kemungkinan terjadinya ijma

2
Kemungkinan terjadinya Ijma’ Jumhur ulama berpendapat bahwa ijma’ mungkin dapat terlaksana dan memang telah terjadi dalam kenyataan. Umpamanya pengangkatan Abu Bakar menjadi Khalifah setelah wafatnya Nabi ditetapkan dengan ijma’, demikian pula haramnya lemak babi, berhaknya kakek atas seperenam harta warisan cucunya, terhalangnya cucu oleh anak dalam hak mewarisi.[12] Abdul Wahab Khallaf menjelaskan besarnya kemungkinan terjadinya ijma’ terutama dalam masa yang serba maju. Bila pelaksanaan ijma’ itu ditangani oleh suatu negara dengan bekerja sama dengan negara-negara lain yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Setiap negara menetapkan standar tertentu mengenai seseorang ijazah mujtahid terhadap semua yang mencapai derajat itu, sehingga dengan demikian semua mujtahid di dunia ini dapat diketahui.[13] Dalam era globalisasi dengan kemajuan teknologi informasi dewasa ini, apa yang dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf itu sangat mungkin terjadi, karena meskipun mujtahid itu bertebaran diseluruh permukaan bumi tetapi cukup mudah mempertemukan mereka dalam suatu masa tertentu untuk membicarakan masalah hukum; atau setidaknya untuk menghimpun pendapat mereka. Bila pendapat mereka tentang masalah suatu hukum telah terkumpul dan ternyata pendapat mereka itu sama, itulah yang disebut ijma’.[14] Ulama yang berpendapat tidak mungkin terjadinya ijma’ melihat dari segi sulitnya mencapai kata sepakat diantara sekian banyak ulama mujtahid, sedangkan ulama yang menyatakan mungkin berlaku ijma’ melihat dari segi secara teoritis memang dapat berlaku meskipun sulit terlaksana secara praktis. Dalam keadaan demikian, suatu hal yang dapat diterima segala pihak tentang ijma’itu ialah bila diartikan ijma’ itu dalam arti “tidak diketahui adanya pendapat yang menyalahinya Macam-macam Qiyas Pembagian qiyas dapat dilihat dari beberapa segi sebagai berikut: 1. Pembagian qiyas dari segi kekuatan ‘illat yang terdapat pada furu’, dibandingkan pada ‘illat yang terdapat pada ashal. Dalam hal ini qiyas terbagi tiga, yaitu: a. Qiyas awlawi, yaitu qiyas yang berlakunya hukum pada furu’ lebih kuat dari pemberlakuan hukum pada ashal karena kekuatan ‘illat pada furu’. b. Qiyas musawi, yaitu qiyas yang berlakunya hukuam pada furu’ sama keadaannya dengan berlakunya hukum ashal karena kekuatan ‘illatnya sama. c. Qiyas adwan, yaitu qiyas yang berlakunya hukum pada furu’ lebih lemah dibandingkan dengan berlakunya hukum pada ashal meskipun qiyas tersebut memnuhi peryaratan. 2. Pembagain qiyas dari segi kejelasan ‘illatnya Qiyas dari segi kejelasan ‘illat terbagi menjadi dua macam, yaitu: a. Qiyas Jali, yaitu qiyas yang ‘illatnya ditetapkan dalam nash bersamaan dengan penetapan hukum ashal atau tidak ditetapkan ‘illat itu dalam nash, namun titik perbedaan antara ashal dengan furu’ dapat dipastikan tidak ada pengaruhnya.

Upload: muhammad-irsyad

Post on 20-Dec-2015

330 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

qweqwe

TRANSCRIPT

Page 1: Kemungkinan terjadinya Ijma

Kemungkinan terjadinya Ijma’Jumhur ulama berpendapat bahwa ijma’ mungkin dapat terlaksana dan memang telah

terjadi dalam kenyataan. Umpamanya pengangkatan Abu Bakar menjadi Khalifah setelah wafatnya Nabi ditetapkan dengan ijma’, demikian pula haramnya lemak babi, berhaknya kakek atas seperenam harta warisan cucunya, terhalangnya cucu oleh anak dalam hak mewarisi.[12]

Abdul Wahab Khallaf menjelaskan besarnya kemungkinan terjadinya ijma’ terutama dalam masa yang serba maju. Bila pelaksanaan ijma’ itu ditangani oleh suatu negara dengan bekerja sama dengan negara-negara lain yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Setiap negara menetapkan standar tertentu mengenai seseorang ijazah mujtahid terhadap semua yang mencapai derajat itu, sehingga dengan demikian semua mujtahid di dunia ini dapat diketahui.[13]

Dalam era globalisasi dengan kemajuan teknologi informasi dewasa ini, apa yang dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf itu sangat mungkin terjadi, karena meskipun mujtahid itu bertebaran diseluruh permukaan bumi tetapi cukup mudah mempertemukan mereka dalam suatu masa tertentu untuk membicarakan masalah hukum; atau setidaknya untuk menghimpun pendapat mereka. Bila pendapat mereka tentang masalah suatu hukum telah terkumpul dan ternyata pendapat mereka itu sama, itulah yang disebut ijma’.[14]

Ulama yang berpendapat tidak mungkin terjadinya ijma’ melihat dari segi sulitnya mencapai kata sepakat diantara sekian banyak ulama mujtahid, sedangkan ulama yang menyatakan mungkin berlaku ijma’ melihat dari segi secara teoritis memang dapat berlaku meskipun sulit terlaksana secara praktis. Dalam keadaan demikian, suatu hal yang dapat diterima segala pihak tentang ijma’itu ialah bila diartikan ijma’  itu dalam arti “tidak diketahui adanya pendapat yang menyalahinya

Macam-macam Qiyas

Pembagian qiyas dapat dilihat dari beberapa segi sebagai berikut:1.      Pembagian qiyas dari segi kekuatan ‘illat yang terdapat pada furu’, dibandingkan pada ‘illat

yang terdapat pada ashal. Dalam hal ini qiyas terbagi tiga, yaitu:a.     Qiyas awlawi, yaitu qiyas yang berlakunya hukum pada furu’ lebih kuat dari pemberlakuan

hukum pada ashal karena kekuatan ‘illat pada furu’.b.  Qiyas musawi, yaitu qiyas yang berlakunya hukuam pada furu’ sama keadaannya dengan

berlakunya hukum ashal karena kekuatan ‘illatnya sama.c.   Qiyas adwan, yaitu qiyas yang berlakunya hukum pada furu’ lebih lemah dibandingkan

dengan berlakunya hukum pada ashal meskipun qiyas tersebut memnuhi peryaratan.2.      Pembagain qiyas dari segi kejelasan ‘illatnya

Qiyas dari segi kejelasan ‘illat terbagi menjadi dua macam, yaitu:a.    Qiyas Jali, yaitu qiyas yang ‘illatnya ditetapkan dalam nash bersamaan dengan penetapan

hukum ashal atau tidak ditetapkan ‘illat itu dalam nash, namun titik perbedaan antara ashal dengan furu’ dapat dipastikan tidak ada pengaruhnya.

b.    Qiyas khafi, yaitu qiyas yang ‘illatnya tidak disebutkan dalam nash. Maksudnya, diistinbatkan dari hukum ashal yang memungkinkan kedudukan ‘illatnya bersifat zhanni.

3.      Pembagian qiyas dari segi dijelaskan atau tidaknyaDalam hal ini, qiyas terbagi menjadi tiga:

a. Qiyas ma’na atau qiyas dalam makna ashal, yaitu qiyas yang meskipun ‘illatnya tidak dijelaskan dalam qiyas namun antara ashal dengan furu’ tidak dapat dibedakan, sehingga furu itu seolah-olah ashal itu sendiri.

b. Qiyas ‘illat, yaitu qiyas yang ‘illatnya dijelaskan dan ‘illat tersebut merupakan pendorong bagi berlakunya hukum ashal.

c.  Qiyas dilalah, yaitu qiyas yang ‘illatnya bukan pendorong bagi penetapan hukum itu sendiri, namun ia merupakan keharusan (kelaziman) bagi ‘illat yang memberi petunjuk akan adanya ‘illat.

4.      Pembagian qiyas dari segi keserasian ‘illatnya dengan hukum, terbagi menjadi dua, yaitu:a. Qiyas muatssir, yang diibaratkan dengan dua definisi:

Pertama, qiyas yang ‘illat penghubung antara ashal dan furu’ ditetapkan dengan nash yang shahih atau ijma.

Kedua, qiyas yang ‘ain sifat (sifat itu sendiri) yang menghubungkan ashal dengan furu’ itu berpengaruh terhdap ‘ain hukum.

Page 2: Kemungkinan terjadinya Ijma

b. Qiyas mulaim, yaitu qiyas yang ‘illat hukum ashal dalam hubungannya dengan hukum haram adalah dalam bentuk munasib mulaim.

5.      Pembagian qiyas dari segi metode yang digunakan dalam ashal dan dalam furu’, terbagi menjadi empat, yaitu:

a.       Qiyas ikhalah, yaitu qiyas yang illat hukumnya ditetapkan melalui metode munasabah dan ikhlah.

b.      Qiyas syabah, yaitu qiyas yang ‘illat hukum ashalnya ditetapkan melalui metode syabah.c.       Qiyas sabru, yaitu qiyas ‘illat hukum ashalnya ditetapkan melalui metode sabru wa taqsim.d.      Qiyas thard, yaitu qiyas yang ‘illat hukum ashalnya ditetapkan melalui metode thard.