kelpompok 9 amdal
DESCRIPTION
Analisis Dampak LingkunganTRANSCRIPT
PROSES PELINGKUPAN RENCANA KEGIATAN PENAMBANGAN
EMAS
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL)
Disusun oleh :
KELOMPOK 9
Annisa Nur Alillah 140410120009
Aginta Rehulina Putri Keliat 140410120037
Annisa Ekawida Putri 140410120038
Noviyanti Soleha 140410120059
M. Nasrulah Akbar 140410120087
PROGRAM STUDI SARJANA BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
DAFTAR ISI
i
DAFTAR
ISI.................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................1
1.1 Latar
Belakang..................................................................................1
1.2 Identifikasi
Masalah..........................................................................2
1.3
Tujuan................................................................................................2
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA…….........................................................3
2.1
Pelingkupan…………………………………………………........3
2.1.1 Pelingkupan Ekologi......................................................... 4
2.1.2 Pelingkupan Sosial............................................................ 5
2.2 Dampak Potensial dari Kegiatan Pernambangan
Emas....................6
2.3 Klasifikasi dan Prioritas Dampak Penting
Hipotetik........................9
2.4 Hasil Pelingkupan Kegiatan Pertambangan
Emas..........................13
ii
2.4.1 Tahap Pra
Konstruksi............................................................13
2.4.2 Tahap
Konstruksi...................................................................15
2.4.3 Tahap Operasi............
………………………………………16
2.4.4 Tahap Pasca
Operasi..............................................................16
2.6 Wilayah Batas
Studi........................................................................16
2.7 Contoh Kasus Dokumen Lingkungan UKL-UPL Eksploitasi
Emas DMP Blok WPR Gunung
Simbe..........................................................21
BAB III
KESIMPULAN………………………………………………….23
DAFTAR
PUSTAKA..................................................................................24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia terdiri dari kepulauan yang terletak di garis khatulistiwa,
sehingga memiliki kekayaan flora, fauna, dan tipe ekosistem yang tergolong
tinggi di dunia. Tetapi potensi kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat
berharga ini mendapat ancaman karena berbagai dampak pembangunan yang tidak
berwawasan lingkungan. Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan termasuk
melindungi flora dan fauna beserta ekosistemnya dari kegiatan pembangunan,
pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintan Republik Indonesia No. 27 tahun
1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Syulasmi dan Tina,
2009).
Berbagai kerusakan lingkungan yang saat ini dirasakan semakin
meningkat karena laju degradasi sumberdaya alam dan lingkungan jauh lebih
tinggi jika dibandingkan dengan laju upaya kita untuk melakukan perlindungan
dan pelestarian alam. Berbagai kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan yang
sangat menonjol adalah kerusakan hutan dan ekosistemnya, kerusakan lahan
basah, dan kerusakan terumbu karang, punahnya berbagai jenis flora dan fauna,
pencemaran tanah, udara, maupun air (Syulasmi dan Tina, 2009).
Aktivitas pembangunan akan selalu memberikan dampak positif maupun
negatif terhadap lingkungan, baik lingkungan biotik maupun abiotik. Sehingga
sering menimbulkan keresahan, terjadi perselisihan antara masyarakat setempat
yang menduduki daerah asal dengan pihak proyek atau masyarakat pendatang
sebagai tenaga proyek (Syulasmi dan Tina, 2009).
Setiap kegiatan pembangunan selalu didahului oleh pembuatan suatu
perencanaan, kemudian, pembangunan proyek dan operasi proyek. Tetapi
seringkali kegiatan yang dibuat hanya ditujukan untuk mencapai sasaran yang
diinginkan oleh pemrakarsanya, kurang memperhatikan pengaruhnya terhadap
lingkungan, sehingga banyak keluhan yang muncul pada saat proyek mulai
1
dibangun atau beberapa saat setelah proyek selesai dibangun. Oleh karena itu
setiap kegiatan pembangunan yang akan mengakibatkan perubahan terhadap
lingkungan haruslah melakukan analisis mengenai dampak lingkungan terlebih
dahulu (Syulasmi dan Tina, 2009). Dampak suatu pembangunan dapat dibagi
menjadi dua kelompok, pertama adalah dampak potensial, dan kedua dampak
hipotetik. Salah satu rencana kegiatan yang memerlukan analisis mengenai
dampak lingkungan adalah penambangan emas.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apa saja dampak potensial dari kegiatan penambangan emas.
2. Apa saja dampak hipotetik dari kegiatan penambangan emas.
3. Data apa saja yang diperlukan untuk menentukan wilayah studi kegiatan
penambangan emas.
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan tugas ini adalah untuk mengetahui proses dan hal
apa saja yang diperlukan dalam pelingkupan rencana kegiatan penambangan emas
yang meliputi dampak potensial, dampak hipotetik dan wilayah studi. Dampak
hiopotetik yang didapat berasal dari dampak potensial.
2
BAB II
ISI
2.1 Pelingkupan
Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan
lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang
terkait dengan rencana kegiatan. Tujuan pelingkupan adalah untuk menetapkan
batas wilayah studi, mengidentifikasi dampak penting terhadap lingkungan,
menetapkan tingkat kedalaman studi, menetapkan lingkup studi, menelaah
kegiatan lain yang terkait dengan rencana kegiatan yang dikaji (Kahar, 2014).
Pelingkupan sudah harus dilaksanakan sejak awal, yaitu pada saat
pemrakarsa merencanakan proyek-proyek apa yang akan dibangun di suatu
daerah, dengan mempertimbangkan berbagai macam alternatif, pelingkupan pada
tingkat ini disebut dengan pelingkupan kebijaksanaan dan
perencanaan/planning/policy scoping. Dalam pelaksanaan AMDAL pelingkupan
sudah dilakukan sejak awal pada saat menyusun kerangka acuan atau TOR (Terms
of Reference), atau pada saat menyusun rencana penelitian lapangan yang
mendetail sampai dengan penyusunan laporan AMDAL itu selesai (Syulasmi dan
Tina, 2009).
Hasil akhir dari proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL. Saran
dan masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses
pelingkupan. Dalam proses pelingkupan ada beberapa istilah sebagai berikut
a. Dampak potensial, yaitu proses identifikasi komponen lingkungan yang
potensial terkena dampak dan hasilnya berupa daftar potensi dampak
lingkungan terlepas apakah dampak tersebut berukuran besar atau kecil, positif
atau negatif, penting atau tidak.
b. Dampak hipotetik, yaitu dampak potensial yang telah teridentifikasi tergolong
sebagai dampak penting (hipotetik), dari hasil identifikasi keluar daftar dampak
penting hipotetik yang perlu dikaji dalam ANDAL. Pengelompokkan atau
3
klasifikasikan dampak penting hipotetik menjadi beberapa pokok-pokok
prioritas.
Cara menentukan dampak potensial dan dampak hipotetik adalah dengan
menggunakan metode daftar uji, daftar uji sederhana, daftar uji kuesioner, daftar
uji deskriptif, metode matrik sederhana, dan metode bagan alir dampak (Kahar,
2014).
Pelaksanaan pelingkupan pada waktu penyusunan kerangka acuan, sangat
memerlukan suatu keahlian dan pengalaman tim yang tinggi. Karena semakin
tinggi keahlian dan pengalaman tim maka pelingkupannyanya akan lebih tepat
dan tajam hasilnya. Kegunaan dari pelingkupan adalah agar di dalam studi
AMDAL, waktu, biaya dan tenaga dapat lebih efisien. Beanland dan Duinker
(1983) dalam Syulasmi dan Tina (2009) memberikan pengertian untuk dua
macam pelingkupan, yaitu
1. Pelingkupan ekologi (Ecological Scoping) dan
2. Pelingkupan sosial (Social Scoping).
2.1.1 Pelingkupan ekologi
Pelingkupan ekologi adalah proses dari pelingkupan yang menetapkan
dampak penting berdasarkan pada nilai-nilai ekologi atau peranan ekologinya.
Secara skematis seperti pada Gambar 1. di bawah ini.
4
Gambar 1. Diagram proses pelingkupan ekologi Beanland dan (Duinker, 1983
dalam Syulasmi dan Tina, 2009).
2.1.2 Pelingkupan sosial
Pelingkupan sosial adalah proses dari pelingkupan yang menetapkan
dampak penting berdasarkan pandangan dan penilaian masyarakat (public
hearing). Secara skematis tampak pada Gambar 2. di bawah ini.
Gambar 2. Diagram proses pelingkupan ekologi (Duinker, 1983 dalam Syulasmi
dan Tina, 2009).
5
2.2 Dampak Potensial dari Kegiatan Pernambangan Emas
Dampak potensial adalah dampak yang diduga dapat terjadi saat komponen
kegiatan berinteraksi dengan komponen lingkungan. Hasil identifikasi dampak
potensial diperoleh dampak yang dapat diabaikan dan dampak yang perlu dikaji
(dampak penting hipotetik). Hal yang perlu dikaji meliputi keberadaan dampak,
besaran dampak, karakteristik dampak, dan sifat penting dampak (Rahayu, 2013).
Menurut Rahayu (2013) dampak potensial dari kegiatan penambangan emas
adalah sebagai berikut
1. Membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, namun karena
keterbatasan keterampilan dan pendidikan masyarakat maka kebanyakan
masyrakat lokal hanya bekerja di lapangan. Juga kapasitas dari perusahaan
penambangan emas yang juga tidak mampu untuk menampung seluruh
masyarakat untuk bekerja di proyeknya.
2. Peningkatan pendapatan masyarakat, karena dalam pembangunan kegiatan
penambangan emas membutuhkan tenaga kerja dari masyarakat sekitar.
3. Kesehatan masyrakat sekitar membaik, karena dengan adanya
pembangunan kegiatan penambangan emas akan ada perbaikan untuk
MCK yang terdapat di masyarakat, jika masyarakat umumnya
melakukannya di sungai, maka kali kini dapat dibangun MCK dalam
sebuah bangunan yang layak.
4. Keamanan meningkat, karena selama 24 jam akan selalu ada penjagaan
oleh security atau pihak keamanan lainnya yang mengawasi daerah
penambangan emas tersebut, sehingga wilayah masyrakat sekitar kegiatan
penambangan emas tersebut juga terlindungi dengan lebih baik.
5. Kenyamanan beraktivitas masyarakat terganggu, karena adanya lalu lalang
angkutan besar yang membawa material dan berbagai alat besar lainnya
untuk penunjang kegiatan penambangan emas.
6. Kebisingan, kegiatan penambangan emas dapat beroperasi pada malam
hari dan kegiatan tersebut dapat mengganggu masyarakat sekitar yang
6
sedang beristirahat pada malam hari. Misalnya kegiatan pengangkutan
yang dilakukan oleh kendaraan besar yang akan menimbulkan suara
kebisingan dari kendaraan tersebut.
7. Kerusakan jalan, penambangan emas pada umumnya dilakukan di wilayah
yang belum terlalu maju, wilayah tersebut memiliki akses jalan yang kecil
yang hanya dilalui oleh kendaraan roda empat berukuran kecil dan sepeda
motor. Namun kini diperlukan pelebaran jalan guna memudahkan proses
transportasi yang dilakukan untuk berlangsungnya kegiatan penambangan
emas.
8. Berkurangnya lahan pertanian dan perkebunan, karena adanya pengalihan
fungsi dari lahan pertanian menjadi penambangan emas. Penambangan
emas memerlukan cakupan wilayah yang cukup luas.
9. Terbentuknya akumulasi modal, karena akan terjadi semakin banyak
kegiatan peredaran modal di daerah tersebut yang juga dapat membuat
wilayah tersebut kondisi ekonominya membaik. Masyarakat dapat
membangun mini market, warung nasi, usaha laundry, dan lain
sebagainya.
10. Kerusakan tanah, struktur dan komposisi tanah dapat terganggu karena
adanya pengerukan dan penggunaan cara penunjang yang berbahaya,
seperti peledak.
Sementara itu, isu-isu lingkungan akibat kegiatan pertambangan menurut
United Nations Environment Programme (UNEP, 1999) dalam Baklau dan
Parsons (1999) adalah sebagai berikut
• Kerusakan habitat dan biodiversity pada lokasi pertambangan
• Perlindungan ekosistem/habitat/biodiversity di sekitar lokasi pertambangan.
• Perubahan landskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan
• Stabilisasi site dan rehabilitasi
• Limbah tambang dan pembuangan tailing
7
• Kecelakaan/ terjadinya longsoran fasilitas tailing
• Peralatan yang tidak digunakan, seperti limbah padat, limbah rumah tangga
• Emisi Udara
• Debu
• Perubahan Iklim
• Konsumsi Energi
• Pelumpuran dan perubahan aliran sungai
• Buangan air limbah dan air asam taminasi
• Pemaparan bahan kimia di tempat kerja
• Rakat dan pemukiman tambang
• Perubahan air tanah dan kontur tanah
• Limbah B3 dan bahan kimia beserta pengelolaan bahan kimia, keamanan,
dan pekerjanya
• Kebisingan
• Radiasi
• Keselamatan dan kesehatan
• Toksisitas logam berat
• Peninggalan budaya dan situs arkeologi Kesehatan masyarakat di sekitar
tambang
8
2.3 Klasifikasi dan Prioritas Dampak Penting Hipotetik
Menurut Anto (2014), dampak potensial yang perlu dianalisis lebih lanjut
dan menjadi dampak hipotetik tertera dalam Tabel 1. di bawah ini.
Tabel 1. Dampak Hipotetik dari Rencana Penambangan Emas
No Dampak Penjelasan
1. Perubahan pola
kepemilikan lahan
(munculnya spekulan
tanah)
Kegiatan penambangan emas membutuhkan
luas lahan yang sangat luas.
2. Perubahan tata lahan dan
kerusakan tanah/lahan
Pada tahap konstruksi diperkirakan akan
terjadi penurunan produktivitas pertanian dan
perkebunan. Selain itu akan ada dampak yang
timbul pasca tahap konstruksi, yaitu aktivitas
pertambangan mengganggu aktivitas
pertanian dan perkebunan dikarenakan proses
penggalian yang berlokasi di wilayah terbuka,
serta proses ekstraksi emas hingga limbahnya
yang mencemari lahan pertanian dan
perkebunan yang akhirnya mematikan lahan-
lahan tersebut karena kondisi tanahnya sudah
tidak sesuai jika digunakan untuk bercocok
tanam. Misalnya, pH tanah menjadi lebih
asam karena penggunaan bahan kimia selama
proses penambangan, yang berujung pada
hilangnya mata pencaharian penduduk sekitar.
Dengan demikian berkurangnya lahan
pertaninan dan perkebunan akibat kegiatan
konstruksi dan operasi pertambangan emas
menjadi dampak penting hipotetik.
Perusakan tanah disini bisa berarti kandungan
9
tanah yang sudah tidak layak untuk
dpergunakan maupun kondisi secara fisik
sepeerti jalan yang biasanya hanya dilewati
oleh kendaraan beroda dua.
3. Keresahan dan persepsi
masyarakat
Munculnya spekulan tanah menyebabkan
adanya kemungkinan kehilangan mata
pencaharian yang kemudian akan
menimbulkan keresahan masyarakat.
Hilangnya mata pencaharian sebagian
penduduk yang terkena pembebasan lahan dan
munculnya spekulan tanah yang menyebabkan
harga tanah meningkat akan menimbulkan
persepsi negatif masyarakat. Adanya
kompensasi tanah dan bangunan serta ganti
rugi tanam tumbuh untuk lahan penambangan
emas apabila tidak sesuai dengan harapan
masyarakat dapat menimbulkan persepsi
negatif masyarakat. Pada tahap kontruksi
adanya penurunan kualitas udara dan
peningkatan kebisingan dapat mengganggu
kesehatan masyarakat. Timbulnya gangguan
kenyamanan dan gangguan kesehatan
masyarakat menimbulkan persepsi negatif
masyarakat.
4. Kecemburuan sosial Pada tahap konstruksi, sebagian tenaga kerja
merupakan tenaga kerja dari luar, dan
sebagian dari penduduk disekitar lokasi tapak
proyek sesuai kualifikasi yang dibutuhkan.
Kedatangan tenaga kerja dari luar akan
menimbulkan kecemburuan sosial.
Kecemburuan sosial ini dapat terjadi dari
10
kondisi persaingan untuk memperoleh
peluang kerja di proyek dan dari perbandingan
kondisi keahlian yang dimiliki oleh tenaga
luar dan tenaga sekitar.
5. Perubahan mata
pencaharian penduduk
Keberadaan penambangan emas akan
menyebabkan terjadinya perubahan mata
pencaharian sebagian penduduk yang terkena
pembebasan lahan, karena lahan yang
digunakan sebagai sumber mata pencaharian
sudah berubah
6. Perubahan kualitas udara
dan debu
Peralatan dan material yang digunakan untuk
konstruksi dilakukan dengan menggunakan
truk atau alat angkutan lain sampai posisi
terdekat dan kemudian dibawa dengan tenaga
manusia ke lokasi lainnya. Mobilisasi alat dan
material gardu induk diperkirakan
menimbulkan cemaran berupa debu
berterbangan, SO2, dan NO2.
7. Timbulnya kebisingan Kebisingan dapat bersumber dari
beroperasinya alat-alat berat pada pekerjaan
konstruksi dan juga dengan semakin
seringnya transportasi kendaraan terutama
truk besar yang mengangkut material. Kondisi
ini akan mengganggu kenyamanan dan
ketenangan masyarakat sekitar lokasi proyek.
Selain itu, pada tahap operasi akibat arus
transportasi pengangkutan batuan emas oleh
alat berat juga menimbulkan kebisingan.
Dengan demikian kebisingan akibat kegiatan
konstruksi dan operasi pertambangan emas
menjadi dampak penting hipotetik.
11
8. Penurunan kualitas air Pada tahap kegiatan kontuksi akan berpotensi
menimbulkan dampak lingkungan berupa
timbulan limbah padat domestik, seperti
kertas bekas, kardus bekas material, dll. akibat
aktivitas pekerja yang berada di lokasi
penambangan emas tersebut. Selain itu
kegiatan aktivitas pekerja di dalam
pembangunan penambangan emas selama
tahap konstruksi berpotensi menimbulkan
dampak lingkungan berupa limbah tinja,
bekas mandi, cuci, dapur dan sebagainya yang
berada di lokasi tersebut. Limbah domestik
yang dihasilkan akan menyebabkan
penurunan kualitas air disekitar tapak proyek.
Dalam kegiatan operasional, pembuangan
limbah industri ke aliran sungai,
penambangan emas yang menggunakan
merkuri untuk memisahkan emas dengan
pasir. Apabila merkuri yang jatuh ke air
melalui sisa-sisa ikatan tambang emas sampai
ke dasar sungai, sifatnya sudah beracun
(toksin). Secara bertahap kandungan ini akan
terakumulasi tingkat bahayanya bagi makhluk
hidup. Salah satunya melalui rantai makanan
di sekitar sungai. Selain itu dapat juga
mencemari sumur disekitar pemukiman
warga.
2.4 Hasil Pelingkupan Kegiatan Pertambangan Emas
12
Anto (2014), juga memberikan penjelasan mengenai hasil pelingkupan
kegiatan penambangan emas yang terbagi empat tahap, yaitu tahap pra konstruksi,
tahap kosntruksi, tahap operasi dan tahap pasca operasi. Penjelasan masing-
masing tahap tersebut sebagai berikut
2.4.1 Tahap Pra Konstruksi
a. Pengadaan Lahan Penambangan Emas
Munculnya Spekulan Tanah
Adanya rencana membeli lahan penduduk untuk jalur transmisi dan gardu
induk akan menyebabkan timbulnya spekulan tanah diantara masyarakat yang
akan berpengaruh pula pada lonjakan harga tanah di sekitar lokasi proyek
pertambangan emas.
Keresahan Masyarakat
Munculnya spekulan tanah adanya kemungkinan kehilangan mata
pencaharian akan menimbulkan keresahan masyarakat.
Perubahan Persepsi Masyarakat
Hilangnya mata pencaharian sebagian penduduk yang terkena pembebasan
lahan dan munculnya spekulan tanah yang menyebabkan harga tanah meningkat
akan menimbulkan persepsi negatif masyarakat.
b. Kompensasi Right of Way (ROW)
Perubahan Persepsi Masyarakat
Adanya kompensasi tanah dan bangunan serta ganti rugi tanam tumbuh
untuk lahan ROW apabila tidak sesuai dengan harapan masyarakat dapat
menimbulkan persepsi negatif masyarakat.
2.4.2 Tahap Konstruksi
a. Penerimaan Tenaga Kerja
Peningkatan Kesempatan Kerja
Kegiatan konstruksi penambangan emas akan menyerap tenaga kerja
konstruksi. Penyerapan tenaga kerja menimbulkan kesempatan kerja bagi
masyarakat yang diterima bekerja.
13
Perubahan Persepsi Masyarakat
Adannya peluang kesempatan kerja menimbulkan persepsi negatif dari
masyarakat dan akan berlanjut terus sampai jalur transmisi dan gardu induk
beroperasi.
b. Mobilisasi Alat dan Material
Penurunan Kualitas Udara
Peralatan dan material yang digunakan untuk konstruksi pertambangan
emas dilakukan dengan menggunakan truk atau alat angkutan lain. Mobilisasi alat
dan material penambangan emas diperkirakan menimbulkan cemaran berupa debu
berterbangan, SO2, dan NO2.
Peningkatan Kebisingan dan Getaran
Kegiatan mobilisasi alat dan material konstruksi dengan dump truck dan
kendaraan lain yang diperkirakan akan menimbulkan kebisingan dan getaran.
Gangguan terhadap Kenyamanan
Adanya gangguan kualitas udara dan kebisingan dapat mengakibatkan
gangguan kenyamanan masyarakat.
Gangguan Kesehatan Masyarakat (Peningkatan Prevalensi Penderita ISPA)
Adanya penurunan kualitas udara dan peningkatan kebisingan dapat
mengganggu kesehatan masyarakat.
Limbah Padat Domestik
Kegiatan konstruksi akan berpotensi menimbulkan dampak lingkungan
berupa timbulan limbah padat domestik bukan B3 seperti kertas bekas, kardus
bekas material dll akibat aktivitas pekerja yang berada di lokasi Penambangan
Emas.
Limbah Cair Domestik
Kegiatan aktivitas pekerja di dalam penambangan emas selama tahap
konstruksi berpotensi menimbulkan dampak lingkungan berupa limbah tinja,
bekas mandi, cuci, dapur dan sebagainya yang berada di lokasi penambangan
emas. Kemudian kegiatan aktivitas pekerja di luar penambangan emas selama
tahap konstruksi juga berpotensi menimbulkan dampak lingkungan berupa limbah
14
tinja, bekas mandi, cuci, dapur dan sebagainya yang terhadap pemukiman
disekitar pembangunan penambangan emas.
Limbah Berbahaya
Dalam pembuangan limbah industri ke aliran sungai, penambangan emas
yang menggunakan merkuri untuk memisahkan emas dengan pasir. Apabila
merkuri yang jatuh ke air melalui sisa-sisa ikatan tambang emas sampai ke dasar
sungai, sifatnya sudah beracun (toksin). Secara bertahap kandungan ini akan
terakumulasi tingkat bahayanya bagi makhluk hidup. Salah satunya melalui rantai
makanan di sekitar sungai. Selain itu dapat juga mencemari sumur disekitar
pemukiman warga.
Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Tingkat kerusakan tanah di lokasi penambangan emas mengalami tingkat
kerusakan berat dan menimbulkan dampak fisik lingkungan seperti degradasi
tanah. Hilangnya unsur hara yang dibutuhkan oleh pertumbuhan tanaman,
berkurangnya debit air permukaan.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Kegiatan pembangunan tahap konstruksi berpotensi menimbulkan gangguan
keselamatan dan kesehatan kerja di area kerja pada Lokasi Penambangan Emas
Perubahan Persepi Masyarakat
Timbulnya gangguan kenyamanan dan gangguan kesehatan masyarakat
menimbulkan persepsi negatif masyarakat.
2.4.3 Tahap Operasi
Dampak sosial ekonomi, banyaknya masyarakat beralih profesi dari petani
menjadi penambang emas,dan banyaknya pendatang yang ikut menambang
sehingga dapat menimbulkan konflik, adanya ketakutan sebagian masyarakat
karena penambangan emas yang berpotensi terjadinya erosi.
2.4.4 Tahap Pasca Operasi
15
Terjadi perubahan fisiografi dan morfologi tanah, perubahan sifat fisik
tanah, perubahan sifat kimia tanah yang disebabkan dari limbah penambangan
emas.
2.5 Wilayah Batas Studi
Pada pelingkupan dan menentukan lingkup batas wilayah studi pada
pertambangan, khususnya pertambangan emas, perlu disusun berdasarkan PP No.
22 tahun 2010 tentang wilayah pertambangan dan Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup. Menurut Budirahardjo (1999) wilayah studi berkaitan sekali
dalam upaya pelingkupannya dengan:
a. Batas proyek
Sering disebut dengan tapak proyek, sebenarnya luas batas proyek bukan
hanya terbatas pada lokasi di mana proyek berada yang biasanya oleh pagar
sekeliling lokasi proyek tersebut. Tetapi batas proyek sebetulnya lebih luas lagi
dari batas tersebut karena termasuk juga jalan proyek dan juga lahan-lahan yang
akan digunakan untuk penyimpanan bahan-bahan konstruksi dan tempat dimana
alat-alat berat disimpan dan diperbaiki pada saat proyek berlangsung. Untuk
penentuan luas batas proyek perlu mempelajari secara cermat deskripsi proyek
yang bersangkutan termasuk cara pemasokan dan mobilisasi bahan-bahan
konstruksi dan peralatannya.
16
Gambar 1. Contoh batas proyek pertambangan emas-perak PT. Newmont Nusa
Tenggara
b. Batas ekologis
Batas ini sangat dipengaruhi cara penentuannya oleh komponen-komponen
lingkungan yang ada pada lokasi proyek. Kemudian berdasarkan prakiraan
dampak yang akan terjadi terhadap komponen lingkungan yang ada pada lokasi
tersebut oleh kegiatan proyek yang dapat diikuti oleh deskripsi proyek maka akan
diperoleh rancangan batas jarak dan luas komponen lingkungan dimana dampak
yang ditimbulkan tidak lagi melampaui ambang yang telah ditentukan (thresh
hold limit) dari tiap-tiap komponen lingkungan. Batas inilah yang diartikan
dengan batas ekologis. Batas ekologis akan menjadi luas bila kondisi rona awal
kualitas komponen lingkungan tersebut telah rendah atau peruntukan menurut
rencana tata ruangnya yang menuntut persyaratan yang ketat karena
peruntukannya misalnya ditentukan sebagai kawasan hunian murni.
17
Gambar 2. Contoh batas ekologi
c. Batas sosial
Batas sosial termasuk juga budaya dan ekonomi. Batas ini ditentukan
berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan proyek yang sedang
direncanakan terhadap aspek social, aspek budaya dan aspek ekonomi. Baik pada
tahapan pra-konstruksi maupun pada konstruksi, maupun selanjutnya pada saat
operasi atau tahap rehabilitasi.
d. Batas administrasi
Batas administrasi ini dapat dilakukan berdasarkan pembagian wilayah
administrasi yang berlaku untuk lokasi di mana rencana proyek yang akan
dilakukan. Batas administrasi ini menjadi mudah apabila lokasi proyek berada
pada batas dari 1 (satu) wilayah administrasi, tetapi sering terjadi (terutama pada
proyek-proyek besar) lokasi proyek karena besar luasnya maka keberadaannya
bias di atas 2 (dua) atau lebih dari wilayah administrasi, baik wilayah tingkat satu
atau wilayah tingkat dua. Untuk menghadapi kemungkinan ini maka perlu
18
persiapan peta standar dan meletakkan lokasi proyek di atas peta standar tersebut,
dan dari situ dapat diketahui keberadaannya dari lokasi tersebut pada batas. Untuk
mengetahui dengan pasti batas-batas wilayah administrasi dari lokasi proyek
biasanya dapat diikuti peta ijin lokasi proyek yang dikeluatkan oleh Badan
Pertanahan Nasional di daerah yang bersangkutan dan dari dinas tata kota
setempat.
Gambar 3. Contoh batas wilayah studi pembangunan kilang minyak
Dengan mengintegrasikan keempat batas wilayah tersebut di atas disertai
dengan pertimbangan keterbatasan sumber daya, seperti waktu, dana, tenaga,
tingkat penguasaan teknologi dan metoda pelaksanaan sehingga lazimnya
penentuan wilayah studi berangkat dari batas proyek yang kemudian diperluas
dengan batas ekologis, batas sosial dan batas administrasi yang dianggap relevan,
kompromi perluasan batas-batas ini menjadi pokok pembahasan pada sidang
komisi amdal yang menangani dengan proponen pada saat pembahasan kerangka
acuan amdal proyek yang bersangkutan (Budirahardjo, 1999).
19
Terkadang memang pelingkupan wilayah studi menjumpai suatu
kekhususan yang memerlukan pertimbangan sendiri. Antara lain untuk
menentukan wilayah studi dari pembangunan jalan kereta api, proyek pembangkit
tenaga listrik dengan jaringan distribusi melintasi beberapa provinsi bahkan lintas
pulau dan proyek reklamasi dengan bahan pengurugan (fill material) yang dipasok
dari penambangan lepas pantai dan dengan transportasi lewat laut dan lewat jalan
pintas provinsi (Budirahardjo, 1999).
Pelingkupan batas wilayah studi sangat berpengaruh kepada ketepatan
analisis dampak lingkungan dan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
Pelingkupan yang membatasi wilayah studi yang lebih kecil dari pada seharusnya
akan menyebabkan produk dokumen amdal kurang atau tidak menggambarkan
interaksi antara komponen kegiatan dan komponen lingkungan yang
diakibatkannya. Sebaliknya pelingkupan batas wilayah studi yang terlalu luas dari
pada seharusnya dapat menyebabkan kaburnya batas-batas pengaruh dampak dan
kurang nyatanya manfaat pengelolaan lingkungan dan pemantauannya. Disamping
itu akan terjadi pemborosan biaya studi dan terlalu lamanya waktu yang
diperlukan untuk penyelesaian pembuatan dokumen amdal yang dimaksud
(Budirahardjo, 1999).
Hal yang dijadikan pegangan dalam pelingkupan kedalaman studi amdal
adalah sasaran akhir dari kegunaan dokumen amdal, yaitu bukan untuk bahan
yang digunakan sebagai rekayasa rancang bangun (engineering design). Tetapi
merupakan dokumen yang berisi prinsip-prinsip dan persyaratan-persyaratan yang
harus diterapkan dalam rencana penanganan dampak lingkungan. Sehingga
dokumen ini dapat membantu kemudahan dari proses pengambilan keputusan
oleh pejabat yang berwewenang. Pelingkupan kedalaman studi dapat
mempengaruhi kepada metoda yang dapat digunakan, mempengaruhi pula jumlah
contoh yang harus diambil serta radiusnya (lokasi pengambilan sampel) dan pula
mempengaruhi jenis tenaga ahli serta jumlahnya dan tentunya berpengaruh kepada
waktu dan dana yang diperlukan untuk penyelesaian dokumen amdal
(Budirahardjo, 1999).
20
2.6 Contoh Kasus Dokumen Lingkungan UKL-UPL Eksploitasi Emas
DMP Blok WPR Gunung Simbe
Pengelolaan lingkungan bagi industri di bidang usaha tambang mineral
logam merupakan hal terpenting dari suatu kegiatan usaha yang harus dilakukan
agar industri tetap berjalan dan berkelanjutan. Pembangunan industri yang
berkelanjutan mencakup tiga aspek yaitu lingkungan (environment), ekonomi
(economy) dan sosial/ kesempatan yang sama bagi semua orang (equity) yang
dikenal sebagai 3E. Aspek lingkungan tidak berdiri sendiri namun sangat terkait
dengan dua aspek lainnya. Dalam kegiatan internal industri, peluang untuk
memadukan aspek lingkungan dan ekonomi sangat besar, tergantung cara
mengelola lingkungan dengan bijak dan menguntungkan. Faktor sosial yang
sebagian besar menyangkut masyarakat sekitar atau di luar industri juga sangat
terkait dalam pengelolaan lingkungan. Berikut adalah contoh kasus dokumen
lingkungan UKL-UPL Eksploitasi Emas DMP Blok WPR Gunung Simbe
menurut LPPM Mataram (2013):
a. Batas proyek lokasi penambangan
Batas yang digunakan sebagai batas kegiatan penambangan diambil
berdasarkan Batas untuk setiap Blok IPR yang berada dalam Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR) Gunung Simba pada Dusun Rambut Petung, Desa
Pelangan Kecamatan Sekotong.
b. Batas administrasi
Batas administrasi yang termasuk dalam skala kegiatan terletak pada
Kecamatan Sekotong – Desa Pelangan.
c. Batas sosial
Kemungkinan yang akan terkena dampak dari adanya kegiatan tersebut
adalah masyarakat di sekitar proyek. Cakupan batas sosial kegiatan penambangan
adalah pada Dusun Rambut Petung, Desa Pelangan Kecamatan Sekotong serta
21
masyarakat yang terkena dampak dari kegiatan administrasi, yaitu pada
Kecamatan Sekotong – Desa Pelangan.
d. Batas ekologi
Batas ekologi adalah daerah pengaruh kegiatan yang didasarkan atas batas
dampak terhadap kegiatan yang dapat dirasakan oleh ekologi sekitarnya. Untuk itu
batas ekologi ditetapkan dengan perkiraan luas ± 450 Ha.
e. Skala usaha atau kegiatan serta batas waktu kajian
Kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan pertambangan skala kecil sampai
menegah untuk Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) tahap Eksploitasi mineral logam
emas dan mineral pengikutnya.
2. Luas lahan yang akan digunakan untuk kegiatan eksploitasi adalah seluas 10
hektar.
3. Luas lahan untuk sarana pendukung seluas ± 2 hektar
4. Status lahan sebagian besar merupakan kawasan hutan produksi terbatas,
sedikit hutan lindung dan sebagian didalam aral hutan produksi terbatas telah
menjadi lahan hak garap dengan objek pajak perorangan (SPPT), dimana lahan
yang digunakan, dilakukan melalui mekanisme pinjam pakaim kawasan hutan
dan mekanisme ganti rugi biaya penggarapan untuk melepas hak atas pemilik
objek pajak (SPPT) didalam kawasan hutan produksi terbatas yang diketahui
oleh aparat desa terkait.
5. Lahan yang digunakan sebagai wilayah pertambangan untuk kegiatan
eksploitasi ini termasuk kawasan hutan, berupa lahan kering dengan tumbuhan
yang didominasi oleh semak, tegalan milik penduduk yang sebagian ditanami
tanaman keras dan tahunan yang kerapatannya rendah dan tidak teratur.
6. Di sekitar Wilayah Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang berjarak ±1,5
kilometer terdapat permukiman penduduk.
7. Jangka waktu kegiatan sesuai dengan Ijin yang diberikan untuk Ijin
Pertambangan Rakyat (IPR) ialah melakukan penambangan, pengolahan
pemurnian dan pengangkutan penjualan selama 5 (Lima) tahun.
22
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah dibuat, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut
1. Dampak potensial dari kegiatan penambangan emas diantaranya adalah
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, peningkatan
pendapatan masyarakat, kebisingan, berkurangnya lahan pertanian dan
perkebunan, kerusakan tanah, kerusakan habitat dan biodiversity pada
lokasi pertambangan, emisi udara, imbah B3 dan bahan kimia beserta
pengelolaan bahan kimia, keamanan, dan keselamatan pekerjanya.
2. Dampak hopotetik dari kegiatan penambangan emas diantaranya adalah
perubahan pola kepemilikan lahan (munculnya spekulan tanah), perubahan
tata lahan dan kerusakan tanah/lahan, keresahan dan persepsi masyarakat,
kecemburuan sosial, perubahan mata pencaharian penduduk, perubahan,
kebisingan, dan pnurunan kualitas air
3. Wilayah studi yang berkaitan dalam upaya pelingkupan kegiatan
penambangan emas adalah batas proyek, batas ekologis, batas sosial dan
batas administrasi.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anto, Ahmad. 2014. Pendahuluan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan). Bhimasena.
Balkau, F. dan Parsons, A. 1999. Emerging Environmental Issues for Mining In
The Pecc Region. Paper Presented At The 1st Pacific Economic Co-
Operation Committee Minerals Forum, Lima, Peru, 22 April, 1999.
Budirahardjo, E. 1999. Metoda-metoda AMDAL. Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Dalam Negeri, Jakarta.
Kahar. 2014. Konflik antara Masyarakat Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan
Muara Batang Toru dengan PT Agincourt Resources Martabe (PT AR
Martabe) di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan,
Provinsi Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara.
LPPM Mataram. 2013. Dokumen Lingkungan UKL-UPL Eksploitasi Emas DMP
Blok WPR Gunung Simbe.
https://lpplmataram.wordpress.com/2013/03/19/dokumen-lingkungan-ukl-
upl-eksploitasi-emas-dmp-blok-wpr-gunung-simbe/ Diakses 25 November
2015
Rahayu, Cucu. 2013. Dampak Pengelolaan Tambang Emas PT. Cibaliung
Sumberdaya dalam Peningkatan Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat
Kecamatan Cimanggu Kabupaten Pandeglag. Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tritayasa.
Syulasmi, Ammi dan Tina Safaria, M.Si. 2009. Hand Out Perkuliahan Pengantar
Amdal. Jurusan Pendidikan Biologi – Fmipa, Universitas Pendidikan
Indonesia : Bandung.
24