kelompok 5 manben.docx

Upload: wahyu-dini-candras

Post on 10-Oct-2015

52 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

ANALISA JURNAL MENEJEMEN BENCANA DENGAN JUDUL DINAMIKA PERILAKU PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERAWAT DAN TENAGA PARAMEDIS DALAM KONDISI GAWAT DARURAT DAN SISTEM INFORMASI TRIASE UNTUK PENANGGULANGAN KORBAN BENCANA

MAKALAH

Oleh KELOMPOK 5

iPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNVERSITAS JEMBER2014

ANALISA JURNAL MENEJEMEN BENCANA DENGAN JUDUL DINAMIKA PERILAKU PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERAWAT DAN TENAGA PARAMEDIS DALAM KONDISI GAWAT DARURAT DAN SISTEM INFORMASI TRIASE UNTUK PENANGGULANGAN KORBAN BENCANA

MAKALAH

disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Menejemen Bencanadengan dosen: Ns. Rondhianto, M.Kep

Oleh:

Raras RahmatichasariNIM 122310101011Alifia Rizky Pratama DNIM 122310101025Made Enstini S PNIM 122310101035Wahyu Dini Candra SNIM 122310101043Afiq Zulfikar ZulmiNIM 122310101049

iiPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNVERSITAS JEMBER2014PRAKATAPuji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuni-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudulanalisa jurnal menejemen bencana dengan judul dinamika perilaku pengambilan keputusan perawat dan tenaga paramedis dalam kondisi gawat darurat dan sistem informasi triase untuk penanggulangan korban bencana. Makalah ini disusun berdasarkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Bencana Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:1. Ns. Rondhianto, M.Kep, selaku penanggung jawab mata kuliah Manajemen Bencana Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember;2. Ayah dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan perhatian dan dukungannya baik secara materil maupun non materil;3. Rekan-rekan satu kelompok yang sudah bekerjasama dan berusaha semaksimal mungkin sehingga makalah ini dapat terealisasi dengan baik;4. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jember, September 2014Penulis

iii

DAFTAR ISI

HalamanHALAMAN SAMPUL iHALAMAN JUDUL iiPRAKATA iiiDAFTAR ISI ivBAB 1. PENDAHULUAN 11.1 Latar Belakang 11.2 Tujuan Penulisan 2BAB 2. ISI JURNAL 32.1 Judul Jurnal 32.2 Resume Jurnal 52.3 Kelebihan dan Kekurangan Jurnal 10BAB3. PENUTUP 11 3.1 Kesimpulan 11 3.2 Saran 12

ivDAFTAR PUSTAKAviv

BAB 1. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangNegara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis serta demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan faktor alam, non alam, ulah tangan manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda serta dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional. Triage adalah hal yang paling dasar yang seharusnya dimiliki anggota tim penanganan bencana. Triage merupakan suatu teknik penilaian dan mengklasifikasikan tingkat kegawatan korban bencana. Triage dibagi menjadi dua, yaitu Triage lapangan dan Triage dalam Rumah Sakit. Untuk triage dalam Rumah Sakit biasanya dilakukan oleh perawat atau dokter instalasi gawat darurat dan mengenai triage lapangan, harusnya seorang first responder (yang pertama kali menangani bencana) menguasai triage. Pentingnya triage untuk memilih siapa yang harus ditangani lebih awal dan siapa yang terakhir.Penanggulan korban bencana merupakan proses yang harus segera dilakukan agar korban dapat ditolong secepat mungkin. Korban yang berlabel merah merupakan korban gawat dan membutuhkan proses penanganan ke rumah sakit, label kuning korban sedang, label hijau korban yang bisa ditunda penanganannya, sedangkan label hitam menandakan pasien sudah meninggal, hasil triage akan memudahkan tim medis dalam melakukan penanganan lebih lanjut. Dapat disimpulkan bahwa dengan sistem informasi triage penanggulangan bencana dapat memberi kemudahan dalam proses penanganan korban berdasarkan tingkat kedarutannya.Kemampuan pengambilan keputusan yang tepat dan akurat sangat diperlukan bagi tenaga paramedis untuk dapat menyelamatkan pasien yang dihadapi. Pola- pola perilaku pengambilan keputusan yang dilakukan oleh tenaga paramedis ini melibatkan aspek-aspek fisik maupun psikis yang sangat besar, mengandung resiko yang cukup tinggi antara keselamatan dan kematian dari pasien yang sedang dihadapi.Perawat memiliki tanggung jawab dan kewenangan untuk mengambil langkah- langkah keperawatan yang diperlukan sesuai dengan standar keperawatan. Pelayanan keperawatan di Indonesia di masa depan diperkirakan juga akan menuju pelayanan atau asuhan keperawatan profesional yang bersifat holistik dan humanistik, berlandaskan ilmu dan kiat keperawatan dengan etika keperawatan sebagai tuntunan. Kemampuan para perawat dan tenaga paramedis dalam kondisi-kondisi kritis ketika menangani pasien tentu tidak lepas dari latar belakang pendidikan yang pernah ditempuh serta pengalaman yang pernah dijalani. Termasuk di sini adalah kemampuan perawat dan tenaga paramedis dalam mengambil keputusan saat gawat darurat.

1.2 Tujuan PenulisanMengetahui pentingnya kegawatdaruratan serta triase dan pentingnya tugas paramedis khususnya perawat dalam menangani kegawatdaruratan dalam menangani baik bencana besar maupun bencana kecil.

BAB 2. ISI JURNAL2.1 Judul JurnalAdapun judul jurnal yang kelompok kami diskusikan, yaitu:1. Dinamika Perilaku Pengambilan Keputusan Perawat danTenaga Paramedis dalam Kondisi Gawat Darurat.2. Sistem Informasi Triase untuk Penanggulangan Korban Bencana. 2.2 Resume Jurnal2.2.1 Dinamika Perilaku Pengambilan Keputusan Perawat danTenaga Paramedis dalam Kondisi Gawat Darurat.Persamaan utama antara perawat dan tenaga paramedis keduanya dapat menangani kondisi gawat darurat. Hanya saja tenaga paramedis adalah tenaga kerja yang bekerja bukan sebagai perawat dan bukan sebagai dokter. Ia berada di tengahtengah keduanya. Paramedis biasanya tampil dalam keadaan darurat, misalnya kecelakaan di jalan raya, kecelakaan dalam lingkungan rumah tangga, dan lain-lain. Paramedis dapat melakukan pertolongan pertama sebelum ditangani lebih lanjut oleh dokter ahli (Sugiarto, 1999). Di Indonesia yang masih kental unsur tradisinya, yang digolongkan dalam tenaga paramedis, selain bidan adalah dukun beranak yang telah mendapatkan pendidikan sertifikat praktek bersalin dan ahli khitan yang telah menamatkan pendidikan tertentu dalam bidang khitan dan dapat melakukan praktek khitan.Perawat memiliki tanggung jawab dan kewenangan untuk mengambil langkah-langkah keperawatan yang diperlukan sesuai dengan standar keperawatan. Pelayanan keperawatan di Indonesia di masa depan diperkirakan juga akan menuju pelayanan atau asuhan keperawatan profesional yang bersifat holistik dan humanistik, berlandaskan ilmu dan kiat keperawatan dengan etika keperawatan sebagai tuntunan (Husin, 1995).

Menurut Manulang (1994) ada lima tahap dalam mengambil keputusan yaitu tahap 1 menerima tantangan. Pengambilan keputusan dimulai manakala seseorang dihadapkan kepada suatu tantangan terhadap jalur tindakannya yang berlaku. Tahap 2 mencari alternatif. Bila suatu jalur tindakah yang sedang berlaku mendapat tantangan, pengambilan keputusan yang efektif mulai mencari alternatif. Individu mempertimbangkan secara matang-matang tujuan-tujuannya serta nilai-nilai yang relevan dengan suatu keputusan. Tahap 3 penilaian alternatif. Tahap ini sering melibatkan upaya yang besar untuk mencari informasi yang dapat dipercayai yang relevan dengan keputusan yang efektif, mencari fakta-fakta serta ramalan dari berbagai ragam sumber berkenaan dengan akibat-akibat dari alternatif-alternatif yang sedang dipertimbangkan. Individu menimbang dengan hati-hati baik aspek positif maupun negatif dari masing-masing alternatif. Tahap 4 menjadi terikat. Pada tahap ini pilihan terakhir sudah dibuat dan pengambilan keputusan menjadi terikat kepada suatu jalur tindakan baru. Pengambilan keputusan efektif menelaah kembali segala informasi yang telah terkumpul sebelum mengambil suatu keputusan terakhir. Individu juga memikirkan bagaimana melaksanakan keputusan dan membuat rencana cadangan seandainya ada sesuatu resiko yang menjadi kenyataan. Tahap 5 berpegang pada keputusan. Setiap pengambil keputusan berharap segalanya akan berjalan lancar sesudah suatu keputusan diambil, tetapi hambatan sering terjadi. Memilih alternatif terbaik belumlah mencukupi. Jika keputusan tidak dilaksanakan secara memadai, hasil yang menggembirakan tidak akan tercapai.Metode-metode yang digunakan oleh perawat di UGD maupun bidan di bangsal persalinan dalam mengambil keputusan. Metode yang dilakukan antara lain sebagai berikut:a. Berdasarkan pengalaman terdahulu. Mengambil keputusan berdasarkan pengalaman sebelumnya dalam menangani pasien. Sesuatu kasus yang rutin dan telah biasa dihadapi, membuat para perawat dan tenaga para medis ini mengingat-ingat pengalaman yang pernah dijalani untuk melakukan penanganan pada kasus-kasus yang mirip atau serupa dengan kasus sebelumnya.b. Berdasarkan standar atau prosedur tetap yang sudah ada. Proses mengambil keputusan melakukan tindakan kepada pasien didasarkan pada PROTAP (prosedur tetap) yang sudah tersedia di rumah sakit. Perawat maupun bidan mengingat-ingat langkah-langkah penanganan pasien sesuai bagan alur atau standar dari rumah sakit.c. Berdasarkan pendidikan/ Mengambil keputusan dilakukan dengan mengingat-ingat teori yang pernah diperoleh selama mengenyam pendidikan kemudian dicocokkan dengan kasus yang ditangani, seperti teori-teori asuhan keperawatan.d. Berdasarkan pertimbangan dokter (orang yang lebih ahli). Untuk kasus-kasus yang luar biasa, bukan masalah-masalah yang rutin dan biasa dihadapi perawat dan tenaga paramedis meminta pertimbangan ahli dalam hal ini dokterdi rumah sakit, rneminta pertimbangan juga dilakukan kepada rekan kerja yang lebih tahu dan berpengalaman.Saat mengambil keputusan tentu saja melibatkan aspek kognitif (pikiran) dalam menghadapi pasien. Proses kognitif yang terjadi selama proses pengambilan keputusan adalah:a. Memusatkan pikiran dan perhatian agar pasien bisa tertolong dan selamat. Subjek penelitian pikirannya terkonsentrasi penuh pada permasalahan kasus yang dihadapi bersama pasien.b. Berpikir tentang cara-cara menolong pasien untuk melakukan tindakan. Subjek kemudian memikirkan langkah-langkah untuk mengatasi kondisi gawat darurat, memperbaiki kondisi umum pasien. Subjek memikirkan prioritas tindakan yang harus dikerjakan berdasarkan ingatan atau informasi yang dimiliki baik dari pengalaman, pendidikan, informasi tertulis maupun saran dari dokter maupun rekan kerja yang lain.c. Memikirkan resiko tindakan yang dilakukan setelah mengambil keputusan. Sebagian subjek penelitian yang menghadapi masalah juga memikirkan resiko atau konsekuensi tindakan yang dilakukan. Misalnya ada ketakutan dari perawat, salah dalam memberikan jenis injeksi kepada pasien, yang mungkin berbeda dengan dokter. Namun ada pula yang bertindak tidak memikirkan resikonya, namun setelah tindakan itu selesai dilakukan baru memikirkan resikonya.d. Berpikir menghubungi orang lain (dokter) untuk meminta bantuan. Terdapat seorang tenaga paramadis yang berpikir untuk segera mencari bantuan kepada orang lain. Dalam hal ini dokter untuk membantu menghadapi kasus pasien.e. Tidak memikirkan sesuatu, karena sudah menjadi rutinitas. Tindakan terhadap pasien gawat darurat berdasar pengenalan masalah sudah berlangsung spontan, sudah menjadi rutinitas, sehingga subjek penelitian tidak perlu memikirkan lagi. Tidak perlu memikirkan sesuatu juga terjadi pada subjek yang melakukan tindakan kepada pasien karena pernah mengamati dokter melakukan tindakan yang serupa, cenderung meniru apa yang pernah dilakukan oleh dokter.Selain proses kognitif yang terjadi, pengambilan keputusan ternyata juga melibatkan ranah afektif (perasaan) yang ada pada diri subjek penelitian.a. Perasaan bingung dan ragu-ragu . Di awal bertugas di rumah sakit terkadang. Mengalami kebingungan, blocking (tidak tahu apa yang harus dilakukan) dan ragu-ragu dalam berbuat, menetapkan tindakan yang paling tepat bagi pasien sesuai dengan pendidikan yang pernah diperoleh dengan kasus di rumah sakit.b. Perasaan takut. Perasaan takut terhadap konsekuensi yang ditimbulkan dari tindakan atau keputusan yang diambil. Takut terhadap dokter apabila salah dalam melakukan tindakan dan takut menghadapi kondisi pasien yang semakin memburukc. Perasaan tegang. Perasaan saat pengambilan keputusan tegang, karena sudah melakukan tindakan pada pasien tapi keadaan tidak membaik.d. Perasaan mantap dan tenang. Perasaan tenang dan dapat mengambil keputusan tepat, bila sudah sesuai pengalaman, pengetahuan, pendidikan dan prosedur yang ada. Perasaan ini timbul bila perawat dan tenaga paramedik sudah terbiasa atau berpengalaman dalam menangani pasien.e. Perasaan kecewa, marah dan kasihan. Perasaan yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan tenaga paramedik dengan keluarga pasien. Kecewa, ketika pasien tidak mau mengikuti saran yang dianjurkan. Perasaan marah timbul karena fihak keluarga terkadang lambat dalam memberikan keputusan persetujuan untuk segera ditangani dan perasaan kasihan juga timbul melihat kondisi pasien yang lemah.f. Perasaan menerima. Perasaan menerima terhadap konsekuensi akibat tindakan atau keputusan yang diambil dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan Sang Pencipta, misalnya perawat dan tenaga paramedis sudah berusaha menolong, namun kemudian pasien akhimya meninggal dunia.

Menurut Ridha (2003) tiga bentuk metode dalam mengambil keputusan, yaitu:a. membuat keputusan berdasarkan pengalaman masa lalu yang digabungkan dengan perasaan individual/pribadi;b. membuat keputusan berdasarkan kaj ian/penelaahan/penelitian dan pemecahan masalah;c. mengambil keputusan dengan menggunakan teori gabungan antara perasaan (sense) dan kajian/penelitian/penelaahan ilmiah.

2.2.2 Sistem Informasi Triase untuk Penanggulangan Korban Bencana.Triage adalah hal yang paling dasar yang seharusnya dimiliki anggota tim penanganan bencana. Triage merupakan suatu teknik penilaian dan mengklasifikasikan tingkat kegawatan korban bencana. Triage dibagi menjadi dua, yaitu Triage lapangan dan Triage dalam Rumah Sakit (RS). Untuk triage dalam Rumah Sakit biasanya dilakukan oleh perawat atau dokter instalasi gawat darurat dan mengenai triage lapangan, harusnya seorang first responder (yang pertama kali menangani bencana) menguasai triage. Pentingnya triage untuk memilih siapa yang harus ditangani lebih awal dan siapa yang terakhir. Ini menjadi kunci utama supaya penanganan bencana mampu menyelamatkan jiwa sebanyak-banyaknya. Dalam konsep sebagai penolong, bahwa semua korban bencana pastinya tak akan bisa kita selamatkan, pasti ada yang tidak bisa tertolong karena tingkat keparahannya, namun tim penolong perlu menolong yang bisa di tolong dengan segera sehingga mampu menyelamatkan yang survive. Saat tim penolong terlalu sibuk dengan orang yang prediksi (prognosis) kehidupannya kecil, maka bisa jadi orang dengan prognosis kehidupan yang lebih besar akan mengarah ke kematian. Bila Triage ini dikuasai oleh orang awam, polisi, pemadam kebakaran, petugas kesehatan daerah, puskesmas maka besar kemungkinan banyak korban mampu untuk diselamatkan. Tidak perlu lagi para petugas kesehatan di rumah sakit menghabiskan waktunya untuk menampung korban yang telah meninggal akibat ikut terbawa dalam rombongan korban bencana.Dalam siklus disaster management , dari beberapa fase yang ada terdapat tiga fase utama dalam manajemen penanggulangan bencana (Chanuka Wategama, 2007) yaitu: Response (Tanggap): Dalam fase ini dijelaskan bagaimana melakukan tindakan untuk menyelamatkan nyawa korban dan mencegah kerusakan properti, dan untuk menjaga lingkungan saat terjadi bencana. Fase ini merupakan tahap implementasi dari rencana tindakan (action plans).; Mitigasi: Bagaimana melaksanakan aktivitas yang dapat mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya atau resiko dan mengurangi kemungkinan resiko menjadi bencana.; Recovery (Pemulihan) : Tindakan memantau dan membantu masyarakat untuk kembali kepada kondisi semula setelah bencana.Secara keseluruhan proses triage dalam simulasi menghasilkan pendataan korban berdasarkan tingkat kegawatan masing masing dan selanjutnya korban dilabel warna sesuai hasil triage lewat aplikasi triage dengan tujuan tim penolong bisa dengan cepat mengetahui apakah korban sudah di triage atau belum. Proses pemberian label triage di lokasi darurat bencana dapat dilakukan dengan banyak cara antara lain: 1.Korban dapat dilabeli denganmaterial berwarna yang berada dilokasi bencana.; 2. Memanfaatkan warna pakaian korban dan diikatkan pada bagian tubuh korban sesuai dengan warna hasil triage setiap korban. Pemberian label kepada setiap korban harus diletakkan secara seragam untuk mempermudahidentifikasi pada tahap selanjutnya. Sebagai contoh apabila kain berwarna diikatkan pada bagian kaki atau tangan korban maka seluruh korban dalam pemberian label triage dilakukan hal yang sama dengan mengikatkan pada bagian kaki korban. Selanjutnya dilakukan evakuasi korban menuju rumah sakit terdekat untuk tindakan medis.Metode START dikembangkan untuk pertolongan pertama yang bertugas memilahpasien pada korban musibah misal/bencana dengan waktu 30 detik atau kurang berdasarkan tiga pemeriksaan primer yaitu: Respirasi, Perfusi (mengecek nadi radialis, dan status mental. Tugas utama penolong tirage adalah untuk memeriksa pasien secepat mungkin dan memilah atau memprioritaskan pasien berdasarkan berat ringannya cedera. Pasien akan diberi label sehingga akan mudah dikenali oleh penolong lain saat tiba di tempat kejadian. Algoritma inimengklasifikasikan korban berdasarkan: 1. Korban kritis/immediate diberi labelmerah/kegawatan yang mengancam nyawa (prioritas 1). Untuk mendeskripsikan pasien perlu dilakukan transfortasi segera kerumah sakit .Kriteria pengkajian adalah sebagai berikut: a. Respirasi > 30 x/menit; b.Tidak ada nadi radialis; c.Tidak sadar / penurunan tekanan darah; 2. Delay / tunda diberi label kuning/kegawatan yang tidak mengancam nyawa dalam waktu dekat (perioritas 2). Untuk mendeskripsikan cedera yang tidak mengancam nyawa dan dapat menunggu pada periode tertentu untuk penatalaksanaan dan trasfortasi dengan criteria sebagai berikut: a. Respirasi < 30 x/menit; b. Nadi teraba; c. Status mental normal; Korban terluka yang masih bisa berjalan diberi label hijau / tidak terdapat kegawatan/penanganan dapat ditunda perioritas 3. Penolong pertama di tempat kejadian akan memeberikan instruksi verbal untuk ke lokasi yang aman dan mengkaji korban dari trauma, serta mengirim ke rumah sakit. Meninggal diberi label hitam/tidak memerlukan penanganan. Bedasarkan algortima tersebut di kembangkan kedalam sistem atau apalikasi triage dimana dengan sistem ini dapatmembantu dalam proses penanganan korban/ pemilahan korban berdasarkan tingkat ke daruratannya.Penelitian ini memfokuskan pada sistem informasi penanggulanagan bencana dengan triage yaitu bagaimana memilah korban berdasarkan tingkat kegawatanya. Dengan sistem yang dibagun dapat membatu pihak medis dalam bertindak cepat pada proses penanaggulanagn korban. Berdasarkan penelitian yang berkaitan dengan sistem penengulangan bencana yaitu Aplikasi jaringan sensor nirkabel untuk monitoring medis di daerah bencana menjelaskan bagaimana membangun aplikasi penanganan korban bencana dan hanya memfokuskan pada jaringan sensor nirkabel untuk mendeteksi denyut nadi pasien(Niswar,2012). Penelitian lain yaitu keperawatan telepon triage membahas penggunaan telepon triage untuk memberikan informasi dan konseling melalui media telepon (wayunah,2012).

2.3 Kelebihan dan Kekurangan2.3.1 Kelebihan1. Penggunaan bahasa dan diksi didalam jurnal dapat dimengerti maksud dan tujuan isinya oleh segala para tenaga kerja keperawatan.2. Isi pokok jurnal tidak berbelit atau berbentuk narasi panjang namun disertai dengan tabel untuk memperjelas maksud laporan penelitian.3. Laporan penelitian dalam jurnal isinya tidak dibuat-buat atau bukan karangan belaka sehingga sangat memberikan informasi penting pada sejawat paramedik yang disebutkan.

2.3.2 Kekurangan1. Kurangnya penjelasan atau perluasan dalam penyebutan asumsi paramedik kegawatdaruratan.2. Kurangnya menambahkan studi banding penelitian terhadap laporan penelitian olgaritma triase dan dinamikadalam pengambilan keputusan.

BAB 3. PENUTUP

3.1 KesimpulanBerdasarkan dari analisa jurnal tersebut dapat disimpulkan oleh kelompok kami mengenai judul jurnal Sistem Informasi Triage Bagaimana Dalam Penanggulangan Korban Bencanayaitu dengan pengimplementasikan algoritma Simple Triage and Rapid Treatment(START) dimana sistem secara otomatis mengklasifikasikan korban berdasarkan tingkat keparahan kondisi korban. Algoritma START merupakan standar dalam bidang kesehatan Aplikasi Triage mempermudah proses penanggulcangan korban bencana dibandingkan dengan proses Triage secara manual yang memakai lembaran kertas mengakibatkan proses Triage menjadi lambat. Sistem yang dibangun masih berupa sistem informasi yang dipakai untuk proses triage di lapangan atau di lokasi bencana dengan memberikan klasifikasi tingkat keparahan kondisi korban. Sehingga diharapkan proses pengembangan dapat melakukan proses triage ulang (re-triage) guna memberikan keputusan dalam tindakan medis di rumah sakit secara cepat tepat dan tanggap.Kemudian berdasarkan jurnal yang digunakan oleh kelompok kami dengan judul Dinamika Perilaku Pengambilan Keputusan Perawat Dan Tenaga Paramedis Dalam Kondisi Gawat Darurat dapat kami simpulkan bahwa tenaga paramedik dalam mengambil keputusan menggunakan empat metode akan tetapi pada intinya tenaga paramedik selalu menggunakan pertimbangan dokter dalam pengambilan keputusan, inilah dikenal dengan tipe decisive dan tipefleksible sesuai dengan bidangpelayanan jasa keperawatan kesehatan khususnya dalam pelayanan di unit kegawatdaruratan yang menggunal model kerja secara tim.

3.2 SaranPenerapan disertai dengan penegasan dalam pengaplikasian penggunaan algoritmaSTART untuk mengembangkan proses triage dilapangan atau ranah medis sehingga pelayanan rumah sakit dengan hasil cepat, tepat dan tanggap. Paramedik tentu memiliki skill dan asumsi yang berbeda untuk menguatkan argumennya, keperawatan sudah dibekali skill tentu harus dapat mengambil kepuutusan sendiri tanpa harus menunggu ahli dokter.

DAFTAR PUSTAKA

Adningsih, Erna s. 2003.Menganstisipasi Bencana dengan Satelit.Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknlogi Pengindraan Jauh-LAPAN.Kompas.Lilesand.T.M., W Kiefer. Remote sensing and Image Interpretation ( Fifth Edition). John Wiley & Sons, Inc., New York.Sudrajat. Bunga Rampai, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

vRotinsulu, Wiske. 2005. Pemanfaatan Data Pengindraan Jauh Untuk Penanggulangan Bencana Tanah Longsor.