kekerasan di dunia pendidikan berbasis gender
TRANSCRIPT
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
1/34
1
TUGAS MATA KULIAH
LANDASAN DAN KONTEN PENDIDIKAN
“PENCEGAHAN KEKERASAN DI DUNIA
PENDIDIKAN BERBASIS GENDER”
NAMA : IFTITAH INDRIANI
NPM : 1114500081
SEMESTER/KELAS : 1/C
DOSEN PENGAMPU : Dr. Maufur, M.Pd
YAYASAN PENDIDIKAN PANCASAKTI TEGAL
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGALFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
Jalan Halmahera KM. 1
(0283) 3571222014
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
2/34
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena saya
dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi tugas Landasan Dan Konten Pendidikan. Selain itu, penyusunan makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai Pencegahan Kekerasan Di
Dunia Pendidikan Berbasis Gender. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Maufur, M.Pd selaku dosen mata kuliah Landasan Dan Konten
Pendidikan yang telah membimbing saya agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya saya menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, saya menerima kritik dan saran agar
penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu saya mengucapkan
banyak terima kasih dan semoga karya tulis ini bermanfaat untuk saya dan untuk
pembaca.
Tegal, 6 Desember 2014
Penulis
IFTITAH INDRIANI
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
3/34
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................3
1.3 Tujuan ............................................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kekerasan Berbasis Gender ........................................................4
2.2 Fakta Mengenai Kekerasan Dalam Dunia Pendidikan .................................12
2.3 Cara Pencegahan Kekerasan .........................................................................15
2.4 Dampak Kekerasan Pendidikan Pada Anak ..................................................20
2.5 Kekerasan Dalam Pendidikan .......................................................................24
2.6 Belajar Hidup Melalui Pendidikan................................................................27
BAGIAN III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................30
3.2 Saran .............................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
4/34
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan dapat berjalan secara lancar, apabila siswa dan guru tidak
mengalami tekanan serius yang dapat menghambat terjadinya proses belajar pada
siswa dan tugas mengajar pada guru. Banyak faktor yang mempengaruhi
keberhasilan belajar yang dikelompokkan ke dalam faktor eksternal dan faktor
internal. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa
adalah kejahatan dan kekerasan yang dapat menimpa pada siswa. Kekerasan yang
terjadi antara siswa dengan siswa dilakukan oleh siswa lain yang disebabkan karena
yang satu merasa superior dibandingkan yang lain sehingga berani untuk melakukan
kekerasan (bullying).
Kekerasan juga bisa terjadi disebabkan karena seseorang pernah diperlakukan
secara kasar oleh orang lain lagi, sehingga ia melakukan tindakan serupa dengan cara
"balas dendam" atau sebagai kompensasi. Kekerasan ini mungkin akan berupa
kekerasan fisik, seperti: dorongan, sodokan, tamparan, lemparan, cekikan, pukulan
keras, tendangan, pukulan, tusukan, jambakan, cakaran, gigitan, goresan dan cubitan;
atau berupa kekerasan yang lebih halus berupa ejekan, hinaan, ancaman, gossip yang
salah, bohong, rumor, atau sejenisnya.
Kekerasan dalam pendidikan atau Bullying adalah suatu tindakan
menggunakan tenaga dan kekuatan untuk melukai orang lain atau kelompok orang
naik secara verbal, fisik, ataupun secara psikologis, dan menyebabkan korbannya
merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya.
Bullying ditandai dengan perilaku laku seseorang dalam cara-cara tertentu
untuk mendapatkan kekuatan atas orang lain. Perilaku itu itu termasuk memanggil
nama dengan panggilan yang kurang baik, dengan ucapan atau dengan caci-makian
tertulis, dikeluarkan dari aktivitas kelompoknya, dikeluarkan dari lingkungan sosial,
kekerasan fisik, atau pemaksaan. Pelaku kekerasan bertindak seperti ini dengan
tujuan agar dia menjadi popular atau menarik perhatian orang. Dia melakukan ini
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
5/34
5
bisa juga disebabkan karena suatu kecemburuan atau bertindak seperti ini karena ia
pernah diperlakukan sebagai target dalam suatu bullying.
Faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam pendidikan muncul akibat
adanya pelanggaran yang disertai dengan hukuman terutama berupa hukuman fisik.
Kekerasan terjadi karena guru tidak paham akan makna kekerasan dan akibat
negatifnya. Guru mengira bahwa peserta didik akan jera dengan hukuman fisik yang
diberinya. Sebaliknya, mereka akan benci, dendam dan tidak respek lagi padanya.
Kekerasan dalam dunia pendidikan bisa terjadi karena pendidik sangat kurang
memiliki kasih sayang terhadap murid atau dahulu dia sendiri pernah diperlakukan
keras, dan kurangnya kompetensi kepala sekolah membimbing dan mengevaluasi
pendidik di sekolahnya.
Seluruh pekerja kemanusiaan harus mengambil tindakan, mulai dari tahap
awal keadaan darurat, untuk mencegah kekerasan seksual dan menyediakan bantuan
selayaknya kepada para korban. Kekerasan gender, dan khususnya kekerasan
seksual, adalah masalah serius yang mengancam jiwa perempuan dan anak-anak
perempuan. Dalam banyak kasus, kekerasan berbasis gender adalah masalah
internasional, berkaitan dengan kesehatan
masyarakat dan hak asasi manusia dan bahwa pencegahan dan penanganan
menyeluruh tidak pernah ditemukan di hampir seluruh negara di seluruh dunia.
Kekerasan gender merupakan persoalan khusus dalam konteks keadaan
darurat yang pelik dan bencana alam, dimana perempuan dan anak-anak seringkali
menjadi sasaran kekerasan, dan sangat rentan terhadap eksploitasi, kekerasan dan
kesewenang-wenangan karena jenis kelamin, usia dan status mereka dalam
masyarakat. Kekerasan gender adalah pelanggaran hak asasi manusia universal yang
dilindungi oleh konvensikonvensi hak asasi manusia internasional, termasuk hak
seseorang untuk merasa aman, hak untuk mencapai tingkat tertinggi kesehatan fisik
dan mental, hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan
kejam, tidak manusiawi atau melecehkan, dan hak untuk hidup.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
6/34
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
7/34
7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kekerasan Berbasis Gender
Kekerasan yaitu suatu tindakan yang tidak menyenangkan atau merugikan
orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Kekerasan tidak hanya berbentuk
eksploitasi fisik semata, tetapi justru kekerasan psikislah yang perlu diwaspadai
karena akan menimbulkan efek traumatis yang cukup lama bagi si korban. Tindakan
kekerasan dalam pendidikan sering dikenal dengan istilah bullying. Kekerasan di
dalam institusi pendidikan dapat terjadi, misalnya ketika komunitas pendidikan di
dalam sekolah dalam hubungan sosialnya tidak selamanya berjalan mulus karena
setiap individu memiliki kecenderungan kepribadian masing-masing, memiliki
latarbelakang agama, budaya masing-masing, dan tidak selalu interaksi yang
dilakukan setiap hari selalu menguntungkan dan menyenangkan.
Kekerasan berbasis gender yaitu berbagai tindakan pidana yang dapat dialami
oleh laki-laki maupun perempuan (baik sebagai pelaku maupun korban).
Faktanya yang paling sering menjadi korban adalah perempuan dan anak-anak.
Bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender :
1. Kekerasan fisik (menampar, memukul, menarik rambut, menyulut dengan
rokok, melukai dengan senjata, mengabaikan kesehatan istri dan lain-lain)
2. Kekerasan psikologis atau emosional (penghinaan, komentar-komentar yang
dimaksudkan untuk merendahkan atau melukai harga diri pihak lain,
mengancam, menceraikan istri, memisahkan istri dari anak-anak dan lain-
lain)
3. Kekerasan seksual (pengisolasian istri dari kebutuhan batinnya, pemaksaan
hubungan seksual, pemerkosaan, menyentuh bagian tubuh perempuan atau
anak-anak)
4. Kekerasan ekonomi (tidak memberi nafkah pada istri, memaafkan
ketergantungan istri secara ekonomi untuk mengontrol kehidupan istri, danlain-lain)
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
8/34
8
Faktor penyebab kekerasan:
• Sosial budaya
• Penafsiran ajaran agama
•
Lemahnya perlindungan Negara
Jadi dapat dismpulkan bahwa, kekerasan dalam pendidikan berbasis gender ini
merupakan perilaku melampaui batas kode etik dan aturan dalam pendidikan, baik
dalam bentuk fisik maupun pelecehan atas hak seseorang. Pelakunya bisa siapa saja,
bahkan orang terdekat sekalipun.
Kekerasan Dan Penelantaran Anak
Kekerasan dan penelantaran pada anak adalah semua bentuk perlakuan
menyakitkan secara fisik atau emosiaonal, penyalahgunaan seksual, penelantaran,
eksploitasi komersial atau eksploitasi lain, yang mengakibatkan cedera atau kerugian
nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh
kembang anak atau martabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan
tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan.
Dengan bentuk antara lain :
1. Kekerasan Fisik (Physical Abuse)
• Hukuman fisik (push up, lari dll).
• Memukul, melempar sesuatu, menampar, menonjok, mencekik, menganiaya
bagian tubuh dll.
• Perploncoan terhadap yunior oleh para senior.
2. Kekerasan Psikologi (Psychologhy Abuse)
• Hukuman yang berakibat mempermalukan siswa.
• Target mencapai ranking kelas.
• Memberikan target prestasi terlalu tinggi, hingga memaksa anak melakukan
sesuatu di luar minatnya.
• Pemberian tugas berlebihan.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
9/34
9
• Anak dipaksa memiliki kualifikasi tertentu demi mengejar standardisasi yang
ditetapkan pemerintah dll.
• Lewat ujian nasional (unas), mereka dipaksa memiliki kemampuan yang
memadai dalam mata pelajaran tertentu.
3. Kekerasan Economi (Economi Abuse)
• Biaya SPP/ dll yang tinggi.
• Tambahan biaya macam-macam dari sekolah.
• Sangsi keterlambatan/ketidakmampuan membayar biaya sekolah, dll.
4. Kekerasan seksual (Sexs Abuse)
• Pelecehan seksual/ Sexual Harassment
• Perkosaan
5. Kekerasan Spiritual
• Adanya ketidaknyamanan dalam menjalankan ajaran dan norma agama
sesuai dengan yang diyakininya (baik oleh siswa laki-laki dan perempuan)
Jadi dapat disimpulkan bahwa, kekerasan pada anak akan menimbulkan traumatik
pada anak, anak dibawa sepanjang perjalanan hidupnya sampai ketika mereka
menjadi dewasa dan menjadi orang tua. Traumatik yang dialami ini bisa
menyebabkan anak menjadi rendah diri, bisa menjadi jahat, bisa mempunyai
kelainan jiwa. Sehingga akan tumbuh menjadi orang yang bermasalah.
Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Pendidikan :
1. Kekerasan Terbuka yakni kekerasan yang dapat dilihat atau diamati secara
langsung, seperti perkelahian, tawuran, bentrokan massa, atau yang berkaitan
dengan fisik. Sebagai contoh adalah kasus pengeroyokan 4 siswa SMKI
terhadap temannya Suharyanyo (17 tahun), siswa kelas tiga SMKI yang dianiaya
hingga meninggal karena alasan dugaan penipuan order mendalang.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
10/34
10
2. Kekerasan Tertutup yakni kekerasan tersembunyi atau tidak dilakukan secara
langsung, seperti mengancam, intimidasi, atau simbol-simbol lain yang
menyebabkan pihak-pihak tertentu merasa takut atau tertekan. Ancaman
dianggap sebagai bentuk kekerasan¸ sebab orang hanya mempercayai kebenaran
ancaman dan kemampuan pengancam mewujudkan ancamannya. Misalnya,
kasus demonstrasi mahasiswa menolak SK Rektor UGM Yogyakarta tentang
Biaya Operasional Pendidikan atau BOP, kedua belah pihak saling mengancam.
Di satu sisi, pihak UGM akan melakukan sweeping KTP para demonstran, di
pihak lain, mahasiswa mengancam akan melakukan demo besar-besaran.
3. Kekerasan Agresif ( offensive) yakni kekerasan yang dilakukan untuk
mendapatkan sesuatu seperti perampasan, pencurian, pemerkosaan atau bahkan
pembunuhan. Indikator kekerasan ini sudah masuk prilaku kriminal, di mana
pelakunya dapat dikenakan sanksi menurut hukum tertentu. Contohnya kasus
pembobolan di Universitas Jember, pencabulan terhadap siswa SD atau SLTP,
atau penembakan guru SD hingga tewas.
4. Kekerasan Defensif ( defensive) yakni kekerasan yang dilakukan sebagai
tindakan perlindungan, seperti barikade aparat untuk menahan aksi demo
lainnya. Contohnya sengketa tanah warga dengan pihak sekolah.
Dari sisi tingkat (level) kekerasan, intensitas suatu kekerasan bisa meningkat
dari kekerasan ringan atau potensi menjadi kekerasan tingkat sedang bahkan dapat
berlanjut pada kekerasan tingkat berat, berupa tindak kriminal dalam pendidikan.
Kekerasan disebut dalam bentuk potensi, bilamana memiliki indikator sebagai
berikut: bersifat tetutup, berupa unjuk rasa untuk menyampaikan aspirasi, pelecehan
nama baik seseorang, dan ancaman atau intimidasi. Bila kekerasan tertutup berubah
menjadi konflik terbuka, unjuk rasa berubah menjadi bentrok, ancaman berubah
menjadi tindakan nyata, dan kekerasan defensif menjadi ofensif, maka saat itu juga
potensi berubah menjadi kekerasan.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
11/34
11
Tipologi Kekerasan dalam Pendidikan: Studi Kasus
Dalam kajian ini, kekerasan dalam pendidikan didefinisikan sebagai sikap
agresif pelaku yang melebihi kapasitas kewenangannya dan menimbulkan
pelanggaran hak bagi si korban. Dalam hal ini kekerasan dibedakan dengan
kriminalitas, karena hukum mengenai kriminalitas telah diatur tersendiri sebagai
mana hukum yang berlaku di Indonesia. Ditinjau dari tingkatannya, perilaku
kekerasan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok. Pertama, kekerasan tingkat
ringan, yakni berupa potensi kekerasan (violence as potential). Pada tingkat ini
kekerasan yang terjadi umumnya berupa kekerasan tertutup (covert), kekerasan
defensif, unjuk rasa, pelecehan martabat, dan penekanan psikis. Kedua, kekerasan
tingkat sedang, yang berupa perilaku kekerasan dalam pendidikan itu sendiri
(violence in education). Indikator kekerasan tingkat ini mencakup: kekerasan terbuka
(overt), terkait dengan fisik, pelanggaran terhadap aturan sekolah atau kampus, serta
membawa simbol dan nama sekolah. Sedang tingkat ketiga adalah kekerasan tingkat
berat, yakni tindak kriminal (criminal action). Pada tingkat ini kekerasan berbentuk
kekerasan ofensif, ditangani oleh pihak yang berwajib, ditempuh melalui jalur
hukum, dan berada diluar wewenang pihak sekolah atau kampus.
Kekerasan dalam pendidikan diasumsikan terjadi sebagai akibat kondisi
tertentu yang melatarbelakanginya, baik faktor internal maupun eksternal, dan tidak
timbul secara begitu saja, melainkan dipicu oleh suatu kejadian. Kondisi (atecedent
variable), faktor (independent variable) dan pemicu (intervening variable) tindak
kekerasan dalam pendidikan (dependent variable) terangkai dalam hubungan yang
bersifat spiral, dapat muncul sewaktu-waktu, oleh pelaku siapa saja yang terlibat
dalam dunia pendidikan, sepanjang dijumpai adanya pemicu kejadian.
Potensi Kekerasan (Kekerasan Ringan)
a) Masalah sistem penerimaan siswa baru (PSB)
Dalam peralihan sistem PSB yang diselenggarakan kali pertama pada tahun
2002 ini, dibeberapa SLTP/MTS tertentu dijumpai beberapa kasus yang
potensial bagi perilaku kekerasan. Penyebabnya berbeda-beda, bisa karena
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
12/34
12
pelaksanaan yang urang tertib, adanya ketidakberesan, ketidakadilan dan
kebingungan pihak orang tua/wali murid siswa.
b) Masalah kenaikan biaya pendidikan
Dampak dari krisis ekonomi nasional yang berlangsung sejak 1997, hingga kini
masih terasa. Harga barang membumbung tinggi, kebutuhan meningkat
sementara daya beli masyarakat menurun. Dalam konteks inilah, persoalan
kenaikan biaya pendidikan menjadi hal yang dilematis. Di satu sisi, biaya
pendidikan harus disesuaikan dengan perkembangan harga, di sisi lain
masyarakat menuntut pendidikan murah. Akibatnya, isu seperti kenaikan
Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP) menjadi hal sensitif.
c) Masalah demokratis dan transparansi
Seiring dengan gelombang reformasi yang bergulir sejak 1998, isu
demokratisasi dan transparansi kerap mewarnai berbagai gerakan, khususnya
yang dilakukan oleh mahasiswa.
d) Masalah sosial dan lingkungan
Masalah ini lebih tepat dikatakan sebagai masalah sosial dan lingkungan yang
mempengaruhi nilai-nilai pendidikan.
e) Masalah yang terkait dengan momen tertentu
Momen tertentu disini adalah waktu atau peristiwa yang menyebabka elemen
pendidikan, baik peserta didik ataupun pendidik, memberikan respons, baik
dengan cara mengkritik, memprotes ataupun melakukan aksi unjuk rasa.
f) Masalah Lain-lain
Klasifikasi ini menujuk pada kasus-kasus yang tidak bisa digolongkan dalam
tipologi sebelumnya, sedaang kasusnya terjadi bersifat temporal dan sporadis.
Hanya saja, unsur pemicu bisa dijumpai pada kasus ini sehingga kemungkinan
kekerasan yang akan muncul bisa diprediksi sebelumnya.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
13/34
13
Kekerasan Dalam Pendidikan (Tingkat Sedang)
a) Kasus Kekerasan Antar Pihak Sekolah
Kasus ini disebut juga konflik internal antar sesama pendidik maupun
pimpinannya. Konflik pada salah satu Yayasan Sekolah Tinggi (ST) di
Yogyakarta. Misalnya, merupakan perseteruan antara dua kubu yang
memperebutkan kursi kepemimpinan Yayasan, yang kemudian menjadi
kekerasan antara sesama pimpinan.
b) Kasus Kekerasan Antar Mahasiswa/Pelajar
Kasus kekerasan antar mahasiswa/pelajar jauh lebih banyak dijumpai
ketimbang konflik internal antar pendidik dan pimpinannya.
c) Kasus Kekerasan Guru Terhadap Siswa
Kekerasan yang ditimbulkan kasus ini meliputi hukuman yang melebihi
kepatutan, penganiayaan, sampai dengan tindak asusila.
d) Kasus Kekerasan Pelajar Terhadap Guru
Dapat diketahui bahwa munculnya kekerasan dimulai dengan hukuman yang
dianggap berlebihan oleh pihak siswa. Hal ini kemudian menimbulkan aksi
balas dendam dan kekerasan susulan. Ada kecenderungan bahwa intensitas
pelecehan guru oleh siswa makin meningkat.
e) Kasus Kekerasan Mahasiswa Terhadap Masyarakat
Hanya ditemukan satu kasus dalam kategori ini, yakni penyanderaan wartawan
oleh mahasiswa salah satu PTN di Yogyakarta. Kasus ini berawal dari proposal
sosialisasi festival, perploncohan (BBM), dan berujung disekapnya 4
wartawan. Polisi memanggil 4 mahasiswa , dua diantaranya menjadi calon
tersangka. Selain itu, pihak rektorat PTN tersebut juga berusaha
mengumpulkan fakta dan berjanji akan memberikan kesaksian. Rektor PTN
tersebut juga secara resmi mengajukan permohonan maaf dan mendukung
penyelesaian kasus sesuai hukum yang berlaku.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
14/34
14
f) Kasus Kekerasan Oleh Masyarakat
Kasus kekeeasan oleh masyarakat terdiri atas berbagai bentuk, dari sekedar
pengaduan, unjuk rasa, penyegelan, sampai tindak kriminal berupa pencabulan
dan pembunuhan.
Kriminalitas Dalam Pendidikan (Tingkat Berat)
Bila ditinjau dari sisi pelaku, korban, dan pemicunya, kekerasan kategori ini
memiliki unsur-unsur yang sama dengan dua kategori kekerasan sebelumnya. Hal
yang membedakan adalah, kekerasan yang terjadi lebih berat sifatnya. Umumnya
kekerasan dalam kategori ini mengambil bentuk tindakan agresif atau kekerasan
offensive, baik secara individual maupun kolektif (crowd).
Tindak kriminal jelas meresahkan masyarakat karena menimbulkan perasaan
tidak aman di hati masyarakat. Kekerasan yang kerap terjadi di masyarakat adalah
pencabulan, penculikan, pencurian dan pembunuhan. Siswi-siswi SD dan SLTP
sering menjadi korban pencabulan, yang acap kali dilakukan oleh pelaku yang sudah
dikenal atau dekat dengan korban. Sedang kasus penculikan dilakukan karena motif
tertentu, seperti permintaan uang tebusan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, kekerasan dalam pendidikan tidak selalu
terjadi secara berurutan dari potensi (ringan), menjadi kekerasan (sedang), lalu
tindak kriminal (berat). Bisa saja kekerasan yang berlangsung hanya sampai pada
tingkat potensi saja, tidak berlanjut ke tingkat diatasnya. Kadang juga terjadi
kekerasan berbentuk tindak kriminal tanpa didahului oleh potensi manapun
kekerasan sebelumnya. Akan tetapi, dari kajian ini ditemukan bahwa pada kasus
tertentu potensi kekerasan (kekerasan ringan) berlanjut menjadi kekerasan sedang,
bahkan menjadi tindak kriminal. Bila dicermati, kekerasan yang demikian
intensitasnya menjadi meningkat karena kondisi dan pemicu kekerasan masih tetap
ada.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
15/34
15
2.2 Fakta Mengenai Kekerasan Yang Terjadi Di Dunia Pendidikan
Anak yang melakukan tindak pidana umumnya dikeluarkan dari sekolah,
padahal masalah ini belum ada keputusan tetap yang mengikat, apakah anak tersebut
bersalah atau tidak, maka hal ini menyalahi prinsip praduga tak bersalah sehingga
menghilangkan hak anak atas pendidikan. Anak korban kekerasan berbasis gender
(hamil yang tidak dikehendaki, dilecehkan dan lain-lain) , Sering menerima
kekerasan bertingkat (dikucilkan, dicemoohkan, dikeluarkan, tidak diterima dan lain-
lain).
Contoh kasus JIS (Jakarta International School)
Upaya yang dapat dilakukan bukan hanya tanggung jawab pihak sekolah atau dinas
pendidikan saja, tetapi tanggung jawab semua elemen termasuk masyarakat. Untuk
mengatasi dan mencegah masalah kekerasan diperlukan kebijakan menyeluruh.
Artinya sebuah kebijakan yang melibatkan komponen guru, siswa, kepala sekolah
dan orang tua murid. Kerjasama antara guru, orang tua dan pihak lain yang terkait,
seperti kepolisian atu aparat hukum.
Faktor-faktor Penyebab Kekerasan di dalam dunia Pendidikan
Ada beberapa faktor yang menyebabkan guru melakukan kekerasan pada siswanya,
yaitu:
a. Kurangnya pengetahuan bahwa kekerasan baik fisik maupun psikis tidak efektif
untuk memotivasi siswa atau merubah perilaku, malah beresiko menimbulkan
trauma psikologis dan melukai harga diri siswa.
b. Persepsi yang parsial dalam menilai siswa. Bagaimana pun juga, setiap anak
punya konteks kesejarahan yang tidak bisa dilepaskan dalam setiap kata dan
tindakan yang terlihat saat ini, termasuk tindakan siswa yang dianggap
"melanggar" batas. Apa yang terlihat di permukaan, merupakan sebuah tanda /
sign dari masalah yang tersembunyi di baliknya. Yang terpenting bukan sebatas
"menangani" tindakan siswa yang terlihat, tapi mencari tahu apa yang melandasi
tindakan / sikap siswa.
c. Adanya masalah psikologis yang menyebabkan hambatan dalam mengelolaemosi hingga guru menjadi lebih sensitif dan reaktif.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
16/34
16
d. Adanya tekanan kerja : target yang harus dipenuhi oleh guru, baik dari segi
kurikulum, materi maupun prestasi yang harus dicapai siswa didiknya sementara
kendala yang dirasakan untuk mencapai hasil yang ideal dan maksimal cukup
besar.
e. Pola authoritarian masih umum digunakan dalam pola pengajaran di Indonesia.
Pola authoritarian mengedepankan faktor kepatuhan dan ketaatan pada figure
otoritas sehingga pola belajar mengajar bersifat satu arah (dari guru ke murid).
Implikasinya, murid kurang punya kesempatan untuk berpendapat dan
berekspresi. Dan, pola ini bisa berdampak negatif jika dalam diri sang guru
terdapat insecurity yang berusaha di kompensasi lewat penerapan kekuasaan.
f. Muatan kurikulum yang menekankan pada kemampuan kognitif dan cenderung
mengabaikan kemampuan afektif (Rini, 2008). Tidak menutup kemungkinan
suasana belajar jadi "kering" dan stressful, dan pihak guru pun kesulitan dalam
menciptakan suasana belajar mengajar yang menarik, padahal mereka dituntut
mencetak siswa-siswa berprestasi.
2) Dari siswa
Salah satu faktor yang bisa ikut mempengaruhi terjadinya kekerasan, adalah
dari sikap siswa tersebut. Sikap siswa tidak bisa dilepaskan dari dimensi psikologis
dan kepribadian siswa itu sendiri. Kecenderungan sadomasochism tanpa sadar bisa
melandasi interaksi antara siswa dengan pihak guru, teman atau kakak kelas atau
adik kelas. Perasaan bahwa dirinya lemah, tidak pandai, tidak berguna, tidak
berharga, tidak dicintai, kurang diperhatikan, rasa takut diabaikan, bisa saja membuat
seorang siswa clinging pada powerful / authority figure dan malah "memancing"
orang tersebut untuk actively responding to his / her need meskipun dengan cara
yang tidak sehat.Contohnya, tidak heran jika anak berusaha mencari perhatian dengan
bertingkah yang memancing amarah, agresifitas,atau pun hukuman. Tapi, dengan
demikian, tujuannya tercapai, yakni mendapat perhatian. Sebaliknya, bisa juga
perasaan inferioritas dan tidak berharga di kompensasikan dengan menindas pihak
lain yang lebih lemah supaya dirinya merasa hebat.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
17/34
17
3) Dari Keluarga
Kekerasan yang dilakukan baik oleh guru maupun siswa, perlu juga dilihat dari
faktor kesejarahan mereka. Orangtua mengalami masalah psikologis Jika orangtua
mengalami masalah psikologis yang berlarut-larut, bisa mempengaruhi pola
hubungan dengan anak. Misalnya, orang tua yang stress berkepanjangan, jadi
sensitif, kurang sabar dan mudah marah pada anak, atau melampiaskan kekesalan
pada anak. Lama kelamaan kondisi ini mempengaruhi kehidupan pribadi anak. Ia
bisa kehilangan semangat, daya konsentrasi, jadi sensitif, reaktif, cepat marah, dll.
Keluarga yang mengalami disfungsi punya dampak signifikan terhadap sang
anak. Keluarga yang salah satu anggotanya sering memukul, atau menyiksa fisik
atau emosi, intimidasi anggota keluarga lain; atau keluarga yang sering konflik
terbuka tanpa ada resolusi, atau masalah berkepanjangan yang dialami oleh
keluarga hingga menyita energi psikis dan fisik, hingga mempengaruhi interaksi,
komunikasi dan bahkan kemampuan belajar, kemampuan kerja beberapa anggota
keluarga yang lain. Situasi demikian mempengaruhi kondisi emosi anak dan lebih
jauh mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Sering dijumpai siswa
"bermasalah", setelah diteliti ternyata memiliki latar belakang keluarga yang
disfungsional.
4) Dari Lingkungan
Kekerasan yang terjadi selama ini juga terjadi karena adanya faktor lingkungan,
yaitu:
a. Adanya budaya kekerasan : seseorang melakukan kekerasan karena dirinya
berada dalam suatu kelompok yang sangat toleran terhadap tindakan kekerasan.
Anak yang tumbuh dalam lingkungan tersebut memandang kekerasan hal yang
biasa / wajar.
b. Mengalami sindrom Stockholm : Sindrom Stockholm merupakan suatu kondisi
psikologis dimana antara pihak korban dengan pihak aggressor terbangun
hubungan yang positif dan later on korban membantu aggressor mewujudkan
keinginan mereka. Contoh, kekerasan yang terjadi ketika mahasiswa senior
melakukan kekerasan pada mahasiswa baru pada masa orientasi bersama terjadi
karena mahasiswa senior meniru sikap seniornya dulu dan dimasa lalunya juga
pernah mengalami kekerasan pada masa orientasi
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
18/34
18
c. Tayangan televisi yang banyak berbau kekerasan : Jika seseorang terlalu sering
menonton tayangan kekerasan maka akan mengakibatkan dirinya terdorong
untuk mengimitasi perilaku kekerasan yang ada di televisi. Sebab, dalam
tayangan tersebut menampilkan kekerasan yang diasosiasikan dengan
kesuksesan, kekuatan dan kejayaan seseorang. Akibatnya, dalam pola berpikir
muncul premis bahwa jika ingin kuat dan ditakuti, pakai jalan kekerasan.
D. Dampak kekerasan pada siswa
Kekerasan yang terjadi pada siswa di sekolah dapat mengakibatkan berbagai
dampak fisik dan psikis, yaitu:
1) Dampak fisik : kekerasan secara fisik mengakibatkan organ-organ tubuh siswa
mengalami kerusakan seperti memar, luka-luka, dll.
2) Dampak psikologis : trauma psikologis, rasa takut, rasa tidak aman, dendam,
menurunnya semangat belajar, daya konsentrasi, kreativitas, hilangnya inisiatif,
serta daya tahan (mental) siswa, menurunnya rasa percaya diri, inferior, stress,
depresi dsb. Dalam jangka panjang, dampak ini bisa terlihat dari penurunan
prestasi, perubahan perilaku yang menetap,
3) Dampak sosial : siswa yang mengalami tindakan kekerasan tanpa ada
penanggulangan, bisa saja menarik diri dari lingkungan pergaulan, karena takut,
merasa terancam dan merasa tidak bahagia berada diantara teman-temannya.
Mereka juga jadi pendiam, sulit berkomunikasi baik dengan guru maupun
dengan sesama teman. Bisa jadi mereka jadi sulit mempercayai orang lain, dan
semakin menutup diri dari pergaulan.
2.3 Cara Pencegahan Kekerasan
Ada 7 hal yang harus dipahami dan kemudian diterapkan oleh pendidik untuk
memperoleh kepercayaan anak didik agar mencapai maksud dari pendidikan itu,
tanpa harus menggunakan kekerasan.
1. Tindakan alternatif
Cara pendidikan tanpa kekerasan digambarkan sebagai sebuah cara ketiga
atau alternatif ketiga, setelah tindakan menyalahkan dan aksi kekerasan karena hal
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
19/34
19
itu. Seorang pendidik yang melihat kesalahan seorang siswa, mempunyai tiga pilihan
setelah itu, apakah dia akan menyalahkannya, menggunakan kekerasan untuk
memaksa siswa memperbaiki kesalahan itu atau menggunakan cara ketiga yang
tanpa kekerasan.
Menahan diri untuk tidak menyalahkan tentu bukan perkara mudah bagi
orang dewasa apabila melihat sebuah kesalahan dilakukan oleh anak di depan
matanya. Tapi perlu diingat bahwa sebuah tudingan bagaimanapun akan berbuah
balasan dari anak, karena secara insting dia akan mempertahankan dirinya. Reaksi
atas sikap anak yang membela diri inilah yang ditakutkan akan berbuah kekerasan
dari pendidik terhadap anak didik.
2. Keakraban penuh keterbukaan
Keakraban maksudnya berbagi dengan orang lain dengan tidak membeda-
bedakan anak-anak didik, dan terbuka adalah tidak menutup-nutupi hal apa pun atau
mencoba mengambil keuntungan dari hal-hal yang tidak diketahui siswa. Sebuah
keakraban yang penuh keterbukaan hanya bisa terjalin apabila ada rasa persaudaraan
kemanusiaan antara pihak pendidik dan siswa.
Di dalam keakraban ada kasih sayang, keramahan, sopan-santun, saling
menghargai dan menghormati. Sedang keterbukaan mengandung unsur kejujuran,
kerelaan dan menerima apa adanya.
Keakraban yang terbuka ini ibarat pintu bagi masuknya sebuah
kepercayaan. Ketika anak didik sudah merasakan keakraban yang terbuka dari
gurunya, maka dia dengan senang akan mendengarkan apa pun yang disampaikan
oleh sang guru.
3. Komunikasi yang jujur
Penipuan adalah sesuatu yang sulit dipisahkan dari kekerasan, disebabkan
kurangnya rasa hormat kepada orang lain atau takut terhadap kenyataan. Tindakan
dengan kasih sayang didasarkan pada ukurannya dalam kebenarannya setiap orang,
yang tidak bisa memisahkan dirinya dari kebenaran dan kenyataan.
Jadi, untuk menjadi benar kepada diri sendiri, kita juga harus benar terhadap
orang lain. Sampaikan kepada anak didik kebenarannya; arahkan kemarahan kita
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
20/34
20
terhadap kesalahannya, bukan kepada orangnya. Temukan solusi dalam konflik dan
kesalahpahaman, dan itu tidak bisa dibangun apabila kita menggunakan kebohongan
dan penipuan.
4. Hormati Kebebasan dan Persamaan
Di dalam pendidikan tanpa kekerasan ini, kita semuanya bebas dan setara,
setiap orang mendengarkan suara nurani sendiri dan saling berbagi perhatian. Lalu
kemudian dengan bebas diputuskan, berdasarkan pada semua pertimbangan
individu-individu, bagaimana keinginan bersama ingin diwujudkan. Dengan
demikian kita harus mengenali dengan jelas kebebasan memilih dan hak yang sama
setiap orang untuk mengambil bagian dalam kegiatan itu.
Yang lebih penting lagi adalah kita menyadari persamaan semua manusia dan
menghormati kebebasan anak didik sama seperti kita menghendaki kebebasan kita
sendiri dihormati. Tindakan tanpa kekerasan bukanlah bentuk usaha untuk
mengendalikan yang lain atau penggunaan paksaan terhadap mereka. Jika kita
mencintai anak didik, kita menghormati otonomi mereka untuk membuat keputusan-
keputusan mereka sendiri. Kita pasti dapat berkomunikasi dengan mereka, dan kita
bahkan dapat menghadapi mereka dengan kehadiran kita untuk memaksa mereka
tanpa kekerasan untuk membuat sebuah pilihan, jika kita yakin mereka telah
melakukan kesalahan. Perbedaan yang penting adalah kita tidak memaksa mereka
secara fisik atau dengan kasar untuk mencapai apa yang kita inginkan.
5. Rasa kasih yang berani
Bertentangan dengan kepercayaan umum, pendidikan tanpa kekerasan bukan
sebuah metoda pasif dan lemah, dan itu pasti bukan untuk para penakut. Tindakan
tanpa kekerasan lebih banyak membutuhkan keberanian dibanding perkelahian
dengan kekerasan seperti dalam peperangan, meski tampaknya itu semacam
keberanian. Karena jika kita melihat lebih jauh penggunaan senjata merupakan
kompensasi dari rasa takut terhadap lawan. Dan tindakan kekerasan merupakan bukti
adanya perasaan takut lawan lebih dulu melakukannya terhadap kita. Jadi melakukan
tindakan tanpa kekerasan menunjukkan ketinggian martabat yang penuh keberanian.
Rasa kasihan adalah anugerah kepada hati kita. Rasa kasihan bisa
digambarkan sebagai kasih yang tidak hanya berempati terhadap orang lain di dalam
merasakan apa yang mereka alami, tetapi juga mempunyai keberanian dan
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
21/34
21
kebijaksanaan untuk melakukan sesuatu terhadap hal itu. Di dalam rasa kasihan, kita
tidak melampiaskan kemarahan dan rasa benci kepada anak didik yang melakukan
kesalahan, namun dengan kemurahan hati dan kepedulian, kita memperbaikinya.
Rasa kasihan datang dari rasa kesatuan dengan orang lain, memperluas hati kita
sehingga kita bisa merasakan empati atas penderitaan orang lain dan menolong
mereka.
6. Saling mempercayai secara penuh
Cara dengan kasih sayang didasarkan pada keyakinan bahwa jika kita
bertindak dengan cara yang baik tidak akan pernah merugikan bagi siapapun, dan
akan menghasilkan kebaikan juga. Alih-alih mengendalikan anak didik dengan
ancaman dan kekuasaan kita, lebih baik menggunakan kecerdasan masing-masing
pihak untuk memecahkan masalah dengan komunikasi yang baik dan negosiasi.
Untuk mempercayai anak didik secara penuh kita harus melepaskan
kepercayaan itu dari kendali kita sendiri, dan membiarkan situasi memprosesnya.
Tentu saja melepaskan kepercayaan tidak berarti kita mempercayai dengan
membabi buta. Kita harus tetap memonitor apa yang terjadi dan memantau hasilnya
secara terus menerus.
7. Ketekunan dan kesabaran
Dalam pendidikan tanpa kekerasan, kesabaran adalah kebaikan yang bersifat
revolusioner. Kesabaran bukanlah sebuah pembiaran tanpa tindakan apa pun, tetapi
peningkatan kualitas dari sebuah pertolongan yang bertahan pada tuntutannya, dan
melanjutkannya dengan cara cerdas penuh ketenangan. Ketika kita terperangkap
dalam situasi konflik, emosi kita sering sangat aktif dan bergolak. Kita harus hati-
hati dengan reaksi tanpa pemikiran atas apa yang sedang kita lakukan dan
konsekuensi-konsekuensi yang mungkin terjadi. Kesabaran memberikan kepada kita
waktu untuk berpikir tentang tindakan-tindakan kita agar terhindar dari kekerasan
dan bertindak efektif. Lebih baik menunggu dan kehilangan sebuah peluang kecil
dibandingkan terburu-buru namun menemui sesuatu yang bodoh dan tidak
dipersiapkan. Peluang baru pasti akan muncul kemudian, jika kita berusaha
memecahkan persoalan, karena di lain waktu kita akan siap untuk bertindak dengan
cara yang baik.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
22/34
22
Tidak seperti cara militer yang cepat dan kasar, pendidikan tanpa kekerasan
bersifat melambat dan dimulai dengan peringatan-peringatan untuk memberikan
kesempatan kepada anak didik secara sadar berpikir bagaimana seharusnya. Kita
tidak menghendaki anak didik bereaksi dengan cepat secara insting. Kita
menghendaki anak didik mengetahui metoda-metoda kita sehingga mereka dapat
menanggapi sama tenang dan cerdasnya.
Ketekunan juga berarti kita harus fleksibel di dalam strategi dan taktik kita.
Jika metodanya tidak berhasil, kita perlu mencoba cara lain. Jika jalannya
mendapatkan halangan, kita dapat beralih ke hal lain yang juga memerlukan
perhatian. Jika anak didik seperti kehilangan minatnya, kita dapat dengan kreatif
mencoba pendekatan baru terhadap permasalahan.
Pendidikan tanpa kekerasan harus dipenuhi kesabaran dan memaafkan, di
saat yang sama gigih dalam membantu. Ketika anak didik mengakui bahwa mereka
sudah melakukan kesalahan, kita harus menunjukkan sifat pemaaf kepada mereka.
Sasaran terakhir dari pendidikan tanpa kekerasan bukanlah kemenangan atas anak-
anak didik kita tetapi menemukan sebuah kehidupan yang harmonis antara pendidik
sebagai orang tua, bersama-sama dengan anak didik dalam damai dan keadilan.
Strategi Pencegahan Kekerasan pada Siswa di Sekolah :
1. Menciptakan Kondisi Sekolah yang Kondusif.
2. Melalui Norma Agama yang dianut
3. Melalui Tata Tertib Sekolah
4. Pembiasaan Melaksanakan Nilai-nilai Budaya
5. Pembiasaan Tanggung Jawab Sikap, Perilaku dan Bahasa
Penanganan Kasus Kekerasan di Sekolah :
• Tidak adanya lembaga hukum rujukan
• Polisi tidak merujuk kasus
• Ketersediaan dana dan SDM terbatas
• Sistem hukum dan budaya masyarakat masih diskriminatif.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
23/34
23
• Penanganan anak-anak yang jadi korban kekerasan seksual terhambat oleh
kurangnya tenaga ahli
• Kasus kekerasan seksual terhadap anak dianggap aib, sehingga banyak kasus
akhirnya diselesaikan di luar pengadilan.
Peran Guru Bidang Studi dan Guru Bimbingan Konseling :
1. Guru Sebagai Peran Orang Tua
2. Guru Sebagai Peran Pemimpin
3. Guru Sebagai Peran Motivator
4. Guru Sebagai Peran Dinamisator
5. Guru Bimbingan Konseling Sebagai Peran Koordinator dan memberibimbingan kepada siswa yang tidak bermasalah, memberi konseling kepada
siswa yang bermasalah agar menjadi siswa-siswi yang berakhlak mulia.
2.4 Dampak Kekerasan Pendidikan pada Anak
a) Secara fisik, kekerasan ini mengakibatkan adanya kerusakan tubuh seperti:
luka-luka memar, luka-luka simetris di wajah (di kedua sisi), punggung, pantat,
tungkai, luka lecet, sayatan-sayatan, luka bakar, pembengkakan jaringan-
jaringan lunak, pendarahan dibawah kulit, dehidrasi sebagai akibat kurangnya
cairan, patah tulang, pendarahan otak, pecahnya lambung, usus, hati, pankreas.
Sedangkan pada penganiayaan seksual bisa berakibat kerusakan organ
reproduksi seperti: terjadi luka memar, rasa sakit dan gatal-gatal di daerah
kemaluan, pendarahan dari vagina atau anus, infeksi saluran kencing yang
berulang, keluarnya cairan dari vagina, sulit untuk berjalan dan duduk serta
terkena infeksi penyakit kelamin bahkan bisa terjadi suatu kehamilan.
b) Secara psikis, anak yang mengalami penganiayaan sering menunjukkan:
penarikan diri, ketakutan atau bertingkah laku agresif, emosi yang labil, depresi,
jati diri yang rendah, kecemasan, adanya gangguan tidur, phobia, kelak bisa
tumbuh menjadi penganiaya, menjadi bersifat keras, gangguan stress pasca
trauma dan terlibat penggunaan zat adiktif, kesulitan berkomunikasi atau
berhubungan dengan teman sebayanya. Mereka akan menutupi luka-luka yang
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
24/34
24
dideritanya serta tetap bungkam merahasiakan pelakunya karena ketakutan akan
mendapatkan pembalasan dendam.
Jenis-jenis Kekerasan yang Sering Diterima Anak:
1. Kekerasan Fisik
Bentuk kekerasan seperti ini mudah diketahui karena akibatnya bisa terlihat
pada tubuh korban Kasus physical abuse: persentase tertinggi usia 0-5 tahun (32.3%)
dan terendah usia 13-15 tahun (16.2%). Kekerasan biasanya meliputi memukul,
mencekik, menempelkan benda panas ke tubuh korban dan lain-lainnya. Dampak
dari kekerasan seperti ini selain menimbulkan luka dan trauma pada korban, juga
seringkali membuat korban meninggal.
2. Kekerasan secara Verbal
Bentuk kekerasan seperti ini sering diabaikan dan dianggap biasa atau bahkan
dianggap sebagai candaan. Kekerasaan seperti ini biasanya meliputi hinaan, makian,
maupun celaan. Dampak dari kekerasaan seperti ini yaitu anak jadi belajar untuk
mengucapkan kata-kata kasar, tidak menghormati orang lain dan juga bisa
menyebabkan anak menjadi rendah diri.
3. Kekerasan secara Mental
Bentuk kekerasan seperti ini juga sering tidak terlihat, namun dampaknya bisa
lebih besar dari kekerasan secara verbal. Kekerasaan seperti ini meliputi pengabaian
orang tua terhadap anak yang membutuhkan perhatian, teror, celaan, maupun sering
membanding-bandingkan hal-hal dalam diri anak tersebut dengan yang lain, bisa
menyebabkan mentalnya menjadi lemah. Dampak kekerasan seperti ini yaitu anak
merasa cemas, menjadi pendiam, belajar rendah diri, hanya bisa iri tanpa mampu
untuk bangkit.
4. Kekerasan secara seksual
Bentuk kekerasan seperti ini yaitu pelecehan, pencabulan maupun pemerkosaan.
Dampak kekerasan seperti ini selain menimbulkan trauma mendalam, juga seringkali
menimbulkan luka secara fisik.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
25/34
25
Pelaku tindak kekerasan di sekolah
Kekerasan dalam dunia pendidikan sudah lazim terjadi di negara kita. Hal ini
sebenarnya tidak layak terjadi namun tetap saja ada kasus-kasus serupa sehingga
mencoreng nama baik pendidikan termasuk sekolah yang bersangkutan atau bahkan
guru dan siswa sekolah tersebut. Faktor yang menyebabkan kekerasan tersebut
biasanya berasal dari siswa. Siswa merasa tidak di hargai oleh temannya sehingga
menimbulkan perkelahian antar siswa seiring dengan merosotnya pemahaman agama
dan moral remaja. Ketidak harmonisan hubungan antar siswa ini menyebabkan
kesenjangan diantara mereka sehingga terjadilah perkelahian yang bahkan sampai
menimbulkan tawuran antar pelajar. Sebab yang lain adalah masih adanya anggapan
siswa atau pelajar bahwa mereka tidak di katakan keren atau gagah oleh sesamateman mereka kalau tidak berpenampilan layaknya seorang preman dan belum
pernah berkelahi. Hal ini masih sering terjadi dan tak jarang perkelahian antar pelajar
timbul akibat hal ini.
Kekerasan juga terjadi oleh guru terhadap siswa. Hal ini juga sudah sangat
sering terjadi. Media santer memberitakan hal serupa yang terjadi di beberapa
daerah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang kebanyakan berasal dari siswa
namun kadang-kadang juga berasal dari guru. Kekerasan terjadi akibat siswa kurang
begitu memahami peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah tersebut.
Beberapa memang sudah ada yang tahu namun tetap saja mereka tetap melanggar.
Hal ini biasanya muncul akibat siswa yang kurang mengerti mengapa dan untuk apa
peraturan itu dibuat. Yang mereka rasakan merasa tertekan dengan adanya peraturan
tersebut sehingga mereka melanggar dan pelanggaran tersebut tidak bisa di toleransi.
Akibatnya seorang guru bisa saja menghukum siswa tersebut dengan hukuman yang
tidak wajar bahkan sampai menimbulkan luka terhadap siswa yang bersangkutan.
Faktor yang berasal dari pihak guru ialah seorang guru kurang bisa mengendalikan
emosi ketika tahu siswanya melakukan pelanggaran berat.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
26/34
26
Solusi mengatasi kekerasan dalam dunia pendidikan antara lain:
1. Diadakan pertemuan diantara guru, orang tua dan murid.
2. Menerapkan peraturan atau tata tertib sekolah.
3. Bagi yang melanggar peraturan, diberi hukuman tetapi yang bersifat positif,
misalnya mengerjakan tugas tambahan, membersihkan ruang kelas atau
halaman sekolah, mengerjakan soal-soal tertentu di papan tulis yang
diberikan oleh guru, memberikan bimbingan belajar khusus, dan lain-lain.
4. Membuat kontrak belajar yang disepakati oleh guru dan muridnya.
5. Memperlakukan semua murid sama dengan yang lainnya.
6. Melayani murid dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.
7. Mengadakan program pengarahan orang tua murid demi pencegahan
kekerasan dalam mengatasi perilaku bermasalah dari anak mereka.
8. Membahas perilaku murid yang bermasalah dengan orang tuanya.
9. Menggunakan psikolog sekolah atau BK untuk mengatasi masalah kekerasan
di sekolah.
10. Mewujudkan program pelaksanaan disiplin yang efektif.
11. Hindari konfrontasi dengan murid agar tidak dipermalukan temannya.
12. dan Bijaksanalah!
Agar pendidikan berjalan tanpa kekerasan, maka perlu dipertimbangkan nilai
yang efektif, penerapan metode pembelajaran yang humanis, dan internalisasi nilai-
nilai Agama, moral dan budaya nasional dalam keseluruhan proses pendidikan.
Untuk itu, pemahaman yang cukup tentang pendidikan yang humanis perlu diketahui
semua pihak yang terlibat dalam pendidikan. Tugas sebagai pendidik adalah tugas
yang berat bagi seorang guru. Guru dituntut mampu menanamkan nilai-nilai moral,
kedisiplinan, sopan santun dan ketertiban sesuai dengan peraturan atau taat tertib
yang berlaku di sekolah masing-masing. Dengan demikian diharapkan siswa tumbuh
menjadi pribadi yang sigap, mandiri, dan disiplin. Sebagai motivator, guru harus
mampu menjadi pemicu semangat siswanya dalam belajar dan meraih prestasi.
Diharapkan dengan penegakan disiplin di semua unsur, tidak terdengar lagi seorang
guru menghukum siswanya dengan marah-marah atau menampar. Diharapkan juga
tidak ada lagi siswa yang melakukan tindakan kekerasan terhadap temannya. Sebab,
kalau terbukti melanggar berarti siap mendapatkan sanksi.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
27/34
27
Jadi dapat disimpulkan bahwa, kekerasan dalam pendidikan merupakan perilaku
melampaui batas kode etik dan aturan dalam pendidikan, baik dalam bentuk fisik
maupun pelecehan atas hak seseorang. Pelakunya bisa siapa saja; pimpinan sekolah,
guru, staf, murid, orang tua atau wali murid, bahkan masyarakat. Jika perilaku
kekerasan sampai melampaui batas otoritas lembaga, kode etik guru dan peraturan
sekolah, maka kekerasan tersebut dapat mengarah pada pelanggaran atas Hak Asasi
Manusia (HAM), dan bahkan tindak pidana. Guru yang menghukum murid sehingga
mengakibatkan luka fisik, atau murid yang menganiaya guru karena alasan nilai,
termasuk pelanggaran HAM dan merupakan tindak pidana.
2.5 Kekerasan Dalam Pendidikan
Kondisi Internal Pendidikan
Kondisi internal pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh langsung pada
perilaku pelajar/mahasiswa dan para pendidiknya, termasuk perilaku kekerasan.
Menurut Merton pendidikan yang salah akan “mempengaruhi” guru dan anak didik
kepada perilaku preman. Oleh karenanya, untuk berbicara perihal kekerasan dalam
pendidikan, terlebih dahulu perlu diketahui kondisi internal dunia pendidikan
tersebut.
Kondisi Eksternal Pendidikan
Kondisi eksternal adalah kondisi non-pendidikan yang menjadi faktor tidak langsung
bagi timbulnya potensi kekerasan dalam pendidikan. Kondisi eksternal ini terutama
tampak dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat, dimana pelaku pendidikan
berada di dalamnya.
Masalah narkoba cukup meresahkan masyarakat dan dunia pendidikan. Selama
empat tahun terakhir, angka kejahatan narkoba di indonesia naik cukup signifikan.
Pengguna narkoba tidak lagi terbatas pada masyarakat umum, namun juga kalangan
mahasiswa dan pelajar.
Pengaruh tayangan televisi tidak bisa dikesampingkan. Hasil penelitian
membuktikan bahwa siaran TV berpengaruh secara signifikan terhadap perilakuanak. Tayangan TV umumnya berfungsi dalam tiga hal, yaitu sebagai media
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
28/34
28
rekreatif, informatif dan edukatif. Namun, dari ketiga fungsi tersebut, sebagian besar
pemirsa boleh dibilang lebih banyak mengkonsumsi tayangan TV pada fungsi
rekreatif ini cenderung kondusif bagi tampilnya kekerasan. Film anak-anak yang
biasa diputar dalam bentuk kartun pun sering mengandung unsur adu otot dan baku
jotos. Pola kekerasan sebagai penyelesaian masalah yang diterima oleh anak-anak
melalui TV ini dalam jangka panjang dapat membentuk metalitas anak-anak
tersebut untuk memilih jalan pintas, diantaranya dalam bentuk kekerasan.
Kondisi eksternal pendidikan yang memprihatinkan tersebut meniscayakan
pentingnya kontrol sosial, nilai budaya dan agama, agar ekses modernisasi tidak
merusak moralitas agama. Menurut Prof. Dr. Sudarwan Danim, reformasi moral
harus mewarnai pendidikan. Kekerasan dalam pendidikan bisa dipengaruhi secara
tidak langsung oleh kondisi eksternal ini.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, kondisi internal pendidikan dan kondisi eksternal
pendidikan keduanya merupakan hal yang sangat penting dan mempengaruhi
kekerasan dalam pendidikan.
Kekerasan bila ditinjau dari berbagai landasan pendidikan di Indonesia:
A. Tinjauan dari Landasan Hukum Pendidikan
Kekerasan dalam pendidikan sangat bertentangan dengan:
1. pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, “fungsi pendidikan nasional untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
2. pasal 4 ayat 1 yang menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan secara
demikratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukkan bangsa (UU
Sisdiknas)
3. Tentang kekerasan fisik, pada pasal 80 UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak dinyatakan sebagai berikut:
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
29/34
29
(1) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan,
atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh
puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.
B. Tinjauan dari Landasan Psikologi Pendidikan
Tindakan kekerasan atau bullying dapat dibedakan menjadi kekerasan fisik
dan psikis. Kekerasan fisik dapat diidentifikasi berupa tindakan pemukulan
(menggunakan tangan atau alat), penamparan, dan tendangan. Dampaknya, tindakan
tersebut dapat menimbulkan bekas luka atau memar pada tubuh, bahkan dalam kasus
tertentu dapat mengakibatkan kecacatan permanen yang harus ditanggung seumur
hidup oleh si korban.
Adapun kekerasan psikis antara lain berupa tindakan mengejek atau
menghina, mengintimidasi, menunjukkan sikap atau ekspresi tidak senang, dan
tindakan atau ucapan yang melukai perasaan orang lain.
Dampak kekerasan secara psikis dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman,
takut, tegang, bahkan dapat menimbulkan efek traumatis yang cukup lama. Selain
itu, karena tidak tampak secara fisik, penanggulangannya menjadi cukup sulit karena
biasanya si korban enggan mengungkapkan atau menceritakannya.
Dampak lain yang timbul dari efek bullying ini adalah menjadi pendiam atau
penyendiri, minder dan canggung dalam bergaul, tidak mau sekolah, stres atau
tegang, sehingga tidak konsentrasi dalam belajar, dan dalam beberapa kasus yang
lebih parah dapat mengakibatkan bunuh diri.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
30/34
30
C. Tinjauan dari Landasan Filsafat Pendidikan
Menurut Sekjen KPA, Arist Merdeka Sirait, pada tahun 2009 telah terjadi
aksi bullying atau kekerasan di sekolah sebanyak 472 kasus. Angka ini meningkat
dari tahun 2008, yang jumlahnya sebanyak 362 kasus.
Begitu banyak kekerasan yang terjadi di sekolah merupakan hal yang
menyedihkan bagi dunia pendidikan. Kekerasan seharusnya tidak terjadi di negara
kita yang berfalsafah Pancasila, apalagi ini terjadi dalam dunia pendidikan. Bangsa
kita adalah bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang sesuai
dengan sila kedua Pancasila. Segala bentuk kekerasan tentunya melanggar nilai-nilai
kemanusiaan khususnya hak asasi manusia. Dan pelanggaran hakasasi manusia akan
mendapatkan konsekuensi hukum sesuai dengan perundang-undangan yang belaku
di negara kita.
D. Tinjauan dari Landasan Sosial Budaya
Pada landasan sosial budaya, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan
hubungan antarindividu, individu dan kelompok dan antarkelompok serta
mengembangkan nilai-nilai budaya Indonesia. Namun, hal tersebut hanya menjadi
wacana saat kekerasan terjadi dalam pendidikan. Siswa tidak dapat mengembangkan
hubungan yang baik antarindividu, individu dan kelompok dan antarkelompok ketika
“budaya senioritas” masih melekat di sekolah. Di sisi lain, terkikisnya budaya
bangsa yang dikenal dunia dengan sopan santunnya akibat maraknya tindak
kekerasan khususnya dalam dunia pendidikan.
2.6 Belajar Hidup Melalui Pendidikan
Selama ini, Pendidikan dikonsep sebagai pemindahan nilai dan IPTEK dari
orang dewasa kepada anak-anak, dan kepemilikan nilai atau IPTEK dari orang
dewasa yng berfungsi sebagai guru itu pun melalui proses serupa dan seterusnya
demikian dalam urutan sejarah ke masa lalu. Model dan praktik pendidikan seperti
ini menyebabkan anak-anak tidak memiliki pengalaman memperoleh nilai dan
IPTEK seperti yang dialami para guru mereka sebelumnya.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
31/34
31
Nilai dan teori IPTEK bukan menjadi bagian dri kehidupan anak-anak yang
tumbuh dari yang di dalam dirinya, tapi sesuatu yang telah datang dari luar. Akibat
lebih jauh dari model pendidikan di atas, pendidikan gagal berfungsi sebagai wahana
anak-anak untuk bisa belajar hidup dengan segala persoalan yang ada di dalamnya.
Peluang terbuka lebih tersedia di luar lembaga pendidikan formal di dalam
kehidupan sosial, tanpa kontrol dan sistem yang jelas.
Selama ini pendidikan formal bagaikan sebuah paket kiriman tentang nilai
dan IPTEK dari subyek yang tak dikenal yang harus diterima anak-anak karena
mereka memang tidak mempunyai pilihan lain. Perilaku anak-anak dan juga warga
masyarakat seringkali berbeda dan bertentangan dengan paket nilai dan IPTEK yang
telah mereka terima selama ini. Melalui kritik pendidikan sebagai wahana belajar
itulah mungkin bisa dipahami berbagai bentuk kekerasan, keberingasan dan
kesadisan dalam kehidupan di berbagai kota besar, yang sudah menjadi berita harian.
Dunia pendidikan mengalami situasi yang tak jauh beda dengan dunia sosial
yang lebih luas dengan maraknya kekerasan antar pelajar bahkan justru di kalangan
mahasiswa sepanjang tahun. Patut kita bertanya, apa yang salah dengan kehidupan
sosial yang telah dan sedang kita jalani, apa yang salah dalam kebijakan dan praktik
pendidikan yang kita tempuh. Kecenderungan tersebut menunjukkan fenomena
kemanusiaan yang lebih serius di dalam peradaban yang modern. Manusia bukan
hanya menghadapi keterasingan atas orang dan benda teknologi serta alam, tapi juga
mengalami dehumanisasi modernitas yang telah kehilangan semangat kemanusiaan.
Manusia seperti mengalami titik balik praktik kelelahan yang amat serius,
akibat diterpa mekanika rasionalitas dan logika linier dari kehidupan sehari-hari di
dalam setiap langkah hidupnya.
Pil koplo, ganja, dan obat-obatan perangsang lain menjadi tempat pelarian
anak-anak yang mengalami pengasingan yang mengasyikan sekaligus memperbesar
dan mempermudah dorongan perilaku beringas dan sadis. Formula mekanis
kehidupan terus menerus mengejar manusia kemana pun merek berada, di rumah, di
sekolah, di jalan, dan di pusat-pusat berbelanjaan, bahkan di pusat-pusat hiburan dan
kantor pemerintahan. Manusia anak-anak itu hendak lari dari dunia yang tidak
memberi kesempatan bagi mereka untuk bisa menyadari dan merenungkankemanusiaannya sendiri, tetapi hampir selalu berakhir dengan kegagalan.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
32/34
32
Bentrok antar pelajar dan mahasiswa, yang kembali terulang dan berulang
terus sepanjang tahun merupakan persoalan yang integral dan sikap terhadap
kehidupan. Kekerasan demi kekerasan diatas juga dilakukan dan terjadi di seluruh
strata sosial hingga yang tertinggi, melalui dan dalam berbagai bentuk berbeda.
Sesuai tingkatan sosial setiap warga atau anak-anak, kekerasan di strata lebih tinggi,
bersifat non-fisik seperti kolusi atau korupsi serta selingkuh moral, ekonomi dan
politik lainnya, tapi dampak tindakan amoral tak kalah kerasnya dengan kekerasan
fisik yang dilakukan di strata lebih bawah.
Fenomena kekerasan, memerlukan petunjuk mengenai pandangan mengenai
kehidupan. Hidup manusia bagaikan roh dan jiwa, menjadi sekedar mekanisme dunia
materiel yang terbatas dan pendek yang dilembagakan secara sistematis dalam
praktik pendidikan, tidak akan bisa mengusung manusia untuk bisa menahan diri.
Harapan hidup manusia menjadi terbatas di dalam wilayah dan ruang fisik yang
terbagi habis tanpa sisa bagi orang lain. Akibatnya, sulit bagi seseorang memberi
tempat orang lain di sisinya secara bersama, sementara pada saat yang sama juga tak
ada ruang sosial bagi dirinya di tempat orang lain, kecuali orang lain atau dirinya
sendiri tersingkir atau mati dan kalah dalam pertempuran budaya yang lebih sengit
dan perang fisik.
Sayangnya, praktik pendidikan justru lebih banyak berhenti hanya sebagai
usaha penyiapan bagimana menyikapi posisi ekonomi dan membuat ruang
kehidupan yang lebih luas yang dapat ditempati banyak orang lain. Pendidikan
cenderung terperangkap sebagai pembiasaan menduduki posisi yang terbatas dan
yang sebaliknya gagal mendorong peserta didik untuk bisa belajar bagaimana hidup
dalam serba keterbatasan dengan tetap bisa dan bersedia memberi ruang bagi orang
lain. Karena itu, pendidikan seharusnya merupakan pendidikan untuk belajar
mengenai situasi dimana peserta didik itu harus dan akan hidup.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, kita belajar melalui pendidikan agar kita dapat
menghindari perilaku menyimpang yang sering terjadi yakni kekerasan antar pelajar
maupun mahasiswa. Selain itu kita juga dapat belajar bagaimana cara mengindari
kekerasan di dalam dunia pendidikan.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
33/34
33
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Agar pendidikan berjalan tanpa kekerasan, yang terpenting untuk
menanggulangi munculnya praktik bullying di sekolah adalah ketegasan sekolah
dalam menerapkan peraturan dan sanksi kepada segenap warga sekolah, termasuk di
dalamnya guru, karyawan, dan siswa itu sendiri. Untuk itu, pemahaman yang cukup
tentang pendidikan yang humanis perlu diketahui semua pihak yang terlibat dalam
pendidikan.
Tindakan kekerasan atau bullying dapat dibedakan menjadi kekerasan fisik
dan psikis. Kekerasan fisik dapat diidentifikasikan berupa tindakan pemukulan,
penamparan dan tendangan. Dampaknya, tindakan tersebut dapat menimbulkan
bekas lukaatau memar pada tubuh, bahkan dalam kasus tertentu dalam menimbulkan
kecacatan permanen yang harus ditanggung seumur hidup oleh si korban.
3.2 Saran
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan
karena terbatasnya pengetahuan dan kekurangan rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah yang saya susun tersebut.
Saya selaku penulis banyak berharap para pembaca sudi memberikan kritik
dan saran yang tentunya membangun kepada saya, demi mencapainya
kesempurnaan dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi saya dan
pada khususnya seluruh pembaca makalah ini.
-
8/16/2019 Kekerasan Di Dunia Pendidikan Berbasis Gender
34/34
DAFTAR PUSTAKA
• Douglas, Jack D dan Frances Chaput Waksler, “Kekerasan” dalam Thomas
Santoso (Penerjemah). Teori-Teori Kekerasan. Jakarta: Ghalia, 2002
• Drs. ABD. Rahman Assegaf, M.A “Pendidikan Tanpa Kekerasan” .
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004
• Stevan M. Chan “Pendidikan Liberal Berbasis Sekolah” dalam Dr. Abdul
Munir Mulkhan (Pengantar) : Kreasi Wacana, 2002
• Kusumah, Mulyana W. Analisa Kriminoligi Tentang Kejahatan-Kejahatan
Kekerasan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982
• Darminta, J. SJ, “ Mengubah Tanpa Kekerasan”. Yogyakarta: Kanisius. 1993
• Krishnamurti, J “ Bebas Kekerasan”. Malang: Yayasan Krishnamurti Indonesia.
1982
• Morin,Edgar. “Tujuh Materi Bagi Dunia Pendidikan”. Yogyakarta: Kanisius,
2005.