kepailitan perseorangan yang terikat perkawinan...

93
KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN (Studi Kasus Abdul Haris Yati Effendi Melawan Oman Saepurohman) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) OLEH : AHMAD ULAMA 1111048000068 P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439H/2018M

Upload: dothuan

Post on 30-Apr-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN

(Studi Kasus Abdul Haris – Yati Effendi Melawan Oman Saepurohman)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Hukum (S.H.)

OLEH :

AHMAD ULAMA

1111048000068

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439H/2018M

Page 2: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah
Page 3: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah
Page 4: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

iii

ABSTRAK

AHMAD ULAMA, NIM: 1111048000068, Kepailitan Perseorangan Yang Terikat

Perkawinan Dalam Kasus Abdul Haris – Yeti Effendi Melawan Oman Saepurohman,

Strata satu (S1), Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 1439 H/2018 M. vii + 84

halaman.

Skripsi ini membahas tentang permasalahan tentang kepailitan perseorangan dan

penetapan status istri apabila suaminya dinyatakan pailit oleh pengadilan.

Metode penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kepustakaan bersifat normatif.

Normatif artinya penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum objektif

(norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah hukum dan perilaku

yang ada di masyarakat.

Kesimpulan dari analisis yang dilakukan adalah pemberlakuan prinsip concursus

creditorium dalam kepailitan berdasarkan bukti-bukti tertulis yang tertuang dalam

perjanjian para pihak. Adanya 2 kreditor dalam Perjanjian Utang Piutang dan Status

Harta Istri Ketika Harta suami dinyatakan pailit serta memiliki hubungan perjanjian

utang piutang.

Kata Kunci : Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Pembimbing : Dra. Hj. Hafni Muhtar, SH., MH., MM.

H. Syafruddin Makmur, SH., MH

Daftar Pustaka : Tahun 1960 sampai Tahun 2015

Page 5: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

iv

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحمن الرحيم

Segala puji dan syukur ke-Hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-

Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, Alhamdulillahi Robbil ‘alamin terucap

dengan ikhlas segala rasa syukur kepada-Nya atas terselesaikannya skripsi ini oleh

penulis. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi besar

kita Nabi Muhammad SAW.

Dengan penuh rasa tulus peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih sangat

jauh dari kesempurnaan, akan tetapi skripsi ini merupakan hasil usaha dan upaya

yang maksimal. Tidak sedikit hambatan, ujian dan kesulitan yang peneliti temui.

Banyak hal yang tidak dapat dilampirkan didalam skripsi ini karena keterbatasan ilmu

pengetahuan dan waktu. Namun patut dan selalu disyukuri atas pengalaman suka

duka yang didapatkan dalam penulisan skripsi ini.

Peneliti sangat berterimakasih, tanpa motivasi dari pembimbing dan semua

pihak yang mendukung penelitian ini, penelitian ini tidak dapat terselesaikan. Pada

kesempatan kali ini izinkanlah peneliti untuk mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 6: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

v

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH. dan Drs. Abu Thamrin SH., M.Hum.

Ketua Prodi Ilmu Hukum, dan Sekretaris Prodi Ilmu Hukum, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Dra. Hafni Muchtar, SH., MH., MM. Dan Syafrudin Makmur, SH., MH.,

Dosen Pembimbing peneliti yang selalu sabar dalam membimbing penulis dan

selalu membantu serta memotivasi peneliti dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

4. Ismail Hasani, SH. MH. Dosen Pembimbing Akademik Peneliti Dari

Semester Awal Hingga Semester Akhir Perkuliahan serta Seluruh dosen

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Program Studi Ilmu

Hukum.

5. Pimpinan dan Staff Perpustakaan Utama UIN SyarifHidayatullah Jakarta serta

Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukun UIN SyarifHidayatullah Jakarta.

6. Kedua Orang Tua penulis Bapak Chotib Zubair dan Ibu Ayuni yang selalu

mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, memberikan motivasi, doa dan

selalu mendukung penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan

pada jenjang Perguruan Tinggi Negeri.

Atas semua jasa, dukungan dan bantuan dari semua pihak yang telah

disebutkan diatas penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan selalu

mendoakan semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan yang berlipat

ganda atas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang turut serta membantu

penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT selalu

Page 7: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

vi

memeberikan Rahmat dan Hidayah-Nya serta mencurahkan kasih sayang-Nya

kepada kita semua. Amin Allahuma Amin.

Jakarta, Juli 2018

Ahmad Ulama

Page 8: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .............................. iii

ABSTRAK ......................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Identifikasi, Pembatasan Dan Perumusan Masalah .......................... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 5

D. Metode Penelitian.............................................................................. 6

E. Sistematika Penulisan ...................................................................... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Konsep ............................................................................. 11

B. Kerangka Teori ................................................................................. 34

C. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu ................................................ 55

BAB III DATA PENELITIAN

A. Latar Belakang Lahirnya Pengadilan Niaga .................................... 58

B. Kedudukan dan Pembentukan Pengadilan Niaga ............................ 60

C. Hakim Pengadilan Niaga................................................................... 64

D. Kompetensi Pengadilan Niaga ......................................................... 67

Page 9: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

vii

BAB IV KASUS POSISI DAN ANALISA YURIDIS

A. Kasus Posisi ...................................................................................... 73

B. Putusan Pengadilan Niaga ................................................................ 74

C. Upaya Hukum Peninjauan Kembali ................................................. 74

D. Putusan Mahkamah Agung .............................................................. 75

E. Analisis Kasus .................................................................................. 76

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 79

B. Rekomendasi .................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 81

Page 10: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk yang berbudaya Tuhan Maha Esa telah diberikan

Cipta, Rasa, dan Karsa. Oleh karenanya untuk dapat melanjutkan keturunan, manusia

mewujudkan hal tersebut melalui cara yang berbudaya pula, yaitu melalui

perkawinan yang sah sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga perkawinan

ditempatkan dalam posisi yang penting dan sakral.1

Tujuan dari adanya perkawinan itu adalah membentuk keluarga. Menurut

Abdul Manaf, “tidak akan ada keluarga tanpa adanya perkawinan, dan juga tidak

ada perkawinan yang tidak membentuk keluarga.”2

Pasal 26 KUH Perdata hanya menyatakan bahwa Undang-Undang

memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata. Menurut

Prof. Subekti, Pasal 26 KUH Perdata hendak menyatakan bahwa suatu perkawinan

yang sah, hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam

KUH Perdata dan syarat-syarat serta peraturan agama dikesampingkan.3

Salah satu bentuk harta benda perkawinan tersebut berupa harta bersama yang

nantinya akan digunakan untuk keperluan hidup bersama.4Harta bersama merupakan

harta benda yang diperoleh suami dan istri selama perkawinan berlangsung, dengan

tidak mempermasalahkan pihak mana yang menghasilkannya (baik suami atau istri

saja, ataupun suami dan istri secara bersama-sama), maka harta tersebut menjadi

milik bersama diantara suami dan istri.5Oleh karena itu, mengenai harta bersama,

suami dan istri dapat bertindak bersama-sama, atau hanya salah satu pihak yang

1 Isis Ikhwansyah, dkk, Hukum Kepailitan, (Bandung: Keni Media), 2012, h. 1.

2Abdul Manaf, Aplikasi Atas Equalitas Hak dan Kedudukan Suami Istri Dalam Penjaminan

Harta Bersama pada Putusan Mahkamah Agung, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2006), h. 2. 3Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. XXVI, (Jakarta: Intermasa, 1994), h. 23.

4 Isis Ikhwansyah, dkk, Hukum Kepailitan, …, h. 2.

5Isis Ikhwansyah, dkk, Hukum Kepailitan, …,h. 3.

Page 11: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

2

bertindak, tetapi atas persetujuan pihak lainnya.Hal ini sebagaimana diatur dalam

Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang Perkawinan.

Konsep harta bersama dalam perkawinan sama halnya memahami mengenai

hak milik bersama. Kata “bersama” menggambarkan terhadap kepemilikan suatu

benda oleh lebih dari satu orang.Kepemilikan suatu benda oleh lebih dari satu orang

diatur dalam Pasal 526 Perdata6, yang menyatakan bahwa “Dengan kebendaan milik

badan-badan kesatuan yang dimaksud ialah kebendaan milik bersama dari

perkumpulan-perkumpulan.”Sedangkan dalam Pasal 527 KUH Perdata menyebutkan

bahwa “Dengan kebendaan milik seseorang yang dimaksud ialah, kebendaan milik

satu orang atau lebih dalam perseorangan.” Dari kedua pasal tersebut bahwa, KUH

Perdata membedakan konsep milik bersama kedalam:

1. Milik bersama yang terikat (Pasal 526 KUH Perdata);

2. Milik bersama yang bebas (Pasal 527 KUH Perdata).

Menurut R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, hak milik bersama

yang terikat dengan hak milik bersama yang bebas harus dibedakan yang merupakan

bentuk mede eigendom pula, tetapi antara para pemiliknya tidak ada suatu hubungan

kecuali mereka bersama-sama pemiliknya atau eigenaar-nya (umpama dua orang

atau lebih bersama-sama membeli sesuatu). Dalam pengertian hak milik bersama

yang terikat tidak dapat ditunjukan bagian masing-masing, artinya tidak dapat

ditentukan bahwa milik suami atau istri itu adalah separuh-paruh.Akan tetapi dapat

dengan tepat dinyatakan bahwa suami-istri masing-masing mempunyai hak atas harta

itu, namun mereka tidak dapat melakukan penguasaan (beschikking) atas bagian

mereka masing-masing.7Persatuan harta kekayaan suami-istri bersifatkan hak milik

bersama yang terikat (gebonden mede-eigendom) yaitu suatu bentuk mede-eigendom,

yang terjadi kalau antara para pemiliknya terdapat suatu hubungan.8

6 Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 23.

7R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan Keluarga, Cet. V,

(Bandung: Alumni, 1986), h. 59. 8R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan Keluarga,Cet V, ..., h. 58-

59.

Page 12: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

3

Akibat dari banyaknya kebutuhan yang terjadi setelah berumah tangga, suami

dan istri mempunyai kewajiban untuk mencari nafkah agar segala kebutuhan rumah

tangga tersebut dapat terpenuhi. Pemberian pinjaman oleh kreditor kepada debitor

dilakukan karena kreditor percaya bahwa debitor akan mengembalikan pinjaman

tersebut tepat waktu. Dalam hal ini, adanya pemberian jaminan oleh debitor kepada

kreditor, sehingga ada kepastian bahwa debitor akan membayar utangnya atau

mengembalikkan pinjamannya.9

Permasalahan yang terjadi ketika adanya perjanjian pinjam-meminjam uang

yang dilakukan oleh debitor yang terikat perkawinan yang sah adalah perjanjian

pinjam-meminjam uang yang dilakukan tanpa diketahui ataupun disetujui oleh

pasangannya masing-masing.Apabila salah satu pihak berutang tersebut, misalkan

dipailitikan, maka pihak yang lainnya tidak bersedia turut bertanggung jawab dengan

alasan tidak mengetahui atau tidak menyetujui perjanjian utang piutang yang dibuat

oleh salah satu pihak tersebut.

Padahal secara langsung ataupun tidak langsung pasangan yang terlibat

perjanjian utang piutang tersebut ikut menikmati hasil dari perjanjian yang dibuat

oleh salah satu pihak tersebut. Menurut ketentuan peraturan kepailitan, apabila salah

satu pihak yang terikat perkawinan yang sah dinyatakan pailit, maka pasangannya

pun secara yuridis akan ikut pailit, dan harta persatuan mereka akan disita untuk

dijadikan pembayaran atas utang-utang yang dibuat oleh salah satu pihak tersebut.

Dengan kata lain, utang suami atau istri mengakibatkan juga utang suami atau istri

yang kawin dalam persatuan harta kekayaan (tidak membuat perjanjian pisah harta

dalam perkawinan mereka).10

Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Membayar Utang, bahwa pernyataan pailit dapat dimohon oleh salah

seorang atau lebih kreditor, debitor atau jaksa penuntut umum untuk kepentingan

9 Isis Ikhwansyah, dkk, Hukum Kepailitan, …, h. 4.

10 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Failissementsverordening Juncto

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2003), h. 208.

Page 13: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

4

umum. Kepailitan tidak membebaskan seseorang yang dinyatakan pailit dari

kewajiban untuk membayar utang-utangnya.

Kalimat “pernyataan pailit dapat dimohon oleh seorang kreditor

ataulebih…)menunjukkan bahwa masalah siapa yang mengajukan permohonan pailit

tidak bersifat imperatif. Ketentuan ini menunjukkan fleksibilitas bahwa masalah

permohonan pailit tidak harus dimohon oleh satu kreditor tetapi kreditor-kreditor itu

dapat bertindak sendiri maupun secara bersama-sama. Adanya beberapa kreditor yang

memohon pailit secara bersama-sama(kumulasi subjektif)dimungkinkan.Artinya

semua kreditor memiliki wewenang bertindak didepan sidang pengadilan(persona

standi injudicio).

Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi:“Kebendaan

tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan

padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut besar kecilnya

piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para kreditor itu ada alasan-alasan

untuk didahulukan”.

B. Identifikasi, Pembatasan Dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

a. Adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

b. Adanya 2 kreditor atau Lebih.

c. Pengangkatan pihak ketiga atau curator.

d. Kedudukan seorang istri bila suami dinyatakan pailit.

2. Pembatasan Masalah

Mengingat cukup luasnya pembahasan mengenai kepailitan, maka dalam

penelitian skripsi ini peneliti membatasi hanya membahas kepailitan

perseorangan dalam kasus peminjaman uang yang tidak dapat dilunasi.

Page 14: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

5

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka

permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah tentang :

a. Bagaimana pengaturan kepailitan perseorangan di Indonesia ?

b. Bagaimana pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam perkara

nomor:58/PAILIT/ 2013/PN.NIAGA.JKT.PST?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian :

a. Untuk mengetahui pengaturan kepailitan perseorangan di Indonesia..

b. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam

perkara nomor:58/PAILIT/ 2013/PN.NIAGA.JKT.PST

2. Manfaat Penelitian :

a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum perdata khususnya mengenai

kepailitan perseorangan.

b. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

perseorangan yang terikat perkawinan dan masyarakat mengenal masalah

kepailitan perseorangan akibat adanya peminjaman utang serta pembuat

undang-undang apabila ingin menyempurnakan peraturan perundang-

undangan tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang bersifat kualitatif yang

lebih mementingkan pemahaman data yang ada daripada kuantitas atau

Page 15: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

6

banyaknya data.11

Seiring dengan itu, dikaitkan dengan disiplin ilmu hukum

penelitian ini termasuk dalam penelitian yuridis normative.Dengan demikian

penelitian ini selalu mengacu kepada asas-asas hukum, peraturan perundang-

undangan, yurisprudensi dan doktrin-doktrin hukum yang menitikberatkan pada

penelitian kepustakaan di bidang hukum.Langkah awal dalam penelitian ini

adalah menginventarisasi hukum positif yang berlaku. Hukum positif yang telah

diinventarisasi kemudian dipilah menurut norma-normanya untuk menentukan

mana yang merupakan norma hukum dan mana yang bukan norma hukum. Hasil

norma-norma yang telah dipilih tersebut ditelaah untuk melihat kesesuaiannya

atau sinkronisasi, pencerminan asas-asas dan hirarkhi tata urutan perundang-

undangan.

Sifat penelitian yang akan dilakukan yaitu deskriptif analitis.12

Disebut

deskriptif karena dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara

menyeluruh dan sistematis mengenai masalah yang diteliti.

2. Jenis Data Penelitian

Data sekunder atau data kepustakaan merupakan data utama yang

digunakan.Kepustakaan yang dominan adalah kepustakaan dalam hukum perdata

yang spesifikasinya adalah hokum ekonomi, khususnya mengenai hokum tentang

kepailitan.Dalam hal ini termasuk pulsa studi dokumen berupa putusan yang

berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini.Penelitian

merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan kontruksi,

yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti

sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu

sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam

suatu kerangka tertentu13

.Sedangkan menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian

11

Lexy Melong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karja, 2000), h. 3. 12

Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Edisi I, (Jakarta: Granit, 2004), h. 129. 13

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.III, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), h. 42.

Page 16: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

7

hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum yang bersifat

perspektif, bukan sekedar know-about.Sebagai kegiatan know-how penilitian

hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi.Di sinilah

dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan

penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian

memberikan pemecahan atas masalah tersebut14

.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, sesuai

dengan jenis dan sumber datanya. Sumber data yang kemudian disebut bahan

penelitian ini diperoleh lewat penelitian kepustakaan yang akan diinventarisasi

dan dianalisis. Sedangkan penelitian lapangan hanya sebagai pelengkap.

Bahan-bahan hukum yang diperoleh lewat penelitian kepustakaan meliputi

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.Bahan

hukum yang diperlukan, diinventarisasi kemudian terhadap bahan hukum yang

berkenaan dengan pokok masalah atau tema sentral diidentifikasi untuk

digunakan sebagai bahan analisis. Adapun bahan hukum yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

a. Bahan Hukum Primer,15

yaitu yang mengikat terdiri dari:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2) Undang–Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan

Penundaan Keajiban Pembayaran Utang.

b. Bahan Hukum Sekunder,16

yaitu bahan hukum yang menjelaskan Bahan

Hukum Primer terdiri dari:

1) Buku-buku yang berkaitan dengan materi penelitian.

2) Hasil-hasil penelitian mengenai kepailitan perseorangan.

14

Peter Mahmud Marzuki, Penilitian Hukum, cet. VIII, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2013), h. 60.

15Peter Mahmud Marzuki, Penilitian Hukum, cet. VIII, …,h. 141.

16Peter Mahmud Marzuki, Penilitian Hukum, cet. VIII, …,h. 155.

Page 17: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

8

3) Kepailitan perseorangan.

4) Kepustakaan lain seperti jurnal, artikel, makalah, dan internet.

c. Bahan Hukum Tersier,17

yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder terdiri

dari:

1) Kamus Hukum.

2) Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3) Kamus Bahasa Inggris.

4) Berbagai majalah dan surat kabar.

Alat yang digunakan dalam penelitian tidak menggunakan teknik

observasi maupun wawancara, tetapi hanya tertuju kepada studi literature dan

studi dokumen hukum kepailitan.

4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti mempergunakan metode pengumpulan data

melalui studi dokumen/kepustakaan (library research) yaitu dengan melakukan

penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku yang berkaitan

dengan hukum kepailitan, surat kabar, artikel, kamus dan juga berita yang penulis

peroleh dari internet.

5. Metode Analisis Data

Dalam hal melakukan penelitian hukum normatif, definisi yang akan

diuraikan adalah definisi yang diambil dari peraturan perundang-undangan dan

buku-buku referensi sehingga dapatlah dijadikan pedoman dalam pengumpulan

data, pengolahan dan analisis data.

Dalam penulisan ini, penelitiakan mempergunakan beberapa istilah yang

berkaitan dengan materi, agar terdapat kesamaan persepsi mengenai pengertian

dari istilah-istilah tersebut dibawah ini nantinya sehingga tidak akan terjadi

17

Peter Mahmud Marzuki, Penilitian Hukum, cet. VIII, …,h. 163.

Page 18: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

9

kesalahpahaman, maka definisi yang dipakai oleh penulis dalam hal ini adalah

sebagai berikut:

a. Kepailitan adalah sita umum atas kekayaan debitor pailit yang pengurusan

dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim

Pengawas.

b. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau

Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.

c. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-

Undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.

d. Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan

pengadilan.

e. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang

diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor

pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang.

f. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah

uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara

langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontijen, yang

timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh

Debitor dan bila tidak dipenuhi member hak kepada Kreditor untuk mendapat

pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.

6. Metode Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan metode penulisan

sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman Penulisan

Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun

2017.

Page 19: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

10

E. Sistematika Penulisan

Bab I :Pendahuluan Berisi Tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi

Masalah, Tujuan Dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teoritis,

Metode Penelitian, Dan Sistematika Penelitian.

Bab II :Kajian Pustaka berisi tentang Kerangka Konsep, Kerangka Teori dan

Tinjauan (review) Kajian Terdahulu.

Bab III :Data Penelitian Berisi Tentang Latar Belakang Lahirnya Pengadilan

Niaga, Kedudukan Dan Pembentukan Pengadilan Niaga, Hakim

Pengadilan Niaga Dan Kompetensi Pengadilan Niaga.

Bab IV :Uraian Berisi Tentang Kasus Posisi Dan Analisis Yuridis

Bab V :PenutupBerisi Uraian Tentang Kesimpulan Menjawab Perumusan

Masalah Dan Rekomendasi Terhadap Kesimpulan Tersebut.

Page 20: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Konsep

1. Definisi Perjanjian

Perkataan ”perikatan“ (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas

dari perkataan “perjanjian”, sebab dalam buku III itu diatur juga perihal

hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan

atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang

melanggar hukum (onrechmatigedaad) dan perihal perikatan yang timbul dari

pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan

(Zaakwaarneming). Tetapi sebagian besar buku III ditujukan pada perikatan-

perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Jadi berisikan hukum

perjanjian (“perikatan” merupakan suatu pengertian abstrak, sedangkan suatu

perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang konkrit).1

Menurut Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang

berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu berjanji untuk

melaksanakan suatu hal.2Sedangkan Abdulkadir Muhammad memberikan

definisi perjanjian yaitu suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih

mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta

kekayaan.3Menurut Pittlo, perikatan adalah suatu hubungan hukum yang

bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak

yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas

sesuatu prestasi.4

1 Subekti, Pokok – Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1987), h. 122.

2 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta:Intermasa, 1987), h. 1.

3 Abudulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), h. 225.

4R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Bina Cipta, 1994), h. 2.

Page 21: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

12

Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang

menentukan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang lain atau lebih. Definisi

perjanjian yang terdapat dalam ketentuan pasal tersebut adalah kurang

lengkap dan terlalu luas.Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya

mengenai perjanjian sepihak saja.

Sangat luas karena dengan dipergunakannya perkataan ”perbuatan”

tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum.

Sehubungan dengan itu perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai defenisi

tersebut yaitu: Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu

perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hokum, Menambahkan

perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam pasal 1313. Sehingga

perumusannya menjadi persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, dimana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya

terhadap satu orang atau lebih.5

2. Macam–Macam Perjanjian

Menurut Mariam Darus Badrulzaman bahwa berdasarkan kriterianya

terdapat beberapa jenis perjanjian, antara lain :6

a. Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan

kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.

b. Perjanjian Cuma

Menurut ketentuan Pasal 1314 KUHPerdata, suatu persetujuan yang

dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak

yang satu memberikan suatu keuntungan kepada, pihak yang lain, tanpa

menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.

5R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Bina Cipta, 1994), h. 49.

6Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

2001), h. 66.

Page 22: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

13

1) Perjanjian Atas Beban

Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap

prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak

lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

2) Perjanjian Bernama (Benoemd)

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai

nama sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut

diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan

tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat

dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.

3) Perjanjian Tidak Bernama (Onbenoemde Overeenkomst)

Perjanjian tak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak

diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat.

Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan

dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya.

4) Perjanjian Obligatoir

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak

dan kewajiban diantara para pihak.

5) Perjanjian Kebendaan (Zakelijk)

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang

menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang

membebankan kewajiban (oblilige) pihak itu untuk menyerahkan

benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer).

6) Perjanjian Konsensual

Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua

belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan

perjanjian.Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai

kekuatan mengikat (Pasal 1338).

Page 23: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

14

7) Perjanjian Real

Perjanjian real adalah suatu perjanjian yang terjadinya itu

sekaligus dengan realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.

8) Perjanjian Liberatoir

Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari

kewajiban yang ada (Pasal 1438 KUHPerdata).

9) Perjanjian Pembuktian (Bewijsovereenkomts)

Suatu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian

apakah yang berlaku di antara mereka.

10) Perjanjian Untung–untungan

Menurut Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud dengan

perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya,

mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi

sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu.

11) Perjanjian Publik

Perjanjian publik yaitu suatu perjanjian yang sebagian atau

seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang

bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Diantara

keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan (subordinated),

jadi tidak dalam kedudukan yang sama (co-ordinated).

12) Perjanjian Campuran

Perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung

berbagai unsur perjanjian didalamnya.

13) Perjanjian Baku

Perjanjian terjadi berlandaskan asas kebebasan berkontrak

antara dua pihak atau lebih yang mempunyai kedudukan yang

seimbang dan kedua pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan yang

diperlukan bagi terjadinya perjanjian itu melalui proses negosiasi di

Page 24: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

15

antara para pihak. Namun yang terjadi pada saat ini memperlihatkan

bahwa perjanjian/kontrak dalam dunia bisnis tidak terjadi melalui

negosiasi yang seimbang antara para pihak, tetapi perjanjian terjadi

dengan cara di pihak yang satu telah menyiapkan syarat-syarat baku

pada formulir perjanjian yang sudah dicetak dan kemudian disodorkan

kepada pihak lainnya untuk disetujui sehingga hampir tidak

memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak yang lainnya untuk

melakukan negosiasi atas syarat-syarat yang disodorkan.7

Menurut Munir Fuady, yang dimaksud dengan perjanjian baku

adalah perjanjian tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak

dalam perjanjian tersebut, bahkan seringkali perjanjian tersebut sudah

dicetak (boilerplate) dalam bentuk formulir-formulir tertentu oleh

salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut

ditandatangani, umumnya para pihak hanya mengisikan data-data

informatif tertentu dengan sedikit atau tanpa perubahan pada klausul-

klausulnya dan pihak lain tidak mempunyai kesempatan atau hanya

sedikit kesempatan untuk menegosiasikan klausul-klausul yang sudah

dibuat.8

Adapun yang merupakan contoh-contoh dari kontrak baku yang

sering dilakukan dalam praktek adalah:9

a) Kontrak (polis) asuransi.

b) Kontrak di bidang perbankan.

c) Kontrak sewa guna usaha.

d) Kontrak jual beli (rumah/apartemen dari perusahaan real estate).

7 Sutan RemySjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang seimbang bagi Para

Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: IBI, 1993), h. 66. 8 MunirFuady, Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Buku Kedua, (Bandung: PT.

Citra Aditya Bhakti, 2001), h. 76. 9 MunirFuady, Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Buku Kedua, (Bandung: PT.

Citra Aditya Bhakti, 2001), h. 77.

Page 25: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

16

e) Kontrak sewa-menyewa.

f) Kontrak pembuatan kartu kredit.

g) Kontrak pengiriman barang.

Meskipun kontrak baku ini nyata-nyata dibutuhkan dalam

praktek, para ahli hukum masih berbeda pendapat tentang eksistensi

dari perjanjian baku. Sluijter mengatakan perjanjian baku bukanlah

perjanjian, sebab kedudukan pengusaha itu adalah seperti pembentuk

undang-undang swasta (legio particuliere wetgever), sedangkan Pitlo

menyatakan perjanjian baku sebagai perjanjian paksa. Berbeda dari

pendapat kedua pakar hukum tersebut, Stein menyatakan bahwa

perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian berdasarkan fiksi

adanya kemauan dan kepercayaan (fictie van wil en vertrouwen) yang

membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada

perjanjian itu. Asser-Rutten mengatakan bahwa setiap orang yang

menandatangani perjanjian bertanggung jawab pada isi dan apa yang

ditandatanganinya.10

3. Asas–Asas Dalam Hukum Perjanjian

Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang terpenting

dalam hukum perjanjian. Hal ini secara implisit ternyata dari ketentuan Pasal

1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dihubungkan dengan

ketentuan Pasal 1335, 1336 dan 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Hukum Kontrak mengenal tiga asas pokok, dimana satu dengan lainnya saling

berkaitan, yaitu asas konsensualime, asas kekuatan mengikatnya kontrak dan

asas kebebasan berkontrak.11

Asas kebebasan berkontrak yang dalam istilah

bahasa Inggris dikenal dengan istilah freedom of contract atau liberty of

10

Sutan Remy Sjahdeiny, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: IBI, 1993), h. 66.

11Arthur S. Hartkamp dan Marianne M. M. Tillema, Contract Law, (Devender: Kluwer, 1993),

h. 7.

Page 26: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

17

contract atau party autonomy. Selain ketiga istilah tersebut, kebebasan

berkontrak dalam kepustakaan sistem civil law dikenal pula istilah private

autonomy terdiri dari hak orang secara individual untuk menentukan sesuatu

sesuai dengan keinginannya, dalam hubungan hukum mereka sepanjang tidak

bertentangan dengan ketertiban umum.12

Banyak pendapat ahli-ahli hukum tentang asas-asas dalam suatu

perjanjian, namun pada dasarnya bertujuan untuk tercapainya kepastian

hukum, ketertiban hukum, dan keadilan berdasarkan asas konsensualisme

(berhubungan dengan lahirnya suatu perjanjian).13

Dari penjelasan tersebut, maka terdapat 5 (lima) asas penting dalam

suatu perjanjian, yaitu :

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Sebagaimana hasil analisis Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang

berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas Kebebasan

Berkontrak ini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

1) Membuat atau tidak membuat perjanjian.

2) Mengadakan perjanjian dengan siapapun.

3) Menentukan isi perjanjian dengan siapapun.

4) Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

Hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan dalam

hal membuat perjanjian (beginsel der contracts vrijheid).Asas ini dapat

disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan bahwa

segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal

12

Sutan Remy Sjahdeiny, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, …, h. 19.

13 Asas Kebebasan Berkontrak (Contractvrijheid Beginselen) Dan Penyalahgunaan Keadaan

(Misbruik Van Omstandigheden) Pada Kontrak Jasa Konstruksi (Bambang Poerdyatmono, jurnal.uajy.ac.id

Page 27: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

18

tersebut tidak lain dari pernyataan bahwa setiap perjanjian mengikat kedua

belah pihak. Tetapi dari pasal ini kemudian dapat ditarik kesimpulan

bahwa orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak

melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. Orang tidak saja leluasa

untuk membuat perjanjian apa saja, bahkan pada umumnya juga

diperbolehkan mengenyampingkan peraturan-peraturan yang termuat

dalam KUH Perdata. Sistem tersebut lazim disebut dengan sistem terbuka

(open baar system).

Mereka diperbolehkan membuat ketentuan sendiri yang

menyimpang dari pasal-pasal hukum Perjanjian.Mereka diperbolehkan

mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian-perjanjian yang

mereka adakan itu. Kalau mereka tidak mengatur sendiri sesuatu soal, itu

berarti mereka mengenai soal tersebut akan tunduk kepada undang-undang

(Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Biasanya orang yang

mengadakan perjanjian tidak mengatur secara rinci semua persoalan yang

bersangkutan dengan perjanjian itu.Biasanya mereka hanya menyetujui

hal-hal yang pokok saja.Biasanya juga tidak ada perselisihan mengenai

hal itu, tetapi bilamana timbul perselisihan, maka menyerahkannya pada

hukum dan Undang-Undang.14

Pada Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

disebutkan bahwa itikad baik merupakan salah satu unsur dalam

mengadakan perjanjian. Menurut Treitell, Asas kebebasan Berkontrak

digunakan untuk merujuk dua asas umum.15

Asas umum yang pertama

menentukan bahwa hukum tidak membatasi syarat-syarat yang boleh

dibuat oleh para pihak, asas tersebut tidak membebaskan berlakunya

syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena syarat-syarat perjanjian

tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak.Asas yang kedua

14

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1987), h. 13. 15

GH Treitel, An Outline of Law of Contract, Butterworths, London, 1998, h. 3-4.

Page 28: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

19

menentukan bahwa pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat

dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian.16

Maka adanya unsur

pemaksaan atau pembatasan kepada individu dalam mengadakan

perjanjian akan mengakibatkan penjajahan terhadap kebebasan

berkontrak.

Contoh Asas Kebebasan Berkontrak:

Kontrak Kerja Jasa Konstruksi (pasal 14 s.d Pasal 22 UU Nomor 18

Tahun 1999 jo Pasal 20 s.d Pasal 23 PP Nomor 29 Tahun 2000 jo Pasal 29

s.d Pasal 35 Keppres Nomor 80 Tahun 2003).

b. Asas Konsensualisme

Sebagaimana dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata.Maksud dari

asas ini ialah bahwa suatu perjanjian cukup ada suatu kata sepakat dari

mereka yang membuat perjanjian tanpa diikuti oleh perbuatan hukum lain,

kecuali perjanjian yang bersifat formil. Ini jelas sekali terlihat pada syarat-

syarat sahnya suatu perjanjian dimana harus ada kata sepakat dari mereka

yang membuat perjanjian (Pasal 1320 KUH Perdata).Sedangkan dalam

pasal 1329 KUH Perdata tidak disebutkan suatu formalitas tertentu di

samping kata sepakat yang telah tercapai itu, maka disimpulkan bahwa

setiap perjanjian itu adalah sah. Artinya mengikat apabila sudah tercapai

kata sepakat mengenai hal-hal pokok dari apa yang diperjanjikan.

Terhadap asas konsensualitas ini terdapat pengecualian yaitu

apabila ditentukan suatu formalitas tertentu untuk beberapa macam

perjanjian dengan ancaman batal apabila tidak dipenuhi formalitas

tersebut, misalnya perjanjian penghibahan, perjanjian mengenai benda

tidak bergerak.Jika mengenai benda tidak bergerak harus dilakukan

dengan akta notaris.Perjanjian perdamaian harus diadakan secara tertulis

16

GH Treitel, An Outline of Law of Contract, Butterworths, London, 1998, h. 5.

Page 29: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

20

dan sebagainya.Perjanjian-perjanjian untuk mana ditetapkan suatu

formalitas tertentu dinamakan perjanjian formil.17

Contoh kasus dari Asas Konsensualisme:

Perjanjian standart bank biasanya debitur itu hanya di terangkan

saja kepadanya saat pembacaan PK dan lain-lain inti-intinya saja, ternyata

ada klausula yang debitur tidak setuju, dan ia tidak mengerti, lalu di

tandatangani saja, berarti ada ketidaksepakatan walaupun ia

menandatangani tapi ia tidak tau ada klausula itu.

c. Asas Pacta Sunt Servanda

Merupakan asas kepastian hukum sebagai akibat perjanjian. Asas

ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang

berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang” Selain itu pada asas ini juga dikatakan bahwa pihak lain (hakim

atau pihak ketiga) harus menghormati dan tidak boleh mengintervensi

substansi kontrak yang dibuat para pihak, sebagaimana layaknya sebuah

undang-undang. Asas Pacta Sun Servada adalah suatu asas dalam hukum

perjanjian yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian.

Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak adalah mengikat bagi

mereka yang membuat seperti kekuatan mengikat suatu undang-undang,

artinya bahwa perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak akan

mengikat mereka seperti undang-undang.

Adapun tujuan dari asas ini adalah untuk memberikan

perlindungan kepada para konsumen bahwa mereka tidak perlu khawatir

akan hak-haknya karena perjanjian karena perjanjian itu berlaku sebagai

undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.

Contoh Asas Pacta Sunt Servanda:

17

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1987), h. 16.

Page 30: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

21

Perwujudan asas pacta sunt servanda dalam hukum nasional

Indonesia terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan:

Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. (2) persetujuan

itu tidak dapat di tarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah

pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.

Kemudian pasal 4 ayat (1) UU No 24 Tahun 2000

menyatakan:Pemerintah Republik Indonesia membuat perjanjian

internasional dengan satu negara atau lebih, organisasi internasional,

atau subjek hukum internasional lain berdasarkan kesepakatan; dan para

pihak berkewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut dengan

iktikad baik.

d. Asas Itikat Baik (Goede Trouw)

Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH

Perdata yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikat

baik”. Asas itikat baik ini merupakan asas para pihak, yaitu pihak kreditur

dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan

kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan yang baik dari para

pihak. Asas itikat baik ini dibagi 2 (dua): itikad baik nisbi, dimana orang

memperhatikan tingkah laku nyata orang atau subjek. Sedangkan itikat

baik mutlak, penilaiannnya terletak pada akal sehat dan keadilan, dan

penilaian keadaan yang dibuat dengan ukuran objektif (penilaian yang

tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.

Contoh Asas Itikad Baik (Goede Trouw):

Kasus yang terjadi di Belanda, pengadilan telah mengakui adanya

itikad baik pada saat pra-kontrak, hal ini tercermin dalam Arress Hoge

Raad tanggal 18 Juni 1982, NJ 1983, 723. Pada akhir tahun 1974 Plas

memasukkan penawaran untuk melakukan pemborongan di kotamadya

Page 31: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

22

Valrug dan dalam suatu rapat walikota mengatakan bahwa penawaran Plas

dapat diterima oleh kotamadya Valbrug dan dalam suatu rapat, namun

harus diputuskan melalui rapat Dewan Kotamadya. Akan tetapi dalam

rapat Dewan Kotamdya, ternyata yang diterima adalah penawaran dari

pemborongan yang lain. Gugatan Plas dimenangkan oleh Pengadilan

Negeri dan Pengadilan Tinggi, ganti kerugian yang diberikan hanya biaya-

biaya yang telah dikeluarkan oleh Plas atas dasar bahwa itikad baik sudah

ada pada tahap pra-kontrak.Karena belum ada kontrak, maka Plas tidak

dapat menuntut kehilangan keuntungan yang diharapkan.Akan tetapi,

Hoge Raad berpendirian bahwa suatu perundingan yang sudah mencapai

tingkat yang hampir final, maka dapat juga diajukan gugatan atas

kehilangan keuntungan yang diharapkan.

e. Asas Kepribadian (Personalitas)

Asas ini merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang akan

melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan

perseorangan saja, sebagaimana dalam Pasal 1315 KUH Perdata yang

berbunyi : “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan

atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”, dan Pasal 1340 KUH Perdata

yang menyatakan bahwa: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang

membuatnya”. Namun ketentuan ini ada pengecualiannya sebagaimana

yang diintrodusir dalam Pasal 1317 KUH Perdata, yang menyatakan :

“Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila

suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian

kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu”. Pasal ini

mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk

kepentingan pihak ketiga.

Sedangkan dalam Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur

perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya

Page 32: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

23

dan untuk orang-orang yang memperoleh hak dari padanya. Untuk

kepentingan: diri sendiri, ahli warisnya, dan orang-orang yang

memperoleh hak dari padanya.

Syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur pada Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata merupakan suatu hal yang mutlak untuk

dipenuhi, karena apabila tidak dipenuhi, maka perjanjian dapat dimintakan

pembatalannya oleh salah satu pihak. Sehingga tidak akan tercipta suatu

perjanjian. Perjanjian yang demikian dinamakan voidable atau

vernietigbaar, artinya selalu diancam bahaya pembatalan.18

Pihak yang

dapat meminta pembatalan adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang

memberikan sepakatnya secara tidak bebas.

Contoh Kasus Asas Kepribadian:

Dalam hal suatu janji untuk pihak ketiga, kita dapat membuat

suatu perjanjian dan sekaligus memberikan hak-hak yang kita peroleh dari

perjanjian itu kepada orang lain. Suatu conth untuk janji dari pihak ketiga

misalnya: A menjual mobil kepada si B, dengan perjanjian bahwa selam

satu bulan mobil itu boleh dipakai dulu oleh si C.

Hak yang diperjanjikan untuk pihak ketiga, memang dapat

dianggap sebagai suatu beban yang dipikul kepada pihak lawan. Dengan

jalan lain yang singkat, kita dapat memberikan hak-hak kepada seorang

pihak ketiga secara lebih singkat.

4. Syarat–Syarat Perjanjian

Syarat sahnya perjanjian terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata yaitu:

a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

c. Suatu hal tertentu.

18

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1987), h. 16.

Page 33: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

24

d. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang

berkembang, digolongkan kedalam dua unsur pokok yang menyangkut subjek

(pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subjektif), dandua unsur pokok

lainnya yang berhubungan langsung dengan objek perjanjian (unsur

objektif).19

Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut

diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat

pelanggaran terhadap unsur subjektif), maupun batal demi hukum dengan

pengertian bahwa kreditur tidak dapat menuntut terpenuhinya perikatan yang

lahir dari perjanjian tersebut (dalam hal tidak terpenuhinya unsur objektif).20

5. Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit menurut hukum perdata Indonesia, adalah salah satu

dari bentuk perjanjian pinjam-meminjam. Dalam bentuk apapun juga

pemberian kredit itu diadakan pada hakekatnya, adalah suatu perjanjian

pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUHPerdata) pada pasal 1754 s/d 1769.21

KUHPer membedakan

antara perjanjian yang mempunyai nama tertentu dan yang tidak mempunyai

nama tertentu.

Perjanjian yang mempunyai nama tertentu atau yang disebut

perjanjian bernama adalah perjanjian yang diberi nama khusus dan diatur

dalam undang-undang, terdapat dalam Bab V sampai Bab XVIII Buku III

KUHPer, seperti perjanjian jual beli, perjanjian tukar-menukar, perjanjian

sewa-menyewa dan perjanjian pinjam-meminjam. Sedangkan perjanjian tidak

bernama adalah perjanjian yang di dalam undang-undang tidak dikenal

19

Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 31.

20Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, ..., h. 32.

21Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

1993), h. 227.

Page 34: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

25

dengan suatu nama tertentu. Jenis perjanjian ini tidak diatur dalam dalam

KUHPer, tetapi ada di dalam masyarakat, seperti perjanjian beli sewa.22

Perjanjian kredit termasuk ke dalam golongan perjanjian tidak

bernama (innominaat contract/ onbenoemde overeenkomst).Dalam kegiatan-

kegiatan bisnis, banyak ditemukan perjanjian-perjanjian tidak bernama, yaitu

perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata.Hal tersebut

merupakan konsekuensi, karena hukum perjanjian di Indonesia menganut asas

kebebasan berkontrak.Jadi perjanjian tidak bernama yang banyak dilakukan

adalah penerapan dari asas tersebut.23

Namun Sjahdeini mengatakan, pada perjanjian kredit, kredit harus

digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan didalam perjanjian dan

pemakaian yang menyimpang dari tujuan itu menimbulkan hak kepada bank

untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak , maka berarti nasabah

debitur bukan merupakan pemilik mutlak dari kredit yang diperolehnya

berdasarkan perjanjian kredit itu, sebagaimana bila seandainya perjanjian

kredit itu adalah perjanjian peminjaman uang. Dengan kata lain, perjanjian

kredit bank tidak mempunyai ciri yang sama dengan perjanjian pinjam

meminjam atau pinjam mengganti. Oleh karena itu, terhadap perjanjian kredit

bank tidak berlaku ketentuan bab ketiga belas buku ketiga Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata Indonesia.24

Menurut Usman, perjanjian kredit bank tidak identik dengan

perjanjian pinjam-meminjam uang sebagaimana dimaksud dalam kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian kredit ini tidak tunduk kepada

ketentuan bab ketiga belas dari buku ketiga Kitab Undang-Undang Hukum

22

Sri Gambir Melati, Beli Sewa sebagai Perjanjian Tak Bernama; Pandangan Masyarakat dan Sikap Mahkamah Agung Indonesia, (Bandung: Alumni, 2000), h. 124-125 .

23 Yudha Bakti A, Causa Materials Hukum Bisnis; Tinjauan Perjanjian Baku dalam Hukum

Perjanjian Indonesia, Makalah; disampaikan sebagai bahan ceramah kuliah Hukum Bisnis pada Program Pascasarjana Universitas Jayabaya, Jakarta: Pascasarjana Universitas Jayabaya), 2005.

24Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 2003), h. 262.

Page 35: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

26

Perdata. Dengan kata lain perjanjian kredit bank adalah perjanjian tidak

bernama (Onbenoemdeovereenkomst) sebab tidak terdapat ketentuan khusus

yang mengaturnya, baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

maupun dalam undang-undang Perbankan yang diubah. Dasar hukumnya

dilandaskan kepada persetujuan atau kesepakatan antara bank dan calon

debiturnya sesuai dengan asas kebebasan berkontrak.25

Pada perjanjian kredit berbeda dengan perjanjian pinjam-meminjam

yang diatur dalam bab XIII buku III KUHPerdata, baik dari pengertian, subjek

pemberi kredit, pengaturan, tujuan dan jaminannya. Akan tetapi dengan

perbedaan tersebut tidaklah dapat dilepaskan dari akarnya, yaitu perjanjian

pinjam-meminjam.26

Oleh karenanya, perjanjian kredit tetap masih berakar

pada perjanjian pinjam-meminjam yang diatur dalam KUHPerdata, tetapi

mengalami berbagai perubahan sesuai dengan tuntutan jaman. Penulis tidak

sependapat perjanjian kredit dikategorikan sebagai perjanjian tidak bernama

(Onbenoemde overeenkomst).27

Perjanjian kredit merupakan perjanjian baku

(standard Contract), dimana isi atau klausul-klausul perjanjian kredit

tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (blanko),

tetapi tidak terikat dalam suatu bentuk tertentu (Vorn vrij).28

Menurut Ch.

Gatot Wardoyo,29

perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi:

a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian

kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian

lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan.

25

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama,2003), h. 263. 26

Johannes Ibrahim, Cross Default & Cross collateral Sebagai UpayaPenyelesaian Kredit Bermasalah, ..., h. 28.

27Johannes Ibrahim, Cross Default & Cross collateral Sebagai UpayaPenyelesaian Kredit

Bermasalah, ..., h. 29. 28

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, h. 265. 29

Johannes Ibrahim, Cross Default & Cross collateral Sebagai UpayaPenyelesaian Kredit Bermasalah, h. 30.

Page 36: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

27

b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan

hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur.

c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring

kredit.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa unsur – unsur pemberian

kredit adalah sebagai berikut30

:

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari pemberi kredit bahwa prestasi yang

diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar

diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan

datang.

b. Tenggang waktu, yaitu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi

dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang.

Dengan kata lain, terkandung pengertian bahwa nilai uang ada sekarang

lebih tinggi nilainya dari nilai uang yang akan diterima pada masa yang

akan datang.

c. Degree of risk, yaitu risiko yang akan dihadapi setiap akibat dari adanya

jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra

prestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit

diberikan, semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh-jauh

kemampuan manusia untuk memprediksi masa depan, maka masih selalu

terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah

yang menyebabkan timbulnya unsur risiko, sehingga timbul adanya unsur

jaminan sebagai salah satu upaya pengembalian kredit.

d. Prestasi obyek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi

juga dalam bentuk barang atau jasa. Namun dalam kehidupan ekonomi

modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka hanya transaksi-

30

Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan, (Jakarta: Gramedia, 1993), h. 146.

Page 37: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

28

transaksi yang menyangkut uang yang sering dijumpai dalam praktek

perkreditan.

Lembaga penyedia jasa keuangan dalam memberikan kredit

hendaknya berpegang pada prinsip-prinsip sebagai berikut31

:

a. Prinsip Kepercayaan.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa unsur dari kredit adalah

kepercayaan, yaitu kepercayaan kreditur akan bermanfaatnya kredit bagi

debitur sekaligus kepercayaan oleh kreditur bahwa debitur dapat

membayar kembali kreditnya, Untuk memenuhi unsur kepercayaan ini

kreditur harus dapat melihat apakah calon debitur dapat memenuhi

berbagai kriteria yang diberlakukan terhadap pemberian suatu kredit, oleh

karena itu timbul prinsip lain yang disebut kehati-hatian.

b. Prinsip Kehati-hatian

Prinsip kehati-hatian ini adalah suatu konkretisasi dari prinsip

kepercayaan dalam suatu pemberian kredit.Untuk mewujudkan prinsip

kehati-hatian ini, dilakukan berbagai usaha pengawasan baik oleh lembaga

penyedia jasa keuangan itu sendiri (internal) maupun oleh pihak luar

(external).Keharusan adanya jaminan hutang dalam setiap pemberian

kredit sebenarnya juga mempunyai tujuan agar kredit diluncurkan secara

hati-hati sehingga ada jaminan bahwa kredit yang bersangkutan akan

dibayar kembali oleh pihak debitur. Prinsip kehati-hatian ini dapat dilihat

dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

c. Prinsip 5 C, yaitu

Dalam dunia perbankan dikenal prinsip 5 C yang disebut "the five

of credit analysis”.32

Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

31

Johannes Ibrahim, Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif, (Bandung: CV. Utomo, 2004), h. 100-103.

32 Johannes Ibrahim, Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif, h. 104.

Page 38: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

29

1) Character(watak)

Tujuan bank melakukan penilaian terhadap watak debitur

adalah untuk mengetahui apakah pemohon kredit ada kemampuan

untuk membayar utangnya apabila permohonannya dikabulkan oleh

bank.Dalam hal ini yang diperhatikan bukannya hanya nasabah dalam

berhubungan dengan bank saja, tetapi meliputi pula dengan pihak

yang lainnya.Titik perhatian bank di sini ditentukan pada masalah

kejujuran dan itikad baik debitur, untuk itu dari data yang disampaikan

nasabah dapat diketahui sejauh mana kebenaran yang dikemukakan di

dalamnya.

2) Capacity (kemampuan)

Pada prinsipnya nasabah harus dapat mengelola dengan baik

usaha yang akan dibiayai dengan kredit, sebab kalau tidak usaha

nasabah tidak berkembang dan akan menjadi macet sama sekali, yang

berarti nasabah akan kesulitan membayar kembali kreditnya. Sebelum

bank mengabulkan permohonan kreditnya, bank menilai kemampuan

debitur untuk mengelola usaha yang akan dibiayai dengan kredit.

Bank perlu mengetahui, apakah nasabah mempunyai pengetahuan

yang cukup di bidang usaha tersebut, apakah cukup pengalaman

mengelola usaha tersebut dan sebagainya.

3) Capital (modal)

Dalam praktek selama ini bank jarang sekali memberikan

kredit untuk membiayai seluruh dana yang diperlukan nasabah. Bank

hanya berfungsi untuk memberikan tambahan modal.

4) Collateral (jaminan)

Untuk keamanan pemberian kredit, nasabah diharuskan

menyediakan harta kekayaan untuk dijadikan jaminan.Barang yang

dapat dijadikan jaminan baik barang bergerak maupun barang tidak

Page 39: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

30

bergerak.Disamping jaminan berupa barang.Dalam praktek pribadi

pengurus perusahaan penerima kredit dapat diminta pula untuk diikat

secara borgtocht (penanggung utang).

5) Condition of Economy

Kondisi perekonomian secara mikro maupun makro

merupakan faktor penting pula untuk dianalisis sebelum suatu kredit

diberikan.terutama yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha

atau pekerjaan pihak debitur.

d. Prinsip 5 P, yaitu

1) Party (para pihak)

Merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap

pemberian kredit.Untuk itu, pihak pemberi kredit harus memperoleh

kepercayaan terhadap para pihak dalam hal ini debitur.

2) Purpose (tujuan)

Tujuan pemberian kredit harus diketahui oleh kreditur. Harus

dilihat apakah kredit akan digunakan untuk hal-hal yang positif dan

harus pula diawasi agar kredit tersebut benar–benar diperuntukkan

untuk tujuan tersebut seperti diperjanjikan dalam perjanjian kredit.

3) Payment (Pembayaran)

Perlu dilihat dan dianalisis apakah setelah pemberi kredit nanti

debitur punya sumber pendapatan dan apakah pendapatan tersebut

cukup untuk membayar kembali kreditnya.

4) Profitability (Perolehan Laba)

Perolehan laba dari debitur tidak kalah penting dalam suatu

pemberian kredit.

5) Protection (Perlindungan)

Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit oleh perusahaan

debitur.Untuk itu perlindungan dari kelompok perusahaan atau

Page 40: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

31

jaminan pribadi milik perusahaan penting diperhatikan, terutama

untuk berjaga-jaga sekiranya terjadi hal-hal diluar yang

disekenariokan atau di luar prediksi semula.

e. Prinsip 3 R, yaitu :

1) Return (Hasil yang diperoleh)

Merupakan hasil yang akan diperoleh debitur, dalam hal ini

kredit telah dimanfaatkan harus diantisipasi oleh calon kreditur.

Artinya perolehan kembali kredit, bunga, ongkos-ongkos dan lain

sebagainya.

2) Repayment (Pembayaran Kembali)

Kemampuan bayar dari pihak debitur juga masih

dipertimbangkan dan apakah kemampuan bayar tersebut sesuai dengan

jadwal pembayaran kembali kredit yang akan diberikan itu juga tidak

boleh diabaikan.

3) Risk Bearing Ability(kemampuan menanggung risiko)

Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah sejauh mana

terdapatnya kemampuan debitur untuk menanggung risiko.

6. Wanprestasi

Pada debitur terletak kewajiban untuk memenuhi prestasi. Dan jika ia tidak

melaksanakan kewajibannya tersebut bukan karena keadaan memaksa maka

debitur dianggap melakukan ingkar janji.

Ada tiga (3) bentuk ingkar janji, yaitu:

a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali.

b. Terlambat memenuhi prestasi dan

c. Memenuhi prestasi secara tidak baik.33

Dalam hal debitur melakukan ingkar janji, kreditur dapat menuntut:

33

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Bina Cipta, 1994), h. 17-18.

Page 41: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

32

1) Pemenuhan prestasi;

2) Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi;

3) Ganti rugi;

4) Pembatalan persetujuan timbal balik;

5) Pembatalan dengan ganti rugi.34

Menurut Fuadi,35

banyak hal yang apabila dilakukan oleh pihak

debitur maka debitur tersebut akan dianggap dalam keadaan default

(wanprestasi). Antara lain:

a. Wanprestasi pembayaran ( payment default)

Dalam hal ini debitur diangap melakukan wanprestasi seandainya

dia gagal melakukan pembayaran kembali pokok pinjaman atau bunga,

pada tanggal jatuh tempo, atau tidak membayar biaya-biaya lainnya yang

merupakan kewajibannya menurut perjanjian kredit atau dokumen lainnya

yang terikat.

b. Wanprestasi karena pailit (Bankruptcy default)

Debitur juga dianggap dalam keadaan wanprestasi jika dia (pribadi

atau badan hukum) dinyatakan pailit oleh pengadilan yang berwenang

atau dilikuidasi.

c. Wanprestasi karena keterlambatan pelaksanaan perjanjian (Completion

datedefault)

Dalam suatu perjanjian kredit biasanya ditentukan kapan suatu

prestasi dari salah satu pihak atau kedua belah pihak telah selesai dilakukan .

Misalnya jika diambil kredit untuk membangun sesuatu proyek, maka sampai

dengan tanggal tertentu (completion date) proyek tersebut belum juga jadi,

debitur yang bersangkutan dianggap dalam keadaan wanprestasi.

34

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, ..., h. 18. 35

Munir Fuady,Hukum Perkreditan Kontemporer, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), h. 50-53.

Page 42: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

33

Sementara menurut Yahya Harahap,36

menyebutkan bahwa yang

dimaksud dengan wanprestasi adalah:“Pelaksanaan kewajiban yang tidak

tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Seorang

debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wanprestasi, apabila dia dalam

melakukan pelaksanaan perjanjian telah lalai sehingga”terlambat” dari jadwal

waktu yang ditentukan atau dalam melakukan prestasi tidak menurut

sepatutnya atau selayaknya”.

Menurut Subekti,37

wanprestasi dapat berupa empat kategori, yaitu:

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana

dijanjikan.

c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

B. Kerangka Teori

1. Definisi Kepailitan

Menurut pasal 1 angka 1 UUK-PKPU 2004, kepailitan adalah sita

umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan

pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan hakim

pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, sedangkan

pengertian debitor berdasarkan pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU adalah debitor

yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak dapat membayar sedikitnya

satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan

putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri, maupun atas pemintaan

seseorang atau lebih kreditornya.

36

Johannes Ibrahim, Cross Default & Cross collateral Sebagai UpayaPenyelesaian Kredit

Bermasalah, (Bandung: Refika Aditama, 2004), h. 55. 37

Johannes Ibrahim, Cross Default & Cross collateral Sebagai UpayaPenyelesaian Kredit Bermasalah, ..., h. 55-56.

Page 43: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

34

Hukum kepailitan timbul karena adanya pinjaman yang diberikan dari

pihak kreditor kepada pihak debitor.Pinjaman dari kreditor kepada debitor

disebut kredit (credit) yang berasal dari kata credere yang berarti kepercayaan

atau trust. Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada

dasarnya faktor pertimbangan utama dari pemberian kredit oleh kreditor

kepada debitor adalah kepercayaan kreditor bahwa debitor akan

mengembalikan pinjamannya dengan tepat waktu.

Dalam kehidupan memang tersedia sumber-sumber dana bagi seseorang atau

suatu badan hukum yang ingin memperoleh pinjaman dari pihak lain (orang

lain atau badan hukum lain), pihak yang memperoleh pinjaman itu disebut

debitor sedangkan pihak yang memberikan pinjaman itu disebut kreditor.38

Untuk memantapkan keyakinan kreditor bahwa debitor akan secara

nyata mengembalikan pinjamannya setelah jangka waktu pinjaman berakhir,

dalam hukum terdapat beberapa asas. Asas tersebut menyangkut

jaminan.Terdapat dua asas yang penting. Asas pertama menentukan, apabila

debitor ternyata pada waktunya tidak melunasi utangnya kepada kreditor

karena suatu alasan tertentu, maka harta kekayaan debitor, baik yang bergerak

maupun yang tidak bergerak, baik yang telah ada maupun yang akanada di

kemudian hari, menjadi agunan atau jaminan utangnya yang dapat dijual

untuk menjadi sumber pelunasan utang itu. Asas ini di dalam KUHPerdata

dituangkan dalam Pasal 1131 yang bunyinya sebagai berikut :“segala harta

kekayaan debitor, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang

telah ada maupun yang akanada di kemudian hari, menjadi jaminan untuk

segala perikatan debitor.”

Pasal 1131 KUHPerdata tersebut menetukan, harta kekayaan debitor

bukan hanya untuk menjamin kewajiban melunasi utang kepada kreditor yang

diperoleh dari perjanjian utang piutang diantara mereka, tetapi untuk

38

Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009), h. 2.

Page 44: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

35

menjamin semua kewajiban yang timbul dari perikatan debitor.Sebagaimana

menurut ketentuan pasal 1233 KUHPerdata, suatu perikatan (antara debitor

dan kreditor) timbul atau lahir karena adanya perjanjian diantara debitor dan

kreditor maupun timbul atau lahi karena adanya ketentuan undang-undang.

Menurut pasal 1234 KUHPerdata, wujud perikatan adalah “untuk

memberikan sesuatu”,”untuk berbuat sesuatu”, atau “untuk tidak berbuat

sesuatu”. Dalam istilah hukum, perikatan dalam wujudnya yang demikian itu

disebut pula dengan istilah “prestasi”. Pihak yang tidak melaksanakan

prestasinya disebut telah melakukan”wanprestasi”. Apabila perikatan itu

timbul karena perjanjian yang dibuat diantara debitor dan kreditor, maka

pihak yang tidak melaksanakan prestasinya disebut sebagai telah melakukan

“cidera janji” atau “ingkar janji”, atau dalam bahasa Inggris disebut “in

default”.39

Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator

dibawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan

hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang

debitor pailit tersebut secara proporsional (prorate parte) dan sesuai dengan

struktur kreditor.40

2. Tujuan Kepailitan

Dalam penjelasan umum UU No. 37 Tahun 2004 dikemukakan

mengenai beberapa faktor perlunya pengaturan mengenai kepailitan dan

penundaan kewajiban pembayaran utang, yaitu :

a. Untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang

sama ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor.

39

Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan : Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009), h. 3-4.

40 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 27-28.

Page 45: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

36

b. Untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan

yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa

memperhatikan debitor atau para kreditor lainnya;

c. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh

salah seorang kreditor atau debitor sendiri. Misalnya, debitor berusaha

untuk memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa orang kreditor

tertentu sehingga kreditor lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan

curang dari debitor untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan

maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditor.

3. Prinsip – Prinsip Kepailitan

a. Prinsip paritas creditorium (kesetaraan kedudukan para kreditor)

Prinsip paritas creditorium (kesetaraan kedudukan para kreditor)

menentukan bahwa kreditor mempunyai hak yang sama terhadap semua

harta benda debitor. Apabila debitor tidak dapat membayar utangnya,

maka harta kekayaan debitor menjadi sasaran kreditor.41

Prinsip paritas

creditorium mengandung makna bahwa semua kekayaan debitor baik

yang berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak maupun harta

yang sekarang telah dipunyai debitor dan barang-barang di kemudian hari

akan dimiliki debitor terikat kepada penyelesaian kewajiban debitor.42

Adapun filosofi dari prinsip paritas creditorium adalah bahwa

merupakan suatu ketidakadilan jika debitor memiliki harta benda,

sementara utang debitor terhadap para kreditornya tidak terbayarkan.

Hukum memberikan jaminan umum bahwa harta kekayaan debitor demi

hukum menjadi jaminan terhadap utang-utangnya, meski harta tersebut

tidak terkait langsung dengan utang-utangnya.43

41

Mahadi, Falsafah Hukum : Suatu Pengantar, (Bandung: Alumni, 2003), h. 135. 42

M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 27-28.

43 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, …,h. 28.

Page 46: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

37

Menurut Kartini Muljadi, peraturan kepailitan didalam UUK-

PKPU adalah penjabaran dari Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 1132

KUHPerdata. Hal ini dikarenakan:

1) Kepailitan hanya meliputi harta pailit dan bukan debitornya;

2) Debitor tetap pemilik kekayaannya dan merupakan pihak yang berhak

atasnya, tetapi tidak lagi berhak menguasainya atau menggunakannya

atau memindahkan haknya atau mengagunkannya;

3) Sitaan konservatoir secara umum meliputi seluruh harta pailit.44

Namun demikian, prinsip ini tidak dapat diterapkan secara

letterlijk karena hal ini akan menimbulkan ketidakadilan berikutnya. Letak

ketidakadilan tersebut adalah para kreditor berkedudukan sama antara satu

kreditor dengan kreditor lainnya. Prinsip ini tidak membedakan perlakuan

terhadap kondisi kreditor, baik kreditor dengan piutang besar maupun

kecil, pemegang jaminan, atau bukan pemegang jaminan. Oleh karenanya,

ketidakadilan prinsip paritas creditorium harus digandengkan dengan

prinsip pari passu pro rata parte dan prinsip structured

creditors.45

Berbeda halnya dengan Undang-Undang Kepailiatan yang

menerapkan prinsip paritas creditorium, maka didalam

Faillissementsverordening tidak menganut prinsip paritas creditorium.46

Didalam Pasal 1 Faillissementsverordening menyatakan bahwa

setiap debitor yang tidak mampu membayar kembali utang tersebut baik

atas permintaan sendiri maupun atas permintaan seorang kreditor atau

lebih dapat diadakan putusan oleh hakim yang menyatakan bahwa debitor

yang bersangkutan dalam keadaan pailit.47

Ketentuan tersebut, tersurat

44

Kartini Muljadi, Actio Paulina dan Pokok-Pokok tentang Pengadilan Niaga, dalam Rudhy A. Lontoh, et.al, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2001), h. 300.

45 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, … ,h. 29.

46 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, … , h. 73

47 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, … ,h. 73-74.

Page 47: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

38

bahwa pernyataan pailit hanya memerlukan dua syarat saja, yaitu debitor

harus berada dalam keadaan telah berhenti membayar, dan harus ada

permohonan pailit baik oleh debitor sendiri maupun seorang kreditor atau

lebih. Ketentuan didalam Faillissementsverordening yang tidak menganut

prinsip paritas creditorium merupakan kelalaian pembuat undang-undang.

Pentingnya prinsip paritas creditorium untuk dianut di dalam

peraturan kepailitan adalah sebagai pranata hukum untuk menghindari

unlawful execution akibat berebutnya para kreditor untuk memperoleh

pembayaran piutangnya dari debitor dimana hal itu akan merugikan baik

debitor sendiri maupun kreditor yang datang terakhir atau kreditor yang

lemah.48

b. Prinsip Pari Passu Pro Rata Parte

Prinsip pari passu pro rata parte berarti bahwa harta kekayaan

tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya

harus dibagikan secara proporsional diantara mereka, kecuali jika antara

para kreditor itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan

dalam menerima pembayaran tagihannya. Prinsip ini menekankan pada

pembagian harta debitor untuk melunasi utang-utangnya terhadap kreditor

secara lebih berkeadilan dengan cara sesuai dengan proporsinya (pond-

pond gewijs) dan bukan dengan sama rata. Prinsip pari passu pro rata

parte ini bertujuan memberikan keadilan.49

Prinsip pari passu pro rata parte ini bertujuan memberikan

keadilan kepada kreditor dengan konsep keadilan proporsional dimana

kreditor yang memiliki piutang yang lebih besar maka akan mendapatkan

porsi pembayaran piutangnya dari debitor lebih besar dari kreditor yang

memiliki piutang lebih kecil daripadanya.50

Adapun pengaturan mengenai

48

M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, … ,h. 74. 49

M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, … ,h. 30. 50

M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, … ,, h. 30.

Page 48: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

39

prinsip ini diatur pula di dalam Pasal 189 ayat (4) dan (5) dan penjelasan

Pasal 176 huruf a UUK-PKPU.

c. Prinsip Structured Pro Rata

Prinsip structured pro rata atau yang disebut juga dengan istilah

structured Creditors merupakan salah satu prinsip di dalam hukum

kepailitan yang memberikan jalan keluar/keadilan diantara kreditor.

Prinsip ini adalah prinsip yang mengklasifikasikan dan mengelompokkan

berbagai macam debitor sesuai dengan kelasnya masing-masing.Didalam

kepailitan, kreditor diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu kreditor

separatis, kreditor preferen, dan kreditor konkuren.51

Kreditor yang

berkepentingan terhadap debitor tidak hanya kreditor konkuren saja,

melainkan juga kreditor pemegang hak jaminan kebendaan (kreditor

separatis) dan kreditor yang menurut ketentuan hukum harus didahulukan

(kreditor preferen).52

d. Prinsip Debt Collection

Prinsip debt collection (debt collection principle) adalah suatu

konsep pembalasan dari kreditor terhadap debitor pailit dengan menagih

klaimnya terhadap debitor atau harta debitor. Menurut Tri Hernowo,

kepailitan dapat digunakan sebagai mekanisme pemaksaaan dan

pemerasan. Sedangkan menurut Emmy Yuhassarie, hukum kepailitan

dibutuhkan sebagai alat collective proceeding, yang berarti tanpa adanya

hukum kepailitan masing-masing kreditor akan berlomba-lomba secara

sendiri-sendiri mengklaim aset debitor untuk kepentingan masing-masing.

Oleh karenanya, hukum kepailitan mengatasi apa yang disebut dengan

51

Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan : Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009), h. 280.

52 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, …,h. 33.

Page 49: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

40

collective action problem yang ditimbulkan dari kepentingan individu

masing-masing kreditor.53

Menurut Setiawan, peraturan kepailitan pada prinsipnya adalah

debt collection law dan bahwa kepailitan merupakan suatu aksi kolektif

(collective action) dalam debt collection. Douglas G. Bird menyatakan

bahwa hukumkepailitan bertujuan untuk digunakan sebagai alat collective

proceeding. Debt collection principle merupakan prinsip yang

menekankan bahwa utang dari debitor harus dibayar dengan harta yang

dimiliki oleh debitor secara sesegera mungkin untuk menghindari itikad

buruk dari debitor dengan cara menyembunyikan dan menyelewengkan

terhadap segenap harta bendanya yang sebenarnya adalah sebagai jaminan

umum bagi kreditornya.54

Berkaitan dengan peraturan atau hukum kepailitan yang ada di

Indonesia, di dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 1 ayat (1) UUK-PKPU

sangat memegang teguh bahwa kepailitan adalah sebagai pranata debt

collection. Persyaratan dipailitkan hanya berupa dua syarat kumulatif,

yakni debitor memiliki utang yang telah jatuh tempo yang dapat ditagih

yang belum dibayar lunas, serta memiliki dua atau lebih kreditor.Di dalam

undang-undang kepailitan tersebut tidak mensyaratkan adanya jumlah

minimum utang tertentu atau disyaratkannya keadaan insolven dimana

harta kekayaan debitor (aktiva) lebih kecil daripada utang-utang yang

dimiliki (passive).Prinsip debt collection didalam undang-undang

kepailitan Indonesia lebih mengarah kepada kemudahan untuk melakukan

permohonan kepailitan.55

53

Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009), h. 38.

54 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 40-41. 55

M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, … ,h. 80-81.

Page 50: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

41

e. Prinsip Utang

Didalam proses beracara dalam hukum kepailitan, konsep utang

menjadi sangat penting dan esensial (menentukan) karena tanpa adanya

utang maka tidaklah mungkin perkara kepailitan akan dapat diperiksa.

Tanpa adanya utang, maka esensi kepailitan tidak ada karena kepailitan

adalah pranata hukum untuk melakukan likuidasi aset debitor untuk

membayar utang-utangnya terhadap para kreditor.56

Demikian pula dengan konsep utang dalam hukum kepailitan

Belanda yang juga diberlakukan di Indonesia dengan asal konkordansi

dalam peraturan kepailitan, bahwa utang adalah suatu bentuk kewajiban

untuk memenuhi prestasi dalam suatu perikatan. Fred B.G Tumbuan

menyatakan bahwa dalam hal seseorang karena perbuatannya atau tidak

melakukan sesuatu mengakibatkan bahwa ia mempunyai kewajiban

membayar ganti rugi, memberikan sesuatu atau tidak memberikan sesuatu,

maka pada saat itu juga ia mempunyai utang, mempunyai kewajiban

memenuhi prestasi. Jadi, utang sam dengan prestasi.57

f. Prinsip Debt Pooling

Prinsip Debt Pooling merupakan prinsip yang mengatur

bagaimana harta kekayaan pailit harus dibagi diantara para kreditornya.

Dalam melakukan pendistribusian aset tersebut, kurator akan berpegang

pada prinsip paritas creditorium dan prinsip pari passu pro rata parte

serta pembagian berdasarkan jenis masing-masing kreditor (structured

creditors principle).58

56

M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, ….,h. 34. 57

Fred B.G Tumbuan, “Mencermati Makna Debitor, Kreditor, dan Undang-Undang Berkaitan Dengan Kepailitan”, Dalam : Emmy Yuhassarie, Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangannya, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2005), h. 7.

58 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, (Jakarta :

Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 41.

Page 51: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

42

Black menjelaskan debt pooling sebagai:“arrangement by which

debtor adjust many debt by distributing his assets among several creditor,

who may or may not agree to take less than is owed; or and arrangement

by which debtor agree to pay in regular installments a sum of money to

one creditor who agreas to discharge all his debt”.59

Emmy Yuhassarie menjabarkan prinsip debt adjustment sebagai

suatu aspek dalam hukum kepailitan yang dimaksudkan untuk mengubah

hal distribusi dari para kreditor sebagai suatu grup.Dalam

perkembangannya prinsip ini mencakup pengaturan dalam system

kepailitan terutama berkaitan dengan bagaimana harta kekayaan pailit

harus dibagi diantara kreditornya. Prinsip debt pooling ini juga merupakan

artikulasi dari kekhususan sifat-sifat yang melekat di dalam proses

kepailitan, baik itu berkenaan dengan karakteristik kepailitan sebagai

penagih yang tidak lazim (oinegenlijke incassoprocedures), pengadilan

yang khusus menangani kepailitan dengan kompetensi absolute yang

berkaitan dengan kepailitan dan masalah yang timbul dalam kepailitan,

terdapatnya hakim pengawas dan kurator, serta hukum acara yang

spesifik.60

4. Asas–Asas Hukum Kepailitan

Undang–undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

(UUK-PKPU) didalam penjelasan umumnya mengemukakan telah

mengadopsi beberapa asas, yaitu:

a. Asas Keseimbangan

UUK-PKPU mengatur beberapa ketentuan yang merupakan

perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak terdapat ketentuan

mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh

debitor yang tidak jujur, di lain pihak terdapat ketentuan yang dapat

59

M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, …, h. 41-42. 60

M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, …, h. 42.

Page 52: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

43

mencegah penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor

yang beritikad baik.

b. Asas Kelangsungan Usaha

Asas Kelangsungan Usaha dimaksudkan untuk memberikan

kesempatan kepada perusahaan debitor yang prospektif untuk tetap

melanjutkan usahanya. Implementasi terhadap asas ini dalam UUK-PKPU

hanya sebatas pada kelangsungan usaha debitor setelah jatuhnya putusan

pailit atas debitor tersebut, sedangkan untuk debitor yang belum

dinyatakan pailit hal tersebut tidak berlaku, mengingat syarat untuk

dipailitkannya debitor tidak memperdulikan apakah keadaan keuangan

debitor masih solven atau tidak. UUK-PKPU memberikan hak kepada

kurator selama masa pengangguhan hak eksekusi kreditor (masa tunggu

90 hari semenjak putusan pernyataan pailit diucapkan) untuk

menggunakan harta pailit berupa benda bergerak maupun benda tidak

bergerak dalam rangka kelangsungan usaha debitor.UUK-PKPU juga

memberikan hak kepada kurator dan kreditor untuk mengusulkan agar

perusahaan debitor pailit dilanjutkan jika di dalam rapat pencocokan

piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian atau rencana perdamaian

yang ditawarkan tidak diterima.Hal lain yang berkaitan di dalam UUK-

PKPU adalah memberi kewajiban hakim pengawas untuk mengadakan

rapat apabila kurator atau kreditor mengajukan usul kepadanya untuk

melanjutkan perusahaan debitor pailit yang harus diadakan paling lambat

14 hari setelah pengajuan usul.

c. Asas Keadilan

Asas Keadilan dalam hukum kepailitan memberikan pengertian

bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi

para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan dapat mencegah

terjadinya kesewenang-wenangan para kreditor dalam mengusahakan

Page 53: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

44

penagihan pembayaran atas besaran tagihan masing-masing kepada

debitor dengan tidak memperhatikan kreditor lainnya.

Pada prakteknya penerapan terhadap asas ini di dalam UUK–

PKPU antara lain:

1) Pengaturan bahwa selama berlangsungnya kepailitan, segala tuntutan

untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit hanya dapat

diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokan.

2) Segala tuntutan hukum di pengadilan yang bertujuan untuk

memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit, menjadi gugur

demi hukum setelah diucapkannya putusan pernyataan pailit terhadap

debitor.

3) Pengaturan bahwa hak eksekusi kreditor pemegang gadai, fidusia, hak

tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya

ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 hari sejak tanggal

putusan pernyataan pailit diucapkan; dan sebagainya.

5. Syarat-Syarat Kepailitan

Menurut Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU, permohonan pernyataan pailit

dapat diajukan, jika persyaratan kepailitan tersebut di bawah ini telah

terpenuhi:

a. Debitor tersebut memiliki dua atau lebih kreditor.

b. Harus ada utang.

c. Debitor tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh

waktu dan dapat ditagih.

Walau dengan adanya persyaratan yang limitatif tersebut, suatu

kreditor tetap dapat dengan mudah mengajukan permohonan pernyataan pailit

terhadap debitornya, namun dalam prakteknya masih menimbulkan beberapa

masalah yang berawal dari perbedaan interpretasi terhadap substansi yang

tidak secara tegas mengatur hal-hal yang berkaitan dengan persyaratan

Page 54: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

45

permohonan pailit.61

Menurut Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU, salah satu syarat

yang harus dipenuhi adalah debitor harus mempunyai dua kreditor atau lebih.

Pakar hukum kepailitan, Sutan Remy Sjahdeini menyatakan bahwa

eksistensi UUK-PKPU diperlukan karena harus ada ketentuan hukum yang

mengatur mengenai cara membagi harta kekayaan debitor di antara para

kreditornya dalam hal debitor memiliki lebih dari satu seorang kreditor. Hal

tersebut sebagai konsekuensi berlakunya ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata.

Rasio kepailitan ialah jatuhnya sita umum atas semua harta benda debitor

yang setelah dilakukan rapat verifikasi utang-piutang tidak tercapai

perdamaian atau accord, dilakukan proses likuidasi atas seluruh harta benda

debitor untuk kemudian hasil perolehannya dibagi-bagikan kepada semua

kreditornya sesuai dengan tata urutan tingkat kreditor sebagaimana diatur oleh

undang-undang.62

Secara umum ada 3 macam kreditor yang dikenal dalam KUH

Perdata:

a. Kreditor Separatis

Kreditor separatis adalah kreditor pemegang hak jaminan

kebendaan, yang dapat bertindak sendiri.Golongan kreditor ini tidak

terkena akibat putusan pernyataan pailit, artinya hak-hak eksekusi mereka

tetap dapat dijalankan seperti tidak ada kepailitan debitor.Kreditor

pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, dan hipotek atau hak

agunan atas kebendaan lainnya merupakan karakteristik kreditor separatis.

Separatis yang dimaksudkan adalah terpisahnya hak eksekusi atas

benda-benda yang dijaminkan dari harta yang dimiliki debitor pailit.

Dengan demikian, kreditor separatis mendapatkan posisi paling utama

61

Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, (Yogyakarta: Total Media, 2008), h. 42-43.

62 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan,(Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009), h. 53.

Page 55: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

46

dalam proses kepailitan, sehubungan dengan hak atas kebendaan yang

dijaminkan untuk piutangnya. Sepanjang nilai piutang yang diberikan oleh

kreditor separatis tidak jauh melampaui nilai benda yang dijaminkan dan

kreditor berkuasa atas benda tersebut, maka proses kepailitan tidak akan

banyak berpengaruh pada pemenuhan pembayaran piutang kreditor

tersebut.

Berdasarkan UUK-PKPU, apabila kuasa atas benda yang

dijaminkan ada pada debitor pailit atau pada kurator, maka hak esekusi

terpisah tersebut di atas ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama

(90) sembilan puluh hari sejak pernyataan pailit dijatuhkan.Sedangkan,

jika nilai eksekusi benda tersebut ternyata tidak mencukupi untuk

menutup utang debitor, maka kreditor separatis dapat meminta dirinya

ditempatkan pada posisi kreditor konkuren untuk menagih sisa

piutangnya.

Oleh karena demi kepastian hukum, hak eksekusi langsung yang

dimiliki oleh kreditor separatis hanya bisa digunakan dalam jangka waktu

dua bulan setelah terjadinya keadaan insolvensi. Setelah lewat jangka

waktu tersebut, eksekusi hanya dapat dilakukan oleh kurator, meskipun

hak yang dimiliki kreditor separatis sebagai kreditor pemegang jaminan

tidak berkurang. Perbedaan proses eksekusi tersebut akan berakibat pada

perlu tidaknya pembayaran biaya kepailitan dari hasil penjualan benda

yang dijaminkan.

b. Kreditor Preferen

Kreditor preferen adalah kreditor yang memiliki hak istimewa atau

hak prioritas.UUK-PKPU menggunakan istilah hak-hak istimewa,

sebagaima yang diatur dalam KUH Perdata.Hak istimewa mengandung

makna “hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang

Page 56: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

47

berpiutang sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada orang berpiutang

lainnya.

Berdasarkan ketentuan KUH Perdata, ada dua jenis hak istimewa,

yaitu hak istimewa khusus dan hak istimewa umum. Hak istimewa khusus

adalahhak yang menyangkut benda-benda tertentu, sedangkan hak

istimewa umum berarti menyangkut seluruh benda, sesuai dengan KUH

Perdata pula, hak istimewa khusus di dahulukan atas hak istimewa umum.

c. Kreditor Konkuren

Kreditor konkuren adalah kreditor yang harus berbagi dengan para

kreditor lainnya secara proporsional (pari passu), yaitu menurut

perbandingan besarnya masing-masing tagihan, dari hasil penjualan harta

kekayaan debitor yang tidak dibebani dengan hak jaminan. Istilah yang

digunakan dalam Bahasa Inggris untuk kreditor konkuren adalah

unsecured creditor.

Kreditor ini memiliki kedudukan yang sama dan berhak

memperoleh hasil penjualan harta kekayaan debitor, baik yang telah ada

maupun yang akan ada dikemudian hari setelah sebelumnya dikurangi

dengan kewajiban membayar piutangnya kepada kreditor pemegang hak

jaminan dan para kreditor dengan hak istimewa.

6. Putusan Atas Pailit Dan Eksekusinya

Hakim Niaga memiliki kewenangan untuk memproses dan

mengabulkan permohonan pailit dalam bentuk putusan dan bukan dalam

bentuk ketetapan.Putusan pailit yang dijatuhkan Pengadilan bersifat dapat

dilaksanakan terlebih dahulu meski terhadap putusan tersebut diajukan upaya

hukum kasasi atau upaya hukum peninjauan kembali (PK).63

Apabila upaya

hukum peninjauan kembali dikabulkan yang menyebabkan batalnya putusan

63

Kartini Muljadi, Actio Paulina dan Pokok-Pokok tentang Pengadilan Niaga, dalam Rudhy A. Lontoh, et.al, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2001), h. 300.

Page 57: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

48

pailit tersebut, semua tindakan hukum yang dilakukan kurator sebelum atau

pada tanggal kurator menerima pemberitahuan pembatalan putusan tersebut

tetap berlaku dan mengikat debitor.

7. Akibat Hukum Dari Kepailitan

Kepailitan mengakibatkan Debitur yang dinyatakan pailit kehilangan

segala hak keperdataan untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang

telah dimasukkan ke dalam harta pailit.“Pembekuan” hak perdata ini

diberlakukan oleh Pasal 24 ayat (1) UUK-PKPU terhitung sejak saat

keputusan pernyataan pailit diucapkan.Hal ini juga berlaku bagi suami atau

istri dari Debitur pailit yang kawin dalam persatuan harta kekayaan.64

Pada prinsipnya, sebagai konsekuensi dari ketentuan Pasal 24 ayat (1)

UUK-PKPU, seperti diuraikan di atas maka setiap dan seluruh perbuatan

hukum, termasuk perikatan antara Debitur yang dinyatakan pailit dengan

pihak ketiga yang dilakukan sesudah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak

dapat dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut

mendatangkan keuntungan bagi harta kekayaan itu. Terhadap tindakan atau

perbuatan hukum Debitur yang berupa transfer dana melalui bank atau

lembaga lain selain bank yang dilakukan sebelum pernyataan pailit diucapkan

tetapi pada hari pernyataan pailit diucapkan tetap dianggap sah dan dapat

dilanjutkan atau diteruskan transfer dana tersebut. Dalam hal ini termasuk

juga transaksi jual beli efek di bursa efek yang dilakukan sebelum pernyataan

pailit diucapkan tetapi pada hari pernyataan pailit diucapkan tetap dianggap

sah dan tetap dilanjutkan.65

Gugatan-gugatan yang diajukan dengan tujuan untuk memperoleh

pemenuhan perikatan dari harta pailit selama dalam kepailitan yang diajukan

64

Gunawan Widjaja, Resiko Hukum dan Bisnis Perusahaan Pailit, (Jakarta: Forum Sahabat, 2009), h. 15-16.

65 Gunawan Widjaja, Resiko Hukum dan Bisnis Perusahaan Pailit,(Jakarta: Forum Sahabat,

2009), h. 47.

Page 58: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

49

secara langsung kepada Debitur pailit hanya dapat diajukan dalam bentuk

laporan untuk pencocokan.Apabila pencocokan tidak disetujui, maka pihak

yang tidak menyetujui pencocokan tersebut demi hukum mengambil alih

kedudukan Debitur pailit dalam gugatan yang sedang berlangsung

tersebut.Walaupun gugatan tersebut hanya memberikan akibat hukum dalam

bentuk pencocokan, namun hal tersebut sudah cukup untuk dijadikan sebagai

salah satu bukti yang dapat mencegah berlakukan daluwarsa atas hak dalam

gugatan tersebut.66

8. Kepailitan Perseorangan

Debitor yang tidak mampu untuk membayar utangnya kepada para

kreditornya merupakan objek dari UUK-PKPU.Kepailitan perseorangan di

negara–negara yang menganut common law system dibedakan pengaturannya,

sedangkan di Indonesia berdasarkan UUK-PKPU tidak ada pembedaan aturan

bagi kepailitan debitor perorangan maupun badan hukum.

Hukum perorangan (personenrecht) merupakan salah satu bidang

dalam hukum perdata materiil yang mengatur mengenai pribadi alamiah

(manusia) sebagai subjek hukum.Hukum perorangan diatur oleh buku I

didalam sistematika KUHPerdata.

Yang diatur di dalam hukum perorangan adalah segala sesuatu yang

berkaitan dengan kecakapan seseorang dalam hukum, hak dan kewajiban

subjektif seseorang, serta hal-hal yang mempunyai pengaruh terhadap

kedudukan seseorang sebagai subjek hukum, seperti jenis kelamin, status

menikah, umur, domiili, status di bawah pengampuan atau pendewasaan, serta

mengenai registrasi pencatatan sipil.67

Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan

kewajiban dari hukum. Manusia sebagai penyandang hak dan kewajiban

66

Gunawan Widjaja, Resiko Hukum dan Bisnis Perusahaan Pailit, …, h. 47. 67

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 35-36.

Page 59: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

50

tidak selalu mampu atau cakap dalam melaksanakan sendiri hak dan

kewajibannya, ada golongan orang yang dianggap tidak cakap melaksanakan

hak dan kewajiban.Dalam perspektif hukum, tidak setiap subjek hukum orang

yang menyandang kewenangan hukum, dapat bertindak sendiri dalam

melakukan perbuatan hukum.Subjek hukum orang tersebut dapat berwenang

bertindak sendiri apabila dirinya oleh hukum dianggap telah cakap, mampu

atau pantas untuk bertindak dalam melakukan perbuatan hukum (handeling

bekwaamheid).

Namun sebaliknya, subjek hukum orang yang cakap bertindak

menurut hukum, dapat saja dinyatakan tidak cakap melakukan perbuatan

hukum (rechtbevoegheid).

Pasal 1329 KUHPerdata mengatur bahwa setiap orang dianggap cakap

melakukan perbuatan hukum, kecuali jika yang bersangkutan oleh undang-

undang dinyatakan tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Subjek hukum

yang orang yang dianggap belum cakap adalah :

a. Orang-orang yang belum dewasa atau lebih cukup umur seperti yang

ditentukan di dalam Pasal 330 KUHPerdata atau tidak lebih dahulu

melangsungkan perkawinan.

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan, yaitu orang-orang yang

dewasa yang selalu berada di dalam keadaan kurang ingatan, sakit jiwa

(orang gila), mata gelap, dan pemboros.

c. Semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang melakukan

perbuatan hukum tertentu, misalnya putusan pernyataan pailit mengubah

status hukum seseorang menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan

hukum, menguasai dan mengurus harta kekayaannya sejak putusan

pernyataan pailit diucapkan oleh pengadilan.

Page 60: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

51

9. Asas Insolvensi Test

Menurut Fridmen, Jack P dalam Munir Fuady adalah68

“ketidak

sanggupan untuk memenuhi kewajiban finansial ketika jatuh waktu seperti

layaknya dalam bisnis, atau kelebihan kewajiban dibandingkan dengan

asetnya dalam waktu tertentu”.

Berikut beberapa pengertian Insolvensi

a. Menurut Faillissmentsverodening

Dasar insolvensi diartikan sebagai keadaan “berhenti membayar”,

terdapat pada Pasal 1 ayat (1).Tidak ada pertimbangan oleh hakim bahwa

debitor baru sekali atau dua kali tidak membayar utangnya yang telah

jatuh temponya dapat dijatuhkan pailit.Sedangkan menurut Tirta

Atmidjaja, bahwa debitor yang baru sekali saja menolak pembayaran

maka hal itu belumlah merupakan suatu keadaan berhenti membayar.69

b. Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1998

Dasar insolvensi diartikan sebagai keadaan “tidak membayar”,

tertuang dalam Pasal 1 angka (1). Prajoto mengartikan sebagai menolak

untuk membayar; cidera janji atau wanprestasi; keadaan tidak membayar

tidak sama sekali dengan keadaan kekayaan debitor tidak cukup untuk

melunasi seluruh utangnya; tidak diharuskan debitor memiliki

kemampuan untuk membayar (overmogen) dan memikul seluruh

utangnya; atau istilah tidak membayar harus diartikan sebagai naar de

letter, yaitu debitor pada saat diajukan permohonan pernyataan pailit telah

sama sekali berhenti membayar utangnya.

68

Munir Fuady, Hukun Pailit Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: citra Aditya Bakti, 1999), Hal. 135.

69 M. H. Tirta Admadjaja, Pokok-pokok Hukum Perniagaan, (Jakarta: Djambatan, 1970), Hal.

128

Page 61: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

52

c. Menurut Undang-Undang No. 37 tahun 2004

Dasar insolvensi dapat diartikan sebagai keadaan “tidak membayar

lunas”, tertuang dalam Pasal 2 ayat (1).Keadaan tidak membayar lunas

diartikan sebagai sedah membayar sekali, dua kali, dan seterusnya tetapi

tidak seluruhnya, atau debitor sudah membayar pokoknya tetapi belum

membayar utangnya.

10. Tahap-Tahapan Insolvensi Test

a. Setelah dinyatakan pailit. Keadaan insolvensi terjadi dengan sendirinya

tanpa putusan hakim apabila dalam rapat pencocokan utang tidak di

tawarkan accord, atau ada accord tetapi tidak disetujui oleh rapat

verifikasi, atau ada accord yang sudah disetujui tetapi tidak mendapat

homologasi dari hakim pemutus kepailitan, atau ada accord yang sudah

diholomogasi, tetapi ditolak oleh hakim banding.

b. Melalui PKPU. Apabila dalam waktu 270 hari setelah putusan

pembayaran sementara diucapkan rencana perdamaian tersebut tidak

diterima oleh para kreditor, atau perdamaian tersebut tidak disahkan oleh

pengadilan niaga, atau tidak ada persetujuan apapun yang telah dicapai,

hakim pengawas akan memberitahukan pengadilan niaga kemudian harus

menyatakan debitor pailit. Dalam keadaan inilah debitor masuk fase

insolvensi.

11. Rumus Test Insolvensi

a. The Ability to Pay Solvency Test

Tes yang menentukan pakah suatu debitor dapat membayar

utangnya ketika utangnya telah jatuh tempo. Melihat masa depan kondisi

keuangan debitor dan dilakukan hanya dengan melihat apakah utang

seorang debitor telah jatuh tempo dan tidak mampu untuk membayar.

Page 62: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

53

Rumus perhitungan solvabilitas jangka pendek :

N1 x P1 + N2 x P2 = FUTURE CASH FLOW

N : Nominal

P : Probability (Peluang)

Contoh :

Diketahui perusahaan x memiliki utang yang telah jatuh tempo disatu

tahun buku sebesar Rp. 100.000 dan perusahaan x tidak memiliki aset

(dana). Seandainya perusahaan x akan memiliki uang sebesar Rp.

1.000.000. tapi kemungkinan mendapatkannya 15% atau kemungkinan

mendapatkan Rp. 0 dengan kemungkinan 85%

Intinya : 85% perusahaan x tidak akan mampu membayar utangnya

(Insolvennya) ketika jatuh tempo. 15% mampu membayar utangnya dan

dapat untung Rp. 900.000 (Rp. 1.000.000 – Rp. 100.000)

Ditanya :hitung Future Cash Flownya dan apakah perusahaan masih

solven ?

Jawaban :

N1 x P1 + N2 x P2

Rp. 1.000.000 x 15% + Rp. 0 x 85%

Rp. 150.000 (cash solven future)

Perusahaan masih solven karena aset yang akan didapat (Rp. 150.000)

> kewajiban (Rp. 100.00)

Rumus perhitungan solvabilitas jangka panjang

Net Cash Provided By Operation Activities : Average Total Liabilities =

Cash Debt Coverage Ratio

>1 maka semakin solven perusahaan itu

<1 maka semakin insolven perusahaan itu

(intermediate accounting)

Page 63: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

54

Contoh:

Diketahui: perusahaan x (debitor) dalam menjalankan usahanya selama 5

tahun buku akan memiliki 2 proyek dengan total nilai Rp. 8.000.000 dan

di penghujung tahun ke-5 perusahaan memiliki utang sebesar Rp.

6.000.000

Ditanya: solvabilitas ?

Jawab: Rp. 8.000.000 : Rp. 6.000.000 = 1,33

Tingkat solven bagus karena rasio 1,3 adalah angka yang positif.

b. The Balance Sheet Test

Apabila utang telah melebihi aset nya, kondisi keuangan lebih

besar daripada asetnya berdasarkan penilaian yang wajar.

Rumus: Aliran uang yang akan masuk : 1 + presentase kenaikan nilai uang

(inflasi) = nilai uang saat ini.

Contoh:

Diketahui: perusahaan x menjalankan usaha dan memiliki utang Rp.

100.000 yang harus dibayar dalam satu akhir tahun, perusahaan tidak

memiliki uang tunai kecuali proyek yang akan menghasilkan nilai uang

Rp. 108.000, lalu diketahui bahwa kenaikan inflasi dalam rangka untuk

membayar utang sebesar 10%.

Ditanya: apakah perusahaan x solven dimasa akan dating ?

Jawab: Rp. 108.000:1 + 10% = Rp. 98.180

Perusahaan tidak solven dan dapat dipailitkan

c. The Capital Adequancy Test/ analisis transaksional

Tes ini jarang dilakukan Introduction to Analysis Economic of

Law.Pendekatan analisis ekonomi atas hokum dalam kasus Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dengan tujuan untuk

mengajukan rencana perdamaian dengan tujuan debitor tidak dipailitkan.

Page 64: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

55

C. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, peneliti akan

menyertakan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan

kajian materi yang akan dibahas. Klimaks dari ketidakmampuan mengembalikan

pinjaman (kredit) adalah dipailitkannya usaha-usaha debitur. Kepailitan ini

terjadi setelah permohonan 2 (dua) atau lebih kreditor diputus oleh pengadilan

(dalam hal ini pengadilan niaga) pasal 2 ayat (1) UUKPKPU. Akibat lebih lanjut

adalah debitur kehilangan hak untuk mengurus harta kekayannya. Hak debitur ini

beralih kepada kurator yang akan melakukan pemberesan harta debitur pailit

(Budel pailit). Skripsi yang disusun oleh Gilang M Santosa dari Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, tahun 2012, dengan judul ”Keberlakuan Prinsip Kepailitan

dalam studi kasus Kepailitan Manwani Santosh Tekchand melawan OCBC

Securities.”

Peneliti melakukan analisa yuridis terhadap kasus kepailitan Manwani

Santosh Tekchand melawan OCBC Securities, yang permohonan pailitnya

didasarkan pada putusan pengadilan asing. Dalam mengomentari aspek – aspek

tersebut, penulis berusaha melihat pokok permasalahan dari sisi Undang-undang

Nomor 37 tahun 2004 mengenai Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang. Yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisannya,

adalah mengenai pengaturan hukum kepailitan dalam kasus tersebut dan apakan

putusan pengadilan asing yang telah memutus bahwa seorang debitor diwajibkan

membayar utang kepada kreditor dapat dijadikan dasar kepailitan terhadap debitor

tersebut di Indonesia.

NO ASPEK PERBANDINGAN STUDI TERDAHULU

1. Judul Skripsi ”Keberlakuan Prinsip

Kepailitan dalam studi

kasus Kepailitan

Manwani Santosh

Page 65: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

56

Tekchand melawan

OCBC Securities.”

2. Fokus Penulis melakukan

analisa yuridis terhadap

kasus kepailitan Manwani

Santosh Tekchand

melawan OCBC

Securities, yang

permohonan pailitnya

didasarkan pada putusan

pengadilan asing. Dalam

mengomentari aspek –

aspek tersebut, penulis

berusaha melihat pokok

permasalahan dari sisi

Undang-undang Nomor

37 tahun 2004 mengenai

Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran

Utang. Yang menjadi

pokok permasalahan

dalam penulisannya,

adalah mengenai

pengaturan hukum

kepailitan dalam kasus

tersebut dan apakan

putusan pengadilan asing

yang telah memutus

Page 66: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

57

bahwa seorang debitor

diwajibkan membayar

utang kepada kreditor

dapat dijadikan dasar

kepailitan terhadap

debitor tersebut di

Indonesia.

3. Waktu dan Tempat Gilang M Santosa dari

Fakultas Hukum

Universitas Indonesia,

tahun 2012

Page 67: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

58

BAB III

DATA PENELITIAN

A. Latar Belakang Lahirnya Pengadilan Niaga

Yang mendasari dan melatar belakangi lahirnya Pengadilan Niaga adalah

Pasal 27 UU No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang berisi:

1. Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan

peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 25 UU.No.48 Tahun 2009.

2. Ketentuan mengenai pembentukan pengadilan khusus sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dalam undang-undang. Dan Oleh sebuah

Mahkamah Konstitusi.

Dalam Pasal 25 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

ditentukan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan

badan peradilan yang berada di bawahnya (Peradilan Umum, Peradilan Agama,

Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara). Beberapa bentuk

Pengadilan khusus lainnya, antara lain seperti Pengadilan Hubungan Industrial

yang ditetapkan dengan UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial yang berada di bawah lingkunganPeradilan umum,

Pengadilan Anak yang telah ditetapkan dengan UU No.3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak, yang berada di bawah lingkup Peradilan Umum1.

Demikian halnya UU No. 2 Tahun 1986 yang telah diubah dengan UU

No.8 Tahun 2004 Tentang peradilan Umum, dalam Pasal 8 dinyatakan secara

tegas “Di lingkungan Peradilan Peradilan Umum dapat diadakan Pengkhususan

yang diatur dengan Undang-Undang”. Undang-Undang memberikan ruang untuk

terbentuknya Pengadilan khusus yang berada dibawah lingkungan Peradilan

Umum dengan syarat bahwa pembentukan pengadilan khusus tersebut ditetapkan

1 Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 81-82.

Page 68: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

59

melalui UU.Pembentukan Pengadilan Niaga ini menunjukkan bahwa

perkembangan sejarah peradilan di Indonesia telah mengalami peningkatan yang

cukup berarti.Dari segi struktur organisasi, kedudukan Pengadilan Niaga

merupakan bahagian khusus di dalam lingkungan Peradilan Umum2.

Tujuan utama dibentuknya Pengadilan Niaga ini adalah agar dapat

menjadi sarana hukum bagi penyelesaian hutang piutang diantara para pihak yaitu

Debitor dan kreditor secara cepat, adil, terbuka, dan efektif, sehingga dengan

demikian dapat meningkatkan penyelenggaraan kegiatan usaha dan kehidupan

perekonomian pada umumnya. Selain itu sebagai upaya untuk mengembalikan

kepercayaan kreditur asing dalam proses penyelesaian utang-piutang swasta3, hal

ini merupakan salah satu langkah positif dalam hal memperbaiki carut-marutnya

UUK terdahulu yang lahirakibat desakan International Monetery Fund (IMF)

karena peraturan kepailitan yang merupakan warisan pemerintahan kolonial

Belanda selama ini kurang memadai dan kurang memenuhi tuntutan zaman4.

Berlakunya UU Kepailitan 1998 telah memindahkan kewenangan mutlak

(absolut) dari Pengadilan Umum untuk memeriksa permohonan pailit, dengan

menetapkan Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan yang memiliki kewenangan

untuk menerima permohonan Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang (PKPU)5.Konsekuensinya, bahwa suatu Pengadilan tidak dapat memeriksa

gugatan/permohonan yang diajukan kepadanya apabila ternyata secara formil

gugatan tersebut masuk dalam ruang lingkup kewenangan mutlak Pengadilan

lain6.

2 Sunarmi, Hukum Kepailitan (edisi 2), (Jakarta: Sofmedia, 2010), h. 227.

3 Sunarmi, Hukum Kepailitan (edisi 2), …, h. 229.

4 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Kepalitan, (Jakarta: Rajawali Pers,

1999), h. 1-2. 5 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Kepalitan, …, h. 230.

6 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Kepalitan, …, h. 230.

Page 69: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

60

B. Kedudukan dan Pembentukan Pengadilan Niaga

Lembaga Kepailitan merupakan lembaga hukum yang mempunyai

fungsi penting, sebagai realisasi dari dua pasal penting dalam KUH Perdata

yakni Pasal 1131 dan 1132 mengenai tanggung jawab debitur terhadap hutang-

hutangnya7.

Menurut Pasal 1131, segala kebendaan berhutang baik yang bergerak

maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada

dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatanya perseorangan.

Pasal 1132 menentukan Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama

bagi semua orang yang mengutangkan padanya.Pendapatan penjualan benda-

benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya

piutang masing-masing kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-

alasan yang sah untuk didahulukan.

Kedua pasal tersebut diatas memberikan jaminan kepastian kepada

kreditur bahwa kewajiban debitur akan tetap dipenuhi/lunas dengan jaminan

dari kekayaan debitur baik yang sudah ada maupun yang masih akan ada

dikemudian hari Pasal 1131 KUH Perdata dan 1132 KUH Perdata itu

merupakan perwujudan adanya asas jaminan kepastian pembayaran atas

transaksi-transaksi yang telah diadakan8.

Adapun hubungan kedua pasal tersebut adalah bahwa kekayaan debitur

merupakan jaminan bersama bagi semua krediturnya secara proporsional,

kecuali bagi krediturnya dengan hak mendahului (hak preferensi).Jadi pada

dasarnya, asas yang terkandung di dalam Pasal 1131 KUH perdata dan 1132

KUH perdata ini adalah bahwa UU mengatur tentang hak menagih bagi

kreditur atau kreditur-krediturnya terhadap transaksinya dengan debitur.

Bertolak dari asas tersebut di atas sebagai lex generalis, maka ketentuan

kepailitan mengaturnya dalam urutan yang lebih rinci dan operasional.

7 Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, (Malang: Departemen Pendidikan Nasional, 2002), h. 10.

8 Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, …, h. 10.

Page 70: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

61

Menurut Sri Redjeki Hartono, lembaga kepailitan pada dasarnya

mempunyai dua fungsi sekaligus yaitu :

1. Kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada krediturnya bahwa

debitur tidak akan berbuat curang, dan bertanggung jawab atas semua

hutang-hutangnya kepada semua kreditur-krediturnya.

2. Juga memberi perlindungan kepada debitur terhadap kemungkinan

eksekusi massal oleh kreditur-krediturnya.

Jadi keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu lembaga

atausebagai upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat

asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 dan 1132

KUH Perdata.

Oleh karena itu lembaga kepailitan berfungsi sebagai pengawas

implementasi pelaksanaan Peraturan Kepailitan dan mekanisme pembayaran

utang terhadap semua kreditur dengan mengacu yang diperintahkan Pasal 1131

dan Pasal 1132 KUH Perdata yang merupakan dasar hukum dari kepailitan9.

Kedudukan dan Pembentukan Pengadilan Niaga, menurut Sudargo

Gautama merupakan pencangkokan institusi baru, Artinya Pencangkokkanya

itu diambil dari berbagai lembaga baru dalam sistem hukum dan praktek

hukum yang sudah ada dalam rangka Faillisemen.Dianggap wajar oleh

pembuat Undang-Undang, jika dalam rangka untuk menyediakan sarana

hukum sebagai landasan untuk menyelesaikan hutang piutang, dianggap perlu

peraturan kepailitan yang dapatmemenuhi kebutuhan dunia usaha yang makin

berkembang secara cepat dan bebas10

.PERPU (Peraturan pemerintah Pengganti

Undang-undang) No.1 Tahun 1998 dipilih untuk melakukan penyempurnaan

9 Sri Redjeki Hartono, Analisis Terhadap Peraturan Kepailitan Dalam Kerangka

Pembangunan Hukum, (Semarang: Elips Project, 1997), h. 5. 10

Sudargo Gautama, Komentar Peraturan Kepailitan Baru Untuk Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998), H. 9.

Page 71: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

62

atas peraturan Faillissemen yang sudah ada. Karena dengan demikian dapat

diharapkan bertindak lebih cepat dengan dasar pertimbanganya yaitu:

1. Adanya kebutuhan yang besar yang sifatnya mendesak untuk secepatnya

mewujudkan sarana hukum bagi penyelesaian yang dapat berlangsung

secara cepat, adil, terbuka, dan efektif untuk menyelesaikan piutang

perusahaan yang besar pengaruhnya terhadap perekonomian nasional.

2. Dalam rangka penyelesaian akibat-akibat dari gejolak moneter yang terjadi

sejak pertengahan tahun 1997, khususnya berkenaan dengan masalah utang

piutang di kalangan dunia usaha nasional, dianggap perlu adanya

penyelesaian yang cepat mengenai masalah ini. Untuk itu perlu kesediaan

perangkat hukum untuk memenuhi kebutuhan. Penyelesaian masalah utang

piutang. Dengan demikian perusahaan-perusahaan dapat segera beroperasi

secara normal. Bila kegiatan ekonomi berjalan kembali, akan berarti

pengurangan tekanan sosial yang menurut pengamatan pemerintah sudah

terasa banyak di lapangan kerja. Maka perlu diwujudkan penyelesaian

utang-piutang ini secara cepat dan efektif11

.

Dalam Pasal 8 UU No. 3 Tahun 1986 Tentang Pengadilan Umum

disebutkan bahwa: “Yang dimaksud dengan ‘diadakanya pengkhususan’ ialah

adanyadiferensiasi/spesialisasi di lingkungan Peradilan Umum, misalnya

Pengadilan Lalu Lintas, Pengadilan Anak dan Pengadilan Ekonomi”. Dengan

demikian dalam UU No. 4 Tahun 1998 diatur terbentuknya Pengadilan Niaga

yang merupakan Pengadilan Khusus di lingkungan Peradilan Umum.

Ketentuan Pasal 300 UUK-PKPU secara tegas menentukan :

1. Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, selain

memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit dan PKPU,

berwenang pula memeriksa dan memutus perkara lain di bidang perniagaan

yang penetapannya dilakukan dengan Undang-Undang.

11

Sudargo Gautama, Komentar Peraturan Kepailitan Baru Untuk Indonesia, …, h. 9.

Page 72: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

63

2. Pembentukan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan

secara bertahap dengan Keputusan Presiden (KEPRES), dengan

memperhatikan kebutuhan dan kesiapan sumber daya yang diperlukan.

Berlakunya UU Kepailitan 1998 telah memindahkan kewenangan

mutlak (absolut) dari Pengadilan Umum untuk memeriksa permohonan pailit,

dengan menetapkan Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan yang memiliki

kewenangan untuk menerima permohonan Kepailitan dan Penundaan

kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)12

. Konsekuensinya, bahwa suatu

Pengadilan tidak dapat memeriksa gugatan/permohonan yang diajukan

kepadanya apabila ternyata secara formil gugatan tersebut masuk dalam ruang

lingkup kewenangan mutlak Pengadilan lain13

.

Pasal 300 ayat (1) memberikan kekuasaan kepada Pengadilan Niaga

untuk memeriksa dan memutuskan perkara lain di bidang perniagaan selain

perkara Kepailitan dan PKPU. Namun tidak terdapat penjelasan apa yang

dimaksud dengan perkara lain di bidang perniagaan tersebut, hal ini

disebabkan Undang-Undang yang mengatur hal tersebut belum ada. Dengan

demikian, Undang-Undang yang akan mengatur hal tersebut kelak, hendaknya

harus jelas bidang-bidang perniagaan apa saja yang menjadi kewenangan

yurisdiksi dalam mengadili antara Pengadilan Niaga dengan Pengadilan

Negeri. Undang-Undang di bidang HAKItelah secara tegas menetukan bahwa

perkara-perkara di bidang HAKI harus diproses dan diputus di Pengadilan

Niaga.Hal ini berarti, bahwa pada saat ini Pengadilan Niaga selain

menyelesaikan sengketa–sengketa di bidang kepailitan dan PKPU, juga

menyelesaikan sengketa HAKI.

12

Sunarmi, Hukum Kepailitan (edisi 2), …, h. 229. 13

Sunarmi, Hukum Kepailitan (edisi 2), …, h. 229.

Page 73: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

64

C. Hakim Pengadilan Niaga

Hakim Pengadilan Niaga diangkat berdasarkan keputusan Ketua

Mahkamah Agung. Syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai hakim

sebagaimana dimaksud pada Pasal 302 ayat (2), adalah :

1. Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan Peradilan Umum.

2. Mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalah-

masalah yang menjadi lingkup kewenangan Pengadilan.

3. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.

4. Telah berhasil menyelesaikan program pelatihan khusus sebagai hakim

pada pengadilan.

Dengan tetap memperhatikan syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada

Pasal 302 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d, dengan Keputusan Presiden

atas usul Ketua Mahkamah Agung dapat diangkat seseorang yang ahli, sebagai

hakim Ad-hoc, baik pada tingkat pertama, Kasasi, maupun pada Peninjauan

Kembali (Pasal 302 UUK-PKPU).

Dalam hal pemeriksaan perkara Kepailitan, ada 2 jenis hakim yang

dapat memeriksa perkara Kepailitan yaitu14

:

1. Hakim Tetap

Hakim Tetap, yaitu para hakim yang diangkat berdasarkan Surat

Keputusan Ketua Mahkamah Agung untuk menjadi Hakim Pengadilan

Niaga.Landasan hukumnya dapat merujuk pada Pasal 302 ayat (1), dan pasal

302 ayat (2) UUK-PKPU.

2. Hakim Ad-Hoc

Untuk mengembalikan kepercayaan kreditur asing dalam proses

penyelesaian utang-piutang swasta, selain direvisinya Fv, dan dibentuknya

Pengadilan Niaga, juga di introdusir hakim Ad-hoc untuk dapat menjadi

bagian dari majelis hakim yang memeriksa suatu perkara di Pengadilan Niaga.

14

Sunarmi, Hukum Kepailitan (edisi 2), …, h. 234.

Page 74: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

65

Ide awal keterlibatan hakim Ad-hoc di Pengadilan Niaga didasarkan pada

penilaian atau asumsi beberapa pihak bahwa pengetahuan “Hakim Karir”

cenderung bersifat umum (generalis) sehingga dalam menyelesaikan perkara-

perkara pada lingkup Niaga diperlukan hakim dengan keahlian khusus, di luar

dari “Hakim Karir” yang juga telah melalui tahapan pendidikan untuk menjadi

“Hakim Niaga”15

.

Pengangkatan hakim Ad-hoc dalam Kepailitan ditentukan dalam UU No.4

Tahun 1998 yang kemudian dikuatkan kembali dalam UU No. 37 Tahun 2004.

Selama berlakunya UU No.4 Tahun 1998 yang kemudian disempurnakan oleh

UU No.37 tahun 2004, pengangkatan hakim Ad-hoc di Pengadilan Niaga telah

dilakukan 2 (dua) kali, yakni melalui 2 (dua) buah Keppres. Pertama, Keppres

No. 71/M/1999 tertanggal 27 Februari 1999 berisi pengangkatan 4 (empat) orang

hakim ad-hoc untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.Kedua, Keppres No.108/M/2000,

berisikan Pengangkatan 9 (sembilan) hakim Ad-hoc.Penempatan hakim Ad-hoc

dalam majelis hakim adalah berdasarkan penunjukan dari hakim Ketua

Pengadilan Niaga dalam Pengadilan Niaga yang bersangkutan, dengan terlebih

dahulu adanya permohonan dari salah satu pihak yang berperkara (Pemohon

Pailit).

Konsekuensi dari sifat fakultatif sebagaimana tercantum dalam Pasal 283

ayat (3) UU No. 4 Tahun 1998, maka bila tidak ada permintaan dari pihak

tersebut, maka hakim Ad-hoc tersebut tidak bertugas. Kondisi inilah yang antara

lain mengakibatkan sistem hakim Ad-hoc tidak bekerja. Sesuai dengan ketentuan

Pasal 303 ayat (3), maka persyaratan pengangkatan seorang sebagai hakim Ad-

hoc yang membedakan dengan hakim Pengadilan Niaga lain adalah hakim ad-hoc

tersebut haruslah seorang “ahli”.

Jadi berdasarkan usulan dengan “hakim Niaga”dari Ketua Mahkamah

Agung melalui Keppres maka di Pengadilan Niaga dapat diangkat seorang

15

Sunarmi, Hukum Kepailitan (edisi 2), …, h. 235.

Page 75: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

66

yang ahli sebagai hakim Ad-hoc. Tentunya, beberapa persyaratan yang sama

dengan “hakim Niaga” atau “hakim karir” seperti mempunyai kemampuan

pengetahuan di bidang masalah yang menjadi lingkup kewenangan Pengadilan

Niaga, dan persyaratan lain, harus tetap dipenuhi16

.

Paulus Efendi Lotulung menyebutkan beberapa kemungkinan

pengangkatan hakim Ad-hoc (sebagai hakim pengawas atau hakim majelis)

adalah17

:

1. Atas permohonan para pihak, baik langsung maupun dengan penetapan

Ketua Pengadilan Niaga yang selayaknya diberikan jika wajar (should not

bereasonably).

2. Hanya dengan penetapan Ketua Pengadilan Niaga atas

kewenanganyasendiri.

Tentunya pilihan pertama lebih dapat diterima, karena cukup terdapat

checkand balance.Biaya atau imbalan bagi hakim Ad-hoc tersebut, jika perlu

tambahandapat diambil dari harta Pailit.

Dalam Pasal 304 UUK-PKPU menentukan bahwa Perkara yang pada

waktu UU ini berlaku:

1. Sudah diperiksa dan diputus tetapi belum dilaksanakan atau sudah

diperiksa tetapi belum diputus maka diselesaikan berdasarkan peraturan

perundang-undangan dibidang Kepailitan sebelum berlakunya UU ini.

2. Sudah diajukan tetapi belum diperiksa, diselesaikan berdasarkan ketentuan

dalam UU ini.

Pasal 305 UUK-PKPU menentukan bahwa:“Semua peraturan perundang-

undangan yang merupakan pelaksanaan dari UU tentang Kepailitan

(Faillissements-verordening, Stbld 1905:217 jo Stbld 1906: 348)yang diubah

dengan Perpu No.1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UU Tentang Kepailitan

16

Sunarmi, Hukum Kepailitan (edisi 2), …, h. 235-236. 17

Sunarmi, Hukum Kepailitan (edisi 2), …, h. 235-236.

Page 76: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

67

yang ditetapkan menjadi UU berdasarkan UU No.4 Tahun 1998 pada saatundang-

undangdiundangkan masih tetap berlaku sejauh tidak bertentangan dan atau

belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan UU ini.Berlakunya UUK-

PKPU No.37 tahun 2004 mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi

(Faillissements-verordening Staatblad 1905:217 jo Staablad 1906:348) dan UU

No.4 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UU Tentang Kepailitan.

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 307 UUK-PKPU yang menyatakan:“Pada

saat UU ini mulai berlaku, UU Tentang Kepailitan (Fv dan UU No.4 Tahun 1998)

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.Selain Hakim tetap dan Hakim Ad-hoc di

atas ada 1 hakim lagi yang berperan dalam perkara Kepailitan yakni Hakim

Pengawas.Hakim pengawas ini berperan untuk mengawasi pelaksanaan

pemberesan harta pailit, dalam keputusan Kepailitan, yang diangkat oleh

Pengadilan.Dahulu untuk hakim pengawas tersebut disebut sebagai hakim

komisaris, tetapi jika ada keberatan terhadap hakim pengawas dapat ditempuh

prosedur keberatan.Dan Pengadilan wajib mendengar pendapat hakim pengawas

sebelum mengambil suatu putusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta

pailit18

.

Secara umum, tugas hakim pengawas adalah mengawasi pengurusan dan

pemberesan harta pailit, seperti yang disebutkan dalam Pasal 65 UUK-PKPU,

yang intinya sama dengan ketentuan Pasal 63 Fv yang tidak diubah dan dicabut

oleh UU No.4 Tahun 1998.

D. Kompetensi Pengadilan Niaga

Menurut UUK-PKPU, pengadilan yang berwenang untuk mengadili

perkara permohonan Kepailitan adalah Pengadilan yang daerah hukumnya

meliputi daerah tempat kedudukan hukum si debitur. Dan apabila debitur

adalah badan Hukum maka merujuk pada kedudukan hukum yang terdapat

18

Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan: Perusahaan Dan Asuransi, (Bandung: Alumni, 2007), h. 56.

Page 77: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

68

pada anggaran dasarnya (Pasal 3 ayat (5) Dalam hal Debitor telah

meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia, Pengadilan yang

berwenang menjatuhkan putusan atas permohonan pernyataan Pailit adalah

Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir

Debitor. Bila dalam hal Debitor adalah persero suatu firma, Pengadilan yang

daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut juga

berwenang memutuskan. Dalam hal Debitur tidak berkedudukan di wilayah

negara Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya di

wilayah negara Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang memutuskan

adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau

kantor pusat si debitor menjalankan profesi atau usahanya di wilayah negara

Republik Indonesia.

Dalam hal Debitor merupakan badan hukum, tempat kedudukan

hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.Yang

dimaksud pengadilan menurut UUK-PKPU ini adalah Pengadilan Niaga yang

merupakan pengkhususan Pengadilan di bidang Perniagaan yang dibentuk

dalam lingkup Peradilan Umum.Pengadilan Niaga yang pertama kali di dirikan

di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.Pembentukan Pengadilan Niaga dilakukan

secara bertahap dengan keputusan Presiden, dengan memperhatikan kebutuhan

dan kesiapan sumber daya yang di perlukan.Sebelum Pengadilan Niaga

terbentuk, semua perkara yang menjadi lingkupkewenangan Pengadilan Niaga

diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Hal ini berdasarkan pasal 281 ayat (1) PERPU No.1 Tahun 1998 jo.UU

No.1 tahun 1998 kemudian dinyatakan tetap berwenang memeriksa dan

memutus perkara yang menjadi lingkup Pengadilan Niaga sebagaimana dalam

bagian ketentuan Penutup Bab VII Pasal 306 UUK-PKPU tentang Kepailitan

dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Yang bunyinya adalah sebagai

berikut:Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dibentuk

Page 78: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

69

berdasarkan ketentuan Pasal 281 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Tentang Kepailitan sebagaimana telah ditetapkan menjadi

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, dinyatakan tetap berwenang

memeriksa dan memutus perkara yang menjadi lingkup tugas Pengadilan

Niaga.

Pengadilan Niaga pertama kali dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat yang mana Pengadilan Niaga tersebut berwenang untuk menerima

permohonan Kepailitan dan PKPU yang meliputi lingkup di seluruh wilayah

Indonesia dan untuk pertama kali Pengadilan Niaga Jakarta Pusat diberikan

yurisdiksi terbatas yaitu untuk memeriksa permohonan Pailit19

. Namun dengan

lahirnya UUK-PKPU maka pengaturan kewenangan Pengadilan Niaga harus

mengacu pada UUK-PKPU sebagaimana diatur dalam Pasal 306 UUK-PKPU

yaitu:Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dibentuk

berdasarkan ketentuan Pasal 281 ayat 1 PERPU No. 1 Tahun 1998 tentang

perubahan atas UU No.4 Tahun 1998, dinyatakan tetap berwenang memeriksa

dan memutus perkara yang menjadi lingkup tugas Pengadilan Niaga.

Pada tahap permulaan pembentukan Pengadilan Niaga, kewenangan

mengadili (Kompetensi Absolut) hanyalah meliputi pemeriksaan dan

pemutusan perkara permohonan Kepailitan dan PKPU saja, dan untuk pertama

kali Pengadilan Niaga dibentuk pada tanggal 20 Agustus 1998 di Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat.Untuk menjalankan proses pemeriksaan perkara

Kepailitan Pasal 301 UUK-PKPU menentukan:

1. Pengadilan memeriksa dan memutus perkara pada tingkat pertama dengan

majelis hakim.

2. Dalam hal menyangkut perkara lain di bidang perniagaan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 300 ayat 1, Ketua Mahkamah Agung dapat

19

Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan: Perusahaan Dan Asuransi, …, h. 76.

Page 79: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

70

menetapkan jenis dannilai perkara yang pada tingkat pertama diperiksa dan

diputus oleh hakim tunggal.

3. Dalam menjalankan tugasnya, hakim Pengadilan dibantu oleh seorang

panitera atau seorang panitera pengganti dan juru sita.

Permasalahan lain yang muncul berkaitan dengan penyelesaian perkara

Kepailitan adalah tentang kewenangan Pengadilan antara Pengadilan Niaga

dan Pengadilan Negeri. Berdasarkan cetak biru Pengadilan Niaga, maka

terungkap bahwa sebenarnya proses kepailitan di Pengadilan Niaga tidak

efektif. Hal ini terjadi karena sering kali ada perkara-perkara Kepailitan yang

ternyata menimbulkan persinggungan antara Pengadilan Negeri dengan

Pengadilan Niaga20

.

Persinggungan yang terjadi, misalnya saja ada perusahaan yang sudah

dinyatakan Pailit dan seharusnya berdasarkan UUK-PKPU dikelola oleh

kurator, ternyata masih bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri.Hal ini

dianggap aneh karena seharusnya, perkara tersebut menjadi kompetensi

pengadilan Niaga dan bukan Pengadilan Negeri21

.

Untuk mencegah terjadi persinggungan perlu ada mekanismenya.

Pasalnya, selama ini bila ada perkara-perkara Kepailitan dan HAKI yang

diajukan ke Pengadilan Negeri tidak ada mekanisme pencegahannya, Karena

berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman, Hakim tidak boleh menolak perkara

dengan alasan tidak ada dasar hukumnya. Selain menangani perkara kepailitan

dan PKPU serta perkara-perkara dibidang perniagaan lainnya, Pengadilan

berwenang menangani perkara pernyataan permohonan Pailit dari para pihak

yang terikat perjanjian yang memuat klausula Arbitrase. Hal ini ditegaskan

dalam Pasal 303 UUK-PKPU yang menentukan bahwa: Pengadilan berwenang

memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan Pailit dari para pihak

yang terikat perjanjian yang memuat klausula Arbitrase, sepanjang utang yang

20

Sunarmi, Hukum Kepailitan (edisi 2), …, h. 231. 21

Sunarmi, Hukum Kepailitan (edisi 2), …, h. 231-232.

Page 80: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

71

menjadi dasar permohonan pernyataan pailit telah memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 UU ini.

Menurut Sutan Remy, pembentukan Pengadilan Niaga dalam mengadili

perkara-perkara Perniagaan, didasarkan pada pertimbangan kecepatan dan

efektifitas, perkara-perkara Kepailitan. Upaya hukum yang dapat dilakukan

oleh pihak yang tidak puas terhadap putusan Pengadilan Niaga dalam Perkara

Kepailitan adalah langsung Kasasi ke Mahkamah Agung tanpa upaya banding

melalui PengadilanTinggi. Dengan demikian, perkara Kepailitan akan berjalan

lebih cepat bila dibanding dengan pemeriksaan biasa di Pengadilan Negeri22

.

Putusan perkara permohonan kepailitan akan lebih efektif oleh karena

menurut Undang-undang kepailitan putusan perkara permohonan Kepailitan

tersebut bersifat serta merta artinya, kurator telah dapat menjual harta Pailit

meskipun pernyataan putusan pernyataan Pailit tersebut belum mempunyai

kekuatan hukum tetap, karena terhadap putusan itu diajukan upaya hukum

kasasi23

.

Pembentukan Pengadilan Niaga tidak hanya memberikan Jalan bagi

proses reformasi hukum Kepailitan itu sendiri, tetapi memiliki efek lebih jauh

yaitu melapangkan jalan bagi reformasi Peradilan dalam bidang perekonomian

lainya24

, tanpa mengesampingkan asas yang ada dalam Undang-Undang

Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang antara lain:

1. Asas Keseimbangan

Merupakan perwujudan dari asas keseimbangan yaitu, di satu pihak,

terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan

pranata dan lembaga Kepailitan oleh Debitor yang tidak jujur, di lain pihak,

22

Sutan Remy Sjahdeny, Hukum Kepailitan: Memahami Failissementsverordening juncto Undang-undang No. 4 Tahun 1998, (Jakarta: Grafity, 1992), h. 149.

23 Elijana S, Penyelesaian Utang-Piutang: Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2001), h. 15-16. 24

Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan: Perusahaan Dan Asuransi, …, h. 75.

Page 81: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

72

terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan

pranata dan lembaga Kepailitan oleh Kreditor yang tidak beritikad baik.

2. Asas Kelangsungan Usaha

Terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor yang

prospektif tetap dilangsungkan.

3. Asas Keadilan

Bahwa ketentuan mengenai Kepailitan dapat memenuhi rasa

keadilan bagi para pihak yang berkepentingan.Asas keadilan ini untuk

mencegah terjadinya kesewenangwenangan pihak penagih yang

mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitor,

dengan tidak memperdulikan Kreditor lainya.

4. Asas Integrasi

Bahwa sistem hukum Formil dan hukum materiilnya merupakan satu

kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata

nasional.

Page 82: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

73

BAB IV

KASUS POSISI DAN ANALISIS YURIDIS KASUS KEPALITAN ABDUL

HARIS – YATI EFFENDI MELAWAN OMAN SAEPUROHMAN

A. Kasus Posisi

Permasalahan yang terdapat dalam putusan ini adalah permohonan pailit

pada pemeriksaan Peninjauan Kembali terhadap putusan Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 58/Pdt.Sus.Pailit/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst

tanggal 8 Januari 2004 yang diajukan oleh Abdul Haris dan Yati Effendi kepada

Oman Saepurohman atas utang yang telah jatuh tempo sesuai Akte Pengakuan

Hutang No. 4 Tanggal 22 Januari 2013, yang dibuat oleh Nuniek Indah Puspita,

SH. Telah berhutang kepada para pemohon masing-masing sejumlah Rp.

95.000.000,- (Sembilan puluh lima juta rupiah) dan Rp. 405.000.000,- (empat

ratus lima juta rupiah) atas pembelian sejumlah materai untuk kebutuhan usaha

termohon. Masing–masing pinjaman tersebut telah jatuh tempo tanggal 20

September 2012 (in casu Pemohon I) dan tanggal 10 September 2012 (in casu

Pemohon II), seseuai cek–cek Bank BJB No. 064518 senilai Rp. 95.000.000,-

(Sembilan puluh lima juta rupiah) dan Rp. 405.000.000,- (empat ratus lima juta

rupiah) yang diberikan oleh termohon kepada para pemohon dan diperpanjang

lagi menjadi tanggal 20 september 2013 untuk Pemohon I dan Tanggal 10 April

2013 untuk Pemohon II.

Bahwa pada saat jatuh tempo hutang Termohon setelah perpanjangan

masa pelunasan hutang, para Pemohon melalui telepon berulang kali menagih

kepada Termohon agar melunasi hutangnya, namun yang diperoleh hanya janji

akan dibayar. Kemudian Para Pemohon melalui Kuasa Hukumnya, dengan surat,

masing-masing tanggal 23 September 2013 dan tanggal 25 September 2013

menegur dan memperingatkan Termohon agar dalam waktu 7 hari sejak tanggal

Page 83: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

74

surat dikirimkan telah melakukan pembayaran kepada Para Pemohon, namun

itupun gagal dan tidak dihiraukan oleh Termohon.

Selain itu, Termohon juga memiliki utang kepada Kreditur lainnya.

Termohon meminjam dan memakai uang dari Hj. Eli Awalia sebesar Rp.

480.000.0000, H. Rizal Marzali sebesar Rp. 1.005.975.102 dan Aziz Rusli

sebesar Rp. 175.000.0000,.

B. Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Pengadilan NegeriJakarta Pusat telah memberikan putusan Nomor

58/Pailit/2013/ PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 8 Januari 2014.Dari putusan Pengadilan

Niaga Jakarta Pusat tersebut telah menjatuhkan bahwasanya menolak segala

permohonan para pemohon. Pertimbangan Hukum Pengadilan Niaga Jakarta

Pusat dengan Amar sebagai berikut :

1. Menolak permohonan para Pemohon/Pemohon I dan Pemohon II

untukseluruhnya;

2. Menghukum para Pemohon /Pemohon I dan Pemohon II untuk membayar

biayaperkara yang hingga kini ditaksir sebesar Rp316.000,- (tiga ratus enam

belas ribu rupiah.

C. Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK)

Sesudah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut yaitu

putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor

58/Pailit/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst diucapkan pada tanggal 8 Januari 2014, terhadap

putusan tersebut, oleh Pemohon I dan II melalui kuasanya, berdasarkan surat

kuasa khusus tanggal 20 Januari 2014, mengajukan permohonan pemeriksaan

Peninjauan Kembali di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat pada

tanggal 23 Januari 2014, sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan

Kembali Nomor 3 PK/Pdt.Sus-Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. jo. Nomor:

Page 84: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

75

58/Pdt.Sus-Pailit/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 23 Januari 2014, permohonan

tersebut disertai dengan memori Peninjauan Kembali yang diterima di

Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat tersebut pada tanggal 23

Januari 2014 itu juga.

Alasan-alasan peninjauan kembali telah disampaikan kepada Termohon

pada tanggal 23 Januari 2014, akan tetapi Termohon tidak mengajukan jawaban

alasan peninjauan kembali. Permohonan pemeriksaan peninjauan kembali a quo

telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam

tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 295, 296, 297

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang, oleh karena itu permohonan pemeriksaan

Peninjauan Kembali tersebut secara formal dapat diterima.

D. Putusan Mahkamah Agung

Dalam Putusannya Mahkamah Agung mengabulkan permohonan

pemeriksaan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: Abdul

Haris, dan Yati Effendi tersebut serta Membatalkan putusan Pengadilan Niaga

pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 58/Pailit/ 2013/PN.Niaga.Jkt.Pst

tanggal 8 Januari 2014:

1. Mengabulkan permohonan Pernyataan Pailit dari Para Pemohon.

2. Menyatakan Termohon/Debitur Pailit dengan segala akibat hukumnya.

3. Memerintahkan Ketua Pengadilan Negeri/Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

untuk menunjuk seorang Hakim Pengawas yang ada di Pengadilan Niaga

pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut untuk perkara ini.

4. MengangkatSdr. Reza Syafa'at Rizal, SH., MH., sebagai Kurator dalam

Kepailitan Termohon; Menetapkan imbalan jasa bagi kurator akan ditentukan

kemudian setelah kepailitan berakhir.

Page 85: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

76

5. Menghukum Termohon Peninjauan Kembali/Debitor untuk membayar biaya

perkara dalam semua tingkat peradilan dan pemeriksaan peninjauan kembali,

yang dalam pemeriksaan peninjauan kembali ditetapkan sebesar

Rp10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah).

E. Analisis Kasus

1. Tentang Persyaratan Permohonan Pernyataan Pailit.

Telah terbukti secara sederhana Termohon Peninjauan Kembali

berutang pada dua atau lebih kreditur yang telah jatuh tempo dan tidak

mampu membayar lunas utang-utangnya, Abdul Haris dan Yati Effendi

kepada Oman Saepurohman atas utang yang telah jatuh tempo sesuai Akte

Pengakuan Hutang No. 4 Tanggal 22 Januari 2013, yang dibuat oleh Nuniek

Indah Puspita, SH. Selain itu, Termohon juga memiliki utang kepada Kreditur

lainnya. Termohon meminjam dan memakai uang dari Hj. Eli Awalia sebesar

Rp. 480.000.0000, H. Rizal Marzali sebesar Rp. 1.005.975.102 dan Aziz Rusli

sebesar Rp. 175.000.0000,.

Dalam hal ini debitur diangap melakukan wanprestasi dia gagal

melakukan pembayaran kembali pokok pinjaman atau bunga, pada tanggal

jatuh tempo, atau tidak membayar biaya-biaya lainnya yang merupakan

kewajibannya menurut perjanjian kredit atau dokumen lainnya yang

terikat1.Menurut Subekti,

2 wanprestasi dapat berupa empat kategori, yaitu:

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana

dijanjikan.

c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.

1Munir Fuady,Hukum Perkreditan Kontemporer, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), h.

50-53. 2Johannes Ibrahim, Cross Default & Cross collateral Sebagai UpayaPenyelesaian Kredit

Bermasalah, ..., h. 55-56.

Page 86: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

77

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Serta menurut Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU, permohonan pernyataan

pailit dapat diajukan, jika persyaratan kepailitan tersebut di bawah ini telah

terpenuhi:

a. Debitor tersebut memiliki dua atau lebih kreditor.

b. Harus ada utang.

c. Debitor tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh

waktu dan dapat ditagih.

Walau dengan adanya persyaratan yang limitatif tersebut, suatu

kreditor tetap dapat dengan mudah mengajukan permohonan pernyataan pailit

terhadap debitornya, namun dalam prakteknya masih menimbulkan beberapa

masalah yang berawal dari perbedaan interpretasi terhadap substansi yang

tidak secara tegas mengatur hal-hal yang berkaitan dengan persyaratan

permohonan pailit.3Dalam kasusnya, Termohon juga memiliki utang kepada

Kreditur lainnya. Termohon meminjam dan memakai uang dari Hj. Eli

Awalia sebesar Rp. 480.000.0000, H. Rizal Marzali sebesar Rp.

1.005.975.102 dan Aziz Rusli sebesar Rp. 175.000.0000,.Menurut Pasal 2

ayat (1) UUK-PKPU, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah debitor

harus mempunyai dua kreditor atau lebih4.

2. Tentang Prosedur Permohonan Pailit

Peneliti Berpendapat bahwa prosedur permohonan pernyataan pailit

yang diajukan oleh Abdul Haris dan Yati Effendi kepada Oman Saepurohman

atas utang yang telah jatuh tempo sesuai Akte Pengakuan Hutang No. 4

Tanggal 22 Januari 2013, yang dibuat oleh Nuniek Indah Puspita, SH. Telah

sesuai dengan ketentuan prosedur permohonan pernyataan pailit sebagaimana

3 Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan di

Indonesia, (Yogyakarta: Total Media, 2008), h. 42-43. 4Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan di

Indonesia, …, h. 42-43.

Page 87: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

78

diatur dalam Pasal 6 sampai Pasal 11 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang5. Pemohon

mengajukan permohonan pernyataan Pailit kepata Ketua Pengadilan Niaga.

Panitera Pengadilan Niaga wajib mendaftarkan permohonan tersebut pada

tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon

diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang

berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran.

Upaya hukum setelah Pengadilan Niaga menjatuhakan putusan atas

permohonan pernyataan pailit, maka upaya hukum yang dapat diajukan

terhadap putusan tersebuit adalah upaya hukum luar biasa (Peninjauan

Kembali), dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004

tentang Kekuasaan Kehakiman diatur bahwa terhadap putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang

bersangkutan dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah

Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam

Undang-Undang. Yang dimaksud dengan “hal atau keadaan tertentu” dalam

ketentuan ini, antara lain adalah ditemukannya bukti baru dan/atau

kekhilafan/kekeliruan hakim dalam menerapkan hukumnya. Dalam Undang-

Undang Kepailitan juga menentukan alasan atau dasar yang dapat digunakan

untuk mengajukan Peninjauan Kembali secara limitatif.Dalam pasal 295 ayat

(2) Undang-Undang Kepailitan, ditentukan alasan atau syarat atau dasar-dasar

yang dapat digunakan untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali6.

5 Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 87.

6 Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 98.

Page 88: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

79

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan :

1. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam perkara Nomor: 58/PAILIT/2013/

PN.NIAGA.JKT.PST untuk menetapkan Subjek Pemohon Kepailitan yang

dapat dikriteriakan sebagai Concursus Creditorium (memenuhi syarat adanya

dua atau lebih kreditor), dalam pertimbangan hukumnya tidak mengabulkan

permohonan para pemohon dan menghukum para pemohon.

2. Mahkamah Agung dalam pertimbangan hukumnya tentang Concursus

Creditorium (perbarengan kreditor) dalam perkara ini menerapkan teks

Undang-Undang (pasal 2 ayat (1) UUKPKPU) terhadap kasus in concreto,

namun belum memasuki taraf penggunaan penalaran yang lebih rumit, tetapi

hanya sekedar menerapkan silogisme. Hal tersebut terbaca pada pertimbangan

hukum Mahkamah Agung yang pada satu sisi tidak memberikan suatu alasan

tentang persyaratan kedudukan kreditor lain sebagai ikut Penggugat (kumulasi

subjektif) melainkan persyaratan concursus creditorium dianggap telah

dipenuhi pada saat kreditor lain berkedudukan sebagai saksi di pengadilan.

3. Prinsip Concursus Creditorium ternyata merupakan syarat mutlak untuk

pengajuan permohonan kepailitan, yang harus diajukan oleh dua atau lebih

kreditor terhadap debitor yang tidak membayar lunas sedikitnya satu utang

yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

B. Rekomendasi :

Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis menyarankan untuk:

1. Merubah perumusan mengenai syarat-syarat kepailitan dalam Pasal 2 ayat (1)

UUKPKPU, khususnya mengenai kalimat yang menyebutkan ”Baik

Page 89: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

80

ataspermohonan sendiri” dengan kalimat ”Baik atas permohonan debitor”

supaya tidak menimbulkan makna ganda;

2. Menambah perumusan penjelasan Pasal 2 ayat (1), agar dalam kalimat ”dua

atau lebihkreditor” dalam perumusan itu mengandung maksud “dua atau

lebihkreditor” dalam arti sebagai Penggugat atau sebagai penggugat sekaligus

saksi;

3. Penjelasan mengenai status harta bersama yang terikat perkawinan apabila

salah satu dari pihak mengalami kepailitan.

Page 90: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

81

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Rianto. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Edisi I. Jakarta: Granit.2004.

Anisah, Siti. Perlindungan Kepemtingan Kreditor Dan Debitor Dalam Hukum

Kepailitan Di Indonesia.

Atmadjaja, M. H. Tirta. Pokok-Pokok Hukum Perniagaan. Jakarta: Djambatan.1970.

Badrulzaman, Mariam Darus. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti.2001.

Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya

Bakti.1993.

E. Suherman. Faillisement (Kepailitan). Bandung: Binacipta. 1988.

Elijana S. Penyelesaian Utang-Piutang: Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang. Bandung: Alumni.2001.

Fuady, Munir. Hukum Kepailitan dalam Teori dan Praktek. Bandung: Citra Aditya

Bhakti.2009.

Hukum Kepailitan dalam Teori dan Praktek. Bandung: Citra Aditya

Bhakti.2010.

Gautama, Sudargo. Komentar Peraturan Kepailitan Baru Untuk Indonesia.

Bandung: Citra Aditya Bakti.1998.

Hartini, Rahayu. Hukum Kepailitan. Malang: Departemen Pendidikan Nasional.2002.

Hartkamp, Arthur S. dan Marianne M. Tillema. Contract Law. Devender:

Kluwer.1993.

Hartono, Sri Redjeki. Analisis Terhadap Peraturan Kepailitan Dalam Kerangka

Pembangunan Hukum. Semarang: Elips Project.1997.

Hikmah, Mutiara. Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam Perkara-

Perkara Kepailitan. Bandung : Refika Aditama.2007.

Ibrahim, Johannes. Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian

Kredit Bermasalah. Bandung: CV. Utomo.2004.

Page 91: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

82

Ikhwansyah, Isis dkk. Hukum Kepailitan.Bandung: Keni Media.2012.

Irawan, Bagus. Aspek-Aspek Hukum Kepailitan, Perusahaan, dan Asuransi, cet. 1.

Jakarta : PT. Alumni. 2007.

Lontoh, Rudi A. dkk, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung : Alumni.2001.

Jono. Hukum Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika.2013.

Mahadi. Falsafah Hukum: Suatu Pengantar. Bandung : Alumni. 2003.

Manaf, Abdul. Aplikasi Atas Equalitas Hak dan Kedudukan Suami Istri Dalam

Penjaminan Harta Bersama pada Putusan Mahkamah Agung. Bandung: CV.

Mandar Maju.2006.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana.2009.

Penilitian Hukum, cet. VIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.2013.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perikatan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.1997.

Muljadi, Kartini. Actio Paulina dan Pokok-Pokok tentang Pengadilan Niaga, dalam

Rudhy A. Lontoh, et.al, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung : Alumni. 2001.

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Pedoman Menangani Perkara Kepailitan,

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.2004.

Melati, Sri Gambir. Beli Sewa Sebagai Perjanjian Tak Bernama: Pandangan

Masyarakat Dan Sikap Mahkamah Agung Indonesia. Bandung: Alumni.2000.

Melong, Lexy.Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karja.2000.

Prawirohamidjojo, R. Soetojo dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan Keluarga, Cet.

V. Bandung: Alumni.1986.

R. Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: PT. Bina Cipta.1994.

Shubhan, M. Hadi. Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan.

Jakarta : Kencana Prenada Media Group.2008.

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. XXVI. Jakarta: Intermasa.1994.

Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.1987.

Page 92: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

83

Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.1987.

Sunarmi. Hukum Kepailitan (edisi 21). Jakarta: Sofmedia.2010.

Suyatno, Thomas. Dasar-Dasar Perkreditan. Jakarta: Gramedia.1993.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif: suatu Tinjauan

Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.2003.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, cet.III. Jakarta: Universitas

Indonesia Press.1986.

Soekardono. Hukum Dagang Indonesia Jilid 1. Jakarta : Soeroenga. 1960.

Sjahdeini, Sutan Remy. Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang

Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia. Jakarta:

IBI.1993.

Hukum Kepailitan Memahami Failissementsverordening Juncto Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1998. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.2003.

Hukum Kepailitan : Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.2009.

Tumbuan,Fred B.G. “Mencermati Makna Debitor, Kreditor, dan Undang-Undang

Berkaitan Dengan Kepailitan”, Dalam : Emmy Yuhassarie, Undang-Undang

Kepailitan dan Perkembangannya. Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum.2005.

Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.2003.

Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia. Jakarta:

Sinar Grafika. 2006.

Widjaja, Gunawan. Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis: Pemilikan, Pengurusan,

Perwakilan, dan Pemberian Kuasa dalam Sudut Pandang KUH Perdata.

Jakarta: Kencana.2004.

Resiko Hukum Dan Bisnis Perusahaan. Jakarta: Forum Sahabat.2009.

Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis: Kepailitan. Jakarta: Rajawa;I

Pers.1999.

Page 93: KEPAILITAN PERSEORANGAN YANG TERIKAT PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43022/1/AHMAD... · (norma hukum), yaitu mengadakan penelitian terhadap masalah

84

Artikel Dan Outline

GH Treitel, An Outline of Law of Contract. Butterworths. London.1998.

Bakti A, Yudha. Causa Materials Hukum Bisnis: Tinjauan Perjanjian Baku Dalam

Hukum Perjanjian Indinesia. Jakarta: Pasca Sarjana Universitas

Jayabaya.2005

Peraturan Perundang - Undangan

Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Keempat.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata