kawasan perdagangan bebas dan masa depan batam-kuswan gunanto
TRANSCRIPT
Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam: Sebuah Tinjauan Kritis – Kuswan Gunanto
(SEBUAH TINJAUAN KRITIS)
Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam: Sebuah Tinjauan Kritis – Kuswan Gunanto
Judul Bahasan : Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam (Bab 12)Judul Buku : Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan PeluangPengarang : Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.DTahun Terbit : 2004
Batam adalah adalah salah satu daerah di Indonesia yang tidak pernah mengalami krisis ekonomi.
Batam juga merupakan magnet bagi pencari kerja dan migran dari berbagai daerah Indonesia. Masalahnya
yang menjadi polemik kini adalah RUU Free Trade Zone (FTZ) yang semakin menghangat dibicarakan dan
mendapat reaksi keras dari para stakeholder di Pulau Batam. Polemik ini terutama terkait masalah konsep
dan batasan wilayah yang hendak ditetapkan sebagai FTZ.
BERAWAL DARI HABIBIE
Perkembangan Pulau Batam yang pesat tidak dapat dipisahkan dari ide dasar Wilayah Pusat
Pengembangan Industri (WPPI) dan Kawasan Industri ( Industrial Estate). Menristek pada saat itu, B.J
Habibie, adalah orang yang menginginkan agar Batam menjadi pusat industri berteknologi tinggi. Dibawah
B.J. Habibie, monopoli kebijakan ekonomi dan aktivitas negara di Pulau Batam jelas terlihat dengan status
keistimewaan Badan Otorita nya. Pada tahun 1989, dibuatlah kebijakan terkait Pulau Batam, yaitu:
1. Diizinkannya kepemilikan asing di Pulau Batam hingga 100% dengan syarat dilakukan divestasi
kepada mitra Indonesia hanya sebesar 5% dalam jangka waktu 5 tahun.
2. Perlakuan istimewa diberikan kepada Badan Otorita Batam melalui berbagai peraturan yang
diturunkan sejak tahun 1971. Banyak SK Presiden, PP, SK Menpera, dan SK BPN yang mencoba
mengembangkan Batam sebagai Kawasan Berikat maupun pusat industri.
DAYA TARIK WILAYAH BATAM
Pembangunan di Pulau Batam telah berkembang tidak hanya di sektor pembangunan fisik seperti
infrastruktur, berbagai fasilitas dan juga pembangunan sektor perekonomian, seperti industri, pari wisata
dan perdagangan. Penciptaan iklim investasi yang kondusif telah dimulai dengan pemberian pelayanan
yang cepat dan bebas dari praktek suap -menyuap dan didukung oleh prosedur yang sederhana dan efisien
yang diterapkan oleh OPDIP Batam (Otorita Pengelola Daerah Industri Pulau Batam ). Berbagai insentif
dan kemudahan ditawarkan oleh Batam, antara lain: provisi bagi investor, insentif bea masuk maupun
fasilitas lahan dan bangunan, serta insentif pajak dan tax holiday.
BAB. I TINJAUAN LITERATUR
Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam: Sebuah Tinjauan Kritis – Kuswan Gunanto
Peningkatan pelayanan juga dilakuka n dengan peningkatan kualitas pelayanan di bandara dan di
pelabuhan, pembangunan pelabuhan di Batam Center dan pembangunan sarana transportasi ke kawasan
industri dengan jalan lingkar juga dilakukan serta peningkatan sarana transportasi laut seperti penamb ahan
kapal feri maupun penambahan jam operasi pulang pergi ke Singapura.
BATAM SEBAGAI BAGIAN DARI GROWTH TRIANGLE SIJORI
Batam merupakan bagian dari kerjasama ekonomi regional yang terkenal dengan sebutan Segitiga
Pertumbuhan Sijori (Singapura -Johor-Riau). Konsep ini berangkat dari premis dasar bahwa ketika biaya
produksi di Singapura meningkat, maka perusahaan industri manufaktur akan merelokasi pabriknya dari
Singapura ke Johor (Malaysia) dan Ke Batam (Indonesia).
Pertumbuhan perekonomian Batam sebenarnya tidak berasal dari Batam sendiri , melainkan
merupan spillover effect aktivitas ekonomi Singapura, baik dilihat dari sisi impor (65%), sisi ekspor (69%),
jumlah wisman (70%), dan total investasi asing yang didominasi oleh investor dari Singapura.
PERKEMBANGAN BISNIS DAN EKONOMI BATAM
Berdasar data yang diperoleh dari BIDA (Batam Industrial Development Authority ) dan BPS,
disimpulkan bahwa Batam telah berkembang amat pesat dan terjadi boom aktivitas ekonomi. Kinerja
Batam ini sangat mencolok dibanding dae rah lain di Indonesia karena peranannya sebagai salah satu
daerah industri. Batam tergolong daerah industri terkemuka di luar Pulau Jawa dengan jumlah tenaga kerja
yang mampu diserap dan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh aktivitas ekonominya.
BATAM SEBAGAI SENTRA INDUSTRI TERKEMUKA
Bila dilihat dari struktur ekonominya, sektor industri pengolahan merupakan penyumbang utama
perekonomian Batam dengan angka 66% pada tahun 1996, dan 71% pada tahun 2000. Atau bisa dikatakan
bahwa prime mover dan leading sector Pulau Batam adalah sektor industri.
Kinerja ekspor dari Batam pun mengalami peningkatan yang luar biasa, yang terdiri dari barang -
barang elektronik konsumtif, komponen elektronik dan industri elektronik.
Pada tahun 1999, area industri elektronika Indonesia terbesar ada di Batam EIA (Electronic
Industrial Area) dengan jumlah total tenaga kerja sebesar 55,8% dari total tenaga kerja elektronika
Indonesia dan 53,5% untuk nilai tambah industri elektronik dari total nilai tambah elektronik Indonesia.
MASALAH PENDUDUK DAN SOSIAL
Pertumbuhan ektor industri yang cukup pesat selama dua puluh tahun terakhir ini diikuti pula
dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk di Pulau Batam merupakan yang
tercepat (hampir empat kali lipat) dibanding ka bupaten/kota lain di Provinsi Riau.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam: Sebuah Tinjauan Kritis – Kuswan Gunanto
Mengapa penduduk tertarik datang ke Batam? Jawabannya adalah peluang kerja di sektor industri
dan upah minimum pekerja sektor industri lebih tinggi dibanding daerah lainnya di Indonesia. Banyak arus
pendatang ini menimbulkan beberapa masalah sosial. Maraknya perumahan liar, banyaknya penganggur
dan munculnya banyak pekerja di sektor informal . Pada tahun 2000, diperkirakan jumlah rumah liar
sekitar 30.000 – 60.000 rumah. Bahkan rumah-rumah liar ini tergabung menjadi in stitusi resmi seperti
RT/RW dan penduduknya mempunyai KTP Kota Batam.
Hal ini menjadi sangat rancu, dikarenakan pemisahan wewenang (antara Pemda dan BIDA) dalam
menangani izin mendirikan bangunan dan administrasi kependudukan. Masalah –masalah sosial ini akan
terus berkembang menjadi konflik sosial jika tidak segera diatasi.
MASA DEPAN BATAM
Masa depan Batam dipertanyakan terutama ketika RUU Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam (dikenal sebagai RUU Free Trade Zone) sedang hangat dibicarakan. Memperindag,
Rini MS Soewandi , mengusulkan pengaplingan lokasi FTZ dengan ide dasar seperti konsep enclave yang
artinya menjadikan sebagian wilayah Batam sebagai area FTZ yang eksklusif. Hal ini menimbulkan reaksi
keras dari para stakeholder di Batam.
Usulan Memperindag berangkat dari pandangan bahwa secara hukum, Batam merupakan kawasan
berikat (bonded zone). Sedangkan salah satu Bonded Zone adalah pemisahan yang tegas antara kawasan
dan pemukiman penduduk. Sedangkan kondisi sekarang ini, leta k kawasan industri, pemukiman penduduk
dan fasilitas penunjangnya bercampur aduk.
Menurut Memperindag, hal ini sangat mempengaruhi penerimaan negara dari sektor perpajakan.
Insentif fiskal yang diperuntukkan bagi investor pun akhirnya ikut dinikmati oleh penduduk yang tidak
berhak. Ketidak adilan ini yang pada akhirnya ditakutkan oleh pemerintah RI akan menimbulkan
kecemburuan penduduk Indonesia yang ada di daerah lain. Belum lagi munculnya penyelundupan barang -
barang mewah melalui Pulau Batam.
Pada titik inilah, Memperindag, Rini MS Soewandi meyakini bahwa FTZ dengan sistem
pengaplingan adalah suatu keniscayaan bagi pulau Batam.
DAMPAK PENGGANDA FTZ
Jika semata mendasarkan pada perhitungan diatas kertas, usulan dari Memperindag diatas bisa
dimengerti. Akan tetapi, hal itu tidak menjadi sedehana bila Batam dilihat secara holistik, sebagai daerah
yang mampu menjadi daya tarik investasi maupun magnet pekerja Indonesia.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam: Sebuah Tinjauan Kritis – Kuswan Gunanto
Para stakeholder di Pulau Batam, meyakini bahwa jika FTZ dengan sistem kapling ( enclave) akan
mengakibatkan Batam akan menjadi tidak atraktif lagi sebagai tujuan berinvetasi. Resiko lain lain yang
dapat muncul adalah: hilangnya daya tarik Batam, pindahnya investasi asing ke luar Batam, potensi
penurunan bagi UKM/jasa pendukung dan penerima an pajak. Untuk itu, DPRD Kota Batam, Pemkot Batam
dan Badan Otorita Batam mengusulkan ke pemerintah pusat bahwa FTZ berlaku untuk seluruh wilayah Kota
Batam, bukan untuk sebagian wilayah Kota Batam.
Batam telah terbukti sebagai salah satu pusat pertumbuha n di Indonesia. Batam juga dinobatkan
oleh lembaga riset terkemuka, PERC, sebagai kawasan ternyaman ketiga untuk berinvestasi.
Kinerja positif Batam juga terlihat dari sektor perpajakan. Pada tahun 2002, tax ratio Batam yang
sebesar 20% bisa digolongkan t inggi untuk ukuran Indonesia bahkan untuk ukuran internasional. Hal ini
juga mencerminkan kepatuhan pajak yang tinggi dari pembayar pajak di Batam. Kenyataan ini menyangkal
pendapat Memperindag, bahwa insentif fiskal telah memicu penurunan penerimaan paja k.
Bercampurnya kawasan industri dan pemukiman yang dianggap sebagai “kesalahan” penerapan
kawasan berikat, malah mampu memberi “kemanfaatan”. Hal ini terutama terkait dengan munculnya
dampak pengganda (multiplier effect) yang bermuara pada dinamika indus tri dan perdagangan di Batam.
Secara simultan, lapangan pekerjaan dipastikan akan meningkat tatkala FTZ diterapkan untuk seluruh
wilayah Pulau Batam dan bukan dikapling -kapling.
Berbagai dampak akan muncul jika diberlakukan FTZ si stem kapling, antara lain: ekonomi biaya
tinggi yang muncul akibat penambahan prosedur perpajakan dan kepabeanan, rumitnya dan ekses negatif
dari pemindahan penduduk, dan rumitnya pengawasan karena FTZ sistem kapling. Kajian terkait dampak
pengaplingan juga telah dilakukan oleh B PS Kota Batam dan ISEI Cabang Batam pada tahun 2003 dan
hasilnya menunjukkan bahwa berbagai dampak negatif bagi Pulau Batam.
Ada dua benang merah yang bisa ditarik. Pertama, kebutuhan negara terhadap UU FTZ hendaknya
jangan membuat penetapan status “baru” bagi Batam ini justru mengganggu iklim investasi. Kedua, terkait
dengan fakta bahwa FTZ untuk seluruh pulau lebih berpeluang memberi manfaat dibandingkan FTZ untuk
sebagian wilayah pulau. Dan best practice dari FTZ berpenduduk juga ada di berbagai negara, seperti di
Shanzhen China dan Subic Filipina. Apakah realitas yang ada dikalahkan oleh kehendak mengapling area
FTZ?
Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam: Sebuah Tinjauan Kritis – Kuswan Gunanto
Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D adalah seorang penulis buku yang sangat produktif dengan 29 buku
yang sudah diterbitkan. Kapasitas keilmuan beliau di bidang ekonomi dan perencanaan pembangunan
daerah, terungkap jelas dalam buku yang kita bahas kali ini. Buku ini menampilkan wawasan teori yang kuat
dan dilengkapi dengan data empiris yang lengkap sehingga membuat kenyamanan dalam membac a buku
ini karena tidak perlu mencari buku atau tulisan lain untuk mengecek apakah pernyataannya sesuai dengan
data yang ada.
Bahasan kami pada bab ini adalah mencoba membuat tinjauan kritis atas materi perdagangan
bebas dan masa depan Batam yang kami review d i bab sebelumnya dan mencoba mengkaitkan dengan
kondisi Batam terbaru. Dalam tulisan kami ini tidak melakukan tinjuan kritis sub -bab per sub-bab,
melainkan langsung menampilkan berbagai situasi dan kondisi Batam terkait dengan perdagangan
bebasnya dan bagaimana masa depan dari FTZ maupun Pulau Batam sendiri dalam suatu bahasan yang
terintegrasi. Terdapat delapan hal yang akan kami tampilkan, berturut -turut sebagai berikut:
2.1 BATAM: BANDAR KOTA MADANI
Mengawali bahasan bab ini adalah kita lihat Kota Batam secara lebih detail. Kota Batam sebagai
salah satu kota di Provinsi Kepri, mempunyai
letak yang strategis karena berada di jalur
perdagangan dunia dan dekat dengan
Singapura. Letak astronominya antara
0025’29“LU dan 1015’00”LU dan antara
103034’35” BT dan 104026’04” BT. Luas
wilayah Kota Batam sebesar 165 km2 atau 7,27% dari total luas Provinsi Kepri. Pulau Batam merupakan
sebuah pulau besar dengan luas 415 Km2 (41.500Ha) dan terdapat 329 pulau lain yang ada di wilayah Kota
Batam.
Sebagian besar wilayah Kota Batam merupakan daerah pemukiman dan kawasan industri, terutama
untuk wilayah Pulau Batam. Untuk pulau -pulau yang lain, sebagian besar masih berupa lahan pertanian dan
lahan tidur.
Bila kita lihat dari perspektif sejarah , penduduk asli Kota Batam diperkirakan adalah orang -orang
Melayu yang dikenal dengan sebutan Orang Selat atau Orang Laut. Penduduk ini paling tidak telah
menempati wilayah itu sejak zaman kerajaan Tumasik (sekarang Singapura) dipenghujung tahun 1300 atau
awal abad ke-14. Pulau Batam terkadang juga disebut Pulau Ujung.
BAB. II TINJAUAN KRITIS LITERATUR
Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam: Sebuah Tinjauan Kritis – Kuswan Gunanto
Pada masa jayanya Kerajaan Malaka, Pulau
Batam berada di bawah kekuasaan Laksamana
Hang Tuah. Setelah Malaka jatuh, kekuasaan atas
kawasan Pulau Batam dipegang oleh Laksamana
Hang Nadim yang berkedudukan di Bentan
(sekarang Pulau Bintan). Ketika Hang Nadim
meningal dunia, pulau ini berada di bawa h
kekuasaan Sultan Johor sampai pada pertengahan
abad ke 18.
Dengan hadirnya kerajaan di Riau Lingga
dan terbentuknya jabatan Yang Dipertuan Muda
Riau, maka Pulau Batam beserta pulau -pulau
lainnya berada di bawah kekuasaan Yang
Dipertuan Muda Riau, sampai berakhirnya
kerajaan Melayu Riau pada tahun 1911.
Di abad ke-18, persaingan antara Inggris
dan Belanda amatlah tajam dalam upaya
menguasai perdagangan di perairan Selat Melaka.
Bandar Singapura yang maju dengan pesat,
menyebabkan Belanda berusaha dengan b erbagai
cara menguasai perdagangan melayu dan
perdagangan lainnya yang lewat di sana.
Hal ini mengakibatkan banyak pedagang
yang secara sembunyi-sembunyi menyusup ke
Singapura. Pulau Batam yang berdekatan dengan
Singapura, amat bermanfaat bagi pedagang -
pedagang untuk berlindung dan gangguan patroli
Belanda. Pada abad ke-18, Lord Minto dan Raffles
dan kerajaan Inggris melakukan barter dengan
pemerintah Hindia Belanda sehingga Pulau Batam
yang merupakan pulau kembar dengan Singapura
diserahkan kepada pemerintah Belanda.
Bila dilihat dari struktur persentase PDRB nya pada tahun 2006-2010, sumbangan terbesarnya
adalah lapangan usaha industri pengolahan dengan nilai berturut -turut: 61,91%, 62,08%, 60,43%, 59,20%,
dan 58,80%.
Bila dilihat dari infrastrukturnya , Kota Batam telah memiliki fasilitas jalan raya yang dibangun
dengan baik dan berstandar tinggi yang menghubungkan hampir semua daerah di Kota Batam. Sistem
jaringan transportasi tersebut mengintegrasikan semua pusat kegiatan y ang ada di Pulau Batam dan
merupakan suatu kesatuan sistem jaringan transportasi yang berinteraksi satu sama lain serta saling
menghubungkan antara wilayah kota, permukiman, daerah komersial, dan rekreasi.
Sebagai wilayah kepulauan , Kota Batam sangat bergantung dengan pelabuhan laut dalam
menunjang berbagai aktivitas kegiatan penduduknya. Saat ini sarana perhubungan laut telah tersedia 14
(empat belas) pelabuhan yaitu lima pelabuhan penumpang internasional dengan tujuan Singapura dan
Malaysia, dua pelabuhan domestik, satu pelabuhan PELNI, tiga pelabuhan rakyat dan tiga pelabuhan
angkutan barang baik untuk tujuan domestik maupun internasional dengan kapasitas sandar kapal
maksimum 35.000 DWT.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam: Sebuah Tinjauan Kritis – Kuswan Gunanto
2.2 ILUSI KOORDINASI DI BATAM
Koordinasi adalah kata yang mudah diucapkan, namun sulit dilakukan. Kecuali jika koordinasi hanya
dimaknai sebagai sekedar pertemuan, rapat -rapat, dan kongkow-kongkow. Koordinasi yang seperti ini bisa
dikatakan sebagai “ilusi koordinasi”.
Persoalan koordinasi juga akan terjadi di
FTZ Batam. Keberadaan BIDA (Batam Industrial
Development Authority) dan Pemkot Batam yang
mempunyai kewenangan berbeda akan
menimbulkan persoalan koordinasi yang kami
sebutkan tadi. Sebagaimana contoh yang
telah disebutkan pada kasus
pengurusan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) dan
kepemilikan KTP yang tidak
singkron sehingga muncul
masalah rumah-rumah liar
yang mencapai 30.000 – 60.000
rumah liar.
Pada tahun-tahun berikutnya, akan
terbayang bagaimana mereka ( BIDA dan Pemkot
Batam) berkoordinasi dalam mengatur masalah
pelabuhan-pelabuhan rakyat, pelabuhan khusus
maupun pelabuhan ekspor. Wewenang dalam
mengeluarkan izin importir juga akan berpotensi
menimbulkan masalah yang pelik.
Belum lagi bila ditinjau dari
landasan/dasar hukum BIDA maupun Free Trade
Zone (FTZ) yang akan diperlakukan di Batam, pada
saat buku ini disusun sudah menjadi perdebatan
hangat antara Memperindag, Rini MS Soewandi ,
dengan Pemkot Batam dan DPRD
Kota Batam. Belum lagi jika hal itu
sudah menyangkut kekuatan -
kekuatan politik maupun
ekonomi yang mempunyai
kepentingan dengan diterbitkannya
UU FTZ di Batam.
Bila diikuti perkembangan terbaru terkait
FTZ Batam, maka UU FTZ Batam yang diusulkan
DPR ternyata tidak ditandatangani oleh Presiden
Megawati pada tahun 2004. Hal ini akhirnya
menjadi komoditas saling serang ant ara DPR dan
pemerintah. Sampai terbitnya UU no 44 tahun
2007 tentang kawasan perdagangan bebas dan
pelabuhan bebas, masih juga terjadi perlawanan
hukum dari beberapa anggota dewan dari PDIP.
2.3 FREE TRADE ZONE: SISTEM KAPLING ATAU SELURUH WILAYAH?
Materi utama perdebatan antara Memperindag Rini MS Soewandi dengan Pemkot Batam dan
DPRD Kota Batam adalah apakah FTZ akan memberlakukan sistem kapling ( enclave) atau FTZ berlaku untuk
seluruh wilayah Batam. Menarik untuk disimak apa yang menjadi dasar pemikiran kenapa harus sistem
kapling ataupun berlaku menyeluruh bagi wilayah Batam. Keduanya memberikan alasan yang bisa dijadikan
bahan perenungan.
Menurut kami, apapun keputusan terkait sistem apa yang dip ilih untuk FTZ Batam adalah sebuah
keputusan yang harus mempertimbangkan kemanfaatan yang optimal dan kelemahan yang harus dicari
solusinya seperti teori-teori perencanaan yang sudah dipalajari.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam: Sebuah Tinjauan Kritis – Kuswan Gunanto
Bila dilihat dari buku ini, penulis buku lebih mempunyai ke cenderungan ke arah pilihan kedua
yaitu FTZ diberlakukan untuk seluruh wilayah Kota Batam . Kesimpulan kami berdasar pada pertanyaan
terakhir penulis di akhir bab 12 yang sangat menggigit yaitu: “Haruskah realitas yang demikian mampu
dikalahkan oleh kehendak mengapling area FTZ?”
Menurut kami, pilihan kebijakan FTZ ini adalah dengan memberlakukan kombinasi , yaitu untuk
Pulau Batam adalah FTZ seluruh wilayah Pulau Batam, dan sistem kapling ( enclave)untuk beberapa pulau
lain di Kota Batam yang ditunjuk.
Akan tetapi terdapat konsekuensi dalam pilihan ini, adalah pengawasan yang ketat dalam keluar
masuk barang dan jasa dari Pulau Batam ke Singapura dan pulau -pulau lain di wilayah Indonesia. Hal ini
adalah untuk menghindari konflik sosial karena harus memindahkan penduduk yang sudah terlanjur
bermukim di Pulau Batam.
2.4 SEGITIGA PERTUMBUHAN SIJORI: Siapa Menunggangi Siapa?
Letak Batam yang sangat strategis ( bahkan dalam sejarah yang kami
ulas pada sub bahasan 2.1, Pulau Batam dibilang sebagai Pulau kembar
dengan Singapura) membuat Indonesia memanfaatkannya sebagai pusat
pertumbuhan baru. Segala keunggulan yang dimiliki oleh Batam ini
mengasumsikan bahwa Batam menyediakan pola ketersediaan lahan dan
tenaga kerja yang murah di banding Singapura. Maka ketika terjad i biaya
produksi yang meningkat di Singapura, diharapkan Batam mampu menjadi
tempat relokasi perusahaan yang sebelumnya ada di Singapura.
Jadi letak geografis Batam adalah satu -satunya keunggulan Batam dalam menciptakan
pertumbuhan ekonominya. Karena Bata m sendiri tidak mempunyai Sumber Daya Alam untuk menopang
perekonomiannya. Dengan hubungan kerjasama ekonomi seperti diatas diharapkan Batam akan menikmati
spillover effect aktivitas ekonomi di Singapura.
Hal inipun telah disadari oleh penulis buku , dengan menampilkan fakta-fakta bahwa Batam dari
berbagai sisi (impor, ekspor, investasi dan wisatawan) memang sangat tergantung kepada Singapura. Dan
penulis buku mengajak Pemerintah Indonesia untuk tetap memberikan insentif yang lebih menarik minat
investor.
Beberapa tahun terakhir, ada beberapa pihak yang menghembuskan pendapat bahwa “Batam
adalah pihak yang diperalat Singapura ” dan dijadikan ajang bagi Singapura mencari tenaga kerja dan lahan
yang murah. Kemudian isu-isu nasionalisme ditambahkan maka tercip talah opini bahwa “Singapura
menunggangi Indonesia dalam kasus Batam” . Sebagai respon dari opini tersebut, kami melihat bahwa
mulai ada keinginan dari pemerintah daerah, baik Provinsi Kepri maupun Pemkot Batam, untuk menyaingi
Singapura. Menurut kami, hal ini adalah sangat terburu-buru dan melupakan aspek dasar kenapa Batam ini
didirikan yaitu sebagai FTZ yang sebelumnya adalah Bonded Zone (Kawasan Berikat).
Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam: Sebuah Tinjauan Kritis – Kuswan Gunanto
“bukan sektor industriyang tumbuh pesat diBatam, tetapi bisnisproperti dan ruko
yang terlihat sangatmencolok tumbuh
subur di PulauBatam.”
Kebijakan yang perlu pemerintah Indonesia , melalui kepanjangan
tangannya yaitu BIDA (sekarang B P Batam) dan Pemkot Batam , lakukan
adalah mencoba merayu pengusaha -pengusaha Singapura agar mau
menjadikan Batam sebagai “rumah produksi” bagi usaha mereka. Ketika
Batam menjadi “rumah produksi” maka kapasi tas ekspor Batam meningkat
yang pada akhirnya mampu menyerap tenaga kerja Indonesia. Dengan berkurangnya pengangguran di
Indonesia maka program pemerintahan SBY yang Pro-Job dapat terpenuhi.
Jadi tidak beralasan kalau segitiga pertumbuhan Sijori diterpa isu: siapa menunggangi siapa?
2.5 PERKEMBANGAN BATAM: MASIH ON THE TRACK?
Pertanyaan menggelitik muncul takkala membaca sub bahasan diatas. Apakah perkembangan
Batam saat ini masih on the track?
Banyak pihak yang menyayangkan perkembangan Batam dewasa
ini yang sudah jauh menyimpang dari tujuan awal ditetapkan sebagai
kawasan berikat. Kawasan berikat mengamanatkan bahwa Batam adalah
kawasan industri. Hal ini tentunya akan di dasarkan pada sumbangan
sektor industri kepada nilai tambah yang muncul dari kegiatan ekonomi
yang ada di Kota Batam.
Untuk menjawab hal tersebut maka perlu didukung data.
Menurut publikasi PDRB 2010 BPS Kota Batam, sumbangan sektor Industri Pengolahan menempati urutan
pertama dalam sumbangannya terhadap PDRB Kota Batam, yaitu: sebesar 58,80%. Melihat dari fakta
diatas, dapat kami simpulkan bahwa Batam masih merupakan kawasan industri sesuai dengan pemikiran
awal pengembangan Batam.
Tapi apakah perkembangan Batam dewasa ini masih dalam
jalur yang benar (on the track)? Untuk menjawab itu, kita harus
melihat bagaimana laju pertumbuhan dari sektor Industri ini dibanding
laju pertumbuhan sektor lainnya? Sekali lagi merujuk kepada data BPS
Kota Batam, maka diketahui bahwa laju tertinggi pertumbuhan
ekonomi kota Batam pada tahun 2009 dan 2010 adalah sektor bangunan (22,46% dan 15,95%) diikuti
dengan sektor perdagangan, transportasi dan komunikasi (7,05% dan 9,01%), sedangkan sektor industri
pengolahan sendiri hanya 3,73% pada tahun 2009 dan 7,40% pada tahun 2010 .
Data diatas semakin memberikan bukti kepada kita bahwa be berapa kalangan yang mengeluhkan
perkembangan Batam sudah melenceng dari pemikiran awal dibangunnya Batam sebagai Kawasan Berikat
maupun FTZ memang tidak boleh dianggap angin lalu. Mereka berargumen bahwa bukan sektor industri
yang tumbuh pesat di Batam, t etapi bisnis properti dan ruko yang terlihat sangat mencolok tumbuh subur
di Pulau Batam.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam: Sebuah Tinjauan Kritis – Kuswan Gunanto
Fenomena apakah ini? Apakah hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan kota Batam sudah
keluar dari jalur? Hanya waktu yang mampu menjawabnya.
2.6 MASALAH KEPENDUDUKAN DAN SOSIAL
Permasalahan kependudukan dan sosial di Batam sudah muncul lama bahkan sebelum tahun 2000.
Fenomena munculnya rumah-rumah liar yang berjumlah 30.000 – 60.000 rumah adalah suatu
permasalahan yang sangat serius. Hal ini membutuhkan effort yang tinggi dari BIDA maupun Pemkot Batam
untuk segera menanganinya.
Pendapat penulis buku yang sepertinya lebih cenderung ke FTZ untuk seluruh Pulau Batam karena
pertimbangan holistik dan sebagainya, ternyata akan semakin mengerucut kepada satu kesimpulan bahwa
Batam gagal sebagai kawasan industri tetapi berhasil sebagai salah satu pusat pertumbuhan baru di
Indonesia.
Perkembangan penduduk di Kota Batam sa ngat pesat, yaitu penduduk di Batam berjumlah 527.157
jiwa pada tahun 2001 berlipat menjadi 1.006.063 jiwa pada tahun 2010. Ini merupakan pertumbuhan yang
sangat pesat. Hal ini pulalah yang menyimpulkan bahwa Batam masih menarik bagi pencari kerja di
Indonesia.
Selain dampak positif yang muncul akibat kedatangan pencari
kerja ke Batam ini, maka bisa juga dilihat dari negatifnya. Kedatangan
penduduk yang sangat banyak ini bisa berpotensi menjadi masalah bila
yang datang adalah tenaga kerja tidak terampil. Dengan keterbatasan
kemampuan yang dimilikinya mengakibatkan banyak tenaga kerja
yang tidak terserap di sektor -sektor industri dan akhirnya muncullah
pengangguran dan pekerja sektor informal .
Bila dilihat data BPS Kota Batam, maka diperoleh fakta bahwa
jumlah pengangguran secara absolut berjumlah 41.541 jiwa pada tahun 2011. Angka Tingkat
Pengangguran Terbuka sebesar 8,57% yang berarti terdapat 8,57% pencari kerja yang tidak memperoleh
pekerjaan dan menjadi penganggur . Jumlah penganggur yang mencapai 41 .541 jiwa ini akan menjadi
masalah yang sangat pelik jika tidak segera diselesaikan.
Masalah perumahan liar, degradasi lingkungan sampai kejahatan
pun akan muncul ke permukaan masyarakat jika penduduk sudah terlalu
padat. Berbagai masalah tadi pada akhir nya menimbulkan situasi dan
kondisi berinvestasi menjadi tidak nyaman. Dan bila kenyaman
berinvestasi tidak ada lagi, ma ka tunggulah saatnya investor akan
angkat kaki dari Pulau Batam ini.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam: Sebuah Tinjauan Kritis – Kuswan Gunanto
2.7 MASALAH EKONOMI: DILEMA PELABUHAN TIKUS DAN IMPORTIR BODONG
Masalah lain yang muncul jika FTZ ditetapkan berlaku untuk seluruh wilayah Pulau Batam adalah
masalah penyelundupan barang ilegal. Bahkan beberapa pihak menyindir dengan menyebut Batam
bukanlah sebagai Free Trade Zone tetapi Free Smuggling Zone atau Zona Bebas Penyelundupan.
Menjadi rahasia bersama bahwa untuk mendapatkan
barang mewah dengan harga yang murah adalah membeli barang
penyelundupan dari Batam. Kami sendiri ( tinggal di Kota Jambi)
beberapa kali kesempatan mendapat tawaran barang -barang dari
Batam, mulai dari Blackberry sampai televisi layar lebar. Barang-
barang yang ditawarkan jauh lebih murah dibanding harga resmi
karena barang-barang tersebut terbebas dari pajak dan bea masuk
barang dari luar negeri.
Menarik untuk disimak kenapa penyelundupan ini bisa terjadi dikawasan FTZ yang diawasi?
Ternyata semua ini berawal dari masih
beroperasinya pelabuhan rakyat (pelra) dan
pelabuhan tikus. Pengelola Batam (dulu BIDA
sekarang BP Batam) dan Bea Cukai Batam hanya
mengawasi di pelabuhan-pelabuhan utama.
Mereka enggan bergesekan dengan Pemkot
Batam dengan mempermasalahkan pelabuhan
tikus dan pelabuhan rakyat ini karena
keberadaannya didukung oleh Pemkot Batam.
Walaupun pelra-pelra ini yang disinyalir sebagai
“jalur tikus” untuk penyelundupan barang
ilegal dari Singapura dan keluar pulau Batam.
Pemkot Batam berargumen bahwa
dengan jumlah pulau yang sangat banyak di Kota
Batam ini maka keberadaan Pelra (Pelabuhan
Rakyat) masih sangat dibutuhkan untuk
kelancaran arus distribusi barang dari dan ke
pulau-pulau kecil disekitar Pulau Batam.
Selain dikarenakan pelra-pelra yang
digunakan sebagai jalur tikus, maka
penyelundupan ini juga lahir dari adanya
importir-importir bodong di Batam. Hal ini
diketahui tatkala diadakan registrasi ulang
importir, terdapat banyak importir bodong yang
tidak ketahuan dimana rimbanya. Dahulu untuk
mengurus proses izin impor banyak melalui jasa -
jasa pihak ketiga (biro jasa).
Importir-importir bodong ini
menggunakan jasa forwarder-forwarder atau jasa
ekspedisi yang bolak-balik Batam-Singapura yang
hanya berjarak 20 km untuk menyelundupkan
barang dari Singapura.
Maka bisa ditarik kesimpulan sementara:karena Pulau Batam ini adalah FTZ dengancampuran penduduk didalamnya makapermasalahan penyelundupan barang ini akan
selalu menjadi dilema.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam: Sebuah Tinjauan Kritis – Kuswan Gunanto
2.8 FTZ-PHOPIA: MENAKSIR MASA DEPAN PULAU BATAM
Masa depan Pulau Batam banyak dipertanyakan oleh berbagai pihak. Banyak yang optimis namun
tidak kurang yang pesimis akan masa depan Pulau Batam. Pulau Batam dianggap sebagai contoh FTZ yang
gagal. Kenapa disebut contoh yang gagal? Atau masih sebatas tidak optimal?
Banyak pihak yang menyayangkan kondisi maupun situasi yang ada di Pulau Batam dewasa ini. Bila
dirinci, situasi dan kondisi yang ada di Pulau Batam adalah sebagai berikut:
a. KONDISI INFRASTRUKTUR YANG ADA DI PULAU B ATAM TIDAK BANYAK MENGALAMI
KEMAJUAN SETELAH OTONOMI DAERAH INI.
Banyak jalan berlubang yang dikeluhkan oleh para pelaku investasi. Kenyamanan
bertransportasi ini terganggu dengan pengelolaan transportasi yang rancu antara kewenangan
pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kota Batam.
b. PERMASALAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN IMPOR DAN EKSPOR.
Ternyata dalam urusan pemberian izin impor , di Batam sekarang ada dua tempat yaitu
BP Batam dan Pemkot Batam. Ada sebagian barang yang diurus di BP Batam dan sebagian
barang di Pemkot Batam. Hal ini akan mengurangi kualitas jasa pelayanan untuk berusaha di
Batam. Kenapa tidak digabung saja? Ternyata terdapat ketakutan dari Pemkot Batam kalau
semua kewenangan diserahkan ke BP Batam, maka Pemkot hanya mengurusi masalah
administratif dan masalah lainnnya.
c. PROFESIONALISME PENGELOLA.
Pengelola FTZ Batam, baik BP Batam maupun Pemkot Batam ,
tidak mempunyai kapasitas profesionalisme yang mumpuni untuk
mengatasi permasalahan secara cepat. Ini terlihat dari kekacauan
pelaksanaan FTZ pada hari pertama yaitu 1 April 2008. Banyak
kontainer yang terpaksa ditahan karena dokumen yang tidak lengkap.
Menurut pihak pengusaha, hal ini dikarenakan oleh ketidaksiapan personil pengelola dalam
menyambut aturan baru. Kekacauan terjadi terutama tidak adanya sosialisasi peraturan baru
kepada pengusaha (importir dan eksportir). Berbagai keruwetan di lapangan memicu
munculnya oknum - oknum yang memanfaatkan celah tersebut yang akhirnya membuat high
cost economy dan pungutan liar.
d. KELEMBAGAAN YANG TIDAK EFISIEN DAN EFEKTIF.
Sebagai institusi yang mengurusi masalah vital, kelembagaan FTZ diurus oleh BP Batam
(Badan Pengelolaan Batam) yang berada dalam kekuasaan DK Batam (Dewan Kawasan Batam).
akan tetapi siapakah yang menjadi dewan Kawasan Batam? Dari SK yang diterbitkan, ternyata
yang mengisi jabatan di DK Batam adalah orang -orang yang menjadi birokrat dan pejabat .
Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam: Sebuah Tinjauan Kritis – Kuswan Gunanto
Susunan Dewan Kawasan Batam sesuai SK Keppres No. 9 tahun 2008 tentang Dewan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pel abuhan Bebas Batam yang disahkan tangal 7 Mei 2008
adalah sebagai berikut:
Ketua merangkap anggota : Gubernur KepriWakil Ketua merangkap anggota : Walikota BatamAnggota:1. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Provinsi Kepulauan Riau;2. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Pajak Provinsi Kepulauan Riau;3. Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Provinsi Kepulauan Riau;4. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kepulauan Riau;5. Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Riau;6. Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Kepulauan Riau;7. Komandan Pangkalan Utama Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut IV;8. Komandan Gugus Keamanan Laut Wilayah Barat;9. Komandan Komando Resort Militer 033/WIRAPRATAMA;10. Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan BebasBatam
Bila dilihat dari aturan diatas timbul pertanyaan “bagaimana mungkin pejabat -pejabat diatas
mampu fokus memikirkan masa depan Batam diantara kesibukan lain yang juga tidak kalah
penting?”
e. MUNCULNYA SAINGAN DARI NEGARA LAIN DALAM PELAYANAN INVESTASI.
Kita tidak boleh hanya berbangga diri dan menutup mata akan adanya persaingan dari
negara lain dalam pelayanan investasi. Terkait dengan masalah Batam, negara Malaysia
merupakan negara terkuat dalam persainga n memperebutkan investasi dari Singapura dan
negara investor lain.
Pada saat ini, Pemerintah Malaysia telah
mendirikan IDR (Iskandar Development Region) dengan
investasi yang sangat luar biasa mencapai Rp. 50 Trilliun.
IDR ini diperuntukkan sebagai pusat jasa layanan keuangan,
kawan industri dan kawasan jasa hiburan. IDR ini
menawarkan insentif investasi yang luar biasa, memberikan
pelayanan infrastruktur kelas dunia, bahkan sampai
menyediakan hotline untuk melaporkan jika ada jalan
berlubang di Iskandar Development Region ini.
Bagaimana dengan di Batam? Jalan rusak didepan kantor Pemkot Batam sendiri saja
tidak segera diperbaiki oleh pihak terkait. Kami mengkhawatirkan jika kondisi ini tidak dibenahi
maka Batam akan semakin tenggelam dan kalah dibandingkan dengan Iskandar
Development Region di Malaysia.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam: Sebuah Tinjauan Kritis – Kuswan Gunanto
f. HENGKANGNYA PMA DARI FTZ BATAM.
Pada awal tahun 2012,
pemberitaan di beberapa surat kabar
di Batam dan Nasional dihebohkan
oleh rencana tutupnya PT Exas
Batam Indonesia , satu PMA yang
bergerak di bidang perakitan
elektronik di Kawasan Industri
Batamindo.
BP Batam juga mengakui bahwa ada tiga PMA lain yang sudah mengajukan
pencabutan izin penanaman modal atau menghentikan operasi karena berbagai faktor,
seperti order yang mulai berkurang dan dampak dari krisis ekonomi global.
Berbagai pihak telah menanggapi hal ini dan menganggap ini merupakan hal lumrah
ketika perusahaan menutup usaha di suatu tempat. Akan tetapi, apakah ini menjadi wajar
apabila suatu PMA menutup usahany a di Batam dan membuka usaha yang lebih besar di
Malaysia?
Melihat kondisi dan situasi diatas, apakah bisa dikatakan FTZ Batam telah gagal? Perlu diingat
bahwa sebagai sebuah kawasan FTZ, tentu saja tolak ukur keberhasilan sebuah kawasan perdagangan
bebas adalah berapa besar investasi asing berhasil masuk, berapa besar lapangan kerja yang tersedia,
berapa besar ekspor, dan berapa besar kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Bila indikator tersebut
tidak menunjukkan angka positif di Batam , maka kita bisa mengatakan bahwa Batam sebagai kawasan
FTZ telah gagal atau sekedar belum optimal? .
Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam: Sebuah Tinjauan Kritis – Kuswan Gunanto
Prof. Mudrajad Kuncoro telah menampilkan sebuah literatur mengenai Perdagangan Bebas dan
Masa Depan Batam dalam gaya penulisan yang runtut dan dilengkapi data -data terbaru (dalam konteks
tahun penerbitan) di bab 12 dalam bukunya yang berjudul “Otonomi dan Pembangunan Daerah:
Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang .”
FTZ adalah status terakhir yang diberikan pemerintah pusat melalui UU No. 44/2007 tentang FTZ
Batam setelah sebelumnya Batam berstatus bonded zone, bonded island, dan bonded zone plus.
Dua kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi Batam saat ini, yaitu tidak optimal, akan tetapi
banyak pula yang menyebutnya sebagai kegagalan . Status FTZ yang dimilikinya belum dapat memacu
investasi asing untuk masuk dalam jumlah yang masif. Birokrasi perizinan juga belum sepenuhnya baik, dan
infrastruktur yang dimiliki terutama pelabuhan masih jauh dari layak. Tanpa adanya gebrakan dan inovasi
dari pemerintah berupa pemberian insentif, perizinan yang mudah, menghapus pungli, dan infras truktur
yang layak, maka jangan berharap terlalu tinggi iklim investasi akan semakin membaik.
Jika pemerintah tidak segera bergerak cepat membenahi berbagai permasalahan yang dihadapi
dalam pengembangan pulau ini maka bukan tidak mungkin akan semakin banya k lagi perusahaan yang
berhenti beroperasi. Tentunya ini menjadi tugas semua pihak , baik pemerintah pusat, daerah, pengelola
FTZ, masyarakat, dan tentu saja media massa untuk memberikan pemahaman dan informasi yang
berimbang mengenai kondisi riil di Batam. Kita iri melihat pemerintah di negara lain sangat serius mengurus
daerah FTZ nya sehingga bisa menjadi lokomotif pembangunan.
Kalau tidak, Batam tidak bisa lagi berbangga hati dengan slogan “The Best Investment
Destination In The Region” . Apa lagi yang bisa dibanggakan di pulau ini?
Judul Bahasan : Kawasan Perdagangan Bebas dan Masa Depan Batam (Bab 12)Judul Buku : Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan PeluangPengarang : Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.DTahun Terbit : 2004
BAB. III KESIMPULAN