keperawatan gawat darurat

52
LAPORAN KELOMPOK XIV MAKALAH TUTORIAL KGD 1 SKENARIO 1

Upload: nurul-hasanah

Post on 18-Jan-2016

342 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

keperawatan gawat darurat

TRANSCRIPT

Page 1: keperawatan gawat darurat

LAPORAN KELOMPOK

XIV

MAKALAH TUTORIAL KGD 1

SKENARIO 1

Page 2: keperawatan gawat darurat

PENYUSUN KELOMPOK 14:

1. MOCHAMAD ZUNAN A (201110420311204) / KETUA

2. DEWI PURNAMASARI (201110420311206)

3. DESTA LIA SYAHELA (201110420311208)

4. NURUL HASANAH (201110420311209)

5. ROHMA YUNI AGUSTIN (201110420311211)

6. NIKA AL VEGA (201110420311216)

7. AGRISTA Y. P (201110420311218)

8. YUMIARSIH (201110420311222)

9. RAHAYU PUSAPA. A (201110420311225)

10. BAIQ LELY INDRASARI (201110420311227)

11. INTAN FAUZIA MOCHDAR (201110420311228)

12. ELLEN FILBIA TESSADENTA (201110420311229)

13. MUJLIANI (201110420311230)/ SEKRETARIS

14. NOVICARUALLAH IS. A (201110420311233)

Page 3: keperawatan gawat darurat

BAB I

PENDAHULUAN

1. Penulisan Kasus

Kasus I

Terjadi kecelakaan mobil dengan mobil. Pertama tabrakan mobil terjadi dari

depan, kemudian terjadi tabrakan susulan dari samping, yang menyebabkan

penumpang di dalamnya (mobil pertama warna merah) mengalami multi fraktur.

Dalam mobil merah, terdapat 3 korban. Korban pertama (duduk di belakang

pengemudi) mengalami benturan hebat di area cervikalnya dan kehilangan

kesadarannya. Korban kedua (di samping pengemudi) saat tabrakan dari depan,

mengalami benturan dari depan ke belakang mengenai kaca mobil dan kursi mobil.

Korban ke- 3 yaitu pengemudi. Saat tabrakan dari depan, korban mengalami benturan

hebat dengan stir mobil, kemudian terpantul ke kursi mobilnya, korban ke-3 menangis

dan berteriak histeris.

Sedangkan di mobil ke- 2 terdapat 3 korban, yaitu seorang bapak, balita dan

bayi. Pupil Bayi mengalami midrasis (meninggal) bapaknya di perkirakan meninggal

dan balita berteriak “dady wake up”..

Beberapa menit kemudian datang seorang pemuda sambil teriak minta tolong

dan menyuruh seseorang untuk menelpon bantuan. Kemudian bantuan datang dan

memberikan pertolongan oksigenasi serta fiksasi area fraktur pada korban ke-3.

Kemudian mengeluarkan balita dari mobil dengan menggendongnya.

Kasus II

Sedangkan di kasus ke-2 korban dengan perdarahan berat di area femurnya

teriak-teriak minta tolong dengan pola napas yang tersengal-sengal. Kemudian datang

beberapa penolong, salah satu penolong menghentikan perdarahannya dengan

mengikat ikat pinggang sumber perdarahannya, dan sebagian lagi memberikan terapi

oksigen dan menginspeksi thoraksnya.

Page 4: keperawatan gawat darurat

2. Daftar pertanyaan

1. Cidera apa saja yang dialami pasien pada kasus 1 dan dua?

2. Apakah ada pengetahuan khusus yang harus dimiliki oleh orang awam untuk

menjadi penolong kecelakaan?

3. Apakah dalam kasus tetap dilakukan triage?

4. Bagaimana memindahkan pasien dengan trauma pada kasus 1?

5. Bagaimana cara menangani pasien dengan trauma?

6. Bagaimana cara penentuan kebutuhan oksigenasi dan macam-macam alat

oksigenasi?

7. BLS CAB aatau ABC?

8. Berapa batas maksimal petugas yang menangani pasien dalam IGD?

9. Bagaimana prinsip kegawat daruratan?

10. Bagaimana seharusnya standart penolong pada kasus 2?

11. Bagaimana dasar Hukum ketika terjadi kesalahan pada pertolongan pertama di

Lapangan?

12. Bagaimana penggolongan prioritas pasien pada kasus?

13. Apa saja peran perawat KGD?

14. Bagaimana komunikasi dan transportasi pada KGD?

15. Alat apa saja dan bagaimana cara mengatasi perdarahan?

16. Bagaimana balut bidai yang benar terhadap pasien dengan fraktur femur?

17. Macam-macam syok dan penanganannya?

18. Kenapa pada kasus 2 perdarahannya di tangani terlebih dahulu dari pada

oksigenasi nya?

19. Apa tindakan pertama yang harus dilakukan ketika pasien pertama datang ke

IGD?

20. Bagaimana peraturan dan UU dalam berkendara?

21. Diagnosa untuk kasus 1 dan 2?

Page 5: keperawatan gawat darurat

BAB II

PEMBAHASAN

1. Cidera apa saja yang dialami Pasien?

a. Tabrakan depan / Frontal

Benturan frontal adalah tabrakan / benturan dengan benda didepan

kendaraan, yang secara tiba-tiba mengurangi kecepatannya, sehingga secara tiba-

tiba kecepatannya berkurang.

Pada suatu tabrakan frontal dengan penderita tanpa sabuk pengaman,

penderita akan mengalami beberapa fase sebagai berikut :

a) Fase 1

Bagian bawah penderita tergeser kedepan, biasanya lutut akan menghantam

dashboard dengan keras yang menimbulkan bekas benturan pada dashboard

tersebut.

Kemungkinan cedera yang akan terjadi :

Fraktur femur karena menahan beban berlebihan

Dislokasi sendi panggul karena terdorong kedepan sehingga lepas

dari mangkuknya.

Dislokasi lutut atau bahkan Patah tulang lutut, karena benturan yang

keras pada dash board.

b) Fase 2

Bagian atas penderita turut tergeser kedepan sehingga thoraks dan atau

abdomen akan menghantam setir.

Kemungkinan cedera yang akan terjadi :

Trauma abdomen sampai terjadinya perdarahan dalam karena

terjadinya perlukaan/ruptur pada organ seperti hati, limpa, lambung

dan usus.

Trauma thoraks

Selain itu ancaman terhadap organ dalam rongga dada seperti paru-

paru, jantung, dan aorta.

Page 6: keperawatan gawat darurat

c) Fase 3

Tubuh penderita akan naik, lalu kepala membentur kaca mobil bagian depan

atau bagian samping.

Kemungkinan cedera yang akan terjadi :

Cedera kepala (berat, sedang, ringan)

fraktur servikal

d) Fase 4

Setelah wajah membentur kaca, penderita kembali terpental ketempat

duduk. Perlu mendapat perhatian khusus apabila kursi mobil tidak tersedia

head rest karena kepala akan melenting dibagian atas sandaran kursi.

Kondisi akan semakin parah apabila penderita terpental keluar dari

kendaraan.

Kemungkinan cedera yang akan terjadi :

Trauma vertebre (servikal-koksigis) karena proses duduk yang begitu

cepat sehingga menimbulkan beban berlebih pada tulang belakang.

Fraktur cervical karena tidak ada head rest

Multiple trauma apabila penderita terpental keluar dari kendaraan

(Thomson dan Dains, 1992)

b. Tabrakan dari belakang (Rear Collition)

Tabrakan dari belakang mempunyai biomekanik tersendiri. Biasanya

tabrakan seperti ini terjadi ketika kendaraan berhenti atau pada kendaraan yang

kecepatannya lebih lambat. Kendaraan tersebut berikut penumpangnya mengalami

percepatan (akselerasi) kedepan oleh perpindahan energi dari benturannya. Badan

penumpang akan terakselerasi kedepan sedangkan kepalanya seringkali tidak

terakselerasi sehingga akan mengakibatkan hiperekstensi leher. Hal ini akan

diperparah apabila sandaran kursi kendaraan tidak memiliki head rest sehingga

struktur penunjang leher mengalami peregangan yang berlebihan dan

menyebabkan terjadinya whiplash injury (gaya pecut). Kemungkinan cedera yang

akan terjadi : Fraktur Servical (Thomson dan Dains, 1992).

c. Tabrakan dari samping (Lateral Collition)

Page 7: keperawatan gawat darurat

Tabrakan samping seringkali terjadi diperempatan yang tidak memiliki

ramburambu lalulintas. Benturan lateral adalah tabrakan / benturan pada bagian

samping kendaraan, yang mengakselerasi penumpang menjauhi titik benturan.

Benturan seperti ini adalah penyebab kematian kedua setelah benturan frontal . 31

% dari kematian karena tabrakan kendaraan terjadi sebagai akibat dari tabrakan /

benturan lateral. Banyak tipe trauma yang terjadi pada tabrakan lateral sama

dengan yang terjadi pada ttabrakan frontal. Selain itu trauma kompreasi pada tubuh

dan felvis juga sering terjadi. Trauma internal terjadi pada sisi yang sama dimana

lokasi yang tertabrak, seberapa dalam posisi melesaknya kabin penumpang, posisi

penumpang / pengemudi, dan lamanya. Pengemudi yang tertabrak pada posisi

pengemudi kemungkinan terbesar mengalami trauma pada sisi kanan tubuhnya

demikian juga sebaliknya pada penumpang.

Kemungkinan cedera yang akan terjadi :

1. Fraktur servical

2. Fraktur iga

3. Trauma pulmo

4. Trauma hati / limpa

5. Trauma pelvis

6. Trauma skeletal (Thomson dan Dains, 1992)

d. Terbalik (Roll Over)

Pada kendaraan yang terbalik, penumpangnya dapat mengenai / terbentur

pada semua bagian dari kompartemen penumpang. Jenis trauma dapat diprediksi

dengan mempelajari titik benturan pada kulit penderita.sebagai hukum yang umum,

dalam kejadian terbaliknya kendaraan maka terjadi beberapa gerakan yang dahsyat,

dapat menyebabkan trauma yang serius. Ini lebih berat bagi penumpang yang tidak

memakai sabuk pengaman. Dalam menangani kasus seperti ini harus lebih berhati-

hati karena semua bagian bisa mengalami cedera baik yang kelihatan atau tidak

kelihatan Kemungkinan cedera yang akan terjadi : Multiple trauma, Waspadai

kemungkinan cedera tulang belakang dan fraktur servikal (Thomson dan Dains,

1992)

Page 8: keperawatan gawat darurat

e. Terlempar keluar (ejeksi)

Trauma yang dialami penumpang dapat lebih berat bila terlempar keluar

dari kendaraan. Kemungkinan terjadinya trauma meningkat 300 % kalau

penumpang terlempar keluar. Petugas gawat darurat yang memeriksa penderita

yang terlempar keluar harus lebih teliti dalam mencari trauma yang tidak tampak.

Kemungkinan cedera yang akan terjadi :

1. Multiple trauma

2. Trauma kepala

3. Trauma organ dalam

4. Fraktur servikal (Thomson dan Dains, 1992)

2. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh orang awam (penolong pertama)

Pengetahuan dasar BLS untuk penolong

Agar menghindari penolong dari bahaya dan BLS dilakukan dengan efektif

serta efisien pada korban, hal dasar yang harus diperhatikan untuk penolong yaitu:

a) Safety check: untuk menghindari bahaya baik penolong maupun korban

b) Evaluation: untuk mengetahui apakah korban masih dapat bernapas spontan

atau dengan palpasi nadi korban

c) Airwaycontrol: untuk mempertahankan dan menjaga jalan napas korban

d) Ventilatory support: untuk menstabilkan ventilasi menggunakan udara dari luar

e) Circulatory support: untuk menstabilkan sirkulasi buatan dengan kompresi

dada

Pendekatan SAFE

a) Bila menemukan korban tidak sadarkan diri, langkah yang harus dilakukan

pertama adalah Shout (berteriak) meminta tolong. BLS dapat dilakukan dengan

efektif bila penolong lebih dari 1 orang, namun penolong dapat melakukan

tindakan lain hingga bantuan datang.

b) Orang yang tidak sadarkan diri berada dimanapun dan kapanpun dengan sebab

yang berbeda. Tindakan penyelamat selanjutnya adalah Approach (mendekat)

Page 9: keperawatan gawat darurat

ke korban yang tidak sadarkan diri dengan membawa alat bantu

menyelamatkan korban.

c) Perlu di ingat bahwa penolong maupun korban dapat mengalami bahaya, maka

hal yang harus diketahui yaitu Free from danger (bebas dari bahaya) sebelum

melakukan tindakan seperti resusitasi.

d) Yang terakhir, penolong Evaluation (evaluasi) kondisi pasien dengan

pendekatan CAB (circulation, airway and breathing). Tidak semua pasien

membutuhkan bantuan sirkulasi buatan dengan kompresi dada (Greaves,

2010).

3. Apakah dalam Kasus tetap dilakukan Triage?

Klasifikasi Triage:

a) Triage Pre-Hospital

Triage pada musibah massal/bencana dilakukan dengan tujuan bahwa

dengan sumber daya yang minimal dapat menyelamatkan korban sebanyak

mungkin. Pada musibah massal, jumlah korban puluhan atau mungkin ratusan,

dimana penolong sangat belum mencukupi baik sarana maupun penolongnya

sehingga dianjurkan menggunakan teknik START.

Hal pertama yang dapat lakukan pada saat di tempat kejadian bencana

adalah berusaha untuk tenang, lihat sekeliling dan menyeluruh pada lokasi

kejadian. Pengamatan visual memberikan kesan pertama mengenai jenis

musibah, perkiraan jumlah korban, dan beratnya cedera korban. Pengamatan

visual juga memberikan perkiraan mengenai jumlah dan tipe bantuan yang

diperlukan untuk mengatasi situasi yang terjadi. Laporkan secara singkat pada

call center dengan bahasa yang jelas mengenai hasil dari pengkajian, meliputi

hal-hal sebagai berikut.

1) Lokasi kejadian.

2) Tipe insiden yang terjadi.

3) Adanya ancaman atau bahaya yang mungkin terjadi.

4) Perkiraan jumlah pasien.

5) No yang bisa di hubungi.

Page 10: keperawatan gawat darurat

Metode Simple Triage and Rapid Treatment (START)

Pasien dapat diklasifikasikan menjadi berikut ini.

1) Korban kritis/immediate diberi label merah/kegawatan yang mengancam

nyawa (prioritas 1)

Untuk mendeskripsikan pasien dengan luka parah diperlukan transportasi

segera ke rumah sakit. Kriteria pada pengkajian adalah sebagai berikut.

a. Respirasi >30 x/menit

b. Tidak ada nadi radialis

c. Tidak sadar/penurunan kesadaran

2) Delay/tertunda diberi label kuning/kegawatan yang tidak mengancam nyawa

dalam waktu dekat (prioritas 2)

Untuk mendeskripsikan cedera yang tidak mengancam nyawa dan dapat

menunggu pada periode tertentu untuk penatalaksanaan dan transportasi

dengan kriteria sebagai berikut.

a. Respirasi <30 x/menit

b. Nadi teraba

c. Status mental normal

3) Korban terluka yang masih dapat berjalan diberi label hijau/tidak terdapat

kegawatan/penanganan dapat ditunda (prioritas 3)

Penolong pertama di tempat kejadian akan memberikan instruksi verbal

untuk pergi ke lokasi yang aman dan mengkaji korban dari trauma, serta

mengirim ke rumah sakit.

4) Meninggal diberi label hitam/tidak memerlukan penanganan.

b) Triage in Hospital

Pada unit gawat darurat perawat bertanggung jawab dalam menentukan

prioritas perawatan pada pasien. Keakutan dan jumlah pasien, skill perawat,

ketersediaan peralatan dan sumber daya dapat menentukan seting prioritas.

Thomson dan Dains (1992) mengidentifikasikan tiga tipe yang umum dari

sistem triage yaitu sebagai berikut:T

Page 11: keperawatan gawat darurat

1) Tipe 1 Traffic Director/Triage non-Nurse.

Petugas yang melakukan triage bukan staf berlisensi seperti asisten

kesehatan. Staf melakukan pengkajian visual secara tepat dan bertanya apa

keluhan utama. Hal ini tidak berdasarkan standar dan tidak ada/sedikit

dokumentasi.

2) Tipe 2 Spot Check Triage/Advanced Triage.

Staf yang berlisensi sebagai perawat atau dokter melakukan

pengkajian cepat termasuk latar belakang dan evaluasi subjektif dan objektif.

Biasanya tiga kategori keakutan pasien digunakan. Meskipun

penampilandari tiap profesional pada triage bervariasi bergantung dari

pengalaman dan kemampuan.

3) Tipe 3 Comprehensive Triage.

Tipe ini merupakan sistem advanced dari triage di mana staf

mendapat pelatihan dan pengalaman triage. Kategori keakutan termasuk 4

atau 5 kategori. Tipe ini juga menulis standar atau protokol untuk proses

triage termasuk tes diagnostik, penatalaksanaan spesifik, dan evaluasi ulang

dari pasien. Dokumentasi juga harus dilakukan.

Sementara itu, berdasarkan Emergency Nurses association (ENA)

sistemtriage terbagi menjadi tiga tipe, yaitu sebagai berikut.

a) Tipe 1

Triage tipe 1 dilaksanakan oleh tenaga non-perawat, tipe ini merupakan

sistem paling dasar. Seorang penyedia layanan kesehatan ditunjuk

menyambut pasien, mencatat keluhan yang sdang dirasakan pasien dan

berdasarkan dari anamnesis ini petugas tersebut membuat keputusan,

apakah pasien sakit atau tidak.

b) Tipe 2

Pada sistem triage tipe 2, triage dilakukan oleh perawat berpengalaman

(Registered Nurse/RN) atau dokter yang bertugas di ruang triage. Pasien

segera dilakukan tindakan pertolongan cepat oleh petugas professional

yang berada di ruang triage. Data subjektif dan objektif terbatas pada

Page 12: keperawatan gawat darurat

keluhan utama. Berdasarkan hal tersebut pasien diputuskn masuk dalam

tingkatan : gawat darurat, darurat, tau biasa.

c) Tipe 3

Sistem triage tipe 3/triage komprehensif adalah tipe triage yang

memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan sistem triage yang

lain. Sistem triage tipe 3 merupakan proses tiage yang disarankan oleh

ENA dalam praktik keperawatan darurat. Perawat berlisensi yang

bertugas di unit gawat darurat memilah pasien dan menentukan priotitas

perawatan.

Jadi, kesimpulannya pada kasus 1 dan 2 tetap dilakukan trigae

terlebih dahulu untuk menentukan prioritas pasien dan indakan apa yang

akan dilakukan sesuai dengan prioritasnya.

Denah IGD

4. Bagaimana Memindahkan Pasien dengan Trauma pada Kasus 1?

a) dengan teknik moving-lifting

b) metode pemindahan :

Laboratorium

r. sesusi

tidur

Ruang observasi

westafel

TT

obat

ruang surgicalT

Tl. pmbca ECT SET

lemari

TT

Ruang medi

Ruang OK

Page 13: keperawatan gawat darurat

Berdiri dengan kaki yang diberi jarak,kaki utama berkedudukan ke arah

pemindahan .

Lutut dan pinggul dibengkokkan,pertahankan punggung tegak dan kepala

terangkat .

Pegang korban sedekat mungkin menggunakan genggaman yang mantap .

Untuk mengangkat korban,luruskan pinggul dan lutut.untuk menurunkan

korban,bengkokkan pinggul dan lutut .

Jangan pernah mencoba untuk mengangkat seseorang secara manual

tanpa bantuan kecuali jika dia seorang bayi atau anak kecil (Junaidi,

2010).

5. Bagaimana Cara Menangani Pasien dengan Trauma?

Penanganan secara sistematis sangat penting dalam penatalaksanaan pasien

dengan trauma. Perawatan penting yang menjadi prioritas adalah mempertahankan

jalan nafas, memastikan pertukaran udara secara efektif, dan mengontrol

perdarahan.

Kematian akibat trauma memiliki pola distribusi trimodal.Puncak morbiditas

pertama terjadi dalam hitungan detik atau menit setelah cedera.Kemtian ini di

akibatkan gangguan pada jantung atau pembuluh darah bessar, otak atau saraf

tulang belakang. Puncak kedua kematian terjadi dalam hitungan menit sampai jam

sesudah trauma terjadi. Kematian periode ini terjadi pada umumnya karena memar

Page 14: keperawatan gawat darurat

intra cranial atau perdarahan yang tidakterkontrolakibatpatahtulangpanggul,

robekanpada organ solid ataubeberapaluka. The trauma nursing core course(TNCC)

and advanced trauma life support (ATLS) menggunakanpendekatanprmarydan

secondary survey. Pendekatan ini berfokus pada pada pencegahan kematian dan

kecacatan pada jam-jam pertama setelah terjadinya trauma. Puncak morbiditas

ketiga terjadi beberapa hari sampai minggu sesudah trauma. Kematian pada periode

ini terjadi karena sepsis, kegagalan beberapa organ dan pernafasan atau komplikasi

lainnya.

Pada pasien anak dan lanjut usia mencerminkan kelompok trauma khusus.

Perawat gawat darurat harus mempertimbangkan perbedaan penting yang meliputi

aspek anatomis, psikologis, perkembangan dan penilaian ketika merawat pasien

anak dan usia lanjut usia tetapi tidak mengubah prioritas perawatan (kartikawati,

2011).

Trauma tulang belakang dan medulla spinalis, caranya :

1. Imobilisasi : pada fase pra rumah sakit biasanya dilakukan imobilisasi sebelum

transfer klien ke UGD. Setiap penderita yang dicurigai trauma tulang belakang

harus dilakukan imobilisasi dibagian atas sampai bawah dari trauma sampai

adanya kemungkinan fraktur dapat ditindaklanjuti dengan pemeriksaan

rontgen. Perhatian harus diberikan jika melakukan tindakan imobilisasi dengan

menggunakan long spine board yang dilakukan terlampau lama, biasanya akan

menyebabkan rasa tak nyaman dan juga decubitus.

Obat-obatan : penderita yang terbukti trauma medulla spinalis akan diberika

metil prednisolone pada 8 jam pertama setelah trauma. Dosis yang diberikan 30

mg/kg dalam 15 menit pertama, diikuti dengan 5,4 mg/kg/jam pada 8 jam

selanjutnya. Pemberian obat steroid masih terjadi perdebatan, sehingga ada yang

memberikan da nada yang tidak (kartikawati, 2011).

Trauma thorax, caranya :

1) Torakosentesis jarum, caranya :

Page 15: keperawatan gawat darurat

a) Identifikasi thorax yang bermasalah.

b) Beri oksigen tinggi dan ventilasi sesuai kebutuhan.

c) Identifikasi sela iga 2, dilinea midklavikula line disisi thorax yang sakit.

d) Anastesi local jika penderita sadar.

e) Penderita dalam posisi tegak jika fraktur servikal sudah disingkirkan.

2) Insersi chest tube, caranya :

a) Resusitasi cairan dan monitor tanda-tanda vital.

b) Tentukan tempat insersi biasanya setinggi putting.

c) Siapkan pembedahan dan anastesi local.

3) Trauma Musculoskeletal, caranya :

a) Perdarahan besar arterial, caranya :

b) Gunakan tourniquet pneumatic.

c) Jika terjadi fraktur dan luka terbuka yang berdarah aktif harus segera

diluruskan, segera pasang bidai serta balut tekan diatas luka.

d) Dislokasi sendi harus pasang bidai (Hermanto, 2009).

6. Bagaimana cara penentuan kebutuhan oksigenasi dan macam-macam alat

oksigenasi?

Cara menentukan kebutuhan oksigenasi:

Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada

tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.

Rumus kebutuhan oksigenasi:

BB x vt x RR1000

Keterangan: BB : beraat badan

VT: volume tidal (6-8 cc/kg BB)

RR: respiration rate

Macam – macam masker yang digunakan:

Page 16: keperawatan gawat darurat

1) Nasal kanul Alatnya sederhana dapat memberikan oksigen dengan aliran 2-

4lt/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 24%-44%.

2) Simple Mask Aliran oksigen melalui alat ini sekitar 5-7lt/menit dengan

koonsentrasi 40-60%

3) Non rebriting mask:

Memberikan konsentrasi oksigen sampai 99% dengan aliran yang sama pada

kantong rebreathing. Pada  prinsipnya, udara inspirasi tidak tercampur dengan

ekspirasi. Indikasi penggunaan adalah pada klien dengan kadar tekanan

karbondioksida yang tinggi (Brenda, 2001).

Page 17: keperawatan gawat darurat

4) Rebrithing Mask:

Konsentrrasi ooksigen yang di berikan lebih tinggi dari pada sungkup muka

sederhana yaitu 60-80% dengan aliran oksigen 8-12lt/menit. Indikasi

penggunaan adalah pada klien dengan kadar tekanan karbondioksida yang

rendah, udara inspirasi sebagian tercampur dengan udara ekspirasi sehingga

konsentrasi karbondioksida lebih tinggi dari pada sungkup sederhana (Brenda,

2001).

5) BVM atau Bag Valve Mask atau Ambubag

Adalah alat yang digunakan untuk memberikan tekanan pada system

pernapasan pasien yang henti napas atau yang napasnya tidak adekuat. Alat ini

merupakan bagian dari peralatan resusitasi untuk tenaga ahli, seperti pekerja

ambulans. Gas flows 12-15 L (Brenda, 2001).

7. Basic Life Support (BLS)

Menurut AHA 2010

Setelah mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi selama lima

tahun terakhir AHA mengeluarkan Panduan RJP 2010. Fokus utama RJP 2010 ini

Page 18: keperawatan gawat darurat

adalah kualitas kompresi dada. Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara

Panduan RJP 2005 dengan RJP 2010.

Bukan lagi ABC, melainkan CAB

1) AHA 2010

“A change in the 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC is to reccomend the initiation

of chest compression before ventilation.”

2) AHA 2005

“The sequence of adult CPR began with opening of the airway, checking for normal

breathing, and then delivering 2 rescue breaths followed by cycles of 30 chest

compressions and 2 breaths.”

Sebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC:

Airway, Breathing, Ciculation (Chest Compression) yaitu buka jalan nafas, bantuan

pernafasan, dan kompresi dada. Pada saat ini, prioritas utama adalah Circulation

baru setelah itu tatalaksana difokuskan pada Airway dan selanjutnya Breathing.

Satu-satunya pengecualian adalah hanya untuk bayi baru lahir (neonatus), karena

penyebab tersering  pada bayi baru lahir yang tidak sadarkan diri dan tidak

bernafas adalah karena masalah jalan nafas (asfiksia). Sedangkan untuk yang

lainnya, termasuk RJP pada bayi, anak, ataupun orang dewasa biasanya adalah

masalah Circulation kecuali bila kita menyaksikan sendiri korban tidak sadarkan

diri karena masalah selain Circulation harus menerima kompresi dada sebelum

kita berpikir memberikan bantuan jalan nafas. 

 

Page 19: keperawatan gawat darurat

8. Batas maksimal petugas di IGD:

Batas maksimal penolong di UGD

a) Dokter subspisialis.

b) Dokter spisialis.

c) Dokter PPDS.

d) Dokter umum + mempunyai kemampuan kegawatdaruratan.

e) Perawat S1 atau D3 + mempunyai kemampuan kegawatdaruratan (Menkes, 2009).

Klasifikasi pelayanan Unit Gawat Darurat

1. UGD kelas IV

Dokter spesialis on call

Dokter spesialis on site 24 jam

Dokter umum on site 24 jam dengan kualifikasi GELS (General Emergency

Life Support) mampu melakukan resusitasi dan stabilisasi pasien

Perawat sesuai rasio dengan kualifikasi PPGD

Memiliki alat transportasi 24 jam dan komunikasi untuk rujukan

2. UGD kelas III

Dokter spesialis 4 besar (Dalam, Bedah, Anak, Kebidanan) on site 24 jam

Dokter umum on site 24 jam dengan kualifikasi GELS (General Emergency

Life Support) mampu melakukan resusitasi dan stabilisasi pasien

Perawat sesuai rasio dengan kualifikasi PPGD

Memiliki alat transportasi 24 jam dan komunikasi untuk rujukan

3. UGD kelas II

Dokter spesialis 4 besar (Dalam, Bedah, Anak, Kebidanan) on call 24 jam

Dokter umum on site 24 jam dengan kualifikasi GELS (General Emergency

Life Support) mampu melakukan resusitasi dan stabilisasi pasien

Perawat sesuai rasio dengan kualifikasi PPGD

Memiliki alat transportasi 24 jam dan komunikasi untuk rujukan

Page 20: keperawatan gawat darurat

4. UGD kelas I

Dokter umum on site 24 jam dengan kualifikasi GELS (General Emergency

Life Support) mampu melakukan resusitasi dan stabilisasi pasien

Perawat sesuai rasio dengan kualifikasi PPGD

Memiliki alat transportasi 24 jam dan komunikasi untuk rujukan

(Kartikaqati, 2013).

9. Bagaimana Prinsip Kegawat Daruratan?

a) Gawat darurat (emergency triage), Klien yang tiba – tiba dalam keadaan gawat

atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anngota badannya (akan

menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya. Kategori yang

termasuk di dalamnya yaitu kondisi yang timbul berhadapan dengan keadaan

yang dapat segera mengancam kehidupan atau beresiko kecacatan. Misalnya,

klien dengan nyeri dada substernal, nafas pendek, dan diaphoresis di triage

segera kedalam ruangan treatment dan klien injuri trauma kritis atau seseorang

dengan pendarahan aktif.

b) Gawat tidak darurat (urgent triage), klien berada dalam keadaan gawat tetapi

memerlukan tindakan darurat misalnya kanker rahim stadium lanjut. Kategori

yang mengindikasikan bahwa klien harus dilakukan tindakan segera, tetapi

keadaan yang mengancam kehidupan tidak muncul saat itu. Misalnya klien

dengan searangan baru pneumonia (sepanjang gagal nafas tidak mucul segera),

Page 21: keperawatan gawat darurat

nyeri abdomen, kolik ginjal, leserasi kompleks tanpa adanya perdarahan mayor,

dislokasi, riwayat kejang sebelum tiba dan suhu lebih dari 37O.

c) Darurat tidak gawat (non urgent triage), klien akibat musibah yang datang tiba –

tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya, misalanya luka

sayat dangkal. Secara umum dapat ditoleransi menunggu beberapa jam untuk

layanan kesehatan tanpa sesuatu resiko signifikan terhadap kemunduran klinis

(Krisanty, 2009).

10. Bagaimana seharusnya standart penolong pada kasus 2?

Standart penolong padaa kasus 2:

Penolong pertama dapat melindungi diri dan orang lain terhadap penyakit dengan mengikuti

langkah berikut:

Gunakan PPE (personal protective equipment) yang sesui seperti sarung

tangan. Jika tidak ada tempatkan kantok plastic atau gunakan bahan tahan

air untuk perlindungan

.Jika anda telah memperoleh pelatihan tentang prosedur yang tepat, gunakan

barrier absorben untuk merendam darah atau bahan infeksius lainnya

Bersihkan area tumpahan dengan larutan desinfektan yang sesuai.

Buah bahan-bahan yang terkontaminasi dalma wadah pembuangan yang

tepat.

Page 22: keperawatan gawat darurat

Cuci tangan anda dengan sabun dan air setelah memberikan pertolongan.

Jika pajanan terjadi di tempat kerja, laporkan kejadian tersebut pada

pengawas anda. Kalau tidak hubungi dokter anda

Alat Pelindung Diri yang umum digunakan oleh tenaga kesehatan diantaranya:

a) Penutup muka atau goggle

b) Penutup rambut (cap)

c) Masker

Page 23: keperawatan gawat darurat

d) Jubah khusus

e) Apron plastik yang dapat dicuci ulang

f) Sarung tangan tebal dan panjang

Page 24: keperawatan gawat darurat

g) Sepatu boot yang tahan air

Sebagai orang awam, APD yng bisa digunakan diantaranya :

a) Masker

b) Sarung tangan

c) Sepatu boot yang tahan air

d) Perlindungan Tangan : Jenis sarung tangan biasanya terbuat dari bahan

karet, kulit dan pengisolasi (asbestos) untuk temperatur tinggi. Jenis karet

yang digunakan pada sarung tangan, diantaranya adalah karet butil atau

alam, neoprene, nitril, dan PVC (Polivinil klorida).

e) Jenis-Jenis Safety Glove antara lain : Sarung Tangan Metak Mesh, Sarung

metal mesh tahan terhadap ujung yang lancip dan menjaga terpotong,

Sarung tangan Kulit, Sarung tangan yang terbuat dari kulit ini akan

Melindungi tangan dari permukaan kasar, Sarung tangan Vinyl dan

neoprene Melindungi tangan terhadap bahan kimia beracun, Sarung

tangan Padded Cloth Melindungi tangan dari ujung yang tajam, pecahan

gelas, kotoran dan Vibrasi, Sarung tangan Heat resistant Mencegah terkena

panas dan api, Sarung tangan karet Melindungi saat bekerja disekitar arus

listrik karena karet merupakan isolator (bukan penghantar listrik), Sarung

tangan Latex disposable Melindungi tangan dari Germ dan bakteri, sarung

Page 25: keperawatan gawat darurat

tangan ini hanya untuk sekali pakai,Sarung tangan lead lined Digunakan

untuk melindungi tangan dari sumber radiasi (Menkes, 2009)

11.Dasar Hukum dalam KGD:

1) Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed

consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang

Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989

tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat di mana

harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak

didampingi pasien, tidak perlu persetujuan dari siapapun (pasal 11 Peraturan

Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat

diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus

disimpan dalam berkas rekam medis.

2) Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas

Kesehatan DKI Nomor 3349/1989 tentang berlakunya Petunjuk Pelaksanaan

Pencatatan dan Pelaporan kematian di Puskesmas, Rumah Sakit, RSB/RB di

wilayah DKI Jakarta yang telah disempurnakan tanggal 9 Agustus 1989 telah

ditetapkan bahwa semua peristiwa kematian rudapaksa dan yang dicurigai

rudapaksa dianjurkan kepada keluarga untuk dilaporkan kepada pihak

kepolisian dan selanjutnya jenazah harus dikirim ke RS Cipto Mangunkusumo

untuk dilakukan visum et repertum (Pusponegoro, 1992)

a) Konsep/program PBB/WHO

b) UU Kesehatan Np. 23/1992

c) UU Kepolisian Negara RI No. 2/2002

d) UU Penanggulangan Bencana No. 24/2007

e) Peraturan Ka. BNPB No. 3/2008

f) Perda Penanggulangan Bencana No. 5/2007

g) Charitable immunity & Medical Necessity

h) dll.

Page 26: keperawatan gawat darurat

12.Penggolongan Prioritas Pasien dalam Kasus:

1) Prioritas Pertama (MERAH) : Pasien dengan gangguan airway, breathing dan

circulation

2) Prioritas Sedang (KUNING) : Tanpa gangguan airway breathing tetapi dapat

memburuk perlahan. Contoh: patah tulang paha

3) Prioritas Rendah (HIJAU) : Luka ringan atau histeris

4) Bukan Prioritas (HITAM) : Pasien Meninggal

Klasifikasi Triage:

Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penangan dan

pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul. Beberapa hyang

mendasari pasien dalam system triage adalah kondisi klien meliputi:

1) Gawat, adalah keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang

memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat.

2) Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan

penanganan yang cepat dan tepat seperti kegawatan.

3) Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa yang disebabkan

oleh gangguan ABC (Airway/ jalan napas, Breathing/ pernapasan, Circulation/

sirkulasi) jika ditolong segera maka akaan meninggal atau akan mengalami

kecacatan (Wijaya, 2010).

13.Peran Perawat KGD:

1) Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik).

2) Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.

3) Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang

mengancam jiwa (henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).

4) Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara

menyeluruh. Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada

ortopnea), lindungi korban dari kedinginan.

5) Jika korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk

menenangkan dan yakinkan akan ditolong.

Page 27: keperawatan gawat darurat

6) Hindari mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya

ada kondisi yang membahayakan.

7) Jangan diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan

tindakan anastesi umum dalam waktu dekat.

8) Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai

dilakukan dan terdapat alat transportasi yang memadai (Menkes, 2009).

14.Tugas dan Fungsi IGD:

Memberikan pelayanan kesehatan pasien gawat darurat selama 24 jam secara terus

menerus dan kesinambungan:

1) Mengelola pelayanan Gadar

2) Melakukan pelayanan siaga bencana

3) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan gadar

4) Mengelola fasilitas, peralatan dan obat-obatan life saving

5) Mengelola tenaga medis, keperawatan dan non medis

6) Mengelola administrasi dan keuangan UGD

7) Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan gadar

8) Melakukan koordinasi dengan unit/RS lain.

15.Komunikasi dan Transportasi dalam KGD:

Komunikasi

Tujuan :

Memudahkan minta pertolongan

Mengatur, membimbing pertolongan medis di tempat kejadian dan selama

perjalanan ke RS

Mengkoordinir pada musibah missal.

Jenis : telepon., faximile, teleks, radio komunikasi (HT), komputer (internet)

1) Dalam komunikasi hubungan yang dapat diperlukan adalah :

- pusatkomunikasi ambulance gawat darurat ( contoh : 118, pro-

emergency,dll)

Page 28: keperawatan gawat darurat

- pusat komunikasi kerumah sakit

- pusat komunikasi kepolisi (contoh : 110)

- pusat komunikasi kepemadam kebarakan (contoh: 113)

2) Untuk komunikasi fasilitas pager, radio, telepon, telepon genggam

3) Tugas komunikasi adalah :

- Menerima permintaan tolong

- mengirim ambulance terdeket

- mengatur dan memonitor rujukan penderita gawat darurat

- memonitor kesiapan rumah sakit yaitu terutam unit gawat darurat dan ICU

(Krisanty. 2009)

Transportasi

Memindahkan pasien dari tempat kejadian/mendekatkan ke fasilitas kesehatan.

Prinsip :

jangan memperberat KU pasien

bila KU sudah stabil

ke tempat yang terdekat dan tepat

Sarana : Darat, Laut, Udara tradisional/modern

16.Alat dan cara mengatasi Perdarahan:

Cara menghentikan perdarahan, yaitu dengan mempergunakan bahan

lembut apa saja yang dimiliki saat itu seperti sapu tangan atau kain yang bersih.

Lalu tekankan pada bagian tubuh yang mengalami perdarahan yang kuat . kemudian

ikatlah sapu angan tadi dengan dasi, baju, ikat pinggang,atau apapun juga agar sapu

tangan tadi tetap menekan luka sumber perdarahan.

Letakkan bagian perdarahan lebih tinggi dari bagian tubuh lainnya, kecuali kalau

keadaannya tidak memungkinkan . jika tangan atau kaki si orban hancur sehingga

tidak dapat menggunakan kain atau verban maka digunakan penekan khusus /

torniket (Junaidi, 2010).

Page 29: keperawatan gawat darurat

Alat dan tindakan pertolongan:

a) Penekanan di Tempat Sumber Perdarahan

Cara pertolongan ini adalah yang terbaik untuk perdarahan arteri pada

umumnya. Caranya ialah dengan mempergunakan setumpuk kassa steril (atau

kain bersih biasa) dan tekankan pada tempat perdarahan tekanan itu harus

dipertahankan terus sampai perdarahan berhenti atau sampai pertolongan yang

lebih baik diberikan. Kasa boleh dilepas jika sudah terlalu basah oleh darah dan

perlu diganti dengan yang baru. Kemudian kasa baru ditekankan kembali sampai

perdarahan berhenti, setelah itu kasanya ditutup dengan balutan yang menekan

dan korban dibawa ke rumah sakit.

Selama dalam perjalanan, bagian yang mengalami peerdarahan diangkat

lebih tinggi dari letak jantung. Setelah itu perhatikan pula tanda-tanda shock dan

pastikan bahwa perdarahannya betul-betul sudah berhenti. Korban diminta

tetap tenang karena kegelisahan dapat menyebabkan perdarahan terjadi

keembali.

b) Penekanan dengan Torniket

Torniket adalah balutan yang menekan sehingga aliran darah dibawahnya

berhenti mengalir. Selembar pita kain yang lebar, pembalut segitiga yang dilipat-

lipat atau sepotong karet ban sepeda dapat digunakan untuk keperluan

ini.tempat yang terbaik untuk memasang torniket adalah lima jari dibawah

ketiak (jika perdarahan di lengan) dan lima jari di bawah lipat paha (untuk

perdarahan di kaki).

c) Penekanan pada tempat-tempat tertentu

Tempat-tempat yang ditekan alah pangkal arteri yang terluka. Jadi tujuan

penekanan ini ialah untuk menghentikan aliran darah yang menuju ke

pembuluh arteri yang robek (Junaidi, 2010).

17.Balut Bidai pada Fraktur Femur:

Bidai di pasang memanjang dari pinggul hingga ke kaki. Harus dipastikan

bidai telah terpasang sebelum korban dipindahkan atau diusung ke tempat lain

Page 30: keperawatan gawat darurat

Pedoman umum pembidaian

Membidai dengan bidai jadi ataupun improvisasi, haruslah tetap mengikuti

pedoman umum sebagai berikut:

1) Sedapat mungkin beritahukan rencana tindakan kepada penderita.

Sebelum membidai paparkan seluruh bagian yang cedera dan area

perdarahan bila ada.

2) Selalu buka atau bebaskan pakaian pada daerah sendi sebelum membidai,

buka perhiasan di daerah patah atau di bagian distalnya.

3) Nilai gerakan & sensasi & sirkulasi GSS pada bagian distal cedera sebelum

melakukan  pembidaian.

4) Siapkan alat-alat selengkapnyjangan berupaya merubah posisi bagian

yang cedera.

5) Upayakan membidai dalam posisi ketika ditemukan. Jangan berusaha

memasukkan bagian tulang yang patah.

6) Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang

diukur lebih dulu pada anggota badan penderita yang sehat.

7) Bila cedera terjadi pada sendi, bidai kedua tulang yang mengapit sendi

tersebut. Upayakan juga membidai sendi distalnya. Lapisi bidai dengan bahan

yang lunak, bila memungkinkan. Isilah bagian yang kosong antara tubuh dengan

bidai dengan bahan pelapis.

8) Ikatan jangan terlalu keras dan jangan longgar. Ikatan harus cukup

jumlahnya, dimulai dari sendi yang banyak bergerak, kemudian sendi atas dari

tulang yang patah. Selesai dilakukan pembidaian, dilakukan pemeriksaan GSS

kembali, bandingkan dengan  pemeriksaan GSS yang pertama. Jangan

membidai berlebihan (Junaidi, 2010).

18.Macam-macam Shock dan penanganannya:

Macam-macam Shock

Page 31: keperawatan gawat darurat

1) Syok hipovolemik merupakan syok yang disebabkan oleh hilangnya

cairan/plasma (luka bakar, gagal ginjal, diare, muntah), kehilangan darah

(cedera parah, pasca operasi).

2) Syok anafilaktik merupakan syok yang disebabkan oleh pajanan zat allergen

sehingga memicu reaksi elergi yang akhirnya diikuti oleh vasodilatasi pembuluh

darah massif.

3) Syok neurogenik, merupakan syok yang disebabkan kegagalan pusat vasomotor

yang ditandai dengan hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di

seluruh tubuh sehingga terjadi penurunan tekanan darah secara massif.

4) Syok sepsis,merupakan sindroma klinik ketidakadekuatan perfusi jaringan

akibat terjadinya sepsis.

5) Syok kardiogenik,merupakan syok yang disebabkan kegagalan jantung yang

ditandai dengan menurunnya kardiak out put sehingga mengakibatkan

ketidakadekuatan volume intravascular.

Penanganan Shock secara Umum:

1) Segera baringkan panderita, dengan kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk

menaikan aliran balik vena. Usaha ini bertujuan untuk memperbaiki curah

jantung dan menaikan tekanan darah

2) Penilaian ABC sebagai tahapan dari resusitasi jantung paru

3) Menghilangkan atau mengasi penyebab syok

Penanganan Shok secara Khusus:

1) Vasopressor, Pemberian obat-obatan ini adalah setelah koreksi cairan dan

ventilasi. Bila terjadi bradikardi, berikan terlebih dahulu isoproterenol untuk

meningkatkan O2 miokard, sehingga dapat mencegah meluasnya infark

miokard.

Page 32: keperawatan gawat darurat

2) Vasodilator, Obat-obatan ini terutama untuk syok kardiogenik dimana jantung

mengalami kelemahan. Nitrogliserin digunakan dengan tujuan untuk

mengurangi preload sehingga menurunkan beban jantung.

3) Inotropik, Obat ini digunakan terutama pada pasien syok kardiogenik dengan

tujuan untuk menurunkan aktivitas jantung yang berlebih, sehingga

menurunkan kebutuhan oksigen miokard (Hudak & Gallo, 1994).

19.Kenapa Perdarahan ditangani Terlebih dahulu daripada Oksigenasi pada

Kasus 2?

Darah yang keluar dari pembuluh-pembuluh darah besar sangat berbahaya dan

dapat menyebabkan kematian hanya dalam waktu 3-5 menit. Itu sebabnya

perdarahan harus segera di ketahui dan segera dihentikan (Junaidi, 2010).

Selain itu, Fungsi hemoglobin yang paling utama adalah mengikat oksigen.

Hemoglobin di dalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan

tubuh dan membawa kembali karbondioksida dari seluruh sel ke paru-paru untuk

dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen: menerima,

menyimpan dan melepas oksigen di dalam sel-sel otot. Sebanyak kurang lebih 80%

besi tubuh berada di dalam hemoglobin (Sunita, 2001). 

Menurut Depkes RI adapun fungsi hemoglobin antara lain:

1. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan-

jaringan tubuh. 

2. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan-

jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.  

3. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil

metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah

seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan

pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal

berarti kekurangan darah yang disebut anemia (Widayanti, 2008). 

Page 33: keperawatan gawat darurat

Jika terjadi perdarahan hebat dan jika tidak segera di hentikan, Hemoglobin

dalam darah tidak dapat menjalankan fungsinya.

20.Apa tindakan Pertama yang Harus dilakukan ketika Pasien pertama datang ke

IGD?

21.UU Keselamatan dalam Berkendara:

UU Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009

Kenakan Helm Standar Nasional Indonesia (SNI)

Pasal 57 Ayat (2) dan Pasal 106 Ayat (8) memberlakukan untuk menggunakan

Helm SNI (bukan helm catok). Untuk pengendara ataupun bagi penumpang

yang dibonceng diwajibkan mengenakan helm SNI.

Page 34: keperawatan gawat darurat

UU Lalu Lintas No 22 Tahun 2009, dalam Pasal 57 Ayat (3) mensyaratkan,

perlengkapan sekurang-kurangnya adalah sabuk keselamatan, ban cadangan,

segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, helm, dan rompi pemantul

cahaya bagi pengemudi kendaraan bermotor roda empat/lebih yang tak

memiliki rumah-rumah dan perlengkapan P3K.

STNK

Setiap bepergian, jangan lupa pastikan surat tanda nomor kendaraan bermotor

sudah Anda bawa. Kalau kendaraan baru, jangan lupa membawa surat tanda

coba kendaraan bermotor yang ditetapkan Polri.

Beberapa hal yang perlu di perhatiakan dalam berkendar amobil ialah:

Memeriksa mesin, rem, kemudi, dna ban sebelum berangkat.

Menjaga kebersihan kaca-kaca mobil

Memasang sit-belt sebelum mobil di jalankan.

Kecepatan mobil sesuaikan dengan keadaan jalan dan lalu lintas

Jagan mengemudi mobil sewaktu sakit, lelah, sehabis makan obat tidur,

antihistamin, penenang atau minuman keras.

Jangan menggunakan obat perangsang untuk mengurangi rasa lelah.

Usahakan tidak merokok sewaktu mengemudikan mobil.

Berikan tanda-tanda sebelum berhenti, berbelok, atau hendak menyalip

kendaraan lain. Sekali-kali tengoklah lalu lintas di belakang melalui kacaspion.

(sumber pustaka).

22.Askep

NO ANALISA DATA ETIOLOGI MASALAH DIAGNOSA KEPERAWATAN

Page 35: keperawatan gawat darurat

KEPERAWATAN

1

DS :

DO :

- Menangis

- Meringis

kesakitan

- Berteriak

- Multi

Fraktur

- Perdarahan

Agens cidera Nyeri akut Nyeri akut b/d agens cidera

2

DS :

-

DO :

- Perdarahan

di area

Femur

- Sesak

Hipovolemia Resiko syok Resiko syok b/d

Hipovolemia

3 DS:

DO:

-Multi fraktur

- Menangis

- Pasien

Melindungi are

nyeri

- perdarahan

Nyeri Hambatan Mobilitas

Fisik

Hambatan mobilitas

fisik b/d nyeri

Page 36: keperawatan gawat darurat

No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1 Nyeri akut b/d agens cidera Setelah dilakukan tindakan selama

1x24 jam diharapkan klien dapat

mengontrol nyeri, dengan criteria

hasil :

1. Mengenal gejala nyeri

(5)

2. Mengenali onset (lama

sakitnya)

(5)

3. Menggunakan metode non-

analgetik

(5)

4. Menggambarkan factor

penyebab

(5)

5. Menggunakan tindakan

pencegahan

(5)

6. Menggunakan terapi analgesic

sesuai kebutuhan

(5)

7. Melaporkan gejala pada

petugas kesehatan

(5)

8. Mencari bantuan tenaga

kesehatan

(5)

9. Melaporkan nyeri yang sudah

terkontrol

(5)

PAIN MANAGEMENT (1400)

1. Observasi reaksi nonverbal dari

ketidaknyaman

2. Kaji nyeri secara komprehensif

meliputi (lokasi, karakteristik,

dan onset, durasi,frekuensi,

kualitas, intesitas nyeri )

3. Kaji skala nyeri

4. Gunakan komunikasi terapeutik

agar klien dapat

mengekspresikan nyeri

5. Kaji factor yang dapat

menyebabkan nyeri timbul

6. Ajarkan pada pasien untuk cukup

istirahat

7. Kontrol lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri

8. Monitor TTV

9. Ajarkan tentang teknik non

farmakologis (relaksasi) untuk

mengurangi nyeri

10. Jelaskan factor – factor yang

dapat mempengaruhi nyeri

11. Kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian obat

2 Resiko syok b/d Setelah dilakukan tindakan selama Hypovolemia management:

Page 37: keperawatan gawat darurat

Hipovolemia 1x24 jam diharapkan klien:

1. Penurunan tekanan nadi

(5)

2. Penurunan tekanan darah

systolic

(5)

3. Penurunan tekanan darah

dystolic

(5)

4. RR dbn

(5)

5. CRT dbn

(5)

6. Tidak ada nyeri dada

(5)

1. Memantau status

hemodynamic termasuk HR,

BP, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO,

and CL, jika tersedia

2. Monitor dehidrasi (turgor

kulit, membrane mukosa,

penurunan urin output)

3. Pertahankan kepatenan IV

access

4. Pemberian produk darah

untuk meningkatkan tekanan

plasma dan mengganti volume

darah.

5. Monitor reaksi transfuse

3 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam diharapkan pasiendapat

BED REST CARE (0740)1. Menjelaskan alasan mengapa

Page 38: keperawatan gawat darurat

b/d nyeri melakukan gerakan secara mandiri ditandai dengan:1. Keseimbangan

1 2 3 4 (5)2. Koordinasi tubuh

1 2 3 4 (5)3. Pergerakan otot

1 2 3 4 (5)4. Berjalan

1 2 3 4 (5)5. Bergerak dengan nyaman

1 2 3 4 (5)

pasien membutuhkan istirahat2. Meletakkan tempat tidur yang

sesuai3. Memposisikan tubuh pasien

dengan nyaman4. Menjaga linen tempat tidur tetap

kering dan bersih5. Memakai alat bantu untuk

melinfungi keselamatan pasien6. Memutar posisi membantu

mobilisasi pasien setiap 2 jam7. Memonitor kondisi kulit8. Mengajari latihan saat di tempat

tidur9. Melakukan latihan ROM dan

PROM

EXERCISE THERAPY: AMBULATION (1400)1. Membantu pasien untuk memakai

alas kaki2. Melakukan kolaborasi dengan

fisioterapis untuk membuat rencana tindakan

3. Memberikan alat bantu untuk ambulasi, jika pasien belum siap

4. Menyuruh pasien/pemberi asuhan tentang teknik ambulasi yang aman

5. Memonitor pasien saat menggunakan alat bantuMendorong pasien melakukan

ambulasi secara mandiri

Daftar Pustaka

Brunner dan Suddart. “Keperawatan Medical Bedah”. 2000. Jakarta : EGC

Edy Hermanto. “Penanggulangan Penderita Gawat Darurat”. 2009

Page 39: keperawatan gawat darurat

STANDAR INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RUMAH SAKIT, Keputusan Menteri Kesehatan

Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009

Pusponegoro AD. “Perbedaan Pengelolaan Kasus Gawat Darurat Pra Rumah Sakit dan Di

Rumah Sakit. 1992. Bandung: PKGDI

Krisanty paula, dkk. Asuhan keperawatan gawat darurat. Jakarta : trans info media 2009

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-vickynurpr-5195-3-bab2.pdf

karti kawati.N. ,Dewi. 2011. buku ajar dasar-dasar keperawatan gawat darurat. Jakarta :

salemba medika

Kartikaqati N, Dewi. 2013. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta:

Salemba Medika.