kata pengantar - simreg.bappenas.go.id · pembangunan daerah dalam angka 2015 i kata pengantar buku...
TRANSCRIPT
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
i
KATA PENGANTAR
Buku Pembangunan Daerah Dalam Angka (PDDA) 2015 merupakan kelanjutan
dari publikasi sejenis tahun sebelumnya yang disusun oleh Direktorat Pengembangan
Wilayah, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah. Dalam publikasi
ini disajikan data dan informasi tentang perkembangan pembangunan daerah dalam
kurun waktu 2008/2009 sampai dengan 2014/2015. Gambaran perkembangan
pembangunan daerah ini mencakup 7 (tujuh) wilayah pulau, yaitu: Pulau Sumatera;
Pulau Jawa+Bali; Pulau Nusa Tenggara; Pulau Kalimantan; Pulau Sulawesi; Kepulauan
Maluku, dan Pulau Papua, serta bahasan yang meliputi: Pertumbuhan Ekonomi,
Ketenagakerjaan, Sosial Ekonomi, Perekonomian Daerah, Pendidikan, Kemiskinan,
Kesehatan, Pertanian, Keuangan Daerah, Infrastruktur Wilayah, dan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan Hidup.
Seluruh Data dan Informasi sebagian besar diperoleh dari Publikasi Badan Pusat
Statistik (BPS), dan sebagian lainnya bersumber dari Kementerian dan Lembaga yang
kompeten di bidangnya.
Uraian dari setiap pembahasan dalam publikasi ini tentunya belum
menggambarkan perkembangan dari keseluruhan aspek pembangunan, karena
keterbatasan ketersediaan data dan informasi. Namun, dalam penyusunan publikasi
mendatang diharapkan dapat terus disempurnakan dengan berbagai indikator yang
lebih relevan, cakupan informasi yang lebih luas dan mutakhir sejalan dengan
kemudahan dalam perolehan data dari berbagai instansi terkait.
Kami mengucapkan terimakasih atas segala dukungan berbagai pihak dalam
penyusunan publikasi ini. Kami sangat menghargai kritik dan saran dari berbagai pihak
guna menyempurnakan publikasi di masa mendatang.
Jakarta, Desember 2015
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
iii
TIM PENYUSUN
PENGARAH:
Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
PENANGGUNG JAWAB :
Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D
Direktur Pengembangan Wilayah
TIM PENYUSUN :
Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D; Awan Setiawan, SE, MM, ME;
Yudianto, ST. MT, MPP; Supriyadi, S.Si, MT;
Anang Budi Gunawan, SE, M.Econ; Fidelia Silvana, SP. M.Int. Econ& F;
Ika Retna Wulandary, ST, M.Sc.
TIM AHLI:
Nana Mulyana; Aziz Faizal Fachrudin; Laksmi Andam Dewi;
Anang Nugroho; Aria Ganna Henryanto; Ardiansyah, Aries Maesya;
Setya Rusdianto; Tri Supriyana; Iskandar Zulkarnaen.
TIM PENDUKUNG:
Anna Astuti; Eni Arni; Sapto Mulyono; Samsudin
Donny Yanuar; Ahmad Sofyan; Zulkarnaen, S.Kom; Setya Agung Riyadi;
Ika Nurlaila Soffa; Slamet Supriyanto.
Komentar, saran dan kritik dapat disampaikan ke:
Direktorat Pengembangan Wilayah
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta Pusat 10310
Telp/Fax. (021) 3193 4195
e-mail : [email protected]
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
v
DAFTAR ISI
BAGIAN 1. PEMBANGUNAN DAERAH SUMATERA 1-1
1.1. Perkembangan Indikator Utama 1-1
1.2. Dimensi Pembangunan Manusia 1-10
1.3. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan 1-21
1.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan 1-21
1.3.2. Pengembangan Sektor Energi 1-27
1.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan 1-29
1.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri 1-31
1.4. Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan 1-33
1.4.1. Kesenjangan Wilayah 1-33
1.4.2. Infrastruktur Wilayah 1-36
BAGIAN 2. PEMBANGUNAN DAERAH JAWA BALI 2-1
2.1. Perkembangan Indikator Utama 2-1
2.2. Dimensi Pembangunan Manusia 2-10
2.3. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan 2-21
2.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan 2-21
2.3.2. Pengembangan Sektor Energi 2-27
2.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan 2-30
2.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri 2-31
2.4. Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan 2-34
2.4.1. Kesenjangan Wilayah 2-34
2.4.2. Infrastruktur Wilayah 2-36
BAGIAN 3. PEMBANGUNAN DAERAH NUSA TENGGARA 3-1
3.1. Perkembangan Indikator Utama 3-1
3.2. Dimensi Pembangunan Manusia 3-10
3.3. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan 3-20
3.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan 3-20
3.3.2. Pengembangan Sektor Energi 3-26
3.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan 3-27
3.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri 3-30
3.4. Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan 3-32
3.4.1. Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah 3-32
3.4.2. Infrastruktur Wilayah 3-34
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
vi
BAGIAN 4. PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN 4-1
4.1. Perkembangan Indikator Utama 4-1
4.2. Dimensi Pembangunan Manusia 4-10
4.3. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan 4-20
4.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan 4-20
4.3.2. Pengembangan Sektor Energi 4-26
4.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan 4-29
4.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri 4-31
4.4. Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan 4-33
4.4.1. Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah 4-33
4.4.2. Infrastruktur Wilayah 4-35
BAGIAN 5. PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI 5-1
5.1. Perkembangan Indikator Utama 5-1
5.2. Dimensi Pembangunan Manusia 5-10
5.3. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan 5-19
5.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan 5-19
5.3.2. Pengembangan Sektor Energi 5-25
5.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan 5-27
5.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri 5-29
5.4. Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan 5-31
5.4.1. Kesenjangan Wilayah 5-31
5.4.2. Infrastruktur Wilayah 5-34
BAGIAN 6. PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU 6-1
6.1. Perkembangan Indikator Utama 6-1
6.2. Dimensi Pembangunan Manusia 6-9
6.3. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan 6-18
6.3.1 Pengembangan Sektor Pangan Dan Perkebunan 6-18
6.3.2 Pengembangan Sektor Energi 6-24
6.3.3 Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan 6-26
6.3.4 Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri 6-27
6.4. Dimensi Pemerataan Dan Kewilayahan 6-29
6.4.1 Kesenjangan Ekonomi Wilayah 6-29
6.4.2 Infrastruktur Wilayah 6-32
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
vii
BAGIAN 7. PEMBANGUNAN DAERAH PULAU PAPUA 7-1
7.1. Perkembangan Indikator Utama 7-1
7.2. Dimensi Pembangunan Manusia 7-10
7.3. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan 7-19
7.3.1 Pengembangan Sektor Pangan Dan Perkebunan 7-19
7.3.2 Pengembangan Sektor Energi 7-25
7.3.3 Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan 7-27
7.3.4 Pengembangan Sektor Pariwisata Dan Industri 7-29
7.4. Dimensi Pemerataan Dan Kewilayahan 7-30
7.4.1 Kesenjangan Ekonomi Wilayah 7-30
7.4.2 Infrastruktur Wilayah 7-33
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1-1. Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Sumatera Tahun 2011-2014 1-1
Tabel 1-2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Wilayah Pulau Sumatera Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2013. (dalam persen) 1-2
Tabel 1-3. Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010-2014 1-3
Tabel 1-4, Perkembangan Jumlah Pengangguran Menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010-2015 (jiwa) 1-4 1-27
Tabel 1-5. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010-2015 (jiwa) 1-5
Tabel 1-6. Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015 1-7
Tabel 1-7. Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2010-2015 1-9
Tabel 1-8. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2008 dan 2013 1-12
Tabel 1-9. Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke Atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau Sumatera Tahun 2012 1-12
Tabel 1-10. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Sumatera Tahun 2011 dan 2014 1-13
Tabel 1-11. Perkembangan Rasio Jumlah Murid terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Sumatera Tahun 2011 dan 2014 1-13
Tabel 1-12. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Sumatera Tahun 2010-2013 1-19
Tabel 1-13 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Sumatera Tahun 2014 1-19
Tabel 1-14, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Pulau Sumatera Tahun 2009 dan 2013, (persen) 1-20
Tabel 1-15, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Sumatera Tahun 2009 dan 2013, (persen) 1-20
Tabel 1-16, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Sumatera Tahun 2009 dan 2013, (persen) 1-21
Tabel 1-17 Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2015 1-24
Tabel 1-18, Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2012 dan 2014 1-25
Tabel 1-19, Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Sumatera menurut Provinsi Tahun 2014 1-25
Tabel 1-20, Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013 1-26
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
x
Tabel 1-21, Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (ribu ekor) 1-27
Tabel 1-22, Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Sumatera, Tahun 2003-2014, (orang) 1-32
Tabel 1-23, Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Sumatera, Tahun 2003-2014, (orang) 1-32
Tabel 1-24, Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2013 dan 2014 1-33
Tabel 1-25, Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa) 1-34
Tabel 1-26, Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2002-2013 1-35
Tabel 2-1. Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Jawa Bali Tahun 2011-2014 2-1
Tabel 2-2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Wilayah Pulau Jawa Bali Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2013. (dalam persen) 2-2
Tabel 2-3. Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2014 2-3
Tabel 2-4, Perkembangan Jumlah Pengangguran Menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2015 (jiwa) 2-4 1-27
Tabel 2-5. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2015 (jiwa) 2-5
Tabel 2-6. Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015 2-7
Tabel 2-7. Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2009-2015. (ribu jiwa) 2-8
Tabel 2-8. Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2015 2-9
Tabel 2-9. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2008 dan 2013 2-12
Tabel 2-10. Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke Atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau Jawa Bali Tahun 2012 2-12
Tabel 2-11. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Jawa Bali Tahun 2011 dan 2014 2-13
Tabel 2-12. Perkembangan Rasio Jumlah Murid terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Jawa Bali Tahun 2011 dan 2014 2-13
Tabel 2-13. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2013 2-19
Tabel 2-14 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Jawa Bali Tahun 2014 2-19
Tabel 2-15, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Pulau Jawa Bali Tahun 2009 dan 2013, (persen) 2-20
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xi
Tabel 2-16, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Jawa Bali Tahun 2009 dan 2013, (persen) 2-20
Tabel 2-17, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Jawa Bali Tahun 2009 dan 2013, (persen) 2-21
Tabel 2-18, Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2015 2-24
Tabel 2-19, Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2012 dan 2014 2-25
Tabel 2-20, Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Jawa Bali menurut Provinsi Tahun 2014 2-25
Tabel 2-21, Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013 2-26
Tabel 2-22, Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (ribu ekor) 2-27
Tabel 2-23, Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali, Tahun 2003-2014, (orang) 2-32
Tabel 2-24, Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali, Tahun 2003-2014, (orang) 2-32
Tabel 2-25, Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2013 dan 2014 2-33
Tabel 2-26, Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa) 2-34
Tabel 2-27, Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2002-2013 2-34
Tabel 3.1. Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011-2014. 3-1
Tabel 3.2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen) 3-2
Tabel 3.3. Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2014 3-3
Tabel 3.4. Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2015, (jiwa) 3-4
Tabel 3.5. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2015, (jiwa) 3-5
Tabel 3.6. Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015 3-7
Tabel 3.7. Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2010-2015 3-9
Tabel 3.8. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2008 dan 2013 3-11
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xii
Tabel 3.9. Rata-rata Jarak Terdekat yang Ruti n Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2012 3-12
Tabel 3.10. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011 dan 2014. 3-12
Tabel 3.11. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011 dan 2014. 3-12
Tabel 3.12. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2013 3-18
Tabel 3.13. Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2014 3-18
Tabel 3.14. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009 dan 2013, (persen) 3-19
Tabel 3.15. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009 dan 2013, (persen). 3-19
Tabel 3.16. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009 dan 2013, (persen). 3-20
Tabel 3.17. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2015. 3-23
Tabel 3.18. Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2012 dan 2014. 3-24
Tabel 3.19. Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Nusa Tenggara menurut Provinsi Tahun 2014 3-24
Tabel 3.20. Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013 3-25
Tabel 3.21. Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (ekor) 3-26
Tabel 3.22. Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2003-2014, (orang). 3-30 3-30
Tabel 3.23. Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2003-2014, (orang). 3-30
Tabel 3.24. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013 dan 2014 3-31
Tabel 3.25. Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa). 3-32
Tabel 3.26. Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2002-
2013 3-33
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xiii
Tabel 4.1. Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Kalimantan Tahun 2011-2014. 4-1
Tabel 4.2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen) 4-2
Tabel 4.3. Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2014 4-3
Tabel 4.4. Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Kalimantan
Tahun 2010-2015, (jiwa) 4-4
Tabel 4.5. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2015, (jiwa) 4-5
Tabel 4.6. Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015 4-7
Tabel 4.7. Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan, Tahun 2010-2015 4-9
Tabel 4.8. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2008 dan 2013 4-11
Tabel 4.9. Rata-rata Jarak Terdekat yang Ruti n Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau Kalimantan Tahun 2012 4-12
Tabel 4.10. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Kalimantan Tahun 2011 dan 2014. 4-12
Tabel 4.11. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Kalimantan Tahun 2011 dan 2014. 4-13
Tabel 4.12. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2013 4-18
Tabel 4.13. Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Kalimantan Tahun 2014 4-19
Tabel 4.14. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Pulau Kalimantan Tahun 2009 dan 2013, (persen) 4-19
Tabel 4.15. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Kalimantan Tahun 2009 dan 2013, (persen). 4-20
Tabel 4.16. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Kalimantan Tahun 2009 dan 2013, (persen). 4-20
Tabel 4.17. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2015. 4-24
Tabel 4.18. Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2012 dan 2014. 4-24
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xiv
Tabel 4.19. Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Kalimantan menurut Provinsi Tahun 2014 4-25
Tabel 4.20. Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013 4-25
Tabel 4.21. Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (ekor) 4-26
Tabel 4.22. Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Kalimantan, Tahun 2004-2014, (orang). 4-31
Tabel 4.23. Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Kalimantan, Tahun 2004-2014, (orang). 4-31
Tabel 4.24. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2013 dan 2014 4-32
Tabel 4.25. Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di
Pulau Kalimantan Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa). 4-33 Tabel 4.26. Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2002-2013 4-34
Tabel 5-1. Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Sulawesi Tahun 2011-2014 5-1
Tabel 5-2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Wilayah Pulau Sulawesi Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2013. (dalam persen) 5-2
Tabel 5-3. Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2014 5-3
Tabel 5-4, Perkembangan Jumlah Pengangguran Menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2015 (jiwa) 5-4 1-27
Tabel 5-5. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2015 (jiwa) 5-5
Tabel 5-6. Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015 5-7
Tabel 5-7. Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2010-2015 5-9
Tabel 5-8. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2008 dan 2013 5-11
Tabel 5-9. Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke Atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau Sulawesi Tahun 2012 5-12
Tabel 5-10. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Sulawesi Tahun 2011 dan 2014 5-12
Tabel 5-11. Perkembangan Rasio Jumlah Murid terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Sulawesi Tahun 2011 dan 2014 5-13
Tabel 5-12. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2013 5-17
Tabel 5-13 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Sulawesi Tahun 2014 5-18
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xv
Tabel 5-14, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Pulau Sulawesi Tahun 2009 dan 2013, (persen) 5-18
Tabel 5-15, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Sulawesi Tahun 2009 dan 2013, (persen) 5-19
Tabel 5-16, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Sulawesi Tahun 2009 dan 2013, (persen) 5-19
Tabel 5-17, Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2015 5-22
Tabel 5-18, Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2012 dan 2014 5-23
Tabel 5-19, Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Sulawesi menurut Provinsi Tahun 2014 5-23
Tabel 5-20, Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013 5-24
Tabel 5-21, Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (ribu ekor) 5-25
Tabel 5-22, Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Sulawesi, Tahun 2003-2014, (orang) 5-30
Tabel 5-23, Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Sulawesi, Tahun 2003-2014, (orang) 5-30
Tabel 5-24, Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2013 dan 2014 5-31
Tabel 5-25, Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa) 5-32
Tabel 5-26, Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2002-2013 5-32
Tabel 6-1. Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Kepulauan Maluku Tahun 2011-2014 6-1
Tabel 6-2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, dalam persen).
6-2
Tabel 6-3. Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2014
6-2
Tabel 6-4. Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Kepulauan Maluku
Tahun 2010-2015, (jiwa).
6-4
Tabel 6-5. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2015, (%).
6-5
Tabel 6-6. Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015
6-6
Tabel 6-7. Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2010-2015
6-8
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xvi
Tabel 6-8. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2008 dan 2013.
6-11
Tabel 6-9. Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Kepulauan Maluku Tahun 2012.
6-11
Tabel 6-10. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Kepulauan Maluku Tahun 2011 dan 2014.
6-12
Tabel 6-11. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Kepulauan Maluku Tahun 2011 dan 2014.
6-12
Tabel 6-12. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2013
6-17
Tabel 6-13. Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Kepulauan Maluku Tahun 2014.
6-17
Tabel 6-14. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Kepulauan Maluku Tahun 2009 dan 2013, (persen).
6-17
Tabel 6-15. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Kepulauan Maluku Tahun 2009 dan 2013, (persen).
6-18
Tabel 6-16. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Kepulauan Maluku Tahun 2009 dan 2013, (persen).
6-18
Tabel 6-17. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2015
6-22
Tabel 6-18. Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2012 dan 2014.
6-22
Tabel 6-19. Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Kepulauan Malukumenurut Provinsi Tahun 2014
6-22
Tabel 6-20. Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013
6-23
Tabel 6-21. Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (ribu ekor).
6-24
Tabel 6-22. Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2003-2014, (orang).
6-28
Tabel 6-23. Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2003-2014, (orang).
6-28
Tabel 6-24. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2013 dan 2014.
6-29
Tabel 6-25. Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa).
6-30
Tabel 6-26. Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Maluku Tahun 2002-2013 6-30
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xvii
Tabel 7-1
Tabel 7-2.
Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Papua Tahun 2011-2014
Pertumbuhan Ekonomi Dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Papua Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010, 2011-2014. (dalam persen).
7-1
7-2
Tabel 7-3. Perbandingan Nilai PDRB ADHB Antare Provinsi di Pulau Papua Tahun 2010-2014
7-3
Tabel 7-4. Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Papua Tahun 2010-2015, (jiwa)
7-4
Tabel 7-5. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Papua Tahun 2010-2015, (%).
7-5
Tabel 7-6. Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015
7-7
Tabel 7-7. Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2010-2015
7-9
Tabel 7-8. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Usia Sekolah Antar Provinsi Tahun 2008 dan 2013.
7-12
Tabel 7-9. Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau Papua Tahun 2012.
7-12
Tabel 7-10. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Papua Tahun 2011 dan 2014.
7-13
Tabel 7-11. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Papua Tahun 2011 dan 2014
7-13
Tabel 7-12. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Papua Tahun 2010-2013
7-18
Tabel 7-13. Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Papua Tahun 2014
7-18
Tabel 7-14. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Pulau Papua Tahun 2009 dan 2013, (persen).
7-18
Tabel 7-15. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Papua Tahun 2009 dan 2013, (persen).
7-19
Tabel 7-16. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Papua Tahun 2009 dan 2013, (persen).
7-19
Tabel 7-17. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Pulau Papua Tahun 2015
7-22
Tabel 7-18. Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Papua Tahun 2012 dan 2014
7-23
Tabel 7-19. Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Papua menurut Provinsi Tahun 2014
7-23
Tabel 7-20. Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013
7-24
Tabel 7-21. Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (ribu ekor)
7-25
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xviii
Tabel 7-22. Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Papua, Tahun 2003-2014, (orang)
7-29
Tabel 7-23. Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Papua, Tahun 2003-2014, (orang)
7-29
Tabel 7-24. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut Provinsi di Pulau Papua Tahun 2013 dan 2014
7-30
Tabel 7-25. Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Papua Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa)
7-31
Tabel 7-26. Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Papua Tahun 2005-2013 7-31
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
ix
DAFTAR GAMBAR
Sumatera
Gambar 1-1: Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen). 1-2
Gambar 1-2: Peran Wilayah Sumatera terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen). 1-3
Gambar 1-3: Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Sumatera Tahun 2010-2015 (Februari). 1-4
Gambar 1-4: Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di P. Sumatera Tahun 2010-2015 (Februari). 1-5
Gambar 1-5: Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Sumatera, Tahun 2015, (Februari). 1-6
Gambar 1-6: Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Sumatera, 2015 (Februari). 1-6
Gambar 1-7: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015, (Maret). 1-7
Gambar 1-8: Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Sumatera Tahun 2008-2015 (Maret). 1-8
Gambar 1-9: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Sumatera, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen). 1-8
Gambar 1-10: Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pemabngunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014. 1-9
Gambar 1-11: Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010-2014. 1-10
Gambar 1-12: Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2008-2013. 1-11
Gambar 1-13: Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2008-2013. 1-11
Gambar 1-14: Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2010-2014. 1-14
Gambar 1-15: Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah
Pulau Sumatera, Tahun 2010-2014, (jiwa). 1-15
Gambar 1-16: Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2008-2013. 1-15
Gambar 1-17: Persentase Kelahiran Balita menurut Penolong Kelahiran Terakhir Per Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2012. 1-16
Gambar 1-18: Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2013. 1-16
Gambar 1-19: Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013. 1-17
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
x
Gambar 1-20: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Sumatera Tahun 2014. 1-18
Gambar 1-21: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Sumatera Tahun 2014. 1-18
Gambar 1-22: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Sumatera Tahun 2014. 1-18
Gambar 1-23: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2006-2015. 1-21
Gambar 1-24: Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2015. 1-22
Gambar 1-25: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2006-2015. 1-22
Gambar 1-26: Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2015. 1-23
Gambar 1-27: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2006-2014. 1-23
Gambar 1-28: Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2014. 1-24
Gambar 1-29: Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam ekor). 1-26
Gambar 1-30: Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam ekor). 1-26
Gambar 1-31: Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2010-2013, (dalam MGh). 1-27
Gambar 1-32: Komposisi Produksi Energi Listrik menurut Jenis Pembangkit di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam persen). 1-28
Gambar 1-33: Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Sumatera dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen). 1-28
Gambar 1-34: Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam persen). 1-29
Gambar 1-35: Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (KWh/Kapita). 1-29
Gambar 1-36: Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2009-2013, (dalam ton). 1-30
Gambar 1-37: Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Sumatera terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen). 1-30
Gambar 1-38: Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2012, (dalam persen). 1-31
Gambar 1-39: Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013 dan 2014, (unit). 1-33
Gambar 1-40: PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Sumatera, Tahun 2014, (ribu/jiwa). 1-34
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xi
Gambar 1-41: Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2002-2013. 1-35
Gambar 1-42: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2009-2013. 1-36
Gambar 1-43: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2009-2013. 1-36
Gambar 1-44: Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km). 1-37
Gambar 1-45: Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km). 1-37
Gambar 1-46: Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam Km/Km2). 1-38
Gambar 1-47: Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km). 1-38
Gambar 2-1: Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen). 2-2
Gambar 2-2: Peran Wilayah Jawa Bali terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen). 2-3
Gambar 2-3: Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2015 (Februari). 2-4
Gambar 2-4: Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di P. Jawa Bali Tahun 2010-2015 (Februari). 2-5
Gambar 2-5: Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Jawa Bali, Tahun 2015, (Februari). 2-6
Gambar 2-6: Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Jawa Bali, 2015 (Februari). 2-6
Gambar 2-7: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015, (Maret). 2-7
Gambar 2-8: Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Jawa Bali Tahun 2008-2015 (Maret). 2-8
Gambar 2-9: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen). 2-9
Gambar 2-10: Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pemabngunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014. 2-10
Gambar 2-11: Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2014. 2-10
Gambar 2-12: Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali, Tahun 2008-2013. 2-11
Gambar 2-13: Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali, Tahun 2008-2013. 2-11
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xii
Gambar 2-14: Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali, Tahun 2010-2014. 2-14
Gambar 2-15: Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah
Pulau Jawa Bali, Tahun 2010-2014, (jiwa). 2-15
Gambar 2-16: Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali, Tahun 2008-2013. 2-15
Gambar 2-17: Persentase Kelahiran Balita menurut Penolong Kelahiran Terakhir Per Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali, Tahun 2012. 2-16
Gambar 2-18: Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali, Tahun 2013. 2-16
Gambar 2-19: Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013. 2-17
Gambar 2-20: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Jawa Bali Tahun 2014. 2-17
Gambar 2-21: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Jawa Bali Tahun 2014. 2-18
Gambar 2-22: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Jawa Bali Tahun 2014. 2-18
Gambar 2-23: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2006-2015. 2-21
Gambar 2-24: Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Jawa Bali Tahun 2015. 2-22
Gambar 2-25: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2006-2015. 2-22
Gambar 2-26: Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Jawa Bali Tahun 2015. 2-23
Gambar 2-27: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2006-2014. 2-23
Gambar 2-28: Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Jawa Bali Tahun 2014. 2-24
Gambar 2-29: Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (dalam ekor). 2-26
Gambar 2-30: Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (dalam ekor). 2-27
Gambar 2-31: Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Jawa Bali dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen). 2-28
Gambar 2-32: Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (dalam persen). 2-28
Gambar 2-33: Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (KWh/Kapita). 2-29
Gambar 2-34: Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2013 (dalam MGh). 2-29
Gambar 2-35: Komposisi Produksi Energi Listrik menurut Jenis Pembangkit di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (dalam persen). 2-29
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xiii
Gambar 2-36: Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2009-2013, (dalam ton). 2-30
Gambar 2-37: Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Jawa Bali terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen). 2-30
Gambar 2-38: Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2012, (dalam persen). 2-31
Gambar 2-39: Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013 dan 2014, (unit). 2-33
Gambar 2-40: Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2002-2013. 2-35
Gambar 2-41: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2009-2013. 2-35
Gambar 2-42: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2009-2013. 2-36
Gambar 2-43: Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km). 2-36
Gambar 2-44: Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km). 2-37
Gambar 2-45: Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (dalam Km/Km2). 2-37
Gambar 2-46: Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km). 2-38
Gambar 3.1: Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di wilayah Pulau Nusa Tenggara Atas dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014 (dalam persen). 3-2
Gambar 3.2: Peran Wilayah Nusa Tenggara terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan peran Provisni terhadap PDRB Pulau Tahun 2014 3-3
Gambar 3.3: Perkembangan Jumlah Nilai Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Nusa Tenggara tahun 2010-2015 3-4
Gambar 3.4: Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbukamenurut Tipe Daerah Di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2015 (Februari) 3-5
Gambar 3.5: Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2015 (Jiwa) 3-6
Gambar 3.6: Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi di wilayah Pulau Nusa Tenggara, 2015 (februari) 3-6
Gambar 3.7: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret) 3-7
Gambar 3.8: Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin menurut Tipe Daerah di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2008-2015 (Maret ). 3-8
Gambar 3.9: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2015 (Maret) 3-8
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xiv
Gambar 3.10: Perbanndingan Nilai dan Rangking Indeks Pembangunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014 3-9
Gambar 3.11: Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara tahun 2010-2014 3-10
Gambar 3.12: Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah menurut provinsi di wilayah pulau Nusa Tenggara, Tahun 2008-2013 3-10
Gambar 3.13: Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di wilayah pulau Nusa Tenggara, Tahun 2008-2013 3-11
Gambar 3.14: Perkembvangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2010-2014 3-13
Gambar 3.15: Perkembangan Gizi Buruk Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara , Tahun 2010-2014 3-14
Gambar 3.16: Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di wilayah Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2008-2013 3-14
Gambar 3.17: Persentase Kelahiran Balita menurut Penolong Kelahiran Terakhir, Per Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2012 3-15
Gambar 3.18: Jumlah KAsusu Baru AID dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2013 3-15
Gambar 3.19: Prevelensi Status Gizi Balita berdasarkan tinggi badan menurut umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013 3-16
Gambar 3.20: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2014 3-17
Gambar 3.21: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2014 3-17
Gambar 3.22: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2014 3-18
Gambar 3.23: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2006-2015 3-20
Gambar 3.24: Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2015 3-21
Gambar 3.25: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2006-2015 3-21
Gambar 3.26: Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2015 3-22
Gambar 3.27: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2006-2014. 3-22
Gambar 3.28: Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2014 3-23
Gambar 3.29: Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (dalam ekor) 3-25
Gambar 3.30: Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (dalam ekor) 3-25
Gambar 3.31: Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Nusa Tenggara dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen) 3-26
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xv
Gambar 3.32: Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (dalam persen). 3-27
Gambar 3.33: Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (KWh per kapita) 3-27
Gambar 3.34: Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2013, (dalam MGh) 3-28
Gambar 3.35: Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009-2013 (dalam ton). 3-28
Gambar 3.36: Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Nusa Tenggara terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen) 3-29
Gambar 3.37: Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2012, (dalam persen) 3-29
Gambar 3.38: Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013 dan 2014, (unit) 3-31
Gambar 3.39: PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2014, (ribu/jiwa) 3-32
Gambar 3.40: Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2002-2013 3-33
Gambar 3.41: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson
Pulau Tahun 2007-2013 3-34
Gambar 3.42: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2007-2013 3-34
Gambar 3.43: Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km) 3-35
Gambar 3.44: Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km). 3-35
Gambar 3.45: Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (dalam Km/Km2). 3-36
Gambar 3-46: Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km) 3-36
Kalimantan
Gambar 4.1: Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di wilayah Pulau Kalimantan Atas dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014 (dalam persen). 4-2
Gambar 4.2: Peran Wilayah Kalimantan terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan peran Provisni terhadap PDRB Pulau Tahun 2014 4-3
Gambar 4.3: Perkembangan Jumlah Nilai Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Kalimantan tahun 2010-2015 4-4
Gambar 4.4: Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbukamenurut Tipe Daerah Di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2015 (Februari) 4-5
Gambar 4.5: Tingkat Pengangguran terbuka menurut tipe daerah di Pulau Kalimantan tahun 2015 4-6
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xvi
Gambar 4.6: Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang di tamatkan di wilayah Pulau Kalimantan, 2015 (februari) 4-6
Gambar 4.7: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret) 4-7
Gambar 4.8: Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin menurut Tipe Daerah di Pulau Kalimantan Tahun 2008-2015 (Maret ). 4-8
Gambar 4.9: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Kalimantan, Tahun 2015 (Maret) (dalam Persen) 4-8
Gambar 4.10: Perbandingan Nilai dan Rangking Indeks Pembangunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014 4-9
Gambar 4.11: Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Kalimantan tahun 2010-2014 4-10
Gambar 4.12: Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah menurut provinsi di wilayah pulau Kalimantan, Tahun 2008-2013 4-10
Gambar 4.13: Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di wilayah pulau Kalimantan, Tahun 2008-2013 4-11
Gambar 4.14: Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan, Tahun 2010-2014 4-13
Gambar 4.15: Perkembangan Gizi Buruk Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan , Tahun 2010-2014 4-14
Gambar 4.16: Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di wilayah Pulau Kalimantan, Tahun 2008-2013 4-15
Gambar 4.17: Jumlah Kasus baru AIDS dan Kasus Komulatif AIDS (kasus) per Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan tahun 2013 4-15
Gambar 4.18: Prevelensi Status Gizi Balita berdasarkan tinggi badan menurut umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013 4-16
Gambar 4.19: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Kalimantan Tahun 2014 4-17
Gambar 4.20: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Kalimantan Tahun 2014 4-17
Gambar 4.21: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Kalimantan Tahun 2014 4-18
Gambar 4.22: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2006-2015 4-21
Gambar 4.23: Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2015 4-21
Gambar 4.24: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2006-2015 4-22
Gambar 4.25: Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2015 4-22
Gambar 4.26: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2006-2014. 4-23
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xvii
Gambar 4.27: Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 4-23
Gambar 4.28: Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam ekor) 4-25
Gambar 4.29: Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam ekor) 4-26
Gambar 4.30: Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Kalimantan dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen) 4-27
Gambar 4.31: Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam persen). 4-27
Gambar 4.32: Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (KWh per kapita) 4-28
Gambar 4.33: Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Kalimantan
Tahun 2010-2013, (dalam MGh) 4-28
Gambar 4.35: Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2009-2013 (dalam ton). 4-29
Gambar 4.36: Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Kalimantan terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen) 4-30
Gambar 4.37: Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2012, (dalam persen) 4-30
Gambar 4.38: Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013 dan 2014, (unit) 4-32
Gambar 4.39: PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Kalimantan, Tahun 2014, (ribu/jiwa) 4-33
Gambar 4.40: Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2002-2013 4-34
Gambar 4.41: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson
Pulau Tahun 2007-2013 4-35
Gambar 4.42: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2007-2013 4-35
Gambar 4.43: Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km) 4-36
Gambar 4.44: Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km). 4-36
Gambar 4.45: Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam Km/Km2). 4-37
Gambar 4.46: Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km) 4-37
Gambar 5-1: Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen). 5-2
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xviii
Gambar 5-2: Peran Wilayah Sulawesi terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen). 5-3
Gambar 5-3: Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2015 (Februari). 5-4
Gambar 5-4: Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di P. Sulawesi Tahun 2010-2015 (Februari). 5-5
Gambar 5-5: Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Sulawesi, Tahun 2015, (Februari). 5-6
Gambar 5-6: Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Sulawesi, 2015 (Februari). 5-6
Gambar 5-7: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015, (Maret). 5-7
Gambar 5-8: Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Sulawesi Tahun 2008-2015 (Maret). 5-8
Gambar 5-9: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Sulawesi, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen). 5-8
Gambar 5-10: Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pemabngunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014. 5-9
Gambar 5-11: Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2014. 5-10
Gambar 5-12: Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2008-2013. 5-10
Gambar 5-13: Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2008-2013. 5-11
Gambar 5-14: Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2010-2014. 5-13
Gambar 5-15: Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah
Pulau Sulawesi, Tahun 2010-2014, (jiwa). 5-14
Gambar 5-16: Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2008-2013. 5-14
Gambar 5-17: Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2013. 5-15
Gambar 5-18: Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013. 5-15
Gambar 5-19: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Sulawesi Tahun 2014. 5-16
Gambar 5-20: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Sulawesi Tahun 2014. 5-16
Gambar 5-21: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Sulawesi Tahun 2014. 5-17
Gambar 5-22: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2006-2015. 5-20
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xix
Gambar 5-23: Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2015. 5-20
Gambar 5-24: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2006-2015. 5-21
Gambar 5-25: Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2015. 5-21
Gambar 5-26: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2006-2014. 5-22
Gambar 5-27: Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2014. 5-22
Gambar 5-28: Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam ekor). 5-24
Gambar 5-29: Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam ekor). 5-24
Gambar 5-30: Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2010-2013 (dalam MGh). 5-25
Gambar 5-31: Komposisi Produksi Energi Listrik menurut Jenis Pembangkit di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam persen). 5-26
Gambar 5-32: Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Sulawesi dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen). 5-26
Gambar 5-33: Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam persen). 5-27
Gambar 5-34: Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (KWh/Kapita). 5-27
Gambar 5-35: Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2009-2013, (dalam ton). 5-28
Gambar 5-36: Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Sulawesi terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen). 5-28
Gambar 5-37: Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2012, (dalam persen). 5-29
Gambar 5-38: Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013 dan 2014, (unit). 5-31
Gambar 5-39: PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2014, (ribu/jiwa) 5-32
Gambar 5-40: Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2002-2013. 5-33
Gambar 5-41: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2009-2013. 5-33
Gambar 5-42: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2009-2013. 5-34
Gambar 5-43: Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km). 5-34
Gambar 5-44: Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km). 5-35
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xx
Gambar 5-45: Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam Km/Km2). 5-35
Gambar 5-46: Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km). 5-36
Gambar 6-1 Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen)
6-2
Gambar 6-2 Peran Wilayah Maluku terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen).
6-3
Gambar 6-3 Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2015 (Februari).
6-4
Gambar 6-4 Dominisasi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2015 (Februari).
6-4
Gambar 6-5 Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Kepulauan Maluku, Tahun 2015, (Februari).
6-5
Gambar 6-6 Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Kepulauan Maluku, 2015 (Februari).
6-6
Gambar 6-7 Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret).
6-7
Gambar 6-8 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Kepulauan Maluku Tahun 2008-2015 (Maret).
6-7
Gambar 6-9 Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen).
6-8
Gambar 6-10 Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pembangunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014
6-9
Gambar 6-11 Perkembangan IPM menurut Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2014
6-9
Gambar 6-12 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2008-2013
6-10
Gambar 6-13 Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2008-2013
6-10
Gambar 6-14 Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2010-2014
6-13
Gambar 6-15 Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2010-2014, (jiwa).
6-13
Gambar 6-16 Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku,Tahun 2008-2013
6-14
Gambar 6-17 Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus)Per Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2013
6-14
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xxi
Gambar 6-18 Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013
6-15
Gambar 6-19 Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Kepulauan Maluku Tahun 2014
6-16
Gambar 6-20 Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Kepulauan Maluku Tahun 2014
6-16
Gambar 6-21 Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2006-2015
6-19
Gambar 6-22 Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2015
6-19
Gambar 6-23 Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2006-2015
6-20
Gambar 6-24 Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2015
6-20
Gambar 6-25 Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Kepulauan MalukuTahun 2006-2014
6-21
Gambar 6-26 Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2014
6-21
Gambar 6-27 Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (dalam ekor).
6-23
Gambar 6-28 Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (dalam ekor).
6-23
Gambar 6-29 Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Kepulauan Maluku dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).
6-24
Gambar 6-30 Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (dalam persen).
6-25
Gambar 6-31 Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (KWg/Kapita).
6-25
Gambar 6-32 Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2010-2013, (dalam MGh).
6-25
Gambar 6-33 Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Kepulauan Maluku Tahun 2009-2013, (dalam ton).
6-26
Gambar 6-34 Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Kepulauan Maluku terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).
6-26
Gambar 6-35 Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2012, (dalam persen).
6-27
Gambar 6-36 Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013 dan 2014, (unit).
6-29
Gambar 6-37 PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2014, (ribu/jiwa)
6-30
Gambar 6-38 Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2002-2013
6-31
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xxii
Gambar 6-39 Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2007-2013
6-31
Gambar 6-40 Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2007-2013
6-32
Gambar 6-41 Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km)
6-32
Gambar 6-42 Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).
6-33
Gambar 6-43 Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (dalam Km/Km2).
6-33
Gambar 6-44 Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km).
6-34
Papua
Gambar 7-1 Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Papua Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen)
7-2
Gambar 7-2 Peran Wilayah Papua terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen)
7-3
Gambar 7-3 Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Papua Tahun 2010-2015 (Februari)
7-4
Gambar 7-4 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di P. Papua Tahun 2010-2015 (Februari)
7-5
Gambar 7-5 Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Papua, Tahun 2015, (Februari)
7-6
Gambar 7-6 Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Papua, 2015 (Februari).
7-6
Gambar 7-7 Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret).
7-7
Gambar 7-8 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Papua Tahun 2008-2015 (Maret).
7-8
Gambar 7-9 Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Papua, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen).
7-8
Gambar 7-10 Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pemabngunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014.
7-9
Gambar 7-11 Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Papua Tahun 2010-2014
7-10
Gambar 7-12 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2008-2013
7-11
Gambar 7-13 Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2008-2013.
7-11
Gambar 7-14 Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2010-2014
7-14
Gambar 7-15 Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2010-2014, (jiwa).
7-14
Gambar 7-16 Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Pulau Papua,Tahun 2008-2013.
7-15
Gambar 7-17 Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2013.
7-15
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
xxiii
Gambar 7-18 Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013
7-16
Gambar 7-19 Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Papua Tahun 2014
7-17
Gambar 7-20 Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Papua Tahun 2014
7-17
Gambar 7-21 Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2006-2015
7-20
Gambar 7-22 Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2015
7-20
Gambar 7-23 Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Papua Tahun 2006-2015.
7-21
Gambar 7-24 Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2015
7-21
Gambar 7-25 Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Papua Tahun 2006-2014.
7-22
Gambar 7-26 Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2014.
7-22
Gambar 7-27 Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (dalam ekor).
7-24
Gambar 7-28 Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (dalam ekor).
7-24
Gambar 7-29 Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Papua dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).
7-25
Gambar 7-30 Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (dalam persen).
7-26
Gambar 7-31 Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (KWh per kapita).
7-26
Gambar 7-32 Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2010-2013, (dalam MGh).
7-27
Gambar 7-33 Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Papua Tahun 2009-2013, (dalam ton).
7-27
Gambar 7-34 Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Papua terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).
7-28
Gambar 7-35 Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2012, (dalam persen).
7-28
Gambar 7-36 Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Pulau Papua Tahun 2013 dan 2014, (unit).
7-30
Gambar 7-37 PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Papua, Tahun 2014, (ribu/jiwa)
7-31
Gambar 7-38 Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Papua Tahun 2002-2013. 7-32 Gambar 7-39 Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson
Pulau Tahun 2007-2013 7-32
Gambar 7-40 Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Papua Tahun 2007-2013
7-33
Gambar 7-41 Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Papua Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).
7-33
Gambar 7-42 Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).
7-34
Gambar 7-43 Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (dalam Km/Km2).
7-34
1
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015
Pertumbuhan ekonomi melambat dari tahun
2010 hingga akhir 2014. sumber
pertumbuhan terbesar dari
Sektor informasi dan komunikasi, dan sektor
jasa perusahaan
PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN NASIONAL A. Perkembangan Ekonomi di Indonesia. Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan UsahaTahun 2010–2014
Ekonomi Indonesia selama tahun 2010–2014 tumbuh positif, namun dalam empat tahun terakhir perekonomian indonesia mengalami perlambatan hingga akhir tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi dengan migas tahun 2014 sebesar 5,02 persen menurun dari tahun sebelumnya. Sektor ekonomi dengan laju pertumbuhan tertinggi pada tahun 2014, adalah sektor komunikasi dan informasi 10,02 persen dan sektor jasa perusahaan sebesar 9,81 persen. sektor lainnya laju pertumbuhan cukup tinggi adalah sektor jasa lainnya, sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, dan sektor transportasi dan pergudangan.
Gambar 1: Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas dan Tanpa Migas Tahun 2010-2014, (dalam persen).
Sumber: BPS, tahun 2014
Tabel 1: Pertumbuhan Ekonomi Nasional menurut Lapangan Usaha 2010-2014.
No. LAPANGAN USAHA 2011 2012 2013* 2014**
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,95 4,59 4,20 4,18
2. Pertambangan dan Penggalian 4,29 3,02 1,74 0,55
3. Industri Pengolahan 6,26 5,62 4,49 4,63
4. Pengadaan Listrik dan Gas 5,69 10,06 5,23 5,57
5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 4,73 3,34 4,06 3,05
6. Konstruksi 9,02 6,56 6,11 6,97
7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9,66 5,40 4,71 4,84
8. Transportasi dan Pergudangan 8,31 7,11 8,38 8,00
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,86 6,64 6,80 5,91
10. Informasi dan Komunikasi 10,02 12,28 10,39 10,02
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 6,97 9,54 9,09 4,93
12. Real Estate 7,68 7,41 6,54 5,00
13. Jasa Perusahaan 9,24 7,44 7,91 9,81
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6,43 2,13 2,38 2,49
15. Jasa Pendidikan 6,68 8,22 8,20 6,29
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,25 7,97 7,83 8,01
17. Jasa lainnya 8,22 5,76 6,41 8,92
PRODUK DOMESTIK BRUTO 6,17 6,03 5,58 5,02
* Angka sementara; ** Angka sangat sementara
Sumber: BPS, tahun 2014
6,17 6,03
5,58
5,02
4,00
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
2011 2012 2013* 2014**
Pe
rse
n
LPE PRODUKDOMESTIK BRUTO
2
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015
PDB Tahun 2014 atas dasar harga konstan sebesar 8.568.115 milyar rupiah
Gambar 2:
Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi Tahun 2014, (dalam persen).
Sumber: BPS, tahun 2014
PDB dengan migas atas dasar harga konstan tahun 2010, pada tahun 2010 mencapai 6.864.133,1 milyar rupiah dan pada tahun 2014 meningkat menjadi sebesar 8.568.115,6 milyar rupiah. PDB dengan migas berdasarkan harga berlaku tahun 2012 sebesar Rp 7.727.083 milyar rupiah dan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya hingga mencapai 8.568.115 milyar rupiah pada tahun 2014.
Gambar 3: Perkembangan Nilai PDB Nasional berdasarkan ADHK Tahun 2010
Tahun 2010-2014.
Sumber: BPS, tahun 2014 Keterangan: ** Angka Sangat Sementara
Perbandingan nilai PDRB dengan migas berdasarkan harga konstan 2000 antarprovinsi (Gambar 4), menunjukkan adanya tingkat kesenjangan yang cukup tinggi antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia, sebagian besar PDRB tertinggi berada di wilayah Pulau Jawa-Bali, yaitu di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
1,65
5,23 5,85
2,62
7,76
4,68
5,49 5,08
4,68
7,32
5,95
5,06
5,42 5,18
5,86
5,47
6,72
5,06
5,04 5,02
6,21
4,85
1,40
8,16
6,31
5,11
7,57
6,26
7,29
8,73
6,70
5,49 5,38
3,25
5,02
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
Ace
h
Sum
ut
Sum
bar
Ria
u
Jam
bi
Sum
sel
Ben
gku
lu
Lam
pu
ng
Bab
el
Kep
ri
DK
I Jak
arta
Jab
ar
Jate
ng
DIY
Jati
m
Ban
ten
Bal
i
NTB
NTT
Kal
bar
Kal
ten
g
Kal
sel
Kal
tim
Kal
tara
Sulu
t
Sult
eng
Suls
el
Sult
ra
Go
ron
talo
Sulb
ar
Mal
uku
Mal
ut
Pu
bar
Pap
ua
SUMATERA JAWA+BALI NUSA TENGGARAKALIMANTAN SULAWESI MALUKUPAPUA
PER
SEN
LPE Provinsi LPE Nasional
2010 2011 2012 2013* 2014**
PDB 6 864 133,10 7 287 635,30 7 727 083,40 8 158 193,70 8 568 115,60
0,00
1 000 000,00
2 000 000,00
3 000 000,00
4 000 000,00
5 000 000,00
6 000 000,00
7 000 000,00
8 000 000,00
9 000 000,00
Rp
. mili
ar
3
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015
Sementara provinsi dengan PDRB terrendah berada di Provinsi Wilayah Kepulauan Maluku dan Sulawesi, yaitu di Provinsi Maluku, Maluku Utara, Gorontalo dan Sulawesi Barat.
Gambar 4: Perbandingan Nilai PDRB dengan Migas ADHK Tahun 2010 menurut Provinsi
Tahun 2010 dan 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2013
Pada Tabel 2 dan Tabel 3, menunjukan Kawasan Barat Indonesia (KBI) berkontribusi sebesar 82,01 persen dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) sebesar 17,99 persen. Peran PDRB di KBI terbesar berasal dari provinsi-provinsi di Wilayah Jawa-Bali yaitu sebesar 58,85 persen, dengan kontribusi terbesar berasal dari Provinsi DKI Jakarta sebesar 16,46 persen, Jawa Timur sebesar 14,40 persen, dan Jawa Barat sebesar 12,95 persen, dan Wilayah Sumtera yang sebagian besar berasal dari Provinsi Riau (6,35%) dan Sumatera Utara (4,90%). Sementara kontribusi terbesar di Kawasan Timur Indonesia itu berasal dari Provinsi Kalimantan Timur sebesar 4,86 persen dan Sulawesi Selatan sebesar 2,80 persen.
Tabel 2: Peran Wilayah Pulau dalam Pembentukan Nilai PDB Nasional Tahun 2010, dan 2014.
Provinsi
Harga Konstan 2010
Harga Berlaku
2010 2014 2010 2014
(RP. Miliar) (%) (RP. Miliar) (%) (RP. Miliar) (%) (RP. Miliar) (%)
P. Sumatera 1.536.557 22,39 1.895.631 22,03 1.536.557 22,39 2.478.765 23,17
P. Jawa+Bali 4.025.636 58,65 5.104.304 59,31 4.025.636 58,65 6.296.388 58,85
P. Nusa Tenggara 113.969 1,66 127.394 1,48 113.969 1,66 150.849 1,41
P. Kalimantan 646.113 9,41 779.825 9,06 646.113 9,41 932.408 8,71
P. Sulawesi 356.275 5,19 485.370 5,64 356.275 5,19 604.216 5,65
P. Maluku 33.412 0,49 42.797 0,50 33.412 0,49 55.787 0,52
P. Papua 152.170 2,22 170.489 1,98 152.170 2,22 181.465 1,70
Kawasan Barat Indonesia 5.562.193 81,03 6.999.935 81,34 5.562.193 81,03 8.775.153 82,01
Kawasan Timur Indonesia 1.301.940 18,97 1.605.875 18,66 1.301.940 18,97 1.924.725 17,99
INDONESIA 6.864.133 100,00 8.605.810 100,00 6.864.133 100,00 10.699.878 100,00
Sumber: BPS, Tahun 2014
0,00
200.000,00
400.000,00
600.000,00
800.000,00
1.000.000,00
1.200.000,00
1.400.000,00
1.600.000,00
Ace
h
Sum
ut
Sum
bar
Ria
u
Jam
bi
Sum
sel
Ben
gku
lu
Lam
pu
ng
Bab
el
Kep
ri
DK
I Jak
arta
Jab
ar
Jate
ng
DIY
Jati
m
Ban
ten
Bal
i
NTB
NTT
Kal
bar
Kal
ten
g
Kal
sel
Kal
tim
Kal
tara
Sulu
t
Sult
eng
Suls
el
Sult
ra
Go
ron
talo
Sulb
ar
Mal
uku
Mal
ut
Pu
bar
Pap
ua
SUMATERA JAWA+BALI NUSA TENGGARAKALIMANTAN SULAWESI MALUKUPAPUA
Rp
. mili
ar
2010
2014
4
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015
Sektor Industri pengolahan, pertanian, dan perdagangan, Hotel, dan Restoran mempunyai peran lebih dari separuh dari total perekonomian nasional
Tabel 3:
Peran Provinsi dalam Pembentukan Nilai PDRB ADHB Tahun 2010 dan 2014
Provinsi 2010 2014
(Rp. Miliar) (%) (Rp. Miliar) (%)
Aceh 101.545,24 1,48 130.448,24 1,22
Sumatera Utara 331.085,24 4,82 523.771,57 4,90
Sumatera Barat 105.017,74 1,53 167.039,89 1,56
Riau 388.578,23 5,66 679.692,18 6,35
Jambi 90.618,41 1,32 153.857,14 1,44
Sumatera Selatan 194.012,97 2,83 308.406,84 2,88
Bengkulu 28.352,57 0,41 45.235,08 0,42
Lampung 150.560,84 2,19 231.008,43 2,16
Kep. Bangka Belitung 35.561,90 0,52 56.389,85 0,53
Kep. Riau 111.223,67 1,62 182.915,53 1,71
DKI Jakarta 1.075.183,48 15,66 1.761.407,06 16,46
Jawa Barat 906.685,76 13,21 1.385.959,44 12,95
Jawa Tengah 623.224,62 9,08 925.662,69 8,65
DI Yogyakarta 64.678,97 0,94 93.449,86 0,87
Jawa Timur 990.648,84 14,43 1.540.696,53 14,40
Banten 271.465,28 3,95 432.763,96 4,04
Bali 93.749,35 1,37 156.448,28 1,46
Nusa Tenggara Barat 70.122,73 1,02 82.246,57 0,77
Nusa Tenggara Timur 43.846,61 0,64 68.602,63 0,64
Kalimantan Barat 86.065,85 1,25 131.933,45 1,23
Kalimantan Tengah 56.531,02 0,82 89.871,73 0,84
Kalimantan Selatan 85.305,00 1,24 131.592,89 1,23
Kalimantan Timur 418.211,58 6,09 519.929,94 4,86
Kalimantan Utara - - 59.080,46 0,55
Sulawesi Utara 51.721,33 0,75 80.622,83 0,75
Sulawesi Tengah 51.752,07 0,75 90.255,67 0,84
Sulawesi Selatan 171.740,74 2,50 300.124,22 2,80
Sulawesi Tenggara 48.401,15 0,71 78.620,39 0,73
Gorontalo 15.475,74 0,23 25.201,10 0,24
Sulawesi Barat 17.183,83 0,25 29.391,51 0,27
Maluku 18.428,58 0,27 31.733,34 0,30
Maluku Utara 14.983,91 0,22 24.053,50 0,22
Papua Barat 41.361,67 0,60 58.285,09 0,54
Papua 110.808,18 1,61 123.179,72 1,15
INDONESIA 6.864.133,13 100,00 10.699.877,63 100,00
Sumber: BPS, Tahun 2014
Struktur PDB Menurut Lapangan UsahaTahun 2010 dan 2014
Distribusi PDB menurut sektor atau lapangan usaha atas dasar harga berlaku menunjukkan peran sektor-sektor ekonomi dalam periode tahun 2010-2014, relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan, peran terbesar masih didominasi dari tiga sektor utama, yaitu: sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dan sektor pertanian mempunyai peran lebih dari separuh dari total perekonomian yaitu sebesar 50,76 persen pada tahun 2010, dan sedikit menurun pada tahun 2014 (49,01 %). Pada tahun 2014 sektor industri pengolahan memberi kontribusi terhadap total perekonomian sebesar 21,56 persen,
5
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015
sektor pertanian 13,72 persen, dan Sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 13,73 persen.
Tabel 5: Struktur Perekonomian menurut Lapangan Usaha di Indonesia tahun 2010 dan 2014,
(dalam persen). LAPANGAN USAHA 2010 2011 2012 2013* 2014**
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 14,31 13,79 13,67 13,73 13,72
Pertambangan dan Penggalian 10,74 12,05 11,87 11,23 10,07
Industri Pengolahan 22,63 22,20 21,92 21,52 21,56
Pengadaan Listrik dan Gas 1,09 1,19 1,13 1,06 1,11
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0,09 0,08 0,08 0,08 0,07
Konstruksi 9,38 9,28 9,55 9,76 10,14
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 13,82 13,89 13,51 13,61 13,73
Transportasi dan Pergudangan 3,67 3,60 3,71 3,97 4,38
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 3,00 2,92 3,00 3,12 3,22
Informasi dan Komunikasi 3,83 3,67 3,69 3,67 3,59
Jasa Keuangan dan Asuransi 3,59 3,53 3,80 3,97 3,98
Real Estate 2,97 2,85 2,82 2,85 2,87
Jasa Perusahaan 1,48 1,48 1,52 1,56 1,61
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3,88 3,97 4,04 4,00 3,93
Jasa Pendidikan 3,02 3,03 3,21 3,33 3,37
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,99 1,00 1,02 1,04 1,06
Jasa lainnya 1,51 1,47 1,45 1,51 1,59
Produk Domestik Bruto 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
* Angka sementara
** Angka sangat sementara
Sumber: BPS , Tahun 2013
Pertumbuhan PDB Menurut PenggunaanTahun 2009-2013. Pertumbuhan ekonomi Indonesia, dari sisi pengeluaran, selama tahun 2010 hingga tahun 2014 selalu menunjukkan pertumbuhan positif. Pada tahun 2014, pertumbuhan seluruh komponen pengeluaran mengalami penurunan, kecuali untuk pengeluaran konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT). Penurunan laju pertumbuhan paling besar terjadi pada konsumsi pemerintah dan komponen eksor, konsumsi pemerintah hanya tumbuh sebesar 1,98 persen dan ekspor 1,02 persen. Sementara untuk pengeluaran konsumsi LNPRT meningkat cukup tajam, yaitu tumbuh sebesar 12,43 persen. 8
Tabel 4: Pertumbuhan Ekonomi Nasional menurut Pengeluaran Tahun 2010-2014, (dalam persen.)
JENIS PENGELUARAN 2010 2011 2012 2013* 2014**
1. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 4,26 5,05 5,49 5,38 5,14
2. Pengeluaran Konsumsi NPRT - 3,70 5,54 6,68 8,18 12,43
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 3,99 5,52 4,53 6,93 1,98
4. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 6,69 8,86 9,13 5,28 4,12
5. Ekspor Barang dan Jasa 15,28 14,77 1,61 4,17 1,02
6. Dikurangi Impor Barang dan Jasa 16,58 15,03 8,00 1,86 2,19
PRODUK DOMESTIK BRUTO 6,38 6,17 6,03 5,58 5,02
Sumber: BPS, tahun 2014
6
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015
Komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto penyumbang terbesar dalam perekonomian nasional
PDB per kapita ADHK terus mengalami
peningkatan, PDRB perkapita teringgi di
DKI Jakarta dan terrendah di
Kalimantan Tengah.
Komponen pengeluaran atas dasar harga konstan tahun 2010 terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 sebesar nilai PDRB mencapai Rp 6.864.133 milyar meningkat menjadi Rp 8.568.116 milyar pada tahun 2014.
Tabel 5: Perkembangan Nilai PDB menurut Penggunaan ADHK Tahun 2010-2014, (Rp. milyar).
JENIS PENGELUARAN 2010 2011 2012 2013* 2014**
1. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 3.786.063 3.977.289 4.195.788 4.421.721 4.649.072
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 72.759 76.790 81.919 88.617 99.636
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 618.178 652.292 681.819 729.060 743.471
4 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 2.127.841 2.316.359 2.527.729 2.661.311 2.770.963
5 Perubahan Inventori 129.095 118.207 174.183 149.137 162.853
6 Ekspor Barang dan Jasa 1.667.918 1.914.268 1.945.064 2.026.120 2.046.740
7 Dikurangi Impor Barang dan Jasa 1.537.720 1.768.822 1.910.300 1.945.867 1.988.538
8 PRODUK DOMESTIK BRUTO 6.864.133 7.287.635 7.727.083 8.158.194 8.568.116
Sumber: BPS, tahun 2014
Struktur PDB Menurut Penggunaan Tahun 2010–2014
Dilihat dari distribusi PDB penggunaan, konsumsi rumah tangga masih merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB nasional, namun kontribusi dari konsumsi rumah tangga dari waktu ke waktu menurun. Kontribusi konsumsi rumah tangga tahun 2014 sebesar yaitu sebesar 56,07 persen menurun dibandingkan tahun 2013 yaitu sebesar 56,20 persen. Komponen penggunaan lainnya yang cukup tinggi yaitu pembentukan modal tetap bruto (PMTB), dengan kontribusi PMTB tahun 2013 sebesar 32,57 persen meningkat dari tahun sebelumnya.
Tabel 6: Struktur PDB menurut Penggunaan ADHK Tahun 2010-2014, (dalam persen)
No. JENIS PENGELUARAN 2010 2011 2012 2013* 2014*
1. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 55,16 54,40 55,35 56,20 56,07
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 1,06 1,03 1,04 1,09 1,18
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 9,01 9,06 9,25 9,50 9,54
4 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 31,00 31,31 32,72 32,12 32,57
5 Perubahan Inventori 1,88 1,68 2,35 1,92 2,08
6 Ekspor Barang dan Jasa 24,30 26,33 24,59 23,98 23,72
7 Dikurangi Impor Barang dan Jasa 22,40 23,85 24,99 24,77 24,48
PRODUK DOMESTIK BRUTO 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS, tahun 2013
PDB dan Produk Nasional Bruto (PNB) Per Kapita
Selama tahun 2010-2014 PDB per kapita atas dasar harga konstan tahun 2010 terus mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2010
7
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015
Jumlah Pengangguran Terbuka pada Februari 2015 sebesar 7,12 juta, penyebaran paling besar di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
sebesar Rp 28.998,2 ribu, tahun 2012 sebesar Rp 31.484,5 ribu, dan tahun 2014 sebesar Rp 33.978,2 ribu. Seperti halnya untuk perkembangan PDRB per kapita provinsi selama periode 2010-2014 menunjukan peningkatan dari waktu-ke waktu. Perbandingan nilai PDRB per kapita dengan migas antarprovinsi cenderung menunjukan adanya ketimpangan (Gambar 8), lima provinsi dengan nilai PDRB per kapita paling tinggi yaitu berada di Provinsi DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Papua Barat, dan Riau. Sementara provinsi dengan nilaia PDRB per kapita paling rendah yaitu berada di Provinsi Kalimantan Tengah, Maluku Utara, dan Maluku.
Gambar 7:
Perkembangan PDB Perkapita dengan Migas ADHK Tahun 2010-2014, (dalam ribu rupiah).
Sumber, BPS Tahun 2014
Gambar 8: Perbandingan PDRB Perkapita ADHK Antarprovinsi Tahun 2014, (dalam ribu rupiah).
Sumber, BPS Tahun 2014
B. Tingkat Pengangguran Terbuka. Salah satu isu penting yang perlu menjadi perhatian adalah
pengangguran. Jumlah penganggur pada Februari 2015 sebesar 5,84
juta jiwa atau menurun sebesar 19.692 jiwa dibandingkan keadaan
setahun yang lalu (Februari 2014) yang besarnya 7,14 juta jiwa.
2010 2011 2012 2013* 2014**
PDB per kapita 28 778,2 30 115,4 31 484,5 32 787,8 33 978,2
26 000,0
27 000,0
28 000,0
29 000,0
30 000,0
31 000,0
32 000,0
33 000,0
34 000,0
35 000,0
Rp
. 00
0
- 20.000 40.000 60.000 80.000
100.000 120.000 140.000 160.000
Ace
h
Sum
ater
a U
tara
Sum
ater
a B
arat
Ria
u
Jam
bi
Sum
ater
a Se
lata
n
Ben
gku
lu
Lam
pu
ng
Kep
Ban
gka
Bel
itu
ng
Kep
ula
uan
Ria
u
DK
I Jak
arta
Jaw
a B
arat
Jaw
a Te
nga
h
D.I
Yo
gyak
arta
Jaw
a Ti
mu
r
Ban
ten
B A
L I
Kal
iman
tan
Bar
at
Kal
iman
tan
Ten
gah
Kal
iman
tan
Se
lata
n
Kal
iman
tan
Tim
ur
Kal
iman
tan
Uta
ra *
)
Sula
wes
i Uta
ra
Sula
wes
i Ten
gah
Sula
wes
i Sel
atan
Sula
wes
i Ten
ggar
a
Go
ron
talo
Sula
wes
i Bar
at
Nu
sa T
engg
ara
Bar
at
Nu
sa T
engg
ara
Tim
ur
Mal
uku
Mal
uku
Uta
ra
Pap
ua
Bar
at
Pap
ua
SUMATERA JAWA+BALI KALIMANTAN SULAWESI NUSTRA,MALUKU,PAPUA
Rp
. 00
0
PDRB PerkapitaPDB Perkapita
8
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015
Pada Februari 2015, tiga provinsi dengan TPT tertinggi adalah Kepulauan Riau, Banten, dan Sulawesi Selatan
Penyebaran pengangguran terbuka Februari 2015, 4,8 juta jiwa atau 67,49 persen
terkonsentrasi di Jawa Bali dengan penyebaran paling besar berada di Provinsi Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Jawa Timur.
Indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok pengangguran diukur dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), dimana TPT merupakan persentase jumlah penganggur terhadap jumlah angkatan kerja. Perkembangan TPT selama periode 2010-2015 mengalami penurunan, dengan rata-rata menurun sebesar 0,38 persen per tahun. TPT pada Februari 2015 sebesar 5,84 persen, sedikikit meningkat dibandingkan TPT 2014 (Februari). Kondisi TPT antarprovinsi Februari 2014, sebanyak 13 provinsi dengan TPT masih berada di atas TPT nasional. Tiga provinsi dengan TPT tertinggi pada Februari 2015 yaitu, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, dan Banten dengan TPT masing-masing sebesar 9,05 persen, 8,69 persen, dan 8,59 persen. Sementara tiga provinsi dengan TPT terrendah yaitu, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Jambi masing-masing sebesar 1,37 persen, 1,81 persen, dan 2,73 persen.
Gambar 13:
Perkembangan Jumlah Pengangguran Terbuka (jiwa) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Nasional Tahun 2010-2015.
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015.
8.5
92
.49
0
8.1
17
.63
1
7.6
14
.24
1
7.1
70
.52
3
7.1
47
.06
9
7.1
27
.37
7
7,41 6,80
6,32 5,92 5,70 5,84
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
0
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
7.000.000
8.000.000
9.000.000
10.000.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Pe
nga
ngg
ura
n (
jiwa)
TPT
(%)
Pengangguran_jiwa ( Februari ) TPT Nasional_% (Februari)
9
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015
Gambar 14: Perkembangan Jumlah Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Tahun 2015,
(dalam jiwa)
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015.
C. Perkembangan Tingkat Kemiskinan. Perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia selama periode 2010–2015 cenderung menurun (Gambar 18), dengan penurunan rata-rata per tahun sebesar 0,48 persen. Pada tahun 2010, persentase penduduk miskin sebesar 15,42 persen dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 34.963,26 ribu jiwa, persentase penduduk miskin dan jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dari waktu ke waktu, hingga tahun 2015 jumlah penduduk miskin 28.592,83 ribu jiwa dengan persentase penduduk miskin 11,22 persen.
Gambar 18: Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Nasional Tahun 2008-2015
Sumber: BPS, Tahun 2014
Kondisi kemiskinan provinsi selama periode 2010-2015, perkembangan jumlah dan
persentase penduduk miskin hampir seluruh provinsi cenderung menurun. Tiga provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbesar yaitu di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa
0,001,002,003,004,005,006,007,008,009,0010,00
- 200.000 400.000 600.000 800.000
1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000 1.800.000 2.000.000
Ace
hSu
mat
era
Uta
raSu
mat
era
Bar
atR
iau
Jam
bi
Sum
ater
a Se
lata
nB
engk
ulu
Lam
pu
ng
Ke
p B
angk
a B
elit
un
gK
ep
ula
uan
Ria
uD
KI J
akar
taJa
wa
Bar
atJa
wa
Ten
gah
D.I
Yo
gyak
arta
Jaw
a Ti
mu
rB
ante
nB
A L
IK
alim
anta
n B
arat
Kal
iman
tan
Ten
gah
Kal
iman
tan
Sel
atan
Kal
iman
tan
Tim
ur
Kal
iman
tan
Uta
ra *
)Su
law
esi U
tara
Sula
wes
i Ten
gah
Sula
wes
i Sel
atan
Sula
wes
i Ten
ggar
aG
oro
nta
loSu
law
esi B
arat
Nu
sa T
engg
ara
Bar
atN
usa
Ten
ggar
a Ti
mu
rM
alu
kuM
alu
ku U
tara
Pap
ua
Bar
atP
apu
a
SUMATERA JAWA+BALI KALIMANTAN SULAWESI NUSTRA,MALUKU,PAPUA
(jiw
a)
TPT
(%)
Pengangguran (jiwa) TPT (%)
34
.96
3,2
6
32
.52
9,9
7
31
.02
3,3
9
30
.01
8,9
3
29
.13
2,4
0
28
.06
6,5
5
28
.28
0,0
1
28
.59
2,8
3
15,42 14,15
13,33 12,49 11,96 11,37 11,25 11,22
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0,00
5.000,00
10.000,00
15.000,00
20.000,00
25.000,00
30.000,00
35.000,00
40.000,00
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
rib
u ji
wa
Pe
rse
n
Jumlah Penduduk Miskin ( Maret ) Persentase Penduduk Miskin ( Maret )
10
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015
Barat dengan jumlah penduduk miskin tahun 2015 masing-masing 4.789 ribu jiwa, 4.577ribu jiwa, dan 4.435 ribu jiwa. Sementara tiga provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinngi yaitu Provinsi Papua (28,17%), Papua Barat (25,82%), dan Nusa Tenggara Timur (22,61 %).
Gambar 19: Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Provinsi Tahun 2015.
Sumber: BPS, Tahun 2014
0
5
10
15
20
25
30
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Ace
h
Sum
ater
a U
tara
Sum
ater
a B
arat
Ria
u
Jam
bi
Sum
ater
a Se
lata
n
Ben
gku
lu
Lam
pu
ng
Kep
Ban
gka
Bel
itu
ng
Kep
ula
uan
Ria
u
DK
I Jak
arta
Jaw
a B
arat
Jaw
a Te
nga
h
D.I
Yo
gyak
arta
Jaw
a Ti
mu
r
Ban
ten
B A
L I
Nu
sa T
engg
ara
Bar
at
Nu
sa T
engg
ara
Tim
ur
Kal
iman
tan
Bar
at
Kal
iman
tan
Ten
gah
Kal
iman
tan
Se
lata
n
Kal
iman
tan
Tim
ur
Kal
iman
tan
Uta
ra
Sula
wes
i Uta
ra
Sula
wes
i Ten
gah
Sula
wes
i Sel
atan
Sula
wes
i Ten
ggar
a
Go
ron
talo
Sula
wes
i Bar
at
Mal
uku
Mal
uku
Uta
ra
Pap
ua
Bar
at
Pap
ua
SUMATERA JAWA+BALI KALIMANTAN SULAWESI NUSTRA,MALUKU,PAPUA
rib
u ji
wa
pe
rse
n
Penduduk Miskin (ribu jiwa) Tingkat Kemiskinan (%)
1-1
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA
Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Pulau Sumatera dan seluruh
provinsi secara umum tumbuh positif, namun perkembangan ekonomi dalam empat tahun
terakhir melambat, kecuali untuk Provinsi Jambi dan Riau meningkat pada akhir tahun 2014.
Pertumbuhan ekonomi Pulau Sumatera tahun 2014 tercatat tumbuh sebesar 4,50 persen
melambat dibandingkan tahun sebelumnya, semua sektor tumbuh positif, dengan pertumbuhan
tertinggi dari sektor jasa pendidikan, informasi dan komunikasi, jasa kesehatan dan kegiatan
sosial, dan penyediaan akomodasi dan makan-minum.
Tabel 1.1
Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Sumatera Tahun 2011-2014
Lapangan usaha Tahun
2011 2012 2013 2014
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4,70 4,60 4,70 5,35
2. Pertambangan dan Penggalian 5,07 1,44 5,07 - 1,86
3. Industri Pengolahan 5,67 6,34 5,67 4,41
4. Pengadaan Listrik dan Gas 10,20 4,56 10,20 6,60
5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan 3,85 4,70 3,85 5,27
6. Konstruksi 8,06 7,74 8,06 6,85
7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
7,16 8,11 7,16 5,59
8. Transportasi dan Pergudangan 7,93 7,81 7,93 6,10
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,35 7,87 8,35 7,33
10. Informasi dan Komunikasi 8,81 10,06 8,81 7,71
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 11,77 11,32 11,77 3,76
12. Real Estat 8,14 7,44 8,14 6,62
13. Jasa Perusahaan 8,01 6,19 8,01 6,65
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
6,64 3,53 6,64 6,25
15. Jasa Pendidikan 6,75 6,24 6,75 8,18
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,79 10,25 8,79 7,71
17. Jasa lainnya 5,82 5,31 5,82 6,93
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 6,17 5,65 6,17 4,50
1-2
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.1
Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Atas Dasar
Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen)
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Seluruh provinsi tumbuh positih, namun cenderung melambat, kecuali Provinsi Jambi dan Riau
Tabel 1.2
Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Atas Dasar
Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen).
Provinsi Pertumbuhan (%)
2011 2012 2013* 2014**
Aceh 3,28 3,85 2,83 1,65
Sumatera Utara 6,66 6,45 6,08 5,23
Sumatera Barat 6,34 6,31 6,02 5,85
Riau 5,57 3,76 2,49 2,62
Jambi 7,86 7,03 7,07 7,76
Sumatera Selatan 6,36 6,83 5,40 4,68
Bengkulu 6,85 6,83 6,08 5,49
Lampung 6,56 6,44 5,78 5,08
Kep. Bangka Belitung 6,90 5,50 5,22 4,68
Kepulauan Riau 7,01 6,87 7,38 6,21
P. SUMATERA 6,17 5,65 4,91 4,50
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Peran dan Struktur Ekonomi Sumatera. Kontribusi perekonomian Pulau Sumatera
terhadap pembentukan PDB nasional sebesar 23,89 persen atau terbesar kedua setelah
kontribusi Pulau Jawa+Bali, dengan kontribusi terbesar berasal dari Provinsi Sumatera Utara,
Riau, dan Sumatera Selatan. Sementara Kontribusi terbesar perekonomian Pulau Sumatera
sebagian besar disumbang dari sektor industri pengolahan, sektor pertanian, sektor
pertambangan dan penggalian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Keempat sektor
tersebut berkontribusi sekitar 70 persen.
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
2011 2012 2013* 2014**
Pe
rtu
mb
uh
an (%
)
11. Aceh 12. Sumatera Utara 13. Sumatera Barat
14. Riau 15. Jambi 16. Sumatera Selatan
17. Bengkulu 18. Lampung 19. Kep. Bangka Belitung
1-3
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1-2:
Peran Wilayah Sumatera terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen).
Peran Pulau Sumatera terhadap pembentukan PDB nasional sebesar besar 23,17 persen atau kedua terbesar setelah Pulau Jawa Bali
> 70 persen perekonomian Pulau Sumatera disumbang dari Provinsi Riau, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan.
Tabel 1.3
Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010-2014.
Provinsi ADHB (Rp. Miliar)
2010 2011 2012 2013* 2014**
Aceh 101.545 108.218 114.552 121.971 130.448
Sumatera Utara 331.085 377.037 417.120 470.222 523.772
Sumatera Barat 105.018 118.674 131.436 146.885 167.040
Riau 388.578 485.649 558.493 607.499 679.692
Jambi 90.618 103.523 115.070 132.020 153.857
Sumatera Selatan 194.013 226.667 253.265 281.997 308.407
Bengkulu 28.353 32.200 36.208 40.460 45.235
Lampung 150.561 170.047 187.349 204.403 231.008 Kep. Bangka Belitung 35.562 40.849 45.400 50.394 56.390
Kepulauan Riau 111.224 126.914 144.841 163.112 182.916
SUMATERA 1.536.557 1.789.778 2.003.734 2.218.962 2.478.765
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Pengangguran Terbuka, Perkembangan pengangguran terbuka di wilayah Sumatera
menunjukkan tren menurun selama periode 2010-2015. Jumlah Pengangguran Terbuka di
wilayah Sumatera pada tahun 2015 mencapai 1,36 juta jiwa atau sekitar 19,13 persen dari total
23,17
58,85
1,41 8,71
5,65 0,52
1,70
Kontribusi Nilai PDRB ADHB Pulau Terhadap PDB Nasional Tahun 2014, (%)
Sumatera
Jawa & Bali
Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
5,26
21,13
6,74 27,42
6,21
12,44
1,82
9,32 2,27 7,38
Kontribusi Nilai PDRB ADHB Provinsi Terhadap Pulau Sumatera Tahun 2014, (%)
11. Aceh
12. Sumatera Utara
13. Sumatera Barat
14. Riau
15. Jambi
16. Sumatera Selatan
17. Bengkulu
18. Lampung
19. Kep. Bangka Belitung
21. Kepulauan Riau
1-4
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
pengangguran di Indonesia, dengan pengurangan jumlah pengangguran dari tahun 2010-2015
sebanyak 287.509 jiwa dan sebagian besar terdapat di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan.
Sementara untuk kondisi Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,44 persen sedikit
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan pengurangan rata-rata sebesar 0,30 persen
per tahun, namun kondisi TPT masih dibawah rata-rata TPT nasional (5,84%), dengan
pengurangan angka penganggurat sebesar 0,30 peren per tahun. Dominasi TPT di Pulau
Sumatera sebagian besar berada di perkotaan dengan kondisi terakhir (Februari, 2015) sebesar
9,99 persen, dan di perdesaan sebesar 4,21 persen.
Gambar 1.3
Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Sumatera Tahun 2010-2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Sumatera dibawah rata-rata nasional.
Tabel 1.4
Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Sumatera Tahun 2010-2015, (jiwa).
Provinsi
Jumlah Pengangguran (jiwa)
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Aceh 166.275 171050 164.407 177.828 146.670 174.706
Sumatera Utara 512.825 460.616 413.637 387.868 402.410 421.232
Sumatera Barat 172.084 162490 146.974 151.258 158.236 148.677
Riau 169.164 185.909 135.639 116.410 139.838 95.169
Jambi 60.055 58.797 56.614 45.947 39.265 46.237
Sumatera Selatan 237.118 228.084 219.778 214.375 154.467 202.219
Bengkulu 35.677 30.453 19.592 19.543 15.701 31.289
Lampung 223.486 201.483 201.271 197.702 204.823 139.509
Kep Bangka Belitung 23.324 19.716 17.143 21.855 17.142 23.174
Kepulauan Riau 50.729 58.883 52.283 60.666 46.947 81.016
P. Sumatera 1.650.737 1.577.481 1.427.338 1.393.452 1.325.499 1.363.228
Nasional 8.592.490 8.117.631 7.614.241 7.170.523 7.147.069 7.127.377
% terhadap Nasional 19,21 19,43 18,75 19,43 18,55 19,13
Sumber: BPS Tahun 2015
1.6
50
.73
7
1.5
77
.48
1
1.4
27
.33
8
1.3
93
.45
2
1.3
25
.49
9
1.3
63
.22
8
6,93
6,36
5,61 5,42 5,03
5,44
7,41
6,80 6,32
5,92 5,70 5,84
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
0
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
1.400.000
1.600.000
1.800.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Pe
nga
ngg
ura
n T
erb
uka
(jiw
a)
TPT
(%)
Pengangguran_jiwa ( Februari ) TPT_% ( Februari ) TPT Nasional_% (Februari)
1-5
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.4
Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Sumatera Tahun 2010-2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera terkonsentrasi di daerah Perkotaan.
Penyebaran TPT di Pulau Sumatera, TPT tertinggi di Provinsi Aceh, selanjutnya diikuti
Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, dan Kepulauan Riau. Sementara TPT terendah terdapat di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, dan Jambi. Secara umum tingkat TPT seluruh
provinsi mengalami penurunan dari tahun 2010-2015, rata-rata pengurangan terbesar
mencapai 0,50 persen di Provinsi Lampung dan terrendah di Provinsi Kepulauan Riau yang
disebabkan tingginya TPT pada tahun 2015 di Kepulauan Riau mencapai 9,05 persen.
Perbandingan TPT di wilayah perdesaan dan perkotaan antarprovinsi menunjukkan dominasi di
perkotaan di setiap provinsi.TPT paling dominan di perkotaan terdapat di Provinsi Kepulauan
Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan Riau. Lihat Tabel 1.5.
Tabel 1.5
Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Sumatera
Tahun 2010-2015, (jiwa).
Provinsi Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Δ
2010-2015 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Aceh 8,6 8,27 7,88 8,38 6,75 7,73 0,17 Sumatera Utara 8,01 7,18 6,31 6,01 5,95 6,39 0,32 Sumatera Barat 7,57 7,14 6,25 6,33 6,32 5,99 0,42 Riau 7,21 7,17 5,17 4,13 4,99 6,72 0,10 Jambi 4,45 3,85 3,65 2,9 2,5 2,73 0,34 Sumatera Selatan 6,55 6,07 5,59 5,49 3,84 5,03 0,30 Bengkulu 4,06 3,41 2,14 2,12 1,62 3,21 0,17 Lampung 5,95 5,24 5,12 5,09 5,08 3,44 0,50 Kep Bangka Belitung 4,24 3,25 2,78 3,3 2,67 3,35 0,18 Kepulauan Riau 7,21 7,04 5,87 6,39 5,26 9,05 -0,37
P. Sumatera 6,93 6,36 5,61 5,42 5,03 5,44 0,30
Nasional 7,41 6,8 6,32 5,92 5,7 5,81 0,32
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
5,34
4,21 4,05 4,06 3,65
3,98
10,02 9,99
8,18 7,66
7,22 7,62
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015
TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )
1-6
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.5
Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Sumatera, Tahun 2015, (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Perkembangan TPT Provinsi di Wilayah Sumatera rata-rata menurun, dan berada dibawah TPT nasional, kecuali Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat
Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan
di wilayah Sumatera pada tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok berpendidikan SMTA
(umum dan kejuruan) sebesar 48,78 persen, berikutnya berpendidikan SMTP dan <SD masing-
masing sebesar 19,81 persen, dan 18,68 persen. Namun, kondisi pendidikan pengangguran
terbuka tersebut masih lebik baik dibanding dengan rata-rata tingkat pendidikan pengangguran
terbuka nasional, Lihat Gambar 1.6 dan Tabel 1.5.
Gambar 1.6
Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Sumatera, 2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Tingkat pendidikan pengangguran terbuka sebagian besar tamatan SMA (umum dan kejuruan).
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )
0,79 5,53
11,77
16,16
31,25
17,53
5,87 11,09
P. Sumatera
Tidak/Belum Pernah Sekolah
Tidak/Belum Tamat SD
SD
SMP
SMA (Umum)
SMA (Kejuruan)
Diploma I/II/III
Universitas
1-7
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Pengangguran terbuka berdasarkan komposisi tingkat pendidikan tertinggi yang
ditamatkan antarprovinsi, sebagian besar berpendidikan SMTA, dengan persentase tertinggi
untuk SMTA (umum dan kejuruan) di Provinsi Kepulauan Riau dan terrendah di Provinsi
Bengkulu. Sementara Pengangguran terbuka dengan tingkat pendidikan SD dan tidak
tamat/tamat SD paling tinggi di Provinsi Lampung dan Kep. Bangka Belitung. Lihat Tabel 1.6.
Tabel 1.6
Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015.
Provinsi
Tidak/ Belum Pernah Sekolah
Tidak/ Belum Tamat
SD
Tamatan Tertinggi
Jumlah SD SMP
SMA (Umum)
SMA (Kejuruan)
Diploma I/II/III
Universitas
Aceh 0.35 4.18 9.31 16.83 39.03 7.12 7.62 15.57 100.00
Sumatera Utara 1.91 6.96 12.89 19.34 24.47 20.61 6.30 7.52 100.00
Sumatera Barat 0.26 6.05 9.74 13.79 23.57 21.70 6.32 18.57 100.00
Riau
7.08 9.11 11.61 37.97 13.04 8.98 12.20 100.00
Jambi
3.31 12.73 20.26 35.43 21.05 2.43 4.79 100.00
Sumatera Selatan 0.85 3.60 13.93 15.05 38.86 17.52 2.22 7.96 100.00
Bengkulu
10.72 7.00 20.00 16.97 14.96 30.35 100.00
Lampung
4.86 18.41 18.00 25.67 17.46 3.86 11.74 100.00
Bangka Belitung 3.78 14.06 9.47 15.83 19.41 25.83 3.78 7.83 100.00
Kepulauan Riau
3.24 5.25 14.63 43.25 23.28 3.02 7.32 100.00
P. Sumatera 0.79 5.53 11.77 16.16 31.25 17.53 5.87 11.09 100.00
Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2015.
Kemiskinan. Perkembangan kemiskinan di wilayah Sumatera dalam kurun waktu
2010-2015 cenderung menurun, namun kondisi kemiskinan dibeberapa provinsi masih berada
di atas rata-rata kemiskinan nasional nasional, yaitu Provinsi Aceh sebesar 19,57 persen,
Bengkulu sebesar 17,50 persen, Lampung sebesar 16,93 persen, dan Sumatera Selatan sebesar
14,24 persen. Jumlah penduduk di Pulau Sumatera tahun 2015 (maret) mencapai 6.366,64 ribu
jiwa atau 22,27 persen (Tabel 1.7) dari total penduduk miskin di Indonesia atau menurun rata-
rata sebanyak 132,47 ribu jiwa per tahun dan sebagian besar terdapat di daerah perdesaan.
Gambar 1.7
Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015, (Maret).
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Jumlah penduduk miskin Pulau Sumatera tahun 2014 sebanyak 22,27 persen dari total penduduk miskin nasional
22,27
54,73
3,44 7,40
6,94
1,43 3,79
P. Sumatera
P. Jawa+Bali
P. Kalimantan
P. Sulawesi
P. Nusa Tenggara
P. Maluku
P. Papua
1-8
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1-8
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Sumatera Tahun 2008-2015 (Maret).
Sumber : Susenas (Maret), BPS 2015
Penduduk miskin Pulau Sumatera sebagian besar berada di daerah perdesaan
Penyebaran penduduk miskin terbesar terdapat di Provinsi Sumatera Utara (22,99%)
dan Lampung (18,27%), dan jumlah penduduk miskin terrendah di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung sebesar 1,16 persen dan Kepulauan Riau 1,92 persen. Sementara untuk persentase
tingkat kemiskinan seluruh provinsi dari 2010-2014 menunjukan menurun, namun pada tahun
2015 cenderung mengalami peningkatan kecuali di Provinsi Aceh, Sumatera Barat, dan
Kepulauan Riau dengan persentase kemiskinan menurun. Sebanyak 5 provinsi dengan tingkat
kemiskinan berada diatas rata-rata nasional, dan kemiskinan tertinggi terdapat di Provinsi
Bengkulu dan Aceh.
Gambar 1.9
Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Sumatera, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen).
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Jumlah penduduk miskin di Pulau Sumatera terbesar di Provinsi Sumatera Utara.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah PendudukMiskin ( Maret )
Jumlah PendudukMiskin Perkotaan( Maret )
Jumlah PendudukMiskin Perdesaan( Maret )
Aceh 13,38%
Sumatera Utara 22,99%
Sumatera Barat 5,96%
Riau 8,35%
Jambi 4,72%
Sumatera Selatan 17,99%
Bengkulu 5,25% Lampung
18,27%
Kep Bangka Belitung 1,16%
Kepulauan Riau 1,92%
1-9
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Tabel 1.7
Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera,
Tahun 2010-2015.
Provinsi Persentase Penduduk Miskin (%) ( Maret ) Δ
2010-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Aceh 23,53 21,8 20,98 19,57 19,00 17,6 18,05 17,08 0,91
Sumatera Utara 12,55 11,51 11,31 11,33 10,00 10,06 9,38 10,53 0,53
Sumatera Barat 10,67 9,54 9,5 9,04 8,00 8,14 7,41 7,31 0,54
Riau 10,63 9,48 8,65 8,47 8,00 7,72 8,12 8,42 0,42
Jambi 9,32 8,77 8,34 8,65 8,00 8,07 7,92 8,86 0,23
Sumatera Selatan 17,73 16,28 15,47 14,24 13,00 14,24 13,91 14,25 0,64
Bengkulu 20,64 18,59 18,3 17,5 17,00 18,34 17,48 17,88 0,53
Lampung 20,98 20,22 18,94 16,93 16,00 14,86 14,28 14,35 1,12
Kep Bangka Belitung 8,58 7,46 6,51 5,75 5,00 5,21 5,36 5,4 0,54
Kepulauan Riau 9,18 8,27 8,05 7,4 7,00 6,46 6,7 6,24 0,41
Nasional 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 11,25 11,22 0,70
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Tingkat kemiskinan provinsi menurun dari tahun 2008 hingga tahun 2015; Empat provinsi (Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, dan Aceh) dengan persen kemiskinan tertinggi
dan berada diatas kemiskinan nasional
Indek Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur
capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas
hidup. Pembangunan manusia menjadi aspek yang sangat penting dalam pembangunan suatu
daerah. Namun perekonomian suatu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi,
tetapi masalah pengangguran, kemiskinan juga tinggi. Berdasarkan model perhitungan IPM
baru, enam provinsi memiliki nilai IPM dibawah rata-rata IPM nasional. Sementara menurut
perkembangannya, dalam kurun waktu 2010-2014 IPM seluruh provinsi meningkat, dengan IPM
tertinggi di Provinsi Kepulauan Riau atau berada diurutan ke-4 secara nasional, dan terrendah
di Provinsi Lampung atau berada diurutan ke-26 secara nasional.
Gambar 1.10
Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pemabngunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
11 10 9 6
17
23 20
26
16
4 1
12 13
2
18
8 5
30 31 29
21 22
3
14
7
25
15
19
28
32
24 27
33 34
0
5
10
15
20
25
30
35
40
50,00
55,00
60,00
65,00
70,00
75,00
80,00
Ace
h
Sum
ut
Sum
bar
Ria
u
Jam
bi
Sum
sel
Ben
gku
lu
Lam
pu
ng
Bab
el
Kep
ri
DK
I Jak
arta
Jab
ar
Jate
ng
DIY
Jati
m
Ban
ten
Bal
i
NTB
NTT
Kal
bar
Kal
ten
g
Kal
sel
Kal
tim
Kal
tara
Sulu
t
Sult
eng
Suls
el
Sult
ra
Go
ron
talo
Sulb
ar
Mal
uku
Mal
ut
Pu
bar
Pap
ua
P. SUMATERA P. JAWA+BALI P.NUSTRA
P. KALIMANTAN P. SULAWESI P.MALUKU
P.PAPUA
IPM
Ran
kin
g
IPM_Provinsi IPM_Nasional Ranking 2014
1-10
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.11
Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010-2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Kualitas sumberdaya manusia di Sumatera menunjukan trend meningkat dari tahun 2010 – 2014,
6 provinsi dengan IPM dibawah IPM nasional;
1.2. DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA
Pendidikan. Perkembangan tingkat pendidikan di Pulau Sumatera selama 2008-2013
ditunjukan dengan indikator kinerja pendidikan, yang meliputi: Angka Rata-rata Lama Sekolah
(RLS), Angka Melek Huruf (AMH), Agka Partisipasi Sekolah (APS), dan tingkat ketersediaan
sarana dan prasaran pendidikan sebagai kinerja pelayanan pendidikan.
Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) provinsi di wilayah Sumatera selama
periode 2008-2013 cenderung menunjukkan peningkatan, sebanyak 7 provinsi memiliki RLS di
atas RLS nasional (7,9 tahun) dan 3 provinsi lainnya masih berada di bawah RLS nasional
(Provinsi Sumatera Selatan, Lampung, dan Kepulauan Bangka Belitung), dengan RLS tertinggi
2013 terdapat di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 9,1 tahun, dan terrendah Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung sebesar (7,73 tahun).
62,00
64,00
66,00
68,00
70,00
72,00
74,00
2010 2011 2012 2013 2014
IPM
Aceh
Sumut
Sumbar
Riau
Jambi
Sumsel
Bengkulu
Lampung
Babel
Kepri
Indonesia
1-11
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.12
Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Tiga provinsi yaitu Sumatera Barat, Lampung, dan Sumatera Selatan masih memiliki angka RLS di bawah rata-rata RLS nasional, yaitu Bangka Belitung, Lampung, dan Sumatera Selatan
Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) selama periode 2008-2013 rata-rata
meningkat, sebanyak 5 provinsi menunjukkan perubahan positif. Pada tahun 2013 seluruh
provinsi memiliki AMH di atas rata-rata nasional (94,14 %), dengan AMH tertinggi di Provinsi
Kepulauan Riau sebesar 98,48 persen, dan AMH terrendah di Provinsi Lampung yaitu 95,92
persen.
Gambar 1.13
Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Perkembangan AMH seluruh provinsi di Pulau Sumatera menunjukan perbaikan selama periode 2008-2013 dan rata-rata berada diatas AMH nasional
7,73
9,91
8,14
7
7,5
8
8,5
9
9,5
10
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat
Riau Jambi Sumatera Selatan
Bengkulu Lampung Kep Bangka Belitung
Kepulauan Riau Nasional
98,48
95,92
94,14
92
93
94
95
96
97
98
99
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep BangkaBelitungKepulauan Riau
1-12
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) antarprovinsi di wilayah Sumatera
tahun 2008 dan 2013 (Tabel 1.8), untuk kelompok Usia 16-18 tahun rata-rata meningkat,
peningkatan terbesar terdapat di Provinsi Lampung (13,67%) dan Provinsi Bengkulu (11,86%);
untuk APS 19-24 tahun rata-rata meningkat di seluruh provinsi dengan peningakatn terbesar di
Provinsi Sumatera Barat mencapai 10,04 persen. Sementara untuk APS 7-12 tahun meningkat
diseluruh provinsi kecuali di Provinsi Riau menurun sebesar -1,73 persen, APS 7-12 tahun
tertinggi di Provinsi Aceh yaitu sebesar 99,66 persen dan terrendah di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung (98,12%).
Tabel 1.8
Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2008 dan 2013.
Provinsi 2008** 2013 Δ2008-2013
7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24
Aceh 99,03 94,15 72,73 23,13 99,66 95,20 74,60 29,45 0,63 1,06 1,87 6,32
Sumatera Utara 98,66 91,10 65,87 14,60 99,04 92,01 71,18 21,91 0,38 0,91 5,31 7,31
Sumatera Barat 98,07 88,70 65,73 21,22 98,81 92,22 74,07 31,26 0,74 3,52 8,34 10,04
R i a u 98,36 91,83 64,11 13,77 98,59 90,10 69,36 21,70 0,22 -1,73 5,24 7,93
Kepulauan Riau 98,31 91,10 64,62 10,99 98,61 96,25 69,36 13,29 0,30 5,15 4,74 2,29
Jambi 97,59 84,78 55,72 12,77 98,78 91,53 63,51 19,89 1,19 6,75 7,79 7,12
Sumatera Selatan 97,88 84,55 54,27 12,30 98,52 89,17 60,08 13,88 0,64 4,62 5,81 1,58
Kep Bangka Belitung 96,76 79,71 47,31 8,75 98,12 83,86 55,23 8,93 1,36 4,15 7,91 0,18
Bengkulu 98,38 87,42 58,64 16,07 99,47 92,81 70,51 24,04 1,09 5,39 11,86 7,97
Lampung 98,26 85,10 50,69 9,06 99,03 90,99 64,36 16,32 0,78 5,88 13,67 7,26
INDONESIA 97,88 84,89 55,50 13,29 98,36 90,68 63,48 19,97 0,48 5,79 7,98 6,68
Sumber: BPS, Tahun 2013.
Akses masyarakat terhadap pendidikan untuk jenjang SD, SMP, SMA dan Perguruan
Tinggi masih rendah, hal ini ditunjukan masih dibeberapa provinsi jarak untuk mengakses
jenjang pendidikan tertentu masih jauh atau berada diatas rata-rata nasional. Seperti yang
disajikan pada Tabel 1.8, menunjukan sebanyak 5 provinsi masih berada diatas rata-rata
nasional dan akses terjauh di Provinsi Kepulauan Riau yaitu 5,63 km. Untuk jenjang pendidikan
SMP/MTs sebanyak 6 provinsi dengan akses pendidikan diatas rata-rata nasional, akses paling
jauh di Provinsi Sumatera Utara yaitu 6,44 km. Untuk jenjang pendidikan SMA/MA 7 provinsi
masih diatas rata-rata nasional, akses paling jauh di Provinsi Sumatera Barat 8,89 km, dan untuk
jenjang Perguruan Tinggi akses paling jauh di Provinsi Sumatera Utara yaitu 18,19 km.
Tabel 1.9
Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau
Sumatera Tahun 2012.
Provinsi Jenjang Pendidikan
SD/MI SMP/MTs SM/MA PT
Aceh 2,68 5,56 7,23 14,4 Sumatera Utara 2,99 6,44 8,89 18,19 Sumatera Barat 3,01 6,08 8,95 15,83 Riau 2,49 4,3 6,14 11,32 Kepulauan Riau 4,63 5,01 7,55 14,04 Jambi 2,1 5,71 7,75 18,9 Sumatera Selatan 1,94 3,6 5,16 15,77 Kep. Bangka Belitung 2,07 5,53 8,59 15,7 Bengkulu 1,81 3,56 7,99 14,44 Lampung 1,76 3,75 6,87 17,15
RATA-RATA NASIONAL 2,09 4,46 6,98 13,91
Sumber : Statistik Pendidikan 2012, BPS
1-13
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Kondisi pendidikan menurut rasio murid terhadap sekolah, perkembangan rasio murid
terhadap sekolah untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA secara umum mengalami
peningkatan (Tabel 1.10). Hal ini menunjukan bahwa kesempatan penduduk untuk akses
pendidikan semakin meningkat. Rasio murid terhadap jumlah sekolah untuk jenjang SD paling
baik terdapat di Provinsi Aceh, jenjang SMP paling baik di Provinsi Jambi, dan jenjang SMA
paling baik di Lampung.
Tabel 1.10
Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan
Jenjang Pendidikan di Pulau Sumatera Tahun 2011 dan 2014.
Provinsi
Rasio Murid/sekolah
SD SMP SMA
2011 2014 2011 2014 2011 2014
Aceh 171,21 155,84 231,60 204,17 328,88 288,21
Sumatera Utara 194,32 184,46 263,33 242,05 318,72 330,53
Sumatera Barat 165,94 160,35 274,93 250,45 378,31 365,32
Riau 205,43 194,21 194,89 198,95 267,12 264,53
Jambi 171,31 160,16 178,75 175,90 239,75 241,61
Sumatera Selatan 203,40 191,44 231,36 235,01 318,39 358,43
Bengkulu 178,97 167,21 217,07 198,56 336,00 326,37
Lampung 212,46 197,68 223,69 216,15 264,55 246,21
Kep Bangka Belitung 184,13 188,95 228,48 264,01 341,06 327,64
Kepulauan Riau 201,23 196,79 201,16 214,05 252,98 288,73
Nasional 181,08 173,27 264,74 242,07 328,83 305,50
Sumber: BPS, Tahun 2014
Perkembangan jumlah rasio murid terhadap jumlah guru untuk jenjang pendidikan SD,
SMP, dan SMA rata-rata mengalami perbaikan. Rasio jumlah murid dan guru untuk jenjang
pendidikan SD dan SMP paling baik di Provinsi Aceh, sementara untuk jenjang pendidikan SMA
paling baik di Provinsi Sumatera Barat dan Aceh.
Tabel 1.11
Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan di Pulau Sumatera Tahun 2011 dan 2014.
Provinsi
Rasio murid/guru
SD SMP SMA
2011 2014 2011 2014 2011 2014
Aceh 12,03 11,61 11,60 10,13 12,69 12,63
Sumatera Utara 17,54 18,43 15,14 14,87 17,10 20,01
Sumatera Barat 16,53 15,64 11,95 11,19 12,03 12,04
Riau 16,15 15,76 12,96 12,52 13,56 13,62
Jambi 15,67 15,70 12,15 12,06 13,68 13,95
Sumatera Selatan 16,72 17,68 14,29 13,80 16,55 15,08
Bengkulu 15,75 16,18 12,62 12,62 13,61 15,30
Lampung 17,65 18,20 14,63 12,65 14,63 13,16
Kep Bangka Belitung 18,18 18,33 16,59 18,08 17,65 15,45
Kepulauan Riau 16,40 16,13 16,46 15,61 14,67 16,62
Nasional 17,42 16,53 15,06 14,53 16,19 16,06
Sumber: BPS, Tahun 2014
1-14
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Kesehatan. Perkembangan derajat kesehatan penduduk antarprovinsi di wilayah
Sumatera selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh
menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKBA), dan meningkatnya
Umur Harapan Hidup (UHH). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi
kesehatan secara nasional yang cenderung terus membaik.
Angka Kematian Bayi, Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2014, Angka Kematian Bayi (AKB) antarprovinsi di wilayah Sumatera, sebagian besar provinsi
memiliki AKB di atas rata-rata AKB nasional (26,6 kematian per 1.000 kelahiran hidup). AKB
tertinggi di Provinsi Sumatera Utara sebesar 32,8 persen kematian per 1.000 kelahiran hidup
dan terendah di Provinsi Riau sebesar 23,33 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Gambar 1.14
Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2010-2014.
Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi
Perkembangan Angka Kematian Bayi di Pulau Sumatera menurun, namun 7 provinsi memiliki AKBmasih berada diatas rata-rata nasional
Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan indikator gizi buruk pada balita, merupakan
gangguan pertumbuhan bayi yang terjadi sejak usia dini (4 bulan) yang ditandai dengan
rendahnya berat badan dan tinggi badan, dan terus berlanjut sampai usia balita. Hal tersebut
terutama disebabkan rendahnya status gizi ibu hamil. Perkembangan gizi buruk pada balita
tahun 2014 di seluruh provinsi pada cenderung menurun, kecuali di Provinsi Riau, Sumatera
Selatan, Kepulauan Riau meningkat. Berdasarkan perbandingan status gizi balita antarprovinsi
di wilayah Sumatera pada tahun 2014, balita gizi buruk tertinggi terdapat di Provinsi Sumatera
Utara dan terrendah di Provinsi Riau. Lihat Gambar 1.15.
35,5
32,8
25,5
23,3
29,3
26,6
20
22
24
26
28
30
32
34
36
38
2010 2011 2012 2013 2014
AK
B (
%)
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep Bangka Belitung
Kepulauan Riau
Nasional
1-15
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.15
Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2010-2014, (jiwa).
Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi)
Provinsi dengan Gizi buruk tertinggi yaitu Sumatera Utara dan Sumatera Barat
Umur Harapan Hidup, berdasarkan estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) antarprovinsi
di wilayah Sumatera selama periode 2008-2013 menunjukkan peningkatan, sejalan dengan
perkembangan UHH secara nasional. Estimasi UHH antarprovinsi di wilayah Sumatera tahun
2013 sebanyak 5 provinsi telah berada di atas UHH nasional, Provinsi dengan UHH tertinggi
berada di Kepulauan Riau sebesar 71,73 tahun, dan terrendah di Provinsi Aceh sebesar 69,4
tahun. Lihat Gambar 1.16.
Gambar 1.16
Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Lima provinsi yaitu Jambi, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Kep. Bangka Belitung, dan Aceh dengan kondisi UHH dibawah nasional.
Indikator kesehatan lainnya yang menggambarkan kinerja dari pelayanan kesehatan
bagi masyarakat adalah kondisi kesehatan ibu dan bayi yang berkaitan dengan proses melahirkan. Kondisi ini dapat ditunjukkan melalui data persentase kelahiran balita menurut
3.088
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
2011 2012 2013 2014
69,4
71,73
70,07
68
68,5
69
69,5
70
70,5
71
71,5
72
2008 2009 2010 2011 2012 2013Aceh Sumatera Utara Sumatera BaratRiau Jambi Sumatera SelatanBengkulu Lampung Kep Bangka BelitungKepulauan Riau Nasional
1-16
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
penolong kelahiran terakhir. Pada tahun 2012, persentase penolong persalinan terakhir oleh tenaga medis antarprovinsi di wilayah Sumatera, hampir seluruhnya berada di atas angka nasional (79,82 persen), kecuali di Provinsi Jambi yang baru mencapai 78,87 persen (Tabel 1.17).
Gambar 1.17
Persentase Kelahiran Balita menurut Penolong Kelahiran Terakhir Per Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2012.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)
Tiga provinsi dengan persentase kelahiran yang di tolong tenaga medis masih dibawah rata-rata nasional
Jumlah kasus AIDs di Pulau Sumatera tahun 2013, Provinsi Riau menempati urutan
pertama yaitu sebanyak 163 kasus, selanjutnya dikuti Provinsi Sumatera Barat sebanyak 150
kasus, dan Provinsi Lampung sebanyak 94 kasus.
Gambar 1.18
Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Kasus AIDs tertinggi terdapat di Aceh dan Sumatera Barat dan Riau
78,87
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
Tenaga Medis Provinsi_2012 Non Tenaga Medis Provinsi_2012Tenaga Medis Nasional_2012
47
0
150 163
79
0 5
94
59
7
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180Kasus Baru AID
1-17
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.19
Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)
Tiga provinsi yaitu Riau, Jambi, dan Lampung memiliki persentae kelahiran yang di tolong tenaga medis masih dibawah rata-rata nasional
Perumahan, Tempat tinggal memiliki peran strategis dalam membentuk watak dan
kepribadian bangsa. Hal ini merupakan salah satu upaya membangun manusia Indonesia yang
berjati diri, mandiri, dan produktif. Sehingga kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan
dasar setiap manusia, yang akan terus berkembang sesuai dengan tahapan dan siklus kehidupan.
Perumahan yang layak huni harus dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum,
diantaranya adalah penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon,
jalan, dan infrastruktur lainnya.
Berdasarkan lokasi permukiman di Pulau Sumatera, beberapa provinsi masih banyak
desa dengan lokasi permukiman pada lokasi yang membahayakan, dan tidak nyaman. Pada tahun
2014 tercatat total jumlah desa dengan kondisi permukiman kumuh sebanyak 892 desa, dengan
penyebaran terbanyak di Provinsi Sumatera Utara yaitu 269 desa dan Sumatera Selatan sebanyak
175 desa. Sementara total jumlah desa dengan lokasi permukiman Bawah Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) tercatat sebanyak 249 desa, dengan penyebaran terbesar di
Provinsi Aceh sebanyak 123 desa, dan lokasi permukiman di bantaran sungai sebanyak 6.210
desa dengan penyebaran terbanyak di Provinsi Sumatera Selatan 1.285 desa dan Sumatera Utara
sebanyak 1.019 desa.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
%
Sangat Pendek (%) Pendek (%) Normal (%)
1-18
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.20
Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Sumatera Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman kumuh terbesar di Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera Selatan
Gambar 1.21
Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Sumatera Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman dibantaran Sungai terbesar di Provinsi Sumatera Selatan dan Sumatera Utara
Gambar 1.22
Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Sumatera Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman dibawah SUTET terbesar di Provinsi Aceh dan Jambi Utara
28
269
72 92
42
175
24
105
19
66
0
50
100
150
200
250
300
Pemukiman Kumuh
913 1.019
491 639
843
1.285
437 473
33 77
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400 Bantaran / Tepi Sungai
123
13 2
25
47 37
2 0
20
40
60
80
100
120
140
Bawah Sutet
1-19
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Perkembangan jumlah rumah tangga dengan jenis lantai terluas secara umum sudah
menggunakan lantai bukan tanah (Tabel 1.12). Perkembangan persentase rumah tangga dengan
lantai bukan tanah terus meningkat dari tahun 2010-2013, dan rata-rata berada diatas angka
nasional. Sementara untuk kategori luas lantai, persentase rumah tangga terbesar memiliki luas
lantai 20-49 m2 dan 50-99 m2, sementara untuk luas lantai > 100 m2 relatif kecil (Tabel 1. 13).
Tabel 1.12
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Sumatera Tahun 2010-2013.
PROVINSI Bukan Tanah (%) Tanah (%)
2010 2011 2012 2013 2010 2011 2012 2013
Aceh 91,19 93,42 93,55 93,33 8,81 6,58 6,45 6,67
Sumatera Utara 95,21 96,66 96,75 97,12 4,79 3,34 3,25 2,88
Sumatera Barat 97,13 98,04 98,96 98,23 2,87 1,96 1,04 1,77
Riau 95,93 98,06 98,26 98,56 4,07 1,94 1,74 1,44
Jambi 94,01 96,45 97,96 97,74 5,99 3,55 2,04 2,26
Sumatera Selatan 89,49 93,77 96,25 95,06 10,51 6,23 3,75 4,94
Bengkulu 93,72 94,83 97,19 95,93 6,28 5,17 2,81 4,07
Lampung 83,40 87,40 88,93 88,86 16,60 12,60 11,07 11,14
Kep. Bangka Belitung 97,81 98,85 99,54 99,25 2,19 1,15 0,46 0,75
Kep. Riau 97,69 99,49 99,68 99,62 2,31 0,51 0,32 0,38
Rata-rata Nasional 88,50 90,79 91,45 91,15 11,50 9,21 8,55 8,85
Sumber: BPS, Tahun 2014
Tabel 1.13
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Sumatera Tahun 2014.
Provinsi Luas Lantai (m2) (Persen)
<19 20-49 50-99 100-149 150+ Total
Aceh 2,89 47,53 37,52 7,93 4,13 100
Sumatera Utara 2,74 36,6 45,06 10,21 5,4 100
Sumatera Barat 3,73 33,31 45,82 11,32 5,82 100
Riau 1,93 39,69 42,39 11,21 4,78 100
Jambi 1,32 33,41 49,08 12,1 4,1 100
Sumatera Selatan 3,94 42,87 41,02 7,91 4,26 100
Bengkulu 4,24 41,85 41,9 7,78 4,23 100
Lampung 1,37 23,12 57,26 12,98 5,28 100
Kep. Bangka Belitung 1,48 29,43 51,19 13,97 3,92 100
Kep. Riau 8,88 34,89 44,12 7,13 4,98 100
Rata-rata Nasional 5,04 31,03 44,98 12,24 6,71 100
Sumber: BPS, Tahun 2014
Persentase jumlah rumah tangga menurut penerangan listrik PLN, secara umum jumlah
persentase rumah tangga di perkotaan dan perdesaan masih berada dibawah rata-rata nasional,
kecuali di Provinsi Sumatera Utara (Tabel 1.14). Selama periode 2009-2013 persentase jumlah
rumah tangga dengan penerangan listrik PLN meningkat.
1-20
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Tabel 1.14
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber
Penerangan Listrik PLN di Pulau Sumatera Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
2009 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perdesaan Perdesaan
Aceh 96,71 86,27 89,19 98,78 95,17 96,19
Sumatera Utara 97,13 84,49 90,30 99,16 87,87 93,37
Sumatera Barat 96,41 80,72 86,15 97,42 86,72 90,86
Riau 87,75 46,03 66,86 95,18 52,85 69,19
Jambi 85,05 62,21 69,44 96,39 81,77 86,07
Sumatera Selatan 96,80 64,61 76,60 98,46 80,09 86,37
Bengkulu 96,69 66,57 77,07 98,95 85,32 89,43
Lampung 93,74 69,04 75,45 99,12 84,18 87,83
Kep.Bangka Belitung 92,38 60,76 75,95 97,44 86,57 91,85
Kep. Riau 88,49 22,86 57,69 95,26 55,63 88,89
Rata-rata Nasional 97,05 81,99 89,29 99,11 87,27 93,17
Sumber: BPS, Tahun 2014
Sementara untuk perkembangan persentase jumla rumah tangga dengan sanitasi layak
dan air minum layak meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 1.15), namun masih banyak
jumlah rumah yang berada dibawah rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Sumatera Utara,
Riau, Kepulauan Bangka Belitung dan Kepulauan Riau.
Persentase jumlah rumah tangga menurut sumber air minum layak, secara umum
persentase rumah tangga tahun 2013 di perkotaan dan perdesaan meningkat dari tahun 2009,
dengan persentase terbesar di daerah perkotaan (Tabel 1.15). Namun jika dibandingkan
terhadap rata-rata nasional 7 provinsi masih dibawah rata-rata nasional. Persentase rumah
tangga terbesar di Provinsi Riau (74,36%) dan terrendah di Provinsi Bengkulu (36,82%).
Sementara untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak
meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 1.16), namun sebagian besar masih dibawah rata-rata
nasional, kecuali di Provinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Bangka Belitung dan Kepulauan
Riau. Persentase terbesar untuk rumah tangga dengan sanitasi layak terdapat di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung (77,95%) dan terrendah di Provinsi Bengkulu (32,37%).
Tabel 1.15:
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Sumatera Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
2009 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perdesaan Perdesaan
Aceh 34,19 29,2 30,6 87,41 52,73 62,41
Sumatera Utara 62,45 41,33 51,04 82,25 54,38 67,81
Sumatera Barat 58,14 40,53 46,62 80,94 58,03 66,69
Riau 35,83 46,08 40,96 91,1 63,68 74,36
Jambi 63,59 45,44 51,19 79,48 52,06 60,57
Sumatera Selatan 59,66 41,91 48,53 73,22 48,57 56,9
Bengkulu 43,15 27,60 33,02 59,66 27,04 36,82
Lampung 37,71 41,20 40,29 71,81 48,42 54,16
Kepulauan Bangka Belitung 34,31 39,18 36,84 74,76 55,96 64,98
Kepulauan Riau 36,22 39,46 37,74 82,11 26,01 73,57
Rata-rata Nasional 49,82 45,72 47,71 79,34 56,17 67,73
Sumber: BPS, Tahun 2014
1-21
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Tabel 1.16
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Sumatera Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi (%)
2009 2010 2011 2012 2013
Aceh 42,03 45,17 50,1 52,53 53,47
Sumatera Utara 51,92 57,1 56,47 59,7 61,92
Sumatera Barat 39,21 44,26 44,67 44,36 46,13
Riau 52,75 54,27 53,29 58,38 63,44
Jambi 40,93 51,98 50,65 50,13 58,53
Sumatera Selatan 41,48 44,36 47,36 53,59 51,66
Bengkulu 34,66 41,64 39,22 35,93 32,37
Lampung 38,43 43,85 44,33 43,72 45,86
Kep Bangka Belitung 60,66 65,06 67,64 75,4 77,95
Kepulauan Riau 45,78 72,37 73,01 69,2 71,35
Rata-rata Nasional 51,19 55,53 55,6 57,35 60,91
Sumber: BPS, Tahun 2014
1.3. DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN
1.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan
Tanaman Pangan. Pulau Sumatera merupakan lumbung padi terbesar kedua setelah
Pulau Jawa+Bali, produksi padi tahun 2015 mecapai 18.429.856 ton atau sekitar 24 persen dari
total produksi nasional, dengan produktivitas 4,96 ton/ha (lebih rendah dari produktivitas padi
nasional). Perkembangan produksi padi di Pulau Sumatera rata-rata meningkat 5,13 persen per
tahun (dalam periode 2007-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata 2,7 persen per
tahun. Produksi padi terbesar di Provinsi Sumatera Selatan mencapai 4,1 juta ton atau 22,27
persen dari produksi padi Pulau Sumatera.
Gambar 1.23
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2006-2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Produktivitas padi Pulau Sumatera rata-rata masih di bawah produktivitas padi nasional
11
.81
6.7
88
12
.82
0.7
72
13
.59
7.4
23
14
.69
6.4
57
15
.20
0.4
46
15
.40
7.5
91
16
.00
4.8
37
16
.60
1.0
34
16
.46
7.8
66
18
.42
9.8
56
5,28
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
-
2.000.000
4.000.000
6.000.000
8.000.000
10.000.000
12.000.000
14.000.000
16.000.000
18.000.000
20.000.000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Produksi Tanaman PadiProduktivitas (ton/ha)_SumateraProduktivitas (ton/ha)_Nasional
1-22
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.24
Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2015.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Perkembangan tanaman pangan Jagung, produksi padi tahun 2015 mecapai 4.465.688
ton atau sekitar 21,61 persen dari total produksi jagung nasional, dengan produktivitas 5,56
ton/ha (lebih rendah dari produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi jagung di Pulau
Sumatera rata-rata meningkat 922.377 ton per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan
peningkatan luas panen rata-rata 5,277 ha per tahun. Produksi jagung terbesar di Provinsi
Lampung mencapai 1,7 juta ton.
Gambar 1.25
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2006-2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Produktivitas jagung Pulau Sumatera rata-rata lbih tinggi dari rata-rata produktivitas jagung nasional
24,39
52,09
4,19
7,03
11,71
0,25 0,34
Produksi Padi menurut Pulau (%)
P. SUMATERA
P.JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
KEP. MALUKU
P. PAPUA
11,65
20,71
14,27
2,22 4,27
22,27
3,50 20,95
0,15
0,01
Produksi Padi menurut Provinsi di Pulau Sumatera (%)
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Babel
Kepri
2.3
89
.20
1
1.9
80
.85
8
3.6
71
.75
0
4.0
80
.92
8
4.3
00
.33
7
4.0
26
.80
2
4.0
45
.68
9
3.9
85
.30
8
4.0
25
.27
3
4.4
65
.68
8
5,17
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
3500000
4000000
4500000
5000000
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produktivitas Produksi (ton)
Produksi (ton) Produktivitas P. Sumatera
Produktivitas Nasional
1-23
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.26
Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Pengahsil jagung terbesar di Pulau Sumatera yaitu di Provinsi Lampung, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Produksi kedelai tahun 2015 mecapai 118.591 ton atau sekitar 11,87 persen dari total
produksi kedelai nasional, dengan produktivitas 1,37 ton/ha (lebih rendah dari produktivitas
padi nasional). Perkembangan produksi kedelai di Pulau Sumatera rata-rata meningkat 50.791
ton per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata 7.277 ha
persen per tahun. Produksi kedelai terbesar di Provinsi Aceh mencapai 55,078 ton atau 56,99
persen dari produksi kedelai Pulau Sumatera.
Gambar 1.27
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2006-2014.
Sumber: Badan Pusat Statistik 2014
Produktivitas kedelai Pulau Sumatera rata-rata masih di bawah produktivitas kedelai nasional
21,61
52,89
8,50
1,49
15,30
0,17 0,04
Produksi (Ton)
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
4,59
32,31
15,40
0,55 1,01
4,64 2,17
39,29
0,02 0,02
Produksi (Ton) ACEH
SUMATERA UTARA
SUMATERA BARAT
RIAU
JAMBI
SUMATERASELATANBENGKULU
LAMPUNG
KEP. BANGKABELITUNGKEP. RIAU
50
.34
6
39
.25
2
83
.95
8
13
0.5
30
97
.53
6
10
4.2
85
88
.14
9
68
.87
2
11
1.1
63
11
8.5
91
1,56
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Produksi (ton) Produktivitas_Sumatera Produktivitas_Nasional
1-24
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.28
Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Penghasil kedelai terbesar di Pulau Sumatera yaitu di Provinsi Aceh, Lampung, dan Sumatera
Selatan
Tabel 1.17
Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di
Pulau Sumatera Tahun 2015.
Provinsi Padi Jagung Kedelai
LPn (ha) P (ton) PT
(ton/ha) LPn (ha) P (ton)
PT (ton/ha)
LPn (ha) P (ton) PT
(ton/ha)
Aceh 432.238 2.146.644 4,97 47.731 205.173 4,30 35.959 54.078 1,50 Sumatera Utara 748.863 3.816.655 5,10 243.048 1.442.697 5,94 6.291 7.281 1,16 Sumatera Barat 517.793 2.629.306 5,08 101.249 687.904 6,79 640 630 0,98 Riau 112.239 409.644 3,65 10.247 24.697 2,41 2.347 2.755 1,17 Jambi 174.782 786.948 4,50 7.944 45.024 5,67 8.230 11.101 1,35 Sumatera Selatan 837.591 4.105.203 4,90 31.998 207.231 6,48 8.504 14.089 1,66 Bengkulu 136.062 644.646 4,74 19.506 96.828 4,96 11.721 12.756 1,09 Lampung 741.930 3.861.516 5,20 341.172 1.754.624 5,14 12.946 15.884 1,23 Kep. Babel 12.484 27.890 2,23 241 828 3,44 - -
Kep. Riau 385 1.404 3,65 290 682 2,35 16 17 1,06
P. SUMATERA 3.714.367 18.429.856 4,96 803.426 4.465.688 5,56 86.654 118.591 1,37
% NASIONAL 25,96 24,39 5,28 20,10 21,61 5,17 13,53 11,87 1,56
Sumber: BPS, Tahun 2014
Tanaman Perkebunan. Pulau Sumatera merupakan penghasil terbesar tanaman
perkebunan di Indonesia, dengan komoditas utamanya adalah kelapa sawit, karet, dan kakao
(Tabel 1.18). Produksi kelapa sawit Pulau Sumatera tahun 2014 sebesar 20.297,1 ribu ton atau
69,17 persen dari produksi kelapa sawit nasional meningkat dibandingkan produksi tahun 2012,
selain kelapa sawit, komoditas lainnya adalah karet dengan produksi mencapai 2.327,1 ribu ton
atau sekitar 73,80 persen dari total produksi karet nasional, dan kopi sebesar 493,2 ribu ton
atau 71,99 persen dari produksi kopi nasional.
11,64
66,00
10,46
1,54
9,70
0,14 0,52
Produksi (Ton)
P. Sumatera
P. Jawa+Bali
P. Nusa Tenggara
P. Kalimantan
P. Sulawesi
Kep. Maluku
P. Papua
56,99
5,13 0,82
2,10
6,12
11,29
5,14
12,39
0,00 0,02
Produksi (Ton) ACEH
SUMATERA UTARA
SUMATERA BARAT
RIAU
JAMBI
SUMATERA SELATAN
BENGKULU
LAMPUNG
KEP. BABEL
KEP. RIAU
1-25
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Tabel 1.18
Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2012 dan 2014.
Komoditas
P. Sumatera (ribu ton) Nasional (ribu ton) P. Sumatera (%)
2012 2014 2012 2014 2012 2014
Kelapa Sawit 17.933,70 20.297,10 26.015,50 29.344,50 68,93 69,17
Kelapa 1.028,70 960,8 2.938,40 3.031,30 35,01 31,69
Karet 2.183,00 2.327,10 3.012,30 3.153,20 72,47 73,8
Kopi 492,7 493,2 691,2 685,1 71,28 71,99
Kakao 139,9 154,6 740,5 709,3 18,89 21,79
Tebu 875,9 897,7 2.592,60 2.575,40 33,79 34,86
Teh 22,6 22,2 143,4 142,7 15,73 15,52
Tembakau 5,9 6,6 260,8 166,3 2,25 3,95
Sumber: BPS Tahun 2014.
Sementara penghasil kelapa sawit terbesar di Pulau Sumatera terdapat di Provinsi Riau
dengan produksi 7.037,64 ribu ton atau 34,67 persen dari total produksi sawit di Sumatera,
produksi karet terbesar di Provinsi Sumatera Selatan, produksi kopi di Provinsi Sumatera
Selatan dan Lampung, dan produksi kakao di Provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara
(Tabel 1.19).
Tabel 1.19
Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Sumatera menurut Provinsi Tahun 2014.
Provinsi Kelapa Sawit Kelapa Karet Kopi Kakao
(ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%)
Aceh 853,86 4,21 55,71 5,80 73,21 3,15 54,90 11,13 27,54 17,82
Sumatera Utara 4.753,49 23,42 87,59 9,12 444,54 19,10 59,98 12,16 33,39 21,60
Sumatera Barat 1.082,82 5,33 87,35 9,09 116,42 5,00 30,93 6,27 57,67 37,31
Riau 7.037,64 34,67 418,25 43,53 315,79 13,57 1,85 0,38 3,62 2,34
Jambi 1.857,26 9,15 114,35 11,90 260,30 11,19 12,91 2,62 0,50 0,32
Sumatera Selatan 2.852,99 14,06 61,58 6,41 900,77 38,71 144,88 29,37 2,77 1,79
Bengkulu 833,41 4,11 8,38 0,87 91,10 3,91 56,24 11,40 4,30 2,78
Lampung 447,98 2,21 109,16 11,36 65,66 2,82 131,52 26,67 24,63 15,93
Kep.Bangka Belitung 538,72 2,65 6,60 0,69 39,59 1,70 0,00 0,00 0,15 0,10
Kep. Riau 38,94 0,19 11,78 1,23 19,67 0,85 0,00 0,00 0,00 0,00
P. SUMATERA 20.297,1 100,00 960,75 100,00 2.327,05 100,00 493,21 100,00 154,57 100,00
Sumber: BPS, Tahun 2014
Peternakan. Populasi ternak besar di Pulau Sumatera terbesar adalah kambing dengan
jumlah populasi tahun 2013 mencapai 4.199.903 ekor, selanjutnya diikuti sapi, dan babi dengan
populasi masing-masing 3.131.862 ekor dan 2.023.521 ekor. Sementara untuk jenis ternak
unggas populasi terbesar adalah jenis ayam ras pedaging, dengan populasi tahun 2013 sebesar
197.266.364 ekor.
1-26
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.29
Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam ekor).
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
Populasi terbesar untuk ternak besar adalah kambing, sapi dan babi
Tabel 1.20
Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013.
Provinsi Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi
Aceh 531.033 169.945 615.220 168.466 2.331 4.341 Sumatera Utara 626.892 139.701 805.065 409.375 3.138 947.414 Sumatera Barat 374.275 117.905 267.655 6.241 2.234 49.822 Riau 197.612 42.383 214.707 4.769 - 61.593 Jambi 151.612 57.634 501.656 77.746 215 71.625 Sumatera Selatan 277.165 36.191 370.510 35.986 377 29.924 Bengkulu 112.071 22.325 303.117 5.169 29 11.228 Lampung 834.377 33.987 1.089.176 93.256 243 67.920
Kep. Bangka Belitung 9.385 273 9.228 127 26 497.498 Kepulauan Riau 17.440 10 23.569 - - 282.156
P. SUMATERA 3.131.862 620.354 4.199.903 801.135 8.593 2.023.521
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
Gambar 1.30
Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam ekor).
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013.
Populasi terbesar untuk unggas didominasi oleh jenis ayam ras pedaging.
0
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
3.000.000
3.500.000
4.000.000
4.500.000
2009 2010 2011 2012 2013*)
Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi
0
50.000.000
100.000.000
150.000.000
200.000.000
250.000.000
2009 2010 2011 2012 2013*)
Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik
1-27
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Tabel 1.21
Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (ribu ekor).
Provinsi Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik
Populasi Populasi Populasi
Aceh 3.185.354 289.446 2.400.574
Sumatera Utara 44.790.497 12.455.592 2.848.329
Sumatera Barat 18.137.208 8.455.808 1.249.316
Riau 39.883.405 141.033 357.148
Jambi 12.368.640 803.263 1.324.464
Sumatera Selatan 23.038.246 6.336.878 1.442.855
Bengkulu 6.796.947 75.974 137.468
Lampung 27.963.200 8.724.286 642.761
Bangka Belitung 13.745.408 77.627 34.573
Kepulauan Riau 7.357.459 597.574 117.982
P. SUMATERA 197.266.364 37.957.481 10.555.470
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
Penyebaran populasi ayam ras pedaging terbesar terdapat di Provinsi Sumatera Utara, Riau, Lampung, dan
Sumatera Selatan. Sementara untuk jenis ayam ras petelur di Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Barat,
dan Lampung.
1.3.2. Pengembangan Sektor Energi
Perkembangan produksi energy listrik PLN selama periode 2010-2013 mengalami
peningkatan produksi setiap tahunnya, produksi energi listrik tahun 2013 tercatat sebesar
33.244,63 MGh meningkat sebesar 7,70 persen dari tahun sebelumnya. Sebagian besar produksi
listrik bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pembangkit Listri Tenaga
Disel (PLTD).
Gambar 1.31
Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2010-2013, (dalam MGh).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
Produksi listrik di Pulau Sumatera dalam empat tahun terkahir meningkat atau tumbuh rata-rata 9,65 persen per tahun.
25.225,38 27.865,74
30.867,51 33.244,63
-
5.000,00
10.000,00
15.000,00
20.000,00
25.000,00
30.000,00
35.000,00
2010 2011 2012 2013
1-28
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.32
Komposisi Produksi Energi Listrik menurut Jenis Pembangkit di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam persen).
Sumber : Data Stastistik PL N Tahun 2013
Produksi energi listrik di Pulau Sumatera sebagian besar di produksi dari PLTD dan PLTU
Kondisi ketersediaan listrik di Pulau Sumatera masih sangat terbatas, rasio elektrifikasi
Pulau Sumatera tahun 2013 tercatat sebesar 76 persen masih berada dibawah rata-rata rasio
elektrifikasi nasional, dan KWh jual perkapita masih jauh dibawah rata-rata KWh jual perkapita
nasional.
Gambar 1.33
Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Sumatera dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).
Rasio elektrifikasi di Pulau Sumatera tahun 2013 mencapai 76 persen menurun dibandingkan rasio elektrifikasi tahun 2012
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
14,33
23,06
18,49
13,57 3,20
25,92
1,44 P. SUMATERA
PLTA
PLTU
PLTG
PLTGU
PLTP
PLTD
PLTMG
PLT Surya
66,52
69,59
78,62
80,96
76,0
66,28
67,15
72,95
76,56
78,06
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00
2009
2010
2011
2012
2013
NASIONAL P. SUMATERA
1-29
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.34
Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam persen).
Rasio elektrifikasi tertinggi di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, dan terrendah di Provinsi Riau
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
Gambar 1.35
Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (KWh/Kapita).
KWh perkapita di Wilayah Pulau Sumatera rata-rata masih dibawah rata-rata KWh perkapita nasional, KWh perkapita tertinggi berada di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
1.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan.
Perikanan dan Kelautan. Tingkat perkembangan produksi perikanan tangkap dan
budidaya tahun 2013 di Pulau Sumatera rata-rata meningkat, produksi perikanan tangkap 2013
mencapai 1.756.025 ton meningkat sebesar 217.922 ton dari tahun 2009 dengan peningkatan
rata-rata 3,52 persen per tahun, dan perikanan budidaya 1.262.870 ton meningkat sebesar
665.827 ton dari produksi tahun 2009 dengan tumbuh rata-rata 22,47 persen per tahun.
Produksi perikanan tangkap terbesar di Pulau Sumatera terdapat di Provinsi Sumatera Utara,
sementara untuk produksi perikanan budidaya terbesar di Provinsi Jambi.
88,66 87,34 81,87
60,84
78,80
67,90 61,32
78,26 80,95 72,89
78,06
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
Rasio Elektrifikasi_Provinsi Rasio Elektrifikasi_Nasional
0,00
100,00
200,00
300,00
400,00
500,00
600,00
700,00
800,00
KWh jual/kapita_Provinsi KWh jual/kapita_Nasional
1-30
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.36
Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2009-2013, (dalam ton).
Sumber: BPS, Tahun 2013
Produksi perikanan terbesar di Wilayah Sumatera berasal dari perikanan tangkap
Gambar 1.37
Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Sumatera terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).
Produksi perikanan budidaya tahun 2013 sebesar 1.262.870 ton atau sekitar 9,49 persen dari produksi peikanan budidaya nasional; Produksi perikanan tangkap Pulau Sumatera sebesar 1.756.025 ton atau sekitar 28,76 persen terbesar dari nasional.
Sumber: BPS, Tahun 2013
59
7.0
43
55
5.7
72
84
5.4
58
1.0
77
.84
1
1.2
62
.87
0
1.5
38
.10
3
1.4
81
.79
8
1.6
57
.71
7
1.7
28
.56
5
1.7
56
.02
5
-
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
1.400.000
1.600.000
1.800.000
2.000.000
2009 2010 2011 2012 2013
Pro
du
ksi (
ton
)
Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap
9,49
20,22
19,31 4,29
40,84
5,20 0,65
Distribusi Produksi Perikanan Budidaya (%)
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
28,76
20,09 4,09
10,77
18,08
11,52
6,69
Distribusi Produksi Perikanan Tangkap
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
1-31
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.38
Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2012, (dalam persen).
Sumber: BPS, Tahun 2013
Produksi perikanan tangkap terbesar berada di Provinsi Sumatera Utara sebesar 31,62 persen, dan Sumatera Barat sebear 12,61 persen.
Produksi perikanan budidaya terbesari terdapat di Provinsi Sumatera Selatan sebesar 34,45 persen dan Sumatera Barat sebesar 16,38 persen
1.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri.
Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan salah satu sektor untuk mendorong
perekonomian daerah dan nasional. Potensi sektor pariwisata di Pulau Sumatera yang tersebar
di 10 provinsi cukup potensial yang meliputi wisata budaya, wisata alam bahari, agro wisata,
dan lain-lain. Untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata sebagai produk unggulan
daerah di masa mendatang, pemerintah harus melakukan pembangunan sarana dan prasarana
penunjang pariwisata yang lebih memadai.
Salah satu indikator kinerja sektor pariwisata dapat ditunjukan dengan perkembangan
jumlah wisatawan baik yang berasal dari mancanegara maupun domestik, serta jumlah
ketersediaan akomodasi dari hotel dan restoran yang tersedia. Perkembangan jumlah tamu
asing dan domestik dari tahun 2010-2014 meningkat, Pada Tahun 2014 jumlah kunjungan tamu
asing mencapai 273.466,01 orang atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 56,94 persen
per tahun, sementara jumlah tamu domestik mencapai 10.536.270 meningkat dibandingkan
tahun sebelumnya atau meningkat rata-rata sebesar 22,94 persen per tahun.
8,84
31,62
12,61 6,31
3,15
5,50
2,98
9,64
11,35 8,01
Distribusi Tangkap
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kepulauan Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Kep.Bangka Belitung
Bengkulu
Lampung
3,74
15,34
16,38
5,89 5,93
34,45
3,64 12,08
0,23 2,33
Distribusi Budidaya Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kepulauan Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Kep.Bangka Belitung
Bengkulu
Lampung
1-32
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Tabel 1.22
Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Sumatera, Tahun 2003-2014, (orang)
Asing
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata
Pertumbuhan 2010-2014
Aceh 10.537 8.151 5.847 9.304 19.866 30,43
Sumatera Utara 135.531 151.570 319.404 355.927 490.979 42,99
Sumatera Barat 26.235 61.898 58.696 68.006 71.222 37,84
R i a u 20.193 20.648 16.451 65.846 90.721 79,99
J a m b i 3.890 2.625 1.293 1.426 2.617 2,62
Sumatera Selatan 11.023 25.706 11.348 22.214 49.255 73,71
Bengkulu 232 635 1.022 1.238 1.128 61,73
Lampung 2.488 9.004 15.448 46.321 36.259 127,90
Kep Bangka Belitung 686 1.563 1.789 2.384 2.921 49,52
Kepulauan Riau 747.363 1.002.578 983.111 1.615.017 1.625.481 24,28
P. SUMATERA 958.178 1.284.378 1.414.409 2.187.683 2.390.448 27,03
Sumber: BPS Tahun 2014
Tabel 1.23
Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Sumatera, Tahun 2003-2014, (orang).
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata
Pertumbuhan 2010-2014
Aceh 374.189 580.792 499.313 661.171 784.564 23,07
Sumatera Utara 997.040 1.374.241 2.409.154 3.328.330 3.849.588 41,74
Sumatera Barat 703.089 897.574 891.324 768.892 1.055.073 12,61
R i a u 1.442.957 1.900.230 1.525.579 1.930.596 1.427.077 3,11
J a m b i 177.356 529.212 443.565 444.292 407.708 43,53
Sumatera Selatan 423.154 1.403.840 966.385 1.340.654 1.213.557 57,46
Bengkulu 83.174 165.917 172.271 210.597 307.765 42,92
Lampung 653.394 1.024.144 1.022.031 898.688 825.372 9,08
Kep Bangka Belitung 39.402 92.412 95.381 77.996 167.773 58,66
Kepulauan Riau 477.453 645.487 727.731 973.060 1.476.843 33,35
P. SUMATERA 5.371.208 8.613.849 8.752.734 10.634.276 11.515.321 22,94
Sumber: BPS Tahun 2014
Pengembangan usaha Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan kekuatan strategis dan
penting untuk mempercepat pembangunan daerah. Sektor ini memberikan kontribusi signifikan
terhadap pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja. Usaha IMK umumnya merupakan
usaha rumah tangga dan masyarakat menengak-kecil dimana dalam pengembangannya masih
memerlukan pembinaan terutama dalam aspek pemasaran, permodalan dan pengelolaan. Peran
IMK memiliki posisi penting untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah dan
mengurangi kesenjangan (gap) pendapatan.
Perkembangan IMK di Pulau Sumatera dalam 2 tahun terakhir cenderung
menurun/meningkat. Jumlah IMK tahun 2014 sebanyak 480.692 IMK berkurang dari tahun
2013 (481.907), dengan jumlah IMK terbanyak terdapat di Provinsi Lampung yaitu mencapai
103.710 IMK (Gambar 1.39). Sementara untuk total output IMK Pulau sebesar Rp. 69.418.031
juta, dan jumlah tenaga kerja sebanyak 1.122.529 jiwa atau menurun dibandingkan jumlah
tenaga kerja pada tahun 2013. Nilai output dan serapan tenaga kerja IKM terbesar terdapat di
1-33
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
provinsi Lampung dan terrendah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Perkembangan
tenaga kerja IMK secara umum menurun untuk seluruh provinsi, kecuali di Provinsi Jambi
meningnkat sebesar 3,36 persen, sementara untuk nilai output menurun di 4 provinsi, yaitu di
Proviinsi Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka Belitung.
Gambar 1.39
Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013 dan 2014, (unit).
Sumber: BPS, Tahun 2014
Produksi perikanan terbesar di Wilayah Sumatera berasal dari perikanan tangkap
Tabel 1.24
Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut
Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2013 dan 2014
Provinsi
Tenaga Kerja (orang) Output (Rp. Juta)
2013 2014 Δ 2013-2014 2013 2014 Δ 2013-
2014
Aceh 156.844 124.978 (20,32) 5.872.402 4.550.663 (22,51) Sumatera Utara 275.291 223.355 (18,87) 16.541.424 13.878.639 (16,10) Sumatera Barat 170.355 159.124 (6,59) 9.471.352 11.177.446 18,01 Riau 41.510 38.061 (8,31) 2.223.019 2.757.073 24,02 Jambi 61.223 63.283 3,36 3.027.644 4.215.775 39,24 Sumatera Selatan 214.543 164.516 (23,32) 8.467.130 10.451.652 23,44 Bengkulu 30.598 28.735 (6,09) 1.567.289 1.489.214 (4,98) Lampung 276.373 274.664 (0,62) 11.251.267 17.506.704 55,60 Kep. Bangka Belitung 32.007 18.929 (40,86) 1.956.474 1.263.165 (35,44) Kep. Riau 39.784 26.884 (32,43) 1.618.479 2.127.700 31,46
P. SUMATERA 1.298.528 1.122.529 (13,55) 61.996.480 69.418.031 11,97
Sumber: BPS Tahun 2015
1.4. DIMENSI PEMERATAAN DAN KEWILAYAHAN 1.4.1. Kesenjangan Wilayah
PDRB Perkapita, Perkembangan PDRB perkapita Provinsi di Pulau Sumatera dalam
kurun lima tahun terakhir meningkat. Namun, sebagian besar provinsi masih berada dibawah
rata-rata PDB perkapita nasional kecuali Riau, Jambi, dan Kep. Riau. Perbandingan PDRB
perkaita antarprovinsi, menunjukan adanya gap (ketimpangan) yang cukup tinggi antarwilayah,
dimana PDRB perkapita tertinggi mencapai Rp. 109.832 ribu per jiwa di Provinsi Riau, dan
terrendah sebesar 24.520 ribu per jiwa di Provinsi Bengkulu.
71.031 86.063
76.520
15.715 27.447
64.492
12.048
103.710
8.267 15.399
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.0002013 2014
1-34
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Tabel 1.25
Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa).
Provinsi Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Aceh 22,450.14 22,704.80 23,099.13 23,277.74 23,199.49
Sumatera Utara 25,412.67 26,711.24 28,036.38 29,343.04 30,482.59
Sumatera Barat 21,584.91 22,638.75 23,744.61 24,844.62 25,963.24
Riau 69,701.03 71,637.39 72,396.34 72,300.12 72,331.01
Jambi 29,160.16 30,856.36 32,417.72 34,085.91 36,088.33
Sumatera Selatan 25,932.00 27,157.98 28,577.89 29,679.57 30,627.55
Bengkulu 16,463.68 17,282.27 18,143.31 18,921.19 19,631.40
Lampung 19,722.39 20,739.31 21,794.33 22,772.78 23,648.76
Kep Bangka Belitung 28,906.78 30,212.18 31,172.42 32,086.91 32,868.70
Kepulauan Riau 65,703.34 68,024.21 70,930.60 73,674.03 76,753.11
Perkapita Nasional 28,778.17 30,112.57 31,519.93 32,874.76 34,127.72
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Gambar 1.40
PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Sumatera, Tahun 2014, (ribu/jiwa)
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2014
Gap PDRB perkapita, PDRB Perkapita tertinggi Provinsi Riau 109.832 ribu/jiwa dan terrendah Provinsi Jambi 24.524 ribu jiwa.enurun, dengan persen penurunan rata-rata 0,5 persen per tahun;
Distribusi pendapatan. Kriteria Bank Dunia membagi penduduk ke dalam 3 (tiga)
kelompok pendapatan yaitu 40 persen kelompok penduduk berpendapatan rendah, 40 persen
kelompok penduduk berpendapatan sedang dan 20 persen kelompok berpendapatan tinggi.
Berdasarkan Tabel 4.25. dan Gambar 4.43, Perkembangan ketimpangan distribusi pendapatan
provinsi di Pulau Sumatera dari pada tahun 2002-2013 cenderung meningkat, namun kondisi
ketimpangan masih dibawah rata-rata Gini Rasio Nasional dan dapat dikategorikan sebagai
tingkat “ketimpangan rendah”, dengan nilai Gini Rasio Tertinggi tahun 2013 terdapat di provinsi
Bengkulu dan terrendah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
109.832,52
24.520,48
0,00
20.000,00
40.000,00
60.000,00
80.000,00
100.000,00
120.000,00Perkapita Provinsi
Perkapita Nasional
1-35
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Tabel 1.26
Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2002-2013
Provinsi 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Aceh 0,299 0,268 0,27 0,29 0,30 0,33 0,32 0,341
Sumatera Utara 0,288 0,327 0,307 0,31 0,32 0,35 0,35 0,33 0,354
Sumatera Barat 0,268 0,303 0,305 0,29 0,30 0,33 0,35 0,36 0,363
Riau 0,292 0,283 0,323 0,31 0,33 0,33 0,36 0,40 0,374
Kep. Riau 0,274 0,302 0,30 0,29 0,29 0,32 0,35 0,362
Jambi 0,260 0,311 0,306 0,28 0,27 0,30 0,34 0,34 0,348
Sumatera Selatan 0,291 0,311 0,316 0,30 0,31 0,34 0,34 0,40 0,383
Kep.Bangka Belitung 0,247 0,281 0,259 0,26 0,29 0,30 0,30 0,29 0,313
Bengkulu 0,253 0,353 0,338 0,33 0,30 0,37 0,36 0,35 0,386
Lampung 0,254 0,375 0,390 0,35 0,35 0,36 0,37 0,36 0,356
INDONESIA 0,329 0,363 0,364 0,35 0,37 0,38 0,41 0,41 0,413
Sumber: BPS, Tahun 2013
Gambar 1.41
Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2002-2013.
Ketimpangan
pendapatan
provinsi di Pulau
Sumatera 2002-
2013 masih
tergolong
kategori rendah
Kesenjangan pendapatan antarwilayah menurut Indeks Williamson (Gambar 1.42),
menunjukan tingkat kesenjangan pendapatn antar provinsi di Pulau Sumatera tergolong cukup
tinggi dan menunjukan trend menurun dari tahun 2011-103. Tingkat kesenjangan pendapatan
di Pulau Sumatera berada di bawah rata-rata nasional. Sementara untuk kesenjangan antar
provinsi di Pulau Sumatera (Gambar 1.43), menunjukan tiga provinsi masih memiliki tingkat
kesenjangan cukup tinggi yaitu dengan indeks williamson diatas 0,5, sementara tujuh provinsi
lainnya dengan tingkat kesenjangan relatif rendah dengan dengan indeks williamson <0,4.
Kesenjangan paling tinggi di Provinsi Sumatera Selatan, Riau, dan Aceh, sementara untuk
kesenjangan paling rendah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
1-36
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.42.
Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2009-2013
Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2009-2013
Gambar 1.43
Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2009-2013
Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2009-2013
1.4.2. Infrsatruktur Wilayah
Infrastruktur Jalan, panjang jalan berdasarkan status pembinaannya pada tahun 2013
di Wilayah Sumatera, mencapai 173.314 km meningkat sebesar 32.979 km dari tahun 2005,
dengan peningkatan panjang jalan terjadi di hampir diseluruh provinsi. Tingkat kerapatan jalan
(Road Density) pada tahun 2013 di wilayah Sumatera sebesar 0,29 km/km2 lebih tinggi dari
tingkat kerapatan jalan nasional (0,26 Km/Km²), dengan tingkat kerapatan jalan tertinggi di
Provinsi Lampung dan Kepulauan Riau. Sementara dari kualitas jalan negara di wilayah
Sumatera, kondisi mantap (baik+sedang) mencapai 89 persen sedikit menurun dibandingkan
tahun 2011.
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
2009 2010 2011 2012 2013
Ind
eks
Will
iam
son
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. NUSA TENGGARA,MALUKU & PAPUA
NASIONAL
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
2009 2010 2011 2012 2013
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Bangka Belitung
1-37
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.44
Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Panjang jalan di wilayah Sumatera tahun 2013 mencapai 122.288 km atau meningkat 6.886 km dari tahun 2005. .
Gambar 1.45
Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Panjang jalan provinsi meningkat dari kondisi tahun 2005, dengan peningkatan tertinggi di Provinsi Lampung
141335
174314
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
180000
200000
2005 2013
Negara
Provinsi
Kab / Kota
Jumlah
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.0002.005 2013
1-38
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015
Gambar 1.46
Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam Km/Km2).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Tingkat kerapatan jalan tertinggi di Pulau Sumatera terdapat di Provinsi Kepulauan Riau sebesar dan 0,58 km/km2, dan Lampung sebesar 0,56 km/km2
Gambar 1.47
Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km).
Kondisi kualitas jalan di Pulau Sumatera hingga tahun 2013 sekitar 89 persen dalam kondisi mantab (baik+sedang)
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
0,32
0,49
0,46
0,24
-
0,20
0,15
0,29
0,39
0,20
0,39
0,50
0,54
0,28
0,58
0,26
0,26
0,18
0,42
0,56
0,30
- 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kepulauan Riau
Nasional
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Bangka Belitung
Provinsi (km/km2)_2013 Provinsi (km/km2)_2005
53% 36%
6% 5%
2011
Baik
Sedang
Rusak Ringan
Rusak Berat
43%
46%
7% 4%
2013
Baik
Sedang
Rusak Ringan
Rusak Berat
2-1
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
2.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA
Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa+Bali dan provinsi secara
umum tumbuh positif, namun perkembangan ekonomi dalam empat tahun terakhir melambat
diseluruh provinsi, kecuali untuk Provinsi Jawa Tengah dan Bali meningkat pada akhir tahun
2014. Pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa+Bali tahun 2014 tercatat tumbuh sebesar 5,62 persen
melambat dibandingkan tahun sebelumnya, semua sektor tumbuh positif kecuali sektor
pertanian, dengan pertumbuhan tertinggi dari sektor informasi dan komunikasi, jasa kesehatan
dan kegiatan sosial, jasa perusahaan dan transportasi dan pergudangan.
Tabel 2.1
Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Jawa+Bali Tahun 2011-2014.
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014
1. Pertanian 2,48 3,22 3,34 (0,29)
2. Pertambangan & Penggalian 3,07 (0,81) 1,14 3,48
3. Industri Pengolahan 4,79 5,18 6,48 5,52
4. Listrik dan Gas (0,19) 4,03 3,05 3,75
5. Pengadaan Air 4,99 2,38 4,10 2,31
6. Konstruksi 5,97 9,27 6,89 5,37
7. Perdagangan Besar dan Eceran 7,89 8,51 5,50 4,47
8. Transportasi & Pergudangan 8,89 7,94 3,61 8,70
9. Akomodasi dan Makan Minum 7,59 6,25 5,86 7,23
10. Informasi dan Komunikasi 11,96 12,42 10,74 10,84
11. Jasa Keuangan 4,76 9,22 9,05 4,94
12. Real Estat 7,15 7,15 5,92 5,86
13. Jasa Perusahaan 7,57 6,63 8,19 8,90
14. Administrasi Pemerintahan 6,72 2,04 (0,60) 1,98
15. Jasa Pendidikan 9,00 8,96 6,49 7,50
16. Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 10,62 8,83 6,41 9,05
17. Jasa lainnya 9,93 6,24 7,23 7,69
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 6,38 6,38 6,08 5,62
2-2
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.1
Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali Atas Dasar
Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen)
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Pertumbuhan ekonomi seluruh provinsi cenderung melambat
Tabel 2.2
Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali Atas Dasar
Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen).
Provinsi
Tahun
2011 2012 2013 2014
DKI Jakarta 6,73 6,53 6,11 5,95
Jawa Barat 6,50 6,50 6,34 5,06
Jawa Tengah 5,30 5,34 5,14 5,42
D.I Yogyakarta 5,21 5,37 5,49 5,18
Banten 7,03 6,83 7,13 5,47
Jawa Timur 6,44 6,64 6,08 5,86
Bali 6,66 6,96 6,69 6,72
P. JAWA+BALI 6,38 6,38 6,08 5,62
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Peran dan Struktur Ekonomi Jawa+Bali. Peran Pulau Jawa+Bali dalam pembentukan
PDB nasional sebesar 58,85 persen terbesar dibandingkan pulau lainnya, dengan kontribusi
terbesar berasal dari Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Sementara Kontribusi
terbesar perekonomian Pulau Jawa+Bali sebagian besar disumbang dari sektor industri
pengolahan, sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor perdagangan,
hotel dan restoran. Keempat sektor tersebut berkontribusi sekitar 70 persen.
4,00
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
7,00
7,50
2011 2012 2013 2014
%
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DIY
Banten
Jawa Timur
Bali
P. Jawa+Bali
2-3
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Tabel 2.3
Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Jawa+Bali Tahun 2010-2014.
Lapangan Usaha PDRB ADHB (Rp. Miliar)
2010 2011 2012 2013 2014
DKI Jakarta 1.075.183 1.224.218 1.222.528 1.297.195 1.761.407
Jawa Barat 906.686 1.021.629 1.028.410 1.093.586 1.385.959
Jawa Tengah 623.225 692.562 691.343 726.900 925.663
D.I Yogyakarta 64.679 71.370 71.702 75.637 93.450
Banten 271.465 306.174 310.386 332.517 432.764
Jawa Timur 990.649 1.120.577 1.124.465 1.192.842 1.540.697
Bali 93.749 104.612 106.951 114.109 156.443
P. JAWA+BALI 4.025.636 4.541.142 4.555.785 4.832.786 6.296.383
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Gambar 2.2
Peran Wilayah Jawa+Bali terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen).
Peran Jawa+Bali terhadap pembentukan PDB nasional sebesar besar 58,85 persen
> 70 persen perekonomian Pulau Jawa+Bali disumbang dari Provinsi Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
Pengangguran Terbuka, Perkembangan pengangguran terbuka di wilayah Jawa+Bali
menunjukkan tren menurun selama periode 2010-2015. Jumlah Pengangguran Terbuka di
wilayah Jawa+Bali pada tahun 2015 mencapai 4,81 juta jiwa atau sekitar 67,49 persen dari total
pengangguran di Indonesia, dengan pengurangan jumlah pengangguran dari tahun 2010-2015
23,17
58,85
1,41 8,71
5,65 0,52 1,70
Kontribusi Nilai PDRB ADHB Pulau Terhadap PDB Nasional Tahun 2014, (%)
Sumatera
Jawa & Bali
Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
27,97
22,01 14,70
1,48
6,87
24,47
2,48
Kontribusi Nilai PDRB ADHB Provinsi terhadap PDRB Pulau Jawa+Bali Tahun 2014, (%)
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DIY
Banten
Jawa Timur
Bali
2-4
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
sebanyak 773.298 jiwa dan sebagian besar terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sementara
untuk kondisi Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) sebesar 6,24 persen sedikit menurun
dibandingkan tahun sebelumnya dengan pengurangan rata-rata sebesar 0,42 persen per tahun,
namun kondisi TPT masih diatas rata-rata TPT nasional (5,84%), dengan pengurangan angka
pengangguran sebesar 0,38 persen per tahun. Dominasi TPT di Pulau Jawa+Bali sebagian besar
berada di perkotaan dengan kondisi terakhir (Februari, 2015) sebesar 6,76 persen, dan di
perdesaan sebesar 5,26 persen.
Gambar 2.3
Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Jawa+Bali Tahun 2010-2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Jawa Bali masih diatas rata-rata nasional
Tabel 2.4
Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Jawa+Bali Tahun 2010-2015, (jiwa).
Provinsi Pengangguran_jiwa ( Februari )
2010 2011 2012 2013 2014 2015
DKI Jakarta 537.468 542.709 566.513 513.169 510.438 463.905
Jawa Barat 2.031.550 1.982.448 1.969.006 1.815.266 1.843.591 1.875.924
Jawa Tengah 1.174.897 1.042.496 1.006.473 941.439 965.444 970.617
D.I Yogyakarta 124.379 107.115 78.798 72.494 43.984 85.454
Jawa Timur 1.011.950 845.647 819460 804.378 832.385 892.015
Banten 627.828 697.083 579.677 552.895 540.999 488.883
B A L I 75.635 65.604 48.593 45.383 33.028 33.611
P. JAWA+BALI 5.583.707 5.283.102 5.068.520 4.745.024 4.769.869 4.810.409
NASIONAL 8.592.490 8.117.631 7.614.241 7.170.523 7.147.069 7.127.377
% TERHADAP NASIONAL 64,98 65,08 66,57 66,17 66,74 67,49
Sumber: BPS Tahun 2015
7,94
7,34 7,04
6,56 6,37 6,24 7,41 6,80
6,32
5,92 5,70 5,84
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
4.200.000
4.400.000
4.600.000
4.800.000
5.000.000
5.200.000
5.400.000
5.600.000
5.800.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Pe
nga
ngg
ura
n T
erb
uka
(jiw
a)
TPT
(%)
Pengangguran_jiwa ( Februari ) TPT_% ( Februari ) TPT Nasional_% (Februari)
2-5
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.4
Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di P. Jawa+Bali Tahun 2010-2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Persentase pengangguran terbuka tertinggi di daerah perkotaan.
Perkembangan TPT di Pulau Jawa+Bali, TPT tertinggi di Provinsi Banten, Jawa Barat, dan
DKI Jakarta. Sementara perkembangan TPT terendah terdapat di Provinsi Bali. Secara umum
tingkat TPT seluruh provinsi mengalami penurunan dari tahun 2010-2015, rata-rata
pengurangan terbesar mencapai 1,05 persen di Provinsi Banten dan terrendah di Provinsi Bali
dan Jawa Timur yang disebabkan tingginya TPT pada tahun 2015 di Provinsi Bali dan Jawa
Timur mencapai 0,26 persen. Perbandingan TPT di wilayah perdesaan dan perkotaan
antarprovinsi menunjukkan dominasi di perkotaan di sebagian provinsi. TPT paling dominan di
perkotaan terdapat di Provinsi DKI Jakarta dan D.I Yogyakarta. Lihat Gambar 2.5.
Tabel 2.5
Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Jawa+Bali Tahun 2010-2015, (persen).
Provinsi
TPT_% ( Februari ) Δ
2008-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
DKI Jakarta 11,06 11,99 11,32 10,83 10,72 9,94 9,84 8,36 0,61
Jawa Barat 12,28 11,85 10,57 9,84 9,78 8,90 8,66 8,40 0,58
Jawa Tengah 7,12 7,28 6,86 6,07 5,88 5,57 5,45 5,31 0,33
D.I Yogyakarta 6,04 6,00 6,02 5,47 4,09 3,80 2,16 4,07 0,32
Jawa Timur 6,24 5,87 4,91 4,18 4,13 4,00 4,02 4,31 0,26
Banten 14,15 14,90 14,13 13,50 10,74 10,10 9,87 8,58 1,05
B A L I 4,56 2,93 3,57 2,86 2,11 1,89 1,37 1,37 0,26
P. JAWA+BALI 8,83 8,77 7,94 7,34 7,04 6,56 6,37 6,24 0,42
TPT Nasional 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92 5,70 5,84 0,38
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
6,05 5,52 5,47 5,56 5,54 5,26
9,89
8,69 8,17
7,30 6,98 6,76
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015
TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )
2-6
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.5
Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Jawa+Bali, Tahun 2015, (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
TPT di Wilayah Jawa+Bali terkonsentrasi di daerah perdesaan, kecuali di Banten, Jawa Barat dan Bali lebih besar di Perdesaan
Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan
di wilayah Jawa+Bali pada tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok berpendidikan SMA
(35,81%), berikutnya berpendidikan <SD dan SMP masing-masing sebesar 30,93 persen, dan
25,77 persen. Namun, kondisi pendidikan pengangguran terbuka tersebut masih lebih tinggi
dibanding dengan rata-rata pendidikan dari pengangguran terbuka tingkat nasional. Lihat
Gambar 2.6 dan Tabel 2.6.
Gambar 2.6
Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Jawa+Bali, 2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Kualitas pendidikan pengangguran terbuka di Pulau Jawa+Bali sebagian besar (> 50%) masih tamatan SD, SMP dan SMA (Umum)
8,76
4,74
0,95
3,66
10,53
1,65
8,36 8,28
5,86 5,30
4,89
8,02
1,23
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.IYogyakarta
Jawa Timur Banten B A L I
TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )
1,97
8,74
20,22
25,77
20,09
15,72
2,10
5,39
P. Jawa+Bali
Tidak/Belum Pernah Sekolah
Tidak/Belum Tamat SD
SD
SMP
SMA (Umum)
SMA (Kejuruan)
Diploma I/II/III
Universitas
2-7
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Pengangguran terbuka berdasarkan komposisi tingkat pendidikan tertinggi yang
ditamatkan antarprovinsi, sebagian besar berpendidikan SMA, kecuali di wilayah Jawa Tengah
masih lebih tinggi untuk kelompok berpendidikan maksimal SD. Pengangguran terbuka dengan
pendidikan Diploma dan Universitas tertinggi terdapat di wilayah D.I Yogyakarta dan Bali.
Kondisi ini mengindikasikan fenomena pengangguran di wilayah Jawa+Bali lebih banyak
dihadapi kelompok berpendidikan sekolah dasar sampai dengan menengah. Lihat Tabel 2.5.
Tabel 2.6
Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015.
Provinsi Tidak/Belum
Pernah Sekolah
Tidak/ Belum Tamat
SD
Tamatan Tertinggi
Jumlah SD SMP
SMA (Umum)
SMA (Kejuru
an)
Diploma I/II/III
Universitas
DKI Jakarta 2,94 8,22 14,60 18,89 24,76 18,22 3,61 8,76 100,00
Java Barat 1,68 6,77 25,32 23,28 22,06 14,81 1,80 4,29 100,00
Java Tengah 3,33 11,42 24,41 35,30 10,11 10,70 1,47 3,25 100,00
D.I. Yogyakarta - 3,12 - 23,07 14,35 36,59 5,97 16,89 100,00
Java Timur 1,56 10,17 12,75 24,44 21,67 20,05 2,27 7,09 100,00
Banten 0,66 9,62 15,34 26,56 24,55 16,18 1,64 5,45 100,00
Bali - 12,14 13,11 15,39 42,19 2,42 8,17 6,57 100,00
P. JAWA+BALI 1,97 8,74 20,22 25,77 20,09 15,72 2,10 5,39 100,00
Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2015.
Kemiskinan. Perkembangan kemiskinan di wilayah Jawa+Bali dalam kurun waktu
2010-2015 cenderung menurun, namun kondisi kemiskinan dibeberapa provinsi masih berada
di atas rata-rata kemiskinan nasional, yaitu Provinsi D.I Yogyakarta sebesar 14,91 persen, Jawa
Tengah sebesar 13,58 persen, dan Jawa Timur sebesar 12,34 persen. Jumlah penduduk miskin
di Pulau Jawa+Bali tahun 2015 (maret) mencapai 15.650,12 ribu jiwa atau 54,73 persen (Tabel
2.7) dari total penduduk miskin di Indonesia atau menurun rata-rata sebanyak 648.796 ribu
jiwa per tahun dan sebagian besar terdapat di daerah perdesaan.
Gambar 2.7
Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret).
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Jumlah penduduk miskin Jawa+Bali 54,73 persen dari total penduduk miskin nasional
22,27
54,73
3,44 7,40
6,94
1,43 3,79
P. Sumatera
P. Jawa+Bali
P. Kalimantan
P. Sulawesi
P. Nusa Tenggara
P. Maluku
P. Papua
2-8
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2-8
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Jawa+Bali Tahun 2008-2015 (Maret).
Sumber : Susenas (Maret), BPS 2015
Penduduk miskin Jawa Bali sebagian besar berada di daerah perdesaan
Tabel 2.7
Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2009-2015. (ribu jiwa)
Wilayah
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata
2009-2015
P. Sumatera
439,85 201,46 200,96 150,8 181,44 44,47 -291,68 132,471
P. Jawa+Bali
1581,1 1115,84 601,53 617,25 751,56 -172,79 47,08 648,796
P. Kalimantan
198,29 -2,12 48,4 14,96 28,92 -58,65 1,9 33,1
P. Sulawesi
118,42 143,11 202,49 47,32 71,47 -129,72 38,4 70,2129
P. Nusa Tenggara 114,84 40,66 115,77 42,51 40,75 8,91 -168,23 27,8871
P. Maluku
18,36 8,31 12,07 15,61 36,74 6,53 -9,56 12,58
P. Papua
-37,54 -0,68 -176,76 -1,95 -45,05 87,79 69,32 -14,981
NASIONAL
2433,32 1506,58 1004,46 886,5 1065,83 -213,46 -312,77 910,066
Sumber : Susenas (Maret), BPS 2015
Penyebaran penduduk miskin terbesar terdapat di Provinsi Jawa Timur sebesar 30,60
persen, dan Jawa Tengah sebesar 29,25 persen, dan terrendah di Provinsi Bali sebesar 1,26
persen dan DKI Jakarta 2,55 persen. Sementara untuk persentase tingkat kemiskinan seluruh
provinsi dari 2010-2015 menunjukan menurun, namun pada tahun 2015 cenderung mengalami
peningkatan kecuali di Provinsi Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, dan Jawa Timur dengan persentase
kemiskinan menurun. Sebanyak 3 provinsi dengan tingkat kemiskinan berada diatas rata-rata
nasional, dan kemiskinan tertinggi terdapat di Provinsi D.I Yogyakarta.
0
5000
10000
15000
20000
25000
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah Penduduk Miskin ( Maret )
Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan ( Maret )
Jumlah Penduduk Miskin Perdesaan ( Maret )
2-9
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.9
Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Jawa+Bali, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen).
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Jumlah penduduk Jawa Bali terbesar di Provinsi Jawa Tengah (29,25%) tahun.
Tabel 2.8
Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali, Tahun 2010-2015.
Provinsi
Persentase Penduduk Miskin (%) ( Maret ) Δ 2010-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
DKI Jakarta 4,29 3,62 3,48 3,75 3 3,55 3,92 3,93 0,06
Jawa Barat 13,01 11,96 11,27 10,65 10 9,52 9,44 9,53 0,60
Jawa Tengah 19,23 17,72 16,56 15,76 15 14,56 14,46 13,58 0,80
D.I Yogyakarta 18,32 17,23 16,83 16,08 16 15,43 15 14,91 0,55
Jawa Timur 18,51 16,68 15,26 14,23 13 12,55 12,42 12,34 1,02
Banten 8,15 7,64 7,16 6,32 5 5,74 5,35 5,9 0,47
B A L I 6,17 5,13 4,88 4,2 4 3,95 4,53 4,74 0,27
Nasional 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 11,25 11,22 0,70
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Indek Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur
capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas
hidup. Pembangunan manusia menjadi aspek yang sangat penting dalam pembangunan suatu
daerah. Namun perekonomian suatu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi,
tetapi masalah pengangguran, kemiskinan juga tinggi. Berdasarkan model perhitungan IPM
baru, tiga provinsi memiliki nilai IPM dibawah rata-rata IPM nasional. Sementara menurut
perkembangannya, dalam kurun waktu 2010-2014 IPM seluruh provinsi meningkat, dengan IPM
tertinggi di Provinsi DKI Jakarta atau berada diurutan ke-1 secara nasional, dan terrendah di
Provinsi Jawa Timur atau berada diurutan ke-18 secara nasional.
DKI Jakarta 2,55% Jawa Barat
28,34%
Jawa Tengah 29,25%
D.I Yogyakarta 3,52%
Jawa Timur 30,60%
Banten 4,49%
B A L I 1,26%
2-10
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.10
Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pembangunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Gambar 2.11
Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Jawa+Bali Tahun 2010-2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Kualitas
sumberdaya manusia di Jawa+Bali menunjukan trend meningkat dari tahun 2010 – 2014,
3 provinsi dengan IPM dibawah IPM nasional;
2.2. DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA
Pendidikan. Perkembangan tingkat pendidikan di Pulau Jawa+Bali selama 2008-2013
ditunjukan dengan indikator kinerja pendidikan, yang meliputi: Angka Rata-rata Lama Sekolah
(RLS), Angka Melek Huruf (AMH), Angka Partisipasi Sekolah (APS), dan tingkat ketersediaan
sarana dan prasarana pendidikan sebagai kinerja pelayanan pendidikan.
11 10
9
6
17
23
20
26
16
4
1
12 13
2
18
8
5
30 31
29
21 22
3
14
7
25
15
19
28
32
24
27
33 34
0
5
10
15
20
25
30
35
40
50,00
55,00
60,00
65,00
70,00
75,00
80,00
Ace
h
Sum
ut
Sum
bar
Ria
u
Jam
bi
Sum
sel
Ben
gku
lu
Lam
pu
ng
Bab
el
Kep
ri
DK
I Jak
arta
Jab
ar
Jate
ng
DIY
Jati
m
Ban
ten
Bal
i
NTB
NTT
Kal
bar
Kal
ten
g
Kal
sel
Kal
tim
Kal
tara
Sulu
t
Sult
eng
Suls
el
Sult
ra
Go
ron
talo
Sulb
ar
Mal
uku
Mal
ut
Pu
bar
Pap
ua
P. SUMATERA P. JAWA+BALI P.NUSTRA
P. KALIMANTAN P. SULAWESI P.MALUKU
P.PAPUA
IPM
Ran
kin
g
IPM_Provinsi IPM_Nasional Ranking 2014
78,39
68,14
68,90
64,00
66,00
68,00
70,00
72,00
74,00
76,00
78,00
80,00
2010 2011 2012 2013 2014
IPM
DKI Jakarta
Jabar
Jateng
DIY
Jatim
Banten
Bali
Indonesia
2-11
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) provinsi di wilayah Jawa+Bali selama
periode 2008-2013 cenderung menunjukkan peningkatan, sebanyak 4 provinsi memiliki RLS di
atas RLS nasional (8,14 tahun) dan 3 provinsi lainnya masih berada di bawah RLS nasional
(Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur), dengan RLS tertinggi 2013 terdapat di
Provinsi D.I Yogyakarta sebesar 9,33 tahun, dan terrendah Jawa Tengah sebesar (7,43 tahun).
Gambar 2.12
Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Tiga provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah dengan angka RLS di bawah rata-rata RLS nasional
Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) selama periode 2008-2013 rata-rata
meningkat, seluruh provinsi menunjukkan perubahan positif. Pada tahun 2013 tiga provinsi
memiliki AMH di atas rata-rata nasional (94,14 %), dengan AMH tertinggi di Provinsi DKI
Jakarta sebesar 99,22 persen, dan AMH terrendah di Provinsi Bali yaitu 85,19 persen.
Gambar 2.13
Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Empat provinsi dengan angka dibawah rata-rata AMH nasional
6
7
8
9
10
11
12
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tah
un
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I Yogyakarta
Jawa Timur Banten B A L I Nasional
85
87
89
91
93
95
97
99
101
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Pe
rse
n
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I YogyakartaJawa Timur Banten B A L I Nasional
2-12
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) antarprovinsi di wilayah Jawa+Bali
tahun 2008 dan 2013 (Tabel 2.9), untuk kelompok Usia 16-18 tahun rata-rata meningkat,
peningkatan terbesar terdapat di Provinsi Banten (11,95%), Provinsi Jawa Barat (11,79%)dan
Provinsi Bali (10,59%); untuk APS 19-24 tahun rata-rata meningkat di seluruh provinsi dengan
peningkatan terbesar di Provinsi Jawa Timur mencapai 7,65 persen. Sementara untuk APS 7-12
tahun dan APS 13-15 tahun meningkat diseluruh provinsi dengan peningkatan tertinggi di
Provinsi Banten yaitu sebesar 0,84 persen dan 9,62 persen.
Tabel 2.9
Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2008 dan 2013.
Provinsi 2008 2013
Δ 2008-2013
7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24
DKI Jakarta 98,82 90,53 61,86 17,75 99,35 95,28 65,54 19,45 0,53 4,75 3,68 1,70
Jawa Barat 98,24 81,00 47,58 10,54 98,86 89,20 59,37 17,20 0,61 8,19 11,79 6,66
Banten 97,75 81,28 50,35 11,66 98,60 90,90 62,31 17,73 0,84 9,62 11,95 6,07
Jawa Tengah 98,83 84,27 53,36 10,55 99,28 90,73 59,81 17,43 0,45 6,46 6,45 6,89
DI Yogyakarta 99,62 92,91 72,46 43,47 99,96 96,71 81,50 46,73 0,34 3,80 9,04 3,26
Jawa Timur 98,63 86,54 58,14 11,63 99,06 92,87 62,11 19,29 0,43 6,33 3,96 7,65
B a l i 98,45 88,07 63,36 13,53 99,27 95,83 73,95 19,48 0,83 7,75 10,59 5,95
INDONESIA 97,88 84,89 55,50 13,29 98,36 90,68 63,48 19,97 0,48 5,79 7,98 6,68
Sumber: BPS, Tahun 2013.
Akses masyarakat terhadap pendidikan untuk jenjang SD, SMP, SMA dan Perguruan
Tinggi masih rendah, hal ini ditunjukan masih dibeberapa provinsi jarak untuk mengakses
jenjang pendidikan tertentu masih jauh atau berada diatas rata-rata nasional. Seperti yang
disajikan pada Tabel 2.10, menunjukan untuk jenjang pendidikan SD/MI sebanyak 3 provinsi
masih berada diatas rata-rata nasional dengan akses paling jauh di provinsi Banten, pendidikan
SMP/SMTP 4 provinsi masih berada diatas rata-rata nasional dengan jarak terjauh dui Provinsi
DI Yogyakarta, pendidikan SMA hampir semua provinsi berada diatas rata-rata nasional kecuali
Jawa Barat dengan jarak terjauh di Provinsi DI Yogyakarta, dan pendidikan Perguruan Tinggi 4
provinsi berada diatas rata-rata nasional dengan jarak terjauh di Provinsi Bali.
Tabel 2.10
Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km)
di Pulau Jawa+Bali Tahun 2012.
Provinsi Jenjang Pendidikan
SD/MI SMP/MTs SM/MA PT
DKI Jakarta 3,00 6,17 8,26 14,2 Jawa Barat 2,09 4,52 6,75 12,11 Banten 3,42 4,54 7,53 16,29 Jawa Tengah 1,36 4,08 7,22 16,02 DI Yogyakarta 3,26 7,32 13,3 8,67 Jawa Timur 1,76 4,36 7,25 13,66 Bali 2,42 4,50 9,62 16,79
Indonesia 2,09 4,46 6,98 13,91
Sumber : Statistik Pendidikan 2012, BPS
2-13
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Kondisi pendidikan menurut rasio murid terhadap sekolah, perkembangan rasio murid
terhadap sekolah untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA secara umum mengalami
peningkatan (Tabel 2.9). Hal ini menunjukan bahwa kesempatan penduduk untuk akses
pendidikan semakin meningkat. Rasio murid terhadap jumlah sekolah untuk jenjang SD paling
baik terdapat di Jawa Timur dan Di Yogyakarta, jenjang SMP dan SMA paling baik di Banten dan
Jawa Timur, dan jenjang pendidikan SMA paling baik di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Tabel 2.11
Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Jawa+Bali Tahun 2011 dan 2014.
Provinsi
Rasio Murid/sekolah
SD SMP SMA
2011 2014 2011 2014 2011 2014
DKI Jakarta 270,79 261,08 347,17 322,23 394,98 378,47
Jawa Barat 228,64 224,71 350,92 337,01 341,58 316,59
Jawa Tengah 151,33 160,71 371,18 344,10 430,83 356,18
D.I Yogyakarta 153,07 153,10 286,31 292,99 374,70 351,10
Jawa Timur 154,61 150,62 267,87 231,57 513,08 324,85
Banten 339,34 236,44 298,02 232,92 298,56 361,28
B A L I 176,81 169,10 451,20 460,47 454,58 511,75
Nasional 181,08 173,27 264,74 242,07 328,83 305,50
Sumber: BPS, Tahun 2014
Perkembangan jumlah rasio murid terhadap jumlah guru untuk jenjang pendidikan SD,
SMP, dan SMA rata-rata menunjukan perbaikan. Rasio jumlah murid dan guru untuk jenjang
pendidikan SD paling baik di Provinsi D.I Yogyakarta dibandingkan provinsi lainnya yaitu
dengan angka rasio sebesar 1143, jenjang pendidikan SMP paling baik di DI Yogyakarta dan
Jawa Timur, dan jenjang pendidikan SMA paling baik di Provinsi D.I Yogyakarta dan DKI Jakarta.
Tabel 2.12.
Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan di Pulau Jawa+Bali Tahun 2011 dan 2014.
Provinsi
Rasio murid/guru
SD SMP SMA
2011 2014 2011 2014 2011 2014
DKI Jakarta 21,70 19,48 17,72 18,08 18,74 16,24
Jawa Barat 22,69 21,60 18,10 18,73 19,36 19,58
Jawa Tengah 17,29 15,93 18,69 15,79 18,65 17,20
D.I Yogyakarta 14,68 11,43 12,97 12,87 11,68 12,08
Jawa Timur 14,16 13,58 13,61 13,36 16,63 17,52
Banten 28,55 21,64 17,16 19,46 16,92 18,60
B A L I 17,35 16,79 16,21 17,45 16,08 17,35
Nasional 17,42 16,53 15,06 14,53 16,19 16,06
Sumber: BPS, Tahun 2014
2-14
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Kesehatan. Perkembangan derajat kesehatan penduduk antarprovinsi di wilayah
Jawa+Bali selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh
menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB) , Angka Kematian Balita (AKBA), dan meningkatnya
Umur Harapan Hidup (UHH). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi
kesehatan secara nasional yang cenderung terus membaik.
Angka Kematian Bayi, Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2014, Angka Kematian Bayi (AKB) antarprovinsi di wilayah Jawa+Bali, sebagian besar provinsi
memiliki AKB di bawah rata-rata AKB nasional (26,6 kematian per 1.000 kelahiran hidup). AKB
tertinggi di Provinsi Banten sebesar 28,9 kematian per 1.000 kelahiran hidup dan terendah di
Provinsi D.I Yogyakarta sebesar 12,9 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Gambar 2.14
Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali, Tahun 2010-2014.
Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi
Perkembangan Angka Kematian Bayi di Pulau Jawa+Bali menurun, AKB Banten masih berada diatas rata-rata AKB nasional
Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan indikator gizi buruk pada balita, merupakan
gangguan pertumbuhan bayi yang terjadi sejak usia dini (4 bulan) yang ditandai dengan
rendahnya berat badan dan tinggi badan, dan terus berlanjut sampai usia balita. Hal tersebut
terutama disebabkan rendahnya status gizi ibu hamil. Perkembangan gizi buruk pada balita
tahun 2014 di seluruh provinsi pada cenderung menurun, kecuali di Provinsi DKI Jakarta
meningkat. Berdasarkan perbandingan status gizi balita antarprovinsi di wilayah Jawa+Bali
pada tahun 2014, balita gizi buruk tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Timur dan terrendah di
Provinsi Bali. Lihat Gambar 2.15.
12,9
28,9
26,6
10
15
20
25
30
35
2010 2011 2012 2013 2014
AK
B (
%)
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
B A L I
Nasional
2-15
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.15
Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali, Tahun 2010-2014, (jiwa).
Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi)
Perkembangan Gizi buruk pada Balita di Pulau Jawa+Bali cenderung membaik, kecuali di Provinsi DKI Jakarta dan Bali
Umur Harapan Hidup, berdasarkan estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) antarprovinsi
di wilayah Jawa+Bali selama periode 2008-2013 menunjukkan peningkatan, sejalan dengan
perkembangan UHH secara nasional. Estimasi UHH antarprovinsi di wilayah Jawa+Bali tahun
2013 sebanyak 4 provinsi telah berada di atas UHH nasional, Provinsi dengan UHH tertinggi
berada di D.I Yogyakarta sebesar 73,62 tahun, dan terrendah di Provinsi Banten sebesar 65,47
tahun. Lihat Gambar 2.16.
Gambar 2.16
Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Nilai UHH Jawa Barat dan Banten masih dibawah rata-rata UHH nasional.
Indikator kesehatan lainnya yang menggambarkan kinerja dari pelayanan kesehatan
masyarakat adalah kondisi kesehatan ibu dan bayi yang berkaitan dengan proses melahirkan.
Kondisi ini dapat ditunjukkan melalui data persentase kelahiran balita menurut penolong
kelahiran terakhir. Pada tahun 2012, persentase penolong persalinan terakhir oleh tenaga medis
antarprovinsi di wilayah Jawa+Bali, sebagian besar berada di atas angka nasional (82,72
persen), kecuali di Provinsi Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur (Gambar 2.17).
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
DKI Jakarta Jawa Barat JawaTengah
D.IYogyakarta
Jawa Timur Banten B A L I
JIw
a
2011
2012
2013
2014
64
66
68
70
72
74
76
2008 2009 2010 2011 2012 2013
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
B A L I
Nasional
2-16
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.17
Persentase Kelahiran Balita dengan Penolong Kelahiran Terakhir menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2012.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)
>80% proses kelahiran Balita di Pulau Jawa+Bali ditolong tenaga medis dan rata-rata berada diatas nasional, kecuali Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur.
Jumlah kasus AIDs di Pulau Jawa+Bali tahun 2013, Provinsi Jawa Timur menempati
urutan pertama yaitu sebanyak 1.038 kasus, selanjutnya diikuti Provinsi Bali sebanyak 641
kasus, dan Provinsi DKI Jakarta sebanyak 640 kasus serta Proinsi Jawa Tengah sebanyak 524
kasus (Gambar 2.18).
Gambar 2.18
Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali, Tahun 2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)
Kasus AIDs tertinggi terdapat di Jawa Timur, Bali, DKI Jakarta dan Jawa Tengah
98,45
75,23 77,96
90,55
100,01
74,20
97,56
1,56
24,78 22,03
9,44 6,85 2,45
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
DKI Jakarta Jawa Barat Banten JawaTengah
DlYogyakarta
Jawa Timur Bali
Tenaga Medis Provinsi_2012 Non Tenaga Medis Provinsi_2012
Tenaga Medis Nasional_2012
640
33
524
134
1038
188
641
0
200
400
600
800
1000
1200Kasus Baru AID
2-17
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.19
Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan dan Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)
Persentase status gizi balita menurut tinggi badan dan umur di seluruh provinsi sebagian besar dalam kondisi normal
Perumahan, tempat tinggal memiliki peran strategis dalam membentuk watak dan
kepribadian bangsa. Hal ini merupakan salah satu upaya membangun manusia Indonesia yang
berjati diri, mandiri, dan produktif. Sehingga kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan
dasar setiap manusia, yang akan terus berkembang sesuai dengan tahapan dan siklus kehidupan.
Perumahan yang layak huni harus dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum,
diantaranya adalah penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon,
jalan, dan infrastruktur lainnya.
Berdasarkan lokasi permukiman di Pulau Jawa+Bali, beberapa provinsi masih banyak
desa dengan lokasi permukiman pada lokasi yang membahayakan, dan tidak nyaman. Pada tahun
2014 tercatat total jumlah desa dengan kondisi permukiman kumuh sebanyak 2.423 desa, dengan
penyebaran terbanyak di Provinsi Jawa Barat yaitu 1.208 desa dan Jawa Tengah sebanyak 463
desa. Sementara total jumlah desa dengan lokasi permukiman di bawah Saluran Udara Tegangan
Ekstra Tinggi (SUTET) tercatat sebanyak 2.609 desa, dengan penyebaran terbesar di Provinsi
Jawa Barat sebanyak 857 desa, dan lokasi permukiman di bantaran sungai sebanyak 6.251 desa
dengan penyebaran terbanyak di Provinsi Jawa Barat 1.949 desa dan Jawa Tengah sebanyak
1.876 desa.
Gambar 2.20
Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Jawa+Bali Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman kumuh terbesar di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah
0
10
20
30
40
50
60
70
80
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIYogyakarta
Jawa Timur Banten Bali
%
Sangat Pendek (%) Pendek (%) Normal (%)
184
1.208
463
13
240 288
27
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa TengahDI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali
Pemukiman Kumuh
2-18
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.21
Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Jawa+Bali Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman dibantaran Sungai terbesar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur
Gambar 2.22. Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan
Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Jawa+Bali Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman dibawah SUTET terbesar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah
Perkembangan jumlah rumah tangga dengan jenis lantai terluas secara umum sebagian
besar kondisi permukiman di Pulau Jawa+Bali menggunakan lantai bukan tanah (Tabel 2.13).
Perkembangan persentase rumah tangga dengan lantai bukan tanah terus meningkat dari tahun
2010-2013, dan rata-rata berada diatas angka nasional. Untuk luas lantai, sebagian besar
persentase rumah tangga memiliki luas lantai 20-49 m2 dan 50-99 m2, sementara untuk luas
lantai > 100 m2 relatif kecil (Tabel 2. 14).
127
1.949 1.876
134
1.433
516
216
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIYogyakarta
Jawa Timur Banten Bali
Bantaran / Tepi Sungai
71
857
687
28
730
236
0 0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIYogyakarta
Jawa Timur Banten Bali
Bawah Sutet
2-19
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Tabel 2.13
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Jawa+Bali Tahun 2010-2013.
Provinsi
Persentase Rumah Tangga berdasarkan Jenis Lantai terluas (Persen)
Tanah Bukan tanah
2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014
Dki Jakarta 2,15 0,25 0,09 0,56 0,57 97,85 99,75 99,91 99,44 99,43
Jawa Barat 5,33 3,78 3,16 5,34 4,7 94,67 96,22 96,84 94,66 95,3
Jawa Tengah 24,37 21,28 21,43 18,45 17,6 75,63 78,72 78,57 81,55 82,4
Di Yogyakarta 7,72 6,2 6,06 8,49 8,24 92,28 93,8 93,94 91,51 91,76
Jawa Timur 18,52 15,85 15,31 13,29 12,21 81,48 84,15 84,69 86,71 87,79
Banten 6,89 5,73 4,83 8,35 7,01 93,11 94,27 95,17 91,65 92,99
Bali 6,03 3,58 3,01 2,22 2,16 93,97 96,42 96,99 97,78 97,84
Rata-rata Nasional 11,5 9,21 8,55 8,85 8,13 88,5 90,79 91,45 91,15 91,87
Sumber: BPS, Tahun 2014
Tabel 2.14
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Jawa+Bali Tahun 2014.
Provinsi Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai (m
2) (Persen)
<19 20-49 50-99 100-149 150+ Total
Dki Jakarta 20,78 34,83 23,47 9,78 11,14 100
Jawa Barat 4,98 39,42 41,84 9,51 4,25 100
Jawa Tengah 1,83 13,74 53,64 19,31 11,48 100
Di Yogyakarta 12,64 14,14 41,39 19,01 12,82 100
Jawa Timur 3,63 20,22 52,63 14,99 8,53 100
Banten 5,16 29,33 48,42 11,5 5,59 100
Bali 15,52 27,01 34,84 14,11 8,52 100
Rata-rata Nasional 5,04 31,03 44,98 12,24 6,71 100
Sumber: BPS, Tahun 2014
Persentase jumlah rumah tangga menurut penerangan listrik PLN, secara umum
persentase rumah tangga di perkotaan maupun di perdesaan dengan penerangan listrik PLN
berada diatas rata-rata nasional (Tabel 2.15). Selama periode 2009 dan 2013 persentase jumlah
rumah tangga dengan penerangan listrik PLN meningkat. Sementara untuk perkembangan
persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak dan air minum layak meningkat dari
tahun 2009-2013 (Tabel 2.16), dan sebagian besar jumlah rumah dengan sanitasi layak dan air
minum layak berada diatas rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Jawa Barat dan Banten.
2-20
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Tabel 2.15
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Pulau Jawa+Bali Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
2009 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perdesaan Perdesaan
DKI Jakarta 98,46 - 98,46 99,92 99,92
Jawa Barat 98,12 96,14 97,29 99,45 98,43 99,09
Jawa Tengah 98,62 97,72 98,16 99,70 99,34 99,50
DI Yogyakarta 99,04 98,08 98,72 99,81 99,18 99,61
Jawa Timur 98,02 96,17 97,07 99,36 98,26 98,77
Banten 96,19 92,30 94,68 99,79 98,35 99,34
Bali 98,76 94,15 96,81 99,87 98,66 99,40
Rata-rata Nasional 97,05 81,99 89,29 99,11 87,27 93,17
Sumber: BPS, Tahun 2014
Persentase jumlah rumah tangga menurut sumber air minum layak, secara umum
persentase rumah tangga tahun 2013 di perkotaan dan perdesaan menunjukan adanya
peningkatan dari tahun 2009, dengan persentase terbesar di daerah perkotaan (Tabel 2.16).
Namun jika dibandingkan terhadap rata-rata nasional 2 provinsi masih dibawah rata-rata
nasional. Persentase rumah tangga terbesar di Provinsi DKI Jakarta (92,49%) dan terrendah di
Provinsi Jawa Barat (64,39%). Sementara untuk perkembangan persentase jumlah rumah
tangga dengan sanitasi layak meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 2.17), dan berada diatas
rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur. Persentase terbesar untuk
rumah tangga dengan sanitasi layak terdapat di Provinsi DKI Jakarta (86,57%) dan terrendah di
Provinsi Jawa Barat (60,18%).
Tabel 2.16
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Jawa+Bali Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
2009 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perdesaan Perdesaan
DKI Jakarta 34,81 - 34,81 92,49 - 92,49
Jawa Barat 41,04 39,77 40,51 71,71 50,94 64,39
Jawa Tengah 61,54 55,28 58,3 77,25 66,46 71,3
DI Yogyakarta 57,61 65,85 60,38 83,96 68,99 79,25
Jawa Timur 54,06 57,25 55,7 81,53 67,37 74,04
Banten 27,54 27,35 27,47 76,65 38,69 64,51
Bali 51,63 71,42 59,99 92,45 85,36 89,79
Rata-rata Nasional 49,82 45,72 47,71 79,34 56,17 67,73
Sumber: BPS, Tahun 2014
2-21
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Tabel 2.17.
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Jawa+Bali Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi (%)
2009 2010 2011 2012 2013
DKI Jakarta 80,37 84,57 87,83 80,45 86,57
Jawa Barat 52,17 55,57 52,5 55,41 60,18
Jawa Tengah 54,06 57,76 59,42 60,02 63,28
D.I Yogyakarta 75,35 81,85 82,15 84,01 84,20
Jawa Timur 51,07 52,96 54,21 56,92 60,38
Banten 58,82 63,78 64,15 61,35 67,27
B A L I 75,95 79,13 83,26 82,71 83,63
NASIONAL 51,19 55,53 55,6 57,35 60,91
Sumber: BPS, Tahun 2014
2.3. DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN
2.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan
Pulau Jawa+Bali merupakan lumbung padi terbesar secara nasional, produksi padi tahun
2015 mencapai 39.351.126 ton atau sekitar 52,09 persen dari total produksi nasional, dengan
produktivitas 5,97 ton/ha (lebih tinggi dari produktivitas padi nasional). Perkembangan
produksi padi di Pulau Jawa+Bali rata-rata meningkat 2,81 persen per tahun (dalam periode
2007-2015), dengan produksi padi terbesar di Provinsi Jawa Timur mencapai 12,78 juta ton
atau 32,47 persen dari produksi padi P. Jawa+Bali.
Gambar 2.23
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2006-2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Produktivitas padi Jawa Bali lebih tinggi dari rata-rata produktivitas padi nasional
30
.80
1.5
29
31
.30
6.1
14
33
.18
7.4
62
35
.75
8.8
95
37
.24
4.5
45
37
.29
7.7
89
37
.39
2.2
16
38
.25
5.1
56
37
.30
7.2
91
39
.35
1.1
26
5,97
5,28
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
-
5.000.000
10.000.000
15.000.000
20.000.000
25.000.000
30.000.000
35.000.000
40.000.000
45.000.000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Produksi Tanaman Padi Produktivitas (ton/ha)_Jawa+BaliProduktivitas (ton/ha)_Nasional
2-22
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.24
Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Jawa+Bali Tahun 2015.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Perkembangan tanaman pangan jagung, produksi jagung tahun 2015 mecapai
10.931.042 ton atau sekitar 52,89 persen dari total produksi jagung nasional, dengan
produktivitas 5,44 ton/ha (lebih tinggi dari produktivitas padi nasional). Perkembangan
produksi jagung di Pulau Jawa+Bali rata-rata meningkat 310,064 ton per tahun (dalam periode
2008-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata 8.664 ha per tahun. Produksi jagung
terbesar di Provinsi Jawa Timur mencapai 6,2 juta ton atau 56,81 persen dari produksi padi
Pulau Jawa+Bali.
Gambar 2.25
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2006-2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Produktivitas jagung Pulau Jawa Bali lebih tinggi dari rata-rata produktivitas jagung nasional
24,39
52,09
4,19
7,03
11,71
0,25 0,34
Produksi Padi menurut Pulau (%)
P. SUMATERA
P.JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
KEP. MALUKU
P. PAPUA
0,01
30,54
26,94
2,31
32,47
5,53 2,19
Produksi Padi menurut Provinsi di Pulau Jawa+Bali (%)
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
B A L I
6.5
65
.41
8
7.4
11
.84
5
8.7
56
.04
2
9.5
47
.21
4
10
.01
0.5
09
9.5
31
.47
2
10
.77
3.8
90
10
.15
3.0
59
10
.19
9.3
38
10
.93
1.0
42
5,44
5,17
0
2000000
4000000
6000000
8000000
10000000
12000000
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produktivitas Produksi (ton)
Produksi P. Jawa+Bali Produktivitas P. Jawa+Bali
Produktivitas Nasional
2-23
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.26
Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Jawa+Bali Tahun 2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Perkembangan tanaman pangan jenis kedelai, produksi kedelai tahun 2015 mecapai
631.032 ton atau sekitar 66,00 persen dari total produksi kedelai nasional, dengan produktivitas
1,67 ton/ha (lebih tinggi dari produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi kedelai di
Pulau Jawa+Bali rata-rata meningkat 9.917 ton per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan
peningkatan luas panen rata-rata 5.719 ha persen per tahun. Produksi kedelai terbesar di
Provinsi Jawa Timur mencapai 345.683 ton atau 54,78 persen dari produksi kedelai Pulau
Jawa+Bali.
Gambar 2.27
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2006-2014.
Sumber: Badan Pusat Statistik 2014
Produktivitas kedelai Jawa Bali lebih tinggi dari rata-rata produktivitas kedelai nasional
21,61
52,89
8,50
1,49
15,30
0,17 0,04
Produksi (Ton)
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
9,62
30,47
2,62
56,81
0,13 0,35
Produksi (Ton)
JAWA BARAT
JAWA TENGAH
DI YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
BANTEN
BALI
52
9.2
69
43
1.0
45
52
8.3
20
66
0.3
60
63
8.7
66
58
2.6
21
61
1.8
51
52
9.3
87
63
0.3
42
63
1.0
32
1,67
1,56
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
P. Jawa+Bali Produktivitas_Jawa+Bali Produktivitas_Nasional
2-24
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.28
Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Jawa+Bali Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Penghasil kedelai terbesar di Pulau Jawa+Bali yaitu di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat
Tabel 2.18
Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di
Pulau Jawa+Bali Tahun 2015.
Provinsi Padi Jagung Kedelai
LP (ha) P (ton) PT
(ton/ha) LP (ha) P (ton)
PT (ton/ha)
LP (ha) P (ton) PT
(ton/ha)
DKI Jakarta 1.026 5.699 5,55 - -
- 0
Jawa Barat 1.991.394 12.018.743 6,04 140.802 1.051.120 7,47 70.174 117745 1,68
Jawa Tengah 1.824.664 10.602.573 5,81 561.737 3.330.451 5,93 71.454 131685 1,84
DI Yogyakarta 154.214 909.164 5,90 64.843 286.603 4,42 18.391 21953 1,19
Jawa Timur 2.083.980 12.778.353 6,13 1.220.783 6.210.212 5,09 207.105 345683 1,67
Banten 392.849 2.175.273 5,54 4.502 14.574 3,24 4.818 6395 1,33
Bali 141.278 861.321 6,10 15.517 38.082 2,45 5.254 7571 1,44
P. Jawa Bali 6.589.405 39.351.126 5,97 2.008.184 10.931.042 5,44 377.196 631.032 1,67
% Nasional 46,05 52,09
50,24 52,89
58,90 63,17
Sumber: BPS, Tahun 2014
Tanaman Perkebunan. Pulau Jawa+Bali merupakan penghasil terbesar tanaman
perkebunan di Indonesia, dengan komoditas utamanya adalah tebu, kelapa, dan karet (Tabel
2.18). Produksi tebu di Pulau Jawa+Bali tahun 2014 sebesar 1.612,33 ribu ton atau 62,61
persen dari produksi tebu nasional. Selain tebu, komoditas lainnya adalah kelapa dengan
produksi mencapai 726,18 ribu ton atau sekitar 23,96 persen dari total produksi kelapa nasional,
dan karet sebesar 129,33 ribu ton atau 4,1 persen dari produksi karet nasional. Namun
dibandingkan produksi tahun 2012 pada tahun 2014 produksi tebu, kelapa dan karet
mengalami sedikit penurunan.
11,64
66,00
10,46
1,54
9,70
0,14 0,52
Produksi (Ton)
P. Sumatera
P. Jawa+Bali
P. Nusa Tenggara
P. Kalimantan
P. Sulawesi
Kep. Maluku
P. Papua
18,66
20,87
3,48
54,78
1,01 1,20
Produksi (Ton)
JAWA BARAT
JAWA TENGAH
DI YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
BANTEN
BALI
2-25
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Tabel 2.19
Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2012 dan 2014.
Komoditas P. Jawa+Bali (ribu ton) Nasional (ribu ton) P.Jawa+Bali (%)
2012 2014 2012 2014 2012 2014
Kelapa Sawit 50,39 61,67 26.015,5 29.344,5 0,19 0,21
Kelapa 746,15 726,18 2.938,4 3.031,3 25,39 23,96
Karet 143,06 129,33 3.012,3 3.153,2 4,75 4,10
Kopi 111,74 114,89 691,2 685,1 18,71 16,77
Kakao 41,67 41,42 740,5 709,3 5,63 5,84
Tebu 1651,03 1612,33 2.592,6 2.575,4 63,68 62,61
Teh 120,86 120,58 143,4 142,7 84,27 84,48
Tembakau 191,61 117 260,8 166,3 73,46 70,37
Sumber: BPS, Tahun 2014
Sementara penghasil tebu dan kelapa terbesar di Pulau Jawa+Bali terdapat di Provinsi
Jawa Timur dengan masing-masing produksi sebesar 1.243,39 ribu ton atau 76,92 persen dari
total produksi tebu di Pulau Jawa+Bali dan sebesar 271,55 ribu ton atau 37,39 persen dari total
produksi kelapa di Jawa+Bali, dan penghasil karet terbesar di Provinsi Jawa Barat sebesar 54,03
ribu ton atau 41,78 persen dari total produksi kelapa di Jawa+Bali (Tabel 2.19).
Tabel 2.20
Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Jawa+Bali menurut Provinsi Tahun 2014.
Provinsi
Kelapa Sawit Kelapa Karet Kopi
(ribu ton) (%) (ribu ton)
(%) (ribu ton)
(%) (ribu ton) (%)
DKI Jakarta 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Jawa Barat 33,52 54,35 105,01 14,46 54,03 41,78 17,01 14,81
Jawa Tengah 0 0,00 188,95 26,02 37,07 28,66 20,29 17,66
Di Yogyakarta 0 0,00 44,96 6,19 0 0,00 0,65 0,57
Jawa Timur 0 0,00 271,55 37,39 25,43 19,66 59,09 51,43
Banten 28,15 45,65 51,36 7,07 12,55 9,70 2,55 2,22
Bali 0 0,00 64,35 8,86 0,25 0,19 15,3 13,32
P. Jawa+Bali 61,67 100,00 726,18 100,00 129,33 100,00 114,89 100,00
Provinsi Kakao Tebu Teh Tembakau
(ribu ton) (%) (ribu ton) (%) (ribu ton) (%) (ribu ton) (%)
DKI Jakarta - - - - - - - 1
Jawa Barat 1,89 4,56 99,26 6,14 103,8 86,08 8,87 7,68
Jawa Tengah 1,56 3,77 237,93 14,72 13,75 11,40 30,97 26,81
Di Yogyakarta 0,84 2,03 35,93 2,22 0,06 0,05 0,69 0,60
Jawa Timur 30,62 73,93 1243,39 76,92 2,93 2,43 74 64,06
Banten 2,6 6,28 0 0,00 0,04 0,03 0 0,00
Bali 3,91 9,44 0 0,00 0 0,00 0,98 0,85
P. Jawa Bali 41,42 100,00 1616,51 100,00 120,58 100,00 115,51 100,00
Sumber: BPS, Tahun 2014
2-26
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Peternakan. Populasi ternak besar Pulau Jawa+Bali terbesar adalah jenis domba
dengan jumlah populasi tahun 2013 mencapai 13.617.511 ekor, selanjutnya diikuti kambing,
dan sapi dengan populasi masing-masing 10.541.335 ekor dan 9.369.429 ekor. Sementara
untuk jenis ternak unggas populasi terbesar adalah jenis ayam ras pedaging, dengan populasi
tahun 2013 sebesar 992.215.701 ekor.
Gambar 2.29
Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2013, (dalam ekor).
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
Populasi terbesar ternak besar dominan Jenis domba, kambing dan sapi
Tabel 2.21
Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2013.
Provinsi Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi
D.K.I. Jakarta 3.995 133 6.448 1.450 212 -
Jawa Barat 587.537 124.212 2.324.828 9.214.234 14.599 6.871
Jawa Tengah 2.247.760 81.827 3.996.544 2.495.427 18.231 166.718
D.I. Yogyakarta 429.350 822 381.341 159.455 1.656 14.773
Jawa Timur 5.382.667 33.498 2.951.463 1.104.931 11.632 37.312
Banten 56.991 125.746 807.561 642.006 213 10.007
Bali 661.129 1.955 73.150 8 246 900.662
P. JAWA BALI 9.369.429 368193 10541335 13617511 46789 1136343
Shatre terhadap Nasional (%) 56,42 24,81 56,75 93,52 10,30 13,78
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
0
2.000.000
4.000.000
6.000.000
8.000.000
10.000.000
12.000.000
14.000.000
16.000.000
2009 2010 2011 2012 2013*)
Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi
2-27
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.30
Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2013, (dalam ekor).
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013.
Populasi terbesar ternak unggas dominan Jenis ayam ras pedaging
Tabel 2.22
Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2013, (ribu ekor).
Provinsi
Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik
Populasi Pertumbuhan
(%) Populasi
Pertumbuhan (%)
Populasi Pertumbuhan
(%)
D.K.I. Jakarta 147.248 -0,98 - 23.244 0,00
Jawa Barat 680.452.807 11,47 13.073.671 6,53 8.943.189 1,94
Jawa Tengah 80.082.520 4,13 20.394.370 2,58 5.847.950 2,36
D.I. Yogyakarta 6.113.547 5,14 3.414.543 2,03 566.339 6,89
Jawa Timur 159.844.575 2,50 41.275.347 2,50 4.001.671 3,86
Banten 59.932.454 10,68 5.455.070 8,31 1.760.130 3,71
Bali 5.642.550 -3,91 4.377.112 2,20 657.080 1,79
P. JAWA BALI 992.215.701 9,12 87.990.113 3,41 21.799.603 2,66
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
2.3.2. Pengembangan Sektor Energi
Energi Listrik. Kapasitas terpasang energy listrik PLN pada tahun 2013 di wilayah
Jawa-Bali mencapai 34.189,92 Mw. Sebagian besar energi listrik tersebut bersumber
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU).
Kapasitas terpasang paling besar terdapat di Jawa Timur dan Banten. Untuk jumlah energi
listrik yang dibangkitkan mengalami peningkatan sebesar 62.279,8 Gwh pada tahun 2012
dibandingkan tahun 2008. Perkembangan rasio elektrifikasi provinsi di Jawa+Bali selama
periode 2009-2013 rata-rata meningkat, namun Provinsi Bali, Jawa Timur dan Jawa Barat masih
dibawah rata-rata rasio elektrifikasi nasional.
0
200.000.000
400.000.000
600.000.000
800.000.000
1.000.000.000
1.200.000.000
2009 2010 2011 2012 2013*)
Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik
2-28
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.31
Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Jawa Bali dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
Rasio elektrifikasi di Pulau Jawa Bali tahun 2013 mencapai 82,8 persen meningkat dari tahun 2009 dan berada di atas rasio elektrifikasi nasional
Gambar 2.32
Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (dalam persen).
Rasio elektrifikasi di Pulau Jawa Bali tertinggi di DKI Jakarta dan Jawa Tengah
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
70,14
70,02
74,46
78,16
82,7
66,28
67,15
72,95
76,56
78,06
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
2009
2010
2011
2012
2013
NASIONAL P. JAWA BALI
78,06
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
Bali JawaTimur
JawaTengah
DI.Yoyakarta
JawaBarat
Banten DKIJakarta
Rasio Elektrifikasi_Provinsi Rasio Elektrifikasi_Nasional
2-29
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.33
Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (KWg/Kapita).
Sumber : Data BPS, Stastistik PLN Tahun 2013
KWh perkapita di Wilayah Pulau Jawa Bali masih dibawah rata-rata KWh perkapita nasional
Gambar 2.34
Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Jawa-Bali Tahun 2010-2013, (dalam MGh).
Sumber : Data BPS, Stastistik PLN Tahun 2013
Produksi energi listrik di Pulau Jawa Bali dalam empat tahun terkahir mengalami peningkatan setisap tahunnya, atau tumbuh sebesar 9,65 persen per tahun
Gambar 2.35
Komposisi Produksi Energi Listrik menurut Jenis Pembangkit di Wilayah Pulau Jawa-Bali Tahun 2013, (dalam persen).
Sumber : Data Stastistik PL N Tahun 2013
Produksi energi listrik di Pulau Jawa Bali sebagian besar di produksi dari PLTU dan PLTGU
0,00
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
3.000,00
3.500,00
4.000,00
4.500,00
Bali JawaTimur
JawaTengah
DI.Yoyakarta
Jawa Barat Banten DKI Jakarta
KWh jual/kapita_Provinsi KWh jual/kapita_Nasional
12
9.8
54
,65
13
9.0
98
,29
15
1.0
04
,57
16
2.0
34
,75
-
20.000,00
40.000,00
60.000,00
80.000,00
100.000,00
120.000,00
140.000,00
160.000,00
180.000,00
2010 2011 2012 2013
P. JAWA BALI
6,29
60,21
2,99
26,73
2,44 1,34
P. JAWA BALI
PLTA
PLTU
PLTG
PLTGU
PLTP
PLTD
PLTMG
PLT Surya
2-30
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
2.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan.
Perikanan dan Kelautan. Tingkat perkembangan produksi perikanan tangkap dan
budidaya tahun 2013 di Pulau Jawa+Bali rata-rata meningkat, Produksi perikanan tangkap 2013
mencapai 1.226.773 ton meningkat meningkat sebesar 153.488 ton dari tahun 2009 dengan
peningkatan rata-rata 3,43 persen per tahun, dan perikanan budidaya 2.689.419 ton meningkat
sebesar 1.397.485 ton dari produksi tahun 2009 dengan tumbuh rata-rata 20,17 persen per
tahun. Produksi perikanan tangkap terbesar di Pulau Jawa+Bali terdapat di Provinsi Jawa
Timur dan Jawa Tengah, sementara untuk produksi perikanan budidaya terbesar di Provinsi
Jawa Timur dan Jawa Barat.
Gambar 2.36
Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2009-2013, (dalam ton).
Sumber: BPS, Tahun 2013
Produksi perikanan terbesar di Wilayah Jawa+Bali berasal dari perikanan Budidaya
Gambar 2.37
Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Jawa+Bali terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).
Produksi perikanan budidaya tahun 2013 sebesar 2.689.413 ton atau sekitar 20,22 persen dari produksi peikanan budidaya nasional;
1.2
91
.93
0
1.5
41
.46
0
1.9
43
.63
0
2.2
70
.10
6
2.6
89
.41
9
1.0
73
.28
5
1.1
17
.99
7
1.1
90
.87
2
1.2
37
.08
6
1.2
26
.77
3
-
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
3.000.000
2009 2010 2011 2012 2013
Pro
du
ksi (
ton
)
Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap
9,49
20,22
19,31 4,29
40,84
5,20 0,65
Distribusi Produksi Perikanan Budidaya (%)
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
2-31
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Produksi perikanan tangkap Pulau Jawa+Bali sebesar 1.226.773 ton atau sekitar 20,09 persen terbesar dari nasional.
Sumber: BPS, Tahun 2013
Gambar 2.38
Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2012, (dalam persen).
Sumber: BPS, Tahun 2013
Produksi perikanan tangkap terbesar berada di Provinsi Jawa Timur sebesar 36,85 persen, dan Jawa Tengah sebear 18,23 persen.
Produksi perikanan budidaya terbesari terdapat di Provinsi Jawa Timur sebesar 37,03 persen dan Jawa Barat sebesar 36,09 persen
2.3.4. Penegembangan Sektor Industri dan Pariwisata
Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan salah satu sektor untuk mendorong
perekonomian daerah dan nasional. Potensi sektor pariwisata di Pulau Jawa+Bali yang tersebar
di 7 provinsi cukup potensial yang meliputi wisata budaya, wisata alam bahari, agro wisata, dan
lain-lain. Untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata sebagai produk unggulan daerah
28,76
20,09 4,09
10,77
18,08
11,52
6,69
Distribusi Produksi Perikanan Tangkap
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
13,60
16,10
18,23
0,39
36,85
5,33 9,50
Distribusi Tangkap
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
0,25
36,09
14,77
2,16
37,03
3,70 6,01
distribusi Budidaya
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
2-32
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
di masa mendatang, pemerintah harus melakukan pembangunan sarana dan prasarana
penunjang pariwisata yang lebih memadai.
Salah satu indikator kinerja sektor pariwisata dapat ditunjukan dengan perkembangan
jumlah wisatawan baik yang berasal dari mancanegara maupun domestik, serta jumlah
ketersediaan akomodasi dari hotel dan restoran yang tersedia. Perkembangan jumlah tamu
asing dan domestik dari tahun 2010-2014 meningkat, Pada Tahun 2014 jumlah kunjungan tamu
asing mencapai 9.458.638 orang atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 160,16 persen
per tahun, sementara jumlah tamu domestik mencapai 27.181.922 orang atau tumbuh rata-rata
sebesar 9,99 persen setiap tahunnya. Sementara untuk jumlah kunjungan tamu asing terbesar
terdapat di Bali mencapai 6.739.593 orang, dan tamu domestik terbesar di Provinsi Jawa Barat
mencapai 7.605.086 orang.
Tabel 2.23
Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Jawa+Bali, Tahun 2003-2014, (orang)
Asing
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata
Pertumbuhan 2010-2014
DKI Jakarta 894.832 1.067.924 1.233.558 1.157.931 1.400.431 12,42
Jawa Barat 247.365 219.184 294.290 355.478 398.010 13,91
Jawa Tengah 73.084 114.164 94.297 155.819 180.991 30,05
DI Yogyakarta 107.214 119.313 180.540 213.657 229.989 22,15
Jawa Timur 476.236 545.177 312.796 291.964 333.682 (5,13)
Banten 54.853 78.066 100.692 359.610 175.941 69,34
B a l i 3.783.543 3.661.758 4.115.681 6.362.093 6.739.593 17,42
P. JAWA BALI 5.637.127 5.805.586 6.331.854 8.896.552 9.458.638 160,16
Sumber: BPS Tahun 2014
Tabel 2.24
Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Jawa+Bali, Tahun 2003-2014, (orang).
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata
Pertumbuhan 2010-2014
DKI Jakarta 1.867.495 2.970.497 2.744.697 3.509.775 5.434.295 33,54
Jawa Barat 5.697.315 6.299.843 6.801.615 7.125.092 7.605.086 7,51
Jawa Tengah 2.501.449 3.484.867 4.481.215 3.569.029 4.720.008 19,95
DI Yogyakarta 2.692.542 2.726.938 2.574.453 1.332.692 1.930.021 (1,93)
Jawa Timur 4.186.738 4.541.889 5.189.314 5.954.214 5.474.647 7,36
Banten 691.179 899.245 744.206 1.703.015 692.739 20,59
B a l i 1.287.096 1.627.130 1.842.014 1.554.755 1.325.126 2,32
P. JAWA BALI 18.923.814 22.550.409 24.377.514 24.748.572 27.181.922 9,66
Sumber: BPS Tahun 2014
Pengembangan usaha Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan kekuatan strategis dan
penting untuk mempercepat pembangunan daerah. Sektor ini memberikan kontribusi signifikan
terhadap pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja. Usaha IMK umumnya merupakan
usaha rumah tangga dan masyarakat menengah-kecil dimana dalam pengembangannya masih
memerlukan pembinaan terutama dalam aspek pemasaran, permodalan dan pengelolaan. Peran
IMK memiliki posisi penting untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah dan
mengurangi kesenjangan (gap) pendapatan.
2-33
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Perkembangan IMK di Pulau Jawa+Bali dalam dua tahun terakhir cenderung meningkat.
Jumlah IKM tahun 2014 tercatat sebanyak 2.295.183 IKM meningkat dari tahun 2013
(2.234.441), dengan jumlah UKM terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah yaitu mencapai
832.472 IKM (Gambar 2.39). Sementara untuk total output IKM Pulau sebesar Rp. 334.024.566
juta, dan jumlah tenaga kerja sebanyak 5.676.717 jiwa atau meningkat dibandingkan jumlah
tenaga kerja pada tahun 2013. Nilai output dan serapan tenaga kerja IKM terbesar terdapat di
provinsi Jawa Timur dan terrendah di Provinsi DI Yoyakarta. Perkembangan total tenaga kerja
IKM di Pulaua Jawa+Bali menurun untuk seluruh provinsi, kecuali di DKI Jakarta, sementara
untuk nilai output menurun di 3 provinsi, yaitu di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DI
Yogyakarta.
Gambar 2.39
Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2013 dan 2014, (unit).
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah industri mikro-kecil terbesar di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur
Tabel 2.25
Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut
Provinsi di Pulau Jawa+Bali Tahun 2013 dan 2014.
Provinsi
Tenaga Kerja (orang) Output (Rp. Juta)
2013 2014 Δ 2013-2014 2013 2014 Δ
2013-2014
Dki Jakarta 223.697 243.803 8,99 20.606.588 20.785.552 0,87
Jawa Barat 1.678.359 1.333.138 (20,57) 106.559.480 98.503.832 (7,56)
Jawa Tengah 2.484.215 1.934.998 (22,11) 113.264.192 76.338.235 (32,60)
Di Yogyakarta 236.017 186.632 (20,92) 12.435.982 9.603.104 (22,78)
Jawa Timur 1.795.305 1.543.036 (14,05) 92.816.656 102.161.580 10,07
Banten 184.988 174.788 (5,51) 6.000.419 11.464.774 91,07
Bali 311.739 260.322 (16,49) 14.040.798 15.167.489 8,02
P. JAWA BALI 6.914.320 5.676.717 (17,90) 365.724.115 334.024.566 (8,67)
Sumber: BPS Tahun 2015
37.858
498.063
832.472
80.579
648.706
81.412 116.093
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
900.0002013 2014
2-34
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
2.4. DIMENSI PEMERTAAN DAN KEWILAYAHAN
2.4.1. Kesenjangan Antar Wilayah
PDRB Perkapita, Perkembangan PDRB perkapita Provinsi di Pulau Jawa+Bali dalam
kurun lima tahun terakhir meningkat. Namun, sebagian besar provinsi masih berada dibawah
rata-rata PDB perkapita nasional kecuali DKI Jakarta. Perbandingan PDRB perkaita
antarprovinsi, menunjukan adanya gap (ketimpangan) yang cukup tinggi antarwilayah, dimana
PDRB perkapita tertinggi mencapai Rp. 136.407,58 ribu per jiwa di Provinsi DKI Jakarta, dan
terrendah sebesar 21.873,72 ribu per jiwa di Provinsi D.I Yogyakarta.
Tabel 2.26
Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Jawa+Bali Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa).
Provinsi Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
DKI Jakarta 111.528,86 117.672,92 123.962,38 130.110,55 136.407,58
Jawa Barat 20.974,54 21.976,53 23.036,60 24.119,24 24.961,05
Jawa Tengah 19.209,31 20.053,30 20.950,62 21.852,22 22.858,32
D.I Yogyakarta 18.652,97 19.387,45 20.183,38 21.040,36 21.873,72
Jawa Timur 26.371,10 27.864,26 29.508,40 31.093,39 32.703,80
Banten 25.397,65 26.548,94 27.716,47 29.034,51 29.961,85
B A L I 23.992,63 25.265,96 26.689,38 28.131,09 29.666,48
Rata-rata Perkapita 33 Prov 28.778,17 30.112,57 31.519,93 32.874,76 34.127,72
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Distribusi pendapatan. Kriteria Bank Dunia membagi penduduk ke dalam 3 (tiga)
kelompok pendapatan yaitu 40 persen kelompok penduduk berpendapatan rendah, 40 persen
kelompok penduduk berpendapatan sedang dan 20 persen kelompok berpendapatan tinggi.
Berdasarkan Tabel 2.24. dan Gambar 2.43, kondisi ketimpangan distribusi pendapatan provinsi
di Pulau Jawa+Bali dari tahun 2002-2013 maih dikategorikan sebagai tingkat “ketimpangan
sedang” dan rata-rata berada dibawah Gini Rasio Nasional.
Tabel 2.27
Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Jawa+Bali Tahun 2002-2013
Provinsi 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
DKI Jakarta 0,322 0,269 0,336 0,33 0,36 0,36 0,44 0,42 0,433
Jawa Barat 0,289 0,336 0,344 0,35 0,36 0,36 0,41 0,41 0,411
Banten 0,330 0,356 0,365 0,34 0,37 0,42 0,40 0,39 0,399
Jawa Tengah 0,284 0,306 0,326 0,31 0,32 0,34 0,38 0,38 0,387
DI Yogyakarta 0,367 0,415 0,366 0,36 0,38 0,41 0,40 0,43 0,439
Jawa Timur 0,311 0,356 0,337 0,33 0,33 0,34 0,37 0,36 0,364
Bali 0,298 0,330 0,333 0,30 0,31 0,37 0,41 0,43 0,403
INDONESIA 0,329 0,363 0,364 0,35 0,37 0,38 0,41 0,41 0,413
Sumber: BPS, Tahun 2013
2-35
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.40
Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Jawa+Bali Tahun 2002-2013.
Ketimpangan
pendapatan
provinsi di Pulau
Jawa+Bali 2002-
2013 tergolong
kategori
ketimpamngan
sedang
Kesenjangan pendapatan antarwilayah menurut Indeks Williamson (Gambar 2.41),
menunjukan tingkat kesenjangan pendapatan antar provinsi di Pulau Jawa+Bali cukup tinggi
dibandingkan pulau lainnya dan berada diatas rata-rata kesenjangan nasional, dan
perkembangannya menunjukan semakin meningkat dari tahun 2009-2013. Sementara untuk
kesenjangan antarkabupaten/kota untuk setiap provinsi (Gambar 2.42), menunjukan sebagian
besar provinsi memiliki tingkat kesenjangan cukup tinggi, kecuali Provinsi Bali. Kesenjangan
paling tinggi di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten, sementara kesenjangan paling
rendah di Provinsi Bali.
Gambar 2.41
Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2009-2013
Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2009-2013
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,800
0,900
1,000
2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
DKI Jakarta
Jawa Barat
Banten
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Bali
INDONESIA
Tinggi
Sedang
Rendah
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
2009 2010 2011 2012 2013
Ind
eks
Will
iam
son
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. NUSA TENGGARA, MALUKU &PAPUA
NASIONAL
2-36
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.42
Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Jawa+Bali Tahun 2009-2013
Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2009-2013
2.4.2. Infrastruktur Wilayah Perkembangan panjang jalan berdasarkan status pembinaannya pada tahun 2013 di
Pulau Jawa-Bali, mencapai 122.288 km meningkat sebesar 6.886 km dari tahun 2005,
peningkatan panjang jalan terjadi di Provinsi Jawa Timur, Bali dan Banten. Kondisi tingkat
kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2013 di wilayah Jawa Bali sebesar 0,90 km/km2 lebih
tinggi dari rata-rata tingkat kerapatan jalan nasional (0,26 Km/Km²), dengan kerapatan
tertinggi di Provinsi DKI Jakarta. Sementara dari kualitas jalan negara di wilayah Jawa-Bali
dengan kondisi mantap (baik+sedang) mencapai 92 persen sedikit menurun dibandingkan
tahun 2011 (94 persen).
Gambar 2.43
Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Panjang jalan di wilayah Jawa Bali tahun 2013 mencapai 122.288 km atau meningkat 6.886 km dari tahun 2005. 2012.
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
2009 2010 2011 2012 2013
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nasional
115.399 122.288
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
2005 2013
Negara Provinsi Kab / Kota Jumlah
2-37
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2-44
Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Peningkatan panjang jalan tahun 2013 terjadi di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten , dan Bali
Gambar 2.45
Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (dalam Km/Km2).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Tingkat kerapatan jalan di Pulau Jawa Bali lebih tinggi dari rata-rata krapatan jalan nasionl, Tingkat kerapatan jalan tertinggi di Pulau Jawa Bali terdapat di DKI jakarta (10,68 km/km2).
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
DKI Jakarta Jawa Barat JawaTengah
DIYogyakarta
Jawa Timur Banten Bali
2.005 2013
10,74
0,74
0,89
1,54
0,77
0,46
1,17
10,68
0,69
0,90
1,47
0,26
0,89
0,67
1,32
- 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Nasional
Jawa Timur
Banten
Bali
Provinsi (km/km2)_2013
Provinsi (km/km2)_2005
2-38
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015
Gambar 2.46
Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km).
Kondisi kualitas jalan di Pulau Jawa Bali hingga tahun 2013 sebagian besar (> 90 persen) dalam kondisi mantab (baik+sedang)
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
62%
32%
5%
1%
2011
Baik
Sedang
Rusak Ringan
Rusak Berat
38%
54%
6%
2%
2013
Baik
Sedang
Rusak Ringan
Rusak Berat
3-1
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
3.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA
Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Pulau Nusa Tenggara dan seluruh
provinsi secara umum tumbuh positif, namun perkembangan ekonomi dalam empat tahun
terakhir melambat, kecuali untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat meningkat pada akhir tahun
2014. Pertumbuhan ekonomi Pulau Nusa Tenggara tahun 2013 tercatat tumbuh sebesar 5,15
persen melambat dibandingkan tahun sebelumnya, semua sektor tumbuh positif, dengan
pertumbuhan tertinggi dari sektor Listrik dan Gas, Informasi dan Komunikasi.
Tabel 3.1
Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011-2014
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014
1. Pertanian 3,58 3,81 2,99 4,05
2. Pertambangan & Penggalian -27,14 -25,24 4,53 0,21
3. Industri Pengolahan 2,60 4,48 4,07 4,70
4. Listrik dan Gas 11,83 11,07 9,71 24,13
5. Pengadaan Air 5,75 4,03 5,26 6,26
6. Konstruksi 8,11 5,20 5,15 6,55
7. Perdagangan Besar dan Eceran 7,26 8,32 7,48 5,84
8. Transportasi & Pergudangan 6,85 5,89 5,34 6,92
9. Akomodasi dan Makan Minum 7,43 7,09 8,38 6,79
10. Informasi dan Komunikasi 7,86 7,44 6,45 7,84
11. Jasa Keuangan 12,81 12,13 10,75 7,51
12. Real Estat 6,71 6,46 6,88 4,02
13. Jasa Perusahaan 7,30 7,35 5,92 5,96
14. Administrasi Pemerintahan 5,36 4,56 5,63 5,57
15. Jasa Pendidikan 6,58 5,06 6,30 6,43
16. Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 5,94 4,53 6,87 5,49
17. Jasa lainnya 6,11 2,30 6,22 6,37
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO -0,22 1,31 5,26 5,05
Peranan sektor terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Pulau Nusa Tenggara sektor Listrik dan Gas,
informasi dan komunikasi
3-2
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.1
Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Atas
Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen)
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur lebih tinggi dibandingkan Nusa Tenggara Barat
Tabel 3.2
Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Atas
Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen).
Provinsi Tahun
2011 2012 2013 2014
Nusa Tenggara Barat -3,91 -1,54 5,15 5,06
Nusa Tenggara Timur 5,67 5,46 5,42 5,04
P. NUSA TENGGARA -0,22 1,31 5,26 5,05
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Peran dan Struktur Ekonomi Nusa Tenggara. Peran Nusa Tenggara dalam
pembentukan PDB nasional sekitar 1,41 persen. Kontribusi kedua provinsi terhadap
perekonomian Pulau Nusa Tenggara hampir sama, yaitu Nusa Tenggara Barat menyumbang
sebesar 54,52 persen dan 45,48 persen dari Nusa Tenggara Timur. Sementara Kontribusi
terbesar perekonomian Pulau Nusa Tenggara sebagian besar disumbang dari sektor pertanian,
pertambangan dan penggalian, sektor kontruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Keempat sektor tersebut berkontribusi sekitar 58 persen.
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
2011 2012 2013 2014
%
NTB NTT
3-3
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.2
Peran Wilayah Nusa Tenggara terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen).
Peran Pulau Nusa Tenggara terhadap pembentukan PDB nasional sebesar besar 1,41 persen
Kontribusi Nusa Tenggara Barat terhadap Perekonomian Pulau Nusa Tenggara lebih tinggi Nusa Tenggara Timur
Tabel 3.3
Perbandingan Nilai PDRB ADHB Antarprovinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2014.
Lapangan Usaha PDRB ADHB (Rp. Miliar)
2010 2011 2012 2013 2014
NTB 70,123 68,177 66,341 69,756 82,247
NTT 43,847 48,815 48,863 51,512 68,603
P. Nusa Tenggara 113,969.33 116,991.93 115,204.00 121,267.81 150,849.20
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
23,17
58,85
1,41 8,71
5,65 0,52 1,70
Kontribusi Nilai PDRB ADHB Pulau Terhadap PDB Nasional Tahun 2014, (%)
Sumatera
Jawa & Bali
Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
54,52
45,48
Kontribusi Provinsi terhadap Perekonomian P. Nusa Tenggara, (%)
NTB
NTT
3-4
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Pengangguran Terbuka, Perkembangan pengangguran terbuka di wilayah Nusa
Tenggara menunjukkan tren menurun selama periode 2010-2015. Jumlah Pengangguran
Terbuka di wilayah Nusa Tenggara pada tahun 2015 mencapai 195.236 jiwa atau sekitar 2,74
persen dari total pengangguran di Indonesia, dengan pengurangan jumlah pengangguran dari
tahun 2010-2015 sebanyak 10.925 jiwa dan sebagian besar terdapat di Nusa Tenggara Barat.
Sementara untuk kondisi Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) sebesar 4,05 persen sedikit
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan pengurangan rata-rata sebesar 0,05 persen
per tahun, namun kondisi TPT masih dibawah rata-rata TPT nasional (5,84%), dengan
pengurangan angka pengangguran sebesar 0,38 persen per tahun. Dominasi TPT di Pulau Nusa
Tenggara sebagian besar berada di perkotaan dengan kondisi terakhir (Februari, 2015) sebesar
8,34 persen, dan di perdesaan sebesar 1,91 persen.
Gambar 3.3
Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Kondisi pengangguran terbuka Nusa Tenggara jauh dibawah rata-rata tingkat pengguran Nasional
Tabel 3.4
Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Nusa Tenggara
Tahun 2010-2015, (jiwa).
Provinsi Pengangguran_jiwa ( Februari )
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Nusa Tenggara Barat 122.837 116.412 113.635 120.004 123.760 120.126
Nusa Tenggara Timur 83.324 59.655 54.136 46.373 46.904 75.110
P. Nusa Tenggara 206.161 176.067 167.771 166.377 170.664 195.236
Nasional 8.592.490 8.117.631 7.614.241 7.170.523 7.147.069 7.127.377
% Nasional 2,40 2,17 2,20 2,32 2,39 2,74
Sumber: BPS Tahun 2015
20
6.1
61
17
6.0
67
16
7.7
71
16
6.3
77
17
0.6
64
19
5.2
36
4,57
3,99 3,77 3,66 3,62 4,05
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015Pe
nga
ngg
ura
n T
erb
uka
(jiw
a)
TPT
(%)
Pengangguran_jiwa ( Februari ) TPT_% ( Februari )TPT Nasional_% (Februari)
3-5
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.4
Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Tingkat pengangguran terbuka di Pulau Nusa Tenggara sebagian besar Berada di daerah perkotaan.
Penyebaran TPT di Provinsi Nusa Tenggara Barat lebih tinggi dibanding Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Secara umum tingkat TPT seluruh provinsi mengalami penurunan dari tahun
2010-2015, rata-rata pengurangan terbesar mencapai 0,19 persen di Provinsi Nusa Tenggara
Barat. Perbandingan TPT di wilayah perdesaan dan perkotaan antarprovinsi menunjukkan
dominasi di perkotaan di setiap provinsi. TPT paling dominan di perkotaan terdapat di Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Lihat Tabel 3.5.
Tabel 3.5:
Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Nusa
Tenggara Tahun 2010-2015, (jiwa).
Provinsi TPT_% ( Februari ) Δ
2008-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Nusa Tenggara Barat 5,20 6,12 5,78 5,35 5,21 5,37 5,30 4,98 0,19
Nusa Tenggara Timur 3,70 2,78 3,49 2,67 2,39 2,01 1,97 3,12 -0,06
P. NUSA TENGGARA 4,43 4,33 4,57 3,99 3,77 3,66 3,62 4,05 0,05
TPT NASIONAL 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92 5,70 5,84 0,38
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015
TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )
3-6
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.5
Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2015, (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Tingkat pengangguran di Provinsi NTB dan NTT sebagian besar berada di daerah perkotaan
Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan
di wilayah Nusa Tenggara pada tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok berpendidikan
SMA (36,95%), berikutnya berpendidikan <SD dan SMTP masing-masing sebesar 26,36 persen,
dan 17,55 persen. Namun, kondisi pendidikan pengangguran terbuka tersebut masih lebih baik
dibanding dengan rata-rata pendidikan dari pengangguran terbuka tingkat nasional, Lihat
Gambar 3.6 dan Tabel 3.6.
Gambar 3.6
Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Nusa Tenggara, 2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
26,37 persen pengangguran terbuka dengan pendidikan SD/ belum tamat SD/belum pernah sekolah
Pengangguran terbuka berdasarkan komposisi tingkat pendidikan tertinggi yang
ditamatkan antarprovinsi, sebagian besar berpendidikan SMA dan maksimal SD. Pengangguran
terbuka dengan pendidikan maksimal SD tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Barat, sedangkan
pengangguran terbuka dengan pendidikan SMA tertinggi yaitu di Nusa Tenggara Timur. Kondisi
ini mengindikasikan fenomena pengangguran di wilayah Nusa Tenggara lebih banyak dihadapi
kelompok berpendidikan maksimal sekolah dasar sampai dengan menengah. Lihat Tabel 3.6.
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )
1,96
9,54
14,86
17,55
23,67
13,28
6,33 12,79
P. Nusa Tenggara
Tidak/Belum Pernah Sekolah
Tidak/Belum Tamat SD
SD
SMP
SMA (Umum)
SMA (Kejuruan)
Diploma I/II/III
Universitas
3-7
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Tabel 3.6
Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015.
Provinsi Tidak/Belum
Pernah Sekolah
Tidak/Belum Tamat SD
Tamatan Tertinggi
Jumlah
SD SMP SMA
(Umum) SMA
(Kejuruan) Diploma
I/II/III Universitas
Nusa Tenggara Barat 3,19 12,06 18,17 19,00 18,34 14,89 5,48 8,88 100,00
Nusa Tenggara Timur - 5,52 9,57 15,24 32,19 10,72 7,71 19,05 100,00
P. NUSA TENGGARA 1,96 9,54 14,86 17,55 23,67 13,28 6,33 12,79 100,00
Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2015.
Kemiskinan. Perkembangan kemiskinan di wilayah Nusa Tenggara dalam kurun waktu
2010-2015 cenderung menurun, namun kondisi kemiskinan di seluruh provinsi masih berada di
atas rata-rata kemiskinan nasional, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 17,1 persen, dan
Nusa Tenggara Timur sebesar 22,61 persen. Jumlah penduduk di Pulau Nusa Tenggara tahun
2015 (maret) mencapai 982.41 ribu jiwa atau 6,94 persen (Gambar 3.8) dari total penduduk
miskin di Indonesia atau menurun rata-rata sebanyak 27,89 ribu jiwa per tahun dan sebagian
besar terdapat di daerah perdesaan.
Gambar 3.7
Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret).
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Jumlah penduduk miskin 982.41 ribu jiwa atau 6,94 persen dari total penduduk miskin nasional
22,27
54,73
3,44 7,40 6,94
1,43 3,79
P. Sumatera
P. Jawa+Bali
P. Kalimantan
P. Sulawesi
P. Nusa Tenggara
P. Maluku
P. Papua
3-8
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3-8
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2008-2015 (Maret).
Sumber : Susenas (Maret), BPS 2015
Penduduk miskin Pulau Nusa Tenggara sebagain besar terdapat di daerah perdesaan
Penyebaran penduduk miskin terbesar terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur
(58,47%). Sementara untuk persentase tingkat kemiskinan seluruh provinsi dari 2010-2015
menunjukan persentase kemiskinan menurun namun masih berada diatas rata-rata nasional,
dan kemiskinan tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Gambar 3.9 Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara, Tahun
2015 (Maret), (dalam persen).
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Penduduk miskin di Pulau Nusa Tenggara terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah PendudukMiskin ( Maret )
Jumlah PendudukMiskin Perkotaan (Maret )
Jumlah PendudukMiskin Perdesaan (Maret )
Nusa Tenggara Barat
41,53% Nusa Tenggara
Timur 58,47%
3-9
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Tabel 3.7
Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara,
Tahun 2010-2015.
Provinsi
Persentase Penduduk Miskin ( Maret ) Δ 2010-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Nusa Tenggara Barat 23,81 22,78 21,55 19,73 18 17,97 17,25 17,1 1,09
Nusa Tenggara Timur 25,65 23,31 23,03 21,23 20 20,03 19,82 22,61 0,97
NASIONAL 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 11,25 11,22 0,70
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Indek Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur
capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas
hidup. Pembangunan manusia menjadi aspek yang sangat penting dalam pembangunan suatu
daerah. Namun perekonomian suatu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi,
tetapi masalah pengangguran, kemiskinan juga tinggi. Berdasarkan model perhitungan IPM
baru, enam provinsi memiliki nilai IPM dibawah rata-rata IPM nasional. Sementara menurut
perkembangannya, dalam kurun waktu 2010-2014 IPM seluruh provinsi meningkat, dengan IPM
tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Barat atau berada diurutan ke-30 secara nasional, dan
terrendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur atau berada diurutan ke-31 secara nasional.
Gambar 3.10
Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pembangunan Manusia Antarprovinsi
Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
11 10
9
6
17
23
20
26
16
4
1
12 13
2
18
8
5
30 31
29
21 22
3
14
7
25
15
19
28
32
24
27
33 34
0
5
10
15
20
25
30
35
40
50,00
55,00
60,00
65,00
70,00
75,00
80,00
Ace
h
Sum
ut
Sum
bar
Ria
u
Jam
bi
Sum
sel
Ben
gku
lu
Lam
pu
ng
Bab
el
Kep
ri
DK
I Jak
arta
Jab
ar
Jate
ng
DIY
Jati
m
Ban
ten
Bal
i
NTB
NTT
Kal
bar
Kal
ten
g
Kal
sel
Kal
tim
Kal
tara
Sulu
t
Sult
eng
Suls
el
Sult
ra
Go
ron
talo
Sulb
ar
Mal
uku
Mal
ut
Pu
bar
Pap
ua
P. SUMATERA P. JAWA+BALI P.NUSTRA
P. KALIMANTAN P. SULAWESI P.MALUKU
P.PAPUA
IPM
Ran
kin
g
IPM_Provinsi IPM_Nasional Ranking 2014
3-10
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.11:
Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Kualitas sumberdaya manusia di Nusa Tenggara menunjukan trend meningkat dari tahun 2010 – 2014,
3.2. DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA
Pendidikan. Perkembangan tingkat pendidikan di Pulau Nusa Tenggara selama 2008-
2013 ditunjukan dengan indikator kinerja pendidikan, yang meliputi: Angka Rata-rata Lama
Sekolah (RLS), Angka Melek Huruf (AMH), Angka Partisipasi Sekolah (APS), dan tingkat
ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan sebagai kinerja pelayanan pendidikan.
Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) provinsi di wilayah Nusa Tenggara selama
periode 2008-2013 cenderung menunjukkan peningkatan namun masih berada di bawah RLS
nasional (8,14 tahun), provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki RLS yaitu 7,2 tahun lebih tinggi
dibanding Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu 7,16 tahun.
Gambar 3.12
Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Kondisi Rata-rata Lama Sekolah (RLS) di Pulau Nusa Tenggara masih di bawah rata-rata RLS nasional
61,16
62,14 62,98
63,76 64,31
59,21
60,24 60,81
61,68 62,26
66,53 67,09
67,70 68,31
68,90
58,00
60,00
62,00
64,00
66,00
68,00
70,00
2010 2011 2012 2013 2014
IPM
NTB NTT Indonesia
6,7 6,73 6,77 6,97
7,19 7,2 6,55 6,6
6,99 7,05 7,09 7,16
7,52 7,72
7,92 7,94 8,08 8,14
6
6,5
7
7,5
8
8,5
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Nasional
3-11
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) selama periode 2008-2013 rata-rata
meningkat, dan seluruh provinsi menunjukkan perubahan positif walaupun masih di bawah
rata-rata AMH nasional (94,14 %), dengan AMH tinggi di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar
90,34 persen, dan AMH rendah di Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu 85,19 persen.
Gambar 3.13 Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa
Tenggara, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Kondisi AMH masih di bawah rata-rata AMH nasional.
Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) antarprovinsi di wilayah Nusa Tenggara
tahun 2008 dan 2013 (Tabel 3.7), untuk kelompok Usia 7-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-18
tahun, dan usia 19-24 tahun rata-rata meningkat di seluruh provinsi dan berada diatas rata-rata
nasional. Peningkatan terbesar terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk APS 16-18
tahun sebesar 15,23 persen.
Tabel 3.8
Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2008 dan 2013.
Provinsi 2008** 2013 Δ2008-2013
7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24
NTB 97,25 85,57 57,22 14,60 98,16 92,29 66,13 22,64 0,91 6,72 8,91 8,04
NTT 93,72 77,76 49,67 14,38 97,34 89,39 64,90 22,86 3,62 11,63 15,23 8,49
Indonesia 97,88 84,89 55,50 13,29 98,36 90,68 63,48 19,97 0,48 5,79 7,98 6,68
Sumber: BPS, Tahun 2013.
Akses masyarakat terhadap pendidikan untuk jenjang SD, SMP, SMA dan Perguruan
Tinggi cukup baik, hal ini ditunjukan dengan jarak terhadap untuk semua jenjang pendidikan
berada dibawah rata-rata nasional. Seperti yang disajikan pada Tabel 3.8, menunjukan akses
untuk jenjang pendidikan SD dan SMA di Provinsi Nusa Tenggara Barat lebih baik dibandingkan
Nusa Tenggara Timur, sebaliknya untuk jenjang pendidikan SMP dan Perguruan Tinggi Provinsi
Nusa tenggara Timur lebih baik dari Nusa Tenggara Barat.
80,13 80,18 81,05
83,24 83,68
85,19
87,66 87,96 88,59 88,74 89,23
90,34
92,19 92,58 92,91 92,99 93,25 94,14
80
82
84
86
88
90
92
94
96
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Nasional
3-12
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Tabel 3.9 Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari
Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2012.
Provinsi Jenjang Pendidikan
SD/MI SMP/MTs SM/MA PT
Nusa Tenggara Barat 1,43 3,44 4,79 13,81
Nusa Tenggara Timur 2,06 3,02 4,89 10,71
Indonesia 2,09 4,46 6,98 13,91
Sumber : Statistik Pendidikan 2012, BPS
Kondisi pendidikan menurut rasio murid terhadap sekolah, perkembangan rasio murid
terhadap sekolah untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA secara umum mengalami
peningkatan (Tabel 3.10). Hal ini menunjukan bahwa kesempatan penduduk untuk akses
pendidikan semakin meningkat. Rasio murid terhadap jumlah sekolah untuk jenjang SD, SMP
dan SMA paling baik terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Tabel 3.10
Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan
Jenjang Pendidikan di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011 dan 2014.
Provinsi
Rasio Murid/sekolah
SD SMP SMA
2011 2014 2011 2014 2011 2014
Nusa Tenggara Barat 171,62 159,39 196,89 174,71 250,27 218,65
Nusa Tenggara Timur 172,26 163,32 238,39 199,39 158,39 319,45
NASIONAL 181,08 173,27 264,74 242,07 328,83 305,50
Sumber: BPS, Tahun 2014
Perkembangan jumlah rasio murid terhadap jumlah guru untuk jenjang pendidikan SD,
SMP, dan SMA rata-rata mengalami perbaikan. Rasio jumlah murid dan guru untuk jenjang
pendidikan SD dan SMP di Provinsi NTB cukup baik dibandingkan provinsi lainnya yaitu dengan
angka rasio sebesar 15,32 dan 12,4 menurun dari tahun sebelumnya dan berada dibawah rata-
rata nasional. Sementara untuk jenjang pendidikan SMA, Provinsi NTT dengan rasio sebesar
16,84 dan masih berada diatas rata-rata Nasional.
Tabel 3.11
Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011 dan 2014.
Provinsi
Rasio murid/guru
SD SMP SMA
2011 2014 2011 2014 2011 2014
Nusa Tenggara Barat 15,61 13,63 11,16 9,09 12,54 10,58
Nusa Tenggara Timur 18,42 18,78 15,63 15,47 6,96 17,53
NASIONAL 17,42 16,53 15,06 14,53 16,19 16,06
Sumber: BPS, Tahun 2014
3-13
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Kesehatan. Perkembangan derajat kesehatan penduduk antarprovinsi di wilayah Nusa
Tenggara selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh
menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB) , Angka Kematian Balita (AKBA), dan meningkatnya
Umur Harapan Hidup (UHH). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi
kesehatan secara nasional yang cenderung terus membaik.
Angka Kematian Bayi, Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2014, Angka Kematian Bayi (AKB) antarprovinsi di wilayah Nusa Tenggara, seluruh provinsi
memiliki AKB di atas rata-rata AKB nasional (26,6 kematian per 1.000 kelahiran hidup). AKB
tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 45,5 kematian per 1.000 kelahiran hidup,
sedangkan terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 41,9 kematian per 1.000
kelahiran hidup.
Gambar 3.14
Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2010-2014.
Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi
Perkembangan Angka Kematian Bayi di Pulau Nusa Tenggara cenderung menurun, namun seluruh provinsi memiliki AKB masih berada diatas rata-rata nasional
Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan indikator gizi buruk pada balita, merupakan
gangguan pertumbuhan bayi yang terjadi sejak usia dini (4 bulan) yang ditandai dengan
rendahnya berat badan dan tinggi badan, dan terus berlanjut sampai usia balita. Hal tersebut
terutama disebabkan rendahnya status gizi ibu hamil. Perkembangan gizi buruk pada balita
tahun 2014 di seluruh provinsi cenderung menurun, kecuali Berdasarkan perbandingan status
gizi balita antarprovinsi di wilayah Nusa Tenggara pada tahun 2014, balita gizi buruk tertinggi
terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Lihat Gambar 3.15.
50,7 49,4
48,1 46,8
45,5
45 44,2 43,5
42,7 41,9
29,3 28,6 27,9 27,2 26,6
20
25
30
35
40
45
50
55
2010 2011 2012 2013 2014
AK
B (
%)
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Nasional
3-14
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.15
Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara,
Tahun 2010-2014, (jiwa).
Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi)
Provinsi dengan Gizi buruk tertinggi terdapat Nusa Tenggara Timur
Umur Harapan Hidup, berdasarkan estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) antarprovinsi
di wilayah Nusa Tenggara selama periode 2008-2013 menunjukkan peningkatan, sejalan dengan
perkembangan UHH secara nasional. Estimasi UHH antarprovinsi di wilayah Nusa Tenggara
tahun 2013 seluruh provinsi berada di bawah UHH nasional. Provinsi dengan UHH tertinggi
yaitu Nusa Tenggara Timur sebesar 68,05 tahun. Lihat Gambar 3.16.
Gambar 3.16
Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Kondisi UHH provinsi NTB dan NTT masih berada dibawah rata-rata i UHH nasional.
753
8.235
449
3.415
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
jiwa
2011
2012
2013
2014
67 67,25 67,5 67,76 68,04 68,05
61,5 61,8 62,11 62,41 62,73 63,21
69 69,21 69,43 69,65 69,87 70,07
60
62
64
66
68
70
72
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Nasional
3-15
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Indikator kesehatan lainnya yang menggambarkan kinerja dari pelayanan kesehatan
bagi masyarakat adalah kondisi kesehatan ibu dan bayi yang berkaitan dengan proses
melahirkan. Kondisi ini dapat ditunjukkan melalui data persentase kelahiran balita menurut
penolong kelahiran terakhir. Pada tahun 2012, persentase penolong persalinan terakhir oleh
tenaga medis antarprovinsi di wilayah Nusa Tenggara, hampir seluruhnya berada di bawah
angka nasional (82,72 persen) (Gambar 3.17).
Gambar 3.17 Persentase Kelahiran Balita menurut Penolong Kelahiran Terakhir Per Provinsi di Wilayah
Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2012.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)
Persentae kelahiran yang di tolong tenaga medis masih dibawah rata-rata nasional
Jumlah kasus AIDs di Pulau Nusa Tenggara tahun 2013, Provinsi Nusa Tenggara Barat
menempati urutan pertama yaitu sebanyak 77 kasus, sementara di Nusa Tenggara Timur hanya
terdapat 76 kasus.
Gambar 3.18
Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)
Kasus AIDs tinggi terdapat di Nusa Tenggara Barat
82,02
61,90
48,41
19,89
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
Tenaga Medis Provinsi_2012 Non Tenaga Medis Provinsi_2012Tenaga Medis Nasional_2012
77
76
75,4
75,6
75,8
76
76,2
76,4
76,6
76,8
77
77,2
NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR
Kasus Baru AID
3-16
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.19
Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)
Status Gizi Blita berdasarkan Tinggi badan menurut Umur masih di bawah garis normal
Perumahan, Tempat tinggal memiliki peran strategis dalam membentuk watak dan
kepribadian bangsa. Hal ini merupakan salah satu upaya membangun manusia Indonesia yang
berjati diri, mandiri, dan produktif. Sehingga kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan
dasar setiap manusia, yang akan terus berkembang sesuai dengan tahapan dan siklus kehidupan.
Perumahan yang layak huni harus dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum,
diantaranya adalah penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon,
jalan, dan infrastruktur lainnya.
Berdasarkan lokasi permukiman di Pulau Nusa Tenggara, beberapa provinsi masih
banyak desa dengan lokasi permukiman pada lokasi yang membahayakan, dan tidak nyaman.
Pada tahun 2014 tercatat total jumlah desa dengan kondisi permukiman kumuh sebanyak 106
desa, dengan penyebaran terbanyak di Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu 83 desa, sedangkan
Nusa Tenggara Timur sebanyak 23 desa. Sementara total jumlah desa dengan lokasi permukiman
dibawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) tercatat sebanyak 3 desa, dengan
penyebaran di Provinsi NTT sebanyak 3 desa, dan lokasi permukiman di bantaran sungai
sebanyak 755 desa dengan penyebaran terbanyak di Provinsi Nusa Tenggara Barat 493 desa,
sedangkan Nusa Tenggara Timur sebanyak 282 desa.
0
10
20
30
40
50
60
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
%
PREVALENSI STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN TINGGI BADAN MENURUT UMUR (TB/U) MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
Sangat Pendek (%) Pendek (%) Normal (%)
3-17
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.20
Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman kumuh terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Gambar 3.21 Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Nusa
Tenggara Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman dibantaran Sungai Provinsi Nusa Tenggara Barat lebih banyak dibandingkan Nusa Tenggara Timur
83
23
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
Pemukiman Kumuh
493
282
0
100
200
300
400
500
600
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
Bantaran / Tepi Sungai
3-18
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.22
Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman dibawah SUTET terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Perkembangan jumlah rumah tangga dengan jenis lantai terluas secara umum sebagian
besar kondisi permukiman di Pulau Nusa Tenggara menggunakan lantai bukan tanah (Tabel
3.11). Perkembangan persentase rumah tangga dengan lantai bukan tanah terus meningkat dari
tahun 2010-2013, dan rata-rata berada diatas angka nasional. Untuk luas lantai, sebagian besar
persentase rumah tangga memiliki luas lantai 20-49 m2 dan 50-99 m2, sementara untuk luas
lantai > 100 m2 relatif kecil (Tabel 3. 12).
Tabel 3.12:
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas
di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2013.
Provinsi
Persentase Rumah Tangga berdasarkan Jenis Lantai terluas (Persen)
Tanah Bukan tanah
2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014
Nusa Tenggara Barat 8,26 7,37 6,99 6,8 4,99 91,74 92,63 93,01 93,2 95,01
Nusa Tenggara Timur 35,66 34,19 29,45 37,59 35,81 64,34 65,81 70,55 62,41 64,19
INDONESIA 11,5 9,21 8,55 8,85 8,13 88,5 90,79 91,45 91,15 91,87
Sumber: BPS, Tahun 2014
Tabel 3.13:
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Nusa Tenggara
Tahun 2014.
Provinsi Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai (m2) (Persen)
<19 20-49 50-99 100-149 150+ Total
Nusa Tenggara Barat 7,6 57,43 28,41 4,84 1,71 100
Nusa Tenggara Timur 5,76 48,98 37,39 5,91 1,95 100
INDONESIA 5,04 31,03 44,98 12,24 6,71 100
Sumber: BPS, Tahun 2014
0
3
0
1
1
2
2
3
3
4
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
Bawah Sutet
Bawah Sutet
3-19
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Persentase jumlah rumah tangga menurut penerangan listrik PLN, secara umum
persentase rumah tangga di perkotaan maupun di perdesaan dengan penerangan listrik PLN di
Provinsi Nusa Tenggara Barat berada diatas rata-rata nasional, sedangkan Provinsi Nusa
Tenggara Timur masih berada dibawah rata-rata nasional (Tabel 3.13). Selama periode 2009
dan 2013 persentase jumlah rumah tangga dengan penerangan listrik PLN meningkat.
Sementara untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak dan
air minum layak meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 3.14), namun masih berada dibawah
rata-rata nasional.
Tabel 3.14
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber
Penerangan Listrik PLN di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
2009 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perdesaan Perdesaan
Nusa Tenggara Barat 93,71 83,12 87,55 99,17 93,41 95,80
Nusa Tenggara Timur 95,79 27,29 38,94 97,52 50,27 59,45
NASIONAL 97,05 81,99 89,29 99,11 87,27 93,17
sumber: BPS, Tahun 2014
Persentase jumlah rumah tangga menurut sumber air minum layak, secara umum
persentase rumah tangga tahun 2013 di perkotaan dan perdesaan menunjukan adanya
peningkatan dari tahun 2009, dengan persentase terbesar di daerah perkotaan (Tabel 3.14).
Persentase rumah tangga terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat (55,03%) sedangkan
Provinsi Nusa Tenggara Timur (51,75%). Sementara untuk perkembangan persentase jumlah
rumah tangga dengan sanitasi layak meningkat dari tahun 2009-2013, kecuali di Nusa Tenggara
Timur pada tahun 2013 mengalami sedikit penurunan (Tabel 3.15). Persentase jumlah rumah
tangga dengan sanitasi layak di kedua provinsi masih berada dibawah dibawah rata-rata
nasional. Persentase terbesar untuk rumah tangga dengan sanitasi layak terdapat di Provinsi
Nusa Tenggara Barat (52,88%), sedangkan Provinsi Nusa Tenggara Timur (28,8%).
Tabel 3.15:
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum
Layak Per-Provinsi, di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
2009 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perdesaan Perdesaan
Nusa Tenggara Barat 49,76 41,51 44,96 72,72 42,79 55,03
Nusa Tenggara Timur 76,97 39 45,45 82,77 44,28 51,75
NASIONAL 49,82 45,72 47,71 79,34 56,17 67,73
Sumber: BPS, Tahun 2014
3-20
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Tabel 3.16
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau
Nusa Tenggara Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi
(%)
2009 2010 2011 2012 2013
Nusa Tenggara Barat 39,83 47,43 47,34 47,95 52,88
Nusa Tenggara Timur 14,98 26,23 23,82 30,31 28,8
Nasional 51,19 55,53 55,6 57,35 60,91
Sumber: BPS, Tahun 2014
3.3. DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN
3.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan
Tanaman Pangan. Produksi padi di Pulau Nusa Tenggara tahun 2015 mencapai
3.167.286 ton atau sekitar 4,19 persen dari total produksi nasional, dengan produktivitas 4,52
ton/ha (lebih rendah dari produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi padi di Pulau
Nusa Tenggara rata-rata meningkat 5,07 persen per tahun (dalam periode 2007-2015), dengan
peningkatan luas panen rata-rata 3,61 persen per tahun. Produksi padi terbesar di Provinsi Nusa
Tenggara Barat mencapai 2,26 juta ton atau 71,41 persen dari produksi padi di Pulau Nusa
Tenggara.
Gambar 3.23
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2006-2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Produktivitas padi Pulau Nusa Tenggara lebih rendah dibandingkan rata-rata produktivitas padi nasional
2.0
64
.53
8
2.0
31
.97
5
2.3
28
.57
2
2.4
78
.13
4
2.3
07
.76
7
2.5
53
.34
7
2.8
12
.79
7
2.8
86
.94
9
2.9
05
.71
8
3.1
67
.28
6
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
-
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
3.000.000
3.500.000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Produksi Tanaman Padi Produktivitas (ton/ha)_Nustra
Produktivitas (ton/ha)_Nasional
3-21
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.24
Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2015.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Produksi jagung tahun 2015 mecapai 1.755.842 ton atau sekitar 8,50 persen dari total
produksi jagung nasional, dengan produktivitas 4,01 ton/ha (lebih rendah dari produktivitas
padi nasional). Perkembangan produksi jagung di Pulau Nusa Tenggara rata-rata meningkat
439.900 ton per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata
22.247 ha per tahun. Produksi jagung terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 1,03
juta ton atau 58,727 persen dari produksi jagung di Pulau Nusa Tenggara.
Gambar 3.25
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2006-2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Perkembangan Produktivitas jagung Pulau Nusa Tenggara lebih rendah dibandingkan produktivitas rata-rata jagung nasional
24,39
52,09
4,19
7,03
11,71
0,25 0,34
Produksi Padi menurut Pulau (%)
P. SUMATERA
P.JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
KEP. MALUKU
P. PAPUA
71,41
28,59
Produksi Padi menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara (%)
Nusa TenggaraBarat
Nusa TenggaraTimur
68
6.9
27
17
2.0
48
86
9.3
75
94
7.7
62
90
2.6
25
98
1.5
53
1.2
72
.06
0
1.3
41
.41
5
1.4
32
.97
2
1.7
55
.84
2
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1400000
1600000
1800000
2000000
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produktivitas Produksi (ton)
Produksi P. Nustra Produktivitas P. Nustra
Produktivitas Nasional
3-22
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.26
Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Pengahsil jagung terbesar di Pulau Nusa Tenggara yaitu di Provinsi Lampung, Nusa Tenggara Utara, dan Nusa Tenggara Barat.
Perkembangan tanaman pangan jenis kedelai, produksi kedelai tahun 2015 mencapai
123.649 ton atau sekitar 10,46 persen dari total produksi kedelai nasional, dengan produktivitas
1,29 ton/ha (lebih rendah dari produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi kedelai di
Pulau Nusa Tenggara rata-rata meningkat 24.998 ton per tahun (dalam periode 2008-2015),
dengan peningkatan luas panen rata-rata 4.719 ha persen per tahun. Produksi kedelai terbesar
di Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 121.137 ton atau 97,97 persen dari produksi kedelai
Pulau Nusa Tenggara.
Gambar 3.27
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2006-2014.
Sumber: Badan Pusat Statistik 2014
Perkembangan Produktivitas kedelai Pulau Nusa Tenggara lebih rendah dibandingkan produktivitas rata-rata kedelai nasional
21,61
52,89
8,50
1,49
15,30
0,17 0,04
Produksi (Ton)
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
58,727
41,273
Produksi (Ton)
NUSA TENGGARA BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
13
.65
0
69
.98
0
97
.40
1
97
.94
7
94
.90
2
89
.47
7
76
.93
7
92
.74
0
99
.88
2
12
3.6
49
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
P. Nusa Tenggara Produktivitas_Nusa Tenggara Produktivitas_Nasional
3-23
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.28:
Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Tabel 3.17:
Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di
Pulau Nusa Tenggara Tahun 2015.
Provinsi
Padi Jagung Kedelai
Luas Panen
(ha)
Produksi (ton)
Produktivitas
(ton/ha)
Luas Panen
(ha)
Produksi (ton)
Produktivitas
(ton/ha)
Luas Panen
(ha)
Produksi (ton)
Produktivitas
(ton/ha)
NTB 437.718 2.261.871 5,17 157.567 1.031.160 6,54 93.971 121137 1,29
NTT 263.547 905.415 3,44 280.842 724.682 2,58 2.208 2512 1,14
P. NUSTRA 701265 3167286 4,52 438.409 1.755.842 4,01 96179 123649 1,29
% Nasional 3,06 2,99
3,94 4,99
14,67 12,13
Sumber: BPS, Tahun 2014
Tanaman Perkebunan. Nusa Tenggara merupakan penghasil tanaman perkebunan di
Indonesia dengan komoditas utamanya adalah kelapa, tebu, dan kopi (Tabel 3.17). Produksi
kelapa Pulau Nusa Tenggara tahun 2014 sebesar 912,65 ribu ton atau 30,11 persen dari
produksi kelapa sawit nasional sedikit menurun dibandingkan produksi tahun 2012, selain
kelapa, komoditas lainnya adalah tebu dengan produksi mencapai 305,08 ribu ton atau sekitar
11,85 persen dari total produksi Tebu nasional dan kopi sebesar 219,81 ribu ton atau 32,08
persen dari produksi kopi nasional.
11,64
66,00
10,46
1,54
9,70
0,14 0,52
Produksi (Ton)
P. Sumatera
P. Jawa+Bali
P. Nusa Tenggara
P. Kalimantan
P. Sulawesi
Kep. Maluku
P. Papua
97,97
2,03
Produksi (Ton)
NUSA TENGGARA BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
3-24
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Tabel 3.18
Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2012 dan 2014.
Komoditas P. Nustra (ribu ton) Nasional (ribu ton) P.Jawa+Bali (%)
2012 2014 2012 2014 2012 2014
Kelapa Sawit 30,75 33,71 26.015,5 29.344,5 0,12 0,11
Kelapa 931,22 912,65 2.938,4 3.031,3 31,69 30,11
Karet 135,8 135,83 3.012,3 3.153,2 4,51 4,31
Kopi 214,83 219,81 691,2 685,1 31,08 32,08
Kakao 111,52 106,13 740,5 709,3 15,06 14,96
Tebu 280,89 305,08 2.592,6 2.575,4 10,83 11,85
Teh 107,25 108,13 143,4 142,7 74,78 75,76
Tembakau 220,06 151,03 260,8 166,3 84,37 90,84
Sementara penghasil kelapa terbesar di Pulau Nusa Tenggara terdapat di Provinsi Nusa
Tenggara Timur dengan produksi 66,58 ribu ton atau 54,30 persen dari total produksi Kelapa di
Nusa Tenggara, produksi karet terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan produksi kopi di
Provinsi Nusa Tenggara Timur (Tabel 3.18).
Tabel 3.19
Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Nusa Tenggara menurut
Provinsi Tahun 2014.
Provinsi
Kelapa Karet Kopi Kakao Tembakau
(ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%)
Nusa Tenggara Barat 56,03 45,70 0 0,00 4,02 15,61 1,1 9,34 39,18 96,22
Nusa Tenggara Timur 66,58 54,30 54,03 41,78 21,73 84,39 10,68 90,66 1,54 3,78
P. NUSA TENGGARA 122,61 100,00 54,03 41,78 25,75 100,00 11,78 100,00 40,72 100,00
Sumber: BPS, Tahun 2014
Peternakan. Populasi ternak besar di Pulau Nusa Tenggara terbesar adalah sapi
dengan jumlah populasi tahun 2013 mencapai ekor 1.820.263 atau sekitar 10,96 persen dari
total nasional, selanjutnya diikuti babi dan kambing dengan populasi masing-masing sebanyak
1.793.485 ekor dan 1.220.878 ekor. Sementara untuk jenis ternak unggas populasi terbesar
adalah jenis ayam ras pedaging, dengan populasi tahun 2013 sebanyak 4.188.472 ekor
meningkat dari jumlah populasi tahun 2012.
3-25
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.29
Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (dalam ekor).
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
Populasi terbesar untuk jenis ternak besar adalah kambing, sapi dan babi
Tabel 3.20
Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013.
Provinsi Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi
Nusa Tenggara Barat 1,002,521 149,644 643,658 38,857 80,641 63,829
Nusa Tenggara Timur 817,742 152,640 577,220 63,185 109,312 1,729,656
P. NUSA TENGGARA 1,820,263 302.284 1.220.878 102.042 189.953 1.793.485
% terhadap Nasional 10.96 20.37 6.57 0.70 41.81 21.75
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
Gambar 3.30
Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (dalam ekor).
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013.
Populasi terbesar untuk jenis ternak Unggas adalah ayam ras pedaging
0
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
1.400.000
1.600.000
1.800.000
2.000.000
2009 2010 2011 2012 2013*)
Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi
1.892.798
3.150.156
3.858.056 4.122.759 4.188.472
0
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
3.000.000
3.500.000
4.000.000
4.500.000
2009 2010 2011 2012 2013*)
Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik
3-26
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Tabel 3.21
Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (ekor).
Provinsi
Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik
Populasi Pertumbuhan
(%) Populasi
Pertumbuhan (%)
Populasi Pertumbuhan
(%)
Nusa Tenggara Barat 3,599,019 1.72 175,231 1.00 679,302 1.60
Nusa Tenggara Timur 589,453 0.83 179,702 0.00 289,341 0.01
P. NUSA TENGGARA 4,188,472 1.59 354,933 0.49 968,643 1.12
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
3.3.2. Pengembangan Sektor Energi
Perkembangan produksi energi listrik di Pulau Nusa Tenggara Timur mengalami
peningkatan dalam empat tahun terkahir. Produksi listrik tahun 2013 mencapai 2.050,66 GWh
atau meningkat sebesar 16,63 persen dari produksi energi tahun 2012, dan sebagian besar
energi listrik yang di produksi dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD). Kondisi
ketersediaan listrik di Nusa Tenggara masih sangat terbatas, rasio elektrifikasi Pulau Nusa
Tenggara tahun 2013 tercatat sebesar 56,5 persen masih jauh dari rata-rata rasio elektrifikasi
nasional, dan KWh jual perkapita masih jauh dibawah rata-rata KWh jual perkapita nasional.
Gambar 3.31:
Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Nusa Tenggara dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
Rasio elektrifikasi di Pulau Nusa Tenggara tahun 2013 mencapai 56,5 persen meningkat dari tahun 2012, namun kondisi tersebut masih dibawah rasio elektrifikasi nasional
30,66
48,56
47,05
53,53
56,5
66,28
67,15
72,95
76,56
78,06
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00
2009
2010
2011
2012
2013
NASIONAL P. NUSA TENGGARA
3-27
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.32:
Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (dalam persen).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
Rasio elektrifikasi Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur masih dibawah rasio elektrifikasi nasional
Gambar 3.33:
Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (KWh per kapita).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
KWh perkapita Provinsi Nusa tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur masih rendah dibandingkan KWh perkapita nasional,
63,40
48,30
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
NTB NTT
Rasio Elektrifikasi_Provinsi Rasio Elektrifikasi_Nasional
240,60
129,10
0,00
100,00
200,00
300,00
400,00
500,00
600,00
700,00
800,00
NTB NTT
KWh jual/kapita_Provinsi KWh jual/kapita_Nasional
3-28
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.34:
Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2013, (dalam MGh).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
Produksi energi listrik di Pulau Nusa Tenggara dalam empat tahun terkahir meningkat atau tumbuh rata-rata sebesar 15,66 persen per tahun
3.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan.
Perikanan dan Kelautan. Tingkat perkembangan produksi perikanan tangkap dan
budidaya tahun 2013 di Pulau Nusa Tenggara rata-rata meningkat, produksi perikanan tangkap
2013 mencapai 249.591 ton meningkat sebesar 33.180 ton dari tahun 2009 dengan peningkatan
rata-rata 5,06 persen per tahun, dan perikanan budidaya 2.568.830 ton meningkat sebesar
1.886.294 ton dari produksi tahun 2009 dengan tumbuh rata-rata 53,24 persen per tahun.
Produksi perikanan tangkap terbesar di Pulau Nusa Tenggara terdapat di Provinsi Nusa
Tenggara Timur, sementara untuk produksi perikanan budidaya terbesar masih di Provinsi
Nusa Tenggara Timur.
Gambar 3.35.
Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009-2013, (dalam ton).
Sumber: BPS, Tahun 2013
Produksi perikanan terbesar di Wilayah Nusa Tenggara berasal dari perikanan Budidaya
1.326,40 1.489,78
1.762,33
2.050,66
-
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
2010 2011 2012 2013
68
2.5
36
56
4.6
76
76
0.8
09
94
8.6
41
2.5
68
.83
0
21
6.4
11
20
5.3
49
24
5.5
53
20
2.1
74
24
9.5
91
-
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
3.000.000
2009 2010 2011 2012 2013
Pro
du
ksi (
ton
)
Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap
3-29
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.36
Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Nusa Tenggara terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).
Produksi perikanan budidaya tahun 2013 sebesar 2.568.830 ton atau sekitar 19,31 persen dari produksi peikanan budidaya
nasional; Produksi perikanan tangkap Pulau Nusa Tenggara sebesar 249.591 ton atau sekitar 4,09 persen terbesar dari nasional.
Sumber: BPS, Tahun 2013
Gambar 3.37:
Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2012, (dalam persen).
Sumber: BPS, Tahun 2013
Produksi perikanan tangkap terbesar berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 72,00 persen
Produksi perikanan budidaya terbesar terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 54,15persen
9,49
20,22
19,31
4,29
40,84
5,20 0,65
Distribusi Produksi Perikanan Budidaya (%)
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
28,76
20,09
4,09
10,77
18,08
11,52 6,69
Distribusi Produksi Perikanan Tangkap
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
28,00
72,00
Produksi Perikanan tangkap
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
45,85
54,15
Produksi Perikanan Budidaya
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
3-30
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
3.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri
Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan salah satu sektor untuk mendorong
perekonomian daerah dan nasional. Potensi sektor pariwisata di Pulau Nusa Tenggara yang
cukup potensial yang meliputi wisata budaya, wisata alam bahari, agro wisata, dan lain-lain.
Untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata sebagai produk unggulan daerah di masa
mendatang, pemerintah harus melakukan pembangunan sarana dan prasarana penunjang
pariwisata yang lebih memadai.
Salah satu indikator kinerja sektor pariwisata dapat ditunjukan dengan perkembangan
jumlah wisatawan baik yang berasal dari mancanegara maupun domestik, serta jumlah
ketersediaan akomodasi dari hotel dan restoran yang memadai. Perkembangan jumlah tamu
asing dan domestik dari tahun 2010-2014 meningkat, Pada Tahun 2014 jumlah kunjungan tamu
asing mencapai 572.849 orang atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 35,43 persen per
tahun, sementara jumlah tamu domestik mencapai 1.330.647 meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya, atau rata-rata meningkat sebesar 19,16 persen per tahun.
Tabel 3.22
Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Nusa
Tenggara, Tahun 2003-2014, (orang)
Asing
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata
Pertumbuhan 2010-2014
Nusa Tenggara Barat 133,435 268,435 266,669 392,441 469,521 41.83
Nusa Tenggara Timur 51,533 50,136 48,631 69,087 103,328 21.48
P. NUSA TENGGARA 184,968 318,571 315,300 461,527 572,849 35.43
Sumber: BPS Tahun 2014
Tabel 3.23
Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi
di Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2003-2014, (orang).
Domestik
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata
Pertumbuhan 2010-2014
Nusa Tenggara Barat 617,366 311,437 440,651 832,737 803,850 19.36
Nusa Tenggara Timur 206,960 230,941 275,115 374,157 526,797 26.88
P. NUSA TENGGARA 824,326 542,378 715,766 1,206,894 1,330,647 19.16
Sumber: BPS Tahun 2014
Pengembangan usaha Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan kekuatan strategis dan
penting untuk mempercepat pembangunan daerah. Sektor ini memberikan kontribusi signifikan
terhadap pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja. Usaha IMK umumnya merupakan
usaha rumah tangga dan masyarakat menengah-kecil dimana dalam pengembangannya masih
memerlukan pembinaan terutama dalam aspek pemasaran, permodalan dan pengelolaan. Peran
IMK memiliki posisi penting untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah dan
mengurangi kesenjangan (gap) pendapatan.
3-31
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Perkembangan jumlah IMK di Pulau Nusa Tenggara dalam 2 tahun terakhir cenderung
menurun, Jumlah IKM tahun 2014 sebanyak 219.273 IKM meningkat dari tahun 2013 (205.784),
dengan jumlah UKM di Provinsi Nusa Tenggara Timur lebih banyak dibandingkan IKM di Nusa
Tenggara Barat. Sementara untuk total output IKM Pulau sebesar Rp. 38.986.048 juta
meningkat cukup tajam dibandingkan tahun 2013, dan jumlah tenaga kerja sebanyak 527.718
jiwa atau meningkat sebesar 26,96 persen dari jumlah tenaga kerja tahun 2013. Nilai output
dan tenaga kerja di provinsi Nusa Tenggara Barat jauh lebih besar dibandingkan Nusa Tenggara
Timur.
Gambar 3.38.
Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013 dan 2014, (unit).
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah Industri IKM meningkat dari tahun 2013, dan terbanyak di Nusa Tenggara Timur
Tabel 3.24
Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut
Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013 dan 2014
Provinsi
Tenaga Kerja (orang) Output (Rp. Juta)
2013 2014 Δ 2013-2014 2013 2014 Δ 2013-
2014
Nusa Tenggara Barat 218,145 319,961 46.67 5,833,086 32,148,440 451.14
Nusa Tenggara Timur 197,516 207,757 5.18 2,649,314 6,837,608 158.09
P. NUSA TENGGARA 415,661 527,718 26.96 8,482,400 38,986,048 359.61
Sumber: BPS Tahun 2015
107.231
112.042
94.000
96.000
98.000
100.000
102.000
104.000
106.000
108.000
110.000
112.000
114.000
NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR
2013 2014
3-32
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
3.4. DIMENSI PEMERTAAN DAN KEWILAYAHAN
3.4.1. Kesenjangan Ekonomi AntarWilayah
PDRB Perkapita, Perkembangan PDRB perkapita Provinsi di Pulau Nusa Tenggara
dalam kurun lima tahun terakhir cenderung meningkat. Namun, sebagian besar provinsi masih
berada dibawah rata-rata PDB perkapita nasional. Perbandingan PDRB perkapita antarprovinsi,
menunjukan adanya gap (ketimpangan) yang cukup tinggi antarwilayah, dimana PDRB
perkapita Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai Rp. 15.527.41 ribu per jiwa jauh lebih tinggi
dari PDRB perkapita Nusa Tenggara Timur (9.316.79 ribu per jiwa).
Tabel 3.25
Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa).
Provinsi Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Nusa Tenggara Barat 15.527,41 14.705,77 14.276,69 14.807,47 15.351,54
Nusa Tenggara Timur 9.316,79 9.675,89 10.030,68 10.398,18 10.742,42
Rata-rata Perkapita 33 Prov 28.778,17 30.112,57 31.519,93 32.874,76 34.127,72
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Gambar 3.39
PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2014, (ribu/jiwa)
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2014
gap PDRB perkaita yang cukup tinggi antarwilayah, dimana PDRB perkapita tertinggi mencapai Rp. 15.527.41 ribu per jiwa di Provinsi NTB, dan terrendah sebesar 9.316.79 ribu per jiwa di Provinsi NTT
15.351,54
10.742,42
0,00
5.000,00
10.000,00
15.000,00
20.000,00
25.000,00
30.000,00
35.000,00
40.000,00
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
rup
iah
/jiw
a
PDRB Perkapita Prov PDRB rata-rata Prov
3-33
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Distribusi pendapatan. Kriteria Bank Dunia membagi penduduk ke dalam 3 (tiga)
kelompok pendapatan yaitu 40 persen kelompok penduduk berpendapatan rendah, 40 persen
kelompok penduduk berpendapatan sedang dan 20 persen kelompok berpendapatan tinggi.
Berdasarkan Tabel 3.26. dan Gambar 3.40, ketimpangan distribusi pendapatan provinsi Pulau
Nusa Tenggara dari tahun 2002-2013 dikategorikan sebagai tingkat “ketimpangan sedang”.
Tabel 3.26
Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2002-2013
Provinsi 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Nusa Tenggara Barat 0.266 0.318 0.328 0.33 0.35 0.40 0.36 0.35 0.364
Nusa Tenggara Timur 0.292 0.351 0.353 0.34 0.36 0.38 0.36 0.36 0.352
INDONESIA 0.329 0.363 0.364 0.35 0.37 0.38 0.41 0.41 0.413
Sumber: BPS, Tahun 2013
Gambar 3.40
Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2002-2013.
Ketimpangan
pendapatan
provinsi di Pulau
Nusa Tenggara
2002-2013
tergolong kategori
ketimpangan
sedang
Kesenjangan pendapatan antarwilayah menurut Indeks Williamson (Gambar 2.41),
menunjukan tingkat kesenjangan pendapatan antarprovinsi di Pulau Nusa Tenggara tergolong
cukup tinggi, namun trendnya menurun dari tahun 2011-103 dan tingkat kesenjangan
pendapatan berada dibawah rata-rata nasional. Sementara untuk kesenjangan
antarkabupaten/kota untuk setiap provinsi (Gambar 2.42), menunjukan tingkat kesenjangan di
Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur tergolong tingkat kesenjangan rendah
yaitu dengan indeks williamson dibawah 0,5.
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,800
0,900
1,000
2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
INDONESIATinggi
Sedang
Rendah
3-34
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.41
Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2007-2013
Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2007-2013
Gambar 3.42
Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2007-2013
3.4.2. Infrastruktur Wilayah
Panjang jalan berdasarkan status pembinaannya pada tahun 2013 di wilayah Pulau Nusa
Tenggara mencapai 28.337 km meningkat sepanjang 2.138 km dari tahun 2005. Kondisi tingkat
kerapatan jalan (Road Density), pada tahun 2013 kerapatan jalan di Nusa Tenggara sebesar 0,39
km/km2 lebih tinggi dibandingkan tingkat kerapatan jalan nasional (0,26 Km/Km²) dan kedua
tertinggi setelah Pulau Jawa Bali. Sementara dari kualitas jalan negara, kondisi kualitas jalan di
Pulau Nusa Tenggara dengan kondisi mantap (baik+sedang) mencapai 97 persen meningkat dari
tahun 2011.
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
2009 2010 2011 2012 2013
Ind
eks
Will
iam
son
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. NUSA TENGGARA, MALUKU& PAPUA
NASIONAL
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
2009 2010 2011 2012 2013
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
3-35
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.43:
Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Panjang jalan di Pulau Nusa Tenggara tahun 2013 meningkat 2.138 km dari tahun 2005.
Gambar 3.44
Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Panjang jalan di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur meningkat dari kondisi tahun 2005.
1.875 2.039
4.043 3.580
20.261
22.718
26.179
28.337
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
2005 2013
Negara
Provinsi
Kab / Kota
Jumlah
7.242
18.937
8.073
20.264
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
2.005 2013
3-36
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015
Gambar 3.45
Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (dalam Km/Km2).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Tingkat kerapatan jalan Provinsi di Nusa Tenggara tergolong tinggi dibandingkan terhadap tingkat kerapatan jalan nasionl.
Gambar 3.46
Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km).
Kondisi kualitas jalan di Pulau Nusa Tenggara dengan kondisi mantap meningkat sebesar 27 persen dari tahun 2011
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
0,39 0,39
0,43
0,26
0,42
-
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,35
0,40
0,45
0,50
Nusa Tenggara Barat Nasional Nusa Tenggara Timur
Provinsi (km/km2)_2005 Provinsi (km/km2)_2013
46%
24%
22%
8%
2011
Baik
Sedang
Rusak Ringan
Rusak Berat
72%
25%
3% 0%
2013
Baik
Sedang
Rusak Ringan
Rusak Berat
4-1
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
4.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA
Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Pulau Kalimantan dan seluruh
provinsi secara umum tumbuh positif, namun perkembangan ekonomi dalam empat tahun
terakhir melambat. Pertumbuhan ekonomi Pulau Kalimantan tahun 2014 tercatat tumbuh
sebesar 3,19 persen melambat dibandingkan tahun sebelumnya, semua sektor tumbuh positif,
dengan pertumbuhan tertinggi dari sektor listrik dan gas, informasi dan komunikasi, dan jasa
pendidikan.
Tabel 4.1
Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Kalimantan Tahun 2011-2014.
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014
1. Pertanian 3,86 4,87 4,74 4,25
2. Pertambangan & Penggalian 11,05 7,99 2,93 0,08
3. Industri Pengolahan -1,56 -0,91 0,89 2,19
4. Listrik dan Gas 9,83 10,77 4,57 15,79
5. Pengadaan Air 3,13 2,25 3,45 6,64
6. Konstruksi 5,45 7,57 5,82 7,50
7. Perdagangan Besar dan Eceran 8,44 5,85 5,23 5,43
8. Transportasi & Pergudangan 8,04 6,53 8,04 6,73
9. Akomodasi dan Makan Minum 7,20 8,35 5,07 5,93
10. Informasi dan Komunikasi 9,14 10,56 9,13 10,47
11. Jasa Keuangan 8,51 11,92 12,91 5,24
12. Real Estat 7,15 7,37 7,05 6,86
13. Jasa Perusahaan 10,51 7,84 7,68 8,17
14. Administrasi Pemerintahan 4,98 5,08 3,98 7,95
15. Jasa Pendidikan 10,59 9,68 9,95 9,88
16. Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 8,44 8,45 5,16 7,44
17. Jasa lainnya 4,36 3,72 2,80 7,22
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 6,45 5,72 3,93 3,19
4-2
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.1
Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Atas Dasar
Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen)
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Pertumbuhan ekonomi seluruh provinsi melambat dari tahun 2012-2014
Tabel 4.2
Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Atas Dasar
Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen).
Provinsi Tahun
2011 2012 2013 2014
Kalimantan Timur 6,47 5,48 2,72 2,02
Kalimantan Selatan 6,97 5,97 5,36 4,85
Kalimantan Barat 5,50 5,91 6,04 5,02
Kalimantan Tengah 7,01 6,87 7,38 6,21
P. KALIMANTAN 6,45 5,72 3,93 3,19
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Peran dan Struktur Ekonomi Kalimantan. Peran Pulau Kalimantan dalam
pembentukan PDB nasional sebesar 8,71 persen terbesar ketiga setelah Pulau Jawa+Bali dan
Sumatera, dengan kontribusi terbesar berasal dari Provinsi Kalimantan Timur. Sementara
Kontribusi terbesar perekonomian Pulau Kalimantan sebagian besar disumbang dari sektor
pertambangan, sektor industri pengolahan, dan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan,
dan. Ketiga sektor tersebut menyumbang sekitar Keempat sektor tersebut berkontribusi sekitar
65 persen terhadap perekonomian Kalimantan.
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
2011 2012 2013 2014
%
Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah P. Kalimantan
4-3
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.2
Peran Wilayah Kalimantan terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen).
Peran Pulau Kalimantan terhadap pembentukan PDB nasional sebesar besar 8,71 persen
> 60 persen perekonomian Pulau Kalimantan disumbang dari Kalimantan Timur
Tabel 4.3
Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2014.
Lapangan Usaha PDRB ADHB (Rp. Miliar)
2010 2011 2012 2013 2014
Kalimantan Timur 418.212 515.191 469.646 482.442 579.010
Kalimantan Selatan 85.305 98.781 96.698 101.879 131.593
Kalimantan Barat 86.066 96.727 96.162 101.971 131.933
Kalimantan Tengah 56.531 65.871 64.649 69.421 89.872
P. KALIMANTAN 646.113,68 776.570,58 727.155,15 755.712,97 932.408,41
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Pengangguran Terbuka, Perkembangan pengangguran terbuka di wilayah Kalimantan
menunjukkan tren menurun selama periode 2010-2015. Jumlah Pengangguran Terbuka di
wilayah Kalimantan pada tahun 2015 mencapai 310.619 jiwa atau sekitar 5,40 persen dari total
pengangguran di Indonesia, dengan pengurangan jumlah pengangguran dari tahun 2010-2015
sebanyak 126.522 jiwa dan sebagian besar terdapat di Kalimantan Timur dan Kalimantan
23,17
58,85
1,41 8,71
5,65 0,52 1,70
Kontribusi Nilai PDRB ADHB Pulau Terhadap PDB Nasional Tahun 2014, (%)
Sumatera
Jawa & Bali
Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
62,10 14,11
14,15 9,64
Kontribusi Nilai PDRB ADHB Provinsi Terhadap PDBB Pulau Tahun 2014, (%)
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
4-4
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Selatan. Sementara untuk kondisi Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,40 persen
sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan pengurangan rata-rata sebesar 0,26
persen per tahun, namun kondisi TPT masih dibawah rata-rata TPT nasional (5,84%), dengan
pengurangan angka pengangguran sebesar 0,38 persen per tahun. Dominasi TPT di Pulau
Kalimantan sebagian besar berada di perkotaan dengan kondisi terakhir (Februari, 2015)
sebesar 6,96 persen, dan di perdesaan sebesar 3,47 persen.
Gambar 4.3
Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Perkembangan Jumlah pengangguran terbuka menurun dan Tingkat Pengangguran Terbuka rata-rata dibawah nasional
Tabel 4.4
Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Kalimantan
Tahun 2010-2015, (jiwa).
Provinsi Pengangguran_jiwa ( Februari )
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Kalimantan Barat 125.188 112.525 75.762 68.644 59.884 61.417
Kalimantan Tengah 42.731 41.595 31.415 21.077 33.785 14.409
Kalimantan Selatan 108.745 103.501 81.493 75.845 81.274 99.953
Kalimantan Timur 160.477 174.807 170.138 167.612 171.052 118.247
Kalimantan Utara - - - - - 16.593
P. KALIMANTAN 437.141 432.428 358.808 333.178 345.995 310.619
NASIONAL 8.592.490 8.117.631 7.614.241 7.170.523 7.147.069 7.127.377
% NASIONAL 5,09 5,33 4,71 4,65 4,84 4,36
Sumber: BPS Tahun 2015
6,47 6,23
5,03 4,62 4,58
5,40
7,41
6,80 6,32
5,92 5,70 5,84
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
450.000
500.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Pe
nga
ngg
ura
n T
erb
uka
(jiw
a)
TPT
(%)
Pengangguran_jiwa ( Februari ) TPT_% ( Februari ) TPT Nasional_% (Februari)
4-5
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.4
Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Sebagian besar Tingkat Pengangguran Terbuka terdapat di Daerah Perkotaan
Penyebaran TPT di Pulau Kalimantan, TPT tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur,
sementara TPT terendah terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah. Secara umum tingkat TPT
seluruh provinsi mengalami penurunan dari tahun 2010-2015, rata-rata pengurangan terbesar
mencapai 0,65 persen di Provinsi Kalimantan Timur dan terrendah di Provinsi Kalimantan Barat
mencapai 0,14 persen. Perbandingan TPT di wilayah perdesaan dan perkotaan antarprovinsi
menunjukkan dominasi di perkotaan di setiap provinsi, kecuali di Provinsi Kalimantan Utara
TPT dominan di perdesaan. TPT paling dominan di perkotaan terdapat di Provinsi Kalimantan
Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Lihat Tabel 4.5.
Tabel 4.5.
Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Kalimantan
Tahun 2010-2015, (jiwa).
Provinsi TPT_% ( Februari ) Δ
2008-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Kalimantan Barat 6,49 5,63 5,50 4,99 3,36 3,09 2,53 4,78 0,14
Kalimantan Tengah 4,79 4,53 3,88 3,66 2,71 1,82 2,71 3,14 0,23
Kalimantan Selatan 6,91 6,75 5,89 5,62 4,32 3,91 4,03 4,83 0,32
Kalimantan Timur 11,41 11,09 10,45 10,21 9,29 8,87 8,89 7,17 0,65
Kalimantan Utara
0,00
P. KALIMANTAN 7,30 6,98 6,47 6,23 5,03 4,62 4,58 5,40 0,26
TPT NASIONAL 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92 5,70 5,84 0,38
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015
TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )
4-6
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.5
Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Kalimantan, Tahun 2015, (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
TPT Provinsi di Pulau Kalimantan sebagian besar terdapat daerah perkotaan, kecuali di Kalimantan Utara terbesar di Daerah perdesaan
Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan
di wilayah Kalimantan pada tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok berpendidikan SMA
(37,23%), berikutnya berpendidikan <SD dan SMTP masing-masing sebesar 35,15 persen, dan
14,91 persen. Namun, kondisi pendidikan pengangguran terbuka tersebut masih lebih dibanding
dengan rata-rata pendidikan dari pengangguran terbuka tingkat nasional, Lihat Gambar 4.6
dan Tabel 4.5.
Gambar 4.6
Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Kalimantan, 2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Kualitas pendidikan pengangguran terbuka di Kalimantan > 50% masih <SD dan SMA.
7,86
2,95
7,78 7,87
3,76
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
Kalimantan Barat KalimantanTengah
KalimantanSelatan
Kalimantan Timur Kalimantan Utara
TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )
2,11
13,60
19,44
14,91 22,81
14,42
5,38 7,33
P. Kalimantan
Tidak/Belum Pernah Sekolah
Tidak/Belum Tamat SD
SD
SMP
SMA (Umum)
SMA (Kejuruan)
Diploma I/II/III
Universitas
4-7
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Pengangguran terbuka berdasarkan komposisi tingkat pendidikan tertinggi yang
ditamatkan antarprovinsi, sebagian besar berpendidikan SMTA, kecuali di wilayah Kalimantan
Barat dan Kalimantan Selatan masih lebih tinggi untuk kelompok berpendidikan maksimal SD.
Pengangguran terbuka dengan pendidikan Diploma dan Universitas tertinggi terdapat di
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Kondisi ini mengindikasikan fenomena
pengangguran di wilayah Kalimantan lebih banyak dihadapi kelompok berpendidikan maksimal
sekolah dasar sampai dengan menengah. Lihat Tabel 4.6.
Tabel 4.6
Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015.
Provinsi Tidak/Belum
Pernah Sekolah
Tidak/Belum Tamat SD
Tamatan Tertinggi
Jumlah SD SMP
SMA (Umum)
SMA (Kejuruan)
Diploma I/II/III
Universitas
Kalimantan Barat 2,77 17,34 24,86 14,24 26,52 4,92 6,40 2,96 100,00
Kalimantan Tengah - 7,78 16,40 17,69 22,66 12,09 6,51 16,87 100,00
Kalimantan Selatan 1,26 13,98 20,52 17,00 13,07 16,46 7,93 9,77 100,00
Kalimantan Timur - 10,07 - 14,36 26,60 23,00 2,10 5,55 100,00
Kalimantan Utara 5,19 25,13 8,98 4,13 29,54 11,58 3,68 11,77 100,00
P. KALIMANTAN 2,11 13,60 19,44 14,91 22,81 14,42 5,38 7,33 100,00
Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2015.
Kemiskinan. Perkembangan kemiskinan di wilayah Kalimantan dalam kurun waktu
2010-2015 cenderung menurun, dan kondisi kemiskinan berada di bawah rata-rata kemiskinan
nasional. Jumlah penduduk di Pulau Kalimantan tahun 2015 (maret) mencapai 982,41 ribu jiwa
atau 3,44 persen (Gambar 4.7 dan Gambar 4.8) dari total penduduk miskin di Indonesia atau
menurun rata-rata sebanyak 33,1 ribu jiwa per tahun dan sebagian besar penduduk miskin
terdapat di daerah perdesaan.
Gambar 4 .7
Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret).
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Jumlah penduduk miskin Pulau sekitar 3,44 persen dari total penduduk miskin nasional
22,27
54,73
3,44 7,40
6,94
1,43 3,79
P. Sumatera
P. Jawa+Bali
P. Kalimantan
P. Sulawesi
P. Nusa Tenggara
P. Maluku
P. Papua
4-8
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4-8
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Kalimantan Tahun 2008-2015 (Maret).
Sumber : Susenas (Maret), BPS 2015
Penduduk miskin Pulau Kalimantan sebagian besar terdapat di daerah perdesaan
Penyebaran penduduk miskin terbesar terdapat di Provinsi Kalimantan Barat (39,06%)
dan jumlah penduduk miskin terrendah di Provinsi Kalimantan Utara sebesar 4,04 persen. Sementara untuk persentase tingkat kemiskinan seluruh provinsi dari 2010-2015 menunjukan menurun, kecuali di Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2015 sedikit mengalami peningkatan. Tingkat kemiskinan di wilayah Kalimantan masih berada dibawah rata-rata nasional, dan kemiskinan tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Barat.
Gambar 4.9
Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Kalimantan, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen).
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Jumlah penduduk miskin terbesar di Pulau Kalimantan terdapat di Kalimantan Barat (39,06%)
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah PendudukMiskin ( Maret )
Jumlah PendudukMiskin Perkotaan (Maret )
Jumlah PendudukMiskin Perdesaan (Maret )
Kalimantan Barat 39,06%
Kalimantan Tengah 15,03%
Kalimantan Selatan 20,20%
Kalimantan Timur
21,67%
Kalimantan Utara 4,04%
Distribusi Penduduk Miskin 2015 ( Maret )
4-9
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Tabel 4.7 Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan,
Tahun 2010-2015.
Provinsi Persentase Penduduk Miskin ( Maret ) Δ
2010-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Kalimantan Barat 11,07 9,3 9,02 8,6 8 8,24 8,54 8,03 0,42
Kalimantan Tengah 8,71 7,02 6,77 6,56 6 5,93 6,03 5,94 0,45
Kalimantan Selatan 6,48 5,12 5,21 5,29 5 4,77 4,68 4,99 0,30
Kalimantan Timur 9,51 7,73 7,66 6,77 6 6,06 6,42 6,23 0,52
Kalimantan Utara - - - - - - - 6,24 0,00
NASIONAL 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 11,25 11,22 0,70
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Indek Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur
capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas
hidup. Pembangunan manusia menjadi aspek yang sangat penting dalam pembangunan suatu
daerah. Namun perekonomian suatu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi,
tetapi masalah pengangguran, kemiskinan juga tinggi. Berdasarkan model perhitungan IPM
baru, enam provinsi memiliki nilai IPM dibawah rata-rata IPM nasional. Sementara menurut
perkembangannya, dalam kurun waktu 2010-2014 IPM seluruh provinsi meningkat, dengan IPM
tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur atau berada diurutan ke-3 secara nasional, dan
terrendah di Provinsi Kalimantan Barat atau berada diurutan ke-29 secara nasional.
Gambar 4.10
Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pembangunan Manusia Antarprovinsi
Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
11 10 9
6
17
23
20
26
16
4
1
12 13
2
18
8
5
30 31 29
21 22
3
14
7
25
15
19
28
32
24
27
33 34
0
5
10
15
20
25
30
35
40
50,00
55,00
60,00
65,00
70,00
75,00
80,00
Ace
h
Sum
ut
Sum
bar
Ria
u
Jam
bi
Sum
sel
Ben
gku
lu
Lam
pu
ng
Bab
el
Kep
ri
DK
I Jak
arta
Jab
ar
Jate
ng
DIY
Jati
m
Ban
ten
Bal
i
NTB
NTT
Kal
bar
Kal
ten
g
Kal
sel
Kal
tim
Kal
tara
Sulu
t
Sult
eng
Suls
el
Sult
ra
Go
ron
talo
Sulb
ar
Mal
uku
Mal
ut
Pu
bar
Pap
ua
P. SUMATERA P. JAWA+BALI P.NUSTRA
P. KALIMANTAN P. SULAWESI P.MALUKU
P.PAPUA
IPM
Ran
kin
g
IPM_Provinsi IPM_Nasional Ranking 2014
4-10
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.11: Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Kualitas sumberdaya manusia di Kalimantan menunjukan trend meningkat dari tahun 2010 – 2014,
6 provinsi dengan IPM dibawah IPM nasional;
4.2. DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA
Pendidikan. Perkembangan tingkat pendidikan di Pulau Kalimantan selama 2008-
2013 ditunjukan dengan indikator kinerja pendidikan, yang meliputi: Angka Rata-rata Lama
Sekolah (RLS), Angka Melek Huruf (AMH), Angka Partisipasi Sekolah (APS), dan tingkat
ketersediaan sarana dan prasaran pendidikan sebagai kinerja pelayanan pendidikan.
Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) provinsi di wilayah Kalimantan selama
periode 2008-2013 cenderung menunjukkan peningkatan, namun dua provinsi yaitu
Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat memiliki RLS di bawah RLS nasional. RLS tertinggi
2013 terdapat di Provinsi Kalimantan Utara dan terrendah di Provinsi Kalimantan Barat.
Gambar 4.12
Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) seluruh provinsi meningkat dan rata-rata di atas RLS nasional, kecuali Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.
62,00
64,00
66,00
68,00
70,00
72,00
74,00
76,00
2010 2011 2012 2013 2014
IPM
Kaltim
Kalbar
Kalsel
Indonesia
5
5,5
6
6,5
7
7,5
8
8,5
9
9,5
10
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur Kalimantan Utara Nasional
4-11
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Sementara untuk perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) selama periode 2008-2013
rata-rata meningkat dan menunjukkan perubahan positif. Pada tahun 2013 seluruh empat
provinsi memiliki AMH di atas rata-rata nasional (94,14 %), dengan AMH tertinggi di Provinsi
Kalimantan Timur sebesar 97,95 persen, dan AMH terrendah di Provinsi Kalimantan Barat yaitu
91,7 persen.
Gambar 4.13
Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Perkembangan AMH, seluruh provinsi di Kalimantan meningkat, dan rata-rata diatas AMH nasional, kecuali Kalimantan Barat
Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) antarprovinsi di wilayah Kalimantan
tahun 2008 dan 2013 (Tabel 4.8), untuk kelompok Usia 16-18 tahun rata-rata meningkat,
peningkatan terbesar terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan (9,48%) dan Provinsi Kalimantan
Timur (8,38%); untuk APS 19-24 tahun rata-rata meningkat di seluruh provinsi dengan
peningkatan terbesar di Provinsi Kalimantan Timur mencapai 9,56 persen; untuk APS 13-15
tahun meningkat diseluruh provinsi kecuali di Provinsi Kalimantan Tengah menurun sebesar
0,54 persen, dengan peningkatan tertinggi di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 6,62 persen;
untuk APS 7-12 tahun meningkat diseluruh provinsi kecuali di Provinsi Kalimantan Barat
menurun sebesar 0,22 persen dengan peningkatan tertinggi di Provinsi Kalimantan Selatan
sebesar 1,32 persen.
Tabel 4.8
Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2008 dan 2013.
Provinsi 2008** 2013
Δ 2008-2013
7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24
Kalimantan Barat 97,08 84,50 50,73 10,62 96,86 85,65 58,49 19,52 -0,22 1,15 7,75 8,89
Kalimantan Tengah 98,45 86,42 53,64 11,15 99,01 85,88 58,39 19,49 0,56 -0,54 4,75 8,34
Kalimantan Selatan 97,48 79,68 50,30 11,40 98,80 86,31 59,78 16,68 1,32 6,62 9,48 5,28
Kalimantan Timur 98,35 90,78 64,71 14,43 99,46 96,62 73,10 23,99 1,11 5,84 8,38 9,56
INDONESIA 97,88 84,89 55,50 13,29 98,36 90,68 63,48 19,97 0,48 5,79 7,98 6,68
Sumber: BPS, Tahun 2013.
86
88
90
92
94
96
98
100
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur Kalimantan Utara Nasional
4-12
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Akses masyarakat terhadap pendidikan untuk jenjang SD, SMP, SMA dan Perguruan
Tinggi cukup baik, hal ini ditunjukan akses terhadap pendidikan untuk jenjang pendidikan
dibawah rata-rata nasional (Tabel 4.9). Untuk jenjang pendidikan SD akses paling jauh terdapat
di Provinsi Kalimantan Timur yaitu 1,94 km, untuk jenjang SMP/MTs paling jauh di Provinsi
Kalimantan Timur, Untuk jenjang pendidikan SMA akses paling jauh di Provinsi Kalimantan
Barat dengan jarak 5,53 km, dan untuk perguruan tinggi di Provinsi Kalimantan Selatan dengan
jarak 12,27 km.
Tabel 4.9
Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau
Kalimantan Tahun 2012.
Provinsi Jenjang Pendidikan
SD/MI SMP/MTs SM/MA PT
Kalimantan Barat 1,72 3,31 5,53 7,36
Kalimantan Tengah 1,28 3,31 3,58 11,84
Kalimantan Selatan 1,49 3,29 5,17 12,27
Kalimantan Timur 1,94 4 5,33 9,23
INDONESIA 2,09 4,46 6,98 13,91
Sumber : Statistik Pendidikan 2012, BPS
Kondisi pendidikan menurut rasio murid terhadap sekolah, perkembangan rasio murid
terhadap sekolah untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA secara umum mengalami
peningkatan yang menunjukan bahwa kesempatan penduduk untuk akses pendidikan semakin
meningkat. Rasio jumlah murid terhadap sekolah SD paling baik di Provinsi Kalimantan Tengah,
untuk jenjang pendidikan SMP paling baik di Provinsi Kalimantan Utara, dan Untuk jenjang
pendidikan SMA paling baik di Provinsi Kalimantan Utara.
Tabel 4.10
Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan
Jenjang Pendidikan di Pulau Kalimantan Tahun 2011 dan 2014.
Provinsi
Rasio Murid/sekolah
SD SMP SMA
2011 2014 2011 2014 2011 2014
Kalimantan Barat 157,78 148,21 169,62 161,17 255,03 244,73
Kalimantan Tengah 131,90 120,73 157,54 135,43 230,35 193,98
Kalimantan Selatan 143,02 133,97 190,44 193,28 294,81 291,83
Kalimantan Timur 192,20 189,27 212,36 222,26 294,22 271,89
Kalimantan Utara - 127,86 - 135,20 - 149,63
NASIONAL 181,08 173,27 264,74 242,07 328,83 305,50
Sumber: BPS, Tahun 2014
4-13
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Perkembangan jumlah rasio murid terhadap jumlah guru untuk jenjang pendidikan SD
secara umum mengalami peningkatan. Namun beberapa provinsi masih memiliki rasio diatas
rata-rata nasional. Rasio murid terhadap guru untuk jenjang pendidikan SD paling baik di
Provinsi Kalimantan Selatan, jenjang pendidikan SMP dan SMA paling baik di Provinsi
Kalimantan Utara.
Tabel 4.11
Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan di Pulau Kalimantan Tahun 2011 dan 2014.
Provinsi
Rasio murid/guru
SD SMP SMA
2011 2014 2011 2014 2011 2014
Kalimantan Barat 17,18 17,73 16,19 15,54 16,92 13,44
Kalimantan Tengah 14,36 14,44 11,91 12,27 12,23 11,27
Kalimantan Selatan 13,21 10,22 12,39 11,93 13,85 13,19
Kalimantan Timur 14,68 16,13 13,90 15,59 15,40 13,86
Kalimantan Utara - 11,83 - 8,45 - 7,43
NASIONAL 17,42 16,53 15,06 14,53 16,19 16,06
Sumber: BPS, Tahun 2014
Kesehatan. Perkembangan derajat kesehatan penduduk antarprovinsi di wilayah
Kalimantan selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh
menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB) , Angka Kematian Balita (AKBA), dan meningkatnya
Umur Harapan Hidup (UHH). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi
kesehatan secara nasional yang cenderung terus membaik.
Angka Kematian Bayi, Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2014, Angka Kematian Bayi (AKB) antarprovinsi di wilayah Kalimantan, sebagian besar provinsi
memiliki AKB di atas rata-rata AKB nasional (26,6 kematian per 1.000 kelahiran hidup). AKB
tertinggi di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 35,3 kematian per 1.000 kelahiran hidup dan
terendah di Provinsi Kalimantan Timur sebesar 15,6 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Gambar 4.14
Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan, Tahun 2010-2014.
Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi
AKB Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat berada diatas rata-rata AKB nasional
35,3
15,6
26,6
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
2010 2011 2012 2013 2014
AK
B (
%)
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Nasional
4-14
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan indikator gizi buruk pada balita, merupakan
gangguan pertumbuhan bayi yang terjadi sejak usia dini (4 bulan) yang ditandai dengan
rendahnya berat badan dan tinggi badan, dan terus berlanjut sampai usia balita. Hal tersebut
terutama disebabkan rendahnya status gizi ibu hamil. Perkembangan gizi buruk pada balita
tahun 2014 di sebagian besar provinsi pada cenderung meningkat dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, kecuali di Provinsi Kalimantan Timur yang menurun dibanding tahun sebelumnya.
Berdasarkan perbandingan status gizi balita antarprovinsi di wilayah Kalimantan pada tahun
2014, balita gizi buruk tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Barat dan terrendah di Provinsi
Kalimantan Tengah. Lihat Gambar 4.15.
Gambar 4.15
Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan,
Tahun 2010-2014, (jiwa).
Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi)
Provinsi dengan Gizi buruk tertinggi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur
Umur Harapan Hidup, berdasarkan estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) antarprovinsi
di wilayah Kalimantan selama periode 2008-2013 menunjukkan peningkatan, sejalan dengan
perkembangan UHH secara nasional. Estimasi UHH antarprovinsi di wilayah Kalimantan tahun
2013 menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah telah berada di
atas UHH nasional, Provinsi dengan UHH tertinggi berada di Kalimantan Timur sebesar 71,78
tahun, dan terrendah di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 64,82 tahun. Lihat Gambar 4.16.
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
KalimantanBarat
KalimantanTengah
KalimantanSelatan
KalimantanTimur
KalimantanUtara
jiwa
2011
2012
2013
2014
4-15
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.16
Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Perkembangan UHH seluruh provinsi di Kalimantan selama periode 2008-2013 meningkat, namun 2 Provinsi (Kalimantan Timnur dan Kalimantan Tengah) dengan kondisi UHH dibawah nasional.
Jumlah kasus AIDs di Pulau Kalimantan tahun 2013, Provinsi Kalimantan Selatan
menempati urutan pertama yaitu sebanyak 72 kasus dan diikuti Provinsi Kalimantan Barat
sebanyak 11 kasus.
Gambar 4.17
Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan, Tahun 2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)
Kasus AIDs tertinggi terdapat di Kalimantan Selatan
60
62
64
66
68
70
72
74
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur Nasional
0
11
72
0 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
KALIMANTANBARAT
KALIMANTANTENGAH
KALIMANTANSELATAN
KALIMANTANTIMUR
KALIMANTANUTARA
Kasus Baru AID
4-16
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.18
Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)
Prevalensi Status Gizi berdasarkan tinggi badan dan umur sebagian besar tergolong normal untuk semua provinsi
Perumahan, Tempat tinggal memiliki peran strategis dalam membentuk watak dan
kepribadian bangsa. Hal ini merupakan salah satu upaya membangun manusia Indonesia yang
berjati diri, mandiri, dan produktif. Sehingga kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan
dasar setiap manusia, yang akan terus berkembang sesuai dengan tahapan dan siklus kehidupan.
Perumahan yang layak huni harus dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum,
diantaranya adalah penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon,
jalan, dan infrastruktur lainnya.
Berdasarkan lokasi permukiman di Pulau Kalimantan, beberapa provinsi masih banyak
desa dengan lokasi permukiman pada lokasi yang membahayakan, dan tidak nyaman. Pada tahun
2014 tercatat total jumlah desa dengan kondisi permukiman kumuh sebanyak 484 desa, dengan
penyebaran terbanyak di Provinsi Kalimantan Barat yaitu 174 desa dan Kalimantan Timur
sebanyak 125 desa. Sementara total jumlah desa dengan lokasi permukiman di bawah Saluran
Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) tercatat sebanyak 24 desa, dengan penyebaran terbesar di
Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 19 desa, dan lokasi permukiman di bantaran sungai
sebanyak 3.764 desa dengan penyebaran terbanyak di Provinsi Kalimantan Selatan 1.242 desa
dan Kalimantan Tengah sebanyak 1.012 desa.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur
%
PREVALENSI STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN TINGGI BADAN MENURUT UMUR (TB/U) MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
Sangat Pendek (%) Pendek (%) Normal (%)
4-17
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.19
Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Kalimantan Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman kumuh terbesar di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur
Gambar 4.20
Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Kalimantan Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman dibantaran Sungai terbesar di Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah
174
85
66
125
34
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Kalimantan Barat KalimantanTengah
KalimantanSelatan
Kalimantan Timur Kalimantan Utara
Pemukiman Kumuh
900
1.012
1.242
467
143
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
KalimantanBarat
KalimantanTengah
KalimantanSelatan
KalimantanTimur
KalimantanUtara
Bantaran / Tepi Sungai
4-18
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.21
Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Kalimantan Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman dibawah SUTET terbesar di Provinsi Kalimantan Timur
Perkembangan jumlah rumah tangga dengan jenis lantai terluas secara umum sebagain
besar kondisi permukiman di Pulau Kalimantan menggunakan lantai bukan tanah (Tabel 4.12).
Perkembangan persentase rumah tangga dengan lantai bukan tanah terus meningkat dari tahun
2010-2013, dan rata-rata berada diatas angka nasional. Untuk luas lantai, sebagian besar
persentase rumah tangga memiliki luas lantai 20-49 m2 dan 50-99 m2, sementara untuk luas
lantai > 100 m2 relatif kecil (Tabel 4. 13).
Tabel 4.12:
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas
di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2013.
Provinsi
Persentase Rumah Tangga berdasarkan Jenis Lantai terluas (Persen)
Tanah Bukan tanah
2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014
Kalimantan Barat 2.34 0.54 0.45 0.62 0.47 97.66 99.46 99.55 99.38 99.53
Kalimantan Tengah 3.61 0.82 1.19 1.15 0.92 96.39 99.18 98.81 98.85 99.08
Kalimantan Selatan 1.76 0.75 0.47 0.82 1.01 98.24 99.25 99.53 99.18 98.99
Kalimantan Timur 3.23 0.65 0.88 0.65 0.41 96.77 99.35 99.12 99.35 99.59
Kalimantan Utara - - - - - - - - - -
INDONESIA 11.5 9.21 8.55 8.85 8.13 88.5 90.79 91.45 91.15 91.87
Sumber: BPS, Tahun 2014
4
0 1
19
0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
KalimantanBarat
KalimantanTengah
KalimantanSelatan
KalimantanTimur
KalimantanUtara
Bawah Sutet
4-19
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Tabel 4.13
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Kalimantan
Tahun 2014.
Provinsi Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai (m2) (Persen)
<19 20-49 50-99 100-149 150+ Total
Kalimantan Barat 2.36 38.83 43.69 9.22 5.91 100
Kalimantan Tengah 3.35 45.62 40.34 7.12 3.57 100
Kalimantan Selatan 4.58 39.04 42.61 10.02 3.74 100
Kalimantan Timur 3.98 35.09 42.26 11.15 7.53 100
Kalimantan Utara - - - - - -
INDONESIA 5.04 31.03 44.98 12.24 6.71 100
Sumber: BPS, Tahun 2014
Persentase jumlah rumah tangga menurut penerangan listrik PLN, secara umum
persentase rumah tangga di perkotaan maupun di perdesaan dengan penerangan listrik PLN
masih berada dibawah rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Kalimantan Selatan (Tabel 4.14).
Selama periode 2009 dan 2013 persentase jumlah rumah tangga dengan penerangan listrik PLN
meningkat. Sementara untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi
layak dan air minum layak meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 4.15), namun masih banyak
jumlah rumah yang berada dibawah dibawah rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Kalimantan
Timur.
Tabel 4.14
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber
Penerangan Listrik PLN di Pulau Kalimantan Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
2009 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perdesaan Perdesaan
Kalimantan Barat 93.23 56.75 66.67 97.94 66.44 75.59
Kalimantan Tengah 92.53 51.86 65.70 96.45 60.81 72.79
Kalimantan Selatan 98.29 83.88 89.79 99.30 89.78 93.81
Kalimantan Timur 92.90 63.66 81.72 97.36 65.60 85.40
Rata-rata Nasional 97.05 81.99 89.29 99.11 87.27 93.17
Sumber: BPS, Tahun 2014
Persentase jumlah rumah tangga menurut sumber air minum layak, secara umum
persentase rumah tangga tahun 2013 di perkotaan dan perdesaan menunjukan adanya
peningkatan dari tahun 2009, dengan persentase terbesar di daerah perkotaan (Tabel 4.14).
Namun jika dibandingkan terhadap rata-rata nasional sebagian besar provinsi masih dibawah
rata-rata nasional, kecuali Provinsi Kalimantan Timur. Persentase rumah tangga terbesar di
Provinsi Kalimantan Timur (79,99%) dan terrendah di Provinsi Kalimantan Tengah (48,04%).
Sementara untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak
meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 4.16), namun masih banyak jumlah rumah yang berada
dibawah rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Kalimantan Timur. Persentase terbesar untuk
rumah tangga dengan sanitasi layak terdapat di Provinsi Kepulauan Kalimantan Timur (75,93%)
dan terrendah di Provinsi Kalimantan Tengah (44,05%).
4-20
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Tabel 4.15
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum
Layak Per-Provinsi, di Pulau Kalimantan Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
2009 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perdesaan Perdesaan
Kalimantan Barat 76.28 45.71 54.02 82.79 54.94 63.18
Kalimantan Tengah 53.03 28.56 36.89 67.21 37.99 48.04
Kalimantan Selatan 76.64 34.79 51.97 80.19 48.6 62.07
Kalimantan Timur 65.1 40.54 55.71 93.09 58.52 79.99
Rata-rata NASIONAL 49.82 45.72 47.71 79.34 56.17 67.73
Sumber: BPS, Tahun 2014
Tabel 4.16
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau
Kalimantan Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi
(%)
2009 2010 2011 2012 2013
Kalimantan Barat 40.12 45.32 43.81 50 52.1
Kalimantan Tengah 25.78 35.14 33.72 38.31 44.05
Kalimantan Selatan 41.16 48.95 48.38 49.72 57.54
Kalimantan Timur 58.48 68.37 66.56 72.15 75.93
Kalimantan Utara - - - - -
Rata-rata Nasional 51.19 55.53 55.6 57.35 60.91
Sumber: BPS, Tahun 2014
4.3. DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN
4.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan
Tanaman Pangan. Produksi padi Pulau Kalimantan tahun 2015 mencapai 5.307.563 ton
atau sekitar 7,03 persen dari total produksi nasional, dengan produktivitas 3,65 ton/ha (lebih
rendah dari produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi padi di Pulau Kalimantan
rata-rata meningkat 103,09 persen per tahun (dalam periode 2007-2015), dengan peningkatan
luas panen rata-rata 102,27 persen per tahun. Produksi padi terbesar di Provinsi Kalimantan
Selatan mencapai 2,27 juta ton atau 42,75 persen dari produksi padi Pulau Kalimantan.
4-21
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.22
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2006-2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Perkembangan produktivitas padi Pulau Kalimantan masih dibawah produktivitas rata-rata produktivitas padi nasional
Gambar 4.23
Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2015.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Produksi Jagung tahun 2015 mencapai 308.832 ton atau sekitar 1,49 persen dari total
produksi jagung nasional, dengan produktivitas 4,4 ton/ha (lebih rendah dari produktivitas padi
nasional). Perkembangan produksi jagung di Pulau Kalimantan rata-rata meningkat 197.974 ton
per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata 663 ha per
tahun. Produksi jagung terbesar di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan yang
masing-masing mencapai 156.007 ton dan 130.824 ton atau sekitar 50,52 persen dan 42,36
persen dari produksi jagung Pulau Kalimantan.
3.7
77
.38
4
4.3
09
.10
1
4.3
84
.49
0
4.3
92
.11
2
4.4
22
.96
1
4.5
20
.40
6
4.6
95
.26
8
4.8
72
.40
0
4.9
76
.89
0
5.3
07
.56
3
3,65
5,28
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
-
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Produksi Tanaman Padi Produktivitas (ton/ha)_Kalimantan
Produktivitas (ton/ha)_Nasional
24,39
52,09
4,19
7,03
11,71
0,25 0,34
Produksi Padi menurut Pulau (%)
P. SUMATERA
P.JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
KEP. MALUKU
P. PAPUA
27,53
18,52 42,75
8,71 2,50
Produksi Padi menurut Provinsi di Pulau Kalimantan (%)
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
4-22
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.24
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2006-2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Perkembangan produktivitas jagung Pulau Kalimantan masih dibawah produktivitas rata-rata produktivitas jagung nasional
Gambar 4.25
Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Penghasil jagung terbesar di Pulau Kalimantan yaitu di Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
Produksi kedelai tahun 2015 mencapai 16.386 ton atau sekitar 1,54 persen dari total
produksi kedelai nasional, dengan produktivitas 1,41 ton/ha (lebih rendah dari produktivitas
padi nasional). Perkembangan produksi kedelai di Pulau Kalimantan rata-rata meningkat 6.709
ton per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata 863 ha
persen per tahun. Produksi kedelai terbesar di Provinsi Kalimantan Selatan sekitar 54,88 persen
dari produksi kedelai Pulau Kalimantan.
20
3.8
68
26
0.2
08
29
5.2
48
30
1.2
86
30
6.0
60
27
7.1
47
30
0.0
76
27
9.0
70
27
0.3
87
30
8.8
32
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produktivitas Produksi (ton)
Produksi P. Kalimantan Produktivitas P. Kalimantan
Produktivitas Nasional
21,61
52,89
8,50
1,49
15,30
0,17 0,04
Produksi (Ton)
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
50,52
3,04
42,36
3,65 0,43
Produksi (Ton)
KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR
KALIMANTAN UTARA
4-23
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.26
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2006-2014.
Sumber: Badan Pusat Statistik 2014
Produktivitas kedelai Kalimantan masih dibawah rata-rata produktivitas kedelai nasional
Gambar 4.27: Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Kalimantan
Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
50
.34
6
39
.25
2
83
.95
8
13
0.5
30
97
.53
6
10
4.2
85
88
.14
9
68
.87
2
11
1.1
63
11
8.5
91
1,56
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Produksi (ton) Produktivitas_Sumatera Produktivitas_Nasional
11,64
66,00
10,46
1,54
9,70
0,14 0,52
Produksi (Ton)
P. Sumatera
P. Jawa+Bali
P. Nusa Tenggara
P. Kalimantan
P. Sulawesi
Kep. Maluku
P. Papua
20,20
12,64
54,88
11,75
0,52
Produksi (Ton)
KALIMANTAN BARAT
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN SELATAN
KALIMANTAN TIMUR
KALIMANTAN UTARA
4-24
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Tabel 4.17:
Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di
Pulau Kalimantan Tahun 2015.
Provinsi
Padi Jagung Kedelai
Luas Panen
(ha)
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Luas Panen
(ha)
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Luas Panen
(ha)
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Kalimantan Barat 483,423 1,461,238 3.02 41,145 156,007 3.79 2,187 3310 1.51
Kalimantan Tengah 282,893 982,951 3.47 2,880 9,383 3.26 1,726 2071 1.20
Kalimantan Selatan 534,058 2,268,871 4.25 21,647 130,824 6.04 6,301 8993 1.43
Kalimantan Timur 108,366 462,070 4.26 3,846 11,283 2.93 1,342 1926 1.44
Kalimantan Utara 45,881 132,433 2.89 623 1,335 2.14 87 86 0.99
P. KALIMANTAN 1454621 5307563 3.65 70,141 308,832 4.40 11643 16386 1.41
% NASIONAL 3.38 1.93
1.03 0.75
0.34 0.33
Sumber: BPS, Tahun 2014
Tanaman Perkebunan. Pulau Kalimantan merupakan penghasil terbesar tanaman
perkebunan di Indonesia, dengan komoditas utamanya adalah kelapa sawit, karet, dan kelapa
(Tabel 4.17). Produksi kelapa sawit Pulau Kalimantan tahun 2014 sebesar 20.297,10 ribu ton
atau 69,17 persen dari produksi kelapa sawit nasional meningkat dibandingkan produksi tahun
2012, selain kelapa sawit, komoditas lainnya adalah karet dengan produksi mencapai 2.327,10
ribu ton atau sekitar 73,8 persen dari total produksi karet nasional, dan kelapa sebesar 960,8
ribu ton atau 31,69 persen dari produksi kelapa nasional.
Tabel 4.18 Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Kalimantan
Tahun 2012 dan 2014.
Komoditas P. Kalimantan (ribu ton) Nasional (ribu ton) P. Kalimantan (%)
2012 2014 2012 2014 2012 2014
Kelapa Sawit 17.933,70 20.297,10 26.015,50 29.344,50 68,93 69,17
Kelapa 1.028,70 960,8 2.938,40 3.031,30 35,01 31,69
Karet 2.183,00 2.327,10 3.012,30 3.153,20 72,47 73,8
Kopi 492,7 493,2 691,2 685,1 71,28 71,99
Kakao 139,9 154,6 740,5 709,3 18,89 21,79
Tebu 875,9 897,7 2.592,60 2.575,40 33,79 34,86
Teh 22,6 22,2 143,4 142,7 15,73 15,52
Tembakau 5,9 6,6 260,8 166,3 2,25 3,95
Sumber: BPS Tahun 2014.
Sementara penghasil kelapa sawit terbesar di Pulau Kalimantan terdapat di Provinsi
Kalimantan Tengah dengan produksi 3.312,41 ribu ton atau 40,76 persen dari total produksi
sawit di Kalimantan, produksi karet dan kelapa terbesar di Provinsi Kalimantan Barat dengan
masing-masing produksi sebesar 232,27 ton dan 77,65 ton (Tabel 4.18).
4-25
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Tabel 4.19
Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Kalimantan menurut Provinsi Tahun 2014.
Provinsi Kelapa Sawit Kelapa Karet Kopi Kakao
(ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%)
Kalimantan Barat 1898.87 23.36 77.65 54.41 232.27 34.21 3.94 49.25 1.9 21.66
Kalimantan Tengah 3312.41 40.76 28.27 19.81 212 31.23 1.45 18.13 0.2 2.28
Kalimantan Selatan 1316.22 16.19 30 21.02 167.98 24.74 1.25 15.63 0.07 0.80
Kalimantan Timur 1599.9 19.69 6.4 4.48 66.67 9.82 0.81 10.13 3.3 37.63
Kalimantan Utara 0 0.00 0.4 0.28 0 0.00 0.55 6.88 3.3 37.63
P. KALIMANTAN 8127.4 100.00 142.72 100.00 678.92 100.00 8.00 100.00 8.77 100.00
Sumber: BPS, Tahun 2014
Peternakan. Populasi ternak besar di Pulau Kalimantan terbesar adalah babi dengan
jumlah populasi tahun 2013 mencapai 773.369 ekor, selanjutnya diikuti sapi, dan kambing
dengan populasi masing-masing 511.491 ekor dan 400.008 ekor. Sementara untuk jenis ternak
unggas populasi terbesar adalah jenis ayam ras pedaging, dengan populasi tahun 2013 sebesar
120.805.603 ekor.
Gambar 4.28
Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam ekor).
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
Populasi terbesar untuk jenis ternak besar yaitu babi, dan sapi
Tabel 4.19
Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013.
Provinsi Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi
Kalimantan Barat 171,755 3,441 187,923 272 29 485,314
Kalimantan Tengah 71,922 6,904 45,922 2,349 32 192,585
Kalimantan Selatan 162,786 27,891 102,629 3,885 141 5,553
Kalimantan Timur 105,028 9,070 63,534 434 101 89,917
P. KALIMANTAN 511,491 47306 400008 6940 303 773369
Shatre terhadap Nasional (%) 3.08 3.19 2.15 0.05 0.07 9.38
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
900.000
2009 2010 2011 2012 2013*)
Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi
4-26
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.29
Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam ekor).
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013.
Populasi terbesar untuk unggas yaitu ayam ras pedaging
Tabel 4.20
Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013,
(ribu ekor).
Provinsi
Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik
Populasi Pertumbuhan
(%) Populasi
Pertumbuhan (%)
Populasi Pertumbuhan
(%)
Kalimantan Barat 26,543,707 20.83 3,627,174 21.81 779,539 27.69
Kalimantan Tengah 4,470,485 -14.45 39,921 6.94 266,743 -5.09
Kalimantan Selatan 49,527,380 21.98 3,226,547 15.94 4,735,624 2.60
Kalimantan Timur 40,264,031 2.00 1,619,246 2.00 220,664 1.00
P. KALIMANTAN 120,805,603 12.62 8,512,888 15.26 6,002,570 4.84
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
4.3.2. Pengembangan Sektor Energi
Perkembangan produksi energi listrik di Pulau Kalimantan mengalami peningkatan dari
dalam empat tahun terkahir. Produksi listrik tahun 2013 mencapai mencapai 8.367,03 MGh
atau meningkat sebesar 10,15 persen dari produksi tahun 2012. Sebagian besar produksi energi
listrik dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Sementara untuk rasio
elektrifikasi, sebagian besar provinsi di Kalimantan memiliki rasio elektrifikasi dibawah rasio
elektrifikasi nasional, kecuali Kalimantan Selatan.
0
20.000.000
40.000.000
60.000.000
80.000.000
100.000.000
120.000.000
140.000.000
2009 2010 2011 2012 2013*)
Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik
4-27
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.30
Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Kalimantan dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
Rasio elektrifikasi di Pulau Kalimantan tahun 2013 mencapai 71,2 persen meningkat dari tahun 2009, damun kondisi rasio elektrifikasi Pulau Kalimantan masih dibawah rata-rata rasio elektrifikasi nasional
Gambar 4.31
Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam persen).
Sumber : Data BPS, Stastistik PLN Tahun 2013
Rasio elektrifikasi provinsi di Pulau Kalimantan masih rendah berada dibawah rasio elektrifikasi nasional
61,34
50,17
68,10
73,68
71,2
66,28
67,15
72,95
76,56
78,06
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00
2009
2010
2011
2012
2013
NASIONAL P. KALIMANTAN
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
KalimantanBarat
KalimantanSelatan
KalimantanTengah
KalimantanTimur
KalimantanUtara
Rasio Elektrifikasi_Provinsi Rasio Elektrifikasi_Nasional
4-28
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.32
Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (KWg/Kapita).
Sumber : Data BPS, Stastistik PLN Tahun 2013
KWh perkapita provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan masih tergolong rendah dan dibawah rata-rata KWh perkapita nasional
Gambar 4.33
Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2010-2013, (dalam MGh).
Sumber : Data BPS, Stastistik PLN Tahun 2013
Produksi energi listrik di Pulau Kalimantan dalam empat tahun terkahir mengalami peningkatan setisap tahunnya, atau tumbuh sebesar 10,74 persen per tahun
0,00
100,00
200,00
300,00
400,00
500,00
600,00
700,00
800,00
Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur
KWh jual/kapita_Provinsi KWh jual/kapita_Nasional
6.160,90
6.849,51
7.596,32
8.367,03
-
1.000,00
2.000,00
3.000,00
4.000,00
5.000,00
6.000,00
7.000,00
8.000,00
9.000,00
2010 2011 2012 2013
P. KALIMANTAN
4-29
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.34
Komposisi Produksi Energi Listrik menurut Jenis Pembangkit di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam persen).
Sumber : Data Stastistik PLN Tahun 2013
Produksi energi listrik di Pulau Kalimantan sebagian besar di produksi dari PLTD yaitu mencapi 63,70 persen
4.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan.
Perikanan dan Kelautan. Tingkat perkembangan produksi perikanan tangkap dan
budidaya tahun 2013 di Pulau Kalimantan rata-rata meningkat, Produksi perikanan tangkap
2013 mencapai 657.517 ton meningkat sebesar 329.624 ton dari tahun 2009 dengan
peningkatan rata-rata 21,20 persen per tahun, dan perikanan budidaya 570.047 ton meningkat
sebesar 421.200 ton dari produksi tahun 2009 dengan tumbuh rata-rata 41,81 persen per tahun.
Produksi perikanan tangkap terbesar di Pulau Kalimantan terdapat di Provinsi Kalimantan
Selatan, sementara untuk produksi perikanan budidaya terbesar di Provinsi Kalimantan Timur.
Gambar 4.35. Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau
Kalimantan Tahun 2009-2013, (dalam ton).
Sumber: BPS, Tahun 2013
Produksi perikanan terbesar di Wilayah Kalimantan berasal dari perikanan tangkap
2,18
23,48
5,29
5,25
63,70
0,09 0,01
P. KALIMANTAN
PLTA
PLTU
PLTG
PLTGU
PLTP
PLTD
PLTMG
PLT Surya
14
8.8
47
17
4.7
04
31
0.3
65
46
1.8
03
57
0.0
47
32
7.8
93
52
5.9
33
51
0.4
43
54
8.5
72
65
7.5
17
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
2009 2010 2011 2012 2013
Pro
du
ksi (
ton
)
Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap
4-30
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.36
Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Kalimantan terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).
Produksi perikanan budidaya tahun 2013 sebesar 570.047 ton atau sekitar 4,29 persen dari produksi peikanan budidaya nasional;
Sumber: BPS, Tahun 2013
Produksi perikanan tangkap Pulau Kalimantan sebesar 657.517 ton atau sekitar 10,77 persen terbesar dari nasional.
Gambar 4.37:
Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2012, (dalam persen).
Produksi perikanan tangkap terbesar berada di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 33,34 persen.
Sumber: BPS, Tahun 2013
Produksi perikanan budidaya terbesar terdapat di Provinsi Kalimantan Timur sebesar 59,52 persen.
9,49
20,22
19,31
4,29
40,84
5,20 0,65
Distribusi Produksi Perikanan Budidaya (%)
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
28,76
20,09
4,09
10,77
18,08
11,52 6,69
Distribusi Produksi Perikanan Tangkap
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
23,62
14,44
33,34
28,60
Distribusi Tangkap
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
13,95
9,58
16,95 59,52
distribusi Budidaya
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
4-31
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
4.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri
Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan salah satu sektor untuk mendorong
perekonomian daerah dan nasional. Potensi sektor pariwisata di Pulau Kalimantan yang
tersebar di 5 provinsi cukup potensial yang meliputi wisata budaya, wisata alam bahari, agro
wisata, dan lain-lain. Untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata sebagai produk
unggulan daerah di masa mendatang, pemerintah harus melakukan pembangunan sarana dan
prasarana penunjang pariwisata yang lebih memadai.
Salah satu indikator kinerja sektor pariwisata dapat ditunjukan dengan perkembangan
jumlah wisatawan baik yang berasal dari mancanegara maupun domestik, serta jumlah
ketersediaan akomodasi dari hotel dan restoran yang tersedia. Perkembangan jumlah tamu
asing dan domestik dari tahun 2010-2014 meningkat, Pada Tahun 2014 jumlah kunjungan tamu
asing mencapai 94.515 ribu orang atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 20,85 persen
per tahun, sementara jumlah tamu domestik mencapai 4.498.522 meningkat dibandingkan
tahun sebelumnya atau rata-rata meningkat sebesar 12,07 persen per tahun.
Tabel 1.21
Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau
Kalimantan, Tahun 2003-2014, (orang)
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata
Pertumbuhan 2010-2014
Kalimantan Barat 17.867 20.094 28.636 34.464 22.401 10,08
Kalimantan Tengah 457 1.924 1.705 30.478 3.941 477,53
Kalimantan Selatan 8.661 11.808 7.659 9.007 8.569 3,48
Kalimantan Timur 38.449 79.537 58.921 86.821 59.605 24,24
P. KALIMANTAN 65.434 113.363 96.921 160.770 94.515 20,85
Sumber: BPS Tahun 2014
Tabel 1.22
Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau
Kalimantan, Tahun 2003-2014, (orang).
Provinsi
Domestik
2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata
Pertumbuhan 2010-2014
Kalimantan Barat 641.408 1.057.118 1.256.907 1.047.804 1.245.882 21,49
Kalimantan Tengah 563.417 695.886 639.759 1.243.478 813.735 18,81
Kalimantan Selatan 588.376 748.974 718.508 579.971 968.126 17,72
Kalimantan Timur 1.232.373 1.867.025 1.344.360 1.244.850 1.470.779 8,56
P. KALIMANTAN 3.025.574 4.369.003 3.959.534 4.116.103 4.498.522 12,07
Sumber: BPS Tahun 2014
4-32
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Pengembangan usaha Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan kekuatan strategis dan
penting untuk mempercepat pembangunan daerah. Sektor ini memberikan kontribusi signifikan
terhadap pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja. Usaha IMK umumnya merupakan
usaha rumah tangga dan masyarakat menengak-kecil dimana dalam pengembangannya masih
memerlukan pembinaan terutama dalam aspek pemasaran, permodalan dan pengelolaan. Peran
IMK memiliki posisi penting untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah dan
mengurangi kesenjangan (gap) pendapatan.
Perkembangan jumlah IMK di Pulau Kalimantan dalam 2 tahun terakhir cenderung
menurun, Jumlah IKM tahun 2014 sebanyak 149.191 IKM berkurang dari tahun 2013 (145.931),
dengan jumlah UKM terbanyak terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan yaitu sebanyak 70.866
IKM (Gambar 4.39). Sementara untuk total output IKM Pulau sebesar Rp. 18.075.815 juta
menurun dari tahun 2013, dan jumlah tenaga kerja sebanyak 301.345 jiwa atau meningkat dari
jumlah tenaga kerja pada tahun 2013. Nilai output dan tenaga kerja terbesar terdapat di provinsi
Kalimantan Selatan dan terrendah di Provinsi Kalimantan Tengah.
Gambar 4.38
Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013 dan 2014, (unit).
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah Industri terbesar di Kalimantan Selatan
Tabel 4.23
Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut
Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2013 dan 2014
Provinsi Tenaga Kerja (orang) Output (Rp. Juta)
2013 2014 Δ 2013-
2014 2013 2014
Δ 2013-2014
Kalimantan Barat 84.959 76.308 (10,18) 3.689.401 4.549.476 23,31
Kalimantan Tengah 40.656 43.535 7,08 2.034.596 2.594.716 27,53
Kalimantan Selatan 132.418 134.828 1,82 6.382.344 7.265.981 13,85
Kalimantan Timur - - - 8.412.130 3.665.642 (56,42)
Kalimantan Utara 71.238 46.674 (34,48) - -
P. KALIMANTAN 329.271 301.345 (8,48) 20.518.471 18.075.815 (11,90)
Sumber: BPS Tahun 2015
37.412
19.932
70.866
17.721
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
KALIMANTANBARAT
KALIMANTANTENGAH
KALIMANTANSELATAN
KALIMANTANTIMUR
KALIMANTANUTARA
2013 2014
4-33
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
4.4. DIMENSI PEMERTAAN DAN KEWILAYAHAN
4.4.1. Kesenjangan Ekonomi
PDRB Perkapita, Perkembangan PDRB perkapita Provinsi di Pulau Kalimantan dalam
kurun lima tahun terakhir meningkat. Namun, sebagian besar provinsi masih berada dibawah
rata-rata PDB perkapita nasional kecuali Kalimantan Timur. Perbandingan PDRB perkaita
antarprovinsi, menunjukan adanya gap (ketimpangan) yang cukup tinggi antarwilayah, dimana
PDRB perkapita tertinggi mencapai Rp. 123.985,45 ribu per jiwa di Provinsi Kalimantan Timur,
dan terrendah sebesar Rp. 22.707,79 ribu per jiwa di Provinsi Kalimantan Barat.
Tabel 4.24
Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau
Kalimantan Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa).
Provinsi Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Kalimantan Barat 19.510,07 20.227,16 21.062,22 21.969,30 22.707,79
Kalimantan Tengah 25.455,05 26.588,90 27.749,61 29.110,59 30.220,97
Kalimantan Selatan 23.418,47 24.567,32 25.547,77 26.431,39 27.230,80
Kalimantan Timur 116.946,31 121.196,23 124.501,38 124.635,69 123.985,45
Kalimantan Utara 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Rata-rata Perkapita 33 Prov 28.778,17 30.112,57 31.519,93 32.874,76 34.127,72
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Gambar 4.39
PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Kalimantan, Tahun 2014, (ribu/jiwa)
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2014
Gap PDRB perkapita, PDRB Perkapita tertinggi Provinsi Kalimantan Timur Rp. 123.985,45 ribu/jiwa dan terrendah Provinsi Kalimantan Barat Rp. 22.707,79 ribu jiwa.
0,00
20.000,00
40.000,00
60.000,00
80.000,00
100.000,00
120.000,00
140.000,00
KalimantanBarat
KalimantanTengah
KalimantanSelatan
KalimantanTimur
KalimantanUtara
rup
iah
/jiw
a
PDRB Perkapita Prov PDRB rata-rata Prov
4-34
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Kesenjangan distribusi pendapatan. Kriteria Bank Dunia membagi penduduk ke
dalam 3 (tiga) kelompok pendapatan yaitu 40 persen kelompok penduduk berpendapatan
rendah, 40 persen kelompok penduduk berpendapatan sedang dan 20 persen kelompok
berpendapatan tinggi. Berdasarkan Tabel 4.25 dan Gambar 4.41, ketimpangan distribusi
pendapatan provinsi Pulau Kalimantan dari tahun 2002-2013 dikategorikan sebagai tingkat
“ketimpangan rendah”. Tabel 4.25
Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2002-2013
Provinsi 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Kalimantan Barat 0,301 0,310 0,309 0,31 0,32 0,37 0,40 0,38 0,396
Kalimantan Tengah 0,245 0,283 0,297 0,29 0,29 0,30 0,34 0,33 0,350
Kalimantan Selatan 0,292 0,279 0,341 0,33 0,35 0,37 0,37 0,38 0,359
Kalimantan Timur 0,304 0,318 0,334 0,34 0,38 0,37 0,38 0,36 0,371
INDONESIA 0,329 0,363 0,364 0,35 0,37 0,38 0,41 0,41 0,413
Sumber: BPS, Tahun 2013 Gambar 4.40
Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2002-2013.
Ketimpangan
pendapatan
provinsi di
Pulau
Kalimantan
2002-2013
tergolong
kategori
ketimpangan
sedang
Kesenjangan pendapatan antarwilayah menurut Indeks Williamson (Gambar 4.42),
menunjukan tingkat kesenjangan pendapatan antarprovinsi di Pulau Kalimantan tergolong
cukup tinggi dan menunjukan trend menurun dari tahun 2011-103. Tingkat kesenjangan
pendapatan di Pulau Kalimantan berada di bawah rata-rata nasional. Sementara untuk
kesenjangan antarkabupaten/kota untuk setiap provinsi (Gambar 4.43), menunjukan tiga
provinsi dengan tingkat kesenjangan rendah yaitu dengan indeks williamson dibawah 0,5,
sementara provinsi Kalimantan Timur dengan tingkat kesenjangan cukup tinggi dengan indeks
williamson >0,8.
0,200,250,300,350,400,450,500,550,600,650,700,750,800,850,900,951,00
2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Gin
i Ras
io
Kalimantan Barat Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah Kalimantan Timur
Tinggi
Sedang
Rendah
4-35
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.41
Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2009-
2013
Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2009-2013
Gambar 4.42
Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau
Kalimantan Tahun 2009-2013
Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2009-2013
4.4.2. Infrasruktur Wilayah
Panjang jalan berdasarkan status pembinaannya pada tahun 2013 di Pulau Kalimantan
mencapai 56.889 km meningkat sebesar 40.065 km dari tahun 2005, peningkatan panjang jalan
terjadi di Provinsi Kalimantan Timur. Kondisi tingkat kerapatan jalan (Road Density) pada tahun
2013 di wilayah Kalimantan sebesar 0,10 km/km2 lebih rendah dari tingkat kerapatan jalan
nasional (0,26 Km/Km²), dengan kerapatan tertinggi di Provinsi Kalimantan Selatan. Sementara
dari kualitas jalan negara di wilayah Kalimantan dengan kondisi mantap (baik+sedang)
mencapai 89 persen sedikit meningkat dibandingkan tahun 2011.
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
2009 2010 2011 2012 2013
Ind
eks
Will
iam
son
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. NUSA TENGGARA,MALUKU & PAPUA
NASIONAL
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
2009 2010 2011 2012 2013
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
4-36
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.43
Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Panjang jalan di Pulau Kalimantan tahun 2013 mencapai 56.889 km atau meningkat 16.834 km dari tahun 2005.
Gambar 4.44
Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Peningkatan panjang jalan tahun 2013 terjadi di seluruh Provinsi, dengan peningkatan tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur.
40.065
56.899
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
2005 2013
Negara
Provinsi
Kab / Kota
Jumlah
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur
2.005 2013
4-37
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015
Gambar 4.45
Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam Km/Km2).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Tingkat kerapatan jalan di Pulau Kalimantan masih dibawah ratai rata-rata krapatan jalan nasionl, Tingkat kerapatan jalan tertinggi di Pulau Kalimantan Selatan (0,30 km/km2).
Gambar 4.46
Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km).
Kondisi kualitas jalan di Pulau Kalimantan sebagian sekitar 89 persen dalam kondisi mantap )
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
0,08 0,08
0,18
0,05
0,10 0,10
0,26
0,30
0,07
-
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,35
Kalimantan Barat KalimantanTengah
Nasional KalimantanSelatan
Kalimantan Timur
Provinsi (km/km2)_2005 Provinsi (km/km2)_2013
59% 29%
9% 3%
2011
Baik
Sedang
Rusak Ringan
Rusak Berat
64%
25%
7% 4%
2013
Baik
Sedang
Rusak Ringan
Rusak Berat
5-1
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
5.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA
Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Pulau Sulawesi dan seluruh provinsi
secara umum tumbuh positif, namun perkembangan ekonomi dalam empat tahun terakhir
melambat, kecuali untuk Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Utara meningkat pada akhir
tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi Pulau Sulawesi tahun 2014 tercatat tumbuh sebesar 6,99
persen melambat dibandingkan tahun sebelumnya, semua sektor tumbuh positif, dengan
pertumbuhan tertinggi dari sektorjasa kesehatan dan kegiatan sosial, listrik dan gas, konstruksi
dan industri pengolahan.
Tabel 5.1
Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Sulawesi Tahun 2011-2014
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014
1. Pertanian 5,42 5,14 5,54 8,59
2. Pertambangan & Penggalian 17,13 21,87 10,22 -4,33
3. Industri Pengolahan 8,88 7,46 7,79 10,13
4. Listrik dan Gas 10,29 16,12 9,07 10,44
5. Pengadaan Air 9,96 6,28 6,64 4,68
6. Konstruksi 8,70 10,40 10,39 10,43
7. Perdagangan Besar dan Eceran 10,28 10,65 7,78 8,38
8. Transportasi & Pergudangan 11,28 11,14 7,34 5,67
9. Akomodasi dan Makan Minum 9,42 10,55 7,06 7,83
10. Informasi dan Komunikasi 10,36 17,70 13,06 6,63
11. Jasa Keuangan 16,49 13,43 9,69 5,57
12. Real Estat 9,72 8,97 8,02 7,88
13. Jasa Perusahaan 8,81 6,62 6,86 6,74
14. Administrasi Pemerintahan 6,97 4,89 4,94 5,29
15. Jasa Pendidikan 9,09 6,96 7,45 7,64
16. Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 9,09 8,95 8,98 11,19
17. Jasa lainnya 7,11 8,33 7,17 9,14
Produk Domestik Regional Bruto 8,95 9,41 7,90 6,99
5-2
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.1
Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Pulau Sulawesi Atas Dasar Harga
Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen)
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Pertumbuhan ekonomi provinsi menurun/ melambat, kecuali Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Barat meningkat pada 2014
Tabel 5.2
Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Atas Dasar
Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen).
Provinsi Tahun
2011 2012 2013 2014
Sulawesi Selatan 8,13 8,87 7,63 7,57
Sulawesi Barat 10,73 9,25 6,94 8,73
Sulawesi Utara 13,51 12,79 8,48 12,93
Sulawesi Tengah 9,82 9,53 9,55 5,11
Gorontalo 7,71 7,91 7,68 7,29
Sulawesi Tenggara 10,63 11,65 7,51 6,26
P. SULAWESI 8,95 9,41 7,90 6,99
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Peran dan Struktur Ekonomi Sulawesi. Kontribusi Sulawesi dalam pembentukan PDB
nasional sebesar 5,65 persen terbesar keempat setelah kalimantan, dengan kontribusi terbesar
berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan. Sementara Kontribusi terbesar perekonomian Pulau
Sulawesi sebagian besar disumbang dari sektor Pertanian, sektor kontruksi, sektor
pertambangan dan penggalian, dan sektor industri pengolahan. Keempat sektor tersebut
berkontribusi sekitar 59,51 persen.
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
11,00
12,00
13,00
14,00
2011 2012 2013 2014
%
Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah Gorontalo Sulawesi Tenggara
P. Sulawesi
5-3
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.2
Peran Wilayah Sulawesi terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen).
Peran Sulawesi terhadap PDB nasional sebesar besar 5,65 persen
Kontribusi terbesar terhadap Perekonomian Sulawesi disumbang dari Provinsi Sulawesi Selatan
Tabel 5.3
Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2014.
Lapangan Usaha PDRB ADHB (Rp. Miliar)
2010 2011 2012 2013 2014
Sulawesi Selatan 171,741 198,289 202,185 217,618 300,124
Sulawesi Barat 17,184 20,189 20,787 22,229 29,392
Sulawesi Utara 48,401 55,759 823 893 78,620
Sulawesi Tengah 51,752 60,716 62,250 68,192 90,256
Gorontalo 15,476 17,407 17,987 19,369 25,201
Sulawesi Tenggara 48,401 55,759 59,785 64,274 78,620
P. SULAWESI 352,955 408,118 363,817 392,575 602,213
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Pengangguran Terbuka, Perkembangan pengangguran terbuka di wilayah Sulawesi
menunjukkan tren menurun selama periode 2010-2015. Jumlah Pengangguran Terbuka di
wilayah Sulawesi pada tahun 2015 mencapai 288.843 jiwa atau sekitar 4,05 persen dari total
pengangguran di Indonesia, dengan pengurangan jumlah pengangguran dari tahun 2010-2015
sebanyak 267.283 jiwa dan sebagian besar terdapat di Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan.
Sementara untuk kondisi Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) sebesar 4,81 persen sedikit
23,17
58,85
1,41 8,71
5,65 0,52 1,70
Kontribusi Nilai PDRB ADHB Pulau Terhadap PDB Nasional Tahun 2014, (%)
Sumatera
Jawa & Bali
Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
49,84
4,88 13,06
14,99
4,18 13,06
Kontribusi Nilai PDRB Provinsi Terhadap PDRB Pulaun Tahun 2014, (%)
Sulawesi Selatan
Sulawesi Barat
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
5-4
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan pengurangan rata-rata sebesar 0,45 persen
per tahun, namun kondisi TPT masih dibawah rata-rata TPT nasional (5,84%), dengan
pengurangan angka pengangguran sebesar 0,38 persen per tahun. Dominasi TPT di Pulau
Sulawesi sebagian besar berada di perkotaan dengan kondisi terakhir (Februari, 2015) sebesar
8,06 persen, dan di perdesaan sebesar 3,02 persen.
Gambar 5.3
Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di PulauSulawesi Tahun 2010-2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Perkembangan tingkat pengangguran terbuka Pulau Sulawesi berada dibawah rata-rata nasional
Tabel 5.4
Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2015, (jiwa).
Provinsi Pengangguran_jiwa ( Februari )
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sulawesi Utara 112.608 98.232 92720 78.327 84.241 102.602
Sulawesi Tengah 62.964 55.812 50.465 35.078 41.716 42.608
Sulawesi Selatan 284370 243.021 235.245 211.064 212.857 78.861
Sulawesi Tenggara 49.297 46.232 33.906 36.791 24.170 42.278
Gorontalo 24.479 21120 22.639 20.693 12.704 16.325
Sulawesi Barat 22.408 15.506 11.637 11.471 9.596 6.169
P. SULAWESI 556.126 479.923 446.612 393.424 385.284 288.843
NASIONAL 8.592.490 8.117.631 7.614.241 7.170.523 7.147.069 7.127.377
% Nasional 6,47 5,91 5,87 5,49 5,39 4,05
Sumber: BPS Tahun 2015
6,96
5,92 5,42
4,83 4,52
4,81
7,41
6,80 6,32
5,92 5,70 5,84
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Pe
nga
ngg
ura
n T
erb
uka
(jiw
a)
TPT
(%)
Pengangguran_jiwa ( Februari ) TPT_% ( Februari ) TPT Nasional_% (Februari)
5-5
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.4
Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Tingkat pengangguran Terbuka Pulau Sulawesi terbesar di daerah perkotaan
Penyebaran TPT di Pulau Sulawesi, TPT tertinggi di Provinsi Utara, selanjutnya diikuti
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Sementara TPT terrendah terdapat
di Provinsi Sulawesi Barat dan Gorontalo. Secara umum tingkat TPT seluruh provinsi mengalami
penurunan dari tahun 2010-2015, rata-rata pengurangan terbesar mencapai 0,52 persen di
Provinsi Sulawesi Barat dan terrendah di Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai 0,29.
Perbandingan TPT di wilayah perdesaan dan perkotaan antarprovinsi menunjukkan dominasi di
perkotaan di setiap provinsi.TPT paling dominan di perkotaan terdapat di Provinsi Sulawesi
Utara dan Sulawesi Selatan. Lihat Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Sulawesi
Tahun 2010-2015, (jiwa).
Provinsi TPT_% ( Februari ) Δ 2008-
2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sulawesi Utara 12,35 10,63 10,48 9,19 8,32 7,19 7,27 8,69 0,32
Sulawesi Tengah 7,25 5,11 4,89 4,27 3,73 2,65 2,92 2,99 0,35
Sulawesi Selatan 10,49 8,74 7,99 6,69 6,46 5,83 5,79 5,81 0,49
Sulawesi Tenggara 6,05 5,38 4,77 4,34 3,10 3,47 2,13 3,62 0,29
Gorontalo 7,04 5,06 5,05 4,61 4,81 4,31 2,44 3,06 0,33
Sulawesi Barat 5,68 4,92 4,10 2,70 2,07 2,00 1,60 1,81 0,52
P. SULAWESI 9,13 7,51 6,96 5,92 5,42 4,83 4,52 4,81 0,45
TPT NASIONAL 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92 5,70 5,84 0,38
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015
TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )
5-6
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.5
Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Sulawesi, Tahun 2015, (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
TPT Provinsi di WilayahSulawesi sebagian besar di daerah perkotaan
Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan
di wilayah Sulawesi pada tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok berpendidikan SMA
(46,53%), berikutnya berpendidikan <SD dan Diploma+Universitas masing-masing sebesar
19,49 persen dan 18,62 persen. Namun, kondisi pendidikan pengangguran terbuka tersebut
masih lebih rendah dibanding dengan rata-rata pendidikan dari pengangguran terbuka tingkat
nasional, Lihat Gambar 5.6 dan Tabel 5.5.
Gambar 5.6
Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Sulawesi, 2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Kualitas pendidikan pengangguran terbuka di Pulau Sulawesi sebagian besar (46,53%) tamatan SMA
Pengangguran terbuka berdasarkan komposisi tingkat pendidikan tertinggi yang
ditamatkan antarprovinsi, sebagian besar berpendidikan SMA, kecuali di wilayah Sulawesi
Tenggara masih lebih tinggi untuk kelompok berpendidikan Diploma dan Universitas. Kondisi
ini mengindikasikan fenomena pengangguran di wilayah Sulawesi lebih banyak dihadapi
kelompok berpendidikan sekolah menengah sampai dengan sarjana. Lihat Tabel 5.5.
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
Sulawesi Utara SulawesiTengah
SulawesiSelatan
SulawesiTenggara
Gorontalo Sulawesi Barat
TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )
0,53
5,73 13,23
15,35
31,95
14,58
4,90 13,72
P. Sulawesi
Tidak/Belum Pernah Sekolah
Tidak/Belum Tamat SD
SD
SMP
SMA (Umum)
SMA (Kejuruan)
Diploma I/II/III
Universitas
5-7
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Tabel 5.6
Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015.
Provinsi Tidak/Belum
Pernah Sekolah
Tidak/Belum Tamat SD
Tamatan Tertinggi
Jumlah SD SMP
SMA (Umum)
SMA (Kejuruan)
Diploma I/II/III
Universitas
Sulawesi Utara 4,69 13,00 12,91 30,61 24,21 3,35 11,22 100,00
Sulawesi Tengah - 9,23 16,80 17,80 24,12 13,76 6,59 11,71 100,00
Sulawesi Selatan 1,06 4,97 13,53 17,28 37,06 10,18 4,05 11,88 100,00
Sulawesi Tenggara
9,15 2,09 14,63 22,29 11,65 12,46 27,73 100,00
Gorontalo
3,28 28,57 3,39 24,37 24,31
16,07 100,00
Sulawesi Barat
7,48 15,63 10,96 22,51 12,26 7,59 23,58 100,00
P. SULAWESI 0,53 5,73 13,23 15,35 31,95 14,58 4,90 13,72 100,00
Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2015.
Kemiskinan. Perkembangan kemiskinan di wilayah Sulawesi dalam kurun waktu
2010-2015 cenderung menurun, namun kondisi kemiskinan dibeberapa provinsi masih berada
di atas rata-rata kemiskinan nasional, yaitu Provinsi Gorontalo sebesar 18,32 persen, Sulawesi
Tengah sebesar 14,66 persen, Sulawesi Tenggara sebesar 12,9 persen, dan Sulawesi Barat
sebesar 12,4 persen. Jumlah penduduk di Pulau Sulawesi tahun 2015 (maret) mencapai 2.117,1
ribu jiwa atau 7,40 persen (Tabel 5.7) dari total penduduk miskin di Indonesia atau menurun
rata-rata sebanyak 70,21 ribu jiwa per tahun dan sebagian besar terdapat di daerah perdesaan.
Gambar 5.7
Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret).
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Jumlah penduduk miskin Pulau Sulawesi 7,40 persen dari total penduduk miskin nasional
22,27
54,73
3,44 7,40
6,94
1,43
3,79 P. Sumatera
P. Jawa+Bali
P. Kalimantan
P. Sulawesi
P. Nusa Tenggara
P. Maluku
P. Papua
5-8
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.8
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Sulawesi Tahun 2008-2015 (Maret).
Sumber : Susenas (Maret), BPS 2015
Penduduk miskin Pulau Sulawesi sebagian besar terdapat di daerah perdesaan
Penyebaran penduduk miskin terbesar terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan (37,68%) dan jumlah penduduk miskin terrendah di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 7,58 persen. Sementara untuk persentase tingkat kemiskinan seluruh provinsi dari 2010-2015 cenderung menurun kecuali di Provinsi Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Sulawesi Barat mengalami peningkatan pada tahun 2015. Sebanyak 4 provinsi dengan tingkat kemiskinan berada diatas rata-rata nasional, dan kemiskinan tertinggi terdapat di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tengah.
Gambar 5.9
Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Sulawesi, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen).
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Jumlah penduduk miskin terbesar Pulau Sulawesi terdapay di Sulawesi Selatan.
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah PendudukMiskin ( Maret )
Jumlah PendudukMiskin Perkotaan (Maret )
Jumlah PendudukMiskin Perdesaan (Maret )
Sulawesi Utara 9,85% Sulawesi Tengah
19,92%
Sulawesi Selatan 37,68%
Sulawesi Tenggara 15,20%
Gorontalo 9,77%
Sulawesi Barat 7,58%
Distribusi Penduduk Miskin 2015 ( Maret )
5-9
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Tabel 5.7
Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2010-2015.
Provinsi Persentase Penduduk Miskin ( Maret ) Δ
2008-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sulawesi Utara 10,1 9,79 9,1 8,51 8 7,88 8,75 8,65 0,23
Sulawesi Tengah 20,75 18,98 18,07 15,83 15 14,67 13,93 14,66 1,14
Sulawesi Selatan 13,34 12,31 11,6 10,29 10 9,54 10,28 9,39 0,51
Sulawesi Tenggara 19,53 18,93 17,05 14,56 13 12,83 14,05 12,9 0,91
Gorontalo 24,88 25,01 23,19 18,75 17 17,51 17,44 18,32 1,24
Sulawesi Barat 16,73 15,29 13,58 13,89 13 12,3 12,27 12,4 0,74
NASIONAL 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 11,25 11,22 0,70
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Indek Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur
capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Indeks
Pembangunan manusia menjadi aspek yang sangat penting dalam pembangunan suatu daerah.
Namun perekonomian suatu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, tetapi
masalah pengangguran, kemiskinan juga tinggi. Berdasarkan model perhitungan IPM baru,
enam provinsi memiliki nilai IPM dibawah rata-rata IPM nasional. Sementara menurut
perkembangannya, dalam kurun waktu 2010-2014 IPM seluruh provinsi meningkat, dengan IPM
tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara atau berada diurutan ke-7 secara nasional, dan terrendah di
Provinsi Sulawesi Barat atau berada diurutan ke-32 secara nasional.
Gambar 5.10
Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pembangunan Manusia Antarprovinsi
Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
11 10 9
6
17
23
20
26
16
4
1
12 13
2
18
8
5
30 31 29
21 22
3
14
7
25
15
19
28
32
24
27
33 34
0
5
10
15
20
25
30
35
40
50,00
55,00
60,00
65,00
70,00
75,00
80,00
Ace
h
Sum
ut
Sum
bar
Ria
u
Jam
bi
Sum
sel
Ben
gku
lu
Lam
pu
ng
Bab
el
Kep
ri
DK
I Jak
arta
Jab
ar
Jate
ng
DIY
Jati
m
Ban
ten
Bal
i
NTB
NTT
Kal
bar
Kal
ten
g
Kal
sel
Kal
tim
Kal
tara
Sulu
t
Sult
eng
Suls
el
Sult
ra
Go
ron
talo
Sulb
ar
Mal
uku
Mal
ut
Pu
bar
Pap
ua
P. SUMATERA P. JAWA+BALI P.NUSTRA
P. KALIMANTAN P. SULAWESI P.MALUKU
P.PAPUA
IPM
Ran
kin
g IPM_Provinsi IPM_Nasional Ranking 2014
5-10
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.11
Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Perkembangan Kualitas sumberdaya manusia di Sulawesi menunjukan perbaikan dari tahun 2010 – 2014,
5.2. DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA
Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) provinsi di wilayah Sulawesi selama
periode 2008-2013 cenderung menunjukkan peningkatan, sebanyak 3 provinsi memiliki RLS di
atas RLS nasional (8,14 tahun) dan 3 provinsi lainnya masih berada di bawah RLS nasional
(Provinsi Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Sulawesi Barat), dengan RLS tertinggi 2013 terdapat
di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 9,09 tahun, dan terrendah Provinsi Sulawesi Barat sebesar
(7,35ahun).
Gambar 5.12
Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Tahun 2013
Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) seluruh provinsi meningkat dan rata-rata di atas RLS nasional, kecuali Provinsi Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Sulawesi Barat
62,00
63,00
64,00
65,00
66,00
67,00
68,00
69,00
70,00
71,00
2010 2011 2012 2013 2014
IPM
Perkembangan IPM Provinsi di Pulau Sulawesi, Tahun 2010-2014
Sulut
Sulsel
Sulut
Sulteng
Indonesia
Gorontalo
Sultra
6
6,5
7
7,5
8
8,5
9
9,5
10
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat
Nasional
5-11
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) selama periode 2008-2013 rata-rata
meningkat, sebanyak 5 provinsi menunjukkan perubahan positif. Pada tahun 2013 sebagian
provinsi memiliki AMH di atas rata-rata nasional (94,14 %), dengan AMH tertinggi di Provinsi
Sulawesi Utara sebesar 99,56 persen, dan AMH terrendah di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu
89,69 persen.
Gambar 5.13
Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Tahun 2013
Perkembangan AMH, seluruh provinsi di Sulawesi meningkat, dan rata-rata diatas AMH nasional, kecuali Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan
Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) antarprovinsi di wilayah Sulawesi tahun
2008 dan 2013 (Tabel 5.8), untuk kelompok Usia 16-18 tahun rata-rata meningkat, peningkatan
terbesar terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah (14,04%) dan Provinsi Sulawesi Barat (12,60%);
untuk APS 19-24 tahun rata-rata meningkat di seluruh provinsi dengan peningkatan terbesar di
Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 11,57 persen dan Gorontalo 10,99 persen; untuk APS 13-15
tahun rata-rata meningkat di seluruh provinsi dengan peningkatan terbesar di Provinsi Sulawesi
Selatan mencapai 10,57 persen; dan untuk APS 7-12 tahun meningkat diseluruh provinsi dengan
peningkatan terbesar di Provinsi Gorontalo mencapai 3,69 persen.
Tabel 5.8
Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2008 dan 2013.
Provinsi 2008** 2013 Δ2008-2013
7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24
Sulawesi Utara 97,87 88,46 56,84 12,80 98,91 90,45 66,81 16,29 1,05 2,00 9,97 3,49 Gorontalo 94,23 77,68 50,17 13,01 97,92 85,91 58,69 24,00 3,69 8,23 8,52 10,99 Sulawesi Tengah 97,16 81,13 50,75 14,75 97,67 86,84 64,80 21,22 0,51 5,71 14,04 6,47 Sulawesi Selatan 95,71 78,99 52,29 16,08 98,21 89,55 62,23 27,65 2,49 10,57 9,94 11,57 Sulawesi Barat 94,53 75,75 45,68 10,20 95,03 83,72 58,27 17,43 0,50 7,97 12,60 7,23 Sulawesi Tenggara 97,66 85,62 59,17 16,08 98,02 89,05 65,81 24,11 0,37 3,42 6,64 8,03
INDONESIA 97,88 84,89 55,50 13,29 98,36 90,68 63,48 19,97 0,48 5,79 7,98 6,68
Sumber: BPS, Tahun 2013.
85
87
89
91
93
95
97
99
101
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara Gorontalo Nasional
Sulawesi Barat
5-12
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Akses masyarakat terhadap pendidikan untuk jenjang SD, SMP, SMA dan Perguruan
Tinggi cukup baik, hal ini ditunjukan dengan akses untuk menjangkau jenjang pendidikan
SD/SMP/SMA/PT rata-rata lebih rendah dari nasional, kecuali jarak terhadap perguruan tinggi
di Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Seperti yang disajikan pada Tabel 5.8,
menunjukan akses untuk jenjang pendidikan SD/SMP/SMA/PT paling baik di Provinsi Sulawesi
Utara.
Tabel 5.9
Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau
Sulawesi Tahun 2012.
Provinsi Jenjang Pendidikan
SD/MI SMP/MTs SM/MA PT
Sulawesi Utara 1.36 2.22 3.87 9.32
Gorontalo 1.67 3.05 6.39 13.31
Sulawesi Tengah 1.56 3.49 6.2 11.26
Sulawesi Selatan 1.97 5.29 5.96 18.98
Sulawesi Barat 1.75 3.28 5.71 22.94
Sulawesi Tenggara 1.94 4.32 6.3 11.43
INDONESIA 2.09 4.46 6.98 13.91
Sumber : Statistik Pendidikan 2012, BPS
Kondisi pendidikan menurut rasio murid terhadap sekolah, perkembangan rasio murid
terhadap sekolah untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA secara umum mengalami
peningkatan dan rata-rata berada dibawah rata-rata nasional (Tabel 5.10). Rasio murid
terhadap sekolah untuk jenjang pendidikan SD paling baik di Provinsi Sulawesi Utara dan
Sulawesi Tengah, untuk jenjang pendidikan SMP paling baik di Provinsi Sulawesi tengah dan
Gorontalo, jenjang pendidikan SMA paling baik di Provinsi Sulawesi Barat.
Tabel 5.10
Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan
Jenjang Pendidikan di Pulau Sulawesi Tahun 2011 dan 2014.
Provinsi
Rasio Murid/sekolah
SD SMP SMA
2011 2014 2011 2014 2011 2014
Sulawesi Utara 125.98 122.73 183.10 164.26 278.71 262.46
Sulawesi Tengah 130.33 124.18 175.95 144.96 980.27 225.44
Sulawesi Selatan 160.29 156.26 219.75 207.30 293.86 286.24
Sulawesi Tenggara 158.19 145.72 189.12 160.22 169.14 235.60
Gorontalo 185.34 167.95 164.40 148.36 317.62 301.63
Sulawesi Barat 138.44 128.95 162.19 154.06 228.62 209.90
NASIONAL 181.08 173.27 264.74 242.07 328.83 305.50
Sumber: BPS, Tahun 2014
Kondisi pendidikan menurut rasio murid terhadap guru, perkembangan rasio murid
terhadap guru untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA secara umum mengalami
peningkatan dan rata-rata berada dibawah rata-rata nasional (Tabel 5.11). Rasio murid
terhadap guru untuk jenjang pendidikan SD dan SMP paling baik di Provinsi Sulawesi Tenggara,
jenjang pendidikan SMA paling baik di Provinsi Gorontalo.
5-13
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Tabel 5.11
Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan di Pulau Sulawesi Tahun 2011 dan 2014.
Provinsi
Rasio murid/guru
SD SMP SMA
2011 2014 2011 2014 2011 2014
Sulawesi Utara 14.72 102.01 14.26 14.28 16.06 19.06
Sulawesi Tengah 15.94 15.25 12.63 12.14 53.55 14.53
Sulawesi Selatan 14.92 15.17 11.72 11.81 14.35 12.56
Sulawesi Tenggara 13.35 15.56 12.29 11.41 12.66 12.58
Gorontalo 17.95 18.53 11.40 11.59 14.60 15.24
Sulawesi Barat 15.80 16.21 13.39 12.55 16.57 16.73
NASIONAL 17.42 16.53 15.06 14.53 16.19 16.06
Sumber: BPS, Tahun 2014
Kesehatan. Perkembangan derajat kesehatan penduduk antarprovinsi di wilayah
Sulawesi selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh
menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKBA), dan meningkatnya
Umur Harapan Hidup (UHH). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi
kesehatan secara nasional yang cenderung terus membaik.
Angka Kematian Bayi, Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2014, Angka Kematian Bayi (AKB) antarprovinsi di wilayah Sulawesi, sebagian besar provinsi
memiliki AKB di atas rata-rata AKB nasional (26,6 kematian per 1.000 kelahiran hidup). AKB
tertinggi di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 52,3 kematian per 1.000 kelahiran hidup dan
terendah di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 23,3 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Gambar 5.14
Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2010-2014.
Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi
Perkembangan Angka Kematian Bayi cenderung menurun, namun 4 provinsi memiliki AKBmasih diatas rata-rata AKB nasional
0
10
20
30
40
50
60
70
2010 2011 2012 2013 2014
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Nasional
5-14
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan indikator gizi buruk pada balita, merupakan
gangguan pertumbuhan bayi yang terjadi sejak usia dini (4 bulan) yang ditandai dengan
rendahnya berat badan dan tinggi badan, dan terus berlanjut sampai usia balita. Hal tersebut
terutama disebabkan rendahnya status gizi ibu hamil. Perkembangan gizi buruk pada balita
tahun 2014 di seluruh provinsi pada cenderung menurun, kecuali di Provinsi Selawesi Tengah,
Sulawesi Barat, dan Gorontalo cenderung meningkat. Berdasarkan perbandingan status gizi
balita antarprovinsi di wilayah Sulawesi pada tahun 2014, balita gizi buruk tertinggi terdapat di
Provinsi Gorontalo dan terrendah di Provinsi Sulawesi Utara. Lihat Gambar 5.15.
Gambar 5.15
Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2010-2014, (jiwa).
Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi)
Gizi buruk tertinggi tahun 2014 di provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tengah
Umur Harapan Hidup, berdasarkan estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) antarprovinsi
di wilayah Sulawesi selama periode 2008-2013 menunjukkan peningkatan, sejalan dengan
perkembangan UHH secara nasional. Estimasi UHH antarprovinsi di wilayah Sulawesi tahun
2013 sebanyak 2 provinsi telah berada di atas UHH nasional, Provinsi dengan UHH tertinggi
berada di Kepulauan Sulawesi Utara sebesar 72,62 tahun, dan terrendah di Provinsi Sulawesi
Tengah sebesar 67,21 tahun. Lihat Gambar 5.16.
Gambar 5.16
Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi,Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Perkembangan UHH provinsi selama periode 2008-2013 meningkat, namun hanya 2 Provinsi (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara) dengan kondisi UHH di atas nasional.
0
200
400
600
800
1.000
1.200
Sulawesi Utara SulawesiTengah
SulawesiSelatan
SulawesiTenggara
Gorontalo Sulawesi Barat
2011
2012
2013
2014
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat
5-15
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Jumlah kasus AIDs di Pulau Sulawesi tahun 2013, Provinsi Sulawesi Selatan menempati
urutan pertama yaitu sebanyak 250 kasus, selanjutnya dikuti Provinsi Sulawesi Utara sebanyak
146 kasus, dan Provinsi Sulawesi Tengah sebanyak 81 kasus.
Gambar 5.17
Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)
Kasus AIDs tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara
Gambar 5.18
Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)
Persentase Prevalensi status gizi balita menurut tinggi badan/umur seluruh provinsi dalam kategori normal
146
81
250
51
14 3
0
50
100
150
200
250
300
SULAWESIUTARA
SULAWESITENGAH
SULAWESISELATAN
SULAWESITENGGARA
GORONTALO SULAWESIBARAT
Kasus Baru AID
0
10
20
30
40
50
60
70
Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan SulawesiTenggara
Gorontalo Sulawesi Barat
%
Sangat Pendek (%) Pendek (%) Normal (%)
5-16
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Perumahan, Tempat tinggal memiliki peran strategis dalam membentuk watak dan
kepribadian bangsa. Hal ini merupakan salah satu upaya membangun manusia Indonesia yang
berjati diri, mandiri, dan produktif. Sehingga kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan
dasar setiap manusia, yang akan terus berkembang sesuai dengan tahapan dan siklus kehidupan.
Perumahan yang layak huni harus dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum,
diantaranya adalah penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon,
jalan, dan infrastruktur lainnya.
Berdasarkan lokasi permukiman di Pulau Sulawesi, beberapa provinsi masih banyak
desa dengan lokasi permukiman pada lokasi yang membahayakan, dan tidak nyaman. Pada tahun
2014 tercatat total jumlah desa dengan kondisi permukiman kumuh sebanyak 440 desa, dengan
penyebaran terbanyak di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu 275 desa. Sementara total jumlah desa
dengan lokasi permukiman dibawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) tercatat
sebanyak 289 desa, dengan penyebaran terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 195 desa,
dan lokasi permukiman di bantaran sungai sebanyak 3.203 desa dengan penyebaran terbanyak di
Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 952 desa.
Gambar 5.19
Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Sulawesi Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman kumuh terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan
Gambar 5.20
Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Sulawesi Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman dibantaran Sungaiterbesar di Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah
69 64
275
28
1 3
0
50
100
150
200
250
300
Sulawesi Utara SulawesiTengah
SulawesiSelatan
SulawesiTenggara
Gorontalo Sulawesi Barat
Pemukiman Kumuh
664 638
952
438
225 286
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1.000
Sulawesi Utara SulawesiTengah
SulawesiSelatan
SulawesiTenggara
Gorontalo Sulawesi Barat
Bantaran / Tepi Sungai
5-17
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.21
Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Sulawesi Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman dibawah SUTET terbesar di Provinsi Selatan
Perkembangan jumlah rumah tangga menurut jenis lantai terluas secara umum sebagain
besar kondisi permukiman di Pulau Sulawesi menggunakan lantai bukan tanah (Tabel 5.12).
Perkembangan persentase rumah tangga dengan lantai bukan tanah terus meningkat dari tahun
2010-2013, dan rata-rata berada diatas angka nasional. Untuk luas lantai, sebagian besar
persentase rumah tangga memiliki luas lantai 20-49 m2 dan 50-99 m2, sementara untuk luas
lantai > 100 m2relatif kecil (Tabel 5. 13).
Tabel 5.12
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2013.
Provinsi
Persentase Rumah Tangga berdasarkan Jenis Lantai terluas (Persen)
Tanah (1) Bukan tanah
2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014
Sulawesi Utara 8,75 6,01 6,33 5,01 4,54 91,25 93,99 93,67 94,99 95,46
Sulawesi Tengah 8,68 5,86 4,32 6,8 6,12 91,32 94,14 95,68 93,2 93,88
Sulawesi Selatan 3,86 2,24 2,26 2,7 2,32 96,14 97,76 97,74 97,3 97,68
Sulawesi Tenggara 8,6 5,34 6,3 7,29 5,94 91,4 94,66 93,7 92,71 94,06
Gorontalo 5,55 4,99 6,38 4,02 3,66 94,45 95,01 93,62 95,98 96,34
Sulawesi Barat 6,91 4,84 6,08 7,1 5,49 93,09 95,16 93,92 92,9 94,51
INDONESIA 11,5 9,21 8,55 8,85 8,13 88,5 90,79 91,45 91,15 91,87
Sumber: BPS, Tahun 2014
60
24
195
0 0 0 0
50
100
150
200
250
Sulawesi Utara SulawesiTengah
SulawesiSelatan
SulawesiTenggara
Gorontalo Sulawesi Barat
Bawah Sutet
5-18
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Tabel 5.13
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Sulawesi Tahun 2014.
Provinsi Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai (m2) (Persen)
<19 20-49 50-99 100-149 150+ Total
Sulawesi Utara 4,66 47,86 32,82 8,52 6,15 100
Sulawesi Tengah 3,91 37,99 42,96 9,86 5,28 100
Sulawesi Selatan 3,7 23,76 49,66 15,6 7,28 100
Sulawesi Tenggara 4,91 32,28 43,96 12,81 6,03 100
Gorontalo 4,73 43,36 35,4 11,03 5,48 100
Sulawesi Barat 4,12 33,71 47,49 8,94 5,74 100
INDONESIA 5,04 31,03 44,98 12,24 6,71 100
Sumber: BPS, Tahun 2014
Persentase jumlah rumah tangga menurut penerangan listrik PLN, secara umum
persentase rumah tangga di perkotaan maupun di perdesaan dengan penerangan listrik PLN
masih berada dibawah rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Sulawesi Utara (Tabel 1.14).
Selama periode 2009 dan 2013 persentase jumlah rumah tangga dengan penerangan listrik PLN
meningkat. Sementara untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi
layak dan air minum layak meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 5.15), namun masih banyak
jumlah rumah yang berada dibawah dibawah rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Sulawesi
Tenggara.
Tabel 5.14
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Pulau Sulawesi Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
2009 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perdesaan Perdesaan
Sulawesi Utara 97,84 88,97 92,82 98,84 94,04 96,22
Sulawesi Tengah 96,48 62,34 69,50 98,47 72,95 79,17
Sulawesi Selatan 96,32 78,51 84,30 98,66 85,92 90,51
Sulawesi Tenggara 91,39 65,64 71,60 96,68 76,33 82,02
Gorontalo 96,16 61,94 72,74 97,32 76,10 83,25
Sulawesi Barat 94,71 40,39 58,04 98,71 48,44 59,40
Rata-rata Nasional 97,05 81,99 89,29 99,11 87,27 93,17
Sumber: BPS, Tahun 2014
Persentase jumlah rumah tangga menurut sumber air minum layak, secara umum
persentase rumah tangga tahun 2013 di perkotaan dan perdesaan menunjukan adanya
peningkatan dari tahun 2009, dengan persentase terbesar di daerah perkotaan (Tabel 5.15).
Namun jika dibandingkan terhadap rata-rata nasional, seluruh provinsi dibawah rata-rata
nasional kecuali Provinsi Sulawesi Tenggara. Persentase rumah tangga terbesar di Provinsi
Sulawesi Tenggara (71,98%) dan terrendah di Provinsi Sulawesi Barat (42,14%). Sementara
untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak meningkat dari
tahun 2009-2013 (Tabel 5.16), namun hampir seluruh jumlah rumah tangga berada dibawah
rata-rata nasional kecuali Provinsi Sulawesi Utara. Persentase terbesar untuk rumah tangga
dengan sanitasi layak terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (72,28%) dan terrendah di Provinsi
Sulawesi Barat (46,42%).
5-19
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Tabel 5.15
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Sulawesi Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
2009 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perdesaan Perdesaan
Sulawesi Utara 43,79 45,03 44,49 82,21 54,73 67,21
Sulawesi Tengah 49,01 43,13 44,36 80,19 48,01 55,83
Sulawesi Selatan 63,38 43,74 50,13 81,03 59,25 66,99
Sulawesi Tenggara 71,13 55,5 59,12 93,77 63,49 71,98
Gorontalo 61,47 37,18 44,85 68,81 48,21 54,96
Sulawesi Barat 65,01 32,28 42,92 74,04 33,84 42,14
Rata-rata Nasional 49,82 45,72 47,71 79,34 56,17 67,73
Sumber: BPS, Tahun 2014
Tabel 5.16
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Sulawesi Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi
(%)
2009 2010 2011 2012 2013
Sulawesi Utara 63,59 64,87 67,23 69,19 72,28
Sulawesi Tengah 42,02 48,25 48,39 54,12 54,21
Sulawesi Selatan 57,58 61,45 62,02 63,33 69,51
Sulawesi Tenggara 45,91 50,87 51,43 55,17 59,24
Gorontalo 43,84 45,66 46,68 44,68 52,69
Sulawesi Barat 45,35 41,3 43,4 45,04 46,42
NASIONAL 51,19 55,53 55,6 57,35 60,91
Sumber: BPS, Tahun 2014
5.3. DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN
5.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan
Tanaman Pangan. Sulawesi merupakan lumbung padi terbesar ketiga setelah Pulau
Sumatera, produksi padi tahun 2015 mencapai 8.848.947 ton atau sekitar 11,71 persen dari
total produksi nasional, dengan produktivitas 5,07 ton/ha (lebih rendah dari produktivitas padi
nasional). Perkembangan produksi padi di Pulau Sulawesi rata-rata meningkat 5,78 persen per
tahun (dalam periode 2007-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata 4,35 persen per
tahun. Produksi padi terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 5,6 juta ton atau 63,54
persen dari produksi padi Pulau Sulawesi.
5-20
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.22
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2006-2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Perkembangan produktivitas padi Pulau Sulawesi masih berada dibawah rata-rata produktivitas padi nasional
Gambar 5.23
Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2015.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Produksi jagung tahun 2015 mecapai 3.162.025 ton atau sekitar 15,30 persen dari total
produksi jagung nasional, dengan produktivitas 4,77 ton/ha (lebih rendah dari produktivitas
padi nasional). Perkembangan produksi jagung di Pulau Sulawesi rata-rata meningkat 6.078 ton
per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata 9.684 ha per
tahun. Produksi jagung terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 1.6 juta ton.
5.4
03
.81
6
5.4
78
.55
5
6.5
75
.31
7
6.8
01
.66
8
6.9
60
.37
6
7.2
44
.21
3
7.8
21
.78
9
7.8
68
.37
6
8.5
64
.14
8
8.8
48
.94
7
3,80
4,00
4,20
4,40
4,60
4,80
5,00
5,20
5,40
-
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
7.000.000
8.000.000
9.000.000
10.000.000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Produksi Tanaman Padi Produktivitas (ton/ha)_SulawesiProduktivitas (ton/ha)_Nasional
24,39
52,09
4,19
7,03
11,71
0,25 0,34
Produksi Padi menurut Pulau (%)
P. SUMATERA
P.JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
KEP. MALUKU
P. PAPUA
7,51 12,02
63,54
7,87 3,45 5,62
Produksi Padi menurut Provinsi di Pulau Sulawesi (%)
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
5-21
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.24
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2006-2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Perkembangan produktivitas jagung Pulau Sulawesi masih berada dibawah rata-rata produktivitas jagung nasional
Gambar 5.25
Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Produksi kedelai tahun 2015 mecapai 100.971 ton atau sekitar 9,70 persen dari total
produksi kedelai nasional, dengan produktivitas 1,63 ton/ha (lebih tinggi dari produktivitas
padi nasional). Perkembangan produksi kedelai di Pulau Sulawesi rata-rata meningkat 1.573 ton
per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata 4.556 ha
persen per tahun. Produksi kedelai terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 59.951 ton
atau 59,37 persen dari produksi kedelai Pulau Sulawesi.
1.5
14
.23
4,0
0
2.1
92
.49
3,0
0
2.6
85
.55
3,0
0
2.7
10
.09
8,0
0
2.7
63
.52
1,0
0
2.7
77
.24
2,0
0
2.9
43
.04
1,0
0
2.7
02
.46
9,0
0
3.0
40
.60
1,0
0
3.1
62
.02
5,0
0
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
3500000
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produktivitas Produksi (ton)
Produksi P. Sulawesi Produktivitas P. Sulawesi
Produktivitas Nasional
21,61
52,89
8,50
1,49
15,30
0,17 0,04
Produksi (Ton)
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
17,27
4,49
50,65
2,03
21,91
3,65
Produksi (Ton)
SULAWESI UTARA SULAWESI TENGAH
SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGGARA
GORONTALO SULAWESI BARAT
5-22
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.26
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau SulawesiTahun 2006-2014.
Sumber: Badan Pusat Statistik 2014
Perkembangan produktivitas kedelaiPulau Sulawesi masih berada dibawah rata-rata produktivitas kedelai nasional
Gambar 5.27
Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Tabel 5.17
Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2015.
Provinsi
Padi Jagung Kedelai
Luas Panen (ha)
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Luas Panen
(ha)
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Luas Panen
(ha)
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Sulawesi Utara 140.408 664.282 4,73 146.292 546.121 3,73 6.950 9130 1,31
Sulawesi Tengah 222.119 1.063.382 4,79 35.049 142.132 4,06 9.688 16475 1,70
Sulawesi Selatan 1.074.235 5.622.644 5,23 295.398 1.601.586 5,42 33.571 59951 1,79
Sulawesi Tenggara 151.701 696.053 4,59 24.198 64.123 2,65 5.794 7399 1,28
Gorontalo 56.190 305.354 5,43 137.304 692.688 5,04 2.613 3675 1,41
Sulawesi Barat 101.581 497.232 4,89 25.206 115.375 4,58 3.338 4341 1,30
PULAU SULAWESI 1746234 8848947 5,07 663.447 3.162.025 4,77 61954 100971 1,63
% NASIONAL 9,65 12,52
208,57 176,83
59,69 55,72
Sumber: BPS, Tahun 2014
40
.53
3
35
.31
6
47
.64
9
67
.96
3
56
.69
4
57
.63
7
51
.49
6
73
.31
4
92
.61
3
10
0.9
71
1,63
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
P. Sulawesi Produktivitas_Sulawesi Produktivitas_Nasional
11,64
66,00
10,46
1,54
9,70
0,14 0,52
Produksi (Ton)
P. Sumatera
P. Jawa+Bali
P. Nusa Tenggara
P. Kalimantan
P. Sulawesi
Kep. Maluku
P. Papua
9,04
16,32
59,37
7,33 3,64 4,30
Produksi (Ton)
SULAWESI UTARA
SULAWESI TENGAH
SULAWESI SELATAN
SULAWESI TENGGARA
GORONTALO
SULAWESI BARAT
5-23
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Tanaman Perkebunan. Sulawesi merupakan penghasil terbesar tanaman perkebunan
di Indonesia, dengan komoditas utamanya adalah kelapa, kelapa sawit, kopi, dan kakao (Tabel
5.18). Produksi kelapa Pulau Sulawesi tahun 2014 sebesar 702,31 ribu ton atau 23,17 persen
dari produksi kelapa sawit nasional sedikit menurun dibandingkan produksi tahun 2012, selain
kelapa, komoditas lainnya adalah kelapa sawit dengan produksi mencapai 687,62 ribu ton atau
sekitar 2,34 persen dari total produksi kelapa sawit nasional, kopi sebesar 498,26 ribu ton atau
72,73 persen dari produksi kopi nasional, dan kakao sebesar 460,03 ribu ton atau 64,86 persen
dari produksi kakao nasional.
Tabel 5.18
Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2012 dan 2014.
Komoditas Pulau Sulawesi (ribu ton) Nasional (ribu ton) Pulau Sulawesi (%)
2012 2014 2012 2014 2012 2014
Kelapa Sawit 563.85 687.62 26,015.5 29,344.5 2.17 2.34
Kelapa 695.1 702.31 2,938.4 3,031.3 23.66 23.17
Karet 14.15 13.92 3,012.3 3,153.2 0.47 0.44
Kopi 49.16 498.26 691.2 685.1 72.09 72.73
Kakao 498.26 460.03 740.5 709.3 67.28 64.86
Tebu 65.64 65.34 2,592.6 2,575.4 2.53 2.54
Teh - - 143.4 142.7 - -
Tembakau 1.97 1.98 260.8 166.3 0.76 1.19
Sumber: BPS, Tahun 2014
Sementara penghasil kelapa terbesar di Pulau Sulawesi di Sulawesi Utara dengan
produksi 189,86 ribu ton atau 42,66 persen dari total produksi kelapa di Sulawesi (Tabel 5.19),
produksi kelapa sawit terbesar di Provinsi Sulawesi Barat , produksi kopi di Provinsi Sulawesi
Selatan, dan produksi kakao terbesar di Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Tabel 5.19
Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Sulawesimenurut Provinsi Tahun 2014.
Provinsi Kelapa Sawit Kelapa Karet Kopi Kakao
(ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%)
Sulawesi Utara 0 0.00 282.5 42.66 0 0.00 3.03 8.80 4.28 1.10
Sulawesi Tengah 244.07 66.84 189.86 28.67 5.67 41.85 3.35 9.72 146.84 37.66
Sulawesi Selatan 49.82 13.64 80.15 12.10 7.73 57.05 23.64 68.62 116.69 29.93
Sulawesi Tenggara 71.28 19.52 42.7 6.45 0.15 1.11 3.6 10.45 118.32 30.35
Gorontalo 0 0.00 66.96 10.11 0 0.00 0.83 2.41 3.77 0.97
Sulawesi Barat 282.74 77.43 45.29 6.84 0.37 2.73 6.35 18.43 70.13 17.99
PULAU SULAWESI 365.17 100.00 662.17 100.00 13.55 100.00 34.45 100.00 389.90 100.00
Sumber: BPS, Tahun 2014
Peternakan. Populasi ternak besar di Pulau Sulawesi terbesar adalah sapi dengan
jumlah populasi tahun 2013 mencapai 2.090.456 ekor, selanjutnya diikuti kambing, dan babi
dengan populasi masing-masing 1.769.266 ekor dan 1.445.379 ekor. Sementara untuk jenis
ternak unggas populasi terbesar adalah jenis ayam ras pedaging, dengan populasi tahun 2013
sebesar 37.018.679 ekor.
5-24
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.28
Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam ekor).
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
Populasi terbesar ternak besar adalah kambing, sapi dan babi
Tabel 5.20
Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013.
Provinsi Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi
Sulawesi Utara 126.124 - 48.160 - 7.209 409.473
Sulawesi Tengah 257.311 3.487 634.459 7.575 3.955 223.908
Sulawesi Selatan 1.154.128 105.541 644.583 480 167.919 624.724
Sulawesi Tenggara 261.008 2.924 145.327 32 2.850 44.691
Gorontalo 203.602 14 76.982 - 2.670 4.739
Sulawesi Barat 88.283 8.889 219.755 - 7.018 137.844
PULAU SULAWESI 2.090.456 120855 1769266 8087 191621 1445379
% terhadap Nasional 12,59 8,14 9,52 0,06 42,18 17,53
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
Gambar 5.29
Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam ekor).
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013.
Populasi terbesar ternak unggas adalah jenis ayam ras pedaging.
0
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
2009 2010 2011 2012 2013*)
Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi
0
5.000.000
10.000.000
15.000.000
20.000.000
25.000.000
30.000.000
35.000.000
40.000.000
2009 2010 2011 2012 2013*)
Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik
5-25
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Tabel 5.21
Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (ribu ekor).
Provinsi
Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik
Populasi Pertumbuhan
(%) Populasi
Pertumbuhan (%)
Populasi Pertumbuhan
(%)
Sulawesi Utara 2.304.986 5,00 1.197.222 5,00 143.211 4,00
Sulawesi Tengah 7.952.408 15,00 742.287 20,96 546.185 3,49
Sulawesi Selatan 24.039.220 10,31 9.725.956 24,68 4.070.644 8,43
Sulawesi Tenggara 1.286.170 16,47 186.624 24,83 527.386 4,20
Gorontalo 550.200 2,80 285.432 0,04 69.591 1,46
Sulawesi Barat 885.695 1,00 85.944 1,43 972.388 1,68
PULAU SULAWESI 37.018.679 10,77 12.223.465 21,33 6.329.405 6,37
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
5.3.2. Pengembangan Sektor Energi
Perkembangan produksi energi listrik di Wilayah Pulau Sulawesi mengalami
peningkatan dari dalam empat tahun terkahir. Produksi listrik tahun 2013 mencapai mencapai
8.455,59 MGh atau meningkat sebesar 13,26 persen dari produksi tahun 2012. Sebagian besar
produksi energi listrik dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD). Sementara
untuk rasio elektrifikasi, sebagian besar provinsi di Sulawesi memiliki rasio elektrifikasi
dibawah rasio elektrifikasi nasional.
Gambar 5.30
Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2010-2013, (dalam MGh).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
Produksi energi listrik di Pulau Sulawesi dalam empat tahun terkahir meningkat, atau tumbuh rata-rata 13,26 persen per tahun
5.821,66
6.547,93
7.310,27
8.455,59
-
1.000,00
2.000,00
3.000,00
4.000,00
5.000,00
6.000,00
7.000,00
8.000,00
9.000,00
2010 2011 2012 2013
P. SULAWESI
5-26
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.31
Komposisi Produksi Energi Listrik menurut Jenis Pembangkit di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam persen).
Sumber : Data Stastistik PL N Tahun 2013
Produksi energi listrik di Pulau Sulawesidan sebagian besar di produksi dari PLTD dan PLTA
Gambar 5.32
Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Sulawesi dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
Rasio elektrifikasi di Pulau Sulawesi tahun 2013 mencapai 70,8 persen meningkat dari tahun 2009, namun kondisi rasio elektrifikasi Pulau Sulawesi masih rendah (dibawah rata-rata rasio elektrifikasi nasional).
30,17
13,93
0,07
1,01
10,79
44,00
0,04 P. SULAWESI
PLTA
PLTU
PLTG
PLTGU
PLTP
PLTD
PLTMG
PLT Surya
59,44
62,22
68,58
71,34
70,8
66,28
67,15
72,95
76,56
78,06
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
2009
2010
2011
2012
2013
NASIONAL P. SULAWESI
5-27
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.33
Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam persen).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
Rasio elektrifikasi provinsi di Pulau Sulawesi rata-rata masih berada dibawah rasio elektrifikasi nasional,
Rasio elektrifikasi tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan dan terrendah di Sulawesi Barat
Gambar 5.34
Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (KWg/Kapita).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
KWh perkapita provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi rata-rata masih dibawah rata-rata KWh perkapita nasional
5.3.3. Pengembangan Kemaritiman dan Kelautan.
Perkembangan produksi perikanan tangkap dan budidaya tahun 2013 di Pulau Sulawesi
rata-rata meningkat, Produksi perikanan tangkap 2013 mencapai 1.103.590 ton meningkat
sebesar 166.297 ton dari tahun 2009 dengan peningkatan rata-rata 29,79 persen per tahun, dan
perikanan budidaya 5.431.889 ton meningkat sebesar 3.506.229 ton dari produksi tahun 2009
dengan tumbuh rata-rata 4,20 persen per tahun. Produksi perikanan tangkap terbesar di Pulau
Sulawesi terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, sementara untuk
produksi perikanan budidaya terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan.
78,06
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
SulawesiUtara
Gorontalo SulawesiTengah
SulawesiSelatan
SulawesiTenggara
SulawesiBarat
Rasio Elektrifikasi_Provinsi Rasio Elektrifikasi_Nasional
753,70
0,00
100,00
200,00
300,00
400,00
500,00
600,00
700,00
800,00
SulawesiUtara
Gorontalo SulawesiTengah
SulawesiSelatan
SulawesiTenggara
SulawesiBarat
KWh jual/kapita_Provinsi KWh jual/kapita_Nasional
5-28
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.35
Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2009-2013, (dalam ton).
Sumber: BPS, Tahun 2013
Produksi perikanan terbesar di Wilayah Sulawesi berasal dari perikanan budidaya
Gambar 5.36
Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Sulawesi terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).
Produksi perikanan budidaya tahun 2013 sebesar 5.431.889ton atau sekitar 40,84 persen dari produksi perikanan budidaya nasional;
Sumber: BPS, Tahun 2013
Produksi perikanan tangkap Pulau Sulawesi sebesar 1.103.590ton atau sekitar 18,08 persen dari produksi perikanan tangkap nasional
1.9
15
.66
0
2.5
35
.57
2
3.3
54
.45
5
4.2
49
.42
7
5.4
31
.88
9
93
7.2
93
95
8.3
72
99
7.3
08
1.0
14
.62
8
1.1
03
.59
0
-
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
2009 2010 2011 2012 2013
Pro
du
ksi (
ton
)
Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap
9,49
20,22
19,31
4,29
40,84
5,20 0,65
Produksi Perikanan Budidaya (%)
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
28,76
20,09
4,09
10,77
18,08
11,52 6,69
Produksi Perikanan Tangkap
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
5-29
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.37
Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2012, (dalam persen).
Produksi perikanan budidaya terbesar berada di Provinsi SulawesiSelatan sebesar 47,72 persen, dan SulawesiTengah sebesar 24,38 persen.
Sumber: BPS, Tahun 2013
Produksi perikanan tangkap terbesarterdapat di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 23,41 persen dan Sulawesitenggara sebesar 23,21 persen
5.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri.
Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan salah satu sektor untuk mendorong
perekonomian daerah dan nasional. Potensi sektor pariwisata di Pulau Sulawesi yang tersebar
di 5 provinsi cukup potensial yang meliputi wisata budaya, wisata alam bahari, agro wisata, dan
lain-lain. Untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata sebagai produk unggulan daerah
di masa mendatang, pemerintah harus melakukan pembangunan sarana dan prasarana
penunjang pariwisata yang lebih memadai.
Salah satu indikator kinerja sektor pariwisata dapat ditunjukan dengan perkembangan
jumlah wisatawan baik yang berasal dari mancanegara maupun domestik, serta jumlah
ketersediaan akomodasi dari hotel dan restoran yang tersedia. Perkembangan jumlah tamu
asing dan domestik dari tahun 2010-2014 meningkat, pada tahun 2014 jumlah kunjungan tamu
asing mencapai 144.639 orang atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 43,39 persen per
tahun, sementara jumlah tamu domestik mencapai 4.543.591 orang meningkat dibandingkan
tahun sebelumnya atau rata-rata meningakat sebesar 46,88 persen per tahun.
5,94
24,38
47,72
18,61
2,33
1,01 distribusi Budidaya
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
22,84
15,88
23,41
23,21
7,12 7,55
Distribusi Tangkap
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
5-30
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Tabel 5.22
Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau
Sulawesi, Tahun 2003-2014, (orang).
Asing
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata
Pertumbuhan 2010-2014
Sulawesi Utara 10,740 14,427 34,602 40,057 52,670 55.36
Sulawesi Tengah 2,652 3,907 9,235 2,901 4,152 39.56
Sulawesi Selatan 37,617 103,638 73,681 141,964 80,319 48.96
Sulawesi Tenggara 330 1,552 1,749 9,398 7,038 198.81
Gorontalo 441 780 319 872 456 35.82
Sulawesi Barat
162 111
(65.84)
PULAU SULAWESI 51,780 124,304 119,748 195,303 144,635 43.39
Sumber: BPS Tahun 2014
Tabel 5.23
Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau
Sulawesi, Tahun 2003-2014, (orang).
Domestik
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata
Pertumbuhan 2010-2014
Sulawesi Utara 66,118 647,634 630,933 473,776 782,302 229.29
Sulawesi Tengah 138,433 485,169 437,692 240,145 824,632 109.74
Sulawesi Selatan 887,449 1,609,094 1,210,826 1,866,731 1,724,169 25.77
Sulawesi Tenggara 186,433 345,687 378,735 316,952 953,202 69.85
Gorontalo 40,479 134,934 110,119 108,302 102,420 51.97
Sulawesi Barat
137,765 111,915 156,865 10.70
PULAU SULAWESI 1,318,912 3,222,518 2,906,070 3,117,822 4,543,591 46.88
Sumber: BPS Tahun 2014
Pengembangan usaha Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan kekuatan strategis dan
penting untuk mempercepat pembangunan daerah. Sektor ini memberikan kontribusi signifikan
terhadap pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja. Usaha IMK umumnya merupakan
usaha rumah tangga dan masyarakat menengah-kecil dimana dalam pengembangannya masih
memerlukan pembinaan terutama dalam aspek pemasaran, permodalan dan pengelolaan. Peran
IMK memiliki posisi penting untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah dan
mengurangi kesenjangan (gap) pendapatan.
Perkembangan jumlah IMK di Pulau Sulawesi dalam 2 tahun terakhir cenderung
menurun, Jumlah IKM tahun 2014 sebanyak 306.806 IKM berkurang dari tahun 2013 (289.961),
dengan jumlah IKM terbanyak terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu sebanyak 106.419
IKM (Gambar 5.38). Sementara untuk total output IKM Pulau sebesar Rp. 46.223.058 juta atau
meningkat sebesar 61,29 persen dari tahun 2013, dan jumlah tenaga kerja sebanyak 635.884
jiwa atau menurun sebesar 5,13 persen dsri tenaga kerja tahun 2013. Nilai output dan tenaga
kerja terbesar terdapat di provinsi Sulawesi Selatan dan terrendah di Provinsi Gorontalo.
5-31
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.38
Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013 dan 2014, (unit).
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah Industri terbesar di Sulawesi Selatan
Tabel 5.24
Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai OutputIndustri Mikro-Kecil menurut
Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2013 dan 2014.
Provinsi Tenaga Kerja (orang) Output (Rp. Juta)
2013 2014 Δ 2013-2014 2013 2014 Δ 2013-
2014
Sulawesi Utara 85,357 62,212 (27.12) 2,476,273 2,910,039 17.52
Sulawesi Tengah 79,774 83,843 5.10 3,045,274 5,088,779 67.10
Sulawesi Selatan 242,984 236,069 (2.85) 15,181,252 28,267,806 86.20
Sulawesi Tenggara 165,152 152,480 (7.67) 4,937,307 5,538,344 12.17
Gorontalo 49,195 47,332 (3.79) 1,194,337 1,648,508 38.03
Sulawesi Barat 47,784 53,948 12.90 1,824,405 2,769,582 51.81
PULAU SULAWESI 670,246 635,884 (5.13) 28,658,848 46,223,058 61.29
Sumber: BPS Tahun 2015
5.4. DIMENSI PEMERTAAN DAN KEWILAYAHAN 5.4.1. Kesenjangan Ekonomi Wilayah
PDRB Perkapita, Perkembangan PDRB perkapita Provinsi di Pulau Sulawesi dalam
kurun lima tahun terakhir meningkat. Namun, seluruh provinsi masih berada dibawah rata-rata
PDB perkapita nasional. Perbandingan PDRB perkapita antarprovinsi, menunjukan adanya gap
(ketimpangan) yang cukup tinggi antarwilayah, dimana PDRB perkapita tertinggi mencapai Rp.
27.898,88 ribu per jiwa di Provinsi Sulawesi Tenggara, dan terrendah sebesar 18.627,37 ribu
per jiwa di Provinsi Gorontalo.
35.587 40.295
106.419
71.556
29.098
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
SULAWESIUTARA
SULAWESITENGAH
SULAWESISELATAN
SULAWESITENGGARA
GORONTALO SULAWESIBARAT
2013
2014
5-32
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Tabel 5.25
Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau
Sulawesi Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa).
Provinsi Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Sulawesi Utara 22.707,79 23.812,97 25.145,96 26.445,92 27.804,68
Sulawesi Tengah 19.558,33 21.105,70 22.724,47 24.481,12 25.316,32
Sulawesi Selatan 21.306,72 22.769,19 24.507,47 26.086,94 27.760,65
Sulawesi Tenggara 21.573,11 23.338,67 25.489,79 26.817,47 27.898,88
Gorontalo 14.811,95 15.687,65 16.650,27 17.640,56 18.627,37
Sulawesi Barat 14.755,47 16.023,45 17.169,66 18.010,31 19.211,14
Rata-rata Perkapita 33 Prov 28.778,17 30.112,57 31.519,93 32.874,76 34.127,72
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Gambar 5.39
PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Sulawesi, Tahun 2014, (ribu/jiwa)
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2014
Gap PDRB perkapita , PDRB Perkapita tertinggi Sulawesi Tenggara27.898,88 ribu/jiwa dan terrendah Provinsi Gorontalo18.627,37 ribu jiwa.
Distribusi pendapatan. Kriteria Bank Dunia membagi penduduk ke dalam 3 (tiga)
kelompok pendapatan yaitu 40 persen kelompok penduduk berpendapatan rendah, 40 persen
kelompok penduduk berpendapatan sedang dan 20 persen kelompok berpendapatan tinggi.
Berdasarkan Tabel 5.24 dan Gambar 5.41, ketimpangan distribusi pendapatan provinsi Pulau
Sulawesi dari tahun 2002-2013 dikategorikan sebagai tingkat “ketimpangan rendah”.
Tabel 5.26
Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2002-2013
Provinsi 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Sulawesi Utara 0.270 0.323 0.324 0.28 0.31 0.37 0.39 0.43 0.422
Gorontalo 0.241 0.355 0.388 0.34 0.35 0.43 0.46 0.44 0.437
Sulawesi Tengah 0.283 0.301 0.320 0.33 0.34 0.37 0.38 0.40 0.407
Sulawesi Selatan 0.301 0.353 0.370 0.36 0.39 0.40 0.41 0.41 0.429
Sulawesi Barat 0.310 0.31 0.30 0.36 0.34 0.31 0.349
Sulawesi Tenggara 0.270 0.364 0.353 0.33 0.36 0.42 0.41 0.40 0.426
INDONESIA 0.329 0.363 0.364 0.35 0.37 0.38 0.41 0.41 0.413
Sumber: BPS, Tahun 2013
0,00
5.000,00
10.000,00
15.000,00
20.000,00
25.000,00
30.000,00
35.000,00
40.000,00
SulawesiUtara
SulawesiTengah
SulawesiSelatan
SulawesiTenggara
Gorontalo SulawesiBarat
rup
iah
/jiw
a
PDRB Perkapita Prov PDRB rata-rata Prov
5-33
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.40
Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2002-2013.
Ketimpangan pendapatan provinsi di Pulau Sulawesi 2002-2013 tergolong kategori ketimpangan sedang
Kesenjangan pendapatan antarwilayah menurut Indeks Williamson (Gambar 5.41),
menunjukan tingkat kesenjangan pendapatan antar provinsi di Pulau Sulawesi tergolong
rendah dan jauh dibawah rata-rata ketimpangan nasional, namun menunjukan tren yang
meningkat dari tahun 2011-2013. Sementara untuk kesenjangan antarkabupaten/kota untuk
setiap provinsi (Gambar 5.42), menunjukan trend meningkat dari tahun 2010-2013 seperti
kesenjangan pendapatan antar provinsi. provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara memiliki
tingkat kesenjangan (kab/kota) paling tinggi dibandingkan provinsi lainnya, dengan indeks
williamson >0,4.
Gambar 5.41
Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson menurut Pulau
Tahun 2007-2013
Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2007-2013
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,800
0,900
1,000
2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara
INDONESIA
Tinggi
Sedang
Rendah
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
2009 2010 2011 2012 2013
Ind
eks
Will
iam
son
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. NUSATENGGARA,MALUKU & PAPUANASIONAL
5-34
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.42
Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson menurut Provinsi di
Pulau Sulawesi Tahun 2007-2013
Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2007-2013
5.4.2. Infrastruktur Wilayah
Panjang jalan berdasarkan status pembinaannya pada tahun 2013 di wilayah Pulau
Sulawesi mencapai 82.952 km meningkat sebesar 24.019 km dari tahun 2005, peningkatan
panjang jalan terjadi di Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah. Kondisi tingkat kerapatan
jalan (Road Density) pada tahun 2013 di wilayah Sulawesi sebesar 0,44 km/km2 lebih tinggi dari
tingkat kerapatan jalan nasional (0,26 Km/Km²), dengan kerapatan tertinggi di Provinsi
Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Utara. Sementara dari kualitas jalan negara di wilayah Sulawesi,
jalan dengan kondisi mantap (baik+sedang) mencapai 89 persen sedikit meningkat
dibandingkan tahun 2011.
Gambar 5.43
Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Panjang jalan di wilayah Sulawesi tahun 2013 mencapai 82.952 km atau meningkat 24.019 km dari tahun 2005.
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
2009 2010 2011 2012 2013
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
58.933
82.952
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
2005 2013
Negara
Provinsi
Kab / Kota
Jumlah
5-35
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.44
Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Peningkatan panjang jalan selama tahun 2005-2013 tertinggi di Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah
Gambar 5.45
Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam Km/Km2).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Tingkat kerapatan jalan di Pulau Sulawesi tergolong cukup tinggi , hampir seluruh provinsi berada diatas kerapatan jalan nasionl, kecuali Sulawesi Barat
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
SulawesiUtara
SulawesiSelatan
SulawesiTengah
SulawesiTenggara
Gorontalo SulawesiBarat
2,005 2013
0,40
0,47
0,25
0,48
0,30
0,03
0,59
0,53
0,26
0,39
0,71
0,42
0,18
-
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
SulawesiUtara
SulawesiSelatan
Nasional SulawesiTengah
SulawesiTengggara
Gorontalo SulawesiBarat
Provinsi (km/km2)_2005 Provinsi (km/km2)_2013
5-36
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015
Gambar 5.46
Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km).
Kondisi kualitas jalan di Pulau Sulawesi sebagian besar dalam kondisi mantap
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
70%
20%
6% 4%
2011
Baik
Sedang
Rusak Ringan
Rusak Berat
45%
42%
7% 6%
2013
Baik
Sedang
Rusak Ringan
Rusak Berat
6-1
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
6.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA
Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Maluku dan seluruh
provinsi secara umum tumbuh positif, namun perkembangan ekonomi dalam empat tahun
terakhir melambat, meningkat pada akhir tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi Kepulauan
Maluku tahun 2014 tercatat tumbuh sebesar 6,16 persen melambat dibandingkan tahun
sebelumnya, semua sektor tumbuh positif, dengan pertumbuhan tertinggi dari sektor Listrik dan
gas, Informasi dan Komunikasi, industri pengolahan, dan transportasi dan pergudangan.
Tabel 6.1
Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Kepulauan Maluku Tahun 2011-2014
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014
1. Pertanian 3,60 6,34 3,86 4,78
2. Pertambangan & Penggalian 5,10 2,71 2,53 -4,92
3. Industri Pengolahan 3,74 4,60 6,10 9,22
4. Listrik dan Gas 8,78 9,86 4,11 30,13
5. Pengadaan Air 4,17 4,75 3,24 6,72
6. Konstruksi 9,70 10,31 6,05 6,76
7. Perdagangan Besar dan Eceran 7,09 9,79 9,99 7,87
8. Transportasi & Pergudangan 5,91 7,06 6,50 9,10
9. Akomodasi dan Makan Minum 6,02 7,75 7,65 5,52
10. Informasi dan Komunikasi 8,18 7,94 9,18 9,77
11. Jasa Keuangan 25,04 10,75 9,71 7,04
12. Real Estat 4,34 4,87 3,13 7,06
13. Jasa Perusahaan 5,83 6,11 6,41 5,16
14. Administrasi Pemerintahan 9,42 7,87 5,34 7,55
15. Jasa Pendidikan 4,03 4,24 3,80 8,63
16. Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 6,07 6,36 4,36 5,50
17. Jasa lainnya 1,16 2,70 1,66 5,80
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 6,55 7,08 5,76 6,16
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
6-2
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.1
Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen)
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Perekonomian Provinsi Maluku dan Maluku Utara tumbuh positif, namun untuk Maluku Utara melambat dibandingkan tahun sebelumnya.
Tabel 6.2
Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Atas Dasar
Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen).
Provinsi
Tahun
2011 2012 2013 2014
Maluku Utara 6,80 6,98 6,37 5,49
Maluku 6,34 7,16 5,26 6,70
Kep. MALUKU 6,55 7,08 5,76 6,16 Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Peran dan Struktur Ekonomi Maluku. Peranan Kepulauan Maluku dalam
pembentukan PDB nasional sebesar 0,52 persen paling rendah dibandingkan kontribusi dari 6
pulau lainnya, dengan kontribusi 56,88 persen dari Provinsi Maluku dan 43,12 persen dari
Maluku Utara. Kontribusi sektor terbesar dalam perkembangan ekonomi Kepulauan Maluku
adalah sektor pertanian, sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial, dan
sektor perdagangan besar dan eceran. Ketiga sektor tersebut berkontribusi sekitar 58,96
persen.
Tabel 6.3
Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2014.
Lapangan Usaha PDRB ADHB (Rp. Miliar)
2010 2011 2012 2013 2014
Maluku Utara 14.984 17.078 17.120 18.211 24.054
Maluku 18.429 21.368 21.000 22.104 31.733
Kep. MALUKU 33.412 38.446 38.120 40.315 55.787
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
6,34
7,16
5,26
6,70 6,80
6,98
6,37
5,49
4,00
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
7,00
7,50
2011 2012 2013 2014
%
Maluku Maluku Utara
6-3
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.2
Peran Wilayah Maluku terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen).
Peran Maluku terhadap pembentukan PDB nasional sebesar 0,52 persen
Kontribusi provinsi Maluku terhadap PDRB Kepulauan Maluku lebih besar dibandingkan
Maluku Utara.
Pengangguran Terbuka, perkembangan pengangguran terbuka di wilayah Maluku
menunjukkan tren menurun selama periode 2010-2015. Jumlah Pengangguran Terbuka di
wilayah Maluku pada tahun 2015 mencapai 76,625 jiwa atau sekitar 1,08 persen dari total
pengangguran di Indonesia, dengan pengurangan jumlah pengangguran dari tahun 2010-2015
sebanyak 47.795 jiwa dan sebagian besar terdapat di Maluku. Sementara untuk kondisi Tingkat
Pengangguran terbuka (TPT) sebesar 6,23 persen sedikit meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya dengan pengurangan rata-rata sebesar 0,42 persen per tahun, namun kondisi TPT
masih diatas rata-rata TPT nasional (5,84%). Dominasi TPT di Kepulauan Maluku sebagian
besar berada di perkotaan dengan kondisi terakhir (Februari, 2015) sebesar 6,37 persen, dan di
perdesaan sebesar 6,15 persen.
23,17
58,85
1,41 8,71
5,65 0,52 1,70
Kontribusi Nilai PDRB ADHB Pulau Terhadap PDB Nasional Tahun 2014, (%)
Sumatera
Jawa & Bali
Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
43,12
56,88
Kontribusi Nilai PDRB ADHB Provinsi Terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (%)
Maluku Utara
Maluku
6-4
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.3
Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Jumlah pengangguran terbuka di Kepulauan Maluku dalam empat tahun terakhir menunjukan tren yang meningkat
Tabel 6.4
Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Kepulauan Maluku
Tahun 2010-2015, (jiwa).
Provinsi Pengangguran_jiwa ( Februari )
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Maluku 57.041 53490 48.711 48.067 48.003 47.795
Maluku Utara 25.451 26.836 25.009 26.586 27.871 28.830
Kep. MALUKU 82.492 80.326 73.720 74.653 75.874 76.625
NASIONAL 8.592.490 8.117.631 7.614.241 7.170.523 7.147.069 7.127.377
% NASIONAL 0,96 0,99 0,97 1,04 1,06 1,08
Sumber: BPS Tahun 2015
Gambar 6.4
Dominisasi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Kep. Maluku Tahun 2010-2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Tingkat pengangguran terbuka sebagian besar di daerah perkotaan
7,88
6,86 6,38 6,24 6,21 6,23
7,41 6,80
6,32 5,92 5,70 5,84
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
68.000
70.000
72.000
74.000
76.000
78.000
80.000
82.000
84.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Pe
nga
ngg
ura
n T
erb
uka
(jiw
a)
TPT
(%)
Pengangguran_jiwa ( Februari ) TPT_% ( Februari ) TPT Nasional_% (Februari)
6,93
4,47 4,44 5,20 4,77
6,15
10,35
12,09
10,76
8,49 9,14
6,37
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015
TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )
6-5
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Penyebaran TPT di Provinsi Maluku lebih tinggi dibanding Provinsi Maluku Utara. Secara
umum tingkat TPT seluruh provinsi mengalami penurunan dari tahun 2010-2015 (Tabel 6.5),
rata-rata pengurangan terbesar mencapai 0,61 persen di Provinsi Maluku, sementara Provinsi
Maluku Utara hanya mencapai 0,18 persen. Perbandingan TPT di wilayah perdesaan dan
perkotaan antarprovinsi menunjukkan dominasi di perkotaan di Provinsi Maluku Utara,
sementara di Provinsi Maluku didominasi oleh perdesaan.
Tabel 6.5
Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2015, (%).
Provinsi TPT_% ( Februari )
Δ 2008-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Maluku 11,05 10,38 9,13 7,72 7,11 6,73 6,59 6,72 0,61
Maluku Utara 7,03 6,61 6,03 5,62 5,31 5,51 5,65 5,56 0,18
Kep. MALUKU 9,32 8,77 7,88 6,86 6,38 6,24 6,21 6,23 0,42
TPT Nasional 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92 5,70 5,84 0,38
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Gambar 6.5
Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Kepulauan Maluku, Tahun 2015, (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Tingkat pengangguran di Maluku didominasi perdesaan, sedangkan di Maluku utara tingkat pengangguran utama didominasi perkotaan
Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan
di wilayah Maluku pada tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok berpendidikan SMA
(47,17%) berikutnya berpendidikan Diploma+Universitas dan <SD masing-masing sebesar
29,28 persen, dan 13,41 persen. Namun, kondisi pendidikan pengangguran terbuka tersebut
masih lebih baik dibanding dengan rata-rata pendidikan dari pengangguran terbuka tingkat
nasional, Lihat Gambar 6.6 dan Tabel 6.5.
7,28
4,89
5,94
7,22
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
Maluku Maluku Utara
TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )
6-6
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.6
Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Kepulauan Maluku, 2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Persentase pendidikan pengangguran terbuka di Kepulauan Maluku> 50 persen tamatan SMA dan Diploma+Universitas
Pengangguran terbuka berdasarkan komposisi tingkat pendidikan tertinggi yang
ditamatkan antarprovinsi, sebagian besar berpendidikan SMTA dan Diploma+Universitas.
Pengangguran terbuka dengan pendidikan Diploma+Universitas tertinggi terdapat di Provinsi
Maluku. Kondisi ini mengindikasikan fenomena pengangguran di wilayah Maluku lebih banyak
dihadapi kelompok berpendidikan sekolah menengah sampai dengan sarjana. Lihat Tabel 6.6.
Tabel 6.6
Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015.
Provinsi Tidak/Belum
Pernah Sekolah
Tidak/Belum Tamat SD
Tamatan Tertinggi
Jumlah SD SMP
SMA (Umum)
SMA (Kejuruan)
Diploma I/II/III
Universitas
Maluku 2,23 8,22 6,22 39,07 9,78 12,96 20,53 100,00
Maluku Utara - 7,15 9,53 16,65 37,45 6,94 10,66 11,63 100,00
P. MALUKU 0,62 4,08 8,71 10,15 38,46 8,71 12,10 17,18 100,00
Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2015.
Kemiskinan, perkembangan kemiskinan di wilayah Maluku dalam kurun waktu 2010-
2015 cenderung menurun, namun kondisi kemiskinan di perkotaan cenderung meningkat.
Perkembangan kemiskinan di Provinsi Maluku pada tahun 2015 masih berada diatas rata-rata
kemiskinan nasional, yaitu sebesar 19,51 persen, sementara Provinsi Maluku dibawah rata-rata
kemiskinan nasional yaitu 6, 84 persen. Jumlah penduduk di Kepulauan Maluku tahun 2015
(maret) mencapai 408,31 ribu jiwa atau 1,43 persen (Gambar 6.7) dari total penduduk miskin di
Indonesia atau menurun rata-rata sebanyak 12,58 ribu jiwa per tahun, dan sebagian besar
penduduk miskin berada di daerah perdesaan.
0,62 4,08
8,71
10,15
38,46
8,71
12,10
17,18
Kep. Maluku
Tidak/Belum Pernah Sekolah
Tidak/Belum Tamat SD
SD
SMP
SMA (Umum)
SMA (Kejuruan)
Diploma I/II/III
Universitas
6-7
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.7
Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret).
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Jumlah penduduk miskin Kepulauan Maluku tahun 2014 sebesar 408,31 ribu jiwa atau 1,43 persen dari total penduduk miskin nasional
Gambar 6.8
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Kepulauan Maluku Tahun 2008-2015 (Maret).
Sumber : Susenas (Maret), BPS 2015
Penduduk miskindii Maluku sebagian besar di daerah perdesaan
Penyebaran penduduk miskin terbesar terdapat di Provinsi Maluku (80,43%) dan
jumlah penduduk miskin terrendah di Provinsi Maluku Utara 19,57 persen. Sementara untuk
persentase tingkat kemiskinan seluruh provinsi dari 2010-2014 menunjukan menurun, namun
pada tahun 2015 di Provinsi Maluku sedikit meningkat.
22,27
54,73
3,44 7,40 6,94
1,43 3,79
P. Sumatera
P. Jawa+Bali
P. Kalimantan
P. Sulawesi
P. Nusa Tenggara
P. Maluku
P. Papua
0
100
200
300
400
500
600
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah PendudukMiskin ( Maret )
Jumlah PendudukMiskin Perkotaan (Maret )
Jumlah PendudukMiskin Perdesaan (Maret )
6-8
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.9
Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen).
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
80,43 persen penduduk miskin Kepulauan Maluku berada di Provinsi Maluku
Tabel 6.7
Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku,
Tahun 2010-2015.
Provinsi Persentase Penduduk Miskin ( Maret )
Δ 2008-2015
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Maluku 29,66 28,23 27,74 23,00 21,00 19,49 19,13 19,51 1,76
Maluku Utara 11,28 10,36 9,42 9,18 8,00 7,50 7,30 6,84 0,66
NASIONAL 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 11,25 11,22 0,70
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Indek Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur
capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas
hidup. Pembangunan manusia menjadi aspek yang sangat penting dalam pembangunan suatu
daerah. Namun perekonomian suatu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi,
tetapi masalah pengangguran, kemiskinan juga tinggi. Berdasarkan model perhitungan IPM
baru, enam provinsi memiliki nilai IPM dibawah rata-rata IPM nasional. Sementara menurut
perkembangannya, dalam kurun waktu 2010-2014 IPM seluruh provinsi meningkat, dengan IPM
tertinggi di Provinsi Maluku atau berada diurutan ke-24 secara nasional, dan terendah di
Provinsi Maluku Utara atau berada diurutan ke-27 secara nasional.
Maluku 80,43%
Maluku Utara 19,57%
Distribusi Penduduk Miskin 2015 ( Maret )
6-9
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.10
Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pemabngunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Gambar 6.11
Perkembangan IPM menurut Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Kualitas sumberdaya manusia menunjukan trend meningka, namun masih dibawah rata-rata nasional
6.2. DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA
Pendidikan. Perkembangan tingkat pendidikan di Kepulauan Maluku selama 2008-
2013 ditunjukan dengan indikator kinerja pendidikan, yang meliputi: Angka Rata-rata Lama
Sekolah (RLS), Angka Melek Huruf (AMH), Angka Partisipasi Sekolah (APS), dan tingkat
ketersediaan sarana dan prasaran pendidikan sebagai kinerja pelayanan pendidikan.
11 10
9
6
17
23
20
26
16
4
1
12 13
2
18
8
5
30 31
29
21 22
3
14
7
25
15
19
28
32
24
27
33 34
0
5
10
15
20
25
30
35
40
50,00
55,00
60,00
65,00
70,00
75,00
80,00
Ace
h
Sum
ut
Sum
bar
Ria
u
Jam
bi
Sum
sel
Ben
gku
lu
Lam
pu
ng
Bab
el
Kep
ri
DK
I Jak
arta
Jab
ar
Jate
ng
DIY
Jati
m
Ban
ten
Bal
i
NTB
NTT
Kal
bar
Kal
ten
g
Kal
sel
Kal
tim
Kal
tara
Sulu
t
Sult
eng
Suls
el
Sult
ra
Go
ron
talo
Sulb
ar
Mal
uku
Mal
ut
Pu
bar
Pap
ua
P. SUMATERA P. JAWA+BALI P.NUSTRA
P. KALIMANTAN P. SULAWESI P.MALUKU
P.PAPUA
IPM
Ran
kin
g
IPM_Provinsi IPM_Nasional Ranking 2014
58,00
60,00
62,00
64,00
66,00
68,00
70,00
2010 2011 2012 2013 2014
IPM
Maluku
Malut
Indonesia
6-10
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) provinsi di Kepulauan Maluku selama
periode 2008-2013 meningkat dan berada diatas rata-rata RLS nasional, dengan RLS Provinsi
Maluku lebih tinggi dibandingkan Maluku Utara (Gambar 6.12). Sementara untuk perkembangan
Angka Melek Huruf (AMH) selama periode 2008-2013 rata-rata meningkat (Gambar 6.13),
dengan nilai AMH Provinsi Maluku dan Maluku Utara rata-rata berada diatas AMH Nasional, dan
AMH Provinsi Maluku lebih tinggi dibandingkan AMH Maluku Utara.
Gambar 6.12
Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) seluruh provinsi meningkat dan berada atas rata-rata RLS nasional
Gambar 6.13
Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Perkembangan AMH, seluruh provinsi di Kepulauan Maluku meningkat, dan rata-rata berada diatas AMH nasional
8,6 8,63 8,76 8,82
9,15 9,2
8,6 8,61 8,63 8,66 8,71 8,72
7,52 7,72
7,92 7,94 8,08 8,14
7
7,5
8
8,5
9
9,5
10
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Maluku Maluku Utara Nasional
95,44 95,74
96,08 96,19 96,43
97,45
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Maluku Maluku Utara Nasional
6-11
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) antarprovinsi di wilayah Maluku tahun
2008 dan 2013 (Tabel 6.8), untuk kelompok usia 19-24 tahun dan usia 7-12 tahun rata-rata
meningkat, peningkatan terbesar terdapat di Provinsi Maluku (15,79%) dan (1,25%); untuk
kelompok usia 13-15 tahun rata-rata meningkat di provinsi Maluku Utara yaitu 1,25 persen;
untuk kelompok usai 16-18 provinsi Maluku mengalami peningkatan sebesar 5,28 persen,
sementara provinsi Maluku Utara mengalami penurunan.
Tabel6.8
Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2008 dan 2013.
Provinsi
2008** 2013 Δ2008-2013
7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24
Maluku 97,52 91,20 71,95 18,13 98,77 94,32 69,90 33,92 1,25 3,12 -2,06 15,79
Maluku Utara 96,80 89,20 63,39 16,60 97,97 93,28 68,67 25,99 1,17 4,08 5,28 9,38
INDONESIA 97,88 84,89 55,50 13,29 98,36 90,68 63,48 19,97 0,48 5,79 7,98 6,68
Sumber: BPS, Tahun 2013.
Akses masyarakat terhadap pendidikan untuk jenjang SD, SMP, SMA dan Perguruan
Tinggi cukup baik, hal ini ditunjukan dengan jarak tempuh rata-rata untuk sekolah
SD/SMP/SMA/PT relatif lebih baik dan jauh dibawah rata-rata nasional. Seperti yang disajikan
pada Tabel 6.8, Jarak tempuh terhadap sekolah SD di Provinsi Maluku lebih baik dibandingkan
Maluku Utara, sebaliknya jarak tempuh terhadap sekolah SMP/SMA/PT provinsi Maluku Utara
lebih baik dari Provinsi Maluku.
Tabel 6.9
Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Kepulauan
Maluku Tahun 2012.
Provinsi Jenjang Pendidikan
SD/MI SMP/MTs SM/MA PT
Maluku 1.09 2.02 2.06 9.73
Maluku Utara 1.11 1.44 1.63 9.13
INDONESIA 2.09 4.46 6.98 13.91
Sumber : Statistik Pendidikan 2012, BPS
Kondisi pendidikan menurut rasio murid terhadap sekolah, perkembangan rasio murid
terhadap sekolah untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA secara umum mengalami
peningkatan (Tabel 6.10). Hal ini menunjukan bahwa kesempatan penduduk untuk akses
pendidikan semakin meningkat. Rasio murid terhadap jumlah sekolah untuk jenjang SD, SMP
maupun SMA paling baik terdapat di Provinsi Maluku.
6-12
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Tabel 6.10
Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan
Jenjang Pendidikan di Kepulauan Maluku Tahun 2011 dan 2014.
Provinsi
Rasio Murid/sekolah
SD SMP SMA
2011 2014 2011 2014 2011 2014
Maluku 158.59 151.56 167.86 149.84 262.44 234.07
Maluku Utara 138.50 139.41 155.19 129.66 181.26 161.26
NASIONAL 181.08 173.27 264.74 242.07 328.83 305.50
Sumber: BPS, Tahun 2014
Perkembangan jumlah rasio murid terhadap jumlah guru untuk jenjang pendidikan SD,
SMP, dan SMA rata-rata mengalami perbaikan, kecuali untuk SD di Provinsi Maluku Utara dan
untuk SMP dan SMA di Provinsi Maluku. Rasio jumlah murid dan guru untuk jenjang pendidikan
SD Provinsi Maluku cukup baik dibandingkan provinsi Maluku Utara yaitu dengan angka rasio
sebesar 15,08. Sementara untuk jenjang pendidikan SMP dan SMA, Provinsi Maluku Utara cukup
baik dibandingkan Provinsi Maluku dengan rasio sebesar 15,81 dan 15,74.
Tabel 6.11
Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan di Kepulauan Maluku Tahun 2011 dan 2014.
Provinsi
Rasio murid/guru
SD SMP SMA
2011 2014 2011 2014 2011 2014
Maluku 16.37 14.75 14.03 14.02 13.01 16.55
Maluku Utara 19.62 22.45 12.70 13.69 14.70 14.36
Nasional 17.42 16.53 15.06 14.53 16.19 16.06
Sumber: BPS, Tahun 2014
Kesehatan. Perkembangan derajat kesehatan penduduk antarprovinsi di wilayah
Maluku selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh
menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKBA), dan meningkatnya
Umur Harapan Hidup (UHH). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi
kesehatan secara nasional yang cenderung terus membaik.
Angka Kematian Bayi, Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2014, Angka Kematian Bayi (AKB) antarprovinsi di wilayah Maluku, sebagian besar provinsi
memiliki AKB di atas rata-rata AKB nasional (26,6 kematian per 1.000 kelahiran hidup). AKB
tinggi di Provinsi Maluku sebesar 45,9 persen kematian per 1.000 kelahiran hidup dan rendah di
Provinsi Maluku Utara sebesar 37 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
6-13
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.14
Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2010-2014.
Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi
AKB Provinsi Maluku dan Maluku Utara tergolong masih tinggi dan berada diatas rata-rata AKB nasional
Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan indikator gizi buruk pada balita, merupakan
gangguan pertumbuhan bayi yang terjadi sejak usia dini (4 bulan) yang ditandai dengan
rendahnya berat badan dan tinggi badan, dan terus berlanjut sampai usia balita. Hal tersebut
terutama disebabkan rendahnya status gizi ibu hamil. Perkembangan gizi buruk pada balita
tahun 2014 di Provinsi Maluku Utara mencapai 663 jiwa meningkat cukup tajam dari jumlah gizi
buruk tahun 2013 (Gambar 6.15).
Gambar 6.15
Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku,
Tahun 2010-2014, (jiwa).
Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi)
Jumlah Gizi buruk pada Balita tahun 2014 di Provinsi Maluku Utara meningkat tajam dari tahun 2013
48,6 48 47,3 46,6 45,9
39,8 39,2 38,4 37,6 37
29,3 28,6 27,9 27,2 26,6
20
25
30
35
40
45
50
55
2010 2011 2012 2013 2014
Maluku
Maluku Utara
Nasional
152
110
316
87
223
328
208
663
0
100
200
300
400
500
600
700
Maluku Maluku Utara
2011
2012
2013
2014
6-14
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Umur Harapan Hidup, berdasarkan estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) antarprovinsi
di wilayah Maluku selama periode 2008-2013 menunjukkan peningkatan (Gambar 6.16), sejalan
dengan perkembangan UHH secara nasional. Estimasi UHH antarprovinsi di wilayah Maluku
tahun 2013 berada di bawah UHH nasional, Provinsi dengan UHH tertinggi berada di Maluku
67,88 tahun, dan rendah di Provinsi Maluku Utara sebesar 66,97 tahun.
Gambar 6.16
Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku,Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Kondisi UHH Provinsi Maluku dan Maluku Utara masih dibawah rata –rata UHH nasional
Jumlah kasus AIDs di Kepulauan Maluku tahun 2013, Provinsi Maluku menempati urutan
pertama yaitu sebanyak 125 kasus, selanjutnya dikuti Provinsi Maluku Utara sebanyak 42 kasus.
Gambar 6.17
Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus)Per Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Kasus AIDs tinggi terdapat di Maluku
67 67,2 67,4 67,6 67,84 67,88
65,4 65,7
66,01 66,31
66,65 66,97
69 69,21 69,43 69,65
69,87 70,07
64
65
66
67
68
69
70
71
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Maluku Maluku Utara Nasional
125
42
0
20
40
60
80
100
120
140
MALUKU MALUKU UTARA
Kasus Baru AID
6-15
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.18
Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Prevalensi Status Gizi Balita menurut tinggi badan sebagian besar termasuk kategori normal
Perumahan, Tempat tinggal memiliki peran strategis dalam membentuk watak dan
kepribadian bangsa. Hal ini merupakan salah satu upaya membangun manusia Indonesia yang
berjati diri, mandiri, dan produktif. Sehingga kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan
dasar setiap manusia, yang akan terus berkembang sesuai dengan tahapan dan siklus kehidupan.
Perumahan yang layak huni harus dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum,
diantaranya adalah penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon,
jalan, dan infrastruktur lainnya.
Berdasarkan lokasi permukiman di Kepulauan Maluku, beberapa provinsi masih banyak
desa dengan lokasi permukiman pada lokasi yang membahayakan, dan tidak nyaman. Pada tahun
2014 tercatat total jumlah desa dengan kondisi permukiman kumuh sebanyak 82 desa, dengan
penyebaran terbanyak di Provinsi Maluku yaitu 61 desa, sementara Maluku utara sebanyak 21
desa. Sementara total jumlah desa lokasi permukiman di bantaran sungai sebanyak tercatat
sebanyak 195 desa, dengan penyebaran terbesar di Provinsi Maluku sebanyak 185 desa.
20,4 18,3
20,2 22,8
59,4 59
0
10
20
30
40
50
60
70
Maluku Maluku Utara
%
Sangat Pendek (%) Pendek (%) Normal (%)
6-16
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.19
Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Kepulauan Maluku Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman kumuh terbesar di Provinsi Maluku
Gambar 6.20
Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Kepulauan Maluku, Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman dibantaran Sungai terbesar di Provinsi Maluku
Perkembangan jumlah rumah tangga dengan jenis lantai terluas secara umum sebagain
besar kondisi permukiman di Kepulauan Maluku menggunakan lantai bukan tanah (Tabel 6.12).
Perkembangan persentase rumah tangga dengan lantai bukan tanah terus meningkat dari tahun
2010-2013, dan rata-rata berada diatas angka nasional. Untuk luas lantai, sebagian besar
persentase rumah tangga memiliki luas lantai 20-49 m2 dan 50-99 m2, sementara untuk luas
lantai > 100 m2 relatif kecil (Tabel 6. 13).
61
21
0
10
20
30
40
50
60
70
Maluku Maluku Utara
Pemukiman Kumuh
185
110
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Maluku Maluku Utara
Bantaran / Tepi Sungai
6-17
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Tabel 6.12
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas
di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2013.
Provinsi
Persentase Rumah Tangga berdasarkan Jenis Lantai terluas (Persen)
Tanah (1) Bukan tanah
2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014
Maluku 13,59 11,37 12,35 10,44 8,3 86,41 88,63 87,65 89,56 91,7
Maluku Utara 14,62 14,58 10,65 11,72 10,97 85,38 85,42 89,35 88,28 89,03
INDONESIA 11,5 9,21 8,55 8,85 8,13 88,5 90,79 91,45 91,15 91,87
Sumber: BPS, Tahun 2014
Tabel 6.13
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Kepulauan Maluku
Tahun 2014.
Provinsi Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai (m2) (Persen)
<19 20-49 50-99 100-149 150+ Total
Maluku 3,16 42,3 42,2 7,77 4,58 100
Maluku Utara 3,27 27,48 52,95 13,44 2,86 100
INDONESIA 5,04 31,03 44,98 12,24 6,71 100
Sumber: BPS, Tahun 2014
Persentase jumlah rumah tangga menurut penerangan listrik PLN, secara umum
persentase rumah tangga di perkotaan maupun di perdesaan dengan penerangan listrik PLN
pada tahun 2013 masih berada dibawah rata-rata nasional (Tabel 6.14). Selama periode 2009
dan 2013 persentase jumlah rumah tangga dengan penerangan listrik PLN meningkat.
Sementara untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak dan air
minum layak meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 6.15), namun masih banyak jumlah rumah
yang berada dibawah rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Maluku.
Tabel 6.14
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber
Penerangan Listrik PLN di Kepulauan Maluku Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
2009 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perdesaan Perdesaan
Maluku 92,17 59,46 68,10 95,67 63,08 75,70
Maluku Utara 90,37 44,38 57,99 97,23 63,74 73,35
Rata-rata Nasional 97,05 81,99 89,29 99,11 87,27 93,17
Sumber: BPS, Tahun 2014
Persentase jumlah rumah tangga menurut sumber air minum layak, secara umum
menunjukan peningkatan dari tahun 2009, dengan komposisi persentase jumlah rumah tangga
di perkotaan lebih besar dari pada di perdesaan (Tabel 6.15). Jika dibandingkan terhadap rata-
rata nasional, kondisi di Kepulauan Maluku berada dibawah rata-rata nasional. Persentase
jumlah rumah tangga dengan air minum layak di Provinsi Maluku lebih tinggi dibandingkan
Provinsi Maluku Utara.
6-18
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Sementara untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak
meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 6.15), namun masih berada dibawah rata-rata nasional,
kecuali di Provinsi Maluku Utara. Persentase terbesar untuk rumah tangga dengan sanitasi layak
di Provinsi Maluku (62,39%) lebih tinggi dibandingkan Maluku Utara (57,72%).
Tabel 6.15
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum
Layak Per-Provinsi, di Kepulauan Maluku Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
2009 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perdesaan Perdesaan
Maluku 74,72 48,59 55,5 77,77 44,43 57,56
Maluku Utara 66,56 34,16 43,75 81,85 51,12 59,65
NASIONAL 49,82 45,72 47,71 79,34 56,17 67,73
Sumber: BPS, Tahun 2014
Tabel 6.16
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di
Kepulauan Maluku Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi (%)
2009 2010 2011 2012 2013
Maluku 38,69 48,28 50,75 53,17 62,39
Maluku Utara 43,18 53,26 52,53 55,52 57,72
Nasional 51,19 55,53 55,60 57,35 60,91
Sumber: BPS, Tahun 2014
6.3. DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN
6.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan
Tanaman Pangan. Produksi padi di Kepulauan Maluku tahun 2015 mencapai 188.544
ton atau sekitar 0,25 persen dari total produksi nasional, dengan produktivitas 4,28 ton/ha
(lebih rendah dari produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi padi di Kepulauan
Maluku rata-rata meningkat 9,45 persen per tahun (dalam periode 2007-2015), dengan
peningkatan luas panen rata-rata 4,15 persen per tahun. Produksi padi terbesar di Provinsi
Maluku mencapai 109.478 ton atau 58,06 persen dari produksi padi Kepulauan Maluku.
6-19
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.21
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2006-2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Produksi padi tahun 2015 sebesar 188.544 ton atau 0,25 persen dari total produksi nasional
Gambar 6.22
Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2015.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Perkembangan produksi jagung tahun 2015 mecapai 34.688 ton atau sekitar 0,17 persen
dari total produksi jagung nasional, dengan produktivitas 3,45 ton/ha (lebih rendah dari
produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi jagung di Kepulauan Maluku rata-rata
meningkat 121.192 ton per tahun (dalam periode 2008-2015), luas panen menurun rata-rata
410 ha per tahun. Produksi jagung terbesar di Provinsi Maluku Utara mencapai 19.279 ton atau
55,58 persen dari produksi padi Kepulauan Maluku.
10
9.0
48
10
5.6
63
12
7.4
25
13
6.1
28
13
8.5
10
13
4.5
76
14
9.9
57
18
4.1
80
17
2.2
61
18
8.5
44
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
160.000
180.000
200.000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Produksi Tanaman Padi Produktivitas (ton/ha)_Maluku
Produktivitas (ton/ha)_Nasional
24,39
52,09
4,19
7,03
11,71
0,25 0,34
Produksi Padi menurut Pulau (%)
P. SUMATERA
P.JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
KEP. MALUKU
P. PAPUA
58,06
41,94
Produksi Padi menurut Provinsi di Kepulauan Maluku (%)
Maluku
Maluku Utara
6-20
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.23
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2006-2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Produktivitas jagung Maluku masih dibawah rata-rata produktivitas jagung nasional
Gambar 6.24
Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Perkembangan produksi kedelai tahun 2015 mencapai 1.933 ton atau sekitar 0,14
persen dari total produksi kedelai nasional, dengan produktivitas 1,16 ton/ha (lebih rendah dari
produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi kedelai di Kepulauan Maluku rata-rata
meningkat 8.207 ton per tahun (dalam periode 2008-2015), luas panen menurun rata-rata 61 ha
persen per tahun. Produksi kedelai terbesar di Provinsi Maluku mencapai 1.162 ton atau 60,11
persen dari produksi kedelai Kepulauan Maluku.
25
.61
5
26
.47
8
30
.41
7
34
.08
8
35
.81
9
40
.02
4
43
.82
4
41
.36
1
30
.12
3
34
.68
8
3,45
5,17
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produktivitas Produksi (ton)
Produksi Kep. Maluku Produktivitas Kep. Maluku
Produktivitas Nasional
21,61
52,89
8,50
1,49
15,30
0,17 0,04
Produksi (Ton)
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
44,42
55,58
Produksi (Ton)
MALUKU
MALUKU UTARA
6-21
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.25
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2006-2014.
Sumber: Badan Pusat Statistik 2014
Produktivitas kedelai Maluku masih dibawah rata-rata produktivitas kedelai nasional
Gambar 6.26
Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
2.5
97
1.2
82
2.8
41
2.2
31
2.1
27
1.3
97
1.6
51
1.4
81
1.3
40
1.9
33
1,16
1,56
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Kep. Maluku Produktivitas_Maluku Produktivitas_Nasional
11,64
66,00
10,46
1,54
9,70
0,14 0,52
Produksi (Ton)
P. Sumatera
P. Jawa+Bali
P. Nusa Tenggara
P. Kalimantan
P. Sulawesi
Kep. Maluku
P. Papua
60,11
39,89
Produksi (Ton)
MALUKU MALUKU UTARA
6-22
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Tabel 6.17
Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi
di Kepulauan Maluku Tahun 2015.
Provinsi
Padi Jagung Kedelai
Luas Panen
(ha)
Produksi (ton)
Produkti vitas
(ton/ha)
Luas Panen
(ha)
Produksi (ton)
Produkti vitas
(ton/ha)
Luas Panen
(ha)
Produksi (ton)
Produkti vitas
(ton/ha)
Maluku 21.525 109.478 5,09 3.591 15.409 4,29 1.040 1162 1,12 Maluku Utara 22.566 79.066 3,50 6.456 19.279 2,99 621 771 1,24
KEP. MALUKU 44.091 188.544 4,28 10.047 34.688 3,45 1.661 1.933 1,16
% Nasional 12,20 11,71
16,60 15,30
9,68 10,11
Sumber: BPS, Tahun 2014
Tanaman Perkebunan. Kepulauan Maluku merupakan penghasil tanaman perkebunan
di Indonesia, dengan komoditas utamanya adalah kelapa sawit, Kelapa dan Kakao (Tabel 6.18).
Produksi kelapa sawit Kepulauan Maluku tahun 2014 sebesar 15,73 ribu ton atau 0,05 persen
dari produksi kelapa sawit nasional menurun dibandingkan produksi tahun 2012, selain kelapa
sawit, komoditas lainnya adalah Kelapa dengan produksi mencapai 344,22 ribu ton atau sekitar
11,36 persen dari total produksi Kelapa nasional, dan Kakao sebesar 18,75 ribu ton atau 2,64
persen dari produksi Kakao nasional.
Tabel 6.18
Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2012 dan 2014.
Komoditas P. Maluku (ribu ton) Nasional (ribu ton) P. Maluku (%)
2012 2014 2012 2014 2012 2014
Kelapa Sawit 563,85 15,73 26.015,5 29.344,5 2,17 0,05
Kelapa 123,37 344,22 2.938,4 3.031,3 4,20 11,36
Karet - 0,79 3.012,3 3.153,2 - 0,03
Kopi 0,92 0,84 691,2 685,1 0,13 0,12
Kakao 22,73 18,75 740,5 709,3 3,07 2,64
Sementara penghasil kelapa terbesar di Kepulauan Maluku terdapat di Provinsi Maluku Utara
dengan produksi 248,76 ribu ton atau 72,27 persen dari total produksi Kelapa di Maluku
Tabel 6.19
Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Kepulauan Maluku menurut Provinsi, Tahun 2014.
Provinsi Kelapa Sawit Kelapa Karet Kopi Kakao
(ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%)
Maluku 15,73 100,00 95,46 27,73 0,79 100,00 0,41 48,81 8,26 44,05
Maluku Utara - - 248,76 72,27 - 0,00 0,43 51,19 10,49 55,95
Kep. Maluku 15,73 100,00 344,22 100,00 0,79 100,00 0,84 100,00 18,75 100,00
Sumber: BPS, Tahun 2014
Peternakan. Populasi ternak besar di kepulauan Maluku terbesar adalah babi dengan
jumlah populasi tahun 2013 mencapai 387.947 ekor, selanjutnya diikuti kambing dan sapi
dengan populasi masing-masing 386.280 ekor dan 163.831 ekor. Sementara untuk jenis ternak
unggas populasi terbesar adalah jenis ayam ras pedaging dan itik dengan populasi tahun 2013
sebesar 566.855 ekor dan 537.133 ekor.
6-23
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.27
Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (dalam ekor).
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
Populasi terbesar untuk ternak besar adalah kambing, babi, dan sapi
Tabel 6.20
Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013.
Provinsi Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi
Maluku 95.156 23.116 285.448 24.747 15.557 330.929
Maluku Utara 68.675 306 100.832 - 56 57.018
Kep. MALUKU 163.831 23.422 386.280 24747 15.613 387.947
% terhadap Nasional 0,99 1,58 2,08 0,17 3,44 4,70
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
Gambar 6.28
Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (dalam ekor).
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013.
Populasi ternak ungags adalah jenis ayam ras pedaging.
0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
450.000
2009 2010 2011 2012 2013*)
Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi
0
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
2009 2010 2011 2012 2013*)
Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik
6-24
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Tabel 6.21
Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013,
(ribu ekor).
Provinsi
Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik
Populasi Pertumbuhan(%) Populasi Pertumbuhan(%) Populasi Pertumbuhan(%)
Maluku 139.089 6,59 38.061 6,59 484.290 9,12
Maluku Utara 427.766 70,30 35.910 107,44 52.843 -15,21
Kep. MALUKU 566.855 48,52 73.971 39,52 537.133 6,13
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
6.3.2. Pengembangan Sektor Energi
Perkembangan produksi energi listrik di Wilayah Kepulauan Maluku mengalami
peningkatan dari dalam empat tahun terakhir. Produksi listrik tahun 2013 mencapai mencapai
809,42 GWh atau meningkat sebesar 14,24 persen, dengan sumber utama produksi energi listrik
dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD). Sementara untuk rasio elektrifikasi,
sebagian besar provinsi di Kepulauan Maluku memiliki rasio elektrifikasi dibawah rasio
elektrifikasi nasional.
Gambar 6.29
Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Kepulauan Maluku dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
Rasio elektrifikasi di Kepulauan Maluku tahun 2013 mencapai 66,1 persen meningkat dari tahun 2009, namun kondisi rasio elektrifikasi masih juah dibawah rata-rata rasio elektrifikasi nasional
64,87
60,63
70,61
72,90
66,1
66,28
67,15
72,95
76,56
78,06
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00
2009
2010
2011
2012
2013
NASIONAL P. MALUKU
6-25
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.30
Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (dalam persen).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
Rasio elektrifikasi provinsi di Kepulauan Maluku rata-rata masih berada dibawah rasio elektrifikasi nasional
Gambar 6.31
Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (KWg/Kapita).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
KWh perkapita provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku rata-rata masih dibawah KWh perkapita nasional
Gambar 6.32
Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2010-2013, (dalam MGh).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
Produksi energi listrik di Kepulauan Maluku meningkat dari tahun 2010-2013
67,58 63,83
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
Maluku Maluku Utara
Rasio Elektrifikasi_Provinsi Rasio Elektrifikasi_Nasional
288,60 232,40
753,70 753,70
0,00
100,00
200,00
300,00
400,00
500,00
600,00
700,00
800,00
Maluku Maluku Utara
KWh jual/kapita_Provinsi KWh jual/kapita_Nasional
542,98 628,18
716,77 809,42
-
200,00
400,00
600,00
800,00
1.000,00
2010 2011 2012 2013
Kep. MALUKU
6-26
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
6.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan
Perikanan dan Kelautan. Tingkat perkembangan produksi perikanan tangkap dan
budidaya tahun 2013 di Kepulauan Maluku rata-rata meningkat, Produksi perikanan tangkap
2013 mencapai 703.368 ton meningkat sebesar 216.065 ton dari tahun 2009 atau meningkat
peningkatan rata-rata 11,17 persen per tahun, dan perikanan budidaya 691.319 ton atau
meningkat sebesar 635.259 ton dari produksi tahun 2009 dengan tumbuh rata-rata 148,81
persen per tahun.
Gambar 6.33
Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Kepulauan Maluku Tahun 2009-2013, (dalam ton).
Sumber: BPS, Tahun 2013
Produksi perikanan terbesar di Maluku berasal dari perikanan tangkap
Gambar 6.34
Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Kepulauan Maluku terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).
Produksi perikanan budidaya tahun 2013 sebesar 691.319 ton atau sekitar 5,20 persen dari produksi perikanan budidaya nasional;
Sumber: BPS, Tahun 2013
Distrinbusi perikanan tangkap Kepulauan Maluku sebesar 703.368ton atau sekitar 11.52 persen terbesar dari nasional.
56
.06
0
32
7.4
44
68
0.3
04
60
0.3
84
69
1.3
19
48
7.3
21
70
7.0
77
71
8.1
95
68
8.2
41
70
3.3
86
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
2009 2010 2011 2012 2013
Pro
du
ksi (
ton
)
Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap
9,49
20,22
19,31
4,29
40,84
5,20 0,65
Distribusi Produksi Perikanan Budidaya (%)
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
28,76
20,09
4,09
10,77
18,08
11,52 6,69
Distribusi Produksi Perikanan Tangkap
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
6-27
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.35
Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2012 (dalam persen).
Produksi perikanan tangkap terbesar berada di Provinsi Malukusebesar 70,17 persen
Sumber: BPS, Tahun 2013
Produksi perikanan budidaya terbesar terdapat di Provinsi Malukusebesar 85,64 persen
6.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri.
Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan salah satu sektor untuk mendorong
perekonomian daerah dan nasional. Potensi sektor pariwisata di Kepulauan Maluku yang
tersebar di 5 provinsi cukup potensial yang meliputi wisata budaya, wisata alam bahari, agro
wisata, dan lain-lain. Untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata sebagai produk
unggulan daerah di masa mendatang, pemerintah harus melakukan pembangunan sarana dan
prasarana penunjang pariwisata yang lebih memadai.
Salah satu indikator kinerja sektor pariwisata dapat ditunjukan dengan perkembangan
jumlah wisatawan baik yang berasal dari mancanegara maupun domestik, serta jumlah
ketersediaan akomodasi dari hotel dan restoran yang tersedia. Perkembangan jumlah tamu
asing dan domestik dari tahun 2010-2014 meningkat, pada tahun 2014 jumlah kunjungan tamu
asing mencapai 19.831 orang atau rata-rata meningkat sebesar 64,69 persen per tahun,
70,17
29,83
Distribusi Tangkap
Maluku
Maluku Utara
85,64
14,36
distribusi Budidaya
Maluku
Maluku Utara
6-28
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
sementara jumlah tamu domestik mencapai 678.060 meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya atau rata-rata meningakat sebesar 60,48 persen per tahun.
Tabel 6.22
Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2003-2014 (orang).
Asing
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata
Pertumbuhan 2010-2014
M a l u k u 2,965 2,803 2,926 6,260 19,084 79.43
Maluku Utara 151 703 1,694 3,532 747 134.04
Kep. MALUKU 3,116 3,506 4,620 9,792 19,831 64.69
Sumber: BPS Tahun 2014
Tabel 6.23
Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2003-2014, (orang).
Domestik
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata
Pertumbuhan 2010-2014
M a l u k u 54,209 117,856 146,266 316,080 438,163 74.06
Maluku Utara 62,970 130,133 141,396 232,296 239,897 45.72
Kep. MALUKU 117,179 247,989 287,662 548,377 678,060 60.48
Sumber: BPS Tahun 2014
Pengembangan usaha Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan kekuatan strategis dan
penting untuk mempercepat pembangunan daerah. Sektor ini memberikan kontribusi signifikan
terhadap pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja. Usaha IMK umumnya merupakan
usaha rumah tangga dan masyarakat menengak-kecil dimana dalam pengembangannya masih
memerlukan pembinaan terutama dalam aspek pemasaran, permodalan dan pengelolaan. Peran
IMK memiliki posisi penting untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah dan
mengurangi kesenjangan (gap) pendapatan.
Perkembangan jumlah IMK di Kepulauan Maluku dalam 2 tahun terakhir cenderung
menurun, jumlah IKM tahun 2014 sebanyak 44.598 IKM meningkat dari tahun 2013 (44.305),
dengan jumlah UKM terbanyak terdapat di Provinsi Maluku yaitu sebanyak 36.640 IKM (Gambar
6.39). Sementara untuk total output IKM Kepulauan Maluku sebesar Rp. 2.290.032 juta
meningkat dari tahun 2013, dan jumlah tenaga kerja sebanyak 68.458 jiwa atau menurun
sebesar 9,79 persen dari jumlah tenaga kerja tahun 2013. Nilai output dan tenaga kerja di
Provinsi Maluku jauh lebih besar dari Maluku Utara.
6-29
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.36
Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013 dan 2014, (unit).
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah usaha mikro-kecil Provinsi Maluku hampir 5 kali lebih banyak dibandingkan Maluku Utara
Tabel 6.24
Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut
Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2013 dan 2014.
Provinsi
Tenaga Kerja (orang) Output (Rp. Juta)
2013 2014 Δ 2013-2014 2013 2014 Δ
2013-2014
Maluku 61,487 56,379 (8.31) 1,787,307 1,752,810 (1.93)
Maluku Utara 14,400 12,079 (16.12) 421,944 537,222 27.32
Kep. MALUKU 75,887 68,458 (9.79) 2,209,251 2,290,032 3.66
Sumber: BPS Tahun 2015
6.4. DIMENSI PEMERTAAN DAN KEWILAYAHAN 6.3.1. Kesenjangan Ekonomi Wilayah
PDRB Perkapita, Perkembangan PDRB perkapita Provinsi di Kepulauan Maluku dalam
kurun lima tahun terakhir meningkat. Namun, sebagian besar provinsi masih berada dibawah
rata-rata PDB perkapita nasional. Perbandingan PDRB perkapita antarprovinsi, menunjukan
adanya PDRB perkapita tertinggi mencapai Rp. 16.872,31 ribu per jiwa di Provinsi Maluku utara,
sedangkan di Provinsi Maluku sebesar Rp. 14.230,08 ribu per jiwa.
35.872
8.433
36.640
7.958
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
MALUKU MALUKU UTARA
2013 2014
6-30
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Tabel 6.25
Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa).
Provinsi Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Maluku 11.951,34 12.477,19 13.129,11 13.574,04 14.230,08
Maluku Utara 14.361,34 14.994,63 15.691,01 16.334,50 16.872,31
Rata-rata Perkapita 33 Prov 28.778,17 30.112,57 31.519,93 32.874,76 34.127,72
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Gambar 6.37
PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2014, (ribu/jiwa)
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2014
Gap PDRB perkapita, PDRB Perkapita tertinggi Provinsi Maluku Utara16.872,31 ribu/jiwa dan terrendah Provinsi Maluku 14.230,08
Distribusi pendapatan. Kriteria Bank Dunia membagi penduduk ke dalam 3 (tiga)
kelompok pendapatan yaitu 40 persen kelompok penduduk berpendapatan rendah, 40 persen
kelompok penduduk berpendapatan sedang dan 20 persen kelompok berpendapatan tinggi.
Berdasarkan Tabel 6.26 dan Gambar 6.38, ketimpangan distribusi pendapatan provinsi di
Kepulauan Maluku dari tahun 2002-2013 dikategorikan sebagai tingkat “ketimpangan rendah”.
Tabel 6.26
Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2002-2013
Provinsi 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Maluku
0.258 0.328 0.31 0.31 0.33 0.41 0.38 0.370
Maluku Utara
0.261 0.332 0.33 0.33 0.34 0.33 0.34 0.318
INDONESIA 0.329 0.363 0.364 0.35 0.37 0.38 0.41 0.41 0.413
Sumber: BPS, Tahun 2013
14.230,08 16.872,31
34.127,72 34.127,72
0,00
5.000,00
10.000,00
15.000,00
20.000,00
25.000,00
30.000,00
35.000,00
40.000,00
Maluku Maluku Utara
rup
iah
/jiw
a
PDRB Perkapita Prov PDRB rata-rata Prov
6-31
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.38
Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2002-2013.
Ketimpangan pendapatan provinsi di Kepulauan Maluku 2002-2013 tergolong kategori rendah
Kesenjangan pendapatan antarwilayah menurut Indeks Williamson (Gambar 6.39),
menunjukan tingkat kesenjangan pendapatan antar provinsi di Kepulauan Maluku tergolong
cukup tinggi, namun menunjukkan perbaikan dari tahun 2009 hingga akhir 2013. Sementara
untuk kesenjangan pendapatan antarkabupaten/kota untuk setiap provinsi (Gambar 6.40),
menunjukan menurun di kedua provinsi, namun tingkat kesenjangan pendapatan di Maluku
Utara lebih rendah dibandingkan Provinsi Maluku.
Gambar 6.39
Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2007-2013
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,800
0,900
1,000
2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Maluku
Maluku Utara
INDONESIATinggi
Sedang
Rendah
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
2009 2010 2011 2012 2013
Ind
eks
Will
iam
son
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. NUSA TENGGARA,MALUKU & PAPUA
NASIONAL
6-32
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.40
Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2007-2013
Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2007-2013
6.3.2. Infrastruktur Wilayah
Infrastruktur Jalan: Panjang jalan berdasarkan status pembinaannya pada tahun 2013
di wilayah Kepulauan Maluku mencapai 13.440 km meningkat sepanjang 7.986 km dari tahun
2005. Kondisi tingkat kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2013 di wilayah Kepulauan
Maluku sebesar 0,17 km/km2 lebih rendah dari tingkat kerapatan jalan nasional (0,26 Km/Km²),
Sementara dari sisi kualitas jalan negara, kualitas jalan Kepulauan Maluku jalan dengan kondisi
mantap (baik+sedang) mencapai 85 persen sedikit meningkat dibandingkan tahun 2011.
Gambar 6.41
Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Panjang jalan di wilayah Maluku tahun 2013 mencapai 13.440 km atau meningkat 7.986 km dari tahun 2005.
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
2009 2010 2011 2012 2013
Maluku
Maluku Utara
5454
13440
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
2005 2013
Negara
Provinsi
Kab / Kota
Jumlah
6-33
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.42
Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Panjang jalan di provinsi Maluku dan Maluku Utara selama tahun 2005-2013 masing-masing sepanjang 3.642 km dan 4.344 km
Gambar 6.43
Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (dalam Km/Km2).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Tingkat kerapatan jalan provinsi di Kepulauan Maluku tergolong masih rendah dan rata-rata berada dibawah kerapatan jalan nasionl,
4.048
1.406
7.690
5.750
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
Maluku Maluku Utara
2,005 2013
0,09
0,04
0,16
0,26
0,18
-
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
Maluku Nasional Maluku Utara
Provinsi (km/km2)_2005 Provinsi (km/km2)_2013
Nasional. (km/km2)_2013
6-34
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015
Gambar 6.44
Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Kondisi kualitas jalan di Kepulauan Maluku sebagian besar dalam kondisi mantap
62%
25%
5%
8%
2011
Baik
Sedang
Rusak Ringan
Rusak Berat
85%
6% 2%
7%
2013
Baik
Sedang
Rusak Ringan
Rusak Berat
7-1
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
7.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA
Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Pulau Papua dan seluruh provinsi
secara umum tumbuh positif, namun perkembangan ekonomi dalam empat tahun terakhir
melambat. Pertumbuhan ekonomi Pulau Papua tahun 2014 tercatat tumbuh sebesar 3,87 persen
melambat dibandingkan tahun sebelumnya, semua sektor tumbuh positif kecuali pertambangan
dan penggalian, dengan pertumbuhan tertinggi dari sektor administrasi pemerintahan,
penyediaan akomodasi dan makan minum, transportasi dan pergudangan, dan konstruksi.
Tabel 7.1
Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Papua Tahun 2011-2014.
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014
1. Pertanian 0,88 5,70 6,13 5,59
2. Pertambangan & Penggalian -13,62 -5,98 6,31 -3,26
3. Industri Pengolahan 4,36 2,76 7,61 4,37
4. Listrik dan Gas 7,89 11,13 8,16 4,62
5. Pengadaan Air 2,23 4,86 5,75 5,75
6. Konstruksi 15,96 13,72 12,93 10,16
7. Perdagangan Besar dan Eceran 10,01 8,77 8,95 7,47
8. Transportasi & Pergudangan 9,34 9,59 8,96 10,75
9. Akomodasi dan Makan Minum 7,60 7,17 9,87 10,88
10. Informasi dan Komunikasi 9,72 11,15 12,26 7,35
11. Jasa Keuangan 10,19 9,94 16,81 8,13
12. Real Estat 12,13 10,44 10,77 8,29
13. Jasa Perusahaan 13,80 6,48 5,95 9,58
14. Administrasi Pemerintahan 10,36 9,55 4,69 13,67
15. Jasa Pendidikan 8,21 7,93 9,92 8,87
16. Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 11,43 8,50 7,74 8,48
17. Jasa lainnya 11,14 8,55 10,31 8,39
Produk Domestik Regional Bruto -2,13 2,27 7,76 3,87
Peranan sektor terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Pulau Papua sektor administrasi pemerintahan,
penyediaan akomodasi dan makan minum, transportasi dan pergudangan, dan konstruksi
7-2
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7.1
Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Papua Atas Dasar Harga
Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen).
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Seluruh provinsi tumbuh positif, namun cenderung melambat
Tabel 7.2
Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Papua Atas Dasar Harga
Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen).
Provinsi
Tahun
2011 2012 2013 2014
Papua barat 3,64 3,63 7,39 5,38
Papua -4,28 1,72 7,91 3,25
P. PAPUA -2,13 2,27 7,76 3,87
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Peran dan Struktur Ekonomi Papua. Peran Pulau Papua dalam pembentukan PDB
nasional sebesar 1,70 persen, dengan kontribusi terbesar berasal dari Provinsi Papua Barat.
Sementara perekonomian Pulau Papua sebagian besar disumbang dari sektor pertambangan
dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor pertanian, sektor kontruksi, dan sektor
administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial. Kelima sektor tersebut
berkontribusi sekitar >70 persen.
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
2011 2012 2013 2014
%
Papua barat Papua
7-3
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7-2
Peran Wilayah Papua terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen).
Peran Pulau Papua terhadap pembentukan PDB nasional sebesar besar 1,70 persen
Perekonomian Pulau Papua 67,88 persen disumbang dari Provinsi Papua.
Tabel 7.3
Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Papua Tahun 2010-2014.
Lapangan Usaha PDRB ADHB (Rp. Miliar)
2010 2011 2012 2013 2014
Papua barat 41.362 44.255 44.423 47.706 58.285
Papua 110.808 108.189 107.891 116.429 123.180
P. Papua 152.170 152.443 152.314 164.134 181.465
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Pengangguran Terbuka, Perkembangan pengangguran terbuka di wilayah Papua
menunjukkan tren menurun selama periode 2010-2015. Jumlah Pengangguran Terbuka di
wilayah Papua pada tahun 2015 mencapai 82.417 jiwa atau sekitar 1,16 persen dari total
pengangguran di Indonesia, dengan pengurangan jumlah pengangguran dari tahun 2010-2015
sebanyak 6.291 jiwa dan sebagian besar terdapat di Papua. Sementara untuk kondisi Tingkat
23,17
58,85
1,41 8,71
5,65 0,52 1,70
Kontribusi Nilai PDRB ADHB Pulau Terhadap PDB Nasional Tahun 2014, (%)
Sumatera
Jawa & Bali
Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
32,12
67,88
Kontribusi Nilai PDRB ADHB Provinsi Terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (%)
Papua barat
Papua
7-4
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Pengangguran terbuka (TPT) sebesar 3,89 persen sedikit meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya dengan pengurangan rata-rata sebesar 0,19 persen per tahun, namun kondisi TPT
masih dibawah rata-rata TPT nasional (5,84%), dengan pengurangan angka pengangguran
sebesar 0,38 persen per tahun. Dominasi TPT di Pulau Papua sebagian besar berada di
perkotaan dengan kondisi terakhir (Februari, 2015) sebesar 8,47 persen, dan di perdesaan
sebesar 2,22 persen.
Gambar 7.3 Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau
Papua Tahun 2010-2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Tingkat pengangguran terbuka di Pulau Papua dalam tiga tahun terakhir menunjukkan tren meningkat
Tabel 7.4
Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Papua
Tahun 2010-2015, (jiwa).
Provinsi Pengangguran_jiwa ( Februari )
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Papua Barat 28.559 30.422 25.246 16.759 15.073 18.806
Papua 47.567 57.882 46.226 47.656 58.811 63.611
P. Papua 76.126 88.304 71.472 64.415 73.884 82.417
Nasional 8.592.490 8.117.631 7.614.241 7.170.523 7.147.069 7.127.377
% Nasional 0,89 1,09 0,94 0,90 1,03 1,16
Sumber: BPS Tahun 2015
76
.12
6
88
.30
4
71
.47
2
64
.41
5
73
.88
4
82
.41
7
4,96 4,59
3,61
3,11
3,52 3,89
7,41
6,80
6,32 5,92
5,70 5,84
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
100.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Pe
nga
ngg
ura
n T
erb
uka
(jiw
a)
TPT
(%)
Pengangguran_jiwa ( Februari ) TPT_% ( Februari ) TPT Nasional_% (Februari)
7-5
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7.4
Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Papua Tahun 2010-2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Pengangguran terbuka di Pulau Papua sebagian besar terkonsentrasi di Perkotaan
Penyebaran TPT di Provinsi Papua Barat lebih tinggi dibanding Provinsi Papua. Secara
umum tingkat TPT seluruh provinsi mengalami penurunan dari tahun 2010-2015, rata-rata
pengurangan terbesar mencapai 0,52 persen di Provinsi Papua Barat, sementara Provinsi Papua
hanya mencapai 0,07 persen. Perbandingan TPT di wilayah perdesaan dan perkotaan
antarprovinsi menunjukkan dominasi di perkotaan di setiap provinsi. TPT paling dominan di
perkotaan terdapat di Provinsi Papua. Lihat Tabel 7.5.
Tabel 7.5
Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Papua Tahun
2010-2015, (%).
Provinsi
TPT_% ( Februari ) Δ 2008-
2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Papua Barat 9,30 7,73 7,77 8,28 6,57 4,47 3,70 4,61 0,52
Papua 4,85 4,13 4,08 3,72 2,90 2,81 3,48 3,72 0,07
P. Papua 5,95 5,02 4,96 4,59 3,61 3,11 3,52 3,89 0,19
TPT Nasional 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92 5,70 5,84 0,38
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
2,62 1,99 1,87
1,47 1,97 2,22
14,79
12,01
9,20 8,67 8,40 8,47
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015
TPT_Perdesaan ( Februari )
TPT_Perkotaan ( Februari )
7-6
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7.5
Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Papua, Tahun 2015, (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Tingkat pengangguran di Papua didominasi di perkotaan
Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan
di wilayah Papua pada tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok berpendidikan SMTA
(52,3%) dan Universitas sebesar 20,96 persen. Namun, kondisi pendidikan pengangguran
terbuka tersebut masih lebih baik dibanding dengan rata-rata pendidikan dari pengangguran
terbuka tingkat nasional Lihat Gambar 7.6 dan Tabel 7.5.
Gambar 7.6
Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Papua, 2015 (Februari).
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015
Kualitas pendidikan pengangguran terbuka di Pulau Papua sebagian besar (> 50%) merupakan tamatan SMA dan Diploma+Universitas
Pengangguran terbuka berdasarkan komposisi tingkat pendidikan tertinggi yang
ditamatkan antarprovinsi, sebagian besar berpendidikan SMTA dan Diploma+Universitas.
Pengangguran terbuka dengan pendidikan Diploma+Universitas tertinggi terdapat di Papua
Barat. Kondisi ini mengindikasikan fenomena pengangguran di Wilayah Papua lebih banyak
dihadapi kelompok berpendidikan sekolah menengah sampai dengan sarjana. Lihat Tabel 7.5.
3,10
2,02
5,94
7,22
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
Papua Barat Papua
TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )
4,01 2,48
7,66 8,52
41,53
10,77
4,06
20,96
P. Papua
Tidak/Belum Pernah Sekolah
Tidak/Belum Tamat SD
SD
SMP
SMA (Umum)
SMA (Kejuruan)
Diploma I/II/III
Universitas
7-7
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Tabel 7.6
Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015.
Provinsi Tidak/Belum
Pernah Sekolah
Tidak/Belum Tamat SD
Tamatan Tertinggi
Jumlah
SD SMP SMA
(Umum) SMA
(Kejuruan) Diploma
I/II/III Universitas
Papua Barat
3,39 12,11 9,27 36,14 3,56 7,04 26,85 100,00
Papua - 2,22 6,34 8,30 43,13 12,90 3,18 19,22 100,00
P. Papua 4,01 2,48 7,66 8,52 41,53 10,77 4,06 20,96 100,00
Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2015.
Kemiskinan. Perkembangan kemiskinan di wilayah Papua dalam kurun waktu 2010-
2015 cenderung meningkat, dan kondisi kemiskinan di seluruh provinsi masih berada di atas
rata-rata kemiskinan nasional, yaitu Provinsi Papua sebesar 28,17 persen dan Papua Barat
sebesar 25,82 persen. Jumlah penduduk di Pulau Papua tahun 2015 (maret) mencapai 1.084,52
ribu jiwa atau 3,79 persen (Tabel 7.7) dari total penduduk miskin di Indonesia atau meningkat
rata-rata 14,98 ribu jiwa per tahun dan sebagian besar terdapat di daerah perdesaan.
Gambar 7.7
Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret).
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Jumlah penduduk miskin Pulau Papua tahun 2015 sebesar 1.084,52 ribu jiwa atau 3,79 persen dari total penduduk miskin nasional
22,27
54,73
3,44 7,40 6,94
1,43 3,79
P. Sumatera
P. Jawa+Bali
P. Kalimantan
P. Sulawesi
P. Nusa Tenggara
P. Maluku
P. Papua
7-8
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7-8
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Papua Tahun 2008-2015 (Maret).
Sumber : Susenas (Maret), BPS 2015
Penduduk miskin Pulau terbesar terkonsentrasi perdesaan
Penyebaran penduduk miskin terbesar terdapat di Provinsi Papua (79,22%). Sementara
untuk persentase tingkat kemiskinan seluruh provinsi dari 2010-2015 menunjukan persentase
kemiskinan menurun namun masih berada diatas rata-rata nasional, dan kemiskinan tertinggi
terdapat di Provinsi Papua.
Gambar 7.9 Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Papua, Tahun 2015
(Maret), (dalam persen).
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Jumlah penduduk miskin di Pulau Papua berkurang sebesar 104,87, tingkat kemiskinan menurun rata-rata sebesar 1,25 persen per tahun.
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah PendudukMiskin ( Maret )
Jumlah PendudukMiskin Perkotaan (Maret )
Jumlah PendudukMiskin Perdesaan (Maret )
Papua Barat 20,78%
Papua 79,22%
Distribusi Penduduk Miskin 2015 ( Maret )
7-9
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Tabel 7.7
Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua,
Tahun 2010-2015.
Provinsi Persentase Penduduk Miskin ( Maret ) Δ
2010-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Papua Barat 35,12 35,71 34,88 31,92 28 26,67 27,13 25,82 1,33
Papua 37,08 37,53 36,8 31,98 31 31,13 30,05 28,17 1,17
Nasional 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 11,25 11,22 0,70
Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015
Indek Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur
capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas
hidup. Pembangunan manusia menjadi aspek yang sangat penting dalam pembangunan suatu
daerah. Namun perekonomian suatu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi,
tetapi masalah pengangguran, kemiskinan juga tinggi. Berdasarkan model perhitungan IPM
baru, enam provinsi memiliki nilai IPM dibawah rata-rata IPM nasional. Sementara menurut
perkembangannya, dalam kurun waktu 2010-2014 IPM seluruh provinsi meningkat, dengan IPM
tertinggi di Provinsi Papua Barat atau berada diurutan ke-33 secara nasional, dan terrendah di
Provinsi Papua atau berada diurutan terakhir secara nasional.
Gambar 7.10
Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pemabngunan Manusia Antarprovinsi
Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
11 10 9
6
17
23
20
26
16
4
1
12 13
2
18
8
5
30 31 29
21 22
3
14
7
25
15
19
28
32
24
27
33 34
0
5
10
15
20
25
30
35
40
50,00
55,00
60,00
65,00
70,00
75,00
80,00
Ace
h
Sum
ut
Sum
bar
Ria
u
Jam
bi
Sum
sel
Ben
gku
lu
Lam
pu
ng
Bab
el
Kep
ri
DK
I Jak
arta
Jab
ar
Jate
ng
DIY
Jati
m
Ban
ten
Bal
i
NTB
NTT
Kal
bar
Kal
ten
g
Kal
sel
Kal
tim
Kal
tara
Sulu
t
Sult
eng
Suls
el
Sult
ra
Go
ron
talo
Sulb
ar
Mal
uku
Mal
ut
Pu
bar
Pap
ua
P. SUMATERA P. JAWA+BALI P.NUSTRA
P. KALIMANTAN P. SULAWESI P.MALUKU
P.PAPUA
IPM
Ran
kin
g
IPM_Provinsi IPM_Nasional Ranking 2014
7-10
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7.11:
Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Papua Tahun 2010-2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Kualitas
sumberdaya manusia di Papua menunjukan trend meningkat dari tahun 2010 – 2014,
Seluruh
provinsi dengan IPM dibawah IPM nasional;
7.2. DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA
Pendidikan. Perkembangan tingkat pendidikan di Pulau Papua selama 2008-2013
ditunjukan dengan indikator kinerja pendidikan, yang meliputi: Angka Rata-rata Lama Sekolah
(RLS), Angka Melek Huruf (AMH), Angka Partisipasi Sekolah (APS), dan tingkat ketersediaan
sarana dan prasaran pendidikan sebagai kinerja pelayanan pendidikan.
Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) provinsi di wilayah Papua selama periode
2008-2013 cenderung menunjukkan peningkatan, Provinsi Papua Barat memiliki RLS diatas RLS
nasional (8,14 tahun) yaitu 8,53 tahun, sedangkan RLS terrendah adalah Provinsi Papua yaitu
6,87 tahun.
59,60 59,90 60,30 60,91 61,28
54,45 55,01
55,55 56,25
56,75
66,53 67,09
67,70 68,31
68,90
50,00
52,00
54,00
56,00
58,00
60,00
62,00
64,00
66,00
68,00
70,00
2010 2011 2012 2013 2014
IPM
Pubar Papua Indonesia
7-11
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7.12 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau
Papua, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Perkembangan angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) seluruh provinsi menunjukan perbaikan selama periode 2008-2013;
Provinsi Papua masih memiliki angka RLS di bawah rata-rata RLS nasional
Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) selama periode 2008-2013 rata-rata
meningkat, seluruh provinsi menunjukkan perubahan positif. Pada tahun 2013 provinsi Papua
Barat memiliki AMH di atas rata-rata nasional (94,14 %), sedangkan AMH terrendah di Provinsi
Papua yaitu 75,92 persen.
Gambar 7.13
Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) di Provinsi Papua dan Papua Barat semakin membaik (2008-2013), namun kondisi AMH Provinsi Papua masih jauh dibawah rata-rata AMH nasional.
7,67
8,01 8,21 8,26
8,45 8,53
6,52 6,57 6,66 6,69 6,87 6,87
7,52 7,72
7,92 7,94 8,08 8,14
6
6,5
7
7,5
8
8,5
9
9,5
10
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tah
un
Papua Barat Papua Nasional
65
70
75
80
85
90
95
100
2008 2009 2010 2011 2012 2013
%
Papua Barat Papua Nasional
7-12
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) antarprovinsi di wilayah Papua tahun
2008 dan 2013 (Tabel 7.7), untuk kelompok Usia 19-24 tahun rata-rata meningkat, peningkatan
terbesar terdapat di Provinsi Papua Barat (9,30%); untuk APS 7-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-
18 tahun rata-rata meningkat di Provinsi Papua Barat, sementara provinsi Papua mengalami
penurunan. Peningkatan terbesar di Provinsi Papua Barat yaitu 13,88 persen untuk APS 16-18
tahun, sedangkan penurunan terbesar terjadi di Provinsi Papua yaitu 7,87 persen untuk APS 7-
12 tahun.
Tabel 7.7 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Usia Sekolah Antar Provinsi
Tahun 2008 dan 2013.
Provinsi
2008** 2013 Δ2008-2013
7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24
Papua 8
78,22 54,13 15,68 75,51 73,27 53,28 17,69 -7,87 -4,94 -0,85 2,01
Papua Barat 93,38 88,55 58,15 14,70 95,58 92,81 72,04 24,00 2,20 4,26 13,88 9,30
INDONESIA 97,88 84,89 55,50 13,29 98,36 90,68 63,48 19,97 0,48 5,79 7,98 6,68
Sumber: BPS, Tahun 2013
Akses masyarakat terhadap pendidikan untuk jenjang SD, SMP, SMA dan Perguruan
Tinggi cukup baik, hal ini ditunjukan dengan jarak tempuh rata-rata untuk sekolah
SD/SMP/SMA/PT relatif lebih baik atau berada dibawah rata-rata jarak nasional. Seperti yang
disajikan pada Tabel 7.8, Jarak tempuh terhadap sekolah SD/SMP/SMA/PT di Provinsi Papua
Barat lebih baik dibandingkan Papua.
Tabel 7.8
Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau
Papua Tahun 2012.
Provinsi Jenjang Pendidikan
SD/MI SMP/MTs SM/MA PT
Papua 2,56 4,3 5,69 8,73
Papua Barat 1,4 2,98 5,02 7,67
INDONESIA 2,09 4,46 6,98 13,91
Sumber : Statistik Pendidikan 2012, BPS
Kondisi pendidikan menurut rasio murid terhadap sekolah, perkembangan rasio murid
terhadap sekolah untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA secara umum mengalami
peningkatan (Tabel 7.9). Hal ini menunjukan bahwa kesempatan penduduk untuk akses
pendidikan semakin meningkat. Rasio murid terhadap jumlah sekolah untuk jenjang SD, SMP
dan SMA paling baik terdapat di Provinsi Papua Barat.
7-13
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Tabel 7.9
Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan
Jenjang Pendidikan di Pulau Papua Tahun 2011 dan 2014.
Provinsi
Rasio Murid/sekolah
SD SMP SMA
2011 2014 2011 2014 2011 2014
Papua Barat 131,00 123,39 203,24 163,81 284,07 232,76
Papua 144,93 138,29 212,53 170,79 272,70 242,63
NASIONAL 181,08 173,27 264,74 242,07 328,83 305,50
Sumber: BPS, Tahun 2014
Perkembangan jumlah rasio murid terhadap jumlah guru untuk jenjang pendidikan SD,
dan SMP rata-rata mengalami perbaikan. Rasio jumlah murid dan guru untuk jenjang
pendidikan SD Provinsi Papua Barat cukup baik dibandingkan provinsi lainnya yaitu dengan
angka rasio sebesar 13,19 menurun dari tahun sebelumnya dan jauh berada dibawah rata-rata
nasional. Sementara untuk jenjang pendidikan SMA, seluruh Provinsi mengalami sedikit
penurunan dan masih berada di atas rata-rata nasional.
Tabel 7.10
Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan di Pulau Papua Tahun 2011 dan 2014.
Provinsi
Rasio murid/guru
SD SMP SMA
2011 2014 2011 2014 2011 2014
Papua Barat 26,67 13,30 18,80 14,09 21,28 18,88
Papua 28,38 23,89 20,55 20,83 15,66 16,67
NASIONAL 17,42 16,53 15,06 14,53 16,19 16,06
Sumber: BPS, Tahun 2014
Kesehatan. Perkembangan derajat kesehatan penduduk antarprovinsi di wilayah Papua
selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh menurunnya
Angka Kematian Bayi (AKB) , Angka Kematian Balita (AKBA), dan meningkatnya Umur Harapan
Hidup (UHH). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi kesehatan secara
nasional yang cenderung terus membaik.
Angka Kematian Bayi, Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2014, Angka Kematian Bayi (AKB) antarprovinsi di wilayah Papua, seluruh provinsi memiliki
AKB di atas rata-rata AKB nasional (26,6 kematian per 1.000 kelahiran hidup). AKB tertinggi di
Provinsi Papua sebesar 47,2 kematian per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan terrendah di
Provinsi Papua Barat sebesar 46,4 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
7-14
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7.14
Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2010-2014.
Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi
Perkembangan Angka Kematian Bayi di Pulau Papua cendrung menurun, namun 7 provinsi memiliki AKB masih berada diatas rata-rata nasional
Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan indikator gizi buruk pada balita, merupakan
gangguan pertumbuhan bayi yang terjadi sejak usia dini (4 bulan) yang ditandai dengan
rendahnya berat badan dan tinggi badan, dan terus berlanjut sampai usia balita. Hal tersebut
terutama disebabkan rendahnya status gizi ibu hamil. Perkembangan gizi buruk pada balita
tahun 2014 di Provinsi Papua cenderung meningkat, sedangkan di Papua Barat cenderung
menurun. Berdasarkan perbandingan status gizi balita antarprovinsi di wilayah Papua pada
tahun 2014, balita gizi buruk tertinggi terdapat di Provinsi Papua sebesar 2.674 jiwa. Lihat
Gambar 7.15.
Gambar 7.15
Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua,
Tahun 2010-2014, (jiwa).
Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi)
Perkembangan Gizi buruk pada Balita di Pulau Papua mencapai 3.244 jiwa atau sekitar 11,1 persen dari nasional;
Provinsi dengan Gizi buruk tertinggi yaitu di Provinsi Papua
0
10
20
30
40
50
60
2010 2011 2012 2013 2014
Papua Barat Papua Nasional
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
Papua Barat Papua
2011
2012
2013
2014
7-15
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Umur Harapan Hidup, berdasarkan estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) antarprovinsi
di wilayah Papua selama periode 2008-2013 menunjukkan peningkatan, sejalan dengan
perkembangan UHH secara nasional. Estimasi UHH di wilayah Papua tahun 2013 masih berada
dibawah rata-rata UHH nasional (70,07 tahun) dan berada pada kisaran 69 tahun. Lihat Gambar
7.16.
Gambar 7.16
Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Pulau Papua, Tahun 2008-2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
Perkembangan UHH Provinsi Papua dan Papua Barat selama periode 2008-2013 semakin membaik, namun kondisi AHH kedua Provinsi tersebut masih berada dibawah AHH nasional
Jumlah kasus AIDs di Pulau Papua tahun 2013, Provinsi Papua menempati urutan
pertama yaitu sebanyak 849 kasus, sedangkan di Provinsi Papua Barat hanya terdapat 9 kasus.
Gambar 7.17
Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2013.
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)
Kasus AIDs tertinggi terdapat di Provinsi Papua
67
67,5
68
68,5
69
69,5
70
70,5
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Papua Barat Papua Nasional
9
849
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
PAPUA BARAT PAPUA
Kasus Baru AID
7-16
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7.18
Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)
Prevalensi Status Gizi Balita menurut tinggi badan sebagian besar termasuk kategori normal
Perumahan, Tempat tinggal memiliki peran strategis dalam membentuk watak dan
kepribadian bangsa. Hal ini merupakan salah satu upaya membangun manusia Indonesia yang
berjati diri, mandiri, dan produktif. Sehingga kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan
dasar setiap manusia, yang akan terus berkembang sesuai dengan tahapan dan siklus kehidupan.
Perumahan yang layak huni harus dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum,
diantaranya adalah penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon,
jalan, dan infrastruktur lainnya.
Berdasarkan lokasi permukiman di Pulau Papua, beberapa provinsi masih banyak desa
dengan lokasi permukiman pada lokasi yang membahayakan, dan tidak nyaman. Pada tahun 2014
tercatat total jumlah desa dengan kondisi permukiman kumuh sebanyak 81 desa, dengan
penyebaran terbanyak di Provinsi Papua yaitu 69 desa. Untuk lokasi permukiman di bantaran
sungai sebanyak 567 desa dengan penyebaran terbanyak di Provinsi Papua 366 desa.
21,9
25 22,8
15,1
55,4
59,9
0
10
20
30
40
50
60
70
Papua Barat Papua
%
Sangat Pendek (%) Pendek (%) Normal (%)
7-17
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7.19
Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Papua Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman kumuh terbesar di Provinsi Papua
Gambar 7.20 Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Papua
Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah desa dengan Permukiman dibantaran Sungai terbesar di Provinsi Papua
Perkembangan jumlah rumah tangga dengan jenis lantai terluas secara umum sebagian
besar kondisi permukiman di Pulau Papua menggunakan lantai bukan tanah (Tabel 7.11).
Perkembangan persentase rumah tangga dengan lantai bukan tanah terus meningkat dari tahun
2010-2013, dan Provinsi Papua Barat rata-rata berada diatas angka nasional. Untuk luas lantai,
sebagian besar persentase rumah tangga memiliki luas lantai 20-49 m2 dan 50-99 m2,
sementara untuk luas lantai > 100 m2 relatif kecil (Tabel 7. 12).
12
69
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Papua Barat Papua
Pemukiman Kumuh
201
366
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Papua Barat Papua
Bantaran / Tepi…
7-18
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Tabel 7.11
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas
di Pulau Papua Tahun 2010-2013.
Provinsi
Persentase Rumah Tangga berdasarkan Jenis Lantai terluas (Persen)
Tanah (1) Bukan tanah
2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014
PAPUA BARAT 6,98 3,98 3,25 4,14 4,05 93,02 96,02 96,75 95,86 95,95
PAPUA 29,75 18,29 14,33 32,62 31,17 70,25 81,71 85,67 67,38 68,83
INDONESIA 11,5 9,21 8,55 8,85 8,13 88,5 90,79 91,45 91,15 91,87
Sumber: BPS, Tahun 2014
Tabel 7.12:
Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Papua
Tahun 2014.
Provinsi Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai (m2) (Persen)
<19 20-49 50-99 100-149 150+ Total
PAPUA BARAT 5,5 49,07 34,63 7,36 3,44 100
PAPUA 28,13 55,19 13,05 2,43 1,21 100
INDONESIA 5,04 31,03 44,98 12,24 6,71 100
Sumber: BPS, Tahun 2014
Persentase jumlah rumah tangga menurut penerangan listrik PLN, secara umum
persentase rumah tangga di perkotaan maupun di perdesaan dengan penerangan listrik PLN
masih berada dibawah rata-rata nasional (Tabel 7.13). Selama periode 2009 dan 2013
persentase jumlah rumah tangga dengan penerangan listrik PLN meningkat. Sementara untuk
perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak dan air minum layak
meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 7.14), namun masih berada dibawah rata-rata nasional.
Tabel 7.13
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber
Penerangan Listrik PLN di Pulau Papua Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
2009 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perdesaan Perdesaan
Papua Barat 91,30 43,69 57,67 99,63 47,05 63,20
Papua 88,86 20,38 35,54 96,03 16,65 35,68
Total 97,05 81,99 89,29 99,11 87,27 93,17
Sumber: BPS, Tahun 2014
Persentase jumlah rumah tangga menurut sumber air minum layak, secara umum
persentase rumah tangga tahun 2013 di perkotaan dan perdesaan menunjukkan adanya
peningkatan dari tahun 2009, dengan persentase terbesar di daerah perkotaan (Tabel 7.14).
Namun wilayah Pulau Papua masih dibawah rata-rata nasional. Persentase rumah tangga
terbesar di Provinsi Papua Barat (67,17%) sedangkan Provinsi Papua (44,12%). Sementara
untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak meningkat dari
tahun 2009-2013, kecuali di Papua pada tahun 2013 mengalami sedikit penurunan (Tabel 7.15).
Persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak di kedua provinsi masih berada dibawah
7-19
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
rata-rata nasional. Persentase terbesar untuk rumah tangga dengan sanitasi layak terdapat di
Provinsi Papua (49,06%), sedangkan Provinsi Papua Barat (27,89%).
Tabel 7.14
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum
Layak Per-Provinsi, di Pulau Papua Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi
2009 2013
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+
Perdesaan Perdesaan
Papua Barat 55,2 45,12 48,08 89,99 57,92 67,17
Papua 53,56 30,29 35,44 91,05 28,85 44,12
NASIONAL 49,82 45,72 47,71 79,34 56,17 67,73
Sumber: BPS, Tahun 2014
Tabel 7.15
Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau
Papua Tahun 2009 dan 2013, (persen).
Provinsi Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi (%)
2009 2010 2011 2012 2013
Papua Barat 32,63 46,91 39,23 26,97 27,89
Papua 21,65 23,97 24,31 55,57 49,06
NASIONAL 51,19 55,53 55,6 57,35 60,91
Sumber: BPS, Tahun 2014
7.3. DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN
7.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan
Tanaman Pangan. Produksi padi di Pulau Papua tahun 2015 mencapai 257.573 ton
atau hanya sekitar 0,34 persen dari total produksi nasional, dengan produktivitas 4,34 ton/ha
(lebih rendah dari produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi padi di Pulau Papua
rata-rata meningkat 11,82 persen per tahun (dalam periode 2007-2015), dengan peningkatan
luas panen rata-rata 8,2 persen per tahun. Produksi padi terbesar di Provinsi Papua mencapai
227.999 ton atau 88,52 persen dari produksi padi di Pulau Papua.
7-20
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7.21
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2006-2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Produkstivitas padi Papua masih rendah dibandingkan rata-rata produktivitas padi nasional
Gambar 7.22
Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2015.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Perkembangan produksi jagung tahun 2015 mecapai 8.585 ton atau hanya sekitar 0,04
persen dari total produksi jagung nasional, dengan produktivitas 2,23 ton/ha (lebih rendah dari
produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi jagung di Pulau Papua rata-rata
meningkat 1.026 ton per tahun (dalam periode 2008-2015), luas panen menurun rata-rata 227
ha per tahun. Produksi jagung terbesar di Provinsi Papua mencapai 6.698 ton atau 78,02 persen
dari produksi jagung di Pulau Papua.
95
.39
2
10
9.8
82
12
5.2
36
13
5.4
96
13
6.8
64
14
9.4
02
16
8.2
77
19
8.4
76
21
3.0
57
25
7.5
73
4,34
5,28
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
-
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Produksi Tanaman Padi Produktivitas (ton/ha)_Papua
Produktivitas (ton/ha)_Nasional
24,39
52,09
4,19
7,03
11,71
0,25 0,34
Produksi Padi menurut Pulau (%)
P. SUMATERA
P.JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
KEP. MALUKU
P. PAPUA
11,48
88,52
Produksi Padi menurut Provinsi di Pulau Papua (%)
Papua Barat
Papua
7-21
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7.23
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Papua Tahun 2006-2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Produktivitas jagung Papua masih rendah dibandingkan rata-rata produktivitas jagung nasional
Gambar 7.24
Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2015.
Sumber: BPS, Tahun 2015
Pengahsil jagung terbesar di Pulau Papua yaitu di Provinsi Lampung, Papua Utara, dan Papua Barat.
Perkembangan produksi kedelai tahun 2015 mecapai 6.304 ton atau hanya sekitar 0,52
persen dari total produksi kedelai nasional, dengan produktivitas 1,24 ton/ha (lebih rendah dari
produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi kedelai di Pulau Papua rata-rata
meningkat 81 ton per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan peningkatan luas panen rata-
rata 23 ha persen per tahun. Produksi kedelai terbesar di Provinsi Papua mencapai 5.505 ton
atau 87.33 persen dari produksi kedelai Pulau Papua.
7.1
56
9.4
81
8.8
66
8.3
72
8.7
65
9.0
10
8.4
42
9.1
71
9.7
32
8.5
85
2,23
5,17
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produktivitas Produksi (ton)
Produksi P. Papua Produktivitas P. Papua
Produktivitas Nasional
21,61
52,89
8,50
1,49
15,30
0,17 0,04
Produksi (Ton)
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
21,98
78,02
Produksi (Ton)
PAPUA BARAT
PAPUA
7-22
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7.25
Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Papua Tahun 2006-2014.
Sumber: Badan Pusat Statistik 2014
Produkstivitas kedelai Papua masih rendah dibandingkan rata-rata produktivitas kedelai nasional
Gambar 7.26
Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2014.
Sumber: BPS, Tahun 2014
Tabel 7.16
Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Pulau Papua Tahun 2015.
Provinsi
Padi Jagung Kedelai
Luas Panen
(ha)
Produksi (ton)
Produkti vitas
(ton/ha)
Luas Panen
(ha)
Produksi (ton)
Produkti vitas
(ton/ha)
Luas Panen
(ha)
Produksi (ton)
Produkti vitas
(ton/ha)
Papua Barat 7.054 29.574 4,19 1.086 1.887 1,74 766 799 1,04
Papua 52.327 227.999 4,36 2.759 6.698 2,43 4.298 5505 1,28
P. PAPUA 59381 257573 4,34 3.845 8.585 2,23 5064 6304 1,24
% NASIONAL 0,31 0,25
0,25 0,17
0,26 0,19
Sumber: BPS, Tahun 2014
6.1
09
5.3
43
5.7
23
5.2
06
4.7
52
4.3
62
4.8
06
5.2
79
4.9
28
6.3
04
1,24
1,56
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
P. Papua Produktivitas_papua Produktivitas_Nasional
11,64
66,00
10,46
1,54
9,70
0,14 0,52
Produksi (Ton)
P. Sumatera
P. Jawa+Bali
P. Nusa Tenggara
P. Kalimantan
P. Sulawesi
Kep. Maluku
P. Papua
12,67
87,33
Produksi (Ton)
PAPUA BARAT
PAPUA
7-23
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Tanaman Perkebunan. Pulau Papua merupakan salah satu penghasil tanaman
perkebunan di Indonesia, dengan komoditas utamanya adalah kelapa sawit, kelapa, dan kakao
(Tabel 7.17). Produksi kelapa sawit Pulau Papua tahun 2014 sebesar 154,97 ribu ton atau 0,53
persen dari produksi kelapa sawit nasional menurun dibandingkan produksi tahun 2012, selain
kelapa sawit, komoditas lainnya adalah kelapa dengan produksi mencapai 32,46 ribu ton atau
sekitar 1,07 persen dari total produksi kelapa nasional, dan kakao sebesar 13,99 ribu ton atau
1,97 persen dari produksi kakao nasional.
Tabel 7.17
Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Papua Tahun 2012 dan 2014.
Komoditas P. Papua (ribu ton) Nasional (ribu ton) P. Papua (%)
2012 2014 2012 2014 2012 2014
Kelapa Sawit 147,2 154,97 26.015,5 29.344,5 0,57 0,53
Kelapa 33,1 32,46 2.938,4 3.031,3 1,13 1,07
Karet 2,28 3,18 3.012,3 3.153,2 0,08 0,10
Kopi 1,6 1,62 691,2 685,1 0,23 0,24
Kakao 14,96 13,99 740,5 709,3 2,02 1,97
Sumber: BPS, Tahun 2014
Sementara penghasil kelapa sawit terbesar di Pulau Papua terdapat di Provinsi Papua
dengan produksi 98,09 ribu ton atau 63,30 persen dari total produksi sawit di Papua, produksi
kelapa terbesar di Provinsi Papua Barat sebesar 17,23 ribu ton atau 53,08 persen dari total
produksi kelapa di Papua, produksi kakao terbesar di Provinsi Papua sebesar 9,62 ribu ton atau
1,36 persen dari total produksi kakao di Papua (Tabel 7.18).
Tabel 7.18
Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Papua menurut Provinsi Tahun 2014.
Provinsi
Kelapa Sawit Kelapa Karet Kopi Kakao
(ribu ton) (%) (ribu ton)
(%) (ribu ton)
(%) (ribu ton)
(%) (ribu ton)
(%)
Papua Barat 56,88 36,70 17,23 53,08 0,02 0,63 0,13 8,02 4,37 0,62
Papua 98,09 63,30 15,23 46,92 3,16 99,37 1,49 91,98 9,62 1,36
P. PAPUA 154,97 100,00 32,46 100,00 3,18 100,00 1,62 100,00 709,3 100,00
Sumber: BPS, Tahun 2014
Peternakan. Populasi ternak besar di Pulau Papua terbesar adalah babi dengan jumlah
populasi tahun 2013 mencapai 685.669 ekor, selanjutnya diikuti sapi, dan kambing dengan
populasi masing-masing 155.537 ekor dan 58.523 ekor. Sementara untuk jenis ternak unggas
populasi terbesar adalah jenis ayam ras pedaging, dengan populasi tahun 2013 sebesar
3.226.746 ekor.
7-24
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7.27
Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (dalam ekor).
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
Perkembangan jumlah populasi ternak besar dalam tiga tahun terakhir cenderung meningkat;
Jenis ternak besar dengan populasi terbesar adalah babi
Tabel 7.19
Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013.
Provinsi Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi
Papua Barat 62.683 1 23.892 - 6 97.583
Papua 92.854 1.577 34.631 18 1.460 588.086
% terhadap Nasional 0,38 0,00 0,13
0,00 1,18
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
Gambar 7.28
Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (dalam ekor).
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013.
Populasi ternak unggas terbesar yaitu jenis ayam ras pedaging.
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
2009 2010 2011 2012 2013*)
Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi
0
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
3.000.000
3.500.000
2009 2010 2011 2012 2013*)
Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik
7-25
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Tabel 7.20
Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013,
(ribu ekor).
Provinsi
Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik
Populasi Pertumbuhan
(%) Populasi
Pertumbuhan (%)
Populasi Pertumbuhan
(%)
Papua Barat 645.862 5,45 52.492 3,77 32.223 27,92
Papua 2.580.884 2,98 114.126 11,71 87.614 5,65
P. PAPUA 3.226.746 3,46 166.618 9,08 119.837 10,84
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013
7.2.2. Pengembangan Sektor Energi
Perkembangan produksi energi listrik di Wilayah Pulau Papua mengalami peningkatan
dalam empat tahun terkahir. Produksi listrik tahun 2013 mencapai mencapai 1.185,81 GWh atau
meningkat sebesar 11,12 persen dari tahun 2012, sebagian besar energi listrik di produksi dari
Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD). Ketersediaan listrik di Papua masih sangat terbatas,
rasio elektrifikasi Pulau Papua tahun 2013 tercatat sebesar 36,7 persen masih jauh dari rata-
rata rasio elektrifikasi nasional dan KWh jual perkapita masih jauh dibawah rata-rata KWh jual
perkapita nasional.
Gambar 7-29
Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Papua dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
Rasio elektrifikasi di Pulau Papua tahun 2013 mencapai 36,7 persen menurun dari tahun 2012, dan masih jauh dibawah rasio elektrifikasi nasional
32,60
63,84
35,07
41,38
36,7
66,28
67,15
72,95
76,56
78,06
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
2009
2010
2011
2012
2013
NASIONAL P. PAPUA
7-26
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7-30
Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (dalam persen).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
Rasio elektrifikasi Provinsi Papua Barat mencapai 72,82 persen lebih tinggi dibandingkan rasio elektrifikasi Provinsi Papua
Gambar 7-31
Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (KWh per kapita).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
KWh perkapita Provinsi Papua Barat dan Papua masih rendah dari rata-rata KWh perkapita nasional
27,93
72,82
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
Papua Papua Barat
Rasio Elektrifikasi_Provinsi Rasio Elektrifikasi_Nasional
217,60
463,60
0,00
100,00
200,00
300,00
400,00
500,00
600,00
700,00
800,00
Papua Papua Barat
KWh jual/kapita_Provinsi KWh jual/kapita_Nasional
7-27
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7-32
Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2010-2013, (dalam MGh).
Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013
Produksi energi listrik di Pulau Papua dalam empat tahun tumbuh rata-rata sebesar 11,43 persen per tahun
7.2.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan.
Perikanan dan Kelautan. Tingkat perkembangan produksi perikanan tangkap dan
budidaya tahun 2013 di Pulau Papua rata-rata meningkat, walaupun pada tahun 2013 produksi
perikanan tangkap sedikit mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Produksi
perikanan tangkap 2013 mencapai 408.343 ton meningkat sebesar 74.089 ton dari tahun 2009
dengan peningkatan rata-rata 5,32 persen per tahun, dan perikanan budidaya 86.531 ton
meningkat sebesar 70.043 ton dari produksi tahun 2009 dengan tumbuh rata-rata 53,65 persen
per tahun. Produksi perikanan tangkap terbesar di Pulau Papua terdapat di Provinsi Papua,
sementara untuk produksi perikanan budidaya terbesar di Provinsi Papua Barat.
Gambar 7.33
Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Papua Tahun 2009-2013, (dalam ton).
Sumber: BPS, Tahun 2013
Produksi perikanan terbesar di Wilayah Papua berasal dari perikanan tangkap
854,24
938,65 1.059,79
1.181,85
-
200,00
400,00
600,00
800,00
1.000,00
1.200,00
1.400,00
2010 2011 2012 2013
16
.48
8
24
.08
7
33
.94
1
67
.99
4
86
.53
1
33
4.2
54
38
7.8
92
39
4.1
83
40
9.9
28
40
8.3
43
-
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
450.000
2009 2010 2011 2012 2013
Pro
du
ksi (
ton
)
Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap
7-28
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7.34 Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Papua terhadap
Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).
Produksi perikanan budidaya tahun 2013 sebesar 86.531 ton atau sekitar 0,65 persen dari produksi perikanan budidaya nasional;
Sumber: BPS, Tahun 2013
Produksi perikanan tangkap Pulau Papua sebesar 408.343 ton atau sekitar 6,69 persen terbesar dari nasional.
Gambar 7.35
Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2012, (dalam persen).
Produksi perikanan tangkap terbesar berada di Provinsi Papua sebesar 68,26 persen
Sumber: BPS, Tahun 2013
Produksi perikanan budidaya terbesar terdapat di Provinsi Papua Barat sebesar 89,44 persen.
9,49
20,22
19,31
4,29
40,84
5,20 0,65
Distribusi Produksi Perikanan Budidaya (%)
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
28,76
20,09
4,09
10,77
18,08
11,52 6,69
Distribusi Produksi Perikanan Tangkap
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. NUSTRA
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. MALUKU
P. PAPUA
31,74
68,26
Distribusi Tangkap
Papua Barat
Papua
89,44
10,56 distribusi Budidaya
Papua Barat Papua
7-29
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
7.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri
Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan salah satu sektor untuk mendorong
perekonomian daerah dan nasional. Potensi sektor pariwisata di Pulau Papua yang tersebar di
Provinsi Papua dan Papua Barat cukup potensial terutama wisata budaya, wisata alam bahari,
wisata alam pegunungan, dan lain-lain. Untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata
sebagai produk unggulan daerah di masa mendatang, pemerintah harus berupayan melakukan
pembangunan sarana dan prasarana penunjang pariwisata yang lebih memadai.
Salah satu indikator kinerja sektor pariwisata dapat ditunjukan dengan perkembangan
jumlah wisatawan baik yang berasal dari mancanegara maupun domestik, serta jumlah
ketersediaan akomodasi dari hotel dan restoran yang tersedia. Perkembangan jumlah tamu
asing dan domestik dari tahun 2010-2014, pada tahun 2014 jumlah kunjungan tamu asing
mencapai 23.193 orang atau rata-rata menurun sebesar 80,90 persen per tahun, sementara
jumlah tamu domestik mencapai 714.069 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya atau rata-
rata meningakat sebesar 32,88 persen per tahun.
Tabel 7.21
Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau
Papua, Tahun 2003-2014, (orang).
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata
Pertumbuhan 2010-2014
Papua Barat 3.129 4.664 1.974 3.095 3.056 11,73
P a p u a 8.614 11.287 14.269 70.735 20.137 95,41
P. PAPUA 11.743 15.951 16.243 73.831 23.193 80,90
Sumber: BPS Tahun 2014
Tabel 7.22
Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau
Papua, Tahun 2003-2014, (orang).
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata
Pertumbuhan 2010-2014
Papua Barat 34.149 79.149 93.519 81.925 168.659 60,85
P a p u a 213.295 263.762 263.284 537.380 545.410 32,27
P. PAPUA 247.444 342.911 356.803 619.305 714.069 32,88
Sumber: BPS Tahun 2014
Pengembangan usaha Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan kekuatan strategis dan
penting untuk mempercepat pembangunan daerah. Sektor ini memberikan kontribusi signifikan
terhadap pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja. Usaha IMK umumnya merupakan
usaha rumah tangga dan masyarakat menengak-kecil dimana dalam pengembangannya masih
memerlukan pembinaan terutama dalam aspek pemasaran, permodalan dan pengelolaan. Peran
IMK memiliki posisi penting untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah dan
mengurangi kesenjangan (gap) pendapatan.
7-30
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Perkembangan jumlah IMK di Pulau Papua dalam 2 tahun terakhir cenderung menurun,
jumlah IKM tahun 2014 sebanyak 12.581 IKM menurun dari tahun 2013 (12.777), dengan
jumlah UKM terbanyak terdapat di Provinsi Papua yaitu sebanyak 10.102 IKM (Gambar 4.39).
Sementara untuk total output IKM Pulau sebesar Rp. 4.292.403 juta meningkat dari tahun 2013,
dan jumlah tenaga kerja sebanyak 30.095 jiwa atau menurun sebesar 0,34 persen dari jumlah
tenaga kerja tahun 2013. Nilai output dan tenaga kerja di provinsi Papua jauh lebih besar dari
Papua Barat.
Gambar 7.36
Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Pulau Papua Tahun 2013 dan 2014, (unit).
Sumber: BPS, Tahun 2014
Jumlah Industri IKM terbesar di Provinsi Papua
Tabel 7.23
Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut
Provinsi di Pulau Papua Tahun 2013 dan 2014.
Provinsi
Tenaga Kerja (orang) Output (Rp. Juta)
2013 2014 Δ 2013-
2014 2013 2014
Δ 2013-
2014
Papua Barat 5.823 5.263 (9,62) 349.229 416.037 19,13
Papua 24.375 24.832 1,87 1.922.510 3.876.366 101,63
P. PAPUA 30.198 30.095 (0,34) 2.271.739 4.292.403 88,95
Sumber: BPS Tahun 2015
7.4. DIMENSI PEMERTAAN DAN KEWILAYAHAN 7.4.1. Kesenjangan Ekonomi Wilayah
PDRB Perkapita, Perkembangan PDRB perkapita Provinsi di Pulau Papua dalam kurun
lima tahun terakhir meningkat dan berada diatas rata-rata PDB perkapita nasional.
Perbandingan PDRB perkapita antarprovinsi, menunjukan adanya gap (ketimpangan) yang
cukup tinggi antarwilayah, dimana PDRB perkapita Papua Barat mencapai Rp. 59.156,84 ribu
per jiwa jauh lebih tinggi dibandingkan PDRB perkapita Provinsi Papua.
2.479
10.102
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
PAPUA BARAT PAPUA
2013
2014
7-31
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Tabel 7.20
Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Papua
Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa).
Provinsi Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Papua Barat 54.049,32 54.539,36 55.047,34 57.595,40 59.156,84
Papua 38.785,11 36.383,24 36.280,63 38.393,76 38.891,99
Rata-rata Perkapita 33 Prov 28.778,17 30.112,57 31.519,93 32.874,76 34.127,72
Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS
Gambar 7.37
PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Papua, Tahun 2014, (ribu/jiwa)
Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2014
Gap PDRB perkapita, Provinsi Papua Barat 59.156,84 ribu/jiwa dan terrendah Provinsi Papua 38.891,99 ribu jiwa
Distribusi pendapatan. Kriteria Bank Dunia membagi penduduk ke dalam 3 (tiga)
kelompok pendapatan yaitu 40 persen kelompok penduduk berpendapatan rendah, 40 persen
kelompok penduduk berpendapatan sedang dan 20 persen kelompok berpendapatan tinggi.
Berdasarkan Tabel 7.21 dan Gambar 7.38, ketimpangan distribusi pendapatan provinsi di Pulau
Papua dari tahun 2002-2013 untuk kedua provinsi menunjukan tren yang meningkat dan rata-
rata kedua provinsi memiliki nilai Gini Rasio > 0,4 atau dikategorikan sebagai tingkat
“ketimpangan pendapatan sedang”,
Tabel 7.21
Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Papua Tahun 2005-2013
Provinsi 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Papua 0,389 0,412 0,40 0,38 0,41 0,42 0,44 0,442
Papua Barat
0,299 0,31 0,35 0,38 0,40 0,43 0,431
INDONESIA 0,363 0,364 0,35 0,37 0,38 0,41 0,41 0,413
Sumber: BPS, Tahun 2013
59.156,84
38.891,99
0,00
10.000,00
20.000,00
30.000,00
40.000,00
50.000,00
60.000,00
70.000,00
Papua Barat Papua
rup
iah
/jiw
a
PDRB Perkapita Prov PDRB rata-rata Prov
7-32
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7.38
Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Papua Tahun 2002-2013.
Ketimpangan pendapatan Provinsi di Pulau Papua 2002-2013 tergolong kategori ketimpangan sedang
Sementara untuk kesenjangan pendapatan antarwilayah menurut Indeks Williamson
(Gambar 7.39), menunjukan tingkat kesenjangan pendapatan antar provinsi di Pulau Papua
tergolong masih rendah yaitu dengan indeks williamson < 0,2. Sementara untuk kesenjangan
pendapatan antarkabupaten/kota untuk setiap provinsi (Gambar 7.40), cenderung menurun di
kedua provinsi, namun tingkat kesenjangan pendapatan tergolong cukup tinggi yaitu ditunjukan
dengan nilai Indeks Williamson >0,5.
Gambar 7.39
Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau
Tahun 2007-2013
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,800
0,900
1,000
2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Papua
Papua Barat
INDONESIATinggi
Sedang
Rendah
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
2009 2010 2011 2012 2013
Ind
eks
Will
iam
son
P. SUMATERA
P. JAWA+BALI
P. KALIMANTAN
P. SULAWESI
P. NUSA TENGGARA,MALUKU & PAPUA
NASIONAL
7-33
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7.40
Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau
Papua Tahun 2007-2013
Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2007-2013
7.4.2. Infrastruktur Wilayah
Infrastruktur Jalan. Panjang jalan berdasarkan status pembinaannya pada tahun 2013
di wilayah Pulau Papua mencapai 24.494 km meningkat sepanjang 13.012 km dari tahun 2005.
Kondisi tingkat kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2013 di wilayah Papua sebesar 0,06
km/km2 sangat rendah dibandingkan tingkat kerapatan jalan nasional (0,26 Km/Km²).
Sementara dari kualitas jalan negara, kondisi kualitas jalan di wilayah Papua dengan kondisi
mantap (baik+sedang) mencapai 82 persen meningkat dari tahun 2011.
Gambar 7.41
Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Papua Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Panjang jalan di Wilayah Pulau Papua tahun 2013 meningkat 13.012 km dari tahun 2005.
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
2009 2010 2011 2012 2013
Papua Barat
Papua
1.262
24.494
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
2005 2013
Negara
Provinsi
Kab / Kota
Jumlah
7-34
PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015
Gambar 7.42
Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Peningkatan panjang jalan di Provinsi Papua Barat 6.827 km dan Papua 6.185 km dari tahun 2005.
Gambar 7.43
Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (dalam Km/Km2).
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Tingkat kerapatan jalan di Provinsi Papua dan Papua Barat di Pulau Papua masih tergolong rendah dan jauh dibawah kerapatan jalan nasionl.
1.262
10.220
8.089
16.405
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
Papua Barat Papua
2,005 2013
0,01 0,03
0,08
0,26
0,05
-
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
Papua Barat Nasional Papua
Provinsi (km/km2)_2005 Provinsi (km/km2)_2013
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
Pustaka 1
DAFTAR PUSTAKA
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Buku Buku Keadaan Angkatan Kerja-di Indonesia Februari 2015.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Buku Statistik Captive Power 2015Februari 2015.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Buku Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya di Indonesia 2015.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Buku Statistik Kesejahteraan Rakyat 2015
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Buku Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi 2011-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Buku Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2015.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2013. Buku Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten Kota 2013.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2014. Buku Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Buku Statistik Indonesia 2015.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Aceh. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Aceh menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sumatera Utara. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sumatera Barat. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sumatera Utara. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Riau. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Riau menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Jambi. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jambi menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sumatera Selatan. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Selatan menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Bengkulu. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bengkulu menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
2 Pustaka
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Lampung. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Kepulauan Riau. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kepulauan Riau menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi DKI Jakarta. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi DKI Jakarta menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Jawa Barat. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Jawa Barat. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Jawa Tengah. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi DI Yogyakarta. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi DI Yogyakarta menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Jawa Timur. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Timur menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Banten. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Banten menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Bali. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Nusa Tenggara Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Nusa Tenggara Timur menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Kalimantan Barat. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kalimantan Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Kalimantan Tengah. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kalimantan Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015
Pustaka 3
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kalimantan Selatan menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Kalimantan Timur. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kalimantan Timur menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Kalimantan Utara. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kalimantan Utara menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sulawesi Utara. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sulawesi Utara menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sulawesi Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sulawesi Selatan menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sulawesi Tenggara menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Gorontalo. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Gorontalo menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sulawesi Barat. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sulawesi Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Maluku. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Maluku menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Maluku Utara. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Maluku Utara menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Papua Barat. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.
(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Papua. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.