kelompok 2

26
2. FAKTOR HEREDITER DAN OKLUSI Oklusi merupakan fenomena kompleks yang terdiri dari gigi geligi, ligamen periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem saraf. Dalam kedokteran gigi, susunan gigi yang tidak beraturan dan hubungan gigi antara rahang atas dan bawah tidak ideal disebut maloklusi. Maloklusi merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Secara garis besar etiologi atau penyebab suatu maloklusi dapat digolongkan dalam faktor herediter (genetik) dan faktor lokal. Kadang-kadang suatu maloklusi sulit ditentukan secara tepat etiologinya karena adanya berbagai faktor (multifaktor) yang mempengaruhi pertumbuhkembangan gigi anak. Dimensi kraniofasial, ukuran dan jumlah gigi sangat dipengaruhi oleh faktor genetik. 1 Ciri-ciri faktor oklusi yang diturunkan (herediter): 2 1. Kedudukan dan penyesuaian antara otot-otot perioral dengan bentuk dan ukuran lidah mempengaruhi keseimbangan oklusi (oklusi normal). Adanya penyesuaian antara bentuk muka, bentuk dan ukuran rahang dan lidah. 2. Sifat-sifat mukosa, ukuran, bentuk lidah dan frenulum. Sifat mukosa : keras, lunak, kencang atau lembek mempengaruhi erupsi gigi. Frenulum labii dapat mengakibatkan celah gigi dan mempengaruhi kedudukan bibir. Frenulum buccinator mengakibatkan rotasi gigi. 3. Ukuran gigi-gigi dan lebar serta panjang lengkung rahang dapat mengakibatkan gigi berjejal atau bercelah. Misalnya

Upload: ressy-felisa

Post on 24-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

oral biology

TRANSCRIPT

Page 1: KELOMPOK 2

2. FAKTOR HEREDITER DAN OKLUSI

Oklusi merupakan fenomena kompleks yang terdiri dari gigi geligi, ligamen

periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem saraf. Dalam kedokteran gigi,

susunan gigi yang tidak beraturan dan hubungan gigi antara rahang atas dan bawah tidak

ideal disebut maloklusi. Maloklusi merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan

yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Secara garis besar etiologi atau penyebab suatu

maloklusi dapat digolongkan dalam faktor herediter (genetik) dan faktor lokal. Kadang-

kadang suatu maloklusi sulit ditentukan secara tepat etiologinya karena adanya berbagai

faktor (multifaktor) yang mempengaruhi pertumbuhkembangan gigi anak. Dimensi

kraniofasial, ukuran dan jumlah gigi sangat dipengaruhi oleh faktor genetik.1

Ciri-ciri faktor oklusi yang diturunkan (herediter):2

1. Kedudukan dan penyesuaian antara otot-otot perioral dengan bentuk dan ukuran lidah

mempengaruhi keseimbangan oklusi (oklusi normal). Adanya penyesuaian antara bentuk

muka, bentuk dan ukuran rahang dan lidah.

2. Sifat-sifat mukosa, ukuran, bentuk lidah dan frenulum. Sifat mukosa : keras, lunak,

kencang atau lembek mempengaruhi erupsi gigi. Frenulum labii dapat mengakibatkan

celah gigi dan mempengaruhi kedudukan bibir. Frenulum buccinator mengakibatkan rotasi

gigi.

3. Ukuran gigi-gigi dan lebar serta panjang lengkung rahang dapat mengakibatkan gigi

berjejal atau bercelah. Misalnya makrodontia, mikrodomtia. Lebar dan panjang lengkung

rahang, penyesuaian antara rahang atas dan rahang bawah mengakibatkan terjadinya

mandibular retrusi atau prognatism.

Faktor etiologi utama pada maloklusi dapat bersifat keturunan, seperti ketidaksesuaian

besar rahang dengan besar gigi-gigi di dalam mulut. Misalnya, ukuran rahang mengikuti garis

keturunan Ibu, dimana rahang berukuran kecil, sedangkan ukuran gigi mengikuti garis

keturunan bapak yang giginya besar-besar. Maka perkiraan keturunan bisa terjadi keadaan

anak dimana memiliki rahang yang kecil namun gigi geliginya besar-besar sehingga terjadi

gigi berjejal yang dapat menyebabkan maloklusi karena gigi-gigi tersebut tidak cukup

letaknya di dalam lengkung gigi.3

Page 2: KELOMPOK 2

Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu:

1) Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi

berdesakan atau maloklusi berupa diastema multipel meskipun akhir-akhir ini jarang

dijumpai.

2) Disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang menghasilkan

relasi rahang yang tidak harmonis.1

Pola skeletal dari rahang, bentuk otot mulut, dan ukuran dari gigi-geligi, semuanya

dipengaruhi oleh faktor genetik. Pengaruh genetik pada skeletal yaitu mandibula yang

prognatik, muka yang panjang serta adanya deformitas muka. Pada populasi primitif yang

terisolasi jarang dijumpai maloklusi yang berupa disproporsi ukuran rahang dan gigi

sedangkan relasi rahangnya menunjukkan relasi yang sama. Pada populasi modern lebih

sering ditemukan maloklusi daripada populasi primitif sehingga diduga karena adanya kawin

campur menyebabkan peningkatan prevalensi maloklusi. Cara yang lebih baik untuk

mempelajari pengaruh herediter adalah dengan mempelajari anak kembar monozigot yang

hidup pada lingkungan sama. Perkembangan pengetahuan genetik molekuler diharapkan

mampu menerangkan penyebab etiologi herediter dengan lebih cepat.3

Berikut adalah beberapa faktor herediter yang mempengaruhi oklusi:4

1. GIGI-GELIGI

a. Bentuk Gigi

Pasien dengan displasia ektodermal menunjukkan gigi seri berbentuk kerucut dan

beberapa gigi hilang secara kongenital. Kelainan ukuran gigi ini merupakan salah

satu penyebab terjadinya diastema sentral. Ukuran gigi yang lebih lebar atau

sempit dibandingkan dengan lebar lengkung rahang dapat menyebabkan crowded

atau spacing.2

Sifilis

Menyebabkan kelainan bentuk gigi (hutchinson teeth) terutama sifilis kongenital.

Kelainan ini menyebabkan maloklusi open bite dan diastema multipel.

Page 3: KELOMPOK 2

Gambar 1 Hutchinson teeth

b. Ukuran Gigi

Penderita dwarfisme biasanya mengalami mikrodontia. Mikrodontia dapat

menyebabkan diastema multipel pada lengkung gigi sehingga menyebabkan

terjadinya malkoklusi.5

Gambar 2 Mikrodontia

Penderita gigantisme mengalami makrodontia. Makrodontia dapat menyebabkan

berjejalnya gigi-geligi (crowded) pada lengkung gigi sehingga mengakibatkan

kelainan kontak gigi-geligi atau maloklusi.

Gambar 3 Makrodontia

Dental displasia menyebabkan maloklusi bersifat dental, satu gigi atau lebih dalam

satu atau dua rahang dalam hubungan abnormal satu dengan lain.

Page 4: KELOMPOK 2

- Hubungan rahang atas dan rahang bawah normal

- Keseimbangan muka dan fungsi normal

- Perkembangan muka dan pola skeletal baik

- Kurang tempatnya gigi dalam lengkung, oleh karena prematur loss, ukuran

gigi lebih besar, sehingga dapat terjadi keadaan linguiversi, labioversi dan

sebagainya.6

c. Jumlah Gigi

Anodontia adalah suatu keadaan tidak terbentuk gigi sama sekali, tetapi

frekuensinya sangat jarang dan biasanya merupakan bagian dari sindrom dysplasia

ektodermal.

Gambar 4 Anodontia

Hipodontia, yaitu suatu keadaan beberapa gigi mengalami agenesis (sampai dengan

4 gigi). Terjadi pada sindrom kabuki.

Gambar 5 Hipodontia

Oligodontia adalah gigi yang tidak terbentuk lebih dari empat gigi. Gigi yang

agenesis biasanya adalah gigi sejenis tetapi yang letaknya lebih distal sehingga

lebih sering pada molar ketiga, premolar kedua dan insisivus lateral. Jumlah gigi

yang kurang dari normal ini dapat menyebabkan susunan gigi yang tidak beraturan

dan hubungan oklusi gigi antara rahang atas dan bawah tidak ideal.2 oligodontia

Page 5: KELOMPOK 2

biasa terdapat pada ras kaukasia.2

Gambar 6 Oligodontia

Supernumerary teeth yang merupakan peningkatan jumlah gigi. Kondisi yang

berkaitan terhadap gigi supernumerary termasuk sumbing bibir dan palatal,

cleidocranial dyplasia dan sindrom Gardner. Komplikasi yang mungkin timbul

akibat kehadiran dari gigi supernumerary termasuk tertundanya erupsi gigi, gigi

berjejal, diastema, impaksi dari gigi insisivus permanen, kista, inveksi intraoral,

rotasi, serta resobsi akar. Adanya gigi-gigi tambahan tersebut dapat menghalangi

terjadinya oklusi normal. 2

Gambar 7 Supernumerary teeth

2. STRUKTUR RAHANG (SKELETAL)

Maloklusi skeletal disebabkan karena ketidaknormalan pada maksila atau

mandibula. Ketidaknormalan ini dapat berupa ukuran, posisi, maupun hubungan antara

rahang.

Maloklusi skeletal juga dapat terjadi dalam tiga arah yaitu sagital, vertikal,

maupun transversal. Pada arah sagital berupa rahang mengalami prognati ataupun

retrognati. Pada arah vertikal berupa tinggi wajah. Pada arah transversal berupa rahang

sempit ataupun lebar.7 Maloklusi skeletal akibat malposisi atau malformasi rahang ini

sering terjadi secara herediter. Pola skeletal mandibular kelas 3 dengan prognatisme

mandibular umumnya diamati menunjukkan kecenderungan ras dan familial.4

Page 6: KELOMPOK 2

1. Ras Kaukasoid

Mempunyai ciri lengkung rahang sempit dan berbentuk paraboloid, palatum sempit,

gigi-geligi sering crowded, permukaan lingual gigi insisive permanen pertama dan

kedua rahang atas rata (Kiernberger, 1955 ; Pederson, 1949 cit. Lukman D, 2006),

maloklusi gigi anterior, gigi molar permanen rahang pertama bawah lebih panjang

dan bentuk lebih tapered, mesio-distal gigi premolar permanen kedua rahang atas

lebih besar dari buko-palatal dan sering dijumpai adanya tonjol carabelli (70-90%) di

sisi palatal dari tonjol mesiopalatal gigi molar permanen pertama rahang atas.5

2. Ras Mongoloid

Mempunyai ciri lengkung gigi berbentuk elipsoid, gigi insisive rahang atas

mempunyai perkembangan penuh pada permukaan palatal bahkan lingual sehingga

shovel shaped incisor, cingulumnya dominan (Herdlicka, 1921 cit. Lukman D, 2006).

Bentuk gigi molar lebih dominan segiempat dan mempunyai fissur-fissur. Prevalensi

tonjol carabelli yang rendah.9

3. Ras Negroid

Mempunyai ciri rahang yang cendrung bimaxillary protrusion, lengkung gigi

berbentuk U, gigi insisive rahang atas tidak terdapat cingulum hanya lekuk sedikit

saja, sering terdapat open bite, premolar permanen pertama rahang bawah terdapat

dua atau tiga tonjol, akar premolar rahang atas terdapat tiga akar (trifurkasi)

(Biggersstaf, cit. Lukman D, 2006), gigi molar ke empat sering (banyak) ditemukan,

bentuk gigi molar pertama segiempat dan mempunyai fissur seperti sarang laba-laba.5

4. Ras Khoisan (orang Bushmen, Hottentot),

Ras yang tergolong khusus ini memperlihatkan lengkung rahang berbentuk U yang

sangat nyata dengan gigi insisive kecil-kecil. Sedangkan ras Australoid (suku aborigin

dan suku-suku di kepulauan kecil Pasifik) yang hidup di Asia Tenggara, Pasifik dan

Australia, memperlihatkan lengkung rahang berbentuk paraboloid yang lebar dengan

gigi insisive yang besar-besar.5

Contoh:

Sickle Cell Anemia7

Anemia Sickle Cell adalah kelainan herediter dari struktur hemoglobin yang

merupakan penyakit herediter homozigot dari orangtuanya.

Menurut Oredugba et al, maloklusi klas II Angle merupakan tipe maloklusi

yang sering terjadi pada pasien anemia sickle cell. Maloklusi kelas II Angle yaitu tonjol

Page 7: KELOMPOK 2

mesiobukal M1 RA terletak pada ruangan diantara tonjol mesiobukal M1 dan tepi distal

tonjol bukal gigi P RB (relasi gigi distoklusi). Keadaan rongga mulutnya ditemukan

osteonekrosis pada rahang terkhusus mandibula yang menyebabkan neuropati nerve

mental, hyperplasia sumsum tulang dari tulang fasial juga dikaitkan dengan depresi bridge

nasalis, pertumbuhan yang berlebih dari midfasial dan maloklusi. Kelainan pertumbuhan

fasial dapat berpengaruh ke maloklusi seperti protrusive maksila, dan pertumbuhan

berlebih dari mandibula.8

Namun, literature yang menjelaskan patofisiologi hubungan antara anemia sickle

cell dan komplikasi dental masih terbatas.

Thalasemia

Thalasemia beta mayor adalah penyakit anemia hemolitik herediter dengan

berbagai derajat kesulitan, yang mana dapat ditemukan tidak atau kurangnya ikatan globin.

Sering ditemukan pada daerah tropis. Di Indonesia, sering terjadi di Nusa Tenggara Timur

dan Sumatera Selatan.5 Pasien sering terjadi kelainan tulang dan wajah yang khas thalasemia

yaitu frontal yang menonjol, hipertropi maksila, depresi dari bridge nasal, maloklusi gigi.

Gigi geligi pada pasien thalasemia menunjukkan adanya protrusi, flaring dan spacing pada

gigi anterior maksila, open bite 6 sehingga dapat menyebabkan maloklusi yang pada

umumnya terjadi maloklusi klas II divisi 1 yaitu klas II yang apabila gigi-gigi anterior di RA

inklinasinya ke labial atau protrusi.

.

Gambar 8 Tampilan ekstraoral Thalasemia

Cherubism

Definisi dan Etiologi

Page 8: KELOMPOK 2

Cherubism adalah suatu penyakit keturunan autosomal dominan yang jarang terjadi

yang biasanya ditandai dengan tidak adanya rasa sakit, pembesaran rahang secara simetris

sebagai akibat dari penggantian tulang dengan jaringan fibrosa. Dapat juga dikatakan

bahwa penyakit ini merupakan suatu bentuk kelainan dari fibro-osseus pada tulang rahang.

Anak laki-laki lebih sering terkena daripada anak perempuan (proporsi 2:1).4

Pasien dengan cherubism mempunyai karakteristik klinis, seperti wajah yang

membesar karena pembengkakan rahang yang bilateral, mata tampak ke atas pada kasus

yang melibatkan rahang atas, dan tidak ada rasa sakit. Selain itu, erupsi gigi ektopik,

agenesis gigi permanen, terutama gigi molar kedua dan ketiga, dan terjadi resorpsi akar.

Selain itu, cherubism juga menyebabkan premature loss dari gigi-gigi susu dan tidak

erupsinya gigi permanen. Perubahan-perubahan inilah yang menyebabkan terjadinya

maloklusi dan juga gangguan pada saat berbicara dan menelan, dan semakin diperparah

bila disertai dengan adanya sumbing pada palatal.4

Gejala awal manifestasi penyakit ini secara umum dapat dilihat pada usia 2 tahun,

diikuti dengan perkembangan yang bertahap dari usia 8-9 tahun, kemudian secara spontan

berhenti setelah masa pubertas. Impaksi dan atau perpindahan gigi yang secara radiografi

terlihat sebagai daerah yang disebut “floating tooth appearance”.4

Gambar 9 Tampilan ekstraoral & intraoral dari penderita Cherubism.

3. SISTEM NEUROMUSKULAR

Duchenne muscular dystrophy

Duchenne muscular dystrophy merupakan distrofi otot yang menjangkit 1 dari

3600 anak laki-laki dan dapat menyebabkan degenerasi otot dan kematian. Pada pasien

dengan Duchenne muscular dystrophy akan mengalami kelainan yang berhubungan

dengan oklusi gigi, diantaranya :

Page 9: KELOMPOK 2

a. gonial besar sudut; rotasi searah jarum jam pada mandibula; panjang sagital

pendek dasar tengkorak dan protrusif pada gigi insisivus atas.

b. Pada pasien dewasa, tulang alveolar rahang atas dan gigi seri atas protrusif,

dibandingkan dengan kontrol. Overbite juga kadang ditemukan pada DMD.

Myothonic Distrophy

Penyakit ini merupakan penyakit kelainan herediter yang disebut distrofi otot.

Penyakit kelainan otot ini sering ditemukan pada dewasa muda. Beberapa penelitian

mengungkapkan bahwa pada pasien myothonic Distrophy kelainan pada oklusi gigi geligi

yang terjadi yaitu open bite anterior.

Skoliosis

Skoliosis adalah kelainan pada rangka tubuh yang berupa kelengkungan tulang

belakang, terjadi sebanyak 75-85 % kasus ini idiopatik. Hubungan antara scoliosis dan

oklusi tampaknya hanya didasarkan pada studi cross-sectional, Case report dan opini, yaitu

maloklusi klas 2 angle.

Gambar 10 Maloklusi kelas II Angle pada pasien skoliosis

4. JARINGAN LUNAK

Page 10: KELOMPOK 2

Frenulum Labial dan Lingualis

Frenulum labial merupakan mukosa tipis yang menghubungkan mukosa bibir

bawah dengan gingiva yang terletak diantara kedua insisivus sentral. Frenulum terdiri atas

banyak jaringan penghubung dan sedikit serat otot lurik, yang muncul dari kumpulan otot

bibir di kedua sisi garis tengah. Yang memiliki fungsi untuk kestabilan bibir atas. Letak

frenulum yang normal adalah melekat pada gingiva cekat sehingga tidak menimbulkan

tarikan yang berlebihan. Abnormalitas labial frenulum akan menimbulkan banyak

masalah, diantaranya adalah karies pada gigi anterior maksila, diastema antar dua gigi,

keluhan orthodontik dan prostodontik dimasa mendatang pada saat perkembangan gigi dan

mulut anak, fungsi dan mobilitas bibir terganggu, terutama saat tersenyum dan berbicara.

Perlekatan frenulum tinggi pada area insisivus sentralis maksila ini lebih banyak

insidensinya dibanding pada mandibula baik pada sisi labial maupun lingualnya.

Klasifikasi perlekatan frenulum labialis superior menurut Gunadi (1995):

A. Frenulum rendah adalah seluruh frenulum melekat pada mukosa alveolar

B. Frenulum sedang adalah seluruh frenulum melekat pada mukosa alveolar

sampai dengan gingiva cekat.

C. Frenulum tinggi adalah seluruh frenulum melekat pada mukosa alveolar sampai

dengan gingiva cekat dan gingiva tepi yang menyebabkan diastema sentral.

Gambar 11 Gingiva - Frenulum melekat ke attached gingival

Makroglosia

Page 11: KELOMPOK 2

Ukuran lidah yang abnormal atau macroglossia, dapat mengubah keseimbangan

tekanan lidah dengan bibir dan pipi sehingga incisivus bergerak ke labial menimbulkan

jarak (diastema) multiple dan open bite anterior.

Gambar 12 Makroglosia

Ankyloglossia

Tuerk dan Lubit menyarankan bahwa pembatasan gerakan lidah ke atas dan

gerakan mundur bisa mengakibatkan terdorongnya lidah berlebihan terhadap anterior

body mandibula, menghasilkan maloklusi seperti anterior open bite dan prognatisme

mandibula. Otot faring dapat mendukung beberapa etiologi kecenderungan untuk

menekan lidah ke depan dalam kondisi tongue-tie, sehingga mengarah ke pertumbuhan

rahang bawah yang lebih prognathic.

Gambar 13 Ankyloglossia

Sumbing Palatum

Sumbing palatal (trutama kelas II dan III Vieau) dapat menyebabkan:

- Gangguan pertumbuhan gigi

- Gigi crowded

- Gigi tumbuh lebih ke palatal terutama gigi Insisivus lateral dan caninus maksila

Page 12: KELOMPOK 2

- Sumbing palatal menyebabkan ketidaksesuaian ukuran, bentuk, maupun posisi

dari kedua rahang.10

- Kasus yang paling sering ditemukan ialah maloklusi kelas III, dimana mandibula

prognasi ke depan yang disebabkan karena retrusi maksila dibandingkan dengan

protrusi mandibula (pseudoprognatism).10

Gambar 14 Sumbing palatum

Page 13: KELOMPOK 2

TABEL

JENIS KELAINAN BENTUK MALOKLUSI

BENTUK GIGI Displasia ektodermal : gigi seri

berbentuk kerucut

diastema sentral.

Sifilis : hutchinson teeth maloklusi open bite.

UKURAN GIGI Penderita dwarfisme :

Mikrodontia

diastema multipel

Penderita gigantisme :

makrodontia.

berjejalnya gigi-geligi

pada lengkung gigi

Dental displasia : ukuran gigi

lebih besar

linguiversi, labioversi

JUMLAH GIGI sindrom dysplasia ectodermal

(Anodontia)

tidak terbentuk gigi

sama sekali,

Page 14: KELOMPOK 2

sindrom kabuki. Hipodontia

suatu keadaan

beberapa gigi

mengalami agenesis

(sampai dengan 4

gigi).

Sindrom kabuki (Oligodontia :

Gigi yang tidak terbentuk lebih

dari empat gigi)

Open bite

sumbing palatal,cleidocranial

dyplasia, sindrom Gardner

(Supernumerary teeth)

gigi berjejal,

RAS Ras Kaukasoid lengkung rahang

sempit dan berbentuk

paraboloid,

palatum sempit,

gigi-geligi sering

Page 15: KELOMPOK 2

crowded,

permukaan lingual

gigi insisive

permanen pertama

dan kedua rahang atas

rata

maloklusi gigi

anterior

gigi molar permanen

rahang pertama

bawah lebih panjang

dan bentuk lebih

tapered

Ras Mongoloid lengkung gigi

berbentuk elipsoid

permukaan palatal

gigi insisive RA

bahkan lingual

sehingga shovel

shaped incisor,

cingulumnya dominan

Bentuk gigi molar

lebih dominan

segiempat dan

mempunyai fissur-

fissur.

Ras Negroid rahang yang cendrung

bimaxillary

protrusion,

lengkung gigi

berbentuk U,

gigi insisive rahang

atas tidak terdapat

Page 16: KELOMPOK 2

cingulum hanya lekuk

sedikit saja,

sering terdapat open

bite,

bentuk gigi molar

pertama segiempat

dan mempunyai fissur

seperti sarang laba-

laba.

Ras Khoisan (orang Bushmen,

Hottentot),

lengkung rahang

berbentuk U yang

sangat nyata dengan

gigi insisive kecil-

kecil.

STRUKTUR

RAHANG

Anemia Sickle Cell Maloklusi kelas II

Angle

protrusive maksila,

dan pertumbuhan

berlebih dari

mandibula.

Thalasemia maloklusi klas II

divisi 1

protrusi, flaring dan

spacing pada gigi

anterior maksila,

open bite

cherubism pembengkakan

rahang yang bilateral

premature loss dari

gigi-gigi susu dan

tidak erupsinya gigi

Page 17: KELOMPOK 2

permanen.

gangguan pada saat

berbicara dan

menelan,

semakin diperparah

bila disertai dengan

adanya sumbing pada

palatal

SISTEM

NEUROMUSKU

LAR

Duchenne muscular dystrophy gonial besar sudut;

rotasi searah jarum

jam pada mandibula;

panjang sagital

pendek dasar

tengkorak dan

protrusif pada gigi

insisivus atas.

Pada pasien dewasa,

tulang alveolar rahang

atas dan gigi seri atas

protrusif,

dibandingkan dengan

kontrol.

Overbite juga kadang

ditemukan pada

DMD.

Myothonic Distrophy open bite anterior.

Skoliosis Maloklusi klas 2 angle

Page 18: KELOMPOK 2

JARINGAN

LUNAK

Frenulum Labial dan Lingualis diastema antar dua

gigi,

keluhan orthodontik

dan prostodontik saat

perkembangan gigi

dan mulut anak,

fungsi dan mobilitas

bibir terganggu, saat

tersenyum dan

berbicara.

Perlekatan frenulum

tinggi pada area

insisivus sentralis

maksila ini lebih

banyak insidensinya

dibanding pada

mandibula baik pada

sisi labial maupun

lingualnya.

Makroglosia mengubah

keseimbangan tekanan

lidah dengan bibir dan

pipi sehingga

incisivus bergerak ke

labial menimbulkan

jarak (diastema)

multiple dan open bite

anterior.

Ankyloglossia terdorongnya lidah

berlebihan terhadap

anterior body

mandibula

Page 19: KELOMPOK 2

menghasilkan

maloklusi seperti

anterior open bite dan

prognatisme

mandibula.