kebijakan perumahan bantul

60

Upload: septian-widyanto

Post on 07-Feb-2017

32 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

DAFTAR ISIBAB 1 PENDAHULUAN ................................. 1

1.1. Latar Belakang ......................................... 1

1.2. Rumusan Masalah dan Tujuan Kajian ..... 2

1.3. Lingkup Pekerjaan ................................... 2

1.4. Pendekatan Kajian ................................... 3

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA .............................. 4

2.1. Definisi Perumahan dan Kluster

Perumahan .............................................. 4

2.2. Pelaku Pembangunan Perumahan dan

kluster perumahan .................................. 4

2.3. Pembangunan Perumahan dan Bisnis

Real Estate Berkelanjutan ....................... 5

BAB 3 DESKRIPSI OBJEK KAJIAN: Karakteristik

Perkembangan Perumahan ....................... 11

3.1. Keterkaitan Karakter Wilayah dengan

Pola Perkembangan Perumahan di

Kabupaten Bantul .................................. 11

3.2. Pola Perkembangan Perumahan di

Wilayah Amatan .................................... 14

3.3. Tren Prmbangunan Perumahan di

Kabupaten Bantul .................................. 16

BAB 4 Kapasitas Pengelolaan Pembangunan

dan Pengembangan Perumahan Bantul ..... 21

4.1. Tata Aturan dan implementasi Perijinan

Pemda Kab. Bantul ................................ 21

4.2. Arahan Pengembangan Keterpaduan PSU

Perumahan/Permukiman ...................... 22

4.2.1. Arahan Pengembangan PSU

Perumahan Wilayah Barat. ................... 23

4.2.2. Arahan Pengembangan PSU

Perumahan Wilayah Tengah dan Wilayah

Timur.....................................................26

BAB 5 Isu-isu implementasi Arah Kebijakan

Pembangunan dan Pengembangan

Perumahan ............................................... 29

5.1. Wilayah Barat (Hasil FGD) ..................... 29

5.2. Wilayah Timur dan Tengah (Hasil FGD) 30

BAB 6 Proyeksi Persoalan dan Tantangan

Pembangunan dan Pengembangan

Perumahan ............................................... 33

6.1. Analisis Permasalahan (Pohon Masalah)

Pembangunan Perumahan wilayah Barat

............................................................... 33

6.2. Analisis Permasalahan (Pohon Masalah)

Pembangunan Perumahan wilayah Timur

dan Tengah ............................................ 36

BAB 7 Rekomendasi: Arahan Penyusunan

Pedoman dan Kaidah Pelaksanaan ............ 38

7.1. Penyusunan Pedoman dan Strategi

Penyediaan Sarana dan Prasarana ........ 38

7.2. Arahan Penyusunan Pedoman

Pembangunan Perumahan wilayah Barat

............................................................... 39

7.2.1. Persyaratan Lokasi Perumahan

............................................. 40

7.2.2. Persyaratan Sarana

Lingkungan Perumahan....... 41

7.2.3. Model Desain Integrasi

Perumahan Skala Besar ....... 44

7.3. Arahan Penyusunan Pedoman

Pembangunan Perumahan wilayah Timur

dan Tengah ............................................ 49

7.3.1. Persyaratan Lokasi Perumahan

............................................. 50

7.3.2. Persyaratan Sarana Lingkungan

Perumahan .......................... 51

7.3.3. Model Desain Integrasi

Perumahan Skala Infil.......... 54

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan permukiman di

Kabupaten Bantul tidak terlepas dari

pertumbuhan Kawasan Perkotaan Yogyakarta

(KPY) yang cukup tinggi. Konsentrasi

penduduk dan kegiatan perkotaan yang pada

kurang lebih 3 dekade lalu hanya memusat di

Kota Yogkarta telah melebar ke bagian Utara

(Sleman0 dan kemudian berkembang pesat

juga ke arah selatan (Bantul). Posisi

kecamatan Kasihan, Banguntapan, dan Sewon

yang langsung berbatasan dengan Kota

Yogyakarta telah mengalami peningkatan

perkembangan pembangunan perumahan

yang signifikan Minat pembeli perumahan

dibagian wilayah Kabupatn Bantul ini tidak

hanya berasal dari dalam wilayah Kabupaten

Bantul, namun lebih banyak yang bersal dari

luar wilayah Kabupaten (lihat Buku 1).

Pola perkembangan perumahan yang

terjadi menunjukkan adanya potensi maupun

permasalahan yang harus diantisipasi

pemerintah. Berbagai potensi tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Masih tersedia kapasitas lahan yang layak

untuk pengembangan perumahan

b. Ada kemauan pengembang untuk

c. Adanya potensi pengembangan di bagian

Sedangkan masalah yang dihadapi terkait

dengan pola yang telah diobservasi adalah:

a. Ada ketidaksesuaian pilihan lokasi oleh

pengembang saat ini

b. Ada kecenderungan pengembang memilih

sawah/tegalan

c. Ada kesulitan Kabupaten Bantul

merealiasi LP2B

d. Potensial diarahkan untuk membentuk

agregasi/kluster lebih besar, tetapi

menimbulkan segregasi sosial

Jika tidak diantisipasi, diproyeksikanakan

bahwa beberapa masalah di bawah ini akan

dialami wilayah pada masa mendatang, yaitu:

a. Rusaknya kondisi ekologi wilayah

b. Terancamnya lahan-lahan untuk program

kedaulatan pangan

c. Segregasi sosial

d. Konflik penggunaan PSU

e. Rendahnya kualitas fisik visual

permukiman

Perkembangan arah dan pola penggunaan

lahan pada serta tatanan fisik perumahan

harus menjadi fokus pengendalian

pembangunan perumahan. Jika 2 hal tersebut

tidak dilakukan, pembangunan perumahan

dapat terjadi pada area yang tidak

diperuntukkan/dipersiapkan sebagai

permukiman dan berpotensi mengancam

guna lahan lain misalnya kawasan lindung,

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 2

dan lahan sawah. Selain permasalahan guna

lahan, kurangnya aturan/pedoman penataan

dapat menghasilkan lingkungan perumahan

yang kurang ideal secarafisik, visual, dan

sosial.

Masing-masing potensi dan masalah

tersebut telah diidentifikasi keterkaitannya

untuk dikelola. Pengintegrasian dilakukan

dalam rangka menjawab permasalahan yang

ada dengan mengoptimalkan potensi yang

dimiliki. Berdasar hasil integrasi potensi

dengan masalah, dapat dikembangkan

prinsip-prinsip pengelolaan perkembangan

perumahan di Bantul sebagai berikut (Buku 1):

1. Pilihan lokasi tidak boleh melanggar RDTR

2. Harus ada upaya penintegrasian antara

perumahan lama dan perumahan baru

dalam rangka:

a. Penataan perumahan dilakukan untuk

mencapai tercukupinya standar PSU

sesuai skala unit perumahan

(kluster perumahan lingkungan

perumahan kawasan perumahan

kawasan permuiman)

b. Penataan perumahan dilakukan untuk

membangun sistem jaringan yang

baik, terutama terkait dengan jaringan

pergerakan/ struktur ruang , jaringan

air bersih, drainase dan jaraingan

limbah)

c. Menghindari segrgasi sosial menuju

pembangunan yang inklusif

1.2. Rumusan Masalah dan Tujuan Kajian

Adapun masalah yang harus dipecahkan

melalui kaijan pada buku 2 ini adalah blum

adanya arahan dan pedoman yang cukup

jelas dalam rangka menjadalankan prinsip-

prinsip yang telah diuraikian pada sub bab

sebelumnya. Untuk itu, tujuan dari kajian

adalah sebagai berikut:

1. Menjabarkan arahan perkembangan

perumahan yang optimal di Bantul

2. Menjabarkan strategi pengendalian

pembangunan perumahan yang

efektif menjadi arahan pedoman

pembangunan secara spesifik

1.3. Lingkup Pekerjaan

Ruang lingkup pekerjaan, meliputi:

1. Pemahaman kondisi dan Analisis:

a. Pemahaman hasil kajian pada buku 1

b. Pengumpulan dan analisis

peraturan perumahan di

Kabupaten Bantul

c. Analisis Pola Perkembangan

Pembangunan Perumahan di

bagain Timur, Tengah dan Barat

Kabupaten Bantul

d. Daya dukung dan daya tampung

lahan di bagain Timur, Tengah dan

Barat Kabupaten Bantul

2. Rekomendasi

a. Arahan pola perkembangan

perumahan di bagain Timur,

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 3

Tengah dan Barat Kabupaten

Bantul

b. Pedoman pengendalian yang

sesuai untuk pembangunan

perumahan di bagain Timur,

Tengah dan Barat Kabupaten

Bantul

1.4. Pendekatan Kajian

1. Kajian Pustaka

Kajian pusataka digunakan untuk

mengkaji teori yang digunakan yaitu

faktor-faktor yang mempengaruhi

peningkatan tren pembangunan

perumahan di Kabupaten Bantul,

kemudia diketahui variabel dan

indikator penelitian untuk melihat

prospek kedepannya.

2. Analisis Data - Data Sekunder

Data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data sekunder. Data

sekunder adalah sumber daya yang

diperoleh peneiliti secara tidak

langsung melalui pihak lain.

Pengambilan data sekunder pada

penelitian ini akan disesuaikan

dengan variabel dan indikator yang

digunakan dalam analisis. Adapun

data dan dokumen yang akan

digunakan dalam penelitian ini serta

instansi untuk memperoleh data

dapat dilihat pada table di samping.

3. Diskusi Kelompok Terfokus

Diskusi kelompok terfokus adalah

wawancara dari sekelompok kecil

orang yang dipimpin seorang

narasumber atau moderator yang

mendorong peserta untuk berbicara

terbuka dan spontan tentang hal yang

dianggap penting dan berkaitan

dengan topik saat itu. Tujuan dari

Diskusi Kelompok Terfokus itu sendiri

adalah untuk memperoleh masukan

atau informasi mengenai

permasalahan yang bersifat lokal dan

spesifik. Penyelesaian masalah ini

ditentukan oleh pihak lain setelah

informasi berhasil dikumpulkan dan

dianalisis.

4. Simulasi Rekomendasi

Proses penyusunan rekomendasi

didasarkan pada fakta dan temuan di

lapangan. Berbagai fakta tersebut

kemudian dianalisis untuk

memperoleh potensi, masalah serta

hal-hal yang menjadi isu

pembangunan perumahan di wilayah

Kabupaten Bantul. Berbagai potensi,

masalah serta isu yang ditemukan

kemudian disintesa menjadi

rekomendasi awal dengan

memperhatikan konsep-konsep

pengembangan perumahan yang

berhasil di wilayah lain.

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 4

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.1. Definisi Perumahan dan Kluster

Perumahan

Berdasarkan Undang-Undang No. 1

Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman, pengertian perumahan adalah

kumpulan rumah sebagai bagian dari

permukiman, baik perkotaan maupun

perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana,

sarana, dan utilitas umum (PSU). Perumahan

adalah hasil pembangunan dalam rangka

pemenuhan rumah yang layak huni bagi

seluruh masyarakat. Sedangkan rumah itu

sendiri diartikan sebagai bangunan gedung

yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang

layak huni, sarana pembinaan keluarga,

cerminan harkat dan martabat penghuninya,

serta aset bagi pemiliknya. Perumahan adalah

bagian dari lingkungan perumahan. Kumpulan

dari lingkungan perumahan di sebut sebagai

kawasan perumahan.

Bersama-sama dengan kawasan lain

seperti kawasan perdagangan, kawasan

perkantoran, kawasan pendidikan, kawan

layanan kesehatan lainnya yang menjadi

tempat aktivitas pemenuhan kebutuhan

masyarakat, kawasan perumahan membentuk

kawasan permukiman yang dalam undang-

undang diartikan sebagai bagian dari

lingkungan hidup di luar kawasan lindung,

baik yang berupa kawasan perkotaan maupun

perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan

tempat tinggal atau lingkungan hunian dan

tempat kegiatan yang mendukung

perikehidupan dan penghidupan.

Satu unit perumahan dapat terdiri

dari kurang lebih 250 rumah. Kumpulan

rumah lebih kecil dari jumlah tersebut dapat

kta sebut sebagai kluster perumahan.

Liangkungan perumahan (sebagaiman lahan

siap bangun yang dipereiapkan disebut LISIBA;

lingkungan siap bangun) kurang lebih terdiri

dari 1000 unit rumah. Sedangkan pada

sejumlah 3000-an unit rumah disebut sebagai

kawsan perumahan; lahan siap bangunya

disbut sebagai KASIBA (kawasan seiap

bangun). Kawasan permukiman secara umum

dapat dikenali sebagai kawasan permukiman

perkotaan, pedesaan, atau desa kota (sub

urban).

2.2. Pelaku Pembangunan Perumahan

dan kluster perumahan

Pada pasal 21 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan

Permukiman disebutkan bahwa jenis rumah

terbagi menjadi tiga yaitu: (1) rumah

komersial; (2) rumah umum; (3) rumah

swadaya. Rumah komersil merupakan rumah

yang diselenggarakan dengan tujuan

mendapatkan keuntungan sesuai dengan

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 5

kebutuhan masyarakat. Rumah umum adaah

rumah yang dimiliki oleh negara seperti

rumah dinas dan rumah susuun sewa.

Sedangkan rumah swadaya adalah rumah-

rumah yang dibangun sendiri oleh masyarakat

dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka

sendiri, tidak dalam rangka di jual atau

disewakan.

Undang-undang dan peraturan

dibawahnya mengamanatkan adanya

kerjasama antara para pelaku pembangunan

perumahan dalam hal ini pemerintah,

pengembang swasta, masyarakat, dan

pendukung pembanguna seperti bank.

Kerjasama ditujukan untuk mengintegrasikan

agar pertumbuhan guna lahan perumahan

dapat terarah dan duntuk menciptakan

kesatuan lingkungan dan kawasan yang

berkualitas.

Sebagai contoh pada perumahan

komersial, Bank Indonesia sebagai pihak bank

yang terlibat telah mengeluarkan aturan

dengan melakukan pengetatan LTV (Loan To

Value) dan KPR (Kredit Pemilikan Rumah)

Inden sebagai upaya meredam aksi spekulasi

pihak swasta dalam pasar properti. Hal ini

terkait dengan pelaksanaan fungsi

intermediasi oleh bank, yang dalam hal ini

terkait dengan pihak pengembang dan

konsumen perumahan, agar harga perumahan

masih dapat terkontrol dan pihak konsumen

masih memiliki alternative pembiayaan untuk

mengakses perumahan tersebut. Keberadaan

LTV dan KPR ini sebagai upaya untuk

pengendalian harga perumahan agar pihak

pengembang tidak sepenuhnya menentukan

harga pasar tanpa melihat kapasitas

masyarakat yang menjadi tujuan

pembangunan tersebu. Terkait dengan rumah

swadaya, Pemerintah kabupaten/kota

mempunyai tugas pembinaan dengan

memberikan pendampingan bagi orang

perseorangan yang melakukan pembangunan

kategori rumah ini.

2.3. Pembangunan Perumahan dan Bisnis

Real Estate Berkelanjutan

Segala aktivitas pembangunan, dari yang

paling kecil hingga yang luas, memberi

dampak baik bagi pemukim itu sendiri

maupun bagi masyarakat eksisting sekitarnya.

Begitu dirancang dan dibangun, kompleks-

kompleks baru perumahan mengubah tatanan

fisik kawasan kemudian menjadi faktor dari

identitas atau tidak beridentitasnya kawasan.

Dampak positif pembangunan perumahan

bagi wilayah harus ditingkatkan, dampak

negatif haasrus diminimalkan. Pendekatan

pengelolaan pembangunan perlu didasarkan

pada konsep Pembangunan perumahan dan

bisnis real estate berkelanjutan.

Pembangunan perumahan

berkelanjutan yang dimaksud dalam kajian ini

adalah pembangunan perumahan masa kini

yang dapat memenuhi kebutuhan perumahan

yang sehat, terjangkau, dan sekaligus

membentuk perumahan yang nyaman dan

indah tanpa mengurangi peluang bagi

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 6

generasi mendatang untuk mengunakan

sumber daya lahan bagi berbagai

kepentingan; generasi mendatang masih

dapat memanfaatkan lahan untuk memenuhi

kedaulatan pangan, sandang, air dan juga

perumahan itu sendiri. Pembangunan

perumahan berkelanjutan harus berorientasi

pada bidang ekonomi, sosial, serta lingkungan

dari tahap perencanaan hingga fase

implementasi yang secara bersamaan

mewujudkan perumahan yang terjangkau,

aksesibel, dan ramah lingkungan. (Choguill

CL:1994).

Kirmanto (2005) mengarahkan bahwa

pembangunan perumahan berkelanjutan

diupayakan untuk meningkatkan kualitas

hidup dengan mempertimbangkan empat hal

utama, yaitu: (1) pembangunan yang secara

sosial dan kultural bisa diterima dan

dipertanggung-jawabkan (socially and

culturally suitable and accountable); (2)

pembangunan yang secara proses politis dan

tata kelaola pemerintahan dapat diterima

(politically acceptable); (3) pembangunan

yang layak secara ekonomis (economically

feasible), dan (4) pembangunan yang bisa

dipertanggung-jawabkan dari segi lingkungan

(environmentally sound and sustainable).

Terutama untuk pembukaan lahan

yang cukup luas, keberlanjutan pembangunan

perumahan sangat tergantung dari praktik

pembangunan properti (real estat). Untuk itu

perlu dikembangkan konsep real estat

berkelanjutan dalam sebagai bagian dari

praktek pembangunan perumahan di wilayah

Bantul. Bisnis real estat berkelanjutan

merupakan penghubung antara keluarga yang

akan memakai rumah dengan pengelolaaan

perkembangan pemanfaatan lahan untuk

perumahan oleh pemerintah.

Real estat berkelanjutan adalah

pengembangan perumahan yang tidak lepas

dari tujuan pengembangan komunitas

berkelanjutan. Komunitas berkelanjutan

(sustainable communities) yaitu tempat

dimana orang ingin tinggal dan bekerja untuk

saat ini serta masa mendatang. Mereka

memenuhi kebutuhan yang sangat beragam

bersama dengan penduduk yang ada saat ini

maupun di masa depan, peduli terhadap

lingkungan dan turut berkontribusi untuk

mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik.

Sustainable community terkait

dengan kebutuhan akan kota yang

berkelanjutan dalam lingkup lokal yang

diadvokasi oleh PBB melalui program “Local

Agenda 21”. Neighborhood/lingkungan

ketetanggaan dianggap sebagai sekumpulan

bangunan yang paling berkembang di

perkotaan (bangunan baru), oleh karena itu

keberlanjutan kota tergantung pada

keberlanjutan lingkungan (Yigitcanlar,dkk:

2015).

Dalam rangka membentuk

lingkungan ketetanggan yang berkelanjutan,

diperlukan adanya Neighborhood

sustainability Assesment (NSA) sebagai alat

utnuk mendefinisikan kriteria yang digunakan

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 7

untuk:

(a) Mengukur dan mengevaluasi

neighborhood yang telah ada;

(b) Menilai posisi neighborhood dalam

menuju keberlanjutan, dan;

(c) menentukan tingkat keberhasilan

neighborhood dalam mencapai tujuan

keberlanjutan.

Di dalam praktiknya, pengembangan

lingkungan ketetanggaan berkelanjutan oleh

pihak pengembang real estat harus

berorientasi pada prinsip –prinsip desain

universal.

Desain universal merupakan desain

dari sebuahlingkungan sehingga dapat

diakses, dipahami dan digunakan oleh semua

orang tanpa memandang usia mereka.

Dengan mempertimbangkan kebutuhan

masyarakat yang beragam dan kemampuan

yang dimiliki, lingkungan merupakan kunci

utama dalam perwujudan kebutuhan

tersebut. Dalam hal ini, desain universal dan

desain keberlanjutan memiliki hubungan yang

erat ketika digabungkan sejak tahap

perencanaan awal. Hal ini dapat menurangi

kebutuhan biaya dan sumber daya yang tidak

dapat diperbarui (Irelan Government 2009).

Lebih lanjut dalam dokumen ini

direkomendasikan bahwa pemerintah harus

mendorong perencanaan yang berkualitas

didalam proses manajemen yang dilakukan.

Kebijakan dan pedoman perencanaan

pembangunan yang jelas akan menciptakan

kepastian untuk mengembangkan potensi

yang dimiliki serta menjadi dasar dalam

pengembangan komprehensif dengan

pendekatan kolaboratif.

Kebijakan dan rencana

pengedalian/pedoman yang telah disusun

perlu diimplementasikan oleh pihak yang

telah ahli, dalam hal ini pemerintah perlu

memberikan pelatihan bagi para staffnya.

Bahwasannya penyusunan rencana

pembangunan dan wikayah lokal perlu

mengatasi empat masalah utama, yaitu:

(1) Hirarkhi permukiman (Settlement

Hierarchy): Rencana yang disusun harus

menguraikan mana daerah yang untuk

masing-masing hirarki dan fungsinya di

masa mendatang. Skala dan bentuk

pengembangan harus sesuai dengan

zoning yang disusun.

(2) Bentukan /lay out lingkungan

permukiman (Urban Form): Bentuk kota

dan kawasan sekitarnya perlu dianalisis

berikut pola jalan yang terbentuk,

terutama dalam hal efektivitas pejalan

kaki, pengendara sepeda, serta

bagaimana kendaraan dapat bersirkulasi

dan dapat diakses oleh semua pihak.

Strategi pembuatan baru atau infill dapat

diidentifikasi mana yang paling sesuai.

Analisis bentuk kota dapat membantu

identifikasi kemampuan integrasi dalam

strategi pembangunan baru.

(3) Penguatan komunitas (Strengthening

Community) dan antisipasi kebutuhan

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 8

masa datang (Anticipating Future Needs):

karena setiap unit kawasan permukiman

eksisting telah memiliki fungsi dan

karakter yang berbeda, pengembangan

perumahan baru diarahkan mendorong

kebutuhan untuk memperkuat fungsi

yang ada, misalnya kebutuhan kapasitas

ritel atau fasilitas niaga dan sosial lainnya

Dalam hal ini, perlu dipertimbangkan

bagaimana menyusun aturan yang sesuai

untuk mengintegrasikan kebutuhan

masyarakat eksisting dengan yang baru.

Perencanaan pembangunan perumahan

baru juga perlu berhati-hati dalam

mempertimbangkan kebutuhan

masyarakatnya; perlu direncanakan

untuk kebutuhan di masa mendatang.

Perencanaan pembangunan perlu

menyesuaikan dengan ketersediaan

infrastruktur sosial yang penting bagi

masyarakat, seperti fasilitas kesehatan

dan pendidikan.

(4) Landscape character: Perencanaan

pengembangan wilayah saat ini perlu

merujuk pada penilaian karakter

lansekap, hal tersebut perlu dirujuk ke

dalam penyusunan rencana daerah.

Dalam prakteksinya untuk memandu

pengembang menuju pembangunan

perumahan dan bisnis real estate

berkelanjutan diperlukan daftar pertanyaan

tentang:

a. Konteks: Bagaimana pembangunan

merespon perkembangan sekitarnya?

b. Koneksi: Bagaimana kawasan

perumahan baru dapat terkoneksi

dengan baik?

c. Inklusivitas: Bagaimana orang bisa

menggunakan dan mengakses

perumahan

d. Variasi: Bagaimana pembangunan

perumahan mendorong terciptanya

kegiatan yang beragam (mix)

e. Efisiensi: Bagaimana pembangunan

perumahan menggunakan

sumberdaya secara tepat, termasuk

sumberdaya lahan.

f. Kekhasan: Bagaimana perencanaan

yang diajukan dapat menimbulkan

makna ruang.

g. Layout: Bagaimana pembangunan

perumahan dapat menciptakan ruang

dan jalan yang ramah bagi manusia.

h. Ranah Publik: Bagaimana

menciptakan ruang terbuka publik

yang aman, nyaman, dan menarik.

i. Penyesuaian: Bagimana

pembangunan perumahan dapat

mengikuti perubahan yang terjadi.

j. Privasi: Bagaimana pembangunan

perumahan dapat menciptakan

kenyamanan yang layak.

k. Detail Desain: Bagaimana detail

desain bangunan dan lansekap yang

direncanakan?

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 9

2.4. Faktor Perijinan untuk Mengarahkan

Pembangunan Perumahan dan Bisnis

Real Estate Berkelanjutan

Pertumbuhan perumahan di

Kabupaten Bantul dapat dikendalikan dengan

penegakan sistem perizinan serta pemberian

insentif dan disinsentif. Penegakan sistem

perizinan sebagai sarana preventif untuk

penyelenggaraan pembangunan yang sesuai

dengan arahan tata ruang, sementara insentif

dan disinsentif sebagai langkah lanjutan untuk

penyelenggaraan rencana tata ruang wilayah.

Perijinan merupakan instrumen penting

dalam pengendalian pembangunan

perumahan di suatu wilayah.

Di Indonesia, perijinan diturunkan

dari UU Penataan Ruang no 26 tahun 2007

yang diteruskan dengan Peraturan

Pemerintah no 15 tahun 2010. Perijinan

pembangunan perumahan sebagaimana

pemanfaatn ruang yang lain dapat meliputi

Ijin Prinsip (IP), Ijin lokasi (IL), Ijin

Pemanfaatan Peruntuhan Tanah (IPPT), dan

Ijin Mendiirkan Bangunan (IMB).

Izin pemabangunan perumahan

ditujukan untuk meminimalisir pemanfaatan

ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata

ruang serta prinsip keberlanjutan, termasuk

didalamnya adalah ditujukan untuk

perlindungan lahan pertanian yang telah

ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan

berkelanjutan.

Di Kabupaten Bantul peratuaran

terkait dengan perumahan adalah:

1. Perda RTRW Kabupaten Bantul no 4

tahun 2011

2. Perda Bantul No. 5 Th 2013 tentang

Penyelenggaraan Perumahan

3. Perbup Bantul No. 36 Th. 2011 Pedoman

Pembangunan Perumahan Di Kab Bantul

4. Perda Bantul No. 6 Th. 2014 tengan

Penyerahan Dan Pengelolaan Prasarana,

Sarana Dan Utilitas Perumahan

Untuk Rencana Detil Tata Ruang (RDTR), dibuat

per kecamatan, namun hingga saat ini sebagian

besar masih berupa hasil kajian dan menunggu

proses penyusunan menjadi peraturan daerah.

Pada nantinya, RDTR per kecamatan ini akan

dilengkapi dengan peraturan zonasi (PZ)

dengan matrik ITBX-nya serta teks rinci

mengenai peraturan membangun dan tata

bangunannya.

Perda Bantul No. 5 Th 2013 mengatur

penyelenggaraan perumahan oleh

pengembang dengan jumlah paling sedikit 5

(lima) kaveling yang meliputi prasarana dan

sarana lingkungan perumahan, kepadatan,

ketentuan bangunan, pengelolaan lingkungan,

dan penyelenggaraan perumahan (pasal 4).

Perda no 5/2013 juga mengatur pengadaan

prasarana, sarana , dan utilitsa (PSU).

Pada bab ke empat Peraturan ini,

sarana, dan utilitas umum wajib dilakukan

sesuai dengan rencana, rancangan, dan

perizinan. Pada pasal berikutnya juga

dinyatakan bahwa pembangunan prasarana,

sarana, dan utilitas umum perumahan harus

memenuhi persyaratan ketentuan teknis

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 10

pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas

umum.” Meskipun telah ditemukan

pengaturan spesifikasi teknis pembangunan

PSU pada peraturan bupati ini, namun tidak

ditemukan mekanisme, monitoring dan

evaluasi dalam pelakasanaannya. Hal ini akan

mengurangi jaminan ketersediaan PSU yang

benar dapat dinikmati oleh masyarakat.

Pada pasal 5 ayat 2 perda di atas,

diamanatkan bahwa dalam menentukan

besaran standar untuk perencanaan

lingkungan perumahan yang meliputi

perencanaan sarana hunian, prasarana dan

sarana lingkungan, menggunakan pendekatan

besaran kepadatan penduduk. Di samping itu,

disebutkan pula bahwa lokasi pembangunan

perumahan harus disesuaikan dengan

rencana tata ruang yang berlaku dengan

mempertimbangkan berbagai kriteria

lingkungan serta harus memiliki akses yang

baik.

Penyerah terimaan PSU dari

pengembang kepada pemerintah di Bantul

termuat dalam dua perda yaitu Perda Bantul

No. 6 Th. 2014 dan Perda Bantul No. 5 Th

2013. Sebagaimana dijelaskan pada bab 3

peraturan daerah no 6 menyatakan tentang

teknis penyerahan PSU. Selain itu,

diterangkan pula pada pasal 10 bab 3 tentang

sanksi yang akan didapat pengembang bila

terjadi penahanan atau tidak adanya

penyerahan aset PSU ke pemerintah. dan

Pada pasal 29 Bab 9 peraturan daerah no 5

tahun 2013 juga mengatur tentang

prasarana, sarana, dan utilitas umum yang

telah selesai dibangun oleh setiap orang harus

diserahkan kepada Pemerintah Daerah sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Selanjutnya pada fase pengelolaan,

substansi pengaturan hanya ditemukan dalam

Peraturan Daerah Bantul No. 6 Tahun 2014,

terutama pada pasal 19 bab 7 yang

menyatakan bahwa pemerintah bertanggung

jawab pada setiap aset PSU yang telah diserah

terimakan. Namun, belum ada mekanisme

untuk pengelolaan pada masyarakat.

Tentunya akan sangat berat jika pemerintah

mengelola seluruh aset PSU tanpa ada

bantuan dari masyarakat.

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 11

BAB 3 DESKRIPSI OBJEK KAJIAN:

Karakteristik Perkembangan Perumahan

3.1. Keterkaitan Karakter Wilayah dengan

Pola Perkembangan Perumahan di

Kabupaten Bantul

Jumlah penduduk Kabupaten Bantul

berdasarkan data terakhir adalah sebanyak

955.015 jiwa dengan rata-rata laju

pertumbuhan selama 5 tahun terakhir sebesar

2%. Kepadatan penduduk di Kabupaten Bantul

secara rerata mencapai 1884 jiwa/km2

cenderung terpusat pada kawasan di sekitar

perkotaan Yogyakarta yang meliputi

Kecamatan Kasihan, Kecamatan Banguntapan,

dan Kecamatan Sewon.

Berdasarkan proyeksi penduduk,

terlihat bahwa kecamatan-kecamatan yang

berlokasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta

mengalami peningkatan penduduk tertinggi

dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan

lainnya selama 20 tahun kedepan.

Gambar 3.10. Proyeksi Penduduk Kabupaten Bantul

Sumber: Hasil Olahan Survey, 2016

Hal ini juga diikuti dengan

peningkatan kepadatan penduduk di ketiga

kecamatan tersebut, sehingga dapat

disimpulkan bahwa minat masyarakat untuk

menempati ketiga kecamatan tersebut cukup

tinggi. Hal ini dapat menarik minat investor

untuk menyediakan fasilitas perumahan

seiring dengan meningkatkan kebutuhan

masyarakat yang ada akan tempat tinggal.

0

200.000

400.000

600.000

800.000

1.000.000

1.200.000

1.400.000

1.600.000

2000 2010 2012 2017 2022 2027 2033

Banguntapan

Kasihan

Sewon

Piyungan

Bantul

Imogiri

Jetis

Pleret

Sedayu

Pandak

Pajangan

Bambanglipuro

Dlingo

Pundong

Kretek

Sanden

Srandakan

Proyeksi Penduduk

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 12

Gambar 3.11. Grafik PDRB ADHK dan IPM Kab. Bantul

Sumber: Laporan Studio Analisis Wilayah PWK UGM 2015

Perkembangan perekonomian

Kabupaten Bantul sebagain salah satu faktor

pengaruh perkembangan perumahan di

wilayah ini dapat dikenali melalui struktur

dan pertumbuhan PDRBnya, serta tingkat

kesejahteraan yang diakibatkanya. PDRB

Kabupaten Bantul atas dasar harga konstan

pada tahun 2013 mecapai 4.645.476 juta

rupiah. Selain pendapatan perkapita Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) yang meliputi

komponen angka harapan hidup, angka melek

huruf, rata-rata lama sekolah dan daya beli

dapat dijadikan sebagai tolok ukur dari

kualitas hidup masyarakat. Indikator ini juga

selalu meningkat sejak 8 tahun terakhir.

Hingga pada tahun 2012 IPM Kabupaten

Bantul mencapai angka 75,58. Peningkatan

perekonomian dan kesejahteran yang cukup

signifikain di atas adalah salah satu faktor

pendoroang semakin tingginya permintaan

lahan untuk perumahan di wilayah Kabupaten

Bantul.

Perkembangan di atas berpengaruh terhadap

arah spasil perkembangan wilayha.

Perkembangan Kabupaten Bantul baik secara

spasial maupun kependudukan berdasarkan

analisis secara eksisting diawali dari Utara di

bagian tengah, kemudian, diikuti bagian

Timur, kemudiaan akhir-akhir ini mulai

intensif ke arah Barat. Pola perkembangan ini

sangat dipngaruhi oleh perkembangan tingkat

aksesibilitas terhadap kota dan atau fasilitas

perkotaan, yang berikutnya terkoreksi oleh

peningkatan harga tanah. Pada awalnya

perkembangan mengikuti tingginya kaesibiltas

ke kota dan fasilitas, kemudian karena ada

peningkatan harga tanah yang signifikadan di

area aksesibiliast tinggi, baik pengembangn

maupun pembeli rumah akan realisitis

Pola perkembangan keruangan sebagaimana

digambarkan di atas menunjukan perbedaan

karakter yang terbagi menjadi dua bagian

wilayah. Pada bagian sebelah Barat terjadi

perkembangan yang cukup tinggi dikarenakan

tingginya tingkat aksesibilitas masyarakat

untuk menuju ke Kota Yogyakarta.

Perkembangan ini juga diikuti dengan

pertumbuhan lahan terbangun yang ada,

sehingga timbul peningkatan investasi

pembangunan pada area barat Kabupaten

Bantul. Sedangkan pada area tengah dan

timur, terjadi perkembangan namun tidak

signifikan.

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 13

Gambar 3.12. Peta Tingkat Konektivitas Kabupaten Bantul

Sumber: Hasil Olahan Survey, 2016

Gambar 3.12. Peta Tingkat Konektivitas Kabupaten Bantul

Sumber: Hasil Olahan Survey, 2016

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 14

3.2. Pola Perkembangan Perumahan di

Wilayah Amatan

Berdasarkan observasi lapangan,

pembangunan rumah maupun perumahan di

wilayah amatan dilakukan oleh perorangan

(swadaya), pengembang swasta, serta

Perumnas sebagai pengembang milik negara.

Secara fisik, proses pembentukan perumahan

di Provinsi DIY terbagi melalui 2 cara yaitu

diorganisasikan dan tidak diorganisasikan.

1. Diorganisasikan: Pembentukan perumahan

melalui proses pemecahan dan pembangunan

kumpulan rumah-rumah dalam waktu relatif

bersamaan yang sering disebut masyarakat

sebagai pembukaan perumahan baru menjadi

“kompleks perumahan”. Walaupun menurut

UU No 1 Tahun 2011 belum tentu dapat

didefinisikan sebagai perumahan, akan tetapi

disebut sebagai kumpulan rumah.

2. Tidak diorganisasikan: Pembentukan

perumahan tidak diorganisasikan, melainkan

tumbuh bertahap (incremental) oleh

pembangunan individual dalam waktu yg

tidak bersamaan menjadi kumpulan rumah-

rumah yang selama ini kita sebut “kampung”

melalui proses yang bisa kita sebut sebagai

pembangunan secara “infill”.

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 15

Gambar 7.2 karakter perkmebangan Perumahan Swadaya dan

Komersial Sumber: analisis penulis, 2016

Proses dan hasil tatanan pembangunan

perumahan juga dapat dikenali berdasarkan

pelakunya. Karakter perumahan yang

dihasilkan dari proses pembangunan rumah-

rumah komersial oleh pengembang misalnya

adalah adalah:

1. Terbentuk secara sengaja,

3. terorganisasi/terencana oleh pihak yang

tidak selalu menjadi calon penghuni.

4. Terjadi dan selesai (dapat dikenali

sebagai kelompok/kluster rumah atau

unit perumahan) dalam rentang waktu

yang relatif pendek.

5. Dimulai dari proses pemecahan lahan

lebih dari 2 bidang (sering hingga

puluhan atau ratusan kavling).

Sedangkan pembangunan rumah-rumah

swadaya secara incremental oleh masyarakat

memiliki ciri-ciri:

1. Terbentuk tanpa ada pengorganisasian,

tetapi dilakukan oleh para calon

penghuni/penghuni sendiri.

2. Terjadi dalam rentang waktu yang lama

a. Tidak jelas kapan mulainya (sudah

ada sejak dulu)

Diorganisasikan utk

melengkapi/menyempurnakan

lingkungan ketetanggan komunitas

eksisting

Diorganisasikan dengan panduan

yang lebih jelas per unit

perumahan baru

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 16

b. Batas-batas kluster dalam

perkampungan lebih ditata secara

sosial, yaitu “pengelompokan rukun

tetangga atau rukun warga”

Pembangunan perumahan yang

terorganisasikan dilakukan oleh pihak

pengembangan menjadi unit perumahan,

sementara pembangunan incremental

cenderung dilakukan swadaya oleh

masyarakat dengan melalui proses infill oleh

pengembangan komersial.

Beberapa pengembang swasta

mampu membangun kumpulan rumah-rumah

komersial dalam jumlah dan area cukup besar

dengan dilengkapi PSU sehingga dapat disebut

sebagai “perumahan komersial”. Namun

demikian, ditemukan juga pengembang

swasta yang membangun kumpulan rumah-

rumah tidak terlalu besar dan tidak dilengkapi

dengan dua komponen PSU (hanya prasarana

dan sarana) sehingga belum dapat disebut

sebagai perumahan menurut undang-undang.

Pada proses yang terakhir ini, para

pengembang swasata melakukan

pembangunan infill, dimana karakteristik fisik

lingkungan yang terbentuk dari proses infill

adalah campuran dari proses terorganisasikan

dan incremental.

Dengan proses yang berbeda, kedua

proses ini juga menghasilkan tatanan fisik

yang berbeda. Perbedaan proses ini juga

mengundang strategi intervensi yang berbeda

dari pemerintah. Secara garis besar proses

pembentukan rumah dan perumahan dapat

digambarkan sebagai berikut:

Dengan memperhatikan karakteristik

perkembangan di atas. Rekomendasi dapat di

arahkan untuk 2 hal yaitu pembangunan

perumahan baru dalam skala besar yang

dalam penelitian ini sesuai untuk diterapkan

di wilayah Kabupaten Bantul bagian barat

serta pembangunan perumahan secara infill

yang sesuai untuk wilayah.

3.3. Tren Prmbangunan Perumahan di

Kabupaten Bantul

Untuk melihat trend pembangunan dan

pengembangan perumahan di Kabupaten

Bantul digunakan data ijin perumahan yang

dikeluarkan oleh Pemda Kabupaten Bantul.

Dari data ijin perumahan yang ada di

Kabupaten Bantul sampai dengan tahun 2015

diperoleh data sebagai berikut ini.

Wilayah <2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah

Wilayah timur 58 10 8 18 8 10 112

Wilayah tengah 29 3 0 4 1 2 39

Wilayah barat 83 10 7 7 9 8 124

Total 170 23 15 29 18 20 275 Tabel 3. 1. Jumlah Perumahan di Kabupaten Bantul per Wilayah sampai Tahun 2015

Sumber : Analis, 2016

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 17

Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa

dari jumlah total perumahan sampai tahun

2015 di Kabupaten Bantul sebanyak 275

perumahan, jumlah pembangunan

perumahan terbanyak sejumlah 124 buah

perumahan di wilayah barat yang meliputi

Kecamatan Kasihan, Kecamatan Pajangan, dan

Kecamatan Sedayu, kemudian diikuti wilayah

timur sebanyak 112 buah perumahan di

wilayah Kecamatan Piyungan, Kecamatan

Pleret, Kecamatan Jetis, dan Kecamatan

Banguntapan. Sedangkan jumlah

pembangunan perumahan paling sedikit di

wilayah tengah yang meliputi Kecamatan

Sewon dan Kecamatan Bantul sebanyak 39

unit perumahan sampai dengan tahun 2015.

Grafik perkembangan perumahan per wilayah

seperti pada gambar berikut di bawah ini.

Grafik tersebut menunjukkan bahwa

perkembangan perumahan di Kabupaten

Bantul mengalami penurunan pada : periode

2011-2012 untuk semua wilayah (barat,

tengah, dan timur); periode 2013-2014 untuk

wilayah timur dan wilayah tengah; dan

periode 2014-2015 untuk wilayah barat.

Perkembangan pembangunan perumahan

mengalami kenaikan pada : periode 2012-

2013 untuk seluruh wilayah (barat, tengah,

dan timur); periode 203-2014 untuk wilayah

barat; dan periode 2014-205 untuk wilayah

timur dan wilayah tengah. Peningkatan

pembangunan perumahan cukup tinggi terjadi

pada periode 2012-2013 di wilayah timur

mengalami peningkatan sebanyak 10 lokasi

perumahan, sedangkan penurunan

pembangunan perumahan cukup rendah juga

terjadi di wilayah timur periode 2013-2014.

Gambar 3. 1. Perkembangan Perumahan per Wilayah sampai 2015

Analisis lebih jauh juga dilakukan untuk

mengetahui tingkat pertumbuhan (r)

pembangunan perumahan di Kabupaten

Bantul. Perhitungan pertumbuhan perumahan

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 18

secara detail pada tiap wilayah seperti pada

tabel berikut di bawah ini.

Wilayah 2010-2011

2011-2012

2012-2013

2013-2014

2014-2015

Rata-rata

Wilayah timur 0,17 0,80 2,25 0,44 1,25 0,98

Wilayah tengah 0,10 0,00 0,00 0,25 2,00 0,47

Wilayah barat 0,12 0,70 1,00 1,29 0,89 0,80

Total 0,14 0,65 1,93 0,62 1,11 0,89

Tabel 3. 2. Tingkat Pertumbuhan Perumahan di Kabupaten Bantul per wilayah

Sumber : Analis, 2016

Tabel tersebut menunjukkan bahwa rata-rat

tingkat pertumbuhan perumahan di

Kabupaten Bantul sampai tahun 2015 sebesar

0,89, dengan tingkat pertumbuhan

perumahan tertinggi pada periode 2012-2013

sebesar 1,93 dan terendah pada periode

2010-2011. Rata-rata tingkat pertumbuhan

perumahan tertinggi terjadi pada wilayah

timur sebesar 0,98 dengan tingkat

pertumbuhan tertinggi pada periode 2012-

2013 sebesar 2,25 dan terendah sebesar 0,17

pada periode 2010-2011. Rata-rata tingkat

pertumbuhan berikutnya adalah wilayah barat

dengan rata-rata sebesar 0,80 dengan tingkat

pertumbuhan tertinggi pada periode 2013-

2014 sebesar 1,29 dan terendah pada periode

2010-2011 sebesar 0,12. Rata-rata tingkat

pertumbuhan perumahan terendah di

Kabupaten Bantul terdapat di wilayah tengah

sebesar 0,47 dengan tingkat pertumbuhan

tertinggi periode 2014-2015 dan terendah

pada perode 2011-2012 dan 2012-2013.

Adapun grafik tingkat pertumbuhan

pembangunan perumahan di Kabupaten

Bantul seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 3. 2. Grafik Tingkat Pertumbuhan Perumahan di Kabupaten Bantul

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 19

Grafik tersebut menunjukkan bahwa tingkat

pertumbuhan perumahan untuk ketiga

wilayah mempunyai karakteristik yang

berbeda. Wilayah timur (Piyungan, Pleret,

Jetis, dan Banguntapan) mempunyai

karakteristik tingkat pertumbuhan yang cukup

fluktuatif dengan tingkat pertumbuhan yang

tidak menentu. Tingkat pertumbuhan

meningkat tajam pada periode 2012-2013 dan

2014-2015 tetapi mengalami penurunan

drastis periode 2013-2014. Wilayah tengah

mempunyai karakteristik tingkat

pertumbuhan yang rendah/stagnan, tetapi

tiba-tiba meningkat tajam pada periode 2014-

2015. Sedangkan karakteristik tingkat

pertumbuhan perumahan di wilayah barat

mempunyai tingkat pertumbuhan yang relatif

baik, yaitu mengalami peningkatan yang yang

merata dari 2010-2014 dan mengalami

penurunan sedikit pada periode 2014-2015.

Grafik tersebut menjelaskan bahwa tingkat

pertumbuhan pembangunan perumahan di

Kabupaten Bantul yang cukup baik terjadi di

wilayah barat. Adapun Peta Pertumbuhan

Perumahan di Kabupaten Bantul sampai

dengan tahun 2015 seperti pada gambar

berikut ini.

Kajian

Keb

ijakan P

engen

dalian

Pem

ban

gun

an P

erum

ahan

Kab

up

aten

Ban

tul | 2

0

Gam

bar 3

. 3. P

eta Pertu

mb

uh

an P

erum

ahan

Kab

up

aten B

antu

l samp

ai Tahu

n 2

01

5

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 21

BAB 4 Kapasitas Pengelolaan

Pembangunan dan

Pengembangan

Perumahan Bantul

4.1. Tata Aturan dan implementasi

Perijinan Pemda Kab. Bantul

Arah kebijakan umum pembangunan dan

pengembangan perumahan di Kabupaten

Bantul termuat dalam Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Kabupaten Bantul 2010-2030

yang tertuang dalam Perda Kabupaten Bantul

Nomor 04 Tahun 2011. Kabijakan

pembangunan perumahan Kabupaten Bantul

secara implisit termuat dalam kawasan

peruntukan permukiman, dimana

permukiman dibedakan menjadi permukiman

perkotaan dan permukiman pedesaan.

Adapun rencana pengembangan kawasan

permukiman di Kabupaten Bantul adalah

sebagai berikut :

Rencana kawasan permukiman perkotaan

seluas kurang lebih 5.434 Hektar atau

10,72% dari luas wilayah Kabupaten

Bantul yang difokuskan di wilayah

Kecamatan Sewon, Kecamatan

Banguntapan, Kecamatan Kasihan,

Kecamatan Pajangan, Kecamatan Bantul,

Kecamatan Pleret dan Kecamatan

Piyungan.

Rencana Kawasan Siap Bangun dan

Lingkungan Siap Bangun (Kasiba/Lisiba)

Bantul Kota Mandiri di Desa Guwosari,

Desa Sendangsari dan Desa Triwidadi

Kecamatan Pajangan dan di Desa

Bangunjiwo Kecamatan Kasihan

direncanakan seluas kurang lebih 1.300

Hektar.

Rencana untuk kawasan permukiman

perdesaan seluas kurang lebih 5.738

Hektar atau 11,32% dari luas wilayah

Kabupaten Bantul di seluruh kecamatan di

wilayah Kabupaten, kecuali Kecamatan

Banguntapan.

Kawasan permukiman adalah kawasan

yang diarahkan dan diperuntukkan bagi

pengembangan permukiman atau tempat

tinggal/hunian beserta prasarana dan sarana

lingkungan yang terstruktur. Dari kebijakan

tersebut terlihat bahwa kebijakan

permukiman di wilayah barat, wilayah tengah

dan wilayah timur cukup beragam dari arahan

sebagai kawasan permukiman perkotaan,

kawasan permukiman pedesaan, dan kawasan

siap bangun dan lingkungan siap bangun

(Kasiba/Lisiba). Arahan secara lebih rinci dari

setiap wilayah sebagai berikut ini.

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 22

No Wilayah Arahan Kebijakan Permukiman/Perumahan

1 Wilayah barat (Kec. Sedayu, Kec. Pajangan, Kec. Kasihan)

Sebagai kawasan permukiman perkotaan di sebagian wilayah Kec. Kasihan dan Kec. Pajangan

Sebagai kawasan permukiman pedesaan di sebagian wilayah Kec. Sedayu

Sebagai Kasiba/Lisiba untuk sebagian wilayah Kec. Kasihan dan sebagian eilayah kec. Pajangan

2 Wilayah tengah (Kec. Sewon dan Kec. Bantul)

Sebagai kawasan permukiman perkotaan di sebagian wilayah Kec. Sewon dan Kec. Bantul

3 Wilayah timur (Kec. Banguntapan, Kec. Pleret, Kec. Jetis, Kec. Piyungan)

Sebagai kawasan permukiman perkotaan di sebagian wilayah Kec. Banguntapan, Kec. Piyungan, dan Kec. Pleret

Sebagai kawasan permukiman pedesaan di sebagian wilayah Kec. Jetis

Tabel 3. 3. Arah Kebijakan Pembangunan dan Pengembangan Perumahan di Kabupaten Bantul

Sumber : RTRT Kab. Bantul dan Analis, 2016

4.2. Arahan Pengembangan Keterpaduan

PSU Perumahan/Permukiman

Arahan penyelenggaraan perumahan

merupakan satu kesatuan sistem yang

dilaksanakan secara terkoordinasi, terpadu

dan berkelanjutan. Prinsip penyelenggaraan

perumahan merupakan perwujudan kegiatan

pembangunan perumahan di kawasan zona

permukiman seperti yang tetuang dalam

RTRW/RDTR Kabupaten Bantul dengan

mengutamakan keterpaduan Prasarana

Sarana dan Utilitas (PSU) kawasan sebagai

pengendalian dan pengembangan

perumahan. Permasalahan PSU di lapangan

yang sering terjadi pada kawasan perumahan

antara lain :

genangan air atau banjir disebabkan

penanganan sistem drainase yang tidak

terpadu dalam satu daerah tangkapan

air, bangunan yang tidak memadai dan

tidak terpelihara,

kemacetan lalulintas disebabkan

penanganan jaringan jalan tidak terpadu

dengan kawasan sekitarnya,

kekurangan air minum disebabkan oleh

penanganannya belum terpadu, sehingga

distribusi air minum tidak merata,

rumah sudah terbangun tetapi

prasarananya belum terselesaikan,

pelaksanaan pembangunan atau

pengembang lebih mementingkan persil

(cluster) sendiri sehingga PSU tidak

terpadu antar sistem.

Untuk menghadapi permasalahan di atas

diperlukan upaya keterpaduan PSU dalam

penyelenggaraan pembangunan kawasan

perumahan di Kabupaten Bantul. Prasarana

lingkungan perumahan meliputi : jalan,

drainase, air limbah, persampahan, dan

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 23

penerangan jalan. Sarana lingkungan

perumahan meliputi : fasilitas pendidikan,

fasilitas kesehatan, fasilitas perbelanjaan dan

niaga; dan fasilitas umum dan sosial. Utilitas

umum perumahan meliputi : air bersih dan

pemadam kebakaran. Penyediaan PSU untuk

pengembangan perumahan disesuaikan

dengan kondisi wilayah Kabupaten Bantul

agar keterpaduan dengan PSU eksisting dapat

terjaga keberlanjutannya. Adapun arahan

pengembangan PSU yang perlu diperhatikan

adalah sebagai berikut ini.

4.2.1. Arahan Pengembangan PSU

Perumahan Wilayah Barat.

Wilayah barat yang meliputi Kecamatan

Kasihan, Sedayu, dan Pajangan mempunyai

potensi untuk pengembangan perumahan

skala besar. Kondisi fisik wilayah barat adalah

:

Ketersediaan lahan untuk zona

permukiman seluas 1.832 h

Kondisi DDLB (daya dukung lahan

untuk permukiman) bervariasi antara

1,06 – 4,49 (DDLB rendah : 3 desa,

DDLB sedang : 2 desa, DDLB baik : 3

desa, dan DDLB sangat baik : 2 desa)

Sebagian wilayah mempunyai

karakteristik fisik berupa perbukitan

(ladang/tegalan),

Di beberapa wilayah mempunyai

kondisi air bersih yang terbatas

(rawan kekeringan),

Aksesibilitas wilayah yang masih

terbatas

Di beberapa wilayah merupakan lahan

pertanian subur (Sedayu dan Kasihan)

Arahan yang harus diperhatikan terkait

dengan pengembangan PSU perumahan di

wilayah ini adalah seperti tabel berikut di

bawah ini.

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 24

JENIS PSU KOMPONEN PSU ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH BARAT

PRASARANA LINGKUNGAN

Prasarana Jaringan Jalan

Jaringan jalan di kawasan perumahan menurut fungsinya adalah jalan lokal dan jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan sekunder.

Jaringan jalan akses perumahan menuju ke jalan eksisting minimal jalan lokal sekunder/jalan kabupaten

Jalan akses perumahan dengan lebar minimal sama dengan lebar jalan yang terlebar dalam perumahan.

Jaringan jalan harus terpadu dengan kawasan sekitarnya.

Jaringan jalan dilengkapi dengan fasilitas penunjang seperti trotoar, jalur hijau, dan lampu penerangan di jalan dan rekening menjadi tanggungan penghuni perumahan.

Penyediaan lahan parkir umum dan penggunaannya yang juga sekaligus berfungsi sebagai pangkalan sementara kendaraan angkutan publik.

Prasarana Jaringan Drainase

Prasarana drainase kawasan yang mampu menjamin kawasan tersebut tidak tergenang air pada waktu musim hujan.

Saluran drainase kawasan perumahan harus terintegrasi dengan sistem drainase di luar kawasan atau sistem drainase perkotaan.

Saluran drainase kawasan dilengkapi sumur resapan dan kolam retensi serta outlet ke sungai/badan air sesuai dengan volume limpasan air hujan.

Lokasi pengembangan perumahan yang dilalui jaringan irigasi, wajib dilestarikan fungsinya untuk mendukung kecukupan pangan di Kabupaten Bantul terutama di wilayah Sedayu dan Kasihan yang masih dijumpai banyak sawah subur.

Prasarana Pengolahan Air limbah

Kawasan perumahan yang dilewati jaringan limbah rumah tangga (assenering) dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat wajib menyambung ke jaringan tersebut (di sebagian wilayah Kecamatan Kasihan),

Kawasan perumahan yang tidak dilewati jaringan limbah rumah tangga (assenering) dan memiliki jumlah kapling ≤ 40 (empat puluh) unit rumah wajib membangun IPAL komunal.

Prasarana Layanan Persampahan

Wajib menyediakan tempat sampah di masing-masing unit rumah dengan sistem terpilah.

Wajib menyediakan komposter untuk pengolahan sampah organik.

Wajib menyediakan tempat pengolahan sampah berupa TPS/TPS 3R

Wajib mempersiapkan sistem/pengelola layanan pembuangan sampah.

Prasarana Jaringan air minum

Kawasan perumahan yang di sekitarnya terdapat jaringan air bersih dari PDAM diharuskan menggunakan jaringan PDAM.

Untuk wilayah barat ini jaringan PDAM yang ada masuk dalam unit pelayanan PDAM Kabupaten Bantul di Zona VI (Sedayu, Kasihan, Sewon) dan Zona VII (Pajangan, Bantul, Jetis).

SARANA Sarana tempat Tempat pendidikan sesuai dengan kriteria kebutuhan

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 25

JENIS PSU KOMPONEN PSU ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH BARAT

LINGKUNGAN pendidikan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa TK, SD, SLTP, SMU.

Tempat pendidikan harus terpadu dengan wilayah sekitar.

Sarana layanan kesehatan

Fasilitas layanan kesehatan sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa klinik, puskesmas, RS C, B, dan A.

Layanan kesehatan harus terpadu dengan wilayah sekitar.

Sarana layanan perdagangan

Fasilitas perdagangan sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa warung, restoran, pujasera, pasar tradisional, minimarket, pertokoan.

Layanan perdagangan harus terpadu dengan wilayah sekitar.

Fasos dan fasum

Fasos dan fasum sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa rumah ibadah, balai pertemuan, dan kantor.

Fasos dan fasum harus terpadu dengan wilayah sekitar.

Sarana tempat olah raga

Fasilitas olah raga sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa gedung dan lapangan olahraga

Tempat olah raga harus terpadu dengan wilayah sekitar.

Sarana pemakaman Fasilitas pemakaman sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa makam.

Pemakaman harus terpadu dengan wilayah sekitar.

Ruang Terbuka Hijau

RTH sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa taman.

RTH harus terpadu dengan wilayah sekitar.

UTILITAS UMUM

Jaringan listrik Jaringan listrik sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa Gardu dan jaringan (PLN), genset

Jaringan listrik harus terpadu dengan wilayah sekitar.

Pemadam kebakaran

Pemadam kebakaran sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa perlengkapan pemadam kebakaran dan hidran umum.

Pemadam kebakaran harus terpadu dengan wilayah sekitar.

Tabel 3. 8. Arahan Pengembangan PSU di Wilayah

Barat

Sumber : Analis, 2016

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 26

4.2.2. Arahan Pengembangan PSU

Perumahan Wilayah Tengah dan Wilayah

Timur

Wilayah Tengah meliputi Kecamatan

Sewon dan Bantul sedangkan Wilayah Timur

meliputi Kecamatan Banguntapan, Pleret, dan

Piyungan. Wilayah ini mempunyai potensi

untuk pengembangan perumahan infill (infill

development). Adapun kondisi fisik wilayah ini

adalah :

• Ketersediaan lahan untuk zona

permukiman seluas 896 ha untuk wilayah

tengah dan seluas 994 ha untuk wilayah

timur.

• Kondisi DDLB (daya dukung lahan untuk

permukiman) wilayah tengah bervariasi

1,21 – 1,97 (DDLB rendah : 3 desa, DDLB

sedang : 6 desa), sedangkan wilayah timur

DDLB bervariasi 0,76 – 4,75 (DDLB jelek : 1

desa, DDLB rendah : 2 desa, DDLB sedang :

3 desa, DDLB baik : 5 desa, dan DDLB

sangat baik : 3 desa)

• Wilayah tengah mempunyai karakteristik

fisik berupa dataran, sedangkan wilayah

timur sebagian wilayah berupa perbukitan

(ladang/tegalan),

• Aksesibilitas wilayah sudah cukup baik

terutama untuk wilayah tengah,

• Sebagian wilayah berupa sawah subur

(Sewon, Pleret, dan Piyungan)

• Di beberapa wilayah rawan

banjir/genangan terutama wilayah tengah.

Arahan yang harus diperhatikan terkait

dengan pengembangan PSU perumahan di

wilayah ini adalah seperti tabel berikut di

bawah ini.

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 27

JENIS PSU KOMPONEN PSU ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH TENGAH DAN TIMUR

PRASARANA LINGKUNGAN

Prasarana Jaringan Jalan

Jaringan jalan di kawasan perumahan fungsinya sebagai jalan lokal dan jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan sekunder terpadu dengan jaringan jalan kawasan sekitarnya.

Jaringan jalan akses perumahan menuju ke jalan eksisting minimal jalan lokal sekunder/jalan kabupaten

Jalan akses perumahan dengan lebar minimal sama dengan lebar jalan lingkungan yang terlebar di dalam perumahan.

Jalan lokal dan lingkungan harus memenuhi unsur luas bangunan dengan lebar perkerasan minimal 3,5 meter.

Wajib disiapkan lampu penerangan di jalan dan rekening menjadi tanggungan penghuni perumahan.

Prasarana Jaringan Drainase

Prasarana drainase kawasan harus mampu menjamin kawasan tersebut tidak tergenang air pada waktu musim hujan.

Saluran drainase di kawasan perumahan harus terintegrasi dengan sistem drainase di luar kawasan atau sistem drainase perkotaan.

Saluran drainase kawasan dilengkapi sumur resapan dan outlet ke sungai/badan air sesuai dengan volume limpasan air hujan.

Lokasi pengembangan perumahan yang dilalui jaringan irigasi, wajib dilestarikan fungsinya untuk mendukung kecukupan pangan di Kabupaten Bantul terutama di wilayah Sewon, Pleret, dan Piyungan yang masih banyak sawah irigasi yang subur.

Prasarana Pengolahan Air limbah

Kawasan perumahan yang dilewati jaringan limbah rumah tangga (assenering) dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat wajib menyambung ke jaringan tersebut (di sebagian wilayah Kecamatan Sewon dan Banguntapan),

Kawasan perumahan yang tidak dilewati jaringan limbah rumah tangga (assenering) dan memiliki jumlah kapling ≤ 40 (empat puluh) unit rumah wajib membangun IPAL komunal.

Prasarana Layanan Persampahan

Wajib menyediakan tempat sampah di masing-masing unit rumah dengan sistem terpilah an menyediakan komposter untuk pengolahan sampah organik.

Wajib menyediakan tempat pengolahan sampah berupa TPS/TPS 3R

Wajib mempersiapkan sistem/pengelola layanan pembuangan sampah.

Prasarana Jaringan air minum

Kawasan perumahan yang di sekitarnya terdapat jaringan air bersih dari PDAM harus menggunakan jaringan PDAM.

Untuk wilayah tengah ini jaringan PDAM yang ada masuk dalam unit pelayanan PDAM Kabupaten Bantul di Zona VI (Sedayu, Kasihan, Sewon) dan Zona VII (Pajangan, Bantul, Jetis), sedangkan untuk wilayah timur masuk dalam zona I (Piyungan, Banguntapan, Pleret).

SARANA LINGKUNGAN

Sarana tempat pendidikan

Tempat pendidikan sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa SD, SLTP.

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 28

JENIS PSU KOMPONEN PSU ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH TENGAH DAN TIMUR

Tempat pendidikan harus terpadu dengan wilayah sekitar.

Sarana layanan kesehatan

Fasilitas layanan kesehatan sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa klinik, posyandu, puskesmas pembantu, dan puskesmas.

Layanan kesehatan harus terpadu dengan wilayah sekitar.

Sarana layanan perdagangan

Fasilitas perdagangan sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa warung, pujasera, pasar.

Layanan perdagangan harus terpadu dengan wilayah sekitar.

Fasos dan fasum

Fasos dan fasum sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa rumah ibadah dan balai pertemuan.

Fasos dan fasum harus terpadu dengan wilayah sekitar.

Sarana tempat olah raga

Fasilitas olah raga sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa lapangan olahraga.

Tempat olah raga harus terpadu dengan wilayah sekitar.

Sarana pemakaman Pemakaman harus terpadu dengan wilayah sekitar dengan memanfaatkan makam eksisting (persetujuan wilayah sekitar).

Ruang Terbuka Hijau

RTH sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa taman.

RTH harus terpadu dengan wilayah sekitar.

UTILITAS UMUM

Jaringan listrik Jaringan listrik sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa gardu dan jaringan (PLN), genset

Jaringan listrik harus terpadu dengan wilayah sekitar.

Pemadam kebakaran

Pemadam kebakaran sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa perlengkapan pemadam kebakaran

Pemadam kebakaran harus terpadu dengan wilayah sekitar.

Tabel 3. 9. Arahan Pengembangan PSU di Wilayah Tengah dan Timur Sumber : Analis, 2016

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 29

BAB 5 Isu-isu implementasi

arah kebijakan

Pembangunan dan

Pengembangan

perumahan

5.1. Wilayah Barat (Hasil FGD)

Arahan pengembangan perumahan di

wilayah Kabupaten Bantul bagian barat

senyatanya masih menimbulkan pro dan

kontra antar berbagai pihak yang

berkepentingan di dalamnya. Berdasarkan

hasil Forum Group Discussion (FGD)

didapatkan bahwa wacana arahan

pengembangan perumahan berbentuk kluster

cukup besar di wilayah Kabupaten Bantul

bagian barat masih menimbulkan banyak

kekhawatiran bagi berbagai pihak.

Kekhawatiran tersebut timbul karena dipicu

adanya fungsi koordinasi yang dinilai masih

kurang antar pengembang-pemerintahan

lokal-masyarakat, asas kelestarian lingkungan

yang seringkali diabaikkan dalam

pembangunan perumahan terutama untuk

kluster besar , banyaknya pengembang-

pengembang pada skala kecil yang tidak

menepati aturan pembangunan perumahan

yang baik, dan kondisi masyarakat yang

kurang mendukung dilaksanakannya

pembangunan perumahan.

Adanya fungsi koordinasi yang dinilai

masih kurang antar pengembang-

pemerintahan lokal-masyarakat disebabkan

karena belum adanya pedoman pasti yang

dapat digunakan pemerintah untuk mengikat

pihak pengembang agar menjalankan

usahanya sesuai dengan harapan pemerintah

dan juga masyarakat terdampak. Belum

adanya fugsi koordinasi yang baik ini

seringkali dimanfaatkan oleh oknum

pengembang-pengembang skala kecil untuk

menjalankan usaha berdasarkan perhitungan

keuntungan mereka. Dalam realitanya di

Kabupaten Bantul masih dapat ditemukan

oknum-oknum pengembang yang tidak

menaati aturan dengan melanggar siteplan

yang telah disetujui. Dengan begitu maka tak

heran bahwa lingkunganlah yang akhirnya

menjadi sasaran untuk dikorbankan.

Sebuah proyek pembangunan

perumahan khususnya perumahan kluster

besar selalu diikuti dengan konsekuensi-

konsekuensi tertentu. Konsekuensi yang

utama terjadi disetiap proyek pembangunan

yakni maraknya perubahan fungsi lahan. Jika

perubahan lahan ini gagal membawa dampak

positif bagi orang-orang di sekitarnya maka

jelas proyek pembangunan akan mendapat

penolakan. Begitu halnya kondisi yang terjadi

di Kabupaten Bantul, masyarakat banyak yang

merasa kurang setuju dengan pembangunan

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 30

perumahan kluster besar di sana.

Penyebabnya beragam mulai dari merek yang

merasa tidak dilibatkan dalam kegiatan

sosialisasi hingga mereka yang menolak

karena merasa lahan usahanya ataupun lahan

tempat tinggalnya merasa terusik dengan

keberadaan perumaahan baru tersebut.

Beragam perkiraan hambatan-

hambatan tersebut muncul dalam

menanggapi wacana arahan pembangunan

perumahan kluster besar di wilayah

Kabupaten Bantul bagian barat. Berdasarkan

hambatan–hambatan tersebut maka

didapatkan beberapa ide/usulan/perbaikan/

pendetailan dari adanya rekomendasi

pembangunan perumahan kluster besar di

wilayah Kabupaten Bantul bagian barat yakni

antara lain :

1. Pembangunan perumahan harus

terintegrasi dengan guna lahan di kawasan

sekitarnya

2. Pembangunan perumahan yang inklusif

melalui tatanan fiisk perumahan yang

membentuk ruang –ruang sosial

masyarakat

3. Lokasi pembangunan perumahan berada

pada kelerengan lahan 0-8%

4. Perlu adanya perumusan pedoman

pembangunan perumahan

5. Dalam pembangunan perumahan harus

disertai dengan rencana jaringan jalan,

drainase, persampahan, perairan yang

berhubungan dengan jaringan eksisting

atau jaringan yang sudah ada sebelumnya

6. Perlunya peningkatan koordinasi kepada

pengembang-pengembang skala kecil

untuk meminimalisir dampak negatif dari

bentuk-bentuk kecurangan yang dilakukan

oleh para pengembang nakal

7. Perlunya peningkatan keterlibatan

pemerintah akar rumput dan juga

masyarakat lokal dalam pembangunan

perumahan oleh pengembang

5.2. Wilayah Timur dan Tengah (Hasil

FGD)

Berdasarkan hasil Focus Group

Discussion (FGD), ditemukan bahwa minat

investor dalam membangun perumahan di

wilayah timur dan tengah saat ini tergolong

tinggi. Akan tetapi, ketidakjelasan peraturan

yang ada membuat terjadinya masalah-

masalah baik secara sosial maupun

lingkungan. Hal ini tidak hanya berdampak

pada masyarakat saja tetapi juga berdampak

kepada developer karena merasa tidak

memiliki kepastian hukum dalam melakukan

pembangunan di Kabupaten Bantul.

Dari segi fisik, pembangunan

perumahan di wilayah timur dan tengah yang

tergolong marak menimbulkan adanya

perubahan lahan pertanian menjadi non

pertanian. Konversi lahan tersebut terjadi

karena murahnya proses pematangan

sehingga ketergantungan developer akan

perubahan lahan pertanian tergolong tinggi.

Selain itu, banyaknya perumahan baru

mengakibatkan peningkatan penduduk yang

tinggal pada wilayah tengah dan timur.

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 31

Karakter penduduk perumahan yang bekerja

di kabupaten/kota di luar Kabupaten Bantul

serta posisi wilayah sebagai KPY

menyebabkan tingginya mobalisasi yang

terjadi sehingga menimbulkan kemacetan di

jalan-jalan utama.

Selain itu, penyediaan sarana dan

prasarana juga tidak saling beriringan dengan

proses pembangunan perumahan. Hal ini

berdampak pada perumahan yang sudah

terbangun menjadi belum tercukupi

kebutuhan sarana dan prasarana umum

sehingga penghuni yang tinggal harus

mengakses jauh sarana prasarana diluar area

perumahan.

Secara sosial, pembangunan

perumahan di wilayah timur dan tengah juga

memberikan banyak permasalahan.

Penamaan perumahan dengan nama asing

tergolong tidak sesuai dengan kebudayaan

masyarakat D.I. Yogyakarta sehingga

memuculkan segregasi sosial. Selain itu

keberadaan perumahan eksklusif yang

tertutup dari area kampung membuat

kecemburuan sosial yang muncul sehingga

menimbulkan konflik antara warga kampung

dan warga perumahan.

Berdasarkan hasil diskusi, pihak

developer, pemerintah, dan kepala-kepala

kecamatan setuju akan pengembangan

pembangunan perumahan dengan model

infill. Akan tetapi, pembagian peran akan

masing-masing aktor harus jelas sehingga

dapat memudahkan proses pembangunan

perumahan. Adapun ide/usulan/perbaikan/

pendetailan dari adanya rekomendasi

pembangunan perumahan detail yang

didapatkan dari hasil FGD untuk perumahan

pada area Tengah dan Timur di Kabupaten

Bantul adalah sebagai berikut:

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 32

1. Pembangunan infill diarahkan di lahan

berstatus pekarangan atau lahan

pertanian < 1000 m yang telah diapit

bangunan dan berposisi di pinggir jalan

2. Kondisi/tatanan letak kelompok rumah

rencana terintegrasi dengan kelompok

rumah eksisting membentuk ruang yang

inklusif

3. Lokasi lahan untuk pembangunan

memiliki kelerengan < 8, serta untuk

upaya cut and fill yang dilakukan

pengembang harus melalui ijin

pemerintah

4. Pembangunan kelompok rumah baru

tidak boleh menutup pola aliran air

perumahan eksisting di sekitarnya

5. Keberadaan perumahan rencana harus

terintegrasi dengan tatanan sosial

masyarakat sekitar melalui

pengintegrasian dengan kelompok RT

dan RW

6. Pembangunan perumahan klaster harus

dilengkapi dengan rekomendasi

akses/hubungan calon penghuni dari

jalan arteri/kolektor/lokal ke perumahan

melewati kampung

7. Pembangunan perumahan harus

mengintegrasikan sarana prasarana dan

utilitas dengan perumahan eksisting di

sekitarnya

8. Dibentuk pedoman-pedoman untuk

upaya pengintegrasian perumahan infill

untuk menciptakan ruang secara inklusif,

efisien, dan nyaman

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 33

BAB 6 Proyeksi Persoalan dan Tantangan

Pembangunan dan Pengembangan Perumahan

6.1. Analisis Permasalahan (Pohon Masalah)

Pembangunan Perumahan wilayah Barat

Sulitnya penerapan prinsip-prinsip

pembangunan perumahan berkelanjutan di

Kabupaten Bantul secara garis besar

disebabkan oleh sulitnya penerapan prinsip

perumahan inklusif, sulitnya penerapan

prinsip perumahan efisien, dan sulitnya

penerapan prinsip kenyamanan dalam

perumahan. Penyebab yang pertama yakni

sulitnya penerapan prinsip perumahan inklusif

di Kabupaten Bantul dapat terjadi karena

belum adanya pedoman pembangunan

perumahan dengan prinsip inklusif. Hal

tersebut menjadi alasan bagi pengembang

untuk dapat lebih leluasa membangun

perumahan ekslusif yang menghilangkan

ruang-ruang sosial masyarakat sehingga

seringkali menimbulkan konflik dengan

masyarakat di sekitarnya.

Penyebab yang kedua yakni sulitnya

penerapan prinsip perumahan efisien di

Kabupaten Bantul dapat terjadi karena

pembangunan perumahan terutama pada

skala besar sulit mewujudkan efisiensi dalam

hal lahan sawah dan juga infrastruktur.

Pengembang skala besar cenderung

menggunakan lahan sawah dengan harga

yang menguntungkan bagi mereka tanpa

memperhatikan potensi kesesuaian lahan dan

daya dukung kawasan yang termuat di dalam

RDTR. Hal ini dapat terjadi karena keberadaan

dari RDTR yang kurang operasional sehingga

sulit tebaca bagi pengembang dan dapat pula

terjadi karena adanya pengembang yang

kurang kooperatif alam menjalankan aturan

sehingga bertindak nekat melanggar RDTR. Di

sisi lain, efisiensi dalam hal infratsruktur juga

masih sulit diwujudkan karena belum adanya

pedoman integrasi infrastruktur baru dengan

eksisting yang dapat mengikat pengembang

untuk menaati dan melaksanakan.

Penyebab ketiga yakni sulitnya

penerapan prinsip kenyamanan dalam

perumahan dapat dilihat dari dual hal yakni

kenyamanan dalam hal pergerakan dan

termal. Kesulitan dalam hal kenyamanan

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 34

pergerakan terjadi karena adanya

kecederungan kemacetan yang ditimbulkan

oleh setiap pembangunan perumahan baru.

Hal ini kerap terjadi karena belum adanya

pertimbangan skenario pola pergerakan yang

dibangkitkan dalam suatu sistem perumahan.

Selain itu, kesulitan dalam hal kenyamanan

termal juga terjadi karena kecenderungan

pengembang saat ini yang membangun

perumahan tanpa menggunakan pedoman

lansekap yang ada.

Kajian

Keb

ijakan P

engen

dalian

Pem

ban

gun

an P

erum

ahan

Kab

up

aten

Ban

tul | 3

5

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 36

6.2. Analisis Permasalahan (Pohon

Masalah) Pembangunan Perumahan wilayah

Timur dan Tengah

Berdasarkan analisis permasalahan

yang ada pada wilayah timur dan tengah

Kabupaten Bantul ditemukan sulitnya

mengintegrasikan perumahan infill menjadi

permukiman inklusif, efisien, dan nyaman

merupakan masalah paling atas yang muncul.

Adapun 3 masalah yang muncul yaitu, sulitnya

mengintegrasikan prinsip-prinsip inklusif di

perumahan infill, sulitnya pengintegrasian

prinsip efisiensi pembangunan, serta sulitnya

penerapan prinsip kenyamanan di perumahan

infill.

Kesulitas dalam pengintegrasian

prinsip-prinsip inklusif di perumahan infill

dikarenakan oleh belum adanya pedoman

pembangunan perumahan infill. Akibatnya,

pengembang belum memahami bagaimana

membuat lingkungan perumahan infill yang

bisa terintegrasi dengan perumahan eksisting

di sekitarnya sehingga menghasilkan

permukiman yang inklusif.

Lalu, permasalahan pengintegrasian

prinsip-prinsip efisiensi pembangunan juga

terjadi di pembangunan perumahan infill. Hal

ini dikarenakan sulitnya melakukan efisiensi

penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas.

Akar permasalahan dari penyediaan PSU ada 3

yaitu, belum adanya pedoman kerjasama

penyediaan PSU antara pemerintah,

pengembang, dan masyarakat, belum adanya

standar penyediaan PSU untuk perumahan

infill, serta belum adanya pedoman integrasi

infrastruktur di perumahan baru dengan

perumahan eksisting.

Selain itu, adapula kesulitan penerapan

prinsip kenyamana dalam pembangunan

perumahan inklusif. Hal ini dikarenakan belum

adanya pedoman mobilitas dan aksesibiltas,

dan belum adanya pedoman pembangunan

tapak di perumahan infill yang melihat dari

sudut pandang kenyamanan termal.

Kajian

Keb

ijakan P

engen

dalian

Pem

ban

gun

an P

erum

ahan

Kab

up

aten

Ban

tul | 3

7

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 38

BAB 7 Rekomendasi: Arahan

Penyusunan Pedoman

dan Kaidah Pelaksanaan

7.1. Penyusunan Pedoman dan Strategi

Penyediaan Sarana dan Prasarana

Berdasarkan hasil analisis dari Focus

Group Discussion yang telah dilakukan

sebelumnya, terbentuklah dua arahan

pengembangan perumahan di Kabupaten

Bantul. Pada wilayah Kabupaten Bantul

wilayah Barat dilakukan pembangunan

dengan skala besar, sedangkan pada bagian

Timur dan Tengah dilakukan pembangunan

dengan metode infill.

Pengembangan perumahan secara

besar-besaran masih dapat dilakukan dengan

kapasitas lahan di wilayah barat Kabupaten

Bantul saat ini. Pembangunan besar dapat

disebut sebagai pengembangan masterplan,

pembangunan perumahan dilakukan pada

lahan berskala besar. Pengembangan

perumahan ini disertai dengan fasilitas

pendukung seperti jalan, ruang terbuka, serta

fasilitas rekreasi dengan tetap menyesuaikan

dengan penggunaan lahan di sekitarnya.

Pengembangan perumahan skala besar ini

perlu diperhatikan prinsip pengembangan

perumahan berkelajutan, yaitu dengan

memperhatikan aspek lingkungan untuk

mengantisipasi kebutuhan perumahan di

masa mendatang.

Sedangkan, wilayah timur dan tengah

Kabupaten Bantul yang secara eksisting masuk

dalam Kawasan Perkotaan Yogyakarta

membuat kondisi spasial yang ada cenderung

berkembang menjadi area pinggiran

perkotaan (suburban area) sehinga metode

penyediaan lahan perumahan secara infill

dianggap paling sesuai. Lahan-lahan non-

pertanian yang tidak digunakan dapat disisipi

untuk melakukan pembangunan perumahan

yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh

pengembang di masa depan. Lokasi-lokasi

pada area sekitar kampung juga dapat di-infill

dengan perumahan-perumahan berklaster

kecil sehingga munculnya kesinambungan

antara kampung-kampung eksisting serta

perumahan baru yang ada di sekitarnya baik

dari segi fisik maupun sosial masyarakat.

Dalam upaya penyediaan sarana,

prasarana, dan utilitas pada pengembangan

pembangunan perumahan di Kabupaten

Bantul dilakukan melalui empat strategi yaitu:

a) Pemerintah

Penyediaan sarana, prasarana, dan

utilitas dengan strategi melalui

pemerintah secara langsung

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 39

dikarenakan urgensitas tipe fasilitas

yang disediakan.

b) Public-Private Partnership

Public-Private Partnership merupakan

strategi penyediaan sarana,

prasarana, dan utilitas dimana

pemerintah serta pengembang saling

bekerja sama dalam penyediaan

fasilitas yang harus tersedia demi

memenuhi kebutuhan penghuni, baik

penghuni lama (warga sekitar)

maupun penghuni baru. Startegi

integrasi ini bisa dilalukan melalui

cost-sharing dan pembagian tanggung

jawab pengelolaan.

c) Integrasi Fasilitas Eksisting dan

Rencana

Pengintegrasian fasilitas eksisting dan

rencana dilakukan supaya

menciptakan ruang sosial yang baik

antara masyarakat eksisting dengan

penghuni baru perumahan. Selain itu,

upaya pengintegrasian juga dapat

mengurangi konflik kesenjangan yang

ada antar warga serta menimbulkan

sarana untuk berinteraksi. Dalam

perwujudannya, pihak pengembang

dan ketua-ketua masyarakat saling

sepakat melakukan cost sharing untuk

sama rata membagi beban

pembangunan demi kepentingan

bersama

d) Individu

Strategi terakhir merupakan strategi

yang dilakukan untuk tipe pemenuhan

sarana, prasarana, dan utilitas yang

dipenuhi masing-masing rumah.

Dimana, setiap penghuni dapat

menyediaan kebutuhan fasilitas per

rumah masing-masing, dikarenakan

sifat pemakaiannya yang individu.

7.2. Arahan Penyusunan Pedoman

Pembangunan Perumahan wilayah Barat

Wilayah barat Kabupaten Bantul

diprediksi akan menjadi primadona bagi

pengembangan kawasan perumahan.

Pembangunan besar dapat disebut sebagai

pengembangan masterplan, pembangunan

perumahan dilakukan pada lahan berskala

besar. Pengembangan perumahan ini disertai

dengan fasilitas pendukung seperti jalan,

ruang terbuka, serta fasilitas rekreasi dengan

tetap menyesuaikan dengan penggunaan

lahan di sekitarnya.

Adapun persyaratan-persyaratan

pembangunan yang harus dipenuhi oleh

pembangun dalam lahan skala besar, yaitu:

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 40

7.2.1. Persyaratan Lokasi Perumahan

a. Keamanan

Lokasi perumahan bukan merupakan

kawasan lindung (catchment area),

kawasan pertanian, kawasan hutan

produksi, daerah buangan limbah

pabrik, daerah bebas bangunan pada

area Bandara, dan daerah dibawah

jaringan listrik tegangan tinggi

b. Kesehatan

Lokasi perumahan bukan daerah yang

mempunyai pencemaran udara di atas

ambang batas, pencemaran air

permukaan, dan pencemaran air

tanah dalam.

c. Kenyamanan

Lokasi perumahan memiliki tingkat

aksesibilitas yang mudah dengan

sarana – sarana penting di luar

perumahan yaitu sarana pendidikan,

perdagangan dan niaga, serta

kesehatan.

d. Kompatibilitas

Lokasi perumahan tidak berada di

kawasan yang memerlukan

perubahan karakteristik topografi

yang besar seperti pemerataan bukit,

pengurugan seluruh rawa,

pengurugan danau/sungai/kali.

e. Status Kepemilikan

Lokasi perumahan harus berada pada

lahan yang jelas status

kepemilikannya, dan memenuhi

persyaratan administratif, teknis, dan

ekologis.

f. Ketinggian dan Kemiringan Lahan

Dari aspek ketinggian lokasi lahan

perumahan harus berada di bawah

permukaan air setempat, kecuali

dengan rekayasa/penyelesaian teknis.

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 41

Dari aspek kemiringan lahan lokasi

lahan perumahan tidak melebihi 15%

dengan ketentuan :

1) Tanpa rekayasa untuk kawasan

yang terletak pada lahan

bermofologi datar-landai dengan

kemiringan 0 – 8% dan

2) Diperlukan rekayasa teknis

nuntuk lahan dengan kemiringan

8-15%.

7.2.2. Persyaratan Sarana

Lingkungan Perumahan

Pemenuhan kebutuhan sarana dan

prasarana lingkungan perumahan pada skala

besar bergantung pada seberapa besar

penduduk yang tinggal, bagiamana

bentukan/tipe siteplan perumahan, serta

siapa saja aktor-aktor penyedia sarana.

Adapun tipologi siteplan perumahan skala

besar dibagi menjadi 5, yaitu:

1. Linier

2. Grid

3. Loop

4. Culdesac

5. Tidak Beraturan

Sedangkan tipe jumlah penduduk yang tinggal

di perumahan skala besar berkisar antara

1250-3000 orang dikarenakan banyaknya unit

rumah yang tersedia.

Berikut merupakan standar-standar

penyediaan sarana, prasarana, dan utilitas

pada skala besar:

Kajian

Keb

ijakan P

engen

dalian

Pem

ban

gun

an P

erum

ahan

Kab

up

aten

Ban

tul | 4

2

PER

SYA

RA

TAN

TIPE P

ERU

MA

HA

N SK

ALA

BESA

R (B

AG

IAN

BA

RA

T)

Tipo

logi P

eru

mah

an

Linier

Grid

Lo

op

R

adial

Cu

ldesa

c Tid

ak Be

raturan

Strategi Pen

yediaan

Jum

lah

Pe

nd

ud

uk

12

50 > n

> 30

00

Skala P

eru

mah

an

Kelu

rahan

Men

gikuti p

em

bagian

eksistin

g P

emb

uatan

baru

Ko

mp

on

en Saran

a Prasaran

a

P/U

Air B

ersih

v v

v v

v v

Pu

blic-P

rivate P

artne

rship

(melalu

i PD

AM

)

Air lim

bah

Septitan

k v

v v

v v

v In

divid

u (D

evelop

er ke

Pe

ngh

un

i)

IPA

L Ko

mu

nal

v v

v v

v v

Pu

blic-P

rivate P

artne

rship

IPA

L Terpu

sat v

v v

v v

v P

ub

lic-Private

Partn

ersh

ip

Persam

pah

an

ton

g samp

ah

v v

v v

v v

Develo

per

gerob

ak v

v v

v v

v D

evelop

er

bak sam

pah

kecil v

v v

v v

v P

ub

lic-Private

Partn

ersh

ip

bak sam

pah

besar

- v

v v

- v

Pu

blic-P

rivate P

artne

rship

bak sam

pah

akhir

- -

- -

- -

-

mo

bil sam

pah

-

v v

v -

v P

emerin

tah

Listrik v

v v

v v

v P

ub

lic-Private

Partn

ersh

ip (m

elalui P

LN)

Transp

ort lo

kal

Parkir

v v

v v

v v

Pu

blic-P

rivate P

artne

rship

Halte

v

v v

v v

v P

emerin

tah

Termin

al -

- -

- -

- -

Jalan

v v

v v

v v

Integrasi Fasilitas Eksistin

g dan

Ren

cana (M

asyarakat dan

Deve

lop

er)

Drain

ase

v v

v v

v v

Integrasi Fasilitas Eksistin

g dan

Ren

cana (M

asyarakat dan

Deve

lop

er)

S P

elayanan

Um

um

Balai p

erte

mu

an

- v

v v

- v

Integrasi Fasilitas Eksistin

g dan

Ren

cana (M

asyarakat dan

Deve

lop

er)

Po

s han

sip

v v

v v

v v

Integrasi Fasilitas Eksistin

g dan

Ren

cana (M

asyarakat dan

Deve

lop

er)

Gard

u listrik

v v

v v

v v

Pu

blic-P

rivate P

artne

rship

(melalu

i PLN

)

Telep

on

um

um

v

v v

v v

v P

ub

lic-Private

Partn

ersh

ip

Parkir u

mu

m

v v

v v

v v

Integrasi Fasilitas Eksistin

g dan

Ren

cana (M

asyarakat dan

Deve

lop

er)

Pen

did

ikan

TK

- v

v v

- v

Pu

blic-P

rivate P

artne

rship

Kajian

Keb

ijakan P

engen

dalian

Pem

ban

gun

an P

erum

ahan

Kab

up

aten

Ban

tul | 4

3

PER

SYA

RA

TAN

TIPE P

ERU

MA

HA

N SK

ALA

BESA

R (B

AG

IAN

BA

RA

T)

Tipo

logi P

eru

mah

an

Linie

r G

rid

Loo

p

Rad

ial C

uld

esac

Tidak B

eraturan

Strategi Pen

yediaan

Jum

lah

Pe

nd

ud

uk

12

50 > n

> 30

00

Skala P

eru

mah

an

Kelu

rahan

Men

gikuti p

em

bagian

e

ksisting

Pem

bu

atan b

aru

Ko

mp

on

en Saran

a Prasaran

a

S

Pen

did

ikan

SD

- v

v v

- v

Pu

blic-P

rivate P

artne

rship

SMP

-

- -

- -

- -

SMA

-

- -

- -

- -

Keseh

atan

Po

syand

u

- v

v v

- v

Pu

blic-P

rivate P

artne

rship

Pu

skesmas

- v

v v

- v

Pu

blic-P

rivate P

artne

rship

Praktik d

okter

v v

v v

- v

Ind

ividu

Perib

adatan

Mu

sho

la

v v

v v

v v

Integrasi Fasilitas Eksistin

g dan

Ren

cana (M

asyarakat dan

Deve

lop

er)

Masjid

warga

v

v v

v v

v In

tegrasi Fasilitas Eksisting d

an R

encan

a (Masyarakat d

an D

evelo

per)

Masjid

lingku

ngan

-

v v

v -

v In

tegrasi Fasilitas Eksisting d

an R

encan

a (Masyarakat d

an D

evelo

per)

Masjid

kecamatan

-

- -

- -

- -

Sarana ib

adah

agama lain

v

v v

v v

v In

tegrasi Fasilitas Eksisting d

an R

encan

a (Masyarakat d

an D

evelo

per)

Perd

agangan

To

ko

v v

v v

v v

Integrasi Fasilitas Eksistin

g dan

Ren

cana (M

asyarakat dan

Deve

lop

er)

Perto

koan

v

v v

v v

v P

ub

lic-Private

Partn

ersh

ip

Rekreasi

Balai p

erte

mu

an

v v

v v

v v

Integrasi Fasilitas Eksistin

g dan

Ren

cana (M

asyarakat dan

Deve

lop

er)

RTH

Taman

/temp

at be

rmain

v

v v

v v

v In

tegrasi Fasilitas Eksisting d

an R

encan

a (Masyarakat d

an D

evelo

per)

Jalur h

ijau

v

v v

v v

v In

tegrasi Fasilitas Eksisting d

an R

encan

a (Masyarakat d

an D

evelo

per)

lapan

gan o

lah raga

v

v v

v v

v P

ub

lic-Private

Partn

ersh

ip

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 44

7.2.3. Model Desain Integrasi Perumahan

Skala Besar

Dalam pengaplikasian secara nyata,

diperlukan model-model terbaru untuk

mensinergikan pengadaan perumahan skala

besar dengan rekomendasi-rekomendasi dari

aktor-aktor pembangunan berdasarkan hasil

focus group discussion. Adapun rekomendasi

yang muncul untuk masing-masing tipologi

adalah sebagai berikut:

a. Model Grid

Gambar. Konsep J Grid

Konfigurasi grid terdiri dari dua pasang jalan

sejajar yang saling berpotongan pada jarak

yang sama dan menciptakan bujur sangkar

atau kawasan ruang segi empat. Beberapa ciri

– ciri dan langkah penataan pola sirkulasi grid

adalah sebagai berikut.

Memungkinkan gerakan bebas dalam

banyak arah sehingga hubungan

aktifitas kompak dan efisien.

Menata grid harus berdasarkan

sistem hirarki jalan.

Penataan bangunan di sisi jalan

dengan karakter yang berbeda.

Kesan monoton sebaiknya

ditanggulangi.

Masalah kurang menginahkan kondisi

alam sulit ditanggulangi.

Masalah kemacetan pada titik simpul

ditanggulangi dengan mengatur

sirkulasi searah.

Akibat dimensi yang sama pada grid

secara visual akan menciptakan kesan

monoton.

Kurang mengindahkan kondisi alam

seperti topografi keistimewaan tapak.

Semakin jauh dari simpul jalan

pergerakan semakin baik namun pada

titik simpulnya dapat menimbulkan

kemacetan akibat banyak arah

sirkulasi yang ditampung pada titik

simpul tersebut.

Kepadatan gerakan atau sirkulasi lebih

mungkin dihindari

Berikut adalah ilustrasi contoh siteplan

perumahan dengan model grid.

Konsep Jalan Grid

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 45

Gambar Ilustrasi Siteplan Perumahan Model Grid Sumber: Rencana Penulis

Gambar di atas adalah perumahan model long

block grid dengan persentase guna lahan jalan

31,4%, lahan terbangun 68,6%, tingkat

aksesibilitas tinggi serta keamanan dan

kenyamanan penghuni yang cukup tinggi.

Fasilitas sosial dan umum ditempatkan di

lokasi yang strategis agar mudah dijangkau

oleh semua masyarakat.

b. Radial

Gambar Konsep Radial

Konfigurasi radial memiliki jalan-jalan lurus

yang berkembang dari sebuah pusat

bersama. Ciri-ciri dari pola sirkulasi radial

adalah sebagai berikut :

Orientasi jelas.

Kurang mengindahkan kondisi alam.

Sulit dikombinasikan dengan pola yang

lain.

Menghasilkan bentuk yang ganjil.

Menunjang keberadaan monumen

penting di pusat kawasan.

Pergerakan resmi.

Mengarahkan sirkulasi pada titik pusat.

Berikut adalah ilustrasi contoh siteplan

perumahan dengan model radial.

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 46

Gambar Ilustrasi Siteplan Perumahan Model Radial Sumber : Rencana Penulis

Gambar di atas adalah perumahan model

radial dengan persentase guna lahan jalan

40%, lahan terbangun 60%, tingkat

aksesibilitas tinggi serta keamanan dan

kenyamanan penghuni yang cukup tinggi.

Fasilitas sosial dan umum ditempatkan di

lokasi yang strategis agar mudah dijangkau

oleh semua masyarakat.

c. Loop

Gambar. Konsep Jalan Loop

Pola loop memiliki konsep jalan lurus panjang

yang berbelok – belok. Kelebihan dari jalan

dengan model loop yaitu sirkulasi mudah,

mudah berputar, tidak monoton, lebih

fleksibel, dan mengurangi kemacetan. Namun

terdapat kelemahan yaitu terkait keamanan.

Pola jalan loop biasanya banyak diterapkan

pada perumahan skala menengah.

Berikut adalah ilustrasi contoh siteplan

perumahan dengan model loop.

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 47

Gambar Ilustrasi Siteplan Perumahan Model Loop Sumber : Rencana Penulis

Gambar di atas adalah perumahan model

loop dengan persentase guna lahan jalan 32%,

lahan terbangun 68%, tingkat aksesibilitas

cukup tinggi serta keamanan dan kenyamanan

penghuni yang cukup tinggi. Fasilitas sosial

dan umum ditempatkan di lokasi yang

strategis agar mudah dijangkau oleh semua

masyarakat.

d. Culdesac

Gambar Konsep Cul De Sac

Pola cul de sac memiliki kelebihan yakni

terciptanya privasi yang tinggi Karena

terbatasnya akses lalu lintas, sehingga banyak

diterapkan untuk menghindari lalu lintas

kendaraan dan memberikan kenyamanan

yang tinggi bagi pejalan kaki. Perumahan

dengan model jalan cul de sac biasanya

memiliki harga tinggi, serta cukup eksklusif.

Namun kekurangannya adalah aksesibilitas

yang cukup terbatas serta terdapat bentuk

kapling “tusuk sate” yang biasanya tidak

disenangi oleh masyarakat. Pada tahun 1929,

pola ini pertama kali diterapkan pada kota

Radburn, New Jersey, Amerika Serikat untuk

mengurangi frekuensi lalu lintas pada

kawasan perumahan. Dengan bentuk jalan

buntu akan tercipta pengelompokan rumah,

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 48

dan dengan batasan jumlah rumah yang

dilayani maka akan tercipta dimensi jalan

yang ekonomis, yaitu dimensi lebar jalan lebih

kecil.

Berikut adalah ilustrasi contoh siteplan

perumahan dengan model cul de sac.

Gambar Ilustrasi Siteplan Perumahan Model Cul De Sac Sumber : Rencana Penulis

Gambar di atas adalah perumahan model cul

de sac dengan persentase guna lahan jalan

36%, lahan terbangun 64%, tingkat

aksesibilitas rendah serta keamanan dan

kenyamanan penghuni yang sangat tinggi.

e. Linier

Gambar Konsep Linier

Linier yang lurus dapat menjadi unsur

pengorganisir utama deretan ruang. Pola

dapat berbentuk lengkung atau berbelok

arah, memotong jalan lain, bercabang-cabang,

atau membentuk putaran (loop). Ciri-ciri pola

sirkulasi linier, antara lain :

Sirkulasi pergerakan padat bila panjang

jalan tak terbatas dan hubungan aktifitas

kurang efisien.

Gerakan hanya 2 arah dan memiliki arah

yang jelas.

Cocok untuk sirkulasi terbatas.

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 49

Perkembangan pembangunan sepanjang

jalan.

Berikut adalah ilustrasi contoh siteplan

perumahan dengan model linier.

Gambar di bawah adalah contoh perumahan

model linier dengan persentase guna lahan

jalan 30%, lahan terbangun 70%, tingkat

aksesibilitas tinggi serta keamanan dan

kenyamanan penghuni yang cukup tinggi.

Gambar Ilustrasi Siteplan Perumahan Model Linier Sumber : Rencana Penulis

7.3. Arahan Penyusunan Pedoman

Pembangunan Perumahan wilayah Timur

dan Tengah

Wilayah timur dan tengah Kabupaten

Bantul yang secara eksisting masuk dalam

Kawasan Perkotaan Yogyakarta membuat

kondisi spasial yang ada cenderung

berkembang menjadi area pinggiran

perkotaan (suburban area). Perkembangan

area pinggiran perkotaan ini terjadi karena

meningkatnya aksesibilitas serta infrastruktur

perkotaan yang menimbulkan tingginya

kecenderungan untuk tinggal.

Bila dilihat berdasarkan kondisi fisik,

metode penyediaan lahan perumahan secara

infill dianggap paling sesuai untuk wilayah

tengah dan timur Kabupaten Bantul. Lahan-

lahan non-pertanian yang tidak digunakan

dapat disisipi untuk melakukan pembangunan

perumahan yang diharapkan dapat

dimanfaatkan oleh pengembang di masa

depan. Lokasi-lokasi pada area sekitar

kampung juga dapat di-infill dengan

perumahan-perumahan berklaster kecil

sehingga munculnya kesinambungan antara

kampung-kampung eksisting serta perumahan

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 50

baru yang ada di sekitarnya baik dari segi fisik

maupun sosial masyarakat.

Adapun persyaratan-persyaratan

pembangunan yang harus dipenuhi oleh

pembangun dalam lahan infill, yaitu:

Dalam perencanaan perumahan infill di

bagian Barat Bantul yang meliputi Desa juga

terdapat empat komponen perencanaan yang

perlu diperhatikan yaitu :

7.3.1. Persyaratan Lokasi Perumahan

a. Keamanan

Lokasi perumahan bukan merupakan

kawasan lindung (catchment area), kawasan

pertanian, kawasan hutan produksi, daerah

buangan limbah pabrik, daerah bebas

bangunan pada area Bandara, dan daerah

dibawah jaringan listrik tegangan tinggi.

b. Kesehatan

Lokasi perumahan bukan daerah yang

mempunyai pencemaran udara di atas

ambang batas, pencemaran air permukaan,

dan pencemaran air tanah dalam.

c. Kenyamanan

Lokasi perumahan memiliki tingkat

aksesibilitas yang mudah dengan sarana –

sarana penting di luar perumahan yaitu

sarana pendidikan, perdagangan dan niaga,

serta kesehatan.

d. Kompatibilitas

Lokasi perumahan tidak berada di

kawasan yang memerlukan perubahan

karakteristik topografi yang besar seperti

pemerataan bukit, pengurugan seluruh

rawa, pengurugan danau/sungai/kali.

e. Status Kepemilikan

Lokasi perumahan harus berada pada lahan

yang jelas status kepemilikannya, dan

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 51

memenuhi persyaratan administratif,

teknis, dan ekologis.

f. Ketinggian dan Kemiringan Lahan

Dari aspek ketinggian lokasi lahan

perumahan harus berada di bawah

permukaan air setempat, kecuali

dengan rekayasa/penyelesaian teknis.

Dari aspek kemiringan lahan lokasi

lahan perumahan tidak melebihi 15%

dengan ketentuan :

1) Tanpa rekayasa untuk kawasan yang

terletak pada lahan bermofologi datar-

landai dengan kemiringan 0 – 8% dan

2) Diperlukan rekayasa teknis nuntuk

lahan dengan kemiringan 8-15%.

7.3.2. Persyaratan Sarana Lingkungan

Perumahan

Dalam penyediaan sarana dan

prasarana di lingkungan perumahan bertipe

infill, diperlukan skema kerjasama yang jelas

agar menciptakan integrasi antara perumahan

baru dengan kampung sekitar melalui

interaksi masyarakat dalam memanfaatkan

sarana yang ada. Adapun skala perumahan

yang ada kurang dari 250 unit (1250

penduduk). Adapun pembagian sarana

prasarana serta skema penyediaannya adalah

sebagai berikut:

Kajian

Keb

ijakan P

engen

dalian

Pem

ban

gun

an P

erum

ahan

Kab

up

aten

Ban

tul | 5

2

PER

SYA

RA

TAN

TIPE P

ERU

MA

HA

N IN

FILL (BA

GIA

N TIM

UR

DA

N TEN

GA

H)

Un

it Pe

rum

ahan

<1

0

10

-25

26

-50

50-10

0

10

0-1

50

1

50

-200

20

0-2

50

Strategi Pen

yediaan

Jum

lah

Pe

nd

ud

uk

5

0

12

5

25

0

50

0

75

0

10

00

1

25

0

Skala P

eru

mah

an

RT

R

W

Men

gikuti

pem

bagian

RT

eksisting

Pem

bu

atan

RT b

aru

Men

gikuti p

em

bagian

RT eksistin

g P

emb

uatan

R

T baru

Ko

mp

on

en

Sarana

Prasaran

a

P/U

Air B

ersih

v v

v v

v v

v P

ub

lic-Private

Partn

ersh

ip (m

elalui P

DA

M)

Air lim

bah

Septitan

k v

v v

v v

v v

Ind

ividu

(Develo

pe

r ke P

en

ghu

ni)

IPA

L Ko

mu

nal

- -

- -

- -

- -

IPA

L Terpu

sat -

- -

- -

- -

-

Persam

pah

an

ton

g samp

ah

v v

v v

v v

v D

evelop

er

gerob

ak -

- -

- -

- -

-

bak sam

pah

kecil -

- -

- -

- -

-

bak sam

pah

besar

- -

- -

- -

- -

bak sam

pah

akhir

- -

- -

- -

- -

mo

bil sam

pah

-

- -

- -

- -

-

Listrik v

v v

v v

v v

Pu

blic-P

rivate P

artne

rship

(melalu

i PLN

)

Transp

ort lo

kal

Parkir

- -

v v

v v

v P

ub

lic-Private

Partn

ersh

ip

Halte

-

- -

- -

- -

-

Termin

al -

- -

- -

- -

-

Jalan

v v

v v

v v

v In

tegrasi Fasilitas Eksisting d

an R

encan

a (Masyarakat d

an D

evelo

per)

Drain

ase

v v

v v

v v

v In

tegrasi Fasilitas Eksisting d

an R

encan

a (Masyarakat d

an D

evelo

per)

S P

elayanan

Um

um

Balai p

erte

mu

an

- -

- -

- -

- -

Po

s han

sip

- -

- -

- -

- -

Gard

u listrik

- -

- -

- -

- -

Telep

on

um

um

-

- -

- -

- -

-

Parkir u

mu

m

- -

- -

- -

- -

Pen

did

ikan

TK

- -

- -

- -

v P

ub

lic-Private

Partn

ersh

ip

Kajian

Keb

ijakan P

engen

dalian

Pem

ban

gun

an P

erum

ahan

Kab

up

aten

Ban

tul | 5

3

PER

SYA

RA

TAN

TIPE P

ERU

MA

HA

N IN

FILL (BA

GIA

N TIM

UR

DA

N TEN

GA

H)

Un

it Pe

rum

ahan

<1

0

10

-25

26

-50

50-10

0

10

0-1

50

1

50

-200

20

0-2

50

Strategi Pen

yediaan

Jum

lah

Pe

nd

ud

uk

5

0

12

5

25

0

50

0

75

0

10

00

1

25

0

Skala P

eru

mah

an

RT

R

W

Men

gikuti

pem

bagian

RT

eksisting

Pem

bu

atan

RT b

aru

Men

gikuti p

em

bagian

RT eksistin

g P

emb

uatan

R

T baru

Ko

mp

on

en

Sarana

Prasaran

a S

SD

- -

- -

- -

v P

ub

lic-Private

Partn

ersh

ip

SMP

-

- -

- -

- -

-

SMA

-

- -

- -

- -

-

Keseh

atan

Po

syand

u

- -

- -

- -

v P

ub

lic-Private

Partn

ersh

ip

Pu

skesmas

- -

- -

- -

- -

Praktik d

okter

- -

- -

- -

- -

Perib

adatan

Mu

sho

la

- -

v v

v v

v In

tegrasi Fasilitas Eksisting d

an R

encan

a (Masyarakat d

an D

evelo

per)

Masjid

warga

-

- -

- -

- -

-

Masjid

lingku

ngan

-

- -

- -

- -

-

Masjid

kecamatan

-

- -

- -

- -

-

Sarana ib

adah

agam

a lain

- -

- -

- -

- -

Perd

agangan

To

ko

- -

v v

v v

v In

tegrasi Fasilitas Eksisting d

an R

encan

a (Masyarakat d

an D

evelo

per)

Perto

koan

-

- -

- -

- -

-

Rekreasi

Balai p

erte

mu

an

- -

- -

- -

- -

RTH

Taman

/temp

at b

ermain

-

- v

v v

v v

Integrasi Fasilitas Eksistin

g dan

Ren

cana (M

asyarakat dan

Deve

lop

er)

Jalur h

ijau

-

- v

v v

v v

Integrasi Fasilitas Eksistin

g dan

Ren

cana (M

asyarakat dan

Deve

lop

er)

lapan

gan o

lah raga

-

- -

- -

- -

-

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 54

7.3.3. Model Desain Integrasi Perumahan

Skala Infil

Dalam pengaplikasian secara nyata,

diperlukan model-model terbaru untuk

mensinergikan pengadaan perumahan

skala besar dengan rekomendasi-

rekomendasi dari aktor-aktor

pembangunan berdasarkan hasil focus

group discussion. Adapun rekomendasi

yang muncul untuk masing-masing

tipologi adalah sebagai berikut:

No Tipe Siteplan (Jumlah Rumah) Tipe Rumah Sarana

1 <10 rumah

36/60 - TPS 1 buah (dekat

pintu masuk

perumahan) luas

minimal 6m2

- Jalur hijau jalan

(sempadan)

2 10 - 25 rumah

36/60 - TPS 1 buah (dekat

pintu masuk

perumahan) luas

minimal 6m2

- Taman Bermain 1

buah (luas minimal

150 m2)

- Jalur hijau jalan

(sempadan)

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 55

3 25 - 50 rumah 35 tipe 36/60

15 tipe 45/72

- TPS 2 buah luas

minimal 6m2

- Toko 1 buah (minimal

tipe 50/100)

- Muholla 1 buah

(minimal tipe 45/100)

- Taman Bermain 1

buah (luas minimal

250m2)

- Jalur hijau jalan

(sempadan, median)

4 50 - 100 rumah

75 tipe 36/60

25 tipe 45/72

- TPS 2 buah luas

minimal 6m2

- Toko 2 buah (minimal

tipe 50/100)

- Muholla 2 buah

(minimal tipe 45/100)

- Taman Bermain 2

buah (luas minimal

250m2)

- Jalur hijau jalan

(sempadan, median)

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 56

5 100 - 150 rumah

75 tipe 36/60

50 tipe 45/72

25 tipe 60/96

- TPS 3 buah luas

minimal 12m2

- Toko 3 buah (minimal

tipe 50/100)

- Musholla 3 buah

(minimal tipe 45/100)

- Taman Bermain 2

buah (1 luas 500m2, 1

luas 250 m2)

- Jalur hijau jalan

(sempadan, median)

6 150 - 200 rumah

100 tipe 36/60

60 tipe 45/72

40 tipe 60/96

- TPS 3 buah luas

minimal 12m2

- TK 1 buah (luas

bangunan minimal

216 m2, luas lahan

500m2)

- Toko 4 buah (minimal

tipe 50/100)

- Masjid 1 buah

(minimal tipe

300/600)

- Taman Bermain 2

buah (luas minimal

500m2)

- Jalur hijau jalan

(sempadan, median)

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 57

7 200 - 250 rumah 125 tipe 36/60

75 tipe 45/72

50 tipe 60/96

- TPS 4 buah luas minimal

12m2

- TK 1 buah (luas bangunan

minimal 216 m2, luas

lahan 500m2)

- SD 1 buah (luas bangunan

minimal 633 m2, luas

lahan 2000m2)

- Posyandu 1 buah

(minimal tipe 36/60)

- Toko 5 buah (minimal tipe

50/100)

- Masjid 1 buah (minimal

tipe 300/600)

- Taman Bermain 3 buah (2

buah luas minimal 500

m2, 1 buah luas minimal

250m2)

- Jalur hijau jalan

(sempadan, median)

- Balai serbaguna (luas

lahan minimal 300m2)

Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 58

1. Semua lahan siteplan berstatus

pekarangan atau lahan pertanian yang

telah diapit bangunan dan berposisi di

pinggir jalan

2. Karena merupakan “perumahan infill”

yaitu perumahan yang dibangun di lahan

kosong yang terletak di tengah – tengah

permukiman warga maka tidak boleh

dibangun tembok di sekitar kawasan

perumahan untuk menghindari

eksklusifitas. Untuk membangun

inklusifitas dan integrasi dengan

permukiman sekitar maka :

a. Pemisah antara kawasan perumahan

infill dengan permukiman sekitar adalah

jalan yang cukup lebar yang terhubung

dengan jalan permukiman sekitar.

b. Rumah – rumah di layer terluar

perumaan infill menghadap ke jalan

terluar untuk menciptakan suasana

iklusif terhadap perumahan sekitar.

c. Konsep siteplan mengkuti pola lahan

dan jalan permukiman eksisting

sehingga terdapat banyak jalan masuk

dari perumahan sekitar menuju

perumahan infill.

3. Pembangunan perumahan terintegrasi

dengan sarana prasarana dan utilitas

eksisting di sekitarnya.