kateterisasi jantung

17
KATETERISASI JANTUNG Kateterisasi jantung sebagai alat diagnostik merupakan standar baku yang dipertimbangkan dalam pemeriksaan anatomi dan fisiologi jantung dan pembuluh darah yang berhubungan dengan jantung tersebut. Padda tahun 1929, Forssmann mendemonstrasikan kemungkinan dilakukannya kateterisasi pada manusia ketika dia melewatkan kateter urologis dari vena pada tangannya ke atrium kanannya dan mendokumentasikan posisi kateter dalam jantung mengguanakan x-ray. Pada tahun 1940, Cournand dan Richards mengaplikasikan teknik ini pada pasien dengan penyakit kardiovaskular untuk mengevaluasi fungsi jantungnya. Pada tahun 1958, Sones secara tak sengaja melakukan angiografi coroner selektif untuk yang pertama kalinya ketika kateter di ventrikel kiri terselip melewati katup aorta, terkait di arteri koroner kanan, dan injeksi bertenaga dari contras 40 mL menuruni pembuluh darah. Hasil angiografi menyajikan detail anatomi arteri secara bagus, dan pasien tidak mengalami efek samping. Sones kemudian mengembangkan kateter koroner selektif, yang kemudian dimodifikasi lebih lanjut oleh Judkins, yang mengembangkan kateter sehingga memungkinkan dilakukannya angiografi arteri koroner untuk mendapatkan kegunaan secara luas sebagai alat diagnostik. 1. Indikasi Kateterisasi Jantung Sebagaimana prosedur-prosedur yang lain, keputusan untuk merekomendasikan kateterisasi jantung itu didasarkan pada risk/benefit ratio. Secara umum, kateterisasi jantung

Upload: aschmaki-raito

Post on 28-Jan-2016

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KATETERISASI JANTUNG

TRANSCRIPT

Page 1: KATETERISASI JANTUNG

KATETERISASI JANTUNG

Kateterisasi jantung sebagai alat diagnostik merupakan standar baku yang

dipertimbangkan dalam pemeriksaan anatomi dan fisiologi jantung dan pembuluh darah yang

berhubungan dengan jantung tersebut. Padda tahun 1929, Forssmann mendemonstrasikan

kemungkinan dilakukannya kateterisasi pada manusia ketika dia melewatkan kateter urologis

dari vena pada tangannya ke atrium kanannya dan mendokumentasikan posisi kateter dalam

jantung mengguanakan x-ray. Pada tahun 1940, Cournand dan Richards mengaplikasikan

teknik ini pada pasien dengan penyakit kardiovaskular untuk mengevaluasi fungsi

jantungnya. Pada tahun 1958, Sones secara tak sengaja melakukan angiografi coroner selektif

untuk yang pertama kalinya ketika kateter di ventrikel kiri terselip melewati katup aorta,

terkait di arteri koroner kanan, dan injeksi bertenaga dari contras 40 mL menuruni pembuluh

darah. Hasil angiografi menyajikan detail anatomi arteri secara bagus, dan pasien tidak

mengalami efek samping. Sones kemudian mengembangkan kateter koroner selektif, yang

kemudian dimodifikasi lebih lanjut oleh Judkins, yang mengembangkan kateter sehingga

memungkinkan dilakukannya angiografi arteri koroner untuk mendapatkan kegunaan secara

luas sebagai alat diagnostik.

1. Indikasi Kateterisasi Jantung

Sebagaimana prosedur-prosedur yang lain, keputusan untuk merekomendasikan

kateterisasi jantung itu didasarkan pada risk/benefit ratio. Secara umum, kateterisasi jantung

direkomendasikan baik itu pada kepentingan klinis untuk menetapkan adanya atau beratnya

lesi pada jantung yang tidak dapat di evaluasi secara adekuat dengan menggunakan teknik

noninvasive. Pengukuran tekanan intrakardiak dan arteriografi koroner merupakan prosedur

yang dapat dilakukan dengan keakuratan reproducible terbaik menggunakan kateterisasi

invasif.

Kateterisasi jantung dan angiografi koroner diindikasikan untuk mengevaluasi

luas dan beratnya penyakit jantung pada pasien yang simptomatik dan untuk menjelaskan

bahwa pembedahan atau intervensi yang didasarkan pada kateter itu terjamin. Kateterisasi

juga digunakan untuk meniadakan penyakit berat pada pasien yang simptomatik dengan

temuan yang samar-samar pada uji noninvasive dan pada pasien dengan sindrom nyeri dada

yang tidak diketahui sebabnya secara pasti untuk menegakkan diagnosis pasti yang penting

untuk penatalaksanaan. Kateterisasi jantung bukan merupakan anjuran utama untuk bedah

jantung pada beberapa pasien muda yang memiliki penyakit jantung kongenital atau penyakit

Page 2: KATETERISASI JANTUNG

katup jantung yang sudah dapat dipastikan pada gambaran noninvasif dan pada yang tidak

bergejala atau tidak memiliki faktor risiko penyakit jantung koroner.

Beberapa indikasi keteterisasi jantung antara lain:

1. Penyakit arteri koroner

a) Asimptomatik atau simptomatik

Berisiko tingga untuk outcome yang buruk pada hasil pemeriksaan

noninvasif

Kematian jantung tiba-tiba

Didukung (> 30 detik) ventrikular takikardi tipe monomorfik

Tidak didukung (< 30 detik) ventrikular takikardi tipe polimorfik

b) Simptomatik

Anginga dalam pengobatan dengan Canadian Cardiology Society class

III atau IV

Unstable angina – risiko tinggi atau sedang

Sindrom nyeri dada dengan penyebab yang tidak jelas dan penemuan

hasil yang samar pada pemeriksaan noninvasif

2. Infark miokard akut

Reperfusi dengan percutaneous coronary intervention primer

Iskemia persisten atau berulang

Edem pulmoner yang berat

Syok kardiogenik atau hemodinamik yang tidak stabil

Komplikasi mekanik – regurgitasi mitral, defek septum ventrikel

3. Penyakit katup jantung

Diduga adanya penyakit katup pada pasien yang simptomatik – sesak, angina,

gagal jantung, sinkop

Endokarditif infektif dengan embolisasi koroner

Pasien asimptomatik dengan regurgitasi aorta dan pembesaran jantung atau

penurunan fraksi ejeksi

Pembedahan katup pada pasien dewasa dengan faktor risiko penyakit arteri

koroner

4. Gagal jantung kongestif

Onset baru dengan angina atau diduga tidak terdiagnosis penyakit arteri koroner

5. Penyakit jantung kongenital

Page 3: KATETERISASI JANTUNG

Sebelum di lakukan koreksi pembedahan, ketika gejala atau uji noninvasif

menunjukkan penyakit koroner.

Curiga adanya anomali koroner konganital

Bentuk penyakit jantung kongenital berhunbungan dengan anomali koroner

6. Penyakit perikard

Pasien simptomatik dengan diduga tamponade jantung atau perikarditis konstriktif

7. Transplantasi jantung

Evaluasi sebelum dan sesudah pembedahan

8. Kondisi lain

Kardiomiopati hipertrofik dengan angina

Penyakit aorta ketika pengetahuan keterlibatan arteri koroner penting untuk

penatalaksanaan.

Tidak ada kontaindikasi absolut ketika prosedur dilakukan dengan antisipasi

intervensi yang life-saving. Beberapa kontraindikasi relatif terhadap kateterisasi jantung

antara lain:

Perdarahan gastrointestinal akut

Hipokalemia berat

Intoksikasi digitalis yang tak terkoreksi

Antikoagulan dengan INR > 1.8 atau koagulopati berat

Riwayat reaksi anafilaksis terhadap media kontras

Stroke akut

Gagal ginjal akut atau penyakit ginjal kronik berat yang tidak tergantung dialisis

Demam yang tidak dapat diterangkan sebabnya atau infeksi aktif yang tidak

terobati

Anemia berat

Pasien yang tidak kooperatif

2. Teknik

Sebelum sampai di laboratorium kateterisasi, pasien seharusnya dijelaskan

menegnai prosedur secara lengkap termasuk risiko dan keuntungan. Evaluasi sebelum

kateterisasi antara lain anamnesis, pemeriksaan fisik dan EKG, pemeriksaan laboratorium

rutin seperti pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum, konsentrasi kreatinin dan glukosa,

Page 4: KATETERISASI JANTUNG

PT (Prothrombin time) dengan INR (international normalize ratio) dan PTT (partial

prothombine time) pada pasien yang mendapatkan heparin.

Pasien harus puasa terlebih dahulu paling tidak 6 jam, dan seharusnya dilakukan

pemasangan IV line. Biasanya diberikan obat penenang secara oral atau intravena (misalnya

benzodiazepine). Pulse oximetry harus digunakan untuk memonitor status respirasi.

Pemberian antikoagulan oral harus dihentikan dan INR harus kurang dari 1.8 untuk mencegaj

peningkatan risiko perdarahan. Aspirin atau antiplatelet oral lain dilanjutkan sebelum

prosedur. Pasien diabetes, pemberian metformin harus dihentikan pada hari dimana prosedur

akan dilakukan dan metformin tidak diberikan sampai fungsi ginjal stabil kulang lebih 48 jam

setelah prosedur. Semua pasien harus dihinrasi sebelum dan sesudah prosedur.

Kateter yang digunakan untuk kateterisasi jantung tersedia dalam berbagai

macam bentuk, ukuran dan konfigurasi. Panjang kateter umumnya antara 50 – 125 cm,

dimana 100 cm merupakan panjang kateter yang umumnya digunakan untuk kateterisasi

jantung kiri pada orang dewasa yang menggunakan pendekanan arteri femoralis. Diameter

terluar dari kateter ditetapkan dengan menggunakan French units, dimana 1 french unit (F)

sama dengan 0.33 mm. Diameter sebelah dalam kateter lebih kecil daripada diameter sebelah

Page 5: KATETERISASI JANTUNG

dalam karena ketebalan material dari kateter tersebut. Kawat yang digunakan selama

prosedur kateterisasi harus cukup kecil untuk dapat masuk melalui diameter sebelah dalam

baik itu dari Introducer needle maupun kateter itu sendiri. Kawat yang digunakan

dideskripsikan dengan panjangnya pada centimeter, diameter padd inchi dan bentuk

ujungnya. Kawat yang sering digunankan umumnya adalah 150 cm, 0.035 inchi dan J-tip

wire. Selubung introduser ditetapkan dengan jumlah French dari kateter terbesar yang secara

bebar leawat melalui diameter sebelah dalam dari selubung dibandingkan diameter

terluarnya. Oleh karena itu, sebuah selubung introducer 7F dapat menerima kateter 7F (7F =

2.31 mm) tetapi memiliki diameter sisi luar lebih dari 2.31 mm.

3. Kateterisasi Jantung Kanan

Kateterisasi jantung kanan menyediakan pengukuran dan analisis atrium kanan,

ventrikel kanan (RV), arteri pulmoner, dan tekanan biji kapiler pulmoner, menentukan

cardiac output, dan penyaringan intracardiac shunts. Penyaringan sampel darah untuk

oksimeter harus diperoleh dari vena cava superior (SVC) dan arteri pulmoner pada semua

pasien. Kateterisasi jantung kanan dilakukan melalui vena cava inferior (IVC) ataupun SVC

secara antegrade. Tempat masuk secara perkutan dicapai melalui vena femoralis, vena

jugularis, vena subclavia, atau vena antecubiti.

Page 6: KATETERISASI JANTUNG

Ballon flotation catheters merupakan penggunakan termudah dan yang paling

sering digunakan. Terdapat dua metode untuk memajukan Ballon flotation catheters. Yang

paling sering, kateter dapat di majukan secara langsung melalui atrium kanan dan melewati

katup trikuspid. Sekali kateter berada pada ventrikel kanan, kateter kemudian diputar searah

jarum jam menuju titik yang lebih tinggi dan secara langsung masuk ke dalam saluran aliran

keluar ventrikel kanan. Sekali kateter berada pada saluran aliran keluar, ujung balon harus

dibiarkan mengapung kedalam arteri pulmoner dan posisi yang terjepit. Jika dibutuhkan,

inspirasi yang dalam atau batuk dapat menfasilitasi manuver ini dan membantu dalam

melewati katup pulmonal.

Page 7: KATETERISASI JANTUNG

Ketika lubang terujung kateter yang tidak mempunyai ujung ballon digunakan,

teknik kanulassi arteri pulmoner berbeda secara nyata. Kateter harus diarahkan ke bawah

melewati katup trikuspid dan kemudia ke atas ke dalam saluran keluar ventrikel kanan. .

4. Kateterisasi ventrikel kiri dan arteriografi koroner

Setelah dilakukan anestesi lokal dengan 1 % lidocaine, jalur masuk perkutan dari

arteri femoralis didapatkan dengan menusuk pembuluh dari 1 – 3 cm (atau 1 atau 2 jari)

dibawah ligamentum inguinalis. Ligamentum inguinalis dapat teraba sejalan dari SIAS (spina

iliaca anterior superior) sampai ke ramus superior pubis. Ligamen ini (bukan lipatan

inguinal), digunakan sebagai landmark.

Insisi kulit secara melintang dibuat diatas arteri femoralis dengan menggunakan

skalpel. Dengan teknik Seldinger yang dimodifikasi, sebuah thin-walled needle 18-gauge di

insersikan pada sudut 30 – 45 derajat kedalam arteri femoralis, dan sebuah kawat J-tipe

berlapis teflon (polytetrafluoroethylene) masuk melalui jarum ke dalam arteri. Kawat harus

masuk aorta secara bebas tanpa perlawanan dan terasa seperti pisau panas yang melewati

mentega.

Stelah diperoleh akses arterial, selubung yang ukuranya hampir sama sperti

kateter koroner biasanya dimasukkan ke dalam arteri femoralis. Pemberian heparin untuk

kateterisasi jantung masih belum ditetapkan. Pada pasien yang memperoleh heparin sebelum

Page 8: KATETERISASI JANTUNG

dilakukannya kateterisasi, hasil pemeriksaan clotting time harus sudah ditetapkan sebelum

dilakukan tindakan.

LV systolic dan end-diastolic pressure dapat ditetapkan dengan memasukkan

kateter kedalam ventrikel kiri. Pada memeriksa stenosis katup aorta, LV dan tekanan aorta

atau tekanan fateri femoralis, harus direkam secara stimultan dengan 2 transduser. Kateter

aorta harus diletakkan tetidaknya kedalam aorta abdominal daripada ke dalam arteri

femoralis. Pada kecurigaan mitral stenosis, LV dan tekanan atrium kiri harus ditetapkan

secara stimultan dengan 2 transduser.

Left ventriculography dilakukan pada right anterior oblique 30 derajat dan left

anterior oblique 45-50 derajat. Injeksi bertenaga medium kontras 30-40 mL diamsukkan ke

dalam ventrikel pada 12-15 mL/detik digunakan untuk menilai fungsi ventrikel kiri dan

beratnya regurgitasi mitral.

Setelah prosedur selesai dilakukan, kateter dilepaskan dan tekanan yang kuat

diaplikasikan pada area femoral selama 10 menit dengan tangan. Pasien harus dijelaskan

Page 9: KATETERISASI JANTUNG

untuk tirah baring selama beberapa hari dengan kaki lurus untuk mencegah pembentukan

hematoma. Dengan kateter 4F-6F, tirah baring selama 2 jam biasanya cukup, sedangkan

penggunaan kateter yang lebih dari 6F biasanya membutuhkan waktu setidaknya 3-4 jam.

5. Angiografi Koroner

Angiografi koroner selektif hampir selalu dilakukan selama kateterisasi jantung

dan digunakan untuk menggambarkan anatomi koroner. Kateter koroner bentuk khusus

digunakan untuk ostium koroner kanan dan kiri. Injeksi agen kontras radiopak membentuk

“luminogram” koroner yang terekam pada gambaran radiografi. Karena arteri koroner

merupakan objek 3 dimensi yang bergerak dengan siklus jantiung, angiogram pembuluh

darah dilakukan dengan menggunakan beberapa proyeksi ortogonal yang berbeda untuk

memvisualisasikan pembuluh darah dengan baik tanpa overlap atau terlihat pemendekan.

Anatomi koroner normal sangat bervariasi diantara masing-masing individu, akan

tetapi secara umum terdapat 2 ostium koroner dan 3 pembuluh darah koroner yang utama,

yaitu arteri koronaria sinistra desending anterior (left anterior descending/LAD),arteri

koronaria sinistra sirkumflek (left circumflex), dan arteri koronaria dextra, dimana LAD dan

left circumflex merupakan percabangan dari left main coronary artery.

Page 10: KATETERISASI JANTUNG

Angiografi koroner memvisualisasikan stenosis arteri koroner sebagai

penyempitan lumen pada cine angiogram. Derajat penyempitan menunjuk pada persentase

stenosis dan ditetapkan secara visual dengan membandingkan segmen penyakit yang terberat

dengan proksimal atau distal dari segmen yang normal, stenosis > 50% secara signifikan

dipertimbangkan. Adanya “jembatan miokardial”, yang umunya terlibat dengan LAD bisa

salah sangka dengan stenosis yang signifikan. Kuncu untuk embedakan “jembatan mikardial”

dari stenosis adalah bagian stenosis dari pembuluh darah kembali menjadi normalselama

diastol. Kalsifikasi koroner juga dapat terlihat selama angiografi pada injeksi agen kontras.

Thrombolysis in myocardial infarction (TIMI) flow grade, merupakan pengukuran durasi

relatif dari waktu yang diambil untuk kontras pada opasitas arteri koroner secara penuh, bisa

memberikan petunjuk tambahan pada tingkatan beratnya lesi, dan adanya TIMI grade 1 atau

2 memberi kesan adanya stenosis arteri koroner yang signofikan.

Page 11: KATETERISASI JANTUNG

Daftar Pustaka

Charles J.D., & Robert O.B. Cardiac Catheterization. In: John F. Kennedy. Editor.

Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine. 9th ed.

Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012. p. 383-404

David P.F., & Jane A.L. Diagnostic Cardiac Catheterization and Coronary Angiography:

Introduction. In: Fauci’s, et al. Editor. Harrison’s: Principles of Internal Medicine.

8th ed.USA: McGraw-Hill; 2012.

Page 12: KATETERISASI JANTUNG