kelompok 3 tugas_3b_analisa soi
TRANSCRIPT
ASSIGNMENT #3C
Mata Kuliah Hidrometeorologi Lanjutan
GRAFIK PELUANG SIFAT MUSIM DENGAN SOI
(Data Stasiun Klimatologi Banjarbaru Tahun 1981-2010)
KELOMPOK 3
KHAIRULLAH (G251144081)
RIMA NOVIANTI (G251144111)
SYAHRU ROMADHON (G251144091)
SLAMET SUPRIYADI (G251144021)
PROGRAM STUDI KLIMATOLOGI TERAPAN
PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
TAHUN 2015
I. PENDAHULUAN
Di wilayah tropis, seperti Indonesia hujan menjadi kondisi yang dapat dijumpai sehari-
hari terutama pada musim penghujan. Awal musim penghujan di wilayah Indonesia dari waktu
ke waktu tidaklah sama persis. Perubahan awal musim dapat mengakibatkan aktivitas manusia
terganggu. Contohnya pada bidang pertanian, bahkan dapat mengakibatkan gagal panen dan
sebagainya.
Perubahan awal musim ini dapat disebut dengan anomali alam, contohnya yang
berkaitan dengan iklim adalah fenomena alam El-Nino dan La-Nina. Kejadian El-Nino biasanya
diikuti dengan penurunan curah hujan dan peningkatan suhu udara, sedangkan kejadian La-
Nina merangsang kenaikan curah hujan di atas curah hujan normal. Penentuan kejadian El-
Nino dan La-Nina, salah satunya dapat dilihat berdasarkan dari data indeks osilasi selatan atau
Southern Oscilation Index (SOI).
Osilasi Selatan adalah suatu osilasi yang tidak teratur, interannual dan berskala global,
yang merupakan pertukaran massa udara antara daerah pusat tekanan rendah di Pasifik Barat
sekitar ekuator yaitu daerah Indonesia - Australia (Indo-Australia), dengan pusat tekanan tinggi
di Pasifik Tengah.
Indeks SOI ini secara sederhana merupakan perbedaan tekanan udara permukaan di
daerah Pasifik Timur yang diukur di Tahiti, dengan tekanan udara permukaan di daerah Pasifik
Barat (Indo-Australia), yang diukur di Darwin, Australia (Haryanto, 1998).
Pergeseran Osilasi Selatan menyebabkan terjadinya udara subsiden di Indonesia (udara
jatuh/turun, padahal seharusnya naik ke atas akibat pemanasan di ekuator). Apabila muson
yang terjadi lemah akibat gradien tekanan udara selatan yang sangat kecil, aktivitas awan
konveksi di khatulistiwa Indonesia berkurang (rendah) yang menyebabkan terjadinya El-Nino,
musim kemarau berkepanjangan di Indonesia (Murtianto, 2012).
El-Nino dicirikan dengan melemahnya angin pasat dalam skala yang luas dan
meningkatnya suhu permukaan air laut di Pasifik Tengah dan Timur dekat ekuator. Selama
berlangsungnya El-Nino, terjadi hal yang tidak biasa pada tekanan udara permukaan pada
samudera Pasifik. Di Pasifik Barat dan Samudera Hindia terbentuk pusat tekanan tinggi,
sedangkan pada Pasifik Tengah dan Selatan terbentuk pusat tekanan rendah, sehingga SOI
bernilai negatif (Haryanto, 1998).
Pada saat terjadi La-Nina angin pasat timur yang bertiup di sepanjang Samudera Pasifik
menguat (Sirkulasi Osilasi Selatan bergeser ke arah Barat), sehingga massa air hangat yang
terbawa semakin banyak ke arah Pasifik Barat, akibatnya massa air dingin di Pasifik Timur
bergerak ke atas dan menggantikan massa air hangat yang berpindah tersebut, hal ini biasa
disebut upwelling. Dengan pergantian massa air itulah suhu permukaan laut mengalami
penurunan dari nilai normalnya, (Edukasi, 2010). Tekanan udara di kawasan ekuator Pasifik
Barat menurun, lebih ke barat dari keadaan normal, menyebabkan pembentukan awan yang
lebih dan hujan lebat di daerah sekitarnya (Haryanto, 1998).
Bila tekanan udara di Pasifik Barat cenderung menguat maka di Pasifik Timur dan
Tengah cenderung melemah sehingga SOI bernilai negatif. Sebaliknya bila tekanan udara di
Pasifik Barat cenderung melemah maka di Pasifik Timur dan Tengah cenderung menguat
sehingga SOI bernilai positif. Adapun persamaan untuk menentukan nilai SOI adalah :
(Haryanto, 1998).
Tahun kejadian El-Nino dan La-Nina ditentukan berdasarkan banyaknya kemunculan SOI
yang nilainya signifikan ( > dari +5 atau < dari -5). Jika SOI lebih dari +5 berlangsung paling lama
6 bulan maka tahun bersangkutan dinyatakan sebagai tahun El-Nino, sedangkan jika SOI di
antara -5 dan +5 maka dinyatakan sebagai tahun normal (Haryanto, 1998).
Tabel Panduan prediksi El-Nino, La-Nina, atau normal terhadap nilai SOI
Nilai SOI dikelompokkan menjadi 5 fase yaitu :
1. Fase 1 : konstan negatif
2. Fase 2 : konstan positif
3. Fase 3 : menurun cepat
4. Fase 4 : meningkat cepat
5. Fase 5 : mendekati nol
Kondisi El-Nino biasanya digambarkan oleh fase konstan negatif dan fase menurun
cepat, sedangkan La-Nina oleh fase konstan positif dan fase meningkat cepat, dan kondisi
normal oleh fase mendekati nol.
II. METODE
Tulisan ini menggunakan data curah hujan Stasiun Klimatologi Banjarbaru tahun 1981-
2010 dengan data index SOI yang di dapat dari www.bom.gov.au.
Untuk menentukan apakah data SOI pada suatu bulan tertentu itu memiliki fase 1,2,3,4
atau 5 ditentukan berdasarkan nilai perbedaan antara nilai SOI pada bulan tersebut (M2)
dengan nilai SOI pada bulan sebelumnya (M1). Apabila nilai perbedaan M2-M1 jatuh pada
kolom meningkat cepat maka bulan tersebut dikategorikan fase 4.
Analisis lebih lanjut ialah dengan menghitung anomaly hujan bulanan (AXi). Adapun
cara menghitung anomaly hujan bulanan adalah sebagai berikut :
AXi = Xi - Xg
Xi ialah curah hujan pada bulan ke-i dan Xg adalah curah hujan rata-rata jangka panjang (pada
tulisan ini 30 tahun). Kemudian dihitung nilai peluang untuk masing-masing anomaly dengan
rumus sebagai berikut :
P (AXi) = (1-n/(N+1)).
Dimana n adalah nomor urut data dan N jumlah data. Kemudian data peluang dihubungkan
dengan data anomali hujan tiap bulan dengan menggunakan grafik.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada umumnya daerah Kalimantan Selatan terdiri dari dua musim, yaitu musim hujan dan musim
kemarau (panas). Musim hujan biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai Mei, pada waktu itu angin
bertiup dari arah Timur Laut, kecepatan angin tiap bulannya berkisar antara 8-14 knot dan rata-rata tiap
bulan antara 5-6 knot. Sedangkan musim kemarau (panas) terjadi pada bulan Juni sampai Agustus dan di
antara kedua musim tersebut terdapat musim pancaroba.
1. GRAFIK PADA MUSIM HUJAN (OKTOBER - MEI)
Gambar 1. Grafik Anomali Hujan Bulan Oktober
Pada Grafik Bulan Oktober menunjukkan bahwa untuk mendapatkan anomali hujan <-100 mm
pada kondisi La-Nina ialah (1-1)= 0, untuk kondisi El-Nino ialah (1-0.72) = 0.28, sedangkan untuk
tahun normal peluangnya (1-0.80) = 0.20. Bila melihat hasil ini hujan bulan Oktober dipengaruhi
oleh La-Nina ditandai dengan tidak ada anomali hujan di bawah -100 mm pada saat La-Nina.
Gambar 2. Grafik Anomali Hujan Bulan November
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
-200 -100 0 100 200 300
Pe
luan
g
Anomali Hujan November (mm)
El Nino
La Nina
Normal
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
-200 -100 0 100 200
Pe
luan
g
Anomali Hujan Oktober (mm)
El Nino
La Nina
Normal
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
-300 -200 -100 0 100 200 300 400
Pe
luan
g
Anomali Hujan Desember (mm)
El Nino
La Nina
Normal
Pada Grafik Bulan November menunjukkan bahwa untuk mendapatkan anomali hujan <-100
mm pada kondisi La-Nina ialah (1-1) = 0, untuk kondisi El-Nino ialah (1-0.79) = 0.21, sedangkan
untuk tahun normal peluangnya (1-0.63) = 0.37. Bila melihat hasil ini hujan bulan November
dipengaruhi oleh La-Nina ditandai dengan tidak ada anomali hujan di bawah -100 mm pada saat
La-Nina.
Gambar 3. Grafik Anomali Hujan Bulan Desember
Pada Grafik Bulan Desember menunjukkan bahwa untuk mendapatkan anomali hujan <-100 mm
pada kondisi La-Nina ialah (1-0.2) = 0.8 , untuk kondisi El-Nino ialah (1-0.85) = 0.15, sedangkan
untuk tahun normal peluangnya (1-1) = 0. Bila melihat hasil ini hujan bulan Desember tidak
begitu dipengaruhi oleh ENSO.
Gambar 4. Grafik Anomali Hujan Bulan Januari
Pada Grafik Bulan Januari menunjukkan bahwa untuk mendapatkan anomali hujan <-100 mm
pada kondisi La-Nina ialah (1-1)= 0 , untuk kondisi El-Nino ialah (1-0.89) = 0.11, sedangkan untuk
tahun normal peluangnya (1-1) = 0. Bila melihat hasil ini hujan bulan Januari dipengaruhi oleh
La-Nina ditandai dengan tidak ada anomali hujan di bawah -100 mm pada saat La-Nina.
Gambar 5. Grafik Anomali Hujan Bulan Februari
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
-200 -100 0 100 200 300
Pe
luan
g
Anomali Hujan Februari (mm)
El Nino
La Nina
Normal
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
-200 -100 0 100 200 300
Pe
luan
g
Anomali Hujan Januari (mm)
El Nino
La Nina
Normal
Pada Grafik Bulan Februari menunjukkan bahwa untuk mendapatkan anomali hujan <-100 mm
pada kondisi La-Nina ialah (1-0.2)= 0.8 , untuk kondisi El-Nino ialah (1-0.80) = 0.20, sedangkan
untuk tahun normal peluangnya (1-1) = 0. Bila melihat hasil ini hujan bulan Februari tidak begitu
dipengaruhi oleh ENSO.
Gambar 6. Grafik Anomali Hujan Bulan Maret
Pada Grafik Bulan Maret menunjukkan bahwa untuk mendapatkan anomali hujan <-100 mm
pada kondisi La-Nina ialah (1-0.2)= 0.8 , untuk kondisi El-Nino ialah (1-0.65) = 0.35, sedangkan
untuk tahun normal peluangnya (1-1) = 0. Bila melihat hasil ini hujan bulan Maret tidak begitu
dipengaruhi oleh ENSO.
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
-300 -200 -100 0 100 200 300
Pe
luan
g
Anomali Hujan Maret (mm)
El Nino
La Nina
Normal
Gambar 7. Grafik Anomali Hujan Bulan April
Pada Grafik Bulan April menunjukkan bahwa untuk mendapatkan anomali hujan <-100 mm pada
kondisi La-Nina ialah (1-0.1)= 0.9 , untuk kondisi El-Nino ialah (1-0.85) = 0.15, sedangkan untuk
tahun normal peluangnya (1-1) = 0. Bila melihat hasil ini hujan bulan April tidak begitu
dipengaruhi oleh ENSO.
Gambar 7. Grafik Anomali Hujan Bulan Mei
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
-200 -100 0 100 200
Pe
luan
g
Anomali Hujan Mei (mm)
El Nino
La Nina
Normal
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
-300 -200 -100 0 100 200 300
Pe
luan
g
Anomali Hujan April (mm)
El Nino
La Nina
Normal
Pada Grafik Bulan Mei menunjukkan bahwa untuk mendapatkan anomali hujan <-100 mm pada
kondisi La-Nina ialah (1-0.1)= 0.9 , untuk kondisi El-Nino ialah (1-0.9) = 0.1, sedangkan untuk
tahun normal peluangnya (1-1) = 0. Bila melihat hasil ini hujan bulan Mei tidak begitu
dipengaruhi oleh ENSO.
2. GRAFIK PADA MUSIM KEMARAU (JUNI - AGUSTUS)
Gambar 8. Grafik Anomali Hujan Bulan Juni
Pada Grafik Bulan Juni menunjukkan bahwa untuk mendapatkan anomali hujan <-100 mm tidak
terlalu dipengaruhi oleh El-Nino dengan peluang hanya (1-0.90)=0.10.
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
-150 -100 -50 0 50 100 150
Pe
luan
g
Anomali Hujan Juni (mm)
El Nino
La Nina
Normal
Gambar 9. Grafik Anomali Hujan Bulan Juli
Pada Grafik Bulan Juli menunjukkan bahwa untuk mendapatkan anomali hujan <-100 mm tidak
begitu dipengaruhi oleh El Nino karena peluangnya yang hampir mendekati 0.
Gambar 10. Grafik Anomali Hujan Bulan Agustus
Pada Grafik Bulan Juli menunjukkan bahwa untuk mendapatkan anomali hujan <-100 mm tidak
begitu dipengaruhi oleh El Nino karena peluangnya yang hampir mendekati 0.
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
-150 -100 -50 0 50 100 150
Pe
luan
g
Anomali Hujan Juli (mm)
El Nino
La Nina
Normal
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
-100 -50 0 50 100 150 200
Pe
luan
g
Anomali Hujan Agustus (mm)
El Nino
La Nina
Normal
IV. KESIMPULAN
Curah hujan di Banjarbaru pada bulan Oktober, November dan Januari dipengaruhi oleh La Nina
sehingga bertambah curah hujannya. Sedangkan untuk pengaruh Enso tidak terlalu terlihat
pengaruhnya pada curah hujan di daerah Banjarbaru
V. DAFTAR PUSTAKA
Boer, R,. 2006. Pembuatan Grafik Peluang Sifat Musim dengan SOI.
Edukasi, 2010, La-Nina, http://www.e- dukasi.net/index. Di akses tanggal 29 Februari 2012.
Haryanto, U., 1998, Keterkaitan Fase SOI Terhadap Curah Hujan Di DAS Citarum,
http://repository. ipb.ac.id/ bitstream/handle. Di akses tanggal 29 Februari 2012.