kelompok 4 berbicara sebagai keterampilan berbahasa indonesia
TRANSCRIPT
BERBICARA SEBAGAI KETERAMPILAN BERBAHASA INDONESIA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keterampilan Berbahasa dan Sastra Indonesia
Disusun oleh:
Margareta Suryandani ( 4C/K7113135 )
Nur Isni Purwinanti ( 4C/K7113159 )
Yanuar Prima N.H. ( 4C/K7113235 )
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas berkat dan anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang
Maha Esa, sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik. Tak lupa penulis mengucapkan
terima kasih kepada Dra Rukayah, M.Hum, selaku dosen pengampu mata kuliah Keterampila n
Berbahasa dan Sastra Indonesia yang telah membimbing dan mengarahkan sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah tentang salah satu keterampilan berbahasa yaitu berbicara. Tidak
lupa, penulis juga berterima kasih kepada rekan-rekan 4C yang yang selalu mendukung dan
tempat bertukar pikiran.
Penulis mohon maaf sekiranya banyak kesalahan ada pada tugas makalah ini. Semoga
di lain kesempatan boleh menjadi koreksi supaya penulis dapat berkarya lebih baik lagi dan
karya penulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 4
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 5
2.1 Komponen-komponen Keterampilan Berbahasa ........................................................ 5
2.2 Pengertian Berbicara ................................................................................................... 6
2.3 Tujuan Berbicara ......................................................................................................... 7
2.4 Jenis-jenis Berbicara ................................................................................................. 10
2.5 Proses Berbicara ........................................................................................................ 12
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 14
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 15
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbicara merupakan kegiatan yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia.
Setiap saat manusia berbicara karena memang berbicara memang alat komunikasi tatap
muka yang sangat vital. Meskipun kira setiap hari berbicara, namun terkadang kita tidak
mengerti apa definisi dari berbicara, tujuan kita berbicara, jenis-jenisnya, juga proses
berbicara. Untuk itulah sebagai calon guru SD, kita harus memahami terlebih dahulu
pengertian, tujuan, jenis, serta proses berbicara. Selain untuk meningka tkan
keterampilan berbahasa kita, juga sebagai bekal kita untuk membimbing murid kita
keak untuk terampil berbahasa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari berbicara?
2. Apa sajakah tujuan dari berbicara?
3. Apa sajakah jenis-jenis berbicara?
4. Bagaimanakah proses berbicara?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mengerti arti dari berbicara.
2. Mahasiswa mengetahui tujuan dari berbicara.
3. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis berbicara.
4. Mahasiswa mengetahui bagaimana proses berbicara.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Komponen-komponen Keterampilan Berbahasa
Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu:
a. Keterampilan menyimak (listening skills)
b. Keterampilan berbicara (speaking skills)
c. Keterampilan membaca (reading skills)
d. Keterampilan menulis (writing skills)
(Nida, 1957:19; Harris, 1977:9)
Setiap keterampilan itu erat sekali hubungannya dengan tiga keterampilan lainnya
dengan cara yang beragam. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya kita
melalui suatu hubungan yang teratur: mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak
bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis. Menyimak
dan berbicara telah kita pelajari sebelum kita masuk sekolah. Keempat keterampilan
tersebut pada dasarnya merupakan sebuah satu kesatuan yang biasa disebut catur
tunggal.
Selanjutnya setiap keterampilan tersebut erat pula dengan proes-proses berpikir
yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semekin
terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya.
Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyak
latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan berpikir.
(Tarigan, 1980a,b: 1; Dawson [et al], 1963: 27).
Di awal tadi sudah dijelaskan bahwa keterampilan berbahasa hanya dapat
diperoleh dan dikuasai melalui banyak praktik dan latihan. Oleh karena itu setelah
berpraktik dan berlatih perlu diadakan tes untuk mengetahui sejauh mana hasil yang
telah dicapai.
6
2.2 Pengertian Berbicara
Linguis berkata bahwa “speaking is language”. Berbicara adalah suatu
keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului
oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau
berujar dipelajari. Berbicara sudah barang tentu erat berhubungan dengan
perkembangan kosa kata yang diperoleh oleh sang anak melalui kegiatan menyimak
dan membaca. Kebelum-matangan dalam perkembangan bahasa juga merupakan suatu
keterlamatan dalam kegiatan-kegiatan berbahasa. Kita juga perlu menyadari bahwa
ketrampilan-ketermpilan yang diperlukan bagi kegiatan berbicara yang efektif banyak
persamaannya dengan yang dibutuhkan bagi komunikasi efektif dalam keterampilan-
keterampilan berbahasa yang lain (Greene & Petty, 1971: 39-40)
Ujaran (speech) merupakan suatu bagian yang integral dari keseluruhan
personalitas atau kepribadian, mencerminkan lingkungan sang pembicara, kontak-
kontak sosial, pendidikannya. Aspek-aspek lain , seperti cara berpakaian atau
mendandani pengantin, adalah bersifat eksternal, tetapi ujaran sudah bersifat inheren,
pembawaan.
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata
untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan
perasaan. Sebagai perluasan dari batasan ini dapat kita katakan bahwa berbicara
merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan
(visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi
maksud dan tujuan gagasan- gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Lebih jauh
lagi, berbicara merupakan satu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-
faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik dan linguistik sedemikian ekstensif,
secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi
kontrol sosial.
Dengan demikian maka berbicara itu lebih daripada hanya sekedar pengucapan
bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikas ikan
gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Pada hakikatnya, berbicara merupakan suatu
proses berkomunikasi sebab di dalamnya terdapat pemindahan pesan dari suatu sumber
ke tempat lain. Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada
penyimak hamper-hampir secara langsung apakah sang pembicara memahami atau
7
tidak baik bahan pembicaraannya maupun para penyimaknya; apakah dia bersikap
tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkomunikas ikan
gagasan gagasannya dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak (Mulgrave,
1954:3-4).
2.3 Tujuan Berbicara
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat
menyampaikan pikiran secara efektif, maka seyogyanyalah sang pembicara memahami
makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan; dia harus mampu mengevaluas i
efek komunikasinya terhadap (para) pendengarnya; dan dia harus mengetahui prinsip -
prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan , baik secara umum maupaun
perorangan.
Tujuan berbicara antara lain:
1. Memberitahukan, melaporkan (to inform)
2. menjamu, menghibur (to entertain)
3. Membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan (to persuade)
Gabungan atau campuran dan maksud itupun mungkin saja terjadi. Suatu
pembicaraan misalnya mungkin saja merupakan gabungan dan melaporkan dan
menjamu begitu pula mungkin sekaigus menghibur dan meyakinkan (Ochs and Winker,
1979: 9).
Begitu pula perlu kita memahami beberapa prinsip umum yang mendasari
kegiatan berbicara antara lain yaitu:
(a) Membutuhkan paling sedikit dua orang. Tentu saja pembicaraan dapat dilakukan
oleh satu orang dan tentu saja hal ini sering terjadi misalnya oleh yang sedang
mempelajari bunyi–bunyi bahasa beserta maknanya atau okeh seseorang yang
meninjau kembali pernyataan bank-nya atau oleh orang yang memukul ibu jarinya
dengan palu.
(b) Membutuhkan sandi linguistik yang dipahami bersama. Bahkan andaikatapun
dipergunakan dua bahasa, namun saling pengertian, pemahaman bersama itu tidak
kurang pentingnya.
(c) Menerima atau mengakui suatu aturan referensi umum. Daerah referensi yang
umum mungkin tidak selalu mudah dikenal/ ditemukan, namun pembicaraan
menerima kecenderungan unruk menemukan satu diantaranya.
8
(d) Merupakan suatu pertukaran antara partisipan. Kedua pihak partisipan yang
memberi dan menerima dalam pembicaraaan saling bertukar sebagai pembicara
dan penyimak
(e) Menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan lingkungan nya
dengan segera. Perilaku lisan sang pembicara selalu berhubungan dengan responsi
yang nyata antara yang diharapkan dari sang penyimak dan sebaliknya . Jadi
hubungan itu bersifat timbal balik atau dua arah.
(f) Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini. Hanya dengan bantuan berkas
grafik-material, bahasa dapat luput dari kekinian dan kesegeraan; bahwa pita atau
berkas itu telah mungkin berbuat demikian, tentu saja merupakan salah satu
keunggulan budaya manusia.
(g) Hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara/
bunyi bahasa dan pendengaran (vocal and auditory apparatus) . Walaupun
kegiatan-kegiatan dalam pita audio lingual dapat melepaskan gerak visual dan
grafik material, namun sebaliknya tidak akan terjadi terkecuali bagi pantomim atau
gambar; takkan ada pada gerakan dan grafik itu yang tidak berdasar dari dan
bergantung pada audio lingual dapat berbicara terus menerus dengan orang-orang
yang tidak kita lihat, di rumah, di tempat bekerja dan dengan telefon percakapan –
percakapan seperti ini merupakan yang khas dalam bentuknya yang paling asli.
(h) Secara tidak pandang bulu menghadadapi serta memperlakukan apa yang nyata
dan apa yang diterima sebagai dalil. Keseluruhan lingkungan yang dapat
dilambangkan oleh pembicaraan mencakup bukan hanya dunia nyata yang
mengelilingi para pembicara tetapi juga secara tidak terbatas dunia gagasan yang
lebih luas yang harus mereka masuki karena mereka dan manusia; berbicara
sebagai titik pertemuan kedua wilayah ini tetap memerlukan penjelasan serta
uraian yang lebih lanjut dan mendalam (Brooks, 1964: 30-31).
Demikianlah Brooks telah mengemukakan delapan butir prinsip atau ciri
pembicaraan yang wajar yang setiap hari kita lakukan dalam kehidupan untuk
beerkomunikasi dengan orang-orang sekeliling kita.
Beberapa cara telah diusahakan oleh para ahli untuk menganalisa proses
berbicara. Analisis yang dilakukan oleh Woolbert (1927) bersifat khas serta
mengandung modifikasi yang sering diremehkan orang, tetapi sebenarnya perlu
mendapat perhatian. Dia menulis:
9
“Seorang pembicara pada dasarnya terdiri dari empat hal yang kesemuanya
diperlukan dalam menyampaikan pikiran/pendapatnya kepada orang lain. Pertama,
sang pembicara merupakan suatu kemauan, suatu maksud , suatu makna yang
diinginkannya dimiliki oleh orang lain yaitu suatu pikiran (a thought) . Kedua, sang
pembicara adalah pemakai bahasa, membentuk pikiran dan perasaaan menjadi kata-,
kata. Ketiga, sang pembicara adalah sesuatu yang ingin disimak, ingin didengarkan,
menyampaikan maksud dan kata-katanya kepada orang lain melalui suara. Terakhir,
sang pembicara adalah sesuatu yang harus dilihat, memperhatikan rupa, suatu tindakan
yang harus diperhatikan dan dibaca melalui mata (Knower1957:1991)”
Pengetahuan mengenai hakekat sang pembiara itu akan turut pula membuat kita
menjadi penyimak yang baik. Keberhasilan seseoarang berkomunikasi dalam
masyaralat menunjukkan kematangan atau kedewasaan pribadinya. Ada empat
keterampilan utama yang merupakam cirri prinadi yang dewasa (a mature
performance) yaitu:
a) Keterampilan sosial
b) Keterampilan semantik
c) Keterampilan fonetik
d) Keterampilan vokal (1961: 6)
Keterampilam Semantik (semantic skill) adalah keterampilan untuk
menggunakan kata-kata dengan tepat dan penuh pengertian. Untuk memperoleh
keterampilan semantik maka kita harus memiliki pengetahuan yang luas mengena i
makna-makna yang terkandung dalam kata-kata serta ketepatan dan kepraktisan dalam
menggunakan kara-kara. Hanya dengan cara inilah kata-lata dapat cepat dan mudah
masuk ke dalam pikiran.
Keterampilan fonetik (fonetic skill) adalah kemampuan membentuk unsur-unsur
fonemik bahasa kita secara tepat. Keterampilan ini perlu karena turut mengemban serta
menentukan persetujuan atau penolakan sosial. Keterampilan ini unsur dalam
hubungan-hubungan perorangan yang akan menetukan apakah seseorang itu diterima
sebagai anggota kelompok atau sebagai orang luar.
Keterampilan vokal (vocal skill) merupakan kemampuan untuk menciptakan
efek emosional yang diinginkan dengan suara kita. Suara yang jelas,bulat dan bergema
menandakan orang yang berbadan tegap terjamin; sedangakan suara yang melengk ing
berisik, atau serak-parau memperlihatkan pribadi yang kurang menarikdan kurang
menyakinkan.
10
Demikianlah kita telah mengetengahkan empat jenis keterampilan yang turut
menunjang keberhasilan seorang pembicara. Agaknya perlu disadari nahwa cara yang
paling efisien untuk mengembangkan suatu keterampilan adalah banyak berlatih secara
teratur dan berencana.
Aristoteles pernah mengungkapkan ”You learn to play flute by playing the flute“
(”Anda belajar bermain suling dengan meniup suling”) dan juga Dewoy dengan diktum
atau ucapannya yaitu “You learn to do by doing“ (Powers1951:8).
2.4 Jenis-jenis Berbicara
Secara garis besar, berbicara dapat dibagi atas:
I. Berbicara dimuka umum pada masyarakat (public speaking) yang mencakup
empat jenis, yaitu:
a. Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat melaporkan atau
memberitahukan; yang bersifat informatif (informative speaking). Egiatan
ini dilaksanakan apabila seseorang berkeinginan untuk memberi atau
menanamkan pengetahuan, menetapkan atau menentukan hubungan antara
benda-benda, menerangkan atau menjelaskan suatu proses, dan
menginterpretasikan atau menafsirkan suatu persetujuan atau mengura ikan
suatu tulisan. Contoh kegiatan ini antara lain:
1) Kuliah, ceramah
2) Pengumuman, pemberitahuan, maklumat
3) Laporan
4) Instruksi, pelajaran, pengajaran
5) Pemerian suatu pemandangan atau adegan
6) Pencalonan, pengangkatan atau penunjukan
7) Pidato
8) Anekdot, lelucon, lawak
9) Cerita, kisah, riwayat.
b. Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat kekeluargaan, persahabatan
(fellowship speaking);
c. Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat membujuk, mengajak,
mendesak dan meyakinkan (persuasive speaking);
11
d. Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat merundingkan dengan tenang
dan hati-hati (deliberative speaking).
II. Berbicara pada konferensi (conference speaking) yang meliputi:
1. Diskusi kelompok (group discussion), yang dapat dibedakan atas:
a) Tidak resmi (informal), dan masih dapat diperinci lagi atas:
i. Kelompok studi (study groups).
Study group merupakan bentuk diskusi yang paling sering terjadi
pada mahasiswa di perguruan tinggi, yaitu diskusi mengena i
suatu masalah yang dapat dipecahkan kemudian diambil sebagai
pengetahuan.
ii. Kelompok pembuat kebijaksanaan (policy making groups).
Kelompok ini merupakan suatu kelompok yang berdiskusi untuk
menentukan suatu kebijakan. Dalam hal ini, pendapat dari
anggota-lah yang ditampung dan disinkronisasikan menjadi
suatu kebijakan.
iii. Komite
b) Resmi (formal) yang mencakup pula:
i. Konferensi
Konferensi merupakan suatu kelompok diskusi resmi yang
kadng mengacu pada action-taking discussion atau diskusi
pengambilan tindakan,karena berusaha untuk membuat suatu
keputusan dan bertindak sesuai dengan keeputusan tersebut.
ii. Diskusi panel
Diskusi panel adalah diskusi yang terdiri dari atas suatu
kelompok yang terdiri dari tiga sampai enam orang ahli yang
ditunjuk untuk mengemukakan pandangannya dari berbagai
sudut pandang mengenai suatu masalah.
12
iii. Simposium
Simposium merupakan salah satu variasi dari diskusi panel,
dimana dalam suatu simposium terdiri dari tiga orang yang
diaggap ahli dengan memberikan pandangan-pandangan atau
pendapat yang berbeda mengenai suatu pokok pembicaraan dan
para pendengar atau partisipan dapat mengambil bagian dalam
diskusi.
2. Prosedur Perlementer (parliamentary procedure)
3. Debat.
2.5 Proses Berbicara
Kegiatan berbicara dilakukan untuk mengadakan hubungan sosial dan untuk
melaksanakan suatu layanan. Yang termasuk golongan yang pertama misalnya
percakapan dalam suatu pesta di kafetaria, pada saat antri di bank dan sebagainya.
Sedangkan wawancara untuk memperoleh pekerjaan , memesan makanan di rumah
makan, membeli perangko, mendaftarkan sekolah dan sebagainya.
Dalam proses belajar berbahasa di sekolah anak-anak mengembangkan
kemampuannya secara vertikal tidak secara horizontal. Maksudnya mereka sudah dapat
menyampaikan pesan secara lengkap meskipun belum sempurna. Makin lama
kemampuan tersebut menjadi semakin sempurna dalam arti strukturnya menjadi
semakin benar dan sebagainya. Dengan kata lain perkembangan tersebut tidak secara
horizontal mulai dari fonem, kata, fase, dan wacana seperti halnya jenis tataran
linguistik.
Ellis Dewat Nunan (1991:46) mengemukakan adanya tiga cara untuk
mengembangkan secara vertikal dalam meningkatkan kemampuan berbicara
a. Menirukan pembicaraan orang lain.
b. Mengembangkan bentuk-bentuk ujaran yang telah dikuasai. Mendekatkan atau
menyejajarkan dua bentuk ujaran, yaitu bentuk ujaran sendiri yang belum benar dan
ujaran orang dewasa yang sudah benar.
c. Kesulitan berbicara seperti halnya kesulitan dalam menyimak disebabkan oleh
berbagai faktor, salah satu faktor yang menimbulkan kesulitan dalam bebicara yang
datang dari teman bicara. Seperti yang kita ketahui dalam setiap kegiatan berbicara
13
teman bicara menafsirkan makna pembicaraan agar dapat berlangsung terus sampai
tujuan pembicaraan tercapai. Apabila teman bicara tidak dapat menangkap makna
pembiacaraan maka pembicaraan terputus atau dengan kata lain tujuan komunikas i
tidak tercapai.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata
untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan
perasaan.
2. Tujuan berbicara antara lain:
a. Memberitahukan, melaporkan (to inform)
b. Menjamu, menghibur (to entertain)
c. Membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan (to persuade)
3. Jenis-jenis berbicara antara lain:
a. Di muka umum
b. Pada Koferensi
4. Proses berbicara:
a. Imitasi
b. Mengembangkan bentujk ujaran yang telah dikuasai
15
DAFTAR PUSTAKA
Rofi'udin, D. A., & Zuhdi, D. D. (2001). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas
Tinggi. Malang: Universitas Negeri Malang.
Tarigan, P. D. (1981). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.