kelompok 3

41
LIABILITAS DAN EKUITAS A. KEWAJIBAN 1. Pengertian Kewajiban Menurut FASB kewajiban diartikan sebagai pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk menstransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu. Statement of Financial Concepts No. 3 mendefinisikan utang sebagai pengorbanan manfaat ekonomis yang mungkin terjadi di masa yang akan datang yang timbul dari kewajiban yang ada dari suatu entitas tertentu untuk mentransfer aktiva atau memberikan jasa ke entitas lainnya di masa yang akan datang sebagai akibat transaksi atau kejadian di masa lalu. Terdapat beberapa pengertian lain selain dari FASB yaitu seperti pengertian menurut IASC, AASB, dan APB No. 4, tetapi pada umumnya dijelaskan bahwa kewajiban memiliki tiga kharakteristik utama yang terdiri atas pengorbanan manfaat ekonomik masa datang, keharusan sekarang untuk menstransfer aset, dan timbul sebagai akibat transaksi masa lalu. 1. Menjadi pengorbanan sumber ekonomik yang cukup pasti di masa depan (probable future sacrifices of economic benefits). 1

Upload: aini-nuraini

Post on 17-Dec-2015

12 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pelaporan akuntansi keuangan

TRANSCRIPT

LIABILITAS DAN EKUITAS

A. KEWAJIBAN1. Pengertian KewajibanMenurut FASB kewajiban diartikan sebagai pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk menstransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.Statement of Financial Concepts No. 3 mendefinisikan utang sebagai pengorbanan manfaat ekonomis yang mungkin terjadi di masa yang akan datang yang timbul dari kewajiban yang ada dari suatu entitas tertentu untuk mentransfer aktiva atau memberikan jasa ke entitas lainnya di masa yang akan datang sebagai akibat transaksi atau kejadian di masa lalu.Terdapat beberapa pengertian lain selain dari FASB yaitu seperti pengertian menurut IASC, AASB, dan APB No. 4, tetapi pada umumnya dijelaskan bahwa kewajiban memiliki tiga kharakteristik utama yang terdiri atas pengorbanan manfaat ekonomik masa datang, keharusan sekarang untuk menstransfer aset, dan timbul sebagai akibat transaksi masa lalu.1. Menjadi pengorbanan sumber ekonomik yang cukup pasti di masa depan (probable future sacrifices of economic benefits). 2. Menjadi kewajiban saat ini atau periode ini (present obligation) untuk menyerahkan kas, barang, atau jasa di masa datang. 3. Terjadi karena transaksi masa lalu.Dasar pengukuran kewajiban yang paling objektif adalah cost tunai atau cost tunai implisit. Karena kewajiban merupakan cerminan dari aset, maka pengukurannya juga mengikuti pengukuran aset. Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca berdasarkan urutan kelancarannya sejalan dengan aset. PSAK No. 1 menggariskan bahwa aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo.PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Kriteria tersebut adalah (a) diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan, atau (b) jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.

2. Pengolongan KewajibanKewajiban dimasukkan dalam laporan neraca dengan saldo normal kredit, dan biasanya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : Kewajiban Lancar (current liabilities) kewajiban yang likuiditasnya diperkirakan secara layak memerlukan penggunaan sumber daya yang ada yang diklasifikasikan sebagai aktiva lancar atau penciptaan kewajiban lancar lainnya. Terdapat banyak jenis kewajiban lancar yang berbeda, antara lain hutang usaha, wesel bayar, jatuh tempo berjalan hutang jangka panjang, kewajiban jangka pendej yang diharapkan akan didanai kembali, hutang dividen, deposito yang dapat dikembalikan, pendapatan diterima dimuka, hutang pajak, kewajiban yang berhubungan dengan karyawan. Hutang usaha atau hutang dagang merupakan saldo yang terhutang kepada pihak lain atas barang, perlengkapan, atau jasa yang dibeli dengan akun terbuka atau secara kredit. Hutang usaha muncul karena adanya kesenjangan waktu antara penerimaan jasa atau akuisisi hak aktiva dan pembayaran atasnya. Jika hak telah beralih ke pembeli sebelum barang diterima, maka transaksi itu harus dicatat pada saat hak beralih ke pembeli. Hutang Jangka Panjang (long-trem debt) terdiri dari pengorbanan manfaat ekonomi yang sangat mungkin dimasa depan akibat kewajiban sekarang yang tidak dibayarkan dalam satu tahun atau satu siklus operasi perusahaan. Jenis-jenis hutang jangka panjang antara lain hutang obligasi, wesel bayar jangka panjang, hutang hipotik, kewajiban pensiun, dan kewajiban leasen.

3. Pengakuan dan pengukurana. PengakuanKewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat transaksi yang sebelumnya terjadi. Kewajiban dapat diakui atas dasar kriteria pengakuan yaitu definisi, keterukuran, keterandalan, dan keberpautan. Kam (hlm 119-120) mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu ketersediaan dasar hukum, keterterapan konsep dasar konservatisme, ketertentuan substansi ekonomik transaksi, dan keterukuran nilai kewajiban. Keempat kaidah tersebut dapat memberikan petunjuk tentang adanya bukti teknis untuk mengakui kewajiban.

b. PengukuranPenentuan kos kewajiban pada saat terjadinya paralel dengan pengukuran aset, dan pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat terjadinya adalah dengan penghargaan sepakatan dalam transaksi-transaksi dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Penghargaan suau kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat terjadinya.Dasar pengukuran kewajiban yang paling objektif adalah kos tunai atau kos tunai implisit. Karena kewajiban merupakan cerminan dari aset, maka pengukurannya juga mengikuti pengukuran aset.Nilai nominal atau jatuh tempo obligasi sering dianggap sebagai jumlah rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit maupun bagi kreditor. Dasar pengukuran demikian tidak tepat. Utang obligasi diukur dan diakui atas dasar jumlah rupiah yang diterima dalam penerbitan obligasi, sedangkan diskun dan premium obligasi merupakan jumlah rupiah penyesuaian bunga nominal untuk mendapatkan bunga efektif.Kewajiban dapat bersifat moneter dan nonmeneter. Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat saat yang pasti. Kewajiban moneter ini dikukur atas dasar nilai diskunan pembayaran kas masa datang (jangka panjang) dan atas dasar nilai nominal (jangka pendek). Kewajiban nonmeneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena penerimaan pembayaran dimuka untuk barang dan jasa tersebut. kewajiban nonmeneter diukur atas dasar pembayaran tersebut yang menunjukkan harga yang disepakati untuk barang dan jasa.4. Penyajian dan pengungkapan

Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca berdasarkan urutan kelancarannya sejalan dengan aset. PSAK No. 1 menggariskan bahwa aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. Ini berarti kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban jangka panjang . Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca untuk mengevaluasi likuiditas perusahaan. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Kriteria tersebut adalah (a) diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan, atau (b) jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.

a) Penyajian kewajiban lancarDalam praktek, kewajiban lancar biasanya dicatat dalam catatan akuntansi dan dilaporkan dalam laporan keuangan pada nilai penuh jatuh temponya. Karena singkatnya priode waktu yang terlibat, yang sering kali kurang dari satu tahun. Maka perbedaan antara nilai sekarang kewajiban lancar dan nilai jatuh temponya biasanya tidak besar. Akun kewajiban lancar biasanya disajikan sebagai klasifikasi pertama dalam kelompok kewajiban dan ekuitas pemegang saham di neraca. Dalam kelompok kewajiban lancar akun-akun itu dapat dicantumkan menurut jatuh temponya, dalam jumlah yang menurun, atau menurut prefensi likuiditasnya.b) Penyajian hutang jangka panjangPerusahaan yang mempunyai banyak terbitan hutang jangka panjang dalam jumlah besar seringkali hanya melaporkan satu akun dalam neraca dan mendukungnya dengan komentar serta skedul dalam catatan yang menyertainya. Pengungkapan catatan umumnya berisi dari kewajiban, tanggal jatuh tempo, suku bunga, provisi penarikan, pembatasan yang dilakukan oleh kreditor, dan aktiva yang disepakati atau digadaikan sebagai jaminan.

B. KEWAJIBAN DIESTIMASI DAN KEWAJIBAN KONTIJENSI1. Kewajiban diestimasi Pengetian Kewajiban Diestimasi

Kewajiban diestimasi adalah kewajiban yang waktu dan jumlahnya belum pasti. Kewajiban diestimasi dapat dibedakan dari kewajiban lain, seperti utang dagang dan akrual, karena pada kewajiban diestimasi terdapat ketidakpastian mengenai waktu atau jumlah yang harus dikeluarkan pada masa datang untuk menyelesaikan kewajiban diestimasi tersebut.

Pengakua kewajiban diestimasiKewajiban diestimasi harus diakui apabila ketiga kondisi berikut dipenuhi:a) perusahaan memiliki kewajiban kini (baik bersifat hukum maupun bersifat konstruktif) sebagai akibat peristiwa masa lalu;b) besar kemungkinan (probable) penyelesaian kewajiban tersebut mengakibatkan arus keluar sumber daya; danc) estimasi yang andal mengenai jumlah kewajiban tersebut dapat dibuat.

Pengungkapan kewjiban diestimasiUntuk setiap jenis kewajiban diestimasi, entitas harus mengungkapkan:a) nilai tercatat pada awal dan akhir periode;b) kewajiban diestimasi tambahan yang dibuat dalam periode bersangkutan, termasuk peningkatan jumlah pada kewajiban diestimasi yang ada; c) jumlah yang digunakan, yaitu jumlah yang terjadi dan dibebankan pada kewajiban diestimasi selama periode bersangkutan;d) jumlah yang belum digunakan yang dibatalkan selama periode bersangkutan; dane) peningkatan, selama periode yang bersangkutan, dalam nilai kini yang timbul karena berlalunya waktu dan dampak dari setiap perubahan tingkat diskonto.ormasi komparatif tidak diharuskan.

2. Kewjiban Kontijensi Pengetian Kewajiban KontijensiKontijensi adalah suatu keadaan yang masih diliputi ketidakpastian mengenai kemungkinan diperolehnya laba atau rugi oleh suatu perusahaan, yang baru akan terselesaikan dengan terjadi atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa dimasa yang akan datang.Kewajiban kontinjensi adalah: kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu, dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya satu peristiwa atau lebih pada masa depan yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah; atau kewajiban kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak diakui

Karena:(i) tidak terdapat kemungkinan besar (not probable ) pemerintah mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat ekonomis untuk menyelesaikan kewajibannya; atau(ii)jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.

Keuntungan kontinjensi (gain contingencies) adalah klaim atau hak untuk menerima aktiva (atau memiliki kewajiban yang menurun) yang keberadaannya tidak pasti tetapi pada akhirnya akan menjadi sah. Jenis keuntungan kontinjensi yang khas adalah :1. Penerimaan yang mungkin atas uang dari hadia, sumbangan, bonus, dan lain sebagainya.2. Kemungkinan pengembalian dana dari pemerintah atas kelebihan pajak3. Penundaan kasus pengadilan yang hasilnya mungkin menguntungkan4. Kerugian pajak yang dikompensasi ke depanKerugian kontingensi (loss contiengencies) adalah situasi yang melibatkan ketidakpastian atas kemungkinan terjadinya kerugian. Kewajiban yang terjadi sebagai akibat dari kerugian kontinjensi menurut defenisinya disebut sebagai kewajiban kontinjen. Kewajiban kontijen (contiegencies liabilities) adalah kewajiban yang bergantung pada terjadinya atau tidak terjadinya satu atau lebih kejadian di masa depan untuk mengkonfirmasi jumlah hutang, pihak yang dibayar, tangal pembayaran, atau keberadaannya.Apabila terdapat kerugian kontinjensi, maka kemungkinan bahwa kejadian di masa depan akan menguatkan terjadinya kewajiban dapat berkisar dari sangat mungkin hingga kurang mungkin.

Pengakuan kewajiban KontijensiBanyak peristiwa masa lalu yang dapat menimbulkan kewajiban kini. Walaupun demikian, dalam beberapa peristiwa yang jarang terjadi, misalnya dalam tuntutan hukum, dapat timbul perbedaan pendapat mengenai apakah peristiwa tertentu sudah terjadi atau apakah peristiwa tersebut menimbulkan kewajiban kini. Jika demikian halnya, perusahaan menentukan apakah kewajiban kini telah ada pada tanggal neraca dengan mempertimbangkan semua bukti yang tersedia, termasuk misalnya pendapat ahli. Bukti yang dipertimbangkan mencakup, antara lain, bukti tambahan yang diperoleh dari peristiwa setelah tanggal neraca. Atas dasar bukti tersebut, apabila besar kemungkinan bahwa kewajiban kini belum ada pada tanggal neraca, pemerintah mengungkapkan adanya kewajiban kontingensi.Pengungkapan tidak diperlukan jika kemungkinan arus keluar sumber daya kecil. Kewajiban kontingensi dapat berkembang ke arah yang tidak diperkirakan semula. Oleh karena itu, kewajiban kontingensi harus terus-menerus dikaji ulang untuk menentukan apakah tingkat kemungkinan arus keluar sumber daya bertambah besar (probable). Apabila kemungkinan itu terjadi, maka manajemen akan mengakui kewajiban diestimasi dalam laporan keuangan periode saat perubahan tingkat kemungkinan tersebut terjadi, kecuali nilainya tidak dapat diestimasikan secara andal. Pengukuran Besaran kewajiban kontingensi tidak dapat diukur secara eksak. Untuk itu diperlukan pertimbangan profesional oleh pihak yang berkompeten. Penyajian dan Pengungkapan Kewajiban kontingensi tidak disajikan pada neraca , namun demikian perusahaan harus mengungkapkan kewajiban kontingensi pada Catatan atas Laporan Keuangan untuk setiap jenis kewajiban kontingensi pada tanggal neraca.

Pengukuran Kewajiban kontijensiBesaran kewajiban kontingensi tidak dapat diukur secara eksak. Untuk itu diperlukan pertimbangan profesional oleh pihak yang berkompeten.

Penyajian dan pengungkapan kewjiban kontijensiKewajiban kontingensi tidak disajikan pada neraca, namun demikian harus mengungkapkan kewajiban kontingensi pada Catatan atas Laporan Keuangan untuk setiap jenis kewajiban kontingensi pada tanggal neracaPengungkapan tersebut dapat meliputi:1. karakteristik kewajiban kontingensi;2. estimasi dari dampak finansial yang diukur;3. indikasi tentang ketidakpastian yang terkait dengan jumlah atau waktu aruskeluar sumber daya;4. kemungkinan penggantian oleh pihak ketiga

C. EKUITAS1. Pengertian ekuitas

Istilah ekuitas berasal dari kata equity atau equity of ownership yang berarti kekayaan bersih perusahaan. Secara sederhana, ia diformulasikan sebagai total aktiva dikurangi total pasiva. Ekuitas merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan yaitu selisih antara aktiva dan kewajiban yang ada, dan dengan demikian tidak merupakan ukuran nilai jual perusahaan tersebut.pada dasarnya ekuitas berasal dari investasi pemilik dan hasil usaha perusahaan. Ekuitas akan berkurang terutama dengan adanya penarikan kembali penyertaan oleh pemilik, pembagian keuntungan atau karena kerugian.Menurut FASB dlm SFAC No. 6Hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi masa mendatang yg mungkin timbul karena kewajiban sekarang suatu entitas untuk menyerahkan aktiva atau memberikan jasa kepada entitas lain di masa mendatang sebagai akibat transaksi masa laluMenurut IAI (1994)kewajiban merupakan hutang perusahaan masa kini yg timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaa yang mengandung manfaat ekonomi

2. Komponen Ekuitas untuk pemegang sahamEkuitas pemilik tercermin dalam neraca terdiri dari:1. Modal disetor, yaitu jumlah setoran pemilik ke perusahaan sebesar nilai nominal saham. Setoran ini akan dilaporkan dalam bentuk modal saham.2. Tambahan modal disetor, yaitu selisih jumlah setoran yang melebihi nilai nominal saham. Kelebihan jumlah setoran ini bisa juga disebut dengan agio saham.3. Laba ditahan yaitu akumulasi perolehan laba (rugi) sejak perusahaan berdiri sampai dengan periode terakhir.Ekuitas pemegang saham mencerminkan kepentingan pemilik atau pemegang saham pada perusahaan bisnis yang merupakan kepentingan residu (residual interest) jumlah ekuitas pemegang saham setiap periode merupakan kumulatif dari kontribusi bersih pemegang saham ditambah (dikurangi) laba ditahan atau rugi perusahaan. Dengan demikian dua sumber utama perubahan ekuitas adalah: 1. Kontribusi pemegang saham (modal disetor) dan 2. Laba (penghasilan) yang ditahan oleh perusahaan. Dua komponen ini harus dihitungdan dilaporkan oleh setiap perusahaan pada setiap akhir periode.

3. Perlakukan Akuntansi dan Pelaporan SahamJenis-jenis saham terdapat dua bentuk saham sebagai tanda hak milik pada perusahaan yaitu:1. Saham biasa (common stock) adalah saham dimana pemegangnya memiliki hak perseroan secara umum dan pemegangnya menanggung risiko terbatas atas kerugian dan menerima manfaat bila terjadi keuntungan. Saham ini tidak dijamin akan menerima dividen atau tidak dijamin atas pembagian aset bila perusahaan dilikuidasi. Namun pemegang saham ini memiliki hak suara terkait dengan penentuan kebijakan operasional perusahaan.2. Saham preferen (preferred stock) adalah saham dimana pemegangnya memiliki hak-hak istimewa di perusahaan terutama berkaitan dengan pembagian dividen dan pembagian aset saat perusahaan dilikuidasi. Pemegang saham preferen akan selalu mendapatkan dividen sebesar prosentase tertentu (tercantum dalam lembar saham preferen) dari nilai pari atau nilai nominalnya. Namun pemegang saham preferen ini tidak memiliki hak suara dalam hal penentuan kebijakan operasi perusahaan.

4. Akuntansi untuk penerbitan Sahama. Akuntansi penerbitan saham Untuk memperlihatkan informasi penerbitan saham pada nilai pari/nilai nominal, akun-akun berikut harus dipertahankan untuk masing-masing saham sebagai berikut :1. Saham preferen atau saham biasa Akun ini memperlihatkan jenis saham yang diterbitkan dengan nilai parinya.akun ini dikredit ketika saham pertama kali diterbitkan, dan tidak ada penambahan ayat jurnal pada akun ini kecuali ada penambahan saham yang diterbitkan atau adanya penarikan saham.2. Tambahan modal disetor akun ini menunjukkan kelebihan modal disetor di atas nilai pari saham. Tambahan modal disetor ini meliputi agio saham atau disagio saham.b. Akuntansi penerbitan saham atas dasar pesananDua perkiraan baru digunakan apabila saham dijual atas dasar pesanan, yaitu (1) saham biasa atau preferen yang dipesan menunjukkan kewajiban perseroan untuk menerbitkan saham setelah pembayaran akhir saldo pesanan oleh mereka yang telah memesan saham, (2) piutang pesanan, menunjukkan jumlah yang harus ditagih sebelum saham pesanan akan diterbitkan.Kontroversial terjadi sehubungan dengan penyajian piutang pesanan saham dineraca. Beberapa orang mengemukakan bahwa piutang pesanan sebaiknya dilaporkan pada seksi aset lancar. Piutang dagang muncul dari transaksi penjualan pada kegiatan bisnis seperti yang biasa sedangkan piutang pesanan berhubungan dengan penerbitan saham sendiri dan merupakan kontribusi modal yang belum dibayarkan kepada perseroan.

5. Akuntansi Ekuitas Untuk Badan Usaha bukan PTAkuntansi untuk ekuitas badan usaha bukan PT harus dilaporkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku untuk badan usaha tersebut dan standar akuntansi keuangan yang berlaku khusus untuk industri yang bersangkutan, misalnya koperasi.

6. Akuntansi ekuitas untuk Badan usaha Berbentuk PTModal saham meliputi saham preferen, saham biasa dan akun tambahan modal disetor . Pos modal lainnya seperti modal yang berasal dari sumbangan dapat disajikan sebagai bagian dari tambahan modal disetor. Akun tambahan modal disetor terdiri dari berbagai macam unsure penambah modal seperti, agio saham, tambahan modal dari perolehan kembali saham dengan harga yang lebih rendah daripada jumlah yang diterima pada saat pengeluaran, tambahan modal dari penjualan saham yang diperoleh kembali dengan harga di atas jumlah yang dibayarkan pada saat perolehannya, tambahan modal dari perbedaan kurs modal disetor. Akun tambahan modal disetor tidak boleh didebit atau dikredit dengan pos laba rugi luar biasa.Penambahan modal disetor dicatat berdasarkan:1. Jumlah uang yang diterima2. Setoran saham dalam bentuk uang, sesuai transaksi nyata.3. Besarnya tagihan yang timbul atau hutang yang dikonversi menjadi modal.4. Setoran saham dalam dividen saham dilakukan dengan harga wajar saham.5. Nilai wajar aktiva bukan kas yang diterima.6. Setoran saham dalam bentuk barang, menggunakan nilai wajar aktiva bukan kas yang diserahkan.

Pengurangan modal disetor lazimnya dicatat berdasarkan:1. Jumlah uang yang dibayarkan2. Besarnya hutang yang timbul3. Nilai wajar aktiva bukan kas yag diserahkan

Pengeluaran saham dicatat sebesar nilai nominal yang bersangkutan. Bila jumlah yang diterima dari pengeluaran saham tersebut lebih besar dari nilai nominalnya, selisih yang terjadi dibukukan pada akun Agio Saham. Bila ketentuan hukum yang ada memungkinkan penarikan kembali saham yang telah dikeluarkan, maka pencatatan transaksi ini dilakukan dengan mendebit akun Modal Saham dan mengkredit Modal Saham yang diperoleh kembali sebesar jumlah yang dibukukan pada saat perolehan kembali saham yang bersangkutan.

7. Dividen PTKewajiban perusahaan untuk membagi dividen timbul pada saat deklarasi dividen, dan saldo laba akan dibebani dengan jumlah dividen yang dimaksud. Kewajiban yang timbul disajikan dalam kelompok kewajiban lancar. Bila dividen dibagikan dalam bentuk aktiva bukan kas, maka saldo laba akan didebit sebesar nilai wajar aktiva yang diserahkan. Dasar pembagian dividen dalam bentuk aktiva bukan kas harus diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan.Pembagian dividen termasuk dividen saham yang berasal dari saldo laba. Pembagian dividen saham adalah pembagian saldo laba kepada pemegang saham, yang diinvestasikan kembali oleh mereka dalam bentuk modal disetor. Pembagian dividen saham dicatat berdasarkan nilai wajar saham. Konversi agio menjadi saham digolongkan sebagai modal disetor sebesar nilai nominal, yang tidak boleh digolongkan sebagai pembagian dividen.

D. KASUS PT . GREAT RIVER INTERNASIONAL TBK

PT Great River International Tbk. (GRI) didirikan di Indonesia berdasarkan Akta Notaris Warda Sungkar Alurmei, SH No. 75 tanggal 22 Juli 1976 yang telah diubah dengan Akta Notaris Abdul Latief SH No. 117 tanggal 23 Nopember 1976. Akta Pendirian ini disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. Y.A.5/3/5.Th.78 tanggal 15 Pebruari 1978 serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 21 Tambahan No. 124 tanggal 11 Maret 1980. Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Akta Notaris Imas Fatimah, SH No. 2 tanggal 2 Desember 2003 antara lain mengenai peningkatan modal disetor dan ditempatkan melalui pembagian saham bonus. Perubahan Anggaran Dasar tersebut belum disetujui oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Bidang Usaha:Sesuai dengan pasal 3 anggaran dasar Perusahaan, kegiatan Perusahaan antara lain meliputi industri pakaian jadi dan perdagangan.

Sejarah Singkat Perseroan1976 - Didirikan oleh Sukanta Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja dengan nama PT Great River Garments Industries, dengan karyawan 150 orang1977/78 - Memperoleh lisensi pertama berupa pakaian pria dan pakaian dalam wanita1987 - Berturut-turut setiap tahun memperoleh lisensi merek-merek international terkemuka1989 - Saham Perseroan tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya1991 - Meraih predikat Indonesia Best Managed Company dari majalah Asiamoney1992 - Berganti nama menjadi PT Great River Industries1993 - Melaksanakan right issue yang pertama1993 - Mendirikan anak perusahaan, PT Inti Fasindo Internasional untuk menangani usaha distribusi dan retail1991 - Menjalin kerjasama dengan Tomen Co. dari Jepang mendirikan perusahaan patungan PT GT Utama Garments1992-Menjalin kerjasama dengan Mitsui Corp.dan Itabashi Co. dari Jepang, mendirikan perusahaan patungan PT Great Iphock International, memproduksi knitwear1992 - Menjalin kerjasama dengan Gunze Ltd. dari Jepang, mendirikan perusahaan patungan PT Gunze Indonesia, memproduksi benang jahit1994 - Menjalin kerjasama dengan Toyobo Co.dari Jepang mendirikan perusahaan patungan PT Toyobo Knitting Indonesia, memproduksi knit, dyeing & finishing1994 - Menjalin kerjasama dengan Gunze Ltd. dari Jepang mendirikan perusahaan patungan PT Gunze Sock Indonesia, memproduksi kaus kaki1995 - Menjalin kerjasama dengan van Laack GmbH, dari Jerman mendirikan perusahaan patungan Great River/ van Laack International, memproduksi pakaian pria1995 - Lisensi yang ditangani oleh Perseroan mencapai lebih dari 30 merek internasional, terdiri dari pakaian dalam, kemeja, pakaian kasual, pakaian anak-anak, household1996 - Melaksanakan right issue yang kedua 1997 - Meraih sertifikasi ISO 9002 untuk quality management dan diperbarui tahun 19991997 - Meraih predikat Indonesia Best Managed Company dari majalah Asiamoney untuk kedua kali2000 - Meraih kualifikasi Kecelakaan Kerja Nihil (Zero Accidents) dari Departemen Tenaga Kerja1996 - Berganti nama menjadi PT Great River International2000 - Usaha ekspor Perseroan mencapai 69% dari total nilai penjualan2001 - Menyelesaikan restrukturisasi tahap I dengan Termsheet melalui Prakarsa Jakarta2001 - Nilai penjualan ditargetkan meningkat 9,6%, dengan usaha ekspor mencapai 65% dari total penjualan Fasilitas Produksi

Kendala-Kendala Internal :1. Kepastian hukum, kondisi sosial, politik, keamanan kurang kondusif2. Kurangnya kenyamanan dan ketenangan berusaha3. Kenaikan UMR, TDL, BBM secara berturut-turut berdampak pada meningkatnya biaya operasional4. Daya beli pasar domestik masih lemah

Kendala-Kendala Eksternal :1. Sistem kuota2. Menurunnya perekonomian dunia berpengaruh terhadap eksport3. Dampak pasca tragedi 9114. Tariff & non-tariff barriers5. Proteksi dari negara industri seperti Uni Eropa (ISO, Eco-labeling, ILAC, CSM-2000) dan Amerika Serikat (WRAP)

Potensi Pertumbuhan Perusahaan :1. Great River merupakan perusahaan pakaian jadi terkemuka di Indonesia, meliputi produksi, distribusi dan retail2. Memiliki 6000 konsumen ritel dan 71 unit toko milik sendiri3. Tetap konsisten pada bisnis inti (core bisnis)4. Aliansi strategis dengan Dept Store nasional dan internasional5. Negara tujuan ekspor melebihi 20 negara6. kapasitas produksi mencapai 44 juta potong per tahun7. Ekspansi melalui Direct Selling dengan 67,500 Fashion Dealers8. Strategi operasional melalui usaha patungan

Keadaan Perseroaan Saat Ini : Kegiatan operasional Perseroan berjalan normal, pabrik masih berproduksi Kondisi karyawan terkendali. Seluruh karyawan baik dari pabrik, kantor pusat, maupun kantor cabang, masuk seperti biasa Listrik di Gedung Plaza GRI Kantor Pusat dimatikan, sehingga kegiatan di kantor pusat terhambat Perseroan belum mampu untuk melakukan pembayaran terhadap kewajiban yang harus dibayarkan

Latar Belakang Permasalahan : Perseroan mengalami kekurangan modal kerja Tidak tercapainya target penjualan domestic karena masuknya barang berharga murah dari China dan Vietnam, sehingga menyebabkan terjadinya penumpukan stok di toko-toko Penjualan ekspor mengalami tekanan harga jual sehingga margin keuntungan turun, karena persaingan yang berat Biaya operasional yang tinggi dan meningkat secara signifikan setiap tahun (kenaikan UMP dan biaya TDL, telpon dan bahan bakar) Secara umum, perseroan tidak cukup fleksibel menghadapi perubahan dan tantangan yang terjadi di pasar dengan tingkat persaingan yang semakin ketat

Kondisi Hutang Perseroan : Perseroan memiliki hutang obligasi senilai Rp 300 Miliar. Penggunaan dana hasil obligasi tersebut adalah : 74% untuk melunasi hutang bank jangka panjang perseroan 26% untuk pembelian aset seperti penambahan mesin jahit dan modal kerja Perseroan Perseroan memiliki total kewajiban sebesar lebih dari Rp 300 Miliar (Hutang Bank, Hutang Usaha, dan Kewajiban lainnya)

Kronologis KasusPT Great River International merupakan perusahaan pakaian jadi berkualitas tinggi dan terkemuka di Indonesia. PT Great River International Didirikan oleh Sukanta Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja pada tahun 1976 dengan nama PT. Great River Garments Industries. Kemudian pada tahun 1996 Berganti nama menjadi PT Great River International. Pada awalnya, PT Great River International mengalami perkembangan yang sangat pesat hal ini ditandai dengan diperolehnya beberapa kali penghargaan dari majalah Asiamoney dan berhasil lulus sertifikasi ISO 9002 untuk quality management. Namun mulai tahun 2002, PT. Great River International mulai mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga. Permohonan PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan permohonan pailit yang diajukan oleh Citibank atas utang senilai US $10 juta yang berasal dari US $ 2 juta dari Revolving Credit Agreement pada 16 Februari 1994 dan US $ 8 juta dari Revolving Credit Agreement-Domestic Trade Payable Onshore tanggal 16 November 1995..PT Great River International memperkirakan jumlah kewajibannya yang telah dan akan jatuh tempo, di luar utangnya kepada Citibank, adalah sebesar US $179.291.292. Sedangkan total aset yang dimiliki diperkirakan sebesar Rp1.674.716.315.355. Perusahaan garmen PT Great River International Tbk membukukan laba bersih sebesar Rp 1,023 trilyun per September 2002, melonjak dari periode yang sama tahun sebelumnya yang masih membukukan rugi bersih Rp 11,298 milyar. Demikian dikemukakan Dirut Great River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan keuangan kepada Bursa Efek Jakarta (BEJ). Lonjakan laba bersih itu lebih disebabkan adanya pendapatan pos luar biasa dari hasil restrukturisasi utang sebesar Rp 1,277 trilyun. Dari total utang sebesar 172,5 juta dollar AS, Great River memperoleh potongan utang (hair cut) sebesar 85 persen atau untuk setiap dollar utangnya, perseroan hanya membayar 15 sen. Oleh karena itu, pos-pos yang tadinya untuk membayar utang, karena ada koreksi pembukuan, berubah menjadi keuntungan. Secara langsung, pendapatan dari pos luar biasa tersebut tidak mempengaruhi aliran dana tunai (cash flow) perusahaan, tetapi mengubah struktur keuangan perseroan menjadi positif. Sebagaimana dialami berbagai emiten lainnya, perusahaan garmen ini mengalami kesulitan keuangan semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Melonjaknya nilai tukar dollar AS terhadap rupiah membuat nilai utang perseroan melejit ke atas. Proses restrukturisasi yang sudah dirintis manajemen selama 4 tahun, sejak tahun 1998 tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan penandatanganan scheme buy back (skema pembelian kembali) utang pada bulan Agustus 2002.Pada tahun 2005, salah satu pemegang saham PT. Great River International Tbk mengajukan diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk menindaklanjuti hasil audit investigasi Akuntan Publik Amir Abadi Jusuf dan Mawar. Dalam RUPLSB tersebut, akan dimintakan persetujuan pelaksanaan kuasi reorganisasi terhadap hasil audit investigasi terhadap perseroan yang dilakukan oleh KAP Amir Abadi Jusuf & Mawar pada November 2005. Selain itu, RUPLSB juga akan meminta persetujuan soal restrukturisasi seluruh utang perseroan yakni mengkonversi sebagian atau seluruh utang menjadi saham perseroan. Termasuk pula persetujuan soal penambahan modal sehubungan dengan konversi sebagian atau seluruh utang perseroan menjadi saham perseroan. Akuntan publik Justinus Aditya Sidharta diindikasi melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional, Tbk. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang. Berdasarkan investigasi tersebut Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great River ikut menjadi tersangka. Oleh karenanya Menteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Great River tahun 2003.Dalam konteks skandal keuangan di atas, muncullah pertanyaan apakah trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah terdeteksi namun auditor justru ikut mengamankan praktik kejahatan tersebut. Tentu saja jika yang terjadi adalah auditor tidak mampu mendeteksi trik rekayasa laporan keuangan maka yang menjadi inti permasalahannya adalah kompetensi atau keahlian auditor tersebut. Namun jika yang terjadi justru akuntan publik ikut mengamankan praktik rekayasa tersebut, seperti yang terungkap juga pada skandal yang menimpa Enron, Andersen, Xerox, WorldCom, Tyco, Global Crossing, Adelphia dan Walt Disney (Sunarsip 2002 dalam Christiawan 2003:83) maka inti permasalahannya adalah independensi auditor tersebut. Terkait dengan konteks inilah, muncul pertanyaan seberapa tinggi tingkat kompetensi dan independensi auditor saat ini dan apakah kompetensi dan independensi auditor tersebut berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik. Kualitas audit ini penting karena dengan kualitas audit yang tinggi maka akan dihasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. Auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari. Namun sesuai dengan tanggungjawabnya untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan suatu perusahaan, maka akuntan publik tidak hanya perlu memiliki kompetensi atau keahlian saja tetapi juga harus independen dalam mengaudit. Tanpa adanya independensi, auditor tidak berarti apa-apa. Masyarakat tidak percaya akan hasil audit dari auditor sehingga masyarakat tidak akan meminta jasa pengauditan dari auditor. Atau dengan kata lain, keberadaan auditor ditentukan oleh independensinya (Supriyono, 1988). Standar umum kedua (SA seksi 220 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh audito . Standar ini mengharuskan bahwa auditor harus bersikap independen (tidak mudah dipengaruhi), karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan demikian ia tidak dibenarkan untuk memihak. Auditor harus melaksanakan kewajiban untuk bersikap jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditor dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan audited.Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP. Menurut Fuad Rahmany, Ketua Bapepam-LK, pihaknya sedang melakukan penyidikan terhadap AP yang memeriksa laporan keuangan Great River. Kalau ditemukan unsur pidana dalam penyidikan itu, maka AP tersebut bisa dijadikan sebagai tersangka. Kita sedang proses penyidikan terhadap AP yang bersangkutan. Kalau memang nanti ditemukan ada unsur pidana, maka dia akan kita laporkan juga Kejaksaan, ujar Fuad.Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Fuad menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Sayangnya, dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan emiten berkode saham GRIV itu. Fuad juga menjelaskan tugas akuntan adalah hanya memberikan opini atas laporan perusahaan. Akuntan, menurutnya, tidak boleh melakukan segala macam rekayasa dalam tugasnya. Dia bisa dikenakan sanksi berat untuk rekayasa itu, katanya untuk menghindari sanksi pajak.Menanggapi tudingan itu, Kantor akuntan publik Johan Malonda & Rekan membantah telah melakukan konspirasi dalam mengaudit laporan keuangan tahunan Great River. Deputy Managing Director Johan Malonda, Justinus A. Sidharta, menyatakan, selama mengaudit buku Great River, pihaknya tidak menemukan adanya penggelembungan account penjualan atau penyimpangan dana obligasi. Namun dia mengakui metode pencatatan akuntansi yang diterapkan Great River berbeda dengan ketentuan yang ada. Kami mengaudit berdasarkan data yang diberikan klien, kata Justinus. Menurut Justinus, Great River banyak menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri dengan bahan baku dari pihak pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan ongkos operasi pembuatan pakaian. Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar negeri, nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan. Justinus menyatakan model pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, katanya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja. Johan Malonda & Rekan mulai menjadi auditor Great River sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$ 150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman tersebut. Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada rentang 2001-2003, kata Justinus. Sebelumnya Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan konsolidasi Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terdapat indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian. Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp 300 miliar.

Identifikasi Kasus PT Grear River International Tbk :1. Tahun 2002 PT. Great River International mulai mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga.2. Selain itu, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) juga akan meminta persetujuan soal restrukturisasi seluruh utang perseroan yakni mengkonversi sebagian atau seluruh utang menjadi saham perseroan.3. Bapepam menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan PT. Great River International Tbk khususnya dalam penyajian laporan keuangan pada tahun 2003 untuk penerbitan obligasi perseroan yang gagal bayar . 4. Adanya metode pencatatan akuntasi yang berbeda dengan ketentuan yang ada. Terdapat keterkaitan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan dengan kesulitan perusahaan dalam membayar utangnya. Sehingga mengakibatkan perusahaan tidak mampu membayar hutang Rp. 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai 300 miliar.5. Terhitung sejak tanggal 28 November 2006, Mentri Keuangan RI telah membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya Sidharta selama 2 tahun, sanksi tersebut diberikan karenaJustinus terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan audit atas laporan keuangan konsolidasi PT Great River International Tbktahun 2003.

Pembahasan Kasus PT. Great River International Tbk :1. PT. Great River melakukan restrukturisasi hutang pada tahun 2002. Restrukturisasi hutang merupakan suatu proses untuk merestruktur hutang bermasalah dengan tujuan untuk memperbaiki posisi keuangan debitur, (Darmadji, 2001:69). Menurut IAI dalam PSAK No.54 (1999:1), restrukturisasi hutang bermasalah terjadi jika berdasarkan pertimbangan ekonomi atau hukum, kreditur memberikan konsesi khusus kepada debitur yaitu konsesi yang tidak akan diberikan dalam keadaan tidak terdapat kesulitan keuangan di pihak debitur. Konsesi ini dapat berasal dari perjanjian antara kreditur dan debitur, atau dari keputusan pengadilan, atau dari peraturan hukum. Restrukturisasi hutang bermasalah dapat terjadi sebelum, pada, atau sesudah tanggal jatuh tempo hutang yang tercantum dalam perjanjian, dan akan terdapat rentang waktu diantara saat perjanjian, keputusan pengadilan, dan sebagainya. Dengan tanggal efektif persyaratan baru atau terjadinya peristiwa lain yang merupakan pelaksanaan restrukturisasi, yang dimaksud dengan ini yaitu tanggal efektif pelaksanaan merupakan saat restrukturisasi.2. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) juga akan meminta persetujuan soal restrukturisasi seluruh utang perseroan yakni mengkonversi sebagian atau seluruh utang menjadi saham perseroan. Menurut PSAK No. 54 Restrukturisasi hutang bermasalah dapat berupa penyelesaian sebagian hutang dengan pengalihan aset debitur atau pemberian saham (atau keduanya) kepada kreditur dan modifikasi persyaratan hutang yang masih tersisa.3. Berdasarkan investigasi yang dilakukan, Bapepam telah menemukan adanya:a) Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan PT. Great River Inetrnational Tbk per 31 Desember 2003; danb) Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Sehingga perusahaan tekstil tersebut mengalami kelebihan pendapatan (overstatement) yang seharusnya justru merugi.4. Overstatement dalam arti lain penggelembungan atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan PT. Great River Inetrnational Tbk per 31 Desember 2003 telah diakukan dalam pencatatan akuntasi yang berbeda dengan ketentuan yang mengakibatkan perusahaan tidak mampu membayar hutang Rp. 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai 300 miliar. PT. Great River International Tbk, jelas melakukan pelanggaran terhadap laporan keuangan konsolidasinya. Sesuai dengan PSAK No.4 menyebutkan Laporan keuangan konsolidasi disusun dengan menggunakan kebijakan akuntansi yang sama untuk transaksi, peristiwa dan keadaan yang sama atau sejenis. Apabila tidak mungkin digunakan kebijakan akuntansi yang sama dalam menyusun laporan keuangan konsolidasi, maka harus diungkapkan penggunaan kebijakan akuntansi yang berbeda tersebut dan proporsi unsur yang terkait dengan kebijakan akuntansi tersebut terhadap unsur sejenis dalam laporan keuangan konsolidasi.5. Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa Akuntan Publik dikenakan sanksi pembekuan izin apabila Akuntan Publik yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.Kasus PT Great River International, Tbk di atas, yang melibatkan akuntan publik Justinus Aditya Sidharta, dianggap telah menyalahi aturan mengenai kode etik profesi akuntan, terutama yang berkaitan dengan integritas dan objektivitas. Akuntan publik Justinus Aditya Sidharta dianggap telah melakukan tindak kebohongan publik, dimana dia tidak melaporkan kondisi keuangan PT Great River International, Tbk secara jujur.Menurut pengertiannya, integritas dapat berarti kepatuhan terhadap nilai-nilai moral, prinsip-prinsip, serta nilai-nilai lainnya yang terdapat dalam masyarakat pada umumnya. Pelanggaran integritas berarti seseorang telah melanggar aturan-aturan yang telah disepakati secara umum. Sedangkan objektivitas merupakan pernyataan jujur dan apa adanya terhadap suatu hal. Pelanggaran objektivitas menunjukkan bahwa seseorang telah berani melakukan tindak kebohongan / kecurangan dalam melakukan suatu hal. Kedua nilai ini, bersama dengan independensi, merupakan nilai dasar yang harus dimiliki oleh seorang akuntan publik agar seorang akuntan publik dapat menghasilkan suatu laporan yang sifatnya akurat dan dapat dipercaya. Tanpa adanya nilai-nilai dasar tersebut, seorang akuntan publik tidak ada bedanya dengan seorang penjahat yang tidak bermoral.Standar umum kedua (SA seksi 220 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh audito. Standar ini mengharuskan bahwa auditor harus bersikap independen (tidak mudah dipengaruhi), karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan demikian ia tidak dibenarkan untuk memihak. Auditor harus melaksanakan kewajiban untuk bersikap jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditor dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan audited.Salah satu hal yang ditekankan pasca skandal ini adalah perlunya etika profesi. Selama ini bukan berarti etika profesi tidak penting bahkan sejak awal profesi akuntan sudah memiliki dan terus menerus memperbaiki Kode Etik Professinya baik di USA maupun di Indonesia. Etika adalah aturan tentang baik dan buruk. Kode etik mengatur anggotanya dan menjelaskan hal apa yang baik dan tidak baik dan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai anggota professi baik dalam berhubungan dengan kolega, langganan, masyarakat dan pegawai. Kenyataannya konsep etika yang selama ini dijadikan penopang untuk menegakkan praktik yang sehat yang bebas dari kecurangan tampaknya tidak cukup kuat menghadapi sifat sifat selfish dan egois, kerakusan ekonomi yang dimiliki setiap pelaku pasar modal, dan manajemen yang bermoral rendah yang hanya ingin mementingkan keuntungan ekonomis pribadinya.Profesi akuntan publik bisa dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu kesiapan yang menyangkut profesionalisme mensyaratkan hal utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota profesi yaitu: keahlian, berpengetahuan dan berkarakter. Dalam kenyataannya, banyak akuntan yang tidak memahami kode etik profesinya sehingga dalam prakteknya mereka banyak melanggar kode etik. Hal ini menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap profesi akuntansi. Kondisi ini diperburuk dengan adanya perilaku beberapa akuntan yang sengaja melanggar kode etik profesinya demi memenuhi kepentingan mereka sendiri.Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.KESIMPULANTerdapat tiga karakteristik liabilitas menurut FASB yaitu:1. Pengorbanan manfaat ekonomi masa datang2. Keharusan sekarang untuk mentransfer asset3. Timbul akibat transaksi masa laluSedangkan menurut IASB, definisi kewajiban mengandung dua elemen yaitu:1. Keberadaan kewajiban sekarang, membutuhkan penyerahan di masa mendatang2. Hasil dari transaksi masa lampau atau kegiatan lain yang lewat.

Ekuitas didefinisikan sebagai hak residual atas aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Ekuitas mengandung makna pemilikan. Oleh karena itu, untuk organisasi nonbisnis ekuitas sering disebut sebagai aset bersih.

DAFTAR PUSTAKAIAI, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Kieso, Donald E., et all. 2008. Akuntansi Intermediate Jilid 1. Jakarta: Penerbit ErlanggaGodfrey, Jayne, Allan Hodgson, Ann Tarca, Jane Hamilton, and Scott Holmes. 2010, Accounting Theory, 7th., Australia: John Wiley & Sons, Inc.Suwardjono. 2010, Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan, Edisi ketiga, BPFE.

25