kegawadaruratan psikiatri.docx

42
Tugas Referat Kedaruratan Dalam Psikiatri DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................. 1 DAFTAR ISI ................................................. 2 BAB I : PENDAHULUAN 1.1....................................................La tar Belakang ....................................... 4 1.2....................................................Tu juan ............................................... 4 1.3....................................................Ma nfaat .............................................. 4 BAB II : PEMBAHASAN 2.1 Evaluasi .......................................... 5 2.2 Pertimbangan Dalam Penegakan Diagnosis dan Terapi ..................................................... 8 2.3 Rujukan/Pemindahan .............................................................. ............................ 9

Upload: fransisca-magdalena

Post on 09-Nov-2015

24 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

kegawadaruratan psikiatri

TRANSCRIPT

Tugas ReferatKedaruratan Dalam Psikiatri

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1DAFTAR ISI 2BAB I : PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang 41.2 Tujuan 41.3 Manfaat 4BAB II : PEMBAHASAN2.1 Evaluasi 52.2 Pertimbangan Dalam Penegakan Diagnosis dan Terapi ..................................... 82.3 Rujukan/Pemindahan .......................................................................................... 92.4 Dokumentasi ....................................................................................................... 10BAB III : KEADAAN GADUH GELISAH3.1 Pengertian Gaduh Gelisah ................................................................................... 113.2 Etiologi ................................................................................................................ 113.3 Psikosis Karena Gangguan Mental Organik : Delirium ..................................... 113.4 Skizofrenia dan Gangguan Skizotipal ................................................................. 123.5 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara ............................................................ 123.6 Psikosis Bipolar .................................................................................................. 123.7 Amok .................................................................................................................. 133.8 Menilai dan Memprediksi Perilaku Kekerasan ................................................... 133.9 Tatalaksana ......................................................................................................... 14BAB IV : TINDAK KEKERASAN (VIOLENCE)4.1 Gambaran Klinis dan Diagnosis ......................................................................... 164.2 Panduan Wawancara dan Psikoterapi ................................................................. 174.3 Evaluasi dan Penatalaksanaan ............................................................................ 174.4 Terapi Psikofarmaka ........................................................................................... 18BAB V : BUNUH DIRI (SUICIDE)/ TENTAMEN SUICIDUM5.1 Faktor Resiko ...................................................................................................... 205.2 Mengenali Pasien yang Berpotensi Bunuh Diri .................................................. 225.3 Panduan Wawancara dan Psikoterapi ................................................................. 225.4 Evaluasi dan Penatalaksanaan ............................................................................ 225.5 Terapi Psikofarmaka ........................................................................................... 23BAB VI : SINDROMA NEUROLEPTIK MALIGNA ........................................................ 246.1 Gambaran Klinis dan Diagnosis ......................................................................... 246.2 Patofisiologi ........................................................................................................ 246.3 Faktor Resiko ...................................................................................................... 256.4 Panduan Wawancara dan Psikoterapi ................................................................. 256.5 Evaluasi dan Penatalaksanaan ............................................................................ 256.6 Terapi Psikofarmaka ........................................................................................... 25BAB VII : PENUTUP ........................................................................................................... 26DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 27

BAB IPENDAHULUAN

0. Latar BelakangKedaruratan psikiatri adalah gangguan akut perilaku, pikiran atau suasana hati pasien yang jika tidak diobati dengan segera dapat merugikan, baik untuk dirinya atau orang lain dalam lingkungan sekitarnya. Sebagai ujung tombak di lapangan, peran dokter sangat penting dalam hal ini adalah sebagai bagian dari pelayanan kedaruratan medik yang terintegrasi.0. Tujuan1. Untuk mengetahui kedaruratan psikiatri.2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang termasuk dalam kedaruratan psikiatri.3. Dapat mengetahui cara penanganan kedaruratan pasien psikiatri, pengobatan dan perawatannya 0. ManfaatDapat menegakan diagnosis pasien psikiatri yang mengalami keadaan gawat darurat sehingga bisa menanganinya dengan segera.

BAB IIPEMBAHASAN

Kedaruratan psikiatri merupakan cabang ilmu kedokteran jiwa dan kedokteran kedaruratan, yang dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan yanng memerlukan intervensi psikiatrik.Dokter masa kini harus mengembangkan perannya untuk menjadi bagian dari ruang gawat darurat psikiatrik. Kasus yang datang minta pertolongan sangat bervariasi. Ada yang sekedar ingin minta resep, ada yang memerlukan teman bicara, hingga yang merupakan kasus-kasus psikiatrik, seperti : panik, kondisi medik umum (delirium, intoksikasi, gejala putus zat, dll), krisis perkawinan, skizofrenia atau psikosis akut, dll.Kasus kedaruratan psikiatrik meliputi gangguan pikiran, perasaan, dan perilaku yang memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain :1 Kondisi gaduh gelisah Dampak tindak kekerasan Bunuh diri Gejala ekstrapiramidal akibat penggunaan obat Delirium2.1 EvaluasiMenilai kondisi pasien yang sedang dalam krisis secara cepat dan tepat adalah tujuan utama dalam melakukan evaluasi kedaruratan psikiatrik. Tindakan segera dengan pendekatan pragmatis, yang harus dilakkan secara tepat adalah :1. Menentukan diagnosis awal.2. Melakukan identifikasi faktor-faktor presipitasi dan kebutuhan segera sang pasien,3. Memulai terapi atau merujuk pasien ke fasilitas yang sesuai.Dalam kondisi tertentu, terkadang pasien tidak diharapkan berada terlalu lama di unit gawat darurat, antara lain karena sifat kegawatdaruratan yang tidak terduga, baik medis, klinis maupun psikiatris, serta keterbatasan waktu, ruang, dan pemeriksaan penunjang.Tujuan utama dalam evaluasi kedaruratan psikiatrik adalah: menilai kondisi pasien yang sedang dalam krisis sacara cepat dan tepat. Dengan tugas di unit gawat darurat yang sifatnya sering tak terduga, banyaknya pasien dengan keluhan-keluhan fisik dan emosional, terbatasnya waktu, ruang, dan pemeriksaan penunjang, diperlukan pendekatan yang pragmatis bagi pasien. Kadang-kadang lebih baik bagi pasien untuk tidak terlalu lama berada di unit gawat darurat. Dalam proses evaluasi dilakukan:1. Wawancara Kedaruratan PsikiatrikWawancara dilaksanakan dengan lebih terstruktur. Secara umum, fokus wawancara ditujukan pada keluhan pasien dan alasan dibawa ke unit gawat darurat. Keterangan tambahan dari pihak pengantar, keluarga, teman ataupun polisi dapat melengkapi informasi, terutama pada pasien mutisme, negativistik, tidak kooperatif atau inkoheren.Seperti halnya wawancara psikiatrik yang biasa dilakukan, hubungan dokter-pasien sangat berpengaruh terhadap informasi yang diberikan dan yang diinterpretasikan. Karenanya diperlukan kemampuan mendengar, melakukan observasi dan melakukan interpretasi terhadap apa yang dikatakan ataupun yang tidak dikatakan olh pasien, dan ini dilakukan dalam waktu yang cepat.Sikap yang tenang dan jujur akan sangat diperlukan dalam proses wawancara. Hal ini membuat pasien mengerti bahwa dokter memegang kendali, dan bahwa keputusan untuk melakukan setiap tindakan, adalah untuk mencegah perilaku yang melukai diri sendiri atau orang lain.12. Pemeriksaan FisikPemeriksaan psikiatrik standar meliputi: riwatyat perjalanan penyakit, pemeriksaan status mental, pemeriksaan status fisik/neurologik, dan kalau perlu pemeriksaan penunjang. Yang pertama dan terpenting yang harus dilakukan oleh dokter di unit gawat darurat adalah menilai tanda-tanda vital pasien. Tekanan darah, suhu, nadi adalah sesuatu yang mudah diukur yang dapat memberikan suatu informasi yang bermakna secara cepat. Misalnya seseorang yang gaduh gelisah dan mengalami halusinasi, demam, frekuensi nadi 120 per menit, dan tekanan darah meningkat, kemungkinan besar mengalami delirium dibandingkan dengan suatu gangguan psikiatrikApapun penyakit pasien yang sesungguhnya, tanda-tanda vital dapat membantu dokter untuk memilih alur diagnosis yang benar karena pemeriksaan ini saja sudah banyak yang bisa kita simpulkan atau kita singkirkan.Pada bagan, dapat dilihat salah satu model alur evaluasi dan penatalaksanaan pasien darurat psikiatrik.1

Pasien rujukan Datang sendiri Pasien diantar oleh polisi

Pelayanan gawat darurat psikiatrik

TriageTanda vitalKesadaranPemeriksaan medik, neurologikPemeriksaan laboratoriumTriage psikiatrik

Evaluasi medikEvaluasi psikiatrik; organik atau fungsional

Rawat bersama dengan disiplin ilmu lain Rawat inap psikiatrik Rawat jalanSkema 1. Alur evaluasi dan penatalaksanaan pasien gawat darurat psikiatri.1

Lima hal yang harus ditentukan sebelum menangani pasien selanjutnya :11. Keamanan PasienSebelum mengevaluasi pasien, dokter harus dapat memastikan bahwa situasi di ruang gawat darurat, pola pelayanan dan kominikasi antar staf, serta jumlah pasien dalam ruangan tersebut cukup aman bagi pasien, baik secara fisik maupun emosional. Jika intervensi verbal tidak cukup atau merupakan kontraindikasi, perlu dipikirkan pemberian obat atau pengekangan. Perhatian perlu diberikan terhadap kemungkinan timbulnya agitasi atau perilaku merusak.2. Medik atau Psikiatrik?Penting sekali bagi dokter untuk menilai apakah kasusnya medik, psikiatrik, atau kombinasi keduanya, sebab penanganannya akan jauh berbeda. Kondisi-kondisi medik umum seperti trauma kepala, infeksi berat dengan demam tinggi, kelainan metabolisme, tumor, AIDS, intoksikasi atau gejala putus zat, seringkali menyebabkan gangguan fungsi mental yang menyerupai gangguan psikiatrik pda umumnya. Bila konsisi ini tidak ditangani semestinya, dapat menyebabkan kematian. Karena itu dokter gawat darrurat tetap arus menelusuri semua kemungkinan penyebab gangguan fungsi mental yang tampak, meskipun sebelumnya secara mesik telah dinyatakan tak ada kelainan oleh dokter lain.3. PsikosisYang penting disini bukanlah penegakan diagnosisnya, tetapi seberapa jauh ketidakmampuannya dalam menilai realita dan buruknya tilikan mempengaruhi hidupnya. Hal ini dapat mempengaruhi sikapnya terhadap pertolongan yang kita berikan serta kepatuhannya dalam berobat.Komunikasi dengan pasien psikosis harus luwes dan tidak bertele-tele. Semua intervensi klinis harus dijelaskan secara singkat dan jelas, dalam bahasa yang dapat dimengerti. Jangan mengharapkan pasien mempercayai atau mengharapkan bantuan kita. Dokter harus siap untuk melakukan wawancara terstruktur atau menghentikan wawancara sewaktu-waktu untuk membatasi kemungkinan terjadinya agitasi atau regresi. 4. Suicidal atau HomicidalPasien-pasien dengan kecenderungan ini sangat membehayakan dirinya atau orang lain. Jangan pernah menyepelekan semua ancaman, pikiran atau sikap yang menunjukkan adanya kecenderungan bunuh diri, sampai terbukti hal itu tidak benar. Semua pasien dengan kecenderungan bunuh diri harus diobservasi secara ketat. Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan tindak kekerasan atau pikiran bunuh diri harus selalu ditanyakan pada pasien.5. Kemampuan Merawat Diri SendiriSebelum memulangkan pasien, harus dipertimbangkan apakah pasien mampu merawat dirinya sendiri, mampu menjalankan saran yang dianjurkan. Ketidakmampuan pasien dan atau keluarganya untuk merawat pasien di rumah merupakan salah satu indikasi rawat inap.Indikasi rawat inap adalah: Bila pasien membahayakan diri sendiri atau orang lain, Bila perawatan di rumah tidak memadai, Perlu observasi lebih lanjut.2.2 Pertimbangan Dalam Penegakan Diagnosis dan TerapiBeberapa hal yang perludipertimbangkan dalam penegakan diagnosis dan terapi antara lain:1. DiagnosisMeskipun pemeriksaan gawat darurat tidak harus lengkap, namun ada beberapa hal yang harus dilakukan sesegera mungkin untuk keakuratan data, misalnya penapisan toksikologi (tes urin untuk opioid, amfetamin, benzodiazepin, kanabis, dsb), pemeriksaan radiologi, EKG, tes laboratorium. Sedapat mungkin pemeriksaan dan konsultasi medik untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab organik dilakukan di ruang gawat darurat. Data penunjang seperti catatan medik sebelumnya, informasi dari sumber luar (alloanamnesis dari keluarga, polisi, dll) juga dikumpulkan sebelum kita menentukan tindakan. Prioritas utama memang kemanan, namun hal ini jangan sampai menunda penegakan diagnosis.12. TerapiPemberian terapi obat atau pengekangan (bila memang diperlukan) harus mengikuti prinsip terapi: maximum tranquilization with minimum sedation.Tujuannya adalah untuk :1 Membantu pasien untuk dapat mengendalikan dirinya kembali Mengurangi/menghilangkan penderitaannya, Agar evaluasi dapat dilanjutkan sampai didapat kesimpulan akhir.Pasien yang tidur memang tidak dapat membahayakan orang lain, tetapi kita pun tidak dapat melakukan pemeriksaan status mental pada pasien tersebut. Obat-obatan yang sering digunakan adalah: Low-dose high-potency anti psychotics, seperti haloperidol, trifluoperazine, perphenazine, dsb, karena batas keamanannya cukup luas. Haloperidol terdapat dalam kemasan injeksi dan tetes (cairan) sehingga memudahkan pemberian. Atypical anti psychotics,seperti risperidone, quetiapine, olanzapine. Olanzapine juga terdapat dalam bentuk injeksi. Injeksi benzodiazepin. Kombinasi antipsikotik dengan benzodiazepin kadang sangat efektif.Kesalahan yang sering dilakukan oleh para dokter adalah :11. Pemberian dosis yang terlalu besar atau penggunaan preparat yang terlalu kuat (overmedication), sehingga evaluasi atau pemulangan menjadi terlambat,2. Pemberian dosis yang kurang atau pemberian preparat yang kurang tepat (undermedication),3. Penggantian obat yang terlalu cepat.2.3 Rujukan/PemindahanPada beberapa keadaan, misalnya psikosis akibat zat, reaksi stres akut, dekompensasi psikologik sementara pada pasien dengan gangguan kepribadian tertentu, akan lebih baik pasien tidak langsung dirawat atau dipulangkan. Penempatan di ruang observasi berkelanjutan akan memberikan waktu bagi dokter untuk mendapatkan kejelasan lebih lanjut mengenai penyebab gangguan mentalnya. Selain itu keadaan pasien juga akan membaik bila berada di tempat yang aman.Dengan demikian pasien mungkin tidak perlu dirawat di instalasi rawat inap psikiatrik yang dapat menimbulkan stigma atau trauma baginya, juga mengurangi kapasitas tempat tidur yang mungkin dapat diberikan pada orang lain yang benar-benar membutuhkannya. Intervensi krisis pada korban perkosaan atau korban trauma lainnya, misalnya, juga dapat dilakukan pada fasilitas observasi ini.Bila pasien dianggap perlu untuk dirawatinapkan, sebaiknya hal itu dilakukan dengan persetujuan pasien sehingga ia merasa dapat mengendalikan hidupnya dan ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan berkenaan dengan pengobatannya. Bila pasien memang membahayakan diri sendiri atau lingkungannya, maka hal itu dapat dilakukan tanpa persetujuannya.12.4 DokumentasiSemua penemuan dan tindakan harus didiskusikan dan dicatat dengan baik untuk kepentingan pasien, dokter dan RS, asuransi/pembayaran, dan hukum. Catatan medik harus dapat menggambarkan keadaan pasien. Penemuan positif maupun negatif serta informasi yang belu didapat sebaiknya dicatat. Nama-nama serta alamat dan nomor telepon yang dapat dihubungi wajib dicatat. Rencana penatalaksanaan awal dilakukan sesuai diagnosis kerja saat itu.1

BAB IIIKEADAAN GADUH GELISAH

3.1 Pengertian Gaduh GelisahKeadaan gaduh gelisah bukanlah diagnosis dalam arti kata sebenarnya, tetapi hanya menunjuk pada suatu keadaan tertentu, suatu sindrom dengan sekelompok gejala tertentu. Keadaan gaduh gelisah dipakai sebagai sebutan sementara untuk suatu gambaran psikopatologis dengan ciri-ciri utama gaduh dan gelisah.23.2 EtiologiKeadaan gaduh gelisah merupakan manifestasi klinis salah satu jenis psikosis :21. Delirium2. Skizofrenia katatonik3. Gangguan skizotipal4. Gangguan psikotik akut dan sementara5. Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik6. Amok3.3 Psikosis Karena Gangguan Mental Organik : DeliriumPasien dengan keadaan gaduh-gelisah yang berhubungan dengan sindroma otak organik akut menunjukkan kesadaran yang menurun. Sindroma ini dinamakan delirium. Istilah sindroma otak organik menunjuk kepada keadaan gangguan fungsi otak karena suatu penyakit badaniah.Penyakit badaniah ini yang menyebabkan gangguan fungsi otak itu mungkin terdapat di otak sendiri dan karenanya mengakibatkan kelainan patologik-anatomik (misalnya meningo-ensefalitis, gangguan pembuluh darah otak, neoplasma intracranial, dan sebagainya), atau mungkin terletak di luar otak (umpamanya tifus abdominalis, pneumonia, malaria, uremia, keracunan atropine/kecubung atau alcohol, dan sebagainya) dan hanya mengakibatkan gangguan fungsi otak dengan manifestasi sebagai psikosa atau keadaan gaduh-gelisah, tetapi tidak ditemukan kelainan patologik-anatomik pada otak sendiri.Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada sindrom otak organik akut biasanya terdapat kesadaran menurun sedangkan pada sindrom otak organik menahun biasanya terdapat dementia. Akan tetapi suatu sindrom otak organik menahun (misalnya tumor otak, demensia paralitika, aterosklerosis otak, dan sebagainya) dapat saja pada suatu waktu menimbulkan psikosis atau pun keadaan gaduh gelisah. Untuk mengetahui penyebabnya secara lebih tepat, perlu sekali dilakukan evaluasi internal dan neurologis yang teliti.2,33.4 Skizofrenia dan Gangguan SkizotipalBila kesadaran tidak menurun, maka biasanya keadaan gaduh gelisah itu merupakan manifestasi suatu psikosis dari kelompok ini, yaitu psikosis yang tidak berhubungan atau sampai sekarang belum diketahui dengan pasti adanya hubungan dengan suatu penyakit badaniah seperti pada gangguan mental organik.Skizofrenia merupakan psikosis yang paling sering didapat di negara kita. Secara mudah dapat dikatakan bahwa bila kesadaran tidak menurun dan terdapat inkoherensi serta afek-emosi yang inadequate, tanpa frustasi atau konflik yang jelas maka hal ini biasanya suatu skizofrenia. Diagnosa kita diperkuat bila kelihatan juga tidak ada perpaduan (disharmoni) antara berbagai aspek kepribadian seperti proses berpikir, afek-emosi, psikomotorik dan kemauan (kepribadian yang retak, terpecah-belah atau bercabang = schizo; jiwa = phren), yaitu yang satu meningkat, tetapi yang lain menurun. Pokok gangguannya terletak pada proses berpikir.Dari berbagai jenis skizofrenia, yang sering menimbulkan keadaan gaduh-gelisah ialah episode skizofrenia akut dan skizofrenia jenis gaduh-gelisah katatonik. Di samping psikomotor yang meningkat, pasien menunjukkan inkoherensi dan afek-emosi yang inadequate. Proses berpikir sama sekali tidak realistik lagi.23.5 Gangguan Psikotik Akut dan SementaraGangguan ini timbul tidak lama sesudah terjadi stress psikologik yang dirasakan hebat sekali oleh individu. Stress ini disebabkan oleh suatu frustasi atau konflik dari dalam ataupun dari luar individu yang mendadak dan jelas, umpamanya dengan tiba-tiba kehilangan seorang yang dicintainya, kegagalan, kerugian dan bencana.Gangguan psikotik akut yang biasanya disertai keadaan gaduh-gelisah adalah gaduh-gelisah reaktif dan kebingungan reaktif.23. 6 Psikosis BipolarPsikosisbipolar termasuk dalam kelompok psikosa afektif karena pokok gangguannya terletak pada afek-emosi. Tidak jelas ada frustasi atau konflik yang menimbulkan gangguan mental ini. Belum ditemukan juga penyakit badaniah yang dianggap berhubungan dengan psikosa bipolar, biarpun penelitian menunjuk kearah itu. Tidak ditemukan juga disharmoni atau keretakan kepribadian seperti pada skizofrenia; pada jenis depresi ataupun mania, bila aspek afek-emosinya menurun, maka aspek yang lain juga menurun, dan sebaliknya.Pada psikosa bipolar jenis mania tidak terdapat inkoherensi dalam arti kata yang sebenarnya, tetapi pasien itu memperlihatkan jalan pikiran yang meloncat-loncat atau melayang (flight of ideas). Ia merasa gembira luar biasa (efori), segala hal dianggap mudah saja. Psikomotorik meningkat, banyak sekali berbicara (logorea) dan sering ia lekas tersinggung dan marah.2,43.7 AmokAmok adalah keadaan gaduh-gelisah yang timbul mendadak dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiobudaya. Karena itu PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa ke-III di Indonesia) memasukkannya ke dalam kelompok Fenomena dan Sindrom yang Berkaitan dengan Faktor Sosial Budaya di Indonesia (culture bound phenomena). Efek malu (pengaruh sosibudaya) memegang peranan penting. Biasanya seorang pria, sesudah periode meditasi atau tindakan ritualistic, maka mendadak ia bangkit dan mulai mengamuk. Ia menjadi agresif dan destruktif, mungkin mula-mula terhadap yang menyebabkan ia malu,tetapi kemudian terhadap siapa saja dan apa saja yang dirasakan menghalanginya. Kesadaran menurun atau berkabut (seperti dalam keadaan trance). Sesudahnya terdapat amnesia total atau sebagian. Amok sering berakhir karena individu itu dibuat tidak berdaya oleh orang lain, karena kehabisan tenaga atau karena ia melukai diri sendiri, dan mungkin sampai ia menemui ajalnya.23.8 Menilai dan Memprediksi Perilaku KekerasanTanda-tanda adanya perilaku kekerasan yang mengancam :5a. Pernah melakukan tindakan kekerasan beberapa saat yang lalub. Kata-kata keras /kasar atau ancaman akan kekerasanc. Membawa benda-benda tajam atau senjatad. Adanya perilaku agitatife. Adanya intoksikasi alkohol atau obatf. Adanya pikiran dan perilaku paranoidg. Adanya halusinasi dengar yang memerintahkan untuk melakukan tindak kekerasan.h. Kegelisahan katatoniki. Episode manikj. Episode depresi agitatifk. Gangguan Kepribadian tertentuMenilai resiko terjadinya perilaku kekerasan :5a. Adanya ide-ide untuk melakukan kekerasanb. Adanya faktor demografik seperti jenis kelamin laki-laki, usia 15 24 tahun, status sosioekonomi yang rendah, dukungan sosial yang rendahc. Adanya riwayat kekerasan sebelumnya, penjudi, pemabuk, penyalahgunaan zat psikoaktif,percobaan bunuh diri ataupun melukai diri sendiri, psikosisd. Adanya stresor (masalah pernikahan, kehilangan pekerjaan, dan lainnya)3.9 TatalaksanaBila seorang dalam keadaan gaduh gelisah dibawa kepada kita, penting sekali kita harus bersikap tenang. Dengan sikap yang meyakinkan, meskipun tentu waspada, dan kata-kata yang dapat menenteramkan pasien maupun para pengantarnya, tidak jarang kita sudah dapat menguasai keadaan.2,7Bila pasien masih diikat, sebaiknya ikatan itu disuruh dibuka sambil tetap berbicara dengan pasien dengan beberapa orang memegangnya agar ia tidak mengamuk lagi. Biarpun pasien masih tetap dipegang dan dikekang, kita berusaha memeriksanya secara fisik. Sedapat-dapatnya tentu perlu ditentukan penyebab keadaan gaduh gelisah itu dan mengobatinya secara etiologis bila mungkin.2,7Suntikan intramuskular suatu neuroleptikum yang mempunyai dosis terapeutik tinggi (misalnya chlorpromazine HCL), pada umumnya sangat berguna untu mengendalikan psikomotorik yang meningkat. Bila tidak terdapat, maka suntikan neuroleptikum yang mempunyai dosis terapeurik rendah, misalnya trifluoperazine, haloperidol (5 10 mg), atau fluophenazine dapat juga dipakai, biarpun efeknya tidak secepat neuroleptikum kelompok dosis terapeutik tinggi. Bila tidak ada juga, maka suatu tranquailaizer pun dapat dipakai, misalnya diazepam (5 10 mg), disuntik secara intravena, dengan mengingat bahwa tranquilaizer bukan suatu antipsikotikum seperti neuroleptika, meskipun kedua-duanya mempunyai efek antitegang, anticemas dan antiagitasi.Efek samping neuroleptika yang segera timbul terutama yang mempunyai dosis terapeutik tinggi, adalah hipotensi postural, lebih-lebih pada pasien dengan susunan saraf vegetatif yang labil atau pasien lanjut usia. Untuk mencegah jangan sampai terjadi sinkop, maka pasien jangan langsung berdiri dari keadaan berbaring, tetapi sebaiknya duduk dahulu kira-kira satu menit (bila pasien sudah tenang).Penjagaan dan perawatan yang baik tentu juga perlu, mula-mula agar ia jangan mengalami kecelakaan, melukai diri sendiri, menyerang orang lain atau merusak barang-barang. Bila pasien sudah tenang dan mulai kooperatif, maka pengobatan dengan neuroleptika dilanjutkan per oral (bila perlu suntikan juga dapat diteruskan). Pemberian makanan dan cairan juga harus memadai. Kita berusaha terus mencari penyebabnya, bila belum diketahui, terutama bila diduga suatu sindrom otak organik yang akut. Bila ditemukan, tentu diusahakan untuk mengobatinya secara etiologis.2,7Seorang yang gaduh-gelisahMenghadapi dengan tenangMenenangkan dengan kata-kata sedapat-dapatnya,amankan.Menentramkan keluarga/pengantarMemeriksa badaniah sedapat-dapatnyaTerdapat kelainan intern/nerologikPerawatan/penjagaan yang baikTidak terdapat kelainan intern/nerologikPerawatan/penjagaan yang baikObati kelainan intern/nerologik*etiologik*simptomatikObati gejala psikiatrik*neroleptikaObati gangguan psikiatrik*neroleptika*tranquilaizer*psikoterapi suportif*Terapi elektrokonvulsi bila perlu

Gambar 1. Diagram-alur penanggulangan keadaan gaduh-gelisah.2Pasien dengan amok, bila sampai kepada kita, biasanya sudah tidak mengamuk lagi, kita tinggal berusaha tambah menentramkan saja dan mengobati keadaan fisik bila sudah terganggu sewaktu dia dalam keadaan amok. Psikosis skizofrenia dan bipolar memerlukan pengobatan jangka panjang dengan neuroleptika.2

BAB IVTINDAK KEKERASAN (VIOLENCE)

Violence atau tindak kekrasan adalah agresi fisik yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain. Jika hal itu diarahkan kepada dirinya sendiri, disebut mutilasi diri atau tingkah laku bunuh diri (suicidal behavior). Tindak kekerasan dapat timbul akibat berbagai gangguan psikiatrik, tetapi dapat pula terjadi pada orang biasa yang tidak dapat mengatasi tekanan hidup sehari-hari dengan cara yang lebih baik.4.1 Gambaran Klinis dan DiagnosisGangguan psikiatrik yang sering berkaitan dengan tindak kekerasan adalah: Gangguan psikotik, seperti skizofrenia dan manik, terutama bila paranoid dan mengalami halusinasi yang bersifat suruhan (commanding hallucination), Intoksikasi alkohol atau zat lain, Gejala putus zat akibat alkohol atau obat-obat hipnotik-seddatif Katatonik furor Depresi agitatif Gangguan kepribadian yang ditandai dengan kemarahan dan gangguan pengendalian impuls (misalnya gangguan kepribadian ambang dan antisosial), Gangguan mental organik, terutama yang mengenai lobus frontalis dan temporalis otak.Faktor Resiko lain terjadinya tindak kekerasan adalah : Adanya pernyataan seseorang bahwa ia berniat melakukan tindak kekerasan, Adanya rencana spesifik, Adanya kesempatan atau suatu cara untuk terjadinya kekerasan, Laki-laki, Usia muda (15-24 tahun), Tatus sosioekonomi rendah, Adanya riwayat melakukan tndak kekrasan, Tindakan antisosial lainnya Riwayat percobaan bunuh diri.Tujuan pertama menghadap pasien yang potensial untuk melakukan tindak kekerasan adalah mencegah kejadian itu. Tindakan selanjutnya aadalah membuat diagnoss sebagai dasar rencana penatalaksanaan, termasuk cara-cara untuk memperkecil kemungkinan terjadinya tindak kekerasan berikutnya.1,54.2 Panduan Wawancara dan Psikoterapi Bersikaplah suportif dan tidak mengancam, tegas dan berikan batasan yang jelas bahwa kalau perlu pasien dapat diikat (physical restraints). Tentukan batasan itu dengan memberikan pilihan (misalnya pilih obat atau diikat), dan bukan dengan menyuruh pasien secara provokatif: minum tablet ini sekarang Kaakan langsung kepada pasien bahwa tindak kekerasan tidak dapat diterima, Tenangkan pasien bahwa ia aman di sini. Tunjukkan dan tularkan sikap tenang dan penuh kontrol. Tawarkan obat kepada pasien untuk membantunya lebih tenang.4.3 Evaluasi dan Penatalaksanaan1) Lindungi diri anda Jangan pernah mewawancarai pasien yang bersenjata Jangan pernah mewawancarai pasien yang bersikap beringas (violent) seorang diri atau di ruang tertutup. Lepaskan hal-hal yang bisa dijambak/ditarik seperti kalung atau dasi. Jangan melakukan pengikatan pasien seorang diri, serahkan urusan itu pada anggota staf yang terlatih. Duduklah dengan jarak paling tidak sepanjang lengan Jangan menantang atau menentang pasien psikotik. Jangan duduk berdekatan dengan pasien paranoid, yang muungkin merasa bahwa anda mengancamnya Waspadalah terhaddap tanda-tanda munculnya kekrasan. Selalu persiapkan rute untuk melarikan diri seandainya pasien menyerang anda. Jangan pernah membelakangi pasien.72) Waspada terhadap tanda-tanda munculnya kekerasan, antara lain :1,7 Adanya kekerasan terhadap orang atau benda yang terjadi belum lama ini, gigi yang dikatupkan serta telapak yang dikepal, Ancaman verbal, Agitasi psikomotor, Intoksikasi alkohol atau obat atau zat lain, Waham kejar, dan Senjata atau benda-benda yang dapat digunakan sebagai senjata (seperti garpu, asbak)3) Pastikan bahwa terdapat jumlah staf yang cukup untuk mengikat pasien secara aman.4) Pengikatan pasien hanya dilakukan oleh mereka yang telah terlatih. Biasanya setelah pasien diikat diberikan benzodiazepin atau antipsikotik untuk menenangkan pasien.5) Lakukan evaluasi diagnostik yang tepat, meliputi TTV, pemeriksaan fisik dan wawancara pskiatrik.4.4 Terapi PsikofarmakaTerapi obat tergantung diagnosisnya. Biasanya untuk menenagkan pasien diberikan obat antipsikotik atau benzodiazepin :1,5,7 Flufenazine, trifluoperazine atau haloperidol 5 mg per oral atau IM, Olanzapine 2,5-10 mg per IM, maksimal 4 injeksi per hari, dengan dosis rata-rata per hari 13-14 mg, Atau lorazepam 2-4 mg, diazepam 5-10 mg per IV secara perlahan (dalam 2 menit).Bila dalam 20-30 menit kegelisahan tidak berkurang, ulangi dengan dosis yang sama. Hindari pemberian antipsikotik pada pasien yang mempunyai Resiko kejang. Utnuk penderia epilepsi, mula-mula berikan antikonvulsan misalnya carbamazepine lalu berikan benzodiazepine. Pasien yang menderita ganggauan organik kronik seringkali memberikan respon yang baik dengan pemberian -blocker seperti propanolol.1

BAB VBUNUH DIRI (SUICIDE)/ TENTAMEN SUICIDUM

Bunuh diri atau suicide atau tentamen suicidum adalah kematian yang diniatkan dan dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri 1 atau segala perbuatan seseorang yang dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat.2Ada macam-macam pembagian bunuh-diri dan percobaan bunuh-diri. Pembagian Emile Durkheim masih dapat dipakai karena praktis, yaitu :61. Bunuh Diri EgoistikIndividu ini tidak mampu berintegrasi dengan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadi individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang menikah. Masyarakat daerah pedesaan mempunyai integrasi social yang lebih baik dari pada daerah perkotaan, sehingga angka suiside juga lebih sedikit.2. Bunuh Diri AltruistikIndividu itu terikat pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa bahwa kelompok tersebut sangat mengharapkannya. Contoh: Hara-kiri: di Jepang, puputan di Bali beberapa ratus tahun yang lalu, dan di beberapa masyarakat primitive yang lain. Suiside macam ini dalam jaman sekarang jarang terjadi, seperti misalnya seorang kapten yang menolak meninggalkan kapalnya yang sedang tenggelam.3. Bunuh Diri AnomikHal ini terjadi bila tedapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dengan masyarakat, sehingga individu tersebut meningglakan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu itu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak dapat memberikan kepuasan kepadanya karena tidak ada pengaturan dan pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya. Hal ini menerangkan mengapa percobaan bunuh diri pada orang cerai pernikahan lebih banyak dari pada mereka yang tetap dalam pernikahan. Golongan manusia yang mengalami perubahan ekonomi yang drastis juga lebih mudah melakukan percobaan bunuh diri.Helber Hendin mengemukakan beberapa hal psikodinamika bunuh-diri sebagai berikut :1. Kematian sebagai pelepasan pembalasan (Death as retaliatory abandonment).Suicide dapat merupakan usaha untuk mengurangi preokupasi tentang rasa takut akan kematian. Individu mendapat perasaan seakan-akan ia dapat mengontrol dan dapat mengetahui bilamana dan bagaimana kematian itu.2. Kematian sebagai pembunuhan terkedik (ke belakang) (Death as retroflexed murder).Bagi individu yang mengalami gangguan emosi hebat, suiside dapat mengganti kemarahan atau kekerasan yang tidak dapat direpresikan. Orang ini cenderung untuk bertindak kasar dan suiside dapat merupakan penyelesaian mengenai pertentangan emosi dengan keinginan untuk membunuh.3. Kematian sebagai penyatuan kembali (Death as reunion).Kematian dapat mempunyai arti yang menyenangkan, karena individu itu akan bersatu kembali dengan orang yang telah meninggal (reuni khayalan). 4. Kematian sebagai hukuman buat diri sendiri (Death as self punishment).Menghukum diri sendiri karena kegagalan dalam pekerjaan jarang terjadi pada wanita, akan tetapi seorang ibu tidak mampu mencintai, maka keinginan menghukum dirinya sendiri dapat terjadi. Dalam rumah sakit jiwa, perasaan tak berguna dan menghukum diri sendiri merupakan hal yang umum. Mula-mula mungkin karena kegagalan, rasa berdosa karena agresi, individu itu mencoba berbuat lebih baik lagi, tetapi akhirnya ia menghukum diri sendiri untuk menjauhkan diri dari tujuan itu.5.1 Faktor ResikoBerikut ini faktor-faktor resiko untuk bunuh diri :51. Jenis kelaminPerempuan lebih banyak melakukan percobaan bunuh diri dibanding laki-laki. Akan tetapi, keberhasilan bunuh diri lebih tinggi pada laki-laki. Hal ini berkaitan dengan metode bunuh diri yang dipilih. Laki-laki lebih banyak dengan gantung diri, meloncat dari tempat tinggi, dengan senjata api. Perempuan lebih banyak dengan overdosis obat-obatan atau menggunakan racun.2. UsiaKasus bunuh diri meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki, angka bunuh diri tertinggi pada usia di atas 45 tahun sedangkan pada perempuan angka bunuh diri tertinggi pada usia di atas 55 tahun. Orang yang lebih tua lebih jarang melakukan percobaan bunuh diri, tetapi lebih sering berhasil.3. RasDi Amerika Serikat ras kulit putih lebih banyak melakukan bunuh diri dibanding ras kulit hitam.4. Status perkawinanPernikahan menurunkan angka bunuh diri, terutama jika terdapat anak di rumah. Orang yang tidak pernah menikah dua kali lebih beresiko untuk bunuh diri. Perceraian meningkatkan resiko bunuh diri. Janda atau duda yang pasangannya telah meninggal juga memiliki angka bunuh diri yang tinggi.5. PekerjaanSemakin tinggi status sosial semakin tinggi resiko bunuh diri, tetapi status sosial yang rendah juga meningkatkan resiko bunuh diri. Pekerjaan sebagai dokter memiliki resiko bunuh diri tertinggi dibanding pekerjaan lain. Spesialisasi psikiatri memiliki resiko tertinggi, disusul spesialis mata dan spesialis anestesi. Pekerjaan lain yang memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri adalah pengacara, artis, dokter gigi, polisi, montir, agen asuransi. Orang yang tidak memiliki pekerjaan memiliki resiko lebih tinggi untuk bunuh diri.6. Kesehatan fisikSatu dari tiga orang yang melakukan bunuh diri memiliki masalah kesehatan dalam 6 bulan sebelum bunuh diri. Hilangnya mobilitas fisik, nyeri hebat yang kronik, pasien hemodialisis meningkatkan resiko bunuh diri.7. Gangguan mentalSekitar 95% dari semua orang yang mencoba atau melakukan bunuh diri memiliki gangguan mental. Gangguan mental tersebut terdiri dari depresi 80%, skizofrenia 10%, dan demensia atau delirium 5%. Di antara semua pasien dengan gangguan mental, 25% kecanduan juga kepada alkohol.8. Kecanduan alkoholSekitar 15% pasien kecanduan alkohol melakukan bunuh diri. Sekitar 80% pasien bunuh diri akibat kecanduan alkohol adalah laki-laki. Sekitar 50% dari pasien kecanduan alkohol yang bunuh diri mengalami kehilangan anggota keluarga atau pasangan dalam satu tahun terakhir.9. Gangguan kepribadianSebagian besar orang yang bunuh diri memiliki gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian merupakan faktor predisposisi untuk gangguan depresi. Selain itu juga merupakan faktor predisposisi untuk kecanduan alkohol. Gangguan kepribadian juga dapat menyebabkan konflik dengan keluarga dan orang lain.Gangguan Jiwa yang sering Berkaitan dengan Bunuh Diri, adalah gangguan mood, keterantungan alkohol, skizofrenia. Pencegahan tindak bunuh diri yang terbaik adalah dengan mendeteksi dini dan menatalaksana gangguan jiwa yang mungkin menjadi faktor kontribusi tadi.5. 2 Mengenali Pasien yang Berpotensi Bunuh DiriKemungkinan bunuh diri dapat terjadi apabila :6a. Pasien pernah mencoba bunuh dirib. Keinginan bunuh diri dinyatakan secara terang-terangan maupun tidak, atau berupa ancaman: kamu tidak akan saya ganggu lebih lama lagi (sering dikatakan pada keluarga)c. Secara objektif terlihat adanya mood yang depresif atau cemasd. Baru mengalami kehilangan yang bermakna (pasangan, pekerjaan, harga diri, dan lain-lain)e. Perubahan perilaku yang tidak terduga: menyampaikan pesan-pesan, pembicaraan serius dan mendalam dengan kerabat, membagi-bagikan harta/barang-barang miliknya.f. Perubahan sikap yang mendadak: tiba-tiba gembira, marah atau menarik diri.5.3 Panduan Wawancara dan Psikoterapi Pada waktu wawancaa, pasien mungkin secara spontan menjelaskan adanya ide bunuh diri. Bila tidak, tanyakan langsung. Mulailah dengan menanyakan: Apakah anda pernah merasa ingin menyerah saja? Apakah anda pernah merasa bahwa lebih baik kalau anda mati saja? Tanyakan isi pikiran pasien: Berapa sering pikiran ini muncul? Apakah pikiran tentang bunuh diri ini meningkat? Selidiki : Apakah pasien bisa mendapatkan alat dan cara untuk melaukan rencana bunuh dirinya? Apakah mereka sudah mengambilkah aktif, isalnya mengumpulkan obat? Seberapa pesimiskah mereka? Apakah mereka bisa memikirkan bahwa kehidupannya akan membaik?5.4 Evaluasi dan PenatalaksanaanPertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat di rumah (di tempat kejadian) dan atau di Unit Gawat Darurat di rumah sakit, di bagian penyakit dalam atau bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka dan atau keracunan. Bila keracunan atau luka sudah dapat diatasi maka dilakukan evaluasi psikiatrik. Tidak ada hubungan antara beratnya gangguan fisik dengan beratnya gangguan psikologis. Penting sekali dalam pengobatan untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan psikoterapi dan obat antidepresan.2Ketika sedang mengevaluasi pasien dengan kecendrungan bunuh diri, jangan tinggalkan mereka sendiri di ruangan. Singkirkan benda-benda yang dapat membahayakan dari ruang tersebut. Etika mengevaluasi pasien yang baru melakukan percobaan bunuh diri, buatlah penilaian apakah hal itu direncanakan atau dilakukan secara impulsif.Penatalaksanaan tergantung dari diagnosis yang ditegakkan. Pasien yang depresi berat boleh saja berobat jalan asalkan keluarganya dapat mengawasi pasien secara ketat di ruma. De bunuh diri pada pasien alkoholik umumnya hilang setelah sesudah menghentkan pengguanan alkohol itu. Pasien dengan gangguan kepribadian akan berespon baik bila mereka ditangani secara empatik dan dibantu untuk memecahkan masalah dengancara rasionald an bertanggung jawab.7Rawat inap jangka panjang diperlukan bagi pasien yang cendrung dan mempunyai kebiasaan melukai diri sendiri serta parasuicides. Parasuicides yaitu mereka yang berulangkali melakukan hal-hal berbahaya tetapi menyangkal adanya ide-ide bunuh diri.55.5 Terapi PsikofarmakaSeorang yang sedang dalam krisis karena baru ditinggal mati biasanya akan berfungsi lebih baik setelah mendapat tranquilizer ringan, tertama bila tidurnya terganggu. Obat pilihannya adalah golongan benzodiazepine, misalnya lorazepam 3x1 mg per hari selama 2 minggu. Jangan memberukan obat dalam jumlah banyak sekaligus terhadap pasien (resepkan sedikit-sedikit saja) dan pasien harus kontrol dalam beberapa hari.6,7

BAB VISINDROMA NEUROLEPTIK MALIGNA

Sindrom neuroleptik maligna adalah suatu sindrom toksik yang behubungan dengan penggunaan obat antipsikotik. Gejalanya meliputi : kekakuan otot, distonia, akinesia mutisme dan agitasi. 6.1 Gambaran Klinis dan Diagnosis Ditandai oleh demam tinggi (dapat mencapai 41,5C), kekakuan otot yang nyata sampai seperti pipa (lead-pipe rigidity), instabilitas otonomik (takikardia, tekanan darah yang labil, keringat berlebih) dan gangguan kesadaran. Kekakuan yang parah dapat menyebabkan rhabdomyolysis, myaglobinuria dan akhirnya gagal ginjal. Penyulit lain dapat berupa tombosis vena, emboli paru dan kematian. Biasanya terjadi dalam hari-hari pertama pengguanaan antipsikotik pada saat dosis mulai ditingkatkan, umunya dalam 10 hari pertama pengobatan antipsikotik.1Sindrom neuroleptik maligna paling mungkin terjadi pada pasien yang menggunakan antipsikotik potensi tinggi dalam dosis tinggi atau dosis yang meningkat cepat. Menurut DSM-IV-TR, diagnosis sindrom neuroleptik maligna ditegakkan jika terdapat demam dan kekakuan otot yang parah disertai dengan 2 atau lebih gejala berikut :1,8 Diaforesis Disfagia Tremor Inkontinensia Penurunan kesadaran Autism Takikardia Tekanan darah yang meningkat atau labil Leukositosis Bukti laboratorium adanya kerusakan otot rangka 6.2 PatofisiologiPatofisiologi sindrom neuroleptik maligna belum diketahui secara jelas. Timbulnya sindrom neuroleptik maligna akibat obat yang menghambat reseptor D2 menghasilkan hipotesis bahwa penghambatan reseptor D2 pada berbagai area di otak menjelaskan gejala klinis yang timbul. Hambatan reseptor D2 di formatio retikularis dapat menurunkan kesadaran. Hambatan reseptor D2 di jalur nigrostriatal dapat menyebabkan rigiditas. Hambatan reseptor D2 di hipotalamus dapat menyebabkan instabilitas otonom, gangguan pelepasan panas. Hiperpireksia terjadi akibat disfungsi hipotalamus dan kekakuan otot.6.3 Faktor Resiko Jenis kelamin laki-laki dua kali lebih beresiko dibanding perempuan.Faktor predisposisi munculnya sindrom neuroleptik maligna adalah dehidrasi, malnutrisi, kelelahan, injeksi intramuskular neuroleptik, cedera kepala, infeksi, intoksikasi alkohol, pengunaan antipsikotik bersama dengan litium. Gangguan ini dapat pula terjadi pada pasien yang baru menghentikan terapi dengan obat-obatan agoni dopaminergik seperti carbidopa, levodopa, amantadine dan bromocriptine. 6.4 Panduan Wawancara dan Psikoterapi Sindrom neuroleptik maligna adalah kegawatdaruratan medik sehingga perlu dirawat di ICU. Kesadarannya terganggu, tanyakan perjalanan penyakitnya pada keluarga dan teman-temannya.6.5 Evaluasi dan Penatalaksanaan Pertimbangkan kemungkinan sindrom neuroleptik maligna pada pasien yang mendapat antipsikotik yang mengalami demam serta kekakuan otot. Bila terdapat rigiditas rinan yang tidak berespon terhdap antikolinergik biasa dan bila demamnya tak jelas sebabnya, buatlah diagnosis sementara sindroma neuroleptik maligna. Hentikna pemberian antipsikotik segera. Monitor tanda-tanda vital secara berkala. Lakukan pmeriksaan laboratorium Hidrasi cepat intrvena daapt mencegah erjadinya renjatan dan menurnkan kemungkinan terjadiny agagal ginjal. Sindrom ini biasanya berlangsung selama 15 hari. Setelah sembuh, masalah kemudian adalah pemberian naipsikotik selanjutnya apakah mengganti dari kelas yang berbeda atau kembali ke antipsikotik semula yang efektif.1,8 6.6 Terapi Psikofarmaka Amantadine 200-400 mg PO/hari dalam dosis terbagi Bromocriptine 2,5 mg PO 2 atau 3 kali/hari , dapat dianikan sampai 45 mg/hari Levodopa 50-100 mg/hari IV dalam infus terus-menerus Dantrolene 1 mg/kg/hari IV selama 8 hari, kemudian dilanjutkan PO selama 7 hari Benzodiazepines atau ECT apabila obat-obatan tidak berhasil.1,8BAB VIIPENUTUP

KesimpulanKondisi pada keadaan kegawatdaruratan psikiatrik meliputi percobaan bunuh diri, ketergantungan obat, intoksikasi alkohol, depresi, adanya delusi, kekerasan, serangan panik, dan perubahan tingkah laku yang cepat dan signifikan, serta beberapa kondisi medis lainnya yang mematikan dan muncul dengan gejala psikiatrik umum. Kegawatdaruratan psikiatrik ada untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini. Kemampuan dokter untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini sangatlah penting.

SaranJika menemukan anggota keluargayang memiliki tanda perilaku percobaan bunuh diri atau perilaku menyerang sebaiknya segera bawa orang tersebut ke psikiatri atau bawa ke rumah sakit agar dapat ditangani lebih lanjut dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kusumadewi I, Siste HK. Kedaruratan psikiatri. Dalam : Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Edisi ke 2. Jakarta : Badan Penerbit FKUI; 2013, h. 359-76.2. Maramis WF, Maramis AA. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke 2. Surabaya : Airlangga University Press; 2009, h. 537-49.3. First MB, Tasman A. Clinical guide to the diagnosis and treatment of mental disorders. 2nd edition. Singapore : Markono Print Media Pte; 2010, p. 105-11.4. Goodwin FK, Jamison KR. Manic-depressive illness bipolar disorders and recurent depression. 2nd Edition. New York : Oxford University Press; 2007, p.29-71, 247-269.5. Sadock, B.J., Sadock, V.A., et al. Kaplan & sadock's synopsis of psychiatry : behavioral sciences/clinical psychiatry, 11th Edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2015, p. 1641-75.6. Bertolote BM, Mello-Santos C, Botega NJ. Detecting suicide risk in psychiatric emergency services. Revista Brasileira de Psiquiatria 2010 Oct; 32 (2 Suppl):87-94.7. Mavrogiorgou P, Brne M, Juckel G. The management of psychiatric emergencies. Dtsch Arztebl Int 2011; 108 (13): 2228.8. Strawn JR, Keck PE, Caroff SN. Treatment in psychiatry neuroleptic malignant syndrome. Am J of psychiatry. 2007 Jun; 164 (6): 870-6.

1