kata pengantar - simreg.bappenas.go.id · pembangunan daerah dalam angka 2015 i kata pengantar buku...

302
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015 i KATA PENGANTAR Buku Pembangunan Daerah Dalam Angka (PDDA) 2015 merupakan kelanjutan dari publikasi sejenis tahun sebelumnya yang disusun oleh Direktorat Pengembangan Wilayah, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah. Dalam publikasi ini disajikan data dan informasi tentang perkembangan pembangunan daerah dalam kurun waktu 2008/2009 sampai dengan 2014/2015. Gambaran perkembangan pembangunan daerah ini mencakup 7 (tujuh) wilayah pulau, yaitu: Pulau Sumatera; Pulau Jawa+Bali; Pulau Nusa Tenggara; Pulau Kalimantan; Pulau Sulawesi; Kepulauan Maluku, dan Pulau Papua, serta bahasan yang meliputi: Pertumbuhan Ekonomi, Ketenagakerjaan, Sosial Ekonomi, Perekonomian Daerah, Pendidikan, Kemiskinan, Kesehatan, Pertanian, Keuangan Daerah, Infrastruktur Wilayah, dan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Seluruh Data dan Informasi sebagian besar diperoleh dari Publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), dan sebagian lainnya bersumber dari Kementerian dan Lembaga yang kompeten di bidangnya. Uraian dari setiap pembahasan dalam publikasi ini tentunya belum menggambarkan perkembangan dari keseluruhan aspek pembangunan, karena keterbatasan ketersediaan data dan informasi. Namun, dalam penyusunan publikasi mendatang diharapkan dapat terus disempurnakan dengan berbagai indikator yang lebih relevan, cakupan informasi yang lebih luas dan mutakhir sejalan dengan kemudahan dalam perolehan data dari berbagai instansi terkait. Kami mengucapkan terimakasih atas segala dukungan berbagai pihak dalam penyusunan publikasi ini. Kami sangat menghargai kritik dan saran dari berbagai pihak guna menyempurnakan publikasi di masa mendatang. Jakarta, Desember 2015 Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah

Upload: tranque

Post on 10-Aug-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

i

KATA PENGANTAR

Buku Pembangunan Daerah Dalam Angka (PDDA) 2015 merupakan kelanjutan

dari publikasi sejenis tahun sebelumnya yang disusun oleh Direktorat Pengembangan

Wilayah, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah. Dalam publikasi

ini disajikan data dan informasi tentang perkembangan pembangunan daerah dalam

kurun waktu 2008/2009 sampai dengan 2014/2015. Gambaran perkembangan

pembangunan daerah ini mencakup 7 (tujuh) wilayah pulau, yaitu: Pulau Sumatera;

Pulau Jawa+Bali; Pulau Nusa Tenggara; Pulau Kalimantan; Pulau Sulawesi; Kepulauan

Maluku, dan Pulau Papua, serta bahasan yang meliputi: Pertumbuhan Ekonomi,

Ketenagakerjaan, Sosial Ekonomi, Perekonomian Daerah, Pendidikan, Kemiskinan,

Kesehatan, Pertanian, Keuangan Daerah, Infrastruktur Wilayah, dan Sumber Daya

Alam dan Lingkungan Hidup.

Seluruh Data dan Informasi sebagian besar diperoleh dari Publikasi Badan Pusat

Statistik (BPS), dan sebagian lainnya bersumber dari Kementerian dan Lembaga yang

kompeten di bidangnya.

Uraian dari setiap pembahasan dalam publikasi ini tentunya belum

menggambarkan perkembangan dari keseluruhan aspek pembangunan, karena

keterbatasan ketersediaan data dan informasi. Namun, dalam penyusunan publikasi

mendatang diharapkan dapat terus disempurnakan dengan berbagai indikator yang

lebih relevan, cakupan informasi yang lebih luas dan mutakhir sejalan dengan

kemudahan dalam perolehan data dari berbagai instansi terkait.

Kami mengucapkan terimakasih atas segala dukungan berbagai pihak dalam

penyusunan publikasi ini. Kami sangat menghargai kritik dan saran dari berbagai pihak

guna menyempurnakan publikasi di masa mendatang.

Jakarta, Desember 2015

Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

ii

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

iii

TIM PENYUSUN

PENGARAH:

Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc

Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah

PENANGGUNG JAWAB :

Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D

Direktur Pengembangan Wilayah

TIM PENYUSUN :

Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D; Awan Setiawan, SE, MM, ME;

Yudianto, ST. MT, MPP; Supriyadi, S.Si, MT;

Anang Budi Gunawan, SE, M.Econ; Fidelia Silvana, SP. M.Int. Econ& F;

Ika Retna Wulandary, ST, M.Sc.

TIM AHLI:

Nana Mulyana; Aziz Faizal Fachrudin; Laksmi Andam Dewi;

Anang Nugroho; Aria Ganna Henryanto; Ardiansyah, Aries Maesya;

Setya Rusdianto; Tri Supriyana; Iskandar Zulkarnaen.

TIM PENDUKUNG:

Anna Astuti; Eni Arni; Sapto Mulyono; Samsudin

Donny Yanuar; Ahmad Sofyan; Zulkarnaen, S.Kom; Setya Agung Riyadi;

Ika Nurlaila Soffa; Slamet Supriyanto.

Komentar, saran dan kritik dapat disampaikan ke:

Direktorat Pengembangan Wilayah

Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta Pusat 10310

Telp/Fax. (021) 3193 4195

e-mail : [email protected]

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

iv

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

v

DAFTAR ISI

BAGIAN 1. PEMBANGUNAN DAERAH SUMATERA 1-1

1.1. Perkembangan Indikator Utama 1-1

1.2. Dimensi Pembangunan Manusia 1-10

1.3. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan 1-21

1.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan 1-21

1.3.2. Pengembangan Sektor Energi 1-27

1.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan 1-29

1.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri 1-31

1.4. Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan 1-33

1.4.1. Kesenjangan Wilayah 1-33

1.4.2. Infrastruktur Wilayah 1-36

BAGIAN 2. PEMBANGUNAN DAERAH JAWA BALI 2-1

2.1. Perkembangan Indikator Utama 2-1

2.2. Dimensi Pembangunan Manusia 2-10

2.3. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan 2-21

2.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan 2-21

2.3.2. Pengembangan Sektor Energi 2-27

2.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan 2-30

2.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri 2-31

2.4. Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan 2-34

2.4.1. Kesenjangan Wilayah 2-34

2.4.2. Infrastruktur Wilayah 2-36

BAGIAN 3. PEMBANGUNAN DAERAH NUSA TENGGARA 3-1

3.1. Perkembangan Indikator Utama 3-1

3.2. Dimensi Pembangunan Manusia 3-10

3.3. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan 3-20

3.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan 3-20

3.3.2. Pengembangan Sektor Energi 3-26

3.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan 3-27

3.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri 3-30

3.4. Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan 3-32

3.4.1. Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah 3-32

3.4.2. Infrastruktur Wilayah 3-34

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

vi

BAGIAN 4. PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN 4-1

4.1. Perkembangan Indikator Utama 4-1

4.2. Dimensi Pembangunan Manusia 4-10

4.3. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan 4-20

4.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan 4-20

4.3.2. Pengembangan Sektor Energi 4-26

4.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan 4-29

4.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri 4-31

4.4. Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan 4-33

4.4.1. Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah 4-33

4.4.2. Infrastruktur Wilayah 4-35

BAGIAN 5. PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI 5-1

5.1. Perkembangan Indikator Utama 5-1

5.2. Dimensi Pembangunan Manusia 5-10

5.3. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan 5-19

5.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan 5-19

5.3.2. Pengembangan Sektor Energi 5-25

5.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan 5-27

5.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri 5-29

5.4. Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan 5-31

5.4.1. Kesenjangan Wilayah 5-31

5.4.2. Infrastruktur Wilayah 5-34

BAGIAN 6. PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU 6-1

6.1. Perkembangan Indikator Utama 6-1

6.2. Dimensi Pembangunan Manusia 6-9

6.3. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan 6-18

6.3.1 Pengembangan Sektor Pangan Dan Perkebunan 6-18

6.3.2 Pengembangan Sektor Energi 6-24

6.3.3 Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan 6-26

6.3.4 Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri 6-27

6.4. Dimensi Pemerataan Dan Kewilayahan 6-29

6.4.1 Kesenjangan Ekonomi Wilayah 6-29

6.4.2 Infrastruktur Wilayah 6-32

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

vii

BAGIAN 7. PEMBANGUNAN DAERAH PULAU PAPUA 7-1

7.1. Perkembangan Indikator Utama 7-1

7.2. Dimensi Pembangunan Manusia 7-10

7.3. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan 7-19

7.3.1 Pengembangan Sektor Pangan Dan Perkebunan 7-19

7.3.2 Pengembangan Sektor Energi 7-25

7.3.3 Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan 7-27

7.3.4 Pengembangan Sektor Pariwisata Dan Industri 7-29

7.4. Dimensi Pemerataan Dan Kewilayahan 7-30

7.4.1 Kesenjangan Ekonomi Wilayah 7-30

7.4.2 Infrastruktur Wilayah 7-33

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

viii

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1-1. Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Sumatera Tahun 2011-2014 1-1

Tabel 1-2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Wilayah Pulau Sumatera Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2013. (dalam persen) 1-2

Tabel 1-3. Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010-2014 1-3

Tabel 1-4, Perkembangan Jumlah Pengangguran Menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010-2015 (jiwa) 1-4 1-27

Tabel 1-5. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010-2015 (jiwa) 1-5

Tabel 1-6. Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015 1-7

Tabel 1-7. Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2010-2015 1-9

Tabel 1-8. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2008 dan 2013 1-12

Tabel 1-9. Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke Atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau Sumatera Tahun 2012 1-12

Tabel 1-10. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Sumatera Tahun 2011 dan 2014 1-13

Tabel 1-11. Perkembangan Rasio Jumlah Murid terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Sumatera Tahun 2011 dan 2014 1-13

Tabel 1-12. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Sumatera Tahun 2010-2013 1-19

Tabel 1-13 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Sumatera Tahun 2014 1-19

Tabel 1-14, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Pulau Sumatera Tahun 2009 dan 2013, (persen) 1-20

Tabel 1-15, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Sumatera Tahun 2009 dan 2013, (persen) 1-20

Tabel 1-16, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Sumatera Tahun 2009 dan 2013, (persen) 1-21

Tabel 1-17 Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2015 1-24

Tabel 1-18, Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2012 dan 2014 1-25

Tabel 1-19, Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Sumatera menurut Provinsi Tahun 2014 1-25

Tabel 1-20, Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013 1-26

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

x

Tabel 1-21, Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (ribu ekor) 1-27

Tabel 1-22, Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Sumatera, Tahun 2003-2014, (orang) 1-32

Tabel 1-23, Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Sumatera, Tahun 2003-2014, (orang) 1-32

Tabel 1-24, Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2013 dan 2014 1-33

Tabel 1-25, Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa) 1-34

Tabel 1-26, Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2002-2013 1-35

Tabel 2-1. Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Jawa Bali Tahun 2011-2014 2-1

Tabel 2-2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Wilayah Pulau Jawa Bali Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2013. (dalam persen) 2-2

Tabel 2-3. Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2014 2-3

Tabel 2-4, Perkembangan Jumlah Pengangguran Menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2015 (jiwa) 2-4 1-27

Tabel 2-5. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2015 (jiwa) 2-5

Tabel 2-6. Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015 2-7

Tabel 2-7. Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2009-2015. (ribu jiwa) 2-8

Tabel 2-8. Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2015 2-9

Tabel 2-9. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2008 dan 2013 2-12

Tabel 2-10. Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke Atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau Jawa Bali Tahun 2012 2-12

Tabel 2-11. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Jawa Bali Tahun 2011 dan 2014 2-13

Tabel 2-12. Perkembangan Rasio Jumlah Murid terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Jawa Bali Tahun 2011 dan 2014 2-13

Tabel 2-13. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2013 2-19

Tabel 2-14 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Jawa Bali Tahun 2014 2-19

Tabel 2-15, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Pulau Jawa Bali Tahun 2009 dan 2013, (persen) 2-20

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xi

Tabel 2-16, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Jawa Bali Tahun 2009 dan 2013, (persen) 2-20

Tabel 2-17, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Jawa Bali Tahun 2009 dan 2013, (persen) 2-21

Tabel 2-18, Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2015 2-24

Tabel 2-19, Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2012 dan 2014 2-25

Tabel 2-20, Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Jawa Bali menurut Provinsi Tahun 2014 2-25

Tabel 2-21, Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013 2-26

Tabel 2-22, Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (ribu ekor) 2-27

Tabel 2-23, Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali, Tahun 2003-2014, (orang) 2-32

Tabel 2-24, Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali, Tahun 2003-2014, (orang) 2-32

Tabel 2-25, Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2013 dan 2014 2-33

Tabel 2-26, Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa) 2-34

Tabel 2-27, Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2002-2013 2-34

Tabel 3.1. Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011-2014. 3-1

Tabel 3.2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen) 3-2

Tabel 3.3. Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2014 3-3

Tabel 3.4. Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2015, (jiwa) 3-4

Tabel 3.5. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2015, (jiwa) 3-5

Tabel 3.6. Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015 3-7

Tabel 3.7. Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2010-2015 3-9

Tabel 3.8. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2008 dan 2013 3-11

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xii

Tabel 3.9. Rata-rata Jarak Terdekat yang Ruti n Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2012 3-12

Tabel 3.10. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011 dan 2014. 3-12

Tabel 3.11. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011 dan 2014. 3-12

Tabel 3.12. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2013 3-18

Tabel 3.13. Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2014 3-18

Tabel 3.14. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009 dan 2013, (persen) 3-19

Tabel 3.15. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009 dan 2013, (persen). 3-19

Tabel 3.16. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009 dan 2013, (persen). 3-20

Tabel 3.17. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2015. 3-23

Tabel 3.18. Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2012 dan 2014. 3-24

Tabel 3.19. Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Nusa Tenggara menurut Provinsi Tahun 2014 3-24

Tabel 3.20. Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013 3-25

Tabel 3.21. Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (ekor) 3-26

Tabel 3.22. Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2003-2014, (orang). 3-30 3-30

Tabel 3.23. Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2003-2014, (orang). 3-30

Tabel 3.24. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013 dan 2014 3-31

Tabel 3.25. Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa). 3-32

Tabel 3.26. Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2002-

2013 3-33

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xiii

Tabel 4.1. Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Kalimantan Tahun 2011-2014. 4-1

Tabel 4.2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen) 4-2

Tabel 4.3. Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2014 4-3

Tabel 4.4. Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Kalimantan

Tahun 2010-2015, (jiwa) 4-4

Tabel 4.5. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2015, (jiwa) 4-5

Tabel 4.6. Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015 4-7

Tabel 4.7. Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan, Tahun 2010-2015 4-9

Tabel 4.8. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2008 dan 2013 4-11

Tabel 4.9. Rata-rata Jarak Terdekat yang Ruti n Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau Kalimantan Tahun 2012 4-12

Tabel 4.10. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Kalimantan Tahun 2011 dan 2014. 4-12

Tabel 4.11. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Kalimantan Tahun 2011 dan 2014. 4-13

Tabel 4.12. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2013 4-18

Tabel 4.13. Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Kalimantan Tahun 2014 4-19

Tabel 4.14. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Pulau Kalimantan Tahun 2009 dan 2013, (persen) 4-19

Tabel 4.15. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Kalimantan Tahun 2009 dan 2013, (persen). 4-20

Tabel 4.16. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Kalimantan Tahun 2009 dan 2013, (persen). 4-20

Tabel 4.17. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2015. 4-24

Tabel 4.18. Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2012 dan 2014. 4-24

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xiv

Tabel 4.19. Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Kalimantan menurut Provinsi Tahun 2014 4-25

Tabel 4.20. Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013 4-25

Tabel 4.21. Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (ekor) 4-26

Tabel 4.22. Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Kalimantan, Tahun 2004-2014, (orang). 4-31

Tabel 4.23. Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Kalimantan, Tahun 2004-2014, (orang). 4-31

Tabel 4.24. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2013 dan 2014 4-32

Tabel 4.25. Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di

Pulau Kalimantan Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa). 4-33 Tabel 4.26. Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2002-2013 4-34

Tabel 5-1. Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Sulawesi Tahun 2011-2014 5-1

Tabel 5-2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Wilayah Pulau Sulawesi Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2013. (dalam persen) 5-2

Tabel 5-3. Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2014 5-3

Tabel 5-4, Perkembangan Jumlah Pengangguran Menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2015 (jiwa) 5-4 1-27

Tabel 5-5. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2015 (jiwa) 5-5

Tabel 5-6. Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015 5-7

Tabel 5-7. Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2010-2015 5-9

Tabel 5-8. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2008 dan 2013 5-11

Tabel 5-9. Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke Atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau Sulawesi Tahun 2012 5-12

Tabel 5-10. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Sulawesi Tahun 2011 dan 2014 5-12

Tabel 5-11. Perkembangan Rasio Jumlah Murid terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Sulawesi Tahun 2011 dan 2014 5-13

Tabel 5-12. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2013 5-17

Tabel 5-13 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Sulawesi Tahun 2014 5-18

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xv

Tabel 5-14, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Pulau Sulawesi Tahun 2009 dan 2013, (persen) 5-18

Tabel 5-15, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Sulawesi Tahun 2009 dan 2013, (persen) 5-19

Tabel 5-16, Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Sulawesi Tahun 2009 dan 2013, (persen) 5-19

Tabel 5-17, Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2015 5-22

Tabel 5-18, Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2012 dan 2014 5-23

Tabel 5-19, Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Sulawesi menurut Provinsi Tahun 2014 5-23

Tabel 5-20, Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013 5-24

Tabel 5-21, Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (ribu ekor) 5-25

Tabel 5-22, Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Sulawesi, Tahun 2003-2014, (orang) 5-30

Tabel 5-23, Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Sulawesi, Tahun 2003-2014, (orang) 5-30

Tabel 5-24, Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2013 dan 2014 5-31

Tabel 5-25, Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa) 5-32

Tabel 5-26, Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2002-2013 5-32

Tabel 6-1. Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Kepulauan Maluku Tahun 2011-2014 6-1

Tabel 6-2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, dalam persen).

6-2

Tabel 6-3. Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2014

6-2

Tabel 6-4. Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Kepulauan Maluku

Tahun 2010-2015, (jiwa).

6-4

Tabel 6-5. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2015, (%).

6-5

Tabel 6-6. Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015

6-6

Tabel 6-7. Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2010-2015

6-8

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xvi

Tabel 6-8. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2008 dan 2013.

6-11

Tabel 6-9. Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Kepulauan Maluku Tahun 2012.

6-11

Tabel 6-10. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Kepulauan Maluku Tahun 2011 dan 2014.

6-12

Tabel 6-11. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Kepulauan Maluku Tahun 2011 dan 2014.

6-12

Tabel 6-12. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2013

6-17

Tabel 6-13. Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Kepulauan Maluku Tahun 2014.

6-17

Tabel 6-14. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Kepulauan Maluku Tahun 2009 dan 2013, (persen).

6-17

Tabel 6-15. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Kepulauan Maluku Tahun 2009 dan 2013, (persen).

6-18

Tabel 6-16. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Kepulauan Maluku Tahun 2009 dan 2013, (persen).

6-18

Tabel 6-17. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2015

6-22

Tabel 6-18. Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2012 dan 2014.

6-22

Tabel 6-19. Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Kepulauan Malukumenurut Provinsi Tahun 2014

6-22

Tabel 6-20. Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013

6-23

Tabel 6-21. Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (ribu ekor).

6-24

Tabel 6-22. Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2003-2014, (orang).

6-28

Tabel 6-23. Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2003-2014, (orang).

6-28

Tabel 6-24. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2013 dan 2014.

6-29

Tabel 6-25. Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa).

6-30

Tabel 6-26. Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Maluku Tahun 2002-2013 6-30

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xvii

Tabel 7-1

Tabel 7-2.

Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Papua Tahun 2011-2014

Pertumbuhan Ekonomi Dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Papua Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010, 2011-2014. (dalam persen).

7-1

7-2

Tabel 7-3. Perbandingan Nilai PDRB ADHB Antare Provinsi di Pulau Papua Tahun 2010-2014

7-3

Tabel 7-4. Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Papua Tahun 2010-2015, (jiwa)

7-4

Tabel 7-5. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Papua Tahun 2010-2015, (%).

7-5

Tabel 7-6. Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015

7-7

Tabel 7-7. Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2010-2015

7-9

Tabel 7-8. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Usia Sekolah Antar Provinsi Tahun 2008 dan 2013.

7-12

Tabel 7-9. Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau Papua Tahun 2012.

7-12

Tabel 7-10. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Papua Tahun 2011 dan 2014.

7-13

Tabel 7-11. Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Papua Tahun 2011 dan 2014

7-13

Tabel 7-12. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Papua Tahun 2010-2013

7-18

Tabel 7-13. Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Papua Tahun 2014

7-18

Tabel 7-14. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Pulau Papua Tahun 2009 dan 2013, (persen).

7-18

Tabel 7-15. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Papua Tahun 2009 dan 2013, (persen).

7-19

Tabel 7-16. Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Papua Tahun 2009 dan 2013, (persen).

7-19

Tabel 7-17. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Pulau Papua Tahun 2015

7-22

Tabel 7-18. Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Papua Tahun 2012 dan 2014

7-23

Tabel 7-19. Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Papua menurut Provinsi Tahun 2014

7-23

Tabel 7-20. Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013

7-24

Tabel 7-21. Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (ribu ekor)

7-25

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xviii

Tabel 7-22. Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Papua, Tahun 2003-2014, (orang)

7-29

Tabel 7-23. Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Papua, Tahun 2003-2014, (orang)

7-29

Tabel 7-24. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut Provinsi di Pulau Papua Tahun 2013 dan 2014

7-30

Tabel 7-25. Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Papua Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa)

7-31

Tabel 7-26. Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Papua Tahun 2005-2013 7-31

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

ix

DAFTAR GAMBAR

Sumatera

Gambar 1-1: Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen). 1-2

Gambar 1-2: Peran Wilayah Sumatera terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen). 1-3

Gambar 1-3: Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Sumatera Tahun 2010-2015 (Februari). 1-4

Gambar 1-4: Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di P. Sumatera Tahun 2010-2015 (Februari). 1-5

Gambar 1-5: Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Sumatera, Tahun 2015, (Februari). 1-6

Gambar 1-6: Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Sumatera, 2015 (Februari). 1-6

Gambar 1-7: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015, (Maret). 1-7

Gambar 1-8: Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Sumatera Tahun 2008-2015 (Maret). 1-8

Gambar 1-9: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Sumatera, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen). 1-8

Gambar 1-10: Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pemabngunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014. 1-9

Gambar 1-11: Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010-2014. 1-10

Gambar 1-12: Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2008-2013. 1-11

Gambar 1-13: Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2008-2013. 1-11

Gambar 1-14: Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2010-2014. 1-14

Gambar 1-15: Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah

Pulau Sumatera, Tahun 2010-2014, (jiwa). 1-15

Gambar 1-16: Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2008-2013. 1-15

Gambar 1-17: Persentase Kelahiran Balita menurut Penolong Kelahiran Terakhir Per Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2012. 1-16

Gambar 1-18: Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2013. 1-16

Gambar 1-19: Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013. 1-17

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

x

Gambar 1-20: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Sumatera Tahun 2014. 1-18

Gambar 1-21: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Sumatera Tahun 2014. 1-18

Gambar 1-22: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Sumatera Tahun 2014. 1-18

Gambar 1-23: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2006-2015. 1-21

Gambar 1-24: Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2015. 1-22

Gambar 1-25: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2006-2015. 1-22

Gambar 1-26: Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2015. 1-23

Gambar 1-27: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2006-2014. 1-23

Gambar 1-28: Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2014. 1-24

Gambar 1-29: Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam ekor). 1-26

Gambar 1-30: Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam ekor). 1-26

Gambar 1-31: Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2010-2013, (dalam MGh). 1-27

Gambar 1-32: Komposisi Produksi Energi Listrik menurut Jenis Pembangkit di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam persen). 1-28

Gambar 1-33: Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Sumatera dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen). 1-28

Gambar 1-34: Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam persen). 1-29

Gambar 1-35: Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (KWh/Kapita). 1-29

Gambar 1-36: Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2009-2013, (dalam ton). 1-30

Gambar 1-37: Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Sumatera terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen). 1-30

Gambar 1-38: Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2012, (dalam persen). 1-31

Gambar 1-39: Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013 dan 2014, (unit). 1-33

Gambar 1-40: PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Sumatera, Tahun 2014, (ribu/jiwa). 1-34

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xi

Gambar 1-41: Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2002-2013. 1-35

Gambar 1-42: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2009-2013. 1-36

Gambar 1-43: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2009-2013. 1-36

Gambar 1-44: Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km). 1-37

Gambar 1-45: Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km). 1-37

Gambar 1-46: Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam Km/Km2). 1-38

Gambar 1-47: Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km). 1-38

Gambar 2-1: Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen). 2-2

Gambar 2-2: Peran Wilayah Jawa Bali terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen). 2-3

Gambar 2-3: Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2015 (Februari). 2-4

Gambar 2-4: Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di P. Jawa Bali Tahun 2010-2015 (Februari). 2-5

Gambar 2-5: Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Jawa Bali, Tahun 2015, (Februari). 2-6

Gambar 2-6: Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Jawa Bali, 2015 (Februari). 2-6

Gambar 2-7: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015, (Maret). 2-7

Gambar 2-8: Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Jawa Bali Tahun 2008-2015 (Maret). 2-8

Gambar 2-9: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen). 2-9

Gambar 2-10: Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pemabngunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014. 2-10

Gambar 2-11: Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2014. 2-10

Gambar 2-12: Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali, Tahun 2008-2013. 2-11

Gambar 2-13: Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali, Tahun 2008-2013. 2-11

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xii

Gambar 2-14: Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali, Tahun 2010-2014. 2-14

Gambar 2-15: Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah

Pulau Jawa Bali, Tahun 2010-2014, (jiwa). 2-15

Gambar 2-16: Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali, Tahun 2008-2013. 2-15

Gambar 2-17: Persentase Kelahiran Balita menurut Penolong Kelahiran Terakhir Per Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali, Tahun 2012. 2-16

Gambar 2-18: Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali, Tahun 2013. 2-16

Gambar 2-19: Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013. 2-17

Gambar 2-20: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Jawa Bali Tahun 2014. 2-17

Gambar 2-21: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Jawa Bali Tahun 2014. 2-18

Gambar 2-22: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Jawa Bali Tahun 2014. 2-18

Gambar 2-23: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2006-2015. 2-21

Gambar 2-24: Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Jawa Bali Tahun 2015. 2-22

Gambar 2-25: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2006-2015. 2-22

Gambar 2-26: Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Jawa Bali Tahun 2015. 2-23

Gambar 2-27: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2006-2014. 2-23

Gambar 2-28: Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Jawa Bali Tahun 2014. 2-24

Gambar 2-29: Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (dalam ekor). 2-26

Gambar 2-30: Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (dalam ekor). 2-27

Gambar 2-31: Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Jawa Bali dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen). 2-28

Gambar 2-32: Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (dalam persen). 2-28

Gambar 2-33: Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (KWh/Kapita). 2-29

Gambar 2-34: Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2013 (dalam MGh). 2-29

Gambar 2-35: Komposisi Produksi Energi Listrik menurut Jenis Pembangkit di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (dalam persen). 2-29

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xiii

Gambar 2-36: Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2009-2013, (dalam ton). 2-30

Gambar 2-37: Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Jawa Bali terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen). 2-30

Gambar 2-38: Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2012, (dalam persen). 2-31

Gambar 2-39: Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013 dan 2014, (unit). 2-33

Gambar 2-40: Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2002-2013. 2-35

Gambar 2-41: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2009-2013. 2-35

Gambar 2-42: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2009-2013. 2-36

Gambar 2-43: Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km). 2-36

Gambar 2-44: Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km). 2-37

Gambar 2-45: Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (dalam Km/Km2). 2-37

Gambar 2-46: Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km). 2-38

Gambar 3.1: Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di wilayah Pulau Nusa Tenggara Atas dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014 (dalam persen). 3-2

Gambar 3.2: Peran Wilayah Nusa Tenggara terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan peran Provisni terhadap PDRB Pulau Tahun 2014 3-3

Gambar 3.3: Perkembangan Jumlah Nilai Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Nusa Tenggara tahun 2010-2015 3-4

Gambar 3.4: Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbukamenurut Tipe Daerah Di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2015 (Februari) 3-5

Gambar 3.5: Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2015 (Jiwa) 3-6

Gambar 3.6: Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi di wilayah Pulau Nusa Tenggara, 2015 (februari) 3-6

Gambar 3.7: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret) 3-7

Gambar 3.8: Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin menurut Tipe Daerah di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2008-2015 (Maret ). 3-8

Gambar 3.9: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2015 (Maret) 3-8

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xiv

Gambar 3.10: Perbanndingan Nilai dan Rangking Indeks Pembangunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014 3-9

Gambar 3.11: Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara tahun 2010-2014 3-10

Gambar 3.12: Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah menurut provinsi di wilayah pulau Nusa Tenggara, Tahun 2008-2013 3-10

Gambar 3.13: Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di wilayah pulau Nusa Tenggara, Tahun 2008-2013 3-11

Gambar 3.14: Perkembvangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2010-2014 3-13

Gambar 3.15: Perkembangan Gizi Buruk Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara , Tahun 2010-2014 3-14

Gambar 3.16: Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di wilayah Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2008-2013 3-14

Gambar 3.17: Persentase Kelahiran Balita menurut Penolong Kelahiran Terakhir, Per Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2012 3-15

Gambar 3.18: Jumlah KAsusu Baru AID dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2013 3-15

Gambar 3.19: Prevelensi Status Gizi Balita berdasarkan tinggi badan menurut umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013 3-16

Gambar 3.20: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2014 3-17

Gambar 3.21: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2014 3-17

Gambar 3.22: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2014 3-18

Gambar 3.23: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2006-2015 3-20

Gambar 3.24: Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2015 3-21

Gambar 3.25: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2006-2015 3-21

Gambar 3.26: Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2015 3-22

Gambar 3.27: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2006-2014. 3-22

Gambar 3.28: Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2014 3-23

Gambar 3.29: Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (dalam ekor) 3-25

Gambar 3.30: Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (dalam ekor) 3-25

Gambar 3.31: Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Nusa Tenggara dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen) 3-26

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xv

Gambar 3.32: Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (dalam persen). 3-27

Gambar 3.33: Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (KWh per kapita) 3-27

Gambar 3.34: Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2013, (dalam MGh) 3-28

Gambar 3.35: Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009-2013 (dalam ton). 3-28

Gambar 3.36: Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Nusa Tenggara terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen) 3-29

Gambar 3.37: Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2012, (dalam persen) 3-29

Gambar 3.38: Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013 dan 2014, (unit) 3-31

Gambar 3.39: PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2014, (ribu/jiwa) 3-32

Gambar 3.40: Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2002-2013 3-33

Gambar 3.41: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson

Pulau Tahun 2007-2013 3-34

Gambar 3.42: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2007-2013 3-34

Gambar 3.43: Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km) 3-35

Gambar 3.44: Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km). 3-35

Gambar 3.45: Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (dalam Km/Km2). 3-36

Gambar 3-46: Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km) 3-36

Kalimantan

Gambar 4.1: Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di wilayah Pulau Kalimantan Atas dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014 (dalam persen). 4-2

Gambar 4.2: Peran Wilayah Kalimantan terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan peran Provisni terhadap PDRB Pulau Tahun 2014 4-3

Gambar 4.3: Perkembangan Jumlah Nilai Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Kalimantan tahun 2010-2015 4-4

Gambar 4.4: Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbukamenurut Tipe Daerah Di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2015 (Februari) 4-5

Gambar 4.5: Tingkat Pengangguran terbuka menurut tipe daerah di Pulau Kalimantan tahun 2015 4-6

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xvi

Gambar 4.6: Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang di tamatkan di wilayah Pulau Kalimantan, 2015 (februari) 4-6

Gambar 4.7: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret) 4-7

Gambar 4.8: Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin menurut Tipe Daerah di Pulau Kalimantan Tahun 2008-2015 (Maret ). 4-8

Gambar 4.9: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Kalimantan, Tahun 2015 (Maret) (dalam Persen) 4-8

Gambar 4.10: Perbandingan Nilai dan Rangking Indeks Pembangunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014 4-9

Gambar 4.11: Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Kalimantan tahun 2010-2014 4-10

Gambar 4.12: Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah menurut provinsi di wilayah pulau Kalimantan, Tahun 2008-2013 4-10

Gambar 4.13: Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di wilayah pulau Kalimantan, Tahun 2008-2013 4-11

Gambar 4.14: Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan, Tahun 2010-2014 4-13

Gambar 4.15: Perkembangan Gizi Buruk Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan , Tahun 2010-2014 4-14

Gambar 4.16: Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di wilayah Pulau Kalimantan, Tahun 2008-2013 4-15

Gambar 4.17: Jumlah Kasus baru AIDS dan Kasus Komulatif AIDS (kasus) per Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan tahun 2013 4-15

Gambar 4.18: Prevelensi Status Gizi Balita berdasarkan tinggi badan menurut umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013 4-16

Gambar 4.19: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Kalimantan Tahun 2014 4-17

Gambar 4.20: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Kalimantan Tahun 2014 4-17

Gambar 4.21: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Kalimantan Tahun 2014 4-18

Gambar 4.22: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2006-2015 4-21

Gambar 4.23: Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2015 4-21

Gambar 4.24: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2006-2015 4-22

Gambar 4.25: Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2015 4-22

Gambar 4.26: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2006-2014. 4-23

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xvii

Gambar 4.27: Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 4-23

Gambar 4.28: Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam ekor) 4-25

Gambar 4.29: Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam ekor) 4-26

Gambar 4.30: Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Kalimantan dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen) 4-27

Gambar 4.31: Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam persen). 4-27

Gambar 4.32: Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (KWh per kapita) 4-28

Gambar 4.33: Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Kalimantan

Tahun 2010-2013, (dalam MGh) 4-28

Gambar 4.35: Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2009-2013 (dalam ton). 4-29

Gambar 4.36: Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Kalimantan terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen) 4-30

Gambar 4.37: Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2012, (dalam persen) 4-30

Gambar 4.38: Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013 dan 2014, (unit) 4-32

Gambar 4.39: PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Kalimantan, Tahun 2014, (ribu/jiwa) 4-33

Gambar 4.40: Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2002-2013 4-34

Gambar 4.41: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson

Pulau Tahun 2007-2013 4-35

Gambar 4.42: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2007-2013 4-35

Gambar 4.43: Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km) 4-36

Gambar 4.44: Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km). 4-36

Gambar 4.45: Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam Km/Km2). 4-37

Gambar 4.46: Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km) 4-37

Gambar 5-1: Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen). 5-2

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xviii

Gambar 5-2: Peran Wilayah Sulawesi terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen). 5-3

Gambar 5-3: Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2015 (Februari). 5-4

Gambar 5-4: Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di P. Sulawesi Tahun 2010-2015 (Februari). 5-5

Gambar 5-5: Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Sulawesi, Tahun 2015, (Februari). 5-6

Gambar 5-6: Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Sulawesi, 2015 (Februari). 5-6

Gambar 5-7: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015, (Maret). 5-7

Gambar 5-8: Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Sulawesi Tahun 2008-2015 (Maret). 5-8

Gambar 5-9: Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Sulawesi, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen). 5-8

Gambar 5-10: Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pemabngunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014. 5-9

Gambar 5-11: Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2014. 5-10

Gambar 5-12: Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2008-2013. 5-10

Gambar 5-13: Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2008-2013. 5-11

Gambar 5-14: Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2010-2014. 5-13

Gambar 5-15: Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah

Pulau Sulawesi, Tahun 2010-2014, (jiwa). 5-14

Gambar 5-16: Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2008-2013. 5-14

Gambar 5-17: Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2013. 5-15

Gambar 5-18: Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013. 5-15

Gambar 5-19: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Sulawesi Tahun 2014. 5-16

Gambar 5-20: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Sulawesi Tahun 2014. 5-16

Gambar 5-21: Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Sulawesi Tahun 2014. 5-17

Gambar 5-22: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2006-2015. 5-20

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xix

Gambar 5-23: Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2015. 5-20

Gambar 5-24: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2006-2015. 5-21

Gambar 5-25: Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2015. 5-21

Gambar 5-26: Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2006-2014. 5-22

Gambar 5-27: Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2014. 5-22

Gambar 5-28: Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam ekor). 5-24

Gambar 5-29: Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam ekor). 5-24

Gambar 5-30: Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2010-2013 (dalam MGh). 5-25

Gambar 5-31: Komposisi Produksi Energi Listrik menurut Jenis Pembangkit di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam persen). 5-26

Gambar 5-32: Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Sulawesi dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen). 5-26

Gambar 5-33: Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam persen). 5-27

Gambar 5-34: Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (KWh/Kapita). 5-27

Gambar 5-35: Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2009-2013, (dalam ton). 5-28

Gambar 5-36: Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Sulawesi terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen). 5-28

Gambar 5-37: Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2012, (dalam persen). 5-29

Gambar 5-38: Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013 dan 2014, (unit). 5-31

Gambar 5-39: PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2014, (ribu/jiwa) 5-32

Gambar 5-40: Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2002-2013. 5-33

Gambar 5-41: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2009-2013. 5-33

Gambar 5-42: Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2009-2013. 5-34

Gambar 5-43: Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km). 5-34

Gambar 5-44: Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km). 5-35

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xx

Gambar 5-45: Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam Km/Km2). 5-35

Gambar 5-46: Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km). 5-36

Gambar 6-1 Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen)

6-2

Gambar 6-2 Peran Wilayah Maluku terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen).

6-3

Gambar 6-3 Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2015 (Februari).

6-4

Gambar 6-4 Dominisasi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2015 (Februari).

6-4

Gambar 6-5 Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Kepulauan Maluku, Tahun 2015, (Februari).

6-5

Gambar 6-6 Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Kepulauan Maluku, 2015 (Februari).

6-6

Gambar 6-7 Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret).

6-7

Gambar 6-8 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Kepulauan Maluku Tahun 2008-2015 (Maret).

6-7

Gambar 6-9 Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen).

6-8

Gambar 6-10 Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pembangunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014

6-9

Gambar 6-11 Perkembangan IPM menurut Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2014

6-9

Gambar 6-12 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2008-2013

6-10

Gambar 6-13 Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2008-2013

6-10

Gambar 6-14 Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2010-2014

6-13

Gambar 6-15 Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2010-2014, (jiwa).

6-13

Gambar 6-16 Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku,Tahun 2008-2013

6-14

Gambar 6-17 Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus)Per Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2013

6-14

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xxi

Gambar 6-18 Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013

6-15

Gambar 6-19 Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Kepulauan Maluku Tahun 2014

6-16

Gambar 6-20 Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Kepulauan Maluku Tahun 2014

6-16

Gambar 6-21 Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2006-2015

6-19

Gambar 6-22 Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2015

6-19

Gambar 6-23 Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2006-2015

6-20

Gambar 6-24 Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2015

6-20

Gambar 6-25 Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Kepulauan MalukuTahun 2006-2014

6-21

Gambar 6-26 Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2014

6-21

Gambar 6-27 Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (dalam ekor).

6-23

Gambar 6-28 Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (dalam ekor).

6-23

Gambar 6-29 Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Kepulauan Maluku dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).

6-24

Gambar 6-30 Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (dalam persen).

6-25

Gambar 6-31 Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (KWg/Kapita).

6-25

Gambar 6-32 Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2010-2013, (dalam MGh).

6-25

Gambar 6-33 Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Kepulauan Maluku Tahun 2009-2013, (dalam ton).

6-26

Gambar 6-34 Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Kepulauan Maluku terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).

6-26

Gambar 6-35 Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2012, (dalam persen).

6-27

Gambar 6-36 Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013 dan 2014, (unit).

6-29

Gambar 6-37 PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2014, (ribu/jiwa)

6-30

Gambar 6-38 Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2002-2013

6-31

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xxii

Gambar 6-39 Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2007-2013

6-31

Gambar 6-40 Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2007-2013

6-32

Gambar 6-41 Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km)

6-32

Gambar 6-42 Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).

6-33

Gambar 6-43 Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (dalam Km/Km2).

6-33

Gambar 6-44 Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km).

6-34

Papua

Gambar 7-1 Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Papua Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen)

7-2

Gambar 7-2 Peran Wilayah Papua terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen)

7-3

Gambar 7-3 Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Papua Tahun 2010-2015 (Februari)

7-4

Gambar 7-4 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di P. Papua Tahun 2010-2015 (Februari)

7-5

Gambar 7-5 Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Papua, Tahun 2015, (Februari)

7-6

Gambar 7-6 Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Papua, 2015 (Februari).

7-6

Gambar 7-7 Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret).

7-7

Gambar 7-8 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Papua Tahun 2008-2015 (Maret).

7-8

Gambar 7-9 Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Papua, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen).

7-8

Gambar 7-10 Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pemabngunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014.

7-9

Gambar 7-11 Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Papua Tahun 2010-2014

7-10

Gambar 7-12 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2008-2013

7-11

Gambar 7-13 Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2008-2013.

7-11

Gambar 7-14 Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2010-2014

7-14

Gambar 7-15 Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2010-2014, (jiwa).

7-14

Gambar 7-16 Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Pulau Papua,Tahun 2008-2013.

7-15

Gambar 7-17 Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2013.

7-15

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xxiii

Gambar 7-18 Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013

7-16

Gambar 7-19 Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Papua Tahun 2014

7-17

Gambar 7-20 Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Papua Tahun 2014

7-17

Gambar 7-21 Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2006-2015

7-20

Gambar 7-22 Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2015

7-20

Gambar 7-23 Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Papua Tahun 2006-2015.

7-21

Gambar 7-24 Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2015

7-21

Gambar 7-25 Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Papua Tahun 2006-2014.

7-22

Gambar 7-26 Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2014.

7-22

Gambar 7-27 Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (dalam ekor).

7-24

Gambar 7-28 Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (dalam ekor).

7-24

Gambar 7-29 Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Papua dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).

7-25

Gambar 7-30 Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (dalam persen).

7-26

Gambar 7-31 Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (KWh per kapita).

7-26

Gambar 7-32 Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2010-2013, (dalam MGh).

7-27

Gambar 7-33 Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Papua Tahun 2009-2013, (dalam ton).

7-27

Gambar 7-34 Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Papua terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).

7-28

Gambar 7-35 Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2012, (dalam persen).

7-28

Gambar 7-36 Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Pulau Papua Tahun 2013 dan 2014, (unit).

7-30

Gambar 7-37 PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Papua, Tahun 2014, (ribu/jiwa)

7-31

Gambar 7-38 Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Papua Tahun 2002-2013. 7-32 Gambar 7-39 Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson

Pulau Tahun 2007-2013 7-32

Gambar 7-40 Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Papua Tahun 2007-2013

7-33

Gambar 7-41 Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Papua Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).

7-33

Gambar 7-42 Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).

7-34

Gambar 7-43 Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (dalam Km/Km2).

7-34

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

xxiv

1

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015

Pertumbuhan ekonomi melambat dari tahun

2010 hingga akhir 2014. sumber

pertumbuhan terbesar dari

Sektor informasi dan komunikasi, dan sektor

jasa perusahaan

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN NASIONAL A. Perkembangan Ekonomi di Indonesia. Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan UsahaTahun 2010–2014

Ekonomi Indonesia selama tahun 2010–2014 tumbuh positif, namun dalam empat tahun terakhir perekonomian indonesia mengalami perlambatan hingga akhir tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi dengan migas tahun 2014 sebesar 5,02 persen menurun dari tahun sebelumnya. Sektor ekonomi dengan laju pertumbuhan tertinggi pada tahun 2014, adalah sektor komunikasi dan informasi 10,02 persen dan sektor jasa perusahaan sebesar 9,81 persen. sektor lainnya laju pertumbuhan cukup tinggi adalah sektor jasa lainnya, sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, dan sektor transportasi dan pergudangan.

Gambar 1: Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas dan Tanpa Migas Tahun 2010-2014, (dalam persen).

Sumber: BPS, tahun 2014

Tabel 1: Pertumbuhan Ekonomi Nasional menurut Lapangan Usaha 2010-2014.

No. LAPANGAN USAHA 2011 2012 2013* 2014**

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,95 4,59 4,20 4,18

2. Pertambangan dan Penggalian 4,29 3,02 1,74 0,55

3. Industri Pengolahan 6,26 5,62 4,49 4,63

4. Pengadaan Listrik dan Gas 5,69 10,06 5,23 5,57

5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 4,73 3,34 4,06 3,05

6. Konstruksi 9,02 6,56 6,11 6,97

7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9,66 5,40 4,71 4,84

8. Transportasi dan Pergudangan 8,31 7,11 8,38 8,00

9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,86 6,64 6,80 5,91

10. Informasi dan Komunikasi 10,02 12,28 10,39 10,02

11. Jasa Keuangan dan Asuransi 6,97 9,54 9,09 4,93

12. Real Estate 7,68 7,41 6,54 5,00

13. Jasa Perusahaan 9,24 7,44 7,91 9,81

14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6,43 2,13 2,38 2,49

15. Jasa Pendidikan 6,68 8,22 8,20 6,29

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,25 7,97 7,83 8,01

17. Jasa lainnya 8,22 5,76 6,41 8,92

PRODUK DOMESTIK BRUTO 6,17 6,03 5,58 5,02

* Angka sementara; ** Angka sangat sementara

Sumber: BPS, tahun 2014

6,17 6,03

5,58

5,02

4,00

4,50

5,00

5,50

6,00

6,50

2011 2012 2013* 2014**

Pe

rse

n

LPE PRODUKDOMESTIK BRUTO

2

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015

PDB Tahun 2014 atas dasar harga konstan sebesar 8.568.115 milyar rupiah

Gambar 2:

Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi Tahun 2014, (dalam persen).

Sumber: BPS, tahun 2014

PDB dengan migas atas dasar harga konstan tahun 2010, pada tahun 2010 mencapai 6.864.133,1 milyar rupiah dan pada tahun 2014 meningkat menjadi sebesar 8.568.115,6 milyar rupiah. PDB dengan migas berdasarkan harga berlaku tahun 2012 sebesar Rp 7.727.083 milyar rupiah dan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya hingga mencapai 8.568.115 milyar rupiah pada tahun 2014.

Gambar 3: Perkembangan Nilai PDB Nasional berdasarkan ADHK Tahun 2010

Tahun 2010-2014.

Sumber: BPS, tahun 2014 Keterangan: ** Angka Sangat Sementara

Perbandingan nilai PDRB dengan migas berdasarkan harga konstan 2000 antarprovinsi (Gambar 4), menunjukkan adanya tingkat kesenjangan yang cukup tinggi antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia, sebagian besar PDRB tertinggi berada di wilayah Pulau Jawa-Bali, yaitu di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

1,65

5,23 5,85

2,62

7,76

4,68

5,49 5,08

4,68

7,32

5,95

5,06

5,42 5,18

5,86

5,47

6,72

5,06

5,04 5,02

6,21

4,85

1,40

8,16

6,31

5,11

7,57

6,26

7,29

8,73

6,70

5,49 5,38

3,25

5,02

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

Ace

h

Sum

ut

Sum

bar

Ria

u

Jam

bi

Sum

sel

Ben

gku

lu

Lam

pu

ng

Bab

el

Kep

ri

DK

I Jak

arta

Jab

ar

Jate

ng

DIY

Jati

m

Ban

ten

Bal

i

NTB

NTT

Kal

bar

Kal

ten

g

Kal

sel

Kal

tim

Kal

tara

Sulu

t

Sult

eng

Suls

el

Sult

ra

Go

ron

talo

Sulb

ar

Mal

uku

Mal

ut

Pu

bar

Pap

ua

SUMATERA JAWA+BALI NUSA TENGGARAKALIMANTAN SULAWESI MALUKUPAPUA

PER

SEN

LPE Provinsi LPE Nasional

2010 2011 2012 2013* 2014**

PDB 6 864 133,10 7 287 635,30 7 727 083,40 8 158 193,70 8 568 115,60

0,00

1 000 000,00

2 000 000,00

3 000 000,00

4 000 000,00

5 000 000,00

6 000 000,00

7 000 000,00

8 000 000,00

9 000 000,00

Rp

. mili

ar

3

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015

Sementara provinsi dengan PDRB terrendah berada di Provinsi Wilayah Kepulauan Maluku dan Sulawesi, yaitu di Provinsi Maluku, Maluku Utara, Gorontalo dan Sulawesi Barat.

Gambar 4: Perbandingan Nilai PDRB dengan Migas ADHK Tahun 2010 menurut Provinsi

Tahun 2010 dan 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2013

Pada Tabel 2 dan Tabel 3, menunjukan Kawasan Barat Indonesia (KBI) berkontribusi sebesar 82,01 persen dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) sebesar 17,99 persen. Peran PDRB di KBI terbesar berasal dari provinsi-provinsi di Wilayah Jawa-Bali yaitu sebesar 58,85 persen, dengan kontribusi terbesar berasal dari Provinsi DKI Jakarta sebesar 16,46 persen, Jawa Timur sebesar 14,40 persen, dan Jawa Barat sebesar 12,95 persen, dan Wilayah Sumtera yang sebagian besar berasal dari Provinsi Riau (6,35%) dan Sumatera Utara (4,90%). Sementara kontribusi terbesar di Kawasan Timur Indonesia itu berasal dari Provinsi Kalimantan Timur sebesar 4,86 persen dan Sulawesi Selatan sebesar 2,80 persen.

Tabel 2: Peran Wilayah Pulau dalam Pembentukan Nilai PDB Nasional Tahun 2010, dan 2014.

Provinsi

Harga Konstan 2010

Harga Berlaku

2010 2014 2010 2014

(RP. Miliar) (%) (RP. Miliar) (%) (RP. Miliar) (%) (RP. Miliar) (%)

P. Sumatera 1.536.557 22,39 1.895.631 22,03 1.536.557 22,39 2.478.765 23,17

P. Jawa+Bali 4.025.636 58,65 5.104.304 59,31 4.025.636 58,65 6.296.388 58,85

P. Nusa Tenggara 113.969 1,66 127.394 1,48 113.969 1,66 150.849 1,41

P. Kalimantan 646.113 9,41 779.825 9,06 646.113 9,41 932.408 8,71

P. Sulawesi 356.275 5,19 485.370 5,64 356.275 5,19 604.216 5,65

P. Maluku 33.412 0,49 42.797 0,50 33.412 0,49 55.787 0,52

P. Papua 152.170 2,22 170.489 1,98 152.170 2,22 181.465 1,70

Kawasan Barat Indonesia 5.562.193 81,03 6.999.935 81,34 5.562.193 81,03 8.775.153 82,01

Kawasan Timur Indonesia 1.301.940 18,97 1.605.875 18,66 1.301.940 18,97 1.924.725 17,99

INDONESIA 6.864.133 100,00 8.605.810 100,00 6.864.133 100,00 10.699.878 100,00

Sumber: BPS, Tahun 2014

0,00

200.000,00

400.000,00

600.000,00

800.000,00

1.000.000,00

1.200.000,00

1.400.000,00

1.600.000,00

Ace

h

Sum

ut

Sum

bar

Ria

u

Jam

bi

Sum

sel

Ben

gku

lu

Lam

pu

ng

Bab

el

Kep

ri

DK

I Jak

arta

Jab

ar

Jate

ng

DIY

Jati

m

Ban

ten

Bal

i

NTB

NTT

Kal

bar

Kal

ten

g

Kal

sel

Kal

tim

Kal

tara

Sulu

t

Sult

eng

Suls

el

Sult

ra

Go

ron

talo

Sulb

ar

Mal

uku

Mal

ut

Pu

bar

Pap

ua

SUMATERA JAWA+BALI NUSA TENGGARAKALIMANTAN SULAWESI MALUKUPAPUA

Rp

. mili

ar

2010

2014

4

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015

Sektor Industri pengolahan, pertanian, dan perdagangan, Hotel, dan Restoran mempunyai peran lebih dari separuh dari total perekonomian nasional

Tabel 3:

Peran Provinsi dalam Pembentukan Nilai PDRB ADHB Tahun 2010 dan 2014

Provinsi 2010 2014

(Rp. Miliar) (%) (Rp. Miliar) (%)

Aceh 101.545,24 1,48 130.448,24 1,22

Sumatera Utara 331.085,24 4,82 523.771,57 4,90

Sumatera Barat 105.017,74 1,53 167.039,89 1,56

Riau 388.578,23 5,66 679.692,18 6,35

Jambi 90.618,41 1,32 153.857,14 1,44

Sumatera Selatan 194.012,97 2,83 308.406,84 2,88

Bengkulu 28.352,57 0,41 45.235,08 0,42

Lampung 150.560,84 2,19 231.008,43 2,16

Kep. Bangka Belitung 35.561,90 0,52 56.389,85 0,53

Kep. Riau 111.223,67 1,62 182.915,53 1,71

DKI Jakarta 1.075.183,48 15,66 1.761.407,06 16,46

Jawa Barat 906.685,76 13,21 1.385.959,44 12,95

Jawa Tengah 623.224,62 9,08 925.662,69 8,65

DI Yogyakarta 64.678,97 0,94 93.449,86 0,87

Jawa Timur 990.648,84 14,43 1.540.696,53 14,40

Banten 271.465,28 3,95 432.763,96 4,04

Bali 93.749,35 1,37 156.448,28 1,46

Nusa Tenggara Barat 70.122,73 1,02 82.246,57 0,77

Nusa Tenggara Timur 43.846,61 0,64 68.602,63 0,64

Kalimantan Barat 86.065,85 1,25 131.933,45 1,23

Kalimantan Tengah 56.531,02 0,82 89.871,73 0,84

Kalimantan Selatan 85.305,00 1,24 131.592,89 1,23

Kalimantan Timur 418.211,58 6,09 519.929,94 4,86

Kalimantan Utara - - 59.080,46 0,55

Sulawesi Utara 51.721,33 0,75 80.622,83 0,75

Sulawesi Tengah 51.752,07 0,75 90.255,67 0,84

Sulawesi Selatan 171.740,74 2,50 300.124,22 2,80

Sulawesi Tenggara 48.401,15 0,71 78.620,39 0,73

Gorontalo 15.475,74 0,23 25.201,10 0,24

Sulawesi Barat 17.183,83 0,25 29.391,51 0,27

Maluku 18.428,58 0,27 31.733,34 0,30

Maluku Utara 14.983,91 0,22 24.053,50 0,22

Papua Barat 41.361,67 0,60 58.285,09 0,54

Papua 110.808,18 1,61 123.179,72 1,15

INDONESIA 6.864.133,13 100,00 10.699.877,63 100,00

Sumber: BPS, Tahun 2014

Struktur PDB Menurut Lapangan UsahaTahun 2010 dan 2014

Distribusi PDB menurut sektor atau lapangan usaha atas dasar harga berlaku menunjukkan peran sektor-sektor ekonomi dalam periode tahun 2010-2014, relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan, peran terbesar masih didominasi dari tiga sektor utama, yaitu: sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dan sektor pertanian mempunyai peran lebih dari separuh dari total perekonomian yaitu sebesar 50,76 persen pada tahun 2010, dan sedikit menurun pada tahun 2014 (49,01 %). Pada tahun 2014 sektor industri pengolahan memberi kontribusi terhadap total perekonomian sebesar 21,56 persen,

5

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015

sektor pertanian 13,72 persen, dan Sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 13,73 persen.

Tabel 5: Struktur Perekonomian menurut Lapangan Usaha di Indonesia tahun 2010 dan 2014,

(dalam persen). LAPANGAN USAHA 2010 2011 2012 2013* 2014**

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 14,31 13,79 13,67 13,73 13,72

Pertambangan dan Penggalian 10,74 12,05 11,87 11,23 10,07

Industri Pengolahan 22,63 22,20 21,92 21,52 21,56

Pengadaan Listrik dan Gas 1,09 1,19 1,13 1,06 1,11

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0,09 0,08 0,08 0,08 0,07

Konstruksi 9,38 9,28 9,55 9,76 10,14

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 13,82 13,89 13,51 13,61 13,73

Transportasi dan Pergudangan 3,67 3,60 3,71 3,97 4,38

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 3,00 2,92 3,00 3,12 3,22

Informasi dan Komunikasi 3,83 3,67 3,69 3,67 3,59

Jasa Keuangan dan Asuransi 3,59 3,53 3,80 3,97 3,98

Real Estate 2,97 2,85 2,82 2,85 2,87

Jasa Perusahaan 1,48 1,48 1,52 1,56 1,61

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3,88 3,97 4,04 4,00 3,93

Jasa Pendidikan 3,02 3,03 3,21 3,33 3,37

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,99 1,00 1,02 1,04 1,06

Jasa lainnya 1,51 1,47 1,45 1,51 1,59

Produk Domestik Bruto 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

* Angka sementara

** Angka sangat sementara

Sumber: BPS , Tahun 2013

Pertumbuhan PDB Menurut PenggunaanTahun 2009-2013. Pertumbuhan ekonomi Indonesia, dari sisi pengeluaran, selama tahun 2010 hingga tahun 2014 selalu menunjukkan pertumbuhan positif. Pada tahun 2014, pertumbuhan seluruh komponen pengeluaran mengalami penurunan, kecuali untuk pengeluaran konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT). Penurunan laju pertumbuhan paling besar terjadi pada konsumsi pemerintah dan komponen eksor, konsumsi pemerintah hanya tumbuh sebesar 1,98 persen dan ekspor 1,02 persen. Sementara untuk pengeluaran konsumsi LNPRT meningkat cukup tajam, yaitu tumbuh sebesar 12,43 persen. 8

Tabel 4: Pertumbuhan Ekonomi Nasional menurut Pengeluaran Tahun 2010-2014, (dalam persen.)

JENIS PENGELUARAN 2010 2011 2012 2013* 2014**

1. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 4,26 5,05 5,49 5,38 5,14

2. Pengeluaran Konsumsi NPRT - 3,70 5,54 6,68 8,18 12,43

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 3,99 5,52 4,53 6,93 1,98

4. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 6,69 8,86 9,13 5,28 4,12

5. Ekspor Barang dan Jasa 15,28 14,77 1,61 4,17 1,02

6. Dikurangi Impor Barang dan Jasa 16,58 15,03 8,00 1,86 2,19

PRODUK DOMESTIK BRUTO 6,38 6,17 6,03 5,58 5,02

Sumber: BPS, tahun 2014

6

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015

Komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto penyumbang terbesar dalam perekonomian nasional

PDB per kapita ADHK terus mengalami

peningkatan, PDRB perkapita teringgi di

DKI Jakarta dan terrendah di

Kalimantan Tengah.

Komponen pengeluaran atas dasar harga konstan tahun 2010 terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 sebesar nilai PDRB mencapai Rp 6.864.133 milyar meningkat menjadi Rp 8.568.116 milyar pada tahun 2014.

Tabel 5: Perkembangan Nilai PDB menurut Penggunaan ADHK Tahun 2010-2014, (Rp. milyar).

JENIS PENGELUARAN 2010 2011 2012 2013* 2014**

1. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 3.786.063 3.977.289 4.195.788 4.421.721 4.649.072

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 72.759 76.790 81.919 88.617 99.636

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 618.178 652.292 681.819 729.060 743.471

4 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 2.127.841 2.316.359 2.527.729 2.661.311 2.770.963

5 Perubahan Inventori 129.095 118.207 174.183 149.137 162.853

6 Ekspor Barang dan Jasa 1.667.918 1.914.268 1.945.064 2.026.120 2.046.740

7 Dikurangi Impor Barang dan Jasa 1.537.720 1.768.822 1.910.300 1.945.867 1.988.538

8 PRODUK DOMESTIK BRUTO 6.864.133 7.287.635 7.727.083 8.158.194 8.568.116

Sumber: BPS, tahun 2014

Struktur PDB Menurut Penggunaan Tahun 2010–2014

Dilihat dari distribusi PDB penggunaan, konsumsi rumah tangga masih merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB nasional, namun kontribusi dari konsumsi rumah tangga dari waktu ke waktu menurun. Kontribusi konsumsi rumah tangga tahun 2014 sebesar yaitu sebesar 56,07 persen menurun dibandingkan tahun 2013 yaitu sebesar 56,20 persen. Komponen penggunaan lainnya yang cukup tinggi yaitu pembentukan modal tetap bruto (PMTB), dengan kontribusi PMTB tahun 2013 sebesar 32,57 persen meningkat dari tahun sebelumnya.

Tabel 6: Struktur PDB menurut Penggunaan ADHK Tahun 2010-2014, (dalam persen)

No. JENIS PENGELUARAN 2010 2011 2012 2013* 2014*

1. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 55,16 54,40 55,35 56,20 56,07

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 1,06 1,03 1,04 1,09 1,18

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 9,01 9,06 9,25 9,50 9,54

4 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 31,00 31,31 32,72 32,12 32,57

5 Perubahan Inventori 1,88 1,68 2,35 1,92 2,08

6 Ekspor Barang dan Jasa 24,30 26,33 24,59 23,98 23,72

7 Dikurangi Impor Barang dan Jasa 22,40 23,85 24,99 24,77 24,48

PRODUK DOMESTIK BRUTO 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: BPS, tahun 2013

PDB dan Produk Nasional Bruto (PNB) Per Kapita

Selama tahun 2010-2014 PDB per kapita atas dasar harga konstan tahun 2010 terus mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2010

7

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015

Jumlah Pengangguran Terbuka pada Februari 2015 sebesar 7,12 juta, penyebaran paling besar di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

sebesar Rp 28.998,2 ribu, tahun 2012 sebesar Rp 31.484,5 ribu, dan tahun 2014 sebesar Rp 33.978,2 ribu. Seperti halnya untuk perkembangan PDRB per kapita provinsi selama periode 2010-2014 menunjukan peningkatan dari waktu-ke waktu. Perbandingan nilai PDRB per kapita dengan migas antarprovinsi cenderung menunjukan adanya ketimpangan (Gambar 8), lima provinsi dengan nilai PDRB per kapita paling tinggi yaitu berada di Provinsi DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Papua Barat, dan Riau. Sementara provinsi dengan nilaia PDRB per kapita paling rendah yaitu berada di Provinsi Kalimantan Tengah, Maluku Utara, dan Maluku.

Gambar 7:

Perkembangan PDB Perkapita dengan Migas ADHK Tahun 2010-2014, (dalam ribu rupiah).

Sumber, BPS Tahun 2014

Gambar 8: Perbandingan PDRB Perkapita ADHK Antarprovinsi Tahun 2014, (dalam ribu rupiah).

Sumber, BPS Tahun 2014

B. Tingkat Pengangguran Terbuka. Salah satu isu penting yang perlu menjadi perhatian adalah

pengangguran. Jumlah penganggur pada Februari 2015 sebesar 5,84

juta jiwa atau menurun sebesar 19.692 jiwa dibandingkan keadaan

setahun yang lalu (Februari 2014) yang besarnya 7,14 juta jiwa.

2010 2011 2012 2013* 2014**

PDB per kapita 28 778,2 30 115,4 31 484,5 32 787,8 33 978,2

26 000,0

27 000,0

28 000,0

29 000,0

30 000,0

31 000,0

32 000,0

33 000,0

34 000,0

35 000,0

Rp

. 00

0

- 20.000 40.000 60.000 80.000

100.000 120.000 140.000 160.000

Ace

h

Sum

ater

a U

tara

Sum

ater

a B

arat

Ria

u

Jam

bi

Sum

ater

a Se

lata

n

Ben

gku

lu

Lam

pu

ng

Kep

Ban

gka

Bel

itu

ng

Kep

ula

uan

Ria

u

DK

I Jak

arta

Jaw

a B

arat

Jaw

a Te

nga

h

D.I

Yo

gyak

arta

Jaw

a Ti

mu

r

Ban

ten

B A

L I

Kal

iman

tan

Bar

at

Kal

iman

tan

Ten

gah

Kal

iman

tan

Se

lata

n

Kal

iman

tan

Tim

ur

Kal

iman

tan

Uta

ra *

)

Sula

wes

i Uta

ra

Sula

wes

i Ten

gah

Sula

wes

i Sel

atan

Sula

wes

i Ten

ggar

a

Go

ron

talo

Sula

wes

i Bar

at

Nu

sa T

engg

ara

Bar

at

Nu

sa T

engg

ara

Tim

ur

Mal

uku

Mal

uku

Uta

ra

Pap

ua

Bar

at

Pap

ua

SUMATERA JAWA+BALI KALIMANTAN SULAWESI NUSTRA,MALUKU,PAPUA

Rp

. 00

0

PDRB PerkapitaPDB Perkapita

8

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015

Pada Februari 2015, tiga provinsi dengan TPT tertinggi adalah Kepulauan Riau, Banten, dan Sulawesi Selatan

Penyebaran pengangguran terbuka Februari 2015, 4,8 juta jiwa atau 67,49 persen

terkonsentrasi di Jawa Bali dengan penyebaran paling besar berada di Provinsi Jawa Barat, Jawa

Tengah, dan Jawa Timur.

Indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok pengangguran diukur dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), dimana TPT merupakan persentase jumlah penganggur terhadap jumlah angkatan kerja. Perkembangan TPT selama periode 2010-2015 mengalami penurunan, dengan rata-rata menurun sebesar 0,38 persen per tahun. TPT pada Februari 2015 sebesar 5,84 persen, sedikikit meningkat dibandingkan TPT 2014 (Februari). Kondisi TPT antarprovinsi Februari 2014, sebanyak 13 provinsi dengan TPT masih berada di atas TPT nasional. Tiga provinsi dengan TPT tertinggi pada Februari 2015 yaitu, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, dan Banten dengan TPT masing-masing sebesar 9,05 persen, 8,69 persen, dan 8,59 persen. Sementara tiga provinsi dengan TPT terrendah yaitu, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Jambi masing-masing sebesar 1,37 persen, 1,81 persen, dan 2,73 persen.

Gambar 13:

Perkembangan Jumlah Pengangguran Terbuka (jiwa) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Nasional Tahun 2010-2015.

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015.

8.5

92

.49

0

8.1

17

.63

1

7.6

14

.24

1

7.1

70

.52

3

7.1

47

.06

9

7.1

27

.37

7

7,41 6,80

6,32 5,92 5,70 5,84

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

0

1.000.000

2.000.000

3.000.000

4.000.000

5.000.000

6.000.000

7.000.000

8.000.000

9.000.000

10.000.000

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Pe

nga

ngg

ura

n (

jiwa)

TPT

(%)

Pengangguran_jiwa ( Februari ) TPT Nasional_% (Februari)

9

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015

Gambar 14: Perkembangan Jumlah Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Tahun 2015,

(dalam jiwa)

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015.

C. Perkembangan Tingkat Kemiskinan. Perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia selama periode 2010–2015 cenderung menurun (Gambar 18), dengan penurunan rata-rata per tahun sebesar 0,48 persen. Pada tahun 2010, persentase penduduk miskin sebesar 15,42 persen dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 34.963,26 ribu jiwa, persentase penduduk miskin dan jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dari waktu ke waktu, hingga tahun 2015 jumlah penduduk miskin 28.592,83 ribu jiwa dengan persentase penduduk miskin 11,22 persen.

Gambar 18: Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Nasional Tahun 2008-2015

Sumber: BPS, Tahun 2014

Kondisi kemiskinan provinsi selama periode 2010-2015, perkembangan jumlah dan

persentase penduduk miskin hampir seluruh provinsi cenderung menurun. Tiga provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbesar yaitu di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa

0,001,002,003,004,005,006,007,008,009,0010,00

- 200.000 400.000 600.000 800.000

1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000 1.800.000 2.000.000

Ace

hSu

mat

era

Uta

raSu

mat

era

Bar

atR

iau

Jam

bi

Sum

ater

a Se

lata

nB

engk

ulu

Lam

pu

ng

Ke

p B

angk

a B

elit

un

gK

ep

ula

uan

Ria

uD

KI J

akar

taJa

wa

Bar

atJa

wa

Ten

gah

D.I

Yo

gyak

arta

Jaw

a Ti

mu

rB

ante

nB

A L

IK

alim

anta

n B

arat

Kal

iman

tan

Ten

gah

Kal

iman

tan

Sel

atan

Kal

iman

tan

Tim

ur

Kal

iman

tan

Uta

ra *

)Su

law

esi U

tara

Sula

wes

i Ten

gah

Sula

wes

i Sel

atan

Sula

wes

i Ten

ggar

aG

oro

nta

loSu

law

esi B

arat

Nu

sa T

engg

ara

Bar

atN

usa

Ten

ggar

a Ti

mu

rM

alu

kuM

alu

ku U

tara

Pap

ua

Bar

atP

apu

a

SUMATERA JAWA+BALI KALIMANTAN SULAWESI NUSTRA,MALUKU,PAPUA

(jiw

a)

TPT

(%)

Pengangguran (jiwa) TPT (%)

34

.96

3,2

6

32

.52

9,9

7

31

.02

3,3

9

30

.01

8,9

3

29

.13

2,4

0

28

.06

6,5

5

28

.28

0,0

1

28

.59

2,8

3

15,42 14,15

13,33 12,49 11,96 11,37 11,25 11,22

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0,00

5.000,00

10.000,00

15.000,00

20.000,00

25.000,00

30.000,00

35.000,00

40.000,00

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

rib

u ji

wa

Pe

rse

n

Jumlah Penduduk Miskin ( Maret ) Persentase Penduduk Miskin ( Maret )

10

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka NASIONAL 2015

Barat dengan jumlah penduduk miskin tahun 2015 masing-masing 4.789 ribu jiwa, 4.577ribu jiwa, dan 4.435 ribu jiwa. Sementara tiga provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinngi yaitu Provinsi Papua (28,17%), Papua Barat (25,82%), dan Nusa Tenggara Timur (22,61 %).

Gambar 19: Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Provinsi Tahun 2015.

Sumber: BPS, Tahun 2014

0

5

10

15

20

25

30

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

Ace

h

Sum

ater

a U

tara

Sum

ater

a B

arat

Ria

u

Jam

bi

Sum

ater

a Se

lata

n

Ben

gku

lu

Lam

pu

ng

Kep

Ban

gka

Bel

itu

ng

Kep

ula

uan

Ria

u

DK

I Jak

arta

Jaw

a B

arat

Jaw

a Te

nga

h

D.I

Yo

gyak

arta

Jaw

a Ti

mu

r

Ban

ten

B A

L I

Nu

sa T

engg

ara

Bar

at

Nu

sa T

engg

ara

Tim

ur

Kal

iman

tan

Bar

at

Kal

iman

tan

Ten

gah

Kal

iman

tan

Se

lata

n

Kal

iman

tan

Tim

ur

Kal

iman

tan

Uta

ra

Sula

wes

i Uta

ra

Sula

wes

i Ten

gah

Sula

wes

i Sel

atan

Sula

wes

i Ten

ggar

a

Go

ron

talo

Sula

wes

i Bar

at

Mal

uku

Mal

uku

Uta

ra

Pap

ua

Bar

at

Pap

ua

SUMATERA JAWA+BALI KALIMANTAN SULAWESI NUSTRA,MALUKU,PAPUA

rib

u ji

wa

pe

rse

n

Penduduk Miskin (ribu jiwa) Tingkat Kemiskinan (%)

1-1

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA

Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Pulau Sumatera dan seluruh

provinsi secara umum tumbuh positif, namun perkembangan ekonomi dalam empat tahun

terakhir melambat, kecuali untuk Provinsi Jambi dan Riau meningkat pada akhir tahun 2014.

Pertumbuhan ekonomi Pulau Sumatera tahun 2014 tercatat tumbuh sebesar 4,50 persen

melambat dibandingkan tahun sebelumnya, semua sektor tumbuh positif, dengan pertumbuhan

tertinggi dari sektor jasa pendidikan, informasi dan komunikasi, jasa kesehatan dan kegiatan

sosial, dan penyediaan akomodasi dan makan-minum.

Tabel 1.1

Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Sumatera Tahun 2011-2014

Lapangan usaha Tahun

2011 2012 2013 2014

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4,70 4,60 4,70 5,35

2. Pertambangan dan Penggalian 5,07 1,44 5,07 - 1,86

3. Industri Pengolahan 5,67 6,34 5,67 4,41

4. Pengadaan Listrik dan Gas 10,20 4,56 10,20 6,60

5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan 3,85 4,70 3,85 5,27

6. Konstruksi 8,06 7,74 8,06 6,85

7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

7,16 8,11 7,16 5,59

8. Transportasi dan Pergudangan 7,93 7,81 7,93 6,10

9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,35 7,87 8,35 7,33

10. Informasi dan Komunikasi 8,81 10,06 8,81 7,71

11. Jasa Keuangan dan Asuransi 11,77 11,32 11,77 3,76

12. Real Estat 8,14 7,44 8,14 6,62

13. Jasa Perusahaan 8,01 6,19 8,01 6,65

14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

6,64 3,53 6,64 6,25

15. Jasa Pendidikan 6,75 6,24 6,75 8,18

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,79 10,25 8,79 7,71

17. Jasa lainnya 5,82 5,31 5,82 6,93

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 6,17 5,65 6,17 4,50

1-2

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.1

Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Atas Dasar

Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen)

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Seluruh provinsi tumbuh positih, namun cenderung melambat, kecuali Provinsi Jambi dan Riau

Tabel 1.2

Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Atas Dasar

Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen).

Provinsi Pertumbuhan (%)

2011 2012 2013* 2014**

Aceh 3,28 3,85 2,83 1,65

Sumatera Utara 6,66 6,45 6,08 5,23

Sumatera Barat 6,34 6,31 6,02 5,85

Riau 5,57 3,76 2,49 2,62

Jambi 7,86 7,03 7,07 7,76

Sumatera Selatan 6,36 6,83 5,40 4,68

Bengkulu 6,85 6,83 6,08 5,49

Lampung 6,56 6,44 5,78 5,08

Kep. Bangka Belitung 6,90 5,50 5,22 4,68

Kepulauan Riau 7,01 6,87 7,38 6,21

P. SUMATERA 6,17 5,65 4,91 4,50

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Peran dan Struktur Ekonomi Sumatera. Kontribusi perekonomian Pulau Sumatera

terhadap pembentukan PDB nasional sebesar 23,89 persen atau terbesar kedua setelah

kontribusi Pulau Jawa+Bali, dengan kontribusi terbesar berasal dari Provinsi Sumatera Utara,

Riau, dan Sumatera Selatan. Sementara Kontribusi terbesar perekonomian Pulau Sumatera

sebagian besar disumbang dari sektor industri pengolahan, sektor pertanian, sektor

pertambangan dan penggalian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Keempat sektor

tersebut berkontribusi sekitar 70 persen.

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

2011 2012 2013* 2014**

Pe

rtu

mb

uh

an (%

)

11. Aceh 12. Sumatera Utara 13. Sumatera Barat

14. Riau 15. Jambi 16. Sumatera Selatan

17. Bengkulu 18. Lampung 19. Kep. Bangka Belitung

1-3

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1-2:

Peran Wilayah Sumatera terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen).

Peran Pulau Sumatera terhadap pembentukan PDB nasional sebesar besar 23,17 persen atau kedua terbesar setelah Pulau Jawa Bali

> 70 persen perekonomian Pulau Sumatera disumbang dari Provinsi Riau, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan.

Tabel 1.3

Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010-2014.

Provinsi ADHB (Rp. Miliar)

2010 2011 2012 2013* 2014**

Aceh 101.545 108.218 114.552 121.971 130.448

Sumatera Utara 331.085 377.037 417.120 470.222 523.772

Sumatera Barat 105.018 118.674 131.436 146.885 167.040

Riau 388.578 485.649 558.493 607.499 679.692

Jambi 90.618 103.523 115.070 132.020 153.857

Sumatera Selatan 194.013 226.667 253.265 281.997 308.407

Bengkulu 28.353 32.200 36.208 40.460 45.235

Lampung 150.561 170.047 187.349 204.403 231.008 Kep. Bangka Belitung 35.562 40.849 45.400 50.394 56.390

Kepulauan Riau 111.224 126.914 144.841 163.112 182.916

SUMATERA 1.536.557 1.789.778 2.003.734 2.218.962 2.478.765

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Pengangguran Terbuka, Perkembangan pengangguran terbuka di wilayah Sumatera

menunjukkan tren menurun selama periode 2010-2015. Jumlah Pengangguran Terbuka di

wilayah Sumatera pada tahun 2015 mencapai 1,36 juta jiwa atau sekitar 19,13 persen dari total

23,17

58,85

1,41 8,71

5,65 0,52

1,70

Kontribusi Nilai PDRB ADHB Pulau Terhadap PDB Nasional Tahun 2014, (%)

Sumatera

Jawa & Bali

Nusa Tenggara

Kalimantan

Sulawesi

Maluku

Papua

5,26

21,13

6,74 27,42

6,21

12,44

1,82

9,32 2,27 7,38

Kontribusi Nilai PDRB ADHB Provinsi Terhadap Pulau Sumatera Tahun 2014, (%)

11. Aceh

12. Sumatera Utara

13. Sumatera Barat

14. Riau

15. Jambi

16. Sumatera Selatan

17. Bengkulu

18. Lampung

19. Kep. Bangka Belitung

21. Kepulauan Riau

1-4

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

pengangguran di Indonesia, dengan pengurangan jumlah pengangguran dari tahun 2010-2015

sebanyak 287.509 jiwa dan sebagian besar terdapat di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan.

Sementara untuk kondisi Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,44 persen sedikit

meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan pengurangan rata-rata sebesar 0,30 persen

per tahun, namun kondisi TPT masih dibawah rata-rata TPT nasional (5,84%), dengan

pengurangan angka penganggurat sebesar 0,30 peren per tahun. Dominasi TPT di Pulau

Sumatera sebagian besar berada di perkotaan dengan kondisi terakhir (Februari, 2015) sebesar

9,99 persen, dan di perdesaan sebesar 4,21 persen.

Gambar 1.3

Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Sumatera Tahun 2010-2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Sumatera dibawah rata-rata nasional.

Tabel 1.4

Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Sumatera Tahun 2010-2015, (jiwa).

Provinsi

Jumlah Pengangguran (jiwa)

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Aceh 166.275 171050 164.407 177.828 146.670 174.706

Sumatera Utara 512.825 460.616 413.637 387.868 402.410 421.232

Sumatera Barat 172.084 162490 146.974 151.258 158.236 148.677

Riau 169.164 185.909 135.639 116.410 139.838 95.169

Jambi 60.055 58.797 56.614 45.947 39.265 46.237

Sumatera Selatan 237.118 228.084 219.778 214.375 154.467 202.219

Bengkulu 35.677 30.453 19.592 19.543 15.701 31.289

Lampung 223.486 201.483 201.271 197.702 204.823 139.509

Kep Bangka Belitung 23.324 19.716 17.143 21.855 17.142 23.174

Kepulauan Riau 50.729 58.883 52.283 60.666 46.947 81.016

P. Sumatera 1.650.737 1.577.481 1.427.338 1.393.452 1.325.499 1.363.228

Nasional 8.592.490 8.117.631 7.614.241 7.170.523 7.147.069 7.127.377

% terhadap Nasional 19,21 19,43 18,75 19,43 18,55 19,13

Sumber: BPS Tahun 2015

1.6

50

.73

7

1.5

77

.48

1

1.4

27

.33

8

1.3

93

.45

2

1.3

25

.49

9

1.3

63

.22

8

6,93

6,36

5,61 5,42 5,03

5,44

7,41

6,80 6,32

5,92 5,70 5,84

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

0

200.000

400.000

600.000

800.000

1.000.000

1.200.000

1.400.000

1.600.000

1.800.000

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Pe

nga

ngg

ura

n T

erb

uka

(jiw

a)

TPT

(%)

Pengangguran_jiwa ( Februari ) TPT_% ( Februari ) TPT Nasional_% (Februari)

1-5

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.4

Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Sumatera Tahun 2010-2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera terkonsentrasi di daerah Perkotaan.

Penyebaran TPT di Pulau Sumatera, TPT tertinggi di Provinsi Aceh, selanjutnya diikuti

Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, dan Kepulauan Riau. Sementara TPT terendah terdapat di

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, dan Jambi. Secara umum tingkat TPT seluruh

provinsi mengalami penurunan dari tahun 2010-2015, rata-rata pengurangan terbesar

mencapai 0,50 persen di Provinsi Lampung dan terrendah di Provinsi Kepulauan Riau yang

disebabkan tingginya TPT pada tahun 2015 di Kepulauan Riau mencapai 9,05 persen.

Perbandingan TPT di wilayah perdesaan dan perkotaan antarprovinsi menunjukkan dominasi di

perkotaan di setiap provinsi.TPT paling dominan di perkotaan terdapat di Provinsi Kepulauan

Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan Riau. Lihat Tabel 1.5.

Tabel 1.5

Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Sumatera

Tahun 2010-2015, (jiwa).

Provinsi Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Δ

2010-2015 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Aceh 8,6 8,27 7,88 8,38 6,75 7,73 0,17 Sumatera Utara 8,01 7,18 6,31 6,01 5,95 6,39 0,32 Sumatera Barat 7,57 7,14 6,25 6,33 6,32 5,99 0,42 Riau 7,21 7,17 5,17 4,13 4,99 6,72 0,10 Jambi 4,45 3,85 3,65 2,9 2,5 2,73 0,34 Sumatera Selatan 6,55 6,07 5,59 5,49 3,84 5,03 0,30 Bengkulu 4,06 3,41 2,14 2,12 1,62 3,21 0,17 Lampung 5,95 5,24 5,12 5,09 5,08 3,44 0,50 Kep Bangka Belitung 4,24 3,25 2,78 3,3 2,67 3,35 0,18 Kepulauan Riau 7,21 7,04 5,87 6,39 5,26 9,05 -0,37

P. Sumatera 6,93 6,36 5,61 5,42 5,03 5,44 0,30

Nasional 7,41 6,8 6,32 5,92 5,7 5,81 0,32

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

5,34

4,21 4,05 4,06 3,65

3,98

10,02 9,99

8,18 7,66

7,22 7,62

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

2010 2011 2012 2013 2014 2015

TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )

1-6

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.5

Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Sumatera, Tahun 2015, (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Perkembangan TPT Provinsi di Wilayah Sumatera rata-rata menurun, dan berada dibawah TPT nasional, kecuali Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat

Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan

di wilayah Sumatera pada tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok berpendidikan SMTA

(umum dan kejuruan) sebesar 48,78 persen, berikutnya berpendidikan SMTP dan <SD masing-

masing sebesar 19,81 persen, dan 18,68 persen. Namun, kondisi pendidikan pengangguran

terbuka tersebut masih lebik baik dibanding dengan rata-rata tingkat pendidikan pengangguran

terbuka nasional, Lihat Gambar 1.6 dan Tabel 1.5.

Gambar 1.6

Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Sumatera, 2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Tingkat pendidikan pengangguran terbuka sebagian besar tamatan SMA (umum dan kejuruan).

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )

0,79 5,53

11,77

16,16

31,25

17,53

5,87 11,09

P. Sumatera

Tidak/Belum Pernah Sekolah

Tidak/Belum Tamat SD

SD

SMP

SMA (Umum)

SMA (Kejuruan)

Diploma I/II/III

Universitas

1-7

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Pengangguran terbuka berdasarkan komposisi tingkat pendidikan tertinggi yang

ditamatkan antarprovinsi, sebagian besar berpendidikan SMTA, dengan persentase tertinggi

untuk SMTA (umum dan kejuruan) di Provinsi Kepulauan Riau dan terrendah di Provinsi

Bengkulu. Sementara Pengangguran terbuka dengan tingkat pendidikan SD dan tidak

tamat/tamat SD paling tinggi di Provinsi Lampung dan Kep. Bangka Belitung. Lihat Tabel 1.6.

Tabel 1.6

Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015.

Provinsi

Tidak/ Belum Pernah Sekolah

Tidak/ Belum Tamat

SD

Tamatan Tertinggi

Jumlah SD SMP

SMA (Umum)

SMA (Kejuruan)

Diploma I/II/III

Universitas

Aceh 0.35 4.18 9.31 16.83 39.03 7.12 7.62 15.57 100.00

Sumatera Utara 1.91 6.96 12.89 19.34 24.47 20.61 6.30 7.52 100.00

Sumatera Barat 0.26 6.05 9.74 13.79 23.57 21.70 6.32 18.57 100.00

Riau

7.08 9.11 11.61 37.97 13.04 8.98 12.20 100.00

Jambi

3.31 12.73 20.26 35.43 21.05 2.43 4.79 100.00

Sumatera Selatan 0.85 3.60 13.93 15.05 38.86 17.52 2.22 7.96 100.00

Bengkulu

10.72 7.00 20.00 16.97 14.96 30.35 100.00

Lampung

4.86 18.41 18.00 25.67 17.46 3.86 11.74 100.00

Bangka Belitung 3.78 14.06 9.47 15.83 19.41 25.83 3.78 7.83 100.00

Kepulauan Riau

3.24 5.25 14.63 43.25 23.28 3.02 7.32 100.00

P. Sumatera 0.79 5.53 11.77 16.16 31.25 17.53 5.87 11.09 100.00

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2015.

Kemiskinan. Perkembangan kemiskinan di wilayah Sumatera dalam kurun waktu

2010-2015 cenderung menurun, namun kondisi kemiskinan dibeberapa provinsi masih berada

di atas rata-rata kemiskinan nasional nasional, yaitu Provinsi Aceh sebesar 19,57 persen,

Bengkulu sebesar 17,50 persen, Lampung sebesar 16,93 persen, dan Sumatera Selatan sebesar

14,24 persen. Jumlah penduduk di Pulau Sumatera tahun 2015 (maret) mencapai 6.366,64 ribu

jiwa atau 22,27 persen (Tabel 1.7) dari total penduduk miskin di Indonesia atau menurun rata-

rata sebanyak 132,47 ribu jiwa per tahun dan sebagian besar terdapat di daerah perdesaan.

Gambar 1.7

Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015, (Maret).

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Jumlah penduduk miskin Pulau Sumatera tahun 2014 sebanyak 22,27 persen dari total penduduk miskin nasional

22,27

54,73

3,44 7,40

6,94

1,43 3,79

P. Sumatera

P. Jawa+Bali

P. Kalimantan

P. Sulawesi

P. Nusa Tenggara

P. Maluku

P. Papua

1-8

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1-8

Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Sumatera Tahun 2008-2015 (Maret).

Sumber : Susenas (Maret), BPS 2015

Penduduk miskin Pulau Sumatera sebagian besar berada di daerah perdesaan

Penyebaran penduduk miskin terbesar terdapat di Provinsi Sumatera Utara (22,99%)

dan Lampung (18,27%), dan jumlah penduduk miskin terrendah di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung sebesar 1,16 persen dan Kepulauan Riau 1,92 persen. Sementara untuk persentase

tingkat kemiskinan seluruh provinsi dari 2010-2014 menunjukan menurun, namun pada tahun

2015 cenderung mengalami peningkatan kecuali di Provinsi Aceh, Sumatera Barat, dan

Kepulauan Riau dengan persentase kemiskinan menurun. Sebanyak 5 provinsi dengan tingkat

kemiskinan berada diatas rata-rata nasional, dan kemiskinan tertinggi terdapat di Provinsi

Bengkulu dan Aceh.

Gambar 1.9

Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Sumatera, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen).

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Jumlah penduduk miskin di Pulau Sumatera terbesar di Provinsi Sumatera Utara.

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Jumlah PendudukMiskin ( Maret )

Jumlah PendudukMiskin Perkotaan( Maret )

Jumlah PendudukMiskin Perdesaan( Maret )

Aceh 13,38%

Sumatera Utara 22,99%

Sumatera Barat 5,96%

Riau 8,35%

Jambi 4,72%

Sumatera Selatan 17,99%

Bengkulu 5,25% Lampung

18,27%

Kep Bangka Belitung 1,16%

Kepulauan Riau 1,92%

1-9

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Tabel 1.7

Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera,

Tahun 2010-2015.

Provinsi Persentase Penduduk Miskin (%) ( Maret ) Δ

2010-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Aceh 23,53 21,8 20,98 19,57 19,00 17,6 18,05 17,08 0,91

Sumatera Utara 12,55 11,51 11,31 11,33 10,00 10,06 9,38 10,53 0,53

Sumatera Barat 10,67 9,54 9,5 9,04 8,00 8,14 7,41 7,31 0,54

Riau 10,63 9,48 8,65 8,47 8,00 7,72 8,12 8,42 0,42

Jambi 9,32 8,77 8,34 8,65 8,00 8,07 7,92 8,86 0,23

Sumatera Selatan 17,73 16,28 15,47 14,24 13,00 14,24 13,91 14,25 0,64

Bengkulu 20,64 18,59 18,3 17,5 17,00 18,34 17,48 17,88 0,53

Lampung 20,98 20,22 18,94 16,93 16,00 14,86 14,28 14,35 1,12

Kep Bangka Belitung 8,58 7,46 6,51 5,75 5,00 5,21 5,36 5,4 0,54

Kepulauan Riau 9,18 8,27 8,05 7,4 7,00 6,46 6,7 6,24 0,41

Nasional 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 11,25 11,22 0,70

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Tingkat kemiskinan provinsi menurun dari tahun 2008 hingga tahun 2015; Empat provinsi (Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, dan Aceh) dengan persen kemiskinan tertinggi

dan berada diatas kemiskinan nasional

Indek Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur

capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas

hidup. Pembangunan manusia menjadi aspek yang sangat penting dalam pembangunan suatu

daerah. Namun perekonomian suatu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi,

tetapi masalah pengangguran, kemiskinan juga tinggi. Berdasarkan model perhitungan IPM

baru, enam provinsi memiliki nilai IPM dibawah rata-rata IPM nasional. Sementara menurut

perkembangannya, dalam kurun waktu 2010-2014 IPM seluruh provinsi meningkat, dengan IPM

tertinggi di Provinsi Kepulauan Riau atau berada diurutan ke-4 secara nasional, dan terrendah

di Provinsi Lampung atau berada diurutan ke-26 secara nasional.

Gambar 1.10

Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pemabngunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

11 10 9 6

17

23 20

26

16

4 1

12 13

2

18

8 5

30 31 29

21 22

3

14

7

25

15

19

28

32

24 27

33 34

0

5

10

15

20

25

30

35

40

50,00

55,00

60,00

65,00

70,00

75,00

80,00

Ace

h

Sum

ut

Sum

bar

Ria

u

Jam

bi

Sum

sel

Ben

gku

lu

Lam

pu

ng

Bab

el

Kep

ri

DK

I Jak

arta

Jab

ar

Jate

ng

DIY

Jati

m

Ban

ten

Bal

i

NTB

NTT

Kal

bar

Kal

ten

g

Kal

sel

Kal

tim

Kal

tara

Sulu

t

Sult

eng

Suls

el

Sult

ra

Go

ron

talo

Sulb

ar

Mal

uku

Mal

ut

Pu

bar

Pap

ua

P. SUMATERA P. JAWA+BALI P.NUSTRA

P. KALIMANTAN P. SULAWESI P.MALUKU

P.PAPUA

IPM

Ran

kin

g

IPM_Provinsi IPM_Nasional Ranking 2014

1-10

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.11

Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010-2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Kualitas sumberdaya manusia di Sumatera menunjukan trend meningkat dari tahun 2010 – 2014,

6 provinsi dengan IPM dibawah IPM nasional;

1.2. DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA

Pendidikan. Perkembangan tingkat pendidikan di Pulau Sumatera selama 2008-2013

ditunjukan dengan indikator kinerja pendidikan, yang meliputi: Angka Rata-rata Lama Sekolah

(RLS), Angka Melek Huruf (AMH), Agka Partisipasi Sekolah (APS), dan tingkat ketersediaan

sarana dan prasaran pendidikan sebagai kinerja pelayanan pendidikan.

Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) provinsi di wilayah Sumatera selama

periode 2008-2013 cenderung menunjukkan peningkatan, sebanyak 7 provinsi memiliki RLS di

atas RLS nasional (7,9 tahun) dan 3 provinsi lainnya masih berada di bawah RLS nasional

(Provinsi Sumatera Selatan, Lampung, dan Kepulauan Bangka Belitung), dengan RLS tertinggi

2013 terdapat di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 9,1 tahun, dan terrendah Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung sebesar (7,73 tahun).

62,00

64,00

66,00

68,00

70,00

72,00

74,00

2010 2011 2012 2013 2014

IPM

Aceh

Sumut

Sumbar

Riau

Jambi

Sumsel

Bengkulu

Lampung

Babel

Kepri

Indonesia

1-11

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.12

Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Tiga provinsi yaitu Sumatera Barat, Lampung, dan Sumatera Selatan masih memiliki angka RLS di bawah rata-rata RLS nasional, yaitu Bangka Belitung, Lampung, dan Sumatera Selatan

Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) selama periode 2008-2013 rata-rata

meningkat, sebanyak 5 provinsi menunjukkan perubahan positif. Pada tahun 2013 seluruh

provinsi memiliki AMH di atas rata-rata nasional (94,14 %), dengan AMH tertinggi di Provinsi

Kepulauan Riau sebesar 98,48 persen, dan AMH terrendah di Provinsi Lampung yaitu 95,92

persen.

Gambar 1.13

Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Perkembangan AMH seluruh provinsi di Pulau Sumatera menunjukan perbaikan selama periode 2008-2013 dan rata-rata berada diatas AMH nasional

7,73

9,91

8,14

7

7,5

8

8,5

9

9,5

10

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat

Riau Jambi Sumatera Selatan

Bengkulu Lampung Kep Bangka Belitung

Kepulauan Riau Nasional

98,48

95,92

94,14

92

93

94

95

96

97

98

99

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Lampung

Kep BangkaBelitungKepulauan Riau

1-12

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) antarprovinsi di wilayah Sumatera

tahun 2008 dan 2013 (Tabel 1.8), untuk kelompok Usia 16-18 tahun rata-rata meningkat,

peningkatan terbesar terdapat di Provinsi Lampung (13,67%) dan Provinsi Bengkulu (11,86%);

untuk APS 19-24 tahun rata-rata meningkat di seluruh provinsi dengan peningakatn terbesar di

Provinsi Sumatera Barat mencapai 10,04 persen. Sementara untuk APS 7-12 tahun meningkat

diseluruh provinsi kecuali di Provinsi Riau menurun sebesar -1,73 persen, APS 7-12 tahun

tertinggi di Provinsi Aceh yaitu sebesar 99,66 persen dan terrendah di Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung (98,12%).

Tabel 1.8

Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2008 dan 2013.

Provinsi 2008** 2013 Δ2008-2013

7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24

Aceh 99,03 94,15 72,73 23,13 99,66 95,20 74,60 29,45 0,63 1,06 1,87 6,32

Sumatera Utara 98,66 91,10 65,87 14,60 99,04 92,01 71,18 21,91 0,38 0,91 5,31 7,31

Sumatera Barat 98,07 88,70 65,73 21,22 98,81 92,22 74,07 31,26 0,74 3,52 8,34 10,04

R i a u 98,36 91,83 64,11 13,77 98,59 90,10 69,36 21,70 0,22 -1,73 5,24 7,93

Kepulauan Riau 98,31 91,10 64,62 10,99 98,61 96,25 69,36 13,29 0,30 5,15 4,74 2,29

Jambi 97,59 84,78 55,72 12,77 98,78 91,53 63,51 19,89 1,19 6,75 7,79 7,12

Sumatera Selatan 97,88 84,55 54,27 12,30 98,52 89,17 60,08 13,88 0,64 4,62 5,81 1,58

Kep Bangka Belitung 96,76 79,71 47,31 8,75 98,12 83,86 55,23 8,93 1,36 4,15 7,91 0,18

Bengkulu 98,38 87,42 58,64 16,07 99,47 92,81 70,51 24,04 1,09 5,39 11,86 7,97

Lampung 98,26 85,10 50,69 9,06 99,03 90,99 64,36 16,32 0,78 5,88 13,67 7,26

INDONESIA 97,88 84,89 55,50 13,29 98,36 90,68 63,48 19,97 0,48 5,79 7,98 6,68

Sumber: BPS, Tahun 2013.

Akses masyarakat terhadap pendidikan untuk jenjang SD, SMP, SMA dan Perguruan

Tinggi masih rendah, hal ini ditunjukan masih dibeberapa provinsi jarak untuk mengakses

jenjang pendidikan tertentu masih jauh atau berada diatas rata-rata nasional. Seperti yang

disajikan pada Tabel 1.8, menunjukan sebanyak 5 provinsi masih berada diatas rata-rata

nasional dan akses terjauh di Provinsi Kepulauan Riau yaitu 5,63 km. Untuk jenjang pendidikan

SMP/MTs sebanyak 6 provinsi dengan akses pendidikan diatas rata-rata nasional, akses paling

jauh di Provinsi Sumatera Utara yaitu 6,44 km. Untuk jenjang pendidikan SMA/MA 7 provinsi

masih diatas rata-rata nasional, akses paling jauh di Provinsi Sumatera Barat 8,89 km, dan untuk

jenjang Perguruan Tinggi akses paling jauh di Provinsi Sumatera Utara yaitu 18,19 km.

Tabel 1.9

Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau

Sumatera Tahun 2012.

Provinsi Jenjang Pendidikan

SD/MI SMP/MTs SM/MA PT

Aceh 2,68 5,56 7,23 14,4 Sumatera Utara 2,99 6,44 8,89 18,19 Sumatera Barat 3,01 6,08 8,95 15,83 Riau 2,49 4,3 6,14 11,32 Kepulauan Riau 4,63 5,01 7,55 14,04 Jambi 2,1 5,71 7,75 18,9 Sumatera Selatan 1,94 3,6 5,16 15,77 Kep. Bangka Belitung 2,07 5,53 8,59 15,7 Bengkulu 1,81 3,56 7,99 14,44 Lampung 1,76 3,75 6,87 17,15

RATA-RATA NASIONAL 2,09 4,46 6,98 13,91

Sumber : Statistik Pendidikan 2012, BPS

1-13

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Kondisi pendidikan menurut rasio murid terhadap sekolah, perkembangan rasio murid

terhadap sekolah untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA secara umum mengalami

peningkatan (Tabel 1.10). Hal ini menunjukan bahwa kesempatan penduduk untuk akses

pendidikan semakin meningkat. Rasio murid terhadap jumlah sekolah untuk jenjang SD paling

baik terdapat di Provinsi Aceh, jenjang SMP paling baik di Provinsi Jambi, dan jenjang SMA

paling baik di Lampung.

Tabel 1.10

Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan

Jenjang Pendidikan di Pulau Sumatera Tahun 2011 dan 2014.

Provinsi

Rasio Murid/sekolah

SD SMP SMA

2011 2014 2011 2014 2011 2014

Aceh 171,21 155,84 231,60 204,17 328,88 288,21

Sumatera Utara 194,32 184,46 263,33 242,05 318,72 330,53

Sumatera Barat 165,94 160,35 274,93 250,45 378,31 365,32

Riau 205,43 194,21 194,89 198,95 267,12 264,53

Jambi 171,31 160,16 178,75 175,90 239,75 241,61

Sumatera Selatan 203,40 191,44 231,36 235,01 318,39 358,43

Bengkulu 178,97 167,21 217,07 198,56 336,00 326,37

Lampung 212,46 197,68 223,69 216,15 264,55 246,21

Kep Bangka Belitung 184,13 188,95 228,48 264,01 341,06 327,64

Kepulauan Riau 201,23 196,79 201,16 214,05 252,98 288,73

Nasional 181,08 173,27 264,74 242,07 328,83 305,50

Sumber: BPS, Tahun 2014

Perkembangan jumlah rasio murid terhadap jumlah guru untuk jenjang pendidikan SD,

SMP, dan SMA rata-rata mengalami perbaikan. Rasio jumlah murid dan guru untuk jenjang

pendidikan SD dan SMP paling baik di Provinsi Aceh, sementara untuk jenjang pendidikan SMA

paling baik di Provinsi Sumatera Barat dan Aceh.

Tabel 1.11

Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang

Pendidikan di Pulau Sumatera Tahun 2011 dan 2014.

Provinsi

Rasio murid/guru

SD SMP SMA

2011 2014 2011 2014 2011 2014

Aceh 12,03 11,61 11,60 10,13 12,69 12,63

Sumatera Utara 17,54 18,43 15,14 14,87 17,10 20,01

Sumatera Barat 16,53 15,64 11,95 11,19 12,03 12,04

Riau 16,15 15,76 12,96 12,52 13,56 13,62

Jambi 15,67 15,70 12,15 12,06 13,68 13,95

Sumatera Selatan 16,72 17,68 14,29 13,80 16,55 15,08

Bengkulu 15,75 16,18 12,62 12,62 13,61 15,30

Lampung 17,65 18,20 14,63 12,65 14,63 13,16

Kep Bangka Belitung 18,18 18,33 16,59 18,08 17,65 15,45

Kepulauan Riau 16,40 16,13 16,46 15,61 14,67 16,62

Nasional 17,42 16,53 15,06 14,53 16,19 16,06

Sumber: BPS, Tahun 2014

1-14

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Kesehatan. Perkembangan derajat kesehatan penduduk antarprovinsi di wilayah

Sumatera selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh

menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKBA), dan meningkatnya

Umur Harapan Hidup (UHH). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi

kesehatan secara nasional yang cenderung terus membaik.

Angka Kematian Bayi, Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

2014, Angka Kematian Bayi (AKB) antarprovinsi di wilayah Sumatera, sebagian besar provinsi

memiliki AKB di atas rata-rata AKB nasional (26,6 kematian per 1.000 kelahiran hidup). AKB

tertinggi di Provinsi Sumatera Utara sebesar 32,8 persen kematian per 1.000 kelahiran hidup

dan terendah di Provinsi Riau sebesar 23,33 kematian per 1.000 kelahiran hidup.

Gambar 1.14

Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2010-2014.

Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi

Perkembangan Angka Kematian Bayi di Pulau Sumatera menurun, namun 7 provinsi memiliki AKBmasih berada diatas rata-rata nasional

Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan indikator gizi buruk pada balita, merupakan

gangguan pertumbuhan bayi yang terjadi sejak usia dini (4 bulan) yang ditandai dengan

rendahnya berat badan dan tinggi badan, dan terus berlanjut sampai usia balita. Hal tersebut

terutama disebabkan rendahnya status gizi ibu hamil. Perkembangan gizi buruk pada balita

tahun 2014 di seluruh provinsi pada cenderung menurun, kecuali di Provinsi Riau, Sumatera

Selatan, Kepulauan Riau meningkat. Berdasarkan perbandingan status gizi balita antarprovinsi

di wilayah Sumatera pada tahun 2014, balita gizi buruk tertinggi terdapat di Provinsi Sumatera

Utara dan terrendah di Provinsi Riau. Lihat Gambar 1.15.

35,5

32,8

25,5

23,3

29,3

26,6

20

22

24

26

28

30

32

34

36

38

2010 2011 2012 2013 2014

AK

B (

%)

Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Lampung

Kep Bangka Belitung

Kepulauan Riau

Nasional

1-15

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.15

Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2010-2014, (jiwa).

Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi)

Provinsi dengan Gizi buruk tertinggi yaitu Sumatera Utara dan Sumatera Barat

Umur Harapan Hidup, berdasarkan estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) antarprovinsi

di wilayah Sumatera selama periode 2008-2013 menunjukkan peningkatan, sejalan dengan

perkembangan UHH secara nasional. Estimasi UHH antarprovinsi di wilayah Sumatera tahun

2013 sebanyak 5 provinsi telah berada di atas UHH nasional, Provinsi dengan UHH tertinggi

berada di Kepulauan Riau sebesar 71,73 tahun, dan terrendah di Provinsi Aceh sebesar 69,4

tahun. Lihat Gambar 1.16.

Gambar 1.16

Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Lima provinsi yaitu Jambi, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Kep. Bangka Belitung, dan Aceh dengan kondisi UHH dibawah nasional.

Indikator kesehatan lainnya yang menggambarkan kinerja dari pelayanan kesehatan

bagi masyarakat adalah kondisi kesehatan ibu dan bayi yang berkaitan dengan proses melahirkan. Kondisi ini dapat ditunjukkan melalui data persentase kelahiran balita menurut

3.088

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

2011 2012 2013 2014

69,4

71,73

70,07

68

68,5

69

69,5

70

70,5

71

71,5

72

2008 2009 2010 2011 2012 2013Aceh Sumatera Utara Sumatera BaratRiau Jambi Sumatera SelatanBengkulu Lampung Kep Bangka BelitungKepulauan Riau Nasional

1-16

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

penolong kelahiran terakhir. Pada tahun 2012, persentase penolong persalinan terakhir oleh tenaga medis antarprovinsi di wilayah Sumatera, hampir seluruhnya berada di atas angka nasional (79,82 persen), kecuali di Provinsi Jambi yang baru mencapai 78,87 persen (Tabel 1.17).

Gambar 1.17

Persentase Kelahiran Balita menurut Penolong Kelahiran Terakhir Per Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2012.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)

Tiga provinsi dengan persentase kelahiran yang di tolong tenaga medis masih dibawah rata-rata nasional

Jumlah kasus AIDs di Pulau Sumatera tahun 2013, Provinsi Riau menempati urutan

pertama yaitu sebanyak 163 kasus, selanjutnya dikuti Provinsi Sumatera Barat sebanyak 150

kasus, dan Provinsi Lampung sebanyak 94 kasus.

Gambar 1.18

Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera, Tahun 2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Kasus AIDs tertinggi terdapat di Aceh dan Sumatera Barat dan Riau

78,87

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

Tenaga Medis Provinsi_2012 Non Tenaga Medis Provinsi_2012Tenaga Medis Nasional_2012

47

0

150 163

79

0 5

94

59

7

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180Kasus Baru AID

1-17

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.19

Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)

Tiga provinsi yaitu Riau, Jambi, dan Lampung memiliki persentae kelahiran yang di tolong tenaga medis masih dibawah rata-rata nasional

Perumahan, Tempat tinggal memiliki peran strategis dalam membentuk watak dan

kepribadian bangsa. Hal ini merupakan salah satu upaya membangun manusia Indonesia yang

berjati diri, mandiri, dan produktif. Sehingga kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan

dasar setiap manusia, yang akan terus berkembang sesuai dengan tahapan dan siklus kehidupan.

Perumahan yang layak huni harus dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum,

diantaranya adalah penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon,

jalan, dan infrastruktur lainnya.

Berdasarkan lokasi permukiman di Pulau Sumatera, beberapa provinsi masih banyak

desa dengan lokasi permukiman pada lokasi yang membahayakan, dan tidak nyaman. Pada tahun

2014 tercatat total jumlah desa dengan kondisi permukiman kumuh sebanyak 892 desa, dengan

penyebaran terbanyak di Provinsi Sumatera Utara yaitu 269 desa dan Sumatera Selatan sebanyak

175 desa. Sementara total jumlah desa dengan lokasi permukiman Bawah Saluran Udara

Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) tercatat sebanyak 249 desa, dengan penyebaran terbesar di

Provinsi Aceh sebanyak 123 desa, dan lokasi permukiman di bantaran sungai sebanyak 6.210

desa dengan penyebaran terbanyak di Provinsi Sumatera Selatan 1.285 desa dan Sumatera Utara

sebanyak 1.019 desa.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

%

Sangat Pendek (%) Pendek (%) Normal (%)

1-18

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.20

Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Sumatera Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman kumuh terbesar di Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera Selatan

Gambar 1.21

Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Sumatera Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman dibantaran Sungai terbesar di Provinsi Sumatera Selatan dan Sumatera Utara

Gambar 1.22

Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Sumatera Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman dibawah SUTET terbesar di Provinsi Aceh dan Jambi Utara

28

269

72 92

42

175

24

105

19

66

0

50

100

150

200

250

300

Pemukiman Kumuh

913 1.019

491 639

843

1.285

437 473

33 77

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400 Bantaran / Tepi Sungai

123

13 2

25

47 37

2 0

20

40

60

80

100

120

140

Bawah Sutet

1-19

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Perkembangan jumlah rumah tangga dengan jenis lantai terluas secara umum sudah

menggunakan lantai bukan tanah (Tabel 1.12). Perkembangan persentase rumah tangga dengan

lantai bukan tanah terus meningkat dari tahun 2010-2013, dan rata-rata berada diatas angka

nasional. Sementara untuk kategori luas lantai, persentase rumah tangga terbesar memiliki luas

lantai 20-49 m2 dan 50-99 m2, sementara untuk luas lantai > 100 m2 relatif kecil (Tabel 1. 13).

Tabel 1.12

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Sumatera Tahun 2010-2013.

PROVINSI Bukan Tanah (%) Tanah (%)

2010 2011 2012 2013 2010 2011 2012 2013

Aceh 91,19 93,42 93,55 93,33 8,81 6,58 6,45 6,67

Sumatera Utara 95,21 96,66 96,75 97,12 4,79 3,34 3,25 2,88

Sumatera Barat 97,13 98,04 98,96 98,23 2,87 1,96 1,04 1,77

Riau 95,93 98,06 98,26 98,56 4,07 1,94 1,74 1,44

Jambi 94,01 96,45 97,96 97,74 5,99 3,55 2,04 2,26

Sumatera Selatan 89,49 93,77 96,25 95,06 10,51 6,23 3,75 4,94

Bengkulu 93,72 94,83 97,19 95,93 6,28 5,17 2,81 4,07

Lampung 83,40 87,40 88,93 88,86 16,60 12,60 11,07 11,14

Kep. Bangka Belitung 97,81 98,85 99,54 99,25 2,19 1,15 0,46 0,75

Kep. Riau 97,69 99,49 99,68 99,62 2,31 0,51 0,32 0,38

Rata-rata Nasional 88,50 90,79 91,45 91,15 11,50 9,21 8,55 8,85

Sumber: BPS, Tahun 2014

Tabel 1.13

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Sumatera Tahun 2014.

Provinsi Luas Lantai (m2) (Persen)

<19 20-49 50-99 100-149 150+ Total

Aceh 2,89 47,53 37,52 7,93 4,13 100

Sumatera Utara 2,74 36,6 45,06 10,21 5,4 100

Sumatera Barat 3,73 33,31 45,82 11,32 5,82 100

Riau 1,93 39,69 42,39 11,21 4,78 100

Jambi 1,32 33,41 49,08 12,1 4,1 100

Sumatera Selatan 3,94 42,87 41,02 7,91 4,26 100

Bengkulu 4,24 41,85 41,9 7,78 4,23 100

Lampung 1,37 23,12 57,26 12,98 5,28 100

Kep. Bangka Belitung 1,48 29,43 51,19 13,97 3,92 100

Kep. Riau 8,88 34,89 44,12 7,13 4,98 100

Rata-rata Nasional 5,04 31,03 44,98 12,24 6,71 100

Sumber: BPS, Tahun 2014

Persentase jumlah rumah tangga menurut penerangan listrik PLN, secara umum jumlah

persentase rumah tangga di perkotaan dan perdesaan masih berada dibawah rata-rata nasional,

kecuali di Provinsi Sumatera Utara (Tabel 1.14). Selama periode 2009-2013 persentase jumlah

rumah tangga dengan penerangan listrik PLN meningkat.

1-20

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Tabel 1.14

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber

Penerangan Listrik PLN di Pulau Sumatera Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

2009 2013

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perdesaan Perdesaan

Aceh 96,71 86,27 89,19 98,78 95,17 96,19

Sumatera Utara 97,13 84,49 90,30 99,16 87,87 93,37

Sumatera Barat 96,41 80,72 86,15 97,42 86,72 90,86

Riau 87,75 46,03 66,86 95,18 52,85 69,19

Jambi 85,05 62,21 69,44 96,39 81,77 86,07

Sumatera Selatan 96,80 64,61 76,60 98,46 80,09 86,37

Bengkulu 96,69 66,57 77,07 98,95 85,32 89,43

Lampung 93,74 69,04 75,45 99,12 84,18 87,83

Kep.Bangka Belitung 92,38 60,76 75,95 97,44 86,57 91,85

Kep. Riau 88,49 22,86 57,69 95,26 55,63 88,89

Rata-rata Nasional 97,05 81,99 89,29 99,11 87,27 93,17

Sumber: BPS, Tahun 2014

Sementara untuk perkembangan persentase jumla rumah tangga dengan sanitasi layak

dan air minum layak meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 1.15), namun masih banyak

jumlah rumah yang berada dibawah rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Sumatera Utara,

Riau, Kepulauan Bangka Belitung dan Kepulauan Riau.

Persentase jumlah rumah tangga menurut sumber air minum layak, secara umum

persentase rumah tangga tahun 2013 di perkotaan dan perdesaan meningkat dari tahun 2009,

dengan persentase terbesar di daerah perkotaan (Tabel 1.15). Namun jika dibandingkan

terhadap rata-rata nasional 7 provinsi masih dibawah rata-rata nasional. Persentase rumah

tangga terbesar di Provinsi Riau (74,36%) dan terrendah di Provinsi Bengkulu (36,82%).

Sementara untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak

meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 1.16), namun sebagian besar masih dibawah rata-rata

nasional, kecuali di Provinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Bangka Belitung dan Kepulauan

Riau. Persentase terbesar untuk rumah tangga dengan sanitasi layak terdapat di Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung (77,95%) dan terrendah di Provinsi Bengkulu (32,37%).

Tabel 1.15:

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Sumatera Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

2009 2013

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perdesaan Perdesaan

Aceh 34,19 29,2 30,6 87,41 52,73 62,41

Sumatera Utara 62,45 41,33 51,04 82,25 54,38 67,81

Sumatera Barat 58,14 40,53 46,62 80,94 58,03 66,69

Riau 35,83 46,08 40,96 91,1 63,68 74,36

Jambi 63,59 45,44 51,19 79,48 52,06 60,57

Sumatera Selatan 59,66 41,91 48,53 73,22 48,57 56,9

Bengkulu 43,15 27,60 33,02 59,66 27,04 36,82

Lampung 37,71 41,20 40,29 71,81 48,42 54,16

Kepulauan Bangka Belitung 34,31 39,18 36,84 74,76 55,96 64,98

Kepulauan Riau 36,22 39,46 37,74 82,11 26,01 73,57

Rata-rata Nasional 49,82 45,72 47,71 79,34 56,17 67,73

Sumber: BPS, Tahun 2014

1-21

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Tabel 1.16

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Sumatera Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi (%)

2009 2010 2011 2012 2013

Aceh 42,03 45,17 50,1 52,53 53,47

Sumatera Utara 51,92 57,1 56,47 59,7 61,92

Sumatera Barat 39,21 44,26 44,67 44,36 46,13

Riau 52,75 54,27 53,29 58,38 63,44

Jambi 40,93 51,98 50,65 50,13 58,53

Sumatera Selatan 41,48 44,36 47,36 53,59 51,66

Bengkulu 34,66 41,64 39,22 35,93 32,37

Lampung 38,43 43,85 44,33 43,72 45,86

Kep Bangka Belitung 60,66 65,06 67,64 75,4 77,95

Kepulauan Riau 45,78 72,37 73,01 69,2 71,35

Rata-rata Nasional 51,19 55,53 55,6 57,35 60,91

Sumber: BPS, Tahun 2014

1.3. DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

1.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan

Tanaman Pangan. Pulau Sumatera merupakan lumbung padi terbesar kedua setelah

Pulau Jawa+Bali, produksi padi tahun 2015 mecapai 18.429.856 ton atau sekitar 24 persen dari

total produksi nasional, dengan produktivitas 4,96 ton/ha (lebih rendah dari produktivitas padi

nasional). Perkembangan produksi padi di Pulau Sumatera rata-rata meningkat 5,13 persen per

tahun (dalam periode 2007-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata 2,7 persen per

tahun. Produksi padi terbesar di Provinsi Sumatera Selatan mencapai 4,1 juta ton atau 22,27

persen dari produksi padi Pulau Sumatera.

Gambar 1.23

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2006-2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Produktivitas padi Pulau Sumatera rata-rata masih di bawah produktivitas padi nasional

11

.81

6.7

88

12

.82

0.7

72

13

.59

7.4

23

14

.69

6.4

57

15

.20

0.4

46

15

.40

7.5

91

16

.00

4.8

37

16

.60

1.0

34

16

.46

7.8

66

18

.42

9.8

56

5,28

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

-

2.000.000

4.000.000

6.000.000

8.000.000

10.000.000

12.000.000

14.000.000

16.000.000

18.000.000

20.000.000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Produksi Tanaman PadiProduktivitas (ton/ha)_SumateraProduktivitas (ton/ha)_Nasional

1-22

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.24

Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2015.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Perkembangan tanaman pangan Jagung, produksi padi tahun 2015 mecapai 4.465.688

ton atau sekitar 21,61 persen dari total produksi jagung nasional, dengan produktivitas 5,56

ton/ha (lebih rendah dari produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi jagung di Pulau

Sumatera rata-rata meningkat 922.377 ton per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan

peningkatan luas panen rata-rata 5,277 ha per tahun. Produksi jagung terbesar di Provinsi

Lampung mencapai 1,7 juta ton.

Gambar 1.25

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2006-2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Produktivitas jagung Pulau Sumatera rata-rata lbih tinggi dari rata-rata produktivitas jagung nasional

24,39

52,09

4,19

7,03

11,71

0,25 0,34

Produksi Padi menurut Pulau (%)

P. SUMATERA

P.JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

KEP. MALUKU

P. PAPUA

11,65

20,71

14,27

2,22 4,27

22,27

3,50 20,95

0,15

0,01

Produksi Padi menurut Provinsi di Pulau Sumatera (%)

Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Lampung

Babel

Kepri

2.3

89

.20

1

1.9

80

.85

8

3.6

71

.75

0

4.0

80

.92

8

4.3

00

.33

7

4.0

26

.80

2

4.0

45

.68

9

3.9

85

.30

8

4.0

25

.27

3

4.4

65

.68

8

5,17

0

500000

1000000

1500000

2000000

2500000

3000000

3500000

4000000

4500000

5000000

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produktivitas Produksi (ton)

Produksi (ton) Produktivitas P. Sumatera

Produktivitas Nasional

1-23

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.26

Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Pengahsil jagung terbesar di Pulau Sumatera yaitu di Provinsi Lampung, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Produksi kedelai tahun 2015 mecapai 118.591 ton atau sekitar 11,87 persen dari total

produksi kedelai nasional, dengan produktivitas 1,37 ton/ha (lebih rendah dari produktivitas

padi nasional). Perkembangan produksi kedelai di Pulau Sumatera rata-rata meningkat 50.791

ton per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata 7.277 ha

persen per tahun. Produksi kedelai terbesar di Provinsi Aceh mencapai 55,078 ton atau 56,99

persen dari produksi kedelai Pulau Sumatera.

Gambar 1.27

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2006-2014.

Sumber: Badan Pusat Statistik 2014

Produktivitas kedelai Pulau Sumatera rata-rata masih di bawah produktivitas kedelai nasional

21,61

52,89

8,50

1,49

15,30

0,17 0,04

Produksi (Ton)

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

4,59

32,31

15,40

0,55 1,01

4,64 2,17

39,29

0,02 0,02

Produksi (Ton) ACEH

SUMATERA UTARA

SUMATERA BARAT

RIAU

JAMBI

SUMATERASELATANBENGKULU

LAMPUNG

KEP. BANGKABELITUNGKEP. RIAU

50

.34

6

39

.25

2

83

.95

8

13

0.5

30

97

.53

6

10

4.2

85

88

.14

9

68

.87

2

11

1.1

63

11

8.5

91

1,56

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

140.000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Produksi (ton) Produktivitas_Sumatera Produktivitas_Nasional

1-24

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.28

Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Penghasil kedelai terbesar di Pulau Sumatera yaitu di Provinsi Aceh, Lampung, dan Sumatera

Selatan

Tabel 1.17

Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di

Pulau Sumatera Tahun 2015.

Provinsi Padi Jagung Kedelai

LPn (ha) P (ton) PT

(ton/ha) LPn (ha) P (ton)

PT (ton/ha)

LPn (ha) P (ton) PT

(ton/ha)

Aceh 432.238 2.146.644 4,97 47.731 205.173 4,30 35.959 54.078 1,50 Sumatera Utara 748.863 3.816.655 5,10 243.048 1.442.697 5,94 6.291 7.281 1,16 Sumatera Barat 517.793 2.629.306 5,08 101.249 687.904 6,79 640 630 0,98 Riau 112.239 409.644 3,65 10.247 24.697 2,41 2.347 2.755 1,17 Jambi 174.782 786.948 4,50 7.944 45.024 5,67 8.230 11.101 1,35 Sumatera Selatan 837.591 4.105.203 4,90 31.998 207.231 6,48 8.504 14.089 1,66 Bengkulu 136.062 644.646 4,74 19.506 96.828 4,96 11.721 12.756 1,09 Lampung 741.930 3.861.516 5,20 341.172 1.754.624 5,14 12.946 15.884 1,23 Kep. Babel 12.484 27.890 2,23 241 828 3,44 - -

Kep. Riau 385 1.404 3,65 290 682 2,35 16 17 1,06

P. SUMATERA 3.714.367 18.429.856 4,96 803.426 4.465.688 5,56 86.654 118.591 1,37

% NASIONAL 25,96 24,39 5,28 20,10 21,61 5,17 13,53 11,87 1,56

Sumber: BPS, Tahun 2014

Tanaman Perkebunan. Pulau Sumatera merupakan penghasil terbesar tanaman

perkebunan di Indonesia, dengan komoditas utamanya adalah kelapa sawit, karet, dan kakao

(Tabel 1.18). Produksi kelapa sawit Pulau Sumatera tahun 2014 sebesar 20.297,1 ribu ton atau

69,17 persen dari produksi kelapa sawit nasional meningkat dibandingkan produksi tahun 2012,

selain kelapa sawit, komoditas lainnya adalah karet dengan produksi mencapai 2.327,1 ribu ton

atau sekitar 73,80 persen dari total produksi karet nasional, dan kopi sebesar 493,2 ribu ton

atau 71,99 persen dari produksi kopi nasional.

11,64

66,00

10,46

1,54

9,70

0,14 0,52

Produksi (Ton)

P. Sumatera

P. Jawa+Bali

P. Nusa Tenggara

P. Kalimantan

P. Sulawesi

Kep. Maluku

P. Papua

56,99

5,13 0,82

2,10

6,12

11,29

5,14

12,39

0,00 0,02

Produksi (Ton) ACEH

SUMATERA UTARA

SUMATERA BARAT

RIAU

JAMBI

SUMATERA SELATAN

BENGKULU

LAMPUNG

KEP. BABEL

KEP. RIAU

1-25

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Tabel 1.18

Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2012 dan 2014.

Komoditas

P. Sumatera (ribu ton) Nasional (ribu ton) P. Sumatera (%)

2012 2014 2012 2014 2012 2014

Kelapa Sawit 17.933,70 20.297,10 26.015,50 29.344,50 68,93 69,17

Kelapa 1.028,70 960,8 2.938,40 3.031,30 35,01 31,69

Karet 2.183,00 2.327,10 3.012,30 3.153,20 72,47 73,8

Kopi 492,7 493,2 691,2 685,1 71,28 71,99

Kakao 139,9 154,6 740,5 709,3 18,89 21,79

Tebu 875,9 897,7 2.592,60 2.575,40 33,79 34,86

Teh 22,6 22,2 143,4 142,7 15,73 15,52

Tembakau 5,9 6,6 260,8 166,3 2,25 3,95

Sumber: BPS Tahun 2014.

Sementara penghasil kelapa sawit terbesar di Pulau Sumatera terdapat di Provinsi Riau

dengan produksi 7.037,64 ribu ton atau 34,67 persen dari total produksi sawit di Sumatera,

produksi karet terbesar di Provinsi Sumatera Selatan, produksi kopi di Provinsi Sumatera

Selatan dan Lampung, dan produksi kakao di Provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara

(Tabel 1.19).

Tabel 1.19

Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Sumatera menurut Provinsi Tahun 2014.

Provinsi Kelapa Sawit Kelapa Karet Kopi Kakao

(ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%)

Aceh 853,86 4,21 55,71 5,80 73,21 3,15 54,90 11,13 27,54 17,82

Sumatera Utara 4.753,49 23,42 87,59 9,12 444,54 19,10 59,98 12,16 33,39 21,60

Sumatera Barat 1.082,82 5,33 87,35 9,09 116,42 5,00 30,93 6,27 57,67 37,31

Riau 7.037,64 34,67 418,25 43,53 315,79 13,57 1,85 0,38 3,62 2,34

Jambi 1.857,26 9,15 114,35 11,90 260,30 11,19 12,91 2,62 0,50 0,32

Sumatera Selatan 2.852,99 14,06 61,58 6,41 900,77 38,71 144,88 29,37 2,77 1,79

Bengkulu 833,41 4,11 8,38 0,87 91,10 3,91 56,24 11,40 4,30 2,78

Lampung 447,98 2,21 109,16 11,36 65,66 2,82 131,52 26,67 24,63 15,93

Kep.Bangka Belitung 538,72 2,65 6,60 0,69 39,59 1,70 0,00 0,00 0,15 0,10

Kep. Riau 38,94 0,19 11,78 1,23 19,67 0,85 0,00 0,00 0,00 0,00

P. SUMATERA 20.297,1 100,00 960,75 100,00 2.327,05 100,00 493,21 100,00 154,57 100,00

Sumber: BPS, Tahun 2014

Peternakan. Populasi ternak besar di Pulau Sumatera terbesar adalah kambing dengan

jumlah populasi tahun 2013 mencapai 4.199.903 ekor, selanjutnya diikuti sapi, dan babi dengan

populasi masing-masing 3.131.862 ekor dan 2.023.521 ekor. Sementara untuk jenis ternak

unggas populasi terbesar adalah jenis ayam ras pedaging, dengan populasi tahun 2013 sebesar

197.266.364 ekor.

1-26

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.29

Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam ekor).

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

Populasi terbesar untuk ternak besar adalah kambing, sapi dan babi

Tabel 1.20

Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013.

Provinsi Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi

Aceh 531.033 169.945 615.220 168.466 2.331 4.341 Sumatera Utara 626.892 139.701 805.065 409.375 3.138 947.414 Sumatera Barat 374.275 117.905 267.655 6.241 2.234 49.822 Riau 197.612 42.383 214.707 4.769 - 61.593 Jambi 151.612 57.634 501.656 77.746 215 71.625 Sumatera Selatan 277.165 36.191 370.510 35.986 377 29.924 Bengkulu 112.071 22.325 303.117 5.169 29 11.228 Lampung 834.377 33.987 1.089.176 93.256 243 67.920

Kep. Bangka Belitung 9.385 273 9.228 127 26 497.498 Kepulauan Riau 17.440 10 23.569 - - 282.156

P. SUMATERA 3.131.862 620.354 4.199.903 801.135 8.593 2.023.521

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

Gambar 1.30

Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam ekor).

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013.

Populasi terbesar untuk unggas didominasi oleh jenis ayam ras pedaging.

0

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

3.000.000

3.500.000

4.000.000

4.500.000

2009 2010 2011 2012 2013*)

Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi

0

50.000.000

100.000.000

150.000.000

200.000.000

250.000.000

2009 2010 2011 2012 2013*)

Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik

1-27

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Tabel 1.21

Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (ribu ekor).

Provinsi Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik

Populasi Populasi Populasi

Aceh 3.185.354 289.446 2.400.574

Sumatera Utara 44.790.497 12.455.592 2.848.329

Sumatera Barat 18.137.208 8.455.808 1.249.316

Riau 39.883.405 141.033 357.148

Jambi 12.368.640 803.263 1.324.464

Sumatera Selatan 23.038.246 6.336.878 1.442.855

Bengkulu 6.796.947 75.974 137.468

Lampung 27.963.200 8.724.286 642.761

Bangka Belitung 13.745.408 77.627 34.573

Kepulauan Riau 7.357.459 597.574 117.982

P. SUMATERA 197.266.364 37.957.481 10.555.470

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

Penyebaran populasi ayam ras pedaging terbesar terdapat di Provinsi Sumatera Utara, Riau, Lampung, dan

Sumatera Selatan. Sementara untuk jenis ayam ras petelur di Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Barat,

dan Lampung.

1.3.2. Pengembangan Sektor Energi

Perkembangan produksi energy listrik PLN selama periode 2010-2013 mengalami

peningkatan produksi setiap tahunnya, produksi energi listrik tahun 2013 tercatat sebesar

33.244,63 MGh meningkat sebesar 7,70 persen dari tahun sebelumnya. Sebagian besar produksi

listrik bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pembangkit Listri Tenaga

Disel (PLTD).

Gambar 1.31

Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2010-2013, (dalam MGh).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

Produksi listrik di Pulau Sumatera dalam empat tahun terkahir meningkat atau tumbuh rata-rata 9,65 persen per tahun.

25.225,38 27.865,74

30.867,51 33.244,63

-

5.000,00

10.000,00

15.000,00

20.000,00

25.000,00

30.000,00

35.000,00

2010 2011 2012 2013

1-28

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.32

Komposisi Produksi Energi Listrik menurut Jenis Pembangkit di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam persen).

Sumber : Data Stastistik PL N Tahun 2013

Produksi energi listrik di Pulau Sumatera sebagian besar di produksi dari PLTD dan PLTU

Kondisi ketersediaan listrik di Pulau Sumatera masih sangat terbatas, rasio elektrifikasi

Pulau Sumatera tahun 2013 tercatat sebesar 76 persen masih berada dibawah rata-rata rasio

elektrifikasi nasional, dan KWh jual perkapita masih jauh dibawah rata-rata KWh jual perkapita

nasional.

Gambar 1.33

Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Sumatera dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).

Rasio elektrifikasi di Pulau Sumatera tahun 2013 mencapai 76 persen menurun dibandingkan rasio elektrifikasi tahun 2012

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

14,33

23,06

18,49

13,57 3,20

25,92

1,44 P. SUMATERA

PLTA

PLTU

PLTG

PLTGU

PLTP

PLTD

PLTMG

PLT Surya

66,52

69,59

78,62

80,96

76,0

66,28

67,15

72,95

76,56

78,06

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00

2009

2010

2011

2012

2013

NASIONAL P. SUMATERA

1-29

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.34

Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam persen).

Rasio elektrifikasi tertinggi di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, dan terrendah di Provinsi Riau

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

Gambar 1.35

Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (KWh/Kapita).

KWh perkapita di Wilayah Pulau Sumatera rata-rata masih dibawah rata-rata KWh perkapita nasional, KWh perkapita tertinggi berada di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

1.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan.

Perikanan dan Kelautan. Tingkat perkembangan produksi perikanan tangkap dan

budidaya tahun 2013 di Pulau Sumatera rata-rata meningkat, produksi perikanan tangkap 2013

mencapai 1.756.025 ton meningkat sebesar 217.922 ton dari tahun 2009 dengan peningkatan

rata-rata 3,52 persen per tahun, dan perikanan budidaya 1.262.870 ton meningkat sebesar

665.827 ton dari produksi tahun 2009 dengan tumbuh rata-rata 22,47 persen per tahun.

Produksi perikanan tangkap terbesar di Pulau Sumatera terdapat di Provinsi Sumatera Utara,

sementara untuk produksi perikanan budidaya terbesar di Provinsi Jambi.

88,66 87,34 81,87

60,84

78,80

67,90 61,32

78,26 80,95 72,89

78,06

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

Rasio Elektrifikasi_Provinsi Rasio Elektrifikasi_Nasional

0,00

100,00

200,00

300,00

400,00

500,00

600,00

700,00

800,00

KWh jual/kapita_Provinsi KWh jual/kapita_Nasional

1-30

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.36

Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2009-2013, (dalam ton).

Sumber: BPS, Tahun 2013

Produksi perikanan terbesar di Wilayah Sumatera berasal dari perikanan tangkap

Gambar 1.37

Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Sumatera terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).

Produksi perikanan budidaya tahun 2013 sebesar 1.262.870 ton atau sekitar 9,49 persen dari produksi peikanan budidaya nasional; Produksi perikanan tangkap Pulau Sumatera sebesar 1.756.025 ton atau sekitar 28,76 persen terbesar dari nasional.

Sumber: BPS, Tahun 2013

59

7.0

43

55

5.7

72

84

5.4

58

1.0

77

.84

1

1.2

62

.87

0

1.5

38

.10

3

1.4

81

.79

8

1.6

57

.71

7

1.7

28

.56

5

1.7

56

.02

5

-

200.000

400.000

600.000

800.000

1.000.000

1.200.000

1.400.000

1.600.000

1.800.000

2.000.000

2009 2010 2011 2012 2013

Pro

du

ksi (

ton

)

Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap

9,49

20,22

19,31 4,29

40,84

5,20 0,65

Distribusi Produksi Perikanan Budidaya (%)

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

28,76

20,09 4,09

10,77

18,08

11,52

6,69

Distribusi Produksi Perikanan Tangkap

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

1-31

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.38

Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2012, (dalam persen).

Sumber: BPS, Tahun 2013

Produksi perikanan tangkap terbesar berada di Provinsi Sumatera Utara sebesar 31,62 persen, dan Sumatera Barat sebear 12,61 persen.

Produksi perikanan budidaya terbesari terdapat di Provinsi Sumatera Selatan sebesar 34,45 persen dan Sumatera Barat sebesar 16,38 persen

1.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri.

Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan salah satu sektor untuk mendorong

perekonomian daerah dan nasional. Potensi sektor pariwisata di Pulau Sumatera yang tersebar

di 10 provinsi cukup potensial yang meliputi wisata budaya, wisata alam bahari, agro wisata,

dan lain-lain. Untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata sebagai produk unggulan

daerah di masa mendatang, pemerintah harus melakukan pembangunan sarana dan prasarana

penunjang pariwisata yang lebih memadai.

Salah satu indikator kinerja sektor pariwisata dapat ditunjukan dengan perkembangan

jumlah wisatawan baik yang berasal dari mancanegara maupun domestik, serta jumlah

ketersediaan akomodasi dari hotel dan restoran yang tersedia. Perkembangan jumlah tamu

asing dan domestik dari tahun 2010-2014 meningkat, Pada Tahun 2014 jumlah kunjungan tamu

asing mencapai 273.466,01 orang atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 56,94 persen

per tahun, sementara jumlah tamu domestik mencapai 10.536.270 meningkat dibandingkan

tahun sebelumnya atau meningkat rata-rata sebesar 22,94 persen per tahun.

8,84

31,62

12,61 6,31

3,15

5,50

2,98

9,64

11,35 8,01

Distribusi Tangkap

Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

Kepulauan Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Kep.Bangka Belitung

Bengkulu

Lampung

3,74

15,34

16,38

5,89 5,93

34,45

3,64 12,08

0,23 2,33

Distribusi Budidaya Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

Kepulauan Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Kep.Bangka Belitung

Bengkulu

Lampung

1-32

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Tabel 1.22

Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Sumatera, Tahun 2003-2014, (orang)

Asing

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata

Pertumbuhan 2010-2014

Aceh 10.537 8.151 5.847 9.304 19.866 30,43

Sumatera Utara 135.531 151.570 319.404 355.927 490.979 42,99

Sumatera Barat 26.235 61.898 58.696 68.006 71.222 37,84

R i a u 20.193 20.648 16.451 65.846 90.721 79,99

J a m b i 3.890 2.625 1.293 1.426 2.617 2,62

Sumatera Selatan 11.023 25.706 11.348 22.214 49.255 73,71

Bengkulu 232 635 1.022 1.238 1.128 61,73

Lampung 2.488 9.004 15.448 46.321 36.259 127,90

Kep Bangka Belitung 686 1.563 1.789 2.384 2.921 49,52

Kepulauan Riau 747.363 1.002.578 983.111 1.615.017 1.625.481 24,28

P. SUMATERA 958.178 1.284.378 1.414.409 2.187.683 2.390.448 27,03

Sumber: BPS Tahun 2014

Tabel 1.23

Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Sumatera, Tahun 2003-2014, (orang).

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata

Pertumbuhan 2010-2014

Aceh 374.189 580.792 499.313 661.171 784.564 23,07

Sumatera Utara 997.040 1.374.241 2.409.154 3.328.330 3.849.588 41,74

Sumatera Barat 703.089 897.574 891.324 768.892 1.055.073 12,61

R i a u 1.442.957 1.900.230 1.525.579 1.930.596 1.427.077 3,11

J a m b i 177.356 529.212 443.565 444.292 407.708 43,53

Sumatera Selatan 423.154 1.403.840 966.385 1.340.654 1.213.557 57,46

Bengkulu 83.174 165.917 172.271 210.597 307.765 42,92

Lampung 653.394 1.024.144 1.022.031 898.688 825.372 9,08

Kep Bangka Belitung 39.402 92.412 95.381 77.996 167.773 58,66

Kepulauan Riau 477.453 645.487 727.731 973.060 1.476.843 33,35

P. SUMATERA 5.371.208 8.613.849 8.752.734 10.634.276 11.515.321 22,94

Sumber: BPS Tahun 2014

Pengembangan usaha Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan kekuatan strategis dan

penting untuk mempercepat pembangunan daerah. Sektor ini memberikan kontribusi signifikan

terhadap pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja. Usaha IMK umumnya merupakan

usaha rumah tangga dan masyarakat menengak-kecil dimana dalam pengembangannya masih

memerlukan pembinaan terutama dalam aspek pemasaran, permodalan dan pengelolaan. Peran

IMK memiliki posisi penting untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah dan

mengurangi kesenjangan (gap) pendapatan.

Perkembangan IMK di Pulau Sumatera dalam 2 tahun terakhir cenderung

menurun/meningkat. Jumlah IMK tahun 2014 sebanyak 480.692 IMK berkurang dari tahun

2013 (481.907), dengan jumlah IMK terbanyak terdapat di Provinsi Lampung yaitu mencapai

103.710 IMK (Gambar 1.39). Sementara untuk total output IMK Pulau sebesar Rp. 69.418.031

juta, dan jumlah tenaga kerja sebanyak 1.122.529 jiwa atau menurun dibandingkan jumlah

tenaga kerja pada tahun 2013. Nilai output dan serapan tenaga kerja IKM terbesar terdapat di

1-33

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

provinsi Lampung dan terrendah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Perkembangan

tenaga kerja IMK secara umum menurun untuk seluruh provinsi, kecuali di Provinsi Jambi

meningnkat sebesar 3,36 persen, sementara untuk nilai output menurun di 4 provinsi, yaitu di

Proviinsi Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka Belitung.

Gambar 1.39

Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013 dan 2014, (unit).

Sumber: BPS, Tahun 2014

Produksi perikanan terbesar di Wilayah Sumatera berasal dari perikanan tangkap

Tabel 1.24

Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut

Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2013 dan 2014

Provinsi

Tenaga Kerja (orang) Output (Rp. Juta)

2013 2014 Δ 2013-2014 2013 2014 Δ 2013-

2014

Aceh 156.844 124.978 (20,32) 5.872.402 4.550.663 (22,51) Sumatera Utara 275.291 223.355 (18,87) 16.541.424 13.878.639 (16,10) Sumatera Barat 170.355 159.124 (6,59) 9.471.352 11.177.446 18,01 Riau 41.510 38.061 (8,31) 2.223.019 2.757.073 24,02 Jambi 61.223 63.283 3,36 3.027.644 4.215.775 39,24 Sumatera Selatan 214.543 164.516 (23,32) 8.467.130 10.451.652 23,44 Bengkulu 30.598 28.735 (6,09) 1.567.289 1.489.214 (4,98) Lampung 276.373 274.664 (0,62) 11.251.267 17.506.704 55,60 Kep. Bangka Belitung 32.007 18.929 (40,86) 1.956.474 1.263.165 (35,44) Kep. Riau 39.784 26.884 (32,43) 1.618.479 2.127.700 31,46

P. SUMATERA 1.298.528 1.122.529 (13,55) 61.996.480 69.418.031 11,97

Sumber: BPS Tahun 2015

1.4. DIMENSI PEMERATAAN DAN KEWILAYAHAN 1.4.1. Kesenjangan Wilayah

PDRB Perkapita, Perkembangan PDRB perkapita Provinsi di Pulau Sumatera dalam

kurun lima tahun terakhir meningkat. Namun, sebagian besar provinsi masih berada dibawah

rata-rata PDB perkapita nasional kecuali Riau, Jambi, dan Kep. Riau. Perbandingan PDRB

perkaita antarprovinsi, menunjukan adanya gap (ketimpangan) yang cukup tinggi antarwilayah,

dimana PDRB perkapita tertinggi mencapai Rp. 109.832 ribu per jiwa di Provinsi Riau, dan

terrendah sebesar 24.520 ribu per jiwa di Provinsi Bengkulu.

71.031 86.063

76.520

15.715 27.447

64.492

12.048

103.710

8.267 15.399

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.0002013 2014

1-34

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Tabel 1.25

Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa).

Provinsi Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

Aceh 22,450.14 22,704.80 23,099.13 23,277.74 23,199.49

Sumatera Utara 25,412.67 26,711.24 28,036.38 29,343.04 30,482.59

Sumatera Barat 21,584.91 22,638.75 23,744.61 24,844.62 25,963.24

Riau 69,701.03 71,637.39 72,396.34 72,300.12 72,331.01

Jambi 29,160.16 30,856.36 32,417.72 34,085.91 36,088.33

Sumatera Selatan 25,932.00 27,157.98 28,577.89 29,679.57 30,627.55

Bengkulu 16,463.68 17,282.27 18,143.31 18,921.19 19,631.40

Lampung 19,722.39 20,739.31 21,794.33 22,772.78 23,648.76

Kep Bangka Belitung 28,906.78 30,212.18 31,172.42 32,086.91 32,868.70

Kepulauan Riau 65,703.34 68,024.21 70,930.60 73,674.03 76,753.11

Perkapita Nasional 28,778.17 30,112.57 31,519.93 32,874.76 34,127.72

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Gambar 1.40

PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Sumatera, Tahun 2014, (ribu/jiwa)

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2014

Gap PDRB perkapita, PDRB Perkapita tertinggi Provinsi Riau 109.832 ribu/jiwa dan terrendah Provinsi Jambi 24.524 ribu jiwa.enurun, dengan persen penurunan rata-rata 0,5 persen per tahun;

Distribusi pendapatan. Kriteria Bank Dunia membagi penduduk ke dalam 3 (tiga)

kelompok pendapatan yaitu 40 persen kelompok penduduk berpendapatan rendah, 40 persen

kelompok penduduk berpendapatan sedang dan 20 persen kelompok berpendapatan tinggi.

Berdasarkan Tabel 4.25. dan Gambar 4.43, Perkembangan ketimpangan distribusi pendapatan

provinsi di Pulau Sumatera dari pada tahun 2002-2013 cenderung meningkat, namun kondisi

ketimpangan masih dibawah rata-rata Gini Rasio Nasional dan dapat dikategorikan sebagai

tingkat “ketimpangan rendah”, dengan nilai Gini Rasio Tertinggi tahun 2013 terdapat di provinsi

Bengkulu dan terrendah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

109.832,52

24.520,48

0,00

20.000,00

40.000,00

60.000,00

80.000,00

100.000,00

120.000,00Perkapita Provinsi

Perkapita Nasional

1-35

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Tabel 1.26

Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2002-2013

Provinsi 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Aceh 0,299 0,268 0,27 0,29 0,30 0,33 0,32 0,341

Sumatera Utara 0,288 0,327 0,307 0,31 0,32 0,35 0,35 0,33 0,354

Sumatera Barat 0,268 0,303 0,305 0,29 0,30 0,33 0,35 0,36 0,363

Riau 0,292 0,283 0,323 0,31 0,33 0,33 0,36 0,40 0,374

Kep. Riau 0,274 0,302 0,30 0,29 0,29 0,32 0,35 0,362

Jambi 0,260 0,311 0,306 0,28 0,27 0,30 0,34 0,34 0,348

Sumatera Selatan 0,291 0,311 0,316 0,30 0,31 0,34 0,34 0,40 0,383

Kep.Bangka Belitung 0,247 0,281 0,259 0,26 0,29 0,30 0,30 0,29 0,313

Bengkulu 0,253 0,353 0,338 0,33 0,30 0,37 0,36 0,35 0,386

Lampung 0,254 0,375 0,390 0,35 0,35 0,36 0,37 0,36 0,356

INDONESIA 0,329 0,363 0,364 0,35 0,37 0,38 0,41 0,41 0,413

Sumber: BPS, Tahun 2013

Gambar 1.41

Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2002-2013.

Ketimpangan

pendapatan

provinsi di Pulau

Sumatera 2002-

2013 masih

tergolong

kategori rendah

Kesenjangan pendapatan antarwilayah menurut Indeks Williamson (Gambar 1.42),

menunjukan tingkat kesenjangan pendapatn antar provinsi di Pulau Sumatera tergolong cukup

tinggi dan menunjukan trend menurun dari tahun 2011-103. Tingkat kesenjangan pendapatan

di Pulau Sumatera berada di bawah rata-rata nasional. Sementara untuk kesenjangan antar

provinsi di Pulau Sumatera (Gambar 1.43), menunjukan tiga provinsi masih memiliki tingkat

kesenjangan cukup tinggi yaitu dengan indeks williamson diatas 0,5, sementara tujuh provinsi

lainnya dengan tingkat kesenjangan relatif rendah dengan dengan indeks williamson <0,4.

Kesenjangan paling tinggi di Provinsi Sumatera Selatan, Riau, dan Aceh, sementara untuk

kesenjangan paling rendah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

1-36

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.42.

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2009-2013

Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2009-2013

Gambar 1.43

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2009-2013

Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2009-2013

1.4.2. Infrsatruktur Wilayah

Infrastruktur Jalan, panjang jalan berdasarkan status pembinaannya pada tahun 2013

di Wilayah Sumatera, mencapai 173.314 km meningkat sebesar 32.979 km dari tahun 2005,

dengan peningkatan panjang jalan terjadi di hampir diseluruh provinsi. Tingkat kerapatan jalan

(Road Density) pada tahun 2013 di wilayah Sumatera sebesar 0,29 km/km2 lebih tinggi dari

tingkat kerapatan jalan nasional (0,26 Km/Km²), dengan tingkat kerapatan jalan tertinggi di

Provinsi Lampung dan Kepulauan Riau. Sementara dari kualitas jalan negara di wilayah

Sumatera, kondisi mantap (baik+sedang) mencapai 89 persen sedikit menurun dibandingkan

tahun 2011.

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

2009 2010 2011 2012 2013

Ind

eks

Will

iam

son

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. NUSA TENGGARA,MALUKU & PAPUA

NASIONAL

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

2009 2010 2011 2012 2013

Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Lampung

Bangka Belitung

1-37

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.44

Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Panjang jalan di wilayah Sumatera tahun 2013 mencapai 122.288 km atau meningkat 6.886 km dari tahun 2005. .

Gambar 1.45

Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Panjang jalan provinsi meningkat dari kondisi tahun 2005, dengan peningkatan tertinggi di Provinsi Lampung

141335

174314

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

160000

180000

200000

2005 2013

Negara

Provinsi

Kab / Kota

Jumlah

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.0002.005 2013

1-38

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sumatera 2015

Gambar 1.46

Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2013, (dalam Km/Km2).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Tingkat kerapatan jalan tertinggi di Pulau Sumatera terdapat di Provinsi Kepulauan Riau sebesar dan 0,58 km/km2, dan Lampung sebesar 0,56 km/km2

Gambar 1.47

Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Sumatera Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km).

Kondisi kualitas jalan di Pulau Sumatera hingga tahun 2013 sekitar 89 persen dalam kondisi mantab (baik+sedang)

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

0,32

0,49

0,46

0,24

-

0,20

0,15

0,29

0,39

0,20

0,39

0,50

0,54

0,28

0,58

0,26

0,26

0,18

0,42

0,56

0,30

- 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70

Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

Kepulauan Riau

Nasional

Jambi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Lampung

Bangka Belitung

Provinsi (km/km2)_2013 Provinsi (km/km2)_2005

53% 36%

6% 5%

2011

Baik

Sedang

Rusak Ringan

Rusak Berat

43%

46%

7% 4%

2013

Baik

Sedang

Rusak Ringan

Rusak Berat

2-1

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

2.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA

Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa+Bali dan provinsi secara

umum tumbuh positif, namun perkembangan ekonomi dalam empat tahun terakhir melambat

diseluruh provinsi, kecuali untuk Provinsi Jawa Tengah dan Bali meningkat pada akhir tahun

2014. Pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa+Bali tahun 2014 tercatat tumbuh sebesar 5,62 persen

melambat dibandingkan tahun sebelumnya, semua sektor tumbuh positif kecuali sektor

pertanian, dengan pertumbuhan tertinggi dari sektor informasi dan komunikasi, jasa kesehatan

dan kegiatan sosial, jasa perusahaan dan transportasi dan pergudangan.

Tabel 2.1

Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Jawa+Bali Tahun 2011-2014.

Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014

1. Pertanian 2,48 3,22 3,34 (0,29)

2. Pertambangan & Penggalian 3,07 (0,81) 1,14 3,48

3. Industri Pengolahan 4,79 5,18 6,48 5,52

4. Listrik dan Gas (0,19) 4,03 3,05 3,75

5. Pengadaan Air 4,99 2,38 4,10 2,31

6. Konstruksi 5,97 9,27 6,89 5,37

7. Perdagangan Besar dan Eceran 7,89 8,51 5,50 4,47

8. Transportasi & Pergudangan 8,89 7,94 3,61 8,70

9. Akomodasi dan Makan Minum 7,59 6,25 5,86 7,23

10. Informasi dan Komunikasi 11,96 12,42 10,74 10,84

11. Jasa Keuangan 4,76 9,22 9,05 4,94

12. Real Estat 7,15 7,15 5,92 5,86

13. Jasa Perusahaan 7,57 6,63 8,19 8,90

14. Administrasi Pemerintahan 6,72 2,04 (0,60) 1,98

15. Jasa Pendidikan 9,00 8,96 6,49 7,50

16. Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 10,62 8,83 6,41 9,05

17. Jasa lainnya 9,93 6,24 7,23 7,69

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 6,38 6,38 6,08 5,62

2-2

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.1

Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali Atas Dasar

Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen)

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Pertumbuhan ekonomi seluruh provinsi cenderung melambat

Tabel 2.2

Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali Atas Dasar

Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen).

Provinsi

Tahun

2011 2012 2013 2014

DKI Jakarta 6,73 6,53 6,11 5,95

Jawa Barat 6,50 6,50 6,34 5,06

Jawa Tengah 5,30 5,34 5,14 5,42

D.I Yogyakarta 5,21 5,37 5,49 5,18

Banten 7,03 6,83 7,13 5,47

Jawa Timur 6,44 6,64 6,08 5,86

Bali 6,66 6,96 6,69 6,72

P. JAWA+BALI 6,38 6,38 6,08 5,62

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Peran dan Struktur Ekonomi Jawa+Bali. Peran Pulau Jawa+Bali dalam pembentukan

PDB nasional sebesar 58,85 persen terbesar dibandingkan pulau lainnya, dengan kontribusi

terbesar berasal dari Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Sementara Kontribusi

terbesar perekonomian Pulau Jawa+Bali sebagian besar disumbang dari sektor industri

pengolahan, sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor perdagangan,

hotel dan restoran. Keempat sektor tersebut berkontribusi sekitar 70 persen.

4,00

4,50

5,00

5,50

6,00

6,50

7,00

7,50

2011 2012 2013 2014

%

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DIY

Banten

Jawa Timur

Bali

P. Jawa+Bali

2-3

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Tabel 2.3

Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Jawa+Bali Tahun 2010-2014.

Lapangan Usaha PDRB ADHB (Rp. Miliar)

2010 2011 2012 2013 2014

DKI Jakarta 1.075.183 1.224.218 1.222.528 1.297.195 1.761.407

Jawa Barat 906.686 1.021.629 1.028.410 1.093.586 1.385.959

Jawa Tengah 623.225 692.562 691.343 726.900 925.663

D.I Yogyakarta 64.679 71.370 71.702 75.637 93.450

Banten 271.465 306.174 310.386 332.517 432.764

Jawa Timur 990.649 1.120.577 1.124.465 1.192.842 1.540.697

Bali 93.749 104.612 106.951 114.109 156.443

P. JAWA+BALI 4.025.636 4.541.142 4.555.785 4.832.786 6.296.383

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Gambar 2.2

Peran Wilayah Jawa+Bali terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen).

Peran Jawa+Bali terhadap pembentukan PDB nasional sebesar besar 58,85 persen

> 70 persen perekonomian Pulau Jawa+Bali disumbang dari Provinsi Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.

Pengangguran Terbuka, Perkembangan pengangguran terbuka di wilayah Jawa+Bali

menunjukkan tren menurun selama periode 2010-2015. Jumlah Pengangguran Terbuka di

wilayah Jawa+Bali pada tahun 2015 mencapai 4,81 juta jiwa atau sekitar 67,49 persen dari total

pengangguran di Indonesia, dengan pengurangan jumlah pengangguran dari tahun 2010-2015

23,17

58,85

1,41 8,71

5,65 0,52 1,70

Kontribusi Nilai PDRB ADHB Pulau Terhadap PDB Nasional Tahun 2014, (%)

Sumatera

Jawa & Bali

Nusa Tenggara

Kalimantan

Sulawesi

Maluku

Papua

27,97

22,01 14,70

1,48

6,87

24,47

2,48

Kontribusi Nilai PDRB ADHB Provinsi terhadap PDRB Pulau Jawa+Bali Tahun 2014, (%)

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DIY

Banten

Jawa Timur

Bali

2-4

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

sebanyak 773.298 jiwa dan sebagian besar terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sementara

untuk kondisi Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) sebesar 6,24 persen sedikit menurun

dibandingkan tahun sebelumnya dengan pengurangan rata-rata sebesar 0,42 persen per tahun,

namun kondisi TPT masih diatas rata-rata TPT nasional (5,84%), dengan pengurangan angka

pengangguran sebesar 0,38 persen per tahun. Dominasi TPT di Pulau Jawa+Bali sebagian besar

berada di perkotaan dengan kondisi terakhir (Februari, 2015) sebesar 6,76 persen, dan di

perdesaan sebesar 5,26 persen.

Gambar 2.3

Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Jawa+Bali Tahun 2010-2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Jawa Bali masih diatas rata-rata nasional

Tabel 2.4

Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Jawa+Bali Tahun 2010-2015, (jiwa).

Provinsi Pengangguran_jiwa ( Februari )

2010 2011 2012 2013 2014 2015

DKI Jakarta 537.468 542.709 566.513 513.169 510.438 463.905

Jawa Barat 2.031.550 1.982.448 1.969.006 1.815.266 1.843.591 1.875.924

Jawa Tengah 1.174.897 1.042.496 1.006.473 941.439 965.444 970.617

D.I Yogyakarta 124.379 107.115 78.798 72.494 43.984 85.454

Jawa Timur 1.011.950 845.647 819460 804.378 832.385 892.015

Banten 627.828 697.083 579.677 552.895 540.999 488.883

B A L I 75.635 65.604 48.593 45.383 33.028 33.611

P. JAWA+BALI 5.583.707 5.283.102 5.068.520 4.745.024 4.769.869 4.810.409

NASIONAL 8.592.490 8.117.631 7.614.241 7.170.523 7.147.069 7.127.377

% TERHADAP NASIONAL 64,98 65,08 66,57 66,17 66,74 67,49

Sumber: BPS Tahun 2015

7,94

7,34 7,04

6,56 6,37 6,24 7,41 6,80

6,32

5,92 5,70 5,84

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

4.200.000

4.400.000

4.600.000

4.800.000

5.000.000

5.200.000

5.400.000

5.600.000

5.800.000

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Pe

nga

ngg

ura

n T

erb

uka

(jiw

a)

TPT

(%)

Pengangguran_jiwa ( Februari ) TPT_% ( Februari ) TPT Nasional_% (Februari)

2-5

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.4

Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di P. Jawa+Bali Tahun 2010-2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Persentase pengangguran terbuka tertinggi di daerah perkotaan.

Perkembangan TPT di Pulau Jawa+Bali, TPT tertinggi di Provinsi Banten, Jawa Barat, dan

DKI Jakarta. Sementara perkembangan TPT terendah terdapat di Provinsi Bali. Secara umum

tingkat TPT seluruh provinsi mengalami penurunan dari tahun 2010-2015, rata-rata

pengurangan terbesar mencapai 1,05 persen di Provinsi Banten dan terrendah di Provinsi Bali

dan Jawa Timur yang disebabkan tingginya TPT pada tahun 2015 di Provinsi Bali dan Jawa

Timur mencapai 0,26 persen. Perbandingan TPT di wilayah perdesaan dan perkotaan

antarprovinsi menunjukkan dominasi di perkotaan di sebagian provinsi. TPT paling dominan di

perkotaan terdapat di Provinsi DKI Jakarta dan D.I Yogyakarta. Lihat Gambar 2.5.

Tabel 2.5

Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Jawa+Bali Tahun 2010-2015, (persen).

Provinsi

TPT_% ( Februari ) Δ

2008-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

DKI Jakarta 11,06 11,99 11,32 10,83 10,72 9,94 9,84 8,36 0,61

Jawa Barat 12,28 11,85 10,57 9,84 9,78 8,90 8,66 8,40 0,58

Jawa Tengah 7,12 7,28 6,86 6,07 5,88 5,57 5,45 5,31 0,33

D.I Yogyakarta 6,04 6,00 6,02 5,47 4,09 3,80 2,16 4,07 0,32

Jawa Timur 6,24 5,87 4,91 4,18 4,13 4,00 4,02 4,31 0,26

Banten 14,15 14,90 14,13 13,50 10,74 10,10 9,87 8,58 1,05

B A L I 4,56 2,93 3,57 2,86 2,11 1,89 1,37 1,37 0,26

P. JAWA+BALI 8,83 8,77 7,94 7,34 7,04 6,56 6,37 6,24 0,42

TPT Nasional 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92 5,70 5,84 0,38

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

6,05 5,52 5,47 5,56 5,54 5,26

9,89

8,69 8,17

7,30 6,98 6,76

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

2010 2011 2012 2013 2014 2015

TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )

2-6

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.5

Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Jawa+Bali, Tahun 2015, (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

TPT di Wilayah Jawa+Bali terkonsentrasi di daerah perdesaan, kecuali di Banten, Jawa Barat dan Bali lebih besar di Perdesaan

Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan

di wilayah Jawa+Bali pada tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok berpendidikan SMA

(35,81%), berikutnya berpendidikan <SD dan SMP masing-masing sebesar 30,93 persen, dan

25,77 persen. Namun, kondisi pendidikan pengangguran terbuka tersebut masih lebih tinggi

dibanding dengan rata-rata pendidikan dari pengangguran terbuka tingkat nasional. Lihat

Gambar 2.6 dan Tabel 2.6.

Gambar 2.6

Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Jawa+Bali, 2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Kualitas pendidikan pengangguran terbuka di Pulau Jawa+Bali sebagian besar (> 50%) masih tamatan SD, SMP dan SMA (Umum)

8,76

4,74

0,95

3,66

10,53

1,65

8,36 8,28

5,86 5,30

4,89

8,02

1,23

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.IYogyakarta

Jawa Timur Banten B A L I

TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )

1,97

8,74

20,22

25,77

20,09

15,72

2,10

5,39

P. Jawa+Bali

Tidak/Belum Pernah Sekolah

Tidak/Belum Tamat SD

SD

SMP

SMA (Umum)

SMA (Kejuruan)

Diploma I/II/III

Universitas

2-7

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Pengangguran terbuka berdasarkan komposisi tingkat pendidikan tertinggi yang

ditamatkan antarprovinsi, sebagian besar berpendidikan SMA, kecuali di wilayah Jawa Tengah

masih lebih tinggi untuk kelompok berpendidikan maksimal SD. Pengangguran terbuka dengan

pendidikan Diploma dan Universitas tertinggi terdapat di wilayah D.I Yogyakarta dan Bali.

Kondisi ini mengindikasikan fenomena pengangguran di wilayah Jawa+Bali lebih banyak

dihadapi kelompok berpendidikan sekolah dasar sampai dengan menengah. Lihat Tabel 2.5.

Tabel 2.6

Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015.

Provinsi Tidak/Belum

Pernah Sekolah

Tidak/ Belum Tamat

SD

Tamatan Tertinggi

Jumlah SD SMP

SMA (Umum)

SMA (Kejuru

an)

Diploma I/II/III

Universitas

DKI Jakarta 2,94 8,22 14,60 18,89 24,76 18,22 3,61 8,76 100,00

Java Barat 1,68 6,77 25,32 23,28 22,06 14,81 1,80 4,29 100,00

Java Tengah 3,33 11,42 24,41 35,30 10,11 10,70 1,47 3,25 100,00

D.I. Yogyakarta - 3,12 - 23,07 14,35 36,59 5,97 16,89 100,00

Java Timur 1,56 10,17 12,75 24,44 21,67 20,05 2,27 7,09 100,00

Banten 0,66 9,62 15,34 26,56 24,55 16,18 1,64 5,45 100,00

Bali - 12,14 13,11 15,39 42,19 2,42 8,17 6,57 100,00

P. JAWA+BALI 1,97 8,74 20,22 25,77 20,09 15,72 2,10 5,39 100,00

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2015.

Kemiskinan. Perkembangan kemiskinan di wilayah Jawa+Bali dalam kurun waktu

2010-2015 cenderung menurun, namun kondisi kemiskinan dibeberapa provinsi masih berada

di atas rata-rata kemiskinan nasional, yaitu Provinsi D.I Yogyakarta sebesar 14,91 persen, Jawa

Tengah sebesar 13,58 persen, dan Jawa Timur sebesar 12,34 persen. Jumlah penduduk miskin

di Pulau Jawa+Bali tahun 2015 (maret) mencapai 15.650,12 ribu jiwa atau 54,73 persen (Tabel

2.7) dari total penduduk miskin di Indonesia atau menurun rata-rata sebanyak 648.796 ribu

jiwa per tahun dan sebagian besar terdapat di daerah perdesaan.

Gambar 2.7

Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret).

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Jumlah penduduk miskin Jawa+Bali 54,73 persen dari total penduduk miskin nasional

22,27

54,73

3,44 7,40

6,94

1,43 3,79

P. Sumatera

P. Jawa+Bali

P. Kalimantan

P. Sulawesi

P. Nusa Tenggara

P. Maluku

P. Papua

2-8

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2-8

Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Jawa+Bali Tahun 2008-2015 (Maret).

Sumber : Susenas (Maret), BPS 2015

Penduduk miskin Jawa Bali sebagian besar berada di daerah perdesaan

Tabel 2.7

Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2009-2015. (ribu jiwa)

Wilayah

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata

2009-2015

P. Sumatera

439,85 201,46 200,96 150,8 181,44 44,47 -291,68 132,471

P. Jawa+Bali

1581,1 1115,84 601,53 617,25 751,56 -172,79 47,08 648,796

P. Kalimantan

198,29 -2,12 48,4 14,96 28,92 -58,65 1,9 33,1

P. Sulawesi

118,42 143,11 202,49 47,32 71,47 -129,72 38,4 70,2129

P. Nusa Tenggara 114,84 40,66 115,77 42,51 40,75 8,91 -168,23 27,8871

P. Maluku

18,36 8,31 12,07 15,61 36,74 6,53 -9,56 12,58

P. Papua

-37,54 -0,68 -176,76 -1,95 -45,05 87,79 69,32 -14,981

NASIONAL

2433,32 1506,58 1004,46 886,5 1065,83 -213,46 -312,77 910,066

Sumber : Susenas (Maret), BPS 2015

Penyebaran penduduk miskin terbesar terdapat di Provinsi Jawa Timur sebesar 30,60

persen, dan Jawa Tengah sebesar 29,25 persen, dan terrendah di Provinsi Bali sebesar 1,26

persen dan DKI Jakarta 2,55 persen. Sementara untuk persentase tingkat kemiskinan seluruh

provinsi dari 2010-2015 menunjukan menurun, namun pada tahun 2015 cenderung mengalami

peningkatan kecuali di Provinsi Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, dan Jawa Timur dengan persentase

kemiskinan menurun. Sebanyak 3 provinsi dengan tingkat kemiskinan berada diatas rata-rata

nasional, dan kemiskinan tertinggi terdapat di Provinsi D.I Yogyakarta.

0

5000

10000

15000

20000

25000

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Jumlah Penduduk Miskin ( Maret )

Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan ( Maret )

Jumlah Penduduk Miskin Perdesaan ( Maret )

2-9

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.9

Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Jawa+Bali, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen).

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Jumlah penduduk Jawa Bali terbesar di Provinsi Jawa Tengah (29,25%) tahun.

Tabel 2.8

Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali, Tahun 2010-2015.

Provinsi

Persentase Penduduk Miskin (%) ( Maret ) Δ 2010-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

DKI Jakarta 4,29 3,62 3,48 3,75 3 3,55 3,92 3,93 0,06

Jawa Barat 13,01 11,96 11,27 10,65 10 9,52 9,44 9,53 0,60

Jawa Tengah 19,23 17,72 16,56 15,76 15 14,56 14,46 13,58 0,80

D.I Yogyakarta 18,32 17,23 16,83 16,08 16 15,43 15 14,91 0,55

Jawa Timur 18,51 16,68 15,26 14,23 13 12,55 12,42 12,34 1,02

Banten 8,15 7,64 7,16 6,32 5 5,74 5,35 5,9 0,47

B A L I 6,17 5,13 4,88 4,2 4 3,95 4,53 4,74 0,27

Nasional 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 11,25 11,22 0,70

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Indek Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur

capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas

hidup. Pembangunan manusia menjadi aspek yang sangat penting dalam pembangunan suatu

daerah. Namun perekonomian suatu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi,

tetapi masalah pengangguran, kemiskinan juga tinggi. Berdasarkan model perhitungan IPM

baru, tiga provinsi memiliki nilai IPM dibawah rata-rata IPM nasional. Sementara menurut

perkembangannya, dalam kurun waktu 2010-2014 IPM seluruh provinsi meningkat, dengan IPM

tertinggi di Provinsi DKI Jakarta atau berada diurutan ke-1 secara nasional, dan terrendah di

Provinsi Jawa Timur atau berada diurutan ke-18 secara nasional.

DKI Jakarta 2,55% Jawa Barat

28,34%

Jawa Tengah 29,25%

D.I Yogyakarta 3,52%

Jawa Timur 30,60%

Banten 4,49%

B A L I 1,26%

2-10

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.10

Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pembangunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Gambar 2.11

Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Jawa+Bali Tahun 2010-2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Kualitas

sumberdaya manusia di Jawa+Bali menunjukan trend meningkat dari tahun 2010 – 2014,

3 provinsi dengan IPM dibawah IPM nasional;

2.2. DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA

Pendidikan. Perkembangan tingkat pendidikan di Pulau Jawa+Bali selama 2008-2013

ditunjukan dengan indikator kinerja pendidikan, yang meliputi: Angka Rata-rata Lama Sekolah

(RLS), Angka Melek Huruf (AMH), Angka Partisipasi Sekolah (APS), dan tingkat ketersediaan

sarana dan prasarana pendidikan sebagai kinerja pelayanan pendidikan.

11 10

9

6

17

23

20

26

16

4

1

12 13

2

18

8

5

30 31

29

21 22

3

14

7

25

15

19

28

32

24

27

33 34

0

5

10

15

20

25

30

35

40

50,00

55,00

60,00

65,00

70,00

75,00

80,00

Ace

h

Sum

ut

Sum

bar

Ria

u

Jam

bi

Sum

sel

Ben

gku

lu

Lam

pu

ng

Bab

el

Kep

ri

DK

I Jak

arta

Jab

ar

Jate

ng

DIY

Jati

m

Ban

ten

Bal

i

NTB

NTT

Kal

bar

Kal

ten

g

Kal

sel

Kal

tim

Kal

tara

Sulu

t

Sult

eng

Suls

el

Sult

ra

Go

ron

talo

Sulb

ar

Mal

uku

Mal

ut

Pu

bar

Pap

ua

P. SUMATERA P. JAWA+BALI P.NUSTRA

P. KALIMANTAN P. SULAWESI P.MALUKU

P.PAPUA

IPM

Ran

kin

g

IPM_Provinsi IPM_Nasional Ranking 2014

78,39

68,14

68,90

64,00

66,00

68,00

70,00

72,00

74,00

76,00

78,00

80,00

2010 2011 2012 2013 2014

IPM

DKI Jakarta

Jabar

Jateng

DIY

Jatim

Banten

Bali

Indonesia

2-11

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) provinsi di wilayah Jawa+Bali selama

periode 2008-2013 cenderung menunjukkan peningkatan, sebanyak 4 provinsi memiliki RLS di

atas RLS nasional (8,14 tahun) dan 3 provinsi lainnya masih berada di bawah RLS nasional

(Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur), dengan RLS tertinggi 2013 terdapat di

Provinsi D.I Yogyakarta sebesar 9,33 tahun, dan terrendah Jawa Tengah sebesar (7,43 tahun).

Gambar 2.12

Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Tiga provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah dengan angka RLS di bawah rata-rata RLS nasional

Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) selama periode 2008-2013 rata-rata

meningkat, seluruh provinsi menunjukkan perubahan positif. Pada tahun 2013 tiga provinsi

memiliki AMH di atas rata-rata nasional (94,14 %), dengan AMH tertinggi di Provinsi DKI

Jakarta sebesar 99,22 persen, dan AMH terrendah di Provinsi Bali yaitu 85,19 persen.

Gambar 2.13

Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Empat provinsi dengan angka dibawah rata-rata AMH nasional

6

7

8

9

10

11

12

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Tah

un

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I Yogyakarta

Jawa Timur Banten B A L I Nasional

85

87

89

91

93

95

97

99

101

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Pe

rse

n

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I YogyakartaJawa Timur Banten B A L I Nasional

2-12

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) antarprovinsi di wilayah Jawa+Bali

tahun 2008 dan 2013 (Tabel 2.9), untuk kelompok Usia 16-18 tahun rata-rata meningkat,

peningkatan terbesar terdapat di Provinsi Banten (11,95%), Provinsi Jawa Barat (11,79%)dan

Provinsi Bali (10,59%); untuk APS 19-24 tahun rata-rata meningkat di seluruh provinsi dengan

peningkatan terbesar di Provinsi Jawa Timur mencapai 7,65 persen. Sementara untuk APS 7-12

tahun dan APS 13-15 tahun meningkat diseluruh provinsi dengan peningkatan tertinggi di

Provinsi Banten yaitu sebesar 0,84 persen dan 9,62 persen.

Tabel 2.9

Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2008 dan 2013.

Provinsi 2008 2013

Δ 2008-2013

7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24

DKI Jakarta 98,82 90,53 61,86 17,75 99,35 95,28 65,54 19,45 0,53 4,75 3,68 1,70

Jawa Barat 98,24 81,00 47,58 10,54 98,86 89,20 59,37 17,20 0,61 8,19 11,79 6,66

Banten 97,75 81,28 50,35 11,66 98,60 90,90 62,31 17,73 0,84 9,62 11,95 6,07

Jawa Tengah 98,83 84,27 53,36 10,55 99,28 90,73 59,81 17,43 0,45 6,46 6,45 6,89

DI Yogyakarta 99,62 92,91 72,46 43,47 99,96 96,71 81,50 46,73 0,34 3,80 9,04 3,26

Jawa Timur 98,63 86,54 58,14 11,63 99,06 92,87 62,11 19,29 0,43 6,33 3,96 7,65

B a l i 98,45 88,07 63,36 13,53 99,27 95,83 73,95 19,48 0,83 7,75 10,59 5,95

INDONESIA 97,88 84,89 55,50 13,29 98,36 90,68 63,48 19,97 0,48 5,79 7,98 6,68

Sumber: BPS, Tahun 2013.

Akses masyarakat terhadap pendidikan untuk jenjang SD, SMP, SMA dan Perguruan

Tinggi masih rendah, hal ini ditunjukan masih dibeberapa provinsi jarak untuk mengakses

jenjang pendidikan tertentu masih jauh atau berada diatas rata-rata nasional. Seperti yang

disajikan pada Tabel 2.10, menunjukan untuk jenjang pendidikan SD/MI sebanyak 3 provinsi

masih berada diatas rata-rata nasional dengan akses paling jauh di provinsi Banten, pendidikan

SMP/SMTP 4 provinsi masih berada diatas rata-rata nasional dengan jarak terjauh dui Provinsi

DI Yogyakarta, pendidikan SMA hampir semua provinsi berada diatas rata-rata nasional kecuali

Jawa Barat dengan jarak terjauh di Provinsi DI Yogyakarta, dan pendidikan Perguruan Tinggi 4

provinsi berada diatas rata-rata nasional dengan jarak terjauh di Provinsi Bali.

Tabel 2.10

Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km)

di Pulau Jawa+Bali Tahun 2012.

Provinsi Jenjang Pendidikan

SD/MI SMP/MTs SM/MA PT

DKI Jakarta 3,00 6,17 8,26 14,2 Jawa Barat 2,09 4,52 6,75 12,11 Banten 3,42 4,54 7,53 16,29 Jawa Tengah 1,36 4,08 7,22 16,02 DI Yogyakarta 3,26 7,32 13,3 8,67 Jawa Timur 1,76 4,36 7,25 13,66 Bali 2,42 4,50 9,62 16,79

Indonesia 2,09 4,46 6,98 13,91

Sumber : Statistik Pendidikan 2012, BPS

2-13

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Kondisi pendidikan menurut rasio murid terhadap sekolah, perkembangan rasio murid

terhadap sekolah untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA secara umum mengalami

peningkatan (Tabel 2.9). Hal ini menunjukan bahwa kesempatan penduduk untuk akses

pendidikan semakin meningkat. Rasio murid terhadap jumlah sekolah untuk jenjang SD paling

baik terdapat di Jawa Timur dan Di Yogyakarta, jenjang SMP dan SMA paling baik di Banten dan

Jawa Timur, dan jenjang pendidikan SMA paling baik di Jawa Barat dan Jawa Timur.

Tabel 2.11

Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan di Pulau Jawa+Bali Tahun 2011 dan 2014.

Provinsi

Rasio Murid/sekolah

SD SMP SMA

2011 2014 2011 2014 2011 2014

DKI Jakarta 270,79 261,08 347,17 322,23 394,98 378,47

Jawa Barat 228,64 224,71 350,92 337,01 341,58 316,59

Jawa Tengah 151,33 160,71 371,18 344,10 430,83 356,18

D.I Yogyakarta 153,07 153,10 286,31 292,99 374,70 351,10

Jawa Timur 154,61 150,62 267,87 231,57 513,08 324,85

Banten 339,34 236,44 298,02 232,92 298,56 361,28

B A L I 176,81 169,10 451,20 460,47 454,58 511,75

Nasional 181,08 173,27 264,74 242,07 328,83 305,50

Sumber: BPS, Tahun 2014

Perkembangan jumlah rasio murid terhadap jumlah guru untuk jenjang pendidikan SD,

SMP, dan SMA rata-rata menunjukan perbaikan. Rasio jumlah murid dan guru untuk jenjang

pendidikan SD paling baik di Provinsi D.I Yogyakarta dibandingkan provinsi lainnya yaitu

dengan angka rasio sebesar 1143, jenjang pendidikan SMP paling baik di DI Yogyakarta dan

Jawa Timur, dan jenjang pendidikan SMA paling baik di Provinsi D.I Yogyakarta dan DKI Jakarta.

Tabel 2.12.

Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang

Pendidikan di Pulau Jawa+Bali Tahun 2011 dan 2014.

Provinsi

Rasio murid/guru

SD SMP SMA

2011 2014 2011 2014 2011 2014

DKI Jakarta 21,70 19,48 17,72 18,08 18,74 16,24

Jawa Barat 22,69 21,60 18,10 18,73 19,36 19,58

Jawa Tengah 17,29 15,93 18,69 15,79 18,65 17,20

D.I Yogyakarta 14,68 11,43 12,97 12,87 11,68 12,08

Jawa Timur 14,16 13,58 13,61 13,36 16,63 17,52

Banten 28,55 21,64 17,16 19,46 16,92 18,60

B A L I 17,35 16,79 16,21 17,45 16,08 17,35

Nasional 17,42 16,53 15,06 14,53 16,19 16,06

Sumber: BPS, Tahun 2014

2-14

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Kesehatan. Perkembangan derajat kesehatan penduduk antarprovinsi di wilayah

Jawa+Bali selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh

menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB) , Angka Kematian Balita (AKBA), dan meningkatnya

Umur Harapan Hidup (UHH). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi

kesehatan secara nasional yang cenderung terus membaik.

Angka Kematian Bayi, Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

2014, Angka Kematian Bayi (AKB) antarprovinsi di wilayah Jawa+Bali, sebagian besar provinsi

memiliki AKB di bawah rata-rata AKB nasional (26,6 kematian per 1.000 kelahiran hidup). AKB

tertinggi di Provinsi Banten sebesar 28,9 kematian per 1.000 kelahiran hidup dan terendah di

Provinsi D.I Yogyakarta sebesar 12,9 kematian per 1.000 kelahiran hidup.

Gambar 2.14

Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali, Tahun 2010-2014.

Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi

Perkembangan Angka Kematian Bayi di Pulau Jawa+Bali menurun, AKB Banten masih berada diatas rata-rata AKB nasional

Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan indikator gizi buruk pada balita, merupakan

gangguan pertumbuhan bayi yang terjadi sejak usia dini (4 bulan) yang ditandai dengan

rendahnya berat badan dan tinggi badan, dan terus berlanjut sampai usia balita. Hal tersebut

terutama disebabkan rendahnya status gizi ibu hamil. Perkembangan gizi buruk pada balita

tahun 2014 di seluruh provinsi pada cenderung menurun, kecuali di Provinsi DKI Jakarta

meningkat. Berdasarkan perbandingan status gizi balita antarprovinsi di wilayah Jawa+Bali

pada tahun 2014, balita gizi buruk tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Timur dan terrendah di

Provinsi Bali. Lihat Gambar 2.15.

12,9

28,9

26,6

10

15

20

25

30

35

2010 2011 2012 2013 2014

AK

B (

%)

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

D.I Yogyakarta

Jawa Timur

Banten

B A L I

Nasional

2-15

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.15

Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali, Tahun 2010-2014, (jiwa).

Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi)

Perkembangan Gizi buruk pada Balita di Pulau Jawa+Bali cenderung membaik, kecuali di Provinsi DKI Jakarta dan Bali

Umur Harapan Hidup, berdasarkan estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) antarprovinsi

di wilayah Jawa+Bali selama periode 2008-2013 menunjukkan peningkatan, sejalan dengan

perkembangan UHH secara nasional. Estimasi UHH antarprovinsi di wilayah Jawa+Bali tahun

2013 sebanyak 4 provinsi telah berada di atas UHH nasional, Provinsi dengan UHH tertinggi

berada di D.I Yogyakarta sebesar 73,62 tahun, dan terrendah di Provinsi Banten sebesar 65,47

tahun. Lihat Gambar 2.16.

Gambar 2.16

Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Nilai UHH Jawa Barat dan Banten masih dibawah rata-rata UHH nasional.

Indikator kesehatan lainnya yang menggambarkan kinerja dari pelayanan kesehatan

masyarakat adalah kondisi kesehatan ibu dan bayi yang berkaitan dengan proses melahirkan.

Kondisi ini dapat ditunjukkan melalui data persentase kelahiran balita menurut penolong

kelahiran terakhir. Pada tahun 2012, persentase penolong persalinan terakhir oleh tenaga medis

antarprovinsi di wilayah Jawa+Bali, sebagian besar berada di atas angka nasional (82,72

persen), kecuali di Provinsi Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur (Gambar 2.17).

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

DKI Jakarta Jawa Barat JawaTengah

D.IYogyakarta

Jawa Timur Banten B A L I

JIw

a

2011

2012

2013

2014

64

66

68

70

72

74

76

2008 2009 2010 2011 2012 2013

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

D.I Yogyakarta

Jawa Timur

Banten

B A L I

Nasional

2-16

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.17

Persentase Kelahiran Balita dengan Penolong Kelahiran Terakhir menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2012.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)

>80% proses kelahiran Balita di Pulau Jawa+Bali ditolong tenaga medis dan rata-rata berada diatas nasional, kecuali Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur.

Jumlah kasus AIDs di Pulau Jawa+Bali tahun 2013, Provinsi Jawa Timur menempati

urutan pertama yaitu sebanyak 1.038 kasus, selanjutnya diikuti Provinsi Bali sebanyak 641

kasus, dan Provinsi DKI Jakarta sebanyak 640 kasus serta Proinsi Jawa Tengah sebanyak 524

kasus (Gambar 2.18).

Gambar 2.18

Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali, Tahun 2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)

Kasus AIDs tertinggi terdapat di Jawa Timur, Bali, DKI Jakarta dan Jawa Tengah

98,45

75,23 77,96

90,55

100,01

74,20

97,56

1,56

24,78 22,03

9,44 6,85 2,45

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

DKI Jakarta Jawa Barat Banten JawaTengah

DlYogyakarta

Jawa Timur Bali

Tenaga Medis Provinsi_2012 Non Tenaga Medis Provinsi_2012

Tenaga Medis Nasional_2012

640

33

524

134

1038

188

641

0

200

400

600

800

1000

1200Kasus Baru AID

2-17

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.19

Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan dan Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)

Persentase status gizi balita menurut tinggi badan dan umur di seluruh provinsi sebagian besar dalam kondisi normal

Perumahan, tempat tinggal memiliki peran strategis dalam membentuk watak dan

kepribadian bangsa. Hal ini merupakan salah satu upaya membangun manusia Indonesia yang

berjati diri, mandiri, dan produktif. Sehingga kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan

dasar setiap manusia, yang akan terus berkembang sesuai dengan tahapan dan siklus kehidupan.

Perumahan yang layak huni harus dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum,

diantaranya adalah penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon,

jalan, dan infrastruktur lainnya.

Berdasarkan lokasi permukiman di Pulau Jawa+Bali, beberapa provinsi masih banyak

desa dengan lokasi permukiman pada lokasi yang membahayakan, dan tidak nyaman. Pada tahun

2014 tercatat total jumlah desa dengan kondisi permukiman kumuh sebanyak 2.423 desa, dengan

penyebaran terbanyak di Provinsi Jawa Barat yaitu 1.208 desa dan Jawa Tengah sebanyak 463

desa. Sementara total jumlah desa dengan lokasi permukiman di bawah Saluran Udara Tegangan

Ekstra Tinggi (SUTET) tercatat sebanyak 2.609 desa, dengan penyebaran terbesar di Provinsi

Jawa Barat sebanyak 857 desa, dan lokasi permukiman di bantaran sungai sebanyak 6.251 desa

dengan penyebaran terbanyak di Provinsi Jawa Barat 1.949 desa dan Jawa Tengah sebanyak

1.876 desa.

Gambar 2.20

Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Jawa+Bali Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman kumuh terbesar di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah

0

10

20

30

40

50

60

70

80

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIYogyakarta

Jawa Timur Banten Bali

%

Sangat Pendek (%) Pendek (%) Normal (%)

184

1.208

463

13

240 288

27

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa TengahDI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali

Pemukiman Kumuh

2-18

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.21

Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Jawa+Bali Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman dibantaran Sungai terbesar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur

Gambar 2.22. Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan

Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Jawa+Bali Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman dibawah SUTET terbesar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah

Perkembangan jumlah rumah tangga dengan jenis lantai terluas secara umum sebagian

besar kondisi permukiman di Pulau Jawa+Bali menggunakan lantai bukan tanah (Tabel 2.13).

Perkembangan persentase rumah tangga dengan lantai bukan tanah terus meningkat dari tahun

2010-2013, dan rata-rata berada diatas angka nasional. Untuk luas lantai, sebagian besar

persentase rumah tangga memiliki luas lantai 20-49 m2 dan 50-99 m2, sementara untuk luas

lantai > 100 m2 relatif kecil (Tabel 2. 14).

127

1.949 1.876

134

1.433

516

216

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIYogyakarta

Jawa Timur Banten Bali

Bantaran / Tepi Sungai

71

857

687

28

730

236

0 0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIYogyakarta

Jawa Timur Banten Bali

Bawah Sutet

2-19

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Tabel 2.13

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Jawa+Bali Tahun 2010-2013.

Provinsi

Persentase Rumah Tangga berdasarkan Jenis Lantai terluas (Persen)

Tanah Bukan tanah

2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014

Dki Jakarta 2,15 0,25 0,09 0,56 0,57 97,85 99,75 99,91 99,44 99,43

Jawa Barat 5,33 3,78 3,16 5,34 4,7 94,67 96,22 96,84 94,66 95,3

Jawa Tengah 24,37 21,28 21,43 18,45 17,6 75,63 78,72 78,57 81,55 82,4

Di Yogyakarta 7,72 6,2 6,06 8,49 8,24 92,28 93,8 93,94 91,51 91,76

Jawa Timur 18,52 15,85 15,31 13,29 12,21 81,48 84,15 84,69 86,71 87,79

Banten 6,89 5,73 4,83 8,35 7,01 93,11 94,27 95,17 91,65 92,99

Bali 6,03 3,58 3,01 2,22 2,16 93,97 96,42 96,99 97,78 97,84

Rata-rata Nasional 11,5 9,21 8,55 8,85 8,13 88,5 90,79 91,45 91,15 91,87

Sumber: BPS, Tahun 2014

Tabel 2.14

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Jawa+Bali Tahun 2014.

Provinsi Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai (m

2) (Persen)

<19 20-49 50-99 100-149 150+ Total

Dki Jakarta 20,78 34,83 23,47 9,78 11,14 100

Jawa Barat 4,98 39,42 41,84 9,51 4,25 100

Jawa Tengah 1,83 13,74 53,64 19,31 11,48 100

Di Yogyakarta 12,64 14,14 41,39 19,01 12,82 100

Jawa Timur 3,63 20,22 52,63 14,99 8,53 100

Banten 5,16 29,33 48,42 11,5 5,59 100

Bali 15,52 27,01 34,84 14,11 8,52 100

Rata-rata Nasional 5,04 31,03 44,98 12,24 6,71 100

Sumber: BPS, Tahun 2014

Persentase jumlah rumah tangga menurut penerangan listrik PLN, secara umum

persentase rumah tangga di perkotaan maupun di perdesaan dengan penerangan listrik PLN

berada diatas rata-rata nasional (Tabel 2.15). Selama periode 2009 dan 2013 persentase jumlah

rumah tangga dengan penerangan listrik PLN meningkat. Sementara untuk perkembangan

persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak dan air minum layak meningkat dari

tahun 2009-2013 (Tabel 2.16), dan sebagian besar jumlah rumah dengan sanitasi layak dan air

minum layak berada diatas rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Jawa Barat dan Banten.

2-20

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Tabel 2.15

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Pulau Jawa+Bali Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

2009 2013

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perdesaan Perdesaan

DKI Jakarta 98,46 - 98,46 99,92 99,92

Jawa Barat 98,12 96,14 97,29 99,45 98,43 99,09

Jawa Tengah 98,62 97,72 98,16 99,70 99,34 99,50

DI Yogyakarta 99,04 98,08 98,72 99,81 99,18 99,61

Jawa Timur 98,02 96,17 97,07 99,36 98,26 98,77

Banten 96,19 92,30 94,68 99,79 98,35 99,34

Bali 98,76 94,15 96,81 99,87 98,66 99,40

Rata-rata Nasional 97,05 81,99 89,29 99,11 87,27 93,17

Sumber: BPS, Tahun 2014

Persentase jumlah rumah tangga menurut sumber air minum layak, secara umum

persentase rumah tangga tahun 2013 di perkotaan dan perdesaan menunjukan adanya

peningkatan dari tahun 2009, dengan persentase terbesar di daerah perkotaan (Tabel 2.16).

Namun jika dibandingkan terhadap rata-rata nasional 2 provinsi masih dibawah rata-rata

nasional. Persentase rumah tangga terbesar di Provinsi DKI Jakarta (92,49%) dan terrendah di

Provinsi Jawa Barat (64,39%). Sementara untuk perkembangan persentase jumlah rumah

tangga dengan sanitasi layak meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 2.17), dan berada diatas

rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur. Persentase terbesar untuk

rumah tangga dengan sanitasi layak terdapat di Provinsi DKI Jakarta (86,57%) dan terrendah di

Provinsi Jawa Barat (60,18%).

Tabel 2.16

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Jawa+Bali Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

2009 2013

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perdesaan Perdesaan

DKI Jakarta 34,81 - 34,81 92,49 - 92,49

Jawa Barat 41,04 39,77 40,51 71,71 50,94 64,39

Jawa Tengah 61,54 55,28 58,3 77,25 66,46 71,3

DI Yogyakarta 57,61 65,85 60,38 83,96 68,99 79,25

Jawa Timur 54,06 57,25 55,7 81,53 67,37 74,04

Banten 27,54 27,35 27,47 76,65 38,69 64,51

Bali 51,63 71,42 59,99 92,45 85,36 89,79

Rata-rata Nasional 49,82 45,72 47,71 79,34 56,17 67,73

Sumber: BPS, Tahun 2014

2-21

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Tabel 2.17.

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Jawa+Bali Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi (%)

2009 2010 2011 2012 2013

DKI Jakarta 80,37 84,57 87,83 80,45 86,57

Jawa Barat 52,17 55,57 52,5 55,41 60,18

Jawa Tengah 54,06 57,76 59,42 60,02 63,28

D.I Yogyakarta 75,35 81,85 82,15 84,01 84,20

Jawa Timur 51,07 52,96 54,21 56,92 60,38

Banten 58,82 63,78 64,15 61,35 67,27

B A L I 75,95 79,13 83,26 82,71 83,63

NASIONAL 51,19 55,53 55,6 57,35 60,91

Sumber: BPS, Tahun 2014

2.3. DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

2.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan

Pulau Jawa+Bali merupakan lumbung padi terbesar secara nasional, produksi padi tahun

2015 mencapai 39.351.126 ton atau sekitar 52,09 persen dari total produksi nasional, dengan

produktivitas 5,97 ton/ha (lebih tinggi dari produktivitas padi nasional). Perkembangan

produksi padi di Pulau Jawa+Bali rata-rata meningkat 2,81 persen per tahun (dalam periode

2007-2015), dengan produksi padi terbesar di Provinsi Jawa Timur mencapai 12,78 juta ton

atau 32,47 persen dari produksi padi P. Jawa+Bali.

Gambar 2.23

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2006-2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Produktivitas padi Jawa Bali lebih tinggi dari rata-rata produktivitas padi nasional

30

.80

1.5

29

31

.30

6.1

14

33

.18

7.4

62

35

.75

8.8

95

37

.24

4.5

45

37

.29

7.7

89

37

.39

2.2

16

38

.25

5.1

56

37

.30

7.2

91

39

.35

1.1

26

5,97

5,28

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

-

5.000.000

10.000.000

15.000.000

20.000.000

25.000.000

30.000.000

35.000.000

40.000.000

45.000.000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Produksi Tanaman Padi Produktivitas (ton/ha)_Jawa+BaliProduktivitas (ton/ha)_Nasional

2-22

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.24

Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Jawa+Bali Tahun 2015.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Perkembangan tanaman pangan jagung, produksi jagung tahun 2015 mecapai

10.931.042 ton atau sekitar 52,89 persen dari total produksi jagung nasional, dengan

produktivitas 5,44 ton/ha (lebih tinggi dari produktivitas padi nasional). Perkembangan

produksi jagung di Pulau Jawa+Bali rata-rata meningkat 310,064 ton per tahun (dalam periode

2008-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata 8.664 ha per tahun. Produksi jagung

terbesar di Provinsi Jawa Timur mencapai 6,2 juta ton atau 56,81 persen dari produksi padi

Pulau Jawa+Bali.

Gambar 2.25

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2006-2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Produktivitas jagung Pulau Jawa Bali lebih tinggi dari rata-rata produktivitas jagung nasional

24,39

52,09

4,19

7,03

11,71

0,25 0,34

Produksi Padi menurut Pulau (%)

P. SUMATERA

P.JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

KEP. MALUKU

P. PAPUA

0,01

30,54

26,94

2,31

32,47

5,53 2,19

Produksi Padi menurut Provinsi di Pulau Jawa+Bali (%)

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Banten

B A L I

6.5

65

.41

8

7.4

11

.84

5

8.7

56

.04

2

9.5

47

.21

4

10

.01

0.5

09

9.5

31

.47

2

10

.77

3.8

90

10

.15

3.0

59

10

.19

9.3

38

10

.93

1.0

42

5,44

5,17

0

2000000

4000000

6000000

8000000

10000000

12000000

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produktivitas Produksi (ton)

Produksi P. Jawa+Bali Produktivitas P. Jawa+Bali

Produktivitas Nasional

2-23

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.26

Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Jawa+Bali Tahun 2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Perkembangan tanaman pangan jenis kedelai, produksi kedelai tahun 2015 mecapai

631.032 ton atau sekitar 66,00 persen dari total produksi kedelai nasional, dengan produktivitas

1,67 ton/ha (lebih tinggi dari produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi kedelai di

Pulau Jawa+Bali rata-rata meningkat 9.917 ton per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan

peningkatan luas panen rata-rata 5.719 ha persen per tahun. Produksi kedelai terbesar di

Provinsi Jawa Timur mencapai 345.683 ton atau 54,78 persen dari produksi kedelai Pulau

Jawa+Bali.

Gambar 2.27

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2006-2014.

Sumber: Badan Pusat Statistik 2014

Produktivitas kedelai Jawa Bali lebih tinggi dari rata-rata produktivitas kedelai nasional

21,61

52,89

8,50

1,49

15,30

0,17 0,04

Produksi (Ton)

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

9,62

30,47

2,62

56,81

0,13 0,35

Produksi (Ton)

JAWA BARAT

JAWA TENGAH

DI YOGYAKARTA

JAWA TIMUR

BANTEN

BALI

52

9.2

69

43

1.0

45

52

8.3

20

66

0.3

60

63

8.7

66

58

2.6

21

61

1.8

51

52

9.3

87

63

0.3

42

63

1.0

32

1,67

1,56

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

0

100000

200000

300000

400000

500000

600000

700000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

P. Jawa+Bali Produktivitas_Jawa+Bali Produktivitas_Nasional

2-24

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.28

Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Jawa+Bali Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Penghasil kedelai terbesar di Pulau Jawa+Bali yaitu di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat

Tabel 2.18

Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di

Pulau Jawa+Bali Tahun 2015.

Provinsi Padi Jagung Kedelai

LP (ha) P (ton) PT

(ton/ha) LP (ha) P (ton)

PT (ton/ha)

LP (ha) P (ton) PT

(ton/ha)

DKI Jakarta 1.026 5.699 5,55 - -

- 0

Jawa Barat 1.991.394 12.018.743 6,04 140.802 1.051.120 7,47 70.174 117745 1,68

Jawa Tengah 1.824.664 10.602.573 5,81 561.737 3.330.451 5,93 71.454 131685 1,84

DI Yogyakarta 154.214 909.164 5,90 64.843 286.603 4,42 18.391 21953 1,19

Jawa Timur 2.083.980 12.778.353 6,13 1.220.783 6.210.212 5,09 207.105 345683 1,67

Banten 392.849 2.175.273 5,54 4.502 14.574 3,24 4.818 6395 1,33

Bali 141.278 861.321 6,10 15.517 38.082 2,45 5.254 7571 1,44

P. Jawa Bali 6.589.405 39.351.126 5,97 2.008.184 10.931.042 5,44 377.196 631.032 1,67

% Nasional 46,05 52,09

50,24 52,89

58,90 63,17

Sumber: BPS, Tahun 2014

Tanaman Perkebunan. Pulau Jawa+Bali merupakan penghasil terbesar tanaman

perkebunan di Indonesia, dengan komoditas utamanya adalah tebu, kelapa, dan karet (Tabel

2.18). Produksi tebu di Pulau Jawa+Bali tahun 2014 sebesar 1.612,33 ribu ton atau 62,61

persen dari produksi tebu nasional. Selain tebu, komoditas lainnya adalah kelapa dengan

produksi mencapai 726,18 ribu ton atau sekitar 23,96 persen dari total produksi kelapa nasional,

dan karet sebesar 129,33 ribu ton atau 4,1 persen dari produksi karet nasional. Namun

dibandingkan produksi tahun 2012 pada tahun 2014 produksi tebu, kelapa dan karet

mengalami sedikit penurunan.

11,64

66,00

10,46

1,54

9,70

0,14 0,52

Produksi (Ton)

P. Sumatera

P. Jawa+Bali

P. Nusa Tenggara

P. Kalimantan

P. Sulawesi

Kep. Maluku

P. Papua

18,66

20,87

3,48

54,78

1,01 1,20

Produksi (Ton)

JAWA BARAT

JAWA TENGAH

DI YOGYAKARTA

JAWA TIMUR

BANTEN

BALI

2-25

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Tabel 2.19

Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2012 dan 2014.

Komoditas P. Jawa+Bali (ribu ton) Nasional (ribu ton) P.Jawa+Bali (%)

2012 2014 2012 2014 2012 2014

Kelapa Sawit 50,39 61,67 26.015,5 29.344,5 0,19 0,21

Kelapa 746,15 726,18 2.938,4 3.031,3 25,39 23,96

Karet 143,06 129,33 3.012,3 3.153,2 4,75 4,10

Kopi 111,74 114,89 691,2 685,1 18,71 16,77

Kakao 41,67 41,42 740,5 709,3 5,63 5,84

Tebu 1651,03 1612,33 2.592,6 2.575,4 63,68 62,61

Teh 120,86 120,58 143,4 142,7 84,27 84,48

Tembakau 191,61 117 260,8 166,3 73,46 70,37

Sumber: BPS, Tahun 2014

Sementara penghasil tebu dan kelapa terbesar di Pulau Jawa+Bali terdapat di Provinsi

Jawa Timur dengan masing-masing produksi sebesar 1.243,39 ribu ton atau 76,92 persen dari

total produksi tebu di Pulau Jawa+Bali dan sebesar 271,55 ribu ton atau 37,39 persen dari total

produksi kelapa di Jawa+Bali, dan penghasil karet terbesar di Provinsi Jawa Barat sebesar 54,03

ribu ton atau 41,78 persen dari total produksi kelapa di Jawa+Bali (Tabel 2.19).

Tabel 2.20

Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Jawa+Bali menurut Provinsi Tahun 2014.

Provinsi

Kelapa Sawit Kelapa Karet Kopi

(ribu ton) (%) (ribu ton)

(%) (ribu ton)

(%) (ribu ton) (%)

DKI Jakarta 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00

Jawa Barat 33,52 54,35 105,01 14,46 54,03 41,78 17,01 14,81

Jawa Tengah 0 0,00 188,95 26,02 37,07 28,66 20,29 17,66

Di Yogyakarta 0 0,00 44,96 6,19 0 0,00 0,65 0,57

Jawa Timur 0 0,00 271,55 37,39 25,43 19,66 59,09 51,43

Banten 28,15 45,65 51,36 7,07 12,55 9,70 2,55 2,22

Bali 0 0,00 64,35 8,86 0,25 0,19 15,3 13,32

P. Jawa+Bali 61,67 100,00 726,18 100,00 129,33 100,00 114,89 100,00

Provinsi Kakao Tebu Teh Tembakau

(ribu ton) (%) (ribu ton) (%) (ribu ton) (%) (ribu ton) (%)

DKI Jakarta - - - - - - - 1

Jawa Barat 1,89 4,56 99,26 6,14 103,8 86,08 8,87 7,68

Jawa Tengah 1,56 3,77 237,93 14,72 13,75 11,40 30,97 26,81

Di Yogyakarta 0,84 2,03 35,93 2,22 0,06 0,05 0,69 0,60

Jawa Timur 30,62 73,93 1243,39 76,92 2,93 2,43 74 64,06

Banten 2,6 6,28 0 0,00 0,04 0,03 0 0,00

Bali 3,91 9,44 0 0,00 0 0,00 0,98 0,85

P. Jawa Bali 41,42 100,00 1616,51 100,00 120,58 100,00 115,51 100,00

Sumber: BPS, Tahun 2014

2-26

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Peternakan. Populasi ternak besar Pulau Jawa+Bali terbesar adalah jenis domba

dengan jumlah populasi tahun 2013 mencapai 13.617.511 ekor, selanjutnya diikuti kambing,

dan sapi dengan populasi masing-masing 10.541.335 ekor dan 9.369.429 ekor. Sementara

untuk jenis ternak unggas populasi terbesar adalah jenis ayam ras pedaging, dengan populasi

tahun 2013 sebesar 992.215.701 ekor.

Gambar 2.29

Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2013, (dalam ekor).

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

Populasi terbesar ternak besar dominan Jenis domba, kambing dan sapi

Tabel 2.21

Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2013.

Provinsi Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi

D.K.I. Jakarta 3.995 133 6.448 1.450 212 -

Jawa Barat 587.537 124.212 2.324.828 9.214.234 14.599 6.871

Jawa Tengah 2.247.760 81.827 3.996.544 2.495.427 18.231 166.718

D.I. Yogyakarta 429.350 822 381.341 159.455 1.656 14.773

Jawa Timur 5.382.667 33.498 2.951.463 1.104.931 11.632 37.312

Banten 56.991 125.746 807.561 642.006 213 10.007

Bali 661.129 1.955 73.150 8 246 900.662

P. JAWA BALI 9.369.429 368193 10541335 13617511 46789 1136343

Shatre terhadap Nasional (%) 56,42 24,81 56,75 93,52 10,30 13,78

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

0

2.000.000

4.000.000

6.000.000

8.000.000

10.000.000

12.000.000

14.000.000

16.000.000

2009 2010 2011 2012 2013*)

Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi

2-27

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.30

Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2013, (dalam ekor).

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013.

Populasi terbesar ternak unggas dominan Jenis ayam ras pedaging

Tabel 2.22

Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2013, (ribu ekor).

Provinsi

Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik

Populasi Pertumbuhan

(%) Populasi

Pertumbuhan (%)

Populasi Pertumbuhan

(%)

D.K.I. Jakarta 147.248 -0,98 - 23.244 0,00

Jawa Barat 680.452.807 11,47 13.073.671 6,53 8.943.189 1,94

Jawa Tengah 80.082.520 4,13 20.394.370 2,58 5.847.950 2,36

D.I. Yogyakarta 6.113.547 5,14 3.414.543 2,03 566.339 6,89

Jawa Timur 159.844.575 2,50 41.275.347 2,50 4.001.671 3,86

Banten 59.932.454 10,68 5.455.070 8,31 1.760.130 3,71

Bali 5.642.550 -3,91 4.377.112 2,20 657.080 1,79

P. JAWA BALI 992.215.701 9,12 87.990.113 3,41 21.799.603 2,66

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

2.3.2. Pengembangan Sektor Energi

Energi Listrik. Kapasitas terpasang energy listrik PLN pada tahun 2013 di wilayah

Jawa-Bali mencapai 34.189,92 Mw. Sebagian besar energi listrik tersebut bersumber

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU).

Kapasitas terpasang paling besar terdapat di Jawa Timur dan Banten. Untuk jumlah energi

listrik yang dibangkitkan mengalami peningkatan sebesar 62.279,8 Gwh pada tahun 2012

dibandingkan tahun 2008. Perkembangan rasio elektrifikasi provinsi di Jawa+Bali selama

periode 2009-2013 rata-rata meningkat, namun Provinsi Bali, Jawa Timur dan Jawa Barat masih

dibawah rata-rata rasio elektrifikasi nasional.

0

200.000.000

400.000.000

600.000.000

800.000.000

1.000.000.000

1.200.000.000

2009 2010 2011 2012 2013*)

Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik

2-28

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.31

Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Jawa Bali dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

Rasio elektrifikasi di Pulau Jawa Bali tahun 2013 mencapai 82,8 persen meningkat dari tahun 2009 dan berada di atas rasio elektrifikasi nasional

Gambar 2.32

Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (dalam persen).

Rasio elektrifikasi di Pulau Jawa Bali tertinggi di DKI Jakarta dan Jawa Tengah

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

70,14

70,02

74,46

78,16

82,7

66,28

67,15

72,95

76,56

78,06

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00

2009

2010

2011

2012

2013

NASIONAL P. JAWA BALI

78,06

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

Bali JawaTimur

JawaTengah

DI.Yoyakarta

JawaBarat

Banten DKIJakarta

Rasio Elektrifikasi_Provinsi Rasio Elektrifikasi_Nasional

2-29

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.33

Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (KWg/Kapita).

Sumber : Data BPS, Stastistik PLN Tahun 2013

KWh perkapita di Wilayah Pulau Jawa Bali masih dibawah rata-rata KWh perkapita nasional

Gambar 2.34

Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Jawa-Bali Tahun 2010-2013, (dalam MGh).

Sumber : Data BPS, Stastistik PLN Tahun 2013

Produksi energi listrik di Pulau Jawa Bali dalam empat tahun terkahir mengalami peningkatan setisap tahunnya, atau tumbuh sebesar 9,65 persen per tahun

Gambar 2.35

Komposisi Produksi Energi Listrik menurut Jenis Pembangkit di Wilayah Pulau Jawa-Bali Tahun 2013, (dalam persen).

Sumber : Data Stastistik PL N Tahun 2013

Produksi energi listrik di Pulau Jawa Bali sebagian besar di produksi dari PLTU dan PLTGU

0,00

500,00

1.000,00

1.500,00

2.000,00

2.500,00

3.000,00

3.500,00

4.000,00

4.500,00

Bali JawaTimur

JawaTengah

DI.Yoyakarta

Jawa Barat Banten DKI Jakarta

KWh jual/kapita_Provinsi KWh jual/kapita_Nasional

12

9.8

54

,65

13

9.0

98

,29

15

1.0

04

,57

16

2.0

34

,75

-

20.000,00

40.000,00

60.000,00

80.000,00

100.000,00

120.000,00

140.000,00

160.000,00

180.000,00

2010 2011 2012 2013

P. JAWA BALI

6,29

60,21

2,99

26,73

2,44 1,34

P. JAWA BALI

PLTA

PLTU

PLTG

PLTGU

PLTP

PLTD

PLTMG

PLT Surya

2-30

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

2.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan.

Perikanan dan Kelautan. Tingkat perkembangan produksi perikanan tangkap dan

budidaya tahun 2013 di Pulau Jawa+Bali rata-rata meningkat, Produksi perikanan tangkap 2013

mencapai 1.226.773 ton meningkat meningkat sebesar 153.488 ton dari tahun 2009 dengan

peningkatan rata-rata 3,43 persen per tahun, dan perikanan budidaya 2.689.419 ton meningkat

sebesar 1.397.485 ton dari produksi tahun 2009 dengan tumbuh rata-rata 20,17 persen per

tahun. Produksi perikanan tangkap terbesar di Pulau Jawa+Bali terdapat di Provinsi Jawa

Timur dan Jawa Tengah, sementara untuk produksi perikanan budidaya terbesar di Provinsi

Jawa Timur dan Jawa Barat.

Gambar 2.36

Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2009-2013, (dalam ton).

Sumber: BPS, Tahun 2013

Produksi perikanan terbesar di Wilayah Jawa+Bali berasal dari perikanan Budidaya

Gambar 2.37

Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Jawa+Bali terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).

Produksi perikanan budidaya tahun 2013 sebesar 2.689.413 ton atau sekitar 20,22 persen dari produksi peikanan budidaya nasional;

1.2

91

.93

0

1.5

41

.46

0

1.9

43

.63

0

2.2

70

.10

6

2.6

89

.41

9

1.0

73

.28

5

1.1

17

.99

7

1.1

90

.87

2

1.2

37

.08

6

1.2

26

.77

3

-

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

3.000.000

2009 2010 2011 2012 2013

Pro

du

ksi (

ton

)

Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap

9,49

20,22

19,31 4,29

40,84

5,20 0,65

Distribusi Produksi Perikanan Budidaya (%)

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

2-31

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Produksi perikanan tangkap Pulau Jawa+Bali sebesar 1.226.773 ton atau sekitar 20,09 persen terbesar dari nasional.

Sumber: BPS, Tahun 2013

Gambar 2.38

Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2012, (dalam persen).

Sumber: BPS, Tahun 2013

Produksi perikanan tangkap terbesar berada di Provinsi Jawa Timur sebesar 36,85 persen, dan Jawa Tengah sebear 18,23 persen.

Produksi perikanan budidaya terbesari terdapat di Provinsi Jawa Timur sebesar 37,03 persen dan Jawa Barat sebesar 36,09 persen

2.3.4. Penegembangan Sektor Industri dan Pariwisata

Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan salah satu sektor untuk mendorong

perekonomian daerah dan nasional. Potensi sektor pariwisata di Pulau Jawa+Bali yang tersebar

di 7 provinsi cukup potensial yang meliputi wisata budaya, wisata alam bahari, agro wisata, dan

lain-lain. Untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata sebagai produk unggulan daerah

28,76

20,09 4,09

10,77

18,08

11,52

6,69

Distribusi Produksi Perikanan Tangkap

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

13,60

16,10

18,23

0,39

36,85

5,33 9,50

Distribusi Tangkap

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Banten

Bali

0,25

36,09

14,77

2,16

37,03

3,70 6,01

distribusi Budidaya

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Banten

Bali

2-32

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

di masa mendatang, pemerintah harus melakukan pembangunan sarana dan prasarana

penunjang pariwisata yang lebih memadai.

Salah satu indikator kinerja sektor pariwisata dapat ditunjukan dengan perkembangan

jumlah wisatawan baik yang berasal dari mancanegara maupun domestik, serta jumlah

ketersediaan akomodasi dari hotel dan restoran yang tersedia. Perkembangan jumlah tamu

asing dan domestik dari tahun 2010-2014 meningkat, Pada Tahun 2014 jumlah kunjungan tamu

asing mencapai 9.458.638 orang atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 160,16 persen

per tahun, sementara jumlah tamu domestik mencapai 27.181.922 orang atau tumbuh rata-rata

sebesar 9,99 persen setiap tahunnya. Sementara untuk jumlah kunjungan tamu asing terbesar

terdapat di Bali mencapai 6.739.593 orang, dan tamu domestik terbesar di Provinsi Jawa Barat

mencapai 7.605.086 orang.

Tabel 2.23

Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Jawa+Bali, Tahun 2003-2014, (orang)

Asing

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata

Pertumbuhan 2010-2014

DKI Jakarta 894.832 1.067.924 1.233.558 1.157.931 1.400.431 12,42

Jawa Barat 247.365 219.184 294.290 355.478 398.010 13,91

Jawa Tengah 73.084 114.164 94.297 155.819 180.991 30,05

DI Yogyakarta 107.214 119.313 180.540 213.657 229.989 22,15

Jawa Timur 476.236 545.177 312.796 291.964 333.682 (5,13)

Banten 54.853 78.066 100.692 359.610 175.941 69,34

B a l i 3.783.543 3.661.758 4.115.681 6.362.093 6.739.593 17,42

P. JAWA BALI 5.637.127 5.805.586 6.331.854 8.896.552 9.458.638 160,16

Sumber: BPS Tahun 2014

Tabel 2.24

Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Jawa+Bali, Tahun 2003-2014, (orang).

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata

Pertumbuhan 2010-2014

DKI Jakarta 1.867.495 2.970.497 2.744.697 3.509.775 5.434.295 33,54

Jawa Barat 5.697.315 6.299.843 6.801.615 7.125.092 7.605.086 7,51

Jawa Tengah 2.501.449 3.484.867 4.481.215 3.569.029 4.720.008 19,95

DI Yogyakarta 2.692.542 2.726.938 2.574.453 1.332.692 1.930.021 (1,93)

Jawa Timur 4.186.738 4.541.889 5.189.314 5.954.214 5.474.647 7,36

Banten 691.179 899.245 744.206 1.703.015 692.739 20,59

B a l i 1.287.096 1.627.130 1.842.014 1.554.755 1.325.126 2,32

P. JAWA BALI 18.923.814 22.550.409 24.377.514 24.748.572 27.181.922 9,66

Sumber: BPS Tahun 2014

Pengembangan usaha Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan kekuatan strategis dan

penting untuk mempercepat pembangunan daerah. Sektor ini memberikan kontribusi signifikan

terhadap pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja. Usaha IMK umumnya merupakan

usaha rumah tangga dan masyarakat menengah-kecil dimana dalam pengembangannya masih

memerlukan pembinaan terutama dalam aspek pemasaran, permodalan dan pengelolaan. Peran

IMK memiliki posisi penting untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah dan

mengurangi kesenjangan (gap) pendapatan.

2-33

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Perkembangan IMK di Pulau Jawa+Bali dalam dua tahun terakhir cenderung meningkat.

Jumlah IKM tahun 2014 tercatat sebanyak 2.295.183 IKM meningkat dari tahun 2013

(2.234.441), dengan jumlah UKM terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah yaitu mencapai

832.472 IKM (Gambar 2.39). Sementara untuk total output IKM Pulau sebesar Rp. 334.024.566

juta, dan jumlah tenaga kerja sebanyak 5.676.717 jiwa atau meningkat dibandingkan jumlah

tenaga kerja pada tahun 2013. Nilai output dan serapan tenaga kerja IKM terbesar terdapat di

provinsi Jawa Timur dan terrendah di Provinsi DI Yoyakarta. Perkembangan total tenaga kerja

IKM di Pulaua Jawa+Bali menurun untuk seluruh provinsi, kecuali di DKI Jakarta, sementara

untuk nilai output menurun di 3 provinsi, yaitu di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DI

Yogyakarta.

Gambar 2.39

Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Jawa+Bali Tahun 2013 dan 2014, (unit).

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah industri mikro-kecil terbesar di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur

Tabel 2.25

Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut

Provinsi di Pulau Jawa+Bali Tahun 2013 dan 2014.

Provinsi

Tenaga Kerja (orang) Output (Rp. Juta)

2013 2014 Δ 2013-2014 2013 2014 Δ

2013-2014

Dki Jakarta 223.697 243.803 8,99 20.606.588 20.785.552 0,87

Jawa Barat 1.678.359 1.333.138 (20,57) 106.559.480 98.503.832 (7,56)

Jawa Tengah 2.484.215 1.934.998 (22,11) 113.264.192 76.338.235 (32,60)

Di Yogyakarta 236.017 186.632 (20,92) 12.435.982 9.603.104 (22,78)

Jawa Timur 1.795.305 1.543.036 (14,05) 92.816.656 102.161.580 10,07

Banten 184.988 174.788 (5,51) 6.000.419 11.464.774 91,07

Bali 311.739 260.322 (16,49) 14.040.798 15.167.489 8,02

P. JAWA BALI 6.914.320 5.676.717 (17,90) 365.724.115 334.024.566 (8,67)

Sumber: BPS Tahun 2015

37.858

498.063

832.472

80.579

648.706

81.412 116.093

-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000

900.0002013 2014

2-34

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

2.4. DIMENSI PEMERTAAN DAN KEWILAYAHAN

2.4.1. Kesenjangan Antar Wilayah

PDRB Perkapita, Perkembangan PDRB perkapita Provinsi di Pulau Jawa+Bali dalam

kurun lima tahun terakhir meningkat. Namun, sebagian besar provinsi masih berada dibawah

rata-rata PDB perkapita nasional kecuali DKI Jakarta. Perbandingan PDRB perkaita

antarprovinsi, menunjukan adanya gap (ketimpangan) yang cukup tinggi antarwilayah, dimana

PDRB perkapita tertinggi mencapai Rp. 136.407,58 ribu per jiwa di Provinsi DKI Jakarta, dan

terrendah sebesar 21.873,72 ribu per jiwa di Provinsi D.I Yogyakarta.

Tabel 2.26

Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Jawa+Bali Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa).

Provinsi Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

DKI Jakarta 111.528,86 117.672,92 123.962,38 130.110,55 136.407,58

Jawa Barat 20.974,54 21.976,53 23.036,60 24.119,24 24.961,05

Jawa Tengah 19.209,31 20.053,30 20.950,62 21.852,22 22.858,32

D.I Yogyakarta 18.652,97 19.387,45 20.183,38 21.040,36 21.873,72

Jawa Timur 26.371,10 27.864,26 29.508,40 31.093,39 32.703,80

Banten 25.397,65 26.548,94 27.716,47 29.034,51 29.961,85

B A L I 23.992,63 25.265,96 26.689,38 28.131,09 29.666,48

Rata-rata Perkapita 33 Prov 28.778,17 30.112,57 31.519,93 32.874,76 34.127,72

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Distribusi pendapatan. Kriteria Bank Dunia membagi penduduk ke dalam 3 (tiga)

kelompok pendapatan yaitu 40 persen kelompok penduduk berpendapatan rendah, 40 persen

kelompok penduduk berpendapatan sedang dan 20 persen kelompok berpendapatan tinggi.

Berdasarkan Tabel 2.24. dan Gambar 2.43, kondisi ketimpangan distribusi pendapatan provinsi

di Pulau Jawa+Bali dari tahun 2002-2013 maih dikategorikan sebagai tingkat “ketimpangan

sedang” dan rata-rata berada dibawah Gini Rasio Nasional.

Tabel 2.27

Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Jawa+Bali Tahun 2002-2013

Provinsi 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

DKI Jakarta 0,322 0,269 0,336 0,33 0,36 0,36 0,44 0,42 0,433

Jawa Barat 0,289 0,336 0,344 0,35 0,36 0,36 0,41 0,41 0,411

Banten 0,330 0,356 0,365 0,34 0,37 0,42 0,40 0,39 0,399

Jawa Tengah 0,284 0,306 0,326 0,31 0,32 0,34 0,38 0,38 0,387

DI Yogyakarta 0,367 0,415 0,366 0,36 0,38 0,41 0,40 0,43 0,439

Jawa Timur 0,311 0,356 0,337 0,33 0,33 0,34 0,37 0,36 0,364

Bali 0,298 0,330 0,333 0,30 0,31 0,37 0,41 0,43 0,403

INDONESIA 0,329 0,363 0,364 0,35 0,37 0,38 0,41 0,41 0,413

Sumber: BPS, Tahun 2013

2-35

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.40

Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Jawa+Bali Tahun 2002-2013.

Ketimpangan

pendapatan

provinsi di Pulau

Jawa+Bali 2002-

2013 tergolong

kategori

ketimpamngan

sedang

Kesenjangan pendapatan antarwilayah menurut Indeks Williamson (Gambar 2.41),

menunjukan tingkat kesenjangan pendapatan antar provinsi di Pulau Jawa+Bali cukup tinggi

dibandingkan pulau lainnya dan berada diatas rata-rata kesenjangan nasional, dan

perkembangannya menunjukan semakin meningkat dari tahun 2009-2013. Sementara untuk

kesenjangan antarkabupaten/kota untuk setiap provinsi (Gambar 2.42), menunjukan sebagian

besar provinsi memiliki tingkat kesenjangan cukup tinggi, kecuali Provinsi Bali. Kesenjangan

paling tinggi di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten, sementara kesenjangan paling

rendah di Provinsi Bali.

Gambar 2.41

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2009-2013

Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2009-2013

0,000

0,100

0,200

0,300

0,400

0,500

0,600

0,700

0,800

0,900

1,000

2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

DKI Jakarta

Jawa Barat

Banten

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Bali

INDONESIA

Tinggi

Sedang

Rendah

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

2009 2010 2011 2012 2013

Ind

eks

Will

iam

son

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. NUSA TENGGARA, MALUKU &PAPUA

NASIONAL

2-36

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.42

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Jawa+Bali Tahun 2009-2013

Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2009-2013

2.4.2. Infrastruktur Wilayah Perkembangan panjang jalan berdasarkan status pembinaannya pada tahun 2013 di

Pulau Jawa-Bali, mencapai 122.288 km meningkat sebesar 6.886 km dari tahun 2005,

peningkatan panjang jalan terjadi di Provinsi Jawa Timur, Bali dan Banten. Kondisi tingkat

kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2013 di wilayah Jawa Bali sebesar 0,90 km/km2 lebih

tinggi dari rata-rata tingkat kerapatan jalan nasional (0,26 Km/Km²), dengan kerapatan

tertinggi di Provinsi DKI Jakarta. Sementara dari kualitas jalan negara di wilayah Jawa-Bali

dengan kondisi mantap (baik+sedang) mencapai 92 persen sedikit menurun dibandingkan

tahun 2011 (94 persen).

Gambar 2.43

Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Panjang jalan di wilayah Jawa Bali tahun 2013 mencapai 122.288 km atau meningkat 6.886 km dari tahun 2005. 2012.

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

2009 2010 2011 2012 2013

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

D.I Yogyakarta

Jawa Timur

Banten

Bali

Nasional

115.399 122.288

0

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

140.000

2005 2013

Negara Provinsi Kab / Kota Jumlah

2-37

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2-44

Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Peningkatan panjang jalan tahun 2013 terjadi di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten , dan Bali

Gambar 2.45

Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2013, (dalam Km/Km2).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Tingkat kerapatan jalan di Pulau Jawa Bali lebih tinggi dari rata-rata krapatan jalan nasionl, Tingkat kerapatan jalan tertinggi di Pulau Jawa Bali terdapat di DKI jakarta (10,68 km/km2).

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

DKI Jakarta Jawa Barat JawaTengah

DIYogyakarta

Jawa Timur Banten Bali

2.005 2013

10,74

0,74

0,89

1,54

0,77

0,46

1,17

10,68

0,69

0,90

1,47

0,26

0,89

0,67

1,32

- 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Nasional

Jawa Timur

Banten

Bali

Provinsi (km/km2)_2013

Provinsi (km/km2)_2005

2-38

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Jawa Bali 2015

Gambar 2.46

Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Jawa Bali Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km).

Kondisi kualitas jalan di Pulau Jawa Bali hingga tahun 2013 sebagian besar (> 90 persen) dalam kondisi mantab (baik+sedang)

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

62%

32%

5%

1%

2011

Baik

Sedang

Rusak Ringan

Rusak Berat

38%

54%

6%

2%

2013

Baik

Sedang

Rusak Ringan

Rusak Berat

3-1

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

3.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA

Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Pulau Nusa Tenggara dan seluruh

provinsi secara umum tumbuh positif, namun perkembangan ekonomi dalam empat tahun

terakhir melambat, kecuali untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat meningkat pada akhir tahun

2014. Pertumbuhan ekonomi Pulau Nusa Tenggara tahun 2013 tercatat tumbuh sebesar 5,15

persen melambat dibandingkan tahun sebelumnya, semua sektor tumbuh positif, dengan

pertumbuhan tertinggi dari sektor Listrik dan Gas, Informasi dan Komunikasi.

Tabel 3.1

Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011-2014

Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014

1. Pertanian 3,58 3,81 2,99 4,05

2. Pertambangan & Penggalian -27,14 -25,24 4,53 0,21

3. Industri Pengolahan 2,60 4,48 4,07 4,70

4. Listrik dan Gas 11,83 11,07 9,71 24,13

5. Pengadaan Air 5,75 4,03 5,26 6,26

6. Konstruksi 8,11 5,20 5,15 6,55

7. Perdagangan Besar dan Eceran 7,26 8,32 7,48 5,84

8. Transportasi & Pergudangan 6,85 5,89 5,34 6,92

9. Akomodasi dan Makan Minum 7,43 7,09 8,38 6,79

10. Informasi dan Komunikasi 7,86 7,44 6,45 7,84

11. Jasa Keuangan 12,81 12,13 10,75 7,51

12. Real Estat 6,71 6,46 6,88 4,02

13. Jasa Perusahaan 7,30 7,35 5,92 5,96

14. Administrasi Pemerintahan 5,36 4,56 5,63 5,57

15. Jasa Pendidikan 6,58 5,06 6,30 6,43

16. Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 5,94 4,53 6,87 5,49

17. Jasa lainnya 6,11 2,30 6,22 6,37

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO -0,22 1,31 5,26 5,05

Peranan sektor terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Pulau Nusa Tenggara sektor Listrik dan Gas,

informasi dan komunikasi

3-2

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.1

Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Atas

Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen)

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur lebih tinggi dibandingkan Nusa Tenggara Barat

Tabel 3.2

Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Atas

Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen).

Provinsi Tahun

2011 2012 2013 2014

Nusa Tenggara Barat -3,91 -1,54 5,15 5,06

Nusa Tenggara Timur 5,67 5,46 5,42 5,04

P. NUSA TENGGARA -0,22 1,31 5,26 5,05

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Peran dan Struktur Ekonomi Nusa Tenggara. Peran Nusa Tenggara dalam

pembentukan PDB nasional sekitar 1,41 persen. Kontribusi kedua provinsi terhadap

perekonomian Pulau Nusa Tenggara hampir sama, yaitu Nusa Tenggara Barat menyumbang

sebesar 54,52 persen dan 45,48 persen dari Nusa Tenggara Timur. Sementara Kontribusi

terbesar perekonomian Pulau Nusa Tenggara sebagian besar disumbang dari sektor pertanian,

pertambangan dan penggalian, sektor kontruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Keempat sektor tersebut berkontribusi sekitar 58 persen.

-6,00

-4,00

-2,00

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

2011 2012 2013 2014

%

NTB NTT

3-3

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.2

Peran Wilayah Nusa Tenggara terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen).

Peran Pulau Nusa Tenggara terhadap pembentukan PDB nasional sebesar besar 1,41 persen

Kontribusi Nusa Tenggara Barat terhadap Perekonomian Pulau Nusa Tenggara lebih tinggi Nusa Tenggara Timur

Tabel 3.3

Perbandingan Nilai PDRB ADHB Antarprovinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2014.

Lapangan Usaha PDRB ADHB (Rp. Miliar)

2010 2011 2012 2013 2014

NTB 70,123 68,177 66,341 69,756 82,247

NTT 43,847 48,815 48,863 51,512 68,603

P. Nusa Tenggara 113,969.33 116,991.93 115,204.00 121,267.81 150,849.20

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

23,17

58,85

1,41 8,71

5,65 0,52 1,70

Kontribusi Nilai PDRB ADHB Pulau Terhadap PDB Nasional Tahun 2014, (%)

Sumatera

Jawa & Bali

Nusa Tenggara

Kalimantan

Sulawesi

Maluku

Papua

54,52

45,48

Kontribusi Provinsi terhadap Perekonomian P. Nusa Tenggara, (%)

NTB

NTT

3-4

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Pengangguran Terbuka, Perkembangan pengangguran terbuka di wilayah Nusa

Tenggara menunjukkan tren menurun selama periode 2010-2015. Jumlah Pengangguran

Terbuka di wilayah Nusa Tenggara pada tahun 2015 mencapai 195.236 jiwa atau sekitar 2,74

persen dari total pengangguran di Indonesia, dengan pengurangan jumlah pengangguran dari

tahun 2010-2015 sebanyak 10.925 jiwa dan sebagian besar terdapat di Nusa Tenggara Barat.

Sementara untuk kondisi Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) sebesar 4,05 persen sedikit

meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan pengurangan rata-rata sebesar 0,05 persen

per tahun, namun kondisi TPT masih dibawah rata-rata TPT nasional (5,84%), dengan

pengurangan angka pengangguran sebesar 0,38 persen per tahun. Dominasi TPT di Pulau Nusa

Tenggara sebagian besar berada di perkotaan dengan kondisi terakhir (Februari, 2015) sebesar

8,34 persen, dan di perdesaan sebesar 1,91 persen.

Gambar 3.3

Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Kondisi pengangguran terbuka Nusa Tenggara jauh dibawah rata-rata tingkat pengguran Nasional

Tabel 3.4

Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Nusa Tenggara

Tahun 2010-2015, (jiwa).

Provinsi Pengangguran_jiwa ( Februari )

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Nusa Tenggara Barat 122.837 116.412 113.635 120.004 123.760 120.126

Nusa Tenggara Timur 83.324 59.655 54.136 46.373 46.904 75.110

P. Nusa Tenggara 206.161 176.067 167.771 166.377 170.664 195.236

Nasional 8.592.490 8.117.631 7.614.241 7.170.523 7.147.069 7.127.377

% Nasional 2,40 2,17 2,20 2,32 2,39 2,74

Sumber: BPS Tahun 2015

20

6.1

61

17

6.0

67

16

7.7

71

16

6.3

77

17

0.6

64

19

5.2

36

4,57

3,99 3,77 3,66 3,62 4,05

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

0

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

2010 2011 2012 2013 2014 2015Pe

nga

ngg

ura

n T

erb

uka

(jiw

a)

TPT

(%)

Pengangguran_jiwa ( Februari ) TPT_% ( Februari )TPT Nasional_% (Februari)

3-5

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.4

Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Tingkat pengangguran terbuka di Pulau Nusa Tenggara sebagian besar Berada di daerah perkotaan.

Penyebaran TPT di Provinsi Nusa Tenggara Barat lebih tinggi dibanding Provinsi Nusa

Tenggara Timur. Secara umum tingkat TPT seluruh provinsi mengalami penurunan dari tahun

2010-2015, rata-rata pengurangan terbesar mencapai 0,19 persen di Provinsi Nusa Tenggara

Barat. Perbandingan TPT di wilayah perdesaan dan perkotaan antarprovinsi menunjukkan

dominasi di perkotaan di setiap provinsi. TPT paling dominan di perkotaan terdapat di Provinsi

Nusa Tenggara Barat. Lihat Tabel 3.5.

Tabel 3.5:

Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Nusa

Tenggara Tahun 2010-2015, (jiwa).

Provinsi TPT_% ( Februari ) Δ

2008-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Nusa Tenggara Barat 5,20 6,12 5,78 5,35 5,21 5,37 5,30 4,98 0,19

Nusa Tenggara Timur 3,70 2,78 3,49 2,67 2,39 2,01 1,97 3,12 -0,06

P. NUSA TENGGARA 4,43 4,33 4,57 3,99 3,77 3,66 3,62 4,05 0,05

TPT NASIONAL 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92 5,70 5,84 0,38

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

2010 2011 2012 2013 2014 2015

TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )

3-6

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.5

Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2015, (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Tingkat pengangguran di Provinsi NTB dan NTT sebagian besar berada di daerah perkotaan

Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan

di wilayah Nusa Tenggara pada tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok berpendidikan

SMA (36,95%), berikutnya berpendidikan <SD dan SMTP masing-masing sebesar 26,36 persen,

dan 17,55 persen. Namun, kondisi pendidikan pengangguran terbuka tersebut masih lebih baik

dibanding dengan rata-rata pendidikan dari pengangguran terbuka tingkat nasional, Lihat

Gambar 3.6 dan Tabel 3.6.

Gambar 3.6

Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Nusa Tenggara, 2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

26,37 persen pengangguran terbuka dengan pendidikan SD/ belum tamat SD/belum pernah sekolah

Pengangguran terbuka berdasarkan komposisi tingkat pendidikan tertinggi yang

ditamatkan antarprovinsi, sebagian besar berpendidikan SMA dan maksimal SD. Pengangguran

terbuka dengan pendidikan maksimal SD tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Barat, sedangkan

pengangguran terbuka dengan pendidikan SMA tertinggi yaitu di Nusa Tenggara Timur. Kondisi

ini mengindikasikan fenomena pengangguran di wilayah Nusa Tenggara lebih banyak dihadapi

kelompok berpendidikan maksimal sekolah dasar sampai dengan menengah. Lihat Tabel 3.6.

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur

TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )

1,96

9,54

14,86

17,55

23,67

13,28

6,33 12,79

P. Nusa Tenggara

Tidak/Belum Pernah Sekolah

Tidak/Belum Tamat SD

SD

SMP

SMA (Umum)

SMA (Kejuruan)

Diploma I/II/III

Universitas

3-7

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Tabel 3.6

Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015.

Provinsi Tidak/Belum

Pernah Sekolah

Tidak/Belum Tamat SD

Tamatan Tertinggi

Jumlah

SD SMP SMA

(Umum) SMA

(Kejuruan) Diploma

I/II/III Universitas

Nusa Tenggara Barat 3,19 12,06 18,17 19,00 18,34 14,89 5,48 8,88 100,00

Nusa Tenggara Timur - 5,52 9,57 15,24 32,19 10,72 7,71 19,05 100,00

P. NUSA TENGGARA 1,96 9,54 14,86 17,55 23,67 13,28 6,33 12,79 100,00

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2015.

Kemiskinan. Perkembangan kemiskinan di wilayah Nusa Tenggara dalam kurun waktu

2010-2015 cenderung menurun, namun kondisi kemiskinan di seluruh provinsi masih berada di

atas rata-rata kemiskinan nasional, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 17,1 persen, dan

Nusa Tenggara Timur sebesar 22,61 persen. Jumlah penduduk di Pulau Nusa Tenggara tahun

2015 (maret) mencapai 982.41 ribu jiwa atau 6,94 persen (Gambar 3.8) dari total penduduk

miskin di Indonesia atau menurun rata-rata sebanyak 27,89 ribu jiwa per tahun dan sebagian

besar terdapat di daerah perdesaan.

Gambar 3.7

Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret).

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Jumlah penduduk miskin 982.41 ribu jiwa atau 6,94 persen dari total penduduk miskin nasional

22,27

54,73

3,44 7,40 6,94

1,43 3,79

P. Sumatera

P. Jawa+Bali

P. Kalimantan

P. Sulawesi

P. Nusa Tenggara

P. Maluku

P. Papua

3-8

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3-8

Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2008-2015 (Maret).

Sumber : Susenas (Maret), BPS 2015

Penduduk miskin Pulau Nusa Tenggara sebagain besar terdapat di daerah perdesaan

Penyebaran penduduk miskin terbesar terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur

(58,47%). Sementara untuk persentase tingkat kemiskinan seluruh provinsi dari 2010-2015

menunjukan persentase kemiskinan menurun namun masih berada diatas rata-rata nasional,

dan kemiskinan tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Gambar 3.9 Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara, Tahun

2015 (Maret), (dalam persen).

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Penduduk miskin di Pulau Nusa Tenggara terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Jumlah PendudukMiskin ( Maret )

Jumlah PendudukMiskin Perkotaan (Maret )

Jumlah PendudukMiskin Perdesaan (Maret )

Nusa Tenggara Barat

41,53% Nusa Tenggara

Timur 58,47%

3-9

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Tabel 3.7

Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara,

Tahun 2010-2015.

Provinsi

Persentase Penduduk Miskin ( Maret ) Δ 2010-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Nusa Tenggara Barat 23,81 22,78 21,55 19,73 18 17,97 17,25 17,1 1,09

Nusa Tenggara Timur 25,65 23,31 23,03 21,23 20 20,03 19,82 22,61 0,97

NASIONAL 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 11,25 11,22 0,70

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Indek Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur

capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas

hidup. Pembangunan manusia menjadi aspek yang sangat penting dalam pembangunan suatu

daerah. Namun perekonomian suatu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi,

tetapi masalah pengangguran, kemiskinan juga tinggi. Berdasarkan model perhitungan IPM

baru, enam provinsi memiliki nilai IPM dibawah rata-rata IPM nasional. Sementara menurut

perkembangannya, dalam kurun waktu 2010-2014 IPM seluruh provinsi meningkat, dengan IPM

tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Barat atau berada diurutan ke-30 secara nasional, dan

terrendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur atau berada diurutan ke-31 secara nasional.

Gambar 3.10

Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pembangunan Manusia Antarprovinsi

Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

11 10

9

6

17

23

20

26

16

4

1

12 13

2

18

8

5

30 31

29

21 22

3

14

7

25

15

19

28

32

24

27

33 34

0

5

10

15

20

25

30

35

40

50,00

55,00

60,00

65,00

70,00

75,00

80,00

Ace

h

Sum

ut

Sum

bar

Ria

u

Jam

bi

Sum

sel

Ben

gku

lu

Lam

pu

ng

Bab

el

Kep

ri

DK

I Jak

arta

Jab

ar

Jate

ng

DIY

Jati

m

Ban

ten

Bal

i

NTB

NTT

Kal

bar

Kal

ten

g

Kal

sel

Kal

tim

Kal

tara

Sulu

t

Sult

eng

Suls

el

Sult

ra

Go

ron

talo

Sulb

ar

Mal

uku

Mal

ut

Pu

bar

Pap

ua

P. SUMATERA P. JAWA+BALI P.NUSTRA

P. KALIMANTAN P. SULAWESI P.MALUKU

P.PAPUA

IPM

Ran

kin

g

IPM_Provinsi IPM_Nasional Ranking 2014

3-10

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.11:

Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Kualitas sumberdaya manusia di Nusa Tenggara menunjukan trend meningkat dari tahun 2010 – 2014,

3.2. DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA

Pendidikan. Perkembangan tingkat pendidikan di Pulau Nusa Tenggara selama 2008-

2013 ditunjukan dengan indikator kinerja pendidikan, yang meliputi: Angka Rata-rata Lama

Sekolah (RLS), Angka Melek Huruf (AMH), Angka Partisipasi Sekolah (APS), dan tingkat

ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan sebagai kinerja pelayanan pendidikan.

Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) provinsi di wilayah Nusa Tenggara selama

periode 2008-2013 cenderung menunjukkan peningkatan namun masih berada di bawah RLS

nasional (8,14 tahun), provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki RLS yaitu 7,2 tahun lebih tinggi

dibanding Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu 7,16 tahun.

Gambar 3.12

Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Kondisi Rata-rata Lama Sekolah (RLS) di Pulau Nusa Tenggara masih di bawah rata-rata RLS nasional

61,16

62,14 62,98

63,76 64,31

59,21

60,24 60,81

61,68 62,26

66,53 67,09

67,70 68,31

68,90

58,00

60,00

62,00

64,00

66,00

68,00

70,00

2010 2011 2012 2013 2014

IPM

NTB NTT Indonesia

6,7 6,73 6,77 6,97

7,19 7,2 6,55 6,6

6,99 7,05 7,09 7,16

7,52 7,72

7,92 7,94 8,08 8,14

6

6,5

7

7,5

8

8,5

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Nasional

3-11

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) selama periode 2008-2013 rata-rata

meningkat, dan seluruh provinsi menunjukkan perubahan positif walaupun masih di bawah

rata-rata AMH nasional (94,14 %), dengan AMH tinggi di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar

90,34 persen, dan AMH rendah di Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu 85,19 persen.

Gambar 3.13 Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa

Tenggara, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Kondisi AMH masih di bawah rata-rata AMH nasional.

Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) antarprovinsi di wilayah Nusa Tenggara

tahun 2008 dan 2013 (Tabel 3.7), untuk kelompok Usia 7-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-18

tahun, dan usia 19-24 tahun rata-rata meningkat di seluruh provinsi dan berada diatas rata-rata

nasional. Peningkatan terbesar terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk APS 16-18

tahun sebesar 15,23 persen.

Tabel 3.8

Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2008 dan 2013.

Provinsi 2008** 2013 Δ2008-2013

7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24

NTB 97,25 85,57 57,22 14,60 98,16 92,29 66,13 22,64 0,91 6,72 8,91 8,04

NTT 93,72 77,76 49,67 14,38 97,34 89,39 64,90 22,86 3,62 11,63 15,23 8,49

Indonesia 97,88 84,89 55,50 13,29 98,36 90,68 63,48 19,97 0,48 5,79 7,98 6,68

Sumber: BPS, Tahun 2013.

Akses masyarakat terhadap pendidikan untuk jenjang SD, SMP, SMA dan Perguruan

Tinggi cukup baik, hal ini ditunjukan dengan jarak terhadap untuk semua jenjang pendidikan

berada dibawah rata-rata nasional. Seperti yang disajikan pada Tabel 3.8, menunjukan akses

untuk jenjang pendidikan SD dan SMA di Provinsi Nusa Tenggara Barat lebih baik dibandingkan

Nusa Tenggara Timur, sebaliknya untuk jenjang pendidikan SMP dan Perguruan Tinggi Provinsi

Nusa tenggara Timur lebih baik dari Nusa Tenggara Barat.

80,13 80,18 81,05

83,24 83,68

85,19

87,66 87,96 88,59 88,74 89,23

90,34

92,19 92,58 92,91 92,99 93,25 94,14

80

82

84

86

88

90

92

94

96

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Nasional

3-12

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Tabel 3.9 Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari

Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2012.

Provinsi Jenjang Pendidikan

SD/MI SMP/MTs SM/MA PT

Nusa Tenggara Barat 1,43 3,44 4,79 13,81

Nusa Tenggara Timur 2,06 3,02 4,89 10,71

Indonesia 2,09 4,46 6,98 13,91

Sumber : Statistik Pendidikan 2012, BPS

Kondisi pendidikan menurut rasio murid terhadap sekolah, perkembangan rasio murid

terhadap sekolah untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA secara umum mengalami

peningkatan (Tabel 3.10). Hal ini menunjukan bahwa kesempatan penduduk untuk akses

pendidikan semakin meningkat. Rasio murid terhadap jumlah sekolah untuk jenjang SD, SMP

dan SMA paling baik terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Tabel 3.10

Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan

Jenjang Pendidikan di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011 dan 2014.

Provinsi

Rasio Murid/sekolah

SD SMP SMA

2011 2014 2011 2014 2011 2014

Nusa Tenggara Barat 171,62 159,39 196,89 174,71 250,27 218,65

Nusa Tenggara Timur 172,26 163,32 238,39 199,39 158,39 319,45

NASIONAL 181,08 173,27 264,74 242,07 328,83 305,50

Sumber: BPS, Tahun 2014

Perkembangan jumlah rasio murid terhadap jumlah guru untuk jenjang pendidikan SD,

SMP, dan SMA rata-rata mengalami perbaikan. Rasio jumlah murid dan guru untuk jenjang

pendidikan SD dan SMP di Provinsi NTB cukup baik dibandingkan provinsi lainnya yaitu dengan

angka rasio sebesar 15,32 dan 12,4 menurun dari tahun sebelumnya dan berada dibawah rata-

rata nasional. Sementara untuk jenjang pendidikan SMA, Provinsi NTT dengan rasio sebesar

16,84 dan masih berada diatas rata-rata Nasional.

Tabel 3.11

Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang

Pendidikan di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011 dan 2014.

Provinsi

Rasio murid/guru

SD SMP SMA

2011 2014 2011 2014 2011 2014

Nusa Tenggara Barat 15,61 13,63 11,16 9,09 12,54 10,58

Nusa Tenggara Timur 18,42 18,78 15,63 15,47 6,96 17,53

NASIONAL 17,42 16,53 15,06 14,53 16,19 16,06

Sumber: BPS, Tahun 2014

3-13

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Kesehatan. Perkembangan derajat kesehatan penduduk antarprovinsi di wilayah Nusa

Tenggara selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh

menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB) , Angka Kematian Balita (AKBA), dan meningkatnya

Umur Harapan Hidup (UHH). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi

kesehatan secara nasional yang cenderung terus membaik.

Angka Kematian Bayi, Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

2014, Angka Kematian Bayi (AKB) antarprovinsi di wilayah Nusa Tenggara, seluruh provinsi

memiliki AKB di atas rata-rata AKB nasional (26,6 kematian per 1.000 kelahiran hidup). AKB

tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 45,5 kematian per 1.000 kelahiran hidup,

sedangkan terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 41,9 kematian per 1.000

kelahiran hidup.

Gambar 3.14

Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2010-2014.

Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi

Perkembangan Angka Kematian Bayi di Pulau Nusa Tenggara cenderung menurun, namun seluruh provinsi memiliki AKB masih berada diatas rata-rata nasional

Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan indikator gizi buruk pada balita, merupakan

gangguan pertumbuhan bayi yang terjadi sejak usia dini (4 bulan) yang ditandai dengan

rendahnya berat badan dan tinggi badan, dan terus berlanjut sampai usia balita. Hal tersebut

terutama disebabkan rendahnya status gizi ibu hamil. Perkembangan gizi buruk pada balita

tahun 2014 di seluruh provinsi cenderung menurun, kecuali Berdasarkan perbandingan status

gizi balita antarprovinsi di wilayah Nusa Tenggara pada tahun 2014, balita gizi buruk tertinggi

terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Lihat Gambar 3.15.

50,7 49,4

48,1 46,8

45,5

45 44,2 43,5

42,7 41,9

29,3 28,6 27,9 27,2 26,6

20

25

30

35

40

45

50

55

2010 2011 2012 2013 2014

AK

B (

%)

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Nasional

3-14

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.15

Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara,

Tahun 2010-2014, (jiwa).

Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi)

Provinsi dengan Gizi buruk tertinggi terdapat Nusa Tenggara Timur

Umur Harapan Hidup, berdasarkan estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) antarprovinsi

di wilayah Nusa Tenggara selama periode 2008-2013 menunjukkan peningkatan, sejalan dengan

perkembangan UHH secara nasional. Estimasi UHH antarprovinsi di wilayah Nusa Tenggara

tahun 2013 seluruh provinsi berada di bawah UHH nasional. Provinsi dengan UHH tertinggi

yaitu Nusa Tenggara Timur sebesar 68,05 tahun. Lihat Gambar 3.16.

Gambar 3.16

Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Kondisi UHH provinsi NTB dan NTT masih berada dibawah rata-rata i UHH nasional.

753

8.235

449

3.415

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur

jiwa

2011

2012

2013

2014

67 67,25 67,5 67,76 68,04 68,05

61,5 61,8 62,11 62,41 62,73 63,21

69 69,21 69,43 69,65 69,87 70,07

60

62

64

66

68

70

72

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Nasional

3-15

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Indikator kesehatan lainnya yang menggambarkan kinerja dari pelayanan kesehatan

bagi masyarakat adalah kondisi kesehatan ibu dan bayi yang berkaitan dengan proses

melahirkan. Kondisi ini dapat ditunjukkan melalui data persentase kelahiran balita menurut

penolong kelahiran terakhir. Pada tahun 2012, persentase penolong persalinan terakhir oleh

tenaga medis antarprovinsi di wilayah Nusa Tenggara, hampir seluruhnya berada di bawah

angka nasional (82,72 persen) (Gambar 3.17).

Gambar 3.17 Persentase Kelahiran Balita menurut Penolong Kelahiran Terakhir Per Provinsi di Wilayah

Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2012.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)

Persentae kelahiran yang di tolong tenaga medis masih dibawah rata-rata nasional

Jumlah kasus AIDs di Pulau Nusa Tenggara tahun 2013, Provinsi Nusa Tenggara Barat

menempati urutan pertama yaitu sebanyak 77 kasus, sementara di Nusa Tenggara Timur hanya

terdapat 76 kasus.

Gambar 3.18

Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)

Kasus AIDs tinggi terdapat di Nusa Tenggara Barat

82,02

61,90

48,41

19,89

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur

Tenaga Medis Provinsi_2012 Non Tenaga Medis Provinsi_2012Tenaga Medis Nasional_2012

77

76

75,4

75,6

75,8

76

76,2

76,4

76,6

76,8

77

77,2

NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR

Kasus Baru AID

3-16

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.19

Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)

Status Gizi Blita berdasarkan Tinggi badan menurut Umur masih di bawah garis normal

Perumahan, Tempat tinggal memiliki peran strategis dalam membentuk watak dan

kepribadian bangsa. Hal ini merupakan salah satu upaya membangun manusia Indonesia yang

berjati diri, mandiri, dan produktif. Sehingga kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan

dasar setiap manusia, yang akan terus berkembang sesuai dengan tahapan dan siklus kehidupan.

Perumahan yang layak huni harus dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum,

diantaranya adalah penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon,

jalan, dan infrastruktur lainnya.

Berdasarkan lokasi permukiman di Pulau Nusa Tenggara, beberapa provinsi masih

banyak desa dengan lokasi permukiman pada lokasi yang membahayakan, dan tidak nyaman.

Pada tahun 2014 tercatat total jumlah desa dengan kondisi permukiman kumuh sebanyak 106

desa, dengan penyebaran terbanyak di Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu 83 desa, sedangkan

Nusa Tenggara Timur sebanyak 23 desa. Sementara total jumlah desa dengan lokasi permukiman

dibawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) tercatat sebanyak 3 desa, dengan

penyebaran di Provinsi NTT sebanyak 3 desa, dan lokasi permukiman di bantaran sungai

sebanyak 755 desa dengan penyebaran terbanyak di Provinsi Nusa Tenggara Barat 493 desa,

sedangkan Nusa Tenggara Timur sebanyak 282 desa.

0

10

20

30

40

50

60

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur

%

PREVALENSI STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN TINGGI BADAN MENURUT UMUR (TB/U) MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

Sangat Pendek (%) Pendek (%) Normal (%)

3-17

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.20

Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman kumuh terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat

Gambar 3.21 Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Nusa

Tenggara Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman dibantaran Sungai Provinsi Nusa Tenggara Barat lebih banyak dibandingkan Nusa Tenggara Timur

83

23

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur

Pemukiman Kumuh

493

282

0

100

200

300

400

500

600

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur

Bantaran / Tepi Sungai

3-18

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.22

Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman dibawah SUTET terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Perkembangan jumlah rumah tangga dengan jenis lantai terluas secara umum sebagian

besar kondisi permukiman di Pulau Nusa Tenggara menggunakan lantai bukan tanah (Tabel

3.11). Perkembangan persentase rumah tangga dengan lantai bukan tanah terus meningkat dari

tahun 2010-2013, dan rata-rata berada diatas angka nasional. Untuk luas lantai, sebagian besar

persentase rumah tangga memiliki luas lantai 20-49 m2 dan 50-99 m2, sementara untuk luas

lantai > 100 m2 relatif kecil (Tabel 3. 12).

Tabel 3.12:

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas

di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2013.

Provinsi

Persentase Rumah Tangga berdasarkan Jenis Lantai terluas (Persen)

Tanah Bukan tanah

2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014

Nusa Tenggara Barat 8,26 7,37 6,99 6,8 4,99 91,74 92,63 93,01 93,2 95,01

Nusa Tenggara Timur 35,66 34,19 29,45 37,59 35,81 64,34 65,81 70,55 62,41 64,19

INDONESIA 11,5 9,21 8,55 8,85 8,13 88,5 90,79 91,45 91,15 91,87

Sumber: BPS, Tahun 2014

Tabel 3.13:

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Nusa Tenggara

Tahun 2014.

Provinsi Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai (m2) (Persen)

<19 20-49 50-99 100-149 150+ Total

Nusa Tenggara Barat 7,6 57,43 28,41 4,84 1,71 100

Nusa Tenggara Timur 5,76 48,98 37,39 5,91 1,95 100

INDONESIA 5,04 31,03 44,98 12,24 6,71 100

Sumber: BPS, Tahun 2014

0

3

0

1

1

2

2

3

3

4

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur

Bawah Sutet

Bawah Sutet

3-19

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Persentase jumlah rumah tangga menurut penerangan listrik PLN, secara umum

persentase rumah tangga di perkotaan maupun di perdesaan dengan penerangan listrik PLN di

Provinsi Nusa Tenggara Barat berada diatas rata-rata nasional, sedangkan Provinsi Nusa

Tenggara Timur masih berada dibawah rata-rata nasional (Tabel 3.13). Selama periode 2009

dan 2013 persentase jumlah rumah tangga dengan penerangan listrik PLN meningkat.

Sementara untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak dan

air minum layak meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 3.14), namun masih berada dibawah

rata-rata nasional.

Tabel 3.14

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber

Penerangan Listrik PLN di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

2009 2013

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perdesaan Perdesaan

Nusa Tenggara Barat 93,71 83,12 87,55 99,17 93,41 95,80

Nusa Tenggara Timur 95,79 27,29 38,94 97,52 50,27 59,45

NASIONAL 97,05 81,99 89,29 99,11 87,27 93,17

sumber: BPS, Tahun 2014

Persentase jumlah rumah tangga menurut sumber air minum layak, secara umum

persentase rumah tangga tahun 2013 di perkotaan dan perdesaan menunjukan adanya

peningkatan dari tahun 2009, dengan persentase terbesar di daerah perkotaan (Tabel 3.14).

Persentase rumah tangga terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat (55,03%) sedangkan

Provinsi Nusa Tenggara Timur (51,75%). Sementara untuk perkembangan persentase jumlah

rumah tangga dengan sanitasi layak meningkat dari tahun 2009-2013, kecuali di Nusa Tenggara

Timur pada tahun 2013 mengalami sedikit penurunan (Tabel 3.15). Persentase jumlah rumah

tangga dengan sanitasi layak di kedua provinsi masih berada dibawah dibawah rata-rata

nasional. Persentase terbesar untuk rumah tangga dengan sanitasi layak terdapat di Provinsi

Nusa Tenggara Barat (52,88%), sedangkan Provinsi Nusa Tenggara Timur (28,8%).

Tabel 3.15:

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum

Layak Per-Provinsi, di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

2009 2013

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perdesaan Perdesaan

Nusa Tenggara Barat 49,76 41,51 44,96 72,72 42,79 55,03

Nusa Tenggara Timur 76,97 39 45,45 82,77 44,28 51,75

NASIONAL 49,82 45,72 47,71 79,34 56,17 67,73

Sumber: BPS, Tahun 2014

3-20

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Tabel 3.16

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau

Nusa Tenggara Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi

(%)

2009 2010 2011 2012 2013

Nusa Tenggara Barat 39,83 47,43 47,34 47,95 52,88

Nusa Tenggara Timur 14,98 26,23 23,82 30,31 28,8

Nasional 51,19 55,53 55,6 57,35 60,91

Sumber: BPS, Tahun 2014

3.3. DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

3.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan

Tanaman Pangan. Produksi padi di Pulau Nusa Tenggara tahun 2015 mencapai

3.167.286 ton atau sekitar 4,19 persen dari total produksi nasional, dengan produktivitas 4,52

ton/ha (lebih rendah dari produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi padi di Pulau

Nusa Tenggara rata-rata meningkat 5,07 persen per tahun (dalam periode 2007-2015), dengan

peningkatan luas panen rata-rata 3,61 persen per tahun. Produksi padi terbesar di Provinsi Nusa

Tenggara Barat mencapai 2,26 juta ton atau 71,41 persen dari produksi padi di Pulau Nusa

Tenggara.

Gambar 3.23

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2006-2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Produktivitas padi Pulau Nusa Tenggara lebih rendah dibandingkan rata-rata produktivitas padi nasional

2.0

64

.53

8

2.0

31

.97

5

2.3

28

.57

2

2.4

78

.13

4

2.3

07

.76

7

2.5

53

.34

7

2.8

12

.79

7

2.8

86

.94

9

2.9

05

.71

8

3.1

67

.28

6

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

-

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

3.000.000

3.500.000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Produksi Tanaman Padi Produktivitas (ton/ha)_Nustra

Produktivitas (ton/ha)_Nasional

3-21

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.24

Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2015.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Produksi jagung tahun 2015 mecapai 1.755.842 ton atau sekitar 8,50 persen dari total

produksi jagung nasional, dengan produktivitas 4,01 ton/ha (lebih rendah dari produktivitas

padi nasional). Perkembangan produksi jagung di Pulau Nusa Tenggara rata-rata meningkat

439.900 ton per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata

22.247 ha per tahun. Produksi jagung terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 1,03

juta ton atau 58,727 persen dari produksi jagung di Pulau Nusa Tenggara.

Gambar 3.25

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2006-2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Perkembangan Produktivitas jagung Pulau Nusa Tenggara lebih rendah dibandingkan produktivitas rata-rata jagung nasional

24,39

52,09

4,19

7,03

11,71

0,25 0,34

Produksi Padi menurut Pulau (%)

P. SUMATERA

P.JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

KEP. MALUKU

P. PAPUA

71,41

28,59

Produksi Padi menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara (%)

Nusa TenggaraBarat

Nusa TenggaraTimur

68

6.9

27

17

2.0

48

86

9.3

75

94

7.7

62

90

2.6

25

98

1.5

53

1.2

72

.06

0

1.3

41

.41

5

1.4

32

.97

2

1.7

55

.84

2

0

200000

400000

600000

800000

1000000

1200000

1400000

1600000

1800000

2000000

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produktivitas Produksi (ton)

Produksi P. Nustra Produktivitas P. Nustra

Produktivitas Nasional

3-22

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.26

Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Pengahsil jagung terbesar di Pulau Nusa Tenggara yaitu di Provinsi Lampung, Nusa Tenggara Utara, dan Nusa Tenggara Barat.

Perkembangan tanaman pangan jenis kedelai, produksi kedelai tahun 2015 mencapai

123.649 ton atau sekitar 10,46 persen dari total produksi kedelai nasional, dengan produktivitas

1,29 ton/ha (lebih rendah dari produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi kedelai di

Pulau Nusa Tenggara rata-rata meningkat 24.998 ton per tahun (dalam periode 2008-2015),

dengan peningkatan luas panen rata-rata 4.719 ha persen per tahun. Produksi kedelai terbesar

di Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 121.137 ton atau 97,97 persen dari produksi kedelai

Pulau Nusa Tenggara.

Gambar 3.27

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2006-2014.

Sumber: Badan Pusat Statistik 2014

Perkembangan Produktivitas kedelai Pulau Nusa Tenggara lebih rendah dibandingkan produktivitas rata-rata kedelai nasional

21,61

52,89

8,50

1,49

15,30

0,17 0,04

Produksi (Ton)

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

58,727

41,273

Produksi (Ton)

NUSA TENGGARA BARAT

NUSA TENGGARA TIMUR

13

.65

0

69

.98

0

97

.40

1

97

.94

7

94

.90

2

89

.47

7

76

.93

7

92

.74

0

99

.88

2

12

3.6

49

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

P. Nusa Tenggara Produktivitas_Nusa Tenggara Produktivitas_Nasional

3-23

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.28:

Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Tabel 3.17:

Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di

Pulau Nusa Tenggara Tahun 2015.

Provinsi

Padi Jagung Kedelai

Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produktivitas

(ton/ha)

Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produktivitas

(ton/ha)

Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produktivitas

(ton/ha)

NTB 437.718 2.261.871 5,17 157.567 1.031.160 6,54 93.971 121137 1,29

NTT 263.547 905.415 3,44 280.842 724.682 2,58 2.208 2512 1,14

P. NUSTRA 701265 3167286 4,52 438.409 1.755.842 4,01 96179 123649 1,29

% Nasional 3,06 2,99

3,94 4,99

14,67 12,13

Sumber: BPS, Tahun 2014

Tanaman Perkebunan. Nusa Tenggara merupakan penghasil tanaman perkebunan di

Indonesia dengan komoditas utamanya adalah kelapa, tebu, dan kopi (Tabel 3.17). Produksi

kelapa Pulau Nusa Tenggara tahun 2014 sebesar 912,65 ribu ton atau 30,11 persen dari

produksi kelapa sawit nasional sedikit menurun dibandingkan produksi tahun 2012, selain

kelapa, komoditas lainnya adalah tebu dengan produksi mencapai 305,08 ribu ton atau sekitar

11,85 persen dari total produksi Tebu nasional dan kopi sebesar 219,81 ribu ton atau 32,08

persen dari produksi kopi nasional.

11,64

66,00

10,46

1,54

9,70

0,14 0,52

Produksi (Ton)

P. Sumatera

P. Jawa+Bali

P. Nusa Tenggara

P. Kalimantan

P. Sulawesi

Kep. Maluku

P. Papua

97,97

2,03

Produksi (Ton)

NUSA TENGGARA BARAT

NUSA TENGGARA TIMUR

3-24

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Tabel 3.18

Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2012 dan 2014.

Komoditas P. Nustra (ribu ton) Nasional (ribu ton) P.Jawa+Bali (%)

2012 2014 2012 2014 2012 2014

Kelapa Sawit 30,75 33,71 26.015,5 29.344,5 0,12 0,11

Kelapa 931,22 912,65 2.938,4 3.031,3 31,69 30,11

Karet 135,8 135,83 3.012,3 3.153,2 4,51 4,31

Kopi 214,83 219,81 691,2 685,1 31,08 32,08

Kakao 111,52 106,13 740,5 709,3 15,06 14,96

Tebu 280,89 305,08 2.592,6 2.575,4 10,83 11,85

Teh 107,25 108,13 143,4 142,7 74,78 75,76

Tembakau 220,06 151,03 260,8 166,3 84,37 90,84

Sementara penghasil kelapa terbesar di Pulau Nusa Tenggara terdapat di Provinsi Nusa

Tenggara Timur dengan produksi 66,58 ribu ton atau 54,30 persen dari total produksi Kelapa di

Nusa Tenggara, produksi karet terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan produksi kopi di

Provinsi Nusa Tenggara Timur (Tabel 3.18).

Tabel 3.19

Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Nusa Tenggara menurut

Provinsi Tahun 2014.

Provinsi

Kelapa Karet Kopi Kakao Tembakau

(ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%)

Nusa Tenggara Barat 56,03 45,70 0 0,00 4,02 15,61 1,1 9,34 39,18 96,22

Nusa Tenggara Timur 66,58 54,30 54,03 41,78 21,73 84,39 10,68 90,66 1,54 3,78

P. NUSA TENGGARA 122,61 100,00 54,03 41,78 25,75 100,00 11,78 100,00 40,72 100,00

Sumber: BPS, Tahun 2014

Peternakan. Populasi ternak besar di Pulau Nusa Tenggara terbesar adalah sapi

dengan jumlah populasi tahun 2013 mencapai ekor 1.820.263 atau sekitar 10,96 persen dari

total nasional, selanjutnya diikuti babi dan kambing dengan populasi masing-masing sebanyak

1.793.485 ekor dan 1.220.878 ekor. Sementara untuk jenis ternak unggas populasi terbesar

adalah jenis ayam ras pedaging, dengan populasi tahun 2013 sebanyak 4.188.472 ekor

meningkat dari jumlah populasi tahun 2012.

3-25

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.29

Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (dalam ekor).

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

Populasi terbesar untuk jenis ternak besar adalah kambing, sapi dan babi

Tabel 3.20

Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013.

Provinsi Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi

Nusa Tenggara Barat 1,002,521 149,644 643,658 38,857 80,641 63,829

Nusa Tenggara Timur 817,742 152,640 577,220 63,185 109,312 1,729,656

P. NUSA TENGGARA 1,820,263 302.284 1.220.878 102.042 189.953 1.793.485

% terhadap Nasional 10.96 20.37 6.57 0.70 41.81 21.75

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

Gambar 3.30

Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (dalam ekor).

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013.

Populasi terbesar untuk jenis ternak Unggas adalah ayam ras pedaging

0

200.000

400.000

600.000

800.000

1.000.000

1.200.000

1.400.000

1.600.000

1.800.000

2.000.000

2009 2010 2011 2012 2013*)

Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi

1.892.798

3.150.156

3.858.056 4.122.759 4.188.472

0

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

3.000.000

3.500.000

4.000.000

4.500.000

2009 2010 2011 2012 2013*)

Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik

3-26

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Tabel 3.21

Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (ekor).

Provinsi

Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik

Populasi Pertumbuhan

(%) Populasi

Pertumbuhan (%)

Populasi Pertumbuhan

(%)

Nusa Tenggara Barat 3,599,019 1.72 175,231 1.00 679,302 1.60

Nusa Tenggara Timur 589,453 0.83 179,702 0.00 289,341 0.01

P. NUSA TENGGARA 4,188,472 1.59 354,933 0.49 968,643 1.12

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

3.3.2. Pengembangan Sektor Energi

Perkembangan produksi energi listrik di Pulau Nusa Tenggara Timur mengalami

peningkatan dalam empat tahun terkahir. Produksi listrik tahun 2013 mencapai 2.050,66 GWh

atau meningkat sebesar 16,63 persen dari produksi energi tahun 2012, dan sebagian besar

energi listrik yang di produksi dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD). Kondisi

ketersediaan listrik di Nusa Tenggara masih sangat terbatas, rasio elektrifikasi Pulau Nusa

Tenggara tahun 2013 tercatat sebesar 56,5 persen masih jauh dari rata-rata rasio elektrifikasi

nasional, dan KWh jual perkapita masih jauh dibawah rata-rata KWh jual perkapita nasional.

Gambar 3.31:

Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Nusa Tenggara dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

Rasio elektrifikasi di Pulau Nusa Tenggara tahun 2013 mencapai 56,5 persen meningkat dari tahun 2012, namun kondisi tersebut masih dibawah rasio elektrifikasi nasional

30,66

48,56

47,05

53,53

56,5

66,28

67,15

72,95

76,56

78,06

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00

2009

2010

2011

2012

2013

NASIONAL P. NUSA TENGGARA

3-27

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.32:

Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (dalam persen).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

Rasio elektrifikasi Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur masih dibawah rasio elektrifikasi nasional

Gambar 3.33:

Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (KWh per kapita).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

KWh perkapita Provinsi Nusa tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur masih rendah dibandingkan KWh perkapita nasional,

63,40

48,30

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

NTB NTT

Rasio Elektrifikasi_Provinsi Rasio Elektrifikasi_Nasional

240,60

129,10

0,00

100,00

200,00

300,00

400,00

500,00

600,00

700,00

800,00

NTB NTT

KWh jual/kapita_Provinsi KWh jual/kapita_Nasional

3-28

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.34:

Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2013, (dalam MGh).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

Produksi energi listrik di Pulau Nusa Tenggara dalam empat tahun terkahir meningkat atau tumbuh rata-rata sebesar 15,66 persen per tahun

3.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan.

Perikanan dan Kelautan. Tingkat perkembangan produksi perikanan tangkap dan

budidaya tahun 2013 di Pulau Nusa Tenggara rata-rata meningkat, produksi perikanan tangkap

2013 mencapai 249.591 ton meningkat sebesar 33.180 ton dari tahun 2009 dengan peningkatan

rata-rata 5,06 persen per tahun, dan perikanan budidaya 2.568.830 ton meningkat sebesar

1.886.294 ton dari produksi tahun 2009 dengan tumbuh rata-rata 53,24 persen per tahun.

Produksi perikanan tangkap terbesar di Pulau Nusa Tenggara terdapat di Provinsi Nusa

Tenggara Timur, sementara untuk produksi perikanan budidaya terbesar masih di Provinsi

Nusa Tenggara Timur.

Gambar 3.35.

Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2009-2013, (dalam ton).

Sumber: BPS, Tahun 2013

Produksi perikanan terbesar di Wilayah Nusa Tenggara berasal dari perikanan Budidaya

1.326,40 1.489,78

1.762,33

2.050,66

-

500,00

1.000,00

1.500,00

2.000,00

2.500,00

2010 2011 2012 2013

68

2.5

36

56

4.6

76

76

0.8

09

94

8.6

41

2.5

68

.83

0

21

6.4

11

20

5.3

49

24

5.5

53

20

2.1

74

24

9.5

91

-

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

3.000.000

2009 2010 2011 2012 2013

Pro

du

ksi (

ton

)

Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap

3-29

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.36

Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Nusa Tenggara terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).

Produksi perikanan budidaya tahun 2013 sebesar 2.568.830 ton atau sekitar 19,31 persen dari produksi peikanan budidaya

nasional; Produksi perikanan tangkap Pulau Nusa Tenggara sebesar 249.591 ton atau sekitar 4,09 persen terbesar dari nasional.

Sumber: BPS, Tahun 2013

Gambar 3.37:

Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2012, (dalam persen).

Sumber: BPS, Tahun 2013

Produksi perikanan tangkap terbesar berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 72,00 persen

Produksi perikanan budidaya terbesar terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 54,15persen

9,49

20,22

19,31

4,29

40,84

5,20 0,65

Distribusi Produksi Perikanan Budidaya (%)

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

28,76

20,09

4,09

10,77

18,08

11,52 6,69

Distribusi Produksi Perikanan Tangkap

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

28,00

72,00

Produksi Perikanan tangkap

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur

45,85

54,15

Produksi Perikanan Budidaya

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur

3-30

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

3.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri

Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan salah satu sektor untuk mendorong

perekonomian daerah dan nasional. Potensi sektor pariwisata di Pulau Nusa Tenggara yang

cukup potensial yang meliputi wisata budaya, wisata alam bahari, agro wisata, dan lain-lain.

Untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata sebagai produk unggulan daerah di masa

mendatang, pemerintah harus melakukan pembangunan sarana dan prasarana penunjang

pariwisata yang lebih memadai.

Salah satu indikator kinerja sektor pariwisata dapat ditunjukan dengan perkembangan

jumlah wisatawan baik yang berasal dari mancanegara maupun domestik, serta jumlah

ketersediaan akomodasi dari hotel dan restoran yang memadai. Perkembangan jumlah tamu

asing dan domestik dari tahun 2010-2014 meningkat, Pada Tahun 2014 jumlah kunjungan tamu

asing mencapai 572.849 orang atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 35,43 persen per

tahun, sementara jumlah tamu domestik mencapai 1.330.647 meningkat dibandingkan tahun

sebelumnya, atau rata-rata meningkat sebesar 19,16 persen per tahun.

Tabel 3.22

Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau Nusa

Tenggara, Tahun 2003-2014, (orang)

Asing

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata

Pertumbuhan 2010-2014

Nusa Tenggara Barat 133,435 268,435 266,669 392,441 469,521 41.83

Nusa Tenggara Timur 51,533 50,136 48,631 69,087 103,328 21.48

P. NUSA TENGGARA 184,968 318,571 315,300 461,527 572,849 35.43

Sumber: BPS Tahun 2014

Tabel 3.23

Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi

di Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2003-2014, (orang).

Domestik

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata

Pertumbuhan 2010-2014

Nusa Tenggara Barat 617,366 311,437 440,651 832,737 803,850 19.36

Nusa Tenggara Timur 206,960 230,941 275,115 374,157 526,797 26.88

P. NUSA TENGGARA 824,326 542,378 715,766 1,206,894 1,330,647 19.16

Sumber: BPS Tahun 2014

Pengembangan usaha Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan kekuatan strategis dan

penting untuk mempercepat pembangunan daerah. Sektor ini memberikan kontribusi signifikan

terhadap pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja. Usaha IMK umumnya merupakan

usaha rumah tangga dan masyarakat menengah-kecil dimana dalam pengembangannya masih

memerlukan pembinaan terutama dalam aspek pemasaran, permodalan dan pengelolaan. Peran

IMK memiliki posisi penting untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah dan

mengurangi kesenjangan (gap) pendapatan.

3-31

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Perkembangan jumlah IMK di Pulau Nusa Tenggara dalam 2 tahun terakhir cenderung

menurun, Jumlah IKM tahun 2014 sebanyak 219.273 IKM meningkat dari tahun 2013 (205.784),

dengan jumlah UKM di Provinsi Nusa Tenggara Timur lebih banyak dibandingkan IKM di Nusa

Tenggara Barat. Sementara untuk total output IKM Pulau sebesar Rp. 38.986.048 juta

meningkat cukup tajam dibandingkan tahun 2013, dan jumlah tenaga kerja sebanyak 527.718

jiwa atau meningkat sebesar 26,96 persen dari jumlah tenaga kerja tahun 2013. Nilai output

dan tenaga kerja di provinsi Nusa Tenggara Barat jauh lebih besar dibandingkan Nusa Tenggara

Timur.

Gambar 3.38.

Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013 dan 2014, (unit).

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah Industri IKM meningkat dari tahun 2013, dan terbanyak di Nusa Tenggara Timur

Tabel 3.24

Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut

Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013 dan 2014

Provinsi

Tenaga Kerja (orang) Output (Rp. Juta)

2013 2014 Δ 2013-2014 2013 2014 Δ 2013-

2014

Nusa Tenggara Barat 218,145 319,961 46.67 5,833,086 32,148,440 451.14

Nusa Tenggara Timur 197,516 207,757 5.18 2,649,314 6,837,608 158.09

P. NUSA TENGGARA 415,661 527,718 26.96 8,482,400 38,986,048 359.61

Sumber: BPS Tahun 2015

107.231

112.042

94.000

96.000

98.000

100.000

102.000

104.000

106.000

108.000

110.000

112.000

114.000

NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR

2013 2014

3-32

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

3.4. DIMENSI PEMERTAAN DAN KEWILAYAHAN

3.4.1. Kesenjangan Ekonomi AntarWilayah

PDRB Perkapita, Perkembangan PDRB perkapita Provinsi di Pulau Nusa Tenggara

dalam kurun lima tahun terakhir cenderung meningkat. Namun, sebagian besar provinsi masih

berada dibawah rata-rata PDB perkapita nasional. Perbandingan PDRB perkapita antarprovinsi,

menunjukan adanya gap (ketimpangan) yang cukup tinggi antarwilayah, dimana PDRB

perkapita Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai Rp. 15.527.41 ribu per jiwa jauh lebih tinggi

dari PDRB perkapita Nusa Tenggara Timur (9.316.79 ribu per jiwa).

Tabel 3.25

Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa).

Provinsi Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

Nusa Tenggara Barat 15.527,41 14.705,77 14.276,69 14.807,47 15.351,54

Nusa Tenggara Timur 9.316,79 9.675,89 10.030,68 10.398,18 10.742,42

Rata-rata Perkapita 33 Prov 28.778,17 30.112,57 31.519,93 32.874,76 34.127,72

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Gambar 3.39

PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Nusa Tenggara, Tahun 2014, (ribu/jiwa)

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2014

gap PDRB perkaita yang cukup tinggi antarwilayah, dimana PDRB perkapita tertinggi mencapai Rp. 15.527.41 ribu per jiwa di Provinsi NTB, dan terrendah sebesar 9.316.79 ribu per jiwa di Provinsi NTT

15.351,54

10.742,42

0,00

5.000,00

10.000,00

15.000,00

20.000,00

25.000,00

30.000,00

35.000,00

40.000,00

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur

rup

iah

/jiw

a

PDRB Perkapita Prov PDRB rata-rata Prov

3-33

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Distribusi pendapatan. Kriteria Bank Dunia membagi penduduk ke dalam 3 (tiga)

kelompok pendapatan yaitu 40 persen kelompok penduduk berpendapatan rendah, 40 persen

kelompok penduduk berpendapatan sedang dan 20 persen kelompok berpendapatan tinggi.

Berdasarkan Tabel 3.26. dan Gambar 3.40, ketimpangan distribusi pendapatan provinsi Pulau

Nusa Tenggara dari tahun 2002-2013 dikategorikan sebagai tingkat “ketimpangan sedang”.

Tabel 3.26

Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2002-2013

Provinsi 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Nusa Tenggara Barat 0.266 0.318 0.328 0.33 0.35 0.40 0.36 0.35 0.364

Nusa Tenggara Timur 0.292 0.351 0.353 0.34 0.36 0.38 0.36 0.36 0.352

INDONESIA 0.329 0.363 0.364 0.35 0.37 0.38 0.41 0.41 0.413

Sumber: BPS, Tahun 2013

Gambar 3.40

Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2002-2013.

Ketimpangan

pendapatan

provinsi di Pulau

Nusa Tenggara

2002-2013

tergolong kategori

ketimpangan

sedang

Kesenjangan pendapatan antarwilayah menurut Indeks Williamson (Gambar 2.41),

menunjukan tingkat kesenjangan pendapatan antarprovinsi di Pulau Nusa Tenggara tergolong

cukup tinggi, namun trendnya menurun dari tahun 2011-103 dan tingkat kesenjangan

pendapatan berada dibawah rata-rata nasional. Sementara untuk kesenjangan

antarkabupaten/kota untuk setiap provinsi (Gambar 2.42), menunjukan tingkat kesenjangan di

Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur tergolong tingkat kesenjangan rendah

yaitu dengan indeks williamson dibawah 0,5.

0,000

0,100

0,200

0,300

0,400

0,500

0,600

0,700

0,800

0,900

1,000

2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur

INDONESIATinggi

Sedang

Rendah

3-34

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.41

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2007-2013

Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2007-2013

Gambar 3.42

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2007-2013

3.4.2. Infrastruktur Wilayah

Panjang jalan berdasarkan status pembinaannya pada tahun 2013 di wilayah Pulau Nusa

Tenggara mencapai 28.337 km meningkat sepanjang 2.138 km dari tahun 2005. Kondisi tingkat

kerapatan jalan (Road Density), pada tahun 2013 kerapatan jalan di Nusa Tenggara sebesar 0,39

km/km2 lebih tinggi dibandingkan tingkat kerapatan jalan nasional (0,26 Km/Km²) dan kedua

tertinggi setelah Pulau Jawa Bali. Sementara dari kualitas jalan negara, kondisi kualitas jalan di

Pulau Nusa Tenggara dengan kondisi mantap (baik+sedang) mencapai 97 persen meningkat dari

tahun 2011.

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

1,00

2009 2010 2011 2012 2013

Ind

eks

Will

iam

son

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. NUSA TENGGARA, MALUKU& PAPUA

NASIONAL

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

1,00

2009 2010 2011 2012 2013

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur

3-35

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.43:

Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Panjang jalan di Pulau Nusa Tenggara tahun 2013 meningkat 2.138 km dari tahun 2005.

Gambar 3.44

Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Panjang jalan di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur meningkat dari kondisi tahun 2005.

1.875 2.039

4.043 3.580

20.261

22.718

26.179

28.337

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

2005 2013

Negara

Provinsi

Kab / Kota

Jumlah

7.242

18.937

8.073

20.264

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur

2.005 2013

3-36

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Nusa Tenggara 2015

Gambar 3.45

Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2013, (dalam Km/Km2).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Tingkat kerapatan jalan Provinsi di Nusa Tenggara tergolong tinggi dibandingkan terhadap tingkat kerapatan jalan nasionl.

Gambar 3.46

Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Nusa Tenggara Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km).

Kondisi kualitas jalan di Pulau Nusa Tenggara dengan kondisi mantap meningkat sebesar 27 persen dari tahun 2011

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

0,39 0,39

0,43

0,26

0,42

-

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

0,35

0,40

0,45

0,50

Nusa Tenggara Barat Nasional Nusa Tenggara Timur

Provinsi (km/km2)_2005 Provinsi (km/km2)_2013

46%

24%

22%

8%

2011

Baik

Sedang

Rusak Ringan

Rusak Berat

72%

25%

3% 0%

2013

Baik

Sedang

Rusak Ringan

Rusak Berat

4-1

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

4.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA

Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Pulau Kalimantan dan seluruh

provinsi secara umum tumbuh positif, namun perkembangan ekonomi dalam empat tahun

terakhir melambat. Pertumbuhan ekonomi Pulau Kalimantan tahun 2014 tercatat tumbuh

sebesar 3,19 persen melambat dibandingkan tahun sebelumnya, semua sektor tumbuh positif,

dengan pertumbuhan tertinggi dari sektor listrik dan gas, informasi dan komunikasi, dan jasa

pendidikan.

Tabel 4.1

Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Kalimantan Tahun 2011-2014.

Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014

1. Pertanian 3,86 4,87 4,74 4,25

2. Pertambangan & Penggalian 11,05 7,99 2,93 0,08

3. Industri Pengolahan -1,56 -0,91 0,89 2,19

4. Listrik dan Gas 9,83 10,77 4,57 15,79

5. Pengadaan Air 3,13 2,25 3,45 6,64

6. Konstruksi 5,45 7,57 5,82 7,50

7. Perdagangan Besar dan Eceran 8,44 5,85 5,23 5,43

8. Transportasi & Pergudangan 8,04 6,53 8,04 6,73

9. Akomodasi dan Makan Minum 7,20 8,35 5,07 5,93

10. Informasi dan Komunikasi 9,14 10,56 9,13 10,47

11. Jasa Keuangan 8,51 11,92 12,91 5,24

12. Real Estat 7,15 7,37 7,05 6,86

13. Jasa Perusahaan 10,51 7,84 7,68 8,17

14. Administrasi Pemerintahan 4,98 5,08 3,98 7,95

15. Jasa Pendidikan 10,59 9,68 9,95 9,88

16. Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 8,44 8,45 5,16 7,44

17. Jasa lainnya 4,36 3,72 2,80 7,22

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 6,45 5,72 3,93 3,19

4-2

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.1

Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Atas Dasar

Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen)

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Pertumbuhan ekonomi seluruh provinsi melambat dari tahun 2012-2014

Tabel 4.2

Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Atas Dasar

Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen).

Provinsi Tahun

2011 2012 2013 2014

Kalimantan Timur 6,47 5,48 2,72 2,02

Kalimantan Selatan 6,97 5,97 5,36 4,85

Kalimantan Barat 5,50 5,91 6,04 5,02

Kalimantan Tengah 7,01 6,87 7,38 6,21

P. KALIMANTAN 6,45 5,72 3,93 3,19

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Peran dan Struktur Ekonomi Kalimantan. Peran Pulau Kalimantan dalam

pembentukan PDB nasional sebesar 8,71 persen terbesar ketiga setelah Pulau Jawa+Bali dan

Sumatera, dengan kontribusi terbesar berasal dari Provinsi Kalimantan Timur. Sementara

Kontribusi terbesar perekonomian Pulau Kalimantan sebagian besar disumbang dari sektor

pertambangan, sektor industri pengolahan, dan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan,

dan. Ketiga sektor tersebut menyumbang sekitar Keempat sektor tersebut berkontribusi sekitar

65 persen terhadap perekonomian Kalimantan.

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

2011 2012 2013 2014

%

Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah P. Kalimantan

4-3

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.2

Peran Wilayah Kalimantan terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen).

Peran Pulau Kalimantan terhadap pembentukan PDB nasional sebesar besar 8,71 persen

> 60 persen perekonomian Pulau Kalimantan disumbang dari Kalimantan Timur

Tabel 4.3

Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2014.

Lapangan Usaha PDRB ADHB (Rp. Miliar)

2010 2011 2012 2013 2014

Kalimantan Timur 418.212 515.191 469.646 482.442 579.010

Kalimantan Selatan 85.305 98.781 96.698 101.879 131.593

Kalimantan Barat 86.066 96.727 96.162 101.971 131.933

Kalimantan Tengah 56.531 65.871 64.649 69.421 89.872

P. KALIMANTAN 646.113,68 776.570,58 727.155,15 755.712,97 932.408,41

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Pengangguran Terbuka, Perkembangan pengangguran terbuka di wilayah Kalimantan

menunjukkan tren menurun selama periode 2010-2015. Jumlah Pengangguran Terbuka di

wilayah Kalimantan pada tahun 2015 mencapai 310.619 jiwa atau sekitar 5,40 persen dari total

pengangguran di Indonesia, dengan pengurangan jumlah pengangguran dari tahun 2010-2015

sebanyak 126.522 jiwa dan sebagian besar terdapat di Kalimantan Timur dan Kalimantan

23,17

58,85

1,41 8,71

5,65 0,52 1,70

Kontribusi Nilai PDRB ADHB Pulau Terhadap PDB Nasional Tahun 2014, (%)

Sumatera

Jawa & Bali

Nusa Tenggara

Kalimantan

Sulawesi

Maluku

Papua

62,10 14,11

14,15 9,64

Kontribusi Nilai PDRB ADHB Provinsi Terhadap PDBB Pulau Tahun 2014, (%)

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

4-4

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Selatan. Sementara untuk kondisi Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,40 persen

sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan pengurangan rata-rata sebesar 0,26

persen per tahun, namun kondisi TPT masih dibawah rata-rata TPT nasional (5,84%), dengan

pengurangan angka pengangguran sebesar 0,38 persen per tahun. Dominasi TPT di Pulau

Kalimantan sebagian besar berada di perkotaan dengan kondisi terakhir (Februari, 2015)

sebesar 6,96 persen, dan di perdesaan sebesar 3,47 persen.

Gambar 4.3

Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Perkembangan Jumlah pengangguran terbuka menurun dan Tingkat Pengangguran Terbuka rata-rata dibawah nasional

Tabel 4.4

Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Kalimantan

Tahun 2010-2015, (jiwa).

Provinsi Pengangguran_jiwa ( Februari )

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Kalimantan Barat 125.188 112.525 75.762 68.644 59.884 61.417

Kalimantan Tengah 42.731 41.595 31.415 21.077 33.785 14.409

Kalimantan Selatan 108.745 103.501 81.493 75.845 81.274 99.953

Kalimantan Timur 160.477 174.807 170.138 167.612 171.052 118.247

Kalimantan Utara - - - - - 16.593

P. KALIMANTAN 437.141 432.428 358.808 333.178 345.995 310.619

NASIONAL 8.592.490 8.117.631 7.614.241 7.170.523 7.147.069 7.127.377

% NASIONAL 5,09 5,33 4,71 4,65 4,84 4,36

Sumber: BPS Tahun 2015

6,47 6,23

5,03 4,62 4,58

5,40

7,41

6,80 6,32

5,92 5,70 5,84

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

0

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

400.000

450.000

500.000

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Pe

nga

ngg

ura

n T

erb

uka

(jiw

a)

TPT

(%)

Pengangguran_jiwa ( Februari ) TPT_% ( Februari ) TPT Nasional_% (Februari)

4-5

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.4

Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Sebagian besar Tingkat Pengangguran Terbuka terdapat di Daerah Perkotaan

Penyebaran TPT di Pulau Kalimantan, TPT tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur,

sementara TPT terendah terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah. Secara umum tingkat TPT

seluruh provinsi mengalami penurunan dari tahun 2010-2015, rata-rata pengurangan terbesar

mencapai 0,65 persen di Provinsi Kalimantan Timur dan terrendah di Provinsi Kalimantan Barat

mencapai 0,14 persen. Perbandingan TPT di wilayah perdesaan dan perkotaan antarprovinsi

menunjukkan dominasi di perkotaan di setiap provinsi, kecuali di Provinsi Kalimantan Utara

TPT dominan di perdesaan. TPT paling dominan di perkotaan terdapat di Provinsi Kalimantan

Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Lihat Tabel 4.5.

Tabel 4.5.

Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Kalimantan

Tahun 2010-2015, (jiwa).

Provinsi TPT_% ( Februari ) Δ

2008-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Kalimantan Barat 6,49 5,63 5,50 4,99 3,36 3,09 2,53 4,78 0,14

Kalimantan Tengah 4,79 4,53 3,88 3,66 2,71 1,82 2,71 3,14 0,23

Kalimantan Selatan 6,91 6,75 5,89 5,62 4,32 3,91 4,03 4,83 0,32

Kalimantan Timur 11,41 11,09 10,45 10,21 9,29 8,87 8,89 7,17 0,65

Kalimantan Utara

0,00

P. KALIMANTAN 7,30 6,98 6,47 6,23 5,03 4,62 4,58 5,40 0,26

TPT NASIONAL 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92 5,70 5,84 0,38

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

2010 2011 2012 2013 2014 2015

TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )

4-6

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.5

Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Kalimantan, Tahun 2015, (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

TPT Provinsi di Pulau Kalimantan sebagian besar terdapat daerah perkotaan, kecuali di Kalimantan Utara terbesar di Daerah perdesaan

Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan

di wilayah Kalimantan pada tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok berpendidikan SMA

(37,23%), berikutnya berpendidikan <SD dan SMTP masing-masing sebesar 35,15 persen, dan

14,91 persen. Namun, kondisi pendidikan pengangguran terbuka tersebut masih lebih dibanding

dengan rata-rata pendidikan dari pengangguran terbuka tingkat nasional, Lihat Gambar 4.6

dan Tabel 4.5.

Gambar 4.6

Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Kalimantan, 2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Kualitas pendidikan pengangguran terbuka di Kalimantan > 50% masih <SD dan SMA.

7,86

2,95

7,78 7,87

3,76

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

Kalimantan Barat KalimantanTengah

KalimantanSelatan

Kalimantan Timur Kalimantan Utara

TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )

2,11

13,60

19,44

14,91 22,81

14,42

5,38 7,33

P. Kalimantan

Tidak/Belum Pernah Sekolah

Tidak/Belum Tamat SD

SD

SMP

SMA (Umum)

SMA (Kejuruan)

Diploma I/II/III

Universitas

4-7

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Pengangguran terbuka berdasarkan komposisi tingkat pendidikan tertinggi yang

ditamatkan antarprovinsi, sebagian besar berpendidikan SMTA, kecuali di wilayah Kalimantan

Barat dan Kalimantan Selatan masih lebih tinggi untuk kelompok berpendidikan maksimal SD.

Pengangguran terbuka dengan pendidikan Diploma dan Universitas tertinggi terdapat di

Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Kondisi ini mengindikasikan fenomena

pengangguran di wilayah Kalimantan lebih banyak dihadapi kelompok berpendidikan maksimal

sekolah dasar sampai dengan menengah. Lihat Tabel 4.6.

Tabel 4.6

Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015.

Provinsi Tidak/Belum

Pernah Sekolah

Tidak/Belum Tamat SD

Tamatan Tertinggi

Jumlah SD SMP

SMA (Umum)

SMA (Kejuruan)

Diploma I/II/III

Universitas

Kalimantan Barat 2,77 17,34 24,86 14,24 26,52 4,92 6,40 2,96 100,00

Kalimantan Tengah - 7,78 16,40 17,69 22,66 12,09 6,51 16,87 100,00

Kalimantan Selatan 1,26 13,98 20,52 17,00 13,07 16,46 7,93 9,77 100,00

Kalimantan Timur - 10,07 - 14,36 26,60 23,00 2,10 5,55 100,00

Kalimantan Utara 5,19 25,13 8,98 4,13 29,54 11,58 3,68 11,77 100,00

P. KALIMANTAN 2,11 13,60 19,44 14,91 22,81 14,42 5,38 7,33 100,00

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2015.

Kemiskinan. Perkembangan kemiskinan di wilayah Kalimantan dalam kurun waktu

2010-2015 cenderung menurun, dan kondisi kemiskinan berada di bawah rata-rata kemiskinan

nasional. Jumlah penduduk di Pulau Kalimantan tahun 2015 (maret) mencapai 982,41 ribu jiwa

atau 3,44 persen (Gambar 4.7 dan Gambar 4.8) dari total penduduk miskin di Indonesia atau

menurun rata-rata sebanyak 33,1 ribu jiwa per tahun dan sebagian besar penduduk miskin

terdapat di daerah perdesaan.

Gambar 4 .7

Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret).

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Jumlah penduduk miskin Pulau sekitar 3,44 persen dari total penduduk miskin nasional

22,27

54,73

3,44 7,40

6,94

1,43 3,79

P. Sumatera

P. Jawa+Bali

P. Kalimantan

P. Sulawesi

P. Nusa Tenggara

P. Maluku

P. Papua

4-8

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4-8

Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Kalimantan Tahun 2008-2015 (Maret).

Sumber : Susenas (Maret), BPS 2015

Penduduk miskin Pulau Kalimantan sebagian besar terdapat di daerah perdesaan

Penyebaran penduduk miskin terbesar terdapat di Provinsi Kalimantan Barat (39,06%)

dan jumlah penduduk miskin terrendah di Provinsi Kalimantan Utara sebesar 4,04 persen. Sementara untuk persentase tingkat kemiskinan seluruh provinsi dari 2010-2015 menunjukan menurun, kecuali di Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2015 sedikit mengalami peningkatan. Tingkat kemiskinan di wilayah Kalimantan masih berada dibawah rata-rata nasional, dan kemiskinan tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Barat.

Gambar 4.9

Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Kalimantan, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen).

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Jumlah penduduk miskin terbesar di Pulau Kalimantan terdapat di Kalimantan Barat (39,06%)

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Jumlah PendudukMiskin ( Maret )

Jumlah PendudukMiskin Perkotaan (Maret )

Jumlah PendudukMiskin Perdesaan (Maret )

Kalimantan Barat 39,06%

Kalimantan Tengah 15,03%

Kalimantan Selatan 20,20%

Kalimantan Timur

21,67%

Kalimantan Utara 4,04%

Distribusi Penduduk Miskin 2015 ( Maret )

4-9

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Tabel 4.7 Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan,

Tahun 2010-2015.

Provinsi Persentase Penduduk Miskin ( Maret ) Δ

2010-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Kalimantan Barat 11,07 9,3 9,02 8,6 8 8,24 8,54 8,03 0,42

Kalimantan Tengah 8,71 7,02 6,77 6,56 6 5,93 6,03 5,94 0,45

Kalimantan Selatan 6,48 5,12 5,21 5,29 5 4,77 4,68 4,99 0,30

Kalimantan Timur 9,51 7,73 7,66 6,77 6 6,06 6,42 6,23 0,52

Kalimantan Utara - - - - - - - 6,24 0,00

NASIONAL 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 11,25 11,22 0,70

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Indek Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur

capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas

hidup. Pembangunan manusia menjadi aspek yang sangat penting dalam pembangunan suatu

daerah. Namun perekonomian suatu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi,

tetapi masalah pengangguran, kemiskinan juga tinggi. Berdasarkan model perhitungan IPM

baru, enam provinsi memiliki nilai IPM dibawah rata-rata IPM nasional. Sementara menurut

perkembangannya, dalam kurun waktu 2010-2014 IPM seluruh provinsi meningkat, dengan IPM

tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur atau berada diurutan ke-3 secara nasional, dan

terrendah di Provinsi Kalimantan Barat atau berada diurutan ke-29 secara nasional.

Gambar 4.10

Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pembangunan Manusia Antarprovinsi

Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

11 10 9

6

17

23

20

26

16

4

1

12 13

2

18

8

5

30 31 29

21 22

3

14

7

25

15

19

28

32

24

27

33 34

0

5

10

15

20

25

30

35

40

50,00

55,00

60,00

65,00

70,00

75,00

80,00

Ace

h

Sum

ut

Sum

bar

Ria

u

Jam

bi

Sum

sel

Ben

gku

lu

Lam

pu

ng

Bab

el

Kep

ri

DK

I Jak

arta

Jab

ar

Jate

ng

DIY

Jati

m

Ban

ten

Bal

i

NTB

NTT

Kal

bar

Kal

ten

g

Kal

sel

Kal

tim

Kal

tara

Sulu

t

Sult

eng

Suls

el

Sult

ra

Go

ron

talo

Sulb

ar

Mal

uku

Mal

ut

Pu

bar

Pap

ua

P. SUMATERA P. JAWA+BALI P.NUSTRA

P. KALIMANTAN P. SULAWESI P.MALUKU

P.PAPUA

IPM

Ran

kin

g

IPM_Provinsi IPM_Nasional Ranking 2014

4-10

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.11: Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Kualitas sumberdaya manusia di Kalimantan menunjukan trend meningkat dari tahun 2010 – 2014,

6 provinsi dengan IPM dibawah IPM nasional;

4.2. DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA

Pendidikan. Perkembangan tingkat pendidikan di Pulau Kalimantan selama 2008-

2013 ditunjukan dengan indikator kinerja pendidikan, yang meliputi: Angka Rata-rata Lama

Sekolah (RLS), Angka Melek Huruf (AMH), Angka Partisipasi Sekolah (APS), dan tingkat

ketersediaan sarana dan prasaran pendidikan sebagai kinerja pelayanan pendidikan.

Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) provinsi di wilayah Kalimantan selama

periode 2008-2013 cenderung menunjukkan peningkatan, namun dua provinsi yaitu

Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat memiliki RLS di bawah RLS nasional. RLS tertinggi

2013 terdapat di Provinsi Kalimantan Utara dan terrendah di Provinsi Kalimantan Barat.

Gambar 4.12

Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) seluruh provinsi meningkat dan rata-rata di atas RLS nasional, kecuali Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.

62,00

64,00

66,00

68,00

70,00

72,00

74,00

76,00

2010 2011 2012 2013 2014

IPM

Kaltim

Kalbar

Kalsel

Indonesia

5

5,5

6

6,5

7

7,5

8

8,5

9

9,5

10

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur Kalimantan Utara Nasional

4-11

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Sementara untuk perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) selama periode 2008-2013

rata-rata meningkat dan menunjukkan perubahan positif. Pada tahun 2013 seluruh empat

provinsi memiliki AMH di atas rata-rata nasional (94,14 %), dengan AMH tertinggi di Provinsi

Kalimantan Timur sebesar 97,95 persen, dan AMH terrendah di Provinsi Kalimantan Barat yaitu

91,7 persen.

Gambar 4.13

Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Perkembangan AMH, seluruh provinsi di Kalimantan meningkat, dan rata-rata diatas AMH nasional, kecuali Kalimantan Barat

Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) antarprovinsi di wilayah Kalimantan

tahun 2008 dan 2013 (Tabel 4.8), untuk kelompok Usia 16-18 tahun rata-rata meningkat,

peningkatan terbesar terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan (9,48%) dan Provinsi Kalimantan

Timur (8,38%); untuk APS 19-24 tahun rata-rata meningkat di seluruh provinsi dengan

peningkatan terbesar di Provinsi Kalimantan Timur mencapai 9,56 persen; untuk APS 13-15

tahun meningkat diseluruh provinsi kecuali di Provinsi Kalimantan Tengah menurun sebesar

0,54 persen, dengan peningkatan tertinggi di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 6,62 persen;

untuk APS 7-12 tahun meningkat diseluruh provinsi kecuali di Provinsi Kalimantan Barat

menurun sebesar 0,22 persen dengan peningkatan tertinggi di Provinsi Kalimantan Selatan

sebesar 1,32 persen.

Tabel 4.8

Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2008 dan 2013.

Provinsi 2008** 2013

Δ 2008-2013

7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24

Kalimantan Barat 97,08 84,50 50,73 10,62 96,86 85,65 58,49 19,52 -0,22 1,15 7,75 8,89

Kalimantan Tengah 98,45 86,42 53,64 11,15 99,01 85,88 58,39 19,49 0,56 -0,54 4,75 8,34

Kalimantan Selatan 97,48 79,68 50,30 11,40 98,80 86,31 59,78 16,68 1,32 6,62 9,48 5,28

Kalimantan Timur 98,35 90,78 64,71 14,43 99,46 96,62 73,10 23,99 1,11 5,84 8,38 9,56

INDONESIA 97,88 84,89 55,50 13,29 98,36 90,68 63,48 19,97 0,48 5,79 7,98 6,68

Sumber: BPS, Tahun 2013.

86

88

90

92

94

96

98

100

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur Kalimantan Utara Nasional

4-12

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Akses masyarakat terhadap pendidikan untuk jenjang SD, SMP, SMA dan Perguruan

Tinggi cukup baik, hal ini ditunjukan akses terhadap pendidikan untuk jenjang pendidikan

dibawah rata-rata nasional (Tabel 4.9). Untuk jenjang pendidikan SD akses paling jauh terdapat

di Provinsi Kalimantan Timur yaitu 1,94 km, untuk jenjang SMP/MTs paling jauh di Provinsi

Kalimantan Timur, Untuk jenjang pendidikan SMA akses paling jauh di Provinsi Kalimantan

Barat dengan jarak 5,53 km, dan untuk perguruan tinggi di Provinsi Kalimantan Selatan dengan

jarak 12,27 km.

Tabel 4.9

Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau

Kalimantan Tahun 2012.

Provinsi Jenjang Pendidikan

SD/MI SMP/MTs SM/MA PT

Kalimantan Barat 1,72 3,31 5,53 7,36

Kalimantan Tengah 1,28 3,31 3,58 11,84

Kalimantan Selatan 1,49 3,29 5,17 12,27

Kalimantan Timur 1,94 4 5,33 9,23

INDONESIA 2,09 4,46 6,98 13,91

Sumber : Statistik Pendidikan 2012, BPS

Kondisi pendidikan menurut rasio murid terhadap sekolah, perkembangan rasio murid

terhadap sekolah untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA secara umum mengalami

peningkatan yang menunjukan bahwa kesempatan penduduk untuk akses pendidikan semakin

meningkat. Rasio jumlah murid terhadap sekolah SD paling baik di Provinsi Kalimantan Tengah,

untuk jenjang pendidikan SMP paling baik di Provinsi Kalimantan Utara, dan Untuk jenjang

pendidikan SMA paling baik di Provinsi Kalimantan Utara.

Tabel 4.10

Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan

Jenjang Pendidikan di Pulau Kalimantan Tahun 2011 dan 2014.

Provinsi

Rasio Murid/sekolah

SD SMP SMA

2011 2014 2011 2014 2011 2014

Kalimantan Barat 157,78 148,21 169,62 161,17 255,03 244,73

Kalimantan Tengah 131,90 120,73 157,54 135,43 230,35 193,98

Kalimantan Selatan 143,02 133,97 190,44 193,28 294,81 291,83

Kalimantan Timur 192,20 189,27 212,36 222,26 294,22 271,89

Kalimantan Utara - 127,86 - 135,20 - 149,63

NASIONAL 181,08 173,27 264,74 242,07 328,83 305,50

Sumber: BPS, Tahun 2014

4-13

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Perkembangan jumlah rasio murid terhadap jumlah guru untuk jenjang pendidikan SD

secara umum mengalami peningkatan. Namun beberapa provinsi masih memiliki rasio diatas

rata-rata nasional. Rasio murid terhadap guru untuk jenjang pendidikan SD paling baik di

Provinsi Kalimantan Selatan, jenjang pendidikan SMP dan SMA paling baik di Provinsi

Kalimantan Utara.

Tabel 4.11

Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang

Pendidikan di Pulau Kalimantan Tahun 2011 dan 2014.

Provinsi

Rasio murid/guru

SD SMP SMA

2011 2014 2011 2014 2011 2014

Kalimantan Barat 17,18 17,73 16,19 15,54 16,92 13,44

Kalimantan Tengah 14,36 14,44 11,91 12,27 12,23 11,27

Kalimantan Selatan 13,21 10,22 12,39 11,93 13,85 13,19

Kalimantan Timur 14,68 16,13 13,90 15,59 15,40 13,86

Kalimantan Utara - 11,83 - 8,45 - 7,43

NASIONAL 17,42 16,53 15,06 14,53 16,19 16,06

Sumber: BPS, Tahun 2014

Kesehatan. Perkembangan derajat kesehatan penduduk antarprovinsi di wilayah

Kalimantan selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh

menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB) , Angka Kematian Balita (AKBA), dan meningkatnya

Umur Harapan Hidup (UHH). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi

kesehatan secara nasional yang cenderung terus membaik.

Angka Kematian Bayi, Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

2014, Angka Kematian Bayi (AKB) antarprovinsi di wilayah Kalimantan, sebagian besar provinsi

memiliki AKB di atas rata-rata AKB nasional (26,6 kematian per 1.000 kelahiran hidup). AKB

tertinggi di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 35,3 kematian per 1.000 kelahiran hidup dan

terendah di Provinsi Kalimantan Timur sebesar 15,6 kematian per 1.000 kelahiran hidup.

Gambar 4.14

Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan, Tahun 2010-2014.

Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi

AKB Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat berada diatas rata-rata AKB nasional

35,3

15,6

26,6

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

2010 2011 2012 2013 2014

AK

B (

%)

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

Kalimantan Utara

Nasional

4-14

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan indikator gizi buruk pada balita, merupakan

gangguan pertumbuhan bayi yang terjadi sejak usia dini (4 bulan) yang ditandai dengan

rendahnya berat badan dan tinggi badan, dan terus berlanjut sampai usia balita. Hal tersebut

terutama disebabkan rendahnya status gizi ibu hamil. Perkembangan gizi buruk pada balita

tahun 2014 di sebagian besar provinsi pada cenderung meningkat dibandingkan dengan tahun

sebelumnya, kecuali di Provinsi Kalimantan Timur yang menurun dibanding tahun sebelumnya.

Berdasarkan perbandingan status gizi balita antarprovinsi di wilayah Kalimantan pada tahun

2014, balita gizi buruk tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Barat dan terrendah di Provinsi

Kalimantan Tengah. Lihat Gambar 4.15.

Gambar 4.15

Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan,

Tahun 2010-2014, (jiwa).

Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi)

Provinsi dengan Gizi buruk tertinggi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur

Umur Harapan Hidup, berdasarkan estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) antarprovinsi

di wilayah Kalimantan selama periode 2008-2013 menunjukkan peningkatan, sejalan dengan

perkembangan UHH secara nasional. Estimasi UHH antarprovinsi di wilayah Kalimantan tahun

2013 menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah telah berada di

atas UHH nasional, Provinsi dengan UHH tertinggi berada di Kalimantan Timur sebesar 71,78

tahun, dan terrendah di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 64,82 tahun. Lihat Gambar 4.16.

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

KalimantanBarat

KalimantanTengah

KalimantanSelatan

KalimantanTimur

KalimantanUtara

jiwa

2011

2012

2013

2014

4-15

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.16

Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Perkembangan UHH seluruh provinsi di Kalimantan selama periode 2008-2013 meningkat, namun 2 Provinsi (Kalimantan Timnur dan Kalimantan Tengah) dengan kondisi UHH dibawah nasional.

Jumlah kasus AIDs di Pulau Kalimantan tahun 2013, Provinsi Kalimantan Selatan

menempati urutan pertama yaitu sebanyak 72 kasus dan diikuti Provinsi Kalimantan Barat

sebanyak 11 kasus.

Gambar 4.17

Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan, Tahun 2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)

Kasus AIDs tertinggi terdapat di Kalimantan Selatan

60

62

64

66

68

70

72

74

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur Nasional

0

11

72

0 0 0

10

20

30

40

50

60

70

80

KALIMANTANBARAT

KALIMANTANTENGAH

KALIMANTANSELATAN

KALIMANTANTIMUR

KALIMANTANUTARA

Kasus Baru AID

4-16

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.18

Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)

Prevalensi Status Gizi berdasarkan tinggi badan dan umur sebagian besar tergolong normal untuk semua provinsi

Perumahan, Tempat tinggal memiliki peran strategis dalam membentuk watak dan

kepribadian bangsa. Hal ini merupakan salah satu upaya membangun manusia Indonesia yang

berjati diri, mandiri, dan produktif. Sehingga kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan

dasar setiap manusia, yang akan terus berkembang sesuai dengan tahapan dan siklus kehidupan.

Perumahan yang layak huni harus dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum,

diantaranya adalah penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon,

jalan, dan infrastruktur lainnya.

Berdasarkan lokasi permukiman di Pulau Kalimantan, beberapa provinsi masih banyak

desa dengan lokasi permukiman pada lokasi yang membahayakan, dan tidak nyaman. Pada tahun

2014 tercatat total jumlah desa dengan kondisi permukiman kumuh sebanyak 484 desa, dengan

penyebaran terbanyak di Provinsi Kalimantan Barat yaitu 174 desa dan Kalimantan Timur

sebanyak 125 desa. Sementara total jumlah desa dengan lokasi permukiman di bawah Saluran

Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) tercatat sebanyak 24 desa, dengan penyebaran terbesar di

Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 19 desa, dan lokasi permukiman di bantaran sungai

sebanyak 3.764 desa dengan penyebaran terbanyak di Provinsi Kalimantan Selatan 1.242 desa

dan Kalimantan Tengah sebanyak 1.012 desa.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur

%

PREVALENSI STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN TINGGI BADAN MENURUT UMUR (TB/U) MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

Sangat Pendek (%) Pendek (%) Normal (%)

4-17

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.19

Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Kalimantan Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman kumuh terbesar di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur

Gambar 4.20

Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Kalimantan Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman dibantaran Sungai terbesar di Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah

174

85

66

125

34

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

Kalimantan Barat KalimantanTengah

KalimantanSelatan

Kalimantan Timur Kalimantan Utara

Pemukiman Kumuh

900

1.012

1.242

467

143

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

KalimantanBarat

KalimantanTengah

KalimantanSelatan

KalimantanTimur

KalimantanUtara

Bantaran / Tepi Sungai

4-18

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.21

Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Kalimantan Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman dibawah SUTET terbesar di Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan jumlah rumah tangga dengan jenis lantai terluas secara umum sebagain

besar kondisi permukiman di Pulau Kalimantan menggunakan lantai bukan tanah (Tabel 4.12).

Perkembangan persentase rumah tangga dengan lantai bukan tanah terus meningkat dari tahun

2010-2013, dan rata-rata berada diatas angka nasional. Untuk luas lantai, sebagian besar

persentase rumah tangga memiliki luas lantai 20-49 m2 dan 50-99 m2, sementara untuk luas

lantai > 100 m2 relatif kecil (Tabel 4. 13).

Tabel 4.12:

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas

di Pulau Kalimantan Tahun 2010-2013.

Provinsi

Persentase Rumah Tangga berdasarkan Jenis Lantai terluas (Persen)

Tanah Bukan tanah

2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014

Kalimantan Barat 2.34 0.54 0.45 0.62 0.47 97.66 99.46 99.55 99.38 99.53

Kalimantan Tengah 3.61 0.82 1.19 1.15 0.92 96.39 99.18 98.81 98.85 99.08

Kalimantan Selatan 1.76 0.75 0.47 0.82 1.01 98.24 99.25 99.53 99.18 98.99

Kalimantan Timur 3.23 0.65 0.88 0.65 0.41 96.77 99.35 99.12 99.35 99.59

Kalimantan Utara - - - - - - - - - -

INDONESIA 11.5 9.21 8.55 8.85 8.13 88.5 90.79 91.45 91.15 91.87

Sumber: BPS, Tahun 2014

4

0 1

19

0 0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

KalimantanBarat

KalimantanTengah

KalimantanSelatan

KalimantanTimur

KalimantanUtara

Bawah Sutet

4-19

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Tabel 4.13

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Kalimantan

Tahun 2014.

Provinsi Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai (m2) (Persen)

<19 20-49 50-99 100-149 150+ Total

Kalimantan Barat 2.36 38.83 43.69 9.22 5.91 100

Kalimantan Tengah 3.35 45.62 40.34 7.12 3.57 100

Kalimantan Selatan 4.58 39.04 42.61 10.02 3.74 100

Kalimantan Timur 3.98 35.09 42.26 11.15 7.53 100

Kalimantan Utara - - - - - -

INDONESIA 5.04 31.03 44.98 12.24 6.71 100

Sumber: BPS, Tahun 2014

Persentase jumlah rumah tangga menurut penerangan listrik PLN, secara umum

persentase rumah tangga di perkotaan maupun di perdesaan dengan penerangan listrik PLN

masih berada dibawah rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Kalimantan Selatan (Tabel 4.14).

Selama periode 2009 dan 2013 persentase jumlah rumah tangga dengan penerangan listrik PLN

meningkat. Sementara untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi

layak dan air minum layak meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 4.15), namun masih banyak

jumlah rumah yang berada dibawah dibawah rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Kalimantan

Timur.

Tabel 4.14

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber

Penerangan Listrik PLN di Pulau Kalimantan Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

2009 2013

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perdesaan Perdesaan

Kalimantan Barat 93.23 56.75 66.67 97.94 66.44 75.59

Kalimantan Tengah 92.53 51.86 65.70 96.45 60.81 72.79

Kalimantan Selatan 98.29 83.88 89.79 99.30 89.78 93.81

Kalimantan Timur 92.90 63.66 81.72 97.36 65.60 85.40

Rata-rata Nasional 97.05 81.99 89.29 99.11 87.27 93.17

Sumber: BPS, Tahun 2014

Persentase jumlah rumah tangga menurut sumber air minum layak, secara umum

persentase rumah tangga tahun 2013 di perkotaan dan perdesaan menunjukan adanya

peningkatan dari tahun 2009, dengan persentase terbesar di daerah perkotaan (Tabel 4.14).

Namun jika dibandingkan terhadap rata-rata nasional sebagian besar provinsi masih dibawah

rata-rata nasional, kecuali Provinsi Kalimantan Timur. Persentase rumah tangga terbesar di

Provinsi Kalimantan Timur (79,99%) dan terrendah di Provinsi Kalimantan Tengah (48,04%).

Sementara untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak

meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 4.16), namun masih banyak jumlah rumah yang berada

dibawah rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Kalimantan Timur. Persentase terbesar untuk

rumah tangga dengan sanitasi layak terdapat di Provinsi Kepulauan Kalimantan Timur (75,93%)

dan terrendah di Provinsi Kalimantan Tengah (44,05%).

4-20

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Tabel 4.15

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum

Layak Per-Provinsi, di Pulau Kalimantan Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

2009 2013

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perdesaan Perdesaan

Kalimantan Barat 76.28 45.71 54.02 82.79 54.94 63.18

Kalimantan Tengah 53.03 28.56 36.89 67.21 37.99 48.04

Kalimantan Selatan 76.64 34.79 51.97 80.19 48.6 62.07

Kalimantan Timur 65.1 40.54 55.71 93.09 58.52 79.99

Rata-rata NASIONAL 49.82 45.72 47.71 79.34 56.17 67.73

Sumber: BPS, Tahun 2014

Tabel 4.16

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau

Kalimantan Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi

(%)

2009 2010 2011 2012 2013

Kalimantan Barat 40.12 45.32 43.81 50 52.1

Kalimantan Tengah 25.78 35.14 33.72 38.31 44.05

Kalimantan Selatan 41.16 48.95 48.38 49.72 57.54

Kalimantan Timur 58.48 68.37 66.56 72.15 75.93

Kalimantan Utara - - - - -

Rata-rata Nasional 51.19 55.53 55.6 57.35 60.91

Sumber: BPS, Tahun 2014

4.3. DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

4.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan

Tanaman Pangan. Produksi padi Pulau Kalimantan tahun 2015 mencapai 5.307.563 ton

atau sekitar 7,03 persen dari total produksi nasional, dengan produktivitas 3,65 ton/ha (lebih

rendah dari produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi padi di Pulau Kalimantan

rata-rata meningkat 103,09 persen per tahun (dalam periode 2007-2015), dengan peningkatan

luas panen rata-rata 102,27 persen per tahun. Produksi padi terbesar di Provinsi Kalimantan

Selatan mencapai 2,27 juta ton atau 42,75 persen dari produksi padi Pulau Kalimantan.

4-21

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.22

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2006-2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Perkembangan produktivitas padi Pulau Kalimantan masih dibawah produktivitas rata-rata produktivitas padi nasional

Gambar 4.23

Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2015.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Produksi Jagung tahun 2015 mencapai 308.832 ton atau sekitar 1,49 persen dari total

produksi jagung nasional, dengan produktivitas 4,4 ton/ha (lebih rendah dari produktivitas padi

nasional). Perkembangan produksi jagung di Pulau Kalimantan rata-rata meningkat 197.974 ton

per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata 663 ha per

tahun. Produksi jagung terbesar di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan yang

masing-masing mencapai 156.007 ton dan 130.824 ton atau sekitar 50,52 persen dan 42,36

persen dari produksi jagung Pulau Kalimantan.

3.7

77

.38

4

4.3

09

.10

1

4.3

84

.49

0

4.3

92

.11

2

4.4

22

.96

1

4.5

20

.40

6

4.6

95

.26

8

4.8

72

.40

0

4.9

76

.89

0

5.3

07

.56

3

3,65

5,28

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

-

1.000.000

2.000.000

3.000.000

4.000.000

5.000.000

6.000.000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Produksi Tanaman Padi Produktivitas (ton/ha)_Kalimantan

Produktivitas (ton/ha)_Nasional

24,39

52,09

4,19

7,03

11,71

0,25 0,34

Produksi Padi menurut Pulau (%)

P. SUMATERA

P.JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

KEP. MALUKU

P. PAPUA

27,53

18,52 42,75

8,71 2,50

Produksi Padi menurut Provinsi di Pulau Kalimantan (%)

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

Kalimantan Utara

4-22

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.24

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2006-2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Perkembangan produktivitas jagung Pulau Kalimantan masih dibawah produktivitas rata-rata produktivitas jagung nasional

Gambar 4.25

Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Penghasil jagung terbesar di Pulau Kalimantan yaitu di Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.

Produksi kedelai tahun 2015 mencapai 16.386 ton atau sekitar 1,54 persen dari total

produksi kedelai nasional, dengan produktivitas 1,41 ton/ha (lebih rendah dari produktivitas

padi nasional). Perkembangan produksi kedelai di Pulau Kalimantan rata-rata meningkat 6.709

ton per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata 863 ha

persen per tahun. Produksi kedelai terbesar di Provinsi Kalimantan Selatan sekitar 54,88 persen

dari produksi kedelai Pulau Kalimantan.

20

3.8

68

26

0.2

08

29

5.2

48

30

1.2

86

30

6.0

60

27

7.1

47

30

0.0

76

27

9.0

70

27

0.3

87

30

8.8

32

0

50000

100000

150000

200000

250000

300000

350000

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produktivitas Produksi (ton)

Produksi P. Kalimantan Produktivitas P. Kalimantan

Produktivitas Nasional

21,61

52,89

8,50

1,49

15,30

0,17 0,04

Produksi (Ton)

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

50,52

3,04

42,36

3,65 0,43

Produksi (Ton)

KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH

KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR

KALIMANTAN UTARA

4-23

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.26

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2006-2014.

Sumber: Badan Pusat Statistik 2014

Produktivitas kedelai Kalimantan masih dibawah rata-rata produktivitas kedelai nasional

Gambar 4.27: Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Kalimantan

Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

50

.34

6

39

.25

2

83

.95

8

13

0.5

30

97

.53

6

10

4.2

85

88

.14

9

68

.87

2

11

1.1

63

11

8.5

91

1,56

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

140.000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Produksi (ton) Produktivitas_Sumatera Produktivitas_Nasional

11,64

66,00

10,46

1,54

9,70

0,14 0,52

Produksi (Ton)

P. Sumatera

P. Jawa+Bali

P. Nusa Tenggara

P. Kalimantan

P. Sulawesi

Kep. Maluku

P. Papua

20,20

12,64

54,88

11,75

0,52

Produksi (Ton)

KALIMANTAN BARAT

KALIMANTAN TENGAH

KALIMANTAN SELATAN

KALIMANTAN TIMUR

KALIMANTAN UTARA

4-24

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Tabel 4.17:

Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di

Pulau Kalimantan Tahun 2015.

Provinsi

Padi Jagung Kedelai

Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Kalimantan Barat 483,423 1,461,238 3.02 41,145 156,007 3.79 2,187 3310 1.51

Kalimantan Tengah 282,893 982,951 3.47 2,880 9,383 3.26 1,726 2071 1.20

Kalimantan Selatan 534,058 2,268,871 4.25 21,647 130,824 6.04 6,301 8993 1.43

Kalimantan Timur 108,366 462,070 4.26 3,846 11,283 2.93 1,342 1926 1.44

Kalimantan Utara 45,881 132,433 2.89 623 1,335 2.14 87 86 0.99

P. KALIMANTAN 1454621 5307563 3.65 70,141 308,832 4.40 11643 16386 1.41

% NASIONAL 3.38 1.93

1.03 0.75

0.34 0.33

Sumber: BPS, Tahun 2014

Tanaman Perkebunan. Pulau Kalimantan merupakan penghasil terbesar tanaman

perkebunan di Indonesia, dengan komoditas utamanya adalah kelapa sawit, karet, dan kelapa

(Tabel 4.17). Produksi kelapa sawit Pulau Kalimantan tahun 2014 sebesar 20.297,10 ribu ton

atau 69,17 persen dari produksi kelapa sawit nasional meningkat dibandingkan produksi tahun

2012, selain kelapa sawit, komoditas lainnya adalah karet dengan produksi mencapai 2.327,10

ribu ton atau sekitar 73,8 persen dari total produksi karet nasional, dan kelapa sebesar 960,8

ribu ton atau 31,69 persen dari produksi kelapa nasional.

Tabel 4.18 Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Kalimantan

Tahun 2012 dan 2014.

Komoditas P. Kalimantan (ribu ton) Nasional (ribu ton) P. Kalimantan (%)

2012 2014 2012 2014 2012 2014

Kelapa Sawit 17.933,70 20.297,10 26.015,50 29.344,50 68,93 69,17

Kelapa 1.028,70 960,8 2.938,40 3.031,30 35,01 31,69

Karet 2.183,00 2.327,10 3.012,30 3.153,20 72,47 73,8

Kopi 492,7 493,2 691,2 685,1 71,28 71,99

Kakao 139,9 154,6 740,5 709,3 18,89 21,79

Tebu 875,9 897,7 2.592,60 2.575,40 33,79 34,86

Teh 22,6 22,2 143,4 142,7 15,73 15,52

Tembakau 5,9 6,6 260,8 166,3 2,25 3,95

Sumber: BPS Tahun 2014.

Sementara penghasil kelapa sawit terbesar di Pulau Kalimantan terdapat di Provinsi

Kalimantan Tengah dengan produksi 3.312,41 ribu ton atau 40,76 persen dari total produksi

sawit di Kalimantan, produksi karet dan kelapa terbesar di Provinsi Kalimantan Barat dengan

masing-masing produksi sebesar 232,27 ton dan 77,65 ton (Tabel 4.18).

4-25

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Tabel 4.19

Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Kalimantan menurut Provinsi Tahun 2014.

Provinsi Kelapa Sawit Kelapa Karet Kopi Kakao

(ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%)

Kalimantan Barat 1898.87 23.36 77.65 54.41 232.27 34.21 3.94 49.25 1.9 21.66

Kalimantan Tengah 3312.41 40.76 28.27 19.81 212 31.23 1.45 18.13 0.2 2.28

Kalimantan Selatan 1316.22 16.19 30 21.02 167.98 24.74 1.25 15.63 0.07 0.80

Kalimantan Timur 1599.9 19.69 6.4 4.48 66.67 9.82 0.81 10.13 3.3 37.63

Kalimantan Utara 0 0.00 0.4 0.28 0 0.00 0.55 6.88 3.3 37.63

P. KALIMANTAN 8127.4 100.00 142.72 100.00 678.92 100.00 8.00 100.00 8.77 100.00

Sumber: BPS, Tahun 2014

Peternakan. Populasi ternak besar di Pulau Kalimantan terbesar adalah babi dengan

jumlah populasi tahun 2013 mencapai 773.369 ekor, selanjutnya diikuti sapi, dan kambing

dengan populasi masing-masing 511.491 ekor dan 400.008 ekor. Sementara untuk jenis ternak

unggas populasi terbesar adalah jenis ayam ras pedaging, dengan populasi tahun 2013 sebesar

120.805.603 ekor.

Gambar 4.28

Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam ekor).

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

Populasi terbesar untuk jenis ternak besar yaitu babi, dan sapi

Tabel 4.19

Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013.

Provinsi Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi

Kalimantan Barat 171,755 3,441 187,923 272 29 485,314

Kalimantan Tengah 71,922 6,904 45,922 2,349 32 192,585

Kalimantan Selatan 162,786 27,891 102,629 3,885 141 5,553

Kalimantan Timur 105,028 9,070 63,534 434 101 89,917

P. KALIMANTAN 511,491 47306 400008 6940 303 773369

Shatre terhadap Nasional (%) 3.08 3.19 2.15 0.05 0.07 9.38

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

0

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000

900.000

2009 2010 2011 2012 2013*)

Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi

4-26

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.29

Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam ekor).

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013.

Populasi terbesar untuk unggas yaitu ayam ras pedaging

Tabel 4.20

Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013,

(ribu ekor).

Provinsi

Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik

Populasi Pertumbuhan

(%) Populasi

Pertumbuhan (%)

Populasi Pertumbuhan

(%)

Kalimantan Barat 26,543,707 20.83 3,627,174 21.81 779,539 27.69

Kalimantan Tengah 4,470,485 -14.45 39,921 6.94 266,743 -5.09

Kalimantan Selatan 49,527,380 21.98 3,226,547 15.94 4,735,624 2.60

Kalimantan Timur 40,264,031 2.00 1,619,246 2.00 220,664 1.00

P. KALIMANTAN 120,805,603 12.62 8,512,888 15.26 6,002,570 4.84

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

4.3.2. Pengembangan Sektor Energi

Perkembangan produksi energi listrik di Pulau Kalimantan mengalami peningkatan dari

dalam empat tahun terkahir. Produksi listrik tahun 2013 mencapai mencapai 8.367,03 MGh

atau meningkat sebesar 10,15 persen dari produksi tahun 2012. Sebagian besar produksi energi

listrik dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Sementara untuk rasio

elektrifikasi, sebagian besar provinsi di Kalimantan memiliki rasio elektrifikasi dibawah rasio

elektrifikasi nasional, kecuali Kalimantan Selatan.

0

20.000.000

40.000.000

60.000.000

80.000.000

100.000.000

120.000.000

140.000.000

2009 2010 2011 2012 2013*)

Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik

4-27

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.30

Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Kalimantan dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

Rasio elektrifikasi di Pulau Kalimantan tahun 2013 mencapai 71,2 persen meningkat dari tahun 2009, damun kondisi rasio elektrifikasi Pulau Kalimantan masih dibawah rata-rata rasio elektrifikasi nasional

Gambar 4.31

Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam persen).

Sumber : Data BPS, Stastistik PLN Tahun 2013

Rasio elektrifikasi provinsi di Pulau Kalimantan masih rendah berada dibawah rasio elektrifikasi nasional

61,34

50,17

68,10

73,68

71,2

66,28

67,15

72,95

76,56

78,06

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00

2009

2010

2011

2012

2013

NASIONAL P. KALIMANTAN

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

KalimantanBarat

KalimantanSelatan

KalimantanTengah

KalimantanTimur

KalimantanUtara

Rasio Elektrifikasi_Provinsi Rasio Elektrifikasi_Nasional

4-28

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.32

Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (KWg/Kapita).

Sumber : Data BPS, Stastistik PLN Tahun 2013

KWh perkapita provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan masih tergolong rendah dan dibawah rata-rata KWh perkapita nasional

Gambar 4.33

Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2010-2013, (dalam MGh).

Sumber : Data BPS, Stastistik PLN Tahun 2013

Produksi energi listrik di Pulau Kalimantan dalam empat tahun terkahir mengalami peningkatan setisap tahunnya, atau tumbuh sebesar 10,74 persen per tahun

0,00

100,00

200,00

300,00

400,00

500,00

600,00

700,00

800,00

Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur

KWh jual/kapita_Provinsi KWh jual/kapita_Nasional

6.160,90

6.849,51

7.596,32

8.367,03

-

1.000,00

2.000,00

3.000,00

4.000,00

5.000,00

6.000,00

7.000,00

8.000,00

9.000,00

2010 2011 2012 2013

P. KALIMANTAN

4-29

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.34

Komposisi Produksi Energi Listrik menurut Jenis Pembangkit di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam persen).

Sumber : Data Stastistik PLN Tahun 2013

Produksi energi listrik di Pulau Kalimantan sebagian besar di produksi dari PLTD yaitu mencapi 63,70 persen

4.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan.

Perikanan dan Kelautan. Tingkat perkembangan produksi perikanan tangkap dan

budidaya tahun 2013 di Pulau Kalimantan rata-rata meningkat, Produksi perikanan tangkap

2013 mencapai 657.517 ton meningkat sebesar 329.624 ton dari tahun 2009 dengan

peningkatan rata-rata 21,20 persen per tahun, dan perikanan budidaya 570.047 ton meningkat

sebesar 421.200 ton dari produksi tahun 2009 dengan tumbuh rata-rata 41,81 persen per tahun.

Produksi perikanan tangkap terbesar di Pulau Kalimantan terdapat di Provinsi Kalimantan

Selatan, sementara untuk produksi perikanan budidaya terbesar di Provinsi Kalimantan Timur.

Gambar 4.35. Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau

Kalimantan Tahun 2009-2013, (dalam ton).

Sumber: BPS, Tahun 2013

Produksi perikanan terbesar di Wilayah Kalimantan berasal dari perikanan tangkap

2,18

23,48

5,29

5,25

63,70

0,09 0,01

P. KALIMANTAN

PLTA

PLTU

PLTG

PLTGU

PLTP

PLTD

PLTMG

PLT Surya

14

8.8

47

17

4.7

04

31

0.3

65

46

1.8

03

57

0.0

47

32

7.8

93

52

5.9

33

51

0.4

43

54

8.5

72

65

7.5

17

-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

2009 2010 2011 2012 2013

Pro

du

ksi (

ton

)

Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap

4-30

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.36

Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Kalimantan terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).

Produksi perikanan budidaya tahun 2013 sebesar 570.047 ton atau sekitar 4,29 persen dari produksi peikanan budidaya nasional;

Sumber: BPS, Tahun 2013

Produksi perikanan tangkap Pulau Kalimantan sebesar 657.517 ton atau sekitar 10,77 persen terbesar dari nasional.

Gambar 4.37:

Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2012, (dalam persen).

Produksi perikanan tangkap terbesar berada di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 33,34 persen.

Sumber: BPS, Tahun 2013

Produksi perikanan budidaya terbesar terdapat di Provinsi Kalimantan Timur sebesar 59,52 persen.

9,49

20,22

19,31

4,29

40,84

5,20 0,65

Distribusi Produksi Perikanan Budidaya (%)

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

28,76

20,09

4,09

10,77

18,08

11,52 6,69

Distribusi Produksi Perikanan Tangkap

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

23,62

14,44

33,34

28,60

Distribusi Tangkap

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

13,95

9,58

16,95 59,52

distribusi Budidaya

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

4-31

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

4.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri

Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan salah satu sektor untuk mendorong

perekonomian daerah dan nasional. Potensi sektor pariwisata di Pulau Kalimantan yang

tersebar di 5 provinsi cukup potensial yang meliputi wisata budaya, wisata alam bahari, agro

wisata, dan lain-lain. Untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata sebagai produk

unggulan daerah di masa mendatang, pemerintah harus melakukan pembangunan sarana dan

prasarana penunjang pariwisata yang lebih memadai.

Salah satu indikator kinerja sektor pariwisata dapat ditunjukan dengan perkembangan

jumlah wisatawan baik yang berasal dari mancanegara maupun domestik, serta jumlah

ketersediaan akomodasi dari hotel dan restoran yang tersedia. Perkembangan jumlah tamu

asing dan domestik dari tahun 2010-2014 meningkat, Pada Tahun 2014 jumlah kunjungan tamu

asing mencapai 94.515 ribu orang atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 20,85 persen

per tahun, sementara jumlah tamu domestik mencapai 4.498.522 meningkat dibandingkan

tahun sebelumnya atau rata-rata meningkat sebesar 12,07 persen per tahun.

Tabel 1.21

Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau

Kalimantan, Tahun 2003-2014, (orang)

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata

Pertumbuhan 2010-2014

Kalimantan Barat 17.867 20.094 28.636 34.464 22.401 10,08

Kalimantan Tengah 457 1.924 1.705 30.478 3.941 477,53

Kalimantan Selatan 8.661 11.808 7.659 9.007 8.569 3,48

Kalimantan Timur 38.449 79.537 58.921 86.821 59.605 24,24

P. KALIMANTAN 65.434 113.363 96.921 160.770 94.515 20,85

Sumber: BPS Tahun 2014

Tabel 1.22

Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau

Kalimantan, Tahun 2003-2014, (orang).

Provinsi

Domestik

2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata

Pertumbuhan 2010-2014

Kalimantan Barat 641.408 1.057.118 1.256.907 1.047.804 1.245.882 21,49

Kalimantan Tengah 563.417 695.886 639.759 1.243.478 813.735 18,81

Kalimantan Selatan 588.376 748.974 718.508 579.971 968.126 17,72

Kalimantan Timur 1.232.373 1.867.025 1.344.360 1.244.850 1.470.779 8,56

P. KALIMANTAN 3.025.574 4.369.003 3.959.534 4.116.103 4.498.522 12,07

Sumber: BPS Tahun 2014

4-32

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Pengembangan usaha Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan kekuatan strategis dan

penting untuk mempercepat pembangunan daerah. Sektor ini memberikan kontribusi signifikan

terhadap pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja. Usaha IMK umumnya merupakan

usaha rumah tangga dan masyarakat menengak-kecil dimana dalam pengembangannya masih

memerlukan pembinaan terutama dalam aspek pemasaran, permodalan dan pengelolaan. Peran

IMK memiliki posisi penting untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah dan

mengurangi kesenjangan (gap) pendapatan.

Perkembangan jumlah IMK di Pulau Kalimantan dalam 2 tahun terakhir cenderung

menurun, Jumlah IKM tahun 2014 sebanyak 149.191 IKM berkurang dari tahun 2013 (145.931),

dengan jumlah UKM terbanyak terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan yaitu sebanyak 70.866

IKM (Gambar 4.39). Sementara untuk total output IKM Pulau sebesar Rp. 18.075.815 juta

menurun dari tahun 2013, dan jumlah tenaga kerja sebanyak 301.345 jiwa atau meningkat dari

jumlah tenaga kerja pada tahun 2013. Nilai output dan tenaga kerja terbesar terdapat di provinsi

Kalimantan Selatan dan terrendah di Provinsi Kalimantan Tengah.

Gambar 4.38

Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013 dan 2014, (unit).

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah Industri terbesar di Kalimantan Selatan

Tabel 4.23

Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut

Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2013 dan 2014

Provinsi Tenaga Kerja (orang) Output (Rp. Juta)

2013 2014 Δ 2013-

2014 2013 2014

Δ 2013-2014

Kalimantan Barat 84.959 76.308 (10,18) 3.689.401 4.549.476 23,31

Kalimantan Tengah 40.656 43.535 7,08 2.034.596 2.594.716 27,53

Kalimantan Selatan 132.418 134.828 1,82 6.382.344 7.265.981 13,85

Kalimantan Timur - - - 8.412.130 3.665.642 (56,42)

Kalimantan Utara 71.238 46.674 (34,48) - -

P. KALIMANTAN 329.271 301.345 (8,48) 20.518.471 18.075.815 (11,90)

Sumber: BPS Tahun 2015

37.412

19.932

70.866

17.721

-

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

KALIMANTANBARAT

KALIMANTANTENGAH

KALIMANTANSELATAN

KALIMANTANTIMUR

KALIMANTANUTARA

2013 2014

4-33

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

4.4. DIMENSI PEMERTAAN DAN KEWILAYAHAN

4.4.1. Kesenjangan Ekonomi

PDRB Perkapita, Perkembangan PDRB perkapita Provinsi di Pulau Kalimantan dalam

kurun lima tahun terakhir meningkat. Namun, sebagian besar provinsi masih berada dibawah

rata-rata PDB perkapita nasional kecuali Kalimantan Timur. Perbandingan PDRB perkaita

antarprovinsi, menunjukan adanya gap (ketimpangan) yang cukup tinggi antarwilayah, dimana

PDRB perkapita tertinggi mencapai Rp. 123.985,45 ribu per jiwa di Provinsi Kalimantan Timur,

dan terrendah sebesar Rp. 22.707,79 ribu per jiwa di Provinsi Kalimantan Barat.

Tabel 4.24

Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau

Kalimantan Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa).

Provinsi Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

Kalimantan Barat 19.510,07 20.227,16 21.062,22 21.969,30 22.707,79

Kalimantan Tengah 25.455,05 26.588,90 27.749,61 29.110,59 30.220,97

Kalimantan Selatan 23.418,47 24.567,32 25.547,77 26.431,39 27.230,80

Kalimantan Timur 116.946,31 121.196,23 124.501,38 124.635,69 123.985,45

Kalimantan Utara 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Rata-rata Perkapita 33 Prov 28.778,17 30.112,57 31.519,93 32.874,76 34.127,72

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Gambar 4.39

PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Kalimantan, Tahun 2014, (ribu/jiwa)

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2014

Gap PDRB perkapita, PDRB Perkapita tertinggi Provinsi Kalimantan Timur Rp. 123.985,45 ribu/jiwa dan terrendah Provinsi Kalimantan Barat Rp. 22.707,79 ribu jiwa.

0,00

20.000,00

40.000,00

60.000,00

80.000,00

100.000,00

120.000,00

140.000,00

KalimantanBarat

KalimantanTengah

KalimantanSelatan

KalimantanTimur

KalimantanUtara

rup

iah

/jiw

a

PDRB Perkapita Prov PDRB rata-rata Prov

4-34

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Kesenjangan distribusi pendapatan. Kriteria Bank Dunia membagi penduduk ke

dalam 3 (tiga) kelompok pendapatan yaitu 40 persen kelompok penduduk berpendapatan

rendah, 40 persen kelompok penduduk berpendapatan sedang dan 20 persen kelompok

berpendapatan tinggi. Berdasarkan Tabel 4.25 dan Gambar 4.41, ketimpangan distribusi

pendapatan provinsi Pulau Kalimantan dari tahun 2002-2013 dikategorikan sebagai tingkat

“ketimpangan rendah”. Tabel 4.25

Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2002-2013

Provinsi 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Kalimantan Barat 0,301 0,310 0,309 0,31 0,32 0,37 0,40 0,38 0,396

Kalimantan Tengah 0,245 0,283 0,297 0,29 0,29 0,30 0,34 0,33 0,350

Kalimantan Selatan 0,292 0,279 0,341 0,33 0,35 0,37 0,37 0,38 0,359

Kalimantan Timur 0,304 0,318 0,334 0,34 0,38 0,37 0,38 0,36 0,371

INDONESIA 0,329 0,363 0,364 0,35 0,37 0,38 0,41 0,41 0,413

Sumber: BPS, Tahun 2013 Gambar 4.40

Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Kalimantan Tahun 2002-2013.

Ketimpangan

pendapatan

provinsi di

Pulau

Kalimantan

2002-2013

tergolong

kategori

ketimpangan

sedang

Kesenjangan pendapatan antarwilayah menurut Indeks Williamson (Gambar 4.42),

menunjukan tingkat kesenjangan pendapatan antarprovinsi di Pulau Kalimantan tergolong

cukup tinggi dan menunjukan trend menurun dari tahun 2011-103. Tingkat kesenjangan

pendapatan di Pulau Kalimantan berada di bawah rata-rata nasional. Sementara untuk

kesenjangan antarkabupaten/kota untuk setiap provinsi (Gambar 4.43), menunjukan tiga

provinsi dengan tingkat kesenjangan rendah yaitu dengan indeks williamson dibawah 0,5,

sementara provinsi Kalimantan Timur dengan tingkat kesenjangan cukup tinggi dengan indeks

williamson >0,8.

0,200,250,300,350,400,450,500,550,600,650,700,750,800,850,900,951,00

2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Gin

i Ras

io

Kalimantan Barat Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah Kalimantan Timur

Tinggi

Sedang

Rendah

4-35

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.41

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2009-

2013

Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2009-2013

Gambar 4.42

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau

Kalimantan Tahun 2009-2013

Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2009-2013

4.4.2. Infrasruktur Wilayah

Panjang jalan berdasarkan status pembinaannya pada tahun 2013 di Pulau Kalimantan

mencapai 56.889 km meningkat sebesar 40.065 km dari tahun 2005, peningkatan panjang jalan

terjadi di Provinsi Kalimantan Timur. Kondisi tingkat kerapatan jalan (Road Density) pada tahun

2013 di wilayah Kalimantan sebesar 0,10 km/km2 lebih rendah dari tingkat kerapatan jalan

nasional (0,26 Km/Km²), dengan kerapatan tertinggi di Provinsi Kalimantan Selatan. Sementara

dari kualitas jalan negara di wilayah Kalimantan dengan kondisi mantap (baik+sedang)

mencapai 89 persen sedikit meningkat dibandingkan tahun 2011.

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

1,00

2009 2010 2011 2012 2013

Ind

eks

Will

iam

son

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. NUSA TENGGARA,MALUKU & PAPUA

NASIONAL

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

1,00

2009 2010 2011 2012 2013

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

4-36

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.43

Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Panjang jalan di Pulau Kalimantan tahun 2013 mencapai 56.889 km atau meningkat 16.834 km dari tahun 2005.

Gambar 4.44

Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Peningkatan panjang jalan tahun 2013 terjadi di seluruh Provinsi, dengan peningkatan tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur.

40.065

56.899

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

2005 2013

Negara

Provinsi

Kab / Kota

Jumlah

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur

2.005 2013

4-37

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

Gambar 4.45

Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2013, (dalam Km/Km2).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Tingkat kerapatan jalan di Pulau Kalimantan masih dibawah ratai rata-rata krapatan jalan nasionl, Tingkat kerapatan jalan tertinggi di Pulau Kalimantan Selatan (0,30 km/km2).

Gambar 4.46

Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Kalimantan Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km).

Kondisi kualitas jalan di Pulau Kalimantan sebagian sekitar 89 persen dalam kondisi mantap )

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

0,08 0,08

0,18

0,05

0,10 0,10

0,26

0,30

0,07

-

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

0,35

Kalimantan Barat KalimantanTengah

Nasional KalimantanSelatan

Kalimantan Timur

Provinsi (km/km2)_2005 Provinsi (km/km2)_2013

59% 29%

9% 3%

2011

Baik

Sedang

Rusak Ringan

Rusak Berat

64%

25%

7% 4%

2013

Baik

Sedang

Rusak Ringan

Rusak Berat

4-38

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Kalimantan 2015

5-1

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

5.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA

Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Pulau Sulawesi dan seluruh provinsi

secara umum tumbuh positif, namun perkembangan ekonomi dalam empat tahun terakhir

melambat, kecuali untuk Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Utara meningkat pada akhir

tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi Pulau Sulawesi tahun 2014 tercatat tumbuh sebesar 6,99

persen melambat dibandingkan tahun sebelumnya, semua sektor tumbuh positif, dengan

pertumbuhan tertinggi dari sektorjasa kesehatan dan kegiatan sosial, listrik dan gas, konstruksi

dan industri pengolahan.

Tabel 5.1

Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Sulawesi Tahun 2011-2014

Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014

1. Pertanian 5,42 5,14 5,54 8,59

2. Pertambangan & Penggalian 17,13 21,87 10,22 -4,33

3. Industri Pengolahan 8,88 7,46 7,79 10,13

4. Listrik dan Gas 10,29 16,12 9,07 10,44

5. Pengadaan Air 9,96 6,28 6,64 4,68

6. Konstruksi 8,70 10,40 10,39 10,43

7. Perdagangan Besar dan Eceran 10,28 10,65 7,78 8,38

8. Transportasi & Pergudangan 11,28 11,14 7,34 5,67

9. Akomodasi dan Makan Minum 9,42 10,55 7,06 7,83

10. Informasi dan Komunikasi 10,36 17,70 13,06 6,63

11. Jasa Keuangan 16,49 13,43 9,69 5,57

12. Real Estat 9,72 8,97 8,02 7,88

13. Jasa Perusahaan 8,81 6,62 6,86 6,74

14. Administrasi Pemerintahan 6,97 4,89 4,94 5,29

15. Jasa Pendidikan 9,09 6,96 7,45 7,64

16. Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 9,09 8,95 8,98 11,19

17. Jasa lainnya 7,11 8,33 7,17 9,14

Produk Domestik Regional Bruto 8,95 9,41 7,90 6,99

5-2

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.1

Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Pulau Sulawesi Atas Dasar Harga

Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen)

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Pertumbuhan ekonomi provinsi menurun/ melambat, kecuali Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Barat meningkat pada 2014

Tabel 5.2

Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Atas Dasar

Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen).

Provinsi Tahun

2011 2012 2013 2014

Sulawesi Selatan 8,13 8,87 7,63 7,57

Sulawesi Barat 10,73 9,25 6,94 8,73

Sulawesi Utara 13,51 12,79 8,48 12,93

Sulawesi Tengah 9,82 9,53 9,55 5,11

Gorontalo 7,71 7,91 7,68 7,29

Sulawesi Tenggara 10,63 11,65 7,51 6,26

P. SULAWESI 8,95 9,41 7,90 6,99

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Peran dan Struktur Ekonomi Sulawesi. Kontribusi Sulawesi dalam pembentukan PDB

nasional sebesar 5,65 persen terbesar keempat setelah kalimantan, dengan kontribusi terbesar

berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan. Sementara Kontribusi terbesar perekonomian Pulau

Sulawesi sebagian besar disumbang dari sektor Pertanian, sektor kontruksi, sektor

pertambangan dan penggalian, dan sektor industri pengolahan. Keempat sektor tersebut

berkontribusi sekitar 59,51 persen.

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

11,00

12,00

13,00

14,00

2011 2012 2013 2014

%

Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah Gorontalo Sulawesi Tenggara

P. Sulawesi

5-3

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.2

Peran Wilayah Sulawesi terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen).

Peran Sulawesi terhadap PDB nasional sebesar besar 5,65 persen

Kontribusi terbesar terhadap Perekonomian Sulawesi disumbang dari Provinsi Sulawesi Selatan

Tabel 5.3

Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2014.

Lapangan Usaha PDRB ADHB (Rp. Miliar)

2010 2011 2012 2013 2014

Sulawesi Selatan 171,741 198,289 202,185 217,618 300,124

Sulawesi Barat 17,184 20,189 20,787 22,229 29,392

Sulawesi Utara 48,401 55,759 823 893 78,620

Sulawesi Tengah 51,752 60,716 62,250 68,192 90,256

Gorontalo 15,476 17,407 17,987 19,369 25,201

Sulawesi Tenggara 48,401 55,759 59,785 64,274 78,620

P. SULAWESI 352,955 408,118 363,817 392,575 602,213

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Pengangguran Terbuka, Perkembangan pengangguran terbuka di wilayah Sulawesi

menunjukkan tren menurun selama periode 2010-2015. Jumlah Pengangguran Terbuka di

wilayah Sulawesi pada tahun 2015 mencapai 288.843 jiwa atau sekitar 4,05 persen dari total

pengangguran di Indonesia, dengan pengurangan jumlah pengangguran dari tahun 2010-2015

sebanyak 267.283 jiwa dan sebagian besar terdapat di Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan.

Sementara untuk kondisi Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) sebesar 4,81 persen sedikit

23,17

58,85

1,41 8,71

5,65 0,52 1,70

Kontribusi Nilai PDRB ADHB Pulau Terhadap PDB Nasional Tahun 2014, (%)

Sumatera

Jawa & Bali

Nusa Tenggara

Kalimantan

Sulawesi

Maluku

Papua

49,84

4,88 13,06

14,99

4,18 13,06

Kontribusi Nilai PDRB Provinsi Terhadap PDRB Pulaun Tahun 2014, (%)

Sulawesi Selatan

Sulawesi Barat

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

5-4

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan pengurangan rata-rata sebesar 0,45 persen

per tahun, namun kondisi TPT masih dibawah rata-rata TPT nasional (5,84%), dengan

pengurangan angka pengangguran sebesar 0,38 persen per tahun. Dominasi TPT di Pulau

Sulawesi sebagian besar berada di perkotaan dengan kondisi terakhir (Februari, 2015) sebesar

8,06 persen, dan di perdesaan sebesar 3,02 persen.

Gambar 5.3

Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di PulauSulawesi Tahun 2010-2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Perkembangan tingkat pengangguran terbuka Pulau Sulawesi berada dibawah rata-rata nasional

Tabel 5.4

Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2015, (jiwa).

Provinsi Pengangguran_jiwa ( Februari )

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Sulawesi Utara 112.608 98.232 92720 78.327 84.241 102.602

Sulawesi Tengah 62.964 55.812 50.465 35.078 41.716 42.608

Sulawesi Selatan 284370 243.021 235.245 211.064 212.857 78.861

Sulawesi Tenggara 49.297 46.232 33.906 36.791 24.170 42.278

Gorontalo 24.479 21120 22.639 20.693 12.704 16.325

Sulawesi Barat 22.408 15.506 11.637 11.471 9.596 6.169

P. SULAWESI 556.126 479.923 446.612 393.424 385.284 288.843

NASIONAL 8.592.490 8.117.631 7.614.241 7.170.523 7.147.069 7.127.377

% Nasional 6,47 5,91 5,87 5,49 5,39 4,05

Sumber: BPS Tahun 2015

6,96

5,92 5,42

4,83 4,52

4,81

7,41

6,80 6,32

5,92 5,70 5,84

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

0

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Pe

nga

ngg

ura

n T

erb

uka

(jiw

a)

TPT

(%)

Pengangguran_jiwa ( Februari ) TPT_% ( Februari ) TPT Nasional_% (Februari)

5-5

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.4

Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Tingkat pengangguran Terbuka Pulau Sulawesi terbesar di daerah perkotaan

Penyebaran TPT di Pulau Sulawesi, TPT tertinggi di Provinsi Utara, selanjutnya diikuti

Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Sementara TPT terrendah terdapat

di Provinsi Sulawesi Barat dan Gorontalo. Secara umum tingkat TPT seluruh provinsi mengalami

penurunan dari tahun 2010-2015, rata-rata pengurangan terbesar mencapai 0,52 persen di

Provinsi Sulawesi Barat dan terrendah di Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai 0,29.

Perbandingan TPT di wilayah perdesaan dan perkotaan antarprovinsi menunjukkan dominasi di

perkotaan di setiap provinsi.TPT paling dominan di perkotaan terdapat di Provinsi Sulawesi

Utara dan Sulawesi Selatan. Lihat Tabel 5.5.

Tabel 5.5

Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Sulawesi

Tahun 2010-2015, (jiwa).

Provinsi TPT_% ( Februari ) Δ 2008-

2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Sulawesi Utara 12,35 10,63 10,48 9,19 8,32 7,19 7,27 8,69 0,32

Sulawesi Tengah 7,25 5,11 4,89 4,27 3,73 2,65 2,92 2,99 0,35

Sulawesi Selatan 10,49 8,74 7,99 6,69 6,46 5,83 5,79 5,81 0,49

Sulawesi Tenggara 6,05 5,38 4,77 4,34 3,10 3,47 2,13 3,62 0,29

Gorontalo 7,04 5,06 5,05 4,61 4,81 4,31 2,44 3,06 0,33

Sulawesi Barat 5,68 4,92 4,10 2,70 2,07 2,00 1,60 1,81 0,52

P. SULAWESI 9,13 7,51 6,96 5,92 5,42 4,83 4,52 4,81 0,45

TPT NASIONAL 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92 5,70 5,84 0,38

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

2010 2011 2012 2013 2014 2015

TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )

5-6

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.5

Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Sulawesi, Tahun 2015, (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

TPT Provinsi di WilayahSulawesi sebagian besar di daerah perkotaan

Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan

di wilayah Sulawesi pada tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok berpendidikan SMA

(46,53%), berikutnya berpendidikan <SD dan Diploma+Universitas masing-masing sebesar

19,49 persen dan 18,62 persen. Namun, kondisi pendidikan pengangguran terbuka tersebut

masih lebih rendah dibanding dengan rata-rata pendidikan dari pengangguran terbuka tingkat

nasional, Lihat Gambar 5.6 dan Tabel 5.5.

Gambar 5.6

Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Sulawesi, 2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Kualitas pendidikan pengangguran terbuka di Pulau Sulawesi sebagian besar (46,53%) tamatan SMA

Pengangguran terbuka berdasarkan komposisi tingkat pendidikan tertinggi yang

ditamatkan antarprovinsi, sebagian besar berpendidikan SMA, kecuali di wilayah Sulawesi

Tenggara masih lebih tinggi untuk kelompok berpendidikan Diploma dan Universitas. Kondisi

ini mengindikasikan fenomena pengangguran di wilayah Sulawesi lebih banyak dihadapi

kelompok berpendidikan sekolah menengah sampai dengan sarjana. Lihat Tabel 5.5.

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

Sulawesi Utara SulawesiTengah

SulawesiSelatan

SulawesiTenggara

Gorontalo Sulawesi Barat

TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )

0,53

5,73 13,23

15,35

31,95

14,58

4,90 13,72

P. Sulawesi

Tidak/Belum Pernah Sekolah

Tidak/Belum Tamat SD

SD

SMP

SMA (Umum)

SMA (Kejuruan)

Diploma I/II/III

Universitas

5-7

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Tabel 5.6

Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015.

Provinsi Tidak/Belum

Pernah Sekolah

Tidak/Belum Tamat SD

Tamatan Tertinggi

Jumlah SD SMP

SMA (Umum)

SMA (Kejuruan)

Diploma I/II/III

Universitas

Sulawesi Utara 4,69 13,00 12,91 30,61 24,21 3,35 11,22 100,00

Sulawesi Tengah - 9,23 16,80 17,80 24,12 13,76 6,59 11,71 100,00

Sulawesi Selatan 1,06 4,97 13,53 17,28 37,06 10,18 4,05 11,88 100,00

Sulawesi Tenggara

9,15 2,09 14,63 22,29 11,65 12,46 27,73 100,00

Gorontalo

3,28 28,57 3,39 24,37 24,31

16,07 100,00

Sulawesi Barat

7,48 15,63 10,96 22,51 12,26 7,59 23,58 100,00

P. SULAWESI 0,53 5,73 13,23 15,35 31,95 14,58 4,90 13,72 100,00

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2015.

Kemiskinan. Perkembangan kemiskinan di wilayah Sulawesi dalam kurun waktu

2010-2015 cenderung menurun, namun kondisi kemiskinan dibeberapa provinsi masih berada

di atas rata-rata kemiskinan nasional, yaitu Provinsi Gorontalo sebesar 18,32 persen, Sulawesi

Tengah sebesar 14,66 persen, Sulawesi Tenggara sebesar 12,9 persen, dan Sulawesi Barat

sebesar 12,4 persen. Jumlah penduduk di Pulau Sulawesi tahun 2015 (maret) mencapai 2.117,1

ribu jiwa atau 7,40 persen (Tabel 5.7) dari total penduduk miskin di Indonesia atau menurun

rata-rata sebanyak 70,21 ribu jiwa per tahun dan sebagian besar terdapat di daerah perdesaan.

Gambar 5.7

Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret).

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Jumlah penduduk miskin Pulau Sulawesi 7,40 persen dari total penduduk miskin nasional

22,27

54,73

3,44 7,40

6,94

1,43

3,79 P. Sumatera

P. Jawa+Bali

P. Kalimantan

P. Sulawesi

P. Nusa Tenggara

P. Maluku

P. Papua

5-8

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.8

Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Sulawesi Tahun 2008-2015 (Maret).

Sumber : Susenas (Maret), BPS 2015

Penduduk miskin Pulau Sulawesi sebagian besar terdapat di daerah perdesaan

Penyebaran penduduk miskin terbesar terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan (37,68%) dan jumlah penduduk miskin terrendah di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 7,58 persen. Sementara untuk persentase tingkat kemiskinan seluruh provinsi dari 2010-2015 cenderung menurun kecuali di Provinsi Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Sulawesi Barat mengalami peningkatan pada tahun 2015. Sebanyak 4 provinsi dengan tingkat kemiskinan berada diatas rata-rata nasional, dan kemiskinan tertinggi terdapat di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tengah.

Gambar 5.9

Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Sulawesi, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen).

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Jumlah penduduk miskin terbesar Pulau Sulawesi terdapay di Sulawesi Selatan.

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Jumlah PendudukMiskin ( Maret )

Jumlah PendudukMiskin Perkotaan (Maret )

Jumlah PendudukMiskin Perdesaan (Maret )

Sulawesi Utara 9,85% Sulawesi Tengah

19,92%

Sulawesi Selatan 37,68%

Sulawesi Tenggara 15,20%

Gorontalo 9,77%

Sulawesi Barat 7,58%

Distribusi Penduduk Miskin 2015 ( Maret )

5-9

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Tabel 5.7

Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2010-2015.

Provinsi Persentase Penduduk Miskin ( Maret ) Δ

2008-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Sulawesi Utara 10,1 9,79 9,1 8,51 8 7,88 8,75 8,65 0,23

Sulawesi Tengah 20,75 18,98 18,07 15,83 15 14,67 13,93 14,66 1,14

Sulawesi Selatan 13,34 12,31 11,6 10,29 10 9,54 10,28 9,39 0,51

Sulawesi Tenggara 19,53 18,93 17,05 14,56 13 12,83 14,05 12,9 0,91

Gorontalo 24,88 25,01 23,19 18,75 17 17,51 17,44 18,32 1,24

Sulawesi Barat 16,73 15,29 13,58 13,89 13 12,3 12,27 12,4 0,74

NASIONAL 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 11,25 11,22 0,70

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Indek Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur

capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Indeks

Pembangunan manusia menjadi aspek yang sangat penting dalam pembangunan suatu daerah.

Namun perekonomian suatu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, tetapi

masalah pengangguran, kemiskinan juga tinggi. Berdasarkan model perhitungan IPM baru,

enam provinsi memiliki nilai IPM dibawah rata-rata IPM nasional. Sementara menurut

perkembangannya, dalam kurun waktu 2010-2014 IPM seluruh provinsi meningkat, dengan IPM

tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara atau berada diurutan ke-7 secara nasional, dan terrendah di

Provinsi Sulawesi Barat atau berada diurutan ke-32 secara nasional.

Gambar 5.10

Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pembangunan Manusia Antarprovinsi

Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

11 10 9

6

17

23

20

26

16

4

1

12 13

2

18

8

5

30 31 29

21 22

3

14

7

25

15

19

28

32

24

27

33 34

0

5

10

15

20

25

30

35

40

50,00

55,00

60,00

65,00

70,00

75,00

80,00

Ace

h

Sum

ut

Sum

bar

Ria

u

Jam

bi

Sum

sel

Ben

gku

lu

Lam

pu

ng

Bab

el

Kep

ri

DK

I Jak

arta

Jab

ar

Jate

ng

DIY

Jati

m

Ban

ten

Bal

i

NTB

NTT

Kal

bar

Kal

ten

g

Kal

sel

Kal

tim

Kal

tara

Sulu

t

Sult

eng

Suls

el

Sult

ra

Go

ron

talo

Sulb

ar

Mal

uku

Mal

ut

Pu

bar

Pap

ua

P. SUMATERA P. JAWA+BALI P.NUSTRA

P. KALIMANTAN P. SULAWESI P.MALUKU

P.PAPUA

IPM

Ran

kin

g IPM_Provinsi IPM_Nasional Ranking 2014

5-10

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.11

Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Perkembangan Kualitas sumberdaya manusia di Sulawesi menunjukan perbaikan dari tahun 2010 – 2014,

5.2. DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA

Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) provinsi di wilayah Sulawesi selama

periode 2008-2013 cenderung menunjukkan peningkatan, sebanyak 3 provinsi memiliki RLS di

atas RLS nasional (8,14 tahun) dan 3 provinsi lainnya masih berada di bawah RLS nasional

(Provinsi Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Sulawesi Barat), dengan RLS tertinggi 2013 terdapat

di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 9,09 tahun, dan terrendah Provinsi Sulawesi Barat sebesar

(7,35ahun).

Gambar 5.12

Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Tahun 2013

Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) seluruh provinsi meningkat dan rata-rata di atas RLS nasional, kecuali Provinsi Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Sulawesi Barat

62,00

63,00

64,00

65,00

66,00

67,00

68,00

69,00

70,00

71,00

2010 2011 2012 2013 2014

IPM

Perkembangan IPM Provinsi di Pulau Sulawesi, Tahun 2010-2014

Sulut

Sulsel

Sulut

Sulteng

Indonesia

Gorontalo

Sultra

6

6,5

7

7,5

8

8,5

9

9,5

10

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat

Nasional

5-11

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) selama periode 2008-2013 rata-rata

meningkat, sebanyak 5 provinsi menunjukkan perubahan positif. Pada tahun 2013 sebagian

provinsi memiliki AMH di atas rata-rata nasional (94,14 %), dengan AMH tertinggi di Provinsi

Sulawesi Utara sebesar 99,56 persen, dan AMH terrendah di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu

89,69 persen.

Gambar 5.13

Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Tahun 2013

Perkembangan AMH, seluruh provinsi di Sulawesi meningkat, dan rata-rata diatas AMH nasional, kecuali Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan

Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) antarprovinsi di wilayah Sulawesi tahun

2008 dan 2013 (Tabel 5.8), untuk kelompok Usia 16-18 tahun rata-rata meningkat, peningkatan

terbesar terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah (14,04%) dan Provinsi Sulawesi Barat (12,60%);

untuk APS 19-24 tahun rata-rata meningkat di seluruh provinsi dengan peningkatan terbesar di

Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 11,57 persen dan Gorontalo 10,99 persen; untuk APS 13-15

tahun rata-rata meningkat di seluruh provinsi dengan peningkatan terbesar di Provinsi Sulawesi

Selatan mencapai 10,57 persen; dan untuk APS 7-12 tahun meningkat diseluruh provinsi dengan

peningkatan terbesar di Provinsi Gorontalo mencapai 3,69 persen.

Tabel 5.8

Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2008 dan 2013.

Provinsi 2008** 2013 Δ2008-2013

7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24

Sulawesi Utara 97,87 88,46 56,84 12,80 98,91 90,45 66,81 16,29 1,05 2,00 9,97 3,49 Gorontalo 94,23 77,68 50,17 13,01 97,92 85,91 58,69 24,00 3,69 8,23 8,52 10,99 Sulawesi Tengah 97,16 81,13 50,75 14,75 97,67 86,84 64,80 21,22 0,51 5,71 14,04 6,47 Sulawesi Selatan 95,71 78,99 52,29 16,08 98,21 89,55 62,23 27,65 2,49 10,57 9,94 11,57 Sulawesi Barat 94,53 75,75 45,68 10,20 95,03 83,72 58,27 17,43 0,50 7,97 12,60 7,23 Sulawesi Tenggara 97,66 85,62 59,17 16,08 98,02 89,05 65,81 24,11 0,37 3,42 6,64 8,03

INDONESIA 97,88 84,89 55,50 13,29 98,36 90,68 63,48 19,97 0,48 5,79 7,98 6,68

Sumber: BPS, Tahun 2013.

85

87

89

91

93

95

97

99

101

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara Gorontalo Nasional

Sulawesi Barat

5-12

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Akses masyarakat terhadap pendidikan untuk jenjang SD, SMP, SMA dan Perguruan

Tinggi cukup baik, hal ini ditunjukan dengan akses untuk menjangkau jenjang pendidikan

SD/SMP/SMA/PT rata-rata lebih rendah dari nasional, kecuali jarak terhadap perguruan tinggi

di Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Seperti yang disajikan pada Tabel 5.8,

menunjukan akses untuk jenjang pendidikan SD/SMP/SMA/PT paling baik di Provinsi Sulawesi

Utara.

Tabel 5.9

Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau

Sulawesi Tahun 2012.

Provinsi Jenjang Pendidikan

SD/MI SMP/MTs SM/MA PT

Sulawesi Utara 1.36 2.22 3.87 9.32

Gorontalo 1.67 3.05 6.39 13.31

Sulawesi Tengah 1.56 3.49 6.2 11.26

Sulawesi Selatan 1.97 5.29 5.96 18.98

Sulawesi Barat 1.75 3.28 5.71 22.94

Sulawesi Tenggara 1.94 4.32 6.3 11.43

INDONESIA 2.09 4.46 6.98 13.91

Sumber : Statistik Pendidikan 2012, BPS

Kondisi pendidikan menurut rasio murid terhadap sekolah, perkembangan rasio murid

terhadap sekolah untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA secara umum mengalami

peningkatan dan rata-rata berada dibawah rata-rata nasional (Tabel 5.10). Rasio murid

terhadap sekolah untuk jenjang pendidikan SD paling baik di Provinsi Sulawesi Utara dan

Sulawesi Tengah, untuk jenjang pendidikan SMP paling baik di Provinsi Sulawesi tengah dan

Gorontalo, jenjang pendidikan SMA paling baik di Provinsi Sulawesi Barat.

Tabel 5.10

Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan

Jenjang Pendidikan di Pulau Sulawesi Tahun 2011 dan 2014.

Provinsi

Rasio Murid/sekolah

SD SMP SMA

2011 2014 2011 2014 2011 2014

Sulawesi Utara 125.98 122.73 183.10 164.26 278.71 262.46

Sulawesi Tengah 130.33 124.18 175.95 144.96 980.27 225.44

Sulawesi Selatan 160.29 156.26 219.75 207.30 293.86 286.24

Sulawesi Tenggara 158.19 145.72 189.12 160.22 169.14 235.60

Gorontalo 185.34 167.95 164.40 148.36 317.62 301.63

Sulawesi Barat 138.44 128.95 162.19 154.06 228.62 209.90

NASIONAL 181.08 173.27 264.74 242.07 328.83 305.50

Sumber: BPS, Tahun 2014

Kondisi pendidikan menurut rasio murid terhadap guru, perkembangan rasio murid

terhadap guru untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA secara umum mengalami

peningkatan dan rata-rata berada dibawah rata-rata nasional (Tabel 5.11). Rasio murid

terhadap guru untuk jenjang pendidikan SD dan SMP paling baik di Provinsi Sulawesi Tenggara,

jenjang pendidikan SMA paling baik di Provinsi Gorontalo.

5-13

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Tabel 5.11

Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang

Pendidikan di Pulau Sulawesi Tahun 2011 dan 2014.

Provinsi

Rasio murid/guru

SD SMP SMA

2011 2014 2011 2014 2011 2014

Sulawesi Utara 14.72 102.01 14.26 14.28 16.06 19.06

Sulawesi Tengah 15.94 15.25 12.63 12.14 53.55 14.53

Sulawesi Selatan 14.92 15.17 11.72 11.81 14.35 12.56

Sulawesi Tenggara 13.35 15.56 12.29 11.41 12.66 12.58

Gorontalo 17.95 18.53 11.40 11.59 14.60 15.24

Sulawesi Barat 15.80 16.21 13.39 12.55 16.57 16.73

NASIONAL 17.42 16.53 15.06 14.53 16.19 16.06

Sumber: BPS, Tahun 2014

Kesehatan. Perkembangan derajat kesehatan penduduk antarprovinsi di wilayah

Sulawesi selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh

menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKBA), dan meningkatnya

Umur Harapan Hidup (UHH). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi

kesehatan secara nasional yang cenderung terus membaik.

Angka Kematian Bayi, Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

2014, Angka Kematian Bayi (AKB) antarprovinsi di wilayah Sulawesi, sebagian besar provinsi

memiliki AKB di atas rata-rata AKB nasional (26,6 kematian per 1.000 kelahiran hidup). AKB

tertinggi di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 52,3 kematian per 1.000 kelahiran hidup dan

terendah di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 23,3 kematian per 1.000 kelahiran hidup.

Gambar 5.14

Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2010-2014.

Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi

Perkembangan Angka Kematian Bayi cenderung menurun, namun 4 provinsi memiliki AKBmasih diatas rata-rata AKB nasional

0

10

20

30

40

50

60

70

2010 2011 2012 2013 2014

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Nasional

5-14

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan indikator gizi buruk pada balita, merupakan

gangguan pertumbuhan bayi yang terjadi sejak usia dini (4 bulan) yang ditandai dengan

rendahnya berat badan dan tinggi badan, dan terus berlanjut sampai usia balita. Hal tersebut

terutama disebabkan rendahnya status gizi ibu hamil. Perkembangan gizi buruk pada balita

tahun 2014 di seluruh provinsi pada cenderung menurun, kecuali di Provinsi Selawesi Tengah,

Sulawesi Barat, dan Gorontalo cenderung meningkat. Berdasarkan perbandingan status gizi

balita antarprovinsi di wilayah Sulawesi pada tahun 2014, balita gizi buruk tertinggi terdapat di

Provinsi Gorontalo dan terrendah di Provinsi Sulawesi Utara. Lihat Gambar 5.15.

Gambar 5.15

Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2010-2014, (jiwa).

Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi)

Gizi buruk tertinggi tahun 2014 di provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tengah

Umur Harapan Hidup, berdasarkan estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) antarprovinsi

di wilayah Sulawesi selama periode 2008-2013 menunjukkan peningkatan, sejalan dengan

perkembangan UHH secara nasional. Estimasi UHH antarprovinsi di wilayah Sulawesi tahun

2013 sebanyak 2 provinsi telah berada di atas UHH nasional, Provinsi dengan UHH tertinggi

berada di Kepulauan Sulawesi Utara sebesar 72,62 tahun, dan terrendah di Provinsi Sulawesi

Tengah sebesar 67,21 tahun. Lihat Gambar 5.16.

Gambar 5.16

Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi,Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Perkembangan UHH provinsi selama periode 2008-2013 meningkat, namun hanya 2 Provinsi (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara) dengan kondisi UHH di atas nasional.

0

200

400

600

800

1.000

1.200

Sulawesi Utara SulawesiTengah

SulawesiSelatan

SulawesiTenggara

Gorontalo Sulawesi Barat

2011

2012

2013

2014

65

66

67

68

69

70

71

72

73

74

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat

5-15

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Jumlah kasus AIDs di Pulau Sulawesi tahun 2013, Provinsi Sulawesi Selatan menempati

urutan pertama yaitu sebanyak 250 kasus, selanjutnya dikuti Provinsi Sulawesi Utara sebanyak

146 kasus, dan Provinsi Sulawesi Tengah sebanyak 81 kasus.

Gambar 5.17

Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi, Tahun 2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)

Kasus AIDs tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara

Gambar 5.18

Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)

Persentase Prevalensi status gizi balita menurut tinggi badan/umur seluruh provinsi dalam kategori normal

146

81

250

51

14 3

0

50

100

150

200

250

300

SULAWESIUTARA

SULAWESITENGAH

SULAWESISELATAN

SULAWESITENGGARA

GORONTALO SULAWESIBARAT

Kasus Baru AID

0

10

20

30

40

50

60

70

Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan SulawesiTenggara

Gorontalo Sulawesi Barat

%

Sangat Pendek (%) Pendek (%) Normal (%)

5-16

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Perumahan, Tempat tinggal memiliki peran strategis dalam membentuk watak dan

kepribadian bangsa. Hal ini merupakan salah satu upaya membangun manusia Indonesia yang

berjati diri, mandiri, dan produktif. Sehingga kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan

dasar setiap manusia, yang akan terus berkembang sesuai dengan tahapan dan siklus kehidupan.

Perumahan yang layak huni harus dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum,

diantaranya adalah penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon,

jalan, dan infrastruktur lainnya.

Berdasarkan lokasi permukiman di Pulau Sulawesi, beberapa provinsi masih banyak

desa dengan lokasi permukiman pada lokasi yang membahayakan, dan tidak nyaman. Pada tahun

2014 tercatat total jumlah desa dengan kondisi permukiman kumuh sebanyak 440 desa, dengan

penyebaran terbanyak di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu 275 desa. Sementara total jumlah desa

dengan lokasi permukiman dibawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) tercatat

sebanyak 289 desa, dengan penyebaran terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 195 desa,

dan lokasi permukiman di bantaran sungai sebanyak 3.203 desa dengan penyebaran terbanyak di

Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 952 desa.

Gambar 5.19

Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Sulawesi Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman kumuh terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 5.20

Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Sulawesi Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman dibantaran Sungaiterbesar di Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah

69 64

275

28

1 3

0

50

100

150

200

250

300

Sulawesi Utara SulawesiTengah

SulawesiSelatan

SulawesiTenggara

Gorontalo Sulawesi Barat

Pemukiman Kumuh

664 638

952

438

225 286

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1.000

Sulawesi Utara SulawesiTengah

SulawesiSelatan

SulawesiTenggara

Gorontalo Sulawesi Barat

Bantaran / Tepi Sungai

5-17

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.21

Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), di Pulau Sulawesi Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman dibawah SUTET terbesar di Provinsi Selatan

Perkembangan jumlah rumah tangga menurut jenis lantai terluas secara umum sebagain

besar kondisi permukiman di Pulau Sulawesi menggunakan lantai bukan tanah (Tabel 5.12).

Perkembangan persentase rumah tangga dengan lantai bukan tanah terus meningkat dari tahun

2010-2013, dan rata-rata berada diatas angka nasional. Untuk luas lantai, sebagian besar

persentase rumah tangga memiliki luas lantai 20-49 m2 dan 50-99 m2, sementara untuk luas

lantai > 100 m2relatif kecil (Tabel 5. 13).

Tabel 5.12

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas di Pulau Sulawesi Tahun 2010-2013.

Provinsi

Persentase Rumah Tangga berdasarkan Jenis Lantai terluas (Persen)

Tanah (1) Bukan tanah

2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014

Sulawesi Utara 8,75 6,01 6,33 5,01 4,54 91,25 93,99 93,67 94,99 95,46

Sulawesi Tengah 8,68 5,86 4,32 6,8 6,12 91,32 94,14 95,68 93,2 93,88

Sulawesi Selatan 3,86 2,24 2,26 2,7 2,32 96,14 97,76 97,74 97,3 97,68

Sulawesi Tenggara 8,6 5,34 6,3 7,29 5,94 91,4 94,66 93,7 92,71 94,06

Gorontalo 5,55 4,99 6,38 4,02 3,66 94,45 95,01 93,62 95,98 96,34

Sulawesi Barat 6,91 4,84 6,08 7,1 5,49 93,09 95,16 93,92 92,9 94,51

INDONESIA 11,5 9,21 8,55 8,85 8,13 88,5 90,79 91,45 91,15 91,87

Sumber: BPS, Tahun 2014

60

24

195

0 0 0 0

50

100

150

200

250

Sulawesi Utara SulawesiTengah

SulawesiSelatan

SulawesiTenggara

Gorontalo Sulawesi Barat

Bawah Sutet

5-18

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Tabel 5.13

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Sulawesi Tahun 2014.

Provinsi Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai (m2) (Persen)

<19 20-49 50-99 100-149 150+ Total

Sulawesi Utara 4,66 47,86 32,82 8,52 6,15 100

Sulawesi Tengah 3,91 37,99 42,96 9,86 5,28 100

Sulawesi Selatan 3,7 23,76 49,66 15,6 7,28 100

Sulawesi Tenggara 4,91 32,28 43,96 12,81 6,03 100

Gorontalo 4,73 43,36 35,4 11,03 5,48 100

Sulawesi Barat 4,12 33,71 47,49 8,94 5,74 100

INDONESIA 5,04 31,03 44,98 12,24 6,71 100

Sumber: BPS, Tahun 2014

Persentase jumlah rumah tangga menurut penerangan listrik PLN, secara umum

persentase rumah tangga di perkotaan maupun di perdesaan dengan penerangan listrik PLN

masih berada dibawah rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Sulawesi Utara (Tabel 1.14).

Selama periode 2009 dan 2013 persentase jumlah rumah tangga dengan penerangan listrik PLN

meningkat. Sementara untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi

layak dan air minum layak meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 5.15), namun masih banyak

jumlah rumah yang berada dibawah dibawah rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Sulawesi

Tenggara.

Tabel 5.14

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Penerangan Listrik PLN di Pulau Sulawesi Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

2009 2013

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perdesaan Perdesaan

Sulawesi Utara 97,84 88,97 92,82 98,84 94,04 96,22

Sulawesi Tengah 96,48 62,34 69,50 98,47 72,95 79,17

Sulawesi Selatan 96,32 78,51 84,30 98,66 85,92 90,51

Sulawesi Tenggara 91,39 65,64 71,60 96,68 76,33 82,02

Gorontalo 96,16 61,94 72,74 97,32 76,10 83,25

Sulawesi Barat 94,71 40,39 58,04 98,71 48,44 59,40

Rata-rata Nasional 97,05 81,99 89,29 99,11 87,27 93,17

Sumber: BPS, Tahun 2014

Persentase jumlah rumah tangga menurut sumber air minum layak, secara umum

persentase rumah tangga tahun 2013 di perkotaan dan perdesaan menunjukan adanya

peningkatan dari tahun 2009, dengan persentase terbesar di daerah perkotaan (Tabel 5.15).

Namun jika dibandingkan terhadap rata-rata nasional, seluruh provinsi dibawah rata-rata

nasional kecuali Provinsi Sulawesi Tenggara. Persentase rumah tangga terbesar di Provinsi

Sulawesi Tenggara (71,98%) dan terrendah di Provinsi Sulawesi Barat (42,14%). Sementara

untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak meningkat dari

tahun 2009-2013 (Tabel 5.16), namun hampir seluruh jumlah rumah tangga berada dibawah

rata-rata nasional kecuali Provinsi Sulawesi Utara. Persentase terbesar untuk rumah tangga

dengan sanitasi layak terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (72,28%) dan terrendah di Provinsi

Sulawesi Barat (46,42%).

5-19

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Tabel 5.15

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak Per-Provinsi, di Pulau Sulawesi Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

2009 2013

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perdesaan Perdesaan

Sulawesi Utara 43,79 45,03 44,49 82,21 54,73 67,21

Sulawesi Tengah 49,01 43,13 44,36 80,19 48,01 55,83

Sulawesi Selatan 63,38 43,74 50,13 81,03 59,25 66,99

Sulawesi Tenggara 71,13 55,5 59,12 93,77 63,49 71,98

Gorontalo 61,47 37,18 44,85 68,81 48,21 54,96

Sulawesi Barat 65,01 32,28 42,92 74,04 33,84 42,14

Rata-rata Nasional 49,82 45,72 47,71 79,34 56,17 67,73

Sumber: BPS, Tahun 2014

Tabel 5.16

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau Sulawesi Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi

(%)

2009 2010 2011 2012 2013

Sulawesi Utara 63,59 64,87 67,23 69,19 72,28

Sulawesi Tengah 42,02 48,25 48,39 54,12 54,21

Sulawesi Selatan 57,58 61,45 62,02 63,33 69,51

Sulawesi Tenggara 45,91 50,87 51,43 55,17 59,24

Gorontalo 43,84 45,66 46,68 44,68 52,69

Sulawesi Barat 45,35 41,3 43,4 45,04 46,42

NASIONAL 51,19 55,53 55,6 57,35 60,91

Sumber: BPS, Tahun 2014

5.3. DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

5.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan

Tanaman Pangan. Sulawesi merupakan lumbung padi terbesar ketiga setelah Pulau

Sumatera, produksi padi tahun 2015 mencapai 8.848.947 ton atau sekitar 11,71 persen dari

total produksi nasional, dengan produktivitas 5,07 ton/ha (lebih rendah dari produktivitas padi

nasional). Perkembangan produksi padi di Pulau Sulawesi rata-rata meningkat 5,78 persen per

tahun (dalam periode 2007-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata 4,35 persen per

tahun. Produksi padi terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 5,6 juta ton atau 63,54

persen dari produksi padi Pulau Sulawesi.

5-20

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.22

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2006-2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Perkembangan produktivitas padi Pulau Sulawesi masih berada dibawah rata-rata produktivitas padi nasional

Gambar 5.23

Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2015.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Produksi jagung tahun 2015 mecapai 3.162.025 ton atau sekitar 15,30 persen dari total

produksi jagung nasional, dengan produktivitas 4,77 ton/ha (lebih rendah dari produktivitas

padi nasional). Perkembangan produksi jagung di Pulau Sulawesi rata-rata meningkat 6.078 ton

per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata 9.684 ha per

tahun. Produksi jagung terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 1.6 juta ton.

5.4

03

.81

6

5.4

78

.55

5

6.5

75

.31

7

6.8

01

.66

8

6.9

60

.37

6

7.2

44

.21

3

7.8

21

.78

9

7.8

68

.37

6

8.5

64

.14

8

8.8

48

.94

7

3,80

4,00

4,20

4,40

4,60

4,80

5,00

5,20

5,40

-

1.000.000

2.000.000

3.000.000

4.000.000

5.000.000

6.000.000

7.000.000

8.000.000

9.000.000

10.000.000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Produksi Tanaman Padi Produktivitas (ton/ha)_SulawesiProduktivitas (ton/ha)_Nasional

24,39

52,09

4,19

7,03

11,71

0,25 0,34

Produksi Padi menurut Pulau (%)

P. SUMATERA

P.JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

KEP. MALUKU

P. PAPUA

7,51 12,02

63,54

7,87 3,45 5,62

Produksi Padi menurut Provinsi di Pulau Sulawesi (%)

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

5-21

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.24

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2006-2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Perkembangan produktivitas jagung Pulau Sulawesi masih berada dibawah rata-rata produktivitas jagung nasional

Gambar 5.25

Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Produksi kedelai tahun 2015 mecapai 100.971 ton atau sekitar 9,70 persen dari total

produksi kedelai nasional, dengan produktivitas 1,63 ton/ha (lebih tinggi dari produktivitas

padi nasional). Perkembangan produksi kedelai di Pulau Sulawesi rata-rata meningkat 1.573 ton

per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan peningkatan luas panen rata-rata 4.556 ha

persen per tahun. Produksi kedelai terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 59.951 ton

atau 59,37 persen dari produksi kedelai Pulau Sulawesi.

1.5

14

.23

4,0

0

2.1

92

.49

3,0

0

2.6

85

.55

3,0

0

2.7

10

.09

8,0

0

2.7

63

.52

1,0

0

2.7

77

.24

2,0

0

2.9

43

.04

1,0

0

2.7

02

.46

9,0

0

3.0

40

.60

1,0

0

3.1

62

.02

5,0

0

0

500000

1000000

1500000

2000000

2500000

3000000

3500000

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produktivitas Produksi (ton)

Produksi P. Sulawesi Produktivitas P. Sulawesi

Produktivitas Nasional

21,61

52,89

8,50

1,49

15,30

0,17 0,04

Produksi (Ton)

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

17,27

4,49

50,65

2,03

21,91

3,65

Produksi (Ton)

SULAWESI UTARA SULAWESI TENGAH

SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGGARA

GORONTALO SULAWESI BARAT

5-22

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.26

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau SulawesiTahun 2006-2014.

Sumber: Badan Pusat Statistik 2014

Perkembangan produktivitas kedelaiPulau Sulawesi masih berada dibawah rata-rata produktivitas kedelai nasional

Gambar 5.27

Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Tabel 5.17

Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2015.

Provinsi

Padi Jagung Kedelai

Luas Panen (ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Sulawesi Utara 140.408 664.282 4,73 146.292 546.121 3,73 6.950 9130 1,31

Sulawesi Tengah 222.119 1.063.382 4,79 35.049 142.132 4,06 9.688 16475 1,70

Sulawesi Selatan 1.074.235 5.622.644 5,23 295.398 1.601.586 5,42 33.571 59951 1,79

Sulawesi Tenggara 151.701 696.053 4,59 24.198 64.123 2,65 5.794 7399 1,28

Gorontalo 56.190 305.354 5,43 137.304 692.688 5,04 2.613 3675 1,41

Sulawesi Barat 101.581 497.232 4,89 25.206 115.375 4,58 3.338 4341 1,30

PULAU SULAWESI 1746234 8848947 5,07 663.447 3.162.025 4,77 61954 100971 1,63

% NASIONAL 9,65 12,52

208,57 176,83

59,69 55,72

Sumber: BPS, Tahun 2014

40

.53

3

35

.31

6

47

.64

9

67

.96

3

56

.69

4

57

.63

7

51

.49

6

73

.31

4

92

.61

3

10

0.9

71

1,63

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

P. Sulawesi Produktivitas_Sulawesi Produktivitas_Nasional

11,64

66,00

10,46

1,54

9,70

0,14 0,52

Produksi (Ton)

P. Sumatera

P. Jawa+Bali

P. Nusa Tenggara

P. Kalimantan

P. Sulawesi

Kep. Maluku

P. Papua

9,04

16,32

59,37

7,33 3,64 4,30

Produksi (Ton)

SULAWESI UTARA

SULAWESI TENGAH

SULAWESI SELATAN

SULAWESI TENGGARA

GORONTALO

SULAWESI BARAT

5-23

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Tanaman Perkebunan. Sulawesi merupakan penghasil terbesar tanaman perkebunan

di Indonesia, dengan komoditas utamanya adalah kelapa, kelapa sawit, kopi, dan kakao (Tabel

5.18). Produksi kelapa Pulau Sulawesi tahun 2014 sebesar 702,31 ribu ton atau 23,17 persen

dari produksi kelapa sawit nasional sedikit menurun dibandingkan produksi tahun 2012, selain

kelapa, komoditas lainnya adalah kelapa sawit dengan produksi mencapai 687,62 ribu ton atau

sekitar 2,34 persen dari total produksi kelapa sawit nasional, kopi sebesar 498,26 ribu ton atau

72,73 persen dari produksi kopi nasional, dan kakao sebesar 460,03 ribu ton atau 64,86 persen

dari produksi kakao nasional.

Tabel 5.18

Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2012 dan 2014.

Komoditas Pulau Sulawesi (ribu ton) Nasional (ribu ton) Pulau Sulawesi (%)

2012 2014 2012 2014 2012 2014

Kelapa Sawit 563.85 687.62 26,015.5 29,344.5 2.17 2.34

Kelapa 695.1 702.31 2,938.4 3,031.3 23.66 23.17

Karet 14.15 13.92 3,012.3 3,153.2 0.47 0.44

Kopi 49.16 498.26 691.2 685.1 72.09 72.73

Kakao 498.26 460.03 740.5 709.3 67.28 64.86

Tebu 65.64 65.34 2,592.6 2,575.4 2.53 2.54

Teh - - 143.4 142.7 - -

Tembakau 1.97 1.98 260.8 166.3 0.76 1.19

Sumber: BPS, Tahun 2014

Sementara penghasil kelapa terbesar di Pulau Sulawesi di Sulawesi Utara dengan

produksi 189,86 ribu ton atau 42,66 persen dari total produksi kelapa di Sulawesi (Tabel 5.19),

produksi kelapa sawit terbesar di Provinsi Sulawesi Barat , produksi kopi di Provinsi Sulawesi

Selatan, dan produksi kakao terbesar di Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

Tabel 5.19

Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Sulawesimenurut Provinsi Tahun 2014.

Provinsi Kelapa Sawit Kelapa Karet Kopi Kakao

(ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%)

Sulawesi Utara 0 0.00 282.5 42.66 0 0.00 3.03 8.80 4.28 1.10

Sulawesi Tengah 244.07 66.84 189.86 28.67 5.67 41.85 3.35 9.72 146.84 37.66

Sulawesi Selatan 49.82 13.64 80.15 12.10 7.73 57.05 23.64 68.62 116.69 29.93

Sulawesi Tenggara 71.28 19.52 42.7 6.45 0.15 1.11 3.6 10.45 118.32 30.35

Gorontalo 0 0.00 66.96 10.11 0 0.00 0.83 2.41 3.77 0.97

Sulawesi Barat 282.74 77.43 45.29 6.84 0.37 2.73 6.35 18.43 70.13 17.99

PULAU SULAWESI 365.17 100.00 662.17 100.00 13.55 100.00 34.45 100.00 389.90 100.00

Sumber: BPS, Tahun 2014

Peternakan. Populasi ternak besar di Pulau Sulawesi terbesar adalah sapi dengan

jumlah populasi tahun 2013 mencapai 2.090.456 ekor, selanjutnya diikuti kambing, dan babi

dengan populasi masing-masing 1.769.266 ekor dan 1.445.379 ekor. Sementara untuk jenis

ternak unggas populasi terbesar adalah jenis ayam ras pedaging, dengan populasi tahun 2013

sebesar 37.018.679 ekor.

5-24

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.28

Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam ekor).

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

Populasi terbesar ternak besar adalah kambing, sapi dan babi

Tabel 5.20

Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013.

Provinsi Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi

Sulawesi Utara 126.124 - 48.160 - 7.209 409.473

Sulawesi Tengah 257.311 3.487 634.459 7.575 3.955 223.908

Sulawesi Selatan 1.154.128 105.541 644.583 480 167.919 624.724

Sulawesi Tenggara 261.008 2.924 145.327 32 2.850 44.691

Gorontalo 203.602 14 76.982 - 2.670 4.739

Sulawesi Barat 88.283 8.889 219.755 - 7.018 137.844

PULAU SULAWESI 2.090.456 120855 1769266 8087 191621 1445379

% terhadap Nasional 12,59 8,14 9,52 0,06 42,18 17,53

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

Gambar 5.29

Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam ekor).

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013.

Populasi terbesar ternak unggas adalah jenis ayam ras pedaging.

0

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

2009 2010 2011 2012 2013*)

Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi

0

5.000.000

10.000.000

15.000.000

20.000.000

25.000.000

30.000.000

35.000.000

40.000.000

2009 2010 2011 2012 2013*)

Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik

5-25

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Tabel 5.21

Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (ribu ekor).

Provinsi

Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik

Populasi Pertumbuhan

(%) Populasi

Pertumbuhan (%)

Populasi Pertumbuhan

(%)

Sulawesi Utara 2.304.986 5,00 1.197.222 5,00 143.211 4,00

Sulawesi Tengah 7.952.408 15,00 742.287 20,96 546.185 3,49

Sulawesi Selatan 24.039.220 10,31 9.725.956 24,68 4.070.644 8,43

Sulawesi Tenggara 1.286.170 16,47 186.624 24,83 527.386 4,20

Gorontalo 550.200 2,80 285.432 0,04 69.591 1,46

Sulawesi Barat 885.695 1,00 85.944 1,43 972.388 1,68

PULAU SULAWESI 37.018.679 10,77 12.223.465 21,33 6.329.405 6,37

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

5.3.2. Pengembangan Sektor Energi

Perkembangan produksi energi listrik di Wilayah Pulau Sulawesi mengalami

peningkatan dari dalam empat tahun terkahir. Produksi listrik tahun 2013 mencapai mencapai

8.455,59 MGh atau meningkat sebesar 13,26 persen dari produksi tahun 2012. Sebagian besar

produksi energi listrik dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD). Sementara

untuk rasio elektrifikasi, sebagian besar provinsi di Sulawesi memiliki rasio elektrifikasi

dibawah rasio elektrifikasi nasional.

Gambar 5.30

Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2010-2013, (dalam MGh).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

Produksi energi listrik di Pulau Sulawesi dalam empat tahun terkahir meningkat, atau tumbuh rata-rata 13,26 persen per tahun

5.821,66

6.547,93

7.310,27

8.455,59

-

1.000,00

2.000,00

3.000,00

4.000,00

5.000,00

6.000,00

7.000,00

8.000,00

9.000,00

2010 2011 2012 2013

P. SULAWESI

5-26

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.31

Komposisi Produksi Energi Listrik menurut Jenis Pembangkit di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam persen).

Sumber : Data Stastistik PL N Tahun 2013

Produksi energi listrik di Pulau Sulawesidan sebagian besar di produksi dari PLTD dan PLTA

Gambar 5.32

Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Sulawesi dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

Rasio elektrifikasi di Pulau Sulawesi tahun 2013 mencapai 70,8 persen meningkat dari tahun 2009, namun kondisi rasio elektrifikasi Pulau Sulawesi masih rendah (dibawah rata-rata rasio elektrifikasi nasional).

30,17

13,93

0,07

1,01

10,79

44,00

0,04 P. SULAWESI

PLTA

PLTU

PLTG

PLTGU

PLTP

PLTD

PLTMG

PLT Surya

59,44

62,22

68,58

71,34

70,8

66,28

67,15

72,95

76,56

78,06

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00

2009

2010

2011

2012

2013

NASIONAL P. SULAWESI

5-27

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.33

Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam persen).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

Rasio elektrifikasi provinsi di Pulau Sulawesi rata-rata masih berada dibawah rasio elektrifikasi nasional,

Rasio elektrifikasi tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan dan terrendah di Sulawesi Barat

Gambar 5.34

Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (KWg/Kapita).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

KWh perkapita provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi rata-rata masih dibawah rata-rata KWh perkapita nasional

5.3.3. Pengembangan Kemaritiman dan Kelautan.

Perkembangan produksi perikanan tangkap dan budidaya tahun 2013 di Pulau Sulawesi

rata-rata meningkat, Produksi perikanan tangkap 2013 mencapai 1.103.590 ton meningkat

sebesar 166.297 ton dari tahun 2009 dengan peningkatan rata-rata 29,79 persen per tahun, dan

perikanan budidaya 5.431.889 ton meningkat sebesar 3.506.229 ton dari produksi tahun 2009

dengan tumbuh rata-rata 4,20 persen per tahun. Produksi perikanan tangkap terbesar di Pulau

Sulawesi terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, sementara untuk

produksi perikanan budidaya terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan.

78,06

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

SulawesiUtara

Gorontalo SulawesiTengah

SulawesiSelatan

SulawesiTenggara

SulawesiBarat

Rasio Elektrifikasi_Provinsi Rasio Elektrifikasi_Nasional

753,70

0,00

100,00

200,00

300,00

400,00

500,00

600,00

700,00

800,00

SulawesiUtara

Gorontalo SulawesiTengah

SulawesiSelatan

SulawesiTenggara

SulawesiBarat

KWh jual/kapita_Provinsi KWh jual/kapita_Nasional

5-28

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.35

Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2009-2013, (dalam ton).

Sumber: BPS, Tahun 2013

Produksi perikanan terbesar di Wilayah Sulawesi berasal dari perikanan budidaya

Gambar 5.36

Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Sulawesi terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).

Produksi perikanan budidaya tahun 2013 sebesar 5.431.889ton atau sekitar 40,84 persen dari produksi perikanan budidaya nasional;

Sumber: BPS, Tahun 2013

Produksi perikanan tangkap Pulau Sulawesi sebesar 1.103.590ton atau sekitar 18,08 persen dari produksi perikanan tangkap nasional

1.9

15

.66

0

2.5

35

.57

2

3.3

54

.45

5

4.2

49

.42

7

5.4

31

.88

9

93

7.2

93

95

8.3

72

99

7.3

08

1.0

14

.62

8

1.1

03

.59

0

-

1.000.000

2.000.000

3.000.000

4.000.000

5.000.000

6.000.000

2009 2010 2011 2012 2013

Pro

du

ksi (

ton

)

Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap

9,49

20,22

19,31

4,29

40,84

5,20 0,65

Produksi Perikanan Budidaya (%)

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

28,76

20,09

4,09

10,77

18,08

11,52 6,69

Produksi Perikanan Tangkap

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

5-29

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.37

Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2012, (dalam persen).

Produksi perikanan budidaya terbesar berada di Provinsi SulawesiSelatan sebesar 47,72 persen, dan SulawesiTengah sebesar 24,38 persen.

Sumber: BPS, Tahun 2013

Produksi perikanan tangkap terbesarterdapat di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 23,41 persen dan Sulawesitenggara sebesar 23,21 persen

5.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri.

Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan salah satu sektor untuk mendorong

perekonomian daerah dan nasional. Potensi sektor pariwisata di Pulau Sulawesi yang tersebar

di 5 provinsi cukup potensial yang meliputi wisata budaya, wisata alam bahari, agro wisata, dan

lain-lain. Untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata sebagai produk unggulan daerah

di masa mendatang, pemerintah harus melakukan pembangunan sarana dan prasarana

penunjang pariwisata yang lebih memadai.

Salah satu indikator kinerja sektor pariwisata dapat ditunjukan dengan perkembangan

jumlah wisatawan baik yang berasal dari mancanegara maupun domestik, serta jumlah

ketersediaan akomodasi dari hotel dan restoran yang tersedia. Perkembangan jumlah tamu

asing dan domestik dari tahun 2010-2014 meningkat, pada tahun 2014 jumlah kunjungan tamu

asing mencapai 144.639 orang atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 43,39 persen per

tahun, sementara jumlah tamu domestik mencapai 4.543.591 orang meningkat dibandingkan

tahun sebelumnya atau rata-rata meningakat sebesar 46,88 persen per tahun.

5,94

24,38

47,72

18,61

2,33

1,01 distribusi Budidaya

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

22,84

15,88

23,41

23,21

7,12 7,55

Distribusi Tangkap

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

5-30

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Tabel 5.22

Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau

Sulawesi, Tahun 2003-2014, (orang).

Asing

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata

Pertumbuhan 2010-2014

Sulawesi Utara 10,740 14,427 34,602 40,057 52,670 55.36

Sulawesi Tengah 2,652 3,907 9,235 2,901 4,152 39.56

Sulawesi Selatan 37,617 103,638 73,681 141,964 80,319 48.96

Sulawesi Tenggara 330 1,552 1,749 9,398 7,038 198.81

Gorontalo 441 780 319 872 456 35.82

Sulawesi Barat

162 111

(65.84)

PULAU SULAWESI 51,780 124,304 119,748 195,303 144,635 43.39

Sumber: BPS Tahun 2014

Tabel 5.23

Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau

Sulawesi, Tahun 2003-2014, (orang).

Domestik

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata

Pertumbuhan 2010-2014

Sulawesi Utara 66,118 647,634 630,933 473,776 782,302 229.29

Sulawesi Tengah 138,433 485,169 437,692 240,145 824,632 109.74

Sulawesi Selatan 887,449 1,609,094 1,210,826 1,866,731 1,724,169 25.77

Sulawesi Tenggara 186,433 345,687 378,735 316,952 953,202 69.85

Gorontalo 40,479 134,934 110,119 108,302 102,420 51.97

Sulawesi Barat

137,765 111,915 156,865 10.70

PULAU SULAWESI 1,318,912 3,222,518 2,906,070 3,117,822 4,543,591 46.88

Sumber: BPS Tahun 2014

Pengembangan usaha Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan kekuatan strategis dan

penting untuk mempercepat pembangunan daerah. Sektor ini memberikan kontribusi signifikan

terhadap pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja. Usaha IMK umumnya merupakan

usaha rumah tangga dan masyarakat menengah-kecil dimana dalam pengembangannya masih

memerlukan pembinaan terutama dalam aspek pemasaran, permodalan dan pengelolaan. Peran

IMK memiliki posisi penting untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah dan

mengurangi kesenjangan (gap) pendapatan.

Perkembangan jumlah IMK di Pulau Sulawesi dalam 2 tahun terakhir cenderung

menurun, Jumlah IKM tahun 2014 sebanyak 306.806 IKM berkurang dari tahun 2013 (289.961),

dengan jumlah IKM terbanyak terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu sebanyak 106.419

IKM (Gambar 5.38). Sementara untuk total output IKM Pulau sebesar Rp. 46.223.058 juta atau

meningkat sebesar 61,29 persen dari tahun 2013, dan jumlah tenaga kerja sebanyak 635.884

jiwa atau menurun sebesar 5,13 persen dsri tenaga kerja tahun 2013. Nilai output dan tenaga

kerja terbesar terdapat di provinsi Sulawesi Selatan dan terrendah di Provinsi Gorontalo.

5-31

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.38

Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013 dan 2014, (unit).

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah Industri terbesar di Sulawesi Selatan

Tabel 5.24

Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai OutputIndustri Mikro-Kecil menurut

Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2013 dan 2014.

Provinsi Tenaga Kerja (orang) Output (Rp. Juta)

2013 2014 Δ 2013-2014 2013 2014 Δ 2013-

2014

Sulawesi Utara 85,357 62,212 (27.12) 2,476,273 2,910,039 17.52

Sulawesi Tengah 79,774 83,843 5.10 3,045,274 5,088,779 67.10

Sulawesi Selatan 242,984 236,069 (2.85) 15,181,252 28,267,806 86.20

Sulawesi Tenggara 165,152 152,480 (7.67) 4,937,307 5,538,344 12.17

Gorontalo 49,195 47,332 (3.79) 1,194,337 1,648,508 38.03

Sulawesi Barat 47,784 53,948 12.90 1,824,405 2,769,582 51.81

PULAU SULAWESI 670,246 635,884 (5.13) 28,658,848 46,223,058 61.29

Sumber: BPS Tahun 2015

5.4. DIMENSI PEMERTAAN DAN KEWILAYAHAN 5.4.1. Kesenjangan Ekonomi Wilayah

PDRB Perkapita, Perkembangan PDRB perkapita Provinsi di Pulau Sulawesi dalam

kurun lima tahun terakhir meningkat. Namun, seluruh provinsi masih berada dibawah rata-rata

PDB perkapita nasional. Perbandingan PDRB perkapita antarprovinsi, menunjukan adanya gap

(ketimpangan) yang cukup tinggi antarwilayah, dimana PDRB perkapita tertinggi mencapai Rp.

27.898,88 ribu per jiwa di Provinsi Sulawesi Tenggara, dan terrendah sebesar 18.627,37 ribu

per jiwa di Provinsi Gorontalo.

35.587 40.295

106.419

71.556

29.098

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

SULAWESIUTARA

SULAWESITENGAH

SULAWESISELATAN

SULAWESITENGGARA

GORONTALO SULAWESIBARAT

2013

2014

5-32

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Tabel 5.25

Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau

Sulawesi Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa).

Provinsi Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

Sulawesi Utara 22.707,79 23.812,97 25.145,96 26.445,92 27.804,68

Sulawesi Tengah 19.558,33 21.105,70 22.724,47 24.481,12 25.316,32

Sulawesi Selatan 21.306,72 22.769,19 24.507,47 26.086,94 27.760,65

Sulawesi Tenggara 21.573,11 23.338,67 25.489,79 26.817,47 27.898,88

Gorontalo 14.811,95 15.687,65 16.650,27 17.640,56 18.627,37

Sulawesi Barat 14.755,47 16.023,45 17.169,66 18.010,31 19.211,14

Rata-rata Perkapita 33 Prov 28.778,17 30.112,57 31.519,93 32.874,76 34.127,72

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Gambar 5.39

PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Sulawesi, Tahun 2014, (ribu/jiwa)

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2014

Gap PDRB perkapita , PDRB Perkapita tertinggi Sulawesi Tenggara27.898,88 ribu/jiwa dan terrendah Provinsi Gorontalo18.627,37 ribu jiwa.

Distribusi pendapatan. Kriteria Bank Dunia membagi penduduk ke dalam 3 (tiga)

kelompok pendapatan yaitu 40 persen kelompok penduduk berpendapatan rendah, 40 persen

kelompok penduduk berpendapatan sedang dan 20 persen kelompok berpendapatan tinggi.

Berdasarkan Tabel 5.24 dan Gambar 5.41, ketimpangan distribusi pendapatan provinsi Pulau

Sulawesi dari tahun 2002-2013 dikategorikan sebagai tingkat “ketimpangan rendah”.

Tabel 5.26

Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2002-2013

Provinsi 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Sulawesi Utara 0.270 0.323 0.324 0.28 0.31 0.37 0.39 0.43 0.422

Gorontalo 0.241 0.355 0.388 0.34 0.35 0.43 0.46 0.44 0.437

Sulawesi Tengah 0.283 0.301 0.320 0.33 0.34 0.37 0.38 0.40 0.407

Sulawesi Selatan 0.301 0.353 0.370 0.36 0.39 0.40 0.41 0.41 0.429

Sulawesi Barat 0.310 0.31 0.30 0.36 0.34 0.31 0.349

Sulawesi Tenggara 0.270 0.364 0.353 0.33 0.36 0.42 0.41 0.40 0.426

INDONESIA 0.329 0.363 0.364 0.35 0.37 0.38 0.41 0.41 0.413

Sumber: BPS, Tahun 2013

0,00

5.000,00

10.000,00

15.000,00

20.000,00

25.000,00

30.000,00

35.000,00

40.000,00

SulawesiUtara

SulawesiTengah

SulawesiSelatan

SulawesiTenggara

Gorontalo SulawesiBarat

rup

iah

/jiw

a

PDRB Perkapita Prov PDRB rata-rata Prov

5-33

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.40

Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2002-2013.

Ketimpangan pendapatan provinsi di Pulau Sulawesi 2002-2013 tergolong kategori ketimpangan sedang

Kesenjangan pendapatan antarwilayah menurut Indeks Williamson (Gambar 5.41),

menunjukan tingkat kesenjangan pendapatan antar provinsi di Pulau Sulawesi tergolong

rendah dan jauh dibawah rata-rata ketimpangan nasional, namun menunjukan tren yang

meningkat dari tahun 2011-2013. Sementara untuk kesenjangan antarkabupaten/kota untuk

setiap provinsi (Gambar 5.42), menunjukan trend meningkat dari tahun 2010-2013 seperti

kesenjangan pendapatan antar provinsi. provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara memiliki

tingkat kesenjangan (kab/kota) paling tinggi dibandingkan provinsi lainnya, dengan indeks

williamson >0,4.

Gambar 5.41

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson menurut Pulau

Tahun 2007-2013

Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2007-2013

0,000

0,100

0,200

0,300

0,400

0,500

0,600

0,700

0,800

0,900

1,000

2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara

INDONESIA

Tinggi

Sedang

Rendah

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

2009 2010 2011 2012 2013

Ind

eks

Will

iam

son

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. NUSATENGGARA,MALUKU & PAPUANASIONAL

5-34

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.42

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson menurut Provinsi di

Pulau Sulawesi Tahun 2007-2013

Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2007-2013

5.4.2. Infrastruktur Wilayah

Panjang jalan berdasarkan status pembinaannya pada tahun 2013 di wilayah Pulau

Sulawesi mencapai 82.952 km meningkat sebesar 24.019 km dari tahun 2005, peningkatan

panjang jalan terjadi di Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah. Kondisi tingkat kerapatan

jalan (Road Density) pada tahun 2013 di wilayah Sulawesi sebesar 0,44 km/km2 lebih tinggi dari

tingkat kerapatan jalan nasional (0,26 Km/Km²), dengan kerapatan tertinggi di Provinsi

Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Utara. Sementara dari kualitas jalan negara di wilayah Sulawesi,

jalan dengan kondisi mantap (baik+sedang) mencapai 89 persen sedikit meningkat

dibandingkan tahun 2011.

Gambar 5.43

Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Panjang jalan di wilayah Sulawesi tahun 2013 mencapai 82.952 km atau meningkat 24.019 km dari tahun 2005.

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

2009 2010 2011 2012 2013

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

58.933

82.952

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

90.000

2005 2013

Negara

Provinsi

Kab / Kota

Jumlah

5-35

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.44

Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Peningkatan panjang jalan selama tahun 2005-2013 tertinggi di Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah

Gambar 5.45

Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2013, (dalam Km/Km2).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Tingkat kerapatan jalan di Pulau Sulawesi tergolong cukup tinggi , hampir seluruh provinsi berada diatas kerapatan jalan nasionl, kecuali Sulawesi Barat

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

SulawesiUtara

SulawesiSelatan

SulawesiTengah

SulawesiTenggara

Gorontalo SulawesiBarat

2,005 2013

0,40

0,47

0,25

0,48

0,30

0,03

0,59

0,53

0,26

0,39

0,71

0,42

0,18

-

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

SulawesiUtara

SulawesiSelatan

Nasional SulawesiTengah

SulawesiTengggara

Gorontalo SulawesiBarat

Provinsi (km/km2)_2005 Provinsi (km/km2)_2013

5-36

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Sulawesi 2015

Gambar 5.46

Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Pulau Sulawesi Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km).

Kondisi kualitas jalan di Pulau Sulawesi sebagian besar dalam kondisi mantap

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

70%

20%

6% 4%

2011

Baik

Sedang

Rusak Ringan

Rusak Berat

45%

42%

7% 6%

2013

Baik

Sedang

Rusak Ringan

Rusak Berat

6-1

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

6.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA

Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Maluku dan seluruh

provinsi secara umum tumbuh positif, namun perkembangan ekonomi dalam empat tahun

terakhir melambat, meningkat pada akhir tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi Kepulauan

Maluku tahun 2014 tercatat tumbuh sebesar 6,16 persen melambat dibandingkan tahun

sebelumnya, semua sektor tumbuh positif, dengan pertumbuhan tertinggi dari sektor Listrik dan

gas, Informasi dan Komunikasi, industri pengolahan, dan transportasi dan pergudangan.

Tabel 6.1

Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Kepulauan Maluku Tahun 2011-2014

Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014

1. Pertanian 3,60 6,34 3,86 4,78

2. Pertambangan & Penggalian 5,10 2,71 2,53 -4,92

3. Industri Pengolahan 3,74 4,60 6,10 9,22

4. Listrik dan Gas 8,78 9,86 4,11 30,13

5. Pengadaan Air 4,17 4,75 3,24 6,72

6. Konstruksi 9,70 10,31 6,05 6,76

7. Perdagangan Besar dan Eceran 7,09 9,79 9,99 7,87

8. Transportasi & Pergudangan 5,91 7,06 6,50 9,10

9. Akomodasi dan Makan Minum 6,02 7,75 7,65 5,52

10. Informasi dan Komunikasi 8,18 7,94 9,18 9,77

11. Jasa Keuangan 25,04 10,75 9,71 7,04

12. Real Estat 4,34 4,87 3,13 7,06

13. Jasa Perusahaan 5,83 6,11 6,41 5,16

14. Administrasi Pemerintahan 9,42 7,87 5,34 7,55

15. Jasa Pendidikan 4,03 4,24 3,80 8,63

16. Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 6,07 6,36 4,36 5,50

17. Jasa lainnya 1,16 2,70 1,66 5,80

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 6,55 7,08 5,76 6,16

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

6-2

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.1

Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen)

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Perekonomian Provinsi Maluku dan Maluku Utara tumbuh positif, namun untuk Maluku Utara melambat dibandingkan tahun sebelumnya.

Tabel 6.2

Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Atas Dasar

Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen).

Provinsi

Tahun

2011 2012 2013 2014

Maluku Utara 6,80 6,98 6,37 5,49

Maluku 6,34 7,16 5,26 6,70

Kep. MALUKU 6,55 7,08 5,76 6,16 Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Peran dan Struktur Ekonomi Maluku. Peranan Kepulauan Maluku dalam

pembentukan PDB nasional sebesar 0,52 persen paling rendah dibandingkan kontribusi dari 6

pulau lainnya, dengan kontribusi 56,88 persen dari Provinsi Maluku dan 43,12 persen dari

Maluku Utara. Kontribusi sektor terbesar dalam perkembangan ekonomi Kepulauan Maluku

adalah sektor pertanian, sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial, dan

sektor perdagangan besar dan eceran. Ketiga sektor tersebut berkontribusi sekitar 58,96

persen.

Tabel 6.3

Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2014.

Lapangan Usaha PDRB ADHB (Rp. Miliar)

2010 2011 2012 2013 2014

Maluku Utara 14.984 17.078 17.120 18.211 24.054

Maluku 18.429 21.368 21.000 22.104 31.733

Kep. MALUKU 33.412 38.446 38.120 40.315 55.787

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

6,34

7,16

5,26

6,70 6,80

6,98

6,37

5,49

4,00

4,50

5,00

5,50

6,00

6,50

7,00

7,50

2011 2012 2013 2014

%

Maluku Maluku Utara

6-3

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.2

Peran Wilayah Maluku terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen).

Peran Maluku terhadap pembentukan PDB nasional sebesar 0,52 persen

Kontribusi provinsi Maluku terhadap PDRB Kepulauan Maluku lebih besar dibandingkan

Maluku Utara.

Pengangguran Terbuka, perkembangan pengangguran terbuka di wilayah Maluku

menunjukkan tren menurun selama periode 2010-2015. Jumlah Pengangguran Terbuka di

wilayah Maluku pada tahun 2015 mencapai 76,625 jiwa atau sekitar 1,08 persen dari total

pengangguran di Indonesia, dengan pengurangan jumlah pengangguran dari tahun 2010-2015

sebanyak 47.795 jiwa dan sebagian besar terdapat di Maluku. Sementara untuk kondisi Tingkat

Pengangguran terbuka (TPT) sebesar 6,23 persen sedikit meningkat dibandingkan tahun

sebelumnya dengan pengurangan rata-rata sebesar 0,42 persen per tahun, namun kondisi TPT

masih diatas rata-rata TPT nasional (5,84%). Dominasi TPT di Kepulauan Maluku sebagian

besar berada di perkotaan dengan kondisi terakhir (Februari, 2015) sebesar 6,37 persen, dan di

perdesaan sebesar 6,15 persen.

23,17

58,85

1,41 8,71

5,65 0,52 1,70

Kontribusi Nilai PDRB ADHB Pulau Terhadap PDB Nasional Tahun 2014, (%)

Sumatera

Jawa & Bali

Nusa Tenggara

Kalimantan

Sulawesi

Maluku

Papua

43,12

56,88

Kontribusi Nilai PDRB ADHB Provinsi Terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (%)

Maluku Utara

Maluku

6-4

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.3

Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Jumlah pengangguran terbuka di Kepulauan Maluku dalam empat tahun terakhir menunjukan tren yang meningkat

Tabel 6.4

Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Kepulauan Maluku

Tahun 2010-2015, (jiwa).

Provinsi Pengangguran_jiwa ( Februari )

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Maluku 57.041 53490 48.711 48.067 48.003 47.795

Maluku Utara 25.451 26.836 25.009 26.586 27.871 28.830

Kep. MALUKU 82.492 80.326 73.720 74.653 75.874 76.625

NASIONAL 8.592.490 8.117.631 7.614.241 7.170.523 7.147.069 7.127.377

% NASIONAL 0,96 0,99 0,97 1,04 1,06 1,08

Sumber: BPS Tahun 2015

Gambar 6.4

Dominisasi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Kep. Maluku Tahun 2010-2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Tingkat pengangguran terbuka sebagian besar di daerah perkotaan

7,88

6,86 6,38 6,24 6,21 6,23

7,41 6,80

6,32 5,92 5,70 5,84

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

68.000

70.000

72.000

74.000

76.000

78.000

80.000

82.000

84.000

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Pe

nga

ngg

ura

n T

erb

uka

(jiw

a)

TPT

(%)

Pengangguran_jiwa ( Februari ) TPT_% ( Februari ) TPT Nasional_% (Februari)

6,93

4,47 4,44 5,20 4,77

6,15

10,35

12,09

10,76

8,49 9,14

6,37

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

2010 2011 2012 2013 2014 2015

TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )

6-5

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Penyebaran TPT di Provinsi Maluku lebih tinggi dibanding Provinsi Maluku Utara. Secara

umum tingkat TPT seluruh provinsi mengalami penurunan dari tahun 2010-2015 (Tabel 6.5),

rata-rata pengurangan terbesar mencapai 0,61 persen di Provinsi Maluku, sementara Provinsi

Maluku Utara hanya mencapai 0,18 persen. Perbandingan TPT di wilayah perdesaan dan

perkotaan antarprovinsi menunjukkan dominasi di perkotaan di Provinsi Maluku Utara,

sementara di Provinsi Maluku didominasi oleh perdesaan.

Tabel 6.5

Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2015, (%).

Provinsi TPT_% ( Februari )

Δ 2008-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Maluku 11,05 10,38 9,13 7,72 7,11 6,73 6,59 6,72 0,61

Maluku Utara 7,03 6,61 6,03 5,62 5,31 5,51 5,65 5,56 0,18

Kep. MALUKU 9,32 8,77 7,88 6,86 6,38 6,24 6,21 6,23 0,42

TPT Nasional 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92 5,70 5,84 0,38

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Gambar 6.5

Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Kepulauan Maluku, Tahun 2015, (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Tingkat pengangguran di Maluku didominasi perdesaan, sedangkan di Maluku utara tingkat pengangguran utama didominasi perkotaan

Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan

di wilayah Maluku pada tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok berpendidikan SMA

(47,17%) berikutnya berpendidikan Diploma+Universitas dan <SD masing-masing sebesar

29,28 persen, dan 13,41 persen. Namun, kondisi pendidikan pengangguran terbuka tersebut

masih lebih baik dibanding dengan rata-rata pendidikan dari pengangguran terbuka tingkat

nasional, Lihat Gambar 6.6 dan Tabel 6.5.

7,28

4,89

5,94

7,22

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

Maluku Maluku Utara

TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )

6-6

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.6

Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Kepulauan Maluku, 2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Persentase pendidikan pengangguran terbuka di Kepulauan Maluku> 50 persen tamatan SMA dan Diploma+Universitas

Pengangguran terbuka berdasarkan komposisi tingkat pendidikan tertinggi yang

ditamatkan antarprovinsi, sebagian besar berpendidikan SMTA dan Diploma+Universitas.

Pengangguran terbuka dengan pendidikan Diploma+Universitas tertinggi terdapat di Provinsi

Maluku. Kondisi ini mengindikasikan fenomena pengangguran di wilayah Maluku lebih banyak

dihadapi kelompok berpendidikan sekolah menengah sampai dengan sarjana. Lihat Tabel 6.6.

Tabel 6.6

Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015.

Provinsi Tidak/Belum

Pernah Sekolah

Tidak/Belum Tamat SD

Tamatan Tertinggi

Jumlah SD SMP

SMA (Umum)

SMA (Kejuruan)

Diploma I/II/III

Universitas

Maluku 2,23 8,22 6,22 39,07 9,78 12,96 20,53 100,00

Maluku Utara - 7,15 9,53 16,65 37,45 6,94 10,66 11,63 100,00

P. MALUKU 0,62 4,08 8,71 10,15 38,46 8,71 12,10 17,18 100,00

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2015.

Kemiskinan, perkembangan kemiskinan di wilayah Maluku dalam kurun waktu 2010-

2015 cenderung menurun, namun kondisi kemiskinan di perkotaan cenderung meningkat.

Perkembangan kemiskinan di Provinsi Maluku pada tahun 2015 masih berada diatas rata-rata

kemiskinan nasional, yaitu sebesar 19,51 persen, sementara Provinsi Maluku dibawah rata-rata

kemiskinan nasional yaitu 6, 84 persen. Jumlah penduduk di Kepulauan Maluku tahun 2015

(maret) mencapai 408,31 ribu jiwa atau 1,43 persen (Gambar 6.7) dari total penduduk miskin di

Indonesia atau menurun rata-rata sebanyak 12,58 ribu jiwa per tahun, dan sebagian besar

penduduk miskin berada di daerah perdesaan.

0,62 4,08

8,71

10,15

38,46

8,71

12,10

17,18

Kep. Maluku

Tidak/Belum Pernah Sekolah

Tidak/Belum Tamat SD

SD

SMP

SMA (Umum)

SMA (Kejuruan)

Diploma I/II/III

Universitas

6-7

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.7

Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret).

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Jumlah penduduk miskin Kepulauan Maluku tahun 2014 sebesar 408,31 ribu jiwa atau 1,43 persen dari total penduduk miskin nasional

Gambar 6.8

Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Kepulauan Maluku Tahun 2008-2015 (Maret).

Sumber : Susenas (Maret), BPS 2015

Penduduk miskindii Maluku sebagian besar di daerah perdesaan

Penyebaran penduduk miskin terbesar terdapat di Provinsi Maluku (80,43%) dan

jumlah penduduk miskin terrendah di Provinsi Maluku Utara 19,57 persen. Sementara untuk

persentase tingkat kemiskinan seluruh provinsi dari 2010-2014 menunjukan menurun, namun

pada tahun 2015 di Provinsi Maluku sedikit meningkat.

22,27

54,73

3,44 7,40 6,94

1,43 3,79

P. Sumatera

P. Jawa+Bali

P. Kalimantan

P. Sulawesi

P. Nusa Tenggara

P. Maluku

P. Papua

0

100

200

300

400

500

600

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Jumlah PendudukMiskin ( Maret )

Jumlah PendudukMiskin Perkotaan (Maret )

Jumlah PendudukMiskin Perdesaan (Maret )

6-8

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.9

Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2015 (Maret), (dalam persen).

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

80,43 persen penduduk miskin Kepulauan Maluku berada di Provinsi Maluku

Tabel 6.7

Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku,

Tahun 2010-2015.

Provinsi Persentase Penduduk Miskin ( Maret )

Δ 2008-2015

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Maluku 29,66 28,23 27,74 23,00 21,00 19,49 19,13 19,51 1,76

Maluku Utara 11,28 10,36 9,42 9,18 8,00 7,50 7,30 6,84 0,66

NASIONAL 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 11,25 11,22 0,70

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Indek Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur

capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas

hidup. Pembangunan manusia menjadi aspek yang sangat penting dalam pembangunan suatu

daerah. Namun perekonomian suatu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi,

tetapi masalah pengangguran, kemiskinan juga tinggi. Berdasarkan model perhitungan IPM

baru, enam provinsi memiliki nilai IPM dibawah rata-rata IPM nasional. Sementara menurut

perkembangannya, dalam kurun waktu 2010-2014 IPM seluruh provinsi meningkat, dengan IPM

tertinggi di Provinsi Maluku atau berada diurutan ke-24 secara nasional, dan terendah di

Provinsi Maluku Utara atau berada diurutan ke-27 secara nasional.

Maluku 80,43%

Maluku Utara 19,57%

Distribusi Penduduk Miskin 2015 ( Maret )

6-9

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.10

Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pemabngunan Manusia Antarprovinsi Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Gambar 6.11

Perkembangan IPM menurut Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Kualitas sumberdaya manusia menunjukan trend meningka, namun masih dibawah rata-rata nasional

6.2. DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA

Pendidikan. Perkembangan tingkat pendidikan di Kepulauan Maluku selama 2008-

2013 ditunjukan dengan indikator kinerja pendidikan, yang meliputi: Angka Rata-rata Lama

Sekolah (RLS), Angka Melek Huruf (AMH), Angka Partisipasi Sekolah (APS), dan tingkat

ketersediaan sarana dan prasaran pendidikan sebagai kinerja pelayanan pendidikan.

11 10

9

6

17

23

20

26

16

4

1

12 13

2

18

8

5

30 31

29

21 22

3

14

7

25

15

19

28

32

24

27

33 34

0

5

10

15

20

25

30

35

40

50,00

55,00

60,00

65,00

70,00

75,00

80,00

Ace

h

Sum

ut

Sum

bar

Ria

u

Jam

bi

Sum

sel

Ben

gku

lu

Lam

pu

ng

Bab

el

Kep

ri

DK

I Jak

arta

Jab

ar

Jate

ng

DIY

Jati

m

Ban

ten

Bal

i

NTB

NTT

Kal

bar

Kal

ten

g

Kal

sel

Kal

tim

Kal

tara

Sulu

t

Sult

eng

Suls

el

Sult

ra

Go

ron

talo

Sulb

ar

Mal

uku

Mal

ut

Pu

bar

Pap

ua

P. SUMATERA P. JAWA+BALI P.NUSTRA

P. KALIMANTAN P. SULAWESI P.MALUKU

P.PAPUA

IPM

Ran

kin

g

IPM_Provinsi IPM_Nasional Ranking 2014

58,00

60,00

62,00

64,00

66,00

68,00

70,00

2010 2011 2012 2013 2014

IPM

Maluku

Malut

Indonesia

6-10

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) provinsi di Kepulauan Maluku selama

periode 2008-2013 meningkat dan berada diatas rata-rata RLS nasional, dengan RLS Provinsi

Maluku lebih tinggi dibandingkan Maluku Utara (Gambar 6.12). Sementara untuk perkembangan

Angka Melek Huruf (AMH) selama periode 2008-2013 rata-rata meningkat (Gambar 6.13),

dengan nilai AMH Provinsi Maluku dan Maluku Utara rata-rata berada diatas AMH Nasional, dan

AMH Provinsi Maluku lebih tinggi dibandingkan AMH Maluku Utara.

Gambar 6.12

Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) seluruh provinsi meningkat dan berada atas rata-rata RLS nasional

Gambar 6.13

Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Perkembangan AMH, seluruh provinsi di Kepulauan Maluku meningkat, dan rata-rata berada diatas AMH nasional

8,6 8,63 8,76 8,82

9,15 9,2

8,6 8,61 8,63 8,66 8,71 8,72

7,52 7,72

7,92 7,94 8,08 8,14

7

7,5

8

8,5

9

9,5

10

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Maluku Maluku Utara Nasional

95,44 95,74

96,08 96,19 96,43

97,45

89

90

91

92

93

94

95

96

97

98

99

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Maluku Maluku Utara Nasional

6-11

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) antarprovinsi di wilayah Maluku tahun

2008 dan 2013 (Tabel 6.8), untuk kelompok usia 19-24 tahun dan usia 7-12 tahun rata-rata

meningkat, peningkatan terbesar terdapat di Provinsi Maluku (15,79%) dan (1,25%); untuk

kelompok usia 13-15 tahun rata-rata meningkat di provinsi Maluku Utara yaitu 1,25 persen;

untuk kelompok usai 16-18 provinsi Maluku mengalami peningkatan sebesar 5,28 persen,

sementara provinsi Maluku Utara mengalami penurunan.

Tabel6.8

Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah Antarprovinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2008 dan 2013.

Provinsi

2008** 2013 Δ2008-2013

7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24

Maluku 97,52 91,20 71,95 18,13 98,77 94,32 69,90 33,92 1,25 3,12 -2,06 15,79

Maluku Utara 96,80 89,20 63,39 16,60 97,97 93,28 68,67 25,99 1,17 4,08 5,28 9,38

INDONESIA 97,88 84,89 55,50 13,29 98,36 90,68 63,48 19,97 0,48 5,79 7,98 6,68

Sumber: BPS, Tahun 2013.

Akses masyarakat terhadap pendidikan untuk jenjang SD, SMP, SMA dan Perguruan

Tinggi cukup baik, hal ini ditunjukan dengan jarak tempuh rata-rata untuk sekolah

SD/SMP/SMA/PT relatif lebih baik dan jauh dibawah rata-rata nasional. Seperti yang disajikan

pada Tabel 6.8, Jarak tempuh terhadap sekolah SD di Provinsi Maluku lebih baik dibandingkan

Maluku Utara, sebaliknya jarak tempuh terhadap sekolah SMP/SMA/PT provinsi Maluku Utara

lebih baik dari Provinsi Maluku.

Tabel 6.9

Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Kepulauan

Maluku Tahun 2012.

Provinsi Jenjang Pendidikan

SD/MI SMP/MTs SM/MA PT

Maluku 1.09 2.02 2.06 9.73

Maluku Utara 1.11 1.44 1.63 9.13

INDONESIA 2.09 4.46 6.98 13.91

Sumber : Statistik Pendidikan 2012, BPS

Kondisi pendidikan menurut rasio murid terhadap sekolah, perkembangan rasio murid

terhadap sekolah untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA secara umum mengalami

peningkatan (Tabel 6.10). Hal ini menunjukan bahwa kesempatan penduduk untuk akses

pendidikan semakin meningkat. Rasio murid terhadap jumlah sekolah untuk jenjang SD, SMP

maupun SMA paling baik terdapat di Provinsi Maluku.

6-12

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Tabel 6.10

Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan

Jenjang Pendidikan di Kepulauan Maluku Tahun 2011 dan 2014.

Provinsi

Rasio Murid/sekolah

SD SMP SMA

2011 2014 2011 2014 2011 2014

Maluku 158.59 151.56 167.86 149.84 262.44 234.07

Maluku Utara 138.50 139.41 155.19 129.66 181.26 161.26

NASIONAL 181.08 173.27 264.74 242.07 328.83 305.50

Sumber: BPS, Tahun 2014

Perkembangan jumlah rasio murid terhadap jumlah guru untuk jenjang pendidikan SD,

SMP, dan SMA rata-rata mengalami perbaikan, kecuali untuk SD di Provinsi Maluku Utara dan

untuk SMP dan SMA di Provinsi Maluku. Rasio jumlah murid dan guru untuk jenjang pendidikan

SD Provinsi Maluku cukup baik dibandingkan provinsi Maluku Utara yaitu dengan angka rasio

sebesar 15,08. Sementara untuk jenjang pendidikan SMP dan SMA, Provinsi Maluku Utara cukup

baik dibandingkan Provinsi Maluku dengan rasio sebesar 15,81 dan 15,74.

Tabel 6.11

Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang

Pendidikan di Kepulauan Maluku Tahun 2011 dan 2014.

Provinsi

Rasio murid/guru

SD SMP SMA

2011 2014 2011 2014 2011 2014

Maluku 16.37 14.75 14.03 14.02 13.01 16.55

Maluku Utara 19.62 22.45 12.70 13.69 14.70 14.36

Nasional 17.42 16.53 15.06 14.53 16.19 16.06

Sumber: BPS, Tahun 2014

Kesehatan. Perkembangan derajat kesehatan penduduk antarprovinsi di wilayah

Maluku selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh

menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKBA), dan meningkatnya

Umur Harapan Hidup (UHH). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi

kesehatan secara nasional yang cenderung terus membaik.

Angka Kematian Bayi, Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

2014, Angka Kematian Bayi (AKB) antarprovinsi di wilayah Maluku, sebagian besar provinsi

memiliki AKB di atas rata-rata AKB nasional (26,6 kematian per 1.000 kelahiran hidup). AKB

tinggi di Provinsi Maluku sebesar 45,9 persen kematian per 1.000 kelahiran hidup dan rendah di

Provinsi Maluku Utara sebesar 37 kematian per 1.000 kelahiran hidup.

6-13

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.14

Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2010-2014.

Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi

AKB Provinsi Maluku dan Maluku Utara tergolong masih tinggi dan berada diatas rata-rata AKB nasional

Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan indikator gizi buruk pada balita, merupakan

gangguan pertumbuhan bayi yang terjadi sejak usia dini (4 bulan) yang ditandai dengan

rendahnya berat badan dan tinggi badan, dan terus berlanjut sampai usia balita. Hal tersebut

terutama disebabkan rendahnya status gizi ibu hamil. Perkembangan gizi buruk pada balita

tahun 2014 di Provinsi Maluku Utara mencapai 663 jiwa meningkat cukup tajam dari jumlah gizi

buruk tahun 2013 (Gambar 6.15).

Gambar 6.15

Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku,

Tahun 2010-2014, (jiwa).

Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi)

Jumlah Gizi buruk pada Balita tahun 2014 di Provinsi Maluku Utara meningkat tajam dari tahun 2013

48,6 48 47,3 46,6 45,9

39,8 39,2 38,4 37,6 37

29,3 28,6 27,9 27,2 26,6

20

25

30

35

40

45

50

55

2010 2011 2012 2013 2014

Maluku

Maluku Utara

Nasional

152

110

316

87

223

328

208

663

0

100

200

300

400

500

600

700

Maluku Maluku Utara

2011

2012

2013

2014

6-14

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Umur Harapan Hidup, berdasarkan estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) antarprovinsi

di wilayah Maluku selama periode 2008-2013 menunjukkan peningkatan (Gambar 6.16), sejalan

dengan perkembangan UHH secara nasional. Estimasi UHH antarprovinsi di wilayah Maluku

tahun 2013 berada di bawah UHH nasional, Provinsi dengan UHH tertinggi berada di Maluku

67,88 tahun, dan rendah di Provinsi Maluku Utara sebesar 66,97 tahun.

Gambar 6.16

Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku,Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Kondisi UHH Provinsi Maluku dan Maluku Utara masih dibawah rata –rata UHH nasional

Jumlah kasus AIDs di Kepulauan Maluku tahun 2013, Provinsi Maluku menempati urutan

pertama yaitu sebanyak 125 kasus, selanjutnya dikuti Provinsi Maluku Utara sebanyak 42 kasus.

Gambar 6.17

Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus)Per Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Kasus AIDs tinggi terdapat di Maluku

67 67,2 67,4 67,6 67,84 67,88

65,4 65,7

66,01 66,31

66,65 66,97

69 69,21 69,43 69,65

69,87 70,07

64

65

66

67

68

69

70

71

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Maluku Maluku Utara Nasional

125

42

0

20

40

60

80

100

120

140

MALUKU MALUKU UTARA

Kasus Baru AID

6-15

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.18

Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Prevalensi Status Gizi Balita menurut tinggi badan sebagian besar termasuk kategori normal

Perumahan, Tempat tinggal memiliki peran strategis dalam membentuk watak dan

kepribadian bangsa. Hal ini merupakan salah satu upaya membangun manusia Indonesia yang

berjati diri, mandiri, dan produktif. Sehingga kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan

dasar setiap manusia, yang akan terus berkembang sesuai dengan tahapan dan siklus kehidupan.

Perumahan yang layak huni harus dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum,

diantaranya adalah penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon,

jalan, dan infrastruktur lainnya.

Berdasarkan lokasi permukiman di Kepulauan Maluku, beberapa provinsi masih banyak

desa dengan lokasi permukiman pada lokasi yang membahayakan, dan tidak nyaman. Pada tahun

2014 tercatat total jumlah desa dengan kondisi permukiman kumuh sebanyak 82 desa, dengan

penyebaran terbanyak di Provinsi Maluku yaitu 61 desa, sementara Maluku utara sebanyak 21

desa. Sementara total jumlah desa lokasi permukiman di bantaran sungai sebanyak tercatat

sebanyak 195 desa, dengan penyebaran terbesar di Provinsi Maluku sebanyak 185 desa.

20,4 18,3

20,2 22,8

59,4 59

0

10

20

30

40

50

60

70

Maluku Maluku Utara

%

Sangat Pendek (%) Pendek (%) Normal (%)

6-16

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.19

Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Kepulauan Maluku Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman kumuh terbesar di Provinsi Maluku

Gambar 6.20

Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Kepulauan Maluku, Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman dibantaran Sungai terbesar di Provinsi Maluku

Perkembangan jumlah rumah tangga dengan jenis lantai terluas secara umum sebagain

besar kondisi permukiman di Kepulauan Maluku menggunakan lantai bukan tanah (Tabel 6.12).

Perkembangan persentase rumah tangga dengan lantai bukan tanah terus meningkat dari tahun

2010-2013, dan rata-rata berada diatas angka nasional. Untuk luas lantai, sebagian besar

persentase rumah tangga memiliki luas lantai 20-49 m2 dan 50-99 m2, sementara untuk luas

lantai > 100 m2 relatif kecil (Tabel 6. 13).

61

21

0

10

20

30

40

50

60

70

Maluku Maluku Utara

Pemukiman Kumuh

185

110

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

Maluku Maluku Utara

Bantaran / Tepi Sungai

6-17

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Tabel 6.12

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas

di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2013.

Provinsi

Persentase Rumah Tangga berdasarkan Jenis Lantai terluas (Persen)

Tanah (1) Bukan tanah

2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014

Maluku 13,59 11,37 12,35 10,44 8,3 86,41 88,63 87,65 89,56 91,7

Maluku Utara 14,62 14,58 10,65 11,72 10,97 85,38 85,42 89,35 88,28 89,03

INDONESIA 11,5 9,21 8,55 8,85 8,13 88,5 90,79 91,45 91,15 91,87

Sumber: BPS, Tahun 2014

Tabel 6.13

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Kepulauan Maluku

Tahun 2014.

Provinsi Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai (m2) (Persen)

<19 20-49 50-99 100-149 150+ Total

Maluku 3,16 42,3 42,2 7,77 4,58 100

Maluku Utara 3,27 27,48 52,95 13,44 2,86 100

INDONESIA 5,04 31,03 44,98 12,24 6,71 100

Sumber: BPS, Tahun 2014

Persentase jumlah rumah tangga menurut penerangan listrik PLN, secara umum

persentase rumah tangga di perkotaan maupun di perdesaan dengan penerangan listrik PLN

pada tahun 2013 masih berada dibawah rata-rata nasional (Tabel 6.14). Selama periode 2009

dan 2013 persentase jumlah rumah tangga dengan penerangan listrik PLN meningkat.

Sementara untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak dan air

minum layak meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 6.15), namun masih banyak jumlah rumah

yang berada dibawah rata-rata nasional, kecuali di Provinsi Maluku.

Tabel 6.14

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber

Penerangan Listrik PLN di Kepulauan Maluku Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

2009 2013

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perdesaan Perdesaan

Maluku 92,17 59,46 68,10 95,67 63,08 75,70

Maluku Utara 90,37 44,38 57,99 97,23 63,74 73,35

Rata-rata Nasional 97,05 81,99 89,29 99,11 87,27 93,17

Sumber: BPS, Tahun 2014

Persentase jumlah rumah tangga menurut sumber air minum layak, secara umum

menunjukan peningkatan dari tahun 2009, dengan komposisi persentase jumlah rumah tangga

di perkotaan lebih besar dari pada di perdesaan (Tabel 6.15). Jika dibandingkan terhadap rata-

rata nasional, kondisi di Kepulauan Maluku berada dibawah rata-rata nasional. Persentase

jumlah rumah tangga dengan air minum layak di Provinsi Maluku lebih tinggi dibandingkan

Provinsi Maluku Utara.

6-18

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Sementara untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak

meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 6.15), namun masih berada dibawah rata-rata nasional,

kecuali di Provinsi Maluku Utara. Persentase terbesar untuk rumah tangga dengan sanitasi layak

di Provinsi Maluku (62,39%) lebih tinggi dibandingkan Maluku Utara (57,72%).

Tabel 6.15

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum

Layak Per-Provinsi, di Kepulauan Maluku Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

2009 2013

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perdesaan Perdesaan

Maluku 74,72 48,59 55,5 77,77 44,43 57,56

Maluku Utara 66,56 34,16 43,75 81,85 51,12 59,65

NASIONAL 49,82 45,72 47,71 79,34 56,17 67,73

Sumber: BPS, Tahun 2014

Tabel 6.16

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di

Kepulauan Maluku Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi (%)

2009 2010 2011 2012 2013

Maluku 38,69 48,28 50,75 53,17 62,39

Maluku Utara 43,18 53,26 52,53 55,52 57,72

Nasional 51,19 55,53 55,60 57,35 60,91

Sumber: BPS, Tahun 2014

6.3. DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

6.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan

Tanaman Pangan. Produksi padi di Kepulauan Maluku tahun 2015 mencapai 188.544

ton atau sekitar 0,25 persen dari total produksi nasional, dengan produktivitas 4,28 ton/ha

(lebih rendah dari produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi padi di Kepulauan

Maluku rata-rata meningkat 9,45 persen per tahun (dalam periode 2007-2015), dengan

peningkatan luas panen rata-rata 4,15 persen per tahun. Produksi padi terbesar di Provinsi

Maluku mencapai 109.478 ton atau 58,06 persen dari produksi padi Kepulauan Maluku.

6-19

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.21

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2006-2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Produksi padi tahun 2015 sebesar 188.544 ton atau 0,25 persen dari total produksi nasional

Gambar 6.22

Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2015.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Perkembangan produksi jagung tahun 2015 mecapai 34.688 ton atau sekitar 0,17 persen

dari total produksi jagung nasional, dengan produktivitas 3,45 ton/ha (lebih rendah dari

produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi jagung di Kepulauan Maluku rata-rata

meningkat 121.192 ton per tahun (dalam periode 2008-2015), luas panen menurun rata-rata

410 ha per tahun. Produksi jagung terbesar di Provinsi Maluku Utara mencapai 19.279 ton atau

55,58 persen dari produksi padi Kepulauan Maluku.

10

9.0

48

10

5.6

63

12

7.4

25

13

6.1

28

13

8.5

10

13

4.5

76

14

9.9

57

18

4.1

80

17

2.2

61

18

8.5

44

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

140.000

160.000

180.000

200.000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Produksi Tanaman Padi Produktivitas (ton/ha)_Maluku

Produktivitas (ton/ha)_Nasional

24,39

52,09

4,19

7,03

11,71

0,25 0,34

Produksi Padi menurut Pulau (%)

P. SUMATERA

P.JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

KEP. MALUKU

P. PAPUA

58,06

41,94

Produksi Padi menurut Provinsi di Kepulauan Maluku (%)

Maluku

Maluku Utara

6-20

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.23

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2006-2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Produktivitas jagung Maluku masih dibawah rata-rata produktivitas jagung nasional

Gambar 6.24

Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Perkembangan produksi kedelai tahun 2015 mencapai 1.933 ton atau sekitar 0,14

persen dari total produksi kedelai nasional, dengan produktivitas 1,16 ton/ha (lebih rendah dari

produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi kedelai di Kepulauan Maluku rata-rata

meningkat 8.207 ton per tahun (dalam periode 2008-2015), luas panen menurun rata-rata 61 ha

persen per tahun. Produksi kedelai terbesar di Provinsi Maluku mencapai 1.162 ton atau 60,11

persen dari produksi kedelai Kepulauan Maluku.

25

.61

5

26

.47

8

30

.41

7

34

.08

8

35

.81

9

40

.02

4

43

.82

4

41

.36

1

30

.12

3

34

.68

8

3,45

5,17

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produktivitas Produksi (ton)

Produksi Kep. Maluku Produktivitas Kep. Maluku

Produktivitas Nasional

21,61

52,89

8,50

1,49

15,30

0,17 0,04

Produksi (Ton)

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

44,42

55,58

Produksi (Ton)

MALUKU

MALUKU UTARA

6-21

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.25

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2006-2014.

Sumber: Badan Pusat Statistik 2014

Produktivitas kedelai Maluku masih dibawah rata-rata produktivitas kedelai nasional

Gambar 6.26

Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

2.5

97

1.2

82

2.8

41

2.2

31

2.1

27

1.3

97

1.6

51

1.4

81

1.3

40

1.9

33

1,16

1,56

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Kep. Maluku Produktivitas_Maluku Produktivitas_Nasional

11,64

66,00

10,46

1,54

9,70

0,14 0,52

Produksi (Ton)

P. Sumatera

P. Jawa+Bali

P. Nusa Tenggara

P. Kalimantan

P. Sulawesi

Kep. Maluku

P. Papua

60,11

39,89

Produksi (Ton)

MALUKU MALUKU UTARA

6-22

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Tabel 6.17

Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi

di Kepulauan Maluku Tahun 2015.

Provinsi

Padi Jagung Kedelai

Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produkti vitas

(ton/ha)

Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produkti vitas

(ton/ha)

Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produkti vitas

(ton/ha)

Maluku 21.525 109.478 5,09 3.591 15.409 4,29 1.040 1162 1,12 Maluku Utara 22.566 79.066 3,50 6.456 19.279 2,99 621 771 1,24

KEP. MALUKU 44.091 188.544 4,28 10.047 34.688 3,45 1.661 1.933 1,16

% Nasional 12,20 11,71

16,60 15,30

9,68 10,11

Sumber: BPS, Tahun 2014

Tanaman Perkebunan. Kepulauan Maluku merupakan penghasil tanaman perkebunan

di Indonesia, dengan komoditas utamanya adalah kelapa sawit, Kelapa dan Kakao (Tabel 6.18).

Produksi kelapa sawit Kepulauan Maluku tahun 2014 sebesar 15,73 ribu ton atau 0,05 persen

dari produksi kelapa sawit nasional menurun dibandingkan produksi tahun 2012, selain kelapa

sawit, komoditas lainnya adalah Kelapa dengan produksi mencapai 344,22 ribu ton atau sekitar

11,36 persen dari total produksi Kelapa nasional, dan Kakao sebesar 18,75 ribu ton atau 2,64

persen dari produksi Kakao nasional.

Tabel 6.18

Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2012 dan 2014.

Komoditas P. Maluku (ribu ton) Nasional (ribu ton) P. Maluku (%)

2012 2014 2012 2014 2012 2014

Kelapa Sawit 563,85 15,73 26.015,5 29.344,5 2,17 0,05

Kelapa 123,37 344,22 2.938,4 3.031,3 4,20 11,36

Karet - 0,79 3.012,3 3.153,2 - 0,03

Kopi 0,92 0,84 691,2 685,1 0,13 0,12

Kakao 22,73 18,75 740,5 709,3 3,07 2,64

Sementara penghasil kelapa terbesar di Kepulauan Maluku terdapat di Provinsi Maluku Utara

dengan produksi 248,76 ribu ton atau 72,27 persen dari total produksi Kelapa di Maluku

Tabel 6.19

Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Kepulauan Maluku menurut Provinsi, Tahun 2014.

Provinsi Kelapa Sawit Kelapa Karet Kopi Kakao

(ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) (ton) (%)

Maluku 15,73 100,00 95,46 27,73 0,79 100,00 0,41 48,81 8,26 44,05

Maluku Utara - - 248,76 72,27 - 0,00 0,43 51,19 10,49 55,95

Kep. Maluku 15,73 100,00 344,22 100,00 0,79 100,00 0,84 100,00 18,75 100,00

Sumber: BPS, Tahun 2014

Peternakan. Populasi ternak besar di kepulauan Maluku terbesar adalah babi dengan

jumlah populasi tahun 2013 mencapai 387.947 ekor, selanjutnya diikuti kambing dan sapi

dengan populasi masing-masing 386.280 ekor dan 163.831 ekor. Sementara untuk jenis ternak

unggas populasi terbesar adalah jenis ayam ras pedaging dan itik dengan populasi tahun 2013

sebesar 566.855 ekor dan 537.133 ekor.

6-23

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.27

Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (dalam ekor).

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

Populasi terbesar untuk ternak besar adalah kambing, babi, dan sapi

Tabel 6.20

Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013.

Provinsi Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi

Maluku 95.156 23.116 285.448 24.747 15.557 330.929

Maluku Utara 68.675 306 100.832 - 56 57.018

Kep. MALUKU 163.831 23.422 386.280 24747 15.613 387.947

% terhadap Nasional 0,99 1,58 2,08 0,17 3,44 4,70

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

Gambar 6.28

Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (dalam ekor).

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013.

Populasi ternak ungags adalah jenis ayam ras pedaging.

0

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

400.000

450.000

2009 2010 2011 2012 2013*)

Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi

0

200.000

400.000

600.000

800.000

1.000.000

1.200.000

2009 2010 2011 2012 2013*)

Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik

6-24

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Tabel 6.21

Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013,

(ribu ekor).

Provinsi

Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik

Populasi Pertumbuhan(%) Populasi Pertumbuhan(%) Populasi Pertumbuhan(%)

Maluku 139.089 6,59 38.061 6,59 484.290 9,12

Maluku Utara 427.766 70,30 35.910 107,44 52.843 -15,21

Kep. MALUKU 566.855 48,52 73.971 39,52 537.133 6,13

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

6.3.2. Pengembangan Sektor Energi

Perkembangan produksi energi listrik di Wilayah Kepulauan Maluku mengalami

peningkatan dari dalam empat tahun terakhir. Produksi listrik tahun 2013 mencapai mencapai

809,42 GWh atau meningkat sebesar 14,24 persen, dengan sumber utama produksi energi listrik

dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD). Sementara untuk rasio elektrifikasi,

sebagian besar provinsi di Kepulauan Maluku memiliki rasio elektrifikasi dibawah rasio

elektrifikasi nasional.

Gambar 6.29

Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Kepulauan Maluku dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

Rasio elektrifikasi di Kepulauan Maluku tahun 2013 mencapai 66,1 persen meningkat dari tahun 2009, namun kondisi rasio elektrifikasi masih juah dibawah rata-rata rasio elektrifikasi nasional

64,87

60,63

70,61

72,90

66,1

66,28

67,15

72,95

76,56

78,06

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00

2009

2010

2011

2012

2013

NASIONAL P. MALUKU

6-25

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.30

Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (dalam persen).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

Rasio elektrifikasi provinsi di Kepulauan Maluku rata-rata masih berada dibawah rasio elektrifikasi nasional

Gambar 6.31

Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (KWg/Kapita).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

KWh perkapita provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku rata-rata masih dibawah KWh perkapita nasional

Gambar 6.32

Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2010-2013, (dalam MGh).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

Produksi energi listrik di Kepulauan Maluku meningkat dari tahun 2010-2013

67,58 63,83

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

Maluku Maluku Utara

Rasio Elektrifikasi_Provinsi Rasio Elektrifikasi_Nasional

288,60 232,40

753,70 753,70

0,00

100,00

200,00

300,00

400,00

500,00

600,00

700,00

800,00

Maluku Maluku Utara

KWh jual/kapita_Provinsi KWh jual/kapita_Nasional

542,98 628,18

716,77 809,42

-

200,00

400,00

600,00

800,00

1.000,00

2010 2011 2012 2013

Kep. MALUKU

6-26

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

6.3.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan

Perikanan dan Kelautan. Tingkat perkembangan produksi perikanan tangkap dan

budidaya tahun 2013 di Kepulauan Maluku rata-rata meningkat, Produksi perikanan tangkap

2013 mencapai 703.368 ton meningkat sebesar 216.065 ton dari tahun 2009 atau meningkat

peningkatan rata-rata 11,17 persen per tahun, dan perikanan budidaya 691.319 ton atau

meningkat sebesar 635.259 ton dari produksi tahun 2009 dengan tumbuh rata-rata 148,81

persen per tahun.

Gambar 6.33

Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Kepulauan Maluku Tahun 2009-2013, (dalam ton).

Sumber: BPS, Tahun 2013

Produksi perikanan terbesar di Maluku berasal dari perikanan tangkap

Gambar 6.34

Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Kepulauan Maluku terhadap Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).

Produksi perikanan budidaya tahun 2013 sebesar 691.319 ton atau sekitar 5,20 persen dari produksi perikanan budidaya nasional;

Sumber: BPS, Tahun 2013

Distrinbusi perikanan tangkap Kepulauan Maluku sebesar 703.368ton atau sekitar 11.52 persen terbesar dari nasional.

56

.06

0

32

7.4

44

68

0.3

04

60

0.3

84

69

1.3

19

48

7.3

21

70

7.0

77

71

8.1

95

68

8.2

41

70

3.3

86

-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000

2009 2010 2011 2012 2013

Pro

du

ksi (

ton

)

Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap

9,49

20,22

19,31

4,29

40,84

5,20 0,65

Distribusi Produksi Perikanan Budidaya (%)

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

28,76

20,09

4,09

10,77

18,08

11,52 6,69

Distribusi Produksi Perikanan Tangkap

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

6-27

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.35

Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku, Tahun 2012 (dalam persen).

Produksi perikanan tangkap terbesar berada di Provinsi Malukusebesar 70,17 persen

Sumber: BPS, Tahun 2013

Produksi perikanan budidaya terbesar terdapat di Provinsi Malukusebesar 85,64 persen

6.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri.

Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan salah satu sektor untuk mendorong

perekonomian daerah dan nasional. Potensi sektor pariwisata di Kepulauan Maluku yang

tersebar di 5 provinsi cukup potensial yang meliputi wisata budaya, wisata alam bahari, agro

wisata, dan lain-lain. Untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata sebagai produk

unggulan daerah di masa mendatang, pemerintah harus melakukan pembangunan sarana dan

prasarana penunjang pariwisata yang lebih memadai.

Salah satu indikator kinerja sektor pariwisata dapat ditunjukan dengan perkembangan

jumlah wisatawan baik yang berasal dari mancanegara maupun domestik, serta jumlah

ketersediaan akomodasi dari hotel dan restoran yang tersedia. Perkembangan jumlah tamu

asing dan domestik dari tahun 2010-2014 meningkat, pada tahun 2014 jumlah kunjungan tamu

asing mencapai 19.831 orang atau rata-rata meningkat sebesar 64,69 persen per tahun,

70,17

29,83

Distribusi Tangkap

Maluku

Maluku Utara

85,64

14,36

distribusi Budidaya

Maluku

Maluku Utara

6-28

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

sementara jumlah tamu domestik mencapai 678.060 meningkat dibandingkan tahun

sebelumnya atau rata-rata meningakat sebesar 60,48 persen per tahun.

Tabel 6.22

Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2003-2014 (orang).

Asing

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata

Pertumbuhan 2010-2014

M a l u k u 2,965 2,803 2,926 6,260 19,084 79.43

Maluku Utara 151 703 1,694 3,532 747 134.04

Kep. MALUKU 3,116 3,506 4,620 9,792 19,831 64.69

Sumber: BPS Tahun 2014

Tabel 6.23

Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2003-2014, (orang).

Domestik

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata

Pertumbuhan 2010-2014

M a l u k u 54,209 117,856 146,266 316,080 438,163 74.06

Maluku Utara 62,970 130,133 141,396 232,296 239,897 45.72

Kep. MALUKU 117,179 247,989 287,662 548,377 678,060 60.48

Sumber: BPS Tahun 2014

Pengembangan usaha Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan kekuatan strategis dan

penting untuk mempercepat pembangunan daerah. Sektor ini memberikan kontribusi signifikan

terhadap pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja. Usaha IMK umumnya merupakan

usaha rumah tangga dan masyarakat menengak-kecil dimana dalam pengembangannya masih

memerlukan pembinaan terutama dalam aspek pemasaran, permodalan dan pengelolaan. Peran

IMK memiliki posisi penting untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah dan

mengurangi kesenjangan (gap) pendapatan.

Perkembangan jumlah IMK di Kepulauan Maluku dalam 2 tahun terakhir cenderung

menurun, jumlah IKM tahun 2014 sebanyak 44.598 IKM meningkat dari tahun 2013 (44.305),

dengan jumlah UKM terbanyak terdapat di Provinsi Maluku yaitu sebanyak 36.640 IKM (Gambar

6.39). Sementara untuk total output IKM Kepulauan Maluku sebesar Rp. 2.290.032 juta

meningkat dari tahun 2013, dan jumlah tenaga kerja sebanyak 68.458 jiwa atau menurun

sebesar 9,79 persen dari jumlah tenaga kerja tahun 2013. Nilai output dan tenaga kerja di

Provinsi Maluku jauh lebih besar dari Maluku Utara.

6-29

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.36

Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013 dan 2014, (unit).

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah usaha mikro-kecil Provinsi Maluku hampir 5 kali lebih banyak dibandingkan Maluku Utara

Tabel 6.24

Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut

Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2013 dan 2014.

Provinsi

Tenaga Kerja (orang) Output (Rp. Juta)

2013 2014 Δ 2013-2014 2013 2014 Δ

2013-2014

Maluku 61,487 56,379 (8.31) 1,787,307 1,752,810 (1.93)

Maluku Utara 14,400 12,079 (16.12) 421,944 537,222 27.32

Kep. MALUKU 75,887 68,458 (9.79) 2,209,251 2,290,032 3.66

Sumber: BPS Tahun 2015

6.4. DIMENSI PEMERTAAN DAN KEWILAYAHAN 6.3.1. Kesenjangan Ekonomi Wilayah

PDRB Perkapita, Perkembangan PDRB perkapita Provinsi di Kepulauan Maluku dalam

kurun lima tahun terakhir meningkat. Namun, sebagian besar provinsi masih berada dibawah

rata-rata PDB perkapita nasional. Perbandingan PDRB perkapita antarprovinsi, menunjukan

adanya PDRB perkapita tertinggi mencapai Rp. 16.872,31 ribu per jiwa di Provinsi Maluku utara,

sedangkan di Provinsi Maluku sebesar Rp. 14.230,08 ribu per jiwa.

35.872

8.433

36.640

7.958

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

MALUKU MALUKU UTARA

2013 2014

6-30

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Tabel 6.25

Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa).

Provinsi Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

Maluku 11.951,34 12.477,19 13.129,11 13.574,04 14.230,08

Maluku Utara 14.361,34 14.994,63 15.691,01 16.334,50 16.872,31

Rata-rata Perkapita 33 Prov 28.778,17 30.112,57 31.519,93 32.874,76 34.127,72

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Gambar 6.37

PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2014, (ribu/jiwa)

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2014

Gap PDRB perkapita, PDRB Perkapita tertinggi Provinsi Maluku Utara16.872,31 ribu/jiwa dan terrendah Provinsi Maluku 14.230,08

Distribusi pendapatan. Kriteria Bank Dunia membagi penduduk ke dalam 3 (tiga)

kelompok pendapatan yaitu 40 persen kelompok penduduk berpendapatan rendah, 40 persen

kelompok penduduk berpendapatan sedang dan 20 persen kelompok berpendapatan tinggi.

Berdasarkan Tabel 6.26 dan Gambar 6.38, ketimpangan distribusi pendapatan provinsi di

Kepulauan Maluku dari tahun 2002-2013 dikategorikan sebagai tingkat “ketimpangan rendah”.

Tabel 6.26

Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2002-2013

Provinsi 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Maluku

0.258 0.328 0.31 0.31 0.33 0.41 0.38 0.370

Maluku Utara

0.261 0.332 0.33 0.33 0.34 0.33 0.34 0.318

INDONESIA 0.329 0.363 0.364 0.35 0.37 0.38 0.41 0.41 0.413

Sumber: BPS, Tahun 2013

14.230,08 16.872,31

34.127,72 34.127,72

0,00

5.000,00

10.000,00

15.000,00

20.000,00

25.000,00

30.000,00

35.000,00

40.000,00

Maluku Maluku Utara

rup

iah

/jiw

a

PDRB Perkapita Prov PDRB rata-rata Prov

6-31

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.38

Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Kepulauan Maluku Tahun 2002-2013.

Ketimpangan pendapatan provinsi di Kepulauan Maluku 2002-2013 tergolong kategori rendah

Kesenjangan pendapatan antarwilayah menurut Indeks Williamson (Gambar 6.39),

menunjukan tingkat kesenjangan pendapatan antar provinsi di Kepulauan Maluku tergolong

cukup tinggi, namun menunjukkan perbaikan dari tahun 2009 hingga akhir 2013. Sementara

untuk kesenjangan pendapatan antarkabupaten/kota untuk setiap provinsi (Gambar 6.40),

menunjukan menurun di kedua provinsi, namun tingkat kesenjangan pendapatan di Maluku

Utara lebih rendah dibandingkan Provinsi Maluku.

Gambar 6.39

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau Tahun 2007-2013

0,000

0,100

0,200

0,300

0,400

0,500

0,600

0,700

0,800

0,900

1,000

2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Maluku

Maluku Utara

INDONESIATinggi

Sedang

Rendah

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

2009 2010 2011 2012 2013

Ind

eks

Will

iam

son

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. NUSA TENGGARA,MALUKU & PAPUA

NASIONAL

6-32

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.40

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Kepulauan Maluku, Tahun 2007-2013

Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2007-2013

6.3.2. Infrastruktur Wilayah

Infrastruktur Jalan: Panjang jalan berdasarkan status pembinaannya pada tahun 2013

di wilayah Kepulauan Maluku mencapai 13.440 km meningkat sepanjang 7.986 km dari tahun

2005. Kondisi tingkat kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2013 di wilayah Kepulauan

Maluku sebesar 0,17 km/km2 lebih rendah dari tingkat kerapatan jalan nasional (0,26 Km/Km²),

Sementara dari sisi kualitas jalan negara, kualitas jalan Kepulauan Maluku jalan dengan kondisi

mantap (baik+sedang) mencapai 85 persen sedikit meningkat dibandingkan tahun 2011.

Gambar 6.41

Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Panjang jalan di wilayah Maluku tahun 2013 mencapai 13.440 km atau meningkat 7.986 km dari tahun 2005.

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

2009 2010 2011 2012 2013

Maluku

Maluku Utara

5454

13440

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

2005 2013

Negara

Provinsi

Kab / Kota

Jumlah

6-33

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.42

Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Panjang jalan di provinsi Maluku dan Maluku Utara selama tahun 2005-2013 masing-masing sepanjang 3.642 km dan 4.344 km

Gambar 6.43

Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2013, (dalam Km/Km2).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Tingkat kerapatan jalan provinsi di Kepulauan Maluku tergolong masih rendah dan rata-rata berada dibawah kerapatan jalan nasionl,

4.048

1.406

7.690

5.750

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

Maluku Maluku Utara

2,005 2013

0,09

0,04

0,16

0,26

0,18

-

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

Maluku Nasional Maluku Utara

Provinsi (km/km2)_2005 Provinsi (km/km2)_2013

Nasional. (km/km2)_2013

6-34

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Kepulauan Maluku 2015

Gambar 6.44

Perkembangan Kualitas Jalan menurut di Wilayah Kepulauan Maluku Tahun 2011 dan 2013, (dalam Km).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Kondisi kualitas jalan di Kepulauan Maluku sebagian besar dalam kondisi mantap

62%

25%

5%

8%

2011

Baik

Sedang

Rusak Ringan

Rusak Berat

85%

6% 2%

7%

2013

Baik

Sedang

Rusak Ringan

Rusak Berat

7-1

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

7.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA

Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Pulau Papua dan seluruh provinsi

secara umum tumbuh positif, namun perkembangan ekonomi dalam empat tahun terakhir

melambat. Pertumbuhan ekonomi Pulau Papua tahun 2014 tercatat tumbuh sebesar 3,87 persen

melambat dibandingkan tahun sebelumnya, semua sektor tumbuh positif kecuali pertambangan

dan penggalian, dengan pertumbuhan tertinggi dari sektor administrasi pemerintahan,

penyediaan akomodasi dan makan minum, transportasi dan pergudangan, dan konstruksi.

Tabel 7.1

Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Pulau Papua Tahun 2011-2014.

Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014

1. Pertanian 0,88 5,70 6,13 5,59

2. Pertambangan & Penggalian -13,62 -5,98 6,31 -3,26

3. Industri Pengolahan 4,36 2,76 7,61 4,37

4. Listrik dan Gas 7,89 11,13 8,16 4,62

5. Pengadaan Air 2,23 4,86 5,75 5,75

6. Konstruksi 15,96 13,72 12,93 10,16

7. Perdagangan Besar dan Eceran 10,01 8,77 8,95 7,47

8. Transportasi & Pergudangan 9,34 9,59 8,96 10,75

9. Akomodasi dan Makan Minum 7,60 7,17 9,87 10,88

10. Informasi dan Komunikasi 9,72 11,15 12,26 7,35

11. Jasa Keuangan 10,19 9,94 16,81 8,13

12. Real Estat 12,13 10,44 10,77 8,29

13. Jasa Perusahaan 13,80 6,48 5,95 9,58

14. Administrasi Pemerintahan 10,36 9,55 4,69 13,67

15. Jasa Pendidikan 8,21 7,93 9,92 8,87

16. Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 11,43 8,50 7,74 8,48

17. Jasa lainnya 11,14 8,55 10,31 8,39

Produk Domestik Regional Bruto -2,13 2,27 7,76 3,87

Peranan sektor terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Pulau Papua sektor administrasi pemerintahan,

penyediaan akomodasi dan makan minum, transportasi dan pergudangan, dan konstruksi

7-2

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7.1

Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Papua Atas Dasar Harga

Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen).

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Seluruh provinsi tumbuh positif, namun cenderung melambat

Tabel 7.2

Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas Provinsi di Wilayah Pulau Papua Atas Dasar Harga

Konstan (ADHK) Tahun 2010, Tahun 2011-2014, (dalam persen).

Provinsi

Tahun

2011 2012 2013 2014

Papua barat 3,64 3,63 7,39 5,38

Papua -4,28 1,72 7,91 3,25

P. PAPUA -2,13 2,27 7,76 3,87

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Peran dan Struktur Ekonomi Papua. Peran Pulau Papua dalam pembentukan PDB

nasional sebesar 1,70 persen, dengan kontribusi terbesar berasal dari Provinsi Papua Barat.

Sementara perekonomian Pulau Papua sebagian besar disumbang dari sektor pertambangan

dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor pertanian, sektor kontruksi, dan sektor

administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial. Kelima sektor tersebut

berkontribusi sekitar >70 persen.

-6,00

-4,00

-2,00

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

2011 2012 2013 2014

%

Papua barat Papua

7-3

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7-2

Peran Wilayah Papua terhadap Perekonomian Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Peran Provinsi terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (dalam persen).

Peran Pulau Papua terhadap pembentukan PDB nasional sebesar besar 1,70 persen

Perekonomian Pulau Papua 67,88 persen disumbang dari Provinsi Papua.

Tabel 7.3

Perbandingan Nilai PDRB ADHB AntarProvinsi di Pulau Papua Tahun 2010-2014.

Lapangan Usaha PDRB ADHB (Rp. Miliar)

2010 2011 2012 2013 2014

Papua barat 41.362 44.255 44.423 47.706 58.285

Papua 110.808 108.189 107.891 116.429 123.180

P. Papua 152.170 152.443 152.314 164.134 181.465

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Pengangguran Terbuka, Perkembangan pengangguran terbuka di wilayah Papua

menunjukkan tren menurun selama periode 2010-2015. Jumlah Pengangguran Terbuka di

wilayah Papua pada tahun 2015 mencapai 82.417 jiwa atau sekitar 1,16 persen dari total

pengangguran di Indonesia, dengan pengurangan jumlah pengangguran dari tahun 2010-2015

sebanyak 6.291 jiwa dan sebagian besar terdapat di Papua. Sementara untuk kondisi Tingkat

23,17

58,85

1,41 8,71

5,65 0,52 1,70

Kontribusi Nilai PDRB ADHB Pulau Terhadap PDB Nasional Tahun 2014, (%)

Sumatera

Jawa & Bali

Nusa Tenggara

Kalimantan

Sulawesi

Maluku

Papua

32,12

67,88

Kontribusi Nilai PDRB ADHB Provinsi Terhadap PDRB Pulau Tahun 2014, (%)

Papua barat

Papua

7-4

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Pengangguran terbuka (TPT) sebesar 3,89 persen sedikit meningkat dibandingkan tahun

sebelumnya dengan pengurangan rata-rata sebesar 0,19 persen per tahun, namun kondisi TPT

masih dibawah rata-rata TPT nasional (5,84%), dengan pengurangan angka pengangguran

sebesar 0,38 persen per tahun. Dominasi TPT di Pulau Papua sebagian besar berada di

perkotaan dengan kondisi terakhir (Februari, 2015) sebesar 8,47 persen, dan di perdesaan

sebesar 2,22 persen.

Gambar 7.3 Perkembangan Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau

Papua Tahun 2010-2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Tingkat pengangguran terbuka di Pulau Papua dalam tiga tahun terakhir menunjukkan tren meningkat

Tabel 7.4

Perkembangan Jumlah Pengangguran menurut Provinsi Di Pulau Papua

Tahun 2010-2015, (jiwa).

Provinsi Pengangguran_jiwa ( Februari )

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Papua Barat 28.559 30.422 25.246 16.759 15.073 18.806

Papua 47.567 57.882 46.226 47.656 58.811 63.611

P. Papua 76.126 88.304 71.472 64.415 73.884 82.417

Nasional 8.592.490 8.117.631 7.614.241 7.170.523 7.147.069 7.127.377

% Nasional 0,89 1,09 0,94 0,90 1,03 1,16

Sumber: BPS Tahun 2015

76

.12

6

88

.30

4

71

.47

2

64

.41

5

73

.88

4

82

.41

7

4,96 4,59

3,61

3,11

3,52 3,89

7,41

6,80

6,32 5,92

5,70 5,84

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

90.000

100.000

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Pe

nga

ngg

ura

n T

erb

uka

(jiw

a)

TPT

(%)

Pengangguran_jiwa ( Februari ) TPT_% ( Februari ) TPT Nasional_% (Februari)

7-5

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7.4

Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Papua Tahun 2010-2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Pengangguran terbuka di Pulau Papua sebagian besar terkonsentrasi di Perkotaan

Penyebaran TPT di Provinsi Papua Barat lebih tinggi dibanding Provinsi Papua. Secara

umum tingkat TPT seluruh provinsi mengalami penurunan dari tahun 2010-2015, rata-rata

pengurangan terbesar mencapai 0,52 persen di Provinsi Papua Barat, sementara Provinsi Papua

hanya mencapai 0,07 persen. Perbandingan TPT di wilayah perdesaan dan perkotaan

antarprovinsi menunjukkan dominasi di perkotaan di setiap provinsi. TPT paling dominan di

perkotaan terdapat di Provinsi Papua. Lihat Tabel 7.5.

Tabel 7.5

Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Di Pulau Papua Tahun

2010-2015, (%).

Provinsi

TPT_% ( Februari ) Δ 2008-

2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Papua Barat 9,30 7,73 7,77 8,28 6,57 4,47 3,70 4,61 0,52

Papua 4,85 4,13 4,08 3,72 2,90 2,81 3,48 3,72 0,07

P. Papua 5,95 5,02 4,96 4,59 3,61 3,11 3,52 3,89 0,19

TPT Nasional 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92 5,70 5,84 0,38

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

2,62 1,99 1,87

1,47 1,97 2,22

14,79

12,01

9,20 8,67 8,40 8,47

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

16,00

2010 2011 2012 2013 2014 2015

TPT_Perdesaan ( Februari )

TPT_Perkotaan ( Februari )

7-6

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7.5

Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Tipe Daerah di Pulau Papua, Tahun 2015, (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Tingkat pengangguran di Papua didominasi di perkotaan

Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan

di wilayah Papua pada tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok berpendidikan SMTA

(52,3%) dan Universitas sebesar 20,96 persen. Namun, kondisi pendidikan pengangguran

terbuka tersebut masih lebih baik dibanding dengan rata-rata pendidikan dari pengangguran

terbuka tingkat nasional Lihat Gambar 7.6 dan Tabel 7.5.

Gambar 7.6

Persentase Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Pulau Papua, 2015 (Februari).

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2015

Kualitas pendidikan pengangguran terbuka di Pulau Papua sebagian besar (> 50%) merupakan tamatan SMA dan Diploma+Universitas

Pengangguran terbuka berdasarkan komposisi tingkat pendidikan tertinggi yang

ditamatkan antarprovinsi, sebagian besar berpendidikan SMTA dan Diploma+Universitas.

Pengangguran terbuka dengan pendidikan Diploma+Universitas tertinggi terdapat di Papua

Barat. Kondisi ini mengindikasikan fenomena pengangguran di Wilayah Papua lebih banyak

dihadapi kelompok berpendidikan sekolah menengah sampai dengan sarjana. Lihat Tabel 7.5.

3,10

2,02

5,94

7,22

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

Papua Barat Papua

TPT_Perdesaan ( Februari ) TPT_Perkotaan ( Februari )

4,01 2,48

7,66 8,52

41,53

10,77

4,06

20,96

P. Papua

Tidak/Belum Pernah Sekolah

Tidak/Belum Tamat SD

SD

SMP

SMA (Umum)

SMA (Kejuruan)

Diploma I/II/III

Universitas

7-7

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Tabel 7.6

Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2015.

Provinsi Tidak/Belum

Pernah Sekolah

Tidak/Belum Tamat SD

Tamatan Tertinggi

Jumlah

SD SMP SMA

(Umum) SMA

(Kejuruan) Diploma

I/II/III Universitas

Papua Barat

3,39 12,11 9,27 36,14 3,56 7,04 26,85 100,00

Papua - 2,22 6,34 8,30 43,13 12,90 3,18 19,22 100,00

P. Papua 4,01 2,48 7,66 8,52 41,53 10,77 4,06 20,96 100,00

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2015.

Kemiskinan. Perkembangan kemiskinan di wilayah Papua dalam kurun waktu 2010-

2015 cenderung meningkat, dan kondisi kemiskinan di seluruh provinsi masih berada di atas

rata-rata kemiskinan nasional, yaitu Provinsi Papua sebesar 28,17 persen dan Papua Barat

sebesar 25,82 persen. Jumlah penduduk di Pulau Papua tahun 2015 (maret) mencapai 1.084,52

ribu jiwa atau 3,79 persen (Tabel 7.7) dari total penduduk miskin di Indonesia atau meningkat

rata-rata 14,98 ribu jiwa per tahun dan sebagian besar terdapat di daerah perdesaan.

Gambar 7.7

Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Pulau Tahun 2015 (Maret).

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Jumlah penduduk miskin Pulau Papua tahun 2015 sebesar 1.084,52 ribu jiwa atau 3,79 persen dari total penduduk miskin nasional

22,27

54,73

3,44 7,40 6,94

1,43 3,79

P. Sumatera

P. Jawa+Bali

P. Kalimantan

P. Sulawesi

P. Nusa Tenggara

P. Maluku

P. Papua

7-8

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7-8

Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tipe Daerah di Pulau Papua Tahun 2008-2015 (Maret).

Sumber : Susenas (Maret), BPS 2015

Penduduk miskin Pulau terbesar terkonsentrasi perdesaan

Penyebaran penduduk miskin terbesar terdapat di Provinsi Papua (79,22%). Sementara

untuk persentase tingkat kemiskinan seluruh provinsi dari 2010-2015 menunjukan persentase

kemiskinan menurun namun masih berada diatas rata-rata nasional, dan kemiskinan tertinggi

terdapat di Provinsi Papua.

Gambar 7.9 Distribusi Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Papua, Tahun 2015

(Maret), (dalam persen).

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Jumlah penduduk miskin di Pulau Papua berkurang sebesar 104,87, tingkat kemiskinan menurun rata-rata sebesar 1,25 persen per tahun.

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Jumlah PendudukMiskin ( Maret )

Jumlah PendudukMiskin Perkotaan (Maret )

Jumlah PendudukMiskin Perdesaan (Maret )

Papua Barat 20,78%

Papua 79,22%

Distribusi Penduduk Miskin 2015 ( Maret )

7-9

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Tabel 7.7

Perkembangan Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua,

Tahun 2010-2015.

Provinsi Persentase Penduduk Miskin ( Maret ) Δ

2010-2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Papua Barat 35,12 35,71 34,88 31,92 28 26,67 27,13 25,82 1,33

Papua 37,08 37,53 36,8 31,98 31 31,13 30,05 28,17 1,17

Nasional 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 11,25 11,22 0,70

Sumber: Susenas (Maret), BPS 2015

Indek Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur

capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas

hidup. Pembangunan manusia menjadi aspek yang sangat penting dalam pembangunan suatu

daerah. Namun perekonomian suatu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi,

tetapi masalah pengangguran, kemiskinan juga tinggi. Berdasarkan model perhitungan IPM

baru, enam provinsi memiliki nilai IPM dibawah rata-rata IPM nasional. Sementara menurut

perkembangannya, dalam kurun waktu 2010-2014 IPM seluruh provinsi meningkat, dengan IPM

tertinggi di Provinsi Papua Barat atau berada diurutan ke-33 secara nasional, dan terrendah di

Provinsi Papua atau berada diurutan terakhir secara nasional.

Gambar 7.10

Perbandingan Nilai dan Ranking Indeks Pemabngunan Manusia Antarprovinsi

Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

11 10 9

6

17

23

20

26

16

4

1

12 13

2

18

8

5

30 31 29

21 22

3

14

7

25

15

19

28

32

24

27

33 34

0

5

10

15

20

25

30

35

40

50,00

55,00

60,00

65,00

70,00

75,00

80,00

Ace

h

Sum

ut

Sum

bar

Ria

u

Jam

bi

Sum

sel

Ben

gku

lu

Lam

pu

ng

Bab

el

Kep

ri

DK

I Jak

arta

Jab

ar

Jate

ng

DIY

Jati

m

Ban

ten

Bal

i

NTB

NTT

Kal

bar

Kal

ten

g

Kal

sel

Kal

tim

Kal

tara

Sulu

t

Sult

eng

Suls

el

Sult

ra

Go

ron

talo

Sulb

ar

Mal

uku

Mal

ut

Pu

bar

Pap

ua

P. SUMATERA P. JAWA+BALI P.NUSTRA

P. KALIMANTAN P. SULAWESI P.MALUKU

P.PAPUA

IPM

Ran

kin

g

IPM_Provinsi IPM_Nasional Ranking 2014

7-10

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7.11:

Perkembangan IPM menurut Provinsi di Pulau Papua Tahun 2010-2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Kualitas

sumberdaya manusia di Papua menunjukan trend meningkat dari tahun 2010 – 2014,

Seluruh

provinsi dengan IPM dibawah IPM nasional;

7.2. DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA

Pendidikan. Perkembangan tingkat pendidikan di Pulau Papua selama 2008-2013

ditunjukan dengan indikator kinerja pendidikan, yang meliputi: Angka Rata-rata Lama Sekolah

(RLS), Angka Melek Huruf (AMH), Angka Partisipasi Sekolah (APS), dan tingkat ketersediaan

sarana dan prasaran pendidikan sebagai kinerja pelayanan pendidikan.

Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) provinsi di wilayah Papua selama periode

2008-2013 cenderung menunjukkan peningkatan, Provinsi Papua Barat memiliki RLS diatas RLS

nasional (8,14 tahun) yaitu 8,53 tahun, sedangkan RLS terrendah adalah Provinsi Papua yaitu

6,87 tahun.

59,60 59,90 60,30 60,91 61,28

54,45 55,01

55,55 56,25

56,75

66,53 67,09

67,70 68,31

68,90

50,00

52,00

54,00

56,00

58,00

60,00

62,00

64,00

66,00

68,00

70,00

2010 2011 2012 2013 2014

IPM

Pubar Papua Indonesia

7-11

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7.12 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menurut Provinsi di Wilayah Pulau

Papua, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Perkembangan angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) seluruh provinsi menunjukan perbaikan selama periode 2008-2013;

Provinsi Papua masih memiliki angka RLS di bawah rata-rata RLS nasional

Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) selama periode 2008-2013 rata-rata

meningkat, seluruh provinsi menunjukkan perubahan positif. Pada tahun 2013 provinsi Papua

Barat memiliki AMH di atas rata-rata nasional (94,14 %), sedangkan AMH terrendah di Provinsi

Papua yaitu 75,92 persen.

Gambar 7.13

Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) di Provinsi Papua dan Papua Barat semakin membaik (2008-2013), namun kondisi AMH Provinsi Papua masih jauh dibawah rata-rata AMH nasional.

7,67

8,01 8,21 8,26

8,45 8,53

6,52 6,57 6,66 6,69 6,87 6,87

7,52 7,72

7,92 7,94 8,08 8,14

6

6,5

7

7,5

8

8,5

9

9,5

10

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Tah

un

Papua Barat Papua Nasional

65

70

75

80

85

90

95

100

2008 2009 2010 2011 2012 2013

%

Papua Barat Papua Nasional

7-12

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) antarprovinsi di wilayah Papua tahun

2008 dan 2013 (Tabel 7.7), untuk kelompok Usia 19-24 tahun rata-rata meningkat, peningkatan

terbesar terdapat di Provinsi Papua Barat (9,30%); untuk APS 7-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-

18 tahun rata-rata meningkat di Provinsi Papua Barat, sementara provinsi Papua mengalami

penurunan. Peningkatan terbesar di Provinsi Papua Barat yaitu 13,88 persen untuk APS 16-18

tahun, sedangkan penurunan terbesar terjadi di Provinsi Papua yaitu 7,87 persen untuk APS 7-

12 tahun.

Tabel 7.7 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Usia Sekolah Antar Provinsi

Tahun 2008 dan 2013.

Provinsi

2008** 2013 Δ2008-2013

7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24 7-12 13-15 16-18 19-24

Papua 8

78,22 54,13 15,68 75,51 73,27 53,28 17,69 -7,87 -4,94 -0,85 2,01

Papua Barat 93,38 88,55 58,15 14,70 95,58 92,81 72,04 24,00 2,20 4,26 13,88 9,30

INDONESIA 97,88 84,89 55,50 13,29 98,36 90,68 63,48 19,97 0,48 5,79 7,98 6,68

Sumber: BPS, Tahun 2013

Akses masyarakat terhadap pendidikan untuk jenjang SD, SMP, SMA dan Perguruan

Tinggi cukup baik, hal ini ditunjukan dengan jarak tempuh rata-rata untuk sekolah

SD/SMP/SMA/PT relatif lebih baik atau berada dibawah rata-rata jarak nasional. Seperti yang

disajikan pada Tabel 7.8, Jarak tempuh terhadap sekolah SD/SMP/SMA/PT di Provinsi Papua

Barat lebih baik dibandingkan Papua.

Tabel 7.8

Rata-rata Jarak Terdekat yang Rutin Ditempuh oleh Siswa Usia 5 Tahun ke atas dari Tempat Tinggal ke Sekolah menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan (km) di Pulau

Papua Tahun 2012.

Provinsi Jenjang Pendidikan

SD/MI SMP/MTs SM/MA PT

Papua 2,56 4,3 5,69 8,73

Papua Barat 1,4 2,98 5,02 7,67

INDONESIA 2,09 4,46 6,98 13,91

Sumber : Statistik Pendidikan 2012, BPS

Kondisi pendidikan menurut rasio murid terhadap sekolah, perkembangan rasio murid

terhadap sekolah untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA secara umum mengalami

peningkatan (Tabel 7.9). Hal ini menunjukan bahwa kesempatan penduduk untuk akses

pendidikan semakin meningkat. Rasio murid terhadap jumlah sekolah untuk jenjang SD, SMP

dan SMA paling baik terdapat di Provinsi Papua Barat.

7-13

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Tabel 7.9

Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Sekolah menurut Provinsi dan

Jenjang Pendidikan di Pulau Papua Tahun 2011 dan 2014.

Provinsi

Rasio Murid/sekolah

SD SMP SMA

2011 2014 2011 2014 2011 2014

Papua Barat 131,00 123,39 203,24 163,81 284,07 232,76

Papua 144,93 138,29 212,53 170,79 272,70 242,63

NASIONAL 181,08 173,27 264,74 242,07 328,83 305,50

Sumber: BPS, Tahun 2014

Perkembangan jumlah rasio murid terhadap jumlah guru untuk jenjang pendidikan SD,

dan SMP rata-rata mengalami perbaikan. Rasio jumlah murid dan guru untuk jenjang

pendidikan SD Provinsi Papua Barat cukup baik dibandingkan provinsi lainnya yaitu dengan

angka rasio sebesar 13,19 menurun dari tahun sebelumnya dan jauh berada dibawah rata-rata

nasional. Sementara untuk jenjang pendidikan SMA, seluruh Provinsi mengalami sedikit

penurunan dan masih berada di atas rata-rata nasional.

Tabel 7.10

Perkembangan Rasio Jumlah Murid Terhadap Jumlah Guru menurut Provinsi dan Jenjang

Pendidikan di Pulau Papua Tahun 2011 dan 2014.

Provinsi

Rasio murid/guru

SD SMP SMA

2011 2014 2011 2014 2011 2014

Papua Barat 26,67 13,30 18,80 14,09 21,28 18,88

Papua 28,38 23,89 20,55 20,83 15,66 16,67

NASIONAL 17,42 16,53 15,06 14,53 16,19 16,06

Sumber: BPS, Tahun 2014

Kesehatan. Perkembangan derajat kesehatan penduduk antarprovinsi di wilayah Papua

selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh menurunnya

Angka Kematian Bayi (AKB) , Angka Kematian Balita (AKBA), dan meningkatnya Umur Harapan

Hidup (UHH). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi kesehatan secara

nasional yang cenderung terus membaik.

Angka Kematian Bayi, Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

2014, Angka Kematian Bayi (AKB) antarprovinsi di wilayah Papua, seluruh provinsi memiliki

AKB di atas rata-rata AKB nasional (26,6 kematian per 1.000 kelahiran hidup). AKB tertinggi di

Provinsi Papua sebesar 47,2 kematian per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan terrendah di

Provinsi Papua Barat sebesar 46,4 kematian per 1.000 kelahiran hidup.

7-14

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7.14

Perkembangan Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2010-2014.

Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi

Perkembangan Angka Kematian Bayi di Pulau Papua cendrung menurun, namun 7 provinsi memiliki AKB masih berada diatas rata-rata nasional

Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan indikator gizi buruk pada balita, merupakan

gangguan pertumbuhan bayi yang terjadi sejak usia dini (4 bulan) yang ditandai dengan

rendahnya berat badan dan tinggi badan, dan terus berlanjut sampai usia balita. Hal tersebut

terutama disebabkan rendahnya status gizi ibu hamil. Perkembangan gizi buruk pada balita

tahun 2014 di Provinsi Papua cenderung meningkat, sedangkan di Papua Barat cenderung

menurun. Berdasarkan perbandingan status gizi balita antarprovinsi di wilayah Papua pada

tahun 2014, balita gizi buruk tertinggi terdapat di Provinsi Papua sebesar 2.674 jiwa. Lihat

Gambar 7.15.

Gambar 7.15

Perkembangan Gizi Buruk Pada Balita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua,

Tahun 2010-2014, (jiwa).

Sumber: Statistik Kesehatan Tahun 2014, BPS Keterangan: Angka Estimasi)

Perkembangan Gizi buruk pada Balita di Pulau Papua mencapai 3.244 jiwa atau sekitar 11,1 persen dari nasional;

Provinsi dengan Gizi buruk tertinggi yaitu di Provinsi Papua

0

10

20

30

40

50

60

2010 2011 2012 2013 2014

Papua Barat Papua Nasional

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

Papua Barat Papua

2011

2012

2013

2014

7-15

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Umur Harapan Hidup, berdasarkan estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) antarprovinsi

di wilayah Papua selama periode 2008-2013 menunjukkan peningkatan, sejalan dengan

perkembangan UHH secara nasional. Estimasi UHH di wilayah Papua tahun 2013 masih berada

dibawah rata-rata UHH nasional (70,07 tahun) dan berada pada kisaran 69 tahun. Lihat Gambar

7.16.

Gambar 7.16

Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Pulau Papua, Tahun 2008-2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

Perkembangan UHH Provinsi Papua dan Papua Barat selama periode 2008-2013 semakin membaik, namun kondisi AHH kedua Provinsi tersebut masih berada dibawah AHH nasional

Jumlah kasus AIDs di Pulau Papua tahun 2013, Provinsi Papua menempati urutan

pertama yaitu sebanyak 849 kasus, sedangkan di Provinsi Papua Barat hanya terdapat 9 kasus.

Gambar 7.17

Jumlah Kasus Baru AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS (Kasus) Per Provinsi di Wilayah Pulau Papua, Tahun 2013.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)

Kasus AIDs tertinggi terdapat di Provinsi Papua

67

67,5

68

68,5

69

69,5

70

70,5

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Papua Barat Papua Nasional

9

849

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

PAPUA BARAT PAPUA

Kasus Baru AID

7-16

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7.18

Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (Tb/U) Menurut Provinsi, Riskesdas Tahun 2013

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Keterangan: Tenaga Medis (dokter, bodan dan tenaga medis lainnya) Non Tenaga Medis (dukun, famili dan lainnya)

Prevalensi Status Gizi Balita menurut tinggi badan sebagian besar termasuk kategori normal

Perumahan, Tempat tinggal memiliki peran strategis dalam membentuk watak dan

kepribadian bangsa. Hal ini merupakan salah satu upaya membangun manusia Indonesia yang

berjati diri, mandiri, dan produktif. Sehingga kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan

dasar setiap manusia, yang akan terus berkembang sesuai dengan tahapan dan siklus kehidupan.

Perumahan yang layak huni harus dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum,

diantaranya adalah penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon,

jalan, dan infrastruktur lainnya.

Berdasarkan lokasi permukiman di Pulau Papua, beberapa provinsi masih banyak desa

dengan lokasi permukiman pada lokasi yang membahayakan, dan tidak nyaman. Pada tahun 2014

tercatat total jumlah desa dengan kondisi permukiman kumuh sebanyak 81 desa, dengan

penyebaran terbanyak di Provinsi Papua yaitu 69 desa. Untuk lokasi permukiman di bantaran

sungai sebanyak 567 desa dengan penyebaran terbanyak di Provinsi Papua 366 desa.

21,9

25 22,8

15,1

55,4

59,9

0

10

20

30

40

50

60

70

Papua Barat Papua

%

Sangat Pendek (%) Pendek (%) Normal (%)

7-17

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7.19

Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman Kumuh di Pulau Papua Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman kumuh terbesar di Provinsi Papua

Gambar 7.20 Jumlah Desa menurut Keberadaan Permukiman di Bantaran Sungai di Pulau Papua

Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah desa dengan Permukiman dibantaran Sungai terbesar di Provinsi Papua

Perkembangan jumlah rumah tangga dengan jenis lantai terluas secara umum sebagian

besar kondisi permukiman di Pulau Papua menggunakan lantai bukan tanah (Tabel 7.11).

Perkembangan persentase rumah tangga dengan lantai bukan tanah terus meningkat dari tahun

2010-2013, dan Provinsi Papua Barat rata-rata berada diatas angka nasional. Untuk luas lantai,

sebagian besar persentase rumah tangga memiliki luas lantai 20-49 m2 dan 50-99 m2,

sementara untuk luas lantai > 100 m2 relatif kecil (Tabel 7. 12).

12

69

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Papua Barat Papua

Pemukiman Kumuh

201

366

0

50

100

150

200

250

300

350

400

Papua Barat Papua

Bantaran / Tepi…

7-18

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Tabel 7.11

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Jenis Lantai Terluas

di Pulau Papua Tahun 2010-2013.

Provinsi

Persentase Rumah Tangga berdasarkan Jenis Lantai terluas (Persen)

Tanah (1) Bukan tanah

2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014

PAPUA BARAT 6,98 3,98 3,25 4,14 4,05 93,02 96,02 96,75 95,86 95,95

PAPUA 29,75 18,29 14,33 32,62 31,17 70,25 81,71 85,67 67,38 68,83

INDONESIA 11,5 9,21 8,55 8,85 8,13 88,5 90,79 91,45 91,15 91,87

Sumber: BPS, Tahun 2014

Tabel 7.12:

Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai di Pulau Papua

Tahun 2014.

Provinsi Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Luas Lantai (m2) (Persen)

<19 20-49 50-99 100-149 150+ Total

PAPUA BARAT 5,5 49,07 34,63 7,36 3,44 100

PAPUA 28,13 55,19 13,05 2,43 1,21 100

INDONESIA 5,04 31,03 44,98 12,24 6,71 100

Sumber: BPS, Tahun 2014

Persentase jumlah rumah tangga menurut penerangan listrik PLN, secara umum

persentase rumah tangga di perkotaan maupun di perdesaan dengan penerangan listrik PLN

masih berada dibawah rata-rata nasional (Tabel 7.13). Selama periode 2009 dan 2013

persentase jumlah rumah tangga dengan penerangan listrik PLN meningkat. Sementara untuk

perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak dan air minum layak

meningkat dari tahun 2009-2013 (Tabel 7.14), namun masih berada dibawah rata-rata nasional.

Tabel 7.13

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber

Penerangan Listrik PLN di Pulau Papua Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

2009 2013

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perdesaan Perdesaan

Papua Barat 91,30 43,69 57,67 99,63 47,05 63,20

Papua 88,86 20,38 35,54 96,03 16,65 35,68

Total 97,05 81,99 89,29 99,11 87,27 93,17

Sumber: BPS, Tahun 2014

Persentase jumlah rumah tangga menurut sumber air minum layak, secara umum

persentase rumah tangga tahun 2013 di perkotaan dan perdesaan menunjukkan adanya

peningkatan dari tahun 2009, dengan persentase terbesar di daerah perkotaan (Tabel 7.14).

Namun wilayah Pulau Papua masih dibawah rata-rata nasional. Persentase rumah tangga

terbesar di Provinsi Papua Barat (67,17%) sedangkan Provinsi Papua (44,12%). Sementara

untuk perkembangan persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak meningkat dari

tahun 2009-2013, kecuali di Papua pada tahun 2013 mengalami sedikit penurunan (Tabel 7.15).

Persentase jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak di kedua provinsi masih berada dibawah

7-19

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

rata-rata nasional. Persentase terbesar untuk rumah tangga dengan sanitasi layak terdapat di

Provinsi Papua (49,06%), sedangkan Provinsi Papua Barat (27,89%).

Tabel 7.14

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum

Layak Per-Provinsi, di Pulau Papua Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi

2009 2013

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+

Perdesaan Perdesaan

Papua Barat 55,2 45,12 48,08 89,99 57,92 67,17

Papua 53,56 30,29 35,44 91,05 28,85 44,12

NASIONAL 49,82 45,72 47,71 79,34 56,17 67,73

Sumber: BPS, Tahun 2014

Tabel 7.15

Perkembangan Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi, di Pulau

Papua Tahun 2009 dan 2013, (persen).

Provinsi Persentase Rumah Tangga menurut Kriteria Kelayakan Sanitasi (%)

2009 2010 2011 2012 2013

Papua Barat 32,63 46,91 39,23 26,97 27,89

Papua 21,65 23,97 24,31 55,57 49,06

NASIONAL 51,19 55,53 55,6 57,35 60,91

Sumber: BPS, Tahun 2014

7.3. DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

7.3.1. Pengembangan Sektor Pangan dan Perkebunan

Tanaman Pangan. Produksi padi di Pulau Papua tahun 2015 mencapai 257.573 ton

atau hanya sekitar 0,34 persen dari total produksi nasional, dengan produktivitas 4,34 ton/ha

(lebih rendah dari produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi padi di Pulau Papua

rata-rata meningkat 11,82 persen per tahun (dalam periode 2007-2015), dengan peningkatan

luas panen rata-rata 8,2 persen per tahun. Produksi padi terbesar di Provinsi Papua mencapai

227.999 ton atau 88,52 persen dari produksi padi di Pulau Papua.

7-20

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7.21

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2006-2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Produkstivitas padi Papua masih rendah dibandingkan rata-rata produktivitas padi nasional

Gambar 7.22

Distribusi Produksi Padi menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2015.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Perkembangan produksi jagung tahun 2015 mecapai 8.585 ton atau hanya sekitar 0,04

persen dari total produksi jagung nasional, dengan produktivitas 2,23 ton/ha (lebih rendah dari

produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi jagung di Pulau Papua rata-rata

meningkat 1.026 ton per tahun (dalam periode 2008-2015), luas panen menurun rata-rata 227

ha per tahun. Produksi jagung terbesar di Provinsi Papua mencapai 6.698 ton atau 78,02 persen

dari produksi jagung di Pulau Papua.

95

.39

2

10

9.8

82

12

5.2

36

13

5.4

96

13

6.8

64

14

9.4

02

16

8.2

77

19

8.4

76

21

3.0

57

25

7.5

73

4,34

5,28

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

-

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Produksi Tanaman Padi Produktivitas (ton/ha)_Papua

Produktivitas (ton/ha)_Nasional

24,39

52,09

4,19

7,03

11,71

0,25 0,34

Produksi Padi menurut Pulau (%)

P. SUMATERA

P.JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

KEP. MALUKU

P. PAPUA

11,48

88,52

Produksi Padi menurut Provinsi di Pulau Papua (%)

Papua Barat

Papua

7-21

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7.23

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung di Wilayah Pulau Papua Tahun 2006-2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Produktivitas jagung Papua masih rendah dibandingkan rata-rata produktivitas jagung nasional

Gambar 7.24

Distribusi Produksi Jagung menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2015.

Sumber: BPS, Tahun 2015

Pengahsil jagung terbesar di Pulau Papua yaitu di Provinsi Lampung, Papua Utara, dan Papua Barat.

Perkembangan produksi kedelai tahun 2015 mecapai 6.304 ton atau hanya sekitar 0,52

persen dari total produksi kedelai nasional, dengan produktivitas 1,24 ton/ha (lebih rendah dari

produktivitas padi nasional). Perkembangan produksi kedelai di Pulau Papua rata-rata

meningkat 81 ton per tahun (dalam periode 2008-2015), dengan peningkatan luas panen rata-

rata 23 ha persen per tahun. Produksi kedelai terbesar di Provinsi Papua mencapai 5.505 ton

atau 87.33 persen dari produksi kedelai Pulau Papua.

7.1

56

9.4

81

8.8

66

8.3

72

8.7

65

9.0

10

8.4

42

9.1

71

9.7

32

8.5

85

2,23

5,17

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produktivitas Produksi (ton)

Produksi P. Papua Produktivitas P. Papua

Produktivitas Nasional

21,61

52,89

8,50

1,49

15,30

0,17 0,04

Produksi (Ton)

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

21,98

78,02

Produksi (Ton)

PAPUA BARAT

PAPUA

7-22

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7.25

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Wilayah Pulau Papua Tahun 2006-2014.

Sumber: Badan Pusat Statistik 2014

Produkstivitas kedelai Papua masih rendah dibandingkan rata-rata produktivitas kedelai nasional

Gambar 7.26

Distribusi Produksi Kedelai menurut Pulau dan Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2014.

Sumber: BPS, Tahun 2014

Tabel 7.16

Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai menurut Provinsi di Pulau Papua Tahun 2015.

Provinsi

Padi Jagung Kedelai

Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produkti vitas

(ton/ha)

Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produkti vitas

(ton/ha)

Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produkti vitas

(ton/ha)

Papua Barat 7.054 29.574 4,19 1.086 1.887 1,74 766 799 1,04

Papua 52.327 227.999 4,36 2.759 6.698 2,43 4.298 5505 1,28

P. PAPUA 59381 257573 4,34 3.845 8.585 2,23 5064 6304 1,24

% NASIONAL 0,31 0,25

0,25 0,17

0,26 0,19

Sumber: BPS, Tahun 2014

6.1

09

5.3

43

5.7

23

5.2

06

4.7

52

4.3

62

4.8

06

5.2

79

4.9

28

6.3

04

1,24

1,56

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

P. Papua Produktivitas_papua Produktivitas_Nasional

11,64

66,00

10,46

1,54

9,70

0,14 0,52

Produksi (Ton)

P. Sumatera

P. Jawa+Bali

P. Nusa Tenggara

P. Kalimantan

P. Sulawesi

Kep. Maluku

P. Papua

12,67

87,33

Produksi (Ton)

PAPUA BARAT

PAPUA

7-23

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Tanaman Perkebunan. Pulau Papua merupakan salah satu penghasil tanaman

perkebunan di Indonesia, dengan komoditas utamanya adalah kelapa sawit, kelapa, dan kakao

(Tabel 7.17). Produksi kelapa sawit Pulau Papua tahun 2014 sebesar 154,97 ribu ton atau 0,53

persen dari produksi kelapa sawit nasional menurun dibandingkan produksi tahun 2012, selain

kelapa sawit, komoditas lainnya adalah kelapa dengan produksi mencapai 32,46 ribu ton atau

sekitar 1,07 persen dari total produksi kelapa nasional, dan kakao sebesar 13,99 ribu ton atau

1,97 persen dari produksi kakao nasional.

Tabel 7.17

Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Wilayah Pulau Papua Tahun 2012 dan 2014.

Komoditas P. Papua (ribu ton) Nasional (ribu ton) P. Papua (%)

2012 2014 2012 2014 2012 2014

Kelapa Sawit 147,2 154,97 26.015,5 29.344,5 0,57 0,53

Kelapa 33,1 32,46 2.938,4 3.031,3 1,13 1,07

Karet 2,28 3,18 3.012,3 3.153,2 0,08 0,10

Kopi 1,6 1,62 691,2 685,1 0,23 0,24

Kakao 14,96 13,99 740,5 709,3 2,02 1,97

Sumber: BPS, Tahun 2014

Sementara penghasil kelapa sawit terbesar di Pulau Papua terdapat di Provinsi Papua

dengan produksi 98,09 ribu ton atau 63,30 persen dari total produksi sawit di Papua, produksi

kelapa terbesar di Provinsi Papua Barat sebesar 17,23 ribu ton atau 53,08 persen dari total

produksi kelapa di Papua, produksi kakao terbesar di Provinsi Papua sebesar 9,62 ribu ton atau

1,36 persen dari total produksi kakao di Papua (Tabel 7.18).

Tabel 7.18

Penyebaran Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Pulau Papua menurut Provinsi Tahun 2014.

Provinsi

Kelapa Sawit Kelapa Karet Kopi Kakao

(ribu ton) (%) (ribu ton)

(%) (ribu ton)

(%) (ribu ton)

(%) (ribu ton)

(%)

Papua Barat 56,88 36,70 17,23 53,08 0,02 0,63 0,13 8,02 4,37 0,62

Papua 98,09 63,30 15,23 46,92 3,16 99,37 1,49 91,98 9,62 1,36

P. PAPUA 154,97 100,00 32,46 100,00 3,18 100,00 1,62 100,00 709,3 100,00

Sumber: BPS, Tahun 2014

Peternakan. Populasi ternak besar di Pulau Papua terbesar adalah babi dengan jumlah

populasi tahun 2013 mencapai 685.669 ekor, selanjutnya diikuti sapi, dan kambing dengan

populasi masing-masing 155.537 ekor dan 58.523 ekor. Sementara untuk jenis ternak unggas

populasi terbesar adalah jenis ayam ras pedaging, dengan populasi tahun 2013 sebesar

3.226.746 ekor.

7-24

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7.27

Perkembangan Populasi Ternak Besar di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (dalam ekor).

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

Perkembangan jumlah populasi ternak besar dalam tiga tahun terakhir cenderung meningkat;

Jenis ternak besar dengan populasi terbesar adalah babi

Tabel 7.19

Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013.

Provinsi Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi

Papua Barat 62.683 1 23.892 - 6 97.583

Papua 92.854 1.577 34.631 18 1.460 588.086

% terhadap Nasional 0,38 0,00 0,13

0,00 1,18

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

Gambar 7.28

Perkembangan Populasi Ternak Unggas di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (dalam ekor).

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013.

Populasi ternak unggas terbesar yaitu jenis ayam ras pedaging.

0

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000

2009 2010 2011 2012 2013*)

Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda Babi

0

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

3.000.000

3.500.000

2009 2010 2011 2012 2013*)

Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik

7-25

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Tabel 7.20

Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013,

(ribu ekor).

Provinsi

Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik

Populasi Pertumbuhan

(%) Populasi

Pertumbuhan (%)

Populasi Pertumbuhan

(%)

Papua Barat 645.862 5,45 52.492 3,77 32.223 27,92

Papua 2.580.884 2,98 114.126 11,71 87.614 5,65

P. PAPUA 3.226.746 3,46 166.618 9,08 119.837 10,84

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Tahun 2013

7.2.2. Pengembangan Sektor Energi

Perkembangan produksi energi listrik di Wilayah Pulau Papua mengalami peningkatan

dalam empat tahun terkahir. Produksi listrik tahun 2013 mencapai mencapai 1.185,81 GWh atau

meningkat sebesar 11,12 persen dari tahun 2012, sebagian besar energi listrik di produksi dari

Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD). Ketersediaan listrik di Papua masih sangat terbatas,

rasio elektrifikasi Pulau Papua tahun 2013 tercatat sebesar 36,7 persen masih jauh dari rata-

rata rasio elektrifikasi nasional dan KWh jual perkapita masih jauh dibawah rata-rata KWh jual

perkapita nasional.

Gambar 7-29

Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah Pulau Papua dan Nasional Tahun 2009-2013, (dalam persen).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

Rasio elektrifikasi di Pulau Papua tahun 2013 mencapai 36,7 persen menurun dari tahun 2012, dan masih jauh dibawah rasio elektrifikasi nasional

32,60

63,84

35,07

41,38

36,7

66,28

67,15

72,95

76,56

78,06

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00

2009

2010

2011

2012

2013

NASIONAL P. PAPUA

7-26

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7-30

Rasio Elektrifikasi menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (dalam persen).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

Rasio elektrifikasi Provinsi Papua Barat mencapai 72,82 persen lebih tinggi dibandingkan rasio elektrifikasi Provinsi Papua

Gambar 7-31

Perbandingan KWh jual Perkapita menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (KWh per kapita).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

KWh perkapita Provinsi Papua Barat dan Papua masih rendah dari rata-rata KWh perkapita nasional

27,93

72,82

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

Papua Papua Barat

Rasio Elektrifikasi_Provinsi Rasio Elektrifikasi_Nasional

217,60

463,60

0,00

100,00

200,00

300,00

400,00

500,00

600,00

700,00

800,00

Papua Papua Barat

KWh jual/kapita_Provinsi KWh jual/kapita_Nasional

7-27

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7-32

Perkembangan Energi yang Diproduksi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2010-2013, (dalam MGh).

Sumber : Data BPS, Stastistik PL N Tahun 2013

Produksi energi listrik di Pulau Papua dalam empat tahun tumbuh rata-rata sebesar 11,43 persen per tahun

7.2.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan.

Perikanan dan Kelautan. Tingkat perkembangan produksi perikanan tangkap dan

budidaya tahun 2013 di Pulau Papua rata-rata meningkat, walaupun pada tahun 2013 produksi

perikanan tangkap sedikit mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Produksi

perikanan tangkap 2013 mencapai 408.343 ton meningkat sebesar 74.089 ton dari tahun 2009

dengan peningkatan rata-rata 5,32 persen per tahun, dan perikanan budidaya 86.531 ton

meningkat sebesar 70.043 ton dari produksi tahun 2009 dengan tumbuh rata-rata 53,65 persen

per tahun. Produksi perikanan tangkap terbesar di Pulau Papua terdapat di Provinsi Papua,

sementara untuk produksi perikanan budidaya terbesar di Provinsi Papua Barat.

Gambar 7.33

Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Pulau Papua Tahun 2009-2013, (dalam ton).

Sumber: BPS, Tahun 2013

Produksi perikanan terbesar di Wilayah Papua berasal dari perikanan tangkap

854,24

938,65 1.059,79

1.181,85

-

200,00

400,00

600,00

800,00

1.000,00

1.200,00

1.400,00

2010 2011 2012 2013

16

.48

8

24

.08

7

33

.94

1

67

.99

4

86

.53

1

33

4.2

54

38

7.8

92

39

4.1

83

40

9.9

28

40

8.3

43

-

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

400.000

450.000

2009 2010 2011 2012 2013

Pro

du

ksi (

ton

)

Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap

7-28

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7.34 Distribusi Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya di Wilayah Pulau Papua terhadap

Produksi Perikanan Nasional tahun 2013, (dalam persen).

Produksi perikanan budidaya tahun 2013 sebesar 86.531 ton atau sekitar 0,65 persen dari produksi perikanan budidaya nasional;

Sumber: BPS, Tahun 2013

Produksi perikanan tangkap Pulau Papua sebesar 408.343 ton atau sekitar 6,69 persen terbesar dari nasional.

Gambar 7.35

Produksi Perikanan Tangkap dan budidaya menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2012, (dalam persen).

Produksi perikanan tangkap terbesar berada di Provinsi Papua sebesar 68,26 persen

Sumber: BPS, Tahun 2013

Produksi perikanan budidaya terbesar terdapat di Provinsi Papua Barat sebesar 89,44 persen.

9,49

20,22

19,31

4,29

40,84

5,20 0,65

Distribusi Produksi Perikanan Budidaya (%)

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

28,76

20,09

4,09

10,77

18,08

11,52 6,69

Distribusi Produksi Perikanan Tangkap

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. NUSTRA

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. MALUKU

P. PAPUA

31,74

68,26

Distribusi Tangkap

Papua Barat

Papua

89,44

10,56 distribusi Budidaya

Papua Barat Papua

7-29

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

7.3.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri

Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan salah satu sektor untuk mendorong

perekonomian daerah dan nasional. Potensi sektor pariwisata di Pulau Papua yang tersebar di

Provinsi Papua dan Papua Barat cukup potensial terutama wisata budaya, wisata alam bahari,

wisata alam pegunungan, dan lain-lain. Untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata

sebagai produk unggulan daerah di masa mendatang, pemerintah harus berupayan melakukan

pembangunan sarana dan prasarana penunjang pariwisata yang lebih memadai.

Salah satu indikator kinerja sektor pariwisata dapat ditunjukan dengan perkembangan

jumlah wisatawan baik yang berasal dari mancanegara maupun domestik, serta jumlah

ketersediaan akomodasi dari hotel dan restoran yang tersedia. Perkembangan jumlah tamu

asing dan domestik dari tahun 2010-2014, pada tahun 2014 jumlah kunjungan tamu asing

mencapai 23.193 orang atau rata-rata menurun sebesar 80,90 persen per tahun, sementara

jumlah tamu domestik mencapai 714.069 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya atau rata-

rata meningakat sebesar 32,88 persen per tahun.

Tabel 7.21

Jumlah Tamu Asing pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau

Papua, Tahun 2003-2014, (orang).

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata

Pertumbuhan 2010-2014

Papua Barat 3.129 4.664 1.974 3.095 3.056 11,73

P a p u a 8.614 11.287 14.269 70.735 20.137 95,41

P. PAPUA 11.743 15.951 16.243 73.831 23.193 80,90

Sumber: BPS Tahun 2014

Tabel 7.22

Jumlah Tamu Domestik pada Hotel Bintang dan Non Bintang menurut Provinsi di Pulau

Papua, Tahun 2003-2014, (orang).

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata

Pertumbuhan 2010-2014

Papua Barat 34.149 79.149 93.519 81.925 168.659 60,85

P a p u a 213.295 263.762 263.284 537.380 545.410 32,27

P. PAPUA 247.444 342.911 356.803 619.305 714.069 32,88

Sumber: BPS Tahun 2014

Pengembangan usaha Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan kekuatan strategis dan

penting untuk mempercepat pembangunan daerah. Sektor ini memberikan kontribusi signifikan

terhadap pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja. Usaha IMK umumnya merupakan

usaha rumah tangga dan masyarakat menengak-kecil dimana dalam pengembangannya masih

memerlukan pembinaan terutama dalam aspek pemasaran, permodalan dan pengelolaan. Peran

IMK memiliki posisi penting untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah dan

mengurangi kesenjangan (gap) pendapatan.

7-30

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Perkembangan jumlah IMK di Pulau Papua dalam 2 tahun terakhir cenderung menurun,

jumlah IKM tahun 2014 sebanyak 12.581 IKM menurun dari tahun 2013 (12.777), dengan

jumlah UKM terbanyak terdapat di Provinsi Papua yaitu sebanyak 10.102 IKM (Gambar 4.39).

Sementara untuk total output IKM Pulau sebesar Rp. 4.292.403 juta meningkat dari tahun 2013,

dan jumlah tenaga kerja sebanyak 30.095 jiwa atau menurun sebesar 0,34 persen dari jumlah

tenaga kerja tahun 2013. Nilai output dan tenaga kerja di provinsi Papua jauh lebih besar dari

Papua Barat.

Gambar 7.36

Perkembangan Industri Usaha Mikro-Kecil di Pulau Papua Tahun 2013 dan 2014, (unit).

Sumber: BPS, Tahun 2014

Jumlah Industri IKM terbesar di Provinsi Papua

Tabel 7.23

Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Mikro-Kecil menurut

Provinsi di Pulau Papua Tahun 2013 dan 2014.

Provinsi

Tenaga Kerja (orang) Output (Rp. Juta)

2013 2014 Δ 2013-

2014 2013 2014

Δ 2013-

2014

Papua Barat 5.823 5.263 (9,62) 349.229 416.037 19,13

Papua 24.375 24.832 1,87 1.922.510 3.876.366 101,63

P. PAPUA 30.198 30.095 (0,34) 2.271.739 4.292.403 88,95

Sumber: BPS Tahun 2015

7.4. DIMENSI PEMERTAAN DAN KEWILAYAHAN 7.4.1. Kesenjangan Ekonomi Wilayah

PDRB Perkapita, Perkembangan PDRB perkapita Provinsi di Pulau Papua dalam kurun

lima tahun terakhir meningkat dan berada diatas rata-rata PDB perkapita nasional.

Perbandingan PDRB perkapita antarprovinsi, menunjukan adanya gap (ketimpangan) yang

cukup tinggi antarwilayah, dimana PDRB perkapita Papua Barat mencapai Rp. 59.156,84 ribu

per jiwa jauh lebih tinggi dibandingkan PDRB perkapita Provinsi Papua.

2.479

10.102

-

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

PAPUA BARAT PAPUA

2013

2014

7-31

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Tabel 7.20

Perkembangan PDRB Perkapita ADHK seri Tahun 2010 menurut Provinsi di Pulau Papua

Tahun 2010-2014, (Rp. ribu/jiwa).

Provinsi Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

Papua Barat 54.049,32 54.539,36 55.047,34 57.595,40 59.156,84

Papua 38.785,11 36.383,24 36.280,63 38.393,76 38.891,99

Rata-rata Perkapita 33 Prov 28.778,17 30.112,57 31.519,93 32.874,76 34.127,72

Sumber: PDRB Lapangan Usaha Provinsi 2010-2014, BPS

Gambar 7.37

PDRB Perkapita ADHB Provinsi di Pulau Papua, Tahun 2014, (ribu/jiwa)

Sumber: BPS, Sakernas (Februari) Tahun 2014

Gap PDRB perkapita, Provinsi Papua Barat 59.156,84 ribu/jiwa dan terrendah Provinsi Papua 38.891,99 ribu jiwa

Distribusi pendapatan. Kriteria Bank Dunia membagi penduduk ke dalam 3 (tiga)

kelompok pendapatan yaitu 40 persen kelompok penduduk berpendapatan rendah, 40 persen

kelompok penduduk berpendapatan sedang dan 20 persen kelompok berpendapatan tinggi.

Berdasarkan Tabel 7.21 dan Gambar 7.38, ketimpangan distribusi pendapatan provinsi di Pulau

Papua dari tahun 2002-2013 untuk kedua provinsi menunjukan tren yang meningkat dan rata-

rata kedua provinsi memiliki nilai Gini Rasio > 0,4 atau dikategorikan sebagai tingkat

“ketimpangan pendapatan sedang”,

Tabel 7.21

Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Papua Tahun 2005-2013

Provinsi 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Papua 0,389 0,412 0,40 0,38 0,41 0,42 0,44 0,442

Papua Barat

0,299 0,31 0,35 0,38 0,40 0,43 0,431

INDONESIA 0,363 0,364 0,35 0,37 0,38 0,41 0,41 0,413

Sumber: BPS, Tahun 2013

59.156,84

38.891,99

0,00

10.000,00

20.000,00

30.000,00

40.000,00

50.000,00

60.000,00

70.000,00

Papua Barat Papua

rup

iah

/jiw

a

PDRB Perkapita Prov PDRB rata-rata Prov

7-32

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7.38

Perkembangan Gini Rasio Provinsi di Pulau Papua Tahun 2002-2013.

Ketimpangan pendapatan Provinsi di Pulau Papua 2002-2013 tergolong kategori ketimpangan sedang

Sementara untuk kesenjangan pendapatan antarwilayah menurut Indeks Williamson

(Gambar 7.39), menunjukan tingkat kesenjangan pendapatan antar provinsi di Pulau Papua

tergolong masih rendah yaitu dengan indeks williamson < 0,2. Sementara untuk kesenjangan

pendapatan antarkabupaten/kota untuk setiap provinsi (Gambar 7.40), cenderung menurun di

kedua provinsi, namun tingkat kesenjangan pendapatan tergolong cukup tinggi yaitu ditunjukan

dengan nilai Indeks Williamson >0,5.

Gambar 7.39

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Pulau

Tahun 2007-2013

0,000

0,100

0,200

0,300

0,400

0,500

0,600

0,700

0,800

0,900

1,000

2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Papua

Papua Barat

INDONESIATinggi

Sedang

Rendah

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

2009 2010 2011 2012 2013

Ind

eks

Will

iam

son

P. SUMATERA

P. JAWA+BALI

P. KALIMANTAN

P. SULAWESI

P. NUSA TENGGARA,MALUKU & PAPUA

NASIONAL

7-33

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7.40

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi menurut Indeks Wiliamson Provinsi di Pulau

Papua Tahun 2007-2013

Sumber: Diolah dari data PDRB Tahun 2007-2013

7.4.2. Infrastruktur Wilayah

Infrastruktur Jalan. Panjang jalan berdasarkan status pembinaannya pada tahun 2013

di wilayah Pulau Papua mencapai 24.494 km meningkat sepanjang 13.012 km dari tahun 2005.

Kondisi tingkat kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2013 di wilayah Papua sebesar 0,06

km/km2 sangat rendah dibandingkan tingkat kerapatan jalan nasional (0,26 Km/Km²).

Sementara dari kualitas jalan negara, kondisi kualitas jalan di wilayah Papua dengan kondisi

mantap (baik+sedang) mencapai 82 persen meningkat dari tahun 2011.

Gambar 7.41

Perkembangan Panjang Jalan menurut Kewenangan di Wilayah Pulau Papua Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Panjang jalan di Wilayah Pulau Papua tahun 2013 meningkat 13.012 km dari tahun 2005.

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

2009 2010 2011 2012 2013

Papua Barat

Papua

1.262

24.494

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

2005 2013

Negara

Provinsi

Kab / Kota

Jumlah

7-34

PDDA 2015 Pembangunan Daerah Dalam Angka Pulau Papua 2015

Gambar 7.42

Perkembangan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2005 dan 2013, (dalam Km).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Peningkatan panjang jalan di Provinsi Papua Barat 6.827 km dan Papua 6.185 km dari tahun 2005.

Gambar 7.43

Perkembangan Tingkat Kerapatan Panjang Jalan menurut Provinsi di Wilayah Pulau Papua Tahun 2013, (dalam Km/Km2).

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Tingkat kerapatan jalan di Provinsi Papua dan Papua Barat di Pulau Papua masih tergolong rendah dan jauh dibawah kerapatan jalan nasionl.

1.262

10.220

8.089

16.405

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

18.000

Papua Barat Papua

2,005 2013

0,01 0,03

0,08

0,26

0,05

-

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

Papua Barat Nasional Papua

Provinsi (km/km2)_2005 Provinsi (km/km2)_2013

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

Pustaka 1

DAFTAR PUSTAKA

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Buku Buku Keadaan Angkatan Kerja-di Indonesia Februari 2015.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Buku Statistik Captive Power 2015Februari 2015.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Buku Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya di Indonesia 2015.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Buku Statistik Kesejahteraan Rakyat 2015

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Buku Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi 2011-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Buku Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2015.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2013. Buku Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten Kota 2013.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2014. Buku Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Buku Statistik Indonesia 2015.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Aceh. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Aceh menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sumatera Utara. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sumatera Barat. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sumatera Utara. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Riau. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Riau menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Jambi. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jambi menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sumatera Selatan. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Selatan menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Bengkulu. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bengkulu menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

2 Pustaka

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Lampung. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Kepulauan Riau. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kepulauan Riau menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi DKI Jakarta. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi DKI Jakarta menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Jawa Barat. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Jawa Barat. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Jawa Tengah. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi DI Yogyakarta. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi DI Yogyakarta menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Jawa Timur. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Timur menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Banten. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Banten menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Bali. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Nusa Tenggara Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Nusa Tenggara Timur menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Kalimantan Barat. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kalimantan Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Kalimantan Tengah. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kalimantan Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

Pustaka 3

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kalimantan Selatan menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Kalimantan Timur. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kalimantan Timur menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Kalimantan Utara. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kalimantan Utara menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sulawesi Utara. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sulawesi Utara menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sulawesi Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sulawesi Selatan menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sulawesi Tenggara menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Gorontalo. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Gorontalo menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Sulawesi Barat. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sulawesi Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Maluku. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Maluku menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Maluku Utara. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Maluku Utara menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Papua Barat. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

(BPS) Badan Pusat Statistik Indonesia Provinsi Papua. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014.

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2015

4 Pustaka