kepatuhan minum obat jiwa.docx
TRANSCRIPT
Abstrak
Skizofrenia itu adalah salah satu penyakit ganggguan mental yang sangat
kompleks. Dimana peran keluarga sangat diperlukan oleh penderita gangguan
jiwa untuk memotivasi mereka selama perwatan dan pengobtan. Adapun hal yang
dapat memicu kekambuhan dan memperpanjang proses pengobatan perawatan
antara lain adalah kepatuhan pasien dalam minum obat secara teratur. Sesuai dari
literatur yang sudah dibaca, bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
dukungan keluarga dengan kepatuhan klien skizofrenia dalam minum obat.
Semakin tinggi dukungan yang diberikan keluarga dala pengawasan minum obat
maka kepatuhan klien dalam minum obat juga akan semakin tinggi. Hasil artikel
ini diharapakan dapat memberikan informasi yang benar dan mendukung
perawatan klien dengan skizofrenia.
Kata kunci: dukungan keluarga, kepatuhan pasien minum obat, skizofrenia
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam (Isa Syahputra Yoga, 2011) menyebutkan bahwa “Gangguan jiwa
merupakan suatu sindroma yang terjadi pada seseorang dimana yang dikaitkan
dengan adanya distress seperti distabilitas( yaitu kerusakan yang terjadi pada satu
atau lebih area fungsi yang penting). Gangguan jiwa dapat menyebabkan
penderitanya tidak sanggup lagi menilai dengan baik kenyataan,serta tidak dapat
menguasai dirinya untuk tidak mengganggu orang lain ataupun meyakiti dirinya
sendiri, (Baihaqi,dkk, 2005)”. Menurut hasil penelitian di Indonesia, terdapat
sekitar 1-2 % penduduk yang menderita skizofrenia yang berarti 2 - 4 juta jiwa
dan dari jumlah tersebut di perkirakan penderita skizofrenia yang aktif sekitar
700.000 – 1,4 juta jiwa (Vera R.B.Marpaung, 2009).
Menurut Hawari dalam Isya Syahputra Yoga (2011) menyatakan bahwa
“Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa jumlah penderita
gangguan jiwa di dunia pada 2001 adalah 450 juta jiwa. Jumlah penderita
gangguan jiwa meningkat setiap tahunnya. Diperkirakan dari sekitar 220 juta
penduduk Indonesia, sekitar 50 juta atau 22 persennya, menderita gangguan
kejiwaan”.
Menurut Lauriello yang dikutip Purwanto dalam Yoga (2011) proses
penyembuhan pasien tidak terlepas dari peran keluarga. Keluarga merupakan
bagian yang penting dalam proses pengobatan pasien jiwa . Ketika penderita
gangguan jiwa melakukan rawat jalan atau inap di rumah sakit jiwa, keluarga
harus tetap memberikan perhatian dan dukungan sesuai dengan petunjuk tim
medis rumah sakit. Dukungan keluarga sangat diperlukan oleh penderita
gangguan jiwa dalam memotivasi mereka selama perawatan dan pengobatan.
Hal lain yang bisa memperpanjang proses perawatan gangguan jiwa yang
dialami oleh pasien antara lain penderita tidak minum obat dan tidak di kontrol ke
dokter secara teratur, menghentikan sendiri obat tanpa persetujuan dari dokter.
Selain itu, pasien sering mengatakan sudah minum obat, padahal obatnya
2
disimpan disaku baju, terkadang dibuang, dan beberapa pasien sering meletakkan
obat di bawah lidahnya, (Purwanto dalam Yoga,2011).
1.2 Perumusan Masalah
Adapun rumusa masalah dalam penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi hubungan peran kelurga dengan kepatuhan klien skizofrenia
dalam minum obat.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Untuk mengetahui peran keluarga pada klien yang menderita
skizofrenia
1.3.2 Untuk mengetahui kepatuhan pasien yang menderita skizofrenia dalam
minum obat
1.3.3 Untuk mengetahui hubungan peran kelurga dengan kepatuhan klien
skizofrenia dalam minum obat.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Secara Teori
a. Pengembangan Ilmu Kedokteran Jiwa pada penanganan klien
penderita skizofrenia.
b. Membuktikan teori tentang Peran Keluarga Dengan Kepatuhan Klien
Skizofrenia Dalam Minum Obat.
1.4.2 Secara Praktis
a. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang Hubungan
Antara Peran Keluarga Dengan Kepatuhan Klien Skizofrenia Dalam
Minum Obat
b. Bagi Keluarga
Menambah Pengetahuan Keluarga tentang Skizofrenia agar tidak
terjadi perawatan kembali terhadap klien penderita skizofrenia.
3
c. Bagi Masyarakat
Masyarakat mengerti tentang skizofrenia dan dapat memberi dukungan
untuk mengurangi stigma penderita skizofrenia.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat kompleks,gejalanya
disebabkan oleh ketidakseimbangan biokimia di otak. Penelitian terbaru
mengungkapkan skizofrenia yang mungkin hasil dari saraf sejajar pembangunan
di otak janin yang berkembang menjadi penyakit di akhir masa remaja atau awal
adulthood. Skizofrenia itu merupakan penyakit yang serius karena mempengaruhi
kemampuan seseorang apakah bisa membedakan yang realitas atau tidak. Sebuah
penjelasan sederhana tentang bagaiman otak bekerja membantu kita untuk
mendefinisikan skizofrenia,dalam miliaran sel saraf otak setiap sel saraf memiliki
cabang yang mengirimkan dan menerima pesan dari sel saraf lainnya dimana
ujung saraf yang melepaskan bahan kimia disebut neurotransmitter. Aktivitas
neurotransmitter dikendalikan oleh gen, dan ada bukti kuat yang menunjukkan
bahwa gen terlibat dalam menyebabkan skizofrenia. Jumlahnya bisa mencapai 10
– 15% apabila salah satu orang tua terlibat penyakit skizofrenia, dan bisa
mencapai 40 – 50% apabila kedua orang tuanya memiliki skizofrenia, (Markham,
Ont. 2003).
Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi menjadi dua kelompok,
yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi,halusinasi,
kekacauan pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala
negatif adalah alam perasaan ( afek) tumpul atau mandatar, menarik diri atau
isolasi diri dari pergaluan, pendiam,sulit diajak bicara,pasif, apatis atau acuh tak
acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif,
(Buchanan dalam Vera R.B. Marpaung,2009).
Skizofrenia berdasarkan kriteria diagnostik dari DSM-IV-TR, merupakan
suatu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan adanya:
a) dua atau lebih gejala karakteristik, masing-masing ada secara bermakna
dalam periode satu bulan, berupa waham, halusinasi, bicara
terdisorganisasi atau gejala negatif.
b) adanya disfungsi sosial atau pekerjaan.
5
c) Durasi sekurangnya enam bulan.
d) Bukan disebabkan oleh gangguan mood atau skizoafektif.
e) Bukan disebabkan oleh gangguan zat atau kondisi medis umum. f) tidak
ada pengaruh dengan gangguan pervasif.
Menurut Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders – IV –
Text Revised (DSMIV-TR) definisi skizofrenia menekankan pada kronisitasnya
dengan memasukkan kriteria, gejala psikosis berlangsung selama jangka waktu
minimum satu bulan dan kemunduran fungsi berlangsung minimum selama enam
bulan (Sadock dalam Vera,2009).
Perubahan kepribadian adalah kunci untuk mengenali skizofrenia. Pada
awalnya,perubahan mungkin halus, kecil, dan tidak diketahui. Ketika mereka
memburuk maka mereka akan menjadi lebih jelas terhadap hilangnya perasaan
atau emosi, kurangnya minat dan motivasi terhadap keluarga, teman, guru, dan /
atau rekan kerja.( (Markham, Ont. 2003).
2.2 Definisi keluarga
Keluarga didefenisikan dalam berbagai cara. Defenisi keluarga berbeda-
beda, tergantung kepada orientasi teoritis “pembuat defenisi” yaitu dengan
menggunakan penjelasan yang penulis cari untuk menghubungkan keluarga
(Friedman dalam Yoga,2011).
Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan
hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan kesatuan
sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan lainnya. Berdasarkan
dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan
keluarga inti. Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan
suatu kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau interaksi
dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya, walaupun diantara
mereka tidak terdapat hubungan darah. Keluarga berdasarkan hubungan sosial ini
dinamakan keluarga psikologis dan keluarga pedagogis (Shochib dalam Yoga,
2011).
Menurut Candra dalam Septian (2011) menyatakan bahwa penderita
skizofrenia remisi sempurna akan dikembalikan kepada keluarga, maka keluarga
6
harus mengenal gejala-gejala skizofrenia. Selain itu penderita skizofrenia sangat
memerlukan perhatian dan empati dari keluarga. Itu sebabnya keluarga harus
menumbuhkan sikap mandiri dalam diri penderita, mereka harus sabar serta
menghindari sikap Expressed Emotion (EE) atau reaksi berlebihan seperti sikap
terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa
menyulitkan penyembuhan dan menimbulkan kekambuhan.
Pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang menderita skizofrenia bisa didapat dengan mengikuti program-program
intervensi keluarga yang menjadi satu dengan pengobatan skizofrenia seperti
family psycho education program, cognitive behavior therapy for family,
multifamily group therapy dan lain-lain. Di Indonesia program penanganan
keluarga ini belum mendapat perhatian yang lebih. Hal ini sebenarnya perlu
dilakukan mengingat bahwa: pertama, karena hampir semua penderita tidak dalam
perawatan, tetapi berada di tengah keluarga; kedua, minimnya fasilitas kesehatan
mental membuat penanganan pengobatan penderita tidak optimal dan ketiga
penanganan oleh keluarga jauh lebih murah. Program umumnya bisa meliputi
pengetahuan dasar tentang skizofrenia, penanganan emosi dalam keluarga,
keterampilan menghadapi gejala skizofrenia, serta keterampilan menjadi perawat
yang baik bagi penderita (Irmansyah dalam Septian,2011).
2.3 Fungsi keluarga
Setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan dasar fisik, pribadi dan sosial
yang berbeda. Menurut Friedman dalam Nanda Saputra (2010) bahwa keluarga
memiliki 5 fungsi dasar, yaitu :
1. Fungsi Afektif
Merupakan fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk
mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengna orang lain.
2. Fungsi Sosialisasi
Merupakan fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan
sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar
rumah.
7
3. Fungsi Reproduksi
Merupakan fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan
keluarga.
4. Fungsi Ekonomi
Merupakan fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan
tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi Perawatan
Merupakan fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga
agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi (Setiadi dalam Nanda
Saputra,2010).
2.4 Peran keluarga
Berbagai peran yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut:
Peran Ayah : ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai
pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman sebagai kepala
keluarga, sebagai anggota kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat
dari lingkungannya.
Peran Ibu : sebagi istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk
mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung
dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya. Di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai
pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
Peran Anak : anak-anaknya melaksanakan peranan psiko sosial sesuai dengan
tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual. (Effendi dalam
Nanda,2010).
2.5 Definisi Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan yang dipandang
oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diadakan untuk keluarga
dimana dukungan tersebut bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
8
pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga dapat berupa
dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami/istri, dukungan dari
saudara kandung, dukungan dari anak dan dukungan keluarga eksternal, seperti
dukungan dari sahabat, tetangga, sekolah, keluarga besar, tempat ibadah, praktisi
kesehatan (Friedman dalam Yoga,2011).
Kane dalam Yoga (2011) mendefenisikan dukungan keluarga sebagai
suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya. Dukungan
keluarga tersebut bersifat reprokasitas (timbal balik), umpan balik (kuantitas dan
kualitas komunikasi), dan keterlibatan emosional (kedalaman intimasi dan
kepercayaan) dalam hubungan sosial.
Dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang
kehidupan, dimana dalam semua tahap siklus kehidupan dukungan keluarga
membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal untuk
meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga dalam kehidupan (Friedman dalam
Yoga,2011).
2.6 Epidemiologi
Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di
berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar
hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi
dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa.
Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25
tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. (Sadock
dalam Vera R.B.Marpaung,2009).
Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan
zat,terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami
ketergantungan nikotin. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan
perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia
yang terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri
(Kazadi dalam Vera R.B.Marpaung,2009).
9
2.7 Etiologi
Biarpun gejala utama atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur
kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik),
dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun di psike (psikogenik). Biasanya tidak
terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai
unsur yang saling mempengaruhi atau terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan
badan ataupun gangguan jiwa. Misalnya, seseorang yang mengalami penyakit
kronik yang tidak sembuh-sembuh maka daya tahan psikologinya pun menurun
sehingga ia mungkin mengalami depresi (Maramis, 1994).
Menurut Coleman yang dikutip oleh Baihaqi dalam Yoga (2011), beberapa
penyebab gangguan jiwa, yaitu:
a. Penyebab primer (primary cause)
Kondisi yang secara langsung menyebabkan terjadinya gangguan jiwa,
atau kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan jiwa tidak akan muncul.
Misalnya, infeksi sifilis yang menyerang sistem syaraf, yaitu psikosis yang
disertai paralisis atau kelumpuhan yang bersifat progresif atau berkembang secara
bertahap sampai akhirnya penderita mengalami kelumpuhan total. Tanpa infeksi
sifilis, gangguan ini tidak mungkin terjadi.
b. Penyebab yang menyiapkan (predisposing cause)
Menyebabkan seseorang rentan terhadap salah satu bentuk gangguan jiwa.
Misalnya, anak yang ditolak oleh orang tuanya menjadi lebih rentan terhadap
tekanan hidup sesudah dewasa dibandingkan orang-orang yang memiliki dasar
rasa aman yang lebih baik.
c. Penyebab Pencetus (precipitating cause)
Ketegangan-ketegangan atau kejadian-kejadian traumatik yang langsung
dapat menyebabkan gangguan jiwa tau mencetuskan gejala gangguan jiwa.
Misalnya, kehilangan harta benda yang berharga, menghadapi kematian anggota
keluarga, menghadapi masalah sekolah, mengalami kecelakaan hingga cacat,
kehilangan pekerjaan, perceraian, atau menderita penyakit berat.
d. Penyebab yang menguatkan (reinforcing cause)
Kondisi yang cenderung mempertahankan atau memperteguh tingkah laku
maladaptif yang sudah terjadi. Misalnya, perhatian yang berlebihan pada seorang
10
wanita yang sedang dirawat dapat menyebabkan yang bersangkutan kurang
bertanggung jawab atas dirinya dan menunda kesembuhan.
e. Sirkulasi faktor-faktor penyebab (multiple cause)
Serangkaian faktor penyebab yang kompleks serta saling mempengaruhi.
Dalam kenyataannya, suatu gangguan jiwa jarang disebabkan oleh satu penyebab
tunggal, bukan sebagai hubungan sebab akibat, melainkan saling mempengaruhi
antara satu faktor penyebab dengan faktor penyebab yang lain.
11
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari sumber yang sudah saya baca, bahwa di dapatkan adanya
hubungan erat antara peran keluarga terhadap kepatuhan klien skizofrenia dalam
minum obat.
3.2 Saran
Melalui artikel ini saya mengharapkan peran keluarga itu lebih terlihat
dalam proses penyembuhan klien skizofrenia dengan cara mengetahui gejala dari
skizofrenia tersebut. Semoga dengan adanya dukungan keluarga tersebut klien
yang mengalami penyakit skizofrenia tidak mendapat perawatan kembali.
12
DAFTAR PUSTAKA
Markham, Ont. 2003. Learning about Schizophrenia: Rays of Hope. Supported by
Pfizer Canada Inc. 14-19.
Marpaung, Vera R.B. 2009. Hubungan Ketidakpatuhan Pengobatan dan Stigma
pada Keluarga dengan Keperawatan Kembali Pasien Skizofrenia di RSJ
Daerah Provinsi Sumatera Utara. Disertasi Tesis. Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Purwanto, Anang. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kekambuhan
Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Diambil pada
tanggal 18 Oktober 2010, dari:
http://etd.eprints.ums.ac.id/7937/1/J210080514.pdf
Saputra, Nanda. 2010. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan
Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi
Sumatera Utara – Medan. Disertasi Skripsi. Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
Sebayang, Septian Mixrofa. 2011. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan
Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid di Poliklinik RS Jiwa
Daerah Propsu Medan. Disertasi Skripsi. Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
Yoga, Muhammad Isa Syahputra. 2011. Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Kepatuhan Pasien Minum Obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara Medan. Disertasi Skripsi. Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
13