kejadian kusta

19
Kejadian Penyakit Kusta PENDAHULUAN Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Kuman kusta biasanya menyerang saraf tepi kulit dan jaringan tubuh lainnya. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang sifatnya kronis dan dapat menimbulkan masalah yang komplek. Penyebab penyakit kusta ialah suatu kuman yang disebut Mycobaterium leprae. Sumber penularan penyakit ini adalah  penderita kusta multi basilet (MB) atau kusta basah. Di Indonesia penderita kusta terdapat hampir diseluruh daerah dengan penyebaran yang tidak merata. Suatu kenyataan, di Indonesia bagian Timur terdapat angka kesakitan kusta yang lebih tinggi. Penderita kusta 90% tinggal diantara keluarga mereka dan hanya beberapa persen saja yang tinggal dirumah sakit kusta, koloni penampungan atau perkampungan kusta. Prevalensi kusta di Indonesia cenderung menurun dari tahun ke tahun. Tahun 1986 ditemukan 7,6 per 10.000 penduduk menjadi 5,9 per 10.000 penduduk. Pada tahun 1994 terjadi lagi penurunan menjadi 2,2 per 10.000 penduduk dan menjadi 1,39 per 10.000 penduduk pada tahun 1997.Penurunan prevalensi penyakit kusta ini karean kemajuan di bidang teknologi promotif,  pencegahan, pengobatan serta pemulihan kesehatan di bidang penyakit kusta. Dengan dapatnya diatasi penyakit kusta ini seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Tetapi sampai saat ini penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu di  perhatikan oleh pihak yang terkait. Pembahasan Skenario 1 Bapak Ojo (45 tahun) membawa anaknya laki-laki bernama Oji kepuskesmas untuk berobat. Dipunggung dan lengan anaknya terdapat bercak-cak keputihan . Dokter mendiagnosis anak ini terkena kusta. Dokter melakukan kunjungan kerumah bapak Ojo untuk memeriksa seluruh

Upload: sylvia-wijaya

Post on 19-Oct-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kejadian kusta

TRANSCRIPT

Kejadian Penyakit Kusta

PENDAHULUANPenyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Kuman kusta biasanya menyerang saraf tepi kulit dan jaringan tubuh lainnya. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang sifatnya kronis dan dapat menimbulkan masalah yang komplek. Penyebab penyakit kusta ialah suatu kuman yang disebut Mycobaterium leprae. Sumber penularan penyakit ini adalah penderita kusta multi basilet (MB) atau kusta basah.Di Indonesia penderita kusta terdapat hampir diseluruh daerah dengan penyebaran yang tidak merata. Suatu kenyataan, di Indonesia bagian Timur terdapat angka kesakitan kusta yang lebih tinggi. Penderita kusta 90% tinggal diantara keluarga mereka dan hanya beberapa persen saja yang tinggal dirumah sakit kusta, koloni penampungan atau perkampungan kusta. Prevalensi kusta di Indonesia cenderung menurun dari tahun ke tahun. Tahun 1986 ditemukan 7,6 per 10.000 penduduk menjadi 5,9 per 10.000 penduduk. Pada tahun 1994 terjadi lagi penurunan menjadi 2,2 per 10.000 penduduk dan menjadi 1,39 per 10.000 penduduk pada tahun 1997.Penurunan prevalensi penyakit kusta ini karean kemajuan di bidang teknologi promotif, pencegahan, pengobatan serta pemulihan kesehatan di bidang penyakit kusta. Dengan dapatnya diatasi penyakit kusta ini seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Tetapi sampai saat ini penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu di perhatikan oleh pihak yang terkait.Pembahasan

Skenario 1Bapak Ojo (45 tahun) membawa anaknya laki-laki bernama Oji kepuskesmas untuk berobat. Dipunggung dan lengan anaknya terdapat bercak-cak keputihan . Dokter mendiagnosis anak ini terkena kusta. Dokter melakukan kunjungan kerumah bapak Ojo untuk memeriksa seluruh anggota keluarga dan memeriksa kondisi rumahnya. Bapak Ojo tinggal dirumah ukuran 4x4 m dipemukiman padat penduduk. Lantai rumah sebagian masih tanah. Sinar matahari sulit masuk ke dalam rumah. Keadaan rumah lembab. Di rumah itu tinggal 5 orang terdiri dari bapak dan ibu Ojo, anaknya Oji (13 tahun), Aji (9 tahun), Jihan (6tahun). Mereka memakai handuk bergantian. Ibu Ojo pernah diobati kusta 3 tahun lalu tapi Cuma 3bulan minum obat karena merasa sudah sembuh.Definisi KustaIstilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushta yangberarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut jugaMorbus Hansen,sesuai dengan nama yang menemukan kusta yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1872 sehingga penyakit ini disebutMorbus Hansen.Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang sifatnya menahun dan disebabkan oleh adanya kumanMycobacterium lepraeyang menyerang saraf tepi, kulit dan organ tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat. Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit tropis yang masih menjadi suatu masalah kesehatan di dunia, khususnya di Negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Gejala Klinis Tanda utama ( Cardinal sign ) :- Kelainan pada kulit, berupa bercak yang berwarna putih (hipopigmentasi) yang tak berasa atau kemerahan (eritematosus) yang mati rasa.- Penebalan syaraf tepi.- Gejala pada kulit, penderita kusta adalah pada kulit terjadi benjol-benjol kecil berwarna merah muda atau ungu. Benjolan kecil ini menyebar berkelompok dan biasanya terdapat pada mata dan mungkin juga timbul di hidung hingga menyebabkan perdarahan.- Gejala pada saraf, berkurangnya perasaan pada anggota badan atau bagian tubuh yang terkena. Kadang-kadang terdapat radang syaraf yang nyeri. Adakalanya kaki dan tangan berubah bentuknya. Jari kaki sering hilang akibat serangan penyakit ini. Penderita merasa demam akibat reaksi penyakit tersebut.- Penyakit kusta terdapat dalam bermacam-macam bentuk. Bentuk leproma mempunyai kelainan kulit yang tersebar secara simetris pada tubuh. Bentuk ini menular karena kelainan kulitnya mengandung banyak kuman.- Ada juga bentuk tuberkuloid yang mempunyai kelainan pada jaringan syaraf yang mengakibatkan cacat pada tubuh. Bentuk ini tidak menular karena kelainan kulitnya mengandung sedikit kuman. Di antara bentuk leproma dan tuberkuloid ada bentuk peralihan yang bersifat stabil dan mudah berubah-ubah.- Penyakit ini ditularkan melalui kontak erat dari kulit ke kulit dalam waktu yang cukup lama. Namun ada dugaan bahwa penyakit ini juga dapat ditularkan melalui udara pernapasan dari penderita yang selaput hidungnya

Diagnosa Penyakit Kusta Menyatakan (mendiagnosa seseorang menderita penyakit kusta menimbulkan berbagai masalah baik bagi penderita, keluarga atapun masyarakat disekitarnya). Bila ada keraguan-raguan sedikit saja pada diagnosa, penderita harus berada dibawah pengamatan hingga timbul gejala-gejala yang jelas, yang mendukung bahwa penyakit itu benar-benar kusta. Diagnosa kusta dan kelasifikasi harus dilihat secara menyeluruh dari segi : a. Klinis b. Bakteriologis c. Immunologis d. HispatologisNamun untuk diagnosa kusta di lapangan cukup dengan ananese dan pemeriksaan klinis. Bila ada keraguan dan fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan bakteriologis. Kerokan dengan pisau skalpel dari kulit, selaput lendir hidung bawah atau dari biopsi kuping telinga, dibuat sediaan mikrokopis pada gelas alas dan diwarnai dengan teknis Ziehl Neelsen. Biopsi kulit atau saraf yang menebal memberikan gambaran histologis yang khas. Tes-tes serologik bukan treponema untuk sifilis sering menghasilkan positif palsu pada lepra.Cara PenularanCara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih menjadi sebuah tanda tanya, yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yaitu selaputlendir hidung, tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta melalui:1. Sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2-7 x 24 jam (2-7hari)2. Kontak kulit dengan kulit. Syaratnya dibawah umur 25 tahun karena anak-anak lebih peka daripada orang dewasa, keduanya harus ada lesi baik mikroskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang.3. Kontak dekat dan penularan dari udara (droplet)4. Faktor tidak cukup gizi5. Kontak antara orang yang terinfeksi dan orang yang sehat dalam jangka waktu yang lama6. Lewat luka7. Saluran pernafasan/ inhalasi8. Air susu ibu (kuman kusta dapat ditemukan di kulit, folikel rambut, kelenjar keringat dan air susu).

Epidemiologi Penyakit Kustaa. Distribusi penyakit kusta menurut tempatPenyakit kusta menyebar di seluruh dunia mulai dari Afrika, Amerika, Asia Tenggara, Mediterania Timur dan Pasifik Barat. Jumlah penderita kusta di dunia pada tahun 1997 sebanyak 888.340 orang. Jumlah penderita kusta baru pada tahun 2007 adalah sekitar 296.499 orang. Dari jumlah tersebut paling banyak terdapat pada regional Asia Tenggara 201.635 orang, Afrika 42.814 orang, Amerika 41.780 orang, dan sisanya terdapat di regional lain di dunia Pada tahun 2002, di Indonesia, jumlah penderita kusta yang terdaftar 19.805 orang. Masih terdapat di 10 propinsi memiliki penderita kusta terbanyak diantara propinsi lainnya yaitu Jawa Timur 4.856 orang, Jawa Barat 1.721 orang, Jawa Tengah 2.334 orang, Sulawesi Selatan 1.779 orang, Papua 1.190 orang, Nanggroe Aceh Darusalam 736 orang, Daerah Kota Istimewa Jakarta 1.721 orang, Sulawesi Utara 404 orang, Maluku Utara 550 orang dan Kalimantan Selatan 473 orang, Maluku 522, Sulawesi Utara 404 orang (Depkes RI, 2006).

b. Distribusi penyakit kusta menurut waktuAda 17 negara melaporkan 1000 atau lebih kasus baru selama tahun 2007. Sejak tahun 2002 secara global terjadi penurunan penemuan kasus baru, tetapi ada juga peningkatan penemuan kasus baru, Dan sebagai negara terbanyak penderita kusta adalah negara India, diikuti Brazil dan Indonesia.

c. Distribusi penyakit kusta menurut orang1. Distribusi menurut umurPenyakit kusta jarang sekali ditemukan pada bayi. Angka kejadian penyakit kusta meningkat sesuai umur dengan puncak kejadian pada umur 10-20 tahun (Depkes RI, 2006). Penyakit kusta dapat mengenai semua umur dan terbanyak terjadi pada umur 15-29 tahun. Serangan pertama kali pada usia di atas 70 tahun sangat jarang terjadi. Di Brasilia terdapat peninggian prevalensi pada usia muda, sedangkan pada penduduk imigran prevalensi meningkat di usia lanjut (Harahap, 2000). Menurut Depkes RI (2006) kebanyakan penelitian melaporkan bahwa distribusi penyakit kusta menurut umur berdasarkan prevalensi, hanya sedikit yang berdasarkan insiden karena pada saat timbulnya penyakit sangat sulit diketahui.2. Distribusi menurut jenis kelaminKejadian penyakit kusta pada laki-laki lebih banyak terjadi dari pada wanita, kecuali di Afrika, wanita lebih banyak terkena penyakit kusta dari pada laki-laki (Depkes RI, 2006). Menurut Louhennpessy dalam Buletin Penelitian Kesehatan (2007) bahwa perbandingan penyakit kusta pada penderita laki-laki dan perempuan adalah 2,3 : 1,0, artinya penderita kusta pada laki-laki 2,3 kali lebih banyak dibandingkan penderita kusta pada perempuan. Menurut Noor dalam Buletin Penelitian Kesehatan (2007) penderita pria lebih tinggi dari wanita dengan perbandingannya sekitar 2 : 1.

Faktor Determinan Penyakit Kusta Faktor Host Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini dianggap sebagai sumber penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada Armadillo, Simpanse dan pada telapak kaki tikus yang mempunyai kelenjar Thymus (Athymic nude mouse). Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh host sampai saat ini belum dapat dipastikan. Diperkirakan cara masuknya adalah melalui saluran pernafasan bagian atas dan melalui kontak kulit yang tidak utuh. Suatu kerokan hidung dari penderita tipe Lepromatosa yang tidak diobati menunjukkan jumlah kuman sebesar 104-107. Dan telah terbukti bahwa saluran nafas bagian atas dari penderita tipe Lepromatosa merupakan sumber kuman yang terpenting di dalam lingkungan. Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penelitian Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2M & PL) (1996) menunjukkan gambaran sebagai berikut: Dari 100 orang yang terpapar: 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa diobati, 2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh pengobatan.Seseorang dalam lingkungan tertentu akan termasuk dalam satu dari tiga kelompok berikut ini, yaitu : a. Host yang mempunyai kekebalan tubuh tinggi yang merupakan kelompok terbesar yang telah atau akan menjadi resisten terhadap kuman kusta. b. Host yang mempunyai kekebalan rendah terhadap kuman kusta, bila menderita penyakit kusta bisanya tipe PB. c. Host yang tidak mempunyai kekebalan terhadap kuman kusta yang merupakan kelompok terkecil dan bila menderita kusta biasanya tipe MB. Faktor Agent Penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium leprae yang pertama kali ditemukan oleh Gerhard Amaeur Hansen pada tahun 1873. Mycobacterium leprae hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan Cell) dan sel dari system retikulo endothelial. Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2-3 minggu. Di luar tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dapat bertahan sampai 9 hari. Pertumbuhan optimal dari kuman kusta adalah pada suhu 270-300C.Klasifikasi Penyakit KustaTujuan klasifikasi ini untuk menentukan regimen pengobatan dan perencanaan operasional. Untuk keperluan pengobatan kombinasi atau Multidrug Therapy (MDT) yaitu menggunakan gabungan Rifampicin, Lamprene dan DDS, maka penyakit kusta di Indonesia diklasifikasikan menjadi 2 tipe seperti klasifikasi menurut WHO (1998) yaitu:2

a. Tipe PB (Pausibasiler)Yang dimaksud dengan kusta tipe PB adalah penderita kusta dengan Basil Tahan Asam (BTA) pada sediaan apus, yakni tipe I (Indeterminate) TT (Tuberculoid) dan BT (Boderline Tuberculoid) menurut kriteria Ridley dan Joplin dan hanya mempunyai jumlah lesi 1-5 pada kulit.

b. Tipe MB (Multi Basiler)Kusta MB adalah semua penderita kusta tipe BB (Mid Boderline), BL (Boderline lepromatous) dan LL (lepromatosa) menurut kriteria Ridley dan Joplin dengan jumlah lesi 6 atau lebih dan skin smer positif. Menurut Madrid klasifikasi kusta dibagi menjadi 4 yaitu : indeterminate, tuberculoid, borderline, dan lepromatosa.2 Faktor Sumber Penularan (Environment)Sumber penularan adalah penderita kusta tipe Multi Baciler (MB). Penderita MB ini pun tidak akan menularkan kusta apabila berobat teratur. Penyakit ini dapat ditulrkan melalui pernafasan (droplet) dan kulit.Kesehatan lingkungan tempat tinggal penduduk merupakan salah satu dari faktor risiko terjadinya Lepra/Kusta, meliputi :41. Kepadatan huniankamar tidurLuas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkanoverload. Pada kasus pertama yaitu kejadian kusta pada keluarga bapak Ojo dengan lingkungan rumah yang tidak baik, tidak baik karena tidak memenuhi kriteria rumah sehat yang dapat di lihat di skenario 1. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum3 m2/orang.Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90cm.Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75m.2. VentilasiVentilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar.Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit.Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban(humiditiy)yang optimum.Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22 30C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.43. Kondisi rumahKondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit Kusta. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman. Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kumanMycrobacterium leprae.4. Kelembaban udaraKelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22 30C. Kuman akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.4

PENEMUAN PENDERITAA. Penemuan Penderita Secara Pasif (Sukarela)Penemuan penderita yang dilakukan terhadap orang yang belum pernah berobat kusta datang sendiri atau saran orang lain ketempat pelayanan kesehatan terutama pada puskesmas maupun dokter praktek umum dan sarana pengobatan lainnya. Pada saat datang umumnya penderita sudah dalam stadium lanjut. Oleh karena itu untuk pencegahan penyakit kusta secara dini petugas kesehatan harus rajin memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai tanda-tanda mengenai penyakit kusta.Faktor-faktor yang menyebabkan penderita terlambat datang berobat kepuskesmas/sarana kesehatan lainnya:a. Tidak mengerti tanda dini kusta.b. Malu datang kePuskesmas.c. Adanya Puskesmas yang belum siapd. Tidak tahu bahwa ada obat tersedia Cuma-Cuma di Puskesmas.e. Jarak penderita ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya terlalu jauh.

B. Penemuan Penderita Secara AktifPenemuan penderita secara aktif dapat dilaksanakan dalam beberapa kegiatan yaitu :Pemeriksaan kontak serumah (survai kontak).a. Tujuan:1. Mencari penderita baru yang mungkin sudah lama ada dan belum lama ada danbelum berobat (index case).2. Mencari penderita baru yang mungkin ada.

b. Sasaran:Pemeriksaan ditujukan pada semua anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita.c. Frekuensi pemeriksaan:Pemeriksaan dilaksanakan minimal 1 tahun sekali dimulai pada saat anggota keluargadinyatakan sakit kusta pertama kali dan perhatian khusus ditujukan pada kontak tipe MB.d. Pelaksanaan:1. Membawa kartu kuning (kartu penderita), dari penderita yang sudah dicatat danmembawa kartu penderita kosong.2. Mendatangi rumah penderita dan memeriksa anggota keluarga penderita yangtercatat dalam kolom yang tersedia pada kartu kuning.3. Bila ditemukan penderita baru dari pemeriksaan itu maka dibuat kartu baru dandicatat sebagai penderita baru.4. Memberika penyuluhan kepada penderita dan anggota keluarganya.Selain langkah-langkah yang ditempuh di atas maka untuk penemuan penderita kustadapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan pada kelompok masyarakat yang dicurigai adanya penderita kusta, anak-anak sekolah didaerah yang pernah dijumpai kasus penyakit kusta.Untuk melakukan survei khusus disekolah yang yang ingin dilakukan pemeriksaan, perlu dibina kerja sama dengan UKS dan guru-guru sekolah. Perlu diberikan penyuluhan kesehatan terlebih dahulu kepada murid-murid bertempat dilapangan upacara atau didalam suatu ruangan besar bila memungkinkan.Pertemuan atau penyuluhan kesehatan yang dilaksanakan disekolah hendaknya dilaksanakan dengan menggunakan media yang mudah dipahami oleh anak-anak sekolah, misalnya dengan menggunakan alat bantu audio visual, yang dilengkapi dengan gambar-gambar. Gambar yang perlu ditampilkan mulai dari orang yang terpapar dengan penyakit kusta, dengan tanda-tanda bercak-bercak dipermukaan kulit penderita sampai dengan kelainan yang ditimbulan akibat penyakit kusta yang dapat menimbulkan kecacatan pada anggota tubuh. Selain penyuluhan disekolah-sekolah juga perlu diberikan penyuluhan pada masyarakat karena penyakit ini dewasa ini masih banyak dijumpai dimasyarakat, misalnya penyuluhan yang diberikan melalui kelurahan yang dikoordinir oleh petugas kesehatan, dimana materi yang disampaikan mulai dari gambaran penyakit kusta dan tanda-tanda khas yang diperlihatkan akibat penyakit ini.

Pengobatan Penderita KustaTujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien Kusta (Lepra) dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.Regimen pengobatan kusta di Indonesia disesuaikan dengan rekomendasi WHO (1995), yaitu program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi obat medikamentosa utama yang terdiri dari Rifampisin, Klofazimin (Lamprene) dan DDS (Dapson/4,4-diamino-difenil-sulfon) yang telah diterapkan sejak th 1981. Program MDT ini bertujuan untuk mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidak-taatan pasien, menurunkan angka putus obat, mengefektifkan waktu pengobatan dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.

Obat Kusta BaruDalam pelaksanaan program MDT-WHO (2001) ada beberapa masalah yang timbul, yaitu : adanya persister, resistensi rifampisin, dan lamanya pengobatan terutama untuk kusta MB. Untuk penderita kusta PB, rejimen MDT-PB juga masih menimbulkan beberapa masalah, antara lain : masih menetapnya lesi kulit setelah 6 bulan pengobatan. Jika seorang penderita mempunyai resistensi ganda terhadap dapson dan rifampisin bersama-sama, tentunya hal ini akan membahayakan. Oleh karena itu diperlukan obat-obat baru dengan mekanisme bakterisidal yang berbeda dengan obat-obat dalam rejimen MDT-WHO saat ini. Idealnya, obat-obat kusta baru harus memenuhi syarat antara lain : bersifat bakterisidal kuat terhadap M.leprae, tidak antagonis dengan obat yang sudah ada, aman dan akseptabilitas penderita baik, dapat diberikan per oral, dan sebaiknya diberikan tidak lebih dari sekali sehari. Di antara yang sudah terbukti efektif adalah ofloksasin, minosiklin, dan klaritromisin.Untuk kusta tipe PB, terdiri atas kombisnasi rifampisin dan dapson. a. Jenis dan obat untuk orang dewasa: 1. Rifampicin 600 mg/bulan dan DDS 100 mg / hari ditelan di depan petugas. 2. DDS 100 mg / hari diminum di rumah. b. Jenis dan dosis obat untuk anak-anak : 1. DDS 1-2 mg / kg berat badan 2. Rifampisin 10-15 mg / kg barat badan c. Lama pengobatan Lama pengobatan untuk penderita tipe PB adalah selama 6-9 bulan.

Obat dan dosis regimen MDT-MB

Obat & DosisMDT Kusta MBDewasaAnak

BB < 35 kgBB > 35 kg10-14 thn

Rifampisin(diawasi petugas)450 mg/bln600 mg/bln450 mg/bln(12-15 mg/kgBB/bln)

Klofazimin300 mg/bln (diawasi petugas)dan dilanjutkan esok

Efek Samping dan Tindak LanjutRegimenMDTEfek Samping(ES)Tindak LanjutObat Subsitusi

RifampisinUrin, tinja, keringat merah.Obat MDT dapat diteruskan.-

KlofaziminWarna kulit menjadi hitam (hiperpigmentasi).Obat MDT dapat diteruskan.Etionamid dan Protionamid(Tidak dianjurkan, ES hepatotoksik).

DapsonGatal, merah pada kulit. Bila berat kulit kepala dan seluruh tubuh dapat terkelupas.Stop Dapson dan segera rujuk penderita ke RS.-

Tahap Pencegahan PenyakitPencegahan primer (Primary Prevention)Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan seseorang yang telah memiliki faktor resiko agar tidak sakit. Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor-faktor resikonya.Untuk mencegah terjadinya penyakit kusta, upaya yang dilakukan adalah memperhatikan dan menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, personal hygiene, deteksi dini adanya penyakit kusta dan penggerakan peran serta masyarakat untuk segera memeriksakan diri atau menganjurkan orang-orang yang dicurigai untuk memeriksakan diri ke puskesmas.a. Penyuluhan kesehatanPencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena penyakit kusta dan memiliki resiko tertular karena berada disekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat (Depkes RI, 2006)b. Pemberian imunisasiSampai saat ini belumditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan hasil berbedapemberian vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI, 2006).Pencegahan sekunder(Secondary Prevention)Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan penyakit dini yaitu mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan menghindari komplikasi. Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mengobati penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari penyakit yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan.Pencegahan sekunder ini dapat dilakukan dengan melakukan diagnosis dini dan pemeriksaan neuritis, deteksi dini adanya reaksi kusta, pengobatan secara teratur melalui kemoterapi atau tindakan bedah.Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. PemberianMulti drug therapypada penderita kusta terutama pada tipeMultibacilerkarena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).Pencegahan tertier (Tertiary Prevention)Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadaka rehabilitasi. Rehabilitasi adalah upaya yang dilakukan untuk memulihkan seseorang yang sakit sehingga menjadi manusia yang lebih berdaya guna, produktif, mengikuti gaya hidup yang memuaskan dan untuk memberikan kualitas hidup yang sebaik mungkin, sesuai tingkatan penyakit dan ketidakmampuannya.

a.Pencegahan cacat kustaPencegahan tersier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta pada penderita. Upaya encegahan cacat terdiri atas (Depkes RI, 2006) :oUpaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini penderita sebelum cacat, pengobatan secara teratur dan penangan reaksi untuk mencegah terjadinya kerusakan fungsi saraf.oUpaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk mencegah luka dan perawatan mata, tangan, atau kaki yang sudah mengalami gangguan fungsi saraf.b.Rehabilitasi kustaRehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Tujuan rehabilitasi adalah penyandang cacat secara umum dapat dikondisikan sehingga memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi sosial dalam masyarakat yang akhirnya mempunyai kualitas hidup yang lebih baik (Depkes RI, 2006). Rehabilitasi terhadap penderita kusta meliputi :oLatihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah terjadinya kontraktur.oBedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak mendapat tekanan yang berlebihan.oBedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi.oTerapi okupsi (kegiatan hidup sehari-hari) dilakukan bila gerakan normal terbatas pada tangan.

Program Pemberantasan Penyakit KustaPada tahun 1991 World Health Assembly telah mengeluarkan suatu resolusi yaitu eliminasi kusta pada tahun 2000. Indonesia sebagai anggota Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) harus memenuhi resolusi tersebut. Suatu kenyataan bahwa kusta tersebar di Indonesia secara tidak merata dan prevalensi rate (PR) sangat bervariasi menurut propinsi, Kabupaten/Kota/Kecamatan.Penderita terdaftar di Indonesia sampai dengan desember 2003 sebanyak 18.312 penderita. Eliminasi kusta di Indonesia yang ditargetkan tahun 2000 sudah dicapai secara nasional pada pertengahan tahun 2000, namun demikian pada tingkat propinsi dan kabupaten masih banyak yang belum mencapai eliminasi. Sampai akhir desember 2003, baru 18 dari 30 propinsi dan 325 dari 440 Kabupaten yang dapat mencapai eliminasi.Tujuana. Tujuan Jangka Panjang 1. Menurunkan transmisi panyakit kusta pada tingkat tertentu sehingga kusta tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat. 2. mencegah kecacatan pada semua penderita baru yang ditemukan melalui pengobatan dan perawatan yang benar. 3. Memberikan perawatan dan pelayanan rehabilitasi yang tepat pada orang yang terkena penyakit kusta. b. Tujuan Jangka Pendek21. Menetapkan sistim penemuan dan diagnosa penderita kusta secara intensif di daerah endemik tinggi dan di kantong-kantong kusta di daerah endemik rendah sehingga proporsi anak dan kecacatan tingkat 2 kurang dari 5%. 2. Memberikan pengobatan yang adekuat sehingga tercapai angka kesembuhan (RFT Rate) lebih dari 90%. 3. menurunkan proporsi penderita yang cacat pada mata tangan dan kaki setelah RFT kurang dari 5%. 4. Mengembangkan puskesmas dengan perawatan cacat yang adekuat dengan dukungan sistem rujukan ke rumah sakit umum dan rumah sakit khusus untuk kasus yang mengalami komplikasi dan membutuhkan rehabilitasi medis. 5. Melaksanakan pengelolaan program pemberantasan kusta dengan starategi sesuai endemisitas daerah dan di dukung dengan kegiatan-kegiatan penunjangnya. PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan primer yang komprehensif, kontinu, integrative, holistic, koorddinatif, dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungan serta pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya.Dokter keluarga ialah dokter yang memberikan pelayanan kesehatan dengan ciri-ciri utama sebagai berikut:1. Pelayanan kesehatan lini pertama Artinya memberikan pelayanan pada strata primer, yaitu ditengah-tengah pemukiman masyarakat sehingga mudah dicapai. Setiap keluarga sebaiknya mempunyai dokter keluarga yang dapat mereka hubungi bila memerlukan pertolongan kesehatan.2. Pelayanan kesehatan/medis yang bersifat umum Artinya memberikan pelayanan untuk masalah kesehatan atau penyakit yang tergolong umum dan bukan spesialistik. Pelayanan dokter yang bersifat umum juga dikenal dengan istilah berobat jalan walaupun kadangkadang dapat pula diberikan di rumah untuk kasus tertentu misalnya pasien yang sulit berjalan.

3. Bersifat holistik dan komprehensifHolistik artinya tidak dibatasi pada masalah biomedis pasien saja, tetapi juga dengan melihat latar belakang sosial-budaya pasien yang mungkin berkaitan dengan penyakitnya. Misalnya, banyak penyakit didapat dari pekerjaannya seperti nyeri otot dan tulang, radang saluran napas, radang kulit atau kelelahan. Jika penyakit tersebut tidak ditangani secara holistik dan hanya terfokus pada gejala atau penyakitnya saja, maka tidak akan benarbenar berhasil disembuhkan.Komprehensif artinya tidak hanya terbatas pada pelayanan pengobatan atau kuratif saja, tetapi meliputi aspek lainnya mulai dari promotif-preventif hingga rehabilitatif. Misalnya, konseling, edukasi kesehatan, imunisasi, KB, medical check-up, perawatan pasca RSdan rehabilitasi medik.4. Pemeliharaan kesehatan yang berkesinambungan Artinya, pelayanan kesehatan dilakukan terus menerus kepada pasien maupun keluarganya guna memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata lain, hubungan dokter-pasien yang lebih kontinu atau sebagai dokter langganan. Hubungan yang berkesinambungan itu menguntungkan karena menjadi lebih saling kenal dan lebih akrab sehingga memudahkan dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan pasien/keluarga tersebut.5. Pendekatan Keluarga Artinya, lebih menekankan keluarga sebagai unit sasaran pelayanan kesehatan daripada perorangan. Pasien umumnya merupakan anggota sebuah keluarga yaitu sebagai suami, isteri atau anak. Pendekatan keluarga mempunyai berbagai keuntungan terutama untuk dukungan yang diperlukan guna mengatasi masalah kesehatan. Misalnya seorang anak akan banyak memerlukan pengertian dan dukungan orang tuanya. Suami yang menderita hipertensi perlu dukungan isteri dan anaknya. Isteri yang sedang hamil, perlu dukungan suaminya dan banyak lagi contoh lain

KesimpulanPada kasus dimana anak yang menderita kusta dipengaruhi oleh banyak factor, salah satunya ada nya kontak langsung dengan penderita yang mempunyai riwayat kusta dengan pengobatan yang belum tuntas. Faktor keadaan keluarga dan lingkungan juga sangat mempengaruhi. Regimen pengobatan kusta di Indonesia disesuaikan dengan rekomendasi WHO (1995), yaitu program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi obat medikamentosa utama yang terdiri dari Rifampisin, Klofazimin (Lamprene) dan DDS (Dapson/4,4-diamino-difenil-sulfon) yang telah diterapkan sejak th 1981. Program MDT ini bertujuan untuk mengatasi resistensi . Penting peranan penyuluhan kesehatan kepada penderita dan keluarga serta masyarakat dimana dengan penyuluhan ini diharapkan penderita dapat berobat secara teratur, dan tidak perlu dijauhi oleh keluarga malahan keluarga sebagai pendukung proses penyembuhan serta masyarakat tidak perlu mempunyai rasa takut yang berlebih.

DAFTAR PUSTAKA1. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media Aeuscualpius, Jakarta.20002. Departemen Kesehatan RI Dirjen P2M dan PLP, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Jakarta.2007. h 138-1403. Koasasih.A. Dkk. Kusta, Diagnosis dan Penatalaksanaan, FK UI, Jakarta. 2009. H 73-86

4. Achmadi, Umar Fahmi. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. 2005.5. Chin J (Ed), Kandun IN (Editor Penterjemah). Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta: Infomedika. 2006.6. Kandun, N I, 2000.Manual Pemberantasan Penyakit Menular.http://depkes.go.id. Diakses tanggal 29 Juni 20137. Azrul A. Pengantar pelayanan dokter keluarga. Jakarta: YayasanPenerbit IDI; 2006.