kegawatan ortopedi
DESCRIPTION
sekilas infoTRANSCRIPT
ORTHOPEDIC EMERGENCIES
Adalah trauma pada muskuloskeletal dimana apabila tidak mendapat penanganan yang teapt
dapat menyebabkan komplikasi lebih lanjut, kelumpuhan bahkan kematian. Jenisnya antara
lain:
1. Open Fractures
2. Neurovascular Injuries
3. Dislocations
4. Septic Joints
1. OPEN FRACTURES
Adalah patah tulang terbuka dimana kompartemen frakturnya berhubungan dengan lingkungan
luar ditandai dengan kulit yang terluka
KLASIFIKASI OPEN FRAKTUR (GUSTILLO/ANDERSON}
Grade I Patah tulang terbuka dengan luka < 1 cm, relatif bersih, kerusakan jaringan
lunak minimal, bentuk patahan simpel/transversal/oblik.
Grade II Patah tulang terbuka dengan luka > 1 cm, kerusakan jaringan lunak tidak luas,
bentuk patahan simpel.
Grade III Patah tulang terbuka dengan luka > 10 cm, kerusakan jaringan lunak yang luas,
kotor dan disertai kerusakan pembuluh darah dan saraf.
IIIA. Patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan luas, tapi masih bisa
menutupi patahan tulang waktu dilakukan perbaikan.
III B Patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan lunak hebat dan atau hilang
(soft tissue loss) sehingga tampak tulang (bone-exposs)
III C Patah tulang terbuka dengan kerusakan pembuluh darah dan atau saraf
yang hebat
Komplikasi Open Fractures
- Infeksi Soft tissue
- Osteomyelitis
- Gas gangrene
- Tetanus
- Crush syndrome
- Skin loss
- Fraktur Non-union
Penatalaksanaan
- Kontrol perdarahan
- Tutupi fraktur dengan sterile dressing
- Splint
- IV antibiotics
- Tetanus prophylaxis
- Anti Gas Gangrene Serum (AGGS, Clostridium perfringes)
2. NEUROVASCULAR INJURIES
1. Vascular trauma
2. Trauma to peripheral nerves
3. Acute compartment syndrome
Etiologi:
1. Fracture : Humerus, femur
2. Dislocation : siku dan lutut
3. Direct/penetrating trauma
4. Embolism
5. Direct Compression : Cast, unconscious
Acute Compartment Syndrome
kondisi peningkatan tekanan intertisial di dalam ruangan kompartemen
osteofasial yang tertutup mengganggu sirkulasi dan fungsi jaringan
menekan pembuluh darah dan saraf tepi Perfusi kurang, serat saraf rusak
iskemia nekrosis otot.
Dapat terjadi di ekstremitas atas, ekstremitas bawah, tangan, kaki, mata, dan abdomen.
Penyebab:
1. Penurunan volume kompartemen :
- Penutupan defek fascia yang ketat
- Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
- Casts, dressing atau splint
- Pakaian militer antishock
- Kompresi eksternal dalam waktu lama pada anggota tubuh Posisi litotomi yang
lama
2. Peningkatan tekanan struktur kompartemen:
- Pendarahan atau pembentukan hematoma akibat trauma vaskuler atau koagulopati
- Peningkatan permeabilitas kapiler
- Trauma akibat fraktur atau kerusakan jaringan
- Penggunaan otot berlebihan akibat olahraga intensif, kejang, tetanus, eklampsi
- Luka bakar
- Operasi ortopaedi
- Gigitan ular
- Penurunan osmolaritas plasma akibat sindrom nefrotik
- Injeksi obat intraarteri
- Hipertrofi otot
Gejala klinisnya (5P):
1. Pain (nyeri)
2. Pallor
3. Pulselesness
4. Parestesia
5. Paralisis
Terapi
1. Terapi Medikal/non operatif
- Menempatkan kaki setinggi jantung.
- gips harus di buka dan pembalut kontriksi dilepas.
- gigitan ular berbisa, beri anti racun sindroma kompartemen berkurang.
- koreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah
- Hidrasi intravena
- Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik + manitol dapat mengurangi
tekanan kompartemen.
2. Terapi pembedahan / operatif (apabila tekanan intrakompartemen > 30 mmHg)
fasciotomi
3. DISLOKASI
Diagnosa umum dislokasi: Mirip dengan tanda-tanda fraktur
- Anamnesis:
Persendiannya lepas/keluar dari tempatnya
Nyeri
Spasme otot
Gangguan fungsi
- Pemeriksaan Fisik:
Swelling/pembengkakan
Deformitas: angulasi, rotasi, kehilangan bentuk yang normal, pemendekan
Gerakan yang abnormal
Nyeri setempat
Dislokasi Sendi Panggul
Dislokasi ke Posterior (sering)
Penderita berbaring, panggul yang terkena dalam posisi fleksi, adduksi dan rotasi Interna
Dislokasi ke Anterior (jarang)
Penderita berbaring posisi panggul dalam keadaan ekstensi, abduksi dan rotasi eksterna
Dislokasi ke Sentral (selalu disertai Fraktur dari Acetabulum)
Dislokasi Sendi Bahu
Anterior (paling sering)
Posterior lengan terkunci dalam posisi adduksi dan rotasi interna
Inferior dimana caput humerus terperangkap dibawah cavitas glenoidales dikenal
sebagai Luxatio Erecta
Dislokasi Sendi siku
2 tipe:
Flexi
Extensi
Dislokasi ke arah posterior:
Trauma pada sendi siku dalam keadaan sedikit fleksi/truma yang menyebabkan hiper
ekstensi siku
Sering disertai fraktur dari proc coronoideus, capitullum humerus atau caput radii
Sendi bengkak dalam posisi semi flexi dan olecranon teraba di bagian posterior
4. SEPTIC JOINT/SEPTIC ARTHRITIS
Pembengkakan dari membran synovial dengan nanah yang purulen memenuhi kapsul sendi.
Biasanya monoarticular
Prevalensi terjadinya 2-10 kasus per 100,000 pada populasi umum.
Kuman penyebab
Gonococcal vs nongonococcal
80% berasal dari kuman gram positif aerob (S aureus, beta-hemolytic streptococci, and
Streptococcus pneumoniae)
Etiology
- Kontak langsung
- Trauma
- Iatrogenic
- Penyebaran hematogen
- osteomyelitis
- infeksi Soft tissue
Lokasi
- Lutut - 40-50%
- Hip- 20-25%*
*paling sering terjadi pada bayi baru lahir dan anak kecil
- Lengan- 10%
- Bahu, ankle, siku- 10-15%
Faktor Resiko
- Pemakaian Sendi buatan
- Infeksi kulit
- Pembedahan sendi
- Riwayat Rheumatoid arthritis dan Diabetes Mellitus
- Pengguna obat IV
- Degeneratif
Tanda dan gejala
- Onsetnya cepat
- Nyeri sendi
- Pembengkakan Sendi
- Rasa panas di daerah sendi
- Sendi yang Kemerahan
- Demam
- Penurunan Range of Motion
- Nyeri pada saat gerakan ROM aktif maupun pasifDecreased range of motion
Pengobatan
- Antibiotika IV
- Drainase
- Aspirasi berulang
- Perlu dipertimbangkan lavage
Indikasi dilakukannya pembedahan terbuka dengan drainase
- Kesulitan pada aspirasi sendi
- Demam serta gejala yang menetap selama > 24 jam
- Leukocytosis selama >48-72 jam
- Kultur darah atau sendi yang positif berulang >48 jam
- Sendi buatan yang terinfeksi
Komplikasi
- Destruksi cepat pada sendi dengan pengobatabyang tertunda (>24 jam)
- Penyakit sendi degeneratif
- Trauma jaringan lunak
- Osteomyelitis
- fibrosis sendi
- Sepsis
- Kematian
Sumber :
1. Anonim.2010.www.usuhs.mil/fap/resources/eit/
OrthopedicEmergencies andUrgencies.ppt. diunduh 15 September 2012
2. Mansjoer, Arif. et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI
CONGENITAL TALIPES EQUINO VARUS ( CTEV )
Congenital Talipes Equino Varus ( CTEV ) atau clubfoot merupakan salah satu
kelainan kongenital atau kelainan yang sudah didapat sejak lahir. Talipes berasal dari kata
Talus yang berarti tulang Talus, Pes berarti kaki, dan Varus yang artinya posisi kaki yang
memutar ke dalam sehingga telapak kaki menghadap bagian dalam. Sehingga dapat di
simpulkan bahwa CTEV artinya kelainan bawaan dimana kaki berputar ke arah dalam
sehingga telapak kaki menghadap ke bagian dalam. Kelainan ini juga disertai oleh lengkungan
kaki di bagian dalam yang lebih tinggi.
Kelainan bawaan ini merupakan gabungan beberapa kelainan, antara lain adduksi dan
supinasi kaki sendi tarso-metatarsal, posisi varus kalkaneus pada sendi subtalar, kedudukan
ekuinus pada sendi pergelangan kaki, dan deviasi ke arah medial seluruh kaki terhadap lutut
yang disebabkan angulasi leher talus dan
torso tibia ke arah dalam. Tingkatan CTEV
dapat ringan, sedang, atau berat, bergantung
pada kekakuan dan tahanannya. Otot pada
bagian posterior dan medial kaki,
terutama otot gastrocnemius dan otot
tibialis posterior, memendek dan
sendi turut menebal pada sisi konkaf
kelainan ini.
Gambar 1 : Congenital Talipes Equino Varus ( CTEV )
Kelainan ini mudah didiagnosis tetapi sulit dikoreksi sempurna. Insidens nya 2000 per
kelahiran hidup, setengahnya terjadi secara bilateral. Rasio penderita laki-laki dan perempuan
adalah 2:1. Penyebabnya masih belum diketahui, namun ada beberapa teori mengenai
kemungkinan penyebabnya,
a. Kelainan genetik
b. Gangguan tumbuh kembang selama di kandungan
c. Kelainan saraf
d. Sebagai kelainan yang timbul akibat posisi janin dalam kandungan ibu ( postural )
e. Atau sebagai bagian dari kelainan-kelainan yang lain ( syndrome )
Faktor genetik berperan pada 10% kasus, tapi sisanya merupakan kelainan yang timbul
pertama kali dalam silsilah keluarga. Deformitas ini diketahui timbul pada usia dini
perkembangan embrio pada saat kaki pertama kali terbentuk. Ada beberapa kelainan yang
dapat menyertai CTEV diantaranya :
1. Gangguan perkembangan sendi panggul sehingga terjadi cerai sendi
2. Penutupan yang tidak sempurna dari bagian tulang belakang ( spina bifida )
3. Gangguan saraf dan jaringan ikat yang mengakibatkan kekakuan pada sendi-sendi
anggota gerak ( arthrogryposis )
4. Kurang sempurna atau tidak terbentuknya tibia
Kontraktur jaringan lunak berjalan progresif dan menimbulkan perubahan sekunder, tidak
saja pada tulang yang sedang tumbuh tetapi juga pada sendi. Oleh karena itu, koreksinya harus
dilakukan sedini mungkin, selambat-lambatnya dalam hari-hari pertama kehidupan bayi.
Tindak koreksi pasif yang dilakukan berupa pengadaan abduksi secara hati-hati untuk
melawan adduksi kaki depan, varus, ekuinus, dan melawan varus tumit serta pergelangan kaki.
Koreksi ini harus dipertahankan cukup lama sampai berakhirnya usia pertumbuhan. Meskipun
demikian, setelah koreksi sempurna, sering terjadi kegagalan pertumbuhan jaringan ikat lunak
yang memendek sehingga timbul kekambuhan pada sebagian penyandang, terutama pada
periode pertumbuhan tulang yang cepat.
Metode pengobatan CTEV dapat dibagi menjadi penanganan operatif dan non-operatif.
Penanganan non-operatif dilakukan dengan melakukan koreksi dari kelainan yang ada dan
kemudian dipertahankan dengan gips secara bertahap. Metode ini sebaiknya dilakukan sedini
mungkin, yaitu dalam minggu pertama setelah lahir, sebaiknya setelah bayi berumur satu atau
dua hari.
Gambar 2 : Metode non operatif, tidak
boleh dipaksa eversi atau pronasi
selama di gips
Dilakukan manipulasi dan koreksi dari kelainan yang ada dan dipertahankan dengan
gips yang mulai dipasang mulai dari ujung-ujung kaki sampai pertengahan paha. Gips dibuka
setiap 1 minggu, kemudian koreksi dilakukan kembali dan dipertahankan dengan gips.
Demikian seterusnya hingga dicapai kaki yang mendekati bentuk dan posisi yang normal,
biasanya selama 8-12 minggu. Bila perlu juga dilakukan operasi ringan untuk memanjangkan
tendon Achilles yang tegang dan menghambat koreksi. Apabila telah tercapai koreksi yang
diinginkan, maka bayi tidak di gips lagi tetapi posisi kaki dipertahankan dengan menggunakan
sepatu khusus yang disebut sepatu Dennis-Browne sepanjang hari selama 2-3 bulan.
Setelahnya sepatu Dennis-Browne hanya dipakai pada malam hari sampai anak mencapai usia
3 tahun. Komplikasi dari metode non-operatif ini diantaranya koreksi tidak maksimal,
kemudian gangguan aliran darah ke kaki dan jari-jari kaki akibat gips yang terlalu ketat.
Gambar 3 :Metode Operatif
Metode operatif dilakukan apabila metode non-operatif tidak berhasil atau terjadi
kekambuhan setelah dilakukan penanganan dengan metode non-operatif atau pada kasus-kasus
yang terlambat datang. Prinsipnya adalah membebaskan struktur-struktur di kaki atau
memanjangkan otot-otot kaki yang menghambat koreksi. Penanganan pasca operasi, posisi
kaki yang telah dikoreksi dipertahankan dengan gips dan tetap menggunakan sepatu Dennis-
Browne. Komplikasi yang dapat terjadi pada metode operatif diantaranya infeksi, gangguan
penyembuhan luka operasi, dan cedera pada pembuluh darah maupun saraf.
Sumber :
Sjamsuhidajat, de Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Minoo Patel, MBBS, MS, FRACS. 2011. Clubfoot.
http://emedicine.medscape.com/article/1237077-overview. diunduh 15 september
2012
Harjanto Effendi, dr. Sp.OT . 2012. Beberapa Kelainan Bengkok Pada Kaki Anak.
http://www.mitrakeluarga.com/bekasibarat/beberapa-kelainan-kaki-bengkok-pada-anak/ .
diunduh 15 September 2012
SCIWORA SYNDROM
merupakan cedera medulla spinalis tanpa abnormalitas radiografik, biasanya terjadi primer
pada anak-anak. Tingginya insiden trauma sumsum tulang belakang komplit yang berkaitan
dengan SCIWORA dilaporkan biasanya terjadi pada anak-anak usia kurang dari 9 tahun
Etiologi Penyebab trauma sumsum tulang belakang meliputi kecelakaan sepeda motor (44
%), tindak kekerasan (24 %), jatuh (22 %), kecelakaan olahraga misal menyelam (8 %), dan
penyebab lain (2 %). 3 Jatuh merupakan penyebab utama trauma sumsum tulang belakang
pada orang usia 65 tahun ke atas. Trauma sumsum tulang belakang karena kecelakaan
olahraga biasanya terjadi pada usia 29 tahun.
Patofisiologi
Trauma traktus kortikospinal
atau kolumna dorsal berakibat terjadinya paralisis ipsilateral atau hilangnya sensasi raba,
propriosepsi, dan getar. Sedangkan trauma pada traktus spinotalamikus lateral menyebabkan
hilangnya sensasi suhu dan nyeri kontralateral. Trauma sumsum tulang belakang anterior
menyebabkan paralisis dan hilangnya sensasi raba inkomplit. Fungsi otonom dijalankan
melalui traktus interomedial anterior. Saraf simpatis keluar dari sumsum tulang belakang di
antara C7-L1, sedangkan saraf parasimpatis keluar di antara S2 dan S4. Oleh karena itu lesi
atau trauma sumsum tulang belakang dapat menyebabkan disfungsi otonom.
Trauma sumsum tulang belakang
Terdiri dari primer atau sekunder. Trauma primer merupakan akibat dari gangguan mekanis
elemen neural. Trauma ini biasa terjadi pada fraktur dan atau dislokasi tulang belakang. Akan
tetapi, dapat juga terjadi tanpa adanya fraktur atau dislokasi tulang belakang. Trauma penetrasi
seperti trauma tembak juga dapat menyebabkan trauma primer. Kelainan ekstradural juga
dapat menyebabkan trauma primer.
Manifestasi klinis
Gambaran klinis bergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi. Kerusakan
melintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun sensorik kaudal
dari tempat kerusakan disertai syok spinal. Syok spinal terjadi pada kerusakan mendadak
sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini
umumnya berlangsung selama satu hingga enam minggu, kadang lebih lama. Tandanya adalah
kelumpuhan flaksid, anestesia, arefleksi, hilangnya perspirasi, gangguan fungsi rektum dan
kandung kemih, priapismus, bradikardia dan hipotensi. Setelah syok spinal pulih kembali,
akan terjadi hiperrefleksi. Terlihat pula tanda gangguan fungsi autonom, berupa kulit kering
karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik, serta gangguan fungsi kandung kemih dan
gangguan defekasi.
Penatalaksanaan
jika pada penderita kecelakaan:
adakan imobilisasi di tempat kejadian (dasar papan)
optimalisasi faal ABC : jalan nafas, pernafasan, dan peredaran darah
penanganan kelainan yang lebih urgen
pemeriksaan neurologik untuk menentukan tempat lesi
pemeriksaan radiologik (kadang diperlukan)
tindak bedah (dekompresi, reposisi, atau stabilisasi)
SYOK SPINAL
Syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, yaitu Syok neurogenik terjadi
akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak
di seluruh tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung
(capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan
oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang
dalam.
Tanda spinal shock (pemotongan komplit ransangan), meliputi:
- Flaccid paralisis dibawah batas luka
- hilangnya sensasi dibawah batas luka
- hilangnya reflek-reflek spinal dibawah batas luka
- hilangnya tonus vaso motor (Hipotensi)
- Tidak ada keringat dibawah batas luka
- inkontinensia urine dan retensi feses berlangsung lama hiperreflek/paralisis spastic
Penatalaksanaan syok spinal
dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler
dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah
yang berkumpul ditempat tersebut.
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat,
penggunaanendotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini
untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi
yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik
dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus
secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan
darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien).
- Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa
dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
- Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam
menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak
sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik
karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung
(palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali.
Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi
otot-otot uterus.
- Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat
dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap
jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak
mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan
vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik
- Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output.
Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.
Sumber :
Anonim. 2012. http://www.herryyudha.com/2012/08/penatalaksanaan-trauma-spinal-
dan_5726.html diunduh tanggal 15 september 2012
Anonom. 2010. http://ml.scribd.com/doc/53079198/Syok-Neurogenik di undu htanggal 15
september 2012
FDNR