kel. 6 (enam) pkn

Upload: atikawe

Post on 16-Oct-2015

85 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

JUFSJA

TRANSCRIPT

28

BAB IPENDAHULUAN

0. Latar BelakangSecara etiomologi, geopolitik berasal dari kata geo dan politik. Geo berarti bumi dan Politik berasal dari bahasa Yunani politeia, berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri (negara) dan teia yang berarti urusan. Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa.[footnoteRef:1] Jadi geopolitik adalah suatu studi yang mengkaji masalah-masalah geografi, sejarah dan ilmu sosial, dengan merujuk kepada politik internasional. Geopolitik mengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah geografi, yang mencakup lokasi, luas serta sumber daya alam wilayah tersebut. Geopolitik mempunyai empat unsur yang pembangun, yaitu keadaan geografis, politik dan strategi, hubungan timbal balik antara geografi dan politik, serta unsur kebijaksanaan.[footnoteRef:2] [1: Srijanti, Rahman, A., dan S.K., Purwanto. 2008. Etika Berwarga Negara untuk Perguruan Tinggi edisi 2. Jakarta : Salemba Empat.] [2: Jamzuri, Muhammad. 2012. Geopolitik Timur Tengah. Dalam http://mjamzuri.com/index.php/artikel/politik-a-hubungan-internasional/22-geopolitik-timur-tengah diakses tanggal 17 Desember 2013.]

Negara Indonesia merupakan Negara kesatuan berbentuk republik. Negara kesatuan adalah Negara yang diatur oleh pemerintah pusat yang memegang seluruh kewenangan pemerintahan. Dalam pelaksanaan pemerintahannya dapat berupa sistem sentralisasi atau sistem desentralisasi. Sentralisasi artinya dalam penyelenggaraan pemerintahan, tidak ada pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sebaliknya, desentralisasi berarti ada pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal inilah yang biasa disebut dengan otonomi daerah.[footnoteRef:3] Adapun landasan hukum otonomi daerah adalah UU No.12 Tahun 2008.[footnoteRef:4] [3: triyanto.staff.fkip.uns.ac.id/files/2011/08/Geopolitik-Geostrategi.pdf geopolitik geostrategi.pdf diakses tanggal 17 Desember 2013.] [4: http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU_12_Tahun_%202008.pdf diakses tanggal 17 Desember 2013.]

Secara geopolitik Indonesia juga berada pada posisi yang sangat strategis, karena berada antara dua benua dan dua samudra. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan masyarakatnya yang beraneka ragam.[footnoteRef:5] Dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat dalam bentangan wilayah nusantara yang sangat luas ini, penyelenggaraan pemerintahan dengan asas sentralisasi tidak lagi efektif. Oleh karena sejak awal berdirinya Negara ini, para pendiri Negara telah merencanakan pemberian otonomi dalam kerangka negara kesatuan. Asas otonomi daerah sesungguhnya dimaksudkan untuk lebih meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan serta meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat.[footnoteRef:6] [5: http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/geografi-indonesia diakses tanggal 17 Desember 2013.] [6: Fahroji, N.F. 2011. Makalah Pendidikan Kewarganegaraan Geopolitik Indonesia. Jakarta : Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Tangerang.]

Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi dipandang sebagai proses terselenggaranya distribusi kewenangan secara serasi dan proporsional antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintahan kabupaten dan kota dalam bingkai keutuhan negara-negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 6Dalam kepentingan Negara Indonesia, konsep geopolitik digunakan untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa serta lancarnya pembangunan nasional.[footnoteRef:7] Selain itu, dalam pembukaan UUD RI 1945, sebagai tujuan Negara, Negara Indonesia seringkali disebut sebagai negara yang mengusung gagasan Negara kesejahteraan (Wellfare State).[footnoteRef:8] Hal ini juga sejalan dengan UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur bahwa hakekat dari otonomi daerah adalah untuk kesejahteraan masyarakat dan dapat terlaksananya pembangunan kerjasama antar daerah.[footnoteRef:9] Jadi, otonomi daerah sesungguhnya merupakan langkah sistimatis yang merupakan jawaban atas permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman disintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia. Otonomi daerah juga merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah.[footnoteRef:10] Berkaitan dengan hal tersebut, peran pemerintahan daerah sangat menentukan berhasil tidaknya daerah otonom menciptakan kemandirian untuk membangun daerahnya. [7: Buku Modul Kuliah Kewarganegaraan. 2012. Dalam http://baa.unas.ac.id/download/buku%20panduan/Buku-Modul-Kuliah-Kewarganegaraan.pdf. Hlm. 114-116.] [8: Tavip, Muhammad. T.th. Dinamika Konsep Negara Kesejahteraan Indonesia dalam UUD 1945. Dalam http://hukum.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/04/Jurnal-Tavip.docx diakses tanggal 17 Desember 2013.] [9: http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU_32_2004_Pemerintahan%20Daerah.pdf diakses tanggal 17 Desember 2013.] [10: Mardiasmo. 2002. Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian Daerah. Dalam http://ejournal.narotama.ac.id/files/Jurnal%20Otonomi%20Daerah_Mardiasmo.doc diakses tanggal 17 Desember 2013.]

0. Tujuan Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:1. Mengetahui pengertian geopolitik1. Mengetahui geopolitik sebagai kepentingan nasional dan perwujudannya1. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai geopolitik1. Menjelaskan pengertian otonomi daerah1. Menjelaskan hakekat bentuk, problematik, arah kebijaksanaan dan tata ruang dalam rangka otonomi daerah1. Mengkaji peranan geopolitik dalam era otonomi daerah1. Menjelaskan pembagian kekuasaan pusat dan daerah dalam otonomi1. Menjelaskan konsep Negara Kesejahteraan1. Menganalisa kepentingan otonomi daerah demi kesejahteraan rakyatBAB IIPERMASALAHAN

2.1 Rumusan MasalahBerdasarkan uraian latar belakang di atas, didapat rumusan masalah sebagai berikut:1. Apa yang dimaksud dengan geopolitik?2. Bagaimana kondisi geopolitik di Indonesia bila ditinjau dari sudut otonomi daerah?3. Apa keuntungan dan kerugian dari sistem otonomi daerah?4. Bagaimana hubungan UU No.12 tahun 2008 tentang Pemerintah Desa dengan kondisi geopolitik di Indonesia?5. Bagaimana penerapan UU No.12 tahun 2008 tentang Pemerintah Desa di Indonesia?6. Apa yang dimaksud dengan konsep Welfare State?7. Bagaimana penerapan Welfare State di Indonesia?

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Geopolitik dan Otonomi Daerah dalam Rangka Kesejahteraan Rakyat Indonesia3.1.1 Geopolitik IndonesiaGeopolitik berasal dari kata ego yang artinya bumi. Sedangkan politik berarti kekuatan yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan dasar dalam menentukan alternatif kebijaksanaan nasional untuk mewujudkan tujuan nasional. Geopolitiknya Indonesia dapat disimpulkan sebagai suatu cara dalam rangka mewujudkan Negara Kesatuan Repulik Indonesia yang sejahtera.[footnoteRef:11] [11: Alfiandra dkk. Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn). (Palembang: Unit Pengembang Teknis Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian, 2010). Hal. 61]

3.1.2 Otonomi Daerah3.1.2.1 Arti dan Makna Otonomi DaerahPenyelenggaraan negara secara garis besar diselenggarakan dengan dua sistem yakni sistem sentralisasi dan sistem desentralisasi. Sistem sentralisasi jika urusan yang bersangkutan dengan aspek kehidupan dikelola di tingkat pusat. Pada hakekatnya sifat sentralistik itu merupakan konsekuensi dari sifat negara kesatuan.Perdebatan penyelenggaraan negara yang sentralistik yang dipertentangkan dengan desentralisasi sudah sangat lama diperbincangkan, namun sampai sekarang isu-isu tentang penyelenggaraan negara yang diinginkan terus berkembang sebagaimana dikemukakan oleh Graham (1980:219) yang menyatakan The old over desentralized versus centralized development strategies may will be dead, but the issues are still very much aliveDalam perkembangan selanjutnya nampaknya desentralisasi merupakan pilihan yang dianggap terbaik untuk menyelenggarakan pemerintahan, meskipun implementasinya di beberapa negara, terutama di negara ketiga masih banyak mendapat ganjalan struktural, sehingga penyelenggaraan desentralisasi politik masih setengah hati.Sistem desentralisasi adalah sistem dimana sebagian urusan pemerintahan diserahkan kepada daerah untuk menjadi urusan rumah tangganya. Dengan demikian daerah bertanggung jawab sepenuhnya pengelolaan baik dari aspek perencanaan, peralatan dan pembiayaan maupun personil dan lain-lainnya.Desentralisasi dan otonomi didefinisikan dalam berbagai pengertian. Rondinelli (1981) mendefinisikan desentralisasi sebagai as a the transfer or delegation of legal and political authority to plan, make decision and manage public functions fron central government and its agencies to field organization of those agencies, subordinate unit of government, semi autonomous public corporations, area wide or regional development outhorities, functional outhorities, outonomous local government, or non-government organization ( Suatu tranfer atau delegasi kewenangan legal dan politik untuk merencanakan , membuat kepuusan dan mengelola fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat dan agen-agennya kepada petugas lapangan, korporasi-korporasi publik semi otonom, kewenangan pembangunan wilayah atau regional, pemerintah lokal yang otonom atau organisasi non pemerintah ).PBB pada tahun 1962 memberikan pengertian desentralisasi sebagai berikut; pertama, dekonsentrasi yang juga disebut dekonsentrasi birokrasi dan administrasi. Kedua, devolusi yang sering disebut desentralisasi demokrasi dan politik.Adapun tingkatan desentralisasi sebagai berikut:1. Dekonsentralisasi, pada hakekatnya bentuk desentralisasi yang kurang ekstensif, hanya sekedar pergeseran beban kerja dari kantor-kantor pusat departemen ke pejabat staff tanpa wewenang untuk memutuskan bagaimana fungsi-fungsi yang dibebankan kepadanya harus dilaksanakan. Artinya para pejabat staff tidak diberi hal dan kewenangan dalam perencanaan, maupun pembiayaan dan hanya kewajiban dan tanggung jawab kepada pejabat tingkat atasnya.2. Delegasi, bentuk lain dari desentralisasi adalah delegasi pembuatan keputusan dan kewenangan manajemen untuk melaksanakan fungsi-fungsi publik tertentu dan hanya dikontrol oleh departemen-departemen pusat.3. Devolusi, merupakan desentralisasi politik (political decentralization) yang memiliki karakteristik sebagai berikut:a. Diberikan otonomi penuh dan kebebasan tertentu pada pemerintah daerah serta kontrol yang relatif kecilb. Pemerintah daerah harus memiliki wilayah dan kewenangan hukum yang jelas dan berhak untuk menjalankan kewenangan dalam menjalankan fungsi-fungsi publik dan politik atau pemerintahanc. Pemerintah daerah harus diberi corporate status dan kekuasaan yang cukup untuk menggali sumber-sumber yang diperlukan untuk menjalankan semua fungsinyad. Perlu mengembangkan pemerintah daerah sebagai institusi dalam arti bahwa ia akan dipersiapkan oleh masyarakat di daerah sebagai organisasi yang menyediakan pelayanan yang memuaskan kebutuhan mereka serta sebagai satuan pemerintahan dimana mereka berhak untuk mempengaruhi keputusannyae. Adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan serta koordinasi yang efektif antara pusat dan daerah.Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan prinsip dari desentralisasi adalah adanya pelimpahan atau penyerahan wewenang dari pemerintah pusat (central government) kepada satuan-satuan pemerintah di bawahnya untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri.Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 antara lain, menyatakan bahwa pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang.Dalam penjelasanpasal tersebut, antara lain dikemukakan bahwa oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tidak akan memiliki Daerah dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagai dalam Daerah Propinsi dan Daerah Propinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil.Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek en locale rechtgemeenschappen) atau bersifat administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang. Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan Badan Perwakilan Daerah. Oleh karena itu, di daerah pun, pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.Sesuai dengan Ketetaoan MPR-RI Nomor XV/MPR/1998, penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada Daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perumbangan keuangan pusat dan daerah. Disamping itu, penyelenggaraan Otonomi Daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.Dengan memperhatikan pengalaman penyelenggaraan otomi daerah pada masa lampau yang menganut prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada otonomi yang lebih merupakan kewajiban daripada hak, maka dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pemberian kewenangan otonomi kepada daerah kabupaten dan daerah kota didasarkan kepada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu keleluasaan otomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengadilan dan evaluasi.Otonomi untuk daerah propinsi diberikan secara terbatas yang meliputi kewenangan lintas kabupaten dan kota, dan kewenangan yang tidak atau belum dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, serta kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya.Pemberian kedudukan propinsi sebagai daerah otonom dan sekaligus sebagai wilayah adminitrasi dilakukan dengan pertimbangan :1. Untuk memelihara hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.1. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang bersifat lintas daerah kabupaten dan daerah kota serta melaksanakan kewenangan otonomi daerah yang belum dapat dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota.1. Untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tertentu yang dilimpahkan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi.Otonomi memungkinkan terlaksananya botton up planning secara signifikan dan mengikis rantai birokrasi yang dirasakan menghambat pelayanan kepada masyarakat. Otonom juga akan dapat memberdayakan partisipasi masyarakat yang lebih besar dalam pelaksanaan pembangunan, sehingga pembangunan akan berjalan sesuai dengan kebutuhan di daerahnya.3.1.2.2 Hakikat Otonomi Daerah[footnoteRef:12] [12: Peranan Geopolitik dalam Era Otonomi Daerah Guna Mereduksi Potensi Disintegrasi Wilayah. Seman Widjojo. Fakultas Geografi UGM. 30 Agustus 2003.]

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Daerah otonom (daerah) adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang. Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintah oleh pemerintah daerah dan DPRD.Asas-asas dalam mengelola daerah :1. Desentralisasi pelayanan rakyat / publik. Desentralisasi merupakan power sharling (otonomi formal dan otonomi material).1. Dekonsentrasi, diselenggarakan karena tidak semua tugas-tugas teknis pelayanan kepada rakyat dapat diselenggarakan dengan baik oleh pemerintah daerah (kabupaten / kota).1. UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.3.1.2.3 Perubahan Undang-Undang Otonomi DaerahUndang-Undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2008 merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang nomorr 32 TAHUN 2004 tentang pemerintahan daerah atas dasar pertimbangan:1. bahwa dalam rangka mewujudkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan agar mampu melahirkan kepemimpinan daerah yang efektif dengan memperhatikan prinsip -demokrasi, persamaan, keadilan, dan kepastian hukum dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;2. bahwa untuk mewujudkan kepemimpinan daerah yang demokratis yang memperhatikan prinsip persamaan dan keadilan, penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga negara yang memenuhi persyaratan;3. bahwa dalam rangka mewujudkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan agar mampu melahirkan kepemimpinan daerah yang efektif dengan memperhatikan prinsip -demokrasi, persamaan, keadilan, dan kepastian hukum dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;4. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah terjadi perubahan, terutama setelah putusan Mahkamah Konsiitusi tentang calon perseorangan; 5. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah belum diatur mengenai pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang raenggantikan kepala daerah yang meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya; 6. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah belum diatur mengenai pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang meninggal dunia, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus; 7. bahwa dalam rangka efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, perlu adanya pcngaturan untuk mengintegrasikan jadv/al penyelenggaraan pemilihan kepala daerah sehingga Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Femerintahan Daerah perlu diubah;

3.1.3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008Dikaitkan dengan pemerintahan desa yang keberadaannya adalah berhadapan langsung dengan masyarakat maka sejalan dengan otonomi daerah yang dimaksud, upaya untuk memberdayakan (empowering) Pemerintahan desa harus dilaksanakan dan tidak dapat ditunda-tunda lagi. Salah satu ciri pelayanan yang baik adalah dapat memberikan kepuasan bagi yang memerlukan karena cepat, mudah, dan bila ada biaya maka harus ada kepastian dapat terjangkau. Disamping itu pelayanan harus relatif dekat dengan yang memerlukannya, posisi Pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat adalah pemerintah Desa. Sedangkan dari segi pengembangan peran serta masyarakat, maka Pemerintah Desa selaku pembina, pengayom dan pelayan kepada masyarakat yang sangat berperan dalam menunjang mudahnya digerakkan untuk berpartisipasi. Penyelenggaraan Pemerintahan desa merupakan subsistem dalam sistem penyelenggaraan Pemerintahan Nasional sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Landasan pemikiran dalm pengaturan mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, Otonomi asli, demokrasi dan pemberdayaan mayarakat.Pada masa reformasi Pemerintahan Desa diatur dalam UU No. 22/1999 yang diperbarui menjadi 32/2004 Jo. Undang-Undang No.12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah sebagi perubahan keduanya, khususnya pada Bab XI pasal 200 s/d 216. Undang-undang ini berusaha mengembalikan konsep, dan bentuk Desa seperti asal-usulnya yang tidak diakui dalam undang-undang sebelumnya yaitu UU No. 5/1979. Menurut undang-undang ini, Desa atau disebut dengan nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memilik kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yg diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/atau digabung dengan memperhatikan asal-usulnya atas prakarsa masyarakat dengan persetujuan Pemerintah Kabupaten dan DPRD.Adapun yang dimaksud dengan istilah desa dalam hal ini disesuaikan dengan kondisi sosial, budaya masyarakat setempat seperti Nagari, Kampung, Huta, Bori dan Marga. Sedangkan yang dimaksud dengan asal-usul adalah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya.Secara substantif undang-undang ini menyiratkan adanya upaya pemberdayaan aparatur Pemerintah Desa dan juga masyarakat desa. Pemerintahan Desa atau dalam bentuk nama lain seperti halnya Pemerintahan Marga, keberadaannya adalah berhadapan langsung dengan masyarakat, sebagai ujung tombak pemerintahan yang terdepan. Pelaksaaan otonomisasi desa yang bercirikan pelayanan yang baik adalah dapat memberikan kepuasan bagi masyarakat yang memerlukan karena cepat, mudah, tepat dan dengan biaya yang terjangkau, oleh karena itu pelaksanaan di lapangan harus didukung oleh faktor-faktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan tentang Desa tersebut.Posisi Pemerintahan Desa yang paling dekat dengan masyarakat adalah Pemerintah Desa selaku pembina, pengayom, dan pelayanan masyarakat sangat berperan dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan Desa.Penyelenggaraaan Pemerintahan Desa merupakan sub sistem dalam penyelenggaraan sistem Pemerintahan Nasional, sehingga Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Adapun landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli dan pemberdayaan masyarakat.Pemerintah desa selain menjalankan tugasnya dalam bidang Pemerintahan dan bidang Pembangunan, pemerintah desa juga melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang kemasyarakatan. Dimana dalam bidang kemasyarakatan, kepala desa dan perangkat desa berperan aktif dalam menangani tugas dalam bidang kemasyarakatan ini.Pemerintah Desa turut serta dalam membina masyarakat desa, seperti yang kita ketahui Pemerintah desa mempunyai kewajiban menegakan peraturan perundang-undangan dan memelihara ketertiban dan kententraman masyarakat. Ketertiban adalah suasana yang mengarah kepada peraturan dalam masyarakat menurut norma yang berlaku sehingga menimbulkan motivasi bekerja dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.3.1.4 Konsep Welfare State (Negara Kesejahteraan)Negara Indonesia seringkali disebut sebagai negara yang mengusung gagasan Negara kesejahteraan (wellfare State/WS), hal ini karena di dalam pembukaan UUDRI 1945 terdapat salah satu tujuan negara yang mengekspresikan gagasan Negara kesejahteraan itu. Gagasan Negara kesejahteraan sebagai sebuah konsep, bukan terlahir dari sebuah ihtiar pendek. Ditilik dari perspektif sejarah, WS hadir dalam bayang-bayang pergumulan dua ideologi ekstrim yakni, individualisme dan kolektivisme. Dalam perkembangan selanjutnya gagasan Negara kesejahteraan berkembang menjadi beberapa konsep dengan menampilkan beberapa varian.[footnoteRef:13] [13: Esping-Andersen membagi negara kesejahteraan ke dalam tiga bentuk yaitu:Residual Welfare State, yang meliputi negara seperti Australia, Kanada, Selandia Baru, dan Amerika Serikat, dengan basis rezim kesejahteraan liberal dan dicirikan dengan jaminan sosial yang terbatas terhadap kelompok target yang selektif serta dorongan yang kuat bagi pasar untuk mengurus pelayanan publik.Universalist Welfare State, yang meliputi negara seperti Denmark, Finlandia, Norwegia, Swedia, dan Belanda, dengan basis rezim kesejahteraan sosial demokrat dan dicirikan dengan cakupan jaminan sosial yang universal dan kelompok target yang luas serta tingkat dekomodifikasi yang ekstensif.Social Insurance Welfare State, yang meliputi negara seperti Austria, Belgia, Prancis, Jerman, Italia, dan Spanyol dengan basis rezim kesejahteraan konservatif dan dicirikan dengan sistem jaminan sosial yang tersegmentasi serta peran penting keluarga sebagai penyedia pasok kesejahteraan.Di sini, WS bergerak dari bentuk gagasan menuju konsep, model, dan teori. ]

Konsep negara kesejahteraan seringkali dipersepsikan berbeda-beda, tergantung dari sudut pandang dari sesorang yang tengah memperbincangkannya. Ada yang mempersepsikan dari spectrum ekonomi (seperti Nicholas Bar),[footnoteRef:14] politik (Briggs),[footnoteRef:15] Ideolgi (Titmuss). Terhadap pandangan-pandangan itu, terdapat elemen-elemen dasar yang dapat mempertautkan gagasan yang multipersepesi tersebut, hingga membentuk pemahaman awal atas pengenalan konsep negara kesejahteraan. Elemen-elemen itu adalah negara (pemerintah), pasar dan masyarakat. Jika elemen-elemen dasar itu dielaborasi dan dikonstruksi, maka membentuk wujud dasar untuk mengenal konsep negara kesejahteraan, yaitu suatu konsep yang mendudukan peran pemerintah secara terukur dan berkomitmen terhadap persamaan sosial dan keadilan dengan mengacu pada tiga prinsip berikut ini: [14: Bar, The economics of the welfare state, Oxford, 1998. ] [15: A Briggs, The welfare State in historical Perspective, European Journal of Sociology, 1961.]

1. Perbaikan dan pencegahan terhadap efek-efek yang merugikan fungsi ekonomi pasar, khususnya yang merugikan bagi kesejahteraan pihak yang secara ekonomi dan sosial dianggap kurang mampu; 2. Distribusi kekayaan dan kesempatan bagi semuanya secara adil dan merata; dan3. Promosi terhadap kesejahteraan sosial dan sistem jaminan bagi yang kurang agar mampu memperoleh manfaat yang lebih besar.Dengan beroperasi didasarkan pada prinsip-prinsip tersebut di atas, konsep negara kesejahteraan memiliki enam tujuan dasar, yakni: pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja yang cukup, stabilitas harga, pembangunan dan ekspansi sistem jaminan sosial serta peningkatan kondisi kerja, distribusi modal dan kesejahteraan yang seluas mungkin, dan promosi terhadap kepentingan dan kelompok sosial dan ekonomi yang berbeda-beda[footnoteRef:16]. [16: Memahami bahwa konsep negara kesejahteraan seperti itu, maka karakter hukum pada negara kesejahteraan seharusnya adalah responsif (Demokratis). Konsep hukum responsive dikemukakan oleh Nonet dan Zelsnick. ]

Untuk kepentingan analisis, konsep negara kesejahteraan lebih ditekankan pada aspek sistim jaminan sosial. Sistim jaminan sosial pada suatu negara sering kali dituangkan dalam wujud legislasi dan kebijakan sosial. Tak dapat disangkal bahwa bahwa konsep negara kesejahteraan tidak identik dengan kebijakan sosial, tetapi sebuah negara yang disebut mengusung konsep negara kesejahteraan tidak akan bermakna jika tidak terdapat sistim jaminan sosial di dalam legislasi dan kebijakan sosialnya. Dinna Wisnu[footnoteRef:17] memberi peringatan atas kerancuan pemahaman terhadap pengertian antara Negara kesejahteraan dan jaminan sosial ini. Senada dengan pernyataan itu, relevan mengutip pendapat yang dikemukan oleh Esping-Andersen sebagaimana dikutip oleh Darmawan Triwibowo[footnoteRef:18], Negara kesejahteraan bukanlah satu konsep dengan pendekatan baku. Negara kesejahteraan lebih sering ditengarai dari atribut-atribut kebijakan pelayanan dan transfer sosial yang disediakan oleh negara (pemerintah) kepada warganya, seperti pelayanan pendidikan, transfer pendapatan, pengurangan kemiskinan, sehingga kedua-nya (negara kesejahteraan dan kebijakan sosial) sering diidentikkan. Hal itu tidaklah tepat karena kebijakan sosial tidak mempunyai hubungan biimplikasi dengan negara kesejahteraan. Kebijakan sosial bisa diterapkan tanpa keberadaan negara kesejahteraan, tapi sebaliknya negara kesejahteraan selalu membutuhkan kebijakan sosial untuk mendukung keberadaannya. [17: Telusuri Dinna Wisnu, Poltik Sistim Jaminan Sosial, Menciptakan Rasa Aman Dalam Ekonomi Pasar, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2012. Hlm.33. ] [18: Darmawan Tri Wiowo, Mimpi Negara Negara Kesejahteraan, LP3ES, Jakarta, 2006. hlm 8.]

Mendasarkan pada pemahaman demikian, maka betapa sebuah sisitim jaminan sosial merupakan elemen penting untuk mendukung keberadaan negara kesejahteraan Indonesia.3.1.4.1 Hubungan Pancasila dan UUD 1945 dengan konsep negara kesejahteraanMeskipun konsep negara kesejahteraan tidak tercantum secara normatif (tegas) dalam UUD 1945, bukan berarti dapat disimpulkan bahwa Indonesia bukan sebagai negara yang mengusung konsep negara kesejahteraan. Harus diingat bahwa membaca sebuah teks hukum tidak cukup hanya dengan melihat apa yang tertuang secara tekstual. Terkait dengan masaah ini, Philiphus M Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati menjelaskan[footnoteRef:19] bahwa menjelaskan norma harus diawali dengan pendekatan konseptual, karena norma sebagai suatu bentuk proposisi tersusun atas rangkaian konsep. Demikian pula halnya Soepomo berpandangan,[footnoteRef:20] bahwa membaca UUD 1945 tidak cukup hanya dengan melihat pasal-pasalnya saja, tetapi juga harus melihat bagaimana dialkektika yang terjadi pada saat merumuskannya, karena melalui jalan ini dapat ditangkap spirit yang terdapat dibalik setiap pasal-pasal itu. [19: Philiphus M hadjon, Tatiek Sri Djatmiati, Argurmntasi hukumhlm.38-39. ] [20: Dalam kaiatan dengan membaca teks UUD 1945. Soepomo adalah salah seorang dari sekian banyak tokoh yang terlibat dalam proses penyusunan naskah UUD 1945. ]

Melalui dua pandangan yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa membaca teks UUD 1945 (hal mengenai dan berhubungan dengan konsep negara kesejahteraan) harus menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan sejarah lahirnya UUD 1945. Selain itu, sistimatika UUD 1945 yang mengandung gagasan kesejahteraan sosial ditemui pada Bab XIV. Apabila dicermati, dapat dikonstruksikan bahwa Pancasila sebagai philosophische grondslagtertera di dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagai philosophische grondslag maka berarti Pancasila berkedudukan sebagai sumber hukum ketatanegaraan Indonesia, menjadi inspirasi bagi pembentukan kaidah hukum di Indonesia[footnoteRef:21]. Hal ini selanjutnya berarti bahwa eksistensi Pembukaan UUD 1945 demikian strategisnya dalam sistim ketatanegaraan Indonesia[footnoteRef:22]. [21: Teori yang relevan dalam mengeksplanasi hal ini adalah yang dikembangkan oleh Hans Kelsen dan Hans Nawiasky. ] [22: Adagium yang memperlihatkan tetang strategisnya Pembukaan UUD 1945 dalam ketatanegaraan Indonesia adalah mengubah Pembukaan UUD 1945 berarti membubarkan negara Indonesia. Hal dapat dipahami karena dalam pembukaan UUD 1945 termuat Dasar Negara dan Tujuan negara, yang jika dirujuk pada teori konsitusi yang dikemukan A.A.H Struycken, maka dalam pembukaan UUD 1945 tersebut merupakan tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketetanegaraan suatu negara, yang memuat cita-cita hasil perjuangan politik masa lalu. ]

Apabila gagasan kesejahteraan sosial terserap di dalam pembukaan UUD 1945 (sebagaimana yang digambarkan sebelumnya), maka berarti bahwa gagasan kesejahteraan sosial tidak hanya sekedar memiliki keterhubungan dengan Pancasila dan tujuan negara, lebih jauh dari itu adalah bahwa gagasan kesejahteraan sosial merupakan sebuah kewajiban konstitusional dalam sistim ketatanegaraan Indonesia. 3.1.4.2 Perkembangan Tipe dan Karakteristik Negara Kesejahteraan Indonesia3.1.4.2.1 Era Orde lama: Masa Transisi yang tidak terkelola secara baikTidak seperti halnya negara Malaysa dan Singapura, meski merupakan bekas koloni Inggris, kedua negara ini memiliki sistim jaminan sosial yang relatif baik dan maju dibanding Indonesia[footnoteRef:23]. Ahmad Subianto[footnoteRef:24] dalam suatu kesempatan mengikuti workshop dana pensiun di Inggris, dengan tema Pension Scheme: Security and Choice, The UK Experience 2004, mendapat tanggapan atas pertanyaannya kepada nara sumber, bahwa dalam hal jaminan sosial, khususnya dana pensiun, Inggris mengcopy sistim dari Ducth. Pernyataan ini sangat inspiratif (terutama jika dihubungkan dengan narasi sebelumnya yang mengatakan bahwa Malasya dan singapura merupakan negara dengan sistim jaminan sosial yang lebih baik dan maju dari Indonesia), karena Malaysa dan Singapura melewati fase masa transisi dari bekas negara koloni menuju negara merdeka dengan tahap yang benar. [23: Telusuri Dinna Wisnu, Poltik Sistim Jaminan Sosial, Menciptakan Rasa Aman Dalam Ekonomi Pasar, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2012. Dinna melakukan riset tentang sistim jaminan social pada negara di Asia. Telusuri pula, Ahmad Subianto, Sistim Jaminan Sosial Nasional, Pilar Penyangga Kemandirian Perekonomian Bangsa, Gibon Books, Jakarta, 2011.] [24: Telusuri Ahmad Subianto, Sistim Jaminan Sosial Nasional, Pilar Penyangga Kemandirian Perekonomian Bangsa, Gibon Books, Jakarta, 2011. ]

Melaui narasi yang diuraikan di atas, seharusnya Indonesia berpotensi untuk menjadi baik pula, karena Indonesia adalah bekas koloni Belanda. Jika ternyata sejak awal kemerdekaan hingga kini, jaminan sosial di Indonesia masih belum maksimal, timbul pertanyaan,apa dan dimana titik kelemahan itu?, Padahal, UUD 1945 telah memberi koridor yang jelas melalui Aturan Peralihan, untuk menjaga kekosongan hukum dalam masa transisi menuju kemerdekaan dengan tetap memberlakukan setiap institusi dan produk hukum yang ada pada masa sebelumnya. Hal ini berarti, bahwa tentang produk hukum tentang sistim jaminan sosial juga termasuk di dalamnya. Lantas, mengapa Indonesia menjadi tertinggal dibanding dua negara tetangga tersebut?. Gejala ini membentuk kesan kuat bahwa pada masa transisi di awal kemerdekaan, penangan produk hukum tentang sistim kesejahteraan social tidak terkelola dengan baik.Berdasar penelusuran atas peraturan perundangan di masa Orde lama, Produk hukum yang beridiom kesejateraan sosial teriventarisasi sebagai berikut[footnoteRef:25]: [25: Produk hukum pada awal kemerdekaan ]

1. Undang-undang Nomor 33 Tahun 1947 Tentang Kecelakaan[footnoteRef:26] [26: Kecelakaan dalam pekerjaan. ]

2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1948 Tentang Kerja3. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Kesehatan;4. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1961 Tentang Persetujuan Konpensi Organisasi Perburuhan Internasional Nomor 106 Mengenai Istirahat Mingguan Dalam Perdagangan dan Kantor-Kantor.5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 Tentang Pendidikan Tinggi.6. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961 Tentang Kepegawaian.Dalam deretan Undang-undang yang disebutkan itu, secara ideologis berwatak kolkektif-soslialis[footnoteRef:27]. Demikian pula kebijakan sosial ekonomi nasionalisasi terhadap perusahaan asing merupakan kelanjutan dari mainstream berpikir pada masa itu, yaitu kembalinya peran negara diruang publik sebagai aktor utama[footnoteRef:28], setelah pada periode sebelumnya peran negara dominan di sektor publik dicap sebagai sebuah keburukan bagi umat manusia. [27: Yang menempatkan posisi pemerintah sebagai aktor utama memajukan kesejahteraan umum dibidang-bidang sosial tersebut. UU.No.5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok agraria (meski bukan secara langsung berhubungan bidang kesejahteraan social), juga menunjukkan tentang watak kolektif-sosialis itu.] [28: Demikian pula pembatalan atas hak-hak pertambangan melalui UU.No. 11 Tahun 1961. Pengumpulan uang dan barang untuk kepentingan pembangunan bidang kesejahteraan sosial melalui UU No.9 Tahun 1961. Pengendalian Harga Melalui PerPPU No.9 Tahun 1962. Kewajiban perusahaan minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri melalui PerPPU No.15 Tahun 1962.]

Terkait dengan hal ini, sebenarnya Jimly Asshidiqy[footnoteRef:29] telah menggambarkan mengenai dinamika ideologi yang bergerak dibalik realitas hukum dan kebijakan sosial ekonomi Indonesia sejak 1945-1990. Dalam salah satu simpulan berpikirnya mengatakan bahwa, Kebijakan dibidang politik berkembang dalam suasana alam pikiran kolektivisme, tetapi kebijakan di bidang ekonominya berkembang kearah individualme-kapitalisme[footnoteRef:30]. [29: Melalui hasil penelitian disertasinya yang telah dibukukan. Jimly Asshiddiqy. Gagasan, Bab III. ] [30: Ini merupakan tantangan Indonesia dimasa mendatang. Ibid, Bab V. ]

Memperhatikan secara seksama bahan hukum yang dikumpulkan tersebut, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Bahwa konfigurasi hukum yang mengatur tentang kesejahteraan sosial pada periode awal kemerdekaan hingga menjelang berakhirnya rezim orde lama berpola legislasi berpencar (tidak sistemik)[footnoteRef:31]. [31: Pengaturan tentang Perlindungan sosial dan jaminan sosial, berupa tunjangan kecelakaan,kematian, kesehatan, perumahan, pension dan bantuan sosial lainnya, tersebar tersembunyi dan menjadi bagian yang kecil dalam sistem pengaturan bidang kesehatan, ketenaga kerjaan, dan kepegawaian. Karena setiap Undang-undang sektoral itu menempatkan pasal-pasal tentang perlindungan dan jaminan sosial berjumlah lebih kecil dibanding dengan jumlah keseluruhan pasal yang mengaturnya. Padahal pembangunan kesejahteraan sosial seharusnya dibangun diatas dan dengan menegaskan hal yang dianggap kecil itu.]

2. Dengan pola legislasi berpencar, perlidungan sosial, jaminan sosial, rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial yang seharusnya tampak dalam sebuah negara kesejahteraan, menjadi lemah karena tidak terintegritasi dalam satu sitem pengaturan hukum yang berpola umbrella provission[footnoteRef:32]. [32: Pola-pola legislasi nasional suatu negara seringkali berupa : 1). Adanya satu sistem pengaturan dalam negara yang menjadi payung bagi legalitas aktifitas pada seluruh bidang yang serumpun. 2). Adanya sistem pengaturan hukum dalam negara yang tersebar dalam berbagai bidang aktifitas serta dalam bentuk hukum yang beragam, baik dari kedudukan maupun fungsinya. 3). Tidak tersedianya aturan yang jelas dalam negara untuk mengatur bidang aktifitas tertentu. ]

3. Salah satu kelemahan sistem pengaturan yang tidak sistemik adalah berpotensi tumpang tindih, sehingga dalam tataran praktis akan menyulitkan koordinasi dan Pengawasan. Dengan memperhatikan konfigurasi hukum yang mengatur tentang kesejahteraan sosial, dan melalui penelusuran terhadap norma-norma pengaturan terhadap undang-undangan sektoralnya tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa secara konseptual, pada masa awal kemerdekaan model negara kesejahteraan Indonesia adalah bertipe minimal-korporatif. Disebut bermodel minimal karena Indonesia terklasifikasi sebagai negara lemah, ditandai oleh pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial yang sangat kecil[footnoteRef:33]. Program kesejahteraan dan jaminan sosial diberikan secara sporadis, parsial dan minimal dan umumnya hanya diberikan kepada pegawai negeri, anggota ABRI dan pegawai swasta yang mampu membayar premi. [33: Hal ini dapat dipahami karena negara Indonesia masih berusia belia dan baru lepas dari belenggu penjajahan. ]

Disebut bermodel korporasi atau Work Merit karena norma pengaturan jaminan sosial juga dilaksanakan secara melembaga dan luas, namun kontribusi terhadap berbagai skema jaminan sosial berasal dari tiga pihak, yakni pemerintah, dunia usaha dan pekerja (buruh). Pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh aktor utama yaitu negara diberikan terutama kepada mereka yang bekerja atau mampu memberikan kontribusi melalui skema tunjangan maupun asuransi sosial. Sistem negara kesejahteraan yang menekankan pentingnya manajemen dan pendanaan negara dalam pemberian pelayanan sosial dasar, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan dan jaminan sosial, sangat dipengaruhi oleh pendekatan ekonomi manajemen-permintaan (demand-management economics) gaya Keynesian.3.1.4.2.2 Era Orde baruPertumbuhan ekonomi menjadi konsentrasi utama pemerintahan awal orde baru.[footnoteRef:34] Rizal Mallarangeng[footnoteRef:35] dalam bukunya Mendobrak Sentralisme Ekonomi mengilustrasikan bahwa perekonomian Indonesia pada masa awal orde baru sangat dipengaruhi oleh pemain dibalik layar (para ekonom kampus). Melalui keteguhan pendirian dengan semboyan tidak ada lagi Soekarno tidak ada lagi Hatta,[footnoteRef:36] yang ada adalah bahwa bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Walhasil, akselerasi nuansa individualisme menjadi bagian watak perundang-undangan pada awal periode ini.[footnoteRef:37] [34: Yang memulai masa baktinya pada 17 Oktober 1967. ] [35: Rizal Mallarangeng, Mendobrak Sentralisme Ekonomi Indonesia 1986-1992,Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Jakarta, cetakan III, 2008. hlm.43. ] [36: Ibid. Demikian para pemain dibelakang layar berkesimpulan, sebagaimana disebutkan oleh Rizal malarangeng. ] [37: Hal ini relevan dengan studi Jimly Asshiddiqy. Op.Cit. 177-218. Realitas hukum Indonesia pada periode ini tidak lepas dari skema global yang berwatak kapitalis.]

Pada periode ini terjadi privatisasi dan liberalisasi di berbagai bidang, [footnoteRef:38] hingga bidang kesehatan, pendidikan,perumahan di Indonesia. Jika dilihat dari dinamika bentuk hukum pengaturannya[footnoteRef:39], aktifitas privatisasi disandarkan pada dasar hukum yang tersebar dalam sistem pengaturan sektoral[footnoteRef:40]. Hal ini dapat ditemui pada bidang kesehatan dan pendidikan khususnya pada layanan kesehatan berupa Rumah Sakit. [38: Dengan terbitnya UU.No.3 Tahun 1970 Tentang Ketentuan Ketentuan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Perluasan masuknya modal asing melalui UU.No.11. Tahun 1970 Tentang Perubahan dan Penambahan UU.No. 1 tahun 1967. Terbitnya UU No.8 tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing Word Trade Organization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) Oleh Indonesia. Terbitnya UU.No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.] [39: Maksud Penulis adalah sebaran konfigurasi bentuk hukumnya berpola pada : 1). Umbrela Provission. 2). Bertebaran dalam sistem pengaturan sektoral. ] [40: Peraturan Menteri atau Keppres. ]

Pada periode Orde Baru ini juga, Khusus pembangunan di bidang kesejahteraan sosial, teridentifikasi peraturan perundang-undangan sebagai berikut:1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja;2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kesejahteraan Sosial.3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Kepegawaian;4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Sistem Pendidikan Nasional;5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Perasuransian;6. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja;7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman;8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 Tentang Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera;9. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun;10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan;11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian;12. Peraturan Pemerintah No.33. Tahun 1977 Tentang Asuransi Tenaga Kerja.Selain berdasakan pada perundang-undangan yang diutarakan di atas, juga telah dilakukan melalui program-program aksi kesejahteraan sosial oleh pemerintah. Di bidang pendidikan, berkembang gagasan program wajib belajar 6 tahun pada Tahun 1984, yang kemudian dikembangkan menjadi 9 tahun pada Tahun 1994. Hal ini kemudian berakselerasi dan berseskalasi pada Gerakan Nasional Orang tua asuh (GN OTA) pada Tahun 1996 yang tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial RI Nomor: 52/HUK/1996/ Tanggal 20 Agustus 1996. Dari GN OTA ini memperlihatkan terjadinya institusionalisasi sebuah organisasi sosial mandiri yang pro-pemberdayaan sosial. Demikian pula saat terjadi krisis dipenghujung tahun 80-an, terjadi penggalangan dana untuk menghadapi keadaan tersebut.[footnoteRef:41] Selanjutnya untuk memfaslitasi ketersediaan lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan, dilakukan program padat karya. Jika dicermati bahwa program dan aktifitas ini berdurasi pendek, sehingga hal kemudian disebut sebagai program jaring pengamanan sosial. [41: Pegalangan dana diorganisir oleh Putri Sulung Presiden Soeharto, dengan mengumpulkan baik berupa barang berharga (emas) maupun uang tunai. ]

Berdasarkan pada inventarisasi bahan hukum dan aktifitas dari sebuah program kebijakan yang digambarkan diatas, dapat disimpulkan:0. Pengaturan hukum tentang kesejahteraan sosial di masa Orde baru mengalami konsolidasi, hal ini dibuktikan dengan pemutakhiran sistimatika dan paradigma berpikir dalam pengaturannya, seperti terjadi pada UU kecelakaan kecelakaan pada orde lama, diganti dengan UU keselamatan kerja pada orde baru dan jaminan keselamatan kerja, dipertajam dengan skema asuransi tenaga kerja melalui sebuah peraturan Pemerintah. Demikian pula yang terjadi pada pengaturan bidang perumahan dan kepegawaian dan pendidikan.0. Pengaturan hukum tentang kesejahteraan sosial di masa Orde baru, lebih tajam dan terspesialisasi, namun masih tetap berpola bersebar.0. Nuansa sebagai negara dengan cita kekeluargaan, sangat kuat melandasi pembangunan kesejahteraan sosial Indonesia, sehingga pada periode Orde Baru ini, model kesejahteraan Indonesia meski tetap menganut model minimal-karitas, tetapi dengan kualifikasi dan kualitas bobot yang lebih bertenaga. Disebut minimal karena program jaring pengamanan sosial umumnya berdurasi pendek dan sporadis. Dikatakan karitas karena hanya untuk menarik simpati dan pencitraan pada publik. Terkait itu, satu hal yang perlu dicatat pada periode ini adalah bahwa meskipun telah terjadi pengaruh ideologi kapitalisme dalam watak perekonomiannya, secara konseptual dan peraturan perundang-undangan, pengaturan hukum tentang pembangunan kesejahteraan sosialnya masih berbasis pada cita negara kekeluargaan (kolektivisme).[footnoteRef:42] Kedua-duanya berjalan dalam basis ideolgi masing-masing yang berbeda. [42: Kesejahteraan sosial menjadi tanggung jawab tiga subjek hukum dalam negara yaitu, pemerintah, korporasi (swasta,BUMN dan BUMD), dan masyarakat. ]

3.1.4.2.3 Era Reformasi: Implikasi Perubahan Struktur Ketatanegaraan Tahun 1999 terhadap type dan karakteristik negara kesejahteraan IndonesiaPada periode Orde Reformasi[footnoteRef:43], yang ditandai dengan dimulainya kabinet Reformasi Pembangunan pada Tanggal 21 Mei 1998, dipimpin oleh Baharuddin Jusuf Habibie, Analisis terhadap realitas hukum dan kebijakan sosial ekonomi Indonesia sebagai negara kesejahteraan akan dilanjutkan, dengan terlebih dahulu mengambil catatan kecil dari masa pemerintahan orde sebelumnya. [43: Analisis terhadap orde reformasi dimulai pada masa pemerintahan dari B.J. Habibie hingga ke masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam satu kesatuan.]

Dimasa awal masa pemerintahan Orde Baru, peralihan kekuasaan berjalan dalam realitas hukum, politik dan ekonomi yang menghawatirkan. Oleh karenanya pada masa itu pemerintah pengganti (baru) tampil sebagai aktor utama melalui wewenang yang secara prosedural formal diberikan oleh sistim politik sentralistik, yang kemudian melahirkan apa yang disebur sebagai ecsecutive heavy. Jadi, pada awal periode ini pemerintahan yang heavy menggunakan strategi pembangunan disebut pertumbuhan dengan ideologi bernuansa kapitalis untuk menata perekomian nasional. Karakter hukum pada masa ini juga bernuansa represif[footnoteRef:44]untuk bidang pranata ekonomi tersebut. Sehingga dari perspektik ekonomi politik terjadi sentralisme ekonomi[footnoteRef:45]. Bahkan dengan rentang waktu masa jabatan pemeritahan yang begitu panjang, sentralisme telah menggurita hingga menjangkau aspek politik. Oleh karena itu muncul gerakan yang menghendaki terjadinya perubahan melalui sebutan reformasi yang berpuncak di Bulan Mei Tahun 1998[footnoteRef:46]. [44: Philip nonet dan Zelzinek ] [45: Telusuri Rizal malarangeng. ] [46: Jika dicermati lebih dalam, rezim orde baru, pada akhir-akhir masa pemerintahannya cenderung lebih aspiratif-untuk tidak menyebutnya sebagai demokratis. kebijakan sosialnya yang pro kesejahteraan di akhir-akhir itu (yang terlihat melalui pemutakhiran produk hukumnya) yang membuat penulis berkesimpulan bahwa Indonesia tetap merupakan negara kesejahteraan dengan model minimal-korporatif. ]

Salah tuntutan dalam reformasi itu adalah reformasi hukum. Hal ini jika dihubungkan dengan pengaturan pembangunan kesejahteraan sosial, maka bagaimanakah sistem pengaturan kesejahteraan sosial di era reformasi, adakah hal substansi yang tereformasi? Realitas produk hukum yang bertipikal pembangunan kesejahteraan sosial pada periode ini adalah :1. Kabinet Reformasi Pembangunan: B.J. Habibiea. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1998 Tentang Perubahan terhadap Undang-undang No.25 tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan;b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia;c. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian2. Kabinet Persatuan Nasional: K.H. Abdurrahman Wahid.Pada periode ini tidak terbit produk legislasi nasional yang berkaitan dengan pembangunan kesejahteraan sosial.3. Kabinet Gotong Royong: Megawati Soekarnoputria. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;b. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistim Pendidikan Nasional;c. Undang-Undang Nomor 2Tahun 2004 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial4. Kabinet Indonesia Bersatu: Susilo Bambang Yudhoyonoa. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri;b. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Sistem Jaminan Sosial;c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana;d. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial;e. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;f. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;g. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga;h. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman;i. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penangan Fakir Miskin;j. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun;k. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.Sebelum analisis dilakukan terhadap bahan hukum sebagaimana yang tertera di atas, terlebih dahulu disampaikan ilustrasi, bahwa pada periode ini[footnoteRef:47] Semangat desentralisasi sangat kuat, terutama sejak Lahirnya Undang-Undang tentang Otonomi Dareah di Tahun 1999. Kemudian daripada itu juga adalah terjadinya proses amandemen terhadap UUD 1945. Kedua momen ketatanegaraan ini turut memberi pengaruh yang kuat terhadap kebijakan kesejahteraan sosial Indonesia, karena secara fundamental telah mengubah sendi-sendi ketatanegaraan Indonesia. [47: Khsusnya diawal reformasi]

Melalui UUD 1945 hasil amandeman, kewajiban negara atas kesejahteraan sosial lebih dipertegas dan dipertajam[footnoteRef:48]. Demikian pula melalui Leigislasi otonomi daerah, konstelasi kewajiban negara yang diperankan oleh pemerintah[footnoteRef:49] mengalami rekonstruksi melalui desentralisasi wewenang kepada Pemerintah Daerah, sehingga kewajiban untuk merealisasikan kesejahteraan sosial yang sebelumnya berpola sentral di Pemerintah Pusat, dengan demikian mengalami desentralisasi ke Daerah karenanya. Aktifitas beberapa Pemerintah Daerah untuk melaksanakan Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah (JAMKESMASDA), merupakan contoh dari implikasi desentralisasi. Demikian pula sekolah gratis hingga tingkatan menengah pada sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, seperti di Kota Surabaya. Apabila dicermati lebih dalam, maka telah terjadi ketidakeseragaman terhadap jaminan sosial yang diterima oleh masyarakat pada tiap-tiap Daerah. Hal ini membawa konsekuensi terhadap penilaian atas dinamika model dan karakteristik negara kesejahteraan Indonesia. [48: Telusuri kembali reformulasi terhadap Pasal 27,28 H ayat (1), serta pasal 34 UUD 1945. ] [49: Baca: Pemerintah Pusat ]

Arah analisis kembali difokuskan pada alurnya. Mencermati bahan hukum yang dipaparkan diatas dirangkaikan dengan seting ketatanegaraan Indonesia terkini, maka dapat disimpulkan bahwa pada periode orde reformasi, format negara kesejahteraan Indonesia berdinamika Mengarah pada model Plural Welfarestate. Ideologinya individual-kolektif minimal.Disebut individual-kolektif minimal, karena jaminan sosial yang diterapkan di beberapa bidang, misalnya pada pendidikan dan kesehatan berlangsung dalam jebakan paradigma invidualistik yang kuat, mendesak yang selanjutnya meminimalkan kolektivisme. Artinya, layanan gratis atas kesehatan dan pendidikan dengan skema asuransi oleh pemerintah dengan kuantitas terbatas, berdampingan dengan mengguritanya gempuran layanan pendidikan dan kesehatan yang bermotif mencari laba (sekolah mahal) oleh swasta. 3.1.4.3 Masa Depan Negara Kesejahteraan IndonesiaMenata negara kesejahteraan Indonesia kedepan, harus benar-benar mempertimbangkan dan menerjemahkan secara tepat kesesuaian antara kecenderungan lingkungan fisik objektif global[footnoteRef:50] dengan ihtiar pembadanan deduktif dari konsep-konsep yang abstrak. Pada titik yang ambigu tersebut diperlukan asas-asas untuk menuntun perilaku. Asas-asas hukum bagi negara kesejahteraan Indonesia kedepan,[footnoteRef:51] berupa: [50: Tatanan global tentang berakhirnya pasar bebas.] [51: Setelah asas dan konsep dasar hukum lainnya terpenuhi. ]

1. Tugas Pemerintah bukan menghasilkan uang, tapi menghasilkan kebaikan. 2. Pemerintah, swasta dan masyarakat harus hadir secara tepat dan bijaksana untuk mengerahkan energinya dalam rangka menyelesaikan kesukaran bersama.3. Intenasionalisme Indonesia adalah internasionalisme yang beradab, yang tidak menyebabkan kesengsaraan warga dunia dan rakyatnya.Jika pada uraian analisis disimpulkan bahwa pada negara kesejahteraan Indonesia terdapat dua jalur untuk memahami realitas kebijakan kesejahteraan sosial dan kebijakan ekonomi. Pada realitas kebijakan kesejahteraan sosial, negara Indonesia teridentifikasi berwatak kolektivisme, yang berporos pada cita negara Indonesia (Pancasila), dan kebijakan ekonomi Indonesia teridentifikasi berwatak individualisme, yang berporos keterpengaruhan pada globalisme yang kapitalis. Maka, terhadap kiprah negara kesejahteraan Indonesia kedepan, baik pada kebijakan kesejahteraan sosial maupun ekonomi harus bertemu pada titik tengah. Sebuah titik kalibrasi yang dinamis. Sehingga melahirkan negara kesejahteraan Indonesia dengan tipe yang penulis sebut dengan istilah model kalibrasi dinamis, dengan berbasis pada cita negara kekeluargaan yang dinamis pula. asas yang disebutkan penulis diatas merupakan asas yang kongruen dengan negara kesejahteraan model kalibrasi dinamis tersebut.

BAB IVPENUTUP

4.1 SimpulanProduk legislasi dan regulasi yang beridiom kesejahteraan sosial pada tiga masa rezim pemrintahan, menunjukan bahwa negara kesejahteraan Indonesia masih mencari bentuk. Dalam proses pencarian bentuk itu, yang selanjutnya memperlihatkan tentang berdinamikanya tipe negara kesejahteraan Indonesia, dari miminal-kolektif bergerak pada minimal-karitas hingga minimal-plural, dengan tampilan mainstream ideologi ekonomi dan politik yang terbelah dua dan bergerak dalam jalannya masing-masing. Hal ini jika dihubungkan dengan UUD 1945, maka pada periode pemerintahan tertentu terlihat tidak presisi dengan Pancasila yang berbasis kolektif. Prinsip otonomi daerah adalah dalam rangka pendekatan kewenangan pelaksanaaan kegiatan pemerintahan umum dan pembangunan kepada pemerintah yang terdekat yakni Pemerintah Kabupaten/Kota agar kegiatan pemerintahan menjadi lebih efektif dan efisien dengan harapan dapat menjamin efektifitas penyelenggaraan pemerintahan tersebut dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4.2 SaranSebagaimana telah dibahas mengenai otonomi daerah yang berdasarkan atas azaz desentralisasi, selain desentralisasi administrasi, juga diperlukan instrumen-instrumen tambahan sebagai berikut:1. Harus ada ruang selain institusi negara (bukan politik yang monolitik), artinya dalam pelaksanaan desentralisasi dimungkinkan adanya ruang publik yang bebas (free public sphere) yang memungkinkan publik mengakses informasi, dan bebas membicarakan isu-isu yang menyangkut kepentingan bersama yang dikenal dengan wacana publik (public discourse) seperti menyatakan pendapat, mengartikulasikan kepentingan, melakukan protes, memilih pimpinan atau perwakilan rakyat. Dengan demikian masyarakat mempunyai kemampuan mengakses kegiatan-kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka di dalamnya, termasuk menyampaikan pendapat secara lesan atau tulisan. 2. Harus memungkinkan lahirnya institusi non pemerintah (organisasi non pemerintah) yang merdeka atau civil society. Civil society dipahami sebagai mengurangi dominasi negara terhadap masyarakat. Pengurangan dominasi dimaksudkan untuk menyetarakan hubungan masyarakat dengan negara sehingga negara tidak superior dan masyarakat inferior.3. Munculnya Non-Government Organizations dan Grass Root Organizations (NGOs dan GROs) Otonomi memungkinkan terlaksananya bottom up planning secara signifikan dan mengikis rantai demokrasi yang dirasakan menghambat pelayanan kepada masyarakat. Otonomi daerah akan memberdayakan partisipasi masyarakat yang lebih besar dalam pelaksanaan pembangunan, sehingga pembangunan akan berjalan sesuai dengan kebutuhan di daerahnya. Saran terbaik yang dapat kami sampaikan adalah Pemerintah dan Pemerintah Daerah propinsi sebaiknya membina dan memfasilitasi penyelenggaraan pemerintahan oleh Pemda Kabupaten dan Kota dengan terus berupaya untuk mendorong kapasitas Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota, agar dapat menyelenggarakan kewenangannya.

DAFTAR PUSTAKA

A Briggs, The welfare State in historical Perspective, European Journal of Sociology, 1961.Ahmad Subianto, Sistim Jaminan Sosial Nasional, Pilar Penyangga Kemandirian Perekonomian Bangsa, Gibon Books, Jakarta, 2011.Ahmad Subianto, Sistim Jaminan Sosial Nasional, Pilar Penyangga Kemandirian Perekonomian Bangsa, Gibon Books, Jakarta, 2011. Bar, The economics of the welfare state, Oxford, 1998. Buku Modul Kuliah Kewarganegaraan. 2012. (http://baa.unas.ac.id/download/buku%20panduan/Buku-Modul-Kuliah-Kewarganegaraan.pdf. Hlm. 114-116)Darmawan Tri Wiowo, Mimpi Negara Negara Kesejahteraan, LP3ES, Jakarta, 2006. Dinna Wisnu, Poltik Sistim Jaminan Sosial, Menciptakan Rasa Aman Dalam Ekonomi Pasar, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2012. Edi Suharto. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik: Peran Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial dalam Mewujudkan Negara Kesejahteraan di Indonesia. Bandung: Alfabeta, 2007.Fahroji, N.F. 2011. Makalah Pendidikan Kewarganegaraan Geopolitik Indonesia. Jakarta : Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Tangerang.G. McT. Kahin, Nationalism and revolution in Indonesia, Ithace : Cornell University Press, 1978. Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2010. Geografi Indonesia. (http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/geografi-indonesia diakses tanggal 17 Desember 2013.Jamzuri, Muhammad. 2012. Geopolitik Timur Tengah. (http://mjamzuri.com/index.php/artikel/politik-a-hubungan-internasional/22-geopolitik-timur-tengah diakses tanggal 17 Desember 2013. Jimly Asshiddiqie. Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Pergeseran keseimbangan Individualisme dan Kolektivisme dalam Kebijakan Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi Selama Tiga Masa Demokrasi, 1945-1980-an, Ivhtiar Baru Van Hoeve. Jakarta, 1994. Komite Pemilihan Umum. 2008. UU No. 12 Tahun 2008. Negara Republik IndonesiaKomite Pemilihan Umum. 2004. UU No. 32 Tahun 2004. Negara Republik Indonesia Mardiasmo. 2002. Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian Daerah. (http://ejournal.narotama.ac.id/files/Jurnal%20Otonomi%20Daerah_Mardiasmo.doc diakses tanggal 17 Desember 2013).Mohammad Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Tanpa Penerbit, Tanpa TahunPhiliphus M hadjon, Tatiek Sri Djatmiati, Argurmntasi hukum, Gajah mada University Press, Yogyakarta, 2010.Rizal Mallarangeng, Mendobrak Sentralisme Ekonomi Indonesia 1986-1992,Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Jakarta, cetakan III, 2008. Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum tata Negara, Alumni, Bandung, 1992,Srijanti, Rahman, A., dan S.K., Purwanto. 2008. Etika Berwarga Negara untuk Perguruan Tinggi edisi 2. Jakarta : Salemba Empat.Tavip, Muhammad. T.th. Dinamika Konsep Negara Kesejahteraan Indonesia dalam UUD 1945. (http://hukum.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/04/Jurnal-Tavip.docx diakses tanggal 17 Desember 2013).Triyanto. 2011. Geopolitik-Geostrategi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Solo.