kepemimpinan - r u d i | lecturer, universitas negeri … · web viewkepemimpinan merupakan...
TRANSCRIPT
Mencermati Dinamika Konsep Kepemimpinan
Haedar AkibDosen FEIS dan Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar
Pendahuluan
Kepemimpinan merupakan lokomotif organisasi yang selalu menarik dibicarakan.
Daya tarik ini didasarkan pada latar historis yang menunjukkan arti penting keberadaan
seorang pemimpin dalam setiap kegiatan kelompok dan kenyataan bahwa
kepemimpinan merupakan sentrum dalam pola interaksi antar komponen organisasi
(Suarjaya dan Akib, Usahawan bulan Nopember 2003: 42). Lebih dari itu,
kepemimpinan dan peranan pemimpin menentukan kelahiran, pertumbuhan dan
kedewasaan serta kematian organisasi. Mengingat arti penting dan peranan
kepemimpinan itu maka tulisan ini diarahkan bukan saja untuk menyegarkan
pemahaman pembaca mengenai topik kepemimpinan, melainkan pula – dengan
menggunakan prinsip iklan – untuk memberitahukan yang tidak tahu, mengingatkan
yang lupa, dan mempengaruhi sikap dan perilaku orang yang sudah tahu akan
kepemimpinan.
Pengertian
Kepemimpinan diartikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan
berbagai tugas yang berhubungan dengan aktivitas anggota kelompok. Kepemimpinan
juga diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi berbagai strategi dan tujuan,
kemampuan mempengaruhi komitmen dan ketaatan terhadap tugas untuk mencapai
tujuan bersama; dan kemampuan mempengaruhi kelompok agar mengidentifikasi,
memelihara dan mengembangkan budaya organisasi (Shegdill dalam Stoner dan
Freeman 1989: 459-460). Unsur-unsur kepemimpinan menurut Shegdill adalah: (1)
adanya keterlibatan anggota organisasi sebagai pengikut; (2) distribusi kekuasaan di
1
antara pemimpin dengan anggota organisasi; (3) legitimasi diberikan kepada pengikut,
dan (4) pemimpin mempengaruhi pengikut melalui berbagai cara.
Beberapa pendapat pakar mengenai kepemimpinan juga disajikan oleh Philip
(2003: 5-6) sebagai berikut. Menurut Burns bahwa kepemimpinan merupakan proses
hubungan timbal balik pemimpin dan pengikut dalam memobilisasi berbagai sumber
daya ekonomi, politik dan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan. Selanjutnya, Gardner berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan suatu
atau sekumpulan aktivitas yang teramati oleh pihak lain, berlangsung dalam kelompok,
organisasi atau lembaga, dan melibatkan pemimpin dan pengikut yang bekerjasama
untuk mewujudkan tujuan umum yang direncanakan. Sedangkan Hary S. Truman
mengartikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk memperoleh orang-orang agar
mengabaikan apa yang tidak disukai dan melaksanakan apa yang disukai.
Sesuai definisi kepeminpinan pakar di atas dapat dipahami bahwa kepemimpinan
memiliki berbagai makna, tergantung pada sudut pandang pakar, dan tergantung pula
pada konteksnya. Kepemimpinan merupakan suatu proses menggerakan berbagai
sumber daya dan mempengaruhi orang lain agar bekerjasama untuk pencapaian tujuan.
Kapabilitas, pengaruh, proses, pemimpin, pengikut, penggerakan, kerjasama dan tujuan
merupakan unsur-unsur penting kepemimpinan. Sebagai proses, kepemimpinan dapat
dikategorikan ke dalam beberapa bagian yaitu: (1) melibatkan pengaruh pemberian
contoh dan persuasi, (2) interaksi di antara berbagai aktor baik sebagai pemimpin
maupun sebagai pengikut, (3) interaksi dipengaruhi situasi dimana interaksi itu
berlangsung. (4) proses meraih berbagai luaran seperti pencapaian tujuan, kohesi
kelompok, dorongan atau perubahan budaya organisasi (Philip, 2003: 6).
Konsep kepemimpinan kontemporer menganggap bahwa kepemimpinan
merupakan proses saling mempengaruhi antara pemimpin dan pengikut untuk
mencapai tujuan bersama (Lussier dan Achua, 2001: 6). Elemen kunci kepemimpinan
meliputi: pemimpin-pengikut, pengaruh, orang, perubahan dan tujuan yang akan
dicapai. Pengikut ialah orang lain yang dipengaruhi oleh pemimpin. Pengaruh ialah
upaya pemimpin mempengaruhi orang lain dengan cara mengkomunikasikan gagasan,
2
memperoleh tanggapan atas gagasan yang dikemukakan dan memotivasi pengikut agar
mendukung dan mengimplementasikan gagasannya dengan melakukan perubahan.
Pengaruh merupakan esensi kepemimpinan. Pemimpin yang efektif mempengaruhi
pengikutnya dalam berpikir bukan hanya untuk kepentingannya sendiri, melainkan pula
untuk kepentingan bersama. Selanjutnya, meskipun istilah orang tidak dikemukakan
secara spesifik dalam definisi kepemimpinan ini, namun setelah membaca elemen
definisi kepemimpinan yang lain, maka dapat dipahami bahwa kepemimpinan adalah
mengarahkan orang (lain). Definisi kepemimpinan ini mengandung makna bahwa
pengikut yang baik juga menunjukkan peran kepemimpinan jika diperlukan, artinya
pengikut bisa saja mempengaruhi pemimpinnya. Karena itu, definisi kepemimpinan
kontemporer ini menunjukkan bahwa proses mempengaruhi terjadi antara pemimpin
dan pengikut secara timbal balik dan dua arah.
Perkembangan Gaya Kepemimpinan
Langkah yang perlu ditempuh dalam mengklasifikasikan gaya kepemimpinan
ialah memahami pengertian gaya kepemimpinan dan menentukan tipologi
kepemimpinan yang dapat dijadikan sebagai acuan yang dapat mencirikan sekaligus
membedakan setiap gaya kepemimpinan. Istilah gaya sama dengan cara, teknik atau
metode yang digunakan oleh pemimpin untuk mempengaruhi pengikutnya. Gaya
kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat
mencoba mempengaruhi perilaku orang lain (Thoha, 2001: 49). Menurut Kaplan dan
Norton (2001: 350) bahwa, gaya kepemimpinan merupakan ramuan yang paling kritis
bagi keberhasilan pengukuran kinerja organisasi secara komprehensif. Gaya
kepemimpinan yang dimaksud adalah gaya kepemimpinan eksekutif senior yang
berpengaruh terhadap seluruh anggota organisasi.
Gaya kepemimpinan dapat dicirikan dan dibedakan dengan fungsi kepemimpinan
seperti uraian berikut. Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung arti berupa cara
pemimpin berhubungan dengan pengikut atau bawahannya. Hubungan antara
pemimpin dengan bawahan memiliki dua sifat, yakni berorentasi pada tugas dan
3
berorentasi pada bawahan (Robbins, et.al., 1994: 473). Fungsi kepemimpinan pada
dasarnya menyangkut dua hal pokok, yakni: (1) fungsi yang berkaitan dengan tugas
yang disebut fungsi pemecahan masalah, dan (2) fungsi pemeliharaan kelompok yang
disebut fungsi sosial.
Menurut Robbins, et.al. (1994: 477) bahwa ada dua gaya kepemimpinan yang
ekstrim yakni gaya kepemimpinan otokratis dan gaya kepemimpinan demokratis. Gaya
otokratis dipahami sebagai gaya kepemimpinan yang berdasar pada kekuatan posisi dan
penggunaan otoritas pemimpin. Sedangkan gaya kepemimpinan demokratis dikaitkan
dengan kekuatan personal dan keikutsertaan pengikut dalam proses pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan. Dua kutub pemikiran tentang gaya
kepemimpinan ini sejalan dengan pendapat Robert Tannenbaum dan Warren H.
Schmidt (1958) dalam Robbins, et.al. (1994: 4780 dan Gibson (1997: 14) bahwa gaya
kepemimpinan otokratis dan demokratis merupakan gaya kepemimpinan yang dapat
ditempatkan pada suatu kontinuum dari perilaku pemimpin yang sangat otokratis pada
satu ujung dan perilaku pemimpin yang sangat demokratis pada ujung yang lain.
Apalagi karena menggunakan kata kunci yang sama yakni “kontinuum”, dengan
merinci tujuh model keputusan pemimpin. Karena itu, gaya kepemimpinan yang
lainnya dapat diposisikan dalam kontinuum di antara kedua gaya kepemimpinan
tersebut.
Beberapa gaya kepemimpinan yang populer di masa lalu dapat dikategorikan ke
dalam kontinuum klasifikasi gaya kepemimpinan ini. Misalnya, model Manajerial Grid
dari Robert R. Blake dan Jane S. Mouton dalam Robbins, et.al. (1994: 474) yang
merinci gaya kepemimpinan ke dalam empat gaya ekstrim, ditambah satu gaya yang
berada di tengah-tengah untuk menyeimbangkan keempat gaya yang berada pada
empat sisi yang berbeda, merupakan salah satu contoh yang tepat. Begitu pula gaya tiga
dimensi dari William J. Reddin yang pada dasarnya hanya merupakan pengembangan
gaya kepemimpinan yang diintrodusir dari hasil penelitian Universitas Ohio dan gaya
yang dikembangkan oleh Blake dan Mouton. Gaya kepemimpinan yang juga penting
4
sebagai bagian dari teori perilaku adalah sistem manajemen dari Rensist Likert
(Robbins, et.al., 1994: 309) berupa desain empat sistem kepemimpinan.
Hal penting yang dapat dipahami dari deskripsi posisi gaya kepemimpinan di atas
ialah pemetaan gaya kepemimpinan dalam berbagai model – kontinuum, grid, tiga
dimensi dan sistem manajemen – dan gambaran tentang konsep kepemimpinan
terdahulu yang tidak mempermasalahkan perbedaan ciri setiap gaya kepemimpinan,
padahal cirinya cenderung berbeda dilihat dari peta teori yang dibuat. Dengan
demikian, model kepemimpinan yang dibuat ini merupakan wadah untuk memetakan
gaya kepemimpinan yang ada dan akan ada.
Level Analisis Teori Kepemimpinan
Untuk mengklasifikasi teori dan penelitian kepemimpinan dapat dilakukan
dengan cara memahami level analisisnya (Lussier dan Achua, 2001: 14). Level analisis
teori kepemimpinan minimal terdiri dari empat, yakni individu, kelompok, organisasi
dan masyarakat. Karena itu, sebagian besar kajian kepemimpinan diformulasikan
dalam konsep proses pada salah satu dari empat level tersebut.
Pertama, level individu. Level analisis ini terfokus pada individu pemimpin dan
hubungannya dengan individu lain (pengikutnya). Asumsi yang dianut ialah efektivitas
kepemimpinan tidak dapat dipahami lebih jauh tanpa menjelaskan bagaimana
pemimpin dan pengikutnya saling mempengaruhi satu sama lain sepanjang waktu.
Kedua, level kelompok. Level analisis ini terfokus pada hubungan antara
pemimpin dengan kelompok pengikut kolektif yang disebut proses kelompok. Teori
proses kelompok memfokuskan pada kontribusi seorang pemimpin terhadap efektivitas
kelompok. Penelitian mendalam tentang beberapa kelompok kecil telah
mengidentifikasi faktor determinan penting bagi efektivitas kelompok.
Ketiga, level organisasi. Level analisis ini terfokus pada organisasi sehingga
lazim disebut proses organisasi. Kinerja organisasi dalam jangka panjang tergantung
pada penyesuaian secara efektif terhadap lingkungan dan perolehan sumber daya yang
dibutuhkan untuk tetap hidup, serta pada proses transformasi efektif yang digunakan
5
oleh organisasi untuk menghasilkan produk dan jasa. Sebagian hasil penelitian terakhir
pada level organisasi menunjukkan adanya pengaruh signifikan dari manajer level
puncak terhadap kinerja organisasi (Lussier dan Achua, 2001: 14; Manz dan Sims,
2001: 2; Overton, 2002).
Keempat, level masyarakat. Level analisis ini banyak terfokus pada perilaku
pemimpin informal dalam masyarakat pada umumnya. Corak kepemimpinan di
masyarakat sangat dipengaruhi oleh tatanan nilai dan keyakinan serta norma-norma
(adat, kesusilaan, hukum, agama) yang berkembang dalam masyarakat.
Paradigma Teori Kepemimpinan
Teori kepemimpinan merupakan penjelasan mengenai beberapa aspek
kepemimpinan dan teori yang memiliki nilai praktis karena digunakan untuk
memahami, memprediksi dan mengendalikan sukses kepemimpinan secara lebih baik.
Minimal ada empat klasifikasi teori kepemimpinan atau pendekatan penelitian untuk
menjelaskan kepemimpinan. Klasifikasi teori kepemimpinan – yang dalam tulisan ini
disebut gaya kepemimpinan – mencakup pembawaan, keperilakuan, kontingensi dan
integratif.
Berdasarkan uraian di atas nampak bahwa paradigma kepemimpinan merupakan
bagian dari pola pikir yang mewakili cara berpikir, mempersepsikan, mempelajari,
meneliti dan memahami kepemimpinan secara fundamental. Keempat klasifikasi teori
kepemimpinan utama tersebut juga mewakili perubahan paradigma kepemimpinan
(Lussier dan Achua, 2001: 14-19).
Paradigma Teori Pembawaan (Sifat)
Kajian kepemimpinan pada mulanya didasarkan pada asumsi bahwa pemimpin
dilahirkan, tidak dibuat. Peneliti kemudian mengidentifikasi serangkaian pembawaan
pemimpin yang membedakan dengan pengikutnya, serta pemimpin efektif dengan
pemimpin tidak efektif. Teori pembawaan kepemimpinan mencoba menjelaskan
karakteristik khusus kepemimpinan yang efektif. Peneliti menganalisis pembawaan
6
fisik dan psikologis serta kualitas, seperti level kemampuan yang tinggi, keagresifan,
kepercayaan pada diri sendiri, daya persuasif yang dimiliki dan kekuasaannya dalam
mengidentifikasi serangkaian pembawaan yang dimiliki oleh pemimpin yang sukses.
Dalam berbagai sumber dinyatakan bahwa, keberhasilan seorang pemimpin ditentukan
oleh sifat dan perangai pemimpin tersebut. Sifat-sifat tersebut dapat berupa sifat fisik,
sosial dan psikologis (Introducing Leadership Studies, 2001: 18; Leadership, 2001: 1;
Sadler, 2001: 11).
Atas dasar pemikiran di atas ada anggapan bahwa untuk menjadi seorang
pemimpin yang berhasil sangat ditentukan kemampuan pribadi pemimpin. Karena itu,
timbul usaha dari para ahli untuk meneliti dan merinci kualitas seorang pemimpin yang
berhasil melaksanakan tugas kepemimpinannya, kemudian hasilnya diformulasikan ke
dalam sifat-sifat umum seorang pemimpin. Usaha tersebut berkembang menjadi teori
kepemimpinan yang disebut “teori sifat kepemimpinan” (Robbins, at.al., 1994: 469).
Teori Sifat atau Pembawaan(Sumber: Diadaptasi dari Chapter Seventeen, Leadership, 2001,
The McGraw-Hill Company, Inc.)
Bakat-bakat kepemimpinan: merepresentasikan karakteristik personal yang membedakan para pemimpin dari bawahannya. Temuan historis menunjukkan bahwa pemimpin dan bawahan dibedakan
berdasarkan: - intelijensi,- dominasi- kepercayaan diri- tingkat energi dan aktivitas- pengetahuan yang relevan dengan tugas
Temuan kontemporer menunjukkan bahwa:- orang cenderung mempersepsikan seseorang selaku pemimpin ketika
menunjukkan bakat yang berhubungan dengan intelijensi, maskulinitas dan dominasi
- orang mengharapkan pemimpin tersebut menjadi kredibel- pemimpin yang kredibel adalah pemimpin yang jujur, berpandangan jauh
ke depan dan cakap.
Daftar pembawaan digunakan sebagai prasyarat untuk mengusulkan calon untuk
menduduki posisi kepemimpinan. Calon yang bisa diberi kesempatan menduduki posisi
kepemimpinan adalah yang memiliki semua pembawaan yang diidentifikasi. Namun,
7
tidak satu pun yang menjadi daftar pembawaan universal yang dimiliki oleh pemimpin
sukses atau pembawaan yang menjamin keberhasilan kepemimpinan. Pertanyaannya,
perangai bagaimana yang perlu dimiliki oleh setiap pemimpin. Ternyata hasil usaha
yang dilakukan oleh para pakar sangat heterogen sehingga timbul keraguan terhadap
hasil tersebut. Sisi positifnya ialah meskipun tidak ada daftar yang menjamin
keberhasilan kepemimpinan, namun pembawaan yang terkait dengan keberhasilan
kepemimpinan dapat teridentifikasi.
Paradigma Teori Kepemimpinan Perilaku
Setelah pada awal tahun lima puluhan diketahui bahwa penyelidikan mengenai
ciri-ciri kepemimpinan tidak berhasil, para pakar dan peneliti kepemimpinan memulai
mempelajari tingkah laku pemimpin. Tingkah laku pemimpin lebih terkait dengan
proses kepemimpinan. Karena itu, ada dua dimensi utama kepemimpinan yang dikenal
dengan nama konsiderasi dan struktur inisiasi. Dua macam kecenderungan perilaku
kepemimpinan tersebut pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi
dan gaya kepemimpinan.
Teori Gaya Keperilakuan(Sumber: Diadaptasi dari Chapter Seventeen, Leadership, 2001,
The McGraw-Hill Company, Inc.)
Studi Ohio State University mengidentifikasi dua dimensi penting perilaku pemimpin(1) Konsiderasi: menciptakan respek dan kepercayaan timbal-balik
dengan bawahan(2) Inisiasi struktur: mengorganisir dan meredefinisi apa-apa yang
akan dikerjakan oleh anggota kelompok Studi Michigan University mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan
yang sama dengan studi yang dilakukan oleh Ohio State University.= salah satu gaya terfokus pada pekerja dan gaya yang satunya
terfokus pada pekerjaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada satu gaya
kepemimpinan yang terbaik. Efektivitas gaya kepemimpinan tertentu tergantung pada situasi di mana gaya tersebut diterapkan.
8
Berdasarkan tabel di atas dapat dipahami bahwa perilaku pemimpin yang efektif
melakukan konsiderasi tergantung pada aspek berikut:
Kepuasan pengikut terhadap pemimpin tergantung pada derajat konsiderasi yang
ditunjukkan oleh pemimpin.
Konsiderasi pemimpin lebih berpengaruh terhadap pengikut ketika pekerjaan tidak
menyenangkan dan mendesak, dari pada ketika pekerjaan menyenangkan dan tidak
mendesak.
Pemimpin yang menunjukkan konsiderasi dapat melakukan inisiasi struktur yang
lebih banyak tanpa mengurangi kepuasan pengikutnya.
Konsiderasi yang diberikan sebagai respons terhadap kinerja yang baik akan
meningkatkan kemungkinan kinerja yang baik di masa depan.
Sedangkan perilaku pemimpin yang efektif melakukan inisiasi struktur adalah:
Inisiasi struktur yang memperjelas peran tambahan akan meningkatkan kepuasan.
Inisiasi struktur akan menyurutkan kepuasan pengikut ketika struktur tersebut
sudah tersedia.
Inisiasi struktur akan meningkatkan kinerja ketika tugas tidak jelas.
Inisiasi struktur tidak akan mempengaruhi kinerja ketika tugas jelas (Leadership,
2001: 2).
Uraian di atas memperjelas bahwa teori kepemimpinan perilaku mencoba
menjelaskan keunikan gaya yang digunakan oleh pemimpin yang efektif, atau
memahami sifat-sifat pekerjaan pemimpin. Sepuluh peran manajerial dari Henry
Minzberg merupakan salah satu contoh teori kepemimpinan perilaku. Peneliti perilaku
menekankan pada penemuan cara mengklasifikasikan perilaku yang dapat memberikan
pemahanan mengenai kepemimpinan.
Paradigma Teori Kepemimpinan Kontigensi
Pada mulanya, teori kepemimpinan yang dibangun oleh Fiedler ini menekankan
pada dua sasaran, yakni melakukan idenfikasi faktor-faktor penting dalam situasi
9
tertentu dan memperkirakan gaya atau perilaku kepemimpinan yang paling efektif
dalam situasi tertentu. Hasil penelitian Fiedler menunjukkan bahwa, dalam situasi kerja
selalu ada tiga elemen yang menentukan gaya kepemimpinan yang efektif, yakni:
hubungan pemimpin dengan bawahan, struktur tugas dan ketangguhan posisi
pemimpin.
Teori kepemimpinan kontingensi menjelaskan gaya kepemimpinan yang sesuai
dengan pemimpin, pengikut dan situasinya. Paradigma teori ini menekankan
pentingnya faktor situasional, termasuk sifat pekerjaan yang dilakukan, lingkungan
eksternal dan karakteristik pengikut. Selain itu, dikenal pula teori kepemimpinan
situasional (Robbins, at.al., 1994: 483) yang dikembangkan dari teori kepemimpinan
model kontingensi Fiedler ini. Berdasarkan teori ini, gaya kepemimpinan yang paling
efektif adalah gaya kepemimpinan yang disesuaikan dengan tingakat kedewasaan
bawahan. Namun, Hersey dan Blanchard tidak merinci dan memberikan definisi
kedewasaan sebagai suatu tingkat kemantapan emosional.
10
Pengendalian Situasional
Pengendalian Situasi Tinggi
Pengendalian Situasi Moderat
Pengendalian Situasi Rendah
Hubungan Pemimpin-Anggota
Struktur Tugas
Kekuatan posisi
Baik Baik Baik
Tinggi Tinggi Tinggi
Kuat Lemah Kuat
Baik Buruk Buruk
Rendah Tinggi Tinggi
Lemah Kuat Kuat
Buruk Buruk
Rendah Rendah
Kuat Lemah
Situasi I II III IV V VI VII VIII
Representasi Model Kontingensi Fiedler(Sumber: diadaptasi dari Chapter Seventeen, Leadership, 2001,
The McGraw-Hill Company, Inc.)
Gaya Kepemimpinan Optimal
Kepemimpinan
Memotivasi Tugas
Kepemimpinan Memotivasi Hubungan
Timbal-Balik
Kepemimpinan
Memotivasi Tugas
Paradigma Teori Kepemimpinan Integratif
Pada paruh sampai akhir tahun 1970an, paradigma kepemimpinan mulai berubah
menjadi paradigma integratif atau teori kharismatik baru. Sesuai namanya, teori
kepemimpinan integratif ini memadukan teori pembawaan, perilaku dan kontingensi
untuk menjelaskan kesuksesan dan pengaruh hubungan antara pemimpin dan pengikut.
Peneliti berusaha menjelaskan mengapa pengikut pemimpin tertentu mempunyai
keinginan bekerja keras dan rela berkorban untuk mencapai tujuan kelompoknya. Di
samping itu, menjelaskan bagaimana seorang pemimpin secara efektif mempengaruhi
perilaku pengikutnya, serta mengapa perilaku pemimpin yang sama dapat membawa
dampak yang berbeda pada pengikutnya dalam situasi tertentu.
Pendekatan Baru Terhadap Kepemimpinan
Dewasa ini, sejumlah peneliti kepemimpinan kembali menggunakan teori sifat
kepemimpinan, meskipun dengan perspektif yang berbeda (Robbins, at.al., 1994: 497).
Lima teori kepemimpinan menurut pendekatan baru ini ialah teori atribusi, teori
kepemimpinan kharismatik dan teori kepemimpinan transaksional versus
transformasional. Selain itu, teori kepemimpinan pengembangan (Gilley dan
Maycunich, 2000) dan teori kepemimpinan super (Manz dan Sims, 2001) juga
merupakan gaya atau tipe kepemimpinan yang tergolong dalam perspektif ini.
Tinjauan tiga teori kepemimpinan yang pertama – atribusi, kharismatik dan
transaksional versus transformasional – dapat diringkaskan dari beberapa sumber
(Politis, 2001: 358-359; Politis, 2002: 188-190; Lussier dan Achua, 2001: 374-384
Bass dan Burns dalam Haryono, 2002: 7-10) sebagai berikut.
Teori Atribusi Kepemimpinan
Teori atribusi kepemimpinan menjelaskan perbedaan hubungan sebab-akibat yang
mempengaruhi orang. Bila terjadi suatu peristiwa, pemimpin mencoba
menghubungkannya dengan suatu penyebab yang sifatnya internal dan eksternal.
Dalam konteks kepemimpinan, teori atribusi menyatakan bahwa kepemimpinan
11
merupakan astribusi yang dibuat orang mengenai individu lain. Dengan menggunakan
kerangka atribusi ini, peneliti menemukan bahwa orang mencirikan pemimpin sebagai
menyandang ciri seperti kecerdasan, kepribadian, keramah-tamahan, keterampilan
verbal yang kuat, keagresifan, pemahaman dan kerajinan. Salah satu tema yang lebih
menarik dalam literatur teori atribusi kepemimpinan adalah persepsi bahwa pemimpin
yang efektif umumnya konsisten atau tidak bergeming dalam keputusan yang dibuat
(Robbins, et.al., 1994: 167, 497-498).
Teori Kepemimpinan Kharismatik
Teori kepemimpinan kharismatik merupakan suatu perluasan dari teori atribusi.
Teori ini mengemukakan bahwa para pengikut membuat atribusi dari kemampuan
kepemimpinan yang heroik atau luar biasa bila mengamati perilaku-perilaku tertentu.
Beberapa penulis telah mengidentifikasi karakteristik pribadi pemimpin kharismatik
ini. Robert House yang terkenal dengan gagasannya mengenai teori jalur-tujuan
mengidentifikasi tiga karakteristik pemimpin kharismatik, yakni: kepercayaan diri yang
luar biasa tinggi, kekuasaan dan keteguhan pada keyakinan yang dianut (Robbins,
et.al., 1994: 499-500).
12
Teori Jalur-Tujuan dari House(Sumber: diadaptasi dari Chapter Seventeen, Leadership,
2001,The McGraw-Hill Company, Inc.)
Gaya Kepemimpinan- Direktif- Supportif- Partisipatif- Berorientasi pada
prestasiFaktor-faktor Lingkungan- Tugas-tugas pekerja- Sistem kewenangan- Kelompok kerja
Karakteristik Pengikut- Lokus pengendalian- Kemampuan tugas- Kebutuhan
berprestasi- Pengalaman
Sikap dan Perilaku Pengikut
- Kepuasan pekerjaan- Penerimaan
pemimpin- Motivasi
Setelah Warren Bennis mempelajari 90 pemimpin yang paling efektif dan sukses
di Amerika serikat disimpulkan bahwa pemimpin kharismatik mempunyai empat
kompetensi yang sama yakni: mempunyai visi atau pemahaman tujuan; dapat
mengkomunikasikan visinya dalam kata-kata yang jelas sehingga para pengikutnya
dapat dengan mudah memihak; dapat menunjukkan konsistensi dan fokus dalam
memburu visi kepemimpinannya; dan tahu kekuatannya sendiri dan memanfaatkannya.
Selain itu, analisis yang paling menyeluruh telah dirampungkan oleh Congger dan
Kanungo dari Universitas McGill. Sebagian kesimpulan yang dibuat menyatakan
bahwa pemimpin kharismatik memiliki tujuan ideal yang ingin dicapai, memiliki
komitmen pribadi yang kuat pada tujuan, tidak konvensional, tegas dan percaya diri,
serta sebagai agen perubahan radikal, bukan manajer dari status quo.
13
Model Kepemimpinan Kharismatik(Sumber: Diadaptasi dari Chapter Seventeen, Leadership, 2001,
The McGraw-Hill Company, Inc.)
Budaya Organisasi
Perilaku Pemimpin Efek terhadap pengikut dan kelompok kerja
Luaran
Adaptif Pemimpin membangum visi
Pemimpin membangun harapan kinerja yang tinggi dan menunjukkan kepercayaan pada diri dan kepada orang lain, serta kemampuan kolektif untuk merealisasikan visi
Model pemimpin yang mengharapkan agar nilai-nilai, bakat, keyakinan dan perilaku diperlukan untuk merealisasikan visi
Meningkatkan motivasi intrinsik, orientasi prestasi dan pencapaian tujuan
Meningkatkan identifikasi terhadap pemimpin dan kepentingan kolektif anggota organisasi
Meningkatkan kohesi di antara anggota kelompok
Meningkatkan prestise diri, kemanjura diri, dan perhatian intrinsik terhadap pencapaian tujuan
Meningkatkan pemodelan peran kepemimpinan kharismatik
Komitmen personal terhadap pemimpin dan visi
Perilaku diri sendiri yang disakralkan
Komitmen organisasi
Kebermaknaan dan kepuasan tugas
Meningkatkan kinerja individu, kelompok, organisasi dan masyarakat
Menurut Bass (1985) bahwa kharisma adalah bagian penting dari kepemimpinan
transformasional, namun kharisma itu sendiri tidak cukup untuk proses
transformasional. Pemimpin kharismatik lebih dari sekedar percaya diri pada
keyakinannya, melainkan pula melihat dirinya sendiri seperti mempunyai suatu tujuan
dan takdir supranatural. Sementara itu, pengikutnya bukan saja mempercayai dan
menghormati pemimpin yang kharismatik, melainkan pula memuja dan menyembah
pemimpinnya sebagai seorang pahlawan yang melebihi manusia atau tokoh spiritual.
Pemimpin kharismatik dipandang memiliki kebesaran, sekaligus menjadi katalisator
mekanisme psikodinamik pengikutnya.
Seorang pemimpin kharismatik lebih besar kemungkinannya akan lahir manakala
para pengikut membagi sama norma-norma, keyakinan dan fantasi yang dapat
dijadikan sebagai basis bagi seruan emosional dan rasional oleh pemimpin tersebut.
Namun, Bass juga menyatakan bahwa tanggapan seseorang terhadap pemimpin
kharismatik kemungkinannya akan sangat terpolarisasi, karena pemimpin kharismatik
dicintai oleh beberapa orang namun dibenci oleh yang lainnya. Tanggapan yang
terpolarisasi ini membantu menjelaskan mengapa demikian banyak pemimpin politik
yang kharismatik menjadi sasaran pembunuhan.
Kata akhir yang perlu dipahami dalam hal ini ialah kepemimpinan kharismatik
mungkin tidak selalu diperlukan untuk mencapai tingkat kinerja karyawan yang tinggi.
Namun, pemimpin kharismatik mungkin paling tepat jika tugas pengikut memiliki
suatu komponen ideologis. Hal ini dapat menjelaskan mengapa pemimpin kharismatik
lebih dimungkinan muncul dalam konteks politik, agama, waktu perang atau apabila
suatu perusahaan bisnis memperkenalkan suatu produk yang benar-benar baru (baca:
produk kreatif dan inovatif) atau menghadapi suatu krisis yang mengancam
kehidupannya.
Kepemimpinan Transaksional versus Transformasional
Hasil studi terakhir yang menarik mengenai dua gaya kepemimpinan ini adalah
perhatian yang diberikan pada perbedaan pemimpin transformasional dari pemimpin
14
transaksional. Padahal, pemimpin transformasional juga kharismatik. Karena itu,
seringkali terjadi tumpang-tindih topik ini dengan pembahasan kepemimpinan
kharismatik.
Burns membedakan kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan
transaksional. Kepemimpinan transaksional memotivasi pengikutnya dengan menunjuk
pada kepentingan diri sendiri. Burns juga membedakan kepemimpinan transaksional
dan kepemimpinan yang mentransformasi pengaruh yang ditunjukkan berdasarkan
pada kekuasaan birokratis. Organisasi birokratis lebih menekankan pada kekuatan
legitimasi dan lebih menghormati peraturan serta trandisi, dari pada pengaruh yang
didasarkan atas pertukaran atau inspirasi. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa
kepemimpinan merupakan suatu proses, bukan sejumlah tindakan yang mempunyai
ciri-ciri sendiri. Burns menjelaskan kepemimpinan sebagai sebuah arus antar hubungan
yang berkembang, di mana pemimpin secara terus-menerus membangkitkan tanggapan
motivasi dari pada pengikut dan memodifikasi perilaku pengikutnya pada saat
menghadapi tanggapan atau perlawanan, dalam sebuah proses dan arus balik yang tidak
pernah berhenti.
Bass (1985) memperkenalkan teori kepemimpinan transformasional yang
dibangun berdasarkan gagasan awal dari Burns (1978). Pengikut pemimpin
transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan adanya rasa
hormat terhadap pemimpinnya dan bawahan tersebut termotivasi untuk melakukan
lebih dari pada apa yang diharapkan darinya. Pemimpin mentransformasi dan
memotivasi pengikutnya dengan cara: (1) membuat pengikutnya lebih sadar mengenai
arti penting hasil suatu pekerjaan yang dilakukan; (2) mendorong pengikutnya untuk
lebih mementingkan tim atau organisasi dari pada kepentingan dirinya sendiri; dan (3)
mengaktifkan kebutuhan pengikutnya pada level yang lebih tinggi.
Formulasi teori Bass (1985) mencakup tiga unsur kepemimpinan
transformasional, yakni: kharisma, stimulasi intelektual dan perhatian yang
diindividualisasi. Kharisma didefisinikan sebagai sebuah proses yang padanya seorang
pemimpin mempengaruhi para pengikutnya dengan menimbulkan emosi-emosi yang
15
kuat dan identifikasi dengan pemimpin tersebut. Stimulasi intelektual ialah suatu proses
yang di dalamnya pemimpin meningkatkan kesadaran pengikut terhadap berbagai
masalah dan mempengaruhi para pengikutnya untuk memandang berbagai masalah dari
perspektif yang berbeda. Perhatian yang diindividualisasi termasuk di dalamnya
memberi dukungan, membesarkan hati dan memberi pengalaman tentang
perkembangan kepada para pengikutnya. Sementara itu, kepemimpinan transaksional
diartikan sebagai sebuah pertukaran imbalan untuk mendapatkan kepatuhan.
Berdasarkan pengertian di atas, jelas bahwa Bass mendefinisikan kepemimpinan
transaksional dalam arti yang lebih luas dari pada Burns. Salah satu komponen perilaku
transaksional yang disebut perilaku contingent rewards mencakup kejelasan mengenai
pekerjaan yang diharapkan memperoleh imbalan dan menggunakan insentif dan
contingent rewards untuk mempengaruhi motivasi. Komponen kedua yang disebut
active management by exception, mencakup pemantauan para bawahan dan tindakan
memperbaiki untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut telah dilaksanakan secara
efektif. Komponen ketiga yang disebut passive management by exception ditambahkan
oleh Bass dan rekannya. Termasuk ke dalam komponen ini adalah penggunaan
contingent punishment dan tindakan perbaikan sebagai tanggapan atas penyimpangan
dari standar kinerja. Bass memahami kepemimpinan transformasional dan
transaksional sebagai proses yang berbeda namun tidak saling menafikan. Selain itu,
Bass mengakui bahwa pemimpin yang sama dapat menggunakan kedua jenis
kepemimpinan tersebut pada waktu dan situasi yang berbeda.
16
Kepemimpinan Transaksional versus Kepemimpinan Kharismatik(Sumber: diadaptasi dari Chapter Seventeen, Leadership, 2001,
The McGraw-Hill Company, Inc.)
Kepemimpinan Transaksional: terfokus pada interaksi interpersonal antara pemimpin dan para pengikut Pemimpin Transaksional
- Menggunakan ganjaran kontingen untuk memotivasi pengikutnya- Tindakan koreksi hanya dilakukan manakala pengikutnya gagal mencapai
tujuan kinerja yang diharapkanKepemimpinan Kharismatik: menekankan perilaku pemimpin simbolik yang mentransformasi para pengikut untuk memprioritaskan tujuan bersama lebih dari kepentingan pribadi. Pemimpin Kharismatik
- Menggunakan pesan-pesan visioner dan inspirasional- Berdasar pada komunikasi non-verbal- Menyerukan nilai-nilai ideologis- Berupaya menstimulasi pengikutnya secara intelektual- Menunjukkan kepercayaan diri dan para pengikutnya- Menetapkan harapan kinerja yang tinggi
Kebanyakan teori kepemimpinan yang disajikan sebelumnya – misalnya studi
Ohio, model Fiedler, teori jalur tujuan dan model partisipasi pemimpin – memperkuat
konsep kepemimpinan transaksional. Pemimpin jenis ini memandu dan motivasi
pengikutnya ke arah tujuan yang ditetapkan. Kepemimpinan transformasional dibangun
di atas “fondasi” kepemimpinan transaksional, sehingga menghasilkan tingkat upaya
dan kinerja bawahan yang melampaui apa yang terjadi dengan pendekatan
transaksional semata. Lebih dari itu, kepemimpinan transformasional lebih dari pada
pemimpin kharismatik. Pemimpin yang semata-mata kharismatik dapat menghrapkan
pengikutnya mengadopsi perspektif pemimpin kharismatik dan tidak beranjak lebih
jauh. Sementara itu, pemimpin transformasional berupaya menanamkan dalam diri
pengikutnya kemampuan untuk mempertanyakan tidak hanya pandangan yang mapan,
melainkan pula pandangan yang ditetapkan oleh pemimpin.
17
Perbandingan Tipe Kepemimpinan
Perbandingan tipe kepemimpinan yang dibahas berikut ini diwakili oleh tipe The
Strong Man, The Transactor, Visionary Hero dan Superleader (Manz and Sims, 2001:
39). Pertama, the Strongman menggunakan kewenangan dalam posisinya untuk
mempengaruhi orang lain agar tunduk kepadanya karena rasa takut. Perilaku the
strongman yang paling umum adalah menginstruksikan, memerintah dan
mengintimidasi.
Kedua, the Transactor, dikategorikan ke dalam tipe hubungan pertukaran
pemimpin dengan bawahan (orang lain). Pemimpin menanamkan pengaruh melalui
dispensasi imbalan dalam pertukaran sehingga pengikut mentaati apa yang diinginkan
oleh pemimpin. Perilaku yang paling banyak digunakan oleh pemimpin ini ialah
ganjaran personal dan material sebagai balikan dari upaya, kinerja dan loyalitas orang
terhadap kepemimpinannya (bandingkan dengan Model Teori Pertukaran Pemimpin-
Anggota).
Model Pertukaran Pemimpin-Anggota(Sumber: diadaptasi dari Chapter Seventeen, Leadership, 2001,
The McGraw-Hill Company, Inc.)
Model ini didasarkan pada gagasan bahwa satu dari dua tipe khusus mengembangkan hubungan pertukaran timbal balik pemimpin-anggota, dan pertukaran itu berhubungan dengan luaran pekerjan penting.- pertukaran dalam kelompok: kemitraan yang dicirikan dengan rasa
saling percaya, respek dan menyukai- pertukaran di luar kelompok: kemitraan yang ditandai dengan
kurangnya rasa saling percaya, respek dan menyukai. Hasil penelitian mendukung model ini.
Ketiga, the Visionary Hero dicirikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh
pemimpin untuk menciptakan motivasi yang tinggi dan menyerap visi masa depan.
Pemimpin ini memiliki kapasitas untuk memberi kekuatan kepada orang lain untuk
merealisasikan visi yang ditetapkan. Jenis kepemimpinan ini terutama menyangkut
18
proses pengaruh atas-bawah. Pemimpin merupakan sumber kebijakan dan arahan, serta
cenderung menempati posisi sentral, sementara peran pengikut memudar dalam
bayang-bayang pemimpin. Kewenangan pemimpin didasarkan pada kapabilitas yang
dimiliki dalam membangkitkan komitmen pengikutnya terhadap visi pemimpin.
Keempat, the Superleadership, yaitu pemimpin yang mengarahkan orang lain
agar dapat mengarahkan dirinya sendiri. Pemimpin super dikenal pula sebagai
pemimpin pemberdaya. Tipe pemimpin ini terutama terfokus pada bawahan. Pemimpin
menjadi “super” – memiliki kekuatan dan kebijaksanaan sejumlah orang – karena
membantu melejitkan kemampuan para pengikut yang mengelilinginya (Manz dan
Sims, 2001: 45).
Kepelayanan dan Kepemimpinan Super(Sumber: Manz dan Sims, 2001; Chapter Seventeen, Leadership, 2001,
The McGraw-Hill Company, Inc.)
Merepresentasikan filosofi kepemimpinan mengenai pemimpin yang lebih terfokus pada peningkatan pelayanan terhadap orang lain (orang banyak) dari pada untuk orang tertentu.
Pemimpin super adalah orang yang mengarahkan orang lain untuk mengarahkan dirinya sendiri melalui pengembangan keahlian manajemen para pekerja
Pemimpin super berusaha meningkatkan perasaan pengendalian diri dan motivasi intrinsik pekerja
Tugas pemimpin super adalah membantu pengikut mengembangkan keahlian
kepemimpinannya secara mandiri agar memberikan sumbangan yang lebih besar
kepada organisasi. Pemimpin super mendorong inisiatif pengikutnya, mendorong rasa
tanggung jawab individu, rasa percaya diri, penetapan tujuan diri sendiri, pemikiran
peluang positif dan pemecahan masalah sendiri. Dengan kata lain, pemimpin super
memberdayakan bawahannya sehingga gaya kepemimpinan ini bisa dianggap sebagai
tipe pemimpin pemberdaya. Luaran perilaku yang dihasilkan oleh tipe kepemimpinan
19
super ialah kinerja jangka panjang tinggi, kepercayaan diri para pengikut tinggi,
pengembangan pengikut tinggi, fleksibiltas sangat tinggi, inovasi tinggi, mampu
bekerja tanpa pemimpin dan mengandalkan kerjasama tim. Berdasarkan uraian di atas,
dibuat contour perkembangan konsep dan gaya kepemimpinan dari masa ke masa
seperti terlihat pada visualisasi berikut.
Peta Perkembangan Konsep Kepemimpinan(Diadaptasi dan dikembangkan dari Rachmany, 2003: 38)
20
Konsep Kepemimpinan(1930 – 2003)
Teori Sifat atau Pembawaan- Ordway Tead (1963)
Tradisi Keperilakuan- Robert Tannembaum and
arren H. Schmid (1958)- William J. Reddin (1969)- Robert R. Blake and Jane
S. Mouton (1964)
Teori Kepemimpinan Atribusi
- H. H. Kelley (1972, 1973)
- J. C. McElroy (1982)- T. R. Michell, et.al.
Teori Kepemimpinan Kontingensi- Fred Fiedler (1967)- Martin Evans and
Robert House (1974)- Paul Hersey and
Kenneth Blanchard
Teori Kepemimpinan Integratif Teori Kepemimpinan
Kharismatik- Robert House (1977)- B. M. Bass (1985, 1990,
1992)Teori Kepemimpinan Transformational versus Transaksional- B. M. bass (1985, 1990,
1992)- Burns (1985)
Teori Kepemimpinann Super
(Studi- Manz and Sims (2001)Teori Kepemimpinan Pengembangan- Gilley and Maycunich
(1999, 2000)
Penutup
Peta konsep dan gaya kepemimpinan yang dikemukakan di atas memberi
pemahaman tentang keberagaman perspektif setiap pakar dalam memahami karakteristik
manusia yang akan memimpin atau dipimpin. Keberagaman gaya kepemimpinan ini juga
meneguhkan arti penting dan peranan kepemimpinan dilihat dari dimensi ruang – di
rumah, di sekolah dan di masyarakat atau di kelompok mana saja – dan dimensi waktu –
dulu, saat ini, dan di masa datang, termasuk di hari kiamat, karena orang beragama
meyakini bahwa setiap individu akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya. Karena itu, artikulasi teori dan gaya kepemimpinan pada tataran
ilmiah akan membawa implikasi multi-dimensional terhadap basis teoritis dan
representasi perilaku aktor yang memerankan gaya kepemimpinan tertentu. Tipe
pemimpin penentang yang menganut teori reward and punishment cenderung akan
menampilkan perilaku yang suka mengintimidasi dan mencercah atau sebaliknya
memberikan penguatan (berupa kata-kata, tindakan, hampiran, kinesik, uang, benda
berharga, termasuk piagam, piala, dan THR). Selanjutnya, bagi pemimpin yang bertipe
transaksional yang dimotivasi oleh teori pengharapan (Vroom, 1964), teori keadilan
(Adams, 1963), teori jalur-tujuan (House, 1971) atau teori pertukaran (Homan, 1958),
cenderung suka mengusulkan upah personal dan material atau mengelola melalui
pengecualian (aktif dan pasif). Demikian pula dengan pemimpin transformasional yang
menganut teori sosiologi kharisma (Weber, 1946, 1947), teori kepemimpinan kharismatik
(House, 1977) atau teori kepemimpinan perubahan (Burns, 1978), cenderung akan
mengusulkan visi, mengekspresikan idealisme dan memberi penghargaan yang tinggi
terhadap kinerja yang baik. Semoga.
20
Daftar BacaanBass, B.M. 1985. Leadership and Performance Beyond the Expectations, Pree Press New
York.Bass B.M. dan Avolio, B.J. 1993. Transformational Leadership dan Organizational
Culture. Public Administration Querterly, 17(1): 112-17Bycio et al., 1995. Conceptualization of Transactional and Transformational
Leadership., Journal of Aplied Psychology, 80(4):468-78Boje, David M. 2000. Flight of The Buffalo and Other Superleader Model, http://www.Bowser D.G. dan Seashore, S.E. 1966. Predicting Organizational Effectivess with a Four
Factor Theory of Leadership. Administrative Science Quartely, 11, p. 238-63.Champy, James. 1995. Reengineering Management The Mandate For New Leadership,
Herper Collins Publishing.Darcy T. dan Kleiner, B.H. 1991. Leadership for Change in a Turbulent Environment.
Leadership and Organization Development Journal, 12 (5), p. 12-16.Fiedler, F.E.1967. A Theory of Leadership Effectivenss, New York: McGraw-Hill.French, Wendell L., at.al. (ed.) 2000. Organization Development and Transformation:
Managing Effective Change, Irwin McGrall-Hill Singapore.Gibson, Ivancevich and Donnelly. 1994. Organizations, Erlangga Jakarta.Gilley, Jerry W. and Ann Maycunich. 2000. Beyond the Learning Organization, Perseus
Books Cambridge, Massachusetts.Hennessey, J.T. 1998. Reinventing Government: Does Leadership Make the Difference?
Public Administration Review 58 (6), p. 522-32.House, R.J. 1971. A Path-Goal Theory of Leadership. Journal of Comtemporary Business
3, p. 81-97.Howell, J.M. dan Avolio, B.J. 1993. Transformational Leadership,Transactional
Leadership, Locus of Control Support for Innovation, Journal of Applied Psychology 78, p. 891-902.
Kotter, John P. 1996. Leading To Change, Harvard Business School Press.Leonard-Barton, Dorothy. 1995. Wellsprings of Knowledge, Harvard Business School
Press.Lloyd, Bruce. 1998. Understanding the Power, Responsibility, Leadership and Learning
Links: The Key to Successful Knowledge Management, Journal of Systemic Knowledge Management.
Lussier, Robert N. and Christopher F. Achua. 2001. Leadership: Theory, Application, Skill Development, South-Western College Publishing, United States.
Manz, Charles C and Henry P. Sims Jr. 2001. The New Super Leadership: Leading Others to Lead Themselves, Berrett-Koehler Publishers, Inc., San Francisco.
Politis, John D. Transformational and Transactional Leadership Enabling (Disabling) Knowledge Acquisition of Self Managed Team: The Consequences for Performance, Leadership and Organization Development Journal, 23 April 2002.
____________. The Relationship of Various Leadership Style to Knowledge Management, Leadership and Organization Development Journal, 22 Agustus 2002.
Rachmany, Hasan. 2003. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Ditjen Pajak, Proposal Disertasi Ilmu Administrasi FISIP Universitas Indonesia.
21
Robbins, Stephen, et.al. 1994. Organizational Beharviour: Concepts, Controversies and Applications, Prentice-Hall Australia and New Zealand.
Sadler, Philip, 2003. Leadership, Kogan London.Scaborough, Jle D. 2001. Transforming Leadership in the Manufacturing Industry. http;
Journal Industrial Technology.Schein, Edgar H. 1992. Organizational Culture and Leadership, Jossey-Bass Publishers
San Francisco.Stoner, James A.F dan R. Edward Freeman. 1989. Management, Prentice-Hall of India.Suarjaya, I Wayan dan Haedar Akib. Gaya Kepemimpinan Yang Terlupakan:
Developmental Leadership, Manajemen USAHAWAN No. 11/TH. XXXII Nopember 2003, h. 42-48.
Taffinder, P., 1995. The New Leaders: Achieving Corporate Transformation Through Dynamic Leadership. London: Kogan Page.
Vroom V. dan Yetton, P. 1974. Leadership and Decision Making, Pittsburgh, PA: University of Pittsbyrgh Press.
Yulk, Gary. 1994. Kepemimpinan Dalam Organisasi, Prenhallindo Jakarta.
Tambahan:Chapter Seventeen, Leadership, 2001, The McGraw-Hill Company, Inc., http://www. Introducing Leadership Studies, Revised February 17, 2001, http://www.
22