kecenderungan sayembara sastra indonesia...dalam beberapa periode sayembara, yaitu dkj (putu wijaya,...
TRANSCRIPT
193
KECENDERUNGAN SAYEMBARA SASTRA INDONESIA
Lailatus SholihahE-mail: [email protected]
Abstrak
Perkembangan kesusastraan Indonesia semakin tereduksi oleh pengaruh teknologi dan media massa sehingga legitimasi kepengarangan yang dilakukan tanpa penyaringan ketat. Untuk itu, dewan kesenian menyelenggarakan sayembara penulisan agar kesusastraan Indonesia tetap tumbuh sebagaimana mestinya. Namun, hingga saat ini cukup sulit mendapatkan tulisan yang membahas sayembara sastra di Indonesia. Oleh karena itu, penulisan sejarah sastra berjudul Kecenderungan Sayembara Sastra ini dikerjakan untuk mendokumentasikan sayembara sastra Indonesia, mengungkapkan kecenderungan nama-nama yang muncul maupun kekhasan tema dan bentuk dalam karya-karya sastra itu. Penulisan ini didasarkan atas data sayembara Dewan Kesenian Jakarta dan Dewan Kesenian Jawa Timur melalui referensi buku, majalah, berita, maupun wawancara. Berdasarkan analisis data, muncul beberapa nama yang berulang dalam beberapa periode sayembara, yaitu DKJ (Putu Wijaya, Wisran Hadi, Akhudiat, N. Riantiarno, Saini KM, dan Edisruslan P amariza) dan DKJT (F. Aziz Manna). Kekerapan kemunculan nama-nama itu hadir dengan karya-karya yang khas. Kekhasan inilah yang menjadikan nama-nama itu tetap bertahan dari tahun ke tahun.
Kata kunci: Dewan Kesenian; Kecenderungan; Kekerapan; Kekhasan; Sayembara
LAILATUS SHOLIHAH194
1. Pendahuluan
Sastra Indonesia telah mengalami pergeseran akibat pengaruh teknologi informasi dan media massa. Pengaruh itu telah melahirkan dialektika ruang (baru) sastra yang bergerak dari sastra buku (konvensional) menjadi sastra media massa. Pada mulanya, sastra buku menghadirkan relasi antara sastrawan dengan penerbit melalui peran editor. Ketika sastra menjadi bagian dari media cetak, seperti koran atau majalah, sastra menghadirkan relasi antara sastrawan dengan redaktur (sebagai kurator) sebelum karya itu muncul di halaman koran atau majalah. Akan tetapi, dalam perkembangan media massa daring, sastra kehilangan hubungan terhadap editor maupun kurator. Pada tahap ini sastra tidak lagi memilliki proses penyeleksian, sehingga yang muncul hanyalah proses tulis-publish terutama dengan adanya fasilitas blog pribadi yang memberikan kendali penuh kepada siapapun (penulis) untuk memajang karya tulisannya.
Keberlangsungan sastra yang semakin mengalir ke segala penjuru arah, segala kelas, dengan mudah melewatkan proses penyaringan yang ketat, kurasi, pertimbangan metodis, yang tentu dapat mengurangi “bobot” kesastraannya. Reduksi ini pun berpengaruh pada perkembangan kritik sastra kita yang semakin kering. Kelahiran sastra di media cetak maupun daring itu sekadar berhenti sebagai tulisan, tanggapan tidak lagi menjadi tolok ukur yang penting. Kemudahan ini pun memudahkan sastrawan untuk mendapatkan legitimasi kepengarangannya (Wijoto, 2010, hlm. 2).
Sastra yang semula sangat ketat menjadi sangat longgar menjadi sebuah perkembangan yang layak dipikirkan berkaitan dengan eksistensi sastra generasi mendatang. Agar sastra tetap hadir dengan kualitas yang tidak menurun, para sastrawan mempunyai tugas
KECENDERUNGAN SAYEMBARA SASTRA INDONESIA 195
untuk mengimbangi pertumbuhan sastra dengan kualitas tulisan yang bermutu. Sastrawan, kritikus, akademisi, pemerintah, dan pemerhati sastra adalah penentu masa depan sastra kita. Semuanya menjadi mandeg atau malah menjadi maju/mundur adalah hasil dari usaha berbagai pihak itu. Ancaman-ancaman sastra dapat dihindarkan dengan memberikan pembaca keindahan yang tak luput dari pengetahuan dan pengalaman yang bermutu. Dengan demikian, semangat sastra dan harapan dalam mengubah dunia dapat terus diwujudkan dalam perkembangannya.
Perhatian terhadap dunia sastra yang nasibnya tak menentu demikian –agar tetap terjaga keberlangsungan yang sehat, produktif, dan seimbang–harus ditingkatkan, salah satunya dalam bentuk penyelenggaraan sayembara sastra oleh dewan kesenian di berbagai daerah, termasuk Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT). Baik DKJ maupun DKJT telah menyelenggarakan sayembara ini bertahun-tahun, sayangnya sayembara ini tidak terekam dengan baik dalam perkembangan sejarah sastra Indonesia. Penulisan sejarah sastra berkaitan dengan sayembara ini masih sangat jarang dilakukan. Salah satunya hanya dilakukan oleh Abdul Rozak Zaidan berjudul “Sayembara Penulisan Sastra DKJ Dasawarsa 1970-an yang terhimpun dalam Penyusunan Sejarah Sastra Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa1, tetapi hanya mengulas tahun 1970-an saja. Tampaknya DKJ pun sudah melakukan penerbitan buku Pesta Seni yang berisi ulasan kegiatan DKJ secara sinkronik,
1 Makalah berjudul Penyusunan Sejarah Sastra Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa tersebut kemudian dibukukan menjadi Bunga Rampai Sejarah Sastra Indonesia Tahun 1970-an: Telaah Sosiologis yang diterbitkan oleh Yogyakarta: Azzagrafika.
LAILATUS SHOLIHAH196
ulasan sayembara pun termasuk di dalamnya. Namun, buku-buku itu sangat sulit diperoleh dan terbatas. Selebihnya, pembicaraan sayembara hanya dilakukan di media massa dan surat kabar yang usianya sangat pendek itu. Fenomena inilah yang disebut Kratz (1988, hlm.21) dapat mengakibatkan pandangan terhadap kesusastraan Indonesia cenderung tidak utuh akibat penyebaran karya sastra yang tidak merata, terpencar-pencar, dan terkadang sumbernya sementara, seperti surat kabar, dan majalah.
Oleh sebab itu, penulisan sejarah sastra ini diharapkan mampu menjadi dokumentasi sayembara yang dapat digunakan menjadi sumber sejarah sayembara sastra di Indonesia. Penulisan ini didasarkan pada data-data yang diperoleh dari sumber buku, majalah, berita, dan wawancara kepada pihak DKJ maupun DKJT. Data yang diperoleh kemudian dipetakan berdasarkan tahun dalam bentuk tabel, kemudian ditilik kecenderungan sayembara sastra Indonesia dari tahun ke tahun.
2. Keberlangsungan Sayembara Sastra Indonesia
Tulisan ini membahas dua poin pokok berkaitan dengan perkembangan sayembara sastra Indonesia. Sayembara yang dilakukan DKJ maupun DKJT tampak saling berkaitan. Untuk itu, pembahasan ini akan berfokus pada dua hal, yaitu keberkaitan DKJ dan DKJT dalam menghasilkan nama-nama sastrawan, dan kecenderungan yang tampak dari keduanya.
2.1 Sayembara Sastra: Keberkaitan DKJ-DKJT dan Kekerapan Nama-nama
Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) telah mengambil langkah lebih mula dibandingkan Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT). DKJ
KECENDERUNGAN SAYEMBARA SASTRA INDONESIA 197
menjadi pionir bidang tersebut mengingat sejarah yang panjang telah berkaitan dengan hadirnya Balai Pustaka, Horison, dsb. Sebagai kiblat sastra Indonesia, Jakarta menjadi pusat estetika sastra dan tumbuh menjadi utopia para sastrawan daerah. DKJ telah memulai sayembara sastra pertama kali pada tahun 1972, yaitu Sayembara Penulisan Naskah Lakon. Sayembara ini, bagi DKJ, merupakan upaya untuk merangsang dan meningkatkan kreativitas pengarang Indonesia dalam penulisan.2
Sayembara sastra yang diselenggarakan DKJ merupakan kepanjangan dari pengayoman pemerintah (Ali Sadikin pada 1970-an) terhadap para sastrawan untuk memudahkan mereka dalam berkarya, (Zaidan, 2012, hlm. 9). Meskipun demikian, proses penyelenggaraan sayembara terlepas bebas dari pemerintah, sehingga sayembara sastra itu menghasilkan sejumlah karya sastra yang sungguh-sungguh dihadapkan dengan proses penjurian yang ketat (2012, hlm. 12). Sebagai bentuk pengayoman, sayembara sastra DKJ tidak mengikat sifatnya dalam bentuk keharusan menggarap tema tertentu atau syarat-syarat yang berakibat membatasi kreativitas peserta (2012, hlm. 22).
Sayembara ini pada mulanya dilakukan sebagai agenda tahunan. Sejak 1972–1979, sayembara naskah drama DKJ dilakukan setahun sekali, kemudian vakum dan dimulai kembali pada beberapa tahun kemudian secara tidak teratur, kemudian vakum kembali. Adapun, sayembara novel DKJ sejak 1974 itu pun dilakukan setahun sekali, namun kemudian pun vakum sejak tahun 1980–1988 dan kemudian pun berubah menjadi agenda dua tahunan, yaitu pada tahun genap. Berikut adalah data sayembara DKJ dari
2 Diambil dari keluaran website resmi Dewan Kesenian Jakarta, yaitu dkj.or.id.
LAILATUS SHOLIHAH198
tahun 1972–2018 yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data melalui dokumen DKJ, buku-buku, surat kabar, dan beberapa sumber internet karena sejauh ini memang masih sulit ditemukan adanya rekaman jejak sayembara sastra Indonesia dalam bentuk tulisan ilmiah, baik jurnal ataupun buku.
Tabel 1. Sayembara Sastra DKJ Tahun 1972—2018Peserta Judul Pengarang Predikat Keterangan
Tahun 1972
68
NaskahDrama
Graffito Akhudiat Hadiah Harapan I
Sayembara pertama kali diselenggarakanoleh DKJ
Ketika Bumi Tak Beredar Frans Rahardjo Hadiah Harapan II
Tiada Waktu Bagi Nyonya Fatma Badra dan Katra
Kuntowijoyo Hadiah HarapanIII
Matahari Sore Bersinar Lembayung N. Riantiarno Hadiah Perangsang
Pangeran Sunten Jaya Saini KM Hadiah Perangsang
Penantang Tuhan Arswendo Atmow-iloto Hadiah Perangsang
Bayiku yang Pertama Arswendo Atmow-iloto Hadiah Perangsang
Topeng Ikranegara Hadiah Perangsang
Mimi Pelacurkuz Jasco Winarto Hadiah Perangsang
Tahun 1973
70
NaskahDrama
Aduh Putu Wijaya Hadiah I
Topeng Kayu Kuntowijoyo Hadiah II
She Siti Jenar Vredi Kastam Marta Hadiah III
Sandiwara Putu Wijaya Hadiah Harapan
Saat Drum Band Men-geang-erang
Ikranegara Hadiah Harapan
Tali-tali N. Riantiarno Perangsang
KECENDERUNGAN SAYEMBARA SASTRA INDONESIA 199
Tahun 1974
59dari)(64
Novel
Astiti Rahayu Iskasiah Sumarto Hadiah Penghar-gaan
Juri:1. Umar Kayam2. Boen S. Oemarjati3. Sapardi Djoko Da-mono4. S. Effendi5. Mh. Rustan-di Kartaku-suma
Dari Hari ke Hari H. Mahbub Dju-naidi
Hadiah Penghar-gaan
Arus Aspar Paturusi Hadiah Penghar-gaan
Qisas C. M. Nas Hadiah Penghar-gaan
Sisa-sisa Hari Kemarin Suparto Brata Hadiah Penghar-gaan
70NaskahDrama
Dag-dig-dug Putu Wijaya Hadiah IJuri:1. Goenawan Mohammad2. Harijadi S. Hartowardojo3. Pramana Padmadarmaja4. Syu”bah Asa5. Taufiq Ismail
Anu Putu Wijaya Hadiah II
Joko Tarub Akhudiat Hadiah III
Rumah Tak Beratap, Rumah Tak Berasap dan Langit Dekat dan LangitSehat
Akhudiat Hadiah Harapan
Perjalanan Kehilangan Noorca Marendra Hadiah Harapan
Malam Semakin Kelam N. Riantiarno Hadiah Harapan
Tahun 1975
46
Novel
Stasiun Putu Wijaya Hadiah II Juri:1. Sapardi Djoko Da-mono 2. Mh. Rustan-di Kartaku-suma3. Jakob Sumardjo4. Lukman Ali5. Boen S. Oemarjati
Tawakal Ramadhan KH Hadiah III
Perjalanan Silia Saraswati Hadiah Harapan
Raumanen Marianne Katoppo Hadiah Harapan
Arlinah Suwarsih Djojop-uspito Hadiah Harapan
68
Naskah
Drama
Gaung Wisran Hadi Hadiah III Juri: 1. Sapardi Djoko Da-mono2. Boen S. Oemarjati3. Goenawan Mohamad
Lingkaran Putih N. Riantiarno Hadiah Harapan
Sang Pangeran Arswendo Atmow-iloto Hadiah Harapan
Bui Akhudiat Hadiah Harapan
LAILATUS SHOLIHAH200
Tahun 1976
43
Novel
Upacara Korrie LayunRampan Hadiah II
Pembayaran Kowil Daeng Nyori Hadiah III
Keluarga Pramana Ramadhan KH Hadiah Penghar-gaan
52
NaskahDrama
Edan Putu Wijaya Hadiah I
Terbit Bulan TenggelamBulan
Noorca MarendraMassardi Hadiah II
Hum-pim-pah Putu Wijaya Hadiah III
Bisul-bisul Vredi Kastam Marta Hadiah III
Teot-teot Vredi Kastam Marta Hadiah Harapan II
Tahun 1977
43
Novel
Jantan Edie Yushakan Hadiah II Juri:1. Dodong Dji-wapradja2. Boen S. Oemarjati3. M. Saleh Saad4. B.H. Hoed5. Rusman Sutiasumarga
Tiga Lagu Dolanan Ismail Murahimin Hadiah II
Aku Bukan Komunis Yudhistira ArdiNugraha Hadiah Harapan
Nakhoda Ediruslan PeAmanriza Hadiah Harapan
Stasiun Bukit Gundul Arswendo Atmow-iloto Hadiah Harapan
Nas- 88kah
Drama
Ben Go Tun Saini KM Hadiah II
Anggun nan Tongga Wisran Hadi Hadiah II
Cindera Mata Wisran Hadi Hadiah III
Re Akhudiat Hadiah III
Awas Putu Wijaya Hadiah Harapan
Won Atawa Jembatan Yudhistira ArdhiNugraha Hadiah Harapan
KECENDERUNGAN SAYEMBARA SASTRA INDONESIA 201
Tahun 1978
26
Novel
Di Kaki Bukit Cibalak Ahmad Tohari Hadiah PerangsangKreasi
:Juri Rusman .1Sutiasumarga Mh. .2 RustandiKartakusuma S.I. .3Poeradisastra Sugiarta .4Sriwibawa
Ke Langit Ediruslan P. Aman-riza
Hadiah PerangsangKreasi
Sebuah Piala dan SebuahKemiskinan Utoyo Dimyati Hadiah Perangsang
Kreasi
Wajah-wajah di Guntin-gan Koran A.G. Mustapa Hadiah Perangsang
Kreasi
Kabut yang Tidak Berke-sudahan B. Simanjuntak Hadiah Perangsang
Kreasi
Wanita Itu adalah Ibu Sori Siregar Hadiah PerangsangKreasi
57
NaskahDrama
Perguruan Wisran Hadi Hadiah II
Egon Saini KM Hadiah III
Ke Yudhistira ArdhiNugraha Hadiah III
Malin Kundang Wisran Hadi Hadiah Harapan
Tahun 1979
21
Novel
Telepon Putu Wijaya Hadiah Penghar-gaan
Juri:
1. Rusman Sutiasumarga
2. Dodong Dji-wapradja
3. Dami N. Toda
Sobat Putu Wijaya Hadiah Penghar-gaan
Koyan Ediruslan PeAmanriza
Hadiah Penghar-gaan
Srigala Suryadi WS Hadiah Penghar-gaan
Tilpon Sori Siregar Hadiah Penghar-gaan
Cak Qadar S. Tiono Gunaat-madja
Hadiah Penghar-gaan
Koran .Nurinwa Ki S. H RekomendasiLayak Terbit
Bukit Matahari Wunulde Safinal RekomendasiLayak Terbit
LAILATUS SHOLIHAH202
53
NaskahDrama
Serikat Kaca MataHitam Saini KM Hadiah III Versi BB:
terdapat (dua) Hadiah Perang-sang Imam Bonjol Wisran Hadi Hadiah Harapan
Tahun 1980
23
(dari 25)
Novel
Bako Darman Moenir Hadiah Utama
Juri:1. Ali Audah2. Sapardi Djoko Da-mono3. Dami N. Toda4. Toety Heraty Noerhadi
Harapan HadiahHarapan Nasjah Djamin Hadiah Utama
Olenka Budi Darma Hadiah Utama
Den Bagus .Sudarmono K Hadiah Harapan
Dicari Hari yang Cerah E. Nohbi Hadiah Harapan
Ketika Lampu BerwarnaMerah Hamsad Rangkuti Hadiah Harapan
Merdeka Putu Wijaya Hadiah Harapan
Panggil Aku Sakai Ediruslan PeAmanriza Hadiah Harapan
Tahun 1981
Naskah
Drama
Sang Prabu Saini KM Hadiah III
Samindara Aspar Hadiah Harapan
Tahun 1986
NaskahDrama
Senandung Semenanjung Wisran hadi Hadiah Peranng-sang
Hujan Keris Arthus S. Nalan Hadiah Perangsang
Suara-suara Mamat Supriyatna Hadiah perangsang
Tahun 1987
NaskahDrama
Aib Putu Wijaya Hadiah II
Bah Putu Wijaya Hadiah III
Surat Santri Kembang Arthus S. Nalan Hadiah Harapan
Pilihan Lurah A.M. Trajutisna Hadiah Harapan
KECENDERUNGAN SAYEMBARA SASTRA INDONESIA 203
Tahun 1998
70
Novel
Saman Ayu Utami Hadiah I
Juri:1. Sapardi Djoko Da-mono2. Faruk HT3. Ignas Kleden
Dikalahkan SangSapurba
Ediruslan PeAmanriza Hadiah II
Api Awan Asap Korrie LayunRampan Hadiah III
Prosesi (Jiwa yang Ter-(penjara Zoya Herawati Hadiah Harapan I
Hempasan Gelombang Taufik Ikram Jamil Hadiah Harapan II
NaskahDrama Opera Sembelit N. Riantiarno Hadiah
Tahun 2003
75
Novel
Dadaisme Dewi Sartika Hadiah I Juri:1. Sapardi Djoko Da-mono2. Budi Darma3. Maman S. Mahayana
Geni Jora Abidah El-Khalieqy Hadiah II
Tabula Rasa Ratih Kumala Hadiah III
Ular Keempat Gus tf Sakai Hadiah Harapan I
Tanah Biru Pandu Abdurrah-man Hamzah Hadiah Harapan II
Tahun 2006
249
Novel
Hubbu Mashuri Hadiah I Juri:
1. Apsanti DjokoSujatno
2. Ahmad Tohari
3. Bambang Sugiharto
Mutiara Karam Tusiran Suseno Hadiah II
Jukstaposisi Calvin MichelSidjaja Hadiah III
Glonggong Junaedi Setiyono Hadiah Harapan I
Lanang Yonathan Rahardjo Hadiah Harapan II
LAILATUS SHOLIHAH204
Tahun 2008
dari) 244(278
Novel
Tanah Tabu Anindita S. Thayf Hadiah I
Juri:
1. Kris Budi-man
2. Linda Christanty
3. Seno Gu-mira
Tahun 2010
254
dari)
(277
Novel
Persiden Wisran Hadi Hadiah Unggulan Juri:
1. Sapardi Djoko Da-mono
2. Anton Kurnia
3. A.S. Laksana
Lampuki Arafat Nur Hadiah Unggulan
Jatisaba Ramayda Akmal Hadiah Unggulan
Memoar Alang-alang Hendri Teja Hadiah Unggulan
Tahun 2012
239
dari)
(260
Novel
Semusim (Dan Semusim(Lagi
Andina Dian DwiFatma Hadiah Utama :Juri
Helvy Tiana .1Rosa
Manneke .2Budiman
A.S. Laksana .3
Dasamuka Junaedi Setiyono Hadiah Unggulan
Kei Erni Aladjai Hadiah Unggulan
Simpul Waktu Sulfiza Ariska Hadiah Unggulan
Surat Panjang Tentang Jarak Kita yang JutaanTahun Cahaya
Ni Putu Dewi Kha-risma Michellia Hadiah Unggulan
KECENDERUNGAN SAYEMBARA SASTRA INDONESIA 205
Tahun 2014
61
Novel
Kambing dan Hujan Mahfud Ikhwan Hadiah I Juri:
1. Nukila Amal
2. Zen Hae Ajidarma
3. Martin Suryajaya
Di Tanah Lada Ziggy Zezsyazeovi-ennazabrizkie Hadiah II
Napas Mayat Bagus Dwi Hananto Hadiah III
Puya ke Puya Faisal Oddang Hadiah IV
Tahun 2016
317
dari)
(343
Novel
Semua Ikan di Langit Ziggy Zezsyazeovi-ennazabrizkie Hadiah I Juri:
1. Bramantio
2. Seno Gumi-ra Ajidarma
3. Zen Hae
Lengking Burung Kasuari Nunuk Y. Kusmiana Hadiah Unggulan
Tanah Surga Merah Arafat Nur Hadiah Unggulan
Curriculum Vitae Benny Arnas Hadiah Unggulan
Jam Bersama Gaspar 24 Sabda Arman Dio Hadiah Unggulan
Tahun 2018
dari) 245 271)novel
Orang-orang Oetimu Felix K. Nesi Hadiah I
Juri:
1. A.S Laksana
2. Nukila Amal
3. Martin Suryajaya
Anak Gembala yang Ter- tidur Panjang di AkhirZaman
Ahmad Mustafa Hadiah II
Balada Supri MochammadNasrullah Hadiah III
Pemetik Bintang Venerdi Handoyo RekomendasiLayak Terbit
Tiga dalam Kayu Ziggy Zezsyazeovi-ennazabrizkie
RekomendasiLayak Terbit
Nyi Manganti Dadan Sutisna RekomendasiLayak Terbit
Babad Kopi Parahyangan Evi Sri Rezeki RekomendasiLayak Terbit
Teror Kain Kusut Irman Hidayat RekomendasiLayak Terbit
LAILATUS SHOLIHAH206
Melalui tabel tersebut, tampak bahwa dari tahun ke tahun sayembara sastra (novel/roman) cenderung mengalami peningkatan peminatnya. Dari tahun pertama hingga tahun 2018 telah mengalami kenaikan jumlah peserta yang semula puluhan menjadi ratusan. Angka tertinggi jumlah peserta sayembara itu terjadi pada periode tahun sebelumnya, yaitu 343 pada tahun 2016.
Selain sayembara naskah drama dan novel/roman, DKJ pun menggelar sayembara puisi pertama kali pada tahun 2015. Sebelum itu, puisi sebagai perhelatan sastra DKJ hanya berupa diskusi puisi seperti Forum Penyair Indonesia ’87 yang mengundang 90 penyair Indonesia untuk berdiskusi pada 1987; Mengenang Penyair Hartojo Andangdjaja pada 1991; dan Mimbar Penyair Abad 21 pada 1996. Selanjutnya, selama pascareformasi perhelatan besar acara-acara puisi pun mengalami kevakuman.3 Setelah 2015 itu, hingga 2018 ini pun DKJ belum mengadakan kembali sayembara puisi, tampaknya ini masih sulit. Adapun sayembara lainnya yang digelar oleh DKJ adalah sayembara kritik sastra yang mungkin akan dibahas pada kesempatan lain.
Selain DKJ, Dewan Kesenian Jawa Timur pun rutin dalam mengadakan sayembara sastra di Jawa Timur. Perbedaanya, jika sayembara DKJ tidak memberikan batasan tema untuk pesertanya, DKJT justru menerapkan pemberlakuan tema yang berubah setiap tahunnya. Berdasarkan hasil wawancara kepada Ketua Komite Sastra DKJT, Indra Tjahyadi, dan Mashuri, tercatat bahwa DKJT memulai penyelenggaraan sayembara sastra sejak tahun 2013, pada dua jenis sekaligus, yaitu puisi dan novel. Dua
3 Keterangan ini diperoleh dari laman https://dkj.or.id/komite/sastra/si-aran-pers-manuskrip-buku-puisi-dewan-kesenian-jakarta-2015/ yang meluncur-kan siaran pers sayembara puisi pertama kali itu.
KECENDERUNGAN SAYEMBARA SASTRA INDONESIA 207
tahun setelahnya, DKJT mencoba untuk menawarkan jenis lain dalam sayembaranya, yaitu mengubah sayembara novel menjadi cerpen. Sayembara DKJT secara lebih rinci dapat diperhatikan melalui tabel berikut.
Tabel 2. Sayembara Sastra DKJT Tahun 2013—2018
Peserta Judul Pengarang Predikat Keterangan
Tahun 2013“Tema: “Jawa Timur Bicara
Puisi
Tanggulendut F. Aziz Manna Pemenang Juri: 1. Akhudiat2. Tengsoe Tjahyono3. Indra Tjahyadi
Rokat Perahu Mawar Sohifur Ridlo Pemenang
Novel Kumara: HikayatSang Kekasih S. Jai Pemenang
Juri:1. Beni Setia2. M Shoim Anwar3. S. Yoga
Tahun 2015“Tema: “Manusia dan Kebudayaan Jawa Tmur
20 Puisi Playon F. Aziz Manna Juara I
Juri:1. I. B. Putera Manuaba2. Tjahjono Widarmanto3. Nanang Suryadi
25Cerpen Tandak Royyan Julian Juara I
:JuriBeni Setia .1M. Shoim Anwar .2Mashuri .3
LAILATUS SHOLIHAH208
Tahun 2017Tema: “Redefinisi Identitas Jawa Timur”
47
Puisi
Kapalaran Nanda AlifyaRahmah
Juara I
:Juri I. B. Putera .1ManuabaNanang Suryadi .2 F. Aziz Manna .3
Dari Batu Jatuh sampai PelabuhanRubuh
Daruz Armadi-an
33
Cerpen
Lumpur Tuhan dan12 Cerita Lainnya
MashdarZainal Juara I
:JuriShoim Anwar .1Bramantio .2Imam Suwongso .3
Tahun 2018
Drama
Nirwana Pramita Fajar Laksana Juara I
:JuriDjoko Saryono .1Koko .2R. Giryadi .3
Ruang Lingkup Byta Indrawati Juara II
Lahirnya Kematian Yusril IhzaFauzul Azhim Juara III
Nyanya Cahyo Anjrah LelonoBroto
NominasiPilihan
Black Man Taruna PerkasaPutra
NominasiPilihan
Darma Bakti SangPuspa Negri Eka Wijayanti Nominasi
Pilihan
Berdasarkan tabel di atas, dapat diperhatikan bahwa DKJT baru memulai sayembaranya beberapa tahun yang lalu, yang diadakan dua tahun sekali. Perubahan sayembara jenis novel menjadi cerpen tidak berlaku untuk jenis puisi karena dari awal hingga periode ketiga sayembara puisi masih tetap dipertahankan. Adapun, tahun ini DKJT mengadakan sayembara penulisan naskah drama untuk pertama kalinya.
Kecenderungan yang tampak dari dua dewan kesenian tersebut yaitu DKJ bertahan dengan sayembara novel dan lakon (drama),
KECENDERUNGAN SAYEMBARA SASTRA INDONESIA 209
dan DKJT bertahan dengan sayembara puisi dan cerpen. Abdul Rozak dalam tulisannya yang terhimpun dalam Penulisan Sejarah Sastra menjelaskan bahwa kedua jenis sastra yang dipilih DKJ itu dianggap sangat kurang penciptaannya sehingga sangat perlu disayembarakan. Berbeda dengan puisi ataupun cerpen, kedua jenis sastra itu membutuhkan waktu dan energi yang panjang (2012, hlm. 10).
Saya tidak berusaha terburu-buru menyimpulkan bahwa di Jakarta sangat kurang terhadap penulisan drama dan novel/roman yang dikatakan sebagai sastra yang sulit, sedangkan di Jawa Timur sangat langka terhadap puisi dan cerpen yang dikatakan lebih mudah itu. Begitu pula berat kiranya untuk kemudian mengatakan bahwa DKJ melaksanakan sayembara jenis sastra yang sulit, sedangkan DKJT melaksanakan sayembara jenis sastra yang mudah. Kenyataannya, pada beberapa tahun terakhir DKJ pun menyelenggarakan sayembara puisi (yang mudah itu), dan DKJT pada tahun ini pun menyelenggarakan sayembara penulisan naskah drama (yang sulit dan penuh energi itu).
Dengan demikian, sayembara seluruh jenis sastra kini terangkum dalam kedua dewan kesenian tersebut. Kehadiran sayembara sastra baik DKJ maupun DKJT tampak saling “melengkapi” kekurangan yang ada. Fenomena ini menarik apabila dikaitkan dengan persoalan sastra “lokal” atau “daerah” dalam konteks sastra Indonesia.
Selain itu, tampaknya sayembara sastra dari tahun ke tahun, jumlah peminat dan pesertanya terus meningkat. Dari hasil sayembara tersebut diperoleh nama-nama yang variatif dan cenderung baru dalam periode itu –meskipun selanjutnya beberapa nama meredup atau justru menjadi terkenal melalui
LAILATUS SHOLIHAH210
karya-karyanya. Kebaruan nama-nama baik dalam sayembara DKJ maupun DKJT ini menjadi salah satu keberhasilan sayembara, karena mengikutsertakan nama pada karyanya, sehingga juri secara objektif hanya membaca karya tanpa pengaruh nama.
Di antara nama-nama dalam kedua tabel tersebut, beberapa nama paling sering muncul, baik dalam sayembara pada jenis yang sama maupun berbeda adalah sebagai berikut. Putu Wijaya muncul 13 kali dengan rincian: muncul 9 kali pada jenis drama, dengan naskah “Aduh” (1973), “Sandiwara” (1973), “Dag-dig-dug” (1974), “Anu” (1974), “Edan” (1976), “Hum-pim-pah” (1976), “Awas” (1977), “Aib” (1987), dan “Bah” (1987); dan 4 kali pada jenis novel dengan karya Stasiun (1975), Keok (1976), Sobat (1979), dan Merdeka (1980). Wisran Hadi muncul 8 kali pada jenis drama dengan naskah “Gaung” (1975), “Ring” (1976), “Anggun nan Tongga” (1977), “Cindera Mata” (1977), “Perguruan” (1978), “Malin Kundang” (1978), “Imam Bonjol” (1979), dan “Senandung Semenanjung” (1986). Akhudiat muncul 5 kali pada jenis drama, dengan naskah “Graffito” (1972), “Jaka Tarub” (1974), “Rumah Tak Beratap, Rumah Tak Berasap dan Langit Dekat dan Langit Sehat” (1974), “Bui” (1975), dan “Re” (1977). N. Riantiarno muncul 5 kali pada jenis drama dengan naskah “Matahari Sore Bersinar Lembayung” (1972), “Tali-tali” (1973), “Malam Semakin Kelam” (1974), “Lingkaran Putih” (1975), dan “Opera Sembelit” (1988). Saini KM muncul 5 kali dengan naskah “Pangeran Sunten Jaya” (1972), “Ben Go Tun” (1977), “Egon” (1978), “Serikat Kaca Mata Hitam” (1979), dan “Sang Prabu” (1981). Begitu pula Ediruslan P. Amanriza muncul 4 kali pada jenis novel Jembatan (1976), Nahkoda (1977), Ke Langit (1978), dan Koyan (1979).
KECENDERUNGAN SAYEMBARA SASTRA INDONESIA 211
Selain itu, nama-nama lain yang muncul berulang pada jenis drama di antaranya adalah Arswendo Atmowiloto, Vredi Kastam Marya, Kuntowijoyo, Ikranegara, Noorca Marendra Massardi, Yudhistira Ardhi Nugraha, dan Arthus S. Nalan; dan pada jenis novel yaitu Suparto Brata, Ramadhan KH, Korrie Layun Rampan, Darman Moenir, Sori Siregar, Junaedi Setiyono, Arafat Nur, dan Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie. Adapun, dalam sayembara DKJT pun tampak kemunculan nama yang berulang pada tahun 2013 dan 2015 pada jenis puisi, yaitu F. Aziz Manna dengan karyanya berjudul Tanggulendut (2013) dan Playon (2015).
Kemunculan yang berulang baik dalam sayembara DKJ maupun DKJT merupakan sebuah upaya pertahanan yang cukup menarik untuk dikaji. Beberapa nama itu dilihat kecenderungan dalam karya-karyanya sehingga tampak masing-masing keistimewaan yang ditawarkan.
2.2 Menilik Kecenderungan Karya-karya Sayembara Sastra
Sayembara sastra telah menghasilkan karya-karya sastra dalam jumlah yang besar. Perkembangan sayembara itu memperlihatkan peran nama-nama yang turut menyumbangkan karya sebagai peraih hadiah ataupun penghargaan dalam sayembara. Tentu bukan karya biasa yang terpilih untuk menerima predikat-predikat itu, semuanya cenderung menawarkan kebaruan dan kesegaran masing-masing. Pada bagian ini akan dibicarakan nama-nama yang muncul berkali-kali dengan karya-karyanya itu.
Pertama adalah Putu Wijaya. Ia muncul beberapa kali dalam sayembara DKJ. Kemunculan Putu Wijaya berulang kali dalam sayembara DKJ sangat mempengaruhi namanya dalam dunia
LAILATUS SHOLIHAH212
kepengarangan sastra, utamanya dalam drama dan prosa. Sebagian besar karya Putu Wijaya memenangi sayembara sehingga tampak relevansinya yang kuat (Zaidan, 2012, hlm. 2). Karya-karya Putu Wijaya dalam sayembara naskah drama itu dianggap mempunyai banyak keunggulan. Putu Wijaya mampu menghadirkan efek kejutan berupa pergantian sifat dan peran masing-masing tokoh. Diskontinuitas yang ditawarkan Putu Wijaya ini dapat diamati dalam dialog-dialog antara suami dan isteri dalam naskah “Dag-Dig-Dug”. Menariknya, diskontinuitas itu tidak mematahkan, justru mengangkat dan menggarisbawahi kesatuan organis strukturnya secara subtil (DKJ, 1975, hlm. 377).
Alur yang ditawarkan oleh Putu Wijaya dalam naskah “Dag-Dig-Dug”, “Anu”, maupun naskah lainnya mampu mempertahankan kelogisan alur yang utuh. Alur yang logis dan tekstur yang organis menjadikan naskah-naskah drama Putu selalu menarik perhatian (1975, hlm. 378). Begitu pula dengan naskah-naskah Akhudiat mampu menarik perhatian juri melalui penggunaan bahasanya yang lincah dan cermat pada naskah “Rumah Tak Beratap…” dalam menggambarkan pelacuran yang digeluti oleh tokoh Yu dan Adik (1975, hlm. 382). Selain itu, keistimewaan model bangun tekstur yang khas ala koreografis dan nyanyian dapat ditemukan dalam karya-karya Akhudiat seperti “Jaka Tarub” dan “Rumah Tak Beratap…” (1975, hlm. 381). Koreografis dan nyanyian dalam naskah Akhudiat memang sangat menghidupkan naskah-naskahnya, seperti dalam naskah berjudul “Graffito” yang menjuarai Hadiah I pada tahun pertama sayembara penulisan naskah drama DKJ.
Selain Putu Wijaya dan Akhudiat, Wisran Hadi dan N. Riantiarno pun muncul beberapa kali dalam deretan tahun
KECENDERUNGAN SAYEMBARA SASTRA INDONESIA 213
sayembara naskah drama DKJ. Wisran dengan gaya permainan bahasa secara nakal mampu menghadirkan persoalan dengan gaya lelucon. Gaya ini dapat dilihat dalam naskahnya yang berjudul “Ring” melalui penghadiran kata wese yang dimain-mainkan. Selain itu, peran “permainan bahasa” ini memang sangat menentukan keberhasilan naskah-naskah drama, terutama permainan dan penggunaan bahasa sehari-hari yang dekat dengan penonton (DKJ, 1978, hlm. 201). Sehingga, ini pula yang menjadi poin bagi Putu, Akhudiat, ataupun Wisran dalam karya-karya sayembaranya. Dalam “Edan” dan “Hum-pim-pah” misalnya, sangat tampak kemampuan kecermatan Putu terhadap sekelilingnnya sehingga Putu mengalirkan dialog-dialog dengan lancar dan cocok (1978, hlm. 202). Begitu pula penggunaan bahasa daerah oleh Akhudiat dan Wisran yang sangat lancar dan wajar dalam menciptakan suasana kedaerahan itu (1978, hlm. 203).
Naskah drama garapan N. Riantiarno dalam sayembara DKJ terasa bahwa seakan-akan seluruh dunia ini dihadapkan dengan situasi yang harus dipikirkan. Dalam tulisan Sapardi (DKJ, 1975, hlm. 389) disebutkan bahwa dramawan satu ini senang menghadirkan pikiran-pikiran kelam yang tersimpan sehingga dramanya terkesan membawa sentimentalisme. Penghadiran kehidupan underdogs (DKJ, 1975, hlm.392) baik dalam penceritaan lakon Riantiarno maupun Akhudiat ini merupakan cerita yang mungkin sangat disukai oleh audiens, tokoh-tokoh itu sangat luwes dalam kehidupan masyarakat dan dihadirkan dengan begitu mengasyikkan. Pada “Ben Go Tun” Saini KM pun tampak demikian, ia mengangkat fenomena fitnah, berita palsu, dan berbagai kebohongan yang bertujuan untuk keuntungan. Fenomena-fenomena ini sangat dekat dengan realitas sehari-hari.
LAILATUS SHOLIHAH214
Adapun, dalam bidang novel/roman, nama Putu Wijaya kembali muncul berdampingan dengan Ediruslan P. Amanriza yang masing-masing muncul empat kali. Putu Wijaya dalam Stasiun nampak sekali menyuguhkan persoalan pencarian diri tokoh. Kekhasan ini pun muncul dalam prosa-prosa Putu Wijaya, seperti dalam Telegram maupun Pabrik. Kesehari-harian yang ditawarkan Putu dalam naskah-naskah dramanya pun tidak jarang dapat kita jumpai dalam novel-novelnya, termasuk dalam Stasiun. Melalui keseharian ini Putu berusaha menghadirkan jalan cerita yang logis, tidak ruwet dan bertele-tele, sehingga ceritanya menjadi lancar. Sedangkan, di novelnya yang berjudul Keok tampaknya Putu menunjukkan pengaruh absurditas dan surealismenya (Prihatmi, 2001, hlm. 103).
Hal yang sama juga dapat dijumpai dalam karya-karya Ediruslan. Novel Ke Langit karyanya itu pun menggambarkan keseharian yang sangat melekat pada masyarakat. Meskipun sedikit berbau roman, tetapi ia tidak terjebak di dalamnya. Justru Ediruslan melalui tokoh Awang menggambarkan persoalan yang rumit dalam hubungan kekeluargaan, persoalan perjodohan dan kepelikannya. Kedekatan cerita yang dikisahkan dengan rasa masyarakat pembaca sangat mempengaruhi kehadiran emosi maupun empati. Keberhasilan teknik pembawaan cerita sangat mempengaruhi tujuan ini. Namun, dapat diamati bahwa kehadiran keseharian dalam karya-karya Putu Wijaya justru berusaha meminimalisir empati. Kesemuanya itu adalah corak yang istimewa dalam sayembara DKJ.
Adapun, dalam sayembara DKJT pun tampak kemunculan F. Aziz Manna yang berulang selama dua periode bersama kumpulan puisinya yaitu Tanggulendut dan Playon. Pada kemunculannya
KECENDERUNGAN SAYEMBARA SASTRA INDONESIA 215
bersama Tanggulendut tahun 2013 penyair ini menghadirkan sebuah gambar kota yang memilukan. Tema sayembara “Jawa Timur Bicara” tampak dikuasai oleh puisi-puisi Manna yang dirangkum dalam wajah kota Sidoarjo dan Surabaya. Kepiluan dua kota ini saling bayang-membayang antara kedua kota itu (Sholihah, 2016, hlm. xi) sehingga yang tampak adalah sisi kegelapan kota.
Dengan gaya liris, Manna seolah-olah tampak membisikkan kesedihannya itu dengan sangat lantang dan kuat, seperti dalam puisi berikut.
Tanggulendut I
di timur tanggulangin, cinta meleleh, kau talak kami seperti rumah yang tenggelam, betapa hancur jiwa kami, sunyi menanggul air mata yang mencucur tak sudah-sudah, pacul dipatungkan lumpur, sabit dikaratkan lempung, rerumput merintih di hati kami, menjalar perdui otak kami, membenalu, menempel-hisapi tubuh ceking kami, kemanakah kau, cinta, dimanakah kau, penantian kami mengeras melebihi kutuk malin kundang atau pepatung heligan (Tanggulendut, 2013, hlm. 7)
Daya bisik yang kuat diperkokoh Manna dengan penggunaan kata “kau” dan “kami” secara konsisten sehingga mampu menciptakan efek dan nuansa yang khas. Terlebih, Manna tidak menggunakan penanda baca akhir kalimat layaknya dalam tata bahasa umumnya, tetapi ia pun konsisten dalam penggunaan tanda koma. Pembaca seolah-olah diajak terus-menerus menyuarakan kata-kata itu secara berkelanjutan dari satu puisi ke puisi lainnya.
Kekhasan baik dari segi muatan maupun teknik puisi-puisi Manna tersebut, tampaknya pun menjadi perhatian besar juri.
LAILATUS SHOLIHAH216
Di bagian catatan juri dikatakan bahwa puisi-puisi F. Aziz Manna dianggap menarik dalam segi teknik penyampaian kritik sosialnya yang dikembalikan ke ruang perenungan (Dewan Juri dalam Tanggulendut, 2013, hlm. 89).
Kemunculannya yang kedua di periode sayembara berikutnya, Manna membawakan Playon sebagai wujud gambaran “Manusia dan Kebudayaan Jawa Timur”. Dalam Playon, Manna sangat lihai menggambarkan permainan tradisional Jawa Timur yang mampu membawa ingatan pembaca kepada sebuah ruang “lama” yang mungkin saja sudah berjarak dengan kehidupan manusia modern. Sebagai contoh salah satu puisi dalam Playon sebagai berikut.
Layangan
musuh kami bukan lagi reranting dan dedaunan yang mudah disegrek benang gelasan. tembok dan kabel lebih dempal dan bebal. jika tak lincah bisa munting dan nyangsang. meski tetap harus kuat dan tajam, benang tak lagi bisa diulur panjang seperti kami punya pikiran. semua kini serba berbatas. lengah sedikit saja, urat yang serupa benang bisa rantas dan amblas.(Playon, 2015, hlm. 16)
Puisi-puisi yang terhimpun dalam Playon, menurut juri mampu menghadirkan sesuatu yang menarik, yaitu permainan tradisional yang digambarkan seakan-akan mempunyai daya yang mampu membawa pembaca kepada alam tradisi serta melihat dinamikanya dalam masyarakat urban.
Baik dalam Tanggulendut maupun Playon, keduanya menyajikan kritik sosial yang pedas, namun oleh Manna dibalut dengan kata-kata yang teduh sehingga menjadi teriakan yang halus dan tetap kuat. Konsistensi Manna dalam menghadirkan kesegaran dan kebaruan
KECENDERUNGAN SAYEMBARA SASTRA INDONESIA 217
dalam puisi-puisinya tersebut menunjukkan kepiawaiannya dalam mengambil peluang besar dalam jagad sayembara sastra Indonesia.
Berdasarkan kekerapan kemunculan beberapa nama dengan karya-karyanya tersebut, tampak bahwa sayembara sastra DKJ cenderung ke arah realita keseharian yang dirawat dalam karya-karyanya. Baik Putu Wijaya maupun pengarang-pengarang lainnya yang tersebut di atas, karya-karyanya sangat mengacu pada tangkapan realita yang disajikan dengan ringan dan terjaga. Melalui kesadaran itulah seolah-olah karya-karya tersebut mengajak pembaca kepada perenungan yang sadar. Konsep seperti ini mengingatkan kita kepada gaya Bertold Brecht yang sangat terkenal dalam dunia pelakonan itu.
Adapun, puisi-puisi yang muncul dalam sayembara DKJT tersebut cenderung bergerak ke arah puisi gelap, seperti yang digemborkan oleh Indra Tjahyadi dalam Manifesto Puisi Gelap. Puisi gelap ini merupakan kecenderungan upaya penyelamatan manusia dan dunia yang hancur dengan cara menghancurkan dunia agar manusia tak lagi bersandar pada kehancuran, mengembalikan manusia kepada kemurnian (Tjahyadi, 2011, hlm. xiv). Dalam puisi Indra, “Inferno” misalnya, “kegelapan ini telah membawaku sampai pada sebuah/sungai, tempat mereka membakar mayat-mayat tak/dikenal......hujan merah yang memancar dari wajah/ibllis yang mengangkut seribu kisah bayang-bayang/dan kegelapan” menurut S. Yoga, mampu menghadirkan realitas yang asing secara tidak rasional. Puisi yang terangkum dalam Syair Pemanggul Mayat itu “seolah-olah melakukan pelarian ke dalam keterasingan terhadap pikiran-pikiran pembaca, mengambil jarak, menjauhi akal sehat dan imajinasi pembacanya, dan alienasi diri penyair terhadap dunia sekitarnya” (2011, hlm. 141–142).
LAILATUS SHOLIHAH218
Gagasan ini diwujudkan dalam bentuk puisi-puisi yang digelapkan agar mendapatkan makna seluas-luasnya. Puisi-puisi Manna sangat sarat dengan hal itu. Pengaruh ini membawa Manna kepada penciptaan yang mempermainkan petunjuk dalam puisi-puisinya. Sehingga, melalui tema lokalitas yang ditawarkan dalam puisi-puisinya, sebenarnya Manna menggiring pembaca kepada pemaknaan kemanusiaan yang paling intim.
Selain kecenderungan yang tampak dari berbagai keberulangan nama itu, baik dalam konteks DKJ maupun DKJT, sayembara-sayembara itu telah menghadirkan kebaruan teknik penulisan sastra sekaligus kesegaran tema. Hal ini bisa diamati dalam karya-karya lainnya yang muncul, seperti Saman (1998), karya Ayu Utami, yang menghadirkan kebaruan dalam daya ungkap “keperempuanannya” sehingga menjadi pemicu “sastrawangi” dalam sastra Indonesia. Selain Saman, kesegaran tema pun tampak dijumpai pada karya Mashuri, Hubbu. Novel itu menghadirkan nafas-nafas sufistik yang sangat kental. Selain itu, Sergius Mencari Bacchus (2015), kumpulan puisi Norman Erikson yang memenangkan sayembara DKJ pada 2015 itu tampak membawa angin yang berbeda. Keberanian Norman dalam membicarakan isu transgender ini sangat menarik perhatian pembaca. Apa yang selama ini ditutup rapat-rapat, kini dihadirkan dalam teks yang optimis. Kesegaran tema yang dihadirkan dalam sastra-sastra sayembara ini turut memperkaya khasanah tema sastra Indonesia.
Dalam sayembara DKJT, penggunaan teknik yang subtil dalam menghadirkan kritik dan kesadaran “Jawa Timur” tampak menjadi angan-angan segar yang dicapai oleh sastrawan. Salah satunya dapat diamati dalam Lumpur Tuhan dan 12 Cerita Lainnya (2017) karya Mashdar Zainal yang mampu mengeksplorasi identitas
KECENDERUNGAN SAYEMBARA SASTRA INDONESIA 219
Jawa Timur dan menghadirkan kejawatimuran “tidak kasat mata”, tetapi dalam nuansa yang akrab dan kuat. Adapun, dalam kumpulan puisi Kapalaran (2017) karya Nanda Alifya Rahmah puisi-puisinya mampu menghadirkan kata-kata dengan sublim dalam menggambarkan kehidupan dan problematik masyarakat urban Surabaya. Persoalan masyarakat urban itu dibungkus dengan manis oleh Nanda dalam puisi-puisinya.
Berdasarkan karya-karya itu, tampak bahwa dalam sayembara sastra DKJ maupun DKJT, isu marginal mampu menarik perhatian publik sastra Indonesia. Persoalan pelacuran, wese, underdogs, dan lain-lainnya dapat menggerakkan pembaca kepada konteks yang lebih luas. Kejujuran, keterbukaan, dan optimisme sangat tampak dalam pembawaan diri karya-karya tersebut. Jika sebelumnya sesuatu yang marjinal terpinggirkan, kini ia bergerak dari tepi ke tengah, dan semakin ke dalam.
3. Kesimpulan
Sayembara yang diselenggarakan oleh DKJ ataupun DKJT kiranya menjadi langkah yang efektif dalam menghasilkan karya-karya sastra dan sastrawannya. Meskipun keduanya melaksanakan sayembara ini dengan gaya masing-masing, keduanya mampu menghasilkan kemajuan yang signifikan dalam kesusastraan Indonesia. Keberagaman karya-karya itu telah membawa sastra Indonesia menjadi sangat kaya dan lengkap.
Karya-karya sayembara DKJ cenderung terbuka luas tanpa batasan kreativitas, sedangkan karya-karya sayembara DKJT dengan ruang kategori tertentu cenderung membicarakan hal-hal yang spesifik, menghasilkan karya-karya yang tidak lepas dari warna lokal, kedaerahan. Akan tetapi, segala kemungkinan pun
LAILATUS SHOLIHAH220
tetap terbuka. Karya-karya kedaerahan pun dapat dilahirkan dan dikembangkan dalam wadah sayembara DKJ di pusat, seperti karya-karya Akhudiat (sastrawan kelahiran Banyuwangi Jawa Timur yang berulang kali meraih nomor dalam sayembara sastra DKJ).
Melalui sayembara sastra Indonesia, baik yang dilakukan oleh DKJ maupun DKJT, batas-batas kedaerahan menjadi kabur. Sastra yang terbatas dengan tema lokal pun tetap dapat diterima keuniversalannya dalam konteks perkembangan sastra Indonesia. Perkembangan yang tak luput dari pengaruh lingkungan diri pengarang maupun pengaruh dalam konteks besar ini membawa keberlangsungan sastra Indonesia tetap bisa dirasakan hari ini.
Selain itu, sayembara telah menghadirkan keleluasaan, kebebasan, dan kemeriahan dunia sastra Indonesia melalui kehadiran isu-isu marginal. Keberagaman telah menyempurnakan celah-celah yang kosong dan ruang-ruang yang selama ini dikaburkan. Dengan demikian, keberagaman ini diharapkan mampu menghidupi dan merawat sastra kita, sastra Indonesia dari dunia yang mengasingkan kemanusiaan.
Daftar ReferensiDamono, S. D., dkk. (2015). Bunga Rampai Sejarah Sastra
Indonesia Tahun 1970-an: Telaah Sosiologis. Yogyakarta: Azza Grafika.
Dewan Juri. (2016). “Pertanggungjawaban Dewan Juri Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2016” dalam https://dkj.or.id/artikel/pertanggungjawaban-dewan-juri-sayembara-menulis-novel-dewan-kesenian-jakarta-2016/ diakses pada 23 Oktober 2018.
KECENDERUNGAN SAYEMBARA SASTRA INDONESIA 221
Dewan Kesenian Jakarta (pub). (1975). Pesta Seni 1974. Jakarta.Dewan kesenian Jakarta (pub.) (1978). Pesta Seni 1976. Jakarta.DKJ. (2014). “Malam Anugerah Sayembara Menulis Novel Dewan
Kesenian Jakarta 2014” dalam https://dkj.or.id/komite/sastra/malam-anugerah-sayembara-menulis-novel-dewan-kesenian-jakarta-2014/. Diakses pada 26 Oktober 2018.
DKJ. (2015). “Siaran Pers: Manuskrip Buku Puisi Dewan Kesenian Jakarta 2015” dalam https://dkj.or.id/komite/sastra/siaran-pers-manuskrip-buku-puisi-dewan-kesenian-jakarta-2015/. Diakses pada 26 Oktober 2018.
Dokumentasi Dewan Kesenian Jakarta. (1988). “Nama-nama Para Pemenang Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara Indonesia Dewan Kesenian Jakarta Sejak Tahun 1972 sampai dengan 1987”.
Dokumentasi Dewan Kesenian Jakarta. (1988). “Nama-nama Pemenang Sayembara Sastra DKJ”.
Eneste, P. (2000). Bibliografi Sastra Indonesia. Magelang: Indonesia Tera.
Kratz, E. U. (1988). A Bibliography of Indonesian Literature in Journals: Drama, Prose, Poetry. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Kratz, E. U. (2000). Sumber Terpilih: Sejarah Sastra Indonesia Abad XX. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Malna, A. dkk. (2010). Sastra Indonesia 25 Tahun Ke Depan. Surabaya: Festival Seni Surabaya.
Manna, F. A. (2013). Tanggulendut. Surabaya: Dewan Kesenian Jawa Timur.
Manna, F. A. (2016). Playon. Surabaya: Dewan Kesenian Jawa Timur.
Prihatmi, S. R. (2001). Karya-karya Putu Wijaya: Perjalanan Pencarian Diri. Jakarta: PT Grasindo.
LAILATUS SHOLIHAH222
Rosidi, A. (1977). Laut Biru Langit Biru. Jakarta: Pustaka Jaya.Rosidi, A. (2013). Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung:
Binatjipta.Sholihah, L. (2016). Pola Deiksis Sebagai Pembacaan Teks
Surabaya dan Sidoarjo dalam Kumpulan Puisi Siti Surabaya dan Kisah Para Pendatang dan Tanggulendut Karya F. Aziz Manna [skripsi]. Surabaya: Universitas Airlangga.
Tjahyadi, I. (2011). Syair Pemanggul Mayat. Surabaya: Yayasan Seni Surabaya.
Wahid, I. (2011). Empat Pemenang Unggulan Sayembara Menulis Novel DKJ 2010 dalam https://seleb.tempo.co/read/306458/empat-pemenang-unggulan-sayembara-menulis-novel-dkj-2010/full&view=ok. Diakses pada 20 Oktober 2018.
Wicaksono, W. A. (2008). DKJ Gelar Malam Anugerah Sayembara Menulis Novel 2008 dalam http://www.kabarindonesia.com/beritaprint.php?id=20081210033028 diakses pada 20 Oktober 2018.
Zaidan, A. R. (2012). “Sayembara Penulisan Sastra DKJ Dasawarsa 1970-an” dalam Penyusunan Sejarah Sastra. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Perlindungan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional.