kata pengantar - web viewdi tingkat nasional dibentuk pengurus besar yang merupakan badan ......
TRANSCRIPT
STRUKTUR DAN FUNGSI ABKIN
SEBAGAI ORGANISASI PROFESI
OLEH :
KELOMPOK 6
NAMA : DESI SUCI FITRIANI (114010012)
HASRAWATI (114010040)
MARFINA (114010001)
SUDARNO (114010013)
SEMESTER : II
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
BAUBAU
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi tugas. Selain itu, penyusunan makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan mengenai “Struktur dan Fungsi ABKIN sebagai Organisasi
Profesi”. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing yang
telah membimbing kami agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima
kritik dan saran agar penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk
itu kami mengucapkan banyak terima kasih dan semoga karya tulis ini bermanfaat
untuk kami dan untuk pembaca.
Baubau, Mei 2015
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Sejarah dan Perkembangan Profesi Konselor di Indonesia............................3
B. Aturan Dasar/ Anggaran Rumah Tangga ABKIN (Asosiasi Bimbingan Dan Konseling Indonesia)..............................................................................6
C. Kode Etik Profesi..........................................................................................12
BAB III PENUTUP..............................................................................................16
A. Kesimpulan...................................................................................................16
B. Saran.............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, ada kecenderungan dalam masyarakat untuk menuntut
profesionalisme dalam bekerja. Sedemikian luas kecenderungan ini, sehingga
timbul kesan istilah ini digunakan serampangan tanpa jelas konsepnya. Tidak
jarang seseorang dengan mudah mengatakan bahwa yang penting profesional.
Tetapi ketika ditanyakan tentang apa yang dimaksud dengan profesional, ia tidak
dapat memberikan jawaban yang jelas.
Kata profesionalisme rupanya bukan hanya digunakan untuk pekerjaan
yang telah diakui sebagai suatu profesi, melainkan hampir pada semua pekerjaan.
Dalam bahasa awam, segala pekerjaan (vocation) kemudian disebut sebagai
profesi. Dalam bahasa awam pula, seseorang disebut profesional jika kerjanya
baik, cekatan, dan hasilnya memuaskan.
Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang khususnya
bidang pendidikan keguruan. Kode etik sangat dibutuhkan dalam bidang keguruan
karena kode etik tersebut dapat menentukan apa yang baik dan yang tidak baik
serta apakah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru itu dapat dikatakan
bertanggung jawab atau tidak. Pada jaman sekarang banyak sekali orang yang
berprofesi sebagai guru menyalahgunakan profesinya untuk merugikan orang
lain, contohnya guru yang tak mampu menyalurkan informasi-informasi yang
berisikan pengetahuan kepada peserta didik yang berdampak pada menurunnya
minat peserta didik untuk mengikuti KBM. Contoh seperti itu, harus segera
diluruskan. Agar nantinya, profesi guru akan berjalan sesuai kode etik seorang
guru yang semestinya sesuai undang-undang yang berlaku.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini yaitu :
1. Bagaimana perkembangan profesi ?
1
2. Apa itu AD/ART ABKIN ?
3. Apa pengertian, fungsi, dasar, dan tujuan kode etik profesi
4. Apa usaha ABKIN dalam mengembangkan profesi
C. Tujuan
1. Dari perumusaan masalah diatas maka, makalah ini memiliki beberapa tujuan
yakni :
2. Untuk mengetahui perkembangan profesi
3. Untuk memahami AD/ART ABKIN
4. Untuk mengetahui pengertian, fungsi, dasar, dan tujuan kode etik profesi
5. Untuk mengetahui usaha ABKIN dalam mengembangkan profesi
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Perkembangan Profesi Konselor di Indonesia
Pada awal tahun 1960-an, LPTK-LPTK di Indonesia sudah mendirikan
jurusan untuk mewadahi tenaga akademik yang akan membina program studi
yang menyiapkan para konselor. Jurusan tersebut dinamakan Jurusan Pendidikan
dan Penyuluhan. Terdapat 2 program jenjang studi yaitu jenjang Sarjana Muda
dengan masa belajar selama 3 tahun dan jenjang Sarjana dengan masa belajar 5
tahun.
Tahun 1962, para pejabat pendidikan Indonesia melakukan peninjauan ke
Amerika Serikat kemudian terkesan dengan layanan bimbingan dan konseling
yang dilakukan oleh sekolah-sekolah disana. Sehingga ketika para pejabat
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan kembali ke tanah air, mereka
mengintruksikan agar dibentuknya layanan dan bimbingan penyuluhan (sekarang
layanan dan bimbingan konseling) di sekolah menengah. Intruksi yang diberikan
diikuti penetapan kriteria seorang konselor yang tidak jelas, disertai beragam
tugas yang melebar. Semisal seorang konselor bertugas seolah sebagai “polisi
sekolah”, bahkan hingga mengkonversi hasil ujian untuk seluruh siswa di suatu
sekolah menjadi suatu skor standar.
Pada tahun 1970, kedua jenjang pendidikan pada dekade tahun 1960-an
dilebur menjadi S-1 dengan masa belajar 4 tahun. Di tahun yang sama mulai ada
para lulusan program Sarjana (lama) di bidang Bimbingan dan Konseling, juga
beberapa tenaga akademik LPTK lulusan perguruan tinggi luar negeri yang
kembali ke tanah air.
Tercantum dalam kurikulum tahun 1975, layanan Bimbingan dan
Konseling menjadi salah satu dari wilayah layanan dalam sistem persekolahan
yang dimulai dari jenjang SD, SMP dan SMA. Adalah menjadi pembelajaran
yang didampingi layanan Manajemen dan Layanan Bimbingan dan Konseling.
Bimbingan dan konseling di jenjang SD belum terwujud sesuai dengan harapan
3
dan belum ada konselor yang diangkat di SD, terkecuali di sekolah swasta
tertentu. Untuk jenjang sekolah menengah diisi oleh konselor yang
seadanya_semisal para SPG yang di phase out mulai akhir tahun 1989_.Sebagian
dari guru-guru SPG yang tidak diintegrasikan ke lingkungan LPTK sebagai dosen
Program D-II PGSD, kemudian ditempatkan sebagai guru pembimbing, umumnya
di SMA.
Pada tahun 1976, SMK memperoleh aturan yang sama, karenanya
terjadilah kerja sama dengan Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu
Pendidikan IKIP Malang. Di tahun yang sama, Direktorat Jendral Pendidikan
Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan
pelatihan guna penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling untuk guru-
guru SMK yang ditunjuk. Tindak lanjut dari pelatihan tersebut seolah raib karena
pihak sekolah tidak memberikan ruang gerak bagi alumni pelatihan bimbingan
dan konseling sekembalinya mereka ke sekolah masing-masing. Penetapan
jurusan yang telah pasti sejak kelas 1 SMK terealisasi menjadi sedikit terbatas
ruang gerak yang tersisa, misalnya untuk melaksanakan bimbingan karier
terhadap para peserta didik (konseli).
17 Desember 1975, di Malang, didirikan Ikatan Petugas Bimbingan
Indonesia (IPBI) yang menghimpun konselor lulusan Program Sarjana Muda dan
Sarjana yang bertugas di sekolah dan para pendidik konselor yang bertugas di
LPTK, juga para konselor dengan beragam latar belakang pendidikan yang secara
fakta di lapangan bertugas sebagai guru pembimbing.
Ketika ketentuan tentang Akta Mengajar diberlakukan, tidak ada ketentuan
tentang ‘Akta Konselor’. Oleh karena itu, IPBI mencari jalan keluar yang bersifat
ad hoc agar para konselor lulusan program studi Bimbingan dan Konseling dapat
diangkat sebagai PNS, dengan mewajibkan para mahasiswa program S-1
Bimbingan dan Konseling untuk mengambil program minor sehingga dapat
mengajarkan 1 bidang studi.
Ruang gerak bagi layanan bimbingan dan konseling mulai terasa sejak
diberlakukannya kurikulum tahun 1994. Pada saat itu telah diwajibkan bagi
sekolah di Indonesia untuk ada seorang konselor dan ruangnya untuk 150 konseli,
4
meskipun realisasi hanya pada jenjang pendidikan menengah, dan masih banyak
sekolah dengan keadaan 1 orang konselor dengan ruang kecil serta menghandle
layanan bimbingan dan konseling untuk lebih dari 150 orang konseli.
Pada tahun 1987/1988, Ditjen Dikti melakukan kebijakan untuk
menciutkan jumlah LPTK Penyelenggara Program S-1 Bimbingan dan Konseling
yang berdampak pada jumlah kelulusan yang sangat terbatas. Kondisi tersebut
pun kemudian mengakibatkan semua sekolah menengah mengalih tugaskan guru-
gurunya yang paling bisa dilepas (dispensable) untuk mengemban tugas
melaksanakan layanan bimbingan dan konseling setelah sebelumnya dilatih
melalui Crash Program, lulusan pelatihan tersebut disebut Guru Pembimbing.
Pada tahun 2001, di Lampung, dilaksanakan kongres IPBI dengan salah satu hasil
kongres adalah digantinya nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)
menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN).
Tahun 2003, diberlakukan UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional: ‘Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.’
Di dalam UU nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat (6), tersebut mengenai
jabatan ‘konselor’, namun tidak ditemukan kelanjutan di dalam pasal-pasal
berikutnya. Dalam pasal 39 ayat (2) menyatakan bahwa: ‘Pendidik merupakan
tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
terutama pendidik pada perguruan tinggi.’Walaupun tugas ‘melakukan
pembimbingan’ tercantum sebagai salah satu unsur dari tugas pendidik itu, namun
jelas tugas tersebut merujuk pada tugas guru, maka secara sepihak tidak dapat
ditafsirkan sebagai indikasi tugas konselor.
Sampai dengan sudah diberlakukannya PP nomor 19 tentang Standar
Nasional Pendidikan dan UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, tetap
5
tidak ditemukan pengaturan tentang Konteks Tugas dan Ekspektasi Kinerja
Konselor. Maka ABKIN sebagai organisasi profesi mengisi kevakuman legal ini
dengan menyusun Rujukan Dasar bagi berbagai tahap dan/atau sisi
penyelenggaraan layanan ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan
formal di tanah air, dimulai dengan penyusunan sebuah naskah akademik yang
dinamakan Naskah Akademik Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan
Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.
B. ATURAN DASAR/ ANGGARAN RUMAH TANGGA ABKIN
(ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA)
BAB I
NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN
Pasal 1
(1) Organisasi ini bernama ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING
INDONESIA yang disingkat ABKIN, merupakan perubahan nama dari
Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI).
(2) ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA didirikan untuk
waktu tidak ditentukan lamanya.
(3) Organisasi ini berkedudukan di tempat kedudukan (ketua umum) Pengurus
Besar
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) berasaskan Pancasila.
Pasal 3
Tujuan ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA ialah :
(1) Aktif dalam upaya menyukseskan pembangunan nasional, khususnya di
bidang pendidikan dengan jalan memberikan sumbangan pemikiran dan
menunjang pelaksanaan program yang menjadi garis kebijakan pemerintah.
6
(2) Mengembangkan serta memajukan bimbingan dan konseling sebagai ilmu
dan profesi yang bermartabat dalam rangka mempersiapkan sumber daya
manusia yang berkualitas tinggi. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga 3 Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.
(3) Mempertinggi kesadaran, sikap dan kemampuan professional konselor agar
berhasilguna dan berdayaguna dalam menjalankan tugasnya.
BAB III
SIFAT DAN FUNGSI
Pasal 4
ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA bersifat keilmuan,
profesional, dan mandiri.
Pasal 5
Fungsi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia yaitu :
(1) Sebagai wadah persatuan, pembinaan dan pengembangan anggota dalam
upaya mencapai tujuan organisasi.
(2) Sebagai wadah peran serta profesional bimbingan dan konseling dalam
usaha mensukseskan pembangunan nasional.
(3) Sebagai sarana penyalur aspirasi anggota serta sarana komunikasi sosial
timbal balik antar organisasi kemasyarakatan dan pemerintah.
BAB IV
KODE ETIK BIMBINGAN DAN KONSELING
Pasal 6
(1) Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia memiliki dan menegakkan Kode
Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
(2) Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia tercantum dalam naskah
tersendiri ditetapkan dalam kongres.
7
BAB V
A T R I B U T
Pasal 7
(1) Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia memiliki atribut organisasi
yang terdiri dari lambang, logo, panji, bendera, mars, dan hymne.
(2) Bentuk dan isi atribut, serta ketentuan penggunaannya diatur dalam peraturan
tersediri.
BAB VI
KEGIATAN DAN USAHA
Pasal 8
a. Untuk dapat melaksanakan fungsi, Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia melaksanakan kegiatan-kegiatan yang meliputi:
b. Penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi dalam bidang bimbingan
dan konseling
c. Peningkatan mutu layanan bimbingan dan konseling
d. Penegakan kode etik bimbingan dan konseling Indonesia
e. Pendidikan dan latihan keterampilan profesional
f. Pengembangan dan pembinaan organisasi
g. Pertemuan organisasi dan pertemuan-pertemuan ilmiah
h. Publikasi dan pengabdian masyarakat
i. Advokasi layanan profesi
(2) Kegiatan-kegiatan organisasi dituangkan dalam program kerja pengurus
Pasal 9
Untuk dapat mencapai tujuan organisasi, Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia melakukan usaha-usaha, yaitu :
(1) Menyelenggarakan rencana dan program kerja organisasi yang mencakup isi
8
Pasal 8.
(2) Memperkuat kedudukan dan pelayanan bimbingan dan konseling pada
bidang pendidikan dan pengembangan kemanusiaan pada umumnya.
(3) Membina hubungan dengan organisasi profesi dan lembagalembaga lain di
dalam negeri maupun di luar negeri.
BAB VII
SUSUNAN ORGANISASI
Pasal 10
Susunan organisasi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia meliputi seluruh
Wilayah Republik Indonesia yang terdiri atas : Organisasi Tingkat Nasional,
Organisasi Tingkat Propinsi, dan Organisasi Tingkat Kabupaten/Kota
Pasal 11
Di tingkat Nasional dibentuk PENGURUS BESAR yang merupakan badan
pelaksana organisasi tertinggi yang meliputi wilayah seluruh Indonesia.
Pasal 12
Di tingkat Propinsi dibentuk PENGURUS DAERAH yang merupakan badan
pelaksana organisasi tingkat propinsi, yaitu organisasi daerah yang meliputi
wilayah propinsi.
Pasal 13
Di tingkat Kabupaten/Kota dibentuk PENGURUS CABANG yang merupakan
pelaksana organisasi tingkat cabang, yaitu organisasi cabang yang meliputi
wilayah kabupaten/kota.
Pasal 14
Di tingkat Nasional dibentuk DEWAN AKREDITASI DAN LISENSI.
BAB VIII
K E A N G G O T A A N
Pasal 16
(1) Anggota Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia terdiri atas:
a. Anggota Biasa
9
b. Anggota Luar Biasa
c. Anggota Kehormatan
(2) Keanggotaan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia untuk Anggota
Biasa diperoleh melalui keanggotaan aktif yang didasarkan pada latar
belakang pendidikan dan jenis jabatan/pekerjaan.
(3) Hak, kewajiban, dan syarat-syarat anggota diatur di dalam Anggaran Rumah
Tangga.
BAB IX
PERTEMUAN ORGANISASI
Pasal 17
(1) Pertemuan organisasi terdiri dari :
a. Kongres
b. Kongres Luar Biasa
c. Konvensi Nasional
d. Rapat Kerja Nasional
e. Konferensi Daerah
f. Rapat Kerja Daerah
g. Konferensi Cabang
h. Rapat Kerja Cabang
(2) Tugas dan wewenang pertemuan organisasi diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga
BAB X
KEKAYAAN ORGANISASI
Pasal 18
(1) Kekayaan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia terdiri atas:
a. Keuangan
b. Perlengkapan
(2) Keuangan organisasi diperoleh melalui iuran anggota, sumbangan yang
tidak mengikat dan usaha-usaha lain yang sah.
10
(3) Perlengkapan organisasi diperoleh dari penggunaan dana organisasi dan
bantuan pihak lain yang sah dan tidak mengikat.
BAB XI
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 19
(1) Perubahan Anggaran Dasar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
adalah wewenang Kongres.
(2) Kongres sebagaimana yang dimaksud oleh ayat (1) adalah sah apabila
dihadiri utusan dari sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah pengurus
Daerah yang telah terbentuk.
(3) Perubahan Anggaran Dasar adalah sah apabila disetujui oleh 2/3 (dua
pertiga) dari jumlah peserta yang hadir dalam Kongres.
BAB XII
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 20
(1) Pembubaran organisasi diputuskan dalam Kongres yang khusus diadakan
untuk itu yang dihadiri utusan dari sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga)
jumlah Pengurus Daerah yang telah terbentuk.
(2) Keputusan pembubaran harus disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua
pertiga) dari jumlah peserta yang hadir.
(3) Dalam hal organisasi dibubarkan, maka kekayaan organisasi dapat
diserahkan kepada badan/lembaga sosial.
Bab XIII
P E N U T U P
Pasal 21
(1) Hal-hal yang belum ditetapkan dalam Anggaran Dasar ini, diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga, atau peraturan-peraturan organisasi lainnya.
11
(2) Anggaran Dasar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia ini berlaku
sejak tanggal ditetapkan oleh Kongres. (DITETAPKAN DI :
SURABAYAPADA TANGGAL : 16 APRIL 2005, PENGURUS BESAR
ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA (PB-ABKIN)
2005- 2009)
C. Kode Etik Profesi
1. Pengertian Kode Etik Profesi
Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh
suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma
sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka
masuk dalam kategori norma hukum.
Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda,
pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik
merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode
etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau
nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional
2. Fungsi Kode Etik Profesi
Kode etik profesi itu merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sebagai
seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi. Ada tiga
hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi:
a. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang
prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik
profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh
dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
b. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas
profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat
memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat
memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan
pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangan sosial).
12
c. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi
tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat
dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan
yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi dan
perusahaan.
Dalam lingkup TI, kode etik profesinya memuat kajian ilmiah mengenai
prinsip atau norma-norma dalam kaitan dengan hubungan antara professional atau
developer TI dengan klien, antara para professional sendiri, antara organisasi
profesi serta organisasi profesi dengan pemerintah. Salah satu bentuk hubungan
seorang profesional dengan klien (pengguna jasa) misalnya pembuatan sebuah
program aplikasi.
Seorang profesional tidak dapat membuat program semaunya, ada beberapa hal
yang harus ia perhatikan seperti untuk apa program tersebut nantinya digunakan
oleh kliennya atau user, ia dapat menjamin keamanan (security) sistem kerja
program aplikasi tersebut dari pihak-pihak yang dapat mengacaukan sistem
kerjanya (misalnya: hacker, cracker, dll). Kode etik profesi Informatikawan
merupakan bagian dari etika profesi.
Jika para profesional TI melanggar kode etik, mereka dikenakan sanksi moral,
sanksisosial, dijauhi, di-banned dari pekerjaannya, bahkan mungkin dicopot dari
jabatannya.
3. Dasar Kode Etik Profesi BK
a. Pancasila, mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha
pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga
negara Indonesia yang bertanggung jawab.
b. Tuntutan profesi, yang mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan klien
sesuai denagn norma-norma yang berlaku.
4.Tujuan Kode Etik Profesi BK
Kode etik profesi BK Indonesia bertujuan :
a. Panduan perilaku berkarakter dan profesional bagi anggota organisasi
dalam memberikan pelayanan BK
13
b. Membantu anggota organisasi dalam membangun kegiatan pelayanan yang
profesional
c. Mendukung misi organisasi profesi, yaitu ABKIN
d. Landasan dan arah menghadapi permasalahan dari dan mengenai diri
anggota asosiasi
e. Melindungi anggota asosiasi dan sasaran layanan (konseli)
f. Etika organisasi profesi BK adalah kaidah nilai dan moral sebagai rujukan
bagi anggota organisasi melaksanakan tugas atau tanggungjawabnya dalam
layanan BK kepada konseli.
g. Wajib dipatuhi dan diamalkan oleh seluruh jajaran pengurus dan anggota
organisasi tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota.
h. Etika organisasi profesi BK adalah kaidah nilai dan moral sebagai rujukan
bagi anggota organisasi melaksanakan tugas atau tanggungjawabnya dalam
layanan BK kepada konseli.
i. Wajib dipatuhi dan diamalkan oleh seluruh jajaran pengurus dan anggota
organisasi tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota.
D. USAHA ABKIN MENGEMBANGKAN PROFESI
Usaha yang dilakukan ABKIN dalam mengembang profesi antara lain :
a. Menyiapkan pendidikan profesi konselor.
b. Menyusun kompetensi konselor (2001).
c. Menata pendidik profesional konselor(2007).
d. Menyelenggarakan layanan BK dalam jalur pendidikan formal (2007).
Usaha lanjutan yang dilakukan ABKIN, antara lain :
a. Sertifikasi guru bimbingan dan konseling.
b. Rancangan permendiknas tentang pendidikan profesi konselor (2007).
c. Pelantikan lulusan pendidikan profesi konselor (UNP) dan sertifikasi jalur
pendidikan (UNJ).
d. Fasilitasi pengembangan kurikulum BK/profesi (Kaprodi dan pakar BK
serta ABKIN).
e. Pengangkatan guru BK ke Dinas Pendidikan dan Bupati.
14
f. Masukan terhadap rancangan pedoman pelaksanaan tugas guru dan
pengawas, khusus tentang BK.
g. Beban kerja / jam kerja dan ratio guru BK atau konselor.
h. Partisipasi daalam musibah, khususnya bencana alam.
.
15
BAB III
PENUTUPA. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa bimbingan dan konseling
merupakan suatu profesi karena bimbingan dan konseling dapat memenuhi ciri-
ciri atau syarat sebagai profesi yang antara lain yaitu dilaksanakan oleh petugas
yang mempunyai keahlian dan kewenangan, petugas profesi merupakan lulusan
Perguruan Tinggi, merupakan pelayanan kemasyarakatan, diakui oleh masyarakat
dan pemerintah, dalam melaksanakan kegiatan menggunakan teknik/metode
ilmiah, memiliki organisasi profesi, memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran
rumah Tangga (AD/ART), dan memiliki kode etik profesi. Selain itu
pengembangan profesi bimbingan dan konseling ini meliputi standardisasi untuk
kerja professional konselor, standardisasi penyiapan konselor, akreditasi,
stratifikasi dan lisensi, dan pengembangan organisasi profesi.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
16
DAFTAR PUSTAKA
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, Edisi III, hal. 897.
Sjafri Sairin. 2013. Membangun Profesionalisme Muhammadiyah. Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Tenaga Profesi [LPTP], hal 37.
Supeno, Hadi. 2001. Potret Guru. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
http:///I:/Welcome to My Blog Let Talk about Guidance and Counseling....Bimbingan Dan Konseling Sebagai Profesi Syarat, Identitas, Sifat Dasar, Wawasan, Dan Kredensialisasi.html
http:///I:/Metamorfosa BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI PROFESI.html
Djumhar dan Moh. Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Counseling). Bandung : CV Ilmu.
Winkel, W.S,.2005. Bimbingan dan Konseling di Intitusi Pendidikan, Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia.
Buku Bimbingan & Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan, Refika Aditama
Djumhar dan Moh. Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Counseling). Bandung : CV Ilmu.
Shertzer, B. & Stone, S.C. 1976. Fundamental of Gudance. Boston : HMC
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Cetakan ke dua.
Winkel, W.S,.2005. Bimbingan dan Konseling di Intitusi Pendidikan, Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia
17