desa. Kemiringan yang semakin curam
maka potensi akan semakin besar. Anak sungai semakin banyak dan rapat potensi
ancaman juga semakin tinggi. Sehingga potensi ancaman bencana Gunungapi Sindoro
ini paling tinggi terdampak adalah Desa Buntu yang arah aliran lava, awan panas,
lahar dingin mengarah ke Desa Tambi. Selain itu Desa sigedang juga terkena dampak
dari potensi ancaman Gunungapi Tersebut.
Topografi dan kemiringan lereng menjadi bagian yang penting dalam melakukan
evakuasi bencana. aksesibilitas jalur evakuasi semakin sulit/berat apabila pada lokasi-
lokasi dengan topografi berbukit curam dengan kemiringan lereng yang tinggi. Apabila
dilihat dari kedekatan dengan Puncak Gunungapi Sindoro maka Desa Buntu, Tambi
dan Desa Sigedang merupakan 3 desa di Kecamatan Kejajar yang memiliki potensi
ancaman Gunungapi Sindoro paling tinggi.
2018
44 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Gambar 4.4. Peta Jarak Radius dari Puncak Gunungapi Sindoro Kecamatan Kejajar
2018
45 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Gambar 4.5. Peta Desa terdampak erupsi Gunungapi Sindoro Kecamatan Kejajar
2018
46 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Gambar 4.6. Peta Topografi Gunungapi Sindoro Kecamatan Kejajar
2018
47 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
4.5. Kesiapsiagaan dan Jalur Evakuasi Gunungapi Sindoro
Desa Buntu, Desa Tambi, Desa Sigedang, dan Desa Kreo merupakan Desa yang
dilewati oleh ancaman Gunungapi Sindoro. Sehingga dari keempat desa tersebut
diberikan suatu kuisioner mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kesiapsiagaan
bencana termasuk jalur evakuasi.
Desa Buntu merupakan desa yang paling dekat dengan puncak Gunungapi Sindoro.
Dari 11 responden pada desa tersebut hanya 2 yang menyatakan mengikuti organisasi
mengenai kesiapsiagaan bencana, 4 orang menyatakan adanyanya kearifan lokasl
dalam menghadapi bencana Gunungapi Sindoro. Namun dari kesemua responden
tersebut tidak mengetahuai mengenai fasilitas perlindungan bencana, sistem
peringatan dini, adanya jalur evakuasi, petunjuk jalur dan lokasi evakuasi. Masyarakat
yang sedikit banyak mengetahui kesiapsiagaan bencana tersebut rata-rata
berpendidikan minimal SMP. Sehingga dengan melalui sekolah-sekolah kesiapsiagaan
bencana Gunungapi Sindoro dapat tersosilisasi dengan baik.
Desa Sigedang merupakan salah satu desa di Kecamatan Kejajar yang paling banyak
masyarakatnya mengikuti atau mengetahui mengenai organisasi kesiapsiagaan
bencana yang ada di wilayahnya. Dari 13 responden yang dilakukan wawancara dan
kuisioner hanya terdapat 4 orang yang tidak mengetahui kondisi kesiapsiagaan
bencana. Sembilan orang yang mengetahui atau mengikuti organisasasi
penanggulangan bencana rata-rata juga mengetahui tentang adanya kearifan lokal
yang ada dalam menghadapi bencana. Namun seperti halnya dengan Desa Buntu,
Masyarakat di Desa Sigedang ini juga belum mengetahui fasilitas perlindungan
bencana, sistem peringatan dini, adanya jalur evakuasi, petunjuk jalur dan lokasi
evakuasi.
Desa Tambi adalah desa yang berpotensi ancaman terhadap Gunungapi Sindoro
karena dari sisi topografi berlereng curam yang memungkinkan luncuran aliran lava,
aliran lahar serta aliran awan panas melewati desa ini. Selain itu, pada desa ini juga
memiliki alur-alur sungai yang berhulu di puncak Gunungapi Sindoro. Pada Desa
Tambi ini juga dilakukan wawancara dengan memberikan form kuisioner sejumlah 14
orang. Namun dari semua responden tidak mengikut/mengetahui mengenai organisasi
kesiapsiagaan bencana dan juga tidak mengetahui mengenai kearifan lokal yang ada
di desanya serta fasilitas perlindungan bencana, sistem peringatan dini, adanya jalur
evakuasi, petunjuk jalur dan lokasi evakuasi.
2018
48 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Tabel 4.6. Hasil kuisioner di Desa Buntu, Desa Sigedang, Desa Tambi, Desa Kejajar, dan Desa Kreo
No Umur
(tahun) Jenis
Kelamin Pendidikan Desa
Ancaman Bahaya
Organisasasi Penanggulangan
Bencana
Kearifan Lokal
Warissan kearifan
lokal
Fasilitas Perlindungan
bencana
Sistem peringatan
dini
Adanya Jalur
evakuasi
Petunjuk Jalur
Lokasi Evakuasi
1 32 Laki-laki SLTA Buntu erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
2 38 Laki-laki S 1 Buntu erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
3 44 Laki-laki SMA Buntu erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
4 34 Laki-laki SMA Buntu erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
5 45 Laki-laki SMP Buntu erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
6 41 Laki-laki SLTA Buntu erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
7 45 Laki-laki SMP Buntu erupsi gunung api
Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
8 45 Laki-laki SLTA Buntu erupsi gunung api
Tidak Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
9 37 Perempuan S 1 Buntu erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
2018
49 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
10 35 Laki-laki SLTA Buntu erupsi gunung api
Tidak Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
11 40 Laki-laki SMA Buntu erupsi gunung api
Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
12 39 Laki-laki SMA Sigedang
erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
13 22 Laki-laki Sigedang
erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
14 40 Laki-laki Sigedang
erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
15 34 Laki-laki Sigedang
erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
16 21 Laki-laki Sigedang
erupsi gunung api
Ya Ya Ya
17 21 Perempuan Sigedang
erupsi gunung api
Ya Ya Ya
18 Laki-laki Sigedang
erupsi gunung api
Ya Ya ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
19 Laki-laki Sigedang
erupsi gunung api
Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
20 Laki-laki Sigedang
erupsi gunung api
Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
2018
50 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
21 Laki-laki Sigedang
erupsi gunung api
Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
22 33 Laki-laki Sigedang
erupsi gunung api
Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
23 Laki-laki Sigedang
erupsi gunung api
Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
24 Perempuan Sigedang
erupsi gunung api
Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
25 27 Laki-laki SMA Tambi erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak
26 20 Laki-laki SMA Tambi erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak
27 30 Laki-laki SMP Tambi erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
28 24 Perempuan SMA Tambi erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
29 25 Laki-laki SMA Tambi erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
30 33 Laki-laki SMA Tambi erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
2018
51 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
31 32 Laki-laki SMA Tambi erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
32 43 Perempuan SD Tambi erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
33 73 Laki-laki SD Tambi erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
34 38 Perempuan SD Tambi erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
35 25 Laki-laki S 1 Tambi erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
36 45 Laki-laki SMP Tambi erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
37 42 Laki-laki SMA Tambi erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
38 25 Laki-laki S 1 Tambi erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
39 50 Laki-laki SMA Kejajar erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
40 43 Laki-laki SLTP Kejajar erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
2018
52 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
41 38 Laki-laki S 1 Kejajar erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
42 41 Laki-laki SLTA Kejajar erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
43 30 Laki-laki S 1 Kejajar erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
44 42 Laki-laki SMP Kreo erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
45 Laki-laki SLTA Kreo erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
46 Laki-laki Kreo erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
47 34 Laki-laki SMA Kreo erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
48 40 Laki-laki SLTA Kreo erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
49 40 Laki-laki SLTA Kreo erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
50 29 Laki-laki SLTA Kreo erupsi gunung api
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
2018
53 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Responden yang ada di Desa Kejajar dan Desa Kreo juga tidak ada 1 orang yang
menyatakan bahwa mengetahui/mengikuti organisasi kebencanaan serta mengetahui
mengenai kearifan lokal yang ada di desanya serta fasilitas perlindungan bencana,
sistem peringatan dini, adanya jalur evakuasi, petunjuk jalur dan lokasi evakuasi.
Sehingga penentuan dan pemasangan jalur evakuasi sangat diperlukan untuk lkelima
desa ini karena dekat dengan sumber ancaman Gunungapi Sindoro
Kondisi dari kelima desa (Desa Buntu, Desa Sigedang, Desa Tambi, Desa Kreo dan
Desa Kejajar) akan dirinci dan dapat digunakan sebagai tempat titik kumpul sementara
sebelum dilakukan ke evakuasi ke tempat yang lebih aman. Titik kumpul ini bertujuan
untuk menampung masa sementara dalam jumlah yang banyak sehingga angkutan
masal juga dapat dengan mudah menjangkau dan membawanya ke tempat yang relatif
lebih aman. Sehingga petunjuk jalur-jalur evakuasi tersebut harus dibuat menuju titik
kumpul sementara. Beberapa lokasi yang digunakan sebagai titik kumpul atau tempat-
tempat-tempat evakuasi ancaman Gunungapi Sindoro antara lain:
1. Kantor Kecamatan Kejajar
Lokasi beradadi tepi jalan provinsi dengan lebar jalan 6,5 m, beraspal mulus, akses
mudah untuk parkir ataupun simpangan mobil dengn topografi datar, mobilisasi
kendaraan mudah. Fasilitas yang ada meliputi komunikasi,tempat pertemuan, areal
terbuka, MSK, P3K dan dapat digunakan sebagai tempat istirahat sementara. Lokasi
ini juga bebas dari lahar dingin G. Sindoro.
Gambar 4.7. Kantor kecamatan Kejajar dengan jalan provinsi disekitarnya merupakan
tempat evakuasi dengan fasilitas memadai
2018
54 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
2. Kawasan Pabrik Teh PT. Tambi (Titik kumpul desa Tambi)
Merupakan kawasan pabrik disertai dengan fasilitas gedung pertemuan, tanah
lapangan. Jalan sekitar merupakan jalan kabupaten penggubung Kejajar-Temanggung
dengan lebar jalan 4 m, beraspal baik, mudah dan bisa untuk simpangan mobil.
Topografi bergelombang, mobilisasi manusia dapat menggunakan mobil mauun truck.
Fasilitas yag tersedia berupa MCK, sarana komunikasi, P3K dan juga tempat istirahat
sementara.
Gambar 4.8. Kawasan pabrik teh PT Tambi dengan berbagai fasilitas yang ada sangat cocok
digunakan sebagai titik kumpul jalur evakuasi di Desa Tambi
3. Pos Pendakian dan Balai Desa Sigedang
Merupakan balai desa Sigedang, disekitarnya terdapat Pos Pendakian G. Sindoro
serta SD Negeri Sigedang. Fasilitas yang ada meliputi sarana MCK, P3K, tempat
istirahat sementara, ruang terbuka dengan kapasitas lebih dari 200 orang. Jalan
2018
55 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
selebar 4 m yang merupakan jalan aspal dengan kondisi baik. Akses jalan mudah dan
bisa dipakai untuk simpangan mobil, mobilisasi orang isa menggunakan truk maupun
mobil. Topografi bergelombang dengan kelerengan kecil. Lokasi ini bisa dipakai untuk
titik kumpul 1 desa Sigedang
Gambar 4.9. Tititk kumpul 1, Desa Sigedang untuk jalur evakuasi G. Sindoro
4. Pos I pendakian G. Sindoro/Titik Kumpul 2 Desa Sigedang (0388251, 9195821)
Merupakan tanah lapang serta bangunan pos pendakian dengan daya tambang sekitar
50 orang. Jalan menuju lokasi ini merupakan jalan berbatu/makadam dengan lebar
jalan 3 m, agak susah untuk simpangan mobil. Topografi curam dimana lahan
digunakan sebagai lahan perkebunan teh PT. Tambi, sehingga mobilisasi sebaiknya
menggunakan truk ataupun mobil lapangan. Lokasi ini bisa digunakan sebagai titik
kumpul para pendaki G. Sindoro dan petani teh yang pas berada di kebun jika terjadi
erupsi G. Sindoro.
2018
56 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Gambar 4.10. Lokasi Pos Pendakian untuk titik kumpul pendaki dan petani yang berada
disekitarnya
5. Titik kumpul 3 Desa Sigedang (388598, 9196588)
Merupakan tanah lapang disekitar perkampungan dengan akses jalan selebar 4 m,
beraspal baik. Akses jalan mudah dan bisa digunakan untuk simpngan mobil maupun
truk dengan topografi bergelombang. Tanah lapang umumnya digunakan untuk
berkebun dan bisa menampung 100-200 orang. Ke arah selatan berbatasan dengan
wilayah Kab. Temanggung dimana kondisi jalan aspalnya lebih bagus.
2018
57 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Gambar 4.11. Jalur evakuasi yang telah dibuat oleh BPPD Temanggung serta kondisi jalan
dan pos disekitar lokasi
6. Pertemuan antara Jalur Evakuasi Desa Tambi - Sigedang dengan Jalur Utama
Merupakan jalan utama untuk evakuasi dari warga di bagian atas Desa Tambi dan
Sigedang, lebar utama 6.5 m beraspal baik, mudah untuk simpangan mobil maupun
truk dengan topografi bergelombang.
Gambar 4.12. Pertemuan antara jalur evakuasi Sigedang/Tambi dengan jalan utama
2018
58 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
7. Pertemuan Jalur Evakuasi Desa Buntu dengan jalan Utama (0383740,9196244)
Lebar jalan utama 6,5 m, sedangkan jalur ke arah Desa Buntu merupakan jalan cor
beton dengan diameter 4 m, kondisi baik, mudah untuk persimbangan mobil maupun
truk dengan topografi bergelombang.
Gambar 4.13. Jalur masuk ke arah Desa Buntu merupakan jalan cor beton yang banyak dilalui
kendaraan
8. Titik Kumpul 1 Desa Buntu (0384152, 9196273)
Merupakan balai desa Buntu yang berdekatan dengan SD Negeri Buntu serta tanah
lapangn diisekitarnya. Lokasi bisa digunakan untuk parkir dan mobilisasi kendaraan
dengan mudah. Terdapat fasilitas MCK, tempat istirahat sementara dan P3K dengan
kapasitas lebih dari 200 orang. Lebar jalan utama > 4 m, beton dengan kondisi baik,
mudah dan bisa untuk simpangan mobil.
Gambar 4.14. Titik kumpul 1 Desa Buntu di komplek SD dan Balai Desa
2018
59 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
9. Titik Kumpul 2, Desa Buntu (0385861, 9195895)
Merupakan tanah lapangan dan bangunan SD Negeri yang dapat dijadikan titik kumpul
warga sebelum diangkut ke luar kawasan terdampak. Lokasi tidak bisa untuk parkir
mobil nmun bisa dilalui kendaraan . Jalan beton dengan lebar 3 m, akses sulit,
topografi bergelombang dan hanya dapat dilalui oleh mobil. Fasilitas yang ada berupa
MCK dan P3K dengan kapasitas 100-200 orang.
Gambar 4.15. Titik kumpul 2 jalur evakuasi Desa Buntu
10. Titik Kumpul 1 Desa Serang Atas (0383602, 9198101)
Merupakan Balai Desa dan tanah lapang yang tidak bisa untuk parkir mobil, lebar
jalan 4 m, beraspal dengan kondis baik, bisa untuk simpangan mobil dan truk dengan
lebar jalan 4 m. Topografi bergelombang.
Gambar 4.16. Titik kumpul ditanah lapang desa Serang yang berdekatan dg balai desa
2018
60 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
11, Titik kumpul 2, Desa Serang Bawah (0384098, 9199360)
Merupakan bangunan SD Serang II yang bisa digunakan untuk parkir mobil, dengan
fasilitas MCK, P3K dan tempat istirahat sementara dengan kapsita > 200 orang. Jalan
menuju lokasi lebar 4 m, aspal baik, mudah dan bisa untuk simpangan mobil dengn
morfologi bergelombang.
Gambar 4.17. Kantor kepala desa serta lapangan disekitar SD Serang II sebagai titik kumpul
11. Titik Kumpul Desa Kreo (0383339, 9197150)
Merupakan bangunan pemerintah berupa SD Negeri Kreo dengan fasilitas standart
berupa MCK, P3k dan temapt istirahat sementara dengan kapasitas > 200 orang.
Jalan menuju lokasi merupakan jalan beton dengan lebar 3 m, tidak bisa untuk parkir
mobil, topografi bergelombang.
Gambar 4.18. Titik kumpul desa Kreo yang berada di SD Negeri Kreo
2018
61 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Gambar 4.19. Citra satelit lokasi titik kumpul desa-desa dengan ancaman Gunungapi Sindoro
2018
62 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Desa Buntu, Desa Sigedang, Desa Tambi, Desa Kreo dan Desa Kejajar
merupakan desa di Kecamatan Kejajar yang memiliki potensi ancaman
Gunungapi Sindoro
2. Masyarakat pada kelima desa tersebut tidak mengetahui mengenai fasilitas
perlindungan bencana, sistem peringatan dini, adanya jalur evakuasi, petunjuk
jalur dan lokasi evakuasi bencana terhadap bencana Gunungapi Sindoro
3. Desa Sigedang merupakan satu-satunya desa di Kecamatan Kejajar yang
memiliki kapasitas bencana yang relatif baik terhadap ancaman Gunungapi
Sindoro karena adanya organisasi mengenai kesiapsiagaan bencana
4. Kantor Kecamatan Kejajar memiliki akses mudah untuk parkir ataupun
simpangan mobil dengan topografi datar, mobilisasi kendaraan mudah.
Fasilitas yang ada di kantor inipun relatif baik, sehingga Kantor Kecamatan
Kejajar ini dapat digunakan sebagai tempat evakuasi (Lokasi 1).
5. Desa Buntu merupakan desa yang paling dekat dengan sumber ancaman
Gunungapi Sindoro. Pada Desa ini memiliki 2 tempat yang bisa digunkan
sebagai tempat kumpul sementara sebelum korban bencana di bawa ke
tempat evakuasi. Lokasi titik kumpul di Desa Buntu berada di balai desa dan
sekolahan SD (Lokasi 8) serta berada di tanah lapangan dan bangunan SD
Negeri (Lokasi 9).
6. Desa Sigedang adalah desa dekat kedua dari puncak Gunungapi Sindoro
yang memiliki potensi relatif tinggi. Pada Desa Sigedang titik kumpul berada di
balai desa Sigedang dan SD Negeri Sigedang (Lokasi 3) yang memiliki
kapasitas sekitar 200 orang. Selain lokasi tersebut terdapat lokasi lainnya di
Desa Sigedang yang berada di lahan perkebunan teh PT. Tambi (Lokasi 4)
dan juga tanah lapang disekitar perkampungan dengan akses jalan selebar 4
m (Lokasi 5)
7. Desa Tambi lokasi titik kumpul berada di kawasan pabrik Teh PT. Tambi
yang memiliki aksesibilitas baik (Lokasi 2). Selain itu pada Desa Tambi juga
terdapat titik kumpul kedua yang berada di Pertemuan antara jalur evakuasi
Desa Tambi - Sigedang dengan jalur utama (Lokasi 6)
2018
63 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
8. Sedangkan titik kumpul di Desa Kreo berada di bangunan pemerintah berupa
SD Negeri Kreo dengan fasilitas standart berupa MCK, P3k dan temapt
istirahat sementara dengan kapasitas > 200 orang
9. Prioritas penjemputan pada titik kumpul:
- Jalur 1: Lokasi 4,5,3,2,dan 6
- Jalur 2: Lokasi 9,8, dan 7
- Jalur 3: Lokasi 11,10, dan 12
5.2. Rekomendasi
1. Peningkatan kapasitas bencana terutama terkait dengan Gunungapi Sindoro,
maka diperlukan suatu kesiapsiagaan bencana dengan membuat suatu desa
tanggap bencana. Sehingga sosialisasi mengenai kondisi kondisi terkini dan
kesiapsiagaan bencana dapat terpantau dengan baik
2. Pemberian tanda titik kumpul pada lokasi-lokasi yang telah dipetakan dan
memberi arah jalur evakuasi pada setiap persimpangan di wilayah padat
penduduk.
Lokasi 2, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 11, 12 Disetiap daerah dengan
pemukiman padat, serta
disetiap persimpangan jalan,
seperti pada Lokasi 6 dan 7.
Lokasi 1 (Kecamatan Kejajar) sebagai tempat evakuasi sementara
2018
64 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi, Faisal., Kumalawati, Rosalina., Arisanty., Deasy. 2017. Pemetaan Jalur Evakuasi Dan Pengungsian Di Kecamatan Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut. Jurnal Pendidikan Geografi, Volume 4 No 5 September 2017, Halaman 53-74
Apriliana.____. Kerentanan wilayah terhadap erupsi Gunung Sindoro-Sumbing (Kabupaten Wonosobo-Temanggung, Jawa Tengah). Skripsi, Universitas Indonesia
Anonimus, wikipedia., 2018. Daftar gunung berapi di Indonesia. Akses online https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_gunung_berapi_di_Indonesia
Anonimus, 2006. Semeru Weekly Reports". Global Volcanism Program. Smithsonian Institution. Diakses wikipedia tanggal 2006-12-07.
Anonimus, 2008. Disaster Risk Reduction Strategies and Risk Management Practices:
Bronto, Sutikno. 2006. Fasies gunung api dan aplikasinya. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 2 Juni 2006: 59-71
Degroot, V.M.Y., (2009). Candi Space and Landscape: A Study on the Distribution, Orientation and Spatial Organization of Central Javanese Temple Remains. Disertasi. Universiteit Leiden.
Gasparini, Cheminee, Tilling, Johnson, Houghton, Cruz-Reyna, Ivanov, Okada, Punongbayan., (1995). Decade Volcano Update. International Association of Volcanology and Chemistry of the Earth's Interior, Bulletin of Volcanology. 57 (1)
Hardiansyah., Imam Muthohar., Sigit Priyanto., dan Latief Budi Suparma. 2016. Konsep Pemodelan Transportasi untuk Evakuasi Bencana. Jurnal Transportasi Vol. 16 No. 3 Desember 2016: 231-240
Hasib, A.G., 2014. Analisis Risiko Bencana Erupsi Gunungapi Sundoro di Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung. Skripsi, Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta
Indreswari M, Purnaning GP., Kartika, Putri BP., Widiya S, Yulianto FA, dan Nasrulloh RFK., 2016. Mitigasi dan Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Api Studi Kasus Erupsi Merapi Tahun 2010. Departemen Teknik Sipil Dan Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
Lillesand, T.M., dan Kiefer, R.W., 1979. Remote Sensing and Image Intepretation, John Wiley & Sons Inc, edisi terjemahan ; Dulbahri., Suharsono, P., Hartono., Suharyadi, 1990, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Munir, Ahmad. 2010. Karakteristik DAS Serayu. Jakarta : FMIPA UI.
Nandi. 2006. Vulkanisme. Jurusan Pendidikan Geografi , Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia
Nurjanah, dkk (2011). Menejemen Bencana. Bandung: Alfabeta
Sumardani, Dadan., 2018. Gunung Api di Dunia. .researchgate.net/publication/324439119
2018
65 Mitigasi Bencana Gunungapi Sindoro
Yoga, M.I., Maswan, D.S., Tambunan, T.D., dan Anastasia, S. 2015. Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Sindoro-Sumbing Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.\
Winchester, Simon (2003). Krakatoa: The Day the World Exploded: 8 27, 1883. HarperCollins. ISBN 0-06-621285-5.
Whittaker, R. J. (1993). Anak Krakatau and old Krakatau: a reply. GeoJournal. 29 (4): 417–420. doi:10.1007/BF00807545