keanekaragaman - repository.uinjkt.ac.id

69
KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DI GUA SIBEDAHAN, GUA SIGAWIR, DAN GUA SIGINTUNG, KAWASAN KARST KAMPUNG CIBUNTU, BOGOR, JAWA BARAT SKRIPSI ARMAN GAFFAR 1111095000025 PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/ 1439 H

Upload: others

Post on 01-Dec-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DI GUA SIBEDAHAN,

GUA SIGAWIR, DAN GUA SIGINTUNG, KAWASAN KARST

KAMPUNG CIBUNTU, BOGOR, JAWA BARAT

SKRIPSI

ARMAN GAFFAR

1111095000025

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M/ 1439 H

Page 2: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DI GUA SIBEDAHAN,

GUA SIGAWIR, DAN GUA SIGINTUNG, KAWASAN KARST

KAMPUNG CIBUNTU, BOGOR, JAWA BARAT

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ARMAN GAFFAR

1111095000025

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M/ 1439 H

Page 3: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id
Page 4: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id
Page 5: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id
Page 6: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

i

ABSTRAK

ARMAN GAFFAR. Kenekaragaman Arthropoda di Gua Sibedahan, Gua

Sigawir, dan Gua Sigintung, Kawasan Karst Kampung Cibuntu, Bogor,

Jawa Barat. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dibimbing oleh Dr. Cahyo

Rahmadi dan Narti Fitriana, M.Si. 2018

Gua merupakan ekosistem unik yang memiliki suhu relatif stabil serta tingkat

kelembapannya yang relatif tinggi. Kawasan karst Kampung Cibuntu, Bogor

memiliki banyak gua yang belum dipelajari para peneliti. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis,

jumlah jenis Arthropoda, perbandingan parameter lingkungan tanah, serta

mengetahui hubungan parameter lingkungan tanah dengan keanekaragaman

jenis Arthropoda gua. Metode yang digunakan adalah metode survei dengan

teknik pengambilan sampel dengan koleksi langsung, perangkap sumuran, dan

pengambilan sampel tanah. Keanekaragaman jenis di Gua Sigawir dan Gua

Sibedahan tergolong tinggi, sedangkan Gua Sigintung sedang. Indeks

kemerataan jenis di Gua Sibedahan, Gua Sigawir, dan Gua Sigintung tergolong

tinggi. Jumlah jenis terbesar berada pada zona mulut gua di Gua Sibedahan

(41), Gua Sigawir (41), dan Gua Sigintung (32). Faktor lingkungan yang

diukur adalah suhu tanah berkisar 22,1-24,3 ⁰C, kelembapan tanah 100% atau

mendekati 100%. Pada uji Korelasi Pearson, semakin tinggi kelembapan tanah

semakin rendah keanekaragaman Arthropoda dan sebaliknya.

Kata Kunci: Kampung cibuntu, keanekaragaman Arthropoda, perangkap

sumuran

Page 7: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

ii

ABSTRACT

ARMAN GAFFAR. Arthropod Diversity in Sibedahan Cave, Sigawir

Cave, and Sigintung Cave, Karst Area Kampung Cibuntu, Bogor, West

Java. Biology Studies Program. Faculty of Science and Technology. Syarif

Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Guided by Dr. Cahyo

Rahmadi and Narti Fitriana, M.Si. 2018.

Cave is a unique ecosystem that has a relatively stable temperature and a

relatively high level of humidity. Karst Kampung Cibuntu area, Bogor has

many caves that have not been studied by researchers. This study aims to

determine the diversity and evenness index of species, the number of

Arthropods types, the comparison of soil environmental parameters, and

determine the relationship of soil environmental parameters with the diversity

of Arthropod cave types. The method used is survey method with sampling

technique with direct collection, pitfall trap, and soil sampling. Species

diversity in Sigawir Cave and Sibedahan Cave are high, while Sigintung Cave

is medium. The evenness type index in Sibedahan Cave, Sigawir Cave, and

Sigintung Cave are high. The largest number of species are in the cave mouth

zone in Sibedahan Cave (41), Sigawir Cave (41), and Sigintung Cave (32).

Environmental factors measured are soil temperature ranging from 22.1-24.3

⁰C, soil moisture 100% or close to 100%. In the Pearson Correlation test, the

higher the soil moisture the lower te Arthropod diversity and vice versa.

Keywords: Biodiversity Arthropod, cibuntu village, pitfall trap

Page 8: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

iii

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh.

Rasa syukur tak terhingga atas limpahan nikmat, karunia, serta

kemudahan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Penelitian ini dapat

berjalan tidak lain tidak bukan atas berkat-Nya. Shalawat serta salam tak lupa

terhaturkan pada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari jaman

jahiliyah ke jaman yang penuh hidayah, dari jaman kegelapan ke jaman yang

terang benderang seperti yang kita rasakan saat ini.

Penelitian ini bertemakan tentang hidupan dalam gua dengan judul

“Keanekaragaman Arthropoda di Gua Sibedahan, Gua Sigawir, dan Gua

Sigintung, Kawasan Karst Kampung Cibuntu, Bogor, Jawa Barat”.

Penulis bersyukur mampu menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini juga

merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana

Sains di bidang Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini berisi tentang perlunya inventarisasi keanekaragaman

fauna di dalam gua, khususnya Arthropoda, guna pelestarian dan kelestarian

fauna dan habitatnya. Manfaat penelitian ini dapat memberikan data hasil

inventaris atau informasi mengenai Arthropoda yang ada di kawasan karst

Kampung Cibuntu, Bogor kepada peneliti terkait, pemerintah setempat, serta

pihak atau organisasi yang bergerak dalam pelestarian kawasan karst di daerah

tersebut, supaya ada pengelolaan yang tepat guna meminimalisir terganggunya

ekosistem tersebut. Semoga hasil penelitian ini menjadi landasan bagi

Page 9: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

iv

pengelolaan sumber daya kawasan karst secara lestari oleh pihak yang

berwenang.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua

yang sejauh ini telah mendukung baik moril ataupun materil dan seluruh pihak

yang telah mendukung dan memberi arahan agar penelitian ini dapat

terselenggara dengan baik.

1. Kedua orang tua dan keluarga besar penulis yang selalu memberi motivasi

baik materil maupun moril, utamanya saat malas.

2. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Dr. Agus Salim M.Si beserta

jajarannya

3. Ketua Program Studi Biologi Dr. Dasumiati M.Si beserta jajarannya dan

segenap dosen di Program Studi Biologi

4. Dr. Cahyo Rahmadi dan Narti Fitriana M.Si selaku pembimbing yang

selalu membimbing penulis dengan penuh kesabaran hingga dapat

diselesaikannya penulisan skripsi ini.

5. Penguji Dr. Fahwa Wijayanti M.Si dan Dr. Iwan Aminudin M.Si yang

telah memberikan banyak masukan yang membangun pada skripsi ini

6. Sahabat tercinta Cencen, Babe, Singit, Boge, Depek, Basing, Kancing,

Udi, Putra, Mikhael, Febi, dan seluruh teman yang telah sangat membantu

dalam pengambilan, pengolahan, dan penyelesaian skripsi ini.

7. Unit Kegiatan Mahasiswa Arkadia yang penulis cintai beserta seluruh

saudara/i se-Arkadia yang telah mengajarkan dasar-dasar ilmu kehidupan

di alam

8. Linggih Alam yang telah memberikan informasi awal tentang lokasi

penelitian

Page 10: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

v

9. Pak Muhidin yang telah mengijinkan dan memberikan fasilitas penginapan

di lokasi tempat penelitian

10. Segenap sahabat Program Studi Biologi yang telah menemani belajar dan

bermain selama menempuh program sarjana di UIN Jakarta

Seluruh pihak yang telah membantu penulisan ini tidak dapat dituliskan

satu per satu, semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik atas segala

bantuan yang diberikan. Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini dapat

bermanfaat bagi seluruh alam semesta terutama dalam upaya konservasi

ekosistem karst yang berkelanjutan.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Juli 2018

Penulis

Page 11: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

vi

DAFTAR ISI

hlm

ABSTRAK .............................................................................................................. i

ABSTRACT ............................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Karst ................................................................................ 5

2.2 Pengertian Gua .................................................................................. 6

2.3 Morfologi Gua ................................................................................... 8

2.4 Arthropoda Gua ............................................................................... 11

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat .......................................................................... 13

3.2 Alat dan Bahan ................................................................................ 14

3.3 Teknik Sampling ............................................................................. 14

3.4 Cara Kerja ........................................................................................ 14

3.4.1 Pengambilan Data Parameter Fisik Dan Kimia ................ 14

3.4.2 Pengambilan Sample .......................................................... 15

3.4.3 Identifikasi Arthoropoda .................................................... 17

3.5 Analisis Data ................................................................................... 17

Page 12: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

vii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Gua ................................................................................. 19

4.1.1 Gambaran Gua Sibedahan .................................................. 19

4.1.2 Gambaran Gua Sigawir ...................................................... 20

4.1.3 Gua Sigintung .................................................................... 22

4.2 Indeks Keanekaragaman Jenis Arthropoda ..................................... 23

4.3 Indeks Kemerataan Jenis Arthropoda Ketiga Gua .......................... 25

4.4 Lingkungan Gua .............................................................................. 27

4.4.1 Suhu Tanah ........................................................................ 27

4.4.2 Kelembapan Tanah............................................................. 29

4.5 Hubungan Parameter Lingkungan Tanah Dengan

Keanekaragaman Jenis Ketiga Gua ............................................... 30

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 32

5.2 Saran ................................................................................................ 32

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 33

Page 13: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

viii

DAFTAR TABEL

hlm

Tabel 1. Pembagian zonasi gua dan ciri-cirinya ............................................... 23

Tabel 2. Rata-rata nilai suhu tanah berdasarkan zonasi gua ............................. 28

Tabel 3. Rata-rata nilai kelembapan tanah berdasarkan zonasi gua.................. 29

Tabel 4. Hubungan parameter lingkungan tanah dengan keanekaragaman jenis

menggunakan Korelasi Pearson .......................................................... 30

Page 14: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

ix

DAFTAR GAMBAR

hlm

Gambar 1. Peta lokasi sampling ........................................................................ 13

Gambar 2. Denah tampak atas Gua Sibedahan ................................................. 19

Gambar 3. Denah tampak atas Gua Sigawir ..................................................... 20

Gambar 4. Denah tampak atas Gua Sigintung .................................................. 22

Gambar 5. Indeks keanekaragaman jenis Arthropoda pada Gua Sibedahan, Gua

Sigawir, dan Gua Sigintung .............................................................. 24

Gambar 6. Indeks kemerataan jenis Arthropoda pada Gua Sibedahan, Gua

Sigawir, dan Gua Sigintung .............................................................. 26

Page 15: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

x

DAFTAR LAMPIRAN

hlm

Lampiran 1. Parameter lingkungan gua ............................................................ 37

Lampiran 2. Jenis berdasarkan zona ................................................................. 38

Lampiran 3. Jenis berdasarkan metode ............................................................. 43

Lampiran 4. Gambar Arthropoda yang ditemukan ........................................... 48

Page 16: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekosistem adalah unit fungsional dasar dalam ekologi yang di dalamnya

mencakup organisme dan lingkungannya (biotik dan abiotik) dan di antara

keduanya saling mempengaruhi (Odum, 1998). Karst merupakan kawasan

bentang alam khusus yang dikenal sebagai kawasan batuan kapur (Suhardjono,

2012). Terdapat ekosistem yang mengatur kehidupan di kawasan tersebut.

Beragam biota hidup di kawasan karst, baik yang berada di permukaan (eksokarst)

maupun di dalam perut bumi (endokarst).

Karst di Indonesia sudah dikenal di mata dunia internasional karena luas

dan memiliki bentang alam yang khas dari setiap kawasan (Suhardjono, 2012).

Dalam karst sering juga ditemukan ekosistem khusus yang biasa disebut gua. Di

dalam gua terdapat zona yang membagi bagian gua yaitu, zona mulut gua,

remang-remang, gelap, dan gelap abadi (Vermeulen & Whitten,1999).

Keanekaragaman faunanya juga sangat kaya dan berbeda di setiap zonanya.

Karst adalah suatu kawasan yang memiliki ekosistem yang khas sehingga

tidak tergantikan dan juga merupakan bahan tambang untuk produksi semen yang

bernilai ekonomi tinggi. Oleh karena itu, tidak jarang terjadi benturan kepentingan

antara pihak yang mengeksploitasi kawasan karst dengan para penyelamat

lingkungan. Masalah yang timbul akibat kegiatan penambangan batu gamping di

karst adalah hilangnya vegetasi dan habitat bagi fauna (Djakamihardja dan

Mulyadi, 2013).

Page 17: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

2

Arthropoda merupakan salah satu kelompok invertebrata yang sukses

bertahan hidup dan berkembangbiak dalam ekosistem gua. Dominansi yang

tinggi, baik kemelimpahan maupun keanekaragaman menyebabkan keberadaan

Arthropoda sangat menentukan dan berperan penting dalam jejaring makanan

(Suhardjono dkk., 2012). Arthropoda di dalam gua cenderung memiliki morfologi

yang unik, karena beradaptasi dan berevolusi dengan keadaan lingkungan yang

gelap gulita. Selain itu, filum ini juga beradaptasi dengan kelembapan dan suhu

yang relatif stabil, karena sirkulasi udara yang sangat minim (Suhardjono dkk.,

2012). Arthropoda dapat berperan sebagai pengurai bahan organik yang masuk ke

dalam gua, serasah maupun guano.

Beberapa Arthropoda memiliki tingkat endemisitas yang tinggi, dimana

beberapa spesies kadang kala ditemukan hidup disatu hidup di satu gua.

Contohnya udang Stenasellus javanicus yang ditemukan pada tahun 2004 di Gua

Cikaray, Bogor, kemungkinan spesies itu hanya ada di gua tersebut (Magniez dan

Rahmadi, 2006). Awal penemuannya berjumlah sepuluh individu, kemudian pada

tahun 2007 hanya tersisa dua individu. Temuan ini dimuat di salah satu majalah

terkemuka National Geographic Indonesia (2013). Hal tersebut membuktikan

bahwa fauna asli gua memiliki tingkat endemisitas yang tinggi dan sangat rentan

terhadap gangguan atau perubahan lingkungan dari dalam maupun luar gua.

Terganggunya keseimbangan ekosistem gua bisa menyebabkan kepunahan

spesies.

Vegetasi di permukaan karst merupakan penyumbang ketersedian zat

organik, sebagai sumber pakan Arthropoda dalam gua. Langkah awal yang paling

Page 18: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

3

mungkin dilakukan peneliti adalah menginventarisasi keanekaragaman jenis yang

ada di dalam gua. Sampai sekarang informasi tentang kehidupan di dalam gua-gua

di Indonesia masih sangat terbatas (Suhardjono, 2012), padahal Arthropoda gua

berperan penting dalam ekosistem gua.

Penelitian ini berlokasi di Kampung Cibuntu, Desa Leuwikaret,

Kecamatan Klapanunggal, Bogor, Jawa Barat. Berbagai tipe gua terdapat di lokasi

tersebut, baik horizontal maupun vertikal. Kecamatan Citeurep yang bersebelahan

dengan Kecamatan Klapanunggal, memiliki kawasan karst yang cukup luas.

Namun kondisi terkini, sebagian kawasan tersebut secara sepintas sudah rusak dan

habis dikeruk penambang. Kampung Cibuntu belum terjadi kerusakan yang

signifikan dilihat dari vegetasi karst di sekitarnya, karena lokasi yang terpencil

dan akses yang sulit untuk menuju lokasi ini, sehingga karst di kampung ini belum

dieksploitasi secara besar-besaran.

Kampung Cibuntu memiliki lebih dari 10 gua yang sudah didata

wilayahnya (Palawa, 2014). Namun pendataan 10 gua tersebut tidak terfokus pada

pendataan keanekaragaman Arthropoda. Gua yang diteliti keanekaragamannya

adalah Gua Sibedahan, Gua Sigawir, dan Gua Sigintung. Pengambilan lokasi ini

berdasarkan bentukan gua yang horizontal dan keadaan gua yang masih aktif.

Pada lokasi ini, belum ada publikasi hasil penelitian terkait keanekaragamaan

Arthropoda. Untuk itu perlunya penelitian tentang keanekaragaman Arthropoda di

Gua Sibedahan, Gua Sigawir, dan Gua Sigintung, Kawasan Karst Kampung

Cibuntu untuk memperkaya pengetahuan keanekaragaman hayati yang dimiliki

Indonesia.

Page 19: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

4

1.2 Perumusan Masalah

Bagaimanakah keanekaragaman jenis Arthropoda Gua di Gua Sibedahan,

Gua Sigawir, dan Gua Sigintung, Kawasan Karst Kampung Cibuntu, Bogor, Jawa

Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

a) Mengetahui Indeks Keanekaragaman dan Indeks Kemerataan jenis

Arthropoda gua

b) Mengetahui perbandingan parameter lingkungan tanah setiap zona gua

c) Mengetahui hubungan parameter lingkungan tanah dengan keanekaragaman

jenis Arthropoda gua

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan data hasil inventarisasi atau informasi

mengenai Arthropoda yang ada di kawasan karst Kampung Cibuntu kepada

peneliti terkait, pemerintah setempat yaitu Kecamatan Klapanunggal, organisasi

yang bergerak dalam pelestarian kawasan karst di daerah tersebut KPA Linggih

Alam, supaya ada pengelolaan yang tepat pada ekosistem gua. Hasil penelitian ini

dapat menjadi landasan bagi pengelolaan sumber daya kawasan karst secara

lestari oleh pihak yang terkait.

Page 20: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Karst

Kawasan karst di Indonesia memiliki luas sekitar 154.000 km² yang sudah

sangat terkenal di dunia baik bentukan maupun kandungan di dalamnya (Surono

dkk., 1999 dalam Suhardjono, 2012). Kawasan karst tersebar hampir di seluruh

pulau-pulau besar maupun kecil. Istilah karst sendiri mengandung makna sebagai

suatu bentang alam yang secara khusus berkembang pada batuan karbonat akibat

proses karstifikasi selama ruang dan waktu geologi (Samodra, 2001 dalam

Suhardjono dkk., 2012). Batuan karbonat terdiri dari batu kapur dolomit serta

evaporit (Suhardjono dkk., 2012). Karstifikasi merupakan suatu proses

pembentukan karst dari batuan karbonat dengan bantuan pelarut air. Proses ini

bisa berlangsung ribuan bahkan jutaan tahun (Suhardjono, 2012).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), karst adalah daerah yang

terdiri atas batuan kapur yang berpori sehingga air di permukaan tanah selalu

merembes dan menghilang ke dalam tanah. Dari pengertian tersebut ciri kawasan

karst adalah batuannya yang cenderung berpori dan karena berpori kawasan karst

jadi kawasan yang sangat rapuh dan rentan terhadap gangguan yang disebabkan

campur tangan manusia yang dapat merusak ekosistem yang sudah ada.

Ilmu yang mempelajari tentang kawasan karst disebut karstologi. Disiplin

ilmu ini mempelajari tentang awal mula, proses, hingga terbentuknya kawasan

karst. Karstologi merupakan cabang ilmu dari ilmu geologi yang membahas

Page 21: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

6

kondisi karst lebih spesifik. Karstologi juga memerlukan pendekatan dari berbagai

disiplin ilmu, antara lain hidrologi, speleogenesis, biospeleologi, geomorfologi,

sedimentologi, antropologi, arkeologi, dan paleontologi (Hikespi, 2013).

Kawasan karst biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu eksokarst apabila

terletak di atas permukaan dan endokarst yang berada di dalam perut bumi

(Suhardjono dkk., 2012). Eksokarst merupakan suatu bentang alam yang ada di

permukaan tanah. Termasuk di dalamnya adalah vegetasi tumbuhan dan biota

yang tinggal di eksokarst. Menurut Samodra (2001) dalam Suhardjono dkk (2012)

kawasan eksokarst umumnya mempunyai lapisan tanah yang tipis, hampir tidak

ada air di permukaannya, tetapi kaya akan batuan kapur. Adapun endokarst adalah

suatu kawasan terbentuk akibat proses peralutan batuan oleh air ke dalam

permukaan karst sehingga terbentuk lubang-lubang atau lorong di dalam tanah

yang biasanya disebut dengan gua (Suhardjono dkk., 2012).

Air yang mengalir dalam gua membawa sampah-sampah organik ke dalam

gua sehingga ada sebuah ekosistem yang dapat berkembang dan bertahan di

dalamnya. Kekhasan karakter inilah kenapa kawasan karst dihuni oleh kehidupan

yang mampu bertahan dengan kondisi alam yang tersedia, baik di permukaan

maupun di dalam perut bumi dengan berbagai bentuk adaptasi (Suhardjono dkk.,

2012).

2.2 Pengertian Gua

Di daerah karst, umumnya ditemukan gua yang merupakan ruang di bawah

tanah yang dibentuk oleh proses kompleks baik kimiawi maupun fisik dengan

lorong-lorong yang berbeda luas dan bentuknya (Kamal, dkk., 2011). Gua

Page 22: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

7

memiliki sifat yang khas dalam mengatur suhu udara di dalamnya, yaitu jika udara

di luar dingin, maka udara di dalam akan terasa hangat, begitu pula sebaliknya.

Tidak heran gua menjadi tempat tinggal bagi manusia pada zaman dahulu.

Berdasarkan peninggalan-peninggalan, berupa sisa makanan, tulang belulang, dan

juga lukisan-lukisan yang dapat disimpulkan bahwa dahulu pernah ada manusia

yang menempati gua sebagai tempat tinggal (Hikespi, 2013).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), gua berarti liang atau

lubang besar pada kaki gunung atau bukit-bukit. Gua yang dimaksud adalah

lubang yang terbentuk secara alami di lereng atau puncak bukit yang berlanjut

dengan ruangan di bawah tanah berupa lorong-lorong panjang (Suhardjono dkk.,

2012).

Seringkali di dalam gua sering kali ditemukan aliran, genangan atau

tetesan air yang turun melalui ujung-ujung stalaktit. Air merupakan sumber

kehidupan bagi makhluk hidup, termasuk yang tinggal di dalam gua. Berdasarkan

ada atau tidaknya air, gua dibedakan menjadi dua, yaitu gua fosil dan gua aktif.

a. Gua fosil merupakan gua yang sudah tidak dialiri air karena suatu proses yang

terjadi pada eksokarst, sehingga air sudah tidak lagi masuk ke dalam gua ini.

Proses karstologi yang membentuk ornament yang indah di dalam gua juga

berhenti, sehingga gua fosil cenderung tidak memilki keindahan

morfologinya. Ciri gua fosil selain tidak memiliki aliran air juga biasanya

hanya sedikit biota yang tinggal di dalamnya, karena air merupakan sumber

kehidupan bagi biota yang tinggal di dalamnya.

Page 23: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

8

b. Gua aktif merupakan gua yang masih aktif dialiri air. Air masuk melalui

rembesan celah pori-pori karst yang turun dari eksokarst dan membentuk

ornament gua yang sangat indah seperti stalagtit dan stalagmit. Rembesan air

juga tidak jarang membentuk aliran sungai dalam tanah. Kadang-kadang di

dalam gua dapat ditemukan danau yang cukup lebar dan dalam. Dari hal itulah

mengapa gua atau kawasan karst dikatakan sebagai tangki raksasa penyimpan

cadangan air untuk kehidupan di atasnya (Suhardjono, 2012). Besarnya debit

air yang berada di dalam gua berfluktuasi tergantung pada lingkungan luar.

Misalnya jika terjadi hujan, aliran air di dalam gua bisa sangat deras. Dalam

gua aktif juga banyak dihuni oleh beragam biota, baik terestrial maupun

akuatik.

2.3 Morfologi Gua

Gua memiliki bentuk yang berbagai macam, ada yang besar dan kecil, ada

yang luas dan sempit, dan ada yang horizontal dan vertikal. Berdasarkan

posisinya, gua dapat dibedakan menjadi gua horizontal dan vertikal. Akan tetapi,

tidak jarang dapat dijumpai kombinasi horizoltal dan vertikal dalam satu gua

(Suhardjono dkk., 2012).

a. Gua horizontal adalah lorong-lorong mendatar yang panjangnya berbeda

setiap guanya. Namun tidak menutup kemungkinan terdapat gua vertikal di

dalamnya. Secara umum, bentuk mulut guanya tegak biasanya berada di

lereng bukit. Gua inilah yang lazim diteliti para penelusur gua karena tidak

memerlukan alat dan simpul tali-temali untuk masuk ke dalamnya.

Page 24: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

9

b. Gua vertikal merupakan gua yang memiliki mulut seperti sumur dengan

kedalaman puluhan hingga ratusan meter. Perlu teknik khusus untuk

menelusuri gua tersebut. Di Indonesia teknik yang biasanya digunakan adalah

Single Rope Technique (SRT). Membutuhkan pelatihan yang khusus untuk

dapat menguasai teknik ini. Sama seperti gua horizontal, pada gua vertikal

kadang ditemui gua horizontal ketika sudah mencapai dasar gua.

Cahaya matahari merupakan salah satu komponen penentu kehidupan

biota di alam raya ini. Berdasarkan intensitas cahaya yang masuk, secara garis

besarnya gua dibagi menjadi empat zona, yaitu zona mulut gua, remang-remang,

gelap, dan gelap abadi (Vermeulen & Whitten, 1999).

a. Zona mulut gua adalah daerah yang berada di sekitar mulut gua. Pada zona ini

terkena sinar matahari langsung, sehingga kelembapan dan temperatur

cenderung mengikuti lingkungan luar. Keanekaragaman faunanya relatif sama

dengan lingkungan luar,

b. Zona remang-remang biasanya terdapat pada daerah di dalam gua, namun tidak

jauh dari mulut gua atau jendela gua yang menghubungkan lingkungan luar

dan lingkungan dalam gua. Pada zona ini sinar matahari masih bisa masuk

meski dengan intensitas rendah. Fluktuasi suhu dan kelembapan masih sangat

di pengaruhi lingkungan luar dan memiliki kandungan oksigen yang masih

banyak.

c. Zona gelap adalah zona yang sudah gelap abadi sepanjang masa. Suhu dan

kelembapan yang relatif stabil dengan fluktuasi yang sangat kecil. Kandungan

oksigen juga masih cukup banyak di zona ini.

Page 25: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

10

d. Zona stagnan atau gelap abadi merupakan zona ujung gua yang gelap gulita

sepanjang masa. Pada zona ini suhu dan kelembapan udara relatif stabil.

Kandungan kadar oksigen sangat tipis dan karbondioksida yang tinggi. Zona

ini biasanya ditemukan setelah melalui lorong-lorong yang sempit dan

berkelok-kelok. (Rahmadi, 2012)

Di dalam gua, garis atau batas pembagian zona ini tidak nyata dan tidak

tegas (Suhardjono dkk., 2012). Kedalaman atau panjang masing-masing gua dari

mulut gua juga berbeda gua satu dengan yang lain. Terkadang bila menemukan

jendela gua pada pertengahan gua, itu juga bisa disebut zona remang-remang,

karena cahaya matahari masih bisa masuk ke dalamnya.

Gua memiliki organisme karena adanya kandungan bahan organik sebagai

sumber bahan pakan mereka. Menurut Gnaspini dan Trajano (2000) dalam

Suhardjono, dkk (2012) berdasarkan kandungan bahan organik, gua dibedakan

menjadi 5 tipe, yaitu:

a. Oligotrofik yaitu gua yang mempunyai ketersediaan bahan organik yang sangat

rendah. Di dalam gua tipe ini sumber bahan organik berasal dari hewan atau

tumbuhan yang ada di dalamnya.

b. Eutrofik adalah gua yang mempunyai kandungan bahan organik yang sangat

tinggi yang berasal dari binatang, contohnya guano kelelawar atau burung.

Biasanya pada habitat ini keanekaragaman fauna cukup melimpah, terutama

spesies-spesies yang hidup dari guano dan juga pemangsa mereka.

c. Distrofik yaitu gua yang bahan organiknya kebanyakan berasal dari bahan

organik tumbuhan yang berasal dari banjir. Gua ini biasanya memiliki sungai

Page 26: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

11

bawah tanah yang berair sepanjang tahun, bahkan kadang-kadang sungai yang

ada cukup besar. Tidak jarang tipe gua semacam ini mempunyai dua mulut gua

sebagai tempat masuk dan keluarnya aliran air.

d. Mesotrofik adalah gua peralihan di antara ketiga tipe gua tersebut di atas

dicirikan dengan jumlah bahan organik dari hewan atau tumbuhan yang relatif

sedang.

e. Poesilotrofik adalah gua yang mempunyai bagian gua dengan pasokan bahan

organik yang berbeda-beda dari oligotrofik sampai eutrofik, yang terdapat di

dalam satu gua.

Kandungan bahan organik sangat mempengaruhi keberadaan ataupun

keanekaragaman organisme di dalam ekosistem gua. Ekosistem gua merupakan

salah satu ekosistem yang paling rentan di muka bumi dan merupakan tempat

berlangsungnya proses adaptasi dan evolusi berbagai jenis organisme (Rahmadi,

2007). Arthropoda adalah salah satu filum yang sukses dalam beradaptasi dengan

berevolusi hingga mampu bersaing dalam lingkungan gua.

2.4 Arthropoda Gua

Arthropoda merupakan filum yang memiliki spesies dengan jumlah dan

keanekaragamannya terbesar di dalam gua. Dengan jumlah yang banyak, fungsi

dan peran mereka menjadi sangat menetukan. Arthropoda berperan dalam rantai

dan jaring–jaring makanan sehingga keberadaan mereka sangat menentukan dan

berpengaruh terhadap ekosistem sebagai pengendali ekosistem. Dalam habitatnya,

peran mereka dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai perombak bahan

organik, juga sebagai predator bagi fauna lainnya.

Page 27: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

12

Dari segi biologi, Arthropoda gua memiliki kekhasan yaitu mempunyai

morfologi yang unik, populasi kecil, laju reproduksi rendah, rentan terhadap

perubahan lingkungan atau tingkat toleransi sangat rendah dan memiliki

kemampuan perpindahan antar gua yang sangat rendah (Rahmadi, 2012).

Arthropoda yang telah beradaptasi menunjukkan adanya perubahan morfologi

seperti mereduksi atau bahkan hilangnya organ penglihatan (mata),

berkembangnya organ peraba dan hilangnya pigmen tubuh (Rahmadi, 2012).

Berdasarkan tingkat adaptasinya, Arthropoda di gua dibedakan menjadi 3

kelompok, yaitu: (Moore & Sullivan, 1964 dalam Yayuk, 2012) (Rahmadi, 2012).

a. Troglosen adalah Arthropoda yang menggunakan gua sebagai tempat tinggal

dan secara periodik masih keluar gua dan mencari pakan di luar gua.

b. Troglofil adalah jenis-jenis yang sepanjang daur hidupnya dihabiskan di

dalam gua, namun juga masih mampu dan dapat ditemukan hidup di luar gua.

c. Troglobit adalah mereka yang hidupnya sangat tergantung pada lingkungan

gua dan sepanjang daur hidupnya berada di dalam gua dan tidak dapat

ditemukan di luar gua (Rahmadi, 2012).

Untuk Arthropoda akuatik berbeda penulisannya, walaupun dalam

pengertiaanya tetap sama. Untuk Arthropoda akuatik istilah troglosen diganti

dengan stigosen, troglofil dengan stigofil, dan terakhir troglobit menjadi stigobit.

Arthropoda akuatik hidup di dalam aliran atau sungai-sungai kecil dan di

dalam perkolasi air. Untuk menemukan Arthropoda ini perlu ketelitian karena

warnanya yang cenderung mirip dengan lingkungan serta dan ukurannya yang

kecil.

Page 28: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

13

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Maret – April 2016. Lokasi penelitian

terletak di kawasan karst Kampung Cibuntu, Desa Leuwikaret, Kecamatan

Klapanunggal, Kabupaten Bogor.

Gambar 1. Peta lokasi sampling

Gua yang diteliti adalah Gua Sibedahan, Gua Sigawir, dan Gua Sigintung.

Semua gua pada penelitian ini berbentuk horizontal. Pada survei awal di bulan

Oktober 2015, semua gua tidak ada aliran air di dalamnya, namun cenderung

berlumpur. Identifikasi spesimen akan dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu

(PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Museum Zoologicum Bogoriense

LIPI Cibinong.

Page 29: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

14

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah gelas plastik, plastik

ukuran 1 kg, kantung blacu, Global Position System, handcounter, soil tester (pH

dan kelembapan tanah), termometer tanah (suhu), sarung tangan, pinset, tali rafia,

skop, pacul kecil, saringan kecil, gunting, botol vial, kuas, meteran, kamera,

mikroskop stereo. Adapun bahan yang digunakan adalah air, alkohol 70%, gliserin

dan detergen.

3.3 Teknik Sampling

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei. Metode

ini dapat menggunakan beberapa teknik untuk pengkoleksiannya, yaitu koleksi

langsung, perangkap sumuran (pitfall trap), dan pengambilan sampel tanah atau

guano yang selanjutnya dimasukkan ke dalam Corong Berlese Tullgren. Titik

sampling dilakukan pada tiap zona atau secara purposive.

3.4 Cara Kerja

3.4.1 Pengambilan Data Parameter Fisik Dan Kimia

Parameter lingkungan fisik dan kimia yang diamati adalah suhu tanah (˚C),

kelembapan tanah relatif (%). Pengukuran dilakukan di tiap zona pada setiap gua.

Pengambilan suhu dan kelembapan tanah dilakukan pada setiap lubang perangkap

sumuran.

Page 30: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

15

3.4.2 Pengambilan Sample

a. Koleksi langsung

Koleksi langsung dilakukan dengan menelusuri sepanjang sudut gua

dengan teliti untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Untuk Arthropoda

terestrial pengkoleksian dapat dilakukan secara langsung menggunakan sarung

tangan, kuas, dan pinset dan untuk Arthropoda akuatik dapat menggunakan

saringan kecil dan mencarinya di kolam-kolam atau sepanjang aliran sungai

bawah tanah. Hasil koleksi kemudian disimpan dalam botol koleksi yang sudah

diberi alkohol sebagai pengawet dan diberi label. Koleksi langsung digunakan

untuk Arthropoda yang berukuran besar di dinding dan permukaan gua juga di

sekitar lingkungan luar gua dengan pengulangan sebanyak tiga kali.

b. Perangkap sumuran/ Pitfall trap

Teknik koleksi yang kedua adalah dengan menggunakan perangkap

sumuran. Ukuran perangkap yang digunakan adalah gelas plastik dengan diameter

atas 7 cm, diameter bawah 5 cm, dan tinggi 10 cm. Kemudian gelas ditanam ke

dalam lantai gua yang bersubstrat tanah, lumpur, atau guano dengan ketinggian

mulut gelas sama dengan permukaan substrat, dan kemudian diisi air, gliserin dan

detergen sebanyak sepertiga gelas. Perangkap sumuran digunakan untuk

mengkoleksi Arthropoda yang berukuran kecil dan aktif bergerak di permukaan

lantai gua (Rahmadi, 2002).

Di dalam gua setiap zona dipasang 10 buah perangkap sumuran.

Perangkap tersebut kemudian didiamkan selama tiga hari, setelah itu baru

Page 31: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

16

dikoleksi jenis yang masuk ke dalam perangkap untuk diidentifikasi di

laboratorium.

c. Pengambilan sampel tanah

Teknik koleksi yang ketiga adalah pengambilan sampel tanah yang

kemudian sampel tanah dipisahkan Arthropodanya menggunakan Corong Berlese

Tullgren. Sampel tanah yang diambil berupa substat tanah, serasah, dan guano.

Pengambilan contoh tanah dengan menggunakan sekop tanah sebanyak 1 liter

dengan luas permukaan 20 cm² dan kedalaman tanah 5 cm (Kaikan,. 2002),

kemudian contoh tanah dimasukkan ke dalam kantong blacu. Contoh tanah

dibawa ke luar gua dan segera diproses pada Corong Berlese Tullgren.

Sistem kerja Corong Berlese Tullgren adalah dengan memanfaatkan

karakteristik alamiah hewan tanah yang jika suhu dipermukaan tanah meningkat,

Arthropoda akan masuk ke dalam tanah lebih dalam yang akhirnya terjebak pada

botol penampungan yang sudah diberi alkohol sebagai pengawet.

Prinsip kerjanya, contoh tanah dimasukkan ke dalam saringan atau wadah

yang memiliki lubang-lubang, kemudian di bawahnya diletakkan corong yang

ujung corongnya diberi wadah kecil yang berisi alkohol 70%. Pada bagian atas

saringan dipasang lampu 5 watt untuk pemanas tanah agar Arthropoda masuk ke

dalam tanah lebih jauh lagi sehingga masuk ke dalam botol penampungan. Proses

pemisahan sampel tanah dengan fauna di dalamnya berlangsung selama tiga hari

atau sampai sampel tanah kering (Kaikan, 2002). Pengambilan sampel tanah

diambil 5 sampel pada tiap zona.

Page 32: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

17

3.4.3 Identifikasi Arthoropoda

Arthoropoda yang telah dikoleksi, diidentifikasi di Laboratorium Ekologi

Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Jakarta dan Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) Cibinong. Spesimen diidentifikasi dengan beberapa buku

panduan identifikasi yaitu Pictorial Keys to Soil Animals of China (Wenying,

2000), Pengenalan Pelajaran Serangga, Edisi ke enam cetakan pertama (Borror,

1992). Arthropoda yang di dapat diidentifikasi dengan pendekatan morfospesies

berdasarkan pada kesamaan karakter morfologi di bawah mikroskop di

laboratorium.

3.5 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menghitung keanekaragaman dengan

menggunakan Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) dan Indeks

Kemerataan Jenis (Evennes). Indeks Keanekaragaman berguna untuk mengetahui

keanekaragaman Arthropoda pada tiap gua yang diteliti. Indeks keanekaragaman

menunjukkan kekayaan jenis dalam suatu komunitas memperlihatkan

keseimbangan dalam pembagian jumlah individu tiap jenis. Adapun rumusnya:

(Odum, 1998).

H’= -∑ (Pi ln Pi)

Keterangan:

H’= Indeks keanekaragaman jenis

Pi= ni/N

ni= Jumlah individu jenis ke 1

N= Jumlah individu semua jenis

Dengan kriteria sebagai berikut:

1) Nilai H’ > 3 indeks keanekaragaman tinggi

Page 33: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

18

2) Nilai H’ 1 ≤ H’ ≤ 3 indeks keanekaragaman sedang

3) Nilai H’ < 1 indeks keanekaragaman rendah (Odum, 1998)

Nilai Indeks Keanekaragaman digunakan untuk mendapatkan nilai Indeks

Kemerataan (Evenness) dengan rumus:

E =

Keterangan:

E= Indeks Kemerataan

H’=Indeks Keanekaragaman

S= Jumlah jenis

Dengan kriteria sebagai berikut:

E < 0,4 Kemerataan rendah

0,4 < E < 0,6 Kemerataan sedang

E > 0,6 – 1 Kemeretaan tinggi

Analisis hubungan faktor lingkungan terhadap keanekaragaman

Arthropoda digunakan Analisis Korelasi Pearson menggunakan software SPSS

20.

Page 34: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Gua

Gua adalah lubang atau rekahan yang berada di bawah tanah yang

terbentuk secara alami dan bisa dimasuki oleh manusia. Berikut deskripsi tentang

gambaran gua yang dijadikan sebagai lokasi penelitian.

4.1.1 Gambaran Gua Sibedahan

Gambar 2. Denah tampak atas Gua Sibedahan

Gua Sibedahan berada pada koordinat S 06º31’12,97” dan E

106º57’26,85” pada ketinggian 447 mdpl. Gua Sibedahan memiliki panjang

lorong gua 104 meter dengan tipe horizontal yang sedikit menurun.

Page 35: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

20

Akses untuk menuju mulut gua harus berjalan kaki sekitar 40 menit

melalui hutan dan bukit-bukit karst. Gua Sibedahan memiliki mulut gua yang

berukuran 0,58 x 0,38 meter terletak diantara celah-celah perbukitan karst. Gua ini

memiliki tiga zona.Kondisi di dalam Gua Sibedahan sudah terlihat kerusakan.

Banyak stalagtit dan stalagmit yang dipotong dan diambil oleh warga untuk dijual

dan dijadikan hiasan rumah. Namun kegiatan itu kini sudah dilarang oleh warga

setempat.

Bentuk lorong Gua Sibedahan menurun ke bawah dengan substrat lantai

gua berupa batuan dan tanah. Dalam ujung gua terdapat chamber yang di atasnya

terdapat beberapa sarang burung walet serta kotorannya dipermukaan tanah.

Dalam gua ini tidak terlihat adanya kelelawar. Gua ini tidak memiliki aliran

sungai di dalamnya melainkan hanya tetesan-tetesan air dari rekahan karst.

4.1.2 Gambaran Gua Sigawir

Gambar 3. Denah tampak atas Gua Sigawir

Page 36: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

21

Gua Sigawir berada pada koordinat S 06º 31’ 07,64” dan E 106º 57’

24,13” dengan ketinggian 435 mdpl. Gua Sigawir memiliki panjang lorong gua

105 meter memiliki tipe horizontal.

Untuk menuju Gua Sigawir dilakukan dengan berjalan sekitar satu

kilometer melewati perkebunan dan sawah. Vegetasi di depan mulut gua adalah

sawah dan beberapa pohon bambu. Gua Sigawir terletak di bawah tebing karst

dengan ukuran mulut guanya 104 cm x 116 cm. Gua ini memiliki empat zona.

Gua Sigawir memiliki lorong horizontal terletak di lorong mulut gua dan

sedikit menurun. Pada pertengahan lorong terdapat lorong vertikal setinggi ± tiga

meter dan harus menggunakan alat bantu tali untuk menuruninya. Lorong

berikutnya terasa sangat kecil untuk dilalui manusia. Lantai Gua Sigawir

cenderung bersubstrat lumpur tebal bahkan bisa mencapai 30 cm. Di beberapa

sudut gua ditemukan lapisan tipis guano. Gua ini memiliki aliran air, yang lebar

alirannya ±30 cm.

Pada ujung lorong Gua Sigawir masih terdapat celah yang kecil tempat

aliran air. Namun sudah tidak bisa dijangkau karena ukuran lorong yang sangat

kecil. Gua Sigawir memiliki ornamen stalaktit, stalagmit, draperies, flowstone. Di

dalam gua ini terdapat koloni kelelawar dari kelompok Microchiroptera,

walaupun demikian populasinya tidak besar.

Page 37: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

22

4.1.3 Gua Sigintung

Gambar 4. Denah tampak atas Gua Sigintung

Gua Sigintung berada pada S 06º 31’ 02,30” dan E 106º 57’ 36,30” dengan

ketinggian 439 mdpl. Gua Sigintung memiliki panjang lorong gua 68 meter

dengan tipe horizontal.

Akses untuk menuju mulut Gua Sigintung harus berjalan sekitar 800 meter

melewati sungai kecil dan kebun warga. Gua Sigintung merupakan gua yang

memiliki kedalaman paling pendek dibandingkan Gua Sibedahan dan Sigawir.

Gua ini tembus ke mulut gua sisi lainnya. Mulut gua pada Gua Sigintung

berukuran 475 cm x 112 cm yang terletak dibawah bukit karst dan diatasnya

ditanami padi oleh warga sekitar. Gua ini memiliki dua zona. Gua Sigintung

memiliki lorong yang terbesar di antara kedua gua di atas dengan chamber yang

berada setelah mulut gua dan sedikit menurun. Substrat pada lantai gua yaitu

Page 38: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

23

batuan dan tanah. Dalam gua ini tidak terdapat aliran air namun di beberapa titik

terdapat tetesan-tetesan air yang membentuk kolam-kolam perkolasi kecil.

Gua Sigintung menjadi tempat tinggal bagi kelelawar yang jumlahnya

tidak terlalu besar. Pada substrat lantai gua yang terdapat lapisan tipis guano.

Dalam gua ini juga ditemukan jejak kaki dari landak yang kemungkinan

menjadikan gua sebagai tempat tinggalnya. Ornamen yang terdapat dalam gua ini

adalah stalaktit, stalagmit, draperies, flowstone.

Pembagian zona di dalam gua memang tidak angka yang mengatur secara

baku. Pembagian zona didasarkan atas ciri-ciri gua tersebut. Berikut tabel

pembagian zona di dalam gua.

Tabel 1. Pembagian zonasi gua dan ciri-cirinya

Zonasi Kelembapan

udara

Suhu udara Intensitas

cahaya

Kandungan

oksigen

Mulut gua Mengikuti

lingkungan

luar

Mengikuti

lingkungan

luar

Mengikuti

lingkungan

luar

Mengikuti

lingkungan

luar

Remang-

remang

Dipengaruhi

lingkungan

luar

Dipengaruhi

lingkungan

luar

Rendah Banyak

Gelap Relatif stabil Relatif stabil Tidak ada Cukup

Gelap abadi Relatif stabil Relatif stabil Tidak ada Sedikit

4.2 Indeks Keanekaragaman Jenis Arthropoda

Indeks keanekaragaman jenis digunakan untuk melihat keanekaragaman

jenis hewan yang berada di lokasi tertentu dengan menggunakan indeks Shannon-

Wiener (Odum, 1998). Indeks keanekaragaman jenis tiap gua berbeda, hal ini

dipengaruhi oleh rantai makanan. Melimpahnya bahan organik sebagai produsen

Page 39: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

24

yang masuk melalui celah gua turut mempengaruhi keberadaan konsumen di

atanya. Semakin panjang rantai makanan di suatu ekosistem, semakin tinggi pula

indeks keanekaragaman jenis di ekosistem tersebut (Kamal dkk, 2011).

Masing-masing gua memiliki indeks keanekaragaman jenis yang berbeda.

Berikut adalah hasil indeks keanekaragaman jenis Arthropoda ketiga gua.

Gambar 5. Indeks keanekaragaman jenis Arthropoda pada Gua Sibedahan, Gua

Sigawir, dan Gua Sigintung

Hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa indeks

keanekaragaman tertinggi berada di Gua Sigawir yaitu di angka 3,26 artinya

keanekaragaman jenis Arthropoda di Gua Sigawir menurut Odum (1998)

termasuk kategori tinggi. Hal ini disebabkan karena Gua Sigawir merupakan gua

aktif yang memiliki aliran air di dalamnya. Sumber makanan utama di dalam gua

adalah bahan organik yang berasal dari luar gua melalui angin, tetesan air, banjir

dan sungai. Bahan organik tersebut seperti detritus, mikroorganisme, feses, dan

bangkai hewan (Hüppop, 2005). Aliran air yang masuk ke dalam gua membawa

bahan organik yang merupakan sumber makanan bagi Arthropoda perombak.

Page 40: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

25

Menurut Culver, dkk (2006) sungai merupakan salah satu bagian terpenting dalam

ekosistem gua, karena sungai memasok bahan organik dari luar yang sangat

penting sebagai sumber pakan bagi Arthropoda di dalam gua. Selain itu juga

terdapat tetesan-tetesan air yang berasal dari rekahan batuan pada atap gua.

Indeks keanekaragaman jenis Arthropoda di Gua Sigintung menunjukkan

angka 2,83 yang masuk ke dalam golongan sedang. Hal ini disebabkan karena

tidak adanya aliran air yang menyuplai sumber pakan organik bagi Arthropoda di

dalamnya. Pada gua ini di dalamnya hanya terdapat tetesan-tetesan air. Semua

organisme hidup membutuhkan air, melebihi semua zat lainnya (Campbell dan

Reece, 2008). Selain itu, kedalaman gua yang tergolong pendek sehingga tidak

terdapat zona gelap dan gelap abadi yang menyebabkan minimnya variasi jenis.

Dalam gua juga terdapat sedikit guano yang menjadi sumber pakan utama

Arthropoda perombak.

4.3 Indeks Kemerataan Jenis Arthropoda Ketiga Gua

Indeks kemerataan jenis digunakan untuk melihat persebaran jenis hewan

yang berada di semua lokasi dengan menggunakan indeks Evennes. Berikut

disajikan indeks kemerataan jenis.

Page 41: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

26

Gambar 6. Indeks kemerataan jenis Arthropoda pada Gua Sibedahan, Gua

Sigawir, dan Gua Sigintung

Indeks kemerataan jenis tiap gua berbeda, hal ini di karenakan

keseimbangan komunitas pada suatu lokasi berbeda-beda sesuai dengan

kebutuhan tinggal komunitas tersebut (Suin, 2006).

Berdasarkan hasil nilai indeks kemerataan jenis, diketahui bahwa ketiga

gua memiliki tingkat kemerataan jenis yang tinggi. Hal tersebut didasarkan pada

kriteria menurut Krebs (1989), apabila nilai E<0,4 maka kemerataan rendah,

apabila nilai 0,4<E<0,6 maka kemerataan populasi sedang, dan apabila E>0,6

maka kemerataan tinggi. Nilai indeks kemerataan jenis merupakan ukuran

keseimbangan antara suatu komunitas satu dengan lainnya (Dendang, 2009).

Apabila nilai indeks kemerataan jenis suatu habitat rendah maka ada

kemungkinan terjadi ketidakseimbangan pada komunitas tersebut.

Ketidakseimbangan komunitas terjadi karena ada suatu jenis organisme yang

mendominasi suatu area. Hal itu bisa disebabkan karena adanya perubahan faktor

Page 42: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

27

kimia-fisika ataupun ketersediaan sumber pakan. Kemerataan suatu jenis

tergantung pada keadaan faktor kimia-fisika dan pada sifat biologis organisme

tersebut (Suin, 2006). Organisme mencari habitat yang sesuai dengan yang

dibutuhkan dan ketersedian sumber makanan yang cukup.

Dalam hal ini, ketiga gua menunjukkan tingkat kemerataan yang tinggi.

Kemerataan jenis tertinggi berada pada Gua Sigawir yaitu dengan nilai 0,81 yang

berarti penyebaran Arthropoda tersebar merata. Tingginya nilai kemerataan jenis

ketiga gua dikarenakan komposisi kelimpahan jenis dan struktur komunitas pada

masing-masing gua merata. Hal ini dapat disebabkan oleh ketersediaan nutrisi

yang mencukupi terdapat pada masing-masing gua.

4.4 Lingkungan Gua

Ekosistem gua dapat menjadi tempat tinggal bagi berbagai macam

organisme. Arthropoda merupakan salah satu filum yang menempati relung gua.

Arthropoda dapat hidup dan berkembang karena telah beradaptasi dengan

lingkungan gua yang terisolasi dan berbeda dengan lingkungan di luar gua. Faktor

abiotik sangat berperan menunjang kelangsungan hidup Arthropoda di dalamnya.

Untuk itu dilakukan pengukuran terhadap faktor abiotik di tanah berupa suhu,

kelembapan dan pH tanah.

4.4.1 Suhu Tanah

Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisik tanah yang berpengaruh

terhadap keberadaan Arthropoda sebagai tempat tinggal dan dalam menunjang

keberlangsungan hidupnya.

Page 43: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

28

Tabel 2. Rata-rata nilai suhu tanah berdasarkan zonasi gua

Nama Gua Zonasi Suhu (⁰C)

Sibedahan Mulut gua 23,4 ± 0,25

Remang-remang 22,1 ± 0,74

Gelap 22,3 ± 0,95

Sigawir Mulut gua 23,1 ± 0,32

Remang-remang 23,2 ± 0,42

Gelap 24 ± 0

Gelap abadi 24,2 ± 0,42

Sigintung Mulut gua 24,3 ± 0,48

Remang-remang 24,1 ± 0,32

Pada tabel berikut terlihat bahwa suhu tanah yang paling tinggi terdapat

pada zona mulut gua di Gua Sigintung yaitu sebesar 24,3°C. Suhu tanah terendah

yaitu terdapat pada zona remang-remang di Gua Sibedahan yaitu sebesar 22,1 °C.

Perbedaan suhu tanah tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu

waktu pengambilan data di pagi, siang, atau malam hari, dan bisa disebakan oleh

kedalaman gua dan ada tidaknya sumber air di sekitar tempat pengukuran sampel

tanah.

Pada Gua Sibedahan zona mulut gua memiliki suhu tanah lebih tinggi

dibandingkan zona remang-remang dan gelap gua. Perbedaan ini terjadi

dikarenakan pada zona mulut gua, suhu tanah sangat dipengaruhi oleh lingkungan

luar gua. Pada saat pengambilan data dilakukan di siang hari saat suhu lingkungan

luar gua sedang tinggi.

Pada Gua Sigawir suhu tanah semakin ke dalam memiliki kecenderungan

meningkat. Hal ini disebabkan karena di dalam gua ditemukan adanya aliran

sungai kecil yang membawa serasah atau bahan organik lainnya yang menjadi

makanan utaman bagi mikroorganisme tanah. Reaksi fermentasi dan oksidasi oleh

mikroorganisme dapat meningkatkan suhu tanah. (Culver dan Pipan, 2009).

Page 44: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

29

Pada Gua Sigintung tidak terdapat perbedaan suhu tanah yang signifikan

antara zona mulut gua dan zona remang-remang. Hal ini disebabkan Gua

Sigintung memiliki ukuran mulut gua yang besar dan tembus di sisi yang lainnya,

sehingga suhu pada zona remang-remang dipengaruhi oleh suhu dari luar

lingkungan gua.

4.4.2 Kelembapan Tanah

Kelembapan tanah merupakan salah satu faktor fisik yang diperlukan

untuk Arthropoda hidup dan agar dapat berkembangbiak secara baik. Pada tabel

berikut terlihat bahwa kelembapan tanah menunjukkan angka yang relatif sama,

100% atau mendekati 100%. Menurut Michie (1997), gua biasanya memiliki

kelembapan yang tinggi. Hal ini terjadi karena kondisi di dalam gua relatif tidak

terpengaruh kelembapan di luar gua.

Tabel 3. Rata-rata nilai kelembapan tanah berdasarkan zonasi gua

Nama Gua Zonasi Kelembapan (%)

Sibedahan Mulut gua 22,5 ± 9,5

Remang-remang 100 ± 0

Gelap 100 ± 0

Sigawir Mulut gua 70,5 ± 22,91

Remang-remang 100 ± 0

Gelap 100 ± 0

Gelap abadi 100 ± 0

Sigintung Mulut gua 95 ± 15,81

Remang-remang 96,5 ± 11,07

Namun nilai yang berbeda signifikan terdapat pada zona mulut gua di Gua

Sigawir dan zona mulut gua di Gua Sibedahan yaitu sebesar 70,5% dan 22,5%.

Pada zona mulut gua di Gua Sigawir dan Sibedahan memiliki tekstur tanah yang

berpasir oleh karena itu tingkat kelembapan pada zona mulut gua di gua tersebut

juga rendah. Pada zona mulut gua di Gua Sigawir memiliki standar deviasi yang

Page 45: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

30

cukup tinggi, hal tersebut disebabkan karena pengukuran kelembapan dilakukan

di dalam dan di luar mulut gua yang berbeda karakteristik tanahnya. Pada luar

mulut gua berpasir kering, sedangkan dalam mulut gua tanah sedikit basah dan

agak berlumpur.

4.5 Hubungan Parameter Lingkungan Tanah Dengan Keanekaragaman

Jenis Ketiga Gua

Suatu ekosistem terdiri dari semua organisme yang hidup dalam suatu

komunitas dan juga semua faktor-faktor abiotik yang berinteraksi dengan

ekosistem tersebut. Kehidupan organisme tidak sendiri, tetapi berinteraksi dengan

faktor lainnya, seperti dengan faktor fisika-kimia dari lingkungan tempatnya

hidup (Siun, 2006).

Faktor fisika-kimia yang dihubungkan dengan keanekaragaman adalah

suhu tanah, kelembapan tanah, dan pH tanah. Hubungan ini diuji dan diperoleh

hasil berdasarkan analisis statistika Korelasi Pearson menggunakan software

SPSS versi 20. Dari ketiga gua yang diteliti didapatkan hubungan

keanekaragaman jenis dengan parameter lingkungan. Adapun hasil uji tersebut

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Hubungan parameter lingkungan tanah dengan keanekaragaman jenis

menggunakan Korelasi Pearson

suhu_tanah kelembapan_tanah

Keanekaragaman Korelasi Pearson -,343 -,732*

Sig. (2-tailed) ,366 ,025

N 9 9

*. Korelasi signifikan pada level 0.05

Parameter lingkungan yang telah didapat menjadi faktor yang

mempengaruhi keanekaragaman. Menurut Suin (1997), faktor lingkungan abiotik

Page 46: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

31

sangat menentukan struktur komunitas hewan-hewan yang terdapat di suatu

habitat. Kelembapan adalah parameter lingkungan yang memiliki korelasi negatif

(-0,732) dan paling berpengaruh secara signifikan (0,05) terhadap

keanekaragaman jenis. Suhu dan pH tanah memiliki hubungan korelasi yang

rendah terhadap keanekaragaman dan kemerataan Arthropoda.

Kelembapan merupakan salah satu faktor fisik penting dalam

mempengaruhi keanekaragaman Arthropoda. Kondisi khas gua adalah

kelembapan yang sangat tinggi. Variasi kelembapan ditemukan pada mulut gua.

Variasi tersebut yang memberikan keanekaragaman terbesar dalam keseluruhan

keanekaragaman Arthropoda gua. Kelembapan maksimum tanah yang dibutuhkan

untuk kelangsungan hidup Collembola adalah 100%, sedangkan kelembapan

minimum adalah 50%. Kelembapan mempunyai peran penting dalam menentukan

pola distribusi Collembola (Christiansen, 1990). Fauna permukaan gua sering

ditemukan pada tepi air perkolasi atau tepi sungai. Salah satu bentuk adaptasi

hewan utama gua adalah dengan kemampuan hidup dalam kelembapan yang

tinggi (Ko, 2000).

Suhu tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang berpengaruh

terhadap proses-proses yang terjadi di dalam tanah, seperti pelapukan dan

penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme di dalamnya. Dari tabel di

atas, diketahui bahwa suhu berpengaruh sedang terhadap keanekaragaman jenis

Arthropoda.

Page 47: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

32

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan didapat kesimpulan sebagai berikut.

1) Keanekaragaman jenis Arthropoda di Gua Sigawir dan Gua Sibedahan

tergolong tinggi, sedangkan Gua Sigintung sedang. Penyumbang

keanekaragaman jenis tertinggi terletak pada zona mulut gua. Metode yang

paling efektif untuk menilai keanekaragaman jenis adalah perangkap

sumuran. Tingkat kemerataan jenis Arthropoda ketiga gua adalah tinggi.

2) Suhu tanah ketiga gua bervariasi berkisar antara 22,1 – 24,3 °C. Kelembapan

tanah 100% atau mendekati 100% dan hanya zona mulut gua yang memiliki

kelembapan yang rendah mengikuti keadaan luar lingkungan gua.

3) Parameter yang paling berpengaruh terbalik secara signifikan terhadap

keanekaragaman jenis Arthropoda adalah kelembapan tanah.

5.2 Saran

Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa struktur komunitas

ekosistem tersebut stabil. Penulis menyarankan agar dilakukan penelitian tentang

pengelolaan kawasan karst secara hayati guna keberlangsungan kawasan

ekosistem karst.

Page 48: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

33

DAFTAR PUSTAKA

Borror, D.J. Triplehorn, C.A. dan Johnson, D.M. 1992. Pengenalan Pelajaran

Serangga. Edisi Enam, Cetakan Pertama. Partosoedjono, penerjemah.

UGM Press. Yogyakarta.

Borror, D.J dan White, R.E. 1970. A Field Guide to Insects America north of

Mexico. Houghton Mifflin Company. New York

Campbell, N.A dan Reece, J.B. 2008. Biologi. ed. 8. Jil. 1. Penerbit Erlangga.

Jakarta.

Coineau, N. 2000. Adaptations to interstitial groundwater life. In Subterranean

Ecosystems, edited by H.Wilkens, D.C.Culver & W.Humphreys,

Amsterdam and New York: Elsevier

Culver, D.C. 2005. Myriapods. Dalam Encyclopedia of Caves. Editor D.C.

Culver dan W.B. White, Elsevier Academic Press.

Culver, D.C., L. Deharveng, A. Bedos, J.J. Lewis, M. Madden, J.R. Redden, B.

Sket, P. Trontelj, and D. White,2006, The mid-latitude biodiversity ridge

in terrestrial cave fauna, Ecography, 29:120-128.

Culver, D. C dan T. Pipan. 2009. The Biology of Caves and Other Subterranean

Habitats. New York: Oxford University Press.

Djakamihardja, A. S dan Mulyadi, D. 2013. Implikasi Penambangan Batu

Gamping Terhadap Kondisi Hidrologi di Citeurep Kabupaten Bogor, Jawa

Barat. Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.23, No.1, Juni 2013,

49-60.

Ekinci. 2006. Effect of forest fire on some physical, chemical and biological

properties of soil in Canakkale, Turkey. International journal of agriculture

and biology 8 (1): 102-106.

Gibert, J., Danielopol, D.L. & Stanford, J.A. (editors) 1994. Groundwater

Ecology. London: Academic Press

Gnaspini, P. dan Trajano, E. 2000. Guano Communities in Tropical Caves. In

Ecosystem of The World, Vol. 30: Subterranean Ecosystem, edited by

Wilkens, H., Culver, D.C, & W.F. Humpreys. Amsterdam: Elsevier.

Hikespi, 2013. Kursus Dasar Kursus Lanjutan, Yogyakarta: 96 hlm.

Hoobs, H.H. 2005. Crustacea. Dalam Encyclopedia of Caves. Editor D.C. Culver

dan W.B. White, Elsevier Academic Press.

Humphreys, W.F. 1993. The significance of the subterranean fauna in

biogeographical reconstruction: examples from Cape Range peninsula,

Page 49: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

34

Western Australia. In The Biogeographyof Cape Range, Western

Australia, edited by W.F.Humphreys, Perth: Western Australian Museum

(Records of the Western Australian Museum, Supplement 45)

Hüppop, K. 2005. Adaptation to Low Food. Dalam Encyclopedia of Caves.

Editor D.C. Culver dan W.B. White, Elsevier Academic Press.

Kaikan, K. 2002. Biodiversity Research Methods: IBOY in Western Pacific and

Asia. Kyoto University Press and Trans Pacific Press.

Kamal, M., Yustina, I dan Rahayu, S. 2011. Keanekaragaman Jenis Arthropoda di

Gua Putri dan Gua Selabe Kawasan Karst Padang Bindu, OKU Sumatera

Selatan. Jurnal Penelitian Sains: Vol. 14 Nomer 1(D) 14108

Magniez G.J dan Rahmadi C. A new species of the genus Stenasellus (Crustacea,

Isopoda, Asellota, Stenasellidae). In: Bulletin mensuel de la Société

linnéenne de Lyon, 75ᵉ année, n°4, april 2006. pp. 173-177.

Michie NA. 1997. An Invstigation of The Climate, Carbon Dioxide and Dust in

Jenolan Caves NSW. [Thesis]. School of Earth Sciences, Macquarie

University.

Miura, H. 1991. Surface features and their relations to the caves in the Akiyoshi

Plateau in Japan. In Geography of Akiyoshi Karst, edited by H. Miura,

Shimonoseki, Yamaguchi: Shunhou- sha (paper in English, in mixed

Japanese and English book)

Moore, G.W dan Sullivan, G.N.. 1964. Speleology: the Biology of Caves. Zephrus

Press Inc. Teaneck.

Odum, E.P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Universitas Gajah Mada

Press. Yogyakarta.

Ota, M., Sugimura, A. & Haikawa, T. 1980. The Akiyoshi limestone group and

geologic structures (in Japanese). In Limestone Caves in Akiyoshi-dai:

Sciences of Limestone Caves, edited by M.Kawano, Shimonoseki,

Yamaguchi: Shunhou-sha

Palawa. 2014. Eksplorasi Karst Klapanunggal. Palawa Universitas Padjadjaran.

Semarang.

Parwez, H. dan N. Sharma. 2014. Effect of Edaphic Factors on the Population

Density of Soil Microarthropods in Agro Forestry Habitat. Journal of

Agroecology and Natural Resource Management 1(3): 187-190.

Peck, B. 1976 The effect of cave entrances on the distribution of cave-inhabiting

terrestrials arthropods. Speleol. pp.309-321

Page 50: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

35

Prous, X., Ferreira R.L., Martins, R.P. 2004. Ecotone Delimination: Epigean-

Hypogean Transtition in Cave Ecosystems. Journal of Austral Ecology.

29: 374-382.

Rahmadi, C., Suhardjono, Y.R. dan Subagja, J. 2002. Komunitas Collembola

Guano Kelelawar di Gua Lawa Nusakambangan, Jawa Tengah. Biologi,

Vol.2, No.14 Desember 2002.

Rahmadi, C. 2007. Keajaiban Kecil Dari Gua Indonesia. Buletin of National

Geographic. 28 Oktober 2015: 121-124.

Rahmadi, C, 2007. Arthropoda Gua Karst Maros (Sulawesi) & Gunung Sewu

(jawa): Melintas Garis Wallace, Fauna Indonesia, vol 7 (2): 1-6

Rahmadi, C. 2012. Arthropoda Gua. Dalam Fauna Karst dan Gua Maros,

Sulawesi Selatan, editor Y.R. Suhardjono dan R. Ubaidillah. LIPI Press:

Jakarta.

Reddell, J.R. 2005. Spiders and Related Groups. Dalam Encyclopedia of Caves.

Editor D.C. Culver dan W.B. White, Elsevier Academic Press.

Ribeca, C. 2004. Arachnida. Dalam Encyclopedia of Cave and Karst Science.

Editor J. Gunn, Taylor & Francis Books: Great Britain

Ribera, C. & Juberthie, C. 1994. Araneae. In Encyclopaedia Biospeologica, vol. 1,

edited by C.Juberthie & V.Decu, Moulis and Bucharest: Société de

Biospéologie

Samodra, H. 2001. Nilai strategis kawasan karst di Indonesia. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Geologi. Publikasi Khusus No. 25: 318pp.

Sikazwe, O. dan B. de Waele.2004. Assesment of The Quality and Reserves of

Bat Guano at Chipongwe and Kapongo Caves near Lusaka as Fertiliser

Material. UNZA Journal of Science and Technology Special Edition: 32-

42.

Suhardjono, Y.R. 2012. Pendahuluan. Dalam Fauna Karst dan Gua Maros,

Sulawesi Selatan, editor Y.R. Suhardjono dan R. Ubaidillah. LIPI Press:

Jakarta.

Suhardjono, Y.R., Rahmadi, C., Nugroho, H, dan Wiantoro, S. 2012. Karst dan

Gua. Dalam Fauna Karst dan Gua Maros, Sulawesi Selatan, editor Y.R.

Suhardjono dan R. Ubaidillah. LIPI Press: Jakarta.

Suin, N.M. 2006. Ekologi hewan tanah.ed. 1. Cet. 3. PT Bumi Aksara.: Jakarta

Sumartowo,O. 1997. Ekologi Lingkungan Hidup Dan Pembangunan, Ed 7.

Penerbit Djambatan

Page 51: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

36

Sumayku, R. 2013. Udang Purba itu Tinggal Dua Ekor. Buletin of National

Geographic. Juni 2013. http://www.nationalgeographic.co.id. Diakses

pada 29 Oktober 2015

Surono, R., Sukamto dan Samodra, H. 1999. Batuan Karbonat Pembentuk

Morfologi Karst di Indonesia. Kumpulan Makalah Lokakarya Kawasan

Karst, Jakarta 29-30 Sebtember 1999. Direktorat Jenderal Geologi dan

Sumberdaya Mineral.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. ed. 3.

cet. 2. Balai Pustaka: Jakarta

Vermeulen, J. dan Whitten, T. 1999. Biodiversity and Cultural Property in the

Management of Limestones Resources. Washington: The World Bank

Wiantoro, S. dan Achmadi, A.S. 2011 kelimpahan dan keanekaragaman kelelawar

(chiroptera) dan mamalia kecil di pulau ternate: Ekologi ternate, lipi press.

Jakarta.

Wenying, Y. 2000. Pictorial Keys to Soil Animals of China. Science Press. New

York

Whriten, T., S.J. Damanik, J., Anwar, & Hisyam, 2000, The Ecology Of Indonesia

Series Volume I : The Ecology Of Sumatra, Periplus Edition (HK) Ltd.,

Singapore, xxxi + 478 hlm

Page 52: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

37

Lampiran 1. Parameter lingkungan gua

Gua Zona Parameter PitfallTrap

PT 1 PT 10 PT 2 PT 3 PT 4 PT 5 PT 6 PT 7 PT 8 PT 9

Sibedahan gelap kelembapan tanah 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

pH tanah 4 4 3,5 5 5 7 5 3 3 4

suhu tanah 23 22 23 23 23 23 23 21 21 21

mulut gua kelembapan tanah 15 40 10 20 25 25 25 15 15 35

pH tanah 7,5 8 7,5 6,5 7 7 7 7 7 7

suhu tanah 24 23 23 23 23 23 23 24 24 24

remang-

remang

kelembapan tanah 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

pH tanah 4,5 6,5 4,5 5 6,5 5 4,5 6 6 6,5

suhu tanah 21 22 21 22 23 23 23 22 22 22

Sigawir gelap kelembapan tanah 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

pH tanah 5,5 5 5 5 6 6,5 5 7 6 5

suhu tanah 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24

gelap abadi kelembapan tanah 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

pH tanah 5,5 6 5,5 5 6 6 6 6 6 5

suhu tanah 24 24 24 24 24 25 25 24 24 24

mulut gua kelembapan tanah 55 45 65 75 55 100 100 70 40 100

pH tanah 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 7 6 7 7 6,5

suhu tanah 24 23 23 23 23 23 23 23 23 23

remang-

remang

kelembapan tanah 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

pH tanah 5 6,5 6 5,5 6 5,5 7 6 7 5

suhu tanah 23 23 23 23 23 23 23 24 24 23

Sigintung mulut gua kelembapan tanah 100 100 100 100 100 100 100 100 50 100

pH tanah 7,5 7 8 8 8,5 8,5 8,5 8 7 7

suhu tanah 24 24 24 24 24 24 25 24 25 25

remang-

remang

kelembapan tanah 65 100 100 100 100 100 100 100 100 100

pH tanah 7 8 7 7 7 8 7 7,5 7 7,5

suhu tanah 25 24 24 24 24 24 24 24 24 24

Page 53: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

38

Lampiran 2. Jenis berdasarkan zona

TAKSON Sibedahan Sigawir Sigintung

Kelas Ordo Famili Spesies GE MG RE GE GA MG RE MG RE

Arachnida Acari Acari Acari sp.1 1 1

Acari sp.2 1

Acari sp.3 6

Dermanyssidae Dermanyssidae sp. 1

Ixodidae Ixodidae sp. 1

Trombidiidae Trombidiidae sp. 3 1 4

Amblypygi Charontidae Stygophrynus dammermani 6 4 8 2 7 7

Araneae Araneae Araneae sp.1 1 1 2

Araneae sp.2 1

Araneae sp.3 1

Araneae sp.4 3

Araneae sp.5 1

Araneae sp.6 5

Araneae sp.7 3

Araneae sp.8 1

Pholcidae Pholcidae sp.1 1

Pholcidae sp.2 1

Pholcidae sp.3 1

Sparassidae Heteropoda sp. 1

Opiliones Leiobunidae Leiobunidae sp. 1

Collembola Collembola Collembola Collembola sp.1 1 2

Collembola sp.2 2 1

Entomobryomorpha Entomobryidae Entomobryidae sp. 1 1

Entomobryomorpha Entomobryomorpha sp.1 1

Entomobryomorpha sp.2 3 1

Entomobryomorpha sp.3 3

Page 54: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

39

TAKSON Sibedahan Sigawir Sigintung

Kelas Ordo Famili Spesies GE MG RE GE GA MG RE MG RE

Entomobryomorpha sp.4 4

Entomobryomorpha sp.5 4

Entomobryomorpha sp.6 1 6

Entomobryomorpha sp.7 4

Isotomidae Folsomia octoculata 1 2 2 15 2

Poduromorpha Neanuridae Denismeria sp. 1

Onychiuridae Protaphorura sp. 1

Symphypleona Arrhopalites Arrhopalite sp. 1

Symphypleona Symphypleona sp. 1

Crustacea Isopoda Armadillidae Armadillidae sp. 1 1 1 3

Philoscidae Philoscidae sp. 1

Insecta Archaeognatha Archaeognatha Archaeognatha sp. 1

Coleoptera Carabidae Carabidae sp. 2

Pamborus macleayi 1

Chrysomelidae Chrysomelidae sp. 1

Coccinellidae Coccinellidae sp. 1

Coleoptera Coleoptera sp.1 7 1 1

Coleoptera sp.10 2

Coleoptera sp.2 2 2

Coleoptera sp.3 1

Coleoptera sp.4 1

Coleoptera sp.5 1 1

Coleoptera sp.6 1

Coleoptera sp.7 20 15 6 2

Coleoptera sp.8 2

Coleoptera sp.9 2

Coleoptera sp.11 1

Page 55: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

40

TAKSON Sibedahan Sigawir Sigintung

Kelas Ordo Famili Spesies GE MG RE GE GA MG RE MG RE

Scolytidae Scolytidae sp.1 1 6 1 23 3

Scolytidae sp.2 13 6 4

Staphylinidae Staphylinidae sp.1 12 30 11 3 1 6 3 2 4

Staphylinidae sp.2 11 20 7 6 3 2 10

Staphylinidae sp.3 4 1 1 3

Dermaptera Labiidae Labiida sp. 2

Dictyoptera Blattellidae Blattellidae sp. 1

Blattidae Blataria sp. 2

Blattidae sp. 2

Dictyoptera Dictyoptera sp. 2

Nocticolidae Nocticola sp. 9 4 1 4 1

Diplura Japygidae Japyx sp. 1

Diptera Chyromyidae Chyromyidae sp. 2 2

Diptera Diptera sp.1 5 1 2 1

Diptera sp.10 1

Diptera sp.2 15 1 2

Diptera sp.3 3 1 2

Diptera sp.4 1 1

Diptera sp.5 1

Diptera sp.6 1

Diptera sp.7 1

Diptera sp.8 6 2

Diptera sp.9 5 1

Drosophilidae Drosophilidae sp. 5 3 1

Muscidae Muscidae sp. 1

Hemiptera Anthocoridae Anthocoridae sp. 1

Hymenoptera Formicidae Camponotus sp. 52

Page 56: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

41

TAKSON Sibedahan Sigawir Sigintung

Kelas Ordo Famili Spesies GE MG RE GE GA MG RE MG RE

Dorylus sp. 2

Monomorium sp. 1 1

Odontomachus sp. 5

Odontoponera sp. 1

Pheidole sp.1 42

Pheidole sp.2 11

Pheidole sp.3 2 1 50

Tapinoma sp. 1

Insecta Insecta Insecta sp. 1

Isoptera Isoptera Isoptera sp. 1

Termitidae Termites sp. 1 2

Neuroptera Myrmeleontidae Myrmeleon sp. 1

Orthoptera Acrididae Acrididae sp.1 2 2

Acrididae sp.2 4

Acrididae sp.3 5

Acrididae sp.4 2

Gryllotalpidae Gryllotalpidae sp. 1

Rhaphidophorida Rhaphidophora sp. 19 2 5 3 2 1 6 7 9

Psocoptera Psocoptera Psocoptera sp.1 1 3 1

Psocoptera sp.2 1

Myriapoda Chilopoda Chilopoda Chilopoda sp. 1

Lithobiomorpha Lithobiomorpha sp. 1

Diplopoda Cambalopsidae Trachyjulus tjampeanus 52 10 4 5 18

Polydesmidae Polydesmida sp. 1 1

Pauropoda Pauropodidae Pauropodidae sp 1

Unidentified 1 Unidentified 1 Unidentified 1 Unidentified 1 1

Unidentified 2 Unidentified 2 Unidentified 2 Unidentified 2 3

Page 57: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

42

TAKSON Sibedahan Sigawir Sigintung

Kelas Ordo Famili Spesies GE MG RE GE GA MG RE MG RE

Unidentified 3 Unidentified 3 Unidentified 3 Unidentified 3 1

Grand Total 169 206 62 32 16 164 28 135 51

Keterangan:

➢ MG: Mulut Gua

➢ RE: Remang-Remang

➢ GE: Gelap

➢ GA: Gelap Abadi

Page 58: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

43

Lampiran 3. Jenis berdasarkan metode

TAKSON Sibedahan Sigawir Sigintung

Kelas Ordo Famili Spesies CB HC PS CB HC PS CB HC PS

Arachnida Acari Acari Acari sp.1 2

Acari sp.2 1

Acari sp.3 6

Dermanyssidae Dermanyssidae sp. 1

Ixodidae Ixodidae sp. 1

Trombidiidae Trombidiidae sp. 4 3 1

Amblypygi Charontidae Stygophrynus dammermani 9 1 17 7

Araneae Araneae Araneae sp.1 2 2

Araneae sp.2 1

Araneae sp.3 1

Araneae sp.4 3

Araneae sp.5 1

Araneae sp.6 5

Araneae sp.7 3

Araneae sp.8 1

Pholcidae Pholcidae sp.1 1

Pholcidae sp.2 1

Pholcidae sp.3 1

Sparassidae Heteropoda sp. 1

Opiliones Leiobunidae Leiobunidae sp. 1

Collembola Collembola Collembola Collembola sp.1 1 2

Collembola sp.2 2 1

Entomobryomorpha Entomobryidae Entomobryidae sp. 1 1

Entomobryomorpha Entomobryomorpha sp.1 1

Entomobryomorpha sp.2 4

Page 59: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

44

TAKSON Sibedahan Sigawir Sigintung

Kelas Ordo Famili Spesies CB HC PS CB HC PS CB HC PS

Entomobryomorpha sp.3 3

Entomobryomorpha sp.4 4

Entomobryomorpha sp.5 4

Entomobryomorpha sp.6 1 6

Entomobryomorpha sp.7 4

Isotomidae Folsomia octoculata 3 2 17

Poduromorpha Neanuridae Denismeria sp. 1

Onychiuridae Protaphorura sp. 1

Symphypleona Arrhopalites Arrhopalite sp. 1

Symphypleona Symphypleona sp. 1

Crustacea Isopoda Armadillidae Armadillidae sp. 1 2 3

Philoscidae Philoscidae sp. 1

Insecta Archaeognatha Archaeognatha Archaeognatha sp. 1

Coleoptera Carabidae Carabidae sp. 2

Pamborus macleayi 1

Chrysomelidae Chrysomelidae sp. 1

Coccinellidae Coccinellidae sp. 1

Coleoptera Coleoptera sp.1 7 1 1

Coleoptera sp.10 2

Coleoptera sp.2 2 2

Coleoptera sp.3 1

Coleoptera sp.4 1

Coleoptera sp.5 1 1

Coleoptera sp.6 1

Coleoptera sp.7 12 29 2

Coleoptera sp.8 2

Coleoptera sp.9 2

Page 60: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

45

TAKSON Sibedahan Sigawir Sigintung

Kelas Ordo Famili Spesies CB HC PS CB HC PS CB HC PS

Coleoptera sp.11 1

Scolytidae Scolytidae sp.1 2 6 23 3

Scolytidae sp.2 13 6 4

Staphylinidae Staphylinidae sp.1 53 13 6

Staphylinidae sp.2 38 11 10

Staphylinidae sp.3 5 4

Dermaptera Labiidae Labiida sp. 2

Dictyoptera Blattellidae Blattellidae sp. 1

Blattidae Blataria sp. 2

Blattidae sp. 2

Dictyoptera Dictyoptera sp. 2

Nocticolidae Nocticola sp. 13 5 1

Diplura Japygidae Japyx sp. 1

Diptera Chyromyidae Chyromyidae sp. 3 1

Diptera Diptera sp.1 8 1

Diptera sp.10 1

Diptera sp.2 16 2

Diptera sp.3 4 2

Diptera sp.4 2

Diptera sp.5 1

Diptera sp.6 1

Diptera sp.7 1

Diptera sp.8 6 2

Diptera sp.9 5 1

Drosophilidae Drosophilidae sp. 5 3 1

Muscidae Muscidae sp. 1

Hemiptera Anthocoridae Anthocoridae sp. 1

Page 61: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

46

TAKSON Sibedahan Sigawir Sigintung

Kelas Ordo Famili Spesies CB HC PS CB HC PS CB HC PS

Hymenoptera Formicidae Camponotus sp. 30 22

Dorylus sp. 2

Monomorium sp. 2

Odontomachus sp. 5

Odontoponera sp. 1

Pheidole sp.1 30 12

Pheidole sp.2 10 1

Pheidole sp.3 2 1 50

Tapinoma sp. 1

Insecta Insecta Insecta sp. 1

Isoptera Isoptera Isoptera sp. 1

Termitidae Termites sp. 1 2

Neuroptera Myrmeleontidae Myrmeleon sp. 1

Orthoptera Acrididae Acrididae sp.1 2 2

Acrididae sp.2 4

Acrididae sp.3 5

Acrididae sp.4 2

Gryllotalpidae Gryllotalpidae sp. 1

Rhaphidophorida Rhaphidophora sp. 1 11 14 7 5 7 9

Psocoptera Psocoptera Psocoptera sp.1 1 4

Psocoptera sp.2 1

Myriapoda Chilopoda Chilopoda Chilopoda sp. 1

Lithobiomorpha Lithobiomorpha sp. 1

Diplopoda Cambalopsidae Trachyjulus tjampeanus 1 60 1 6 3 17 1

Polydesmidae Polydesmida sp. 1 1

Pauropoda Pauropodidae Pauropodidae sp 1

Unidentified 1 Unidentified 1 Unidentified 1 Unidentified 1 1

Page 62: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

47

TAKSON Sibedahan Sigawir Sigintung

Kelas Ordo Famili Spesies CB HC PS CB HC PS CB HC PS

Unidentified 2 Unidentified 2 Unidentified 2 Unidentified 2 3

Unidentified 3 Unidentified 3 Unidentified 3 Unidentified 3 1

Grand Total 25 154 258 15 73 152 50 84 52

Keterangan:

➢ CB : Corong Berlease

➢ HC : Hand Collecting

➢ PS : Perangkap Sumuran

Page 63: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

48

Lampiran 4. Gambar Arthropoda yang ditemukan

Insecta

Acrididae sp.1 Acrididae sp.2 Acrididae sp.3

Acrididae sp.4 Anthocoridae sp. Archaeognatha sp.

Blataria sp. Blattellidae sp. Blattidae sp.

Camponotus sp. Carabidae sp.1 Pamborus macleayi

Chrysomelidae sp. Chyromyidae sp. Coccinellidae sp.

Page 64: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

49

Coleoptera sp.1 Coleoptera sp.2 Coleoptera sp.3

Coleoptera sp.4 Coleoptera sp.5 Coleoptera sp.6

Coleoptera sp.7 Coleoptera sp.8 Coleoptera sp.9

Coleoptera sp.10 Coleoptera sp.11 Diptera sp.1

Diptera sp.2 Diptera sp.3 Diptera sp.4

Diptera sp.5 Diptera sp.6 Diptera sp.7

Page 65: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

50

Diptera sp.8 Diptera sp.9 Diptera sp.10

Dorylus sp. Drosophilidae sp. Gryllotalpidae sp.

Dictyoptera sp. Insecta sp. Isoptera sp.

Japyx sp. Labiida sp. Monomorium sp.

Muscidae sp. Myrmeleon sp. Nocticola sp.

Odontomachus sp. Odontoponera sp. Pheidole sp.1

Page 66: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

51

Pheidole sp.2 Pheidole sp.3 Psocoptera sp.1

Psocoptera sp.2 Rhaphidophora sp. Scolytidae sp.1

Scolytidae sp.2 Staphylinidae sp.1 Staphylinidae sp.2

Staphylinidae sp.3 Tapinoma sp. Termites sp.

Arachnida

Acari sp.1 Acari sp.2 Acari sp.3

Page 67: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

52

Araneae sp.1 Araneae sp.2 Araneae sp.3

Araneae sp.4 Araneae sp.5 Araneae sp.6

Araneae sp.7 Araneae sp.8 Dermanyssidae sp.

Heteropoda sp. Ixodidae sp. Leiobunidae sp.

Pholcidae sp.1 Pholcidae sp.2 Pholcidae sp.3

Page 68: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

53

Stygophrynus sp. Trombidiidae sp.

Collembola

Arrhopalite sp. Collembola sp.1 Collembola sp.2

Denismeria sp. Entomobryidae sp. Entomobryomorpha sp.1

Entomobryomorpha sp.2 Entomobryomorpha sp.3 Entomobryomorpha sp.4

Entomobryomorpha sp.5 Entomobryomorpha sp.6 Entomobryomorpha sp.7

Page 69: KEANEKARAGAMAN - repository.uinjkt.ac.id

54

Folsomia octoculata Protaphorura sp. Symphypleona sp.

Crustacea

Armadilida sp. Armadillidae sp.

Myriapoda

Chilopoda sp. Hypocambala sp. Lithobiomorpha sp.

Pauropodidae sp. Polydesmida sp.

Tidak teridentifikasi

Unidentified 1 Unidentified 2 Unidentified 3