kep. menhub - ngurah rai.doc
TRANSCRIPT
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN DAN TELEKOMUNIKASI
NOMOR :
TENTANG
RENCANA INDUK BANDAR UDARA NGURAH RAI - BALI
MENTERI PERHUBUNGAN DAN TELEKOMUNIKASI
Menimbang:a.bahwa perlu adanya pedoman untuk pembangunan dan pengembangan bandar udara serta pencadangan tanah guna menjamin kelangsungan dan kelancaran operasi bandar udara dan keselamatan operasi penerbangan.
b. bahwa sehubungan dengan huruf a diatas, dan berdasarkan Studi Rencana Induk maka perlu ditetapkan Keputusan Menteri Perhubungan dan Telekomunikasi tentang Rencana Induk Bandar Udara Ngurah Rai Bali.
Mengingat:1.Undang-undang Nomor 15 tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3481);
2. Peraturan Pemerintah Nomor : 71 tahun 1996 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara tahun 1996 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3662);
3. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen;
4. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1998;
5. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.91/OT.002/Phb-80, dan KM.164/OT.002/Phb-80 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 59 Tahun 1998;
6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 77 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Bandar Udara Umum;
7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 83 Tahun 1998 tentang Pedoman dan Proses Perencanaan di lingkungan Departemen Perhubungan;
Memperhatikan:1.Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali Nomor . Tanggal .
2.Surat Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor .. Tanggal
MEMUTUSKAN
Menetapkan:KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN DAN TELEKOMUNIKASI TENTANG RENCANA INDUK BANDAR UDARA NGURAH RAI BALI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Bandar Udara adalah Bandar Udara Ngurah Rai yang berlokasi di Propinsi Bali;
2. Rencana Induk Bandar Udara untuk selanjutnya disebut rencana induk adalah pedoman pembangunan dan pengembangan bandar udara yang mencakup keseluruhan kebutuhan dan penggunaan tanah serta ruang udara untuk kegiatan penerbangan dan kegiatan penunjang penerbangan dengan mempertimbangkan aspek-aspek teknis, pertahanan keamanan, sosial budaya serta aspek-aspek terkait lainnya;
3. Rancangan Awal adalah proses lanjut dari rencana induk yang mencakup rancangan tata letak bandar udara yang bersifat teknis dan konseptual, perpetakan setiap fungsi tanah, perletakan masa bangunan dan rencana teknis dari setiap elemennya yang dilengkapi dengan konsepsi teknis dari bangunan, fasilitas dan prasarananya;
4. Rancangan Teknis Terinci adalah penjabaran secara rinci dari rancangan awal sebagai dasar kegiatan pembangunan bandar udara yang mencakup gambar dan spesifikasi teknis bangunan, fasilitas dan prasarana termasuk struktur bangunan dan bahan;
5. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Udara.
BAB II
KEBUTUHAN DAN BATAS-BATAS LAHAN
Pasal 2
(1) Untuk menyelenggarakan kegiatan pengoperasian, pelayanan, pengelolaan dan pengusahaan serta pengembangan bandar udara sesuai rencana induk, dibutuhkan lahan seluas kurang lebih 740,8 Ha.
(2) Kebutuhan lahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas:
a. Lahan yang telah ada (eksisting) kurang lebih 294,3 Ha.
b. Lahan tambahan untuk pengembangan kurang lebih 446,5 Ha.
(3) Batas kebutuhan lahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dinyatakan dalam sistem koordinat bandar udara yang posisinya ditentukan terhadap titik referensi sistem koordinat bandar udara (perpotongan sumbu X dan sumbu Y) yang terletak pada koordinat geografis 08( 45 12 Lintang Selatan dan 115( 10 00 Bujur Timur atau pada koordinat bandar udara X = 20.000 meter dan Y = 20.000 meter dimana sumbu X berimpit dengan sumbu landasan yang mempunyai azimuth 88( 00 00 geografis dan sumbu Y melalui ujung landasan 09 tegak lurus sumbu X.
Pasal 3
(1) Kebutuhan luas lahan sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (1) tercantum pada Lampiran I.A.
(2) Batasan kebutuhan lahan sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (2), digambarkan oleh garis yang menghubungkan titik-titik koordinat seperti tercantum pada lampiran I.B.1 ; I.B.2.
Pasal 4
Lokasi dan batas kebutuhan lahan untuk penempatan sarana alat bantu navigasi penerbangan yang terletak di luar batas-batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, akan diatur dan ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
Pasal 5
Pembebasan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan dengan mempertimbangkan prioritas kebutuhan dan kemampuan pendanaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB III
PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN FASILITASPasal 6
(1) Rencana pembangunan dan pengembangan fasilitas bandar udara untuk memenuhi kebutuhan operasi dan pelayanan bandar udara dilakukan terutama berdasarkan perkembangan angkutan udara sebagaimana tercantum pada Lampiran II.A.
(2) Fasilitas bandar udara yang direncanakan untuk dibangun dan dikembangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II.B.
(3) Rencana pembangunan dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun oleh Direktur Jenderal sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 7
Pembangunan dan pengembangan bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, wajib didahului dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Pasal 8
Rancangan Awal dan Rancangan Teknik Terinci untuk pelaksanaan pembangunan dan pengembangan fasilitas bandar udara di sahkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 9
Pembangunan dan pengembangan fasilitas bandar udara dilaksanakan dengan mempertimbangkan prioritas kebutuhan dan kemampuan pendanaan sesuai peraturan perundang-udangan yang berlaku.
BAB IV
PENGGUNAAN DAN PEMANFATAAN LAHAN
Pasal 10
(1) Rencana penggunaan dan pemanfaatan lahan untuk keperluan peningkatan pengoperasian, pelayanan, pengelolaan dan pengusahaan serta pembangunan dan pengembangan bandar udara tercantum pada Lampiran III.
(2) Rencana penggunaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dan yang belum diatur sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) wajib memperoleh persetujuan Direktur Jenderal.
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 11
Rencana penggunaan dan pemanfaatan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) berlaku sampai dengan tahun 2018 dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun.
BAB VI
PENUTUP
Pasal 12
Petunjuk teknis pelaksanaan keputusan ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal.
Pasal 13
Direktur Jenderal mengawasi pelaksanaan keputusan ini.
Pasal 14
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
DITETAPKAN DI:JAKARTA
PADA TANGGAL:
MENTERI PERHUBUNGAN
DAN TELEKOMUNIKASI
AGUM GUMELAR, M.Sc.
SALINAN KEPUTUSAN INI DISAMPAIKAN KEPADA :
1. Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri;
2. Menteri Keuangan;
3. Menteri Dalam Negeri;
4. Menteri Pertahanan;
5. Menteri Hukum dan Perundang-undangan;
6. Menteri Perindustrian dan Perdagangan;
7. Menteri Eksplorasi Laut;
8. Menteri Pemukiman dan Pengembangan Wilayah;
9. Menteri Negara Otonomi Daerah;
10. Menteri Pariwisata dan Kesenian;
11. Menteri Negara Pekerjaan Umum;
12. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara;
13. Jaksa Agung Republik Indonesia;
14. Panglima Tentara Nasional Indonesia;
15. Kepala Polisi Republik Indonesia;
16. Gubernur Bank Indonesia;
17. Kepala Bappenas;
18. Kepala badan Pertanahan Nasional;
19. Kepala Badan Pemeriksa Keuangan;
20. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Bali;
21. Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan Propinsi Bali;
22. Para Atase Perhubungan di lingkungan Departemen Perhubungan;
23. Para Kepala Biro di Lingkungan Sekretariat Jenderal Departemen Perhubungan;
24. Para Direktur Jenderal di Lingkungan Departemen Perhubungan;
25. Direksi PT (Persero) Garuda Indonesia;
26. Direksi PT (Persero) Merpati Nusantara;
27. Direksi PT. (Persero) Angkasa Pura I;
28. Direksi PT. (Persero) Angkasa Pura II;
29. DPP INACA.