keanekaragaman makrozoobentos sebagai...
TRANSCRIPT
KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI INDIKATOR
KUALITAS PERAIRAN KAMPUNG BARU KECAMATAN
TANJUNGPINANG BARAT KOTA TANJUNGPINANG
RIKY RESA PRASETIA
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
2017
ABSTRAK
PRASETIA RESA, RIKY. Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator
Kualitas Perairan Kampung Baru Kecamatan Tanjung Pinang Barat Kota Tanjung
Pinang. Jurusan Management of Acuatic Resource Departemen, Faculty of Marine
Sciences And Fisheries, Raja Ali Haji Maritime University. Suvervisor Diana Azizah,
S.Pi. M.Si,. Susiana S.Pi. M.Si.
Makrozoobentos baik digunakan sebagai petunjuk (indikator) terjadi perubahan
kualitas perairan karena sifat bentos relative diam sehingga sangat banyak mendapat
pengaruh dari lingkungan. Penelitian ini bertujuan ntuk mengetahui kondisi perairan
kampung baru dengan melihat keanekaragan makrozoobentos yang meliputi:
keanekaragaman,keseragaman dan dominansi serta parameter fisika dan kimia
perairan sebagai parameter pendukung. Sampel makroozobentos diambil dengan
metode purposive sampling berdasarkan hasil penelitian, di temukan sebnyak 12
spesies terdiri dan 7 famili. Nilai kelimpahan individu pada ketiga stasiun penelitian
berkisar antara 319.823 – 147.1913 m². Indeks keanekaragaman(H’) berkisar antara
1,51 – 1,38. Indeks keseragaman (E) berkisar antara 0,61 – 0,55. Indeks dominansi
(C) berkisar antara 0,32 – 0.31. Indikator kualitas perairan berdasarkan indeks
diversitas Shanon Wiener (H’) dalam Fachrul (2007) perairan kampung baru dapat
dikategorikan tercemar ringan. Kondisi tersebut diduga adanya tekanan ekologi yang
berasal dari aktivitas disekitar perairan dimana limbah rumah tangga yang dihasilkan
baik dari limbah padat ataupun limbah cair sehingga dapat mempengaruhi kontribusi
nilai indeks keanekaragaman makrozoobentos pada lokasi perairan. Untuk hasil
pengukuran parameter fisika kimia perairan dan substrat di pulau lengkang secara
umum memliki kisaran yang relatif homogen di seluruh stasiun pengamatan dan
masih dapat mendukung kehidupan makrozoobentos.
Kata Kunci : keanekaragaman, makrozoobentos, indikator, kualitas perairan
ABSTRAK
PRASETIA RESA, RIKY. Diversity of Macrozoobentos as a Water Quality Indicator
of Kampung Baru Tanjung Pinang Barat Sub-district of Tanjung Pinang City.
Department of Management of Acuatic Resource Department, Faculty of Marine
Sciences And Fisheries, Raja Ali Haji Maritime University. Suvervisor Diana Azizah,
S.Pi. M.Si ,. Susiana S.Pi. M.Si.
Makrozoobentos is good used as a guide (indicator) there is a change in the quality
of the waters due to the nature of bentos relative silence so it is very much to get
influence from the environment. The purpose of this research is to know the condition
of new kampong waters by looking at the diversity of macrozoobentos which
includes: diversity, uniformity and dominance as well as parameters of physics and
aquatic chemistry as supporting parameters. The sample of macroozobentos was
taken by purposive sampling method based on the research result, found in 12 species
and 7 families. The value of individual abundance in the three research stations
ranged from 319,823 - 147,1913 m². The diversity index (H ') ranges from 1.51 -
1.38. The uniformity index (E) ranges from 0.61 to 0.55. The dominance index (C)
ranges from 0.32 to 0.31. The water quality indicator based on Shanon Wiener (H ')
diversity index in Fachrul (2007) new kampong waters can be categorized as mild
contaminated. The condition is presumed that the ecological pressure derived from
the activity around the waters where the household waste produced either from solid
waste or liquid waste so that it can affect the contribution of the value index of
diversity of macrozoobentos in the water location. For the measurement results of the
aquatic chemical parameters and the substrate on the island of lengkang generally
have a relatively homogeneous range throughout the observation station and still can
support the life of macrozoobentos.
Keywords: diversity, makrozoobentos, indicator, water quality
© Hak cipta milik Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tahun 2017
Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Universitas Maritim Raja Ali Haji, sebagian atau seluruhnya dalam
betuk apa pun, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI INDIKATOR
KUALITAS PERAIRAN KAMPUNG BARU KECAMATAN
TANJUNGPINANG BARAT KOTA TANJUNGPINANG
RIKY RESA PRASETIA
NIM. 120254242036
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
perikanan pada
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perikanan
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
2017
PRAKATA
Puji syukur alahmdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
berkatrahmat dan hidayah-Nya, Penyusunan skripsi dengan judul “Keanekaragaman
Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Kampung Baru Kecamatan
Tanjungpinang Barat Kota Tanjungpinang” ini dapat diselesaikan sebagai salah satu
syarat guna memperoleh gelar di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas
Maritim Raja Ali Haji
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan masukan dan bimbingan dalm menyelesaikan skripsi ini, Diana Azizah.,
S.Pi., M.Si. selaku pembimbing utama, Susiana., S.Pi., M.Si. selaku pembimbing
pendamping, Winny Retna Melani, S.P,M.Sc selaku ketua penguji dan Dedy
Kurniawan, S.Pi, M.Si. selaku anggota penguji
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik saran yang sifatnya membangun dari pembaca sangat diperlukan
Semoga karya ini bermanfaat.
Tanjungpinang, Agustus 2017
Riky Resa Prasetia
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjungpinang pada tanggal 4 juni 1993 sebagai putra
pertama dari Bapak Haryono dan Ibu Rohaida Saat ini, penulis berdomisili di KP.
Sidomulyo km.13Penulis mengawali Pendidikannya di SD Negeri 011
Tanjungpinang Barat dan menamatkan pendidikan Dasar pada tahun 2006.
Kemudian, penulis melanjutkan pendidikannya SMP Hang Tuah Tanjungpinang dan
tamat pada tahun 2009, setamat SMP, penulis melanjutkan pendidkannya di
Madrasah Aliyah Negeri (MAN SEDERAJAT) hingga. Pada tahun 2012 penulis
diterima melalui tes tertulis jalur Mandiri (ujiantertulis). Penulis diterima pada
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Marititm Raja Ali Haji (UMRAH).
Selama masa aktif kuliah, penulis juga pernah bergabung dalam minat bakat
“OBDC” (2013-2014) dan melaksanakan KKN (kuliahkerjanyata) di Pulau Alai
Kecamatan Kundur Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau. Sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada program studi Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim
Raja Ali Haji (UMRAH), penulis menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan judul
“Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan
Kampung Baru Kecamatan Tanjungpinang Barat Kota Tanjungpinang”.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................. i
DAFTAR TABEL .................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah................................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 2
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 3
1.5. Kerangka Pemikiran ............................................................................................ 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Makrozoobentos .................................................................................... 5
2.2. Makrozoobentos Sebagai Indikator..................................................................... 6
2.3. Pengaruh Aktivitas Masyarakat Terhadap Makrozoobentos .............................. 9
2.4. Parameter Lingkungan Makrozoobentos ............................................................ 10
2.4.1. Suhu ....................................................................................................... 10
2.4.2. DO........................................................................................................... 11
2.4.3. pH .......................................................................................................... 11
2.4.4. Salinitas................................................................................................... 11
2.4.5. Substrat ................................................................................................... 12
2.4.6. Bahan Organik Total ............................................................................... 12
2.5. Indeks Ekologi Makrozoobentos ........................................................................ 13
2.5.1. Indeks Keanekaragaman (H) .................................................................... 13
2.5.2. Indeks Keseragaman (E) .......................................................................... 14
2.5.3. Indeks Dominansi (C) .............................................................................. 14
2.6. Pengelolaan Berbasis Ekologi ............................................................................. 15
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat .............................................................................................. 16
3.2. Bahan dan Alat yang digunakan dalam Penelitian ini ........................................ 17
3.3. Metode Penelitian................................................................................................ 17
3.4. Tahap Pengambilan dan Penanganan Sampel Makrozoobentos ......................... 18
3.5. Parameter Lingkungan ........................................................................................ 19
3.5.1. Suhu .......................................................................................................... 19
3.5.2. Oksigen terlarut ......................................................................................... 19
3.5.3. Derajat Keasaman ..................................................................................... 19
3.5.4. Salinitas ..................................................................................................... 20
3.5.5. Substrat ..................................................................................................... 20
3.5.6. Baham Organik Total ................................................................................ 20
3.6. Analisis Organik Makrozoobentos ...................................................................... 21
3.6.1. Jenis Kelimpahan ..................................................................................... 21
3.6.2. Indeks Keanekaragaman (H) .................................................................... 21
3.6.3. Indeks Keseragaman (E) .......................................................................... 22
3.6.4. Indeks Dominansi (C) .............................................................................. 22
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Gambaran Umum Lokasi ..................................................................................... 24
4.2. Komposisi Jenis Spesies Yang Dijumpai ............................................................ 26
4.3. Komposisi Jenis .................................................................................................. 26
4.3.1. Famili Naticidae ........................................................................................ 27
4.3.1.1. Natica lurida ................................................................................... 27
4.3.1.2. Natica limbata ................................................................................. 27
4.3.1.3. Natica Isabella ................................................................................ 28
4.3.2. Famili Cerithiidae ..................................................................................... 28
4.3.2.1. Assimeidae sp .................................................................................. 29
4.3.2.2. Clypeomorusbati ilariaeformis ....................................................... 29
4.3.2.3. Clypeomorus moniliteraus .............................................................. 29
4.3.3. Famili Nassaridae .................................................................................... 30
4.3.3.1. Nassarius melonoides ................................................................... 30
4.3.3.2. Nassarius sp .................................................................................. 30
4.3.4. Family Epitoniidae .................................................................................... 31
4.3.4.1. Amaea sp ...................................................................................... 31
4.3.5. Famili Meloginidae ................................................................................... 31
4.3.5.1. Pugilina cochlidium ...................................................................... 32
4.3.6. Famili Strombidae ...................................................................................... 32
4.3.6.1. Caevistrombus turturela ............................................................... 32
4.3.7. Famili Nericidae ........................................................................................ 33
4.3.7.1. Clithan oulaniensis ....................................................................... 33
4.4. Parameter Fisika Kimia Perairan ........................................................................ 34
4.5. Tipe Substrat Dasar Perairan ............................................................................... 37
4.6. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) .................................................................... 38
4.7. Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan ........................................ 41
4.8. Bentuk Pengelolaan Berdasarkan Ekologi .......................................................... 42
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ......................................................................................................... 44
5.2. Saran .................................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 45
LAMPIRAN .............................................................................................................. 50
DAFTAR TABEL
1. Kategori Indeks Keanekaragaman (H’) ......................................................... 13
2. Kategori Indeks Keseragaman (E) ................................................................. 14
3. Kategori Indeks Dominansi (C) ..................................................................... 15
4. Alat atau Instrumen Penelitian ...................................................................... 17
5. Bahan atau materi yang digunakan selama penelitian ................................... 17
6. Batas Kelurahan Kampung Baru ................................................................... 24
7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin .............................................. 24
8. Pekerjaan/Mata Pencaharian .......................................................................... 25
9. Spesies Yang Dijumpai Di Setiap Stasiun ..................................................... 26
10. Kelimpahan Individu Makrozoobentos di Perairan Kampung Baru
Kota Tanjungpinang ...................................................................................... 34
11. Nilai Parameter Fisika Kimia Air dan Substrat Seluruh Stasiun Penelitian .. 35
12. Karakteristik Sedimen di Setiap Stasiun ....................................................... 37
13. Indeks Keanekaragaman Jenis Makrozoobentos di Perairan Kampung
Baru ............................................................................................................... 39
14. Indeks Keseragaman Jenis Makrozoobentos di Perairan Kampung
Baru ............................................................................................................... 39
15. Indeks Dominansi Jenis Makrozoobentos di Perairan Kampung Baru ......... 40
16. Analisis Makrozoobentos Sebagai Indikator ................................................. 41
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 4
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian ......................................................................... 16
Gambar 3. Skema pengambilan makrozoobentos ................................................. 18
Gambar 4. Natica lurida Dokumentasi Penelitian (2016) .................................... 27
Gambar 5. N. limbata Dokumentasi Penelitian (2016) ......................................... 28
Gambar 6. N. isabella Dokumentasi Penelitian (2016)......................................... 28
Gambar 7. Assimieidae Dokumentasi Penelitian (2016)....................................... 29
Gambar 8. C. ilariaeformis Dokumentasi Penelitian (2016) ................................ 29
Gambar 9. C. moniliteraus Dokumentasi Penelitian (2016) ................................ 29
Gambar 10. N. melonoides Dokumentasi Penelitian (2016) ................................ 30
Gambar 11. N. Dokumentasi Penelitian (2016) .................................................... 30
Gambar 12. Amaea Dokumentasi Penelitian (2016) ............................................. 31
Gambar 13. P. cochlidium Dokumentasi Penelitian (2016) ................................. 32
Gambar 14 C. turturella Dokumentasi Penelitian (2016) .................................... 32
Gambar 15. C. oulaniensis Dokumentasi Penelitian (2016) ................................ 33
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil Pengukuran Tekstur Sedimen ................................................................. 48
2. Dokumentasi Selama Penelitian dan Kondisi Lokasi Penelitian ...................... 75
3. Foto Makrozoobentos Yang Ditemukan Du Perairan Kampung Baru ............. 78
4. Perhitungan Kelimpahan Individu (ind/m²) Makrozoobentos masing- masing
stasiun penelitian .............................................................................................. 81
5. Perhitungan Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) Dan Dominansi (C)
Makrozoobentos ............................................................................................... 84
6. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan ........................................ 87
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perairan Kampung Baru merupakan kawasan pesisir yang berada di Kota
Tanjungpinang dimana banyak terdapat sumberdaya laut. Sejalan dengan
pembangunan wilayah dan perkembangan daerah, tentunya memiliki aktivitas
yang cukup padat seperti kegiatan menangkap ikan, budidaya, kawasan ekowisata,
kegiatan transportasi laut dan kegiatan yang berasal dari darat lainnya. Aktivitas
tersebut secara tidak langsung dapat memberikan pengaruh besar terhadap kualitas
perairan, dampak yang berpengaruh terhadap perairan salah satunya yaitu
pencemaran laut. Pencemaran laut memungkinkan terjadinya penurunan kualitas
perairan serta berkurangnya jenis biota yang hidup di wilayah perairan tersebut.
pencemaran perairan merupakan adanya masukan bahan–bahan organik dan
anorganik terlarut yang dihasilkan oleh kegiatan penduduk di sekitar pesisir dapat
menimbulkan permasalahan yang serius, sehingga dapat berpengaruh terhadap
kehidupan biota perairan. Salah satu biota yang terkena dampak dari pencemaran
perairan adalah hewan–hewan bentos.
Makrozobentos merupakan organisme yang hidup di dasar perairan. Hewan
bentos relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan kualitas air
sehingga akan mempengaruhi terhadap komposisi dan distribusinya. Kelompok
hewan ini dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan
dari waktu ke waktu (Rizky, 2007). Perubahan kualitas air dan substrat sangat
mempengaruhi kelimpahan serta keanekaragaman makrozoobentos.
Keanekaragamaan ini tergantung pada tingkat toleransi dan sensitifitasnya
terhadap kualitas lingkungan yang terdiri dari faktor biotik dan factor abiotik
(Purnomo, 1989 in Fachrul, 2007).
Keanekaragaman baik dari jenis maupun kelimpahan, keseragaman, dan
dominasi jenis makrozoobentos sangat berpotensi untuk menggambarkan keadaan
atau kondisi di suatu perairan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka tingkat
keanekaragaman makrozoobentos di perairan Kampung Baru dapat dijadikan
indikator untuk mengetahui kondisi perairan Kampung Baru. Selain itu, dapat
2
juga melihat faktor-faktor lingkungan lainnya yang mempengaruhi
keanekaragaman makrozoobentos sehingga dapat dilakukan suatu bentuk
pengelolaan yang baik untuk wilayah perairan Kampung Baru sebagai salah satu
upaya untuk melakukan pengembangan program pengelolaan sumberdaya pesisir
yang berkelanjutan di perairan Kampung Baru. Oleh karna itu pentingnya
penelitian ini di lakukan.
1.2. Rumusan Masalah
Perairan Kampung Baru banyak dimanfaatkan oleh penduduk untuk berbagai
aktivitas seperti perikanan, dan berbagai aktivitas rumah tangga. Banyaknya
aktivitas di perairan Kampung Baru menyebabkan terjadinya perubahan kualitas
perairan. Penurunan kualitas perairan disebabkan adanya akumulasi limbah yang
dihasilkan dari aktvitas yang ada.
Dengan adanya ketidakseimbangan in ekosistem perairan otomatis kehidupan
biota yang ada diinnya akan terganggu terutaman biota yang menetap didasar
perairan salah satunya makrozoobentos sehingga perlu diketahui bagaimana
kondisi perairan melalui makrozoobentos sebagai indikator.
1. Bagaimana komposisi jenis dan kelimpahan organisme makrozoobentos di
perairan Kampung Baru?
2. Bagaimana kondisi parameter fisika kimia perairan Kampung Baru?
3. Bagaimana kualitas perairan berdasarkan indeks keanekaragaman
makrozoobentos ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui Indeks keanekaragaman (H), keseragaman (C), dan dominansi
(E) biota makrozoobentos di perairan Kampung Baru
2. Mengetahui kondisi parameter fisika kimia perairan Kampung Baru
3. Mengetahui kondisi perairan Kampung Baru berdasarkan Indeks
Keanekaragaman makrozoobentos.
3
1.4. Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk :
1. Memberikan informasi terhadap instansi terkait / kepada masyarakat
pesisir kondisi keanekaragaman (H), keseragaman (C), dan dominansi (E)
biota makrozoobentos diperairan Kampung Baru
2. Memberikan informasi terhadap instansi untuk mengetahui kondisi
parameter fisika kimia perairan Kampung Baru
3. Memberikan informasi terhadap instansi untuk mengetahui hubungan
antara kondisi keanekaragaman (H),keseragaman (C), dan dominansi (E)
bentos dengan kondisi perairan Kampung Baru
1.5 Kerangka Pemikiran
Aktifitas di daerah kampung baru cukup padat baik memanfatkn sumberdaya
laut maupun membuang limbah ke perairan sehingga mencemari lingkungan yang
dapat merusak biota terutama makrozoobentos, dimana makrozoobentos sangat
pekaterhadap perubahan lingkungan.
4
Gambar 1. Kerangka pemikiran
Aktivitas manusia
- Transportasi laut
- Perikanan
Mempengaruhi kuailitas
air
Organisme
material
Makrozoobentos
- Jenis Kelimpahan
Parameter Kualitas Air
Fisika
- Suhu
- Salinitas
Kimia
- pH
- DO
Substrat
Indeks Ekologi
- Keanekaragaman
jenis
- Keseragaman
- dominansi
Indikator
Kualitas Perairan
Pengelolaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Makrozoobentos
Bentos merupakan organisme dasar perairan, baik berupa hewan maupun
tumbuhan, baik yang hidup di permukaan dasar ataupun dasar perairan
(Fachrul, 2007). Bentos adalah organisme yang hidup di dasar perairan (substrat)
baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang. Bentos hidup di pasir, lumpur,
batuan, patahan karang atau karang yang sudah mati. Substrat perairan dan keinan
mempengaruhi pola penyebaran dan marfologi fungsional serta tingkah laku
hewan bentik. In kamus besar Bahasa Indonesia, bentos adalah organisme yang
mendiami daerah dasar perairan.
Berdasarkan letak atau tempat hidupnya menurut Venberg (1981) in Fachrul
(2007), bentos dapat di bagi menjadi infauna yaitu kelompok bentos yang hidup
didalam substrat seperti kepiting, siput laut, bintang laut. dan epifauna yaitu
kelompok bentos yang hidup di permukaan substrat seperti tiram, bintang laut.
Kelompok infauna sering mendominasi komunitas substrat yang lunak dan
melimpah di daerah subtidal, sedangkan kelompok hewan epifauna dapat
ditemukan pada semua substrat, bergerak lebih lambat di atas permukaan dari
sedimen yang lunak atau menempel pada substrat yang keras, tetapi lebih
berkembang pada substrat yang keras dan melimpah di daerah intertidal
(Nybakken, 1992)
Berdasarkan ukuran tubuhnya bentos di bedakan menjadi tiga kelompok yaitu
makrozoobentos, mesobentos dan mikrozoobentos. Makrozoobentos merupakan
organisme yang mempunyai ukuran lebih dari 1,0 milimeter seperti molusca,
mesobentos merupakan organisme yang mempunyai ukuran 0,1-1,0 milimeter
seperti cnidaria dan mikrobentos merupakan organisme yang memiliki ukuran
kurang dari 0,1 milimeter (Fachrul, 2007).
Menurut Wilhm (1975) in Sinaga (2009), perubahan sifat substrat dan
penambahan pencemaran akan berpengaruh terhadap kelimpahan dan
keanekaragamannya. Respon komunitas makroozobentos terhadap perubahan
lingkungan digunakan untuk menduga pengaruh berbagai kegiatan seperti
6
industri, pertambangan, pertanian, dan tata guna lahan lainnya yang akan
mempengaruhi kualitas perairan. Masukan bahan organik, bahan kimia dan
perubahan subtrat dapat mempengaruhi komunitas makrozoobentos (APHA, 1979
in Ridwan, 2004).
Makrozoobenthos adalah organisme yang mendiami dasar perairan atau
tinggal in sedimen dasar perairan. Organisme bentos mencakup organisme nabati
yang disebut fitobentos dan organisme hewani yang disebut zoobentos (Odum,
1971). Makrozoobentos adalah organisme yang tersaring oleh saringan
bertingkat pada ukuran 0,6 mm (Lind, 1979). Pada saat mencapai pertumbuhan
maksimum, makrozoobentos akan berukuran sekurang-kurangnya 3 hingga 5 mm
(Sudarja, 1978).
In siklus hidupnya, terdapat beberapa makrozoobentos yang hidupnya hanya
sebagian saja sebagai bentos, misalnya pada stadia muda saja atau sebaliknya.
Pada umumnya cacing dan bivalvia hidup sebagai bentos pada stadia dewasa,
sedangkan ikan demersal hidup sebagai bentos pada stadia larva
(Nybakken,1981), selanjutnya dinyatakan zoobentos umumnya bersifat relatif
tidak aktif dengan ciri khusus seperti: tubuhnya dilindungi cangkang, memiliki
bagian tubuh yang dapat dijulurkan, berkembangnya bagian tubuh tambahan
seperti rambut, bulu-bulu keras serta tersusun atas otot-otot yang memudahkan
pergerakannya di atas maupun di dalam sedimen.
2.2 Makrozoobentos Sebagai Indikator
Bentos sering digunakan sebagai indikator atau petunjuk kualitas air. Suatu
perairan yang sehat (belum tercemar) akan menunjukkan jumlah individu yang
seimbang dari hampir semua spesies yang ada. Sebaliknya suatu perairan
tercemar, penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada spesies
yang mendominansi (Patrick, 1949 in Odum, 1994).
In penilaian kualitas perairan, pengukuran keanekaragaman jenis organisme
sering lebih baik daripada pengukuran bahan-bahan organik secara langsung.
Makrozoobentos sering dipakai untuk menduga ketidakseimbangan lingkungan
fisik, kimia dan biologi perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi
kelangsungan hidup organisme makroozoobentos. karna makrozoobentos
merupakan biota air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik
7
bahan pecemar kimia maupun fisik (Odum, 1994 in Sinaga, 2009). Hal ini
disebabkan makroozobentos pada umumnya tidak dapat bergerak dengan cepat
dan habitatnya di dasar yang umumnya adalah tempat bahan pencemar. Menurut
Wilhm (1975) in Marsaulina (1994) perubahan sifat substrat dan penambahan
pencemaran akan berpengaruh terhadap kelimpahan dan keanekaragamannya.
Menurut Revera (1979) in Fachrul (2007) daya toleransi bentos terhadap
pencemaran bahan organik dapat di kelompokkan menjadi 3 yaitu:
a. Jenis Intoleran
Jenis intoleran memiliki kisaran toleransi yang sempit terhadap pencemaran
dan tidak tahan terhadap tekanan lingkungan, sehingga hanya hidup dan
berkembang di perairan yang belum atau sedikit tercemar. Menurut Wihlm (1975)
jenis makrozoobentos yang intoleran yaitu: Ephesimulans (lalat sehari),
Acroneuria evoluta (lalat batu), Chimarra obscu, Mesovelia sp (kepik), Helichus
lithopilus (kumbang), Anopheles punctiennis (nyamuk)
b. Jenis Toleran
Mempunyai daya toleran yang lebar, sehingga dapat berkembang mencapai
kepadatan tertinggi in perairan yang tercemar berat. Menurut Wihlm (1975) jenis
makrozoobentos yang toleran yaitu: Chironomous riparium (sejenis nyamuk),
Limnodrillus sp, dan Tubifex sp (cacing oligochaeta)
c. Jenis Fakultatif
Dapat bertahan hidup terhadap lingkungan yang agak lebar, antara perairan
yang belum tercemar sampai dengan tercemar sedang dan masih dapat hidup pada
perairan yang tercemar berat. Menurut Wihlm (1975) jenis makrozoobentos yang
fakultatif yaitu: Stenonema heterotarsale ( lalat sehari), Taeniopteryx maura (lalat
batu), Hydrosyche bronta, Agrion maculatum, Corydalis comutus (lalat), Agabus
stagninus (kumbang), Chironomous decorus, Helodilus cholotica (cacing
oligochaeta).
Menurut Vemiati (1987) in Fachrul (2007), jenis yang berbeda menunjukkan
reaksi yang berbeda terhadap pencemaran, sehingga dengan adanya jenis benthos
tertentu dapat dijadikan petunjuk untuk menafsirkan kualitas suatu badan air
tertentu, misalnya keberadaan cacing polychaeta dari suku Capitellidae, yaitu
Capitella capitella menunjukkan perairan tercemar dan Capitella ambiesta
8
terdapat pada lingkungan yang tidak tercemar. Selanjutnya Afif (2014)
menyatakan spesies indikator merupakan organisme yang dapat menunjukkan
kondisi lingkungan secara akurat yang juga dikenal dengan bioindikator.
Makrozoobentos umumnya sangat peka terhadap perubahan lingkungan
perairan yang ditempatinya, karena itulah makrozoobentos ini sering dijadikan
sebagai indikator ekologi suatu perairan dikarenakan cara hidup, ukuran tubuh,
dan perbedaan kisaran toleransi di antara spesies di in lingkungan perairan. Alasan
pemilihan makrozoobentos sebagai indikator ekologi menurut Wilhm (1978), dan
Wargadinata (1995) adalah sebagai berikut:
a. Mobilitas terbatas sehingga memudahkan in pengambilan sampel.
b. Ukuran tubuh relatif besar sehingga memudahkan untuk identifikasi.
c. Hidup di dasar perairan, relatif diam sehingga secara terus menerus
penurunan kualitas oleh air sekitarnya.
d. pendekatan yang terus menerus mengakibatkan makrozoobentos
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.
Menurut Purnomo (1989) in Sinaga, (2009) kelebihan penggunaan
makrozoobentos sebagai indikator pencemaran organik adalah mudah
diidentifikasi dan memberikan tanggapan yang berbeda terhadap berbagai
kandungan bahan organik, sedangkan kelemahannya adalah karena
penyebarannya di pengaruhi oleh faktor hidrologis seperti arus dan kondisi
substrat dasar.
Menurut Cole (1983) zoobentos juga berperan dalam proses mineralisasi dan
pendaurulangan bahan-bahan organik, baik yang berasal dari perairan (allokton)
serta menduduki urutan kedua dan ketiga in rantai kehidupan suatu komunitas
perairan.
Banyaknya bahan pencemar in perairan dapat memberikan dua pengaruh
terhadap organisme perairan, yaitu dapat membunuh spesies tertentu dan
sebaliknya dapat mendukung perkembangan spesies lain. Jadi bila air tercemar
ada kemungkinan terjadi pergeseran dari jumlah spesies yang banyak dengan
populasi yang sedang menjadi jumlah spesies yang sedikit tapi populasinya tinggi.
Oleh karena itu penurunan in keanekaragaman spesies dapat juga di anggap
sebagai suatu pencemaran (Sastrawijaya, 1991)
9
Menurut fisesa (2014), beberapa jenis makrozoobentos, serangga ordo
ephemeropta, plecoptera dan trichoptera membutuhkan kualitas air dengan
kandungan oksigen terlarut yang tinggi dan keberadaannya menjadi indikasi
kualitas air yang masih baik. Selanjutnya Sutapa (1999) mengatakan
Ephemeroptera, plecoptera dan trichoptera merupakan kelompok intoleran
terhadap polutan organik dan konsentrasi logam yang tinggi dari limbah yang
masuk ke badan perairan.
Tekanan karena buangan bahan organik mengakibatkan terjadinya pembatasan
variasi makrozoobentos, yang berarti hanya beberapa jenis saja yang mampu
hidup in kondisi tersebut. Pengaruh dari perubahan substrat dan adanya bahan
kimia beracun akan menurunkan jumlah bahkan menghilangkan beberapa jenis
makrozoobentos pada daerah tersebut. Perbedaan batas toleransi antara populasi
terhadap faktor-faktor lingkungan mempengaruhi kemampuan berkompetisi. Jika
kondisi lingkungan perairan menurun karena pencemaran maka jenis organisme
yang tidak toleran terhadap kondisi tersebut akan menurun populasinya,
sebaliknya jenis-jenis organisme yang mempunyai toleransi terhadap kondisi
tersebut akan meningkat populasinya karena jenis-jenis kompetitornya berkurang.
Jenis-jenis organisme yang dapat bertahan tersebut biasanya akan mendominasi
komunitasnya. Menurut Vemiati (1987) in Fachrul (2007) berdasarkan derajat
toleransinya terhadap pencemaran, bentos dapat dikelompokkan sebagai berikut:
A. Jenis yang tahan terhadap bahan pencemar.
Contoh : Cacing Tubificid, larva nyamuk, siput, terutama Masculium sp dan
psidium sp
B. Jenis yang lebih jernih (Bersih)
Contoh : siput yang senang arus, Bryozoa, serangga air, dan crustacea.
C. Jenis yang hanya senang bersih
Contoh : siput dari Vivinatidae dan Amnicolidae, serangga (larvanimfa) dari
bangsa Ephemeridae, Odonata, Hemiptera, dan coleopatra.
2.3 Pengaruh Aktivitas Masyarakat Terhadap Makrozoobentos
Aktivitas suatu komponen ekosistem selalu memberikan pengaruh pada
komponen ekosistem yang lain. Manusia adalah salah satu komponen penting.
Sebagai komponen yang dinamis, manusia sering kali mengakibatkan dampak
10
pada salah satu komponen lingkungan yang mempengaruhi ekosistem secara
keseluruhan (Asdak, 2002 , in Lidya, 2009).
Manusia merupakan bagian dari sistem ekologi (ekosistem) sebagai objek
sekaligus subjek pembangunan. Permasalahan lingkungan yang sangat mendasar
berkaitan dengan kepadatan penduduk maka kebutuhan pangan, pemukiman dan
kebutuhan dasar lainnya yang akan meningkatkan limbah domestik dan limbah
industri yang dihasilkan sehingga terjadi pencemaran yang mengakibatkan
perubahan besar in lingkungan hidup Menurut (Kristanto ,2002 in Lidya, 2009)
Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari suatu
bentuk asal pada suatu keadaan yang lebih buruk. Pergeseran dari suatu bentuk
asal pada suatu keadaan yang lebih buruk ini dapat terjadi akibat adanya masukan
dari bahan-bahan pencemar atau polutan (Palar, 1994, in Lidya, 2009).
Banyaknya bahan pencemar dapat memberikan dua pengaruh terhadap
organisme perairan, terutama terhadap makrozoobentos, yaitu membunuh spesies
tertentu dan sebaliknya dapat mendukung perkembangan spesies lain. Jadi jika air
tercemar ada kemungkinan terjadi pergeseran dari jumlah yang banyak dengan
populasi yang sedang menjadi jumlah spesies yang sedikit tetapi populasinya
tinggi. Oleh karna itu penurunan in keanekaragaman spesies dapat juga dianggap
sebagai suatu pencemaran (Satrawijaya, 1991 in Lidya, 2009).
2.4 Parameter Lingkungan Makrozoobentos
2.4.1 Suhu
Kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis dan
fisiologi di in ekosistem sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu mempunyai
pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen di in air apabila suhu air naik
maka kelarutan oksigen di dalam air menurun. Bersamaan dengan peningkatan
suhu juga akan mengakibatkan peningkatan aktivitas metabolisme akuatik,
sehingga kebutuhan akan oksigen juga meningkat (Sastrawijaya, (2000) in Sinaga,
(2009). Akibat meningkatkan laju respirasi akan menyebabkan konsumsi oksigen
meningkat, sementara di sisi lain dengan naiknya suhu akan menyebabkan
kelarutan oksigen, in air menjadi berkurang Brehm dan Meijering (1990) in
Barus (1996). Menurut Suriawiria (1996) kenaikan suhu pada perairan dapat
menyebabkan penurunan oksigen terlarut. Suhu merupakan faktor pembatas bagi
11
pertumbuhan hewan bentos. Batas toleransi hewan terhadap suhu tergantung
kepada spesiesnya. Umumnya suhu di atas 30ºC dapat menekan pertumbuhan
populasi hewan bentos (Nybakken, 1992 in Sinaga, (2009)
2.4.2 Disolved Oxygen (DO)
Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu
perairan. Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum
sebanyak 5 mg oksigen setiap liter air (Sastrawijaya, 2000 in Sinaga, 2009).
Oksigen terlarut di in air dihasilkan dari proses fotosintesis tumbuhan air dan
dari udara yang masuk melalui proses difusi yang secara lambat menembus
permukaan air (Wardhana, 1995). Menurut Mahida (1993), kelarutan oksigen di
dalam air bergantung pada keadaan suhu, pergerakan di permukaan air, luasnya
daerah permukaan air yang terbuka bagi atmosfer, dan persentase oksigen di udara
sekelilingnya.
2.4.3 pH
Pengukuran pH adalah suatu yang penting, karena banyak reaksi kimia dan
biokimia yang penting terjadi pada tingkat pH (Mahida, 1993 in Sinaga, 2009).
Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Nilai pH
yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya terdapat antara 7
sampai 8,5. Kondisi perairan yang sangat basa maupun yang sangat asam akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme karena akan menyebabkan tejadinya gangguan
metabolisme dan respirasi (Barus, 1996). Adanya ion-ion seperti besi sulfur (Fes)
dengan udara dan air akan membentuk H₂SO4 dan besi yang larut (Fardiaz, 1992
in Sinaga, 2009).
2.4.4 Salinitas
Perubahan salinitas akan memengaruhi keseimbangan di dalam tubuh
organisme melalui perubahan berat jenis air dan perubahan tekanan osmosis.
Semakin tinggi salinitas, semakin besar tekanan osmosisnya sehingga organisme
harus memiliki kemampuan beradaptasi terhadap perubahan salinitas sampai batas
tertentu melalui mekanisme osmoregulasi (Koesoebiono, 1979), yaitu
kemampuan mengatur konsentrasi garam atau air di cairan internal. Selanjutnya
Nybakken (1992), menjelaskan bahwa fluktuasi salinitas di daerah intertidal dapat
12
disebabkan oleh dua hal, pertama akibat hujan lebat sehingga salinitas akan sangat
turun dan kedua akibat penguapan yang sangat tinggi pada siang hari sehingga
salinitas akan sangat tinggi. Organisme yang hidup di daerah intertidal biasanya
telah beradaptasi untuk menolerir perubahan salinitas hingga 15‰.
Menurut Mudjiman (1981), kisaran salinitas yang dianggap layak bagi
kehidupan makrozoobentos berkisar 15-45‰, karena pada perairan yang
bersalinitas rendah maupun tinggi dapat ditemukan makrozoobentos seperti siput,
cacing (Annelida) dan kerang-kerangan.
2.4.5 Substrat
Susunan substrat dasar penting bagi organisme yang hidup di zona seperti
bentos, baik pada air diam maupun pada air yang mengalir (Michael, 1994).
Menurut Magfirah (2014) bahan organik utama yang terdapat di in air adalah
asam amino, protein, karbohidrat, dan hormon juga ditemukan di perairan, tetapi
hanya 10% dari material organik tersebut yang mengendap sebagai substrat ke
dasar perairan.
Substrat batu menyediakan tempat bagi spesies yang melekat sepanjang
hidupnya, juga digunakan oleh hewan yang bergerak sebagai tempat perlindungan
dari predator. Substrat dasar yang halus seperti lumpur, pasir dan tanah liat
menjadi tempat makanan dan perlindungan bagi organisme yang hidup di dasar
perairan (Laili dan Parsons,1993). Substrat dasar yang berupa batu-batu pipih dan
batu kerikil merupakan lingkungan hidup yang baik bagi makrozoobentos
sehingga bisa mempunyai kepadatan dan keanekaragaman yang besar
(Odum,1994).
2.4.6 Bahan Organik Total (BOT)
Bahan Organik Total (BOT) menggambarkan kandungan bahan organik total
suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi (partikulate)
dan koloid. Bahan organik ditemukan in semua jenis perairan, baik in bentuk
terlarut, tersuspensi maupun sebagai koloid, dimana kesuburan suatu perairan
tergantung dari kandungan Bahan Organik Total (BOT) in perairan itu sendiri.
Bahan organik pada sedimen merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan
binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan (Soepardi, 1986 in Chalid,
2014).
13
Sedimen pasir kasar umumnya memiliki jumlah bahan organik yang sedikit
dibandingkan jenis sedimen yang halus, karena sedimen pasir kasar kurang
memiliki kemampuan untuk mengikat bahan organik yang lebih banyak.
Sebaliknya, jenis sedimen halus memiliki kemampuan cukup besar untuk
mengikat bahan organik.
Karena bahan organik sedimen memerlukan proses aerasi. Standar bahan
organik total yang diperbolehkan agar organisme dapat hidup berkisar 0,68-
17ppm (Soepardi, 1989 in Ukkas, 2009). (Reynold, 1971 in Chalid, 2014).
2.5 Indeks Ekologi Makrozoobentos
2.5.1 Indeks Keanekaragaman (H’)
Indeks keanekaragaman adalah penggambaran yang menunjukkan sifat suatu
komunitas yang memperlihatkan tingkat keanekaragaman in suatu komunitas.
Menurut sifat komunitas, keanekaragaman ditentukan dengan banyaknya jenis
serta kemerataan kelimpahan individu tiap jenis yang didapatkan.
Semakin besar nilai suatu keanekaragaman berarti semakin banyak jenis yang
didapatkan dan nilai ini sangat bergantung kepada nilai total dari individu masing-
masing jenis atau genera (Odum, 1971). Keanekaragaman (H’) mempunyai nilai
terbesar jika semua individu berasal dari genus atau spesies yang berbeda-beda,
sedangkan nilai terkecil didapat jika semua individu berasal dari satu genus atau
spesies saja (Odum, 1971). Adapun kategori indeks keanekaragaman jenis dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kategori indeks keanekaragaman (H’)
No Keanekaragaman (H’) Kategori
1 H’< 2,0 Rendah
2 2.0 < H’ < 3,0 Sedang
3 H’ ≥ 3,0 Tinggi
Sumber : (Odum, 1971)
Nilai indeks keanekaragaman dengan kriteria sebagai berikut: Jika H’ < 2,0 :
Keanekaragaman genera/spesies rendah, penyebaran jumlah individu tiap
genera/spesies rendah, kestabilan komunitas rendah dan keadaan perairan mulai
tercemar. Jika 2,0 < H’ < 3,0 : Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah
14
individu sedang dan kestabilan perairan telah tercemar sedang. Jika H’ = 3,0
Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies/genera tinggi,
kestabilan komunitas tinggi dan perairannya masih belum tercemar.
2.5.2 Indeks Keseragaman (E)
Indeks keseragaman adalah penggambaran mengenai sifat organisme yang
mendiami suatu komunitas yang dihuni atau didiami oleh organisme yang sama
atau seragam. Keseragaman (E) dapat menunjukkan keseimbangan dalam suatu
pembagian jumlah individu tiap jenis. Keseragaman (E) mempunyai nilai yang
besar jika individu yang ditemukan berasal dari spesies atau genera yang
berbeda-beda, semakin kecil indeks keseragaman (E) semakin kecil pula
keseragaman jenis in komunitas, artinya penyebaran jumlah individu tiap jenis
tidak sama, ada kecenderungan didominasi oleh jenis tertentu. Nilai indeks
keseragaman (E) yaitu 0,75 < E < 1,00 menandakan kondisi komunitas yang
stabil. Komunitas yang stabil menandakan ekosistem tersebut mempunyai
keanekaragaman yang tinggi, tidak ada jenis yang dominan serta pembagian
jumlah individu (Odum, 1971).
Tabel 2 Kategori indeks keseragaman (E)
No Keseragaman Kategori
1 0,00 < E < 0,50 Rendah
2 0,50 < E < 0,75 Sedang
3 0,75 < E < 1,00 Tinggi
Sumber (Odum, 1971)
2.5.3 Indeks Dominansi (C)
Indeks dominansi adalah penggambaran suatu kondisi dimana suatu
komunitas didominasi oleh suatu organisme tertentu. Dominasi (C) merupakan
penggambaran mengenai perubahan struktur dan komunitas suatu perairan untuk
mengetahui peranan suatu sisitem komunitas serta efek gangguan pada komposisi,
struktur dan laju pertumbuhannya. Jika nilai indeks dominansi mendekati satu
berarti suatu komunitas didominasi oleh jenis tertentu, dan jika nilai indeks
dominasi mendekati nol berarti tidak ada yang dominan. Kategori Indeks
Dominansi dapat dilihat di Table 3.
15
Tabel 3 Kategori indeks dominansi (C)
No Dominansi (C) Kategori
1 0,00 < A < 0,50 Rendah
2 0,50 < A < 0,75 Sedang
3 0,75 < A < 1,00 Tinggi
Sumber : (Odum, 1971)
2.6 Pengelolaan Berbasis Ekologi
Indonesia sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia yang memiliki
Indeks Keanekaragaman Hayati (Biodiversity Index) tinggi. Terdapatnya dua
paparan luas di bagian barat dan bagian timur Indonesia yang dipisahkan oleh laut
yang in memberikan gambaran akan terdapatnya berbagai ragam jenis biota dan
habitat. Pengelolaan sumberdaya hayati laut telah didefinisikan sebagai penerapan
IPTEK kelautan terhadap permasalahan pemanfaatan sumberdaya untuk
memperoleh hasil optimum in kegiatan perikanan komersial. Untuk itu
pengelolaan suatu sumberdaya hayati laut memerlukan pengetahuan yang
mendasari prinsip-prinsip biologi, ekologi dari sumberdaya tersebut.
Selama ini pengelolaan sumberdaya hayati laut pada umumnya hanya
ditekankan pada pengertian yang sempit yaitu berapa kelimpahan dan ukuran
biota. Akibat dari fokus jangka pendek dan sempit tersebut, maka perspektif
biologi dari pengelolaan sumberdaya telah didominasi pengetahuan tentang
dinamika populasi dan ekologi terhadap pemahaman tentang pentingnya aspek
genetika populasi. Akibat sempitnya pemahaman ini, mungkin in jangka pendek
belum dapat dilihat dampaknya, namun dalam waktu jangka panjang akan
menghadapi permasalahan yang sangat serius. Salah satu contoh kelimpahan in
populasi tidak dapat dijamin kelestariannya.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 – Februari 2017.
Adapun lokasi penelitian yang dipilih yaitu perairan Kampung Baru. Pada lokasi
tersebut di bagi menjadi 3 stasiun
Gambar 2. Peta lokasi penelitia
Peta lokasi penelitian perairan Kampung Baru
Kota Tanjungpinang
St 1
St 2
St 3
Riky resa prasetia 120254242036
Prodi msp
17
3.2 Bahan dan Alat yang digunakan in Penelitian ini
Tabel 4 Alat atau Instrumen Penelitian
No Alat atau Materi Kegunaan
1 GPS Menentukan titik koordinat penyamplingan
2 Timbangan digital Menimbang sedimen
3 Oven Mengeringkan substrat
4. Alat tulis Mencatat hasil yang didapatkan
5 Ayakan Menyaring sedimen
6 Multi tester Mengukur Suhu,pH, DO
7 Core sampler Mengambil sedimen
8 Kamera Dokumentasi selama penelitian
9 Tali rafia Untuk mentransek garis
10 Kantong plastik Untuk meletakkan sampel
11 Spidol Memberikan tanda tiap stasiun
12 Kertas lebel Memberikan label tiap stasiun
13 Cool book Untuk meletakkan sampel sedimen dan biota
Tabel 5 Bahan atau materi yang digunakan selama penelitian
No Bahan atau Materi Kegunaan
1 Buku identifikasi
makrozoobentos
Untuk mengidentifikasi jenis makrozoobentos
2 Literatur yang mendukung Untuk pedoman in penulisan
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi penelitian adalah metode
Purposive untuk pengambilan sampel makrozoobentos adalah pada 3 stasiun
meliputi :
St 1 : Dengan titik koordinat 0.900297, 104.453680. Terletak di bawah jembatan
satu pulau Dompak. Lokasi ini merupakan tempat jalur kapal dan juga bekas
penimbunan lahan untuk dibangunnya jembatan, selain itu perairan di
stasiun satu perairan tersebut sudah terindikasi bauksit bekas penimbunan.
St 2: Dengan titik koordinat 0.903993, 104.448317. Terletak di sekitar padat
pemukiman. Dari hasil pengamatan banyak ditemukan sampah yang
dibuang masyarakat di perairan, yang memungkinkan dilokasi ini masuknya
bahan pencemaran yang mengendap ke dasar perairan.
18
St 3: Dengan titik koordinat 0.905679, 104.444156. Terletak di restoran sams
anna. Pada lokasi yang berdekatan dengan pemukiman penduduk di perairan
Kampung Baru lokasi ini banyak ditemukan limbah yang dihasilkan dari
rumah tangga dan juga restoran sams anna
3.4 Tahap Pengambilan dan Penanganan Sampel Makrozoobentos
Setiap stasiun terletak di daerah intertidal atau daerah pasang surut. Pada
pengambilan sampel makrozoobentos bisa pipa paralon, yang telah dimodifikasi
dengan diameter 3 inchi dan panjang 10 cm dengan cara membenamkan pipa
paralon ke in substrat perairan. Substrat yang terambil kemudian dimasukan ke in
kantong sampel dan dipisahkan tiap stasiun, sampel makrozoobentos yang telah
didapat selanjutnya diayak menggunakan pengayakan yang memiliki size 0,3 mm.
Pengambilan makrozoobentos dilakukan ketika surut dengan alasan agar
mempermudah in pengambilan sampel dan tidak terkendala dengan arus dan
gelombang. Pengumpulan sampel pada setiap plot dilakukan pencarian
makrozoobentos secara teliti, baik yang diatas permukaan substrat maupun yang
terndam in substrat sein 20 cm dengan menggunakan core sampler
makrozoobentos yang telah di ambil kemudian diayak menggunakan ayakan
berukuran 0,3 mm.
Stasiun I Darat II III
Pasang tertinggi
Transek Surut
Garis Terendah
Keterangan:
Jarak Antar titik = 25 m
Pipa paralon = 50 cm
Garis transek = 50 m
Jarak antar stasiun = 10 m
Gambar 3. Skema pengambilan makrozoobentos
19
Setiap jenis sampel makrozoobentos yang didapat pada setiap titik di
tempatkan in kantong plastik yang berbeda pula yang terlebih dahulu di beri label.
Penanganan sampel makrozoobentos selanjutnya dibersihkan dan di beri larutan
Lugol 4 %. Sampel yang telah diawetkan selanjutnya di identifikasi dengan cara
mengamati sampel makrozoobentos dengan lup (kaca pembesar) atau bisa
menggunakan mikroskop stereo kemudian di cocokkan dengan buku acauan
identifikasi Robert barnes, www.shesellhub, dan marine spesies, Identifikasi
dilakukan di laboraturium FIKP-UMRAH Tanjungpinang. Kepulauan Riau.
3.5 Parameter Lingkungan
3.5.1 Suhu
Pengukuran suhu dilakukan pada bagian dekat permukaan perairan.
Pengukuran suhu ini dilakukan dengan multitester. Multitester dicelupkan ke in
perairan, kemudian dilihat nilai suhu pada layar multitester tersebut.
3.5.2 Oksigen Terlarut
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan menggunakan multitester.
Adapun prosedurnya terlebih dahulu mengkalibrasi multitester dengan akuades,
kemudian dikeringkan dengan tisu kemudian DO dicelupkan hingga nilai di layar
tertera.
3.5.3 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan alat multitester. Probe
elektroda pH di siapkan dengan dimasukkan kein socket pada alat dengan benar
dan posisi yang tepat, tekan tombol “POWER “ untuk menghidupkan alat, tekan
tombol “MODE” pada alat hingga layar alat menunjukkan tampilan “pH” dan
masukkan indikator manual untuk suhu. Gunakan larutan “Buffer Solution” pada
pH 4,00 untuk kalibrasi alat yang ditempatkan pada botol kalibrasi. Proses
kalibrasi alat dilakukan sebelum melakukan pengukuran, dengan cara menekan
tombol “REC” dan “HOLD” secara bersamaan hingga pada layar alat
menunjukkan angka 4,00. Kemudian tekan tombol “ENTER” untuk mengakhiri
proses kalibrasi, lalu buka botol kalibrasi pada ujung alat, dan pengukuran pH
dapat dilakukan, kemudian hasil yang ditunjukkan pada layar alat dicatat setelah
angka yang ditunjukkan stabil (tidak berubah).
20
3.5.4 Salinitas
Salinitas diukur dengan menggunakan salt meter. Masukkan probe pada bagian
atas salt meter sampai rapat dan posisi yang benar, kemudian tombol “ON” pada
alat di tekan untuk menghidupkan alat, dan ujung probe digerakkan beberapa saat
agar mempermudah in pembacaan pada alat dan tunggu beberapa saat hingga
menunjukkan angka tetap pada tampilan (layar) alat. Tekan tombol “HOLD”, jika
angka yang ditunjukkan sudah benar-benar (tidak berubah), catat angka yang
ditunjukkan oleh alat.
3.5.5 Substrat
Pengambilan contoh sedimen dasar dilakukan pada tiap plot. Pengambilan
contoh menggunakan core. Contoh sedimen yang tarangkat oleh core diletakkan
pada kantong plastik dan diikat (tanpa penambahan bahan pengawet).
Pengambilan contoh sedimen ini selanjutnya dianalisis di Laboraturium Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan
3.5.6 Bahan Organik Total (BOT)
Sedimen di timbang 25 gram beart awalkemudian hidupkan oven dengan suhu
pertama 60 C dan masukkan sampel sedimen selama 6 – 8 jam, sampel sedimen
tadi di angkat dan di dinginkan dengan tujuan menghilangkan unsur air di sampel
air, kemudian sampel di masukkan kembali dengan suhu 250 C selama 6 jam
kemudian sedimen diangkat dan di dinginkan untuk di timbang berat akhir.
Persentase kandungan organik total sedimen dihitung dengan menggunakan
rumus.
Kandungan organik sedimen
Keterangan :
Wa = berat awal (gram)
Wt = berat akhir (gram)
21
3.6 Analisis Organisme Makrozoobenthos
3.6.1 Kelimpahan Jenis
Kelimpahan jenis makrozoobentosdihitung berdasarkan jumlah individu
persatuan luas (ind/m²) dengan perhitungan Odum (1971) sebagai berikut :
(
)
Keterangan : K : kelimpahan makrozoobentos
N : Jumlah total individu makrozoobentos
Ts : titik sampel
A : Luas area core = Π (r + t)
A : 2 Πr (r + t)
: 2*3.14*7.5 (7.5 + 10)
: 323.81
Nilai 10.000 berasal dari konversi cm² ke m²
3.6.2 Indeks Keanekaragaman (H’)
Indeks keanekaragaman menggambarkan keadaan populasi makrozoobentos
secara sistematis agar mempermudah in menganalisis tingkat keanekaragaman
populasi in suatu komunitas dengan menggunakan indeks Shannon dan Wienner
(Krebs, 1989) :
∑
Dimana :
H’ = indeks keanekaragaman
Pi = ni / N
ni = jumlah individu tiap jenis ke-i
N = jumlah total individu
ln = Logaritme nature
Kategori indeks keanekaragaman : Shannon dan Wienner
22
H’ < 1 : keanekaragaman rendah
1 < H’ < 3 : keanekaragaman sedang
H’ > 3 : keanekaragaman tinggi
3.6.3 Indeks Keseragaman (E)
Indeks keseragaman dihitung dengan rumus sebagai berikut (Krebs, 1989)
Dimana :
E = indeks keseragaman
H’ = indeks keanekaragaman Shannon Wiener
Hmaks = ln s
S = jumlah spesies
Kategori keseragaman indeks keseragaman Shannon - Wienner
0 ≤ E< 0,4 : keseragaman rendah
0,4 ≤ E <0,6 : keseragaman sedang
0,6 ≤ E ≤ 1,0 : keseragaman tinggi
Indeks keseragaman berkisar antara 0 sampai dengan 1. Semakin mendekati
nilai 0, semakin kecil keseragaman populasi, antara penyebaran jumlah individu
setiap jenis tidak sama dan ada kecenderungan satu jenis mendominasi.
Sebaliknya, semakin mendekati nilai 1 maka penyebaran cendrung merata dan
tidak ada jenis mendominasi.
3.6.4 Indeks Dominansi (C)
Indeks dominansi digunakan untuk memperoleh informasi mengenai famili
yang mendominansi in suatu komunitas (Odum,1993). Indeks dominansi dihitung
berdasarkan rumus indeks of dominance dari Simpson (Krebs, 1989), yaitu
23
∑ (
)
Dimana :
C = indeks dominan
ni = jumlah individu ke-i
N = jumlah total individu
i = 1,2,...23 dan seterusnya
Dengan kategori indeks dominan Shannon – Wienner
C mendekati ( 0 sampai 0,5 ) = tidak ada jenis yang mendominasi
C mendekati ( 0,5 sampai 1 ) = ada jenis yang mendominasi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi
Perairan Pantai Indah merupakan perairan yang terletak di Kecamatan
Tanjungpinang Barat yang merupakan salah satu bagian dari wilayah Kota
Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Wilayah ini memiliki luas wilayah
kurang lebih 7 km2. Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan kurang lebih 1 km,
dari pusat pemerintahan kota kurang lebih 20 km, dari kota/ibukota kabupaten
lebih kurang 36 km, dan dari ibu kota provinsi 0,5 km. Adapun batas - batas
wilayah desa ini dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Batas Kelurahan Kampung Baru
No Posisi Batas Wilayah
1 Sebelah Utara Kelurahan Bukit Cermin
2 Sebelah Selatan Laut Dompak
3 Sebelah Barat Kelurahan Tanjungpinang Barat
4 Sebelah Timur Kelurahan Tanjung Ayun Sakti
Sumber : Kelurahan Kampung Baru Tahun 2016
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kelurahan Kampung Baru bahwa jumlah
penduduk Kelurahan Kampung Baru tahun 2016 adalah sebanyak 12.784 jiwa.
Penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 6.544 jiwa sedangkan perempuan
sebanyak 6.240 jiwa seperti yang terdapat pada Tabel 7.
Tabel 7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa)
1 Laki – Laki 51 %
2 Perempuan 49%
Total 100 %
Sumber : Kelurahan Kampung Baru Tahun 2016
Kelurahan Kampung Baru merupakan tempat banyaknya aktivitas manusia
dilakukan di darat maupun di laut dan juga memliki penduduk yang cukup padat.
Penduduk Kelurahan Kampung Baru pada umumnya bermata pencaharian sebagai
Karyawan swasta, selain itu juga ada bermata pencaharian Pegawai Negeri Sipil,
25
Polri, nelayan dan sebagiannya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 8 di
bawah ini
Tabel 8 Pekerjaan/Mata Pencaharian
No Jenis Pekerjaan Laki – Laki Perempuan
1 Pegawai Negeri Sipil 248 jiwa 194 jiwa
2 Karyawan BUMN 36 jiwa 15 jiwa
3 Perawat 1 jiwa 9 jiwa
4 Pengacara 2 jiwa 1 jiwa
5 Pendeta 8 jiwa 1 jiwa
6 Karyawan Swasta 1279 jiwa 511 jiwa
7 Kepolisian (Polri) 42 jiwa 2 jiwa
8 Nelayan Perikanan 23 jiwa 0 jiwa
9 Pedagang 33 jiwa 2 jiwa
Sumber : Kelurahan Kampung Baru Tahun 2016
Aktivitas nelayan yang dilakukan di pesisir perairan Kampung Baru meliputi :
memancing ikan, menjaring udang dan menangkap ikan dengan menggunakan
Kelong Tanjap, dan pada saat surut nelayan berkarang di pesisir untuk mencari
kerang – kerangan yang memiliki nilai ekonomis. Para umumnya nelayan biasa
melukan aktivitas penangkapan di pesisir pada siang hingga malam.
26
4.2 Komposisi Jenis Spesies Yang Dijumpai
Tabel 9 Spesies Yang Dijumpai Di Setiap Stasiun
No
Spesies
Ditemukan Habitat
St 1 St 2 St 3
1 Clypeomorus
batillariaeformis
Hidup dipermukaan lumpur
dan tergenang air pada saat
surut
2
Clypeomorus
moniliferus
2
9
3
6
3
0
Hidup dipermukaan lumpur
dan tergenang air pada saat
surut
3 Clithon
oualaniense - 3
Umumnya tinggal di
permukaan lumpur yang tebal
4
Natica limbata 2 6 4
Hidup didasar lumpur dengan
keinan 2 – 3 cm
5
Natica lurida - 1 -
Hidup didasar lumpur dengan
keinan 2 – 3 cm
6
Assimieidae 2 2 3
Hidupnya dilumpur dan juga
tergenang air
7
Natica isabella 4 - 5
Hidup didasar lumpur dengan
keinan 2 – 3 cm
8
Amaea 3 2
Hidup dipermukaan lumpur
yang tergenang
9 Pugilina
cochlidium 2 2 -
Menetap didasar lumpur yang
dangkal
10 Nassarus
melonoides 2 - -
Tinggal didaerah berlumpur
dan tergolong tercemar
11 Caevistrombus
turturella - 1 1
Hidupnya umum didasar
perairan
12
nassarius 2 7 2
Tinggal didaerah berlumpur
dan tergolong tercemar
4.3 Komposisi Jenis
Berdasarkan hasil pengamatan makrozoobentos pada 3 stasiun di bulan
Desember 2016 di perairan Kampung Baru secara keseluruhan terdapat 12 jenis
yang termaksud kein 1 kelas dan 7 famili.
27
4.3.1 Famili Naticidae
Berdasarkan hasil identifikasi spesies ini memiliki tubuh berkisar 0,4 sampai 2
cm, tipe cangkang bulat dan berukuran sedang, bagian permukaan cangkang lebih
bergelombang dengan ujung cangkang tumpul dengan bukaan mulut yang kecil.
Morfologi dari family Naticidae dengan memiliki cangkang yang bulat. Habitat
yang ditempati oleh family Naticidae umumnya berlumbur tebal.
Klasifikasi :
Pilum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Litttorinimorpha
Family : Naticidae
Genus : Natica
Jenis dari family Naticidae yang ditemukan di lokasi penelitian di perairan
Kampung Baru terdapat 3 spesies yakni :
4.3.1.1 Natica lurida
Ciri khas dari Natica lurida dengan warna cangkang berwarna coklat, Spesies
ini memiliki panjang tubuh 0,4 cm, tipe cangkang bulat dan berukuran sedang,
bagian permukaan cangkang bulat dan terdapat perbedaan antara warna depan
cangkang dan belakang cangkang, degan celah mulut yang kecil
Gambar 4 N. lurida
Sumber : Dokumentasi Penelitian (2016)
4.3.1.2 Natica limbata
Ciri khas dari Natica limbata dengan warna cangkang coklat kehitaman-hitam,
spesies ini memiliki tubuh berkisar 0,4 cm, tipe cangkang bulat dan berukuran
sedang, bagian permukaan cangkang lebih bergelombang dengan ujung cangkang
tumpul dengan bukaan mulut yang kecil
28
Gambar 5 N. limbata
Sumber : Dokumentasi Penelitian (2016)
4.3.1.3 Natica isabella
Spesies ini memiliki ukuran tubuh 0,6 cm, bagian atas cangkang pendek
sedangkan bagian bawahnya membengkak serta warna tubuh putih keabu-abuan,
dengan ujung cangkang tumpul dan celah mulut yang besar.
Gambar 6 N. isabella
Sumber : Dokumentasi Penelitian (2016)
4.3.2 Famili Cerithiidae
Berdasarkan hasil identifikasi Marfologi Family Cerithiidae umumnya
memiliki cangkang yang lonjong atau bulat dan juga memliki bukaan mulut yang
umumnya kecil,dan ukuran cangkang umumnya hnya 2cm sampai 4 cm. habitat
yang di tempati oleh family cerithiidae berlumpur, dan juga tergenag air pada saat
surut.
Klasifikasi :
Pilum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Caenogastropoda
Family : Cerithiidae
Genus : Clypeomorus
29
4.3.2.1 Assimieidae sp
Spesies ini memiliki memiliki ukuran tubuh berkisar 0,5 cm, bagian atas
cangkangnya pendek sedangkan bagian bawahnya berbentuk bulat serta warna
tubuh kemerahan. Celah mulut kecil dan tipe ujung cangkang tumpul
Gambar 7 Assimieidae sp.
Sumber : Dokumentasi Penelitian (2016)
4.3.2.2 Clypeomorusbati ilariaeformis
Spesies ini memiliki panjang tubuh berkisar 2 cm, vangkang yang Memanjang.
Berukuran sedang, bagian cangkang sedikit bergelombang dengan ujung
cangkang sedikit tajam dengan celah mulut yang sedang.
Gambar 8 C. ilariaeformis
Sumber : Dokumentasi Penelitian (2016)
4.3.2.3 Clypeomorus moniliteraus
Speseies ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2 – 3 cm, tipe
cangkang memanjang dan ukuran sedang, bagian permukaan cangkang tidak rata,
dengan ujung cangkang tumpul dengan celah mulut kecil.
Gambar 9 C. moniliteraus
Sumber : Dokumentasi Penelitian (2016)
30
4.3.3 Famili Nassaridae
Berdasarkan hasil identifikasi marfologi dari family Nassaridae umumnya
memiliki cangkang berwarna hitam dan juga besar dengan bukaan mulut yang
lebar, Ukuran umum family nassaridae berkisar 2 cm – 4 cm. Habitat dari family
Nassaridae biasa tinggal di daerah berlumpur dan tergolong tercemar.
Klasifikasi :
Pilum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Neogastropoda
Family : Nassaridae
Genus : Nassarius
4.3.3.1 Nassarius melonoides
Spesies ini memiliki ukuran tubuh 4 cm, permukan cangkang bergelombang,
bagian atas cangkang panjang serta bagian bawahnya membengkak, warna
cangkang berwarna hitam dan celah mulut yang lebar dengan ujung cangkang
yang tajam
Gambar 10 N. melonoides
Sumber : Dokumentasi Penelitian (2016)
4.3.3.2 Nassarius sp
Spesies ini memilki panjang tubuh 1,3 cm, tipe cangkang memanjang, dengan
berukuran sedang, bagian permukaan cangkan terdapat garis – garis yang
bergelombang, dan memiliki ujung cangkang yang tajam
Gambar 11 Nassarius sp
Sumber : Dokumentasi Penelitian (2016)
31
4.3.4 Famili Epitoniidae
Berdasarkan hasil identifikasi marfologi dari family Epitoniidae umumnya
memiliki cangkang memanjang dan juga memilikiwarna corak putih keabuan.
Dengan panjang bervariasi dari 1 cm sampai 2 cm. Habitat dari family epitoniidae
ialah dipermukaan lumpur yang tergenang.
Klasifikasi :
Pilum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Caenogastropoda
Family : Epitoniidae
Genus : Amaea
4.3.4.1 Amaea sp
Spesies ini memiliki tubuh 0,8 cm, tipe cangkang memanajang dengan ukuran
sendang, bagian permukaan cangkang lebih bergelombang dengan ujung
cangkang yang tumpul dengan celah mulut yang kecil
Gambar 12. Amaea sp
Dokumentasi Penelitian (2016)
4.3.5 Famili meloginidae
Berdasarkan hasil identifikasi marfologi dari family Meloginidae umumnya
memiliki cangkang yang besar dan juga memiliki bukaaan mulut yang besar.
dengan habitat hidupnya menetap di dasar lumpur yang dangkal untuk mencari
makan.
Klasifikasi :
Pilum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Neogastropoda
Family : Meloginidae
Genus : Pugilina
32
4.3.5.1 Pugilina cochlidium
Spesies memiliki ukuran tubuh 6,6 cm, dengan tipe cangkang memanjang dan
berukuran besar, bagian permukaan cangkang sedikit bergelombang dengan ujung
cangkang yang tajam dan celah mulut yang besar
Gambar 13 P. cochlidium
Sumber : Dokumentasi Penelitian (2016)
4.3.6 Famili Strombidae
Berdasarkan hasil identifikasi spesies dari family strombidae umumya
memiliki cangkang melingkar di ujung Dengan panjang berkisar 4 cm – 7 cm.
Habitat dari family strombidae menetap di keinan berkisar antara 1-2 cm dari
permukaan lumpur.
Klasifikasi :
Pilum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Caenogastropoda
Family : Epitoniidae
Genus : Amaea
4.3.6.1 Caevistrombus turturella
Spesies ini memiliki ukuran tubuh 3,5 cm, tipe cangkangkang memanjang
dengan cangkang ukuran besar, warna cangkang kuning keputih – putihan dengan
lebar mulut kecil dan ujung cangkang yang tumpul.
Gambar 14 C. turturella
Sumber : Dokumentasi Penelitian (2016)
33
4.3.7 Famili Nericidae
Marfologi dari family nericidae memiliki cangkang yang bulat memiliki corak
garis –garis pada cangkang dengan bukaan mulut yang kecil. Habitat dari family
nericidae umumnya tingal di permukaaan lumpur yang tebal.
Klasifikasi :
Pilum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Caenogastropoda
Family : Epitoniidae
Genus : Amaea
4.3.7.1 Clithan oulaniensis
Berdasarkan hasil identifikasi spesies ini memiliki panjang tubuh 0,1 cm, tipe
cangkang bulat dan berukuran sedang, bagian permukaan cangkang terdapat garis
– garis hitam, dengan celah ujung cangkang tumpul dengan celah mulut yang
kecil
Gambar 15 C. oulaniensis
Sumber : Dokumentasi Penelitian (2016)
Kelimpahan total makrozoobentos perairan Kampung Baru pada stasiun I
sebesar 147,1913 ind/ m2, stasiun II 165,3630 ind/m
2, dan stasiun III 319,8230
ind/m2. Kelimpahan individu dapat dilihat pada Tabel 10. Kelimpahan terendah
terdapat pada stasiun I yang merupakan lokasi timbunan jembatan dan tidak jauh
dari pemukiman, hal ini di duga kandungan organik substrat yang tinggi pada
stasiun ini di duga berasal dari sisa penimbunan jembatan.
Kelimpahan individu tertinggi terdapat pada stasiun III yang merupakan daerah
pemukiman warga. Tingginya kandungan bahan organik in substart tidak
selamanya menguntungkan bagi organisme dasar perairan, selain terlalu banyak
34
nya bahan organik dapat menyumbat alat pernafasan, masuknya bahan organik
melebihi batas kemampuan organisme memanfaatkannya maka akan timbul
permasalan seperti menurunya tingkat kecerahan yang berarti meningkatkan
kekeruhan air sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme makrozoobentos
(Nyabakken, 1992). Untuk lebih jelasnya bias dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 10 Kelimpahan Individu Makrozoobentos di Perairan Kampung Baru Kota
Tanjungpinang
Family Spesies Kelimpahan
perstasiun ind/m²
1 2 3
Naticidae Natica lurida 0 1.82 0
Natica limbata 3,63 10,90 14,54
Natica isabella 7,27 0 18,17
Cerithiidae Assimieidae sp 3,63 3,63 10,90
Clypeomorus
batillariaeformis 61,78 65,42 138,11
Clypeomorus moniliferus 52,70 65,42 109,03
Nassaridae Nassarius melonoides 3,63 0 0
Nassarius sp 3,63 12,7202 7,2687
Epitonidae Amaea sp 5,45 0 7,27
Meloginidae Pugilina cochlidium 3,63 3,63 0
Strombidae Caevistrombus turturella 0 1,82 3,63
Nericidae Clithon oualaniense 1,82 0 10,90
Jumlah 147.19 165,36 319,82
4.4 Parameter Fisika Kimia Perairan
Hasil pengamatan parameter fisika kimia perairan di tiga stasiun bahwa nilai
parameter perairan tidak begitu tercemar karna masih di ambang baku mutu
Kepmenlh No.51 Tahun (2004). Dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini
35
Tabel 11 Nilai parameter Fisika Kimia Air dan Substrat di Stasiun Penelitian
No Parameter Satuan Nilai parameter perstasiun Baku
Mutu St 1 St 2 St 3
1 Suhu C 30,01 29,94 30,62 Alami
2 DO mg/L 8,1 7,5 8,1 >5
3 pH - 8,7 7,9 8,2 7 – 8,5
4 Salinitas 0/00 30,8 30,9 30,1 Alami
5 Substart - Pasir Pasir
Berkerikil
Pasir -
6 BOT % 55,77 45,37 46,35 -
Keterangan *Kepmen No 51 tahun 2004
Suhu merupakan salah satu parameter fisika yang mempunyai pengaruh yang
besar terhadap metabolisme organisme akuatik. Suhu pada suatu perairan bisa
berbeda pada satu waktu pengukuran berdasarkan keinan perairan. Suhu yang
diukur pada pengukuran ini adalah suhu permukaan perairan. Suhu permukaan
perairan ini sangat dipengaruhi cuaca, intensitas matahari, tutupan awan, curah
hujan, serta kecepatan angin. Suhu diperairan Kampung baru dari stasiun satu dan
tiga berkisar 29,94 C sampai 30,62 C. Suhu air laut di setiap staiun tidak
mengalami perubahan yang signifikan yakni berkisar antara 29,94 C – 30,62 C.
Suhu pada ketiga stasiun tersebut tidak mengalami perubahan yang banyak,
karena keadaan cuaca pada saat pengukuran suhu dilakukan pada sore hari, secara
umum kisaran suhu tersebut merupakan kisaran normal bagi makhluk hidup
perairan termasuk makrozoobentos. Dahuri (2004), suhu permukaan laut (SPL)
Indonesia secara umum berkisar antara 27 -32°C. Fluktuasi suhu udara yang tidak
terlalu tinggi sehingga mengakibatkan fluktuasi suhu air juga tidak terlalu besar
(Barus, 2004).
Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Nilai salinitas
yang diperoleh selama penelitian pada ketiga stasiun berkisar antara yaitu sebesar
30,10/00 – 30,9
0/00. Hasil rata – rata pengukuran salinitas di setiap stasiun
memperlihatkan tidak jauh berbeda, kondisi ini menjukkan perairan Kampung
Baru di pengaruhi oleh pasang surut. Salinitas tertinggi mencapai sebesar 30,9‰.
Kondisi ini juga di pengaruhi oleh pasang surut dimana pada waktu pasang
konsentrasi garam mineral lebih tinggi. Nontji (2007) menambahkan bahwa
salinitas di perairan berkisar antara 24‰ sampai 35‰. Sebaran salinitas air laut
36
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan
dan aliran sungai. sehingga salinitas air di perairan pantai naik, sedangkan pada
waktu surut aliran.
Berdasarkan hasil analisis BOT yang dilakukan di Laboraturium Kelautan
Perikanan UMRAH untuk mendapatkan nilai Bahan Organik Total (BOT)
sedimen. Nilai BOT yang diperoleh pada semua stasiun pengamatan yaitu
berkisar antara 55,77% – 45,37%. Kandungan bahan organik yang tinggi pada
sedimen, biasanya mengindikasikan habitat kaya akan hewan bentos (Lind, 1979,
in Chalid, 2014). Berdasarkan dari nilai BOT sedimen yang diperoleh
menunjukkan nilainya bervariasi.
Nilai pH merupakan salah satu indikator baik buruknya perairan. Menurut
(Odum, 1971) air laut adalah sistem penyangga yang sangat luas dengan pH yang
relatife stabil antara 7,0 – 8,5. Organisme air memiliki kemampuan yang berbeda
in mentoleransi pH perairan. Rendahnya nilai pH biasanya menyebabkan
kematian bagi organisme perairan. Nilai pH ketiga stasiun selama pengamatan
berlangsung berkisar 7,9 – 8,3. Dari nilai tersebut diketahui bahwa pH di perairan
Kampung Baru masih dikatagorikan layak bagi kehidupan organisme berdasarkan
baku mutu yang ditetapkan in Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (KEPMEN
LH) NO 51 tahun 2004 yaitu berkisar antara 7,0 – 8,5. Nilai pH tertinggi terletak
pada stasiun 1 sebesar 8,7 sedangkan nilai pH terendah terletak pada stasiun 2
sebesar 7,9 kawasan ini merupakan lokasi pembuangan limbah rumah tangga.
Stasiun 1 terletak disebelah jembatan 1 Dompak, pada stasiun ini, termaksud
lokasi lalu lintas kapal besar juga menjadi faktor terjadinya pencampuran massa
air laut.
Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga apabila
ketersediannya di in perairan tidak mencukupi kebutuhan organisme perairan
maka semua aktivitas di laut terhambat, oksigen terlarut sangat dibutuhkan oleh
organisme untuk melakukan respirasi. Menurut Nyabakken (1988) sebagian besar
organisme akuatik tidak dapat memanfaatkan oksigen bebas secara langsung.
Oleh karena itu, oksigen terlarut di in air sangat penting bagi organisme. Hasil
pengukuran oksigen terlarut (DO) pada ketiga stasiun penelitian menunjukkan
kisaran nilai antara 8,1 – 7,5 mg/l. Nilai oksigen terlarut (DO) yang diperoleh dari
37
ketiga stasiun berkisar antara 8,1 – 7,5 mg/l, dengan nilai tertinggi terdapat pada
stasiun 1 dan 3 sebesar 8,1 mg/l, hal ini disebabkan karena pada stasiun ini
berdekatan dengan hutan mangrove, yang dapat menyumbang oksigen terlarut di
perairan melalui proses fotosintesis. Dan terendah pada stasiun 2 sebesar 7,5 mg/l.
Rendahnya nilai oksigen terlarut pada stasiun 2 menunjukkan bahwa banyak
terdapat senyawa organik yang berasal dari rumah tangga, dimana kehadiran
senyawa organik akan menyebabkan terjadinya proses penguraian yang dilakukan
mikroorganisme yang akan berlangsung secara aerob (memerlukan oksigen). nilai
oksigen terlarut pada suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun
musiman, yang sangat dipengaruhi oleh perubahan temperature dan aktivitas
forosintesis tumbuhan yang menghasilkan oksigen (Schwoerbel , 1987 in Barus ,
2004)
4.5 Tipe Substrat Dasar Perairan
Substrat yang diambil pada lokasi perairan Kampung Baru di lakukan
pengukuran di Laboratorium FIKP UMRAH, dengan menggunakan saringan
bertingkat dengan ukuran mesh 2,36 mm, 2,00 mm, 1,18 mm, 500 μm (0,5 mm),
250 μm (0,25 mm), 1,25 μm (0,125 mm), dan 106 μm (0,106 mm). Berdasarkan
hasil perhitungan substrat di Perairan Kampung Baru. Di peroleh dua jenis tipe
substrat yaitu substrat tipe pasir dan pasir berkerikil. Diagram substrat di Perairan
Kampung Baru dapat di lihat pada tabel 11
Tabel 12 Karakteristik Sedimen di Setiap Stasiun
Stasiun Kerikil % Pasir % Lumpur % Tipe Sedimen
1 8,429157 90,79092 0,779922 Pasir
2 23,07231 75,75758 1,170117 Pasir Berkerikil
3 8,779122 89,33107 1,889811 Pasir
Menurut Odum (1971) menjelaskan bahwa karakter dasar suatu perairan sangat
menentukan penyebaran makrozoobentos yaitu substrat perairan seperti lumpur,
pasir, liat, berpasir kerikil dan batu, dimana masing-masing tipe menentukan
komposisi jenis makrozoobentos. Hal ini sesuai dengan peryataan Magfirah
38
(2014) tipe substrat berpasir akan memudahkan moluska untuk mendapatkan
suplai nutrisi dan air yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya.
Pada stasiun 1 dan 3 lebih banyak tipe sedimen pasir, Fraksi pasir di stasiun 1
persentase 9,.79092 %, dengan fraksi kerikil 8,429157 %, dan fraksi lumpur
0,779922 %. Dan juga fraksi pasir pada stasiun 3 persentase 89,33107 %, dengan
fraksi kerikil 8,779122 %, dan lumpur 1,889811 %. Kelas gastropoda dapat
ditemukan pada berbagai habitat seperti dasar laut, pelagis, perairan tawar dan laut
juga berbagai berbagai substrat baik substrat berbatu maupun berlumpur.
Pengaruh dari aktifitas oseanografi diameter butiran sedimen besar atau kecilnya
partikel sedimen dan mengindikasikan energi seperti gelombang dan arus,
sehingga mempengaruhi sebaran ukuran sedimen dari fraksi pasir yang dominan
mengendap hal ini, dikarenakan lokasi penelitian tidak jauh dari mulut sungai.
Sedimen ukuran kasar akan mengendap tidak jauh dari sumbernya pada daerah
sekitar mulut sungai, sebaliknya semakin jauh dari mulut sungai maka porsi pasir
yang diendapkan semakin sedikit dan pada daerah ini menuju laut pengendapan
didominasi oleh sedimen berukuran halus (Rifardi, 2008). Dasar perairan yang
yang didominasi oleh partikel sedimen kasar mengambarkan perairan tersebut
dipengaruhi oleh gelombang dan arus kuat, sebaliknya jika didominasi oleh
partikel-partikel halus maka perairan in kondisi tenang dan arus lemah.
4.6 Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)
Indeks keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan dominansi (C) merupakan
kajian indeks yang sering digunakan untuk mengetahui kondisi lingkungan
perairan berdasarkan komponen biologis. Strin in Prihatiningsih, (2004)
ekosistem perairan pesisir yang masih alami dicirikan oleh keanekaragaman yang
tinggi, tidak ada dominansi oleh jenis tertentu dan pembagian jenis merata in
suatu perairan. Berdasarkan analisis data yang diperoleh nilai indeks
keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) makrozoobentos pada
masing – masing stasiun
Nilai indeks keanekaragaman yang di dapatkan dari ke tiga stasiun di
kategorikan sedang pemaparan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 13 Indeks Keanekaragaman Jenis Makrozoobentos di Perairan Kampung
Baru
39
Indeks Stasiun Nilai Kategori *
H
1 1,51 Sedang
2 1,38 Sedang
3 1,49 Sedang
Sumber : Krebs, 1989 in wijayanti, 2007
Dari perhitungan nilai indeks keanekaragaman ( H’) pada ketiga stasiun
penelitian yaitu 1,38 – 1,51. Nilai indeks keanekaragaman (H’) sedang di setiap
stasiun yang menjukkan bahwa kondisi di perairan Kampung Baru kurang baik
dimana perairan Kampung Baru. Hampir pesisir lautnya banyak aktivitas yang
dilakukan masyarakat di laut. Ekosistem dapat dikatakan normal, bila dicirikan
oleh adanya keanekaragaman komunitas yang tinggi tanpa ada spesies yang
dominan serta pembagian jumlah individu per spesies relatif merata.
Tinggkat keanekaragaman yang sedang menunjukan bahwa penyebaran
individu tiap jenis tidak merata. Hal ini disebabkan semakin kecil jumlah spesies
dan ada beberapa individu yang lebih banyak, mengakibatkan terjadinya
ketidakstabilan ekosistem. Menurut Odum (1994) Keanekaragaman jenis
dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dari tiap jenisnya, karena
suatu komunitas walaupun banyak jenis tetapi bila penyebaran individunya tidak
merata maka keanekaragaman jenisnya rendah sampai dengan sedang
Nilai dari keseragaman (E) pada setiap stasiun dapat dikategorikan sedang,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 14 Indeks Keseragaman Jenis Makrozoobentos di Perairan Kampung Baru
Indeks Stasiun Nilai Kategori *
E
1 0,61 Sedang
2 0,55 Sedang
3 0,60 Sedang
Sumber : Krebs, 1989 in wijayanti, 2007
Indeks Keseragaman (E) menunjukkan komposisi individu tiap jenis yang
terdapat in suatu komunitas berada in keseimbangan. Nilai indeks keseragaman
(E) yang diperoleh dari ketiga stasiun penelitian berkisar antara 0,55 – 0,61.
Indeks keseragaman yang tertinggi pada stasiun I sebesar 0,61 dan terendah pada
40
stasiun pada stasiun II sebesar 0,55, dimana pada stasiun II tempat pemukiman
warga, yang memungkinkan makrozoobentos terindikasi dengan limbah yang
dibuang langsung kedasar perairan. Pada stasiun I jumlah spesies dari masing –
masing spesies yang diperoleh tidak ada yang mendominasi, seluruh jenisnya
menyebar secara merata.
Menurut Krebs (1989) nilai indeks keseragaman (E) berkisar antara 0-1. Jika
nilai indeks keseragaman mendekati 0 berarti keseragaman rendah karna ada jenis
yang medominasi. Bila nilai mendekati 1, maka keseragaman tinggi dan
menggambarkan tidak ada jenis yang mendominansi sehingga pembagian jumlah
individu pada masing – masing jenis sangat seragam atau merata. Nilai indeks
keseragaman diperairan Kampung Baru pada ketiga stasiun penelitian umumnya
memperlihatkan nilai keseragaman yang hamper mendekati nilai yang maksimum
dengan kata lain penyebaran populasi makrozoobentosnya cukup baik,
ditunjukkan dengan masih banyaknya jenis makrozoobentos yang ditemukan pada
setiap stasiun meskipun pada stasiun tertentu terjadi pendominasian jenis tertentu.
Hal ini memungkinkan berkaitan dengan keadaan perairan ataupun jenis
substratnya yang mungkin kurang mendukung populasinya.
Tabel 15 Indeks Dominansi Jenis Makrozoobentos di Perairan Kampung Baru
Indeks Stasiun Nilai Kategori *
C
1 0,31 Rendah
2 0,32 Rendah
3 0,31 Rendah
Sumber : Krebs, 1989 in wijayanti, 2007
Indeks dominansi spesies di perairan Kampung baru berkisar antara 0,31 – 0,32
sehingga dapat dikatakan bahwa dominansi makrozoobentos diperairan Kampung
Baru termasuk in kategori rendah. Indeks dominansi menunjukan bahwa belum
terjadi dominansi spesies pada setiap stasiun penelitian. Nilai ini berkisar dari
0,31 – 0,32. Hal ini diperkuat oleh Odum (1971) yang menyatakan bahwa kriteria
indeks dominansi berkisar antara 0 – 1. Bila indeks dominansi = 0. maka belum
adanya dominansi suatu jenis. Bila indeks dominansi mendekati 1,maka dapat
dikatakan bahwa in komunitas telah terjadi dominansi suatu spesies. Namun
41
demikian, ada beberapa spesies yang cenderung dominan pada setiap stasiun
penelitian dimana kepadatan spesies tersebut tertinggi dibandingkan spesies
lainnya (Ginting. 2010 in Ariska, 2012). Indeks dominansi (C) digunakan untuk
mengetahui sejauh mana suatu kelompok biota mendominansi yang cukup
besar akan mengarah pada komunitas yang labil maupun tertekan.
4.7 Makrozoobentos sebagai Indikator Kualitas Perairan
Masing-masing spesies memiliki indikator terhadap pencemaran yakni bersifat
fakultatif, toleran dan intoleran Dari hasil pengamatan di ketahui bahwa 12
spesies yang ditemukan sifat indikatornya dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Analisis Makrozoobentos Sebagai Indikator
No Spesies Sifat
1 Natica lurida Fakultatif
2 Natica limbata Fakultatif
3 Natica isabella Fakultatif
4 Assimieidae sp. Fakultatif
5 Clypeomorus batillariaeformis Fakultatif
6 Clypeomorus boniliferus Fakultatif
7 Nassarius melonoides Fakultatif
8 Nassarius sp. Fakultatif
9 Amaea sp. Fakultatif
10 Pugilina cochlidium Fakultatif
11 Caevistrombus turturella Fakultatif
12 Clithon oualaniense Fakultatif
Setiap spesies mempunyai batas antara toleransi terhadap suatu faktor yang ada
di lingkungan berdasarkan teori Shelford (Odum 1993) maka makrozoobentos
dapat bersifat toleran maupun bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan.
Organisme yang memiliki kisaran toleransi yang luas akan memiliki penyebaran
yang luas juga dan sebaliknya organisme yang kisaran toleransinya sempit
(sensitif) maka penyebarannya juga sempit. Perbedaan batas toleransi antara dua
jenis populasi terhadap faktor lingkungan mempengaruhi kemampuan
berkompetisi, jika sebagian akibat suatu pencemaran limbah industri terhadap
suatu lingkungan adalah berupa penurunan kadar oksigen terlarut in air maka
spesies yang mempunyai toleransi terhadap kondisi itu akan meningkatkan
populasinya karena spesies kompetisinya berkurang (Sastrawijaya 1991).
42
Keseluruhan makrozoobentos yang ditemukan di lokasi penelitian termaksud
kein biota fakultatif. Makrozoobentos yang mampu merupakan makrozoobentos
yang mampu hidup in kisaran kondisi lingkungan yang lebih luas dibandingkan
dengan kelompok yang intoleran.
Kelompok Gastropoda jenis Clypeomorus batillaririaeformis dan Clypeomorus
moniliferus yang sering ditemukan di setiap stasiun mulai dari stasiun yang
kondisi lingkungan baik sampai pada stasiun yang kondisi kualitas air menurun
ini menandakan bahwa jenis ini mempunyai kisaran hidup yang luas sehingga
digolongkan ke in kriteria spesies fakultatif karena dapat bertahan terhadap pada
perairan yang banyak bahan organik dan mampu bertahan terhadap bahan
penceman pada tingkat tertentu.
Menurut Mackie (1998) in Setiawan (2008) kelompok kelas Gastropoda dapat
dimasukan jenis kelompok yang fakultatif. Jenis lainnya dari kelompok
Gastropoda yaitu jenis Natica lurida yang ditemukan pada stasiun yang tercemar,
kemudian daerah yang kualitas airnya tidak terlalu tercemar yang mengarah ke
zona intertidal yaitu terletak pada stasiun 2 yang lokasi penelitian tersebut adalah
pemukiman warga.
Menurut Jamaludin (2014) bahwa zona yang mempunyai banyak gastropoda
dianggap sebagai zona pertama kembalinya fauna yang biasa terdapat pada air
bersih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis ini dapat dijadikan sebagai
indikator perairan Kampung Baru.
4.8 Bentuk Pengelolaan Berdasarkan Ekologi
Stasiun I merupakan salah satu lokasi yang cukup padat aktivitas yang
dilakukan diperairan, namun di stasiun ini masih tergolong aman sampai saat ini
dengan nilai parameter yang masih normal. Tetapi jika terus berkelanjutan
aktivitas tersebut memungkinkan kualitas air akan terganggu. Demikan juga
dengan stasiun II terletak pada padat pemukiman yang mayoritas masyarakatnya
masih membuang limbah,tetapi daerah ini masih tergolong aman dengan
parameter air yang masih diambang baku mutu, jika aktivitas tersebut terus
dilakukan memungkinkan badan air yang ada dilokasi ini akan tercemar berat.
Dan stasiun III yaitu dekat dengan resort sams anna dan juga pemukiman warga,
dimana lokasi tersebut masih dikatakan cukup baik walaupun banyaknya limbah
43
yang dihasilkan pemukiman dan juga restoran sams anna, tetapi jika terus
dilakukan aktivitas tersebut memungkinkan kualitas air akan terganggu.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Berdasarkan dari nilai indeks keanekaragaman makrozobentos (H’)
termaksud kategorikan sedang, kemudian indeks keseragaman (E) di
kategorikan sedang, kemudian nilai indeks dominansi (C)
dikategorikan rendah.
b. Berdasarkan kondisi parameter Fisika (Suhu,Salinitas) Kimia
(pH,DO) substart dan BOT masih in ambang baku mutu yang baik
untuk kehidupan biota termasuk makrozoobentos.
c. Berdasarkan dari nilai indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E),
indeks dominansi (C), dan kualitas perairan berdasarkan komunitas
makrozoobentos rendah menggambarkan tidak adanya
makrozoobentos yang mendominansi.
5.2 Saran
a. Diharapkan kepada masyarakat, serta instansi terkait untuk sama –
sama menjaga kualitas perairan agar kondisi lingkungan tetap baik
dengan melakukan aktifitas yang tidak mencemari lingkungan,
khususnya lingkungan perairan. Seperti tidak membeuang limbah padat
ataupun limbah cair.
b. Untuk kalangan mahasiswa atau akademisi diharapkan melakukan
penelitian lanjutan terkait hubungan antara kualitas perairan terhadap
kelimpahan makrozoobentos. Serta hubungannya dengan kandungan
organik pada substrat
45
DAFTAR PUSTAKA
Ariska, D.S., 2012. Keanekaragaman dan Distribusi Gastropoda dan Bivalvia
(Moluska di Muara Karang Tirta, Pangandaran. [Skripsi]. Institut Pertanian
Bogor.
Afif, J., Ngabekti, S., Pribadi, T.A., 2014. Keanekaragaman Makrozoobentos
Sebagai Indikator Kualitas Perairan di Ekosistem Mangrove Wilayah Tapak
Kelurahan Tugurejo Kota Semarang. Unnes Journal of Life Sciense 3(1):
47-52.
Barus, T.A., 1996. Metode Ekologi Untuk Menilai Kualitas Suatu Perairan Lotik.
Universitas Sumatera Utara. Medan. Hal. 152.
Barus, T.A., 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Universitas Sumatera Utara. Press. Medan. Hal. 415
Brower, E.J., Zar, J.H., 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology.
Ed ke-4. New York: Wm.C Brown Publsiher Company. New York. Hal.
229.
Cole, G.A., 1983. Buku Tulis Limnologi. Dewan Bahasa Dan Pustaka Kementrian
Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur. Hal. 200.
Chalid, A., 2014. Keanekaragaman dan Distribusi Makrozoobentos pada Daerah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tanjung Buli, Halmahera Timur. [Skripsi].
Universitas Hasanudin Makassar.
Dahuri, R., 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta. Hal. 292.
Fachrul, M.F., 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Hal.124.
Fisesa, E.D., Setyobudiandi, I., Krisanti, M., 2014. Kondisi Perairan dan Struktur
Komunitas Makrozoobentos Di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang
Provinsi Sumatera Utara. Depik, 3(1):1-9.
Koesoebiono., 1979. Dasar-Dasar Ekologi Umum.Institut Pertanian Bogor..
Bogor. Hal. 79.
Krebs, C.J., 1989. Ecological Methodology. Harper And Row Publisher. New
York. Hal. 695.
46
Laili, C.M., Parsons T.R., 1993. Biological Oceagraphi an Introduction Pengamon
press. New york. Hal. 347.
Lidya, C., 2009. Studi Keanekaragaman Makrozoobentos di Danau Lau Kawar
Desa Kuta Gugung Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. [Skripsi].
Universitas Sumateta Utara Medan.
Lind, L.T., 1979. Hand Book Of Common Method In Lymnology. Second
Edition. The C.V. Mosby Company St. Louis. Toronto. London.
Magfirah., Emiyarti., Haya ,Y.L.O.M., 2014. Karakteristik Sedimen dan
Hubungannya dengan Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Tahi
Ite Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara. Jurnal
Mina Laut Indonesia. 4(14): 117–131.
Mahida, U.N., 1993. Pencemaran Air Dan Pemanfaatan Limbah Industri Edisi
Keempat. PT. Rajawali Grafindo. Jakarta. Hlm.36-38.
Marsaulina, L., 1994. Keberadaan Dan Keanekaragaman Makrozoobentos di
Sungai Semayang Sunggal. Karya Tulis Lembaga Penelitian Universitas
Sumatera Utara Medan.
Michael, P., 1984 metode ekologi untuk penyelidikan ladang dan laboraturium.
Universitas indonesia Press. Jakarta. Hlm. 169.
Mudjiman, A., 1981. Budidaya Udang Windu. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hal. 327.
Nontji, A., 2007. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. Hal. 159.
Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Penerjemah : H.
Muhammad Eidman. PT Gramedia Pustaka. Jakarta. Hal. 281.
Odum, E.P., 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Terjemahan Oleh
Koesbiono, D.G. Bengon, M. Eidmen & S. Sukarjo. PT Gramedia. Jakarta.
Prihatiningsih., 2004, Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan Teluk
Jakarta. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor (tidak diterbitkan).
Rachmawaty., 2011. Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator
Tingkat Pencemaran Di muara Sungai Jenerebang.[Skripsi]. Universitas
Hasanudin Makasar.
Ridwan, D., 2004. Komunitas Makrozoobentos Sebagai Indikator Biologi
Perairan Sungai Ciliwung. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
47
Rifardi., 2008. Tekstur Sedimen Sampling dan Analisis. Universitas Riau Press.
Hal. 215.
Rizky, H., 2007. Indikator Biologis. [Internet]. [diacu 3 Juni 2016]. Tersedia dari:
http://rizky.wordpress.com/2007/06/09/ makrozoobentos-indikator-perairan-
air-tawar/.
Sastrawijaya, A.T., 1991. Pencemaran lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta. Hal.
274.
Simamora, D.R., 2009. Studi Keanekaragaman Makrozoobentos di Aliran Sungai
Padang Kota Tebing Tinggi [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara M edan.
Sinaga, T., 2009. Keanekaragaman Makarozoobentos Sebagai Indikator Kualitas
Perairan Danau Toba Balige Kabupaten Toba Samosir. [Tesis]. Universitas
Sumatera Utara Medan.
Sudarja, Y., 1987. Komposisi Kelimpahan dan Penyebaran Mangrove dari Hulu
Kehilir Berdasarkan Gradien Kedalaman di Situ Lentik, Dermaga. Kab
Bogor. Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan.[Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
Sutapa, I., Purwati, S.U., 1999. Menilai Kesehatan Sungai Berdasarkan Indikator
Biologis. Studi Kemasyarakatan Lingkungan 1(1): 1-1
Wargadinata, E.L., 1995. Makrozoobentos Sebagai Indikator Ekologi Di Sungai
Percut. [Tesis]. Universitas Sumatera Utara Medan. (tidak Dipublikasikan).
Wardana, W.A., 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi offset.
Yogyakarta. Hal. 93.
Wijayanti, H., 2007. Kajian Kualitas Perairan di Pantai Kota Bandar Lampung
Berdasarkan Komunitas Hewan Makrozoobentos. [Tesis]. Universitas
Diponegoro Semarang.
Wilhm, J.F., 1975. Biological Indicator of Pollution. London Black Well
Scientific. Oxford. Hal:370-402.
Venberg, W., Thurbwerg, F., Calabrese, A., Venberg, F., 1981.Marine Polution:
Functional Responses. Academic Press inc. London. Hal. 93.
Lampiran 1
HASIL PENGUKURAN TEKSTUR SEDIMEN
STASIUN 1, TRANSEK 1, PLOT 1
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 1.54 1.543046 Kerikil 4.8901467 4.890147
Gravel -1 3.35 3.3471
Very Coarse Sand 0 13.25 13.2544
Pasir 94.3598308 94.35983
medium Sand 1 32.58 32.57898
Medium Sand 2 29.23 29.22588
Fine Sand 3 17.11 17.11051
Very Coarse Sand 4 2.19 2.190066
Mud 5 0.75 0.750023 Lumpur 0.7500225 0.750023
JUMLAH 99.997 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil = 4.890147%, Pasir = 94.35983%, Lumpur = 0.750023%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 1,Transek 1, Plot 1 adalah pasir.
49
STASIUN 1,TRANSEK 1, PLOT 2
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 2.01 2.00804 Kerikil 7.81915638 7.819156
Gravel -1 5.81 5.811116
Very Coarse Sand 0 11.47 11.47323
Pasir 91.550831 91.55083 medium Sand 1 35.19 35.1937
Medium Sand 2 23.15 23.14646
Fine Sand 3 18.21 18.21336
Very Coarse Sand 4 3.52 3.52407
Mud 5 0.63 0.630013 Lumpur 0.6300126
0.630013
JUMLAH 99.998 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil :7.81915638%, Pasir : 91.55083%, Lumpur :0.630013%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 1,Transek 1, Plot 2 adalah pasir
50
STASIUN 1, TRANSEK 1, PLOT 3
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 1.89 1.892038 Kerikil 5.39610792 5.396108
Gravel -1 3.50 3.50407
Very Coarse Sand 0 19.53 19.52939
Pasir 94.2638853 94.26389 medium Sand 1 27.87 27.87356
Medium Sand 2 20.47 20.47241
Fine Sand 3 24.18 24.18448
Very Coarse Sand 4 2.20 2.204044
Mud 5 0.34 0.340007 Lumpur 0.3400068
0.340007
JUMLAH 99.998 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil : 5.396108%, Pasir : 94.26389%, Lumpur : 0.340007%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 1,Transek 1, Plot 3 adalah pasir.
51
STASIUN 1, TRANSEK 2, PLOT 1
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 1.78 1.783036 Kerikil 6.97113942 6.971139
Gravel -1 5.19 5.188104
Very Coarse Sand 0 16.32 16.32033
Pasir 92.198844 92.19884
medium Sand 1 31.35 31.35463
Medium Sand 2 25.19 25.1935
Fine Sand 3 17.31 17.30535
Very Coarse Sand 4 2.03 2.025041
Mud 5 0.83 0.830017 Lumpur 0.8300166 0.830017
JUMLAH 99.998 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil : 6.971139%, Pasir : 92.19884%, Lumpur : 0.830017%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 1,Transek 2, Plot 1 adalah pasir.
52
STASIUN 1, TRANSEK 2, PLOT 2
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 3.21 3.21 Kerikil 10.582 10.582
Gravel -1 7.37 7.372
Very Coarse Sand 0 11.25 11.249
Pasir 88.458 88.458
medium Sand 1 30.48 30.478
Medium Sand 2 25.39 25.389
Fine Sand 3 19.91 19.912
Very Coarse Sand 4 1.43 1.43
Mud 5 0.96 0.96 Lumpur 0.96 0.96
JUMLAH 100 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil : 10.582%, Pasir : 88.458%, Lumpur : 0.9600%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 1,Transek 2, Plot 2 adalah pasir.
53
STASIUN1 ,TRANSEK 2, PLOT 3
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 1.63 1.631294 Kerikil 16.2119181 16.21192
Gravel -1 14.58 14.58062
Very Coarse Sand 0 6.49 6.487168
Pasir 81.7627173 81.76272 medium Sand 1 25.18 25.18453
Medium Sand 2 35.57 35.5794
Fine Sand 3 13.30 13.30139
Very Coarse Sand 4 1.21 1.210218
Mud 5 2.03 2.025365 Lumpur 2.02536457
2.025365
JUMLAH 99.982 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil : 16.21192%, Pasir : 81.76272%, Lumpur : 2.025365%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 1,Transek 2, Plot 3 adalah pasir.
54
STASIUN 1, TRANSEK 3, PLOT 1
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 2.43 2.432024 Kerikil 6.17206172 6.172062
Gravel -1 3.74 3.740037
Very Coarse Sand 0 13.87 13.87214
Pasir 93.7639376 93.76394 medium Sand 1 26.08 26.08326
Medium Sand 2 38.14 38.14038
Fine Sand 3 12.30 12.29812
Very Coarse Sand 4 3.37 3.370034
Mud 5 0.06 0.064001 Lumpur 0.06400064
0.064001
JUMLAH 99.999 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil : 6.172062%, Pasir : 93.76394%, Lumpur : 0.064001%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 1,Transek 3, Plot 1 adalah pasir.
55
STASIUN 1, TRANSEK 3, PLOT 2
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 1.73 1.732 Kerikil 9.766 9.766
Gravel -1 8.03 8.034
Very Coarse Sand 0 14.04 14.039
Pasir 89.774 89.774
medium Sand 1 25.09 25.091
Medium Sand 2 28.89 28.891
Fine Sand 3 19.54 19.54
Very Coarse Sand 4 2.21 2.213
Mud 5 0.46 0.46 Lumpur 0.46 0.46
JUMLAH 100 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil : 9.766%, Pasir : 89.774%, Lumpur : 0.46%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 1,Transek 3, Plot 2 adalah pasir
56
STASIUN 1, TRANSEK 3, PLOT 3
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 1.64 1.635016 Kerikil 7.99307993 7.99308
Gravel -1 6.36 6.358064
Very Coarse Sand 0 21.22 21.21921
Pasir 91.0869109 91.08691
medium Sand 1 20.64 20.64321
Medium Sand 2 26.21 26.20926
Fine Sand 3 20.42 20.4202
Very Coarse Sand 4 2.60 2.595026
Mud 5 0.92 0.920009 Lumpur 0.9200092 0.920009
JUMLAH 94,39 99.999 0 100 100
Keterangan : Kerikil : 7.99308%, Pasir : 91.08691%, Lumpur : 0.920009%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 1,Transek 3, Plot 3 adalah pasir.
57
STASIUN 2, TRANSEK 1, PLOT 1
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 33.41 33.41434 Kerikil 38.4965399 38.49654
Gravel -1 5.08 5.082203
Very Coarse Sand 0 18.80 18.79775
Pasir 59.4333773 59.43338 medium Sand 1 17.14 17.14369
Medium Sand 2 11.91 11.91048
Fine Sand 3 8.59 8.591344
Very Coarse Sand 4 2.99 2.99012
Mud 5 2.07 2.070083 Lumpur 2.0700828
2.070083
JUMLAH 99.996 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil : 38.49654%, Pasir : 59.43338%, Lumpur : 2.070083%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 2,Transek 1, Plot 1 adalah pasir berkerikil
58
STASIUN 2,TRANSEK 1, PLOT 2
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 9.20 9.201276
Kerikil 28.5818575 28.58186
Gravel -1 19.38 19.38058
Very Coarse Sand 0 26.43 26.42879
Pasir 69.3980819 69.39808 medium Sand 1 19.64 19.63959
Medium Sand 2 11.28 11.28334
Fine Sand 3 9.35 9.34628
Very Coarse Sand 4 2.70 2.700081
Mud 5 2.02 2.020061 Lumpur 2.0200606 2.020061
JUMLAH 99.997 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil : 28.58186 %, Pasir : 69.39808 %, Lumpur : 2.020061 %.
Tekstur sedimen pada Stasiun 2,Transek 1, Plot 2 adalah pasir berkelikir
59
STASIUN 2, TRANSEK 1, PLOT 3
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 21.74 21.741 Kerikil 31.479 31.479
Gravel -1 9.74 9.738
Very Coarse Sand 0 24.30 24.296
Pasir 66.081 66.081 medium Sand 1 15.69 15.694
Medium Sand 2 16.53 16.529
Fine Sand 3 8.39 8.392
Very Coarse Sand 4 1.17 1.17
Mud 5 2.44 2.44 Lumpur 2.44
2.44
JUMLAH 95,53 100 100 0 100
Keterangan : Kerikil : 7,191458%, Pasir 87,01978%, Lumpur : 5,788757%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 2,Transek 1, Plot 3 adalah pasir.
60
STASIUN 2, TRANSEK 2, PLOT 1
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 1.54 1.544062 Kerikil 7.06828273 7.068283
Gravel -1 5.52 5.524221
Very Coarse Sand 0 28.28 28.28113
Pasir 91.9236769 91.92368 medium Sand 1 15.23 15.23061
Medium Sand 2 25.31 25.31001
Fine Sand 3 21.43 21.42986
Very Coarse Sand 4 1.67 1.672067
Mud 5 1.01 1.00804 Lumpur 1.00804032
1.00804
JUMLAH 99.996 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil : 7.068283%, Pasir 91.92368%, Lumpur : 1.00804%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 2,Transek 2, Plot 1 adalah pasir
61
STASIUN 2, TRANSEK 2, PLOT 2
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 2.56 2.563026 Kerikil 7.18407184 7.184072
Gravel -1 4.62 4.621046
Very Coarse Sand 0 13.93 13.92514
Pasir 90.7409074 90.74091
medium Sand 1 25.80 25.80326
Medium Sand 2 34.17 34.17034
Fine Sand 3 13.11 13.11013
Very Coarse Sand 4 3.73 3.732037
Mud 5 2.08 2.075021 Lumpur 2.07502075 2.075021
JUMLAH 99.999 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil 7.184072%, Pasir 90.74091%, Lumpur : 2.075021%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 2,Transek 2, Plot 2 adalah pasir.
62
STASIUN 2, TRANSEK 2, PLOT 3
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 1.04 1.04 Kerikil 7.532 7.532
Gravel -1 6.49 6.492
Very Coarse Sand 0 20.21 20.207
Pasir 92.208 92.208
medium Sand 1 21.50 21.504
Medium Sand 2 27.81 27.809
Fine Sand 3 21.29 21.29
Very Coarse Sand 4 1.40 1.398
Mud 5 0.26 0.26 Lumpur 0.26 0.26
JUMLAH 100 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil 7.532%, Pasir 92.208%, Lumpur : 0.26%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 2,Transek 2, Plot 3 adalah pasir.
63
STASIUN 2, TRANSEK 3, PLOT 1
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 21.85 21.849 Kerikil 27.542 27.542
Gravel -1 5.69 5.693
Very Coarse Sand 0 22.32 22.32
Pasir 72.261 72.261
medium Sand 1 24.52 24.521
Medium Sand 2 15.03 15.029
Fine Sand 3 9.70 9.704
Very Coarse Sand 4 0.69 0.687
Mud 5 0.20 0.197 Lumpur 0.197 0.197
JUMLAH 100 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil 16,434%, Pasir 77,50975%, Lumpur : 6,056251%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 2,Transek 3, Plot 1 adalah pasir.
64
STASIUN 2, TRANSEK 3, PLOT 2
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 22.63 22.62991 Kerikil 33.4703388 33.47034
Gravel -1 10.84 10.84043
Very Coarse Sand 0 23.37 23.36893
Pasir 66.0796432 66.07964
medium Sand 1 14.89 14.8936
Medium Sand 2 15.43 15.42962
Fine Sand 3 8.98 8.984359
Very Coarse Sand 4 3.40 3.403136
Mud 5 0.45 0.450018 Lumpur 0.450018 0.450018
JUMLAH 99.996 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil 33.47034%, Pasir 66.07964%, Lumpur : 0.450018%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 2,Transek 3, Plot 2 adalah pasir berkerikir
65
STASIUN 2, TRANSEK 3, PLOT 3
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 8.38 8.375 Kerikil 26.191 26.191
Gravel -1 17.82 17.816
Very Coarse Sand 0 28.43 28.429
Pasir 73.775 73.775
medium Sand 1 20.39 20.394
Medium Sand 2 12.73 12.732
Fine Sand 3 11.84 11.842
Very Coarse Sand 4 0.38 0.378
Mud 5 0.03 0.034 Lumpur 0.034 0.034
JUMLAH 100 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil 26.191%, Pasir 73.775%, Lumpur : 0.034%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 2,Transek 3, Plot 3 adalah pasir berkerikil
66
STASIUN 3, TRANSEK 1, PLOT 1
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 5.40 5.397054
Kerikil 7.36707367 7.367074
Gravel -1 1.97 1.97002
Very Coarse Sand 0 6.25 6.247062
Pasir 89.8528985 89.8529 medium Sand 1 17.45 17.45117
Medium Sand 2 22.64 22.63523
Fine Sand 3 35.76 35.76036
Very Coarse Sand 4 7.76 7.759078
Mud 5 2.78 2.780028 Lumpur 2.7800278 2.780028
JUMLAH 99.999 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil 7.367074%, Pasir 89.8529%, Lumpur : 2.780028%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 3,Transek 1, Plot 1 adalah pasir.
67
STASIUN 3, TRANSEK 1, PLOT 2
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 5.75 5.749023 Kerikil 8.06662867 8.066629
Gravel -1 2.32 2.317606
Very Coarse Sand 0 8.43 8.424568
Pasir 89.623764 89.62376
medium Sand 1 15.15 15.15042
Medium Sand 2 22.82 22.82012
Fine Sand 3 38.13 38.11952
Very Coarse Sand 4 5.11 5.109131
Mud 5 2.31 2.309607 Lumpur 2.30960737 2.309607
JUMLAH 100.017 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil 8.066629%, Pasir 89.62376%, Lumpur : 2.309607%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 3,Transek 1, Plot 2 adalah pasir.
68
STASIUN 3,TRANSEK 1, PLOT 3
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 6.45 6.451194 Kerikil 8.62425873 8.624259
Gravel -1 2.17 2.173065
Very Coarse Sand 0 8.14 8.144244
Pasir 89.1256738 89.12567
medium Sand 1 13.95 13.94542
Medium Sand 2 23.78 23.78371
Fine Sand 3 38.43 38.42915
Very Coarse Sand 4 4.82 4.823145
Mud 5 2.25 2.250068 Lumpur 2.2500675 2.250068
JUMLAH 99.997 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil 8.624259%, Pasir 89.12567%, Lumpur : 2.250068%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 3,Transek 1, Plot 3 adalah pasir.
69
STASIUN 3, TRANSEK 2, PLOT 1
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 1.46 1.457985
Kerikil 6.76493235 6.764932
Gravel -1 5.31 5.306947
Very Coarse Sand 0 16.63 16.63383
Pasir 92.9250707 92.92507 medium Sand 1 30.98 30.97469
Medium Sand 2 25.54 25.53774
Fine Sand 3 16.73 16.73383
Very Coarse Sand 4 3.05 3.04497
Mud 5 0.31 0.309997 Lumpur 0.3099969 0.309997
JUMLAH 100.001 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil 6.764932%, Pasir 92.92507%, Lumpur : 0.309997%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 3,Transek 2, Plot 1 adalah pasir.
70
STASIUN 3, TRANSEK 2, PLOT 2
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 8.71 8.706 Kerikil 12.638 12.638
Gravel -1 3.93 3.932
Very Coarse Sand 0 7.46 7.461
Pasir 85.327 85.327
medium Sand 1 32.84 32.84
Medium Sand 2 20.18 20.184
Fine Sand 3 22.01 22.01
Very Coarse Sand 4 2.83 2.832
Mud 5 2.04 2.035 Lumpur 2.035 2.035
JUMLAH 100 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil 12.638%, Pasir 85.327%, Lumpur : 2.035%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 3,Transek 2, Plot 2 adalah pasir.
71
STASIUN 3, TRANSEK 2, PLOT 3
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 3.11 3.109969 Kerikil 8.5399146 8.539915
Gravel -1 5.43 5.429946
Very Coarse Sand 0 9.84 9.841902
Pasir 88.6701133 88.67011
medium Sand 1 11.37 11.37189
Medium Sand 2 28.43 28.42872
Fine Sand 3 36.20 36.20064
Very Coarse Sand 4 2.83 2.826972
Mud 5 2.79 2.789972 Lumpur 2.7899721 2.789972
JUMLAH 100.001 100. 0 100 100
Keterangan : Kerikil 8.539915%, Pasir 88.67011%, Lumpur : 2.789972%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 3,Transek 2, Plot 3 adalah pasir.
72
STASIUN 3, TRANSEK 3, PLOT 1
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 7.32 7.318146 Kerikil 8.99117982 8.99118
Gravel -1 1.67 1.673033
Very Coarse Sand 0 8.15 8.145163
Pasir 87.9737595 87.97376
medium Sand 1 13.83 13.83428
Medium Sand 2 16.61 16.61033
Fine Sand 3 27.21 27.20954
Very Coarse Sand 4 22.17 22.17444
Mud 5 3.04 3.035061 Lumpur 3.0350607 3.035061
JUMLAH 99.998 99.998 0 100 100
Keterangan : Kerikil 8.99118%, Pasir 87.97376%, Lumpur : 3.035061%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 3,Transek 3, Plot 1 adalah pasir.
73
STASIUN 3, TRANSEK 3, PLOT 2
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 7.94 7.934841 Kerikil 11.8817624 11.88176
Gravel -1 3.95 3.946921
Very Coarse Sand 0 28.58 28.58243
Pasir 87.1582568 87.15826
medium Sand 1 8.38 8.379832
Medium Sand 2 20.65 20.64759
Fine Sand 3 26.85 26.84746
Very Coarse Sand 4 2.70 2.700946
Mud 5 0.96 0.959981 Lumpur 0.9599808 0.959981
JUMLAH 100.002 100. 0 100 100
Keterangan : Kerikil 11.88176%, Pasir 87.15826%, Lumpur : 0.959981%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 3,Transek 3, Plot 2 adalah pasir.
74
STASIUN 3, TRANSEK 3, PLOT 3
Clasification Phi Gram Phi % Phi Fraksi
Gram
Fraksi % Fraksi
Boulders -2 3.29 3.291296 Kerikil 6.18155634 6.181556
Gravel -1 2.89 2.89026
Very Coarse Sand 0 28.88 28.8826
Pasir 93.3083978 93.3084
medium Sand 1 3.70 3.700333
Medium Sand 2 29.24 29.24163
Fine Sand 3 29.31 29.31264
Very Coarse Sand 4 2.17 2.171195
Mud 5 0.51 0.510046 Lumpur 0.5100459 0.510046
JUMLAH 99.991 100 0 100 100
Keterangan : Kerikil 6.181556%, Pasir 93.3084%, Lumpur : 0.510046%.
Tekstur sedimen pada Stasiun 3,Transek 3, Plot 3 adalah pasir.
Lampiran 2
Dokumentasi Selama Penelitian dan Kondisi Lokasi Penelitian
76
77
Stasiun I Staiun II
Stasiun III
78
Lampiran 3
Foto Makrozoobentos Yang Ditemukan Di Perairan Kampung Baru
No Jenis /Indikator Gambar/
Dokumentasi
pribadi
Kaitkan Karakteristik
dengan lingkungan
1 Clypeomorus
Batillariaeformis
(Fakultatif)
Spesies ini hidup di
substrat berlumpur dan
bnyak hidup di
ekosistem mangrove
dan spesies ini hidup
didasar substrat dengan
lumpur yang tebal juga
kuat bahan pencenar
2 Clypeomorus
Moniliteraus
(Fakultatif)
Spesies ini hidup di
substrat berlumpur dan
bnyak hidup di
ekosistem mangrove
dan spesies ini hidup
didasar substrat dengan
lumpur yang tebal juga
kuat bahan pencenar
3 Clithan Oulaniensis
(Fakultatif)
Spesies ini umumnya
hidup didalam lumpu
dengan kedalaman 2-3
cm, spesies ini biasa
hidup menetap di dasar
perairan mencari makan
4 Natica Limbata
Orbigny
(Fakultatif)
Spesies ini hidup
infauna didasar lumpur
dengan kedalaman 2-3
cm untuk mencari
makan.
79
5 Natica Lurida
Phizippi
(Fakultatif)
Spesies ini umumnya
hidup didalam lumpur
dengan kedalaman 2-3
cm, Spesies ini
umumnya hidup
dilumpur yang tebal
dan biasa mencari
makanan di dasar
lumpur
6 Assimieidae
(Fakultatif)
Spesies ini biasa hidup
didasar lumpur dengan
sedikit tergenang air
pada saat surut.
7 Natica Isabela
Orbigini
(Fakultatif)
Spesies ini hidup di
dalam lumpur (infauna)
dengan kedalaman 2-3
cm juga hidup di daerah
mangrove,
8 Amaea
(Fakultatif)
Spesies ini biasa hidup
didaerah lumpur yang
tebal dan juga tergenang
air pada saat surut
80
9
Pugilina
Cochlidium
(Fakultatif)
Spesies ini biasa hidup
di lumpur yang dangkal
dan juga hidup didaerah
yang cukup tercemar
karna spesies ini sangat
kuat terhadap bahan
tercemar
10 Nassarus
Melonoides
(Fakultatif)
Spesies ini biasa hidup
di lumpur yang tebal
yang dan juga hidup
didaerah yang cukup
tercemar karna spesies
ini sangat kuat terhadap
bahan tercemar
11 Caevistrombus
Turturella
(Fakultatif)
Soesies ini hidup
dilumpur yang dangkal
biasa spesies ini hidup
didaerah yang jauh dari
pemukiman warga
sehingga spesies ini di
katakan tidak kuat
terhadap bahan tercemar
12 Nassarius
(Fakultatif)
Spesies ini biasa hidup
di daerah penimbunan
dan juga berlumpur
tebal, spesies ini hidup
di daerah berlumpur dan
juga tergenang
Lampiran 4
Perhitungan Kelimpahan Individu (ind/m²) Makrozoobentos Masing- Masing Stasiun Penelitian
Stasiun I
No Jenis makrozoobentos Transek 1 Transek 2 Transek 3 n a ts d
P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3
1 Clypeomorus
Batillariaeformis 24 36 73 36 61 24 49 49 61 46 824.250 9 61.78399
2
Clypeomorus Moniliferus 36 49 24 61 49 24 36 24 49 39 824.250 9 52.69811
3 Clithon Oualaniense 0 0 0 0 0 12 0 0 0 1 824.250 9 1.817176
4 Natica Limbata 0 12 0 12 0 0 0 0 0 3 824.250 9 3.634353
5 Natica Lurida 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 824.250 9 0
6 Assimieidae 12 0 0 0 0 12 0 0 0 3 824.250 9 3.634353
7 Natica Isabella 0 12 0 0 0 12 0 12 12 5 824.250 9 7.268705
8 Amaea 12 0 0 0 12 0 12 0 0 4 824.250 9 5.451529
9 Pugilina Cochlidium 0 0 12 0 12 0 0 0 0 3 824.250 9 3.634353
10 Nassarus Melonoides 12 0 0 0 0 12 0 0 0 3 824.250 9 3.634353
11
Caevistrombus Turturella 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 824.250 9 0
12 Nassarius 12 0 0 12 0 0 0 0 0 3 824.250 9 3.634353
Jumlah 109 109 109 121 133 97 97 85 121 109 147.1913
82
Stasiun II
No Jenis makrozoobentos Transek 1 Transek 2 Transek 3 n a ts d
P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3
1
Clypeomorus Batillariaeformis 49 61 49 36 61 49 36 36 61 49 824.250 9 65.4183
2
Clypeomorus Moniliferus 36 36 61 61 49 49 49 36 61 49 824.250 9 65.4183
3
Clithon Oualaniense 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 824.250 9 0
4 Natica Limbata 12 24 0 0 12 0 0 24 0 8 824.250 9 10.9031
5 Natica Lurida 0 12 0 0 0 0 0 0 0 1 824.250 9 1.8172
6 Assimieidae 0 12 0 0 0 0 12 0 0 3 824.250 9 3.6344
7 Natica Isabella 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 824.250 9 0
8 Amaea 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 824.250 9 0
9
Pugilina Cochlidium 12 0 0 0 0 12 0 0 0 3 824.250 9 3.6344
10
Nassarus Melonoides 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 824.250 9 0
11
Caevistrombus Turturella 0 0 0 12 0 0 0 0 0 1 824.250 9 1.8172
12 Nassarius 12 0 24 0 12 0 12 12 12 9 824.250 9 12.7202
Jumlah 121 146 133 109 133 109 109 109 133 122.7 165.3630
83
Stasiun III
No Jenis makrozoobentos Transek 1 Transek 2 Transek 3 n A ts D
P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3
1 Clypeomorus
Batillariaeformis 146 121 97 49 121 121 97 49 121 102 824.250 9 138.1054
2 Clypeomorus
Moniliferus 97 121 121 49 49 97 73 49 73 81 824.250 9 109.0306
3 Clithon Oualaniense 0 24 0 0 24 0 0 24 0 8 824.250 9 10.9031
4 Natica Limbata 0 24 0 24 0 0 24 0 24 11 824.250 9 14.5374
5 Natica Lurida 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 824.250 9 0.0000
6 Assimieidae 0 24 0 0 0 0 24 0 24 8 824.250 9 10.9031
7 Natica Isabella 0 24 24 0 24 0 24 0 24 13 824.250 9 18.1718
8 Amaea 0 0 0 24 0 0 0 0 24 5 824.250 9 7.2687
9 Pugilina Cochlidium 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 824.250 9 0.0000
10
Nassarus Melonoides 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 824.250 9 0.0000
11 Caevistrombus
Turturella 0 24 0 0 0 0 0 0 0 3 824.250 9 3.6344
12 Nassarius 0 0 24 0 0 0 0 24 0 5 824.250 9 7.2687
Jumlah 243 364
267 146 218 218 243 146 291 237 319.8230
84
Lampiran 5.
Perhitungan Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) Dan Dominansi (C) Makrozoobentos
Stasiun I
No Jenis Makrozoobentos Pi = n/N H’= -pi ln pi C =(ni/N)^ E =H’/ln S
1 Clypeomorus Batillariaeformis 0.419753 -0.86809 -0.36438 -0.1466385
2 Clypeomorus Moniliferus 0.358025 -1.02715 -0.36775 -0.147992
3 Clithon Oualaniense 0.012346 -4.39445 -0.05425 -0.0218328
4 Natica Limbata 0.024691 -3.7013 -0.09139 -0.0367781
5 Natica Lurida 0 0 0 0
6 Assimieidae 0.024691 -3.7013 -0.09139 -0.0367781
7 Natica Isabella 0.049383 -3.00815 -0.14855 -0.0597813
8 Amaea 0.037037 -3.29584 -0.12207 -0.0491238
9 Pugilina Cochlidium 0.024691 -3.7013 -0.09139 -0.0367781
10 Nassarus Melonoides 0.024691 -3.7013 -0.09139 -0.0367781
11 Caevistrombus Turturella 0 0 0 0
12 Nassarius 0.024691 -3.7013 -0.09139 -0.0367781
Jumlah 15 1.51 0.31 0.61
85
Stasiun II
No Jenis Makrozoobentos Pi = n/N H’= -pi ln pi C =(ni/N)^ E =H’/ln S
1 Clypeomorus Batillariaeformis 0.395604 -0.36686 0.156502838 -0.14764
2 Clypeomorus Moniliferus 0.395604 -0.36686 0.156502838 -0.14764
3 Clithon Oualaniense 0 0 0 0
4 Natica Limbata 0.065934 -0.17928 0.004347301 -0.07215
5 Natica Lurida 0.010989 -0.04957 0.000120758 -0.01995
6 Assimieidae 0.021978 -0.08391 0.000483033 -0.03377
7 Natica Isabella 0 0 0 0
8 Amaea 0 0 0 0
9 Pugilina Cochlidium 0.021978 -0.08391 0.000483033 -0.03377
10 Nassarus Melonoides 0 0 0 0
11 Caevistrombus Turturella 0.010989 -0.04957 0.000120758 -0.01995
12 Nassarius 0.076923 -0.1973 0.00591716 -0.0794
Jumlah 13.5 1.38 0.32 0.55
86
Stasiun III
No Jenis Makrozoobentos
Pi = n/N H’ = -pi ln pi C = (ni/N)^ E = H’/ln S
1 Clypeomorus Batillariaeformis 0.431818 -0.36262 0.186467 -0.14593
2 Clypeomorus Moniliferus 0.340909 -0.366866 0.116219 -0.14764
3 Clithon Oualaniense 0.034091 -0.115184 0.001162 -0.04635
4 Natica Limbata 0.045455 -0.140502 0.002066 -0.05654
5 Natica Lurida 0 0 0 0
6 Assimieidae 0.034091 -0.115184 0.001162 -0.04635
7 Natica Isabella 0.056818 -0.162949 0.003228 -0.06558
8 Amaea 0.022727 -0.086004 0.000517 -0.03461
9 Pugilina Cochlidium 0 0 0 0
10 Nassarus Melonoides 0 0 0 0
11 Caevistrombus Turturella 0.011364 -0.050879 0.000129 -0.02048
12 Nassarius 0.022727 -0.086004 0.000517 -0.03461
Jumlah 14.5 1.49 0.31 0.06
Lampiran 6.
Hasil Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan
Parameter Plot pH Do (mg/l)
Salinitas
(0/00) Suhu
oC
Stasiun 1
1 7.65 8.1 32.4 30.3
2 8.05 8.2 31.2 30.7
3 8.83 8.2 30.3 29.8
1 8.58 7.9 32.2 29.9
2 7.77 8.1 31.2 30.5
3 8.71 8.3 29.7 30.1
1 8.40 8.6 30.2 29.5
2 8.70 8.7 29.7 29.7
3 8.67 8.2 30.3 29.6
Rata - Rata 8.37 8.3 30.8 30.0
Stasiun 2
1 8.10 6.8 30.2 29.9
2 7.72 7.0 31.1 30.1
3 7.51 7.3 30.6 30.5
1 7.20 7.3 31.0 29.8
2 8.30 7.9 30.7 29.0
3 7.59 7.6 30.2 30.8
1 7.80 7.7 31.7 30.0
2 8.12 7.4 30.7 29.7
3 8.33 7.6 31.7 29.7
Rata - Rata 7.85 7.4 30.9 29.9
Stasiun 3
1 8.43 7.6 30.3 30.2
2 8.68 7.5 31.1 29.7
3 8.49 7.1 29.4 30.0
1 8.50 7.7 29.7 30.2
2 8.55 6.9 30.3 31.0
3 8.43 7.1 29.7 31.7
1 7.10 7.5 30.6 30.6
2 7.43 7.1 30.1 31.3
3 8.44 7.0 29.3 30.9
Rata - Rata 8.23 7.3 30.1 30.6