kebijakan pemerintah kota bogor melalui …
TRANSCRIPT
KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BOGOR MELALUI
PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA
DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN
(Studi Terhadap Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
SEKAR FEBIOLA PUTRI
11170440000053
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/ 2021 M
i
KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BOGOR MELALUI
PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA
DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN
(Studi Terhadap Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Sekar Febiola Putri
11170440000053
Di Bawah Bimbingan
Dr. Syahrul Adam. M.Ag
NIP. 19730504200031002
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/ 2021 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang ditujukan kepada Fakultas
Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua narasumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketetuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 Juni 2021
Sekar Febiola Putri
NIM 11170440000053
iii
ABSTRAK
Sekar Febiola Putri NIM 11170440000053. KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA
BOGOR MELALUI PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN
KELUARGA DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN (STUDI
TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2019).
Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan sejauh mana penerapan kebijakan
pemerintah kota Bogor berupa Perda Bogor Nomor 1 Tahun 2019. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode empiris dan menggunakan
pendekatan normatif-empiris. Teknik pengumpulan data adalah dengan melakukan
wawancara dan dokumen dengan memperoleh informasi untuk mendapatkan data
dari hasil penelitian. Serta metode analisis yang digunakan adalah deskriptif analisis.
Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa latar belakang diterbitkannya
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 adalah untuk memberikan
perlindungan dan meminimalisir permasalahan keluarga di kota Bogor. Serta dapat
diketahui bahwa penerapan kebijakan Perda Bogor tersebut belum terlaksana secara
optimal. Dikarenakan tujuan diterbitkannya kebijakan tersebut yaitu meminimalisir
permasalahan keluarga belum sepenuhnya terlaksana. Hal ini dibuktikan dengan
masih tingginya angka perceraian di kota Bogor pada tahun 2018-2021 perbulan
juni. Serta data tahun 2021 perbulan juni menunjukan lebih dari 50% angka
perceraian pada tahun 2020. Selain itu, belum terbitnya peraturan wali kota yang
memfokuskan sosialisasi kepada masyarakat juga menjadi faktor yang
menyebabkan tujuan dari kebijakan tersebut belum terlaksana. Karena, untuk
mewujudkan tujuan kebijakan tersebut diperlukan peraturan wali kota yang dapat
mensosialisasikan Perda ini lebih jauh lagi kepada masyarakat dengan harapan
permasalahan keluarga dapat diminimalisir, dengan begitu ketahanan keluarga akan
tercipta dan tingginya angka perceraian yang terjadi di kota Bogor dapat ditekan.
Kata Kunci : Peraturan Daerah, Ketahanan Keluarga, Perceraian, PA
Bogor, BAPPEDA, Kota Bogor
Pembimbing : Dr. Syahrul Adam, M.Ag
Daftar Pustaka : 1974 s.d 2020
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing
(terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini digunakan untuk beberapa
istilah Arab yang belum dapat diakui sebagai kata dalam bahasa Indonesia atau
lingkup penggunaannya masih terbatas.
a. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:
Arab Latin Arab Latin
Th ط A ا
Zh ظ B ب
‘ ع T ت
Gh غ Ts ث
F ف J ج
Q ق H ح
K ك Kh خ
L ل D د
M م Dz ذ
N ن R ر
W و Z ز
H ه S س
’ ء Sy ش
Y ي Sh ص
Dl ض
b. Vokal
Dalam Bahasa Arab, Vokal sama seperti Bahasa Indonesia, memiliki
vokal tunggal (monoftong) dan vokal rangkap (diftong). Untuk vokal tunggal,
ketentuan alih aksaranya sebagai berikut.
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin
v
ـa
(Fathah)
ـi
(Kasrah)
ـu
(Dhammah)
c. Vokal Panjang (madd) dan Vokal Rangkap (Diftong)
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, sedangkan ketentuan alih aksara
vokal rangkap atau diftong, dilambagkan dengan ketentuan alih aksaranya
sebagai berikut.
Arab Latin Arab Latin
ا و â (a panjang) آ Aw
ا ي î (i panjang) يا Ay
û (u panjang) وا
d. Kata Sandang
Kata sandang, dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf alif dan
lam (لا), dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah
atau huruf qamariyyah, misalnya:
al-ijtihâd = الإجتهاد
al-rukhshah, bukan ar-rukhsah = الرخصة
e. Tasydid (Syaddah)
Dalam alih aksara, tasydid atau syaddah dilambangkan dengan huruf,
yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya:
al- syuf’ah, tidak ditulis asy-syuf’ah = الشفعة
f. Ta Marbûthah
vi
Jika Ta Marbuthah terdapat pada kata yang berdiri sendiri atau diikuti
oleh kata sifat (na’at), maka Ta Marbuthah tersebut dialihaksarakan menjadi
huruf “h” (ha). Jika Ta Marbuthah diikuti dengan kata benda (ism) maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “t” (te). Misalkan:
No Kata Arab Alih Aksara
Syarî’ah شريعة 1
Al-Syarî’ah Al-Islâmiyyah الشريعة الإسلامية 2
Muqâranat al-madzâhib مقارنة المذاهب 3
g. Ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Huruf kapital tidak dikenal dalam tulisan Arab. Tetapi dalam
transliterasi huruf ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dalam Disempurnakan (EYD). Perlu diketahui bahwa jika nama diri didahului
oleh kata sandang, maka huruf yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf
awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Contoh: البخاري =
al-Bukhâri, tidak ditulis Al-Bukhâri.
Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih
aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia
Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kata nama
tersebut berasal dari bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis
Nûr al-Din al-Rânîri.
h. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’il), kata benda (ism) atau huruf (harf),
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan
berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas.
No Kata Arab Alih Aksara
al-dharûrah tubîhu al-mahdzûrat الضرورة تبيح المحظورات 1
vii
al-iqtishad al-islâmî الاقتصاد الإسلام ي 2
ushûl al-fiqh أصول الفقه 3
al-ashl fî al-asyyâ` al-ibâhah الأصل في الأشياء الإباح ة 4
al-mashlahah al-mursalah المصلحة المرسلة 4
viii
KATA PENGANTAR
بسم الله الرهحن الرهحيم
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT.
Karena berkat rahmat serta taufik dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Kebijakan Pemerintah Kota Bogor Melalui
Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga Dalam Menekan Angka
Perceraian (Studi Terhadap Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun
2019)” ini dengan baik. Tak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada
Baginda Nabi Muhammad SAW. Juga kepada para keluarga, sahabat serta umatnya
yang senantiasa mengikuti jejak langkahnya hingga yaumul akhir nanti, amin.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Strata Satu (S1). Maka dengan selesainya penyusunan skripsi yang penulis
buat, sudah sepatutnya penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada para pihak.
Dengan iringan doa dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada para pihak
yang turut membantu, terkhusus untuk yang penulis sayangi kedua orang tua
penulis, yang selalu mendukung, membimbing, serta mendoakan penulis tanpa
henti. Berkorban waktu serta tenaga untuk kebahagiaan penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan studi ini, yaitu Bapak Dwi Harto Sutoto dan Ibu Elyaningsih
Suryani.
Juga kepada adik-adik penulis yaitu Muhammad Haidar Abiyyu Putra dan
Khansa Tsabitah Sakha Putri, yang selalu memberikan warna di hidup penulis serta
memberikan support kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Dan tak lupa juga penulis menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Dr. Amany B. Lubis, Lc., M.A., selaku Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
ix
2. Dr. Tholabi Kharlie, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
3. Dr. Mesraini, M.Ag., dan Ahmad Chairul Hadi, M.A. yang masing-masing
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga yang telah
memberikan suntikan semangat, arahan serta bimbingan selama ini, semoga
Allah SWT. Memberikan kesehatan serta kebahagiaan.
4. Dr. Syahrul Adam, M. Ag selaku dosen pembimbing dan juga sebagai Wakil
Dekan Bidang Akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan sabar dan tulus
meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, koreksi, mendidik, nasihat,
dan arahan yang sangat membantu penulis dalam penulisan menyelesaikan
skripsi ini.
5. Dr. Hj. Zaitunah Subhan selaku dosen penasihat akademik yang senantiasa
membimbing penulis hingga semester akhir.
6. Seluruh Staf Pengajar/Para Dosen dan jajaran Kepala Bagian Umum,
khususnya di lingkungan Program Studi Hukum Keluarga dan umumnnya
lingkungan Fakultas Syariah dan Hukum kampus UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah membimbing, mengarahkan, menasehati, dan memberikan
ilmu-ilmu dalam perkuliahan sehingga penulis mampu di penghujung
perkuliahan untuk menulis skripsi ini.
7. Bapak Agus Yuspian, S.Ag., M.H sebagai Panitera Muda Hukum Pengadilan
Agama Bogor Kelas 1A yang telah menyempatkan waktunya di tengah-tengah
kesibukan sehingga penulis dapat permohonan data, semoga Allah SWT.
Memberikan kesehatan serta kebahagiaan.
8. Bapak Arif Wicaksono, S.P., M.Si., Ph.D sebagai Kasubid Penelitian dan
Pengembangan Sosial Budaya dan Pemerintahan yang telah menyempatkan
waktunya sehingga penulis dapat melakukan wawancara dan permohonan data,
semoga Allah SWT memberikan kesehatan serta kebahagiaan.
9. Galih Nata Permana, SH. Sebagai partner terbaik penulis, yang senantiasa
memberikan dukungan, motivasi dan menemani penulis dari awal hingga akhir
x
penulisan skripsi ini, semoga Allah SWT. Memberikan kebahagiaan serta
kelancaran dalam setiap urusannya.
10. Ilham Ramdhani Rahmat, SH. Selaku senior terbaik penulis yang senantiasa
memberikan masukan, bimbingan serta motivasi kepada penulis dari awal
penulisan skripsi hingga akhir. Semoga Allah SWT. Membalas semua
kebaikannya.
11. Kepada sahabat-sahabat terbaik “KKN DESA PENARI” yang penulis sayangi
dan banggakan Nida Wahyu Eriyanti, Yovesca Ripti Armelia, Siti Salmah
Hasbullah, Sandy Ardiansyah, Muhammad Fadlan Sudrajat dan Syahzinda
Mahdy Salahuddin, yang senantiasa memberikan dukungan, kehangatan, serta
dorongan kepada penulis, juga memberikan kenangan-kenangan indah selama
kuliah, semoga Allah SWT. Memberikan kesehatan dan kemudahan dalam
menyelesaikan skripsi.
12. Kepada kawan-kawan terbaik penulis Imam Bukhori, Fuad, Erwin, Arzicha
Putty, Triva Arriva, Fauziyah, dan kawan-kawan terbaik lainnya serta HK
Boom terima kasih atas rangkulan dan kenangannya, dan Hukum Keluarga
2017 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
13. Kepada kakak-kakak dan adik-adik Islamic Astronomy Student Council (IASC),
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum
(Komfaksy), teman-teman KKN Baja Empire 039, HMPS Hukum Keluarga
2018 & 2019, dan seluruh organisasi-organisasi yang pernah saya geluti,
terimakasih atas sgala pengalaman terbaiknya.
14. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu,
memotivasi, memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak
langsung, baik moril maupun materil, terima kasih yang sebesar-besarnya
penulis haturkan, semoga Allah SWT. Membalas semua kebaikan kalian
dengan berlipat ganda, amiin.
15. Last but not least, I wanna thank me, I wanna thank me for believing in me,
For doing all this hard work, For having no days off, For never quitting, and
for just being me at all the time.
xi
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini jauh dari kata sempurna, tidak
lupu dari kesalahan maupun kekurangan. Maka dari itu, penulis berharap adanya
saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan penulisan di masa yang
akan datang.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk banyak orang, dan dapat
dipahami bagi yang membacanya. Penulis memohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan, semoga segala bantuan dan dorongan
banyak pihak mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin ya
rabbal alamiin
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 16 Juni 2021
Sekar Febiola Putri
Penulis
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
PEDOMAN TRANSLITERASI ......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ........................... 5
1. Identifikasi Masalah ........................................................................... 5
2. Pembatasan Masalah .......................................................................... 5
3. Rumusan Masalah .............................................................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................. 6
1. Tujuan Penelitian ................................................................................ 6
2. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ................................................... 6
E. Metode Penelitian ................................................................................... 8
1. Pendekatan Penelitian ........................................................................ 8
2. Jenis Penelitian .................................................................................... 8
3. Sumber Data ........................................................................................ 8
4. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 9
5. Metode Analisis Data ................................................................................ 9
6. Teknik Penulisan ..................................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan .............................................................................. 10
BAB II .................................................................................................................. 13
PERCERAIAN DI KOTA BOGOR DAN KETAHANAN KELUARGA ...... 13
A. Gambaran Umum Tentang Perceraian .............................................. 13
B. Dasar Hukum Perceraian .................................................................... 16
C. Rukun dan Syarat Perceraian ............................................................. 19
xiii
D. Alasan Perceraian ................................................................................. 21
E. Kondisi Perceraian Di Kota Bogor ..................................................... 23
1. Perceraian Dalam Angka ................................................................. 24
2. Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Di Kota Bogor ..................... 25
F. Ketahanan Keluarga ................................................................................ 31
BAB III ................................................................................................................. 43
KONSEP KEBIJAKAN PUBLIK DAN PERATURAN DAERAH KOTA
BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2019 TENTANG PENYELENGGARAAN
PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA ............................................ 43
A. Teori Implementasi Kebijakan ............................................................ 43
B. Konsep Kebijakan Publik .................................................................... 48
C. Proses Evaluasi Kebijakan Publik ...................................................... 52
D. Gambaran Umum Peraturan Daerah Kota Bogor No. 1 Tahun 2019
tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga ................. 55
E. Tujuan dan Ruang Lingkup Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1
Tahun 2019 ....................................................................................................... 60
BAB IV ................................................................................................................. 56
KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BOGOR MELALUI
PENYELENGGARAAN PEMBANGUNANKETAHANAN KELUARGA
DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN ............................................... 56
A. Latar Belakang Pembentukan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor
1 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan
Keluarga ........................................................................................................... 56
B. Kebijakan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019
Tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga Dalam
Menekan Angka Perceraian ........................................................................... 60
BAB V ................................................................................................................... 76
PENUTUP ............................................................................................................ 76
A. Kesimpulan ........................................................................................... 76
B. Saran-saran ........................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 79
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 85
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan kebutuhan hidup manusia sejak zaman dahulu,
sekarang, dan masa yang akan datang. Islam memandang ikatan perkawinan
sebagai ikatan yang kuat (Mitsaqan ghaliza). 1 Menurut Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Islam begitu menghendaki kepada semua pasangan yang telah
melakukan akad perkawinan untuk senantiasa memenuhi tujuan dari
perkawinan itu sendiri, yaitu untuk senantiasa mendapatkan keluarga bahagia
yang penuh ketenangan hidup dan rasa kasih sayang. Hal ini tertulis dalam
Kitab Suci Al-Quran, yaitu Surat ar-Rum (30) ayat 21, yang artinya: “Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu menemukan ketenangan padanya dan
menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar menjadi tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Pada ayat di atas dijelaskan bahwa untuk mendapatkan ketenangan
dalam hidup berkeluarga bersama suami dan istri itu tidak mungkin didapatkan,
kecuali dengan jalur perkawinan. Artinya, dalam menyalurkan nafsu syahwat
untuk menjamin kelangsungan hidup umat manusia bisa saja ditempuh melalui
jalur luar perkawinan, akan tetapi ketenangan dan kasih sayang dalam
berkeluarga didapat melalui proses ‘janji suci’ atau akad perkawinan yang sah.2
1 Yayan Sopyan, Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum
Nasional, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 127
2 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), Cet. Kelima, h.47
2
Ketahanan keluarga merupakan alat untuk mengukur pencapaian
keluarga dalam melaksanakan peran, fungsi dan tanggungjawabnya dalam
mewujudkan kesejahtraan anggota keluarga. Tingkat ketahanan keluarga
ditentukan oleh perilaku individu juga masyarakat. Individu dan keluarga yang
memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang ketahanan keluarga yang baik,
akan mampu bertahan dengan perubahan struktur, fungsi dan peranan keluarga
yang berubah sesuai dengan perkembangan teknologi informasi serta
komunikasi. Individu dan keluarga yang mampu bertahan dengan perubahan
lingkungan, berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat.3
Konflik-konflik yang ada dalam rumah tangga, yakni antara suami dan
istri tentu bermuara pada status keluarga mereka. Penguatan ketahanan
keluarga sangat diperlukan oleh keluarga dalam upaya menghadapi
permasalahan-permasalahan sosial yang timbul di masyarakat, salah satunya
adalah perceraian. Ketahanan keluarga merupakan gambaran kemampuan dan
kesanggupan sebuah keluarga dalam memenuhi segala kebutuhan yang
berkaitan dengan kebutuhan dasar sebuah keluarga.4
Berkaitan dengan perceraian, Indonesia sebagai negara hukum
sebagaimana Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 mengatur warga
negaranya mengenai ketentuan perkawinan dan perceraian. Hal ini dapat kita
temukan pada Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Diharapkan dengan adanya Undang-Undang ini maka prosedur perceraian
diperketat dan mengharuskan perceraian dilakukan di meja pengadilan.
Dengan adanya sistem perceraian di pengadilan, maka seorang suami istri tidak
3 Mujahidatul Musfiroh, dkk. “Analisis Faktor-Faktor Ketahanan Keluarga Di Kampung
KB RW 18 Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta”, Jurnal Ilmiah Kesehatan dan Aplikasinya, Vol.7,
No.2, (2019), h. 62
4 Mujahidatul Musfiroh, dkk. Analisis Faktor-Faktor Ketahanan Keluarga Di Kampung KB
RW 18 Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta, h. 61
3
dapat menceraikan dengan sepihak. Namun diwajibkan untuk ditempuh
melalui Pengadilan setempat.5
Kehidupan dalam berumah tangga tidak selalu berjalan dengan baik,
terkadang muncul sebuah permasalahan yang berujung kepada perceraian.
Maka sangat dibutuhkan adanya suatu kebijakan-kebijakan yang mempunyai
dampak besar pada keutuhan dan ketahanan keluarga yang dapat
menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut sebagai upaya preventif
dalam meminimalisir angka perceraian yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat. Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan kualitas keluarga dalam
memenuhi kebutuhan fisik material dan mental spiritual secara seimbang
sehingga dapat menjalankan fungsi keluarga secara optimal menuju keluarga
sejahtera.
Berdasarkan data yang penulis dapatkan, Psda tahun 2018 Pengadilan
Agama kota Bogor telah memutus perceraian sebanyak 1764 kasus, tahun 2019
sebanyak 1836, tahun 2020 sebanyak 1751 kasus perceraian dan tahun 2021
perbulan juni Pengadilan Agama Bogor telah memutus 909 kasus perceraian.6
Pemerintah Kota Bogor merupakan salah satu pemerintah tingkat kota yang
mengusung visi menjadi kota keluarga. Pemerintah Kota Bogor
menggarisbawahi agenda yang dilakukannya adalah untuk memastikan seluruh
rencana kegiatan pembangunan mengacu kepada ketahanan keluarga,
Penguatan fungsi keluarga sebagai faktor yang utama.7
Kebijakan Pemerintah Kota Bogor dalam penyelenggaran
pembangunan ketahanan keluarga, diharapkan mampu untuk meningkatkan
5 Fachrina, Sri Meyenti, Maihasni, “Upaya Pemerintah Dalam Pencegahan Perceraian
Melalui Lembaga BP4 Dan Mediasi Pengadilan Agama”, Prosiding Seminar Nasional Penelitian
dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora, Vol. 7, No. 2, (2017). h. 276.
6 TIMDA PTA Jabar, “Statistik Perkara Pengadilan Agama Se-Jawa Barat (Pengadilan
Agama Bogor)”, http://kabayan.pta-bandung.go.id/pengawasan_sipp/proses_stat diakses pada hari
Minggu, 20 September 2020
7 Humas Setdakot Bogor, “Wali Kota Bogor minta konsistensi seluruh jajaran untuk
program ketahanan keluarga”, https://megapolitan.antaranews.com/berita/63427/wali-kota-bogor-
minta-konsistensi-seluruh-jajaran-untuk-program-ketahanan-keluarga diakses pada hari Selasa, 22
September
4
kesejahteraan dan kemandirian keluarga. Ketahanan keluarga menjadi tolak
ukur kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar dan kemampuan
keluarga untuk melakukan kegiatan yang produktif. Kota Bogor sebagai kota
ramah keluarga, alasannya ketahanan keluarga dianggap menjadi salah satu
indikator kota yang baik dan nyaman bagi masyarakat. Menjadikan Kota Bogor
sebagai kota ramah dan layak keluarga merupakan fokus utama dalam
meningkatkan ketahanan keluarga.8
Langkah pemerintah kota Bogor dalam menerbitkan Peraturan Daerah
Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan pembangunan
ketahanan keluarga bertujuan untuk meminimalisir permasalahan sosial yang
terjadi di kota Bogor, salah satunya adalah permasalahan perceraian.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis mencoba
mengungkap masalah-masalah tersebut, sehingga penulis tertarik untuk
menganalisis lebih lanjut, dan analisis data perceraian tersebut berdasarkan
data yang ada di Pengadilan Agama Bogor. Dengan demikian, penulis
mengangkat judul yaitu: “Kebijakan Pemerintah Kota Bogor Melalui
Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga Dalam Menekan
Angka Perceraian (Studi Terhadap Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor
1 Tahun 2019)”.
8 Vento Saudale, “Bima Arya Targetkan Bogor Sebagai Kota Ramah Keluarga”,
https://www.beritasatu.com/feri-awan-hidayat/archive/499758/bima-arya-targetkan-bogor-sebagai-
kota-ramah-keluarga diakses pada hari Selasa, 22 September 2020
5
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan beberapa permasalahan yang
berkaitan dengan tema yang dibahas. Berbagai permasalahan yang muncul
dalam latar belakang di atas, penulis akan paparkan sebagai berikut:
a. Bagaimana peran pemerintah daerah dalam hal ketahanan keluarga?
b. Bagaimana peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait
ketahanan keluarga?
c. Apa yang diharapkan dari terciptanya ketahanan keluarga?
d. Bagaimana cara untuk meningkatkan ketahanan keluarga?
e. Apa urgensi dibentuknya sebuah aturan terkait dengan ketahanan
keluarga?
2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah dan memperjelas pembahasan dalam skripsi
ini, maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini.
Sehingga pembahasannya lebih jelas dan terarah sesuai dengan apa yang
diharapkan penulis. Oleh karena itu, dalam skripsi ini penulis hanya
membahas mengenai Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019
tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga dalam
menekan angka perceraian.
3. Rumusan Masalah
Salah satu upaya pemerintah untuk menunjang keberhasilan sebuah
Negara adalah dengan membuat peraturan-peraturan yang baik, seperti yang
dilakukan Pemerintah Kota Bogor dalam meningkatkan ketahanan keluarga.
Namun ada beberapa hal yang harus diketahui dan diteliti penulis lebih
lanjut, diantarannya:
a. Apa latar belakang dibentuknya Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1
Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan
Keluarga?
6
b. Bagaimana penerapan kebijakan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1
Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan
Keluarga dalam menekan angka perceraian?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk menjelaskan latar belakang dibentuknya Peraturan Daerah Kota
Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan
Ketahanan Keluarga.
b. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa penerapan kebijakan dari
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga dalam menekan
angka perceraian.
2. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat
sebagai berikut: Pertama, untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan.
Kedua, penulis berharap penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan teori maupun praktik hukum. Ketiga, semoga hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi di berbagai
kalangan. Keempat, penulis berharap skripsi ini dapat dijadikan bahan acuan
pada penelitian selanjutnya yang berkenaan dengan masalah terkait.
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Dalam melakukan penelitian terkadang terdapat tema penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang kita bahas. Penulis
menemukan karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya
sebagai berikut:
Pertama, buku yang berjudul“Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016” yang
ditulis oleh Badan Pusat Statistik dan Kementrian Pemberdayaan
7
Perempuandan Perlindungan Anak. Dalam buku tersebut menjelaskan konsep
keluarga dan ketahanan keluarga serta menjelaskan mengenai upaya Negara
dan pemerintah dalam meningkatkan keutuhan dan ketahanan keluarga.
Kedua, Skripsi yang berjudul “Kebijakan Pemerintah Kota Depok Terhadap
Peningkatan Ketahanan Keluarga (Studi Terhadap Peraturan Daerah Kota
Depok Nomor 9 Tahun 2017” yang ditulis oleh Taufik Hidayat mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi
tersebut membahas mengenai upaya Pemerintah Kota Depok dalam
meningkatkan ketahanan keluarga dan latar belakang diterbitkannya Peraturan
Daerah kota Depok tentang ketahanan keluarga.
Ketiga, Jurnal yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Ketahanan Keluarga Di
Kampung KB RW 18 Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta” yang ditulis oleh
Mujahidatul Musfiroh, dkk. Mahasiswa Program Studi Kebidanan Sarjana
Terapan Fakultas Kedokteran Universitas 11 Maret Surakarta. Dalam jurnal
tersebut membahas pentingnya ketahanan sebuah keluarga dalam
melaksanakan peran, fungsi dan tanggungjawabnya sebagai sebuah keluarga.
Dalam jurnal tersebut juga dilakukan observasi kepada keluarga yang tinggal
di wilayah RW 18 Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta yang bertujuan untuk
mengetahui pola ketahanan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar.
Keempat, Jurnal yang berjudul “Jalan Terbaikku Adalah Bercerai Denganmu”
yang ditulis oleh Very Julianto dan Nadhifah D. Cahyani, Mahasiswa Program
Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga.
Dalam jurnal tersebut membahas mengenai dampak negatif yang ditimbulkan
akibat terjadinya perceraian, serta jurnal tersebut berusaha mengungkap
kebahagiaan yang dirasakan oleh seseorang selepas bercerai dari pasangannya
dahulu.
Penelitian terdahulu yang telah penulis paparkan tentu berbeda dengan
apa yang penulis teliti. Karena dalam skripsi yang penulis susun akan berfokus
pada hal-hal apa saja yang melatar belakangi diterbitkannya Peraturan Daerah
Kota Bogor serta implementasi Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun
8
2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga dalam
mengatasi berbagai fenomena dalam keluarga salah satunya adalah sebagai
upaya preventif dalam menekan angka perceraian.
E. Metode Penelitian
Dalam membahas permasalahan dalam skripsi ini, diperlukan suatu
penelitian untuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah-masalah
yang akan dibahas. Penulis menggunakan jenis penelitian Kualitatif. Dalam
penelitian ini, penulis akan menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan Normatif-Empiris. Pendekatan ini merupakan
penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya
penambahan berbagai unsur empiris. Dengan aspek empiris yang digunakan
adalah sosiologi hukum, serta aspek yuridis yang digunakan adalah ilmu
Perundang-undangan.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field research)
dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan permohonan data.
Data rekaman yang peneliti dapatkan akan diubah menjadi data tertulis yang
berbentuk transkip wawancara. Penelitian lapangan didukung dengan
penelitian kepustakaan (Library research) dengan cara membaca,
mempelajari, menafsirkan dan menganalisis peraturan perundang-undangan,
studi dokumen, baik dokumen hukum yang dipublikasikan melalui media
cetak maupun media elektronik serta studi catatan hukum berupa buku-buku
literatur hukum, atau bahan tertulis lainnya yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas.
3. Sumber Data
a. Data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan berupa
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019, data-data resmi dari
9
instansi pemerintahan, dari peradilan, buku-buku literatur, karangan
ilmiah, makalah umum dan bacaan lain yang berkaitan dengan
permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini.
b. data yang diperoleh melalui penelitian lapangan melalui wawancara
langsung terhadap pihak-pihak yang berkaitan dengan permasalahan
yang penulis teliti terutama dengan instansi yang terkait yaitu Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) kota Bogor,
Pemerintah Kota Bogor, dan Hakim Pengadilan Agama Kota Bogor.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara pengumpulan data yang
dibutuhkan guna menjawab rumusan masalah penelitian. Dalam penelitian
ini, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:
a. Wawancara (Interview), metode ini seringkali dianggap sebagai metode
efektif dalam pengumpulan data primer di lapangan. Penelitian ini,
penulis melakukan wawancara langsung secara mendalam dengan
responden yang ada di tempat.
b. Studi Dokumentasi, dalam studi ini meliputi bahan hukum yang terdiri
dari bahan hukum primer dan sekunder. Selain itu, ada juga data yang
diperoleh dari referensi atau literatur yang berkaitan dengan tema
penelitian ini.
5. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif analisis, yaitu teknik analisis data dimana penulis
menjabarkan data yang telah didapatkan. Kemudian disusun secara
sistematis untuk dianalisis secara kualitatif dalam bentuk uraian agar bisa
ditarik sebuah kesimpulan mengenai permasalahan yang diteliti.
10
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan penelitian ini merujuk pada pedoman penulisan
skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
di terbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas
Syariah dan Hukum tahun 2017.
F. Sistematika Penulisan
Bagian ini adalah upaya untuk mempermudah pembahasan dan
penulisan skripsi, oleh karena itu penulis menyusun suatu sistematika
penulisan seperti yang dijelaskan di bawah ini:
Pada Bab I, berisikan Pendahuluan yang berhubungan erat dengan
permasalahan yang akan dibahas. Meliputi Latar belakang masakah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kajian (Review) studi terdahulu, metode penelitian, dan
sistematika penelitian. Bab ini merupakan landasan dari sebuah penelitian
yang berfungsi untuk menguraikan dan menjelaskan bab-bab berikutnya.
Pada Bab II, memaparkan tentang teori atau gambaran umum
tentang Perceraian, gambaran umum tentang pengertian, tujuan, dan ruang
lingkup ketahanan keluarga.
Pada Bab III, memuat tentang gambaran umum Kota Bogor dan
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga.
Pada Bab IV, memuat hasil penelitian yang akan dipaparkan dan
dideskripsikan secara utuh, kemudian penulis memberikan analisis terhadap
hasil penelitian tersebut. Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar
belakang dibentuknya Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019
tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga serta penerpan
kebijakan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 dalam
menekan angka perceraian.
11
Pada Bab V, merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan dari
hasil penelitian dan saran-saran yang bersifat membangun.
13
BAB II
PERCERAIAN DI KOTA BOGOR DAN KETAHANAN KELUARGA
A. Gambaran Umum Tentang Perceraian
Perceraian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata
cerai, yang artinya pisah, putus hubungan sebagai suami istri.9 Menurut pokok-
pokok hukum perdata, perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan
putusan Hakim atau salah satu pihak dalam perkawinan.10 Menurut Agoes
Dariyo perceraian merupakan peristiwa yang sebenarnya tidak direncanakan
dan dikehendaki kedua individu yang sama-sama terikat oleh perkawinan.
Perceraian merupakan terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua belah
pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti
melakukan kewajibannya sebagai suami istri.11 Perceraian dalam hukum islam
merupakan perbuatan atau langkah yang dilakukan oleh pasangan suami dan
istri apabila hubungan rumah tangganya tidak dapat dipersatukan kembali dan
apabila diteruskan akan menimbulkan mudharat baik bagi suami, istri, anak,
maupun lingkungannya.
1. Menurut Hukum Islam
Perceraian di dalam hukum islam atau Fiqh Munakahat dikenal dengan
istilah Talaq dan Khulu. Talaq merupakan perceraian yang inisiatifnya datang
dari suami. Sedangkan Khulu adalah perceraian yang inisiatifnya datang dari
istri. Talaq dan Khulu dipahami sebagai perbuatan melawan hukum yang
berakibat pada putusnya ikatan perkawinan antara suami dan istri dengan cara
yang ma’ruf (baik).12
9 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 164. 10 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003) h.42 11 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Dewasa Muda, (Jakarta: Grasindo, 2008) h.160 12 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam (Jakarta: Rineka Cipta,1993) h.12
14
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Pengadilan Agama, baik itu
karena suami yang menjatuhkan cerai (talak) ataupun istri yang menggugat
cerai atau memohon hak talak karena sebab sighat taklik talak. Meskipun
dalam agama islam, perkawinan yang putus karena perceraian dianggap sah
apabila kata cerai diucapkan seketika oleh suami, namun harus tetap dilakukan
di depan Pengadilan. Tujuannya adalah untuk melindungi segala hak dan
kewajiban yang timbul sebagai akibat hukum dari perceraian tersebut. Dalam
hukum islam, talak merupakan sesuatu yang halal namun dibenci oleh Allah
SWT.
Perceraian baru dapat dilaksanakan apabila telah dilakukan berbagai
cara untuk mrndamaikan kedua belah pihak untuk tetap mempertahankan
rumah tangga mereka. Tetapi ternyata tidak ada jalan lain kecuali dengan jalan
perceraian. Dimana perceraian adalah jalan terakhir yang dimiliki bagi suami
istri demi kehidupan yang bahagia selepas perceraian.
2. Menurut Peraturan Perundang-undangan
Perceraian adalah suatu keadaan dimana antara suami dan istri telah
terjadi ketidakcocokan batin yang berakibat pada putusnya ikatan perkawinan
melalui jalur Pengadilan. Mengenai Perceraian, Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974 Pasal 38 sampai 41 tentang perkawinan, menjelaskan tentang
persoalan putusnya perkawinan. 13
Dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1972 tentang
perkawinan, menjelaskan bahwa perkawinan dapat putus karena:
a. Kematian;
b. Perceraian;
c. Putusan Pengadilan;
13 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Palu: Yayasan Masyarakat Indonesia
Baru, 2002) h.908
15
Putusnya perkawinan akibat perceraian diatur dalam Pasal 39 sampai
41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Pasal 39
dijelaskan bahwa:
a. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak.
b. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami
dan istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
c. Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam Perundang-
undangan tersendiri. 14
Sedangkan dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan menyebutkan bahwa:
a. Gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan.
b. Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1), pasal ini diatur dalam
Perundang-undangan tersendiri. 15
Yang dimaksud dengan Pengadilan dalam ayat 1 pasal ini adalah
Pengadilan Agama bagi yang beragama islam, dan Pengadilan Negeri bagi
yang bukan beragama Islam, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 sub
b PP Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974.
Selain dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan,
Pasal 113 sampai Pasal 162 Kompilasi Hukum Islam atau KHI menjelaskan
mengenai sebab-sebab terjadinya perceraian, tata cara dan akibat hukum yang
ditimbulkan. Seperti dalam Pasal 114 KHI menjelaskan mengenai putusnya
perkawinan yang disebabkan oleh perceraian, maka dapat terjadi karena talak
atau berdasarkan gugatan cerai. Sedangkan Pasal 115 KHI menegaskan bunyi
14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 39 15 Ibid., Pasal 40
16
Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu:
“Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan Agama setelah
Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak”.16
B. Dasar Hukum Perceraian
Islam telah mensyariatkan agar perkawinan itu dilaksanakan selama-
lamanya, dengan diliputi oleh kasih sayang dan saling mencintai. Islam juga
mengharamkan perkawinan yang tujuannya untuk sementara waktu tertentu,
atau hanya sekedar untuk melepaskan hawa nafsunya saja.17
Perkawinan merupakan aspek hukum dan menyangkut perbuatan
hukum, maka tentu saja tidak semua dan selamanya perkawinan dapat
berlangsung secara abadi. Tidak sedikit kenyataanya terjadi disekitar kita
memperlihatkan contoh rapuhnya sendi-sendi suatu perkawinan yang tidak
jarang berakibat pada timbulnya perceraian. Karena perkawinan menyangkut
perbuatan hukum maka dengan sendirinya dalam perceraian terkait pula
perbuatan hukum, yang berarti bahwa ada suatu tantangan normatif yang
terkait di dalam suatu perceraian.18 Kendati di dalam al-Quran tidak terdapat
ayat-ayat yang yang menyuruh atau melarang eksistensi perceraian itu.
walaupun banyak ayat al-Quran yang thalaq, namun isinya hanya sekedar
mengatur bila thalaq mesti terjadi, meskipun dalam bentuk suruhan atau
larangan. Kalau mau menjatuhkan thalaq seharusnya sewaktu istri dalam
keadaan yang siap memasuki masa iddah, seperti yang terdapat dalam ayat al-
Quran, diantaranya adalah:
العدةاااوأحصوااالعدتنااافطل قوهناااالن ساءاااطلقتماااإذااالنباااأي هاااايا
16 Kompilasi Hukum Islam, Pasal 113-115. 17 Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Yogyakarta: Bulan
Bintang, 1993) h. 157 18 Abdurrahman Konoras, “Telaah Tingginya Perceraian Di Sulawesi Utara (Studi Kasus
Putusan Pengadilan Agama”, LPPM Bidang EkoSoBudKum, Vol.1 (2014), h. 55
17
Artinnya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah
kamu menceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya
yang wajar…” [QS. At-Talaq (65): 1]19
Demikian pula dalam bentuk melarang, Allah SWT berfirman dalam surah Al-
Baqarah ayat 232:
أزواجهناااي نكحناااأناات عضلوهنااافلاااأجلهناااف ب لغناااالن ساءاااطلقتماااوإذا
Artinnya: “Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya,
maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan
bakal suaminya” [QS. Al-Baqarah (2): 232]
Dari ketentuan di atas, bahwa perceraian itu halal dilakukan tapi sangat dibenci
Allah SWT. Sebagaimana yang tertuang dalam hadits:
ث نااممدابناخالداعناعب يدااللهابناالوليداالوصا احد ث نااكثيابناعب يداالمصي اعنامارباحد افلااللهااااب غضاالللااىااللهاعليهاوسلماابنادثراعناعبدااللهابناعمراقالاقالارسولااللهاصلا
)رواهاابناماجه(اااالطلقArtinnya: “Dari Ibnu Umar, Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam
bersabda: perbuatan halal yang paling dibenci Allah SWT. Adalah talak
(perceraian)” (H.R. Ibnu Majah: 2008).20
Talak tidak boleh lagi dijatuhkan sesuka hati kaum laki-laki di atas
penderitaan kaum perempuan, akan tetapi harus memiliki alasan-alasan yang
kuat di muka sidang pengadilan. Itu pun setelah pengadilan lebih dahulu
berusaha mendamaikan kedua belah pihak. Dari pada mempertahankan rumah
tangga yang terus menerus tidak harmonis, maka akan lebih baik jika
mengakhiri kehidupan keluarga itu dengan cara yang lebih baik dan terhormat.
Disinilah terletak arti penting dari kalam Allah “Fa imsakun bi ma’rufin au
19 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989) 20 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, h. 441
18
tasrihun biihsan” mempertahankan rumah tangga dengan cara yang baik, atau
(kalau terpaksa) melepaskannya dengan dengan cara yang baik pula.21
Dasar hukum perceraian pada Undang-undang Perkawinan terdapat
pada Bab VIII tentang putusnya perkawinan serta akibat yang ditimbulkan pada
pasal 38 dan pasal 39. Sedangkan pada KHI terdapat pada Bab XVI tentang
putusnya perkawinan di dalam Pasal 113 sampai dengan Pasal 128.
Pada dasarnya hukum talak adalah makruh, namun hukum makruh
tersebut bisa berubah sesuai dengan ketentuan dan kondisi tertentu. Amir
Syarifuddin menjelaskan, hukum talak adalah sebagai berikut:
1. Sunah dilakukan talak dengan melihat dalam rumah tangga sudah tidak
dapat dibina dan dilanjutkan lagi. Jika dipertahankan akan menimbulkan
banyak mudharat.
2. Mubah atau boleh dilakukan talak bila memang perlu terjadi perceraian dan
tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.
3. Wajib dilakukan talak, dilakukan oleh hakim kepada seseorang yang telah
bersumpah untuk tidak lagi menggauli istrinya, dan ia tidak ingin juga
membayar kafarat sumpah agar ia bergaul dengan istrinya.
4. Haram talak dilakukan ketika tidak ada alasan yang jelas, sedangkan istri
dalam keadaan haid atau suci, dimana istri itu sudah digauli. 22
Perceraian di luar Pengadilan bagi sebagian masyarakat sudah menjadi
hal yang terbiasa dilakukan ketika terjadi perselisihan antara keduanya,
berangkat dari pemahaman bahwa ketidak tahuan masyarakat akan adanya
hukum yang mengatur tentang kehidupan keluarga disalah satu lembaga
khusus untuk menangani persengketaan yang timbul dari keluarga, salah
satunya yaitu mengatur tentang pasca terjadinya perkawinan yang kemudian
timbul perselisihan selama perkawinan berlangsung yang berujung pada
perceraian. Kemudian apabila dilihat dari berbagai aspek terhadap akibat
mengenai hukum perceraian di luar pengadilan akan berimbas kepada keluarga
21 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, (Yogyakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004) h. 178 22 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), Cet. Kelima, h. 201
19
itu sendiri. Diantaranya adalah status dari kedua belah pihak di mata hukum
yang khusus mengatur hal ini, dan kemudian ketika salah satunya akan
melaksanakan pernikahan kembali maka proses yang akan ditempuh semakin
rumit. Perceraian di depan sidang Pengadilan Agama sebagaimana terdapat
dalam ketetapan Pasal 65 UU Nomor 7 Tahun 1989 jo UU Nomor 3 Tahun
2006 tentang Peradilan Agama dan Pasal 115 KHI yang menjadi salah satu
keharusan yang dilakukan oleh keluarga atau pasangan yang memiliki masalah
keharmonisan keluarga.
C. Rukun dan Syarat Perceraian
Dalam mengerjakan suatu perkara tentu ada hal-hal yang perlu
diperhatikan, supaya apa yang dikerjakan menjadi sah. Suatu perkara yang
dikerjakan harus memenuhi syarat serta rukunnya. Syarat adalah segala sesuatu
yang diperlukan dan diharuskan sebelum melakukan atau mengerjakan suatu
ibadah. Apabila syarat yang diwajibkan tidak semuanya terpenuhi maka ibadah
yang dikerjakan pun tidak sah. Sedangkan rukun adalah suatu bagian atau
pokok yang wajib dikerjakan dalam suatu ibadah. Apabila tidak terpenuhi
maka ibadah tersebut tidak sah.
Begitupun dengan Talak, ada beberapa unsur yang harus terpenuhi agar
terjadi suatu Talak. Amir Syarifuddin menjelaskan mengenai rukun dan syarat
talak, sebagai berikut:
1. Suami yang menjatuhkan talak
1. Suami yang melakukan talak harus orang yang telah dewasa. Artinya,
anak-anak yang masih dibawah umur tidak sah dalam menjatuhkan
talak, yang dimaksud dewasa menurut fiqih adalah orang yang telah
mimpi melakukan hubungan kelamin dan mengeluarkan mani.
2. Suami yang melakukan talak harus orang yang sehat akalnya. Artinya,
orang gila, pingsan, epilepsi, tidur, mabuk atau meminum sesuatu yang
merusak akal sedang ia tidak mengetahui hal itu, maka ia tidak sah
menjatuhkan talak.
20
3. Suami yang melakukan talak berbuat dalam keadaan sadar dan atas
kemauan sendiri artinya tidak dipaksa oleh pihak manapun. Apabila
talak dilakukan dalam keadaan tidak sadar atau dalam keadaan terpaksa
dengan ancaman maka tidak bisa jatuh talak.
2. Istri yang dijatuhkan talak oleh suaminya
Istri yang ditalak adalah orang yang berada dalam kekuasaan suami
yang menjatuhkan talak, yaitu istri yang masih terikat hubungan perkawinan
yang sah dengan suaminya. Begitu juga dengan istri yang masih dalam talak
Raj’I dan istri yang masih dalam masa iddah, maka status hukumnya seperti
istri yang utuh. Hal ini mengandung arti bahwa istri yang bukan dalam
kekuasaan suaminya tidak sah untuk dijatuhkan talak karena tidak terikat
hubungan perkawinan.
3. Shigat atau ucapan talak.
Jatuhnya sebuah talak apabila terdapat suatu maksud untuk mentalak,
baik itu diucapkan secara jelas (Sharih) maupun dilakukan melalui sindiran
(kinayah) dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Ucapan talak secara mutlak adalah suami mengucapkan lafal talak dengan
tidak mengkaitkan dengan sesuatu apapun, seperti ucapan: “Engkau saya
talak”. Dari segi ucapan, talak dibagi menjadi dua, yaitu Sharih dan kinayah.
Lafal Sharih adalah lafal talak yang diucapkan suami kepada istri secara
jelas dan terbuka makna dan maksudnya, seperti: “Aku telah menjatuhkan
talak untuk engkau”. Sedangkan lafal kinayah adalah lafal talak yang
diucapkan suami kepada istrinya yang sebenarnya tidak digunakan untuk
talak, tetap dapat dipakai untuk menceraikan istri, seperti: “Kau boleh
pulang ke rumah orang tua mu”.
2. Ucapan talak yang digantungkan kepada sesuatu. Talak dalam bentuk ini
dinamai talak mu’allaq, seperti ungkapan: “Aku talak engkau, bila engkau
tidak shalat” atau “Aku talak engkau, bila Allah menghendaki”.
21
3. Ucapan talak dapat dilakukan dengan lisan maupun tulisan, karena kekuatan
penyampaian talak lewat tulisan sama kuat dengan dengan penyampaian
penyampaian talak lewat tulisan, dengan ketentuan-ketentuan tertentu.
Para ulama Ahli Sunah menetapkan 3 rukun untuk jatuhnya suatu talak,
sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Akan tetapi, berbeda dengan
golongan ulama Syi’ah Imamiyah, bahwa rukun yang keempat yaitu kehadiran
saksi. Artinya kehadiran saksi menjadi salah satu rukun jatuhnya talak, dan bila
saksi tidak ada atau tidak hadir maka talak tidak sah. Adapun syarat dari saksi
adalah:
a. Jumlahnya 2 (dua) orang.
b. Keduanya harus laki-laki, tidak boleh perempuan atau laki-laki dengan
perempuan (campuran).
c. Bersifat adil. 23
D. Alasan Perceraian
Setiap perceraian pasti memiliki latarbelakang permasalahan yang
terjadi dalam perkawinan. Dalam Fiqih tidak disebutkan secara terperinci
alasan-alasan yang menyebabkan perceraian, akan tetapi dijelaskan beberapa
tindakan yang dapat menyebabkan perceraian seperti ‘ila, nusyuz, zhihar,
syiqaq dan li’an. Dalam mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan, harus
disertai dengan alasan-alasan yang cukup sesuai dengan alasan-alasan yang
telah ditentukan dalam Undang-Undang Perkawinan. 24 Alasan perceraian
menurut hukum perdata, dapat terjadi berdasarkan alasan-alasan yang telah
23 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat
Dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014) Cet. Kelima, h.
201-214 24 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta:
Cetakan Keenam, Liberty, 2007) h.129
22
ditentukan oleh Undang-Undang dan pelaksanaanya harus dilakukan di depan
persidangan.25
Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, menyebutkan alasan
terjadinya perceraian, sebagai berikut:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak (baik suami atau istri) meninggalkan salah satu pihak
selama 2 (dua) tahun yang sah terkait dengan kewajiban memberi nafkah
lahir dan batin.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan hidup rukun lagi dalam rumah tangga
Selain pasal 19 PP Nomor 9 tahun 1975 tersebut, terdapat penambahan
alasan perceraian bagi yang beragama islam, disebutkan dalam Pasal 116
Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut:
1. Suami melanggar Taklik Talak.
2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan
dalam rumah tangga.26
25 Yahya Harahap, Beberapa Permasalahan Hukum Acara Pada Peradilan Agama,
(Jakarta: Al-Hikmah, 1975) h.133 26 Kompilasi Hukum Islam, Pasal 116
23
Dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan, dijelaskan bahwa putusnya perkawinan dapat terjadi karena salah
satu pihak meninggal dunia, karena perceraian dan karena putusan pengadilan.
Kemudian dalam Pasal 39 ayat (2) disebutkan bahwa untuk melaksanakan
perceraian, suami istri harus memiliki alasan yang cukup karena menimbulkan
putusnya hubungan antara kedua belah pihak. Berdasarkan yang telah
ditentukan pada Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 dan Pasal
116 Kompilasi Hukum Islam, dapat disimpulkan bahwa perceraian tidak dapat
dilakukan dengan sesuka hati.
Maka dari itu, perceraian hanya dapat dilakukan apabila telah
memenuhi alasan yang telah ditentukan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, dengan kata lain
peraturan tersebut sesuai dengan asas dasar perkawinan yaitu mempersulit
perceraian.
Dengan melihat alasan-alasan diperbolehkannya perceraian tersebut,
ditambah dengan adanya ketentuan bahwa perceraian harus dilakukan di depan
persidangan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya pada
dasarnya perceraian itu tidak dilarang. Namun baik suami atau istri tidak boleh
begitu saja memutus hubungan perkawinan tanpa alasan yang kuat. Jadi, pada
dsarnya, adanya Undang-Undang Perkawinan mempersulit terjadinya
perceraian. Hal ini sesuai dengan tujuan perkawinan bahwa perkawinan itu
pada dasarnya untuk selama-lamanya. 27
E. Kondisi Perceraian Di Kota Bogor
Permasalahan dalam keluarga yang beraneka ragam baik permasalahan
kecil sampai permasalahan yang terbesar dapat mengakibatkan kekacauan
yang berakhir pada perceraian karena ketidak selarasan antar pasangan. Hal ini
27 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta:
Cetakan keenam, Liberty, 2007), h.130.
24
membuat keluarga memiliki strategi bagaimana mempertahankan atau menjaga
keluarganya untuk tetap utuh dan harmonis.
Perceraian merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan oleh
pasangan manapun. Karena pada dasarnya pernikahan adalah usaha yang
dilakukan oleh pasangan laki-laki dan perempuan dalam hal membangun dan
membentuk sebuah keluarga yang utuh dan harmonis sampai kapanpun tanpa
adanya konflik yang berujung kepada perceraian. Dalam perceraian
menyangkut beberapa aspek seperti ekonomi dan sosial. Di dalam masyarakat,
perceraian dianggap gagal dalam membina sebuah keluarga yang utuh.28
Begitu juga dengan permasalahan perceraian yang terjadi di kota Bogor.
angka perceraian di kota Bogor terbilang cukup tinggi, yang mana disebabkan
oleh beberapa aspek yang dapat menghancurkan keutuhan keluarga. Di sini
penulis membatasi hanya membahas angka perceraian di Pengadilan Agama
Kota Bogor. Yang artinya penulis hanya meneliti angka perceraian penduduk
kota Bogor yang beragama islam, diketahui mayoritas penduduk kota Bogor
adalah beragama islam dengan persentase sebesar 93,16%. maka dari itu
penulis memaparkan kondisi angka perceraian di kota Bogor beserta faktor-
faktor yang menimbulkan perceraian.
1. Perceraian Dalam Angka
Penulis mendapatkan data mengenai tingginya angka perceraian di kota
Bogor dari Pengadilan Agama Bogor dari tahun 2018 sampai 2021 per bulan
juni. Penulis menguraikannya sebagai berikut:
a. Angka Perceraian Pada Tahun 2018 – 2021 perbulan juni
Berdasarkan data dari Laporan Tahunan Pengadilan Agama Bogor
Tahun 2018-2021 perbulan juni dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2018
PA Bogor telah memutus kasus perceraian sebanyak 1764 perkara. Dengan
28 Debby Anggara Kumara, dkk. “Strategi Mempertahankan Keutuhan Keluarga Sopir Truk
Berbasis Modal Sosial Di Surakarta”, Journal of Development and Social Change, Vol.3 No.1
(2020), h. 83
25
rincian, perkara cerai gugat sebanyak 1265 dan cerat talak sebanyak 499
perkara.29 Pada tahun 2019 PA Bogor telah memutus perkara perceraian
sebanyak 1836 kasus dengan rincian 1428 cerai gugat dan 408 cerai talak.30
Sedangkan sepanjang tahun 2020 PA Bogor telah memutus perkara
perceraian sebanyak 1751 kasus perceraian, dengan rincian cerai gugat
sebanyak 1352 dan cerai talak sebanyak 399 kasus.31 Dan pada tahun 2021
perbulan juni PA Bogor telah memutus perkara perceraian sebanyak 909
kasus dengan rincian cerai talak sebanyak 200 dan cerai gugat sebanyak 709
perkara, dan diperkirakan angka ini terus meningkat. 32
No Nama Perkara Tahun
2018
Tahun
2019
Tahun 2020 Tahun
2021
1 Cerai Talak 499 408 399 200
2 Cerai Gugat 1265 1428 1352 709
Jumlah Total 1764 1836 1751 909
2. Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Di Kota Bogor
Permasalahan dalam rumah tangga sulit untuk dipecahkan dan tidak
jarang berimbas pada hancurnya hubungan suami dan istri. Faktor penyebab
retaknya ikatan suami dan istri seperti kurangnya pendewasaan antara kedua
belah pihak, faktor ekonomi, keluarga yang dirasa kurang mendukung, sering
terjadi kesalahpahaman pemikiran antara suami dan istri serta faktor-faktor
sosial lainnya.33 Seperti yang dikatakan oleh Agus Yuspian selaku Panitera
Muda Pengadilan Agama Bogor, beliau mengatakan bahwa:
“… di kota Bogor penyebab utama Perceraian adalah bukan masalah
ekonominya, tapi pertengkaran terus menerus. Berbeda dengan daerah-
29 Pengadilan Agama Bogor, Laporan Tahunan Pengadilan Agama Bogor Kelas IA Tahun
2018. (Bogor: PA Bogor, 2018) h. 76-78 30 Pengadilan Agama Bogor, Laporan Tahunan Pengadilan Agama Bogor Kelas IA Tahun
2019. (Bogor: PA Bogor, 2019), h. 14-15 31 Pengadilan Agama Bogor, Laporan Tahunan Pengadilan Agama Bogor Kelas IA Tahun
2019. (Bogor: PA Bogor, 2019), h. 32 TIMDA PTA Jabar, “Statistik Perkara Pengadilan Agama Se-Jawa Barat (Pengadilan
Agama Bogor)”, http://kabayan.pta-bandung.go.id/pengawasan_sipp/proses_stat diakses pada 16
Juni 2021 33 Badruddin Nasir, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perceraian Di Kecamatan Sungai
Kunjang Kota Samarinda”, Jurnal Psikostudia Universitas Mulawarman, Vol.1 No.1 (2021), h.34
26
daerah lain yang mungkin faktor utama perceraian nya adalah masalah
ekonomi”. 34
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, penulis menjabarkan faktor-
faktor yang menyebabkan perceraian di kota Bogor selama 3 tahun terakhir
yaitu 2018, 2019, dan 2020. Kemudian, penulis akan menganalisis faktor-
faktor yang menyebabkan perceraian di kota Bogor, sebagai berikut:
a. Faktor Penyebab Perceraian Tahun 2018
Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari TIMDA PTA JABAR
(Tim Daerah Pengadilan Tinggi Agama Jawa Barat) pada pengadilan
agama Bogor ditahun 2018. 35 Terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya perceraian di kota Bogor, sebagai berikut:
Tabel 2.4 Faktor Penyebab Percearain Di Kota Bogor Tahun 2018
No Faktor Penyebab Perceraian Tahun 2018 Jumlah
Perkara
1 Perselisihan dan pertengkaran terus menerus 759
2 Ekonomi 404
3 Meninggalkan salah satu pihak 167
4 Kekerasan Dalam Rumah Tangga 31
5 Poligami 13
6 Mabuk 4
7 Judi 4
8 Murtad 4
9 Kawin Paksa 2
10 Zina 1
11 Dihukum Penjara 1
Jumlah Total 1390
Gambar 3.1 Diagram Faktor Perceraian Di Kota Bogor Tahun 2018
34 Agus Yuspian, Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Bogor Kelas 1A, Interview
Pribadi, Bogor, 24 Mei 2021 35 TIMDA PTA Jabar, “Statistik Perkara Pengadilan Agama Se-Jawa Barat (Pengadilan
Agama Bogor)”, http://kabayan.pta-bandung.go.id/pengawasan_sipp/proses_stat diakses pada 16
Juni 2021
27
Dari data dan diagram di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
faktor utama yang menyebabkan perceraian di kota Bogor adalah
“Pertengkaran terus menerus” dengan persentase sebesar 54,6%,
kemudian disusul oleh faktor ekonomi sebesar 29%.
b. Faktor Penyebab Perceraian Pada Tahun 2019
Berdasarkan data dari TIMDA PTA (Tim Daerah Pengadilan
Tinggi Agama) Jabar pada tahun 2019 36 di Pengadilan Agama Kota
Bogor terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadainya perceraian,
penulis menguraikan sebagai berikut:
Tabel 2.5 Faktor Penyebab Perceraian di Kota Bogor Tahun 2019
No Faktor Penyebab Perceraian Tahun 2019 Jumlah Perkara
1 Perselisihan dan pertengkaran terus menerus 1013
2 Ekonomi 345
3 Meninggalkan salah satu pihak 140
4 Kekerasan Dalam Rumah Tangga 29
5 Murtad 8
6 Poligami 5
7 Mabuk 5
8 Dihukum Penjara 2
36 TIMDA PTA Jabar, “Statistik Perkara Pengadilan Agama Se-Jawa Barat (Pengadilan
Agama Bogor 2019)”, http://kabayan.pta-bandung.go.id/pengawasan_sipp/proses_stat diakses
pada 16 Juni 2021
54,6%29%
12%
2,2% 0,9% 0,2 0,2 0,2 0,1% 0,07%0,07%Pertengkaran terus menerus
Ekonomi
Meninggalkan satu pihak
KDRT
Poligami
Mabuk
Judi
Murtad
Kawin Paksa
Zina
28
9 Cacar Badan 1
Jumlah Total 1548
Gambar 3.2 Diagram Faktor Perceraian di Kota Bogor Tahun 2019
Dari data dan diagram di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
faktor utama yang menyebabkan perceraian di kota Bogor pada tahun
2019 adalah “Pertengkaran terus menerus” dengan persentase sebesar
65,4%, kemudian disusul oleh faktor ekonomi sebesar 22%.
c. Faktor Penyebab Perceraian di Kota Bogor Tahun 2020
Berdasarkan data dari TIMDA PTA (Tim Daerah Pengadilan
Tinggi Agama) Jabar pada tahun 2020 37 di Pengadilan Agama Kota
Bogor terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadainya perceraian,
penulis menguraikan sebagai berikut:
Tabel 2.6 Faktor Perceraian di Kota Bogor Tahun 2020
No Faktor Penyebab Perceraian Tahun 2020 Jumlah
Perkara
1 Perselisihan dan pertengkaran terus menerus 820
37 TIMDA PTA Jabar, “Statistik Perkara Pengadilan Agama Se-Jawa Barat (Pengadilan
Agama Bogor 2020)”, http://kabayan.pta-bandung.go.id/pengawasan_sipp/proses_stat diakses
pada 16 Juni 2021
65,4%
22,2%
9%
1,8% 0,5% 0,3% 0,3% 0,10,06%
Perselisihan Terus Menerus
Ekonomi
Meninggalkan salah satu pihak
KDRT
Murtad
Poligami
Mabuk
Penjara
Cacat Badan
29
2 Ekonomi 349
3 Meninggalkan salah satu pihak 172
4 Kekerasan Dalam Rumah Tangga 8
5 Murtad 6
6 Mabuk 4
7 Cacat Badan 3
8 Madat 3
9 Zina 3
10 Poligami 2
11 Judi 2
12 Kawin Paksa 1
13 Dihukum Penjara 1
Jumlah Total 1374
Gambar 3.3 Diagram Faktor Perceraian di Kota Bogor Tahun 2020
Dari data dan diagram di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
faktor utama yang menyebabkan perceraian di kota Bogor pada tahun
2020 adalah “Pertengkaran terus menerus” dengan persentase sebesar
59,6%, kemudian disusul oleh faktor ekonomi sebesar 25,4%.
59,6%
25,4%
12,3%
0,5%
0,4%0,2% 0,2% 0,2% 0,2% 0,1% 0,1% 0,07% 0,07%Perselisihan terus menerus
Ekonomi
Meninggalkan salah satu pihak
KDRT
Murtad
Mabuk
Cacat Badan
Madat
Zina
Poligami
Judi
Kawin paksa
30
3. Analisis
Jika melihat kepada data perceraian di kota Bogor tersebut (2018-
2020), penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
Gambar 3.4 Faktor Perceraian di Kota Bogor (2018-2020)
Dari faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian di kota Bogor
selama 3 tahun terakhir (2018-2020) dapat ditarik kesimpulan bahwa
terdapat 4 faktor utama yang mendominasi terjadinya perceraian di kota
Bogor. Diantaranya adalah 1). Perselisihan terus menerus, 2). Faktor
ekonomi, 3). Meninggalkan salah satu pihak, dan yang terakhir 4). Faktor
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dari ke empat faktor tersebut,
terdapat satu faktor yang paling banyak memicu perceraian di kota Bogor,
yaitu faktor perselisihan dan pertengkaran terus menerus.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian seperti
yang disebutkan di atas harus menjadi perhatian khusus terutama bagi
masyarakat kota Bogor. Maka dari itu, Pemerintah kota Bogor
menerbitkan Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan
pembangunan ketahanan keluarga untuk memperkuat ketahanan
keluarga sebagai upaya untuk menekan angka perceraian yang terjadi di
kota Bogor.
759
1013
820
404345 349
167 140 172
31 29 80
200
400
600
800
1000
1200
Tahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020
Perselisihan terus menerus Ekonomi Meninggalkan satu pihak KDRT
31
F. Ketahanan Keluarga
Keluarga merupakan sebuah konsep yang memiliki pengertian dan
cakupan yang luas dan beragam. Keluarga dalam konteks sosiologi dianggap
sebagai sebuah institusi sosial yang sekaligus menjadi sistem sosial yang ada
disetiap kebudayaan. Sebagai institusi sosial terkecil, keluarga merupakan
kumpulan dari sekelompok orang yang mempunyai hubungan atas dasar
pernikahan, keturunan atau adopsi serta tinggal bersama dalam sebuah rumah
tangga.
Keluarga sebagai sebuah unit terkecil dalam sistem sosial mempunyai
peranan penting dalam mencapai kesejahtraan masyarakat. Keluarga
mempunyai peran dalam memperkenalkan cinta kasih, moral keagamaan,
sosial budaya, dan sebagainya. Keluarga juga menjadi pertahanan utama yang
dapat menangkal berbagai pengaruh negatif dari dinamika sosial yang ada.
Hanya keluarga dengan tingkat ketahanan keluarga tinggi yang dapat
menyaring pengaruh negatif dinamika sosial. Keluarga mempunyai posisi
strategis untuk dijadikan unit pelayanan berbagai kebutuhan dan penanganan
masalah yang ada di masyarakat, karena masalah dalam keluarga saling
berkaitan dan saling berpengaruh diantara anggota keluarga, yang pada
akhirnya juga berpengaruh terhadap keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Pentingnya penguatan ketahanan merupakan salah satu unsur
pembangunan nasional. Secara yuridis, Undang Undang Nomor 10 Tahun 1992
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera
menyebutkan bahwa ketahanan keluarga berfungsi sebagai alat untuk
mengukur seberapa jauh keluarga telah melaksanakan peranan, fungsi, tugas-
tugas dan tanggung jawabnya dalam mewujudkan kesejahtraan keluarga.
Dalam konteks Peraturan Perundang-undangan, yakni di dalam
Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga menjelaskan bahwa, keluarga didefinisikan
sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari:
32
1. Suami dan istri.
2. Suami, istri dan anak.
3. Ayah dan anak.
4. Ibu dan anak.38
Selain itu, Keluarga memiliki 8 (delapan) fungsi seperti yang dijelaskan
dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 yang mencakup
fungsi pemenuhan kebutuhan fisik dan non fisik, diantaranya:
1. Fungsi keagamaan.
2. Fungsi sosial dan budaya.
3. Fungsi cinta kasih.
4. Fungsi perlindungan.
5. Fungsi reproduksi.
6. Fungsi sosialisasi dan pendidikan.
7. Fungsi ekonomi, dan
8. Fungsi pembinaan lingkungan. 39
Fungsi utama keluarga juga dijelaskan dalam resolusi Majelis Umum
PBB bahwa fungsi utama keluarga adalah “Sebagai wahana untuk mendidik,
mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh
anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di lingkungan masyarakat
dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna
tercapainya keluarga sejahtera”. 40
38 Badan Pusat Statistik, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016, (Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, 2016), h.5 39 Ibid., h. 6 40 Ujianto Singgih Prayitno, dkk. Ketahanan Keluarga Untuk Masa Depan Bangsa (Jakarta:
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2016) h. v
33
1. Pengertian Ketahanan Keluarga
Ketahanan keluarga merupakan alat untuk mengukur pencapaian
sebuah keluarga dalam melaksanakan peran, fungsi dan tanggung jawabnya
dalam mewujudkan kesejahtraan anggota. Tingkat ketahanan keluarga
ditentukan oleh perilaku individu dan masyarakat. Individu dan keluarga yang
memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang ketahanan keluarga yang baik,
akan mampu bertahan dengan perubahan struktur, fungsi, dan peranan keluarga
yang berubah sesuai dengan perkembangan teknologi, informasi dan
komunikasi. Individu dan keluarga yang mampu bertahan dengan perubahan
lingkungan, berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. 41
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kedudukan dan Pembangunan Keluarga dalam Pasal 1 ayat 11 menjelaskan
bahwa Ketahanan dan Kesejahtraan Keluarga adalah kondisi keluarga yang
memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik
materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluargannya untuk
hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahtraan kebahagiaan lahir dan
batin.42 Sementara, suatu keluarga akan memiliki ketahanan dan kemandirian
yang tinggi apabila keluarga tersebut dapat berperan secara optimal dalam
mewujudkan seluruh potensi yang dimilikinya. Lebih jauh lagi, ketahanan
keluarga diindikasikan sebagai kecukupan dan kesinambungan akses terhadap
pendapatan dan sumber daya setidaknya untuk memenuhi kebutuhan dasar,
termasuk didalamnya adalah kecukupan akses terhadap pangan, air bersih,
pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk
41 Mujahidatul Musfiroh, dkk. “Analisis Faktor-Faktor Ketahanan Keluarga Di Kampung KB
RW 18 Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta”, Jurnal Ilmiah Kesehatan dan Aplikasinya, Vol.7, No.2,
(2019), h. 62 42 Jdih.Kemenpppa.go.id. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kedudukan dan Pembangunan Keluarga. h. 5
34
berpartisipasi di masyarakat, dan integrasi sosial. Dengan demikian, ketahanan
keluarga merupakan konsep yang mengandung aspek multidimensi. 43
Menurut Frankenberger dalam buku Ketahanan Keluarga 2016
menjelaskan bahwa Ketahanan Keluarga (Family Strength atau Family
Resilence) merupakan kondisi kecukupan dan kesinambungan akses terhadap
pendapatan dan sumber daya untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar,
antara lain: pangan, air bersih, pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan,
perumahan, waktu untuk berpartisipasi di masyarakat dan integrasi sosial.
Sedangkan menurut Walsh dalam Buku Pembangunan Ketahanan Keluarga
2016 menjelaskan bahwa ketahanan keluarga merupakan kemampuan untuk
bertahan dan beradaptasi terhadap berbagai kondisi yang senantiasa berubah
secara dinamis serta memiliki sifat positif terhadap berbagai tantangan
kehidupan berkeluarga.44
Ketahanan keluarga juga mengandung maksud sebagai kemampuan
keluarga guna mengembangkan dirinya untuk hidup secara harmonis, sejahtera
dan bahagia lahir batin. Ketahanan keluarga mencakup kemampuan keluarga
untuk mengelola sumber daya dan masalah untuk mencapai kesejahtraan,
kemampuan untuk beradaptasi terhadap berbagai kondisi yang senantiasa
berubah secara dinamis serta memiliki sifat positif terhadap berbagai tantangan
kehidupan keluarga. Dari sudut pandang yang lain, ketahanan keluarga
didefinisikan sebagai kemampuan keluarga untuk menangkal atau melindungi
diri dari berbagai permasalahan atau ancaman kehidupan baik yang datang dari
dalam keluarga itu sendiri maupun dari luar keluarga seperti lingkungan,
komunitas, masyarakat, maupun negara.45
43 Badan Pusat Statistik, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016, (Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, 2016), h.2 44 Badan Pusat Statisti, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016, (Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, 2016), h. 6 45 Euis Sunarti, Pembangunan Ketahanan Keluarga, (Bogor: Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anaka, 2016)
35
Dari sudut pandang yang lain, ketahanan keluarga didefinisikan sebagai
kemampuan keluarga untuk menangkal atau melindungi diri dari berbagai
permasalahan atau ancaman kehidupan baik yang datang dari keluarga itu
sendiri maupun dari luar keluarga seperti lingkungan, komunitas, masyarakat,
maupun negara. Ada 5 (lima) indikasi yang menggambarkan tingkat ketahanan
keluarga: (1) adanya sikap saling melayani sebagai tanda kemuliaan, (2)
adanya keakraban antara suami dan istri menuju kualitas perkawinan yang baik,
(3) adanya orang tua yang mengajar dan melatih anak-anaknya dengan
berbagai tantangan kreatif, pelatihan yang konsisten dan mengembangkan
keterampilan, (4) adanya suami dan istri yang memimpin seluruh anggota
keluarganya dengan penuh kasih sayang, (5) adanya anak-anak yang mentaati
dan menghormati orang tuanya. 46
Dalam kaitannya dengan Peraturan Perundang Undangan yang berlaku
di Indonesia, ketahanan keluarga mengandung berbagai aspek yang bertujuan
untuk pengembangan individu di dalam keluarga maupun keluarga tersebut
secara keseluruhan. Konsep ketahanan keluarga memiliki makna yang berbeda
dengan konsep kesejahtraan keluarga, namun keduanya saling berkaitan erat.
Keluarga dengan tingkat kesejahtraan yang lebih tinggi berpotensi memiliki
ketahanan keluarga yang kuat. Konsep tersebut dirumuskan dalam Undang-
Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga, yaitu pada Pasal 1 ayat 11. Pada ayat tersebut
dijelaskan ketahanan dan kesejahtraan keluarga sebagai kondisi keluarga yang
memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik
materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk
hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahtraan dan kebahagaiaan lahir dan
batin.
46 Badan Pusat Statisti, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016, (Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, 2016), h. 7
36
Sejalan dengan Undang-Undang tersebut maka ketahanan keluarga
dapat diukur menggunakan pendekatan sistem (sumber daya fisik dan non
fisik), proses menajemen keluarga (permasalahan keluarga dan mekanisme
penanggulangannya), dan output (terpenuhinya kebutuhan fisik dan psiko
sosial). Atas dasar pendekatan ini, maka ketahanan keluarga merupakan ukuran
kemampuan keluarga dalam mengelola masalah yang dihadapinya berdasarkan
sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Dengan
demikian, keluarga dikatakan memiliki tingkat ketahanan keluarga yang tinggi
apabila memenuhi beberapa aspek, yaitu: (1) ketahanan fisik yaitu
terpenuhinya sandang, pangan, perumahan, pendidikan dan kesehatan, (2)
ketahanan sosial yaitu berorientasi pada nilai agama, komunikasi yang efektif,
dan komitmen keluarga yang tinggi, (3) ketahanan psikologis meliputi
kemampuan penanggulangan masalah non fisik, pengendalian emosi secara
positif, konsep diri positif, dan kepedulian suami terhadap istri.47
Ketahanan keluarga yang lemah selalu berkaitan dengan kurang
optimalnya dari pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga, sehingga melahirkan
keluarga bermasalah. Diantaranya adalah: Pertama, keluarga prasejahtera.
Keluarga prasejahtera adalah keluarga yang tidak dapat memenuhi salah satu
dari 6 indikator penentu, yaitu sandang, pangan, papan, penghasilan, kesehatan
dan pendidikan. Kedua, keluarga renan. Keluarga renran adalah keluarga yang
dalam berbagai aspeknya tidak atau kurang mendapatkan kesempatan untuk
mengembangkan potensinya sebagai akibat dari keadaan fisik dan nonfisiknya.
Keluarga sebagai struktur terkecil dalam masyarakat memegang
peranan penting bagi lahirnya masyarakat berkualitas. Menjadikan keluarga
yang berkualitas sangat bergantung pada keberdayaan unsur-unsur anggota
keluarga sebagai suatu sistem organisasi terkecil dalam menjalankan fungsi-
fungsi keluarga dengan baik dan benar mengacu pada nilai-nilai agama dan
kebudayaanya.
47 Ibid., h. 8
37
Dalam keluarga sebagai suatu organisasi terkecil, terdapat seorang
pemimpin yang biasanya diletakan pada seorang suami sebagai kepala keluarga,
dan seorang istri sebagai manajer rumah tangga serta anak-anak yang sejak
dilahirkan harus mendapatkan pendidikan dan pengasuhan, baik dalam
pembentukan karakter, keagamaan dan sosial budaya. Dalam pengasuhan
inilah terjadi proses pemberdayaan dalam internal anggota keluarga yang
dilandasi nilai kasih sayang. Sehingga terjadi transformasi nilai pendidikan
dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk menjadi keluarga
yang sejahtera.
43
BAB III
KONSEP KEBIJAKAN PUBLIK DAN PERATURAN DAERAH KOTA
BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2019 TENTANG PENYELENGGARAAN
PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA
A. Teori Implementasi Kebijakan
Salah satu tahapan penting dalam sebuah kebijakan adalah tahap
implementasi. Karena pada tahap ini kebijakan diterapkan dan diukur sejauh
mana kebijakan tersebut dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan dan
mencapai tujuan-tujuan kebijakan yang diinginkan. 48 Implementasi berasal
dari bahasa inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan.49
Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang
menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan
untuk menimbulkan dampak atau akibat yang berupa sebuah undang-undang,
peraturan pemerintah, keputusan peradilan atau kebijakan yang dibuat oleh
lembaga-lembaga pemerintahan dalam kehidupan kenegaraan.
Menurut Nurdin Usman, implementasi adalah bermuara pada aktivitas,
aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem, implementasi bukan
sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai
tujuan kegiatan.50 Menurut Purwanto dan Sulistyastuti, implementasi intinya
adalah kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver policy
output) yang dilakukan oleh para implementor kepada kelompok sasaran atau
target group sebagai upaya untuk mewujudkan kebijakan.51
48 Ratih Anggraeni, dkk. “Evaluasi Kebijakan Publik (Evaluasi terhadap proses pengadaan
anjungan mandiri kepegawaian berdasarkan Perpres No.54 Tahun 2010 di Badan Kepegawaian
Daerah Kota Malang), Jurnal Administrasi Publik, Vol.1, No.1, h.121 49 E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), h. 56 50 Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, (Jakarta: Grasindo, 2002), h.
70 51 Purwanto dan Sulistyastuti, Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 21
44
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang, untuk
mengimplementasikan kebijakan publik. Terdapat dua pilihan langkah yang
ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui
formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut.
Rangkaian implementasi kebijakan dapat diamati dengan jelas yaitu dimulai
dari program, ke proyek dan ke kegiatan. Model tersebut mengadaptasi
mekanisme yang lazim dalam menajemen, khususnya menajemen sektor
publik. Kebijakan yang diturunkan berupa program-program yang kemudian
diturunkan menjadi proyek-proyek, dan akhirnya berwujud pada kegiatan-
kegiatan. Baik yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, maupun
kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat.
Alasan mengapa implementasi kebijakan diperlukan mengacu pada
pandangan para pakar bahwa setiap kebijakan yang telah dibuat harus
diimplementasikan. Oleh karena itu, implementasi kebijakan diperlukan
karena berbagai alasan atau perspektif. Sebagaimana yang diperkenalkan oleh
Edwards III, implementasi kebijakan diperlukan karena adanya masalah
kebijakan yang perlu diatasi dan dipecahkan. Edwars III memperkenalkan
pendekatan masalah implementasi dengan mempertanyakan faktor-faktor apa
saja yang mendukung dan menghambat keberhasilan implementasi
kebijakan. 52 T.B Smith mengakui bahwa ketika kebijakan telah dibuat,
kebijakan tersebut harus diimplementasikan dan hasilnya sedapat mungkin
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan. Tujuan
implementasi kebijakan diformulasi ke dalam program aksi dan proyek tertentu
yang dirancang dan dibiayai.
Menurut pandangan Edward III implementasi kebijakan dipengaruhi
empat variable, diantaranya adalah:
1. Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar
implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang menjadi
52 Haedar Akib, “Implementasi Kebijakan: Apa, Mengapa, dan Bagaimana”, Jurnal
Administrasi Publik, Vol. 1, Nomor 1 (2010), h. 3
45
tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran
(Target Group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.
Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan
kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam
pencapaian tujuan kebijakan.
Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan perlu dikomunikasikan secara tepat
dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan
tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementor mengetahui secara
tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu.
2. Sumberdaya, meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan
konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk
melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya
tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, misalnya kompetensi
implementor dan sumber daya finansial.
3. Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor,
seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor
memiliki disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat
menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh
pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif
yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi
kebijakan juga menjadi tidak efektif.
4. Struktur Birokrasi, struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan
kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi
kebijakan. Aspek dari struktur kebijakan adalah SOP dan fragmentasi.
Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan
pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang
rumit dan kompleks, yang menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel. 53
Keberhasilan implementasi menurut Marilee S. Grindle dipengaruhi
oleh dua variable besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan
53 Subarsono, Analisis Kebijakan Publik (Konsep. Teori dan Aplikasi), (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011), h. 90-92
46
implementasi (context of implementation). Variable tersebut mencakup
sejauhmana kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi
kebijakan, jenis manfaat yang diterima target group, sejauhmana perubahan
yang diinginkan dari sebuah kebijakan, apakah letak sebuah program sudah
tepat, apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan
rinci, dan apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.54
Variable isi kebijakan ini mencakup:
1. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan.
2. Jenis manfaat yang diterima oleh target group.
3. Sejauh mana perubahan yang diinginkan sebuah kebijakan.
4. Apakah letak sebuah program sudah tepat.
Keberhasilan implementasi kebijakan atau program juga dapat dikaji
berdasarkan proses implementasi (perspektif proses) dan hasil yang dicapai
(perspektif hasil). Pada perspektif proses, program pemerintah dapat dikatakan
berhasil jika pelaksanaanya sesuai dengan petunjuk dan ketentuan pelaksanaan
yang dibuat oleh pembuat program yang mencakup antara lain tata cara atau
prosedur pelaksanaan, agen pelaksana, kelompok sasaran dan manfaat program.
Sedangkan pada perspektif hasil, program dinilai berhasil manakala
programnya membawa dampak seperti yang diinginkan. Suatu program
mungkin saja berhasil dilihat dari sudut proses, tetapi boleh jadi gagal ditinjau
dari dampak yang dihasilkan, atau sebaliknya. Dengan kata lain, implementasi
kebijakan dapat dianggap berhasil ketika telah nampak konsistensi antara
proses yang dilalui dengan hasil yang dicapai.55
Menurut Sunggono implemenasi kebijakan mempunyai beberapa faktor
penghambat, yaitu:
1. Isi kebijakan
54 Subarsono, Analisis Kebijakan Publik (Konsep. Teori dan Aplikasi), (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011), h.93 55 Haedar Akib, “Implementasi Kebijakan: Apa, Mengapa, dan Bagaimana”, Jurnal
Administrasi Publik, Vol. 1, Nomor 1 (2010), h. 7
47
Implementasi kebijakan bisa gagal karena masih samarnya isi kebijakan,
maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, sarana-sarana
dan penerapan prioritas, atau program-program kebijakan terlalu umum atau
sama sekali tidak ada. Atau karena kurangnya ketetapan internal maupun
eksternal dari kebijakan yang dilaksanakan.
2. Informasi
Implementasi kebijakan publik mengasumsikan bahwa para pemegang
peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat
berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik. Informasi ini
justru tidak ada, misalnya ada gangguan komunikasi.
3. Dukungan
Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila pada
pengimplementasiannya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan
kebijakan tersebut.
4. Pembagian potensi
Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya suatu implementasi
kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara para
pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan
diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur organisasi
pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalah apabila pembagian
wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian
tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan yang kurang
jelas.56
Korten menyatakan bahwa suatu program akan berhasil dilaksanakan
jika terdapat kesesuaian dari tiga unsur implementasi program. Pertama,
kesesuaian antara program dengan pemanfaat, yaitu kesesuaian antara apa yang
ditawarkan oleh program dengan apa yang dibutuhkan oleh pemanfaat atau
kelompok sasaran. Kedua, kesesuaian antara program dengan organisasi
pelaksana, yaitu kesesuaian antara tugas yang dipersyaratkan oleh program
56 Bambang Sunggono, Hukum dan Kebijakan Publik, (Jakarta: PT. Karya Unipress, 1994),
h.149
48
dengan kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga, kesesuaian antara kelompok
pemanfaat dengan organisasi pelaksana. Yaitu, keseuaian antara syarat yang
diputuskan organisasi untuk dapat memperoleh output program dengan apa
yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran program.
Berdasarkan pola pikir Korten, dapat dipahami bahwa jika tidak
terdapat kesesuaian antara tiga unsur implementasi kebijakan maka kinerja
program tidak akan berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan. Jika output
program tidak sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran maka jelas
outputnya tidak dapat dimanfaatkan. Jika organisasi pelaksana program tidak
memiliki kemampuan melaksanakan tugas yang disyaratkan oleh program,
maka organisasinya tidak dapat menyampaikan output program dengan tepat.
Atau, jika syarat yang ditetapkan organisasi pelaksana program tidak dapat
dipenuhi oleh kelompok sasaran maka kelompok sasaran tidak mendapatkan
output program. Oleh karena iti, keseuaian antara tiga unsur implementasi
kebijakan mutlak diperlukan agar program berjalan sesuai dengan rencana
yang telah dibuat.57
B. Konsep Kebijakan Publik
Kebijakan publik diciptakan untuk mencapai perkembangan, dan
perkembangan bukanlah tentang masalah semata yang disebut sebagai masalah
karena sudah ada sebelumnya, tentu saja kebijakan publik adalah tentang
memecahkan masalah, melakukan perkembangan untuk masyarakat yang ideal.
Hadirnya kebijakan publik adalah karena suatu kondisi atau situasi yang
menimbulkan ketidakpuasan dikalangan rakyat sehingga membutuhkan solusi
yang segera. Fredickson dan Hart mengemukakan bahwa kebijakan adalah
suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan adanya
57 Haedar Akib, “Implementasi Kebijakan: Apa, Mengapa, dan Bagaimana”, Jurnal
Administrasi Publik, Vol. 1, Nomor 1 (2010), h. 9
49
hambatan-hambatan tertentu sambil mencari peluang-peluang untuk mencapai
tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.58
Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang
diusulkan oleh seseorang, kelompok, ataupun pemerintah dalam lingkungan
tertentu. Sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya
mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran
yang diinginkan.
Kebijakan publik merupakan suatu aturan-aturan yang dibuat oleh
pemerintah dan merupakan bagian dari keputusan politik untuk mengatasi
berbagai persoalan dan isu-isu yang ada dan berkembang di masyarakat.
Kebijakan publik juga merupakan keputusan yang dibuat oleh pemerintah
untuk melakukan pilihan tindakan tertentu untuk tidak melakukan sesuatu
maupun untuk melakukan suatu tindakan.
Easton mendefinisikan bahwa kebijakan publik sebagai pengalokasian
nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaanya bersifat
mengikat. Dalam pengertian ini hanya pemerintah yang dapat melakukan
sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk
dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari
pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.
Dalam kehidupan masyarakat yang ada di wilayah hukum suatu negara
sering terjadi berbagai macam permasalahan. Negara yang memegang penuh
tanggung jawab pada kehidupan rakyatnya harus mampu menyelesaikan
permasalahan-permasalahan tersebut. Kebijakan publik yang dibuat dan
dikeluarkan oleh negara diharapkan dapat menjadi solusi akan permasalahan-
permasalahan tersebut. Kebijakan publik adalah suatu keputusan yang
dimaksudkan untuk tujuan mengatasi permasalahan yang muncul dalam suatu
58 Fredickson dan Hart, Kebijakan Publik dan Formulasi, (Jakarta: Sinar Harapan, 2003),
h.19
50
kegiatan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintah.59
Dye mendefinisikan kebijakan publik sebagai whatever goverments
choose to do or not to do yaitu segala sesuatu atau apapun yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Ia juga memaknai kebijakan
publik sebagai upaya untuk mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan oleh
pemerintah. Mengapa pemerintah melakukannya, dan apa yang menyebabkan
pemerintah melakukannya. Dye juga mengatakan bahwa jika pemerintah
memilih untuk melakukan sebuah tindakan, maka tindakan tersebut harus
memiliki tujuan. Berdasarkan stratifikasinya, kebijakan publik dapat dilihat
dari tiga tingkatan, yaitu kebijakan umum (strategi), kebijakan manajerial, dan
kebijakan teknis operasional. Selain itu, dari sudut menajemen, proses kerja
dari kebijakan publik dapat dipandang sebagai serangkaian kegiatan sebagai
berikut:
1. Pembuatan kebijakan.
2. Pelaksanaan dan pengendalian.
3. Evaluasi kebijakan.60
Setiap kebijakan publik yang dirumuskan memang akan selalu dimulai
dari adanya sutu masalah publik yang mendapat perhatian luas yang menuntut
tindakan pemerintah untuk memecahkan masalah tersebut melalui sebuah
kebijakan. Kebijakan publik merupakan alat untuk mewujudkan nilai yang
diidealkan masyarakat seperti keadilan, persamaan dan keterbukaan.
Kebijakan publik untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat,
seperti kemiskinan, pengangguran, dan lain-lain. Kebijakan publik juga untuk
memanfaatkan peluang baru bagi kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat.
Miriam Budiarjo menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah suatu
kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik,
59 Id.Tesis.com, “Teori Kebijakan Publik Menurut Para Ahli”, https://idtesis.com/teori-
kebijakan-publik-menurut-para-ahli/, diakses pada 10 Juni 2021 60 Id.Tesis.com, “Teori Kebijakan Publik Menurut Para Ahli”, https://idtesis.com/teori-
kebijakan-publik-menurut-para-ahli/, diakses pada 10 Juni 2021
51
dalam usaha memilih tujuan dan cara mencapai tujuan tersebut. 61 Tanpa
disadari kebijakan publik sangat penting untuk dicermati dan dipelajari.
Kebijakan publik dipelajari dengan maksud memperoleh pengetahuan yang
lebih mendalam mengenai hakikat dan asal mula kebijakan publik. Harapannya
agar mampu mendeskripsikan isi kebijakan, menganalisis, dan menjelaskan
sebab akibat dari berbagai kebijakan.
Kebijakan publik itu penting karena kebijakan publik digunakan untuk
memecahkan masalah-masalah sosial sehari-hari. Di dalam kehidupan sehari-
hari, kehidupan memang telah dikepung oleh segala sesuatu yang berhubungan
dengan kebijakan publik. Hadirnya kebijakan publik di tengah kehidupan lewat
tindakan pembuatan keputusan kebijakan publik itu berdampak langsung pada
kehidupan individu, kelompok dan masyarakat. Artinya dalam kehidupan
tersebut kebijakan publik telah menjadi penyebab timbulnya peristiwa tersebut
dan kemudian memberikan warna tertentu terhadap berbagai aspek kehidupan
yang dijalani sehari-hari. Kebijakan publik memastikan dirinya untuk
memainkan perannya dalam mengatur, mengarahkan, dan mempengaruhi
kehidupan sehari hari, baik secara langsung maupun tidak langsung.62 Tidak
semua kebijakan akan berjalan dengan lancar dan berhasil mencapai tujuan
yang telah ditentukan. Banyak hal yang mempengaruhi keberhasilan ataupun
kegagalan kebijakan. Untuk mengetahui penyebab kegagalan dalam mencapai
tujuan serta untuk mengantisipasi kegagalan yang sama dimasa mendatang,
maka perlu dilakukan evaluasi kebijakan.
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa kebijakan adalah suatu
tindakan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan, sedangkan kebijakan
mengenai Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan
pembangunan ketahanan keluarga dalam menekan angka perceraian, adalah
sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kota Bogor sebagai upaya
61 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2008) 62 Abdul Wahab, Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Penyusunan Model-Model
Implementasi Kebijakan Publik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2017), h.5
52
untuk meningkatkan ketahanan keluarga sehingga angka perceraian di kota
Bogor dapat ditekan
C. Proses Evaluasi Kebijakan Publik
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau
dievaluasi, hal ini dilakukan untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat
telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat
untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memecahkan masalah
yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau
kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik
telah meraih dampak yang diinginkan. Evaluasi kebijakan publik menurut
Muhadjir adalah suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan
publik dapat membuahkan hasil, yaitu dengan membandingkan antara hasil
yang diperoleh dengan tujuan atau target kebijakan publik yang ditentukan.63
Menurut Dunn, evaluasi memberikan informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai,
dan kesempatan yang telah dicapai melalui kebijakan publik. Evaluasi
memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang
mendasari pemilihan tujuan dan target. Evaluasi juga memberi sumbangan
pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan
masalah dan rekomendasi. Jadi, meskipun berkenaan dengan keseluruhan
proses kebijakan, evaluasi kebijakan ini lebih berkenaan pada kinerja dari
kebijakan, khusunya pada implementasi kebijakan publik
Menurut Lester dan Stewart, evaluasi dilakukan karena tidak semua
program kebijakan publik meraih hasil yang diinginkan. Seringkali terjadi
kebijakan publik gagal meraih maksud atau tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Dengan demikian, evaluasi kebijakan ditujukan untuk melihat
sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk mengetahui apakah
kebijakan publik yang telah dijalankan meraih dampak yang diinginkan. Dalam
63 Ratih Anggraeni, dkk. “Evaluasi Kebijakan Publik (Evaluasi terhadap proses pengadaan
anjungan mandiri kepegawaian berdasarkan Perpres No.54 Tahun 2010 di Badan Kepegawaian
Daerah Kota Malang), Jurnal Administrasi Publik, Vol.1, No.1, h.121
53
bahasa yang lebih singkat, evaluasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk
menilai manfaat suatu kebijakan. Evaluasi kebijakan memiliki tugas untuk
menentukan konsekuensi-konsekuensi apa saja yang ditimbulkan oleh suatu
kebijakan dengan cara menggambarkan dampak dan menilai keberhasilan atau
kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standar atau kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya.64
Menurut Brian dan White, evaluasi kebijakan pada dasarnya harus bisa
menjelaskan sejauh mana kebijakan publik dan implementasinya mendekati
tujuan. Pengertian evaluasi kebijakan yang dikemukakan oleh Brian dan White
mengarahkan penilaian terhadap evaluasi kebijakan dapat dilakukan pada
tahap implementasi, dan implementasi dapat dinilai dari sejauh mana dampak
dan konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan. Evaluasi bertujuan untuk
memberikan informasi kepada pembuat kebijakan mengenai program-program
yang sedang berlangsung. Serta menunjukan faktor-faktor apa saja yang dapat
dimanipulasi agar diperoleh pencapaian hasil yang lebih baik, untuk kemudian
memberikan alternatif kebijakan baru atau sekedar cara implementasi lain. 65
Berdasarkan penjelasan evaluasi di atas, informasi yang didapat dari
evaluasi kebijakan dapat digunakan untuk memperbaiki program yang sedang
berjalan, bahkan juga memberikan informasi faktor-faktor yang dapat
dimanipulasi. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk menghindari program
yang dapat merugikan masyarakat dan menentukan keberlanjutan program
dimasa mendatang. Jika hasil evaluasi menunjukan bahwa program tersebut
ada hal-hal yang perlu dilakukan perubahan, maka para pengambil keputusan
sebaiknya bisa menanggapi dengan serius. Artinya mereka harus memiliki ide
baru guna memperbaiki program, sehingga program tersebut dapat terhindar
dari kegagalan dan dapat mencapai tujuan yang dicita-citakan. Sementara itu,
Winarno menyebutkan bahwa tujuan evaluasi kebijakan adalah agar
64 Budi Winarno, Teori Dan Proses Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2002),
h. 165 65 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik: Proses dan Analisis, (Jakarta: Intermedia, Cet. 1,
1994), h. 13-14
54
mengetahui apa yang ingin dicapai dari suatu kebijakan tertentu, bagaimana
melakukannya, dan apakah telah mencapai tujuan yang diinginkan seperti yang
telah ditetapkan sebelumnya.66
Evaluasi yang baik memerlukan langkah yang sistematis, terarah dan
konsisten. Untuk itu perlu ditentukan lebih dulu hal-hal sebagai berikut:
1. Tujuan program
Yang dimaksud dengan tujuan program adalah tujuan akhir atau apa yang
diharapkan sebagai hasil akhir suatu pembangunan program, dan terkait
dengan tujuan yang telah direncanakan semula.
2. Kegiatan yang menjadi pendukung program
Proyek yang menjadi pendukung program adalah sarana dan prasarana yang
merupakan variable penunjang dalam rangka mencapai sasaran.
3. Bagaimana prosedur pelaksanaanya
Prosedur pelaksanaan adalah organisasi yang didesain secara efisien, efektif,
dan konsisten untuk melaksanakan program, yang meliputi
pengorganisasian, ketenagakerjaan, dan peraturan pengundangan.
4. Hasil yang diharapkan dari masing-masing proyek
Hal lain yang perlu ditentukan adalah menetapkan Output dari masing-
masing proyek yang bersangkutan yang merupakan variable penunjang agar
sasaran program keseluruhan dapat tercapai.
5. Memperkirakan effect dan impact suatu program yang bersangkutan
Memperkirakan effect dan impact suatu program mungkin yang paling sulit
ditentukan. Tapi, dengan melakukan survei, wawancara dengan masyarakat,
dan evaluasi data dapat diketahui effect dan impact nya.
Evaluasi kebijakan memegang peranan penting dalam tahapan
kebijakan publik. Mengingat banyaknya masalah-masalah yang ada di dalam
masyarakat, yang tentunya juga membutuhkan pemecahan masalah yang tepat
dan sesuai untuk kondisi masyarakat yang berbeda.
66 Budi Winarno, Teori Dan Proses Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Media Pressindo,
2002), h.170
55
D. Gambaran Umum Peraturan Daerah Kota Bogor No. 1 Tahun 2019
tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga
Peraturan daerah atau Perda adalah peraturan perundang-undangan
yang dibentuk oleh kepala daerah provinsi maupun kabupaten/ kota, dalam
ranah pelaksanaan penyelenggaraan otonomi daerah yang menjadi legalitas
perjalanan eksekusi pemerintah daerah.67 Peraturan daerah merupakan wujud
nyata dari pelaksanaan otonomi daerah yang dimiliki oleh pemerintah daerah
dan pada dasarnya, peraturan daerah penjabaran lebih lanjut dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, dengan melihat kepada ciri khas dari
masing-masing daerah. Dalam hal ini peraturan daerah kota Bogor Nomor 1
Tahun 2019 tentang penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga
memiliki peraturan yang lebih tinggi, yaitu Peraturan Gubernur Jawa Barat
Nomor 55 Tahun 2018 tentang peraturan pelaksanaan penyelenggaraan
pembangunan ketahanan keluarga.
Tujuan utama dari peraturan daerah adalah memberdayakan masyarakat,
mewujudkan kemandirian daerah, dan pembentukan daerah harus didasari oleh
asas pembentukan peraturan perundang-undangan antara lain: memihak pada
kepentingan rakyat, menjunjung tinggi hak asasi manusia, berwawasan
lingkungan dan budaya. 68 Menurut UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dijelaskan bahwa peraturan
daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD
dengan persetujuan Kepala Daerah. Prinsip dasar penyusunan peraturan daerah
adalah:
1. Transparansi/ keterbukaan.
2. Partisipasi.
67 Maria Farida Indriati, Ilmu Perundang-Undangan, (Yogyakarta: Cet. 7, Kanisius, 2007),
h.202 68 Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara
Langsung, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, Cet.1, 2005), h.131
56
3. Koordinasi dan keterpaduan.
Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD
dan kepala daerah selanjutnya disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada
kepala daerah untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah. Penyampaian
rancangan peraturan daerah tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Penetapan
rancangan peraturan daerah tersebut dilakukan oleh kepala daerah dengan
menandatangani dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak adanya
rancangan peraturan daerah tersebut. Isi materi muatan peraturan daerah harus
mengandung asas-asas sebagai berikut:
1. Asas pengayoman, harus berfungsi memberikan perlindungan dalam
rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
2. Asas kemanusiaa, mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-
hak asasi manusia.
3. Asas kebangsaan, mencerminkan sifat dan watak bangsa indonesia yang
pluralistik.
4. Asas kekeluargaan, mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat
dalam setiap mengambil keputusan.
5. Asas bhineka tunggal ika, memperhatikan keragaman penduduk, suku,
serta agama dan budaya masyarakat indonesia.
6. Asas keadilan, mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap
warga negara tanpa terkecuali.
7. Asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, isi perda tidak boleh
membedakan latar belakang, suku, ras serta agama atau status sosial.
8. Asas ketertiban dan kepastian hukum, setiap isi perda harus menimbulkan
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
57
9. Asas keseimbangan, keserasian dan kelarasan, isi perda harus
mencerminkan keseimbangan, keserasian serta kelarasan antara
kepentingan individu dan masyarakat.
10. Asas lain sesuai dengan substansi perda yang bersangkutan.
Peraturan daerah kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang
penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga menjelaskan bahwa,
keluarga memiliki peran penting dalam memperkenalkan cinta kasih, moral
keagamaan, sosial dan budaya. Ketahanan keluarga merupakan kemampuan
sebuah keluarga dalam mengembangkan dirinya untuk hidup harmonis,
sejahtera dan bahagia lahir batin. Sebuah keluarga memiliki ketahanan
keluarga yang kuat apabila keluarga tersebut dapat menangkal berbagai macam
permasalahan keluarga yang dapat menghancurkan keutuhan keluarga
sehingga terjadi perceraian. Maka dari itu, perda Bogor Nomor 1 Tahun 2019
adalah salah satu upaya yang dikeluarkan pemerintah kota Bogor dalam
meningkatkan ketahanan keluarga dan angka perceraian di kota Bogor dapat
ditekan.
Pada tahun 2019, tepatnya pada tanggal 22 mei 2019, Pemerintah Kota
Bogor telah mengeluarkan sebuah kebijakan berupa aturan terkait dengan
ketahanan keluarga berupa Peraturan Daerah Kota Bogor/ Perda No.1 Tahun
2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga. yang mana
peraturan daerah tersebut terdiri dari XI (sepuluh) bab. Diantaranya adalah, bab
I (satu) membahas mengenai ketentuan umum, bab II (dua) membahas
mengenai ruang lingkup, bab III (tiga) membahas mengenai perencanaan, bab
IV (empat) membahas mengenai pelaksanaan, bab V (lima) membahas
mengenai Kerja sama, bab VI (enam) membahas mengenai sistem informasi,
bab VII (tujuh) membahas mengenai pembinaan, pengawasan dan
pengendalian, bab VIII (delapan) membahas mengenai penghargaan, bab X
(sembilan) membahas mengenai pembiayaan, dan bab XI (sepuluh) membahas
mengenai ketentuan penutup.
58
Perda No.1 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan pembangunan
ketahanan keluarga dibentuk berdasarkan beberapa hal yang termuat dalam
konsideran, diantaranya adalah:
1. Bahwa hak berkeluarga merupakan amanat Undang-Undang Dasar 1945,
sehingga diperlukan peningkatan penyelenggaraan pembangunan ketahanan
keluarga.
2. Bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat harus dibina dan
dikembangkan untuk menjadi keluarga sejahtera dan berkualitas melalui
penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga.
3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b, perlu menjadikan keluarga sebagai basis kebijakan publik dan
membentuk peraturan daerah tentang penyelenggaraan pembangunan
ketahanan keluarga.
Adapun dasar hukum dibentuknya Perda Bogor No.1 tahun 2019
tentang penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga adalah sebagai
berikut:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945.
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-
Daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat, dan dalam Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1954 tentang Pengubahan
Undang-Undang Nomor 16 dan 17 Tahun 1950 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1954 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 551).
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3019).
59
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606).
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419).
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421).
7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahtraan Sosial
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967).
8. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5080).
9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679).
10. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Keluarga Sejahtera (Lembaran Negara Republik Indonesia
60
Tahun 1994 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3553).
11. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Kesejahtraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294).
12. Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan
Sistem Informasi Keluarga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 319, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5614).
13. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2014 Nomor 9 Seri E, Tambahan Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 169).
14. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2009 tentang Pembangunan
Jangka Panjang Daerah Kota Bogor Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah
Kota Bogor Tahun 2009 Nomor 3 Seri E).
15. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pembentukan
dan Susunan Perangkat Daerah Kota Bogor (Lembaran Daerah Kota Bogor
Tahun 2016 Nomor 1 Seri D).
16. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah (Lembaran Daerah Kota
Bogor Tahun 2017 Nomor 2 Seri E).
E. Tujuan dan Ruang Lingkup Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1
Tahun 2019
Peraturan daerah kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga berdasarkan Pasal 3
memiliki tujuan untuk:
61
1. Mewujudkan ketahanan keluarga dalam memenuhi kebutuhan fisik,
ekonomi, sosial, psikologis, dan spiritual secara seimbang menuju
kesejahtraan lahir dan kebahagiaan batin.
2. Terciptanya harmonisasi dalam pembangunan Ketahanan Keluarga yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, Kota, keluarga, masyarakat, serta
dunia usaha.
3. Menjadikan keluarga sebagai basis kebijakan publik dan mencegah dampak
negatif pembangunan terhadap ketahanan dan kualitas keluarga.
Adapun ruang lingkup Perda Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga berdasarkan Pasal 4
memiliki ruang lingkup sebagai berikut:
1. Perencanaan.
2. Pelaksanaan.
3. Kerja sama.
4. Sistem informasi.
5. Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.
6. Penghargaan.
7. Pembiayaan.
62
56
BAB IV
KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BOGOR MELALUI
PENYELENGGARAAN PEMBANGUNANKETAHANAN KELUARGA
DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN
A. Latar Belakang Pembentukan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1
Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan
Keluarga
Keluarga menjadi pertahanan utama yang dapat menangkal berbagai
pengaruh negatif dari dinamika sosial yang ada. Pengaruh negatif yang
diakibatkan oleh adanya interaksi antara dinamika eksternal dan internal dalam
komunitas yang bersentuhan dengan sistem sosial lainnya diharapkan dapat
ditangkal oleh sebuah keluarga yang memiliki ketahanan keluarga yang
tangguh. Ketahanan keluarga adalah kondisi dinamik suatu keluarga yang
memiliki keuletan dan ketangguhan, serta mengandung kemampuan fisik
materil dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan
diri serta keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahtraan
lahir dan kebahagiaan batin. 69
Kota Bogor memiliki visi menjadi kota yang ramah keluarga. kota
ramah keluarga adalah kota yang di setiap aspek kehidupannya itu menguatkan
ketahanan keluarga, menguatkan kebersamaan, dan memberikan rasa aman dan
nyaman bagi keluarga. 70 Dalam konteks mewujudkan kota yang ramah
keluarga, salah satu hal yang penting diperhatikan adalah bagaimana kota
memiliki daya dukung terhadap kehidupan keluarga yang dapat diukur salah
69 Konsideran Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Ketahanan Keluarga 70 Husnul Khatimah, Bima Arya Ingin Wujudkan Kota Bogor Ramah Keluarga,
https://m.ayobogor.com/read/2019/02/06/2465/bima-arya-ingin-wujudkan-kota-bogor-ramah-
keluarga, diakses pada 30 Mei 2021
57
satunya dengan melihat seberapa besar ketahanan keluarga yang tinggal dalam
lingkungan kota tersebut.71
“Visi tersebut dibuat karena semua aspek kehidupan berujung kepada keluarga,
kita hidup di kota yang memberikan kenyamanan bagi keluarga. jadi,
kebutuhan dasar manusia itu berasal dari keluarga” 72
Hak berkeluarga merupakan amanat dari Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga diperlukan peningkatan
penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga. keluarga sebagai unit
terkecil di dalam masyarakat harus dibina dan dikembangkan untuk menjadi
keluarga yang sejahtera dan berkualitas melalui penyelenggaraan
pembangunan ketahanan keluarga. maka dari itu, perlu menjadikan keluarga
sebagai basis kebijakan publik dan membentuk peraturan daerah tentang
penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga.73
“Perda itu dibuat untuk mengatur, jadi Perda ini dibuat sebagai
turunan dari Visi Kota Bogor, yaitu menjadi kota yang ramah keluarga. untuk
mewujudkan visi tersebut perlu adanya peraturan yang bersifat mengikat. Visi
itukan bersifat global, hanya menjadikan kota bogor yang ramah keluarga, apa
itu ramah keluarga? bagaimana cara kota Bogor menjadi ramah keluuarga?
Untuk melaksanakan visi tersebut perlu diadakannya Perda. Selain itu Perda
juga bersifat menguatkan, jadi ketika ingin bergerak harus sesuai dengan
Perda, tidak perlu ada kekhawatiran karena tidak memiliki dasar hukum” 74
Kota Bogor memiliki cita-cita untuk menjadi kota yang ramah keluarga,
hal ini diwujudkan dengan penerbitan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1
Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga. hal
tersebut akan tercapai apabila keluarganya memiliki ketahanan keluarga yang
kokoh. Perlu ditekankan bahwa keluarga yang memiliki ketahanan keluarga
yang kokoh bukan berarti keluarga tersebut tidak memiliki masalah. Setiap
71 Wali Kota Bogor Jawa Barat, “Rancangan Perda Kota Bogor Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2019-2024” 72 Agus Yuspian, Panitera Muda Pengadilan Agama Bogor Kelas IA, Interview Pribadi,
Bogor, 24 Mei 2021 73 Konsideran Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 Tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga 74 Arif Witjaksono, Sekretaris Bidang Pengembangan dan Penelitian BAPPEDA Kota
Bogor, Interwiew Pribadi, Bogor, 26 April 2021
58
keluarga pasti memiliki masalah dan tidak sedikit yang berujung pada
perceraian, namun hal ini tergantung dari ketahanan keluarga yang dimiliki
oleh suami ataupun istri, hanya saja mereka kuat dalam menghadapi
permasalahan yang ada, mereka tangguh mempertahankan keluarga mereka.
Setiap keluarga memiliki kondisi yang berbeda-beda, tentunya
permasalahan yang dihadapi juga berbeda, sehingga perlu solusi yang berbeda-
beda pula. Meskipun demikian, berbagai masalah keluarga sebenarnya dapat
diminimalisir ketika setiap pasangan memiliki perencanaan keluarga yang baik
untuk mewujudkan ketahanan keluarga. Tidak ada kata terlambat untuk
melakukan perencanaan, termasuk dalam perencanaan keluarga. ketahanan
keluarga akan dicapai melalui perencanaan keluarga yang baik, tentunya
perencanaan keluarga tersebut mengacu pada 8 fungsi keluarga demi
mewujudkan ketahanan keluarga.75 sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem
Informasi Keluarga, ada delapan fungsi ketahanan keluarga yaitu fungsi
keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan,
fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan
fungsi pembinaan lingkungan.
Dalam proses membangun ketahanan keluarga, perlu diperhatikan
menajemen sumber daya manusia dan pengelolaan masalah-masalah yang
timbul dalam keluarga. keluarga juga perlu memperhatikan komunikasi yang
baik antar anggota keluarga. Ketahanan keluarga justru menuntut pembagian
yang jelas mengenai peran dan fungsi ibu dan ayah. Ketahanan keluarga yang
rapuh dapat mempengaruhi kekuatan sebuah negeri. Keluarga adalah tempat
pertama setiap individu dibekali nilai-nilai kehidupan terutama nilai agama.
Dari keluarga yang kokoh akan lahir generasi yang tangguh, aset pembangunan
masa depan bangsa.
75 Reyhan Diandri Chivarianto, Jaga Ketahanan Keluarga Dengan Memahami 8 Fungsi
Keluarga Ini, https://news.detik.com/berita/d-5196018/jaga-ketahanan-keluarga-dengan-
memahami-8-fungsi-keluarga-ini, Diakses pada 1 Juni 2021
59
Diundangkannya Peraturan Daerah Kota Bogor No.1 Tahun 2019
tentang penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga, bertujuan untuk:
1. Mewujudkan ketahanan keluarga dalam memenuhi kebutuhan fisik,
ekonomi, sosial, psikologis dan spiritual secara seimbang menuju
kesejahtraan lahir dan kebahagiaan batin.
2. Terciptanya harmonisasi dalam pembangunan ketahanan keluarga yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Kota, keluarga, masyarakat serta
dunia usaha.
3. Menjadikan keluarga sebagai basis kebijakan publik dan mencegah dampak
negatif pembangunan terhadap ketahanan dan kualitas keluarga.76
Pemerintah Kota Bogor mengeluarkan kebijakan berupa perda
ketahanan keluarga, bukan berarti Perda ini dibuat hanya untuk menekan angka
perceraian. Akan tetapi, juga bertujuan untuk meminimalisir permasalahan-
permasalahan sosial yang berasal dari keluarga. seperti yang diketahui, Perda
merupakan sebuah aturan yang besifat melindungi. Artinya, Perda Bogor
tentang ketahanan kelaurga ini hadir sebagai pedoman untuk melindungi
keluarga dari kehancuran yang menimbulkan akibat hukum perceraian. Dapat
disimpulkan bahwa ketika sebuah keluarga memiliki ketahanan keluarga yang
kuat maka keluarga tersebut sudah siap jika dihadapi dengan masalah keluarga
yang dapat menimbulkan hancurnya ketahanan keluarga, dengan demikan
angka perceraian di kota Bogor dapat ditekan.
Maka dari itu, untuk mengatasi permasalahan-permasalahan keluarga
sampai menakan angka perceraian di kota Bogor, maka diperlukan sebuah
aturan untuk mengikat banyak pihak agar mau bersama sama mengkokohkan
ketahanan keluarga. Aturan tersebut berupa Peraturan Daerah Kota Bogor
Nomor 1 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan
Keluarga, yang mana Perda tersebut merupakan salah satu kebijakan yang
dikeluarkan Pemerintah Kota Bogor untuk mengkokohkan ketahanan keluarga.
karena ketika ketahanan keluarganya dikokohkan, fungsi keluarga dikokohkan,
76 Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Ketahanan Keluarga, Pasal 3
60
akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat
meminimalisir permasalahan-permasalahan sosial. Ketahanan keluarga
merupakan kemampuan keluarga untuk menggunakan sumber daya yang
dimiliki keluarga dalam mencapai kemandirian dan kesejahtraan. Pola
ketahanan keluarga yang baik dan optimal menjadikan keluarga lebih siap dan
kuat dalam menyelesaikan masalah dan kesulitan yang dihadapi keluarga.
B. Kebijakan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 Tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga Dalam Menekan
Angka Perceraian
Perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus
diberikan oleh aparat penegak hukum kepada masyarakat untuk memberikan
rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai
ancaman dari pihak manapun terhadap subjek hukum yang mengalami
tindakan sewenang-wenang. 77 Perlindungan secara hukum terhadap warga
Negara merupakan hal yang wajib dilakukan bagi sebuah Negara baik secara
jasmani maupun rohani. Begitu juga mengenai perlindungan terhadap keluarga
yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Pasal 4
UU Nomor 52 Tahun 2009 menjelaskan bahwa pembangunan keluarga
bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman,
tentram dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan
kesejahtraan lahir dan kebahagiaan batin. Dijelaskan juga di dalam Pasal 5
huruf h disebutkan bahwa setiap keluarga memiliki hak untuk mendapatkan
perlindungan, mempertahankan keutuhan, ketahanan dan kesejahtraan
keluarga.
Begitu juga upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor dalam
melindungi keutuhan keluarga agar keluarga tersebut tidak bercerai, dengan
jalan menerbitkan peraturan daerah kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga.
77 Dr. Kusbianto, dkk.” Perlindungan dan Aturan Hukum Keluarga Terhadap Perempuan dan
Anak Dalam Perkawinan”, Jurnal Ilmiah Advokasi, Vol.7 No.1 (2019), h.4
61
Berbicara mengenai kebijakan, Miriam Budiarjo menyatakan bahwa
kebijakan adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku
atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai
tujuan tersebut. Pemangku kebijakan beranggapan bahwa setiap masyarakat
mempunyai tujuan bersama. Maka dari itu, perlu ditentukan rencana-rencana
yang mengikat dan dituang ke dalam kebijakan oleh pihak yang berwenang,
dalam hal ini adalah Pemerintah. Tidak dapat dipungkiri bahwa hadirnya
kebijakan dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Terkait dengan kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan
ketahanan keluarga dalam menekan angka perceraian, Pemerintah kota Bogor
mengeluarkan sebuah peraturan yang memuat kepentingan bagi masyarakat
maupun pemerintah. Kebijakan tersebut berupa peraturan daerah kota Bogor
No.1 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga.
Dalam kebijakan tersebut, terdapat pasal-pasal yang membahas mengenai
penguatan ketahanan keluarga, yang diharapkan dengan adanya pasal-pasal
tersebut, tingginya angka perceraian di kota Bogor dapat ditekan, diantaranya
sebagai berikut:
Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa tujuan penyelenggaraan
pembangunan ketahanan keluarga adalah mewujudkan ketahanan keluarga
dalam memenuhi kebutuhan fisik, ekonomi, sosial, psikologi dan spiritual
secara seimbang menuju kesejahtraan lahir dan kebahagiaan batin. Pasal 8 ayat
3 dijelaskan bahwa salah satu fasilitas yang dibuat oleh Pemerintah Kota Bogor
adalah motivator ketahanan keluarga, yang memiliki tugas mengidentifikasi
potensi dan masalah keluarga, memberikan motivasi, mediasi, mendidik,
merencanakan dan mengadvokasi. Pasal 9 huruf d menjelaskan pemerintah
kota Bogor memfasilitasi pembangunan penyelenggaraan ketahanan keluarga
dengan cara memberdayakan keluarga rentan melalui perlindungan dan/ atau
fasilitas untuk mengembangkan diri agar setara dengan keluarga lain. Lebih
jelasnya lagi di dalam Pasal 10 fasilitas yang dilakukan pemerintah kota Bogor
berupa bimbingan teknis, pelatihan workshop, sosialisasi dan kegiatan lain
yang sejenis.
62
Selanjutnya dalam Pasal 12 huruf b setiap anggota keluarga berhak
mendapat perlindungan dari pemerintah kota Bogor untuk menjaga keutuhan,
keharmonisan, keselamatan, dan perlindungan agar terbebas dari paparan, dan
promosi perilaku sosial dan seksual menyimpang. Pasal 14 dijelaskan bahwa
setiap pasangan yang ingin menikah berhak mendapatkan informasi,
bimbingan, dan bentuk jenis lainnya terkait dengan perkawinan,
pengembangan kualitas diri, dan fungsi keluarga. agar pasangan calon
pengantin mengetahui hak dan kewajibannya dalam rumah tangga sehingga
terhindar dari permasalahan keluarga yang berdampak hancurnya ketahanan
keluarga. Dan pasal 22 Perda Bogor Nomor 1 Tahun 2019 menjelaskan bahwa
dalam penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga, pemerintah kota
Bogor membentuk Tim Pembina Ketahanan Keluarga. Yang bertugas
merencanakan, mengkoordinasikan, mengevaluasi dan melaporkan
pelaksanaan kegiatan pembinaan pembangunan ketahanan keluarga.78
Adanya pasal-pasal tersebut penulis menarik kesimpulan bahwa
pemerintah kota Bogor adalah pemerintah yang care atau peduli terhadap
pembangunan ketahanan keluarga di kota Bogor. Pasal-pasal tersebut
diharapkan dapat menciptakan dampak baik dalam meminimalisir
permasalahan keluarga sehingga angka perceraian di kota Bogor dapat ditekan
“Kesuksesan keluarga salah satunya adalah tidak bercerai. Bagaimana
implementasi perda ini diarahkan agar keluarga tidak bercerai, salah satunya
adalah dengan kebijakan yang dikeluarkan pemkot ini yaitu perda ketahanan
keluarga. Kita harus hati-hati dalam menafsirkan meningkatnya angka
perceraian di kota bogor ini karena adanya pandemi. Jika kita lihat di media,
hampir seluruh kabuaten atau kota mengalami peningkatan perceraian. Bisa
jadi karena faktor ekonomi atau bisa juga karena adanya faktor pandemi,
bukan karena Perda ini tidak mampu ya, tapi karena adanya faktor lain”.79
Kebijakan merupakan suatu peraturan untuk menyelesaikan masalah,
yang dibuat dan disetujui oleh pemerintah guna mengatur masyarakatnya atau
target group. Kebijakan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai.
78 Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Ketahanan Keluarga 79 Arif Witjaksono, Sekretaris Bidang Pengembangan dan Penelitian BAPPEDA Kota Bogor,
Interwiew Pribadi, Bogor, 26 April 2021
63
Pemerintah kota Bogor terus berkomitmen untuk mewujudkan visi kota Bogor
yaitu menjadikan kota Bogor yang ramah keluarga. Tujuan pemerintah kota
Bogor dalam menerbitkan Perda Bogor Nomor 1 Tahun 2019 ini adalah untuk
melindungi keluarga dari permasalahan-permasalahan sosial yang
menyebabkan hancurnya ketahanan sebuah keluarga. Dengan diterbitkannya
kebijakan ini artinya pemerintah kota Bogor serius dalam menjaga keutuhan
keluarga dengan cara membuat kebijakan yang diharapkan dapat memberi hasil
yang baik agar terciptanya keutuhan keluarga sehingga angka perceraian di
kota Bogor dapat ditekan, serta dengan adanya Perda tersebut masyarakat
merasa aman dan dilindungi oleh Pemerintah kota Bogor. seperti yang
disebutkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Disebutkan bahwa kewajiban yang dimiliki daerah salah satunya melindungi
masyarakat.
“Seperti yang disebutkan tadi, fungsi perda selain mengatur itu ya melindungi.
Jadi Perda itu dibuat untuk melindungi, sama dengan Perda Bogor ini,
tujuannya untuk melindungi keluarga agar keluarganya tidak rapuh, merasa
mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Khusunya pemerintah kota Bogor.
jadi dengan hadirnya perda ini masyarakat merasa terlindungi, kami pun juga
bisa bergerak sesuai dengan peraturan. Ini menandakan kalau kami serius
dalam membangun ketahanan keluarga di kota Bogor. ya memang ada
program-program pemerintah kota bogor tentang ketahanan keluarga, tapi
kan perlu juga aturan yang lebih tinggi, yang langsung di keluarkan oleh
pemerintah bogor itu sendiri”.80
Menurut penulis, tujuan ini sudah tercapai, karena dengan hadirnya
Perda ini masyarakat bisa mendapatkan perlindungan lebih dari pemerintah
setempat, sehingga keluarga diharapkan dapat memiliki ketahanan yang baik
dan terhindar dari faktor-faktor yang dapat merapuhkan ketahanan keluarga.
Tujuan lain mengapa perda ini diterbitkan adalah untuk meminimalisir
permasalahan yang berasal dari keluarga. dengan diminimalisirnya
permasalahan keluarga tersebut, maka tingginya angka perceraian dapat
ditekan. Melihat kepada data yang penulis peroleh dari Pengadilan Agama Kota
80 Imam Santoso, Bidang Pengembangan dan Penelitian BAPPEDA Kota Bogor, Interwiew
Pribadi, Bogor, 26 April 2021
64
Bogor, selama tahun 2018 sampai tahun 2021 perbulan juni data tersebut
menunjukan tingginya angka perceraian yang terjadi di kota Bogor. Pada tahun
2018 data di kota Bogor menunjukan angka 1764 kasus perceraian, pada tahun
2019 sebanyak 1836 kasus, tahun 2020 sebanyak 1751 kasus dan tahun 2021
perbulan juni 909 kasus perceraian.
Dari data tersebut terlihat tingginya angka perceraian di kota Bogor dan
tidak mengalami penurunan yang signifikan. Dibuktikan pada data tahun 2021
perbulan juni terlihat sudah lebih dari 50 persen angka perceraian dari tahun
2020, dan pada tahun 2020 percereraian di kota Bogor mengalami penurunan
yang tidak signifikan. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh faktor musibah
pandemi yang melanda di seluruh dunia termasuk Indonesia, yang
mengharuskan tempat yang menimbulkan kerumunan ditutup sementara,
termasuk PA Bogor. Menurut informasi yang penulis dapatkan, bahwa
pelayanan administrasi perkara di PA Bogor ditiadakan selama beberapa bulan.
” Di kota Bogor sendiri, selama kurun waktu 3 tahun terakhir yakni 2018, 2019
dan 2020 terus mengalami peningkatan. Tidak hanya di Bogor ya, mungkin
angka perceraian di seluruh indonesia ini kondisinya sama, terus meningkat
setiap tahunnya, apalagi di masa Pandemi Covid 19 seperti sekarang ini. Jadi
menurut saya ya tidak mungkin Pengadilan-pengadilan di indonesia ini
mengalami penurunan angka perceraian apalagi di kondisi yang seperti ini.”81
Penulis menarik kesimpulan bahwa tujuan tersebut belum tercapai.
Karena cukup sulit untuk membenahi permasalahan sosial terutama
permasalahan yang berasal dari keluarga. Tujuan tersebut dapat tercapai
apabila pemerintah kota Bogor konsisten mengadakan sosialisai kepada
masyarakat, penguatan program ketahanan keluarga, serta pemantauan secara
berkala. Permasalahannya adalah belum terbitnya peraturan wali kota atau
Perwali dari Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang ketahanan keluarga ini yang
memfokuskan sosialisasi kepada masyarakat.
”harus ada peraturan wali kotanya untuk menjelaskan lebih jauh lagi
tentang pasal pasalnya, karena peraturan wali kota ini belum terbit tentang
perda ini, bisa dikatakan perda ini masih tahap sosialisasi. Sampai kapan
81 Agus Yuspian, Panitera Muda Pengadilan Agama Bogor Kelas IA, Interview Pribadi, Bogor,
24 Mei 2021
65
waktunya? sampai adanya peraturan wali kota yang mengatur tentang
pelaksanaan perda ini. Kenapa sampai sekarang belum juga terbit? karena
terkendala covid. Tetapi masih ada lembaga pendukung sosialisasi ketahanan
keluarga itu. contoh, sekolah ibu”.82
Kebijakan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai. Kebijakan
yang dihasilkan atau direncanakan bertujuan untuk memberikan efek perbaikan
terhadap masalah-masalah sosial. Menurut Anderson, dampak diadakannya
kebijakan lebih merujuk pada akibat yang ditimbulkan bagi masyarakat, baik
yang diinginkan atau tidak diinginkan oleh masyarakat, yang berasal dari
adanya tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah. Penulis
menyimpulkan bahwa tujuan dari diadakannya kebijakan pemerintah kota
Bogor berupa Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan
pembangunan ketahanan keluarga belum sepenuhnya tercapai. Tetapi
pemerintah kota Bogor terus berkomitmen dalam membangun ketahanan
keluarga di kota Bogor, sehingga diharapkan keluarga di kota Bogor memiliki
ketahanan keluarga yang kuat sehingga terhindar dari hancurnya ketahanan
keluarga berupa perceraian. Keseriusan pemerintah kota Bogor dalam
meminimalisir permasalahan keluarga dibuktikan dengan adanya Program-
program yang berkaitan dengan ketahanan keluarga.
Implementasi kebijakan merupakan hal yang penting untuk dilakukan.
Karena implementasi kebijakan adalah proses dimana kebijakan yang telah
dibuat akan dijalankan. Jika tidak ada implementasi maka akan sia-sia
kebijakan yang telah dibuat karena kebijakan tersebut tidak pernah
terealisasikan dan tidak menghasilkan sesuatu yang diharapkan (output).
Menurut Samudra wibawa, implementasi adalah aktivitas yang terlihat setelah
dikeluarkan pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya
mengelola input untuk menghasilkan output bagi masyarakat.
George C. Edward III menjelaskan ada 4 variable yang mempengaruhi
suatu kebijakan dapat diimplementasikan, dan keempat variable tersebut saling
berhubungan satu sama lain. Sebagai berikut:
82 Arif Witjaksono, Sekretaris Bidang Pengembangan dan Penelitian BAPPEDA Kota Bogor,
Interwiew Pribadi, Bogor, 26 April 2021
66
1. Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar
implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi
tujuan dan sasaran kebijakan yang harus di transmisikan kepada kelompok
target/ masyarakat.
2. Sumberdaya, sumberdaya tersebut dapat berupa sumber daya manusia dan
finansial.
3. Disposisi, watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti
komitmen, kejujuran, dan sifat demokrasi.
4. Struktur birokrasi, yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.
Menurut penulis, dari teori yang disebutkan di atas, Pemerintah kota
Bogor belum memenuhi semua yang tertera pada teori tersebut. Hal ini dapat
dilihat dari komponen pertama, yaitu komunikasi. Walaupun sudah terdapat
perda Bogor tentang ketahanan keluarga namun kurangnya komunikasi
menjadi penyebab penghambat berjalannya Perda. Seperti kurangnya
komunikasi pemerintah kota Bogor dengan masyarakat. Seperti yang sudah
penulis jelaskan di atas, bahwa terdapat faktor yang menghambat komunikasi
tersebut, yaitu belum terbitnya peraturan wali kota yang diharapkan mampu
mensosialisasikan perda tersebut kepada masyarakat luas. Kebijakan publik
dalam bentuk undang-undang atau peraturan daerah adalah jenis kebijakan
publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering
diistilahkan sebagai peraturan pelaksana.83
”Lalu apa yang harus dilakukan pemerintah kota Bogor? sosialisasi.
Sosialisasi terus menerus, program nya di tekankan lagi. Kalau perceraian,
sosialisasikan dengan PA, apa faktor utama yang menyebabkan perceraian,
apa yang harus di perbaiki atau dikuatkan lagi programnya. Pemerintah kita
care loh sama keluarga, buktinya visi kota Bogor, menciptakan kota Bogor
yang ramah keluarga”.84
83 Rian Nugroho, Public Policy, (Jakarta: PT Alex Media Komputindo, 2012), h.674 84 Agus Yuspian, Panitera Muda Pengadilan Agama Bogor Kelas IA, Interview Pribadi,
Bogor, 24 Mei 2021
67
Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah
yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau
melalui formulasi kebijakan derivat atau turnan dari kebijakan publik tersebut.
Pasal 24 Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang
penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga menjelaskan bahwa
pemerintah daerah kota menyelenggarakan sistem informasi pembangunan
ketahanan keluarga yang terencana dan terintegrasi. Sistem informasi
pembangunan ketahanan keluarga paling sedikit mencakup informasi hasil
sensus, survei, dan pendataan keluarga. survei yang dimaksud dalam pasal
tersebut adalah program Indeks Ketahanan Keluarga (IKK) kota Bogor.
Dinas Komunikasi dan Informasi (DISKOMINFO) kota Bogor
bekerjasama dengan Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB
melaksanakan survey ketahanan keluarga dalam upaya memperoleh gambaran
profil ketahanan keluarga kota Bogor. Data profil ketahanan keluarga yang
diperoleh akan bermanfaat sebagai salah satu landasan dalam penyusunan
kebijakan pembangunan ketahanan keluarga di kota Bogor untuk mendukung
visi kota Bogor sebagai kota yang ramah keluarga. Indeks Ketahanan Keluarga
(IKK) meupakan amanat dari RPJMD atau Rancangan Pembangunan Jangka
Menengah Daerah kota Bogor yang harus dilaksanakan. Di dalam RPJMD kota
Bogor memiliki target nilai untuk ketahanan keluarga 74 sampai tahun 2024
tetapi sebelum tahun 2024 tepatnya pada tahun 2020 kota Bogor mendapatkan
nilai 85 untuk ketahanan keluarga. Penulis berpendapat bahwa nilai tersebut
tidak sejalan dengan kondisi ketahanan keluarga di kota Bogor, dibuktikan
dengan tingginya angka perceraian di kota Bogor, dan permasalahan keluarga
di kota Bogor belum dapat diminimalisir.
”Dinas komunikasi dan informasi, mereka mengerjakan indeks ketahanan
keluarga, dimana indeks ketahanan keluarga ini merupakan amanat dari
RPJMD kota bogor yang harus dilaksanakan. Di dalam RPJMD kota bogor
kita memiliki target nilai 74 sampai dengan tahun 2024. Sebelum tahun 2024,
kota bogor telah mencapai nilai 85, kami melakukan rencana induk
pembangunan ketahanan keluarga, disini kami mengidentifikasi dan
mengevaluasi mengenai pelaksanaan ketahanan keluarga di masing-masing
68
dinas lalu kita ambil kira kira apa yang bisa mendongkrak indeks ketahanan
keluarga”.85
Walaupun begitu pemerintah kota Bogor terus berkomitmen dalam
penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga di kota Bogor sehingga
angka perceraian dapat ditekan. Melalui program yang diterbitkan pemerintah
kota Bogor sebagai upaya penguatan ketahanan keluarga, seperti sekolah ibu.
Sekolah ibu didirikan dengan tujuan untuk menciptakan ketahanan
keluarga. berangkat dari maraknya permasalahan-permasalahan sosial di
tengah-tengah masyarakat, yaitu tingginya angka perceraian, kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT), serta permasalahan sosial remaja seperti tawuran, dan
lain-lain. Permasalahan tersebut berasal dari keluarga yang merupakan
lingkungan pertama yang mempengaruhi seseorang. Lalu, kenapa harus ibu?
dikarenakan ibu merupakan sosok utama yang mampu melakukan banyak hal
untuk kebutuhan anggota keluarga sehingga memberikan keseimbangan dalam
sebuah keluarga. Sekolah Ibu merupakan suatu bentuk kepedulian terhadap
maraknya permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu
Sekolah Ibu bertujuan mendidik kaum ibu agar mampu memegang peran
penting dalam menjadikan keluarga yang berkualitas.86
Sekolah ibu adalah kegiatan pembelajaran secara berkala dengan
sasaran perempuan yang sudah menikah yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan dan pengetahuan seorang ibu dalam melaksanakan perannya
dalam rumah tangga. Sekolah Ibu didirikan untuk membekali ibu dalam
menghadapi permasalahan rumah tangga, tumbuh kembang anak, psikologis
keluarga, sosial kemasyarakatan, hingga permasalahan kesejahteraan keluarga,
agar keluarga menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anggotanya.
85 Arif Witjaksono, Sekretaris Bidang Pengembangan dan Penelitian BAPPEDA Kota
Bogor, Interwiew Pribadi, Bogor, 26 April 2021 86 Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga, “Proposal Sekolah Ibu:
Percepatan Peningkatan Ketahanan Keluarga melalui Pendidikan Non Formal Berjenjang bagi
Kaum Ibu”, (Bogor: TP-PKK Kota Bogor, 2017), h. 2.
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada rumusan dan pembahasan pada bab-bab di atas, maka
penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Peraturan Daerah Kota Bogor No.1 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan
pembangunan katahanan keluarga diciptakan dengan tujuan memperkokoh
ketahanan keluarga. Kota Bogor memiliki cita-cita untuk menjadi kota yang
ramah keluarga, hal ini diwujudkan dengan penerbitan Peraturan Daerah Kota
Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan
Ketahanan Keluarga. hal tersebut akan tercapai apabila keluarganya memiliki
ketahanan keluarga yang kokoh. Yang perlu ditekankan adalah Perda Bogor
No.1 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga
di ciptakan bukan hanya untuk mengatur mengenai perceraian tetapi juga
permasalahan-permasalahan sosial lainnya yang bermuara kepada keluarga.
seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan anak dan
perempuan, eksploitasi anak, sampai terjadinya perceraian. Pemerintah Kota
Bogor mengeluarkan kebijakan berupa perda ketahanan keluarga, bukan
berarti Perda ini dibuat hanya untuk menekan angka perceraian. Akan tetapi,
juga bertujuan untuk meminimalisir permasalahan-permasalahan sosial yang
berasal dari keluarga.
b. Berdasarkan pembahasan tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa
penerapan kebijakan pemerintah kota Bogor berupa Peraturan Daerah kota
Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan pembangunan
ketahanan keluarga belum sepenuhnya terlaksana. Hal ini dibuktikan dengan
kurang terpenuhinya tujuan dari kebijakan tersebut, yaitu meminimalisir
permasalahan keluarga. dengan diminimalir permasalahan keluarga
diharapkan keluarga memiliki ketahanan keluarga yang kuat dan perceraian
77
dapat ditekan. kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan
yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah. Padahal
kebijakan berkaitan erat dengan tujuan sebagai upaya menyelesaikan
permasalahan dimasyarakat. Faktor lain yang menyebabkan kebijakan
tersebut belum dikatakan optimal adalah belum terbitnya peraturan wali kota
yang memfokuskan sosialisasi kepada masyarakat. Begitu juga implementasi,
kebijakan tersebut belum dapat diimplementasikan karena dari komponen
komunikasi belum terlaksana secara optimal. Karena sangat kurangnya
komunikasi serta sosialisasi kepada masyarakat.
B. Saran-saran
Adapun bentuk saran yang terangkum dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Kepada pemerintah kota Bogor agar terus mensosialisasikan Perda Bogor
No.1 Tahun 2019 kepada masyarakat luas agar terciptanya dampak positif
terhadap penyelesaian permasalahan sosial yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat kota Bogor, terutama darurat perceraian. Serta pemerintah Kota
Bogor diharapkan agar segera menerbitkan Peraturan Walikota sebagai
penyempurna Peraturan Daerah Kota Bogor No.1 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga. dan sebaiknya
pemerintah kota Bogor melakukan koordinasi dengan instansi yang
berwenang seperti PA Bogor dalam upaya tingginya angka perceraian,
dengan melihat kepada sebab-sebab terjadinya perceraian di kota Bogor.
2. Kepada lembaga ketahanan keluarga kota Bogor agar terus berupaya
meminimalisir permasalahan yang terjadi di kota Bogor terutama
meminimalisir angka perceraian yang terjadi di kota Bogor.
3. kepada masyarakat kota Bogor agar senantiasa memperhatikan dampak-
dampak yang ditimbulkan dari perceraian, dengan adanya sosialisasi
pemerintah kota Bogor serta lembaga ketahanan keluarga kota Bogor
mengenai Perda No.1 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan pembangunan
ketahanan keluarga, diharapkan masyarakat kota Bogor akan memiliki
78
ketahanan keluarga yang kokoh, serta lebih memikirkan masa depan
keluarga agar tidak mudah percerai.
79
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdullah, Rozali. Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah
Secara Langsung, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, Cet.1, 2005.
Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam di Indonesia, Palu: Yayasan Masyarakat
Indonesia Baru, 2002
Asmayani, Nurul. Perempuan Bertanya, Fiqh Menjawab. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2002
Dariyo, Agoes. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda, Jakarta: Grasindo, 2008
Erwan, Agus, Ratih dan Dyah S, Implementasi Kebijakan Publik, Konsep dan
Aplikasinya di Indonesia, Yogyakarta: Gava Media, 2015.
Fauzi, Ahmad Dodi. Mengatasi Problem Keluarga, Jakarta: EDSA Mahkota, 2006.
Harahap, Yahya. Beberapa Permasalahan Hukum Acara Pada Peradilan Agama,
Jakarta: Al-Hikmah, 1975
Hart, dan Fredickson. Kebijakan Publik dan Formulasi, Jakarta: Sinar Harapan,
2003.
Indriati, Maria Farida. Ilmu Perundang-Undangan, Yogyakarta: Cet. 7, Kanisius,
2007.
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak. Pembangunan
Ketahanan Keluarga. Jakarta: KEMENPPPA, 2016.
Mukhtar, Kamal. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Yogyakarta: Bulan
Bintang, 1993
Mulyadi, Deddy. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik, Bandung: Alfabeta,
2016
Mulyasa, E. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara, 2013
Nasional, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008.
80
Nugroho, Rian. Public Policy, Jakarta: PT Alex Media Komputindo, 2012.
Prayitno, Singgih Ujianto, dkk. Ketahanan Keluarga Untuk Masa Depan Bangsa
Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2016
Rahman, Abdul. Perkawinan Dalam Syari’at Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1996
Sopyan, Yayan. Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam
Hukum Nasiomal. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan,
Yogyakarta: Cetakan Keenam, Liberty, 2007
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2003
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1993
Suma, Amin Muhammad. Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, Yogyakarta:
Raja Grafindo Persada, 2004
Sunarti, Euis. Pembangunan Ketahanan Keluarga, Bogor: Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2016
Subarsono, Analisis Kebijakan Publik (Konsep. Teori dan Aplikasi), Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011.
Sulistyastuti, Purwanto. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi
Kebijakan, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
Sunggono, Bambang. Hukum dan Kebijakan Publik, Jakarta: PT. Karya Unipress,
1994.
Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh
Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, Cetakan kelima, 2014.
Usman, Nurdin. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, Jakarta: Grasindo,
2002.
81
Wahab, Abdul. Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Penyusunan Model-Model
Implementasi Kebijakan Publik, Jakarta: Bumi Aksara, 2017.
Wibawa, Samodra. Kebijakan Publik: Proses dan Analisis, Jakarta: Intermedia, Cet.
1, 1994
Winarno, Budi. Teori Dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta: Media Pressindo,
2002.
JURNAL DAN SKRIPSI
Akib, Haedar. Implementasi Kebijakan: Apa, Mengapa, dan Bagaimana. Jurnal
Administrasi Publik, Vol. 1, Nomor 1, 2010
Amalia, Maulida Rizqi, dkk. Ketahanan Keluarga dan Kontribusinya Bagi
Penanggulangan Faktor Terjadinya Perceraian. Jurnal Al-Azhar Indonesia
Seri Humaniora, Volume 4, Nomor 2, 2017
Anggraeni, Ratih, dkk. “Evaluasi Kebijakan Publik (Evaluasi terhadap proses
pengadaan anjungan mandiri kepegawaian berdasarkan Perpres No.54 Tahun
2010 di Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang), Jurnal Administrasi
Publik, Vol.1, No.1
Dr. Kusbianto, dkk.” Perlindungan dan Aturan Hukum Keluarga Terhadap
Perempuan dan Anak Dalam Perkawinan”, Jurnal Ilmiah Advokasi, Vol.7,
No.1, 2019
Fachrina, dkk, Upaya Pemerintah Dalam Pencegahan Perceraian Melalui Lembaga
BP4 Dan Mediasi Pengadilan Agama. Prosiding Seminar Naional dan
Penellitian PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora, Volume 7, Nomor 2, 2017
Hidayat, Taufik. “Kebijakan Pemerintah Kota Depok Terhadap Peningkatan
Ketahanan Keluarga (Studi Terhadap Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 9
Tahun 2017)”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2019
82
Iqbal, Muhammad. Psikologi Ketahanan Keluarga, Jurnal Ilmu Ketahanan
Keluarga, Vol. 3 No. 9 2017
Konoras, Abdurrahman. “Telaah Tingginya Perceraian Di Sulawesi Utara (Studi
Kasus Putusan Pengadilan Agama”, LPPM Bidang EkoSoBudKum, Vol.1
2014
Kumara, Anggara Debby, dkk. “Strategi Mempertahankan Keutuhan Keluarga
Sopir Truk Berbasis Modal Sosial Di Surakarta”, Journal of Development and
Social Change, Vol.3 No.1 2020
Musfiroh, Mujahidatul, dkk. Analisis Faktor-Faktor Ketahanan Keluarga di
Kampung KB RW 18 Kelurahan Kadiptiro Kota Surakarta. Jurnal Ilmiah
Kesehatan dan Aplikasinya, Volume 7, Nomor 2, 2019
Nasir, Badruddin. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perceraian Di Kecamatan
Sungai Kunjang Kota Samarinda”, Jurnal Psikostudia Universitas
Mulawarman, Vol.1 No.1 2021
Neagara, Sulthon Muhammad. “Implementasi Perda Nomor 5 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Sampah dan Kebersihan”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat, UIN Sunan Ampel, 2018
Nelwan, Immanuel Oktavianus. “Akibat Hukum Perceraian Suami dan Istri
Ditinjau Dari Sudut Pandang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974”, Jurnal
Lex Privatum, Volume VII, Nomor 3, 2019
Permana, Nata Galih. “Kontribusi Program Ketahanan Keluarga Terhadap
Pencegahan Perceraian (Studi Pelaksanaan Sekolah Ibu di Kota Bogor)”,
Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2020
Puspitawati, Herien, dkk. Relasi Gender, Ketahanan Keluarga dan Kualitas
Pernikahan Pada Keluarga Nelayan dan Buruh Tani “Brondol” Bawang
Merah, Jurnal Ilmu Keluarga dan Konseling, Vol.12 No.1, 2019
83
Rahmalia. Syifa. “Pernikahan Perempuan Usia Muda Dan Ketahanan Keluarga
(Studi di Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok)”, Skripsi
S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018
Wollanda, Doni. “Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2009 Tentang
Penjualan dan Pengawasan Minuman Beralkohol di Kabupaten Empat
Lawang (Studi Kasus Peredaran Minuman Keras di Kecamatan Tebing
Tinggi)”, Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Raden Fatah
Palembang, 2018.
DOKUMEN-DOKUMEN
Bogor, Kota Bapeda. ”Laporan Akhir: Penyusunan Layanan Persampahan Kota
Bogor”, Bogor: Bapeda Kota Bogor, 2018
Bogor. Kota Wali, “Rancangan Peraturan Daerah Kota Bogor Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2019-2024”
Badan Pusat Statistik Kota Bogor, ”Kota Bogor Dalam Angka, Bogor City in
Figures 2018”, Bogor: BPS Kota Bogor, 2018
Bogor, Pengadilan Agama. Laporan Tahunan Pengadilan Agama Bogor Kelas 1A
Tahun 2018. Bogor: PA Bogor, 2018.
Bogor, Pengadilan Agama. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pengadilan Agama
Bogor Kelas 1A Tahun 2019. Bogor: PA Bogor, 2019.
Bogor, Pengadilan Agama. Laporan Pengadilan Agama Bogor Tahun 2020 (Per-
September). Bogor: PA Bogor, 2020.
DISKOMINFO Kota Bogor, Departemen Ilmu Keluarga dan Ilmu Konsumen IPB,
“Laporan Visualisasi Data Survei Ketahanan Keluarga Kota Bogor Tahun
2020”
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Tahun 2017: DPPKB Kota Bogor
84
Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga, “Proposal Sekolah Ibu:
Percepatan Peningkatan Ketahanan Keluarga melalui Pendidikan Non
Formal Berjenjang bagi Kaum Ibu”, Bogor: TP-PKK Kota Bogor, 2017
WAWANCARA PRIBADI
Interwiew Pribadi dengan Arif Witjaksono, Sekretaris Bidang Pengembangan dan
Penelitian BAPPEDA Kota Bogor, Bogor, 26 April 2021
Interwiew Pribadi dengan Agus Yuspian, Panitera Muda Pengadilan Agama Bogor
Kelas IA, Bogor, 24 Mei 2021
PERATURAN-PERATURAN
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Ketahanan Keluarga
Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum
Islam (KHI)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Jdih.Kemenpppa.go.id, Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang
Perkembangan Kedudukan dan Pembangunan Keluarga
WEBSITE/ BERITA
2016, Kota Bogor Diskominfostandi. “Bima-Dedie Paparkan Visi Misi 2019-2024”
https://kotabogor.go,id/index.php/show_post/detail/11986, diakses pada 9
Maret 2021
Antara, Agregasi. Bogor Punya Sekolah Ibu, Apa itu?,
https://google.com/amp/s/news.okezone.com/amp/2018/07/17/65/1923452/b
ogor-punys-sekolah-ibu-apa-itu, Diakses Pada 11 Juni 2021
85
Chivarianto, Reyhan Diandri. Jaga Ketahanan Keluarga Dengan Memahami 8
Fungsi Keluarga Ini, https://news.detik.com/berita/d-5196018/jaga-
ketahanan-keluarga-dengan-memahami-8-fungsi-keluarga-ini, Diakses pada
1 Juni 2021
Dewantara, Rizky. “Tiga Misi Baru Bima Arya-Dedie di Bogor’’
https://m.medcom.id/amp/4KZ6B0K-tiga-misi-baru-bima-arya-dedie-di-
bogor. diakses pada 10 maret 2021.
Harmadi, Hary B Sonny. Ketahanan Keluarga di Masa Pandemi.
https://mediaindonesia.com/opini/323946/ketahanan-keluarga-di-masa-
pandemi. Diakses pada 10 Mei 2021
Humas Setdakot Bogor, “Wali Kota Bogor minta konsistensi seluruh jajaran untuk
program ketahanan keluarga”,
https://megapolitan.antaranews.com/berita/63427/wali-kota-bogor-minta-
konsistensi-seluruh-jajaran-untuk-program-ketahanan-keluarga diakses pada
hari Selasa, 22 September 2020
Id.Tesis.com, “Teori Kebijakan Publik Menurut Para Ahli”,
https://idtesis.com/teori-kebijakan-publik-menurut-para-ahli/, diakses pada
10 Juni 2021
Jabar, Pemerintah Provinsi,” Profil Daerah Kota Bogor”,
http://www.kotabogor.go.id diakses pada 28 Februari 2021
Jabar, TIMDA PTA. “Statistik Perkara Pengadilan Agama Se-Jawa Barat
(Pengadilan Agama Bogor)”, http://kabayan.pta-
bandung.go.id/pengawasan_sipp/proses_stat diakses pada hari Minggu, 20
September 2020
Khatimah, Husnul. Bima Arya Ingin Wujudkan Kota Bogor Ramah Keluarga,
https://m.ayobogor.com/read/2019/02/06/2465/bima-arya-ingin-wujudkan-
kota-bogor-ramah-keluarga, diakses pada 30 Mei 2021
86
Papua, Provinsi BKKBN. 4 Langkah Menjaga Ketahanan Ekonomi Keluarga,
http://papua.bkkbn.go.id/?p=1242#:~:text=Ketahanan%20Ekonomi%20Kel
uarga%20adalah%20benteng,ketahanan%20ekonomi%20keluarga%20yang
%20baik. Diakses pada 10 Mei 2021
Pidie, Kabupaten BAPPEDA. “Istilah Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah”
http://bappeda.pidiekab.go.id/berita/kategori/bidang-perencanaan-
infrastruktur-dan-kewilayahan/beberapa-istilah-dalam-perencanaan-
pembangunan-daerah, diakses pada 3 Mei 2021
Saudale, Vento. “Bima Arya Targetkan Bogor Sebagai Kota Ramah Keluarga”,
https://www.beritasatu.com/feri-awan-hidayat/archive/499758/bima-arya-
targetkan-bogor-sebagai-kota-ramah-keluarga diakses pada hari Selasa, 22
September 2020
85
LAMPIRAN-LAMPIRAN
86
HASIL WAWANCARA DENGAN
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)
KOTA BOGOR
Nama : Arif Wicaksono, S.P., M.Si., Ph.D & Imam Santoso
Jabatan : Kasubid Penelitian dan Pengembangan Sosial
Budaya dan Pemerintahan
Tanggal
Wawancara
: 26 April 2021
Tempat
Wawancara
: Ruang Rapat BALITBANG BAPPEDA Kota
Bogor
1. Mengenai topik penelitian yang saya sedang teliti tentang ketahanan
keluarga, sejauh ini apa saja kebijakan pemerintah kota bogor dalam
membangun ketahanan keluarga?
Kebijakannya, karena kami bekerja di organisasi pemerintah daerah
atau dinas. Jadi kami bekerja sesuai dengan RPJMD nya. Selain itu dalam masa
pemerintahan bpk bima arya, bogor memiliki visi menjadi bogor kota yang
ramah keluarga, jadi visi kedepannya ini adalah bagaimana caranya kota bogor
mendukung sebagai kota yang ramah keluarga. berangkat dari visi tersebut,
pada tahun 2020 kemarin di kota bogor ada dua dinas yang mengerjakan
berkaitan dengan keluarga.
pertama dinas komunikasi dan informasi, mereka mengerjakan indeks
ketahanan keluarga, dimana indeks ketahanan keluarga ini merupakan amanat
dari RPJMD kota bogor yang harus dilaksanakan. Di dalam RPJMD kota bogor
kita memiliki target nilai 74 sampai dengan tahun 2024. Sebelum tahun 2024,
kota bogor telah mencapai nilai 85.
Yang kedua, BAPPEDA, kami melakukan rencana induk pembangunan
ketahanan keluarga, disini kami mengidentifikasi dan mengevaluasi mengenai
pelaksanaan ketahanan keluarga di masing-masing dinas lalu kita ambil kira
kira apa yang bisa mendongkrak indeks ketahanan keluarga, sebenarnya di
87
pemerintah kota sudah banyak program, tapi kami mencoba mengidentifikasi
dari program ketahanan keluarga mana mana saja yang sudah berjalan di
masyarakat. Itu adalah salah satu dari pengaruh ketahanan keluarga yang ada
di masyarakat, hasil dari rencana induk pembangunan ketahanan ini sudah
kami buat matriks rencana induk dan sekarang sedang tahap sinkronisasi
dengan revisi RPJMD karena RPJMD ini harus di revisi. Kenapa di revisi?
karena semenjak 2020 kita mengalami covid, dalam covid ini ada penanganan
bencana maka dari itu berubah semua target indikator sistem kinerja, maka dari
itu kami sedang merumuskan ketahanan keluarga itu masuk kepada RPJMD
yang baru.
2. Bagaimana kondisi ketahanan keluarga di kota bogor?
Jika kita melihat kepada Indeks Ketahanan Keluarga atau IKK, Setalah
di ukur oleh IPB nilainya 83. Artinya kota Bogor memiliki ketahanan keluarga
yang cukup baik ya, walaupun sudah mendapat nilai baik, kami (BAPPEDA)
akan terus mengevaluasi dan bekerja sama agar kedepannya masyarakat kita
ini memiliki ketahanan keluarga yang baik, karena ketika sebuah keluarga
memiliki ketahanan keluarga yang kuat, berarti keluarga itu tidak mudah goyah
dan tidak akan runtuh. Didalam IKK terdapat dimensi-dimensi seperti sosial
psikologi, sosial budaya, ekonomi. Tetapi karena adanya faktor pandemi,
dimensi ekonomi ini turun cukup rendah jadi hanya 70 persen, dan kami
menduga nya karena covid.
3. Apa yang melatar belakangi dibentuknya perda Bogor Nomor 1 Tahun 2019
tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga?
perda itukan dibuat untuk mengatur. Jadi perda ini dibuat sebagai
turunan dari visi kota bogor, yaitu kota bogor yang ramah keluarga, untuk
mewujudkan visi tersebut perlu adanya sebuah peraturan yang bersifat
mengikat seperti contoh misal kota bogor harus menjadi kota yang bebas asap
rokok, bagaimana cara mewujudkannya? harus dibuat sebuah peraturan tentang
bebas asap rokok. Maka dari itu, perda ini dibuat untuk mendukung visi kota
bogor tersebut. Visi itukan sifatnya global, hanya sebatas menjadikan kota
88
bogor yang ramah keluarga, apa itu ramah keluarga? bagaimana caranya bisa
menjadi rama keluarga? nah untuk melaksanakannya itu dibutuhkan perda
Selain itu, perda bersifat menguatkan. Jadi jika kita ingin bergerak kita harus
sesuai dengan perda jadi tidak ada kekhawatiran karena tidk memiliki dasar
hukum.
4. Apa urgensi dibentuknya Perda Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga? dan kenapa
ketahanan keluarga itu harus masuk ke dalam Perda?
ya jelas, karena kami berbicara visi, karena selama 2019 sampai 2024 ini kami ingin
membuat kota bogor menjadi ramah keluarga. seperti apa sih ramah keluarga itu?
artinya pemerintahnya perduli sama keluarga, pemerintahnya care, mau melindungi
ketahanan keluarga masyarakatnya, maka dari itu kami perlu pedoman untuk
membuat kota bogor yang ramah keluarga. (Lihat pasal 3)
5. Tentang Perda Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Ketahanan Keluarga, bisa dikatakan Perda tersebut baru
disahkan. Lalu apakah ada masa sosialisasi Perda ketahanan keluarga
tersebut? Jika ada berapa lama masa sosialisasinya? Dan bagaimana
langkah sosialisasi perda penyelenggaraan pembangunan ketahanan
keluarga kepada masyarakat luas?
harus ada peraturan wali kotanya untuk menjelaskan lebih jauh lagi
tentang pasal pasalnya, karena peraturan wali kota ini belum terbit tentang
perda ini, bisa dikatakan perda ini masih tahap sosialisasi. Sampai kapan
waktunya? sampai adanya peraturan wali kota yang mengatur tentang
pelaksanaan perda ini. Kenapa sampai sekarang belum juga terbit? karena
terkendala covid. Tetapi masih ada lembaga pendukung sosialisasi ketahanan
keluarga itu. contoh, sekolah ibu. Perda ini kan dibuat salah satunya untuk
menekan angka perceraian apalagi karena terdampak covid, di masyarakat ada
sosialisasi mengenai peningkatan ekonomi, dan diharapkan dengan adanya
sosialisasi tersebut ekonomi menjadi lebih baik dan angka perceraian di kota
bogor dapat ditekan.
89
6. Seperti yang diketahui, Perda Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga ini terbentuk
karena adanya permasalahan ketahanan keluarga yang terjadi di kota
bogor, salah satu permasalahan ketahanan keluarga yang saya ambil
adalah tentang meningkatnya angka perceraian yang terjadi di kota bogor.
Lalu, bagaimana keefektivitasan Perda Bogor Nomor 1 Tahun 2019
tentang penyelenggaraan ketahanan keluarga dalam menekan angka
perceraian?
Pasal 9.
Kesuksesan keluarga salah satunya adalah tidak bercerai. Bagaimana
implementasi perda ini diarahkan agar keluarga tidak bercerai salah satunya
adalah dengan program sekolah ibu, karena yang saya dengar dari Bu Tin dan
ibu wali kota semenjak adanya sekolah ibu angka perceraian berkurang sedikit.
Maka dari itu, kami, pemkot bogor dan PKK bekerja sama mengadakan
sekolah ibu, dengan harapan alumni2 sekolah ibu dapat mencegah perceraian
dengan cara meningkatkan kualitas keluarga. begitu juga dengan perda ini,
perda ini dikeluarkan bukan hanya mengatur tentang perceraian, tetapi
ketahanan keluarga, ketika kita berbicara ketahanan keluarga apa yang ada di
fikiran kita? Keluarga nya kuat, keluarga nya bisa menghadapi masalah, dari
situ angka perceraian dapat ditekan. Mungkin untuk berapa pastinya angka
perceraian yang ada di kota Bogor bisa tanyakan kepada yang berwenang, yaitu
PA Bogor. yang saya tegaskan adalah Kita harus hati-hati dalam menafsirkan
meningkatnya angka perceraian di kota bogor ini karena adanya pandemi. Jika
kita lihat di media, hampir seluruh kabuaten atau kota mengalami peningkatan
perceraian. Bisa jadi karena faktor ekonomi atau bisa juga karena adanya faktor
pandemi. Takutnya nanti di klaim bahwa perda ini ga bisa menekan angka
perceraian, jadi harus di garis bawahi karena adanya pandemi.
7. Ada Perda Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Ketahanan Keluarga, mengapa di Bogor harus dibuat lagi
Perda yang mengatur tentang Ketahanan Keluarga juga?
90
lihat pasal 5 perda jawa barat.
Jika dilihat provinsi atau kementerian membuat peraturan kan bersifat
nasional. Jadi gubernur itu bersifat memberikan dukungan, penghargaan,
bantuan, jadi dia bersifat membantu kabupaten kota di bawahnya. Jika dilihat
perda bogor ini sudah sangat detail, sedangkan perda jawa barat hanya bersifat
umum, maka dari itu perda bogor menjelaskan mengenai perda jawa barat.
Maka dari itu, bogor harus membuat perda yang berkaitan dengan oeningkatan
ketahanan keluarga karena peraturannya berbeda. Bisa juga karena adanya
perbedaan budaya dan karakter, makanya di daerah itu sifatnya lebih detail.
8. Sejauh mana tujuan Perda Bogor ini tercapai?
Seperti yang disebutkan tadi, fungsi perda selain mengatur itu ya
melindungi. Jadi Perda itu dibuat untuk melindungi, sama dengan Perda Bogor
ini, tujuannya untuk melindungi keluarga agar keluarganya tidak rapuh, merasa
mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Khusunya pemerintah kota Bogor.
jadi dengan hadirnya perda ini masyarakat merasa terlindungi, kami pun juga
bisa bergerak sesuai dengan peraturan. Ini menandakan kalau kami serius
dalam membangun ketahanan keluarga di kota Bogor. ya memang ada
program-program pemerintah kota bogor tentang ketahanan keluarga, tapi kan
perlu juga aturan yang lebih tinggi, yang langsung di keluarkan oleh
pemerintah bogor itu sendiri yakni walikota Bogor. tercapai dong berarti,
karena masyarakat sudah punya aturan yang melindungi, tinggal kami
sosialisasinya. Jika berbicara sampai sejauh mana, dinilai dari sosialisasinya
sudah sampai sejauh mana, tapi kan balik lagi, Perwalnya belum terbit. Tapi
kami sebisa mungkin menguatkan program-program ketahanan keluarga yang
ada, agar terciptanya keutuhan keluarga.
91
HASIL WAWANCARA DENGAN
PENGADILAN AGAMA BOGOR KELAS IA KOTA BOGOR
Nama : Agus Yuspian, S.Ag., M.H
Jabatan : Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama
Bogor Kelas IA Kota Bogor
Tanggal Wawancara : 24 Mei 2021
Tempat Wawancara : Ruang Tunggu Pengadilan Agama Bogor Kelas
IA
1. Bagaimana pak kondisi perceraian di kota Bogor?
Di kota Bogor sendiri, selama kurun waktu 3 tahun terakhir yakni 2018,
2019 dan 2020 terus mengalami peningkatan. Tidak hanya di Bogor ya,
mungkin angka perceraian di seluruh indonesia ini kondisinya sama, terus
meningkat setiap tahunnya, apalagi di masa Pandemi Covid 19 seperti sekarang
ini. Jadi menurut saya ya tidak mungkin Pengadilan-pengadilan di indonesia
ini mengalami penurunan angka perceraian apalagi di kondisi yang seperti ini.
Yang perlu kamu ketahui, di kota Bogor penyebab utama Perceraian adalah
bukan masalah ekonominya, tapi pertengkaran terus menerus. Berbeda dengan
daerah-daerah lain. Selama 3 tahun terakhir ini, cerai gugat atau yang di ajukan
oleh perempuan itu mengalami sedikit penurunan, kalau cerai talak 3 tahun
terakhir ini stabil. Perkara yang masuk di Kota bogor tidak mungkin semuanya
di cabut kan, ada yang di terima, ada yang di tolak, ada juga yang gugur atau
tidak serius. Jika kita melihat angka atau data statistik yang ada di kota bogor
mengapa ada penurunan ya karena memang ada hubungannya dengan
ketahanan keluarga. apa hubungannya? karena pemerintah kota bogor itu care,
peduli dengan ketahanan keluarga.
2. Bagaimana pendapat Bapak mengenai keefektivitasan Perda Bogor dalam
menekan angka perceraian pak?
Menurut saya perda bogor merupakan salah satu cara atau kebijakan
yang di keluarkan oleh pemerintah kota bogor dalam membantu meminimalisir
92
atau menekan angka perceraian, bisa juga untuk memberikan pedoman tentang
ketahanan keluarga. kan semua itu bermuara pada keluarga ya, kalau keluarga
nya rusak, runtuh, runtuh dalam artian di sini adalah bercerai ya berarti
ketahanan keluarga nya tidak kuat kan, maka dari itu, pemkot bogor mensahkan
Perda Bogor untuk memberikan aturan tentang ketahanan keluarga. Mungkin
kalau tidak efektiv tidak akan diadopsi oleh jawa barat, tapi ini kan diadopsi
berarti Perda Bogor ini efektif. Ada istilah yang disebut Smart City, Smart City
adalah pemerintah yang care dengan ketahanan keluarga, visi wali kota bogor
itu ingin menjadikan bogor kota ramah keluarga, dengan adanya visi tersebut
bisa dikatakan bahwa bogor adalah Smart City, adanya Perda ketahanan
keluarga, program yang lain seperti sekolah ibu juga menjadikan kota bogor
adalah Smart City.
3. Pandanga Bapak mengenai ketahanan keluarga, atau Bapak mengartikan
ketahanan keluarga itu seperti apa pak?
Ketahanan keluarga adalah sebuah tantangan ya terutama bagi
pemerintah dan keluarga itu sendiri, bagaimana cara membuat keluarga
menjadi kuat, tidak mudah runtuh, tidak mudah loh, minimal ada ilmunya,
diedukasi. Makanya seperti yang saya bilang tadi semua itu kembali kepada
keluarga, kalau mau ketahanan keluarga nya bagus, kuat, di lihat dulu
kerjasama antar anggota keluarga, ayah, ibu harus menjalankan perannya
masing-masing, begitupun dengan anak-anak. Kalau bisa, satu keluarga punya
hewan ternak seperti ayam, punya kebun, jadi ketika kita ingin makan kita bisa
ambil dari ternak atau kebun, itu yang disebut dengan ketahanan pangan, biar
keluarganya bertahan. Itu yang disebut juga dengan ketahanan keluarga.
4. Menurut Bapak apakah yang harus dilakukan dalam meminimalisir
permasalahan keluarga di kota Bogor?
Penguatan ketahanan keluarga adalah tanggung jawab bersama, bukan
hanya tanggung jawab pemerintah kota Bogor atau instansi lain. Tapi tanggung
jawab bersama-sama, tanggung jawab anggota keluarga, masyarakat sekitar
juga, mahasiswa juga harusnya ikut andil. Jadi jangan sudah kita pasrah saja,
93
kan ada pemerintah yang atur, tidak bisa seperti itu, memang pemerintah itu
memberikan fasilitas, seperti bimbingan pra nikah. Itu kan berhubungan
dengan ketahanan keluarga, dengan adanya bimbingan pra nikah itu calon
pengantin jadi tau apa hak nya, kewajibannya, fungsi keluarga seperti apa. bisa
kan keluarga itu dapat terhindar dari perceraian.
Lalu apa yang harus dilakukan pemerintah kota Bogor? sosialisasi.
Sosialisasi terus menerus, program nya di tekankan lagi. Kalau perceraian,
sosialisasikan dengan PA, apa faktor utama yang menyebabkan perceraian, apa
yang harus di perbaiki atau dikuatkan lagi programnya. Pemerintah kita care
loh sama keluarga, buktinya visi kota Bogor, menciptakan kota Bogor yang
ramah keluarga.
94
95
96
97
98
99
Foto peneliti dengan Arif Wicaksono, S.P., M.Si., Ph.D dan Bapak Imam
BAPPEDA Kota Bogor pada tanggal 26 April 2021