keberadaan jemaat ahmadiyah indonesia (jai...
TRANSCRIPT
KEBERADAAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI)
TENJOWARINGIN TASIKMALAYA PASCA KELUARNYA PERATURAN
GUBERNUR (PERGUB) JAWA BARAT NO 12 TAHUN 2011 TENTANG
LARANGAN AHMADIYAH
Skripsi
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Disusun Oleh :
Rio Setiawan
NIM : 1113032100023
PRODI STUDI AGAMA AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H / 2019
iii
ABSTRAK
Rio Setiawan
Keberadaan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Tenjowaringin Tasikmalaya
Pasca Keluarnya Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat No 12 Tahun 2011
Tentang Larangan Ahmadiyah
Skripsi ini berawal dari ketertarikan penulis untuk mengetahui keberadaan
Jemaat Ahmadiyah di desa Tenjowaringin pasca keluarnya peraturan gubernur
(Pergub) Jawa Barat Tahun 2011 tentang larangan Ahmadiyah. Sebelum keluarnya
Pergub, ada fatwa dari lembaga keagamaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada
tahun 1980 dan tahun 2005 tentang kesesatan Ahmadiyah dan himbauan kepada
pemerintah untuk melarang penyebaran faham Ahmadiyah di seluruh Indonesia, dan
membekukan organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya. setelah itu
pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri
Dalam Negeri dan Jaksa Agung RI pada tahun 2008 tentang peringatan kepada
warga/pengurus JAI dan warga masyarakat. Meskipun fatwa, SKB serta Pergub
tersebut menyudutkan warga Jemaat Ahmadiyah, namun penulis menemukan bahwa
setelah terbitnya Pergub tahun 2011 tersebut, Jemaat Ahmadiyah di Tenjowaringin
bisa bertahan bahkan semakin solid dan kuat dengan keyakinannya.
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analitis dengan menggunakan pendekatan historis dan fenomenologis. Selain
mendapatkan data dari kepustakaan kajian terdahulu, penulis juga melakukan
wawancara mendalam dengan observasi turun langsung ke lapangan dan beberapa
dokumen/arsip.
Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa setelah terbitnya Peraturan
Gubernur (Pergub) Jawa barat tentang Larangan Ahmadiyah, pemerintah daerah dari
kabupaten ataupun kecamatan seringkali datang ke desa Tenjowaringin untuk
mensosialisasikan sekaligus memantau warga Jemaat Ahmadiyah, dan setelah
terbitnya pergub tersebut, dalam kurun waktu 2011 sampai sekarang menyebabkan
hambatan dan diskrimnasi baru terhadap warga Jemaat Ahmadiyah di Tenjowaringin
seperti penghambatan pembangunan masjid, tidak dilayaninya pernikahan dan
penyegelan masjid di tentangga desa Tenjowaringin (Kersamaju), namun secara
keseluruhan permasalahan tersebut bisa diatasi karena beberapa faktor seperti
dominannya/mayoritas penduduk Tenjowaringin merupakan Jemaat Ahmadi, pro-
aktifnya tokoh Jemaat Ahmadiyah Tenjowaringin dalam berhubungan dengan intansi
kepemerintahan daerah dan harmonisnya hubungan sosial antara masyarakat Ahmadi
dan non-Ahmadi.
Kata Kunci : Fatwa MUI, Surat Keputusan Bersama, Peraturan Gubernur,
Ahmadiyah, Diskriminatif, Tenjowaringin
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah semata yang semoga selalu
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis, segala syukur senantiasa
penulis panjatkan atas segala nikmat sehat dan beragam nikmat lainnya. Dengan
syukur kepada Allah Yang Maha Esa maka semoga menjadi penghapus kesalahan
dan ditambahkannya nikmat oleh Allah SWT. Berkat izin dan karunia-Nya.
Penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Keberadaan Jemaat
Ahmadiyah Indonesia (JAI) Tenjowaringin Tasikmalaya Pasca Keluarnya
Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat No 12 Tahun 2011 Tentang
Larangan Ahmadiyah” sebagai syarat memperoleh gelar sarjana.
Tak lupa salam serta sholawat terus saya lantunkan secara khusus teruntuk
baginda Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita termasuk umat yang mendapat
syafaat darinya
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tentunya jauh dari kata sempurna
sehingga penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kemajuan pendidikan di masa yang akan dating. Selanjutnya dalam penulisan
skripsi iini penulis banyak diberi bantuan oleh berbagai pihak. Terimakasih
penulis haturkan kepada:.
1. Kedua orang tua, Bapak Wawan dan Ibu Cicih yang senantiasa
mendoakan kesuksesan penulis dalam tiap detiknya, terimakasih
penulis ucapkan atas bimbingan dan kesabarannya dalam mendidik
v
putranya memberi dukungan penuh, semoga orang tua dan anak dari
penulis selalu mendapatkan kasih saying dari Allah SWT.
2. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., selaku Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Dr. Yusuf Rahman M.A. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Dr. Media Zainul Bahri, M.A. Selaku Wakil Dekan III Fakultas
UShuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Syaiful Azmi, M.A. Selaku ketua Jurusan Studi Agama-agama
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
6. Lisfa Sentosa Aisyah, M.A. selaku Sekretaris Jurusan Studi Agama-
agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
7. Siti Nadroh, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing Skripsi, atas kesabaran
dan ketelitiannya dalam membimbing penulis. Beliau yang telah
banyak meluangkan waktu, tenaga, fikiran dan kesabaran dalam
memberikan arahan, motivasi serta bimbingan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Seluru Dosen di Program Studi Agama-agama yang telah mendidik
penulis dan mencurahkan segala ilmunya.
9. Seluruh staf di Jurusan Studi Agama-agama. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
10. Bapak Ihin Solihin selaku Mantan Kepala Desa Tenjowaringin, Bapak
Asep Jamiluddin, Mantan Mubalig wilayah Tasikmalaya, Pak Idi
Abdul Hadi dan pengurus Cabang Jemaat Ahmadiyah Tenjowaringin
yang telah memebrikan informasi terkait kepentingan penyelesaian
Skripsi penulis
11. Rais Abdul Aziz yang baru masuk dalam dunia akademik UIN Jakarta
Prodi Ilmu Hukum. Enjoy the Proses
12. Kepada seorang wanita di Tasikmalaya “Erin Astarina” yang selalu
menyemangati penulis untuk segera membereskan skripsi ini.
13. Kepada seluruh kawan-kawan HMI KOMFUF yang tidak bisa penulis
sebutkan satu per satu.
14. Kepada kawan alumni dan anggota HIMALAYA (Himpunan
Mahasiswa Tasikmalaya Jakarta) terutama Badan Pengurus Harian
(BPH) Himalaya-Jakarta periode 2017-2018 yang telah menyelesaikan
studi di UIN Jakarta yaitu Endang Rusdiana, S.Ag, Faris Maulana
Pratama S.Ag, Iip Siti Fatimah, S.Pd
15. Untuk seluruh teman-teman kelas SAA kelas A Jurusan Studi Agama-
agama angkatan 2013.
Ciputat, 11 September 2019
Rio Setiawan
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………………………. i
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………………. ii
ABSTRAK ……………………………………………...……………………… iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………. iv
DAFTAR ISI …………………………………………………………………… vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………….………………… 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………….7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………………7
D. Tinjauan Pustaka ………………………………………………………..9
E. Kerangka Teori .. ………………………………………………………10
F. Metodologi Penelitian ………………………………………………… 11
G. Sistematika Penulisan …………………………………………………. 17
BAB II SEJARAH DAN POLA KEAGAMAAN JEMAAT AHMADIYAH
INDONESIA (JAI) DI TENJOWARINGIN KABUPATEN TASIKMALAYA
A. Sejarah Desa Tenjowaringin ………………………………………….. .18
B. Demografi Desa Tenjowaringin…………………………………………18
C. Pola Sosial Budaya………………………………………………………20
D. Sejarah Masuknya Ahmadiyah ke Tenjowaringin..…………...…….….. 21
E. Pola keagamaaan Jemaat Ahmadiyah Tenjowaringin…………….…… .29
BAB III SEKILAS TENTANG PERATURAN GUBERNUR (PERGUB)
JAWA BARAT NO 12 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN
AHMADIYAH
A. Latar Belakang Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat tentang Larangan
Ahmadiyah ……………………………………………………………. 34
B. PERGUB Jawa Barat No 12 Tahun 2011 dan Tinjauan Yuridisnya...... 46
C. Isi Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat …………………………. 54
vii
BAB IV PERKEMBANGAN KEBERADAAN JAI TENJOWARINGIN
TASIKMALAYA PASCA KELUARNYA PERGUB JAWA BARAT
TENTANG LARANGAN AHMADIYAH
A. Sosialisasi dan Implementasi Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat
dilapangan……. ………………………………………………………..53
B. Dampak Setelah Keluarnya Pergub di Tenjowaringin Pada Tahun 2011-
2015
1. Hambatan untuk Pembangunan Masjid …….…………………….. 55
2. Pencatatan Pernikahan Sipil …………………………………......... 57
3. Penyerangan Terhadap Ahmadiyah ………………………………..60
C. Eksistensi JAI Tenjowaringin dari 2011 Sampai Sekarang…………… 63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpuan ……………………………………………………………. 66
B. Saran …………………………………………………………………... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seluruh pemeluk agama di Indonesia ini tidak mungkin melepaskan
diri dari penerapan kebijakan yang terkait dengan bidang kehidupan sosial
keberagamaan baik kebijakan pemerintah pusat maupun kebijakan
pemerintah daerah. Hal itu diatur supaya terjaminnya kebebasan beragama
yang toleran. Namun kebijakan yang diambil oleh pemerintah mengenai
keberagaman kerapkali dua sisi, di satu sisi kebijakan yang diambil
pemerintah menjadi sumber nilai moral dan spiritual yang mendorong
toleransi dan perdamaian1, tapi di sisi lain juga kerap kali kebijakan
dijadikan sebagai sumbu pertikaian dan permusuhan. Penerapan kebijakan
pemerintah tersebut mendapatkan ragam tantangan seperti kebijakan
pemerintah gubernur Jawa Barat terhadap keberadaan Jemaat Ahmadiyah2
yang sudah tersebar di beberapa Kabupaten yang ada di daerah Jawa Barat.
Sebaran populasi keberadaan Jemaat Ahmadiyah di wilayah Jawa
Barat cukup banyak, hampir di seluruh kabupaten di Jawa Barat telah
didirikan cabang Jemaat Ahmadiyah seperti kabupaten Garut, Ciamis,
Kuningan, Bandung, Cianjur, Subang, Depok bahkan di beberapa daerah
pedesaan di Kuningan dan Tasikmalaya, warga Jemaat Ahmadiyah
1 Nurrohman Dkk, Kebijakan Pemerintah Indonesia Dalam Bidang Agama Dan
Implikasinya Terhadap Toleransi Kehidupan Beragama Di Jawa Barat, (Bandung; LP2M
UIN SGD Bandung, 2015), h. 4. 2 Jemaat Ahmadiyah merupakan gerakan atau organisasi Islam Internasional yang
didirikan oleh Hadrat Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1889. Gerakan Ahmadiyah ini
meyakini bahwa Hadrat Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang Imam Mahdi dan Al-Masih
yang dijanjikan oleh Nabi Muhamad SAW. (Kunto Sofianto; 2014).
2
merupakan mayoritas seperti di desa Manis Lor kabupaten Kuningan yang
menurut penelitian terakir sudah mencapai 3000 Jemaat Ahmadiyah dari
jumlah polulasi 4300 di desa Manis Lor tersebut3. Sama halnya dengan di
desa Tenjowaringin di kabupaten Tasikmalaya yang merupakan mayoritas
hal itu ditunjukan dengan status kepala desa yang sudah lama diduduki dari
anggota Jemaat Ahmadiyah.
Namun, keberadaan Jemaat Ahmadiyah mendapatkan tantangan
berupa tuduhan dari berbagai pihak dunia Islam seperti dari Muslim World
League (Liga Muslim Dunia) yang pada tahun 1974 mengeluarkan sebuah
fatwa menentang gerakan Jemaat Ahmadiyah Qadiani dengan tiga tuduhan
doktrinal utama adalah bahwa kelompok Qadiani sengaja merusak dasar
prinsip Islam dengan tuntutan nubuatan baru, mendistorsi makna beberapa
ayat Al-Quran, dan mengadvokasi ketidakaplikabilitas doktrin jihad di
zaman modern. Hal ini juga menyatakan bahwa asal-usul Ahmadiyah
terletak pada inisiatif kolonial Inggris yang melayani kepentingan duniawi
imperialis dan Zionis.4
Tidak lama setelah Liga Muslim Dunia mengeluarkan fatwa,
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa pada tahun 1980 yang
menyatakan berdasarkan data dan fakta dari sembilan buah buku tentang
Ahmadiyah, Majelis Ulama Indonesia memfatwakan bahwa Ahmadiyah
3 Abdul Syukur, “Gerakan Dakwah Ahmadiyah (Studi Kasus Jamaah Ahmadiyah
Indonesia Desa Manis Lor Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan Jawa Barat)”,
Kalimah: Jurnal Studi Agama-Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 15, No. (2, September
2017), h. 171. 4 Ismatu Ropi, “Islamism, Government Regulation, And The Ahmadiyah
Controversies In Indonesia”, Al-Jami„ah, Vol. 48, No. 2 (2010 M/1431): h. 297.
3
adalah Jemaah di luar Islam, sesat dan menyesatkan.5 fatwa MUI ini
diperkuat lagi pada tahun 2005 yang menyatakan Jemaat Ahmadiyah adalah
ajaran yang sesat serta fatwa tersebut menghimbau kepada pemerintah,
untuk melarang penyebaran faham Ahmadiyah di seluruh Indonesia dan
membekukan organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya6
Tiga tahun setelah fatwa MUI tahun 2005 keluar, pemerintah
melalui Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008, Nomor Kep-033/A/JA/6/2008 dan
Nomor 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut,
Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)
dan Warga Masyarakat. Dalam poin-poin terutama poin Ketujuh Surat
Keputusan Bersama (SKB) ini Memerintahkan kepada pemerintah daerah
untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dan pengawasan kepada
warga Jemaat Ahmadiyah.
Setelah tiga tahun Surat Keputusan tahun 2008 tersebut keluar,
Ahmad Heryawan selaku Gubernur Jawa Barat mengeluarkan Peraturan
Gubernur (Pergub) Jawa Barat tahun 2011 tentang Larangan Ahmadiyah
dengan maksud dan tujuan memelihara keamanan dan ketertiban,
mengawasi aktifitas Jemaat Ahmadiyah serta melakukan pembinaan kepada
warga Jemaat Ahmadiyah dan mengajak untuk kembali kepada syariat
agama Islam.
5 Artikel Index Fatwa Majelis Ulama Indonesia, diakses pada 25 Juni 2019 dari
http://mui.or.id/wp-content/uploads/files/fatwa/03.-Ahmadiyah-Qadiyan.pdf 6 https://www.nahimunkar.org/salinan-fatwa-mui-ttg-kesesatan-ahmadiyah/ diakses
pada 27 Juni 2019.
4
Menurut Idi Abdul Hadi sebagai salah satu pengurus Jemaat
Ahmadiyah Tenjowaringin, Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat Tahun
2011 ini dipahami sebagai larangan untuk menyebarkan faham Ahmadiyah
keluar atau menyebarkan secara lebih luas lagi, Jemaat Ahmadiyah di
Tenjowaringin sudah lama melaksanakan peraturan hal itu, untuk
penempelan papan nama organisasi pun Jemaat Ahmadi Di Daerah
Tenjowaringin sudah tidak memasangnya.
Secara teologis menurut Idi tidak ada perbedaan yang signifikan
antara Islam Jemaat Ahmadi dan dan Islam secara keseluruhan, Al-Qur‟an
dan Syahadat Jemaat Ahmadi sama dengan Islam lainnya, sangat ironis
ketika menyaksikan penyerangan berupa pengrusakan Masjid dan Al-
Qur‟an yang pada dasarnya tidak ada perbedaan baik Masjid maupun Al-
Qur‟annya itu, dirusak dan dibakar oleh oknum yang tidak bertanggung
jawab yang terjadi pada tahun 2013 lalu.7
Secara hubungan sosialpun antara Jemaat Ahmadi dengan
masyarakat non Ahmadi menurut Idi tidak ada konflik. Justru saling gotong
royong, bantu membantu. Hal ini dikonfirmasi oleh Iwan sebagai
masyarakat dari kalangan Nahdhatul Ulama (NU) sekaligus ketua LSM
Desa Tenjowaringin. Iwan mengatakan tidak ada konflik baik dalam
kegiatan sosial maupun kegiatan keagamaan. Bahkan Iwan sendiri
mengapresiasi terhadap adanya berbagai kegiatan positif dari Jemaat
Ahmadi di Tenjowaringin seperti kegiatan donor darah yang diadakan rutin
7 Wawancara dengan Idi Abdul Hadi, Desa Tenjowaringin, 11 Juni 2019.
5
selama tiga bulan sekali dan kegiatan donor mata atas ijin dan kesepakatan
almarhum dan keluarga yang bersangkutan. 8
Peraturan Gubernur ini menurut Munawarman sebagai salah satu
Jemaat Ahmadi Tenjowaringin cukup berlebihan dan memberatkan Jemaat
Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Jawa Barat Khususnya di Tenjowaringin.
Peraturan tersebut seolah-olah menghalalkan untuk mendiskriminasi
kelompok Jemaat Ahmadi karena dari Peraturan Pemerintah sendiri sudah
ada larangan-larangan terhadap Jemaat Ahmadi yang ada di Jawa Barat.9
Setelah Peraturan Gubernur Jawa Barat ini dikeluarkan oleh
Pemerintahan Provinsi tahun 2011, penulis menganalisa memang terjadi
beberapa hambatan, perlakuan diskriminatif serta penyerangan kepada
warga Jemaat Ahmadiyah yang ada di wilayah Tenjowaringin yang
dilakukan baik oleh oknum dari lembaga pemerintahan maupun oleh ormas
ormas Islam yang tidak senang terhadap keberadaan Jemaat Ahmadi yang
ada di Jawa Barat seperti hambatan pembangunan Masjid tahun 2011, tidak
dilayaninya pencatatan pernikahan warga Jemaat ahmadiyah pada tahun
2012 dan penyerangan berupa pengrusakan sarana tempat ibadah dan rumah
Jemaat Ahmadiyah pada tahun 2013.
Penyerangan yang terjadi di Jawa Barat seperti di desa
Tenjowaringin, Tasikmalaya (5 Mei 2013) berlangsung sekitar jam 01.30
pagi oleh sekelompok orang. Penyerangan tersebut menyebabkan kerusakan
8 Wawancara dengan Iwan (Masyarakat NU), Desa Tenjowaringin, 11 Juni 2019.
9 Fauziah Gustafo, “Pola Relasi Sosial Komunitas Ahmadiyah Dan Non Ahmadiyah
Di Desa Tenjowaringin Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya” (Skripsi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h. 46.
6
seperti masjid di pinggir jalan dusun Citeguh, madrasah, dan rumah warga
Jemaat.10
Setelah melakukan pengrusakan beberapa fasilitas di
Tenjowaringin, pasukan massa melanjutkan penyerangan di Cipakat
kecamatan Singaparna pada jam 03.15 pagi (5 Mei 2013)11
. Penyerangan ini
mengakibatkan rusaknya masjid besar Jemaat Ahmadiyah di Singaparna dan
satu rumah milik Jemaat Ahmadiyah.
Namun ironisnya setelah terjadinya penyerangan kepada Jemaat
Ahmadiyah di wilayah Tasikmalaya, Ahmad Heryawan selaku gubernur
Jawa Barat menilai bahwa penyerangan dalam hal ini berawal dari ajaran
Ahmadiyah yang melanggar peraturan dan bertentangan, Aher menilai kalau
ajaran Ahmadiyah hilang maka tidak ada masalah. Kendati demikian
menurut Aher bahwa tidak dibenarkan untuk mengembalikan para
kelompok Ahmadiyah ke ajaran Islam yang sebenarnya dengan cara
kekerasan.12
Dengan melihat sejumlah dampak yang terjadi setelah keluarnya
Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat tahun 2011 tentang Larangan
Ahmadiyah, penulis ingin mengetahui lebih dalam bagaimana keberadaan
Jemaat Ahmadiyah di Tenjowaringin setelah keluarnya Peraturan Gubernur
10
Edo, “Penyerangan Kepada Kelompok Ahmadiyah di Tasikmalaya Berlangsung
Cepat”, artikel diakses pada 25 November 2018 dari https://news.detik.com/berita/d-
2238232/penyerangan-kepada-kelompok-ahmadiyah-di-tasikmalaya-berlangsung-cepat 11
Nurul, “Rumah dan Masjid Jemaat Ahmadiyah di Tasikmalaya Dirusak Massa”
diakses pada 8 September 2019 dari https://news.detik.com/berita/2238254/rumah-dan-
masjid-jemaat-ahmadiyah-di-tasikmalaya-dirusak-massa?nd771104bcj=
12
Putra Prima Perdana, "Gubernur Jabar: Ahmadiyah Hilang, Masalah Pun Hilang",
berita diakses pada tanggal 8 September 2019 dari
https://regional.kompas.com/read/2013/05/07/13543759/Gubernur.Jabar.Ahmadiyah.Hilang
..Masalah.Pun.Hilang.
7
tersebut. Untuk itu penulis mengajukan judul “Keberadaan Jemaat
Ahmadiyah Indonesia (JAI) Tenjowaringin Tasikmalaya Pasca
Keluarnya Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat Tahun 2011
Tentang Larangan Ahmadiyah”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Supaya penelitian ini tidak melebar, maka penulis batasi pada
masalah keberadaan Jemaat Ahmadiyah di Tenjowaringin dan desa
Kersamaju (berbatasan dengan desa Tenjowaringin) dari tahun 2011 sampai
2015 pasca keluarnya Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat tentang
Larangan Ahmadiyah. Dari batasan masalah diatas, maka penulis
merumuskan dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi peraturan gubernur (Pergub) terhadap
keberadaan Jemaat Ahmadiyah di Jawa Barat khususnya di
Tenjowaringin?
2. Bagaimana keberadaan Jemaat Ahmadiyah di Tenjowaringin pasca
keluarnya peraturan gubernur Jawa Barat dari tahun 2011 sampai
sekarang ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasar uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menjawab
masalah utama dalam penelitian ini yaitu :
8
1. Menganalisa bagaimana implementasi Peraturan Gubernur
(Pergub) di Tenjowaringin.
2. Mengetahui bagaimana keberadaan Jemaat Ahmadiyah di
tenjowaringin pasca keluarnya Peraturan Gubernur (Pergub) tahun
2011 sampai 2015.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut
1) Manfaat Akademis
Penelitian ini sebagai salahsatu syarat untuk memenuhi
persyaratan akhir perkuliahan untuk meraih gelar Sarjana Agama
(S.Ag) di prodi Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatulah Jakarta
2) Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan berguna untuk
memperkaya pengetahuan yang berkaitan dengan pengambilan
kebijakan pemerintah terhadap agama serta konflik keagamaan.
3) Manfaat Praktis
1. Untuk mengetahui implementasi Peraturan Gubernur (Pergub)
di desa Tenjowaringin
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan dari tokoh Jemaat
Ahmadiyah terhadap Peraturan Gubernur terutama dari tinjauan
teologis
3. Untuk mengetahui dampak dari Peraturan Gubernur yang
menyangkut keberadaan Jemaat Ahmadiyah di tenjowarigin.
9
D. Tinjauan Pustaka
Sebelum penulis melakukan penelitian mengenai dampak regulasi
perda terhadap Jemaat Ahmadiyah di Tenjowaringin Tasikmalaya, penulis
melakukan peninjauan terhadap penelitian sebelumnya yang berkaitan
dengan Jemaat Ahmadiyah secara keseluruhan, baik berupa skripsi, tesis,
disertasi, dan jurnal-jurnal.
Penelitian pertama adalah adalah “Problematika Hukum JAI di
Kabupaten Tasikmalaya, (Perspektif Hukum Pidana)” Penelitian ini
merupakan Skripsi yang disusun oleh Agung Jamaludin yang merupakan
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Syariah dan Hukum.
Skripsi ini secara umum untuk mengetahui status hukum Jemaat Ahmadiyah
Indonesia (JAI) di Tasikmalaya dan sudah sejauh mana implementasi dari
UU No.1/ PNPS Tahun 1965 yang dilaksanakan oleh pemerintah yang
berkaitan dengan eksistensi Jemaat Ahmadiyah di Tasikmalaya. Ia
melakukan penelitian di Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya,
dan kesimpualan dari penelitian ini meskipun kebebasan dalam menjalankan
keyakinan dan dilindungi oleh Negara namun kasus Ahmadiyah berbeda, ia
mendorong Pemerintah untuk mengimplementasikan UU No. 1/PNPS
Tahun 1965 karena sudah memenuhi unsur elemen melawan hukum, unsur
kesalahan dan gaungguan yang merugikan. Penelitian ini merupakan
analisisa terhadap status hukum Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI),
Apakah ia masuk dalam UU Penodaan agama atau tidak dengan studi
lapangan di kecamatan Singaparna.
10
Kedua, Jurnal yang ditulis oleh Nurainun Mangunsong dengan
judul “Inkonstitusionalitas Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor: 12
Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia Di
Jawa Barat”. Penelitian ini membahas mengenai status dan kedudukan
pergub tersebut. Kesimpulan dari penelitian ini mengungkapkan baik secara
formil ataupun materil, Peraturan Gubernur (Pergub) tersebut terdapat
kekacauan dan bertentangan dengan pembagian kebijakan pusat dan daerah.
Dan penelitian yang terakhir adalah “Pola Relasi Sosial Komunitas
Ahmadiyah Dan Non Ahmadiyah Di Desa Tenjowaringin Kecamatan
Salawu Kabupaten Tasikmalaya” merupakan penelitian skripsi yang disusun
oleh Fauziah Gustavo Mahasiswi UIN Jakarta. Untuk studi kasus skripsi ini
sama dengan penulis pribadi namun berbeda dengan judul sang penulis
ajukan.
E. Kerangka Teori
Konflik merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu
“conflict” yang berarti percekcokan, perselisihan, pertentangan. Konflik
sering dikaitkan dengan istilah dalam sosial, maka konflik sosial merupakan
interaksi atau proses sosial antara dua orang atau lebih di mana salah satu
pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
setidaknya membuatnya tidak berdaya.13
13
St. Aisyah BM, “Konflik Sosial Dalam Hubungan Antarumat Beragama”, Jurnal
Dakwah Tabligh, vol. 15, No. 2, (Desember 2014): h. 192
11
Konflik yang terjadi dalam masyarakat tidak lepas dari aspek-aspek
ekonomi, sosial, politik, budaya, dan agama dalam pertentangan antara dua
pihak atau lebih, baik perorangan atau pun kelompok. Konflik juga sering
kali terjadi karena salah satu diantara dua belah pihak merasa dirugikan
akibat perlakuan tidak adil oleh pihak lain. Konflik juga sering berkaitan
dengan masalah sosial keagamaan pada masyarakat.14
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini bersifat lapangan yang bersifat kualitatif.
Pengertian metodologi kualitatif adalah suatu penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari lisan
orang orang dan prilaku yang sedang diamati.15
2. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan historis, yang
merupakan suatu pendekatan yang sering digunakan dalam Studi
Agama. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang pertama kalinya
untuk mempelajari, menyelidiki, dan meneliti agama-agama baik
sebelum ilmu agama menjadi disiplin yang berdiri sendiri maupun
sesudahnya. Dalam pendekatan ini berusaha menelusuri asal-usul
dan pertumbuhan ide-ide dan pranata-pranata keagamaan melalui
14
Ahsanul Khalikin & Fathuri, Toleransi Beragama di Daerah Rawan Konflik
(Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2016), h. 14.
15
Lexy J Meolong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT remaja
Rosdakarya, 2007), h. 4.
12
periode perkembangan historis tertentu dan menilai peranan
kekuatan yang dimiliki agama tersebut untuk memperjuangkan
dirinya selama periode tersebut.16
Pendekatan ini disebut juga dengan penelitian sejarah, yaitu
penelitian yang sacara ekslusif memfokuskan kepada masa lalu dan
mencoba merekonstruksikan apa yang terjadi pada masa yang lalu
selengkap dan seakurat mungkin, dan biasanya menjelaskan
mengapa hal itu terjadi.17
Selain menggunakan pendekatan historis, penelitian ini juga
meggunakan pendekatan fenomenologis. Menurut pendapat Max
Scheler, penggunaan pendekatan fenomenologi yaitu dengan
membiarkan manifestasi-manifestasi pengalaman agama untuk
bicara bagi dirinya sendiri daripada memaksakan manifestasi-
manifestasi itu dimasukkan kedalam suatu skema yang telah
ditentukan sebelumnya oleh pelaku studi atau peneliti. Ini berarti
melindungi maksud dan tujuan manifestasi pengalaman agama.18
3. Sumber Data
Data merupakan faktor yang penting untuk menunjang
suatu penelitian. Sumber data penelitian ini berasal dari masyarakat
Jemaat Ahmadiyah di Tenjowaringin, Tasikmalaya. Sumber data
16
Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama Dari Era Teosofi Indonesia (1901-
1940) Hingga Masa Reformasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 15. 17
25Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2007), h. 51. 18
Sokhi Huda, “Studi Agama-Agama (Wacana Pengantar Metodologis)”, Artikel
diakses pada tanggal 7 September 2019 dari
http://digilib.uinsby.ac.id/21574/16/Sokhi%20Huda_Studi%20Agama-Agama.pdf
13
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder:
a. Data Primer
1) Responden mantan kepala desa Tenjowaringin Peroide
2007-2013: Bapak Ihin Solihin.
2) Responden mantan mubalig Ahmadiyah Wilayah
Tasikmalaya: Bapak Asep Jamiluddin.
3) Responden ketua Jemaat Ahmadiyah lokal Wanasigra:
Bapak Suryana.
4) Responden perangkat desa: Bapak Kustiawan.
5) Responden perangkat desa: Bapak Idi Abdul Hadi.
6) Responden non Ahmadiyah: Bapak Iwan.
7) Responden mubaligh Ahmadiyah sekaran: Bapak
Yosnefil.
8) Responden Jemaat Ahmadiyah Kersamaju: Bapak Dedem.
b. Data Sekunder
Buku/Jurnal/Skripsi yang berkaitan dengan penelitian
1) Kunto Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah
Indonesia Malaysia: Neratja Press, Cet. 1, 2014.
2) Iskandar Dzulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia.
Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, Cet. II, 2011.
3) Fauziah Gustafo, “Pola Relasi Sosial Komunitas
Ahmadiyah dan Non Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin
14
Kabupaten Tasikmalaya”, (Skripsi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018).
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang ditempuh
untuk mendapatkan data-data atau fakta yang terdapat pada objek
penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Studi Kepustakaan (Library Research)
Studi Kepuskaan atau Library Research yaitu suatu
penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur
(kepustakaan) baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil
penelitian dari penelitian terdahulu.19
Dengan metode ini penulis
meneliti, menghimpun, dan mengkaji beberapa literatur yang ada
relevansinya dengan masalah yang akan dibahas, seperti studi
kepustakaan mengenai karya-karya tulis, buku-buku, jurnal-jurnal,
koran-koran, karya skripsi, tesis, disertasi, dan tulisan-tulisan lain
yang ada kaitannya dengan bahan skripsi. Baik karya-karya tersebut
berbentuk fisik ataupun tulisan-tulisan atau karya-karya dalam jenis
elektronik.
b. Wawancara
Wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara
menanyakan sesuatu kepada seseorang yang menjadi informan atau
19
M Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h. 11.
15
responden.20 Cara ini dilakukan untuk memperkuat data-data yang
telah didapat. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik
wawancara langsung terhadap objek penelitian, dalam hal ini adalah
pengurus atau mantan kepala desa Tenjowaringin periode 2007-
2013, mantan mubalig Jemaat Ahmadiyah wilayah Tasikmalaya,
serta pengurus Jemaat Lokal periode sekarang. Dengan demikian
penulis mendapatkan informasi secara langsung dan benar.
Wawancara ini dilaksanakan dari tanggal 04 Agustus sampai 06
Agustus 2019.
c. Dokumen atau Arsip
Dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang
berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Dokumen
bisa berupa rekaman atau dokumen tertulis seperti arsip data base
surat-surat atau rekaman gambar. Banyak peristiwa lama yang telah
lama terjadi bisa diteliti dan dipahami atas dasar dokumen atau
arsip.21
d. Analisa Data
Teknik analisa data yang penulis gunakan adalah metode
deskriptif analitik, yaitu metode yang dilakukan dengan cara
mengurai atau menganalisa data-data yang menjadi hasil pengkajian
dan pendalaman atas bahan-bahan penelitian. Metode deskriptif
20
Ulber Silalahi, 2010. Metode Penellitian Sosial (Bandung: Refika Aditama, 2010),
h. 313. 21
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. 2, h. 164.
16
lebih banyak berkaitan dengan kata-kata dimana semua data hasil
penelitian diterjemahkan kedalam bentuk bahasa, baik lisan maupun
tulisan. Kemudian data yang berbentuk bahasa ini dianalisis sesuai
dengan tujuan penelitian sehingga menghasilkan kesimpulan.22
Dengan menguraikan (deskriptif) dan menganalisa
(analitik), penulis berharap dapat memberikan gambaran
secaramaksimal atas objek penelitian (permasalahan). Hasil kajian
dan pendalaman atas permasalahan dalam proposal skripsi ini
disajikan dengan metode informal. Metode informal merupakan
penyajian hasil analisis data berbentuk narasi.
e. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
G. Sistematika Penulisan
Secara keseluruhan penelitian ini terdiri atas lima bab. Agar
pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah dan sistematis, disusunlah
pembahasannya sebagai berikut
Bab Pertama, berisi pendahuluan terdiri atas: latar belakang
masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
22
Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian; Kajian Budaya dan Ilmu Sosial
Humaniora Pada Umumnya (Yogyakarta; Pustaka pelajar, 2010), h. 337.
17
tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian serta sistematika
penulisan.
Bab Kedua, Membahas mengenai Sejarah dan Perkembangan
Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Di Tenjowaringin Tasikmalaya.
Bab Ketiga, Membahas mengenai latang belakang Peraturan
Gubernur (Pergub), dan isi Peratruan Gubernur Jawa Barat.
Bab Keempat, membahas mengenai implementasi Pergub di desa
Tenjowaringin, dan dampak bagi keberadaan Jemaat Ahmadiyah Indonesia
(JAI) di Tenowaringin pasca keluarnya Pergub.
Bab Kelima, adalah penutup secara khusus berisi kesimpulan dan
saran dalam penelitian.
18
BAB II
SEJARAH DAN POLA KEAGAMAAN JEMAAT AHMADIYAH
INDONESIA (JAI) DI TENJOWARINGIN KABUPATEN
TASIKKMALAYA
A. Sejarah dan Demografi Desa Tenjowaringin
Tepatnya pada tahun 1910 M, Desa Tenjowaringin Kecamatan
Salawu masih dua desa yaitu Desa Panenjoan dan Desa Caringin yang
memiliki luas wilayah 11.457,19 ha dan dipimpin oleh dua orang kepala
desa yaitu Desa Panenjoan dipimpin oleh Madhasan dan Desa Caringin
dipimpin oleh Marta Warna
Pada tahun 1910 M, Desa Panenjoan dan Desa Caringin disatukan
menjadi satu Desa yaitu Desa Tenjowaringin yang dipimpin oleh Mama
Lurah Sumajibja sebagai kepala desa pertama.23
1. Letak dan Luas Wilayah
Desa Tenjowaringin masuk ke wilayah Kecamatan Salawu
Kabupaten Tasikmalaya. Kecamatan Salawu tersebut berada di sebelah
barat Kabupaten Tasikmalaya yang berbatasan langsung dengan Kabupaten
Garut. Luas wilayah Desa Tenjowaringin seluas ± 4656,27 Ha.
Batas-batas desa yang berbatasan dengan Desa Tenjowaringin adalah :
Sebelah Utara : Desa Tanjung Karang
Sebelah Selatan : Desa Kutawaringin
Sebelah Timur : Desa Kersamaju
Sebelah Barat : Desa Sekamaju (Kabupaten Garut)
23
RPJMDES, Desa Tenjowaringn Tahun 2015-2021.
19
2. Jumlah Penduduk
Tabel 1
No Kependudukan Jumlah
1 Jumlah Penduduk 4476 Orang
2 Jumlah Kepala Keluarga 1345 Orang
Sumber : RPJMDES, Desa Tenjowaringn Tahun 2015-2021
3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kewarganegaraan
No Kewarganegaraan Jumlah
1 WNI Laki-Laki 2206 Orang
2 WNI Perempuan 2272 Orang
Sumber : RPJMDES, Desa Tenjowaringn Tahun 2015-2021
4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No Pendidikan Jumlah
1 SD/MI Sederajat 722 Orang
2 SMP/MTs Sederajat 402 Orang
3 SMA/MA Sederajat 113 Orang
4 Perguruan Tinggi 4 Orang
5 Buta Hurup -
Sumber : RPJMDES, Desa Tenjowaringn Tahun 2015-2021
20
B. Pola Sosial Budaya
Keadaan sosial budaya di Desa Tenjowaringin masih erat kaitannya
dengan budaya Sunda, dengan sikap seperti budaya gotong royong,
kesopanan dan budaya lain nya
Pada periode kepemimpinan Mama Lurah Sumajibda yaitu sekitar
pada tahun 1910-1924, pada saat itu Desa Tenjowaringin dan seluruh Kab
Tasikmalaya masih berada dalam kolonialisme Belanda. Mama Lurah
Sumajibda dalam memimpin Desa Tenjowaringin mulai menata desa
dengan membuat sarana-sarana sosial umum yang dibutuhkan oleh
masyarakat dengan mengandalkan gotong royong. Hasil kentalnya budaya
gotong royong, maka terbangun 3 saluran air yang besar untuk mengairi
lahan pertanian. Pada periode Lurah Bapak Sobandi yaitu sekitar 1924-
1946 ia memimpin Desa Tenjowaringin dengan meneruskan kinerja dari
periode sebelumnya. Pada masa ini beliau mengembangkan sektor pertanian
padi sawah dan padi darat atau biasa disebut oleh masyarakat dengan istilah
padi huma. Kemudian di periode-periode selanjutnya gotong royong masih
tetap terjaga dan pembangunan terus dilakukan, sehingga berhasil
membangun beberapa terowongan, gedung sekolah dasar.24
Pada periode Bapak Pakih yaitu pada tahun 1946-1960 M ia
melanjutkan dan memperbaiki atas pekerjaan yang ditinggalkan oleh kepala
desa sebelumnya. Kemudian pada periode selanjutnya yang dipimpin oleh
Bapak Wiraperaja 1960-1967 bersama dengan masyarakat secara gotong
royong meneruskan pembangunan dan berhasil membangun beberapa
24
Fauziah Gustafo, “Pola Relasi Sosial Komunitas Ahmadiyah Dan Non Ahmadiyah
Di Desa Tenjowaringin Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya” (Skripsi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018) h, 24.
21
terowongan, gedung sekolah tingkat SD. Pada periode Bapak H. Aca
Sukarja yaitu pada tahun 1967-1978 M. Ia bersama masyarakat
membangun dan menata desa secara bergotong royong. Pada periode 1978-
1981 yang dipimpin oleh Bapak Odo Desa Tenjowaringin mengalami
pemekaran menjadi 2 desa yaitu Desa Tenjowaringin dan Desa
Kutawaringin. Kemudian pada periode 1981-1996 Bapak H. Aca Sukarja
menjabat yang kedua kalinya dengan banyak memberikan keberhasilan
untuk desa, bahkan Desa Tenjowaringin menyandang desa teladan tingkat
nasional. Pada periode 1996-2001 dipimpin oleh Bapak Ir. Muslih Nasir
Ahmad mendirikan pabrik tenun sutra dan budi daya ulat sutra dan mampu
menyerap banyak tenaga kerja lokal. Periode 2001-2007 dijabat oleh Bapak
Kodir dan melanjutkan pembangunan yang ditinggalkan oleh kepada desa
sebelumnya. Kemudian pada periode 2007-2013 dipimpin oleh Bapak Ihin
Solihin dan terakhir periode 2013-sekarang dipimpin oleh Bapak Kodir
untuk kedua kalinya banyak keberhasilan yang ia torehkan dalam masa
kepemimpinannya25
C. Sejarah Masuk Ahmadiyah ke Desa Tenjowaringin
Masuknya Ahmadiyah ke berbagai daerah di Indonesia tidak
terlepas dari peran M. Rahmat Ali H.A.O.T. Pada saat itu M. Rahmat Ali
ditugaskan oleh Khalifatul Masih II dari India untuk memenuhi undangan
dari para pelajar Indonesia sebelum ia datang ke Indonesia ia sempat belajar
Bahasa Indonesia kepada para pelajar Indonesia yang sedang studi Di
25
Fauziah Gustafo, “Pola Relasi Sosial Komunitas Ahmadiyah Dan Non Ahmadiyah
Di Desa Tenjowaringin Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya, h. 25.
22
Qadian26
. Setelah itu ia tiba di Tapaktuan Provinsi Aceh pada tanggal 2
Oktober 1925 M. Ia diterima dengan baik disana karena para pelajar dari
Tapaktuan yang sedang studi di Qadian sebelumnya memberikan informasi
kepada keluarganya bahwa akan ada kedatangannya. Kemudian ia tinggal di
rumah Mohammad Samin yaitu seorang alumni yang pernah belajar di
Qadian.
Dalam melakukan penyebaran faham Ahmadiyah di Tapaktuan,
ada kendala yaitu bahasa dan adat kebiasaan setempat yang M Rahmat Ali
belum dikuasai, karena itu ada yang membantu dia dalam menyebarkan
Ahmadiyah tersebut yaitu yang bernama Abdul Wahid yang pandai
berbahasa Arab. Berkat usaha M Rahmat Ali dibantu dengan Abdul Wahid
tersebut, ada beberapa orang yang masuk Ahmadiyah secara terang terangan
yaitu Sulaiman, Abdul rahman, Muhammad Syam, Mahdi Sutan Singasoro,
Mamak Gemuk, Munir, Ali Sutan Marajo, Sulaeman, Datuk Dagang
Muhammad Hasan, Abdul Wahid, Muhammad Yakin Munir, Nyak Raja,
Abas dan Teuku Nasruddin27
Selanjutnya penyebaran faham Ahmadiyah di Tapaktuan
menimbulkan reaksi pro dan kontra dari masyarakat sehingga M Rahmat Ali
pernah mengadakan perdebatan dengan para ulama di Tapaktuan tersebut
untuk mempertahankan keyakinannya. Tema yang diperdebatkan pada saat
itu yaitu mengenai wafat Nabi Isa, Kenabian tanpa syariat, da’wa kenabian
Mirza Ghulam Ahmad dan Masih Mau’ud (Al-Masih yang dijanjikan) dari
hasil perdebatan tersebut nampaknya banyak reaksi dari masyarakat yang
26
Dzulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, h 175. 27
Dzulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, h, 177.
23
menolak keras dari faham Ahmadiyah tersebut. Sehingga M Rahmat Ali
diharuskan keluar dari Tapaktuan.
Dari Tapaktuan M. Rahmat Ali melanjutkan pergi menuju Padang
Sumatera Barat yaitu pada tahun 1926. Pada awalnya Padang merupakan
tujuan pertama M Rahmat Ali ke Indonesia karena di Padang terdapat
sebagian besar beberapa asal Indonesia yang sedang belajar di Qadian. Di
Padang tersebut ia tinggal di Pasirmiskin bersama keluarga Abdul Aziz
Shareef, seorang pelajar yang sedang studi di Qadian yang Keluarga Abdul
Aziz telah diketahui masuk Ahmadiyah sebelum kedatangan M. Rahmat
Ali. Di Pasirmiskin ia mengajar membaca Al-Qur’an dan Bahasa Arab
kepada Masyarakat banyak masyarakat yang antusias mengikuti pengajaran
tersebut.
Di Padang, M Rahmat Ali bertabligh menyampaikan Ahmadiyah
sampai ke daerah-daerah Bukitinggi, Padang Panjang dan Payakumbuh
yang mendapat reaksi penentangan dan simpati. Berawal dari sini kaum
intelektual, ulama Islam dan tokoh-tokoh masyarakat sepakat mendirikan
sebuah komite yang bernama "Komite Mencari Haq" yang dipimpin oleh
seorang tokoh masyarakat bernama Tahar Sutan Marajo. Tujuan komite ini
adalah untuk mempertemukan Mubaligh Ahmadiyah M Rahmat Ali dengan
Ulama Minangkabau. Pada tahun 1926 M Komite tersebut telah berusaha
mengundang para alim ulama Minangkabau dan Mubaligh Ahmadiyah
untuk mengadakan acara perdebatan yang bertempat di Pasar Gadang, pada
sebuah gedung pertemuan milik Bagindo Zakaria. ternyata dari Minangkau
24
tidak datang belakangan hanya diwakili oleh murid-murid dari ulama
Minangkabau saja28
.
Setelah peristiwa di Pasar Gadang tersebut, "Komite Mencari Haq"
dengan serta merta membubarkan diri dan bersamaan dengan peristiwa
tersebut berdirinya Ahmadiyah sebagai suatu jemaat atau organisasi di
Padang, dengan beranggotakan seluruh anggota Komite dan simpatisan
lainnya sebanyak 15 orang termasuk antara lain Muhammad Tahar Sutan
Marajo, Daud gelar Bangso Dirajo dan juga Bagindo Zakaria yaitu seorang
pengusaha terkemuka di Padang asal Pariaman. setelah didirikannya
Ahmadiyah di Padang, para mubaligh Ahmadiyah dan para pengikutnya
selalu mendapatkan ejekan, olok olok dari orang yang tidak suka dengan
Ahmadiyah. Namun hal itu tidak menumbulkan patah semangat dari
mubaligh Ahmadiyah untuk terus menyebarkan Ahmadiyah di Sumatra
Barat.
M. Rahmat Ali tinggal di Padang sekitar empat tahun dan setelah
itu ia pulang ke Qadian untuk cuti selama satu tahun dan kembali lagi
dengan membawa Mubaligh dari Qadian yang bernama M. Moh Shadiq,
H.A bin Barakatullah, setelah ia di Padang selama empat bulan lalu M.
Rahmat Ali memutuskan untuk pergi ke Batavia (Jakarta) dan penyebaran
Ahmadiyah di Padang dilanjutkan oleh M. Moh Shadiq dengan para
Mubaligh lainnya.
Pada tahun 1931 M, M. Rahmat Ali tiba di Batavia (Jakarta) dan
tinggal di kawasan Bungur, ia tinggal di rumah Jamal dan Aim yang
28
Dzulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, h. 179.
25
berasal dari keluarga Daud Bangsa Diraja dari Padang. M, Ramat Ali tidak
lama tinggal disitu lalu ia memutuskan untuk tinggal di rumah yang besar
di Jl. Defensielijn van den Bos No 39 Weltevreden Batavia.29
sebagai
seorang pendakwah ia melalukan pendekatan dengan masyarakat dengan
menggunaka kebudayaan setempat dan memakai bahasa Indonesia, namun
dalam berpakaian ia menggunakan pakaian yang khas ala Punjabi India
sehingga hal ini dapat menarik perhatian dari orang sekitarnya untuk
memjumpai dan berbincang-bincang dengannya. Selain itu ia membuka
kursus bahasa Arab di tempat tinggalnya dan sebagai media informasi ia
menyebarkan selebaran pamflet.30
Dengan menggunakan strategi seperti
ini banyak orang yang datang ke tempat tinggalnya dan menanyakan
berbagai hal tentang Ahmadiyah, Pada awalnya ia tidak langsung
bertabligh langsung tentang Ahmadiyah, tetapi dengan pendekatan yang
sedikit-sedikit melalui pelatihan Bahasa Arab yang diadakan di tempat
tinggalnya. Cara itu cukup efektif untuk menarik untuk mengikuti
pelatihan Bahasa Arab, orang yang mengikuti pelatihan tersebut
diantaranya R. Hidayat, R. Moh Anwar, R. Moh Tohamiharja, Undun
Abdullah, dan Soemarna dan ada beberapa orang dari Padang yang telah
mengenal Ahmadiyah sebelumnya seperti Tahar Sutan Marajo, Abdul Jalil
dan Hasan Delais dari Palembang. Banyaknya orang yang datang ke
kediaman M Rahmat Ali tersebut ia tidak menyia-nyiakan untuk
mengenalkan faham Ahmadiyah kepada para peserta sehingga para peserta
pun masuk Ahmadiyah. Oleh karena respon yang baik maka M Rahmat
29
Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h.123. 30
Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 120.
26
Ali dengan yang lainnya sepakat untuk mendirikan Jemaat Ahmadiyah
pada tahun 1932 dengan melantik Abdul Razak sebagai ketua, Simon
Sirait sebagai sekretaris dan Dengah, Ahmad Jupri, Murdan sebagai
komisaris dengan jumlah anggota pada saat itu berjumlah dua puluh tujuh
orang.31
Setelah mendirikan Jemaat Ahmadiyah di Batavia (Jakarta) lalu
M Rahmat Ali berusaha menyebarkan Ahmadiyah secara luas di pulau
Jawa, pada tahun 1932 M saat itu ia mendapatkan undangan dari para
pemuda pelajar Jong Islamieten Bond untuk menjelaskan mengenai
Agama Islam. Dalam kesempatan itu ia tidak hanya menjelaskan Islam,
tetapi menjelaskan mengenai Ahmadiyah, para peserta yang berasal dari
pemuda dan kaum pelajar merasa puas dengan penjelasan M Rahmat Ali
dan berhasil menarik beberapa orang untuk masuk Ahmadiyah diantaranya
Mohammad Taher, Pontoh, usman Natawijaya, Jakaria dan R Gumiwa
Partakusumah. Maka pada tahun 1932 berdirilah Jemaat Ahmadiyah di
Bogor dengan R. Hidayat sebagai ketua, Jakaria bertindak sebagai
sekretaris dan N. Madjid sebagai bendahara dengan jumlah anggota pada
saat itu berjumlah sepuluh orang.32
Dalam melakukan penyebaran Ahmadiyah ke daerah Jawa Barat
bagian selatan, Rahmat Ali menugaskan salah satu Entoy Muhammad
Tayyib yang berasal dari daerah Singaparna, Tasikmalaya. Beliau
ditugaskan untuk menyebarkan Ahmadiyah di daerah Priangan seperti
Garut, Tasikmalaya dan Ciamis. Kota yang pertama ia didatangi adalah
31
Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 126. 32
Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia h. 127.
27
Tasikmalaya dan yang pertama ia lakukan di Tasikmalaya adalah
mengadakan tabligh di di gedung Sekar Putih. Dari hasil tabligh tersebut
dihadiri oleh banyak orang namun tidak diketahui apakah ada orang yang
tertarik dengan Ahmadiyah atau tidak. Selain mengadakan tabligh di
Tasikmalaya, Entoy Tayyib sendiri sering mengadakan tabligh kepada
para pedagang. Para pedagang itu datang ke Jakarta untuk menjual hasil
kerajinannya seperti kain kerudung. Di tempat menginap, para pedagang
tersebut berbincang dan berdiskusi tentang Ahmadiyah dengan Entoy M.
Tayyib bahkan para pedagang tersebut telah mengetahui Ahmadiyah
melalui buku Officieel Verslag Debat (Laporan Resmi Debat) antara
Pembela Islam dan Ahmadiyah Qadian. Debat itu sendiri terjadi di
Bandung pada bulan April 1933 dan di Jakarta pada bulan September
1933.
Setelah Entoy M Tayyib mengadakan pertemuan di Tasikmalaya,
mula-mula diketahui tentang adanya seseorang yang mengaku nabi oleh
seorang pemuda yang bernama Enggit Syarif yang berasal dari Sukapura
(Kec Sukaraja), Enggit Syarif tertarik dan ingin tahu lebih mendalam dan
ia mendatangi kyai dari Nahdhatul Ulama (NU) yaitu kyai Sutisna
Senjaya. Namun ia tidak puas dengan penjelasan yang diberikan kyai
Sutisna tersebut bahkan kyai Sutisna sendiri menasihati supaya jangan
mendekati Ahmadiyah. Tak dihiraukan nasihat tersebut, ia tetap ingin
mendapat penjelasan secara langsung dari pihak Ahmadiyah dan ia
28
mendapat saran dari kawannya Surjah dan Endi untuk menemui langsung
Entoy M Thayyib dn bertemu di Garut33
Setelah bertemu dengan Entoy M Thayyib lalu Enggit Syarif
memutuskan untuk masuk Jemaat Ahmadiyah dan ia diajak oleh Sujah
untuk mendirikan Jemaat ahmadiyah Tasikmalaya. Awalnya ia ragu tetapi
Surjah sudah bergerak untuk menyebarkan Pamflet di jalan-jalan. Pamflet
itu bertuliskan keterangan “Imam Mahdi Sudah Datang” setelah
beredarnya pamphlet tersebut banyak respon yang positif dan ada yang
negatif. Namun setelah beredarnya pamphlet tersebut banyak orng yang
ingin tahu mendalam mengenai Ahmadiyah tersebut lalu didirikanlah
sebuah komite Ahmadiyah di Indihiang Tasikmalaya yang diketuai oleh
Surjah dan Enggit Syarif sebagai sekretarisnya.34
Gambar 2 : Pamflet Ahmadiyah “Imam Mahdi sudah Datang”
Sumber : Hasil Dokumentasi Penulis
Berbeda dengan Enggit Syarif yang menyebarkan Ahmadiyah di
wilayah Tasikmalaya, masuknya Ahmadiyah ke daerah Wanasigra
(Tenjowaringin) meskipun masih dalam wilayah kabupaten Tasikmalaya
33
Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia h. 131. 34
Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia h.133.
29
tetapi penyebarannya melalui Rosyid yang asli orang Wanasigra pindah
ke Garut karena ia mendapatkan gangguan dari Darul Islam dan TII
pasukan Kartosuwiryo, dalam pelarian ke Garut ia bertemu dengan Ujer,
mereka mendiskusikan mengenai Ahmadiyah. Rosyid pun tertarik untuk
masuk Ahmadiyah dan mempengaruhi Ajen untuk membantu
menyebarkan Ahmadiyah di Wanasigra, dari hasil pertabligahan di
Wanasigra, pada tahun 1950 M Rosyid berhasil membaiat lima puluh (50)
orang berbaiat masuk Ahmadiyah.35
D. Kondisi Keagamaan Ahmadiyah Tenjowaringin
Sistem Keagamaan di Desa Tenjowaringin terbagi ke dalam aliran
keagamaan keislamaan yang berbeda yaitu Ahmadiyah Qadian nama lain
dari Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan non ahmadiyah seperti
Nahdhatul Ulama (NU). Secara jumlah kependudukan, Jemaat Ahmadiyah
di Tenjowaringin merupakan mayoritas di desa tersebut.
No Kedusunan Jumlah
RT
Ahmadiyah
(JAI)
1 Citeguh 7 Rt 70 %
2 Wanasigra 7 RT 95 %
3 Sukasari 8 Rt 50 %
4 Cigunung Tilu 5 Rt 60 %
5 Ciomas 4 Rt 20 %
Sumber : Wawancara dengan Perangkat desa, 05 Agustus 2019
35
Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia h. 135.
30
Dalam uraian tabel diatas, maka bisa disimpulkan bahwa ada di
beberapa dusun yang mayoritas diduduki oleh Jemaat Ahmadiyah seperti
didusun Wanasigra yang hampir 95 % Jemaat Ahmadiyah. Dusun
Wanasigra juga yang menjadi basis dan pusat kegiatan Jemaat Ahmadiyah
untuk di desa Tenjowaringin hal itu ditandai dengan lembaga pendidikan
Jemaat Ahmadiyah yaitu SMA Plus Al-Wahid yang berada di dusun
Wanasigra dan kegiatan kegiatan Ahmadiyah tingkat desa pun seperti
Jalsah Salanah (Pertemuan kerohanian Jemaat Ahmadiyah) itu diadakan di
Masjid Al-Fadhal dusun Wanasigra. Di desa Tenjowaringin ada beberapa
masjid yang dimiliki oleh Jemaat Ahmadiyah untuk kegiatan beribadah.
No Kedusunan Nama Masjid
Ahmadiyah
1 Citeguh Baitus-Subhan
Baitu-Rahim
2 Wanasigra Al-Fadhal
Al-Mubarok
3 Sukasari Al-Falah
4 Cigunung Tilu Al-Ihsan
5 Ciomas Nurul khilafat
Sumber : Hasil Wawancara dengan Perangkat Desa 05 Agustus 2019
31
Gambar 1 : Masjid Al-Fadhal Wanasigra
Sumber : Dokumentasi Penulis Agustus 2019
Dalam kegiatan beribadah, Jemaat Ahmadiyah di Tenjowaringin
dpimpin oleh mubaligh-Mubaligh dari luar wilayah yang ditugaskan
langsung oleh Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia (PB JAI).
Untuk tahun sekarang ada tiga orang mubaligh yang ditempatkan di desa
Tenjowaringin diantaranya sebagai berikut
No Nama Wilayah Tugas
1. Pak Yosnefil Muzzafar Ahmad Cabang Wasigra
2. Pak Kashmir Mubarok Cabang Sukasari
3. Pak Tahir Ahmad Suprianto Cabang Citeguh
Sumber : Wawancara dengan Pak Yosnefil 04 Agustus 2019
Dalam bidang admistrasi dan keorganisasian, Jemaat Ahmadiyah
bisa dikatakan merupakan salah satu contoh bagaimana cara mengelola
organsasi kegamaan yang baik dan efektif, seperti contoh setiap Jemaat
Ahmadiyah mempunyai nomor induk masing masing dan setiap Jemaat
Ahmadiyah mempunyai hak dan kewajiban kepada organisasi tersebut.
Dalam mengelola organisasi dipimpin oleh beberapa jabatan dan fungsinya
32
berikut merupakan contoh struktur di tingkat bawah Jemaat Ahmadiyah
yang ada desa Tenjowaringin36
:
Susunan Pengurus Majelis Amilah
Jemaat Lokal Wanasigra
Periode 2019-2022
No Jabatan Nama
1 Ketua Suryana
2 Wakil Ketua Dodi Kurniawan
3 Sekr. Umum (Penemima dan mengeluarkan
me surat-surat)
Ahmar Taufiq syafaat
4 Sekr. Tabligh (Dakwah Keluar) Adang Suryana
5 Sekr. Tarbiyat (Dakwah didalam) Lili Suwarli
6 Sekr. Ta’lim (Pengajian ) Ahmad M. Irfan
7 Sekr. Isya’at (percetakan pembukuan) Toni Harpadiansyah
8 Sekr. Audio Video (Dokumentasi Kegiatan) Syarif Hidayat
9 Sekr. Ristanatha (Hubungan Pernikahan
antar anggota Jemaat)
Lili suwarli
10 Sekr. Umur Kharijiyah (Hubungan
kepemerintahan)
Ihin Solihin
11 Sekr. Umur Ammah (Hubungan urusan-
urusan umum seperti program donor darah
dan donor mata dll)
Yahya
12 Sekr. Dhiafat (menyangkut kegiatan
konsumsi dalam kegiatan)
Amar
13 Sekr. Maal (bendahara) Dodi Kurniawan
14 Sekr. Maal Tambahan (Tarbiyat yang
berhubungan dengan maal)
Jajang Saepudin
15 Sekr. Wasiyyat (peningkatan dari Maman Suryaman
36
Wawancara dengan Suryana, Tenjowaringin 04 Agustus 2019.
33
pengorbanan)
16 Sekr. Ta’limul Qur’an (pengajaran khusus
dalam bidang Al-Qur’an)
Uban Abd Mu’min
17 Sekr. Tahriq Jadid (Hubungan dengan biaya
Dakwah)
Andi Taufiq Ahmad
18 Sekr Wafqi Jadid (Tenaga Khusus
tambahan)
Abdul Hamid
19 Sekr. Wafqi Jadid Tambahan Taufiq Rahman
20 Sekr. Jaidad (invertarisir organisasi) Yusuf
21 Sekr. Waqfi Nau (berhubungan dengan
anak-anak yang diwakafkan untuk mengabdi
di Jemaat)
Munir Ahmad
22 Sekr. Zira’at (Hubungan dengan pertanian
Jemaat)
Yaya Supena
23 Sekr. Sanat Thijarat (Hubungan dengan
perdagangan Jemaat)
Gun-Gun Gunawan
24 Muhasib Teguh Fakhru Ahmad
25 Amin Hendri
26 Auditor Lokal Muslih
Sumber : Hasil Wawancara penulis 04 Agustus 2019
34
BAB III
SEKILAS TENTANG PERATURAN GUBERNUR (PERGUB)
JAWA BARAT NO 12 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN
AHMADIYAH
A. Latar Belakang Lahirnya Peraturan Gubernur Jawa Barat
Sebelum keluarnya Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat tahun
2011 tentang Larangan Ahmadiyah, ada dua keputusan yang melatar
belakangi larangan penyebaran faham Ahmadiyah yaitu dari Majelis Ulama
Indonesia (MUI), Surat Keterangan Bersama (SKB) Tiga Menteri. Pada
mulanya MUI mengeluarkan fatwa pada tahun 1980 dan diperkuat lagi pada
tahun 2005. Fatwa MUI pada tahun 1980 menyatakan bahwa sesuai dengan
data dan fakta yang ditemukan dalam sembilan buah buku tentang
Ahmadiyah, MUI memfatwakan bahwa Ahmadiyah adalah Jamaah diluar
Islam, sesat dan menyesatkan.
Setelah itu pada tahun 2005, MUI mengeluarkan fatwa kembali
untuk menegaskan fatwa sebelumnya. Point terbaru dari fatwa MUI tahun
2005 tersebut yaitu menghimbau kepada pemerintah, untuk melarang
penyebaran faham Ahmadiyah di seluruh Indonesia dan membekukan
organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya.
Tentunya fatwa MUI tersebut menimbulkan pro dan kontra
terutama dari kalangan aktifis toleransi keagamaan. Banyak yang
menentang fatwa MUI tersebut seperti Abdurrahman Wahid yang terkenal
dengan sapaan “Gusdur”, dalam jumpa pers yang diadakan dikantor
Pengurus Besar nahdhatul Ulama itu, Gusdur bersama tokoh lainnya
35
menyatakan prihatin atas larangan dan tudingan sesat dari fatwa MUI
terhadap Ahmadiyah tersebut. Mereka yang hadir antara lain Dawam
Rahardjo, Johan Effendi (Indonesian Conference Religion and Peace-ICRP),
Syafii Anwar (International Center for Islam and Pluralism-ICIP), Pangeran
Jatikusuma (Penghayat Sunda Wiwitan), Romo Edi (Konferensi Wali
Gereja Indonesia-KWI), Pdt Weinata Sairin (Persekutuan Gereja-gereja di
Indonesia-PGI). Hadir juga tokoh agama Kong Hu Cu, Anand Krishna, para
aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) dan tokoh muda Nahdlatul
Ulama(NU).38
Penilaian yang sama juga dikemukakan oleh Din Wahid yang
berpendapat bahwa fatwa MUI sekarang ini menunjukan MUI telah menjadi
konservatif. Hal tersebut terliah dari MUI menyikapi masalah ini dengan
mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah Qadiyani sebagai aliran diluar
islam, sesat dan menyesatkan.
Ahmadiyah Qadian mempunyai organisasi di Indonesia menjadi
Jemaat Ahmadiah Indonesia (JAI) mempercayai bahwa Mirza Ghulam
Ahmad adalah seorang nabi ghoiru Tasyri (kenabian tanpa syariat) dan
ghoiru nustaqil (terlibat kepada nabi Muhammad SAW) dan erat dengan
pengakuan Mirza ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Masih
Mau’ud.39
Sedangkan Ahmadiyah Lahore disebut dengan Ahmadiyah
Anjuman Isha’at Islam di Indonesia yang mempunyai organisasi bernama
Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI). Golongan ini dipimpin Maulana
Muhammad Ali dan Kwaja Kamaluddin. GAI ini menyakini bahwa pintu
kenabian setelah Nabi Muhammad saw. telah tertutup, yang artinya Hazrat
38
Musoffa Basyir, “Pembelaan Gus Dur Terhadap Kesesatan Ahmadiyah (Pembacaan
Hermeneutika Schleiermacher)” RELIGIA Vol. 19 No. 1 (April 2016), h. 38. 39
Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 88
36
Mirza Ghulam Ahmad bukanlah seorang nabi, melainkan mujadid, selain
sebagai al-Masih dan al-Mahdi.40
Hanya saja masyarakat umum tidak dapat membedakan antara
kedua aliran Ahmadiyah ini dan menganggap semua pengikut Ahmadiyah
adalah sama, dan akibatnya sering memunculkan ketegangan di kalangan
umat Islam. Ketegangan ini memuncak pada serangan kelompok umat Islam
garis keras terhadap komplek Ahmadiyah di Parung, Jawa Barat, pada 15
Juli 2005. Atas desakan berbagai kelompok, MUI mengeluarkan kembali
fatwa pada kongres 2005, dan menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah aliran
sesat. Berbeda dengan fatwa terdahulu, sekarang MUI tidak membedakan
antara kedua aliran di atas.41
Selain Majelis Ulama Indonesia (MUI), ada beberapa ormas
keagamaan Islam seperti Nahdhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang
memiliki kajian fatwa seperti Batshul Masail (NU) dan Majelis Tarjih
(Muhammadiyah). Dalam hasil penelitian wawancara yang dilakukan oleh
Farkhan dalam bentuk skripsi mengemukakan bahwa Muhamadiyah melalui
Majelis tarjihnya pernah mengeluarkan bahwa faham Ahmadiyah sesat,
yang secara garis besar isi dari fatwa tersebut adalah Pertama Ahmadiyah
mempunyai keyakinan adanya nabi setelah setelah nabi Muhammad SAW.
Kedua bila ada sekelompok orang yang meyakini hal tersebut harus diajak
dan dianjurkan kembali kepada jalan kebenaran seperti yang diajarkan nabi
Muhammad SAW. Selain itu permasalahan terkait Ahmadiyah diselesaikan
melalui dialog secara berkelanjutan untuk mengambil langkah-langkah yang
40
Dzulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, h.73. 41
Din Wahid, “kembalinya Konservatisme Islam Indonesia”, Studia Islamika, Vol.
21, No. 2, (2014) h. 381.
37
nyata sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia42
Selain itu Nahdhatul Ulama dalam forum muktamar atau
musyawarah alim ulama PBNU mengeluarkan fatwa seperti yang dilakukan
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) tetapi sifatnya maukuf (deadlock)
karena ada sebagian ulama NU yang menyatakan bahwa faham Ahmadiyah
itu menyimpang, bukan sesat.43
Kementrian Agama sebagai lembaga pemerintah pernah
memfasilitasi melakukan dialog antara Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)
dengan berbagai ormas-ormas Islam, dialog yang diadakan selama tujuh
putaran tersebut tidak menghasilkan kata sepakat dalam menentukan status
Ahmadiyah dalam Islam dan masa depannya, setelah dialog yang ditak
menemukan kata sepakat Badan Litbang dan Diklat kementian Agama
menawarkan solusi terhadap Ahmadiyah Berdasarkan hasil dialog dan
kajian penelitian, diantaranya sebagai berikut :
1. Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dibubarkan oleh pemerintah
2. Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dibubarkan oleh pengadilan
dan melalui proses pengadilan
3. Ahmadiyah dikategorikan sebagai agama di luar Islam
4. Ahmadiyah diterima oleh umat Islam arus-utama sebagai salah
satu aliran dalam Islam
5. Pemerintah memberi peringatan keras kepada JAI agar
menghentikan kegiatannya di seluruh wilayah RI
6. Diadakan pertemuan/musyawarah antara MUI, JAI, GAI, ormas
ormas Islam dan Pemerintah untuk menyepakati bersama
langkah penyelesaian yang harus diambil, dengan prinsip
kesediaan melakukan take and give
7. Ahmadiyah tidak dilarang, tetapi harus menghentikan segala
kegiatannya.
42
Farkhan, “Jemaat Ahmadiyah Indonesia”, (Skripsi Universitas Indonesia,2012) h.79 43
Farkhan, “Jemaat Ahmadiyah Indonesia”, h.82.
38
Atas tawaran tersebut, JAI memilih opsi yang ke-4 yaitu
“Ahmadiyah diterima oleh umat Islam arus-utama sebagai salah satu aliran
dalam Islam”. Oleh karena itu, Ahmadiyah diminta untuk menjelaskan
pokok-pokok keyakinan dan kemasyarakatan yang dituduhkan berbeda
dengan Islam arus-utama.44
Setelah itu Badan Litbang dan Diklat memfasilitasi JAI kembali
untuk menjelaskan pokok-pokok keyakinan dan kemasyarakatan JAI pada
publik yang terkenal dengan sebutan “12 butir penjelasan tentang pokok-
pokok ajaran Ahmadiyah”. Kemudian ditandatangani oleh Amir (ketua) PB
Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Abdul Basith pada tanggal 14 Januari 2008.
Secara lengkap ke-12 butir penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kami warga Jemaat Ahmadiyah sejak semula meyakini dan
mengucapkan dua kalimat syahadat sebagaimana diajarkan Yang
Mulia Nabi Muhammad Rasulullah SAW yaitu, Asyhadu anlaa-
ilaaha illallahu wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, artinya
aku bersaksi bahwa sesungguhnya tiada tuhan selain Allah dan aku
bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah.
2. Sejak semula kami warga Jemaat Ahmadiyah meyakini
Muhammad Rasulullah adalah khatamun Nabiyyin (nabi penutup)
3. Di antara keyakinan kami bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad
adalah seorang guru, mursyid, pembawa berita gembira dan
peringatan serta pengemban mubasysyirat, pendiri dan pemimpin
Jemaat Ahmadiyah yang bertugas memperkuat dakwah dan syiar
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
4. Untuk memperjelas bahwa kata Rasulullah dalam 10 syarat
bai’at yang harus dibaca setiap calon anggota Jemaat Ahmadiyah
bahwa yang dimaksud adalah Nabi Muhammad SAW, maka kami
mencantumkan kata Muhammad di depan kata Rasulullah
5. Kami warga Jemaat Ahmadiyah meyakini bahwa:
a. Tidak ada wahyu syari’at setelah Alquranul karim yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW;
b. Alquran dan sunnah Nabi Muhammad SAW adalah sumber
ajaran Islam yang kami pedomani.
6. Buku Tadzkirah, bukanlah kitab suci Ahmadiyah, melainkan
catatan pengalaman rohani Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad yang
44
Aji Sofanuddin, “Studi Tahapan Penanganan Kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia
(JAI)” Jurnal Multikultural & Multireligi Vol. 11 No 2, (April-Juni 2012), h. 16.
39
dikumpulkan dan dibukukan serta diberi nama Tadzkirah oleh
pengikutnya pada 1935 M, 27 tahu setelah beliau wafat (1908).
7. Kami warga Jemaat Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan
mengkafirkan orang Islam di luar Ahmadiyah, baik dengan kata-kata
maupun perbuatan
8. Kami warga Jemaat Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan
menyebut masjid yang dibangun dengan nama Masjid Ahmadiyah
9. Kami menyatakan bahwa setiap masjid yang dibangun dan
dikelola oleh Jemaat Ahmadiyah selalu terbuka untuk seluruh umat
Islam dari golongan manapun.
10. Kami warga Jemaat Ahmadiyah sebagai Muslim selalu
melakukan pencatatan perkawinan KUA dan mendaftarkan perkara
perceraian dan perkara-perkara lainnya berkenaan dengan itu ke
KUA sesuai dengan peraturan perundang-undangan
11. Kami warga Jemaat Ahmadiyah akan terus meningkatkan
silaturahim dan bekerja sama dengan seluruh kelompok/golongan
umat Islam dan masyarakat dalam perkhidmatan sosial
kemasyarakatan untuk kemajuan Islam, bangsa dan NKRI.
12. Dengan penjelasan ini, PB JAI mengharapkan agar warga
Jemaat Ahmadiyah khususnya dan umat Islam umumnya serta
masyarakat Indonesia dapat memahaminya dengan semangat
ukhuwah Islamiyah, serta persatuan dan kesatuan bangsa.45
Setelah PB JAI mendatangani dua belas butir pernyataan tersebut,
Badan Litbang dan Diklat Kemetrian Agama meminta aparat pemerintah
(Bakor/Pakem) melakukan tugas pemantauan yang berisi penjelasan
(pelurusan) pokok-pokok ajaran, dan pemerintah kemudian membentuk Tim
Pemantau Ahmadiyah yang dipimpin oleh Kepala Badan Litbang. Tim ini
kemudian membentuk tim pemantau di daerah yang beranggotakan para
peneliti di Departemen Agama, para polisi, dan aparat kejaksaan guna
melakukan pemantauan apakah betul Ahmadiyah menjalankan ke-12 butir
penjelasan tersebut.46
Tim ini bekerja selama tiga bulan dan direncanakan melakukan
rapat evaluasi pada tanggal 14 April 2008. Tetapi karena satu dan lain hal
45
http://ahmadiyah.org/12-butir-pernyataan-jai/ diakses pada 29 Juli 2019. 46
Aji Sofanuddin, “Studi Tahapan Penanganan Kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia
(JAI)” , h.18.
40
rapat baru dapat dilaksanakan pada tanggal 16 April 2008 dengan
kesimpulan Ahmadiyah tidak menjalankan ke-12 butir penjelasan tersebut
secara sungguh-sungguh. Setelah melakukan pemantauan oleh tim yang
dibentuk Badan Litbang dan Diklat bersama (Bakor/Pakem) selama tiga
bulan dan. Menyatakan bahwa Ahmadiyah tidak konsisten dalam
menjalankan ke 12 butir pernyataan tersebut dan ditemukan di lapangan
bahwa Ahmadiyah masih mengakui ada nabi lain setelah Nabi Muhammad
SAW.
Selanjutnya Bakor Pakem merekomendasikan kepada menteri
(Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri) dan Kejaksaan Agung untuk
membuat SKB tentang Ahmadiyah. Ahmadiyah dinyatakan melanggar/
tidak melaksanakan apa-apa yang telah ditulis dan disampaikannya sendiri.
Beberapa point yang tidak sesuai di lapangan yaitu point no 2 mengenai
Nabi Muhammad SAW sebagai nabi penutup. Point 3 mengenai Mirzha
Ghulam Ahmad sebagai guru dan mursyid, point 5 tentang kedudukan al-
Qur’an dan sunnah Nabi danpoint 6 mengenai tadzkirah bukan kitab suci
dan poinit 7 mengenai tindakan pengkafiran orang Islam di luar Ahmadiyah
dengan perkataan dan perbuatan. Dengan sangat hati-hati lalu Pemerintah
mencari jalan tengah di antara dua tuntutan yang berbeda: Pembubaran
Ahmadiyah dan Pengakuan Eksistensi Ahmadiyah, kemudian
dirumuskanlah Surat Keputusan Bersama antara Menteri Agama, Menteri
Dalam Negeri dan Jaksa Agung No 3/2008, KEP-033/A/JA/6/2008 dan No
199/2008 Tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan
41
/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan Warga
Masyarakat47
. Berikut isi keputusan dari SKB tersebut.
KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PERINGATAN DAN PERINTAH KEPADA PENGANUT, ANGGOTA,
DAN/ATAU ANGGOTA PENGURUS JEMAAT AHMADIYAH
INDONESIA (JAI) DAN WARGA MASYARAKAT
KESATU : Memberi peringatan dan memerintahkan kepada
warga masyarakat untuk tidak menceritakan,
menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum
melakukan penafsiran tentang suatu agama yang
dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan
keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan
dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok
ajaran agama itu.
KEDUA : Memberi peringatan dan memerintahkan kepada
penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat
Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku
beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran
penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari
pokokpokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran
faham yang mengakui adanya nabi dengan segala
ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.
KETIGA : Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus
Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidak
mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana
dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum
KEDUA dapat dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan, termasuk
organisasi dan badan hukumnya.
KEEMPAT : Memberi peringatan dan memerintahkan kepada
warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara
kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan
ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak
melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan
hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota
pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).
47
Aji Sofanuddin, “Studi Tahapan Penanganan Kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia
(JAI)” , h. 20.
42
KELIMA : Warga masyarakat yang tidak mengindahkan
peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada
Diktum KESATU dan Diktum KEEMPAT dapat
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
KE ENAM : Memerintahkan kepada aparat Pemerintah dan
pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah
pembinaan dalam rangka pengamanan dan
pengawasan pelaksanaan Keputusan Bersama ini.
KETUJUH : Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Juni
200848
Menurut Grace Olivia Udiata dalam penelitian Tesis Fakultas
Hukum Universitas Indonesia (FH UI) dengan judul Analisis Surat
Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, Dan menteri Dalam
negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Jemaah
Ahmadiyah Indonesia (JAI Dikaji Dari Ilmu Perundang-Undangan ia
menganalisa ke tujuh butir dari SKB tersbut beserta kedudukannya dalam
hirarti perundang-undangan. Pada butir pertama pemerintah sudah
memperingatkan untuk tidak menceritakan menganjurkan atau memberi
dukungan untuk menafsirkan suatu ajaran atau agama yang menyimpang
dari pokok pokok ajaran agama, pada butir pertama ini terutama mengenai
“ajaran agama yang menyimpang” secara tidak ditunjukan langsung kepada
Jemaat Ahmadiyah tetapi dalam konteks SKB ini tidak ada pihak yang lain
48
https://advokasi.elsam.or.id/assets/2015/09/20080000_SKB-2008-Ahmadiyah.pdf
diakses pada 12 Agustus 2019.
43
yang tinjuk oleh SKB kecuali pihak Jemaat Ahmadiyah dan warga
masyarakat.49
Pada butir kedua juga sudah jelas merupakan suatu peringatan dan
perintah yang ditujukan kepada warga Jemaat Ahmadiyah. Hal ini dapat
ditafsirkan bahwa bagi Jemaat Ahmadiyah sepanjang mengaku beragama
Islam, diingatkan dan diperintahkan untuk menghentikan penyebaran
penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama
Islam. Penyimpangan tersebut berupa penyebaran paham/kepercayaan yang
mengakui adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW.50
Butir ketiga yang merupakan ancaman kepada warga Jemaat
Ahmadiyah jika tidak mematuhi peringatan dan perintah di butir pertama
dan kedua, dapat dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku. berdasarkan ketentuan pasal 156a KUHP dan UU PNPS No 1 tahun
1965 yang dapat menjerat warga Jemaat Ahmadiyah dengan pasal penodaan
atau penistaan agama dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun
penjara.51
Pada butir keempat diperuntukkan bagi warga masyarakat secara
umum untuk tidak melakukan tindakan yang dapat merusak kerukunan antar
umat beragama, dan tindakan-tindakan yang melawan hukum terhadap
warga Jemaat Ahmadiyah. Hal ini menunjukkan upaya pemerintah untuk
melindungi warga Jemaat Ahmadiyah dari tindakan ormas-ormas yang
49
Grace Olivia Udiata, “Analisis Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa
Agung, Dan menteri Dalam negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang
Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Dikaji Dari Ilmu Perundang-Undangan”, (Tesis
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012 h. 113. 50
Grace Olivia Udiata, “Analisis Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa
Agung, Dan menteri Dalam negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang
Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Dikaji Dari Ilmu Perundang-Undangan”, h. 115. 51
Grace Olivia Udiata, “Analisis Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa
Agung, Dan menteri Dalam negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang
Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Dikaji Dari Ilmu Perundang-Undangan”, H.116.
44
intoleran yang tidak menyukai keberadaan Jemaat Ahmadiyah lewat SKB
Tiga Menteri ini terhadap perbuatan atau tindakan melawan hukum dari
masyarakat yang sewenang-wenang terhadap warga Jemaat Ahmadiyah.52
Dalam butir kelima pemerintah menegaskan bahwa mengancam hukuman
penjara berdasarkan aturan pasal 156a KUHP bagi warga masyarakat yang
tidak mematuhi butir kesatu dan butir keempat ketentuan dalam SKB Tiga
Menteri ini sebagaimana disebut di atas. Karena, jika terjadi pelanggaran
terhadap kedua butir tersebut maka mereka dianggap telah melakukan
tindakan-tindakan yang mengandung kebencian berdasarkan agama.
Pada Butir keenam melalui SKB pemerintah memberikan
kewenangan kepada aparat pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan SKB
Tiga Menteri ini. Hal ini dapat diartikan bahwa permasalahan Jemaah
Ahmadiyah di Indonesia telah menjadi satu hal yang masuk dalam ranah
kekuasaan pemerintah. ketentuan ini juga belum menyatakan secara jelas
langkah langkah pembinaan seperti apa yang dimaksudkan sehingga
memberi peluang pembinaan dapat dilakukan sesuai penafsiran masing-
masing aparat pemerintah di pusat dan di daerah.53
Pada butir Keenam ini
juga yang melahirkan peraturan daerah seperti Peraturan Gubernur (Pergub)
Jawa Barat Tahun 2011 tentang larangan Ahmadiyah dan beberapa pergub
lainnya. Dari penafsiran butir per butir tersebut dapat disimpulkan bahwa
SKB Tiga Menteri tentang Ahmadiyah telah bertentangan dengan prinsip
52
Grace Olivia Udiata, “Analisis Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa
Agung, Dan menteri Dalam negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang
Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Dikaji Dari Ilmu Perundang-Undangan”, h. 117. 53
Grace Olivia Udiata, “Analisis Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa
Agung, Dan menteri Dalam negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang
Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Dikaji Dari Ilmu Perundang-Undangan”, h. 118.
45
Negara hukum dan Hak Asasi Manusia, yang juga bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar 1945 selaku hukum dasar Negara Indonesia yang
menjamin dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) termasuk
jaminan terhadap warga Jemaat Ahmadiyah untuk memeluk agama dan
memilih kepercayaan sesuai dengan hati nurani serta beribadah menurut
agama dan kepercayaannya tersebut. Hal tersebut termaktub dalam Pasal
28E ayat 1 dan 2, dan Pasal 29 ayat 2 (Amandemen II Tahun 2000) UUD
1945. Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut :
Pasal 28 E
1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah Negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.
2. Setiap orang berhak atas menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap sesuai hati nuraninya.
Pasal 29
Agama
1. Negara berdasar Tuhan yang maha esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamnya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya masing-
masing.54
Dan lagi permasalahan selanjutnya adalah menurut Mahfud MD,
SKB ini tidak bisa digugat melalui Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah
Agung (MA) maupun PTUN. karena Mahkamah Konstitusi tidak
berwenang menilai SKB Ahmadiyah. Berdasarkan ketentuan pasal 24 C
UUD 1945, Mahkamah Konstitusi hanya berwenang melakukan pengujian
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, Judicial review melalui
Mahkamah Agung pun memiliki persoalan, karena SKB tidak termasuk
sebagai jenis peraturan sebagaimana diatur UU No 10\/2004 tentang
54
UUD Republik Indonesia 1945 Amandemen disertai penjelasan bagian-bagian yang
diamandemen serta proses perubahan secara lengkap, (PT Palito Media), h. 33 dan 79.
46
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan jika dibawa ke MA juga
tidak tepat, karena SKB bukan peraturan perundang-undangan, sebagaimana
diatur dalam UU 10\/2004, Jika diperkarakan ke PTUN juga kurang tepat
karena SKB tersebut dapat dinilai sebagai peraturan bukan penetapan karena
ada muatannya yang bersifat umum.55
B. PERGUB Jawa Barat No 12 Tahun 2011 dan Tinjauan Yuridisnya
Menurut Tri Jata Ayu Pramesti Peraturan Gubernur (Pergub)
merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang baru diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau
dibentuk berdasarkan kewenangan. Hal tu berdasakan Pasal 8 ayat (2) UU
No. 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Seringkali di kalangan umum sulit membedakan perberdaan antara Perda
Provinsi dengan Pergub. Perbedaan tersebut terletak pada kewenangan
pembentukan. Perda Provinsi dibentuk dengan cara membuat Rancangan
Peraturan Daerah terlebih dahulu, kemudian Rancangan Perda yang telah
disetujui bersama oleh DPRD Provinsi dan Gubernur disampaikan oleh
pimpinan DPRD Provinsi kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi
Peraturan Daerah Provinsi.56
55
Aba,” Mahfud MD: SKB Ahmadiyah Tak Bisa Digugat ke MK, MA dan PTUN”,
diakses pada 13 Agustus dari https://news.detik.com/berita/955052/mahfud-md-skb-
ahmadiyah-tak-bisa-digugat-ke-mk-ma-dan-ptun 56
Tri Jata Ayu Pramesti, “Perbedaan Pergub dengan Perda”, diakses pada 11
September 2019 dari
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt510e536c2e2e5/perbedaan-pergub-
dengan-perda/
47
Sebulan setelah ada penyerangan kepada warga Jemaat Ahmadiyah
di Cikeusik Pandeglang (Minggu 06 Februari 2011) yang mengakibatkan
tiga orang meninggal,57
Ahmad Heryawan yang dikenal dengan sapaan
“Aher” mengeluarkan Peraturan Gubernur (pergub) Jawa Barat tentang
larangan Ahmadiyah bersama Ketua DPRD Jawa Barat Ir. Irfan
Suryanagara, Panglima Kodam III/Siliwangi Mayjen TNI Moeldoko,
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Irjen Pol Suparni Parto dan Kepala
Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Soegianto, SH. Dikeluarkannya Peraturan
Gubernur ini diawali dengan risalah rapat forum koordinasi pimpinan
daerah tanggal 2 Maret 2011 bertempat di Gedung Pakuan yang pada
pokoknya mendukung Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menetapkan
Peraturan Gubernur tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Jawa
Barat yang ditandatangani oleh Gubernur Jawa Barat beserta pimpinan
lembaga lainnya.
Menurut Aher dalam konferensi pers setelah dikeluarkannya
pergub tersebut maksud dan tujuan dikeluarkannya pergub tersebut
pertama, untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dari
adanya pertentangan akibat penyebaran paham keagamaan yang
57
Kronologis kejadian penyerangan terhadap Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik
Pandeglang beragam versi, menurut pihak KontraS dan Jemaat Ahmadiyah polisi
melakukan pembiaran terhadap penyerangan tersebut yang menyebabkan tiga orang korban
meninggal bhkan sebelum ada penyerangan pihak kepolisian sempat sarapan bareng dengan
warga Jemaat Ahmadiyah dan meminta supaya tidak melakukan perlawanan jika ada
penyerangan, Lihat, “Kronologis Cikeusik Versi KontraS” diakses pada 17 Agustus 2019
dari https://www.beritasatu.com/hukum/7137-kronologis-cikeusik-versi-kontras-.html
Menurut versi kepolisian, tentu tidak mungkin dari pihaknya melakukan pembiaran dan
membantah pihaknya kecolongan terkait kasus ini. Pihak kepolisian juga sempat meminta
kepada pihak Jemaat Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatan dan dibantu dengan tokoh
Agama setempat, namun Ahmadiyah menolak himbauan tersebut. LIhat, Ape “ Ini Dia
Kronologi Insiden Ahmadiyah di Cikeusik Versi Polisi” diakses pada tanggal 17 Agustus
2019 dari https://news.detik.com/berita/1561545/ini-dia-kronologi-insiden-ahmadiyah-di-
cikeusik-versi-polisi
48
menyimpang. Kedua, mengawasi aktivitas Jemaat Ahmadiyah dari kegiatan
penyebaran penafsiran dan aktivitas yang menyimpang dari pokok-pokok
ajaran agama Islam. Ketiga, mencegah perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh warga masyarakat sebagai akibat penyebaran paham
keagamaan yang menyimpang. Keempat, melaksanakan pembinaan kepada
Jemaat Ahmadiyah serta mengajak Jemaat Ahmadiyah untuk kembali
kepada syariat agama Islam. Kelima, meningkatkan koordinasi antara aparat
Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan,
Pemerintah Daerah dan Pemerintah dalam penanganan masalah Jemaat
Ahmadiyah. Keenam, meningkatkan sosialisasi Keputusan Bersama Tiga
Menteri tentang Peringatan Dan Perintah Kepada Penganut, Anggota,
Dan/Atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Dan warga
Masyarakat tahun 2008.58
Setelah keluarnya pergub Jawa Barat (03 Maret 2011) berbagai
respon dan tuntutan supaya pemerintah mengkaji ulang tetang larangan
Ahmadiyah banyak yang menyuarakan dari berbagai pihak seperti Yayasan
Bantuan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan Indonesia (PSHK) dan kontras, menurut Kontras Setidaknya ada
15 peraturan dari seluruh daerah di Indonesia yang melarang kegiatan
jemaah Ahmadiyah. Mulai dari surat keputusan bersama, peraturan bupati
hingga peraturan gubernur. Namun, beberapa aturan yang dikeluarkan oleh
pejabat daerah tersebut dinilai bermasalah, baik secara formal maupun
58
Enal, “Gubernur Terbitkan Pergub Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah di Jabar”
diakses pada tanggal 13 Agustus dari
https://jabarprov.go.id/index.php/news/1814/Gubernur_Terbitkan_Pergub_Larangan_Kegia
tan_Jemaat_Ahmadiyah_di_Jabar
49
substansi karena dianggap bermasalah Menteri Dalam negeri Gamawan
Fauzi didesak oleh pihak tersebut untuk mengkaji aturan aturan yang sudah
dikeluarkan oleh pemerintah daerah, menurut Erna Ratnaningsih sebagai
Ketua YLBHI Mendagri harus melakukan executive review terkait peraturan
yang dikeluarkan kepala daerah terkait larangan Ahmadiyah. Kalau perlu
moratorium kebijakan pejabat daerah tentang larangan aktivitas jemaah
Ahmadiyah.59
No Jenis Aturan Dikeluarkan Oleh Wilayah
1 Surat Keputusan Bersama
Kep.11/IPK.32.2/L-2.III.3/11/83 tanggal 21
November 1983
Kepala Kejaksaan
Negeri Selong
Lombok Barat
2 Surat Keputusan Bersama tentang
Pelarangan aliran/ajaran Jemaat Ahmadiyah
Indonesia di wilayah Kabupaten Kuningan
tanggal 3 November 2002
Muspida, Pimpinan
DPRD, MUI dan
Pondok Pesantren dan
Ormas Islam Kuningan
Kuningan
3 Surat Keputusan Bersama tentang
Pelarangan kegiatan Komunitas Ahmadiyah
di Indonesia di wilayah Kabupaten Bogor
tanggal 20 Juli 2005
Bupati Bogor, Ketua
DPRD Bogor, Dandim
0621, Kepala
Kejaksaan Negeri
Cibinong, Kapolres
Bogor, Ketua PN
Bogor, Danlanud ARS,
Departemen Agama
dan MUI Bogor
Bogor
4 Surat Keputusan Bersama 450/Kep.225-
PEM/2005 tanggal 9 Agustus 2005
Bupati Garut Agus
Supriadi
Garut
5 Surat Keputusan Bersama No. 21 Tahun
2005 tanggal 17 Oktober 2005
Bupati Cianjur, Kepala
Kejaksaan Negeri
Cianjur dan Kepala
Kantor Depag Cianjur
Cianjur
6 Surat Keputusan Bersama 143 tahun 2006
tanggal 20 Maret 2006
Bupati Sukabumi,
Kajari Cibadak,
Kapolres Sukabumi,
Depag Sukabumi dan
MUI Sukabumi
Sukabumi
7 Peraturan Gubernur
563/KPT/BAN.Kesbangpol&Linmas/2008
tanggal 1 September 2008
Gubernur Sumatera
Selatan Mahyudin NS
Sumatera
Selatan
8 SK Walikota 450/BKBPPM/749 tanggal 16
November 2010
Walikota Pekanbaru
Herman Abdullah
Pekanbaru
59
Fathan Qarib,” Pemerintah Didesak Review Aturan Larangan Ahmadiyah” diakse
pada tanggal 14 Agustus dari
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d7a41db07ef5/pemerintah-didesak-ireviewi-
aturan-larangan-ahmadiyah/
50
9 Surat Edaran Gubernur 223.2/803/Kesbang
tanggal 10 Februari 2011
Gubernur Sulawesi
Selatan Syahrul Yasin
Limpo
Sulawesi
Selatan
10 Peraturan Bupati No. 5 Tahun 2011 tanggal
21 Februari 2011
Pj. Bupati Pandeglang
Asmudji HW
Pandeglang
11 Surat Keputusan Walikota No.
200/160/BKPPM/I/II/2011 tanggal 25
Februari 2011
H. Syahrie Ja’ang Samarinda
12 Peraturan Gubernur
No.188/94/KPTS/013/2011 tanggal 28
Februari 2011
Gubernur Jawa Timur
Soekarwo
Jawa Timur
13 Peraturan Gubernur No. 12 Tahun 2011
tanggal 3 Maret 2011
Gubernur Jawa Barat
Ahmad Heryawan
Jawa Barat
14 Surat Keputusan Walikota Bogor
No.300.45-122/2011 tanggal 3 Maret 2011
Walikota Bogor Diani
Budiarto
Bogor
15 Peraturan Bupati No. 450/PUM/2011/68
tanggal 16 Februari 2011
Bupati Kampar
Burhanuddin Husin
Kampar
Sumber : Kontras.
Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia( PSHK)
Fajri Nursyamsi juga mengatakan bahwa peraturan gubernur ataupun surat
keputusan kepala daerah yang memuat larangan Ahmadiyah secara hukum
bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi lagi, Ia menjelaskan,
meski Pasal 18 Ayat (6) UUD 1945 menyebutkan bahwa pemerintah daerah
berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan, tapi tidak serta merta pelarangan aktivitas
jemaah Ahmadiyah dibenarkan. Karena bisa disimpulkan bahwa
kewenangan pembentukan peraturan oleh daerah adalah hanya untuk
menjalankan otonomi di daerahnya. Begitu pula dengan surat keputusan
pelarangan aktivitas Ahmadiyah, Fajri mengutip Pasal 18 Ayat (5) UUD
1945 yang menyatakan bahwa pemerintahan daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh UU ditentukan
sebagai urusan pemarintah pusat. menunjuk Pasal 10 Ayat (3) UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merinci yang masuk
dalam urusan pemerintah pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan,
51
keamanan, yustisi, moneter dan fiskal serta agama. Maka itu, selain enam
urusan ini merupakan urusan pemerintah daerah.60
Menurut pemaparan Nurainun Mangunsong juga dalam Jurnal
penelitiannya mengungkapkan bahwa Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa
Barat tentang larangan Ahmadiyah secara formil maupun materil terdapat
kekacauan antara dasar pembentukan peraturan tersebut yang termuat di
dalam konsideran “demi menjaga ketertiban umum” yang memang
merupakan kewenangan atributif dari Gubernur, akan tetapi tidak sesuai
dengan title “Larangan Kegiatan Ahmadiyah” yang berifat kongkret
individual yang seharusnya Beschikking atau keputusan. Sementara itu, jika
pengaturan “Larangan Kegiatan Ahmadiyah” ingin dibawa ke ranah
keputusan gubernur, hal itu bertentangan secara prinsipil pembagian
kewenangan antara Pusat dan Daerah sebagaimana yang diatur dalam UU
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyebutkan
bahwa persoalan agama bukan merupakan kewenangan daerah melainkan
kewenangan Pemerintaha Pusat. Pengaturan agama hanya dimungkinkan
dalam ranah undang-undang berdasarkan Pasal 28J.61
Dengan demikian kesimpulan dari penelitian Nurainun
Mangunsong terjadi kesemerawutan dalam pengaturan agama atau
keyakinan ini di tingkat daerah yang sumbernya lebih banyak pada
60
Fathan Qarib,” Pemerintah Didesak Review Aturan Larangan Ahmadiyah” diakse
pada tanggal 14 Agustus dari
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d7a41db07ef5/pemerintah-didesak-ireviewi-
aturan-larangan-ahmadiyah/ 61
Nurainun Mangunsong, “Inkonstitusionalitas Peraturan Gubernur Jawa Barat
Nomor : 12 Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia Di Jawa
Barat”, Jurnal Asy-Syir’ah Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum, (Vol. 48, No. 2, Desember
2014), h. 545.
52
disharmoni di ranah undang-undang. Tak jarang kepala daerah tidak mampu
mendudukkan posisinya secara proporsional selaku pejabat publik di tengah
tekanan-tekanan golongan keyakinan mayoritas. Konflik kepentingan
berkeyakinan menjadi seolah-olah sulit dihindari oleh kepala daerah.
Alhasil, kebijakan-kebijakan publik pun cenderung diskriminatif.
C. Isi Pergub Jawa Barat Tahun 2011 Tentang Larangan Ahmadiyah
Dalam peraturan gubernur (Pergub) Jawa Barat Tahun 2011
tentang Larangan Ahmadiyah memuat dua belas (12) bab dan lima belas
(15) pasal. Bab pertama mengenai ketentuan umum, bab kedua maksud dan
tujuan, bab ketiga larangan, bab ke empat sosialisasi, bab keenam
kelembagaan, bab ketujuh pelaporan, bab kedelapan pembinaan dan
pengawasan, bab Sembilan sanksi, bab kesepuluh penganganan di
kabupaten dan kota, bab kesebelas pembiayaan, bab ke duabelas ketentuan
penutup.
53
BAB IV
PERKEMBANGAN KEBERADAAN JAI TENJOWARINGIN
TASIKMALAYA PASCA KELUARNYA PERGUB JAWA BARAT
TENTANG LARANGAN AHMADIYAH
A. Sosialisasi dan Implementasi Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa
Barat dilapangan
Setelah keluarnya Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat,
beberapa tim dari lembaga pemerintah turut ke lapangan seperti dari
perwakilan Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah) Provinsi yang
diwakili oleh Ketua Sabhara turut mensosialisasikan yang bertempat di
wilayah Kapolres Tasikmalaya, tetapi menurut Asep Jamaludin pihak dari
Ahmadiyah pada saat itu tidak diundang, yang hadir dalam sosialisasi
tersebut dari pihak pemerinah Kabupaten, MUI Kabupaten, Kejaksaan dan
Ormas-Ormas Islam yang ada di wilayah Tasikmalaya, setelah ada
pertemuan tersebut yang datang ke Tenjowaringin hanya Muspika
(Musyawarah Pimpinan Kecamatan) Salawu seperti MUI, Kapolsek dan
pimpinan kecamatan lainnya.63
Isi dari sosialisasi tersebut yang ditangkap oleh tokoh tokoh
Ahmadiyah adalah terusan dari SKB tiga menteri dan menerangkan
beberapa larangan untuk Jemaat Ahmadiyah dan masyarakat. Beberapa poin
yang disosialisasikan mengenai larangan dalam pergub tertulis sebagai
berikut:
63
Wawancara dengan Asep Jamaludin, Tenjowaringin 04 Agustus 2019.
54
LARANGAN
Bagian Kesatu
Aktifitas Jemaat Ahmadiyah
Pasal 3
1. Penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah
dilarang melakukan aktifitas dan/atau kegiatan dalam bentuk
apapun sepanjang berkaitan dengan kegiatan penyebaran penafsiran
dan aktifitas yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama
Islam.
2. Aktifitas/kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. penyebaran Ajaran Ahmadiyah secara lisan, tulisan, ataupun
melalui media elektronik;
b. pemasangan papan nama organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia
di tempat umum;
c. pemasangan papan nama pada rumah peribadatan, lembaga
pendidikan dan lain sebagainya dengan identitas Jemaat
Ahmadiyah Indonesia; dan
d. penggunaan atribut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam bentuk
apapun. (3) Pemerintah Daerah menghentikan aktifitas/kegiatan
Penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Masyarakat
Pasal 4
1. Masyarakat dilarang melakukan tindakan anarkis dan/atau
perbuatan melawan hukum berkaitan dengan aktifitas Penganut,
anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah yang
menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam.
Tindakan terhadap aktifitas Penganut, anggota dan/atau anggota
pengurus Jemaat Ahmadiyah yang menyimpang dari pokok-pokok
ajaran agama Islam sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan aparat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
Dengan adanya larangan yang tercantum dalam pergub tersebut, di
wilayah Tenjowaringin menurut penuturan Ihin Solihin yang mayoritas
Jemaat Ahmadiyah sendiri sudah melaksanakan apa yang tertulis dalam
Pergub tersebut seperti penyiaran (dakwah) keluar Jemaat Ahmadiyah,
secara terbuka memang sudah tidak ada, tetapi karena daerah Tenjowaringin
55
sudah identik dengan masyarakat Jemaat Ahmadiyah seringkali warga
Tenjowaringin ataupun tokoh mendapat pertanyaan seputar Ahmadiyah dari
masyarakat luar. Secara tidak langsung menurut Ihin Solihin itu merupakan
Dakwah menyampaikan yang sebenarnya terkait dengan Ahmadiyah.
Dan untuk pemasangan plang organisasi di tempat ibadah maupun
di lembaga pendidikan menurut para tokoh Ahmadiyah Tenjowaringin ada
baiknya pemasangan plang organisasi untuk Jemaat Ahmadiyah dilarang
karena ditakutkan kesan yang ditangkap oleh masyarakat luar masjid ini
khusus untuk masyarakat Jemaat Ahmadiyah padahal Masjid Ahmadiyah
terbuka untuk umum siapa saja boleh beribadah di Masjid Ahmadiyah.
Namun menurut Ihin Solihin sebagai mantan kepala desa
Tenjowaringin memastikan bahwa apapun kebijakan terkait dengan
Ahmadiyah, prinsip bagi warga Jemaat Ahmadiyah akan patuh terhadap
hukum dan pemerintah selama pemerintah itu berjalan yang sah sesuai
dengan tatanan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dan pihak Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) tidak akan pernah
membuat suatu keributan dengan pihak manapun.64
B. Dampak Setelah Keluarnya Pergub di Tenjowaringin dan Kersamaju
Pada Tahun 2011-2015
1. Hambatan untuk Pembangunan Tempat Ibadah (Masjid)
Menutut penuturan Ihin solihin selaku mantan kepala desa periode
2007-2013 dalam menjalankan kepemerintahan di desa Tenjowaringin pada
periode tersebut banyak hambatan dan tantangan terkait dengan keberadaan
64
Wawancara dengan Ihin Solihin, Tenjowaringin 05 Agustus 2019.
56
Jemaat Ahmadiyah yang merupakan mayoritas di desa tersebut. Diawali
dengan SKB tiga menteri sampai dengan keluarnya Peraturan gubernur
(Pergub) yang sedang panas-panasnya terkait dengan Ahmadiyah. Dalam
suatu waktu setelah keluarnya Pergub, pejabat dari daerah kabupaten
Tasikmalaya pernah datang dan memantau aktifitas pembangunan tempat
ibadah yang berada di dusun Sukasari desa Tejowaringin bersama dengan
aparat kepolisian setempat. Dalam kedatangan pejabat tersebut mereka
meminta untuk memberhentikan semua pembangunan tempat ibadah milik
Jemaat Ahmadiyah di Tenjowaringin.65
Tetapi menurut Ihin Solihin karena permintaan dari pejabat tersebut
illegal dalam arti tidak ada surat keputusan baik dari bupati ataupun
pengadilan negeri maka permintaan tersebut maka aktifitas pembangunan
tetap dijalankan karena beberapa alasan
Pertama, sebagai kepala desa dia harus bertanggung jawab atas
kelestarian masyarakat baik dalam hal budaya, keyakinan, ibadah dan
sebagainya. Maka ia selaku kepala desa berusaha untuk tidak melaksanakan
apa yang diingikan oleh pihak pihak pejabat tersebut. Akhirnya
pembangunan terus berjalan dan sampai saat ini sampai selesai, Ia
menghiraukan perintah dari pejabat terebut karena berkesimpulan bahwa
tidak ada larangan secara untuh (atau tertulis) dalam arti yang digariskan
berdasarkan UUD yang berlaku dinegara kita.
Kedua, ia selaku kepada desa bersikukuh untuk melanjutkan
pembangunan tersebut karena dari pihak pihak terkait itu tidak memberikan
65
Wawancara dengan Ihin Solihin, 05 Agustus 2019.
57
satu bentuk larangan dengan tulisan ataupun surat. Hanya perkataan datang
ke lokasi orang dan orang yang sedang bekerja menyaksikan pada waktu itu
maka ia meminta kepada pejabat yang hadir saat itu untuk mengeluarkan
satu bentuk tulisan atau surat yang berisi larangan yang secara legal
ditandatangani oleh pimpinan wilayah atau pimpinan kabupaten
Tasikmalaya, tetapi sampai sekarang larangan atau himbauan tersebut tidak
ada dan pembangunan Masjid sampai selesai.66
2. Pencatatan Pernikahan Sipil
Pada tahun 2012, Kantor Urusan Agama (KUA) kabupaten
Tasikmalaya mengeluarkan kebijakan tidak akan mencatatkan pernikahan
Jemaat Ahmadiyah diseluruh wilayah Tasikmalaya sebelum ia menyatakan
keluar dari Jemaat Ahmadiyah. Alasan utama pihak KUA Tasikmalaya tidak
akan mencatatkan pernikahan warga Jemaat Ahmadiyah menurut Dadang
Romansyah selaku Kepala Kementrian Agama Tasikmalaya dalam
wawancara kepada media Radar Tasikmalaya alasan tidak mencatatkan
pernikahan warga Jemaat Ahmadiyah adalah Karena jemaat Ahmadiyah
merupakan aliran sesat berdasarkan fatwa MUI dan SKB tiga Menteri,
Dadang menghimbau kepada seluruh KUA yang ada di wilayah
Tasikmalaya supaya tidak mencatatkan Pernikahan Warga Jemaat
Ahmadiyah
Gambar 3 : Berita Pernikahan JAI tidak akan dicatat
66
Wawancara dengan Ihin Solihin, Tenjowaringin 05 Agustus 2019.
58
Sumber : Radar Tasikmalaya April 2012.
Gambar 4 : Keterangan KUA Salawu tidak bisa mencatatkan pernikahan warga JAI
Sumber : dokumentasi penulis Agustus 2019
Dalam berita yang ditulis oleh Radar Tasikmalaya dan beberapa
analisa penulis, berawal dari Saudara Irfan Ahmad yang mengajukan
pencatatan nikah ke KUA kecamatan Salawu Tasikmalaya, tetapi tidak
dilayani, karena ia adalah warga Jemaat Ahmadiyah, semenjak itu kepala
desa Tenjowaringin (Ihin Solihin) turun tangan membantu warga yang
mayoritas Jemaat Ahmadiyah. Ia turut mengeluarkan surat pengajuan
keberatan kepada Kementrian Agama Kabupaten Tasikmalaya, dengan surat
No 141/45/DS/XII/2012 tentang permohonan ketetapan/Kepastian Hukum.
Berikut isi surat dari Desa Tenjowaringin sebagai berikut :
Assalamualaikum Wr WB
Didasari dengan terbitnya surat dari kepala KUA Kecamatan
Salawu No: K.22/18/PW.01/223/XI/2012 tertanggal 22 November 2012
perihal : Penolakan Pernikahan, Kepala desa Tenjowaringin merasa
tanggung jawab untuk meminta penjelasan sekaligus meminta
ketetapan/kepastian hukum dari kepala kantor kementrian Agama
kabupaten Tasikmalaya tentang pernikahan tersebut.
Selanjutnya warga masyarakat desa Tenjowaringin yang
beragama Islam merupakan warga Negara RI yang harus mendapatkan
59
perlindungan hukum pengayoman dari pemerintah dan dicatatkan
pernikahannya sesuai UU No 1/1974
Namun tidak dicatatkannya pernikahan tersebut warga kami
sudah kehilangan haknya selaku warga Negara Indonesianya ini.
Haruskan diarahkan kemana mereka untuk meminta dicatatkan
pernikahan tersebut. Dan kalau memang ada pelanggaran hukum dan
undang-undang dari warga kami tentang itu, mohon dijelaskan supaya
warga kami mendapat hak yang sama selaku warga Negara yang sah.67
Setelah kepala desa menyurati Kementrian Agama Kabupaten
Tasikmalaya, kemudian Kementrian Agama Tasikmalaya mengeluarkan
surat balasan yaitu pada tanggal 17 Desember 2012 dengan No surat :
kd.10.6/I/BA.01.2/2930/2012 perihal pencatatan pernikahan warga Jemaat
Ahmadiyah (JAI) yang menyimpulkan
a) Tetap memelihara stabilitas kerukunan umat beragama, menjaga
ketemtraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat serta
menghindari adanya konflik horizontal antar sesama umat
beragama.
b) Tugas fungsi kementrian Agama, dalam hal ini kantor urusan agama
kecamatan adalah melayani, membina dan mengayomi umat
beragama yang diakui dan dilindugi menurut perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia, khsusu bagi yang beragama Islam
pernikahannya dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Dan bagi
umat beragama di luar Islam dicatat di kantor catatan sipil.
Adapun bagi Jemaat Ahmadiyah :
a) Dilayani pencatatan perkawinannya, apabila memenuhi persyaratan
sebagaimana diatur pada PMA RI No 11 Tahun 2007.
b) Sebelum prosesi pernikahan, kedua calon pengantin dan walinya
harus mengucapkan dua kalimat Syahadat disaksikan (2) orang
saksi dan dibuatkan pernyataan/berita acara bermaterai sebagai
bukti tertulis bahwa calon pengantin dan walinya itu, benar benar
beragama Islam
c) Apabila terjadi penolakan seperti tersebut pada hurup B diarahkan
ke pengadilan Agama untuk memperoleh kekuatan hukum.68
Selain itu Kepada Desa Tenjowaringin juga mengirim surat
meminta bantuan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS
67
Arsip Surat Keluar Desa Tenjowaringin ditujukan kepada Kepala Kantor
Kementrian Agama Kab. Tasikmalaya pada tanggal 06 Desember 2012. 68
Arsip Surat Kementrian Agama Kantor Kabupaten Tasikmalaya dikeluarkan pada
tanggal 17 Desesmber 2012.
60
HAM) untuk mengadukan permasalahan tidak dilayaninya pernikahan
tersebut. Akhirnya direspon oleh Komnas HAM pada tanggal 06 Februari
2013 dengan surat no 478/K/PMT/II/2013 yang isinya mendesak
a) Memastikan pengaduan tersebut
b) Memerintahkan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Salawu
Kabupaten Tasikmalaya untuk mencatatkan pernikhan Sdr. Irfan
Ahmad dan Sdri. Syarifatunissa sebagaimana warga Negara lainnya.
c) Memastikan bahwa tidak ada warga Negara Indonesia yang
kehilangan hak sipilnya untuk dicatatkan pernikahannya oleh
Kantor Urusan Agama yang ada di Indonesia dan hak sipil lainnya
d) Komnas HAM secara aktif memantau perkembangan penyelasaian
permasalahan ini untuk itu kami sdr menginformasikan proses
penyelesaian kepada KOMNAS HAM69
Setelah keluarnya Surat dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(KOMNAS HAM) maka pelayanan pernikahan di Tenjowaringin kecamatan
Salawu kembali bisa dilayani, namun di desa Kersamaju kecamatan
Cigalontang Kabupaten Tasikmalaya yang berbatasan dengan desa
Tenjowaringin berbeda. Untuk Jemaat Ahmadiyah di Kersamaju yang
minoritas Jemaat Ahmadiyah di desa tersebut menurut penuturan mantan
ketua Jemaat Lokal Kersamaju sampai sekarang warga Jemaatnya di desa
Kersamaju tidak bisa dinikahkan didesa tersebut, solusi yang diambil oleh
Jemaat Ahmadiyah Kersamaju kalau Jemaatnya ada yang akan menikah
maka ia meminta surat pindah domisili ke desa, untuk alamat kepindahan
domisilinya ke desa Tenjowaringin ataupun keluar wilayah kabupaten
Tasikmalaya.70
3. Penyerangan Terhadap Jemaat Ahmadiyah
69
Arsip Surat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perihal Penolakan
Pencatatan Pernikahan 70
Wawancara dengan Dedem, Kersamaju 05 Agustus 2019
61
Penyerangan juga terjadi kepada Jemaat Ahmadiyah di desa
Tenjowaringin dan desa Cipakat Kabupaten Tasikmalaya (5 Mei 2013.
Penyerangan tersebut terjadi pada jam 01.30 pagi setelah selesai acara Jasah
Salanah71
(Pertemuan kerohanian Jemaat ahmadiyah) yang dilaksanakan di
Tenjowaringin. Pada saat itu sekelompok orang datang ke dusun Wanasigra
dan Citeguh lalu menyerang dengan merusak beberapa fasilitas seperti
rumah warga, madrasah dan masjid yang berada di Citeguh. Namun dalam
peristiwa ini yang menjadi korban justru dari pihak yang menyerang
tersebut, diduga ia terkena pantulan kaca saat melempari kaca Masjid yang
berada di Citeguh tersebut. Setelah melakukan pengrusakan di desa
Tenjowaringin, pasukan massa melanjutkan penyerangan di Cipakat
kecamatan Singaparna pada jam 03.15 pagi (5 Mei 2013)72
. Penyerangan ini
mengakibatkan rusaknya masjid besar Jemaat Ahmadiyah di Singaparna dan
satu rumah milik Jemaat Ahmadiyah.
Namun ironisnya setelah terjadinya penyerangan kepada Jemaat
Ahmadiyah di wilayah Tasikmalaya, Ahmad Heryawan selaku gubernur
Jawa Barat menilai bahwa penyerangan dalam hal ini berawal dari ajaran
Ahmadiyah yang melanggar peraturan dan bertentangan, Aher menilai kalau
ajaran Ahmadiyah hilang maka tidak ada masalah. Kendati demikian
menurut Aher bahwa tidak dibenarkan untuk mengembalikan para
kelompok Ahmadiyah ke ajaran Islam yang sebenarnya dengan cara
71
Wawancara dengan Asep Jamaluddin, tenjowaringin 4 Agustus 2019. 72
Nurul, “Rumah dan Masjid Jemaat Ahmadiyah di Tasikmalaya Dirusak Massa”
diakses pada 8 September 2019 dari https://news.detik.com/berita/2238254/rumah-dan-
masjid-jemaat-ahmadiyah-di-tasikmalaya-dirusak-massa?nd771104bcj=
62
kekerasan.73
Namun setelah keluarnya Pergub Jawa Barat dari tahun 2011
sampai sekarang, Asep Jamiluddin dan Ihin solihin mengatakan bahwa tidak
ada Jemaat Ahmadiyah Tenjowaringin yang keluar dari Ahmadiyah, dengan
berbagai hambatan yang datang kepada warga Jemaat Ahmadiyah justru
warga Jemaat Ahmadiyah bertambah kuat dengan keyakinannya.
4. Penyegelan Masjid di Desa kersamaju
Jemaat Ahmadiyah yang ada di desa Kersamaju kecamatan
Cigalontang Tasikmalaya pada mulanya merupakan bagian dari Jemaat
Ahmadiyah Wanasigra, desa Tenjowaringin. tetapi awal tahun 2000
menurut Ihin Solihin karena Jemaat Ahmadiyah tersebut berada di luar
wilayah Tenjowaringin maka dipisahkan dan berdiri cabang lokal Jemaat
Ahmadiyah Kersamaju dan sudah mempunyai Masjid untuk tempat kegiatan
beribadah. Namun pada tanggal 31 Maret 2014 masjid yang dipakai untuk
beribadah disegel oleh aparat kepolisian (Kapolsek), satpol-pp bersama
dengan ormas-ormas islam yang tidak senang dengan keberadaan Jemaat
Ahmadiyah di desa Kersamaju tersebut
Gambar : Masjid yang disegel sampai sekarang oleh aparat di Kersamaju
73
Putra Prima Perdana, "Gubernur Jabar: Ahmadiyah Hilang, Masalah Pun Hilang",
berita diakses pada tanggal 8 September 2019 dari
https://regional.kompas.com/read/2013/05/07/13543759/Gubernur.Jabar.Ahmadiyah.Hilang
..Masalah.Pun.Hilang.
63
Sumber : Dokumentasi Penulis 07 Agustus 2019
Walaupun diluar tanggung jawab secara kewilayahan, Ihin Solihin
turut membantu dalam upaya mencari keadilan dengan mengirim surat yang
ditujukan kepada UU Ruzhanul Ulum, namun sampai habis masa
jabatannya sebagai Bupati, tidak ada satu respon pun yang keluar dari
pemerintah kabupaten, akhirnya setelah bermusyawarah dengan berbagai
tokoh Jemaat penyegelan tersebut dilepas karena bersifat illegal,
inkonstitusional. Namun selang beberapa minggu setelah penyopotan plang
tersebut datang aparat kapolsek untuk menanyakan pencopotan plang segel
tersebut dan memasang kembali segel tersebut.74
Selama hampir satu tahun Jemaat Ahmadiyah Kersamaju beribadah
diluar rumah (taman rumah), namun setelah Dedem melakukan konsultasi
dengan beberapa ormas Islam seperti Lakpesdam NU dan Banser akhirnya
membuka pintu masjid tersebut dari belakang dan dipakai untuk beribadah
sehari-hari, tetapi untuk beribadah shalat Jumat dari penyegelan sampai
sekarang masjid itu dilarang untuk dipakai untuk sekarang warga Jemaat
Ahmadiyah Kersamaju Shalat Jumat di kp Cikuray dusun Wanasigra desa
Tenjowaringin.75
C. Eksistensi JAI Tenjowaringin Dari Tahun 2011 Sampai Sekarang
Setelah keluarnya Pergub tentang larangan Ahmadiyah dan
sosialisasi ke berbagai desa yang ada Jemaat Ahmadiyah seperti desa
Tenjowaringin, seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa dalam rentan
waktu 2011-2013, Jemaat Ahmadiyah di wilayah Tasikmalaya pada
74
Wawancara dengan Ihin Solihin, Tenjowaringin 05 Agustus 2019 75
Wawancara dengan Dedem, Kersamaju 06 Agustus 2019.
64
umumnya mendapat sorotan karena beberapa masalah yang ditimbulkan
setelah Pergub keluar, namun bagi Jemaat Ahamdiyah di Tenjowaringin,
mereka menjalankan kegiatan keagamaan seperti biasa dan tidak ada
kendala yang menghalangi urusan beribadah langsung kepada Tuhan sampai
sekarang.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan Jemaat Ahmadiyah bisa
bertahan dan berkembang sampai sekarang diantaranya 1: faktor
kependudukan 2: faktor lembaga pendidikan 3: faktor hubungan dengan
kepemerintahan daerah. Secara kependudukan Jemaat Ahmadiyah lebih
dominan/mayoritas di desa Tenjowaringin sampai sekarang, hal itu
dikarenakan kepercayaan yang sudah turun temurun dan terus berkembang
sampai sekarang. Hal itu ditandai dengan baiat pertama masuk Ahmadiyah
pada tahun 1950 yang berjumlah lima puluh orang masuk Ahmadiyah yang
diinisiasi dan disebarkan oleh Rosyid dibantu oleh Ajen, Baiat pertama itu
dilaksanakan di kp Wanasigra desa Tejowaringin.76
Faktor yang kedua adalah lembaga pendidikan baik formal maupun
informal yang dimiliki oleh yayasan Jemaat Ahmadiyah di Tenjowaringin.
Lembaga pendidikan formal tertinggi yang dimiliki yayasan Jemaat
Ahmadiyah Tenjowaringin adalah SMA Plus Al-Wahid yang didirikan pada
tanggal 26 Juli tahun 2000. Pada awal pendirian, jumlah pelajar yang
diterima sekitar 35 orang untuk satu kelas dan semakin berkembang. Sampai
sekarang, jumlah pelajar di SMA Plus Al-Wahid sudah mencapai kurang
lebih 300 pelajar yang terdiri dari sekitar Wanasigra, Garut dan Tasikmalaya
76
Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia h. 135.
65
bahkan ada beberapa pelajar yng datang dari luar pulau Jawa seperti
Sumatera, Maluku, Lombok dan Alor.77
Faktor yang ketiga adalah hubungan dengan kepemerintahan
daerah. Setelah keluarnya Pergub Jawa Barat, tokoh-tokoh Jemaat
Ahmadiyah pro-aktif komunikasi dengan beberapa intansi kepemerintahan.
Salah satu contohnya adalah terkait dengan tidak dicatatkan pernikahan
warga JAI di Tasikmalaya, selain itu terkait dengan kegiatan-kegiatan
Jemaat Ahmadiyah yang bersifat tahunan seperti Jalsah Salanah (pertemuan
rohani tahunan), tokoh-tokoh Jemaat Ahmadiyah Tenjowaringin selalu
berkomunikasi dengan cara mengirim surat pemberitahuan sekaligus
undangan terlebih dahulu dengan intansi- intansi kepemerintahan seperti
kepolisian wilayah Tasikmalaya.78
77
Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia h. 225. 78
Wawancara dengan Ihin Solihin, Tenjowaringin 05 Agustus 2019.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keberadaan Jemaat Ahmadiyah di desa Tenjowaringin Tasikmalaya yang
merupakan Jemaat Ahmadiyah terbesar di Tasikmalaya selalu mendapatkan
perhatian khusus tidak terkecuali dari pemerintah daerah, setelah keluarnya
Peraturan Gubernur (Pergub) tahun 2011 tentang larangan Ahmadiyah, alih-alih
Pergub tersebut menjadi solusi untuk kerukunan keberagamaan justru melahirkan
konflik dan dampak baru untuk kerukunan dan keberagamaan di wilayah
Tenjowaringin tersebut.
Implementasi Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat tentang larangan
Ahmadiyah diawali dengan tahap sosialisasi dari tim seperti dari pihak
KORAMIL/POLSEK tingkat kecamatan, pihak dari MUI dan sebagainya. Point
point yang dilarang dan disosialisasikan dalam Pergub tersebut seperti larangan
penyebaran/dakwah baik melalui lisan, tulisan ataupun melalui media elektronik
dan pemasangan plang nama organisasi dalam tempat umum dan pemakaian
atribut organisasi dalam bentuk apapun. Pihak Jemaat Ahamdiyah Tenjowaringin
mentaati dan melaksanakan apa yang tertuang dalam Pergub tersebut.
Namun dalam berjalannya sosialisasi pergub tersebut terdapat dampak
bagi keberagamaan warga Jemaat Ahmadiyah setelah keluarnya Pergub tersebut
seperti hambatan untuk mendirikan tempat ibadah, penolakan pencatatan
pernikahan sipil bahkan penyerangan terhadap warga Jemaat Ahmadiyah, namun
hambatan-hambatan tersebut bisa diatasi bahkan warga Jemaat Ahmadiyah
semakin solid dan bertambah kuat dengan keyakinannya. Eksistensi Jemat
67
Ahmadiyah dari tahun 2011 sampai sekarang berjalan dengan kegiatan-kegiatan
yang dicanangkan karena adanya beberapa faktor yang menyebabkan Jemaat
Ahmadiyah bisa bertahan dan berkembang sampai sekarang diantaranya 1: faktor
kependudukan 2: faktor lembaga pendidikan 3: faktor hubungan dengan
kepemerintahan daerah.
B. Saran
Keberadaan Jemaat Ahmadiyah di provinsi Jawa Barat khususnya di desa
Tenjowaringin dan Kersamaju sampai saat ini, bila meninjau dari berbagai
kebijakan yang diambil oleh pemerintah seperti SKB tiga menteri dan Peraturan
Gubernur (Pergub) Jawa Barat tentang larangan Ahmadiyah, peraturan tersebut
merupakan bentuk suatu ancaman bahkan melahirkan diskriminasi-diskrimasi
baru seperti tidak dilayaninya pernikahan warga Jemaat Ahmadiyah, penutupan
sarana ibadah di tetangga desa Tenjowaringin (Kersamaju) yang tidak jelas letak
permasalahannya.
Penulis berharap kepada pemerintah baik pusat maupun daerah untuk
menyelesaikan permasalahan Jemaat Ahmadiyah ini pemerintah lebih arif dan
bijaksana sebelum mengeluarkan kebijakan terkait dengan keberadaan Jemaat
Ahmadiyah dengan mengedepankan dialog dan memahami ajaran Ahmadiyah
secara langsung dari warga Jemaat Ahmadiyah.
68
Daftar Pustaka
Anoraga, Surya. “Pelarangan Jemaat Ahmadiyah (JAI) : Tinjauan Yuridis”, Salam
Jurnal Studi Masyarakat Islam, Volume 15 Nomor 2 Desember 2012.
Artikel Index Fatwa Majelis Ulama Indonesia, diakses pada 25 Juni 2019 dari
http://mui.or.id/wp-content/uploads/files/fatwa/03.-Ahmadiyah-Qadiyan.pdf
Artikel Salinan Fatwa MUI tahun 2005 diakses pada 27 Juli 2019 dari
https://www.nahimunkar.org/salinan-fatwa-mui-ttg-kesesatan-ahmadiyah/
Arsip Surat Keluar Desa Tenjowaringin ditujukan kepada Kepala Kantor Kementrian
Agama Kab. Tasikmalaya pada tanggal 06 Desember 2012
Arsip Surat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perihal Penolakan
Pencatatan Pernikahan
Arsip Surat Kementrian Agama Kantor Kabupaten Tasikmalaya dikeluarkan pada
tanggal 17 Desesmber 2012.
Bahri, Media Zainun. Wajah Studi Agama-agama Dari Era Teosofi Indonesia (1901
1940) Hingga Masa Reformasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Farkhan, Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Skripsi S1 Program Studi Arab Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI) Depok, 2012
Fatoni, Uwes. “Respon Da‟i terhadap Gerakan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di
Tenjowaringin Tasikmalaya,” Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 1, 2014.
Gustafo, Fauziah. “Pola Relasi Sosial Komunitas Ahmadiyah Dan Non Ahmadiyah
Di Desa Tenjowaringin Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya, Skripsi
UIN Jakarta, 2018.
69
Hakim, Masykur. Kenapa Ahmadiyah Dihujat?. Jakarta: SDM Bina Utama, 2005.
Hariwijaya, M. Metodologi dan Penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi untuk
Ilmu Sosial dan Humaniora. Yogyakarta: Parama Ilmu, Cet. II. 2015.
Iskandar, Nanang RI, Fatwa MUI dan Gerakan Ahmadiyah Indonesia, Jakarta; Darul
Kutubil Islamiyah, 2005.
Mangunsong, Nurainun. “Inkonstitusionalitas Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor
: 12 Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia
Di Jawa Barat”, Jurnal Asy-Syir‟ah Jurnal Ilmu Syari‟ah dan Hukum, Vol.
48, No. 2, Desember 2014
Meolong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung PT remaja Rosdakarya,
2007
Nasr, Seyyed Hosein. Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, Bandung;
Pustaka, 1994.
Nawawi, Hadari dkk. penelitian Terapan, Yogyakarta; Gajah Mada University Press,
1996.
Nurrohman Dkk, Kebijakan Pemerintah Indonesia Dalam Bidang Agama Dan
Implikasinya Terhadap Toleransi Kehidupan Beragama Di Jawa Barat,
Bandung ; LP2M UIN SGD Bandung, 2015.
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor : 12 Tahun 2011 Tentang Larangan Kegiatan
Jemaat Ahmadiyah Indonesia Di Jawa Barat, Gubernur Jawa Barat, 2011
Ratna, Nyoman, Kutha. Metodologi Penelitian; Kajian Budaya dan Ilmu Sosial
Humaniora Pada Umumnya Yogyakarta; Pustaka pelajar, 2010
70
Ropi, Ismatu. Islamism, Government Regulation, And The Ahmadiyah Controversies
In Indonesia, Jurnal Al-Jami„ah, Vol. 48, No. 2, 2010 M/1431
Simun, Junaidi. Marjinalisasi Minoritas Keagamaan dan Keyakinan di Tasikmalaya,
Jakarta: IMPARSIAL, Desember 2012.
Syukur, Abdul. “Gerakan Dakwah Ahmadiyah (Studi Kasus Jamaah Ahmadiyah
Indonesia Desa Manis Lor Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan Jawa
Barat)”, Kalimah: Jurnal Studi Agama-Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 15,
No. 2, September 2017
Sofanuddin, Aji. “Studi Tahapan Penanganan Kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia
(JAI)” Jurnal Multikultural & Multireligi Vol. 11 No 2, April-Juni 2012.
Sofianto, Kunto. Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Bangi-Malaysia,
Neratja Press, 2014.
Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, Dan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut,
Anggota dan /atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)
dan Warga Masyarakat Tahun 2008.
Udiata, Grace Olivia. “Analisis Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa
Agung, Dan menteri Dalam negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008
Tentang Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Dikaji Dari Ilmu Perundang-
Undangan”, Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012.
UUD Republik Indonesia 1945 Amandemen disertai penjelasan bagian-bagian yang
diamandemen serta proses perubahan secara lengkap, (PT Palito Media)
71
Wahid, Din. “kembalinya Konservatisme Islam Indonesia”, Studia Islamika, Vol. 21,
No. 2, 2014.
Yusuf, Munirul Islam dan Ekky O.Sobandi, Ahmadiyah Menggugat! Menjawab
Tulisan Menggugat Ahmadiyah, PT Neratja Press, 2011
Zulkarnain, Iskandar. Gerakan Ahmadiyah di Indonesia. Yogyakarta: LkiS
Berita/Artikel Dari Internet
“Kronologis Cikeusik Versi KontraS” diakses pada 17 Agustus 2019 dari
https://www.beritasatu.com/hukum/7137-kronologis-cikeusik-versi-kontras-
.html
Aba,” Mahfud MD: SKB Ahmadiyah Tak Bisa Digugat ke MK, MA dan PTUN”,
diakses pada 13 Agustus dari https://news.detik.com/berita/955052/mahfud-
md-skb-ahmadiyah-tak-bisa-digugat-ke-mk-ma-dan-ptun
Ape “ Ini Dia Kronologi Insiden Ahmadiyah di Cikeusik Versi Polisi” diakses pada
tanggal 17 Agustus 2019 dari https://news.detik.com/berita/1561545/ini-
dia-kronologi-insiden-ahmadiyah-di-cikeusik-versi-polisi
Edo, “Penyerangan Kepada Kelompok Ahmadiyah di Tasikmalaya Berlangsung
Cepat”, artikel diakses pada 25 November 2018 dari
https://news.detik.com/berita/d-2238232/penyerangan-kepada-kelompok-
ahmadiyah-di-tasikmalaya-berlangsung-cepat
Enal, “Gubernur Terbitkan Pergub Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah di Jabar”
diakses pada tanggal 13 Agustus dari
https://jabarprov.go.id/index.php/news/1814/Gubernur_Terbitkan_Pergub_L
arangan_Kegiatan_Jemaat_Ahmadiyah_di_Jabar
Fathan Qarib,” Pemerintah Didesak Review Aturan Larangan Ahmadiyah” diakse
pada tanggal 14 Agustus dari
72
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d7a41db07ef5/pemerintah-
didesak-ireviewi-aturan-larangan-ahmadiyah/
Maya Ayu Puspitasari, “Masjid Jemaah Ahmadiyah di Depok Diserang Menjelang
Idul Fitri”, artikel diakses 25 November 2018 dari
https://nasional.tempo.co/read/887106/masjid-jemaah-ahmadiyah-di-depok-
diserang-menjelang-idul-fitri
Nurul, “Rumah dan Masjid Jemaat Ahmadiyah di Tasikmalaya Dirusak Massa”
diakses pada 8 September 2019 dari
https://news.detik.com/berita/2238254/rumah-dan-masjid-jemaat-
ahmadiyah-di-tasikmalaya-dirusak-massa?nd771104bcj=
Pernyataan 12 Butir Jemaat Ahmadiyah diakses pada 29 Juli 2019 dari
http://ahmadiyah.org/12-butir-pernyataan-jai/
Putra Prima Perdana, "Gubernur Jabar: Ahmadiyah Hilang, Masalah Pun Hilang",
berita diakses pada tanggal 8 September 2019 dari
https://regional.kompas.com/read/2013/05/07/13543759/Gubernur.Jabar.Ahm
adiyah.Hilang..Masalah.Pun.Hilang.
Wawancara Pribadi
Wawancara dengan Ihin Solihin. Tenjowaringin, 05 Agustus 2019.
Wawancara dengan Asep Jamaludin. Tenjowaringin, 04 Agustus 2019.
Wawancara dengan Kustiawan. Tenjowaringin, 05 Agustus 2019.
Wawancara dengan Yosnefil. Tenjowaringin, 04 Agustus 2019.
Wawancara dengan Idi Abdul Hadi. Tenjowaringin, 11 Juni 2019.
Wawancara deng Iwan. Tenjowaringin, 11 Juni 2019.
Wawancara dengan Dedem. Kersamaju, 05 Agustus 2019.
Sumber: https://produk-
hukum.kemenag.go.id/downloads/4275b84fcb3be4401af5a9a60159bb48.pdf
LAMPIRAN IV
Sumber; Arsip Mantan Kepala Desa Tenjowaringin Periode 2007-2013, diambil dari hasil
dokumentasi penulis 2019.
LAMPIRAN I
ARSIP SURAT
Sumber; Arsip Mantan Kepala Desa Tenjowaringin Periode 2007-2013, diambil dari hasil
dokumentasi penulis 2019.
Sumber; Arsip Mantan Kepala Desa Tenjowaringin Periode 2007-2013, diambil dari hasil
dokumentasi penulis 2019.
Sumber; Arsip Mantan Kepala Desa Tenjowaringin Periode 2007-2013, diambil dari hasil
dokumentasi penulis 2019.
Sumber; Arsip Mantan Kepala Desa Tenjowaringin Periode 2007-2013, diambil dari hasil
dokumentasi penulis 2019.
Sumber; Arsip Mantan Kepala Desa Tenjowaringin Periode 2007-2013, diambil dari hasil
dokumentasi penulis 2019.
Sumber; Arsip Mantan Kepala Desa Tenjowaringin Periode 2007-2013, diambil dari hasil
dokumentasi penulis 2019.
Sumber; Arsip Mantan Kepala Desa Tenjowaringin Periode 2007-2013, diambil dari hasil
dokumentasi penulis 2019.
Sumber; Arsip Mantan Kepala Desa Tenjowaringin Periode 2007-2013, diambil dari hasil
dokumentasi penulis 2019.
LAMPIRAN DOKUMENTASI LAPANGAN
Wawancara dengan : Pak Idi Abdul Hadi Wawancara dengan : Pak Iwan
Wawancara dengan : Pak Ihin Solihin Wawancara dengan : Pak Asep