keputusan peradilan tausaha negta ara dari ...repository.uinjambi.ac.id/2602/1/dewi...
TRANSCRIPT
-
KEPUTUSAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DARI FIKTIF NEGATIF KE FIKTIF POSITIF DAN IMPLIKASI TERHADAP
PELAYANAN PUBLIK DI KOTA JAMBI
Skripsi
DEWI IRMAYANI
SPI. 141820
PEMBIMBING Dr. Illy Yanti, M. Ag H.
M. Zaki, S. Ag
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI 2019
-
2
ii
-
3
Pembimbing I : Dr. Illy Yanti, M. Ag Pembimbing II : H. M. Zaki, S. Ag Alamat : Fakultas Syariah UIN STS Jambi
Jln Jambi-Muara Bulian Km 16 Simp Sei Duren Kab. Muara Jambi 31346 Telp. (0741) 582021.
Jambi April 2019
Kepada Yth. Bapak Dekan Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Di
Jambi
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Assalamu Alaikum Wr, Wb
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka skripsi
saudari Dewi Irmayani yang berjudul: Keputusan Peradilan Tata Usaha Negara Dari Fiktif Negatif Ke Fiktif Positif dan Implikasi Terhadap Pelayanan Publik di Kota Jambi Telah disetujui dan dapat diajukan untuk dimunaqosyahkan guna melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S.1) dalam Hukum Tata Negara Pada Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Demikianlah kami ucapkan terima kasih semoga bermamfaat bagi kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.
Wassalamu Alaikum Wr, Wb.
iii
-
4
iv
-
5 MOTTO
Artinya: Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang
memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah (QS. Al-Anbiyaa‟: 21 ayat 73) 1
1 Al-Anbiyaa‟ (21): 73
v
-
6
ABSTRAK
Dewi Irmayani SPI 141820; Keputusan Peradilan Tata Usaha Negara Dari Fiktif Negatif Ke Fiktif Positif dan Implikasi Terhadap Pelayanan Publik di Kota Jambi
Skripsi ini bertujuan untuk mengungkap keputusan peradilan tata usaha negara dari fiktif negatif ke fiktif positif dan implikasi terhadap pelayanan publik di Kota Jambi. Skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil dan kesimpulan sebagai berikut: (1) Keputusan fiktif negatif dan keputasan fiktif positif di PTUN Provinsi Jambi adalah keputusan yang terbilang fiktif, di mana disebut “fiktif” karena merupakan permohonan yang diajukan dianggap atau seolah-olah ada keputusan, disebut “negatif” karena permohonan yang diajukan oleh pemohon telah ditolak apabila tenggang waktu yang ditetapkan telah lewat dan badan atau pejabat tata usaha negara itu bersikap diam. Sedangkan disebutkan “positif” karena permohonan yang diajukan oleh pemohon telah diterima dan diajukan permohonan ke Pengadilan untuk mendapatkan putusan penerimaan tersebut (2) Dasar hakim dalam memberikan KTUN terhadap fiktif negatif menjadi fiktif positif di PTUN Provinsi Jambi di mana dalam keputusan fiktif negatif dasar hukumnya yaitu Pasal 55 UU No. 5 tahun 1986 sedangkan keputusan fiktif positif yaitu ada pada Pasal 53 UU No. 30 tahun 2014, adapun bentuk pengajuan keadilan dari fiktif negatif mereka hanya bisa mengajukan gugatan biasa, berbeda dengan fiktif positif, mereka bisa mengajukan dengan permohonan (3) Kasus-kasus yang terjadi di PTUN, pertama adalah izin mendirikan bangunan di mana pemohon mengajukan permohonan kepada pemerintah kota namun dikarenakan sikapnya yang seolah-olah tidak merespon maka pemohon dapat mengajukan permohonan ke PTUN untuk mendapatkan keputusan, kedua kasus mengenai pencabutan izin-izin pertambangan di mana PTUN Jambi telah mengabulkan gugatan LBH Jambi terhadap Gubernur Jambi. Dalam putusan yang dibacakan 20 Oktober 2017 lalu, majelis hakim mengabulkan argumentasi fiktif positif yang digunakan pemohon berkenaan dengan pencabutan izin-izin pertambangan di Kabupaten Batanghari. Ketiga, PTUN telah menabulkan permohonan BPRD merangin terkait DPC Partai Hanura Kabupaten Merangin yang tidak mendaftarkan dirinya dan kasus kepemilikan tanah yang mana pemohon telah mengajukan permohonan kepada pemerintah kota namun tidak kunjung terselesaikan maka pemohon mengajukan ke PTUN sehingga mendapatkan putusan.
vi
-
7
PERSEMBAHAN
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih, Lagi Maha Penyayang… “dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada yang
berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.” Qs. Yusuf : 87 “dan Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan
kesanggupannya.” Qs. Al-Baqarah : 286
Yang Utama Dari Segalanya…
Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayang Mu telah memberikan ku kekuatan
Membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkan dengan cinta Atas karunia serta kemudahan yang engkau berikan, Akhirnya tugas akhir ini dapat
terselesaikan. Tak lupa sholowat dan salam kita ucapkan kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Ayahanda Selamet Riyadi dan Ibunda Wartini… Tampak garis kelopak mata yang dah mulai bekerut
Tersadar bahwa dia selalu memperhatikan ku dari kecil hinga kini Tampak rambutnya yang hitam dah mulai memutih
Dan aku sadar dia selalu memikirkan keadaan ku lagi waktu aku kecil hinga kini
Adikku Rizka Sri Wulandari, M. Sahrul Habibi, nahkoda terhebat yang telah membawaku mengarumi dunia dengan ketangkasan dan keberaniannya
Serta teman-temanku Karmila Wati, Ade Yunarti, Afika Pratiwi, Widiyantari, Uut Kusniawan, Ristiyono dan seluruh kawan Asrama yang
telah menginspirasiku dalam langkah gelap dan terang hidupku
vii
-
8
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan karunia, taufiq dan hidayah-Nya. Semoga shalawat serta salam
selalu terlimpahkan kepada Rasulullah SAW, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Keputusan Peradilan Tata Usaha Negara
Dari Fiktif Negatif Ke Fiktif Positif dan Implikasi Terhadap Pelayanan
Publik di Kota Jambi”.
Meskipun skripsi ini penulis susun dengan segenap kemampuan yang ada,
namun penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan peneliti.
Dan berkat adanya bantuan dari para pihak, terutama bantuan dan bimbingan yang
diberikan oleh dosen pembimbing, maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik. Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah kata terima kasih
kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, terutama sekali
kepada yang Terhormat:
1. Bapak Dr. Hadri Hasan, MA, selaku Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi
2. Bapak Dr. A.A. Miftah, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak Hermanto Harun, Lc, M.HI., Ph.D, selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik.
viii
-
9
4. Ibu Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag., M.HI, selaku Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan.
5. Ibu Dr. Yuliatin, S. Ag., M.HI, selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan
dan Kerjasama di Lingkungan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
6. Ibu Dr. Illy Yanti, M. Ag selaku Pembimbing I dan Bapak H. M. Zaki, S. Ag
selaku Pembimbing II.
7. Bapak dan Ibu dosen, Asisten dosen dan Seluruh Karyawan/Karyawati
Fakultas Syari‟ah UIN STS Jambi.
8. Bapak Ade Mirza Kurniawan selaku Hakim yang telah memberikan data dalam
penyelesaian skripsi ini.
9. Semua pihak yang terlibat dalam Penyusunan skripsi ini, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Disamping itu penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan layaknya sebuah karya tulis ilmiah, oleh karena itu diharapkan pada
semua pihak untuk dapat memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun
dan positif guna kesempurnaan skripsi ini. Kepada Allah SWT penulis memohon
ampunan atas semua kesalahan yang terdapat dalam skripsi ini dan kepada sesama
manusia penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Jambi Mei 2019 Penulis
ix
-
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ iii PENGESAHAN PANITIA UJIAN .......................................................... iv MOTTO...................................................................................................... v ABSTRAK.................................................................................................. vi PERSEMBAHAN ...................................................................................... vii KATA PENGANTAR ............................................................................... viii DAFTAR ISI .............................................................................................. x DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... xii DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................... 5 C. Batasan Masalah.................................................................. 5 D. Tujuan Penelitian................................................................. 6 E. Manfaat Penelitian............................................................... 6 F. Kerangka Teori.................................................................... 7 G. Tinjauan Pustaka ................................................................. 20
BAB II METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitan .............................................. 20 B. Pendekatan Penelitian ......................................................... 20 C. Jenis dan Sumber Data ........................................................ 21 D. Unit Analisis........................................................................ 22 E. Instrumen Pengumpulan Data ............................................. 23 F. Teknik Analisis Data ........................................................... 27 G. Sistematika Penulisan.......................................................... 30
BAB III GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN
A. Sejarah PTUN Provinsi Jambi ............................................. 32 B. Visi dan Misi PTUN Provinsi Jambi ................................... 35 C. Struktur Organisasi PTUN Provinsi Jambi .......................... 36 D. Sarana dan Prasarana PTUN Provinsi Jambi ....................... 38
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A . Jumlah Putusan Fiktif Negatif ke Fiktif Positif Selama Tiga Tahun 2016, 2017 dan 2018...................................... 46
B. Implikasi Keputusan Tersebut Atas Pelayanan Publik Terhadap Sengketa Tanah di Kota Jambi ........................... 60
C. Keputusan Fiktif Negatif ke Fiktif Positif Berlandasi Terhadap Pelyanan Publik .................................................... 63
x
-
11
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………….……... 67 B. Saran-Saran..............…...……………………............……... 68
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN CURRICULUM VITAE
xi
-
12
DAFTAR SINGKATAN
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
KTUN : Keputusan Tata Usaha Negara
PTUN : Peradilan Tata Usaha Negara
STS : Sulthan Thaha Saifuddin
SWT : Subhanahu Wata‟ala
SAW : Shallallahu Alaihi Wasalla
TUN : Tata Usaha Negara
UIN : Universitas Islam Negeri
xii
-
13
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Putusan PTUN dari Fiktif Negatif menjadi Positif .................. 4
Tabel 3.1 Tabel III. Daftar Sarana di PTUN Provinsi Jambi .................... 39
Tabel 3.2 Daftar Sarana di PTUN Provinsi Jambi ................................... 39
xiii
-
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun
1986 Jo. Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 Jo. Undang-undang Nomor 51
Tahun 2009 terdapat dalam pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986
menentukan, bahwa:
“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”2
Salah satu lembaga yang di bentuk sebagai perwujudan Indonesia sebagai
negara hukum adalah pengadilan Tata Usaha Negara (TUN). Pengadila Tata Usaha
Negara memiliki tujuan untuk mencapai dinamisasi dan harmonisasi hubungan
warga negara dengan negara. Harmonisasi tersebut mencakup adanya posisi yang
equal antara publik dan negara khususnya nilai keadilan dalam sebuah keputusan
Tata Usaha negara yang dikeluarkan oleh pejabat publik terhadap warga negara.
Pada dasarnya, Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) berwenang menguji
Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang dikeluarkan oleh pejabat TUN untuk
memastikan bahwa KTUN tersebut sudah sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
2 Abdullah Gofar, “Teori Dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara” (Malang: Tunggal Mandiri, 2014) hlm 23
1
-
2
Selain menguji keluarnya keputusan Pejabat TUN, PTUN juga memiliki
wewenang untuk mengadili sikap pejabat TUN yang mengabaikan permohonan
warga agar diterbitkan sebuah KTUN. Sikap mengabaikan atau mendiamkan
permohonan jelas menimbulkan kerugian di pihak warga masyarakat yang
memohonkannya. Didalam teori tentang etika administrasi negara, salah satu cara
mengawasi dan mencegah terjadinya sikap mengabaikan dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat adalah dengan melakukan apa yang disebut sebagai
sistem pertanggungjawaban legal. Hukum administrasi mengatur bahwa sikap
diam pejabat TUN dalam menerbitkan sebuah KTUN bisa dikenal dengan
Keputusan Fiktif Negatif. 3
Pengaturan tentang Keputusan Fiktif Negatif ini diatur berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
khususnya Pasal 3 berbunyi:
1. Apabila badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan keputusan tata usaha negara.
2. Jika suatu badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka badan atau pejabat tata usaha negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.
3. Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan. 4
Adapun contoh kasus keputusan fiktif negatif di PTUN Jambi adalah:
“Gugatan Windra Terhadap BPK RI Perwakilan Jambi” dinyatakan di tolak dikarenakan gugatan tidak sempurna atau berkasnya tidak lengkap, maka
3 Irvan Mawardi, “Qua Vadis Keputusan Fiktif Negatif,” Catatan Pimggir pasca
berlakunya KIP, (Jogja: Pojok Janti, 26 juli 2010) hlm 1 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
-
3
sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku, tergugat diberikan waktu selama 30 hari untuk menyempurnakan gugatanya. Apabila dalam masa waku tersebut pihak penggugat tidak bisa menyempurnakan, Majelis hakim tidak bisa menerima gugatan yang diajukan. 5
Penyelesaian sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara yang merupakan
kebalikan dari Fiktif Negatif adalah kewengan Pengadilan untuk memeriksa dan
memutus penerima permohonan untuk mendapatkan keputusan dan atau Tindakan
Badan atau Pejabat Pemerintahan yang biasanya diistilahkan sebagai keputusan
Fiktif Positif. Permohonan tersebut didasarkan atas Pasal 53 Undang-Undang
Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang berbunyi sebagai
berikut:
a. Batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Badan dan/Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/ atau Tindakan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan.
c. Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan dan / atau Pejabat Pemerintahan tindak menetapkan dan/ atau melakukan Keputusan dan/ atau Tindakan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum.
d. Permohonan mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk memperoleh putusan penerimaan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
e. Pengadilan wajib memutuskan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan diajukan.
f. Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan Keputusan untuk melaksanakan putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 5 (lima) hari kerja sejak putusan Pengadilan ditetapkan. 6
Adapun contoh kasus keputusan fiktif Positif di PTUN Jambi adalah:
“Gugatan ASN Tebo ini Dikabulkan PTUN Jambi” gugatan tersebut dikabulkan karena gugatannya menang, maka Pemerintahan Kabupaten
5 ” Gugatan Windra Terhdap BPK RI Perwakilan Jambi Dinyatakan Tak Sempurna,”
http://jambiupdate. co/artikel, akses 26 Agustus 2016. 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
http://jambiupdate.co/artikel
-
4
Tebo herus mengembalikan hak Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk penggugat, dan dalam hal ini tergugat Pemkab harus mencabut Surat Keputusan Bupati Tebo Nomor 821. 22/21/BKPSDM tanggal 31 Januari 2018 Tentang Mutasi Pegawai Negara Sipil di Lingkungan Pemda Kebupaten Tebo. 7
Dari hasil obsevasi di PTUN Provinsi Jambi penulis menemukan bahwa
PTUN Provinsi Jambi berperan sebagai pemberi keputusan dalam urusan tata
kelola negara, di mana terdapat berbagai keputusan yang tidak dapat diterima oleh
pihak PTUN, ini dikarenakan terdapat sistem administrasi yang tidak sesuai
dengan peraturan yang ada. Di lain hal PTUN telah memberikan PTUN yang
ditempuh oleh pemohon, dengan berdasarkan Undang-Undang Administrasi
Negara. Terhitung ada beberapa putusan PTUN dari tahun 2016-2018
Tabel 1. 1 Putusan PTUN dari Fiktif Negatif menjadi Positif terhadap Sengketa
Tanah
No Tahun Fiktif Negatif
Fiktif Positi
PTUN
1 2016 4 7 11 2 2017 9 12 21 3 2018 1 9 10
Jumlah 14 28 42 Sumber: PTUN Provinsi Jambi
Dari hasil tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat tahun 2016 terdapat
fiktif negatif 4 dan fiktif positif 7, 11 PTUN yang diberikan oleh PTUN, pada
tahun 2017 terdapat fiktif negatif 9 dan fiktif positif 12, 21 PTUN yang diberikan
PTUN te, pada tahun 2018 terdapat fiktif negatif 1 dan fiktif positif 9, 10 PTUN
yang diberikan PTUN terhadap pemohon yang mengupayakan keputusan terhadap
7 Syahrial, “ Gugatan ASN Tebo ini di Kabulkan PTUN Jambi,” http://www. newsportal. id, akses 23 juni 2018.
http://www.newsportal.id/http://www.newsportal.id/http://www.newsportal.id/
-
5
usaha negara. Dari hasil tabel PTUN Profinsi Jambi yang diberikan terhadap
pemohon lebih berdominan terhadap Keputusan Fiktif Negatif.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai hal tersebut, yang hasilnya dituangkan dalam bentuk tesis
dengan judul “Keputusan Peradilan Tata Usaha Negara Dari Fiktif Negatif Ke
Fiktif Positif dalam Pelayanan Publik Terhadap Sengketa Tanah di Kota
Jambi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang permasalahan di atas, maka yang
menjadi rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu:
1. Berapa banyak dari fiktif negetif ke fiktif positif selama tiga tahun 2016, 2017
dan 2018?
2. Apa implikasi keputusan tersebut atas pelayanan publik terhadap sengketa
tanah di Kota Jambi?
3. Mengapa keputusan fiktif positif lebih dominan daripada fiktif negatif dalam
pelayanan publik terhadap sengketa tanah?
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari adanya perluasan masalah yang dibahas yang
menyebabkan pembahasan menjadi tidak konsisten dengan rumusan masalah yang
telah penulis buat sebelumnya maka penulis memberikan batasan masalah ini
hanya membahas paradigma fiktif negatif ke fiktif positif dalam keputusan tata
usaha negara berdasarkan undang-undang 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
-
6
Usaha Negara dan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan dari tahun 2016, 2017 dan 2018.
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Ingin mengeahui berapa banyak dari fiktif negetif ke fiktif positif selama tiga
tahun 2016, 2017 dan 2018.
2. Ingin mengeahui implikasi keputusan tersebut atas pelayanan publik terhadap
sengketa tanah di Kota Jambi.
3. Ingin mengeahui keputusan fiktif positif lebih dominan daripada fiktif negatif
dalam pelayanan publik terhadap sengketa tanah.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis
maupun praktis. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan
ilmu hukum serta dapat memberikan sumbangan pemikiran serta menambah
wawasan maupun pengetahuan di bidang hukum kenegaraan, khususnya mengenai
hukum dalam pergeseran fiktif negatif ke fiktif positif dalam keputusan tata usaha
negara.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi penulis untuk
menambah wawasan dan pengalaman dalam bidang penelitian hukum, yang
-
7
merupakan bentuk pelatihan dan pembelajaran terhadap penerapan ilmu atau teori
yang telah dipelajari dan diperoleh dalam perkuliahan.
b. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang objektif,
terstruktur, sistematis, dan jelas mengenai keputusan tata usaha negara dari fikif
negatif menjadi fiktif positif dan implikasi terhadap keputusan.
F. Kerangka Teori
Kerangka teoritis didefiniskan sebagai suatu model konseptual tentang
bagaimana dari suatu hubungan antara masing-masing faktor yang telah
didefinisikan sebagian penting untuk masalah. Kerangka konsepsual penelitian
menurut Erdianto Effendi dalam Iskandar menjelaskan secara teoritis model
konseptual variabel-variabel penelitian, tentang bagaimana bertautan teori-teori
yang berhubungan dengan variabel-variabel bebas dengan terikat. Kerangka
konseptual dalam suatu perlu dikemukakan apabila penelitian berkenaan dengan
dua variabel atau variabel atau lebih secara mandiri, maka perlu dilakukan deskipsi
teoritis masing-masing variabel degan argumentasi terhadap variasi berdasarkan
besarnya variabel yang diteliti.8
Dari penjelasan diatas, maka untuk melengkapi suatu penelitian perlunya
disusun suatu kerangka teori, agar dapat mendukung konsep penelitian. Untuk itu
penulis memberikan defenisi mengenai istilah-istilah yang berkaitan dengan
penulisan sekeripsi ini, istilah yang berkaitan dengan penulis tersbut adalah sebagai
berikut:
8 Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, PT Refika Aditama, Jakarta, 2014, hal. 92
-
8
1. Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan
secara rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka
menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat
diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum
pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana
dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum
pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan
pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-
masa yang akan datang.
Penegakan hukum dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan
perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana,
apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan,
keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai
actual di dalam masyarakat beradab. Sebagai proses kegiatan yang meliputi
berbagai pihak termasuk masyarakat dalam rangka pencapaian tujuan adalah
keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai suatu sistem peradilan
pidana. Penegakan hukum sendiri harus diartikan dalam kerangka tiga konsep,
yaitu sebagai berikut:9
a. Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang
menuntut agar semua nilai yang ada di belakang norma hukum tersebut
ditegakkan tanpa terkecuali.
9 Alisya Asmi, “Analisis Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi Nomor: 01/G/
TUN/ 2003/ PTUN. JBI”, Makalah Disampaikan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Administrasi Publik, Jambi, 1 Juni 2014, hlm 5.
-
9
b. Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement concept) yang
menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan
sebagainya demi perlindungan kepentingan individual.
c. Konsep penegakan hukum actual (actual enforcement concept) yang muncul
setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena keterbatasan-
keterbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana-prasarana, kualitas sumber
daya manusianya, kualitas perundang-undangannya dan kurangnya partisipasi
masyarakat.
2. Pengertian Kepastian Hukum
Hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang
menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen dengan menyertakan beberapa
peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi
manusia yang deliberative. Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat
umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik
dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungan dengan
masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani
atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan
aturan tersbut menimbulkan kepastian hukum. 10 Menurut Anita Marlin Restu
Prahastaps, hukum harus mengandung 3 (tiga) nilai identitas, yaitu sebagai
berikut.11
a. Asas kepastian hukum (rechmatigheid), Asas ini meninjau dari sudut yuridis.
10 Mukti Arto, Penemuan Hukum Islam Demi Mewujudkan Keadilan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2017, hal. 136
11 Anita Marlin Restu Prahastaps,”Friksi Kewenangan PTUN Dalam Berlakunya Undang- Undang No 30 Taahun 2014 dan Undang-Undang No 5 Tahunn 1986 Berkaitan Dengan objek Sengketa Tata Usaha Negara,”Diponegoro Law Journal, Vol. 6. Nomor. 2, ( tahun 2007), hlm. 7.
-
10
b. Asas keadilan hukum (gerectigheit), Asas ini meninjau dari sudut filosofis,
dimana keadilan adalah kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan.
c. Asas kemanfaatan hukum (zwechmatigheid) atau doelmatigheid atau utility.
Tujuan hukum yang mendekati realistis adalah kepastian hukum dan
kemanfaatan hukum. Kaum Positivisme lebih menekankan pada kepastian hukum,
sedangkan Kaum Fungsionalis mengutamakan kemanfaatan hukum, dan sekiranya
dapat dikemukakan bahwa “summon ius, summa injuria, summa lex, summa crux”
yang artinya adalah hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat
menolongnya, dengan demikian kendatipun keadilan bukan merupakan tujuan
hukum satu-satunya akan tetapi tujuan hukum yang substantive adalah keadilan.
Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu
pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui
perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan
hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan
yang bersifat umum itu individu dapat mengetahu apa saja yang boleh dibebankan
atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum ini berasal dari
ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran Positivisme di
dunia hukum yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom yang
mandiri, karena bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain sekedar
menjamin terwujudnya oleh hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-
aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan
keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.
-
11
3. Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktifitas seseorang,
sekelompok atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung untuk
memenuhi kebutuhan. Menurut Kotler sebagaimana di kutip oleh Ahmad Hidayat
menyatakan:
“Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata tidak dapat diraba yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/ pelanggan. ”12
Kutipan di atas, dapat dilihat bahwasanya pelayanan adalah setiap kegiatan
yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan
kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.
Pelayanan juga merupakan bagian dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh
suatu perusahaan yang dapat dirasakan oleh semua orang yang memiliki kebutuhan
dan kebutuhan. 13 Itu dapat dilihat didefinisikan dan kemudian dilayani oleh
perusahanaan guna mencapai kepuasan pelanggan. Islam mengajarkan bila ingin
memberikan hasil usaha baik berupa barang maupun pelayanan atau jasa
hendaknya memberikan yang berkualitas, jangan memberikan yang buruk atau
tidak berkualitas kepada orang lain. Seperti dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-
Baqarah ayat 267, sebagai berikut;
http://thedarkancokullujaba.blogspot.com/2010/12/kualitas-pelayanan-jasa-dalam.html
-
12
Artinya: “Hai orang–orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik–baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan
dari bumi untuk kamu dan janganlah kamu memilih yang buruk–buruk lalu kamu
nafkahkan darinya padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya
lagi Maha Terpuji”. 14
Di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63
Tahun 2003, Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pelayanan yang handal (reliability) ditentukan oleh
kemampuan penyedia jasa dalam memberikan pelayanan sesuai dengan yang telah
dijanjikan. 15 Pelayanan yang dilaksanakan sesuai dengan janji menandakan kineja
penyedia jasa pendidikan yang mampu memenuhi atau bahkan melampaui harapan
konsumen. Bagi konsumen jasa pendidikan kehandalan dalam memberikan
pelayanan dalam hal mata ajar dan jadual pembelajaran dapat membuat mereka
puas.
4. Standar Pelayanan
14Nafan Akhun, Al-Quean Terjemahan, (Semarang: Thoa Putra, 2007), hlm. 41 15Syamsi, “Pengaruh Kualitas Pelayanan Jasa Tehadap Kepuasan Konsumen Pada Siswa
Bimbingan Dan Konsultasi Belajar Al Qolam Bandarlampung”, hlm. 3.
-
13
Setiap pennyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar
pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima
pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi atau penerima
pelayanan. Menurut Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003, standar
pelayanan, sekurang-kurangnya meliputi :16
a. Prosedur pelayanan
Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan
termasuk pengaduan.
b. Waktu penyelesaian
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai
dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
c. Biaya pelayanan
Biaya atau pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses
pemberian pelayanan.
d. Produk pelayanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
e. Sarana dan prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara
pelayanan publik.
16 Faisal Tamin, Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara, hlm. 7.
-
14
f. Kompetensi petugas pemberi pelayanan
Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat
berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, perilaku yang
dibutuhkan.
Dari penjelasan di atas bahwa, standar pelayanan merupakan tolak ukur
untuk pencapaian pelayanan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib
ditaati oleh pemberi atau penerima pelayanan.
5. Keputusan Tata Usaha Negara
Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 dan Undang-undang
Nomor 9 Tahun 2004 tentang PTUN, kata yang digunakan adalah keputusan,
bukan penetapan. Namun dari segi pendefenisian antara unsur KTUN (keputusan
tata usaha negara) yang terdapat dalam Undang-Undang PTUN sekiranya memiliki
makna sama dengan ketetapan (beschikking). Dalam bahasa Belanda, disebut
beschiking, di Jerman Vermaltungsukt. Beberapa serjana Indonesia seperti E.
Uthrect dan Profesor Budi Soesetya mengertikan beschikking sebagai ketetapan
dan sebagai lain menguraikan keputusan.
Menurut Van Vollen Hoven keputusan adalah tindakan hukum yang bersifat sepihak dalam bidang pemerintahan dan dilakukan oleh suatu badan hukum berdasarkan wewenangnya yang luar biasa. 17 Itu artinya keputusan merupakan suatu perbuatan hukum, yang dalam istimewah dilakukan oleh suatu alat pemerintahan dan atau berdasarkan suatu ketentuan yang mengikat dan berlaku umum, dengan maksud menentukan hak kewajiban mereka yang tunduk pada suatu tata tertib hukum, dan penentuan tersebut diadakan oleh alat pemerintahan itu dengan tidak memperhatikan kehendak mereka yang dikenai ketentuan itu.18
17
18 Damang Averroes Al-Khawarizmi http://www. negarahukum. com/hukum/ketetapan- keputusan-tata-usaha-negara. htm, akses7 Desember 2011.
http://www/
-
15
6. Pengertian PTUN
Menurut Rozali Abdullah, hukum acara PTUN adalah rangkaian peraturan-
peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak, satu sama lain
untuk melaksanakan berjalannya peraturan Tata Usaha Negara. Peraturan terhadap
hukum formal dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu:
d. Ketentuan prosedur berperkara diatur bersama-sama dengan hukum materilnya
peradilan dalam bentuk Undang-Undang atau peraturan lainya.
e. Ketentuan prosedur berperkara diatur tersendiri masing-masing dalam benuk
Undang-Undang atau bentuk peraturan lainnya.
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dibentuk berdasarkan Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-
undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara melenkapi 3 peradilan lain yaitu
Mahkama Agung, Peradilan Agama, dan Peradilan Militer sebagai pelaksana
peradilan berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman. 19
7. Keputusan Fiktif Negatif
Pengertian fiktif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
bersifat fiksi atau hanya ada dalam khayalan, sehingga sesungguhnya akibat
hukum yang timbul bukan karena dikeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara,
melainkan karena perbuatan/tindakan pengabaian yang dilakukan oleh pejabat/
19 Alisya Asmi, “Analisis Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi Nomor: 01/G/ TUN/ 2003/ PTUN. JBI”, hlm 5.
-
16
Badan Tata Usaha Negara itu sendiri yang kemudian dianggap seolah-olah sebagai
suatu penolakan. Dengan demikian Tindakan Faktual pun sesungguhnya dapat
berakibat hukum, dan dapat menjadi landasan pengajuan gugatan ke PTUN. 20
Endra Wijaya menyatakan bahwa:
Sikap mengabaikan atau mendiamkan permohonan jelas menimbulkan kerugian di pihak warga masyarakat yang memohonkannya. Didalam tceori tentang etika administrasi negara, salah satu cara mengawasi dan mencegah terjadinya sikap mengabaikan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat adalah dengan melakukan apa yang disebut sebagai sistem pertanggungjawaban legal. 21
Dari kutipan diatas dapat dicermati bahwa hukum administarsi mengatur
bahwa sikap diam pejabat TUN dalam mennerbitkan sebuah KTUN bisa dikenal
dengan Keputusan Fiktif Negatif. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tersebut diistilahkan sebagai fiktif negatif karena memuat konteks “Fiktif”
menujukan bahwa keputusan TUN yang digugat sebenarnya tidak berwujud. Ia
hanya merupakan sikap diam dari Badan atau Pejabat TUN yang kemudian
dianggap disamakan dengan sebuah keputusan TUN yang nyata tertulis. “Negatif”
menujukan bahwa keputusan TUN yang digugat dianggap berisi penolakan
terhadap permohonan yang telah diajukan oleh individu atau badan hukum perdata
kepada Badan atau Pejabat TUN yang menerima suatu permohonan, tetapi
permohonan itu bukan merupakan kewajiban untuk menjawab, maka sikap
diamnya tidaklah dapat dianggap sebagai keputusan TUN yang fiktif-negatif. Dan
oleh karena itu, dia tidak dapat digugat.
20 Kartika Widya Utama “Surat Keputasan Tata Usaha Negara Yang Bersifat Fiktif Positif” Notaris ,Edisi 08 Nomor 2, (September 2015), hlm 147
21 Irvan Mawardi, “Qua Vadis Keputusan Fiktif Negatif,” Catatan Pimggir pasca berlakunya KIP, (Jogja: Pojok Janti, 26 juli 2010) hlm 1
-
17
Setiap badan atau pejabat tata usaha negara yang menjadi penyelenggara
pelayanan publik wajib melayani setiap permohonan masyarakat yang dia terima,
apabila hal yang dimohonkan kepadanya itu menurut peraturan perundang-
undangan menjadi tugas (kewajibannya). Kalau badan atau pejabat tata usaha
negara melalaikan kewajibannya itu, maka walupun dia tidak berbuat apa -apa
terhadap permohonan yang diterimanya, undang-undang mengganggap dia telah
mengeuarkan suatu keputusan yang berisi penolakan permohonan tersebut
keputusan Tata Usaha Negara yang fiktif negatif. 22
8. Keputusan Fiktif Positif
Sementara untuk Keputusan Fiktif Positif yang ada dalam peraturan
undang-undang mengenai administrasi pemerintah diatur dalam Pasal 53 yang
mana pada intinya mengatakan bahwa badan atau pejabat pemerintah yang tidak
mengeluarkan sesuatu keputusan atau tindakan yang dimohonkan sesuai dengan
batas waktu yang ditentukan, maka badan atau pejabat pemerintah tersebut
dianggap mengabulkan permohonan mengenai keputusan /tindakan pejabat
pemerintahan yanng diajukan oleh masyarakat. Kata kunci dalam pernyataan
tersebut ada pada kata “mengabulkan”. 23
Sedangkan pengabulan permohonan, mengandung makna bahwa hak
permohonan telah dinyatakan sah menjadi milik pemohon, normalnya dimana
keadaan tersebut muncul setelah adanya Keputusan Tata Usaha Negara diterbitkan,
namun karena frasa dianggap dikabulkan dalam Pasal 53 ayat 3 Undang-Undang -
22 Budiman Rodding, “Keputusan Fiktif Negatif dan Fiktif Positif Dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik,” Tanjungpura Law Joarnal, Vol. 1, ( 1 Januari 2017), hlm 30.
23 Anita Marlin Restu Prahastaps,”Friksi Kewenangan PTUN Dalam Berlakunya Undang- Undang No 30 Taahun 2014 dan Undang-Undang No 5 Tahunn 1986 Berkaitan Dengan objek Sengketa Tata Usaha Negara,” hlm. 7.
-
18
AP, maka ketika pejabat/Badan Tata Usaha Negara tidak menindaklanjutin
permohonan administrasi negara pemohon, akibat hukumnya dianggap sama
dengan telah dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat positif /
pengabulan akan permohonan administrasi negara tersebut. 24 Abdullah
menyatakan bahwa:
“Terbitnya keputusan ini untuk mengatasi perbedaan pendapat yang sering terjadi diantara hakim PTUN ketika mengadili permohonan yang tidak mendapatkan keputusan pejabat pemerintahan yang putusannya bersifat final and binding. Sebab, Pasal 3 Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1986 tentang PTUN menyebut jika pejabat pemerintahan (tata usaha negara) tidsk mengelusrksn keputusan yang dimohonkan, sdangkan jangka waktu yang ditentukan Undang-Undang sektor terkait telah lewat. Maka, pejabat pemerintahan yang bersangkutan dianggap telah meneolak mengeluarkan keputusan. Jadi terbitnya putusan ini intinya untuk menyeragamkan penerapan hukum formil (hukum acara) ketika mengadili perkara permohonan tindakan/keputusan pejabat pemerintahan di PTUN. Perinsip fiktif negatif (yang diatur dalam Undang-Undang PTUN) tidak memberi kepuasan publik. Karena itu, lahirlah „fiktif positif‟ yang juga diatur keputusan ini. ”25
9. Keputusan Hakim
Keputusan Hakim merupakan tindakan akhir dari Hakim dalam
persidangan, menentukan apakah di hukum atau tidak si pelaku, jadi keputusan
Hakim adalah pernyataan dari seseorang hakim dalam memutuskan suatu perkara
di dalam persidangan dan memiliki hukum tetap. Berlandaskan pada visi teoritik
praktik peradilan maka putusan Hakim itu merupakan:
“Putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melalui proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya berisikan amar pemidanaan
24 Kartika Widya Utama “Surat Keputasan Tata Usaha Negara Yang Bersifat Fiktif Positif” Notaris ,Edisi 08 Nomor 2, (September 2015), hlm 148
25 Aida Mardatillah, http//m. hukumonline. com/berita/baca/urgensi-perma-pelaksanaan- fiktif-positif-dalam-ptun, akses9 Januari 2018.
-
19
atau bebas pelepasan dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan menyelesaikan perkara. ” 26
Menyangkut peraturan hukum yang diterapkan oleh hakim untuk
menyelesaikan sengketa pada dasarnya menunjukan bahwa sebelum menjatuhkan
suatu putusan hakim melakukan penelitian dalam rangka penemuan hukum (judge
made law/rechtvinding). Dengan demikian hakim telah berusaha secara maksimal
untuk menjatuhkan putusan yang objektif, adil, dan tidak dipengaruhi oleh unsur
apapun kecuali sikap objektivitas dan rasa keadilan semata. Menurut Sudikno
Mertokusumo putusan hakim merupakan suatu pernyataan yang oleh hakim,
sebagai penjabat yang diberi wewenang itu, diucapkan di persidangan dan
bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau suatu sengketa antara
pihak.
Dipandang dari isinya, putusan dapat dikualifikasikan kepada putusan
declaratoir, putusan constitutief, dan putusan condemnatoir. Putusan declaratoir
berisi pernyataan terhadap keadaan hukum yang sudah ada dan tidak menimbulkan
keadaan hukum baru. Putusan yang bersifat constitutief adalah putusan yang
menimbulkan keadaan hukum baru atau meniadakan keadaan hukum lama, begitu
putusan berkekuatan hukum tetap maka sudah terjadi keadaan hukum baru.
Putusan condemnatoir adalah putusan yang berisi penghukuman atau kewajiban
melaksanakan sesuatu.
Pada putusan PTUN ada kalanya putusan yang bersifat condemnatoir dapat
juga merpakan keputusan constitutief. Pernyataan batal atau tidak sah suatu
26 Anita Marlin Restu Prahastaps,”Friksi Kewenangan PTUN Dalam Berlakunya Undang- Undang No 30 Taahun 2014 dan Undang-Undang No 5 Tahunn 1986 Berkaitan Dengan objek Sengketa Tata Usaha Negara,”, hlm. 9.
-
20
keputusan bersifat ex tunc hanya bersifat declaratoir. Putusan yang bersifat
constitutief misalnya putusan pembebanan pembayaran ganti rugi, pembebanan
melaksanakan rehabilitasi dan penetapan penundaan pelaksanaan KTUN, yang
berakibat tertundanya keberlakuan suatu keputusan pemerintah untuk sementara.
Putusan yang bersifat constitutief walaupun menimbulkan keadaan hukum baru
atau meniadakan keadaan hukum lama namun tidak langsung dapat langsung dapat
terlaksanakan dan memerlukan putusan penghukuman sebagai tindak lanjut agar
materi putusan constitutief menjadi nyata. Oleh karena itu relevan untuk yang
dilaksankana adalah putusan yang bersifat condemnatoir.
10. Pengertian Implikasi
Implikasi adalah sesuatu yang telah dihasilkan dengan adanya proses
perumusan kebijakan. Dengan kata lain implikasi adalah akibat-akibat dan
konsekuensi yang ditimbulkan dengan dilaksanakannya kebijakan atau kegiatan
tertentu.
Setidaknya adalah lima dimensi yang harus dibahas dalam
memperhitungkan implikasi dari sebuah kebijakan. Dimensi-dimensi tersebut
meliputi: pertama, implikasi kebijakan pada masalah-masalah publik dan implikasi
kebijakan pada orang-orang yang terlibat. Kedua, kebijakan mungkin mempunyai
imlikasi pada keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok diluar sasaran atau
tujuan kebijakan. Ketiga, kebijakan mungkin akan mempunyai implikasi pada
keadaan-keadaan sekarang dan yang akan datang. Keempat, evaluasi juga
menyangkut unsur yang lain yakni biaya langsung yang dikeluarkan untuk
membiayai program-program kebijakan publik. Kelima, biaya-biaya tidak langsung
-
21
ditanggung oleh masyarakat atau beberapa anggota masyarakat akibat adanya
kebijakan publik. 27
Berdasarkan pendapat di atas maka yang dimaksud dengan implikasi dalam
penelitian ini adalah suatu akibat yang terjadi ditimbulkan pelaksanaan kebijakan
atau program tertentu bagi sasaran pelaksanaan program baik bersifat baik atau
tidak baik
G. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini membutuhkan berbagai kajian sumber tertulis yang berasal
dari buku, hasil penelitian maupun di luar itu, sehingga dapat menunjang dan
memahami serta menunjukkan kemurnian kajian penelitian. Tinjauan pustaka
dalam sebuah penelitian sangat penting dilakukan,dengan tujuan untuk menguji
permasalahan secara teoritis, dengan judul “Keputusan Tata Usaha Negara Dari
Fiktif Negatif Ke Fiktif Positif Dan Implikasinya (Pada Kantor Pengadilan Tata
Usaha Negara Provinsi Jambi)”. Berdasarkan penelusuran tersebut penulis
menemukan beberapa laporan tugas akhir yang mengangkat tema mengenai
kewajiban penerbitan keputusan tata usaha negara, antara lain:
1. Rendiy Setiawan dan Budi Wicaksono,28 Tahun 2016, Skripsi dengan judul
“Keputusan Fiktif Negatif Sebagai Objek Sengketa Tata Usaha Negara (Studi
Putusan Nomor 94/G/2013/PTUN-SMG)”. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui dan menganalisis kewenangan mengadili dan pertimbangan hukum
hakim dan mengadili sengketa yang berkaitan dengan keputusan tata usaha
negara yang bersifat fiktif negatif.
27 “Pengertian Implikasi Menurut Islamiy” http://diglib. unila. ac. id/13003/3/ 2011. pdf 28Fakultas Hukum, Universitas Jendral Sudirman, 2016, hlm. 4
http://diglib.unila.ac.id/13003/3/
-
22
2. Prestiyo Prabowo Pengestu,29 Tahun 2016, Skripsi dengan judul “Sikap Diam
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Sebagai Objek Sengketa Di
Pengadilan Pengadilan Tata Usaha Negara (Study Keputusan Fiktif Positif
Dalam Putusan PTUN Jakarta Nomor 04/P/FP/2016/PTUN-JKT)”. Penelitian
ini lebih difokuskan untuk menguraikan bahwa sikap diam pejabat tata usaha
negara merupakan sebuah keputusan tata usaha negara yang bersifat fiktif
negatif. Selain hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pertimbangan hukum hakim dalam memutus sengketa tata usaha negara
adengan objek sengketa keputusan tata usaha negara yang bersifat fiktif positif.
3. Erina Permatasari, 30 Tahun 2015, Skripsi dengan judul “Konsep Sumber
Kewenangan Pejabat Tata Usaha Negara Sebagai Dasar Pembatalan Keputusan
Tata Usaha Negara (KTUN) (Studi Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
Yogyakarta Nomor 06/G/2011/PTUN. YK). Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui dan menganalisis pertimbangan hukum hakim pada putusan
Nomor 06/G/PTUN. YK, dalam membatalkan surat keputusan Walikota
Yogyakarta Nomor 503/687 Tanggal 22 Febuari 2011 ditinjau dari konsep
perolehan sumber kewenangan. Dan juga untuk mengetahui akibat hukum dari
dikabulkannya gugatan penggugat dalam amar putusan Majelis Hakim pada
putusan Nomor 6/G/2011/PTUN. YK
Dari beberapa contoh hasil penelitian di atas, maka dapat digambarkan
beberapa persamaan dan perbedaannya. Persamaan skripsi ini dengan hasil-hasil
penelitian sebelumnya adalah pada yaitu fiktif netatif dan fiktif positif dalam
29Fakultas Hukum, Universitas Jendral Sudirman, 2016, hlm. 4 30Fakultas Hukum, Universitas Jendral Soedirman, 2015, hlm. 17
-
23
PTUN. Sedangkan, perbedaan antara skripsi ini dengan hasil-hasil penelitian
sebelumnya adalah pada focus PTUN di mana penulis menfokuskan pada sengketa
tanah.
-
36
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini tentang keputusan peradilan tata usaha negara dari fiktif
negatif ke fiktif positif dalam pelayanan publik terhadap sengketa tanah di Kota
Jambi. Pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
1. Terdapat berbagai keputusan sengketa tanah PTUN di Kota Jambi.
2. Adanya kemudahan untuk mendapatkan data dan informasi dan berbagai
keterangan yang diperlukan untuk menyusun skripsi ini.
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-
undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach).31 Pendekatan
perundang-undangan (statute approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu
hukum yang sedang ditangani. Bebeda dengan penelitian sosial, pendekatan kasus
dalam penelitian normatif bertujuan untuk mempelajari keputusan peradilan tata
usaha negara dari fiktif negatif ke fiktif positif dalam pelayanan publik terhadap
sengketa tanah di Kota Jambi
31 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Alfabeta, Bandungm 2009, hal. 36.
24
-
25
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Adapun
jenis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data Primer adalah undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara dan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan. Selani itu pula penulis ambil dari informasi
dilapangan melalui observasi dan wawancara dilokasi penelitian, data primer
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: 1 (satu) Hakim, 2 (dua), pegawai
PTUN dan Putusan PTUN tentang sengketa tanah.
2. Data skunder, yaitu sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data. 32 misalnya melalui orang lain, literature, pustaka lainnya
yang berhubungan dengan penelitian ini.
Sumber data penelitian ini terdiri dari, manusia, situasi/ peristiwa, dan
dokumentasi. Sumber data manusia berbentuk perkataan orang yang bisa
memberikan data melalui wawancara. Sumber data yang berbentuk suasana/
peristiwa berupa suasana yang bergerak ataupun lisan, meliputi ruangan, suasana,
dan proses. Sumber data tersebut merupakan objek yang akan diobservasi. Adapun
sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Peristiwa atau Kejadian
Dalam penelitian ini peristiwa dijadikan sumber data adalah tentang tentang
keputusan peradilan tata usaha negara dari fiktif negatif ke fiktif positif dalam
pelayanan publik terhadap sengketa tanah di Kota Jambi.
32Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, hlm. 18.
-
26
b. Pelaksana pemberi kewenangan
Dalam hal ini Hakim dan Pegawai dapat memberikan informasi dapat dilakukan
melalui wawancara dan lainnya.
c. Dokumentasi
Sumber data yang diambil dari dokumen ini berupa data dalam bentuk laporan,
catatan peristiwa, keterangan, jumlah permasalahan serta keuntungan, dan lain
sebagainya. 33
D. Unit Analisis
Unit analisis dalam penulisan skripsi perlu dicantumkan apabila penelitian
tersebut adalah penelitian lapangan yang tidak memerlukan populasi dan sampel.
Unit analisis dapat berupa organisasi, baik itu organisasi pemerintah maupun
organisasi swasta atau sekelompok orang. 34 Unit analisis juga menjelaskan kapan
waktu (tahun berapa, atau bulan apa) penelitian dilakukan, jika judul penelitian
tidak secara jelas menggambarkan mengenai batasan waktu tersebut.
Dalam skripsi ini penulis menggunakan unit analisis dengan analisis judul:
“Keputusan Peradilan Tata Usaha Negara Dari Fiktif Negatif Ke Fiktif Positif dan
Implikasi Terhadap Pelayanan Publik di Kota Jambi”. Penelitian ini, unit
analisisnya adalah tentang keputusan peradilan tata usaha negara dari fiktif negatif
ke fiktif positif dalam pelayanan publik terhadap sengketa tanah di Kota Jambi.
Penetapan unit analisis tersebut, karena penelitian yang dilakukan tidak
menggunakan popupasi dan sampel, namun hanya menggunakan dokumen-
33Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hlm. 16. 34 Sayuti Una (ed), Pedoman Penulisan Skripsi, (Jambi: Fakultas Syari‟ah IAIN STS
Jambi, (2012), hlm. 62.
-
27
dokumen dari kantor pelayanan perizinan satu pintu di Kabupaten. dan informasi-
informasi yang berasal dari aprat-aparatnya saja.
Dalam penelitian ini informan ditentukan dengan menggunakan teknik
purposive sampling, yaitu cara pengambilan sampel dengan pertimbangan
informasi. 35Penentuan unit sampel dianggap telah memadai apabila telah sampai
pada taraf kelebihan artinya bahwa dengan menggunakan informan selanjutnya
boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru. 36Informan adalah
orang yang memberi atau orang yang menjadi sumberdata dalam penelitian
(narasumber). Informan adalah orang yang di wawancarai, diminta informasi oleh
peneliti dan diperkirakan orang yang menjadi informan ini menguasai dan
memahami data, informasi, ataupun fakta dari objek penelitian. Informan dalam
penelitian ini dipilih berdasarkan kewenangan dan keilmuan yang terkait dengan
penelitian ini, mereka diantaranya:
1. Hakim PTUN satu orang
2. Pegawai PTUN dua orang
E. Instrumen Pengumpulan Data
1. Observasi
Dalam observasi ini, penulis terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang
sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Martinis
Yamin menyatakan bahwa “dalam observasi partisipatif peneliti mengamati apa
yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpatisipasi
35Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, hlm. 18. 36Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hlm. 85.
-
28
aktif dalam aktiivitas mereka”. 37 Penelitian partisipatif ini kemudian dikhususkan
lagi menjadi partisipasi pasif passive participation artinya peneliti datang ke
tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan
tersebut.
Alasan penggunaan pengamatan adalah karena teknik pengamatan ini
didasarkan atas pengalaman secara langsung. Kedua karena teknik pengamatan
memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan
kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Ketiga, teknik
pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang
berkaitan dengan pengetahuan proposisional maupun pengetahuan yang langsung
diperoleh dari data. Keempat, dapat mencegah bias yang biasanya terjadi pada
proses wawancara. Kelima, teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu
memahami situasisituasi yang rumit. Obyek observasi menurut Spradley
dinamakan situasi sosial, sebagaimana dikutip oleh Sugiyono terdiri atas:38
a. Place, tempat di mana interaksi dalam situasi sosial sedang berlangsung.
b. Actor, pelaku atau orang-orang yang sedang memainkan peran tertentu.
c. Activity, kegiatan yang dilakukan oleh aktor dalam situasi sosial yang sedang
berlangsung.
Dalam penelitian ini, sesuai dengan objek penelitian maka, penulis memilih
observasi partisipan. Observasi partisipan yaitu suatu teknik pengamatan dimana
peneliti ikut ambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek yang
diselidiki. Observasi ini dilakukan dengan mengamati dan mencatat langsung
37Martinis Yamin, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial Kualitatif dan Kuantitatif,
(Jakarta: Komplek Kejaksaan Agung, Cipaayung, 2009), hlm. 79. 38Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hlm. 87
-
29
terhadap objek penelitian, yaitu dengan meminta pandangan mengamati kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh hakim dan PTUN di provinsi Jambi dalam tentang
tentang keputusan peradilan tata usaha negara dari fiktif negatif ke fiktif positif
dalam pelayanan publik terhadap sengketa tanah di Kota Jambi. Observasi yang
dilakukan penulis dalam skripsi ini terhadap subyek menggunakan pedoman
observasi yang disusun sebagai berikut:
1) Mencatat kesan umum subyek: penampilan, pakaian, tingkah laku, cara berfikir
2) Interaksi sosial dan tempt lingkungan
3) Ekspresi saat wawancara
4) Bahasa tubuh saat wawancara
2. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik
tertentu. Wawancara digunakan apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang diteliti, tetapi juga apabila
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi
terstruktur semistructure interview di mana pelaksanaannya lebih bebas bila
dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur yaitu bila
peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa
yang akan diperoleh. Wawancara ini termasuk wawancara mendalam in–depth
interview adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan
cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau
-
30
orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman guide
wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial
yang relatif lama. 39
Alat-alat yang digunakan penulis dalam wawancara adalah buku catatan,
laptop, tape recorder dan camera karena penulis menggunakan wawancara catatan
lapangan. Hal ini bermanfaat untuk mencatat dan mendokumentasikan semua
percakapan dengan sumber data, di mana kesemuanya telah digunakan setelah
mendapat izin dari sumber data. Karena wawancara yang digunakan adalah semi
terstruktur. Dalam skripsi ini, penulis menggunakan metode wawancara yang
dilakukan kepada subyek dengan menggunakan dokumntasi catatan lapangan.
Adapun pedoman wawancara yang telah disusun sebagai berikut:
a. Latar belakang, lingkungan dan aktivitas kantor PTUN Provinsi Jambi.
b. Kondisi sarana dan sumberdaya
c. Hasil pencapaian dan harapan
3. Dokumentasi
Analisis dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari
arsip dan dokumen baik yang berada di Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara
Provinsi Jambi yang ada hubungannya dengan penelitian tersebut. Nasution
menyatakan dokumentasi adalah mengumpulkan data dengan cara mengalir atau
mengambil data-data dari catatan, dokumentasi, administrasi yang sesuai dengan
39Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hlm. 233-234.
-
31
masalah yang diteliti. 40 Dalam hal ini dokumentasi diperoleh melalui dokumen-
dokumen atau arsip-arsip dari lembaga yang di teliti.
Menurut Martinis , “dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, agenda dan sebagainy. ”41 Dokumentasi dalam penelitian sebagai
sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan
untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Teknik dokumentasi
digunakan untuk mengumpulkan data. Adapun di dalam skripsi ini penulis
mengumpulkan data mengenai sejarah, visi-misi, profil, serta bukti-bukti tentang
keputusan peradilan tata usaha negara dari fiktif negatif ke fiktif positif dalam
pelayanan publik terhadap sengketa tanah di Kota Jambi.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan
kepada orang lain.
Analisis data dilakukan dengan menguji kesesuaian anatara data yang satu
dengan data yang lain. Fakta atau informasi tersebut kemudian di seleksi dan
dikembangkan menjadi pertanyaan-pertanyaan yang penuh makna. Analisis data
merupakan langkah yang terpenting dalam suatu penelitian. Data yang telah
diperoleh akan dianalisis pada tahap ini sehingga dapat ditarik kesimpulan. Dalam
143. 40 Nasution, Metodologi Research Penelitian Ilmia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 41Martinis Yamin, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial Kualitatif dan Kuantitatif,
hlm. 219.
-
32
penelitian ini menggunakan teknik analisis model Miles and Huberman. Menurut
Miles and Huberman di dalam buku Sugiyono mengemukakan bahwa “aktivitas
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenu,” 42 Aktivitas analisis data
yaitu reduksi data, penyajian data, dan mengambil kesimpulan lalu diverifikasi.
1. Reduksi Data
Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan
tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan
membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis
memo dan sebagainya dengan maksud menyisihkan data atau informasi yang tidak
relevan. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting. Adapun data yang direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah penulis untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Dalam
penelitian ini, data diperoleh melalui catatan lapangan dan wawancara, kemudian
data tersebut dirangkum, dan diseleksi sehingga akan memberikan gambaran yang
jelas kepada penulis.
2. Penyajian Data
Langkah selanjutnya setelah data direduksi adalah data display atau
menyajikan data. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif.
Penyajiannya juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel dan bagan. Penyajian
data juga dapat dilakukan dengan bentuk uraian singkat, bagan antara kategori dan
42Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hlm. 95.
-
33
sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan Huberman menyatakan “the most frequent
from of display data for qualitative research data in the past has been narrative
text,” 43 Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif adalah data teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, maka
akan memudahkan penulis untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan ke rja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami, selain dengan teks yang naratif,
juga dapat berupa, grafik, matrik, nerwork (jejaring kerja) dan chart.
Dalam penulisan kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dengan bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya, tetapi yang paling
sering digunakan adalah teks yang bersifat naratif dan di dalam skripsi ini peneliti
menggunakan teks yang bersifat naratif. Penyajian data dilakukan dengan
mengelompokkan data sesuai dengan sub bab-nya masing-masing. Data yang telah
didapatkan dari hasil wawancara, dari sumber tulisan maupun dari sumber pustaka.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teks yang bersifat naratif.
3. Kesimpulan/Verifikasi
Langkah yang terakhir dilakukan dalam analisis data kualitatif adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara, dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. 44 Kesimpulan dalam
penulisan kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.
Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya
kurang jelas sehingga menjadi jelas setelah diteliti.
43Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hlm. 249. 44Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hlm. 252.
-
34
Dari ketiga metode analisis data di atas penulis menyimpulkan bahwa, ketiga
metode ini yang meliputi reduksi data, penyajian data dan kesimpulan akan penulis
lakukan setelah semua data telah diperoleh melalui wawancara catatan lapangan,
dan juga memudahkan penulis di dalam mengetahui dan menarik kesimpulan
terhadap tentang keputusan peradilan tata usaha negara dari fiktif negatif ke fiktif
positif dalam pelayanan publik terhadap sengketa tanah di Kota Jambi.
H. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan pemahaman secara runtut, pembahasan dalam penulisan
skripsi ini akan disistematisasi sebagai berikut:
Pembahasan diawali dengan BAB I, Pendahuluan. BAB ini pada hakiatnya
menjadi pijakan bagi penulisan skripsi, baik mencakup background, pemikiran
tentang tema yang dibahas. Dalam bab ini mencakup: Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Batsan Masalah, Tujuan Dan Kegunaan Penelitian, Kerangka
Teori, Kerangka Pemikiran, Tinjauan Pustaka.
BAB II dipaparkan tentang: Metode Penelitian yang mencakup Pendekatan
Penelitian, Jenis Dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, Unit Analsis dan
Alat Analisis Data, Sistematika Penulisan dan Jadwal Penelitian.
BAB III dipaparkan tentang: Gambaran Umum Tempat Penelitian, Sejarah
Berdirinya, Visi dan Misi, Struktur Organisasi, dan Sarana dan Prasarana.
BAB IV merupakan inti dari penulisan skripsi yaitu pemaparan tentang
pengertian keputusan fiktif negatif dan keputasan fiktif positif di PTUN Provinsi
Jambi, dasar Hakim dalam memberikan KTUN terhadap fiktif negatif menjadi
-
35
fiktif positif di kantor PTUN Provinsi Jambi dan Kasus apa saja yang terjadi di
PTUN dan implikasinya.
BAB V merupakan akhir dari penulisan skripsi yaitu Penutup yang terdiri
dari Kesimpulan dan Saran-Saranserta dilengkapi dengan Daftar Pustaka,
Lampiran dan Curriculum Vitae.
-
48
BAB III
GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN
A. Sejarah PTUN Jambi
Kota Jambi adalah Ibu Kota Provinsi Jambi dan merupakan salah satu dari
10 Daerah Kabupaten/Kota yang ada dalam Provinsi Jambi. Secara historis,
Pemerintah Kota Jambi dibentuk dengan Ketetapan Gubernur Sumatera No.
103/1946 sebagai Daerah Otonom Kota Besar di Sumatera, kemudian diperkuat
dengan Undang-undang No. 9/1956 dan dinyatakan sebagai Daerah Otonom Kota
Besar dalam lingkungan Provinsi Sumatera Tengah. 45 PTUN Jambi merupakan
salah satu pilar negara hukum di Indonesia dalam fungsinya melaksanakan
kekuasaan kehakiman khususnya untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi
dalam ranah adminitrasi negara/penyelenggara urusan pemerintahan di wilayah
hukum Provinsi Jambi.
Sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia
keberadaan PTUN pada umumnya dan PTUN Jambi khususnya merupakan amanat
dari Undang-undang No 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor. 4
Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman. Ketentuan pasal 10 ayat 1
menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi, selanjutnya pada ayat 2 ditegaskan bahwa badan Peradilan yang berada
45 Dokumentasi Catatan Lapangan, 22 November 2018.
36
-
37
dibawah Mahkamah Agung meliputi Badan Peradilan dalam lingkungan Peradilan
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan TUN.
Peradilan TUN sendiri menurut sejarahnya pertama kali dibentuk di
Perancis kemudian diikuti oleh Belanda, sedangkan di Indonesia pemikiran untuk
membentuk Peradilan TUN sudah dimulai sejak tahun 1948 melalui pasal 66
Undang-undang Nomor. 19 Tahun 1948 tentang Susunan dan Kekuasaan Badan-
badan Kehakiman yang menyebutkan bahwa Jika dengan Undang-undang atau
berdasar atas Undang-undang tidak ditetapkan badan-badan kehakiman lain untuk
memeriksa dan memutus perkara-perkara dalam soal tata usaha pemerintahan,
maka PT dalam tingkatan pertama dan MA dalam tingkatan kedua memeriksan dan
memutus perkara-perkara itu. Namun demikian oleh karena Menteri Kehakiman
pada saat itu belum sempat menetapkan saat berlakunya Undang-undang tersebut
berdasar pasal 72 Undang-undang Nomor. 19 Tahun1948 sampai berlakunya
konstitusi RIS 27 Desember 1949, maka undang-undang ini tidak sempat
diberlakukan.
Kemudian pada tahun 1960 berdasarkan surat Nomor. II/MPRS/1960
diamanatkan supaya segera dibentuk Peradilan Administrasi Negara. Tindak lanjut
dari amanat TAP MPRS tersebut maka diterbitkan No 19 tahun 1964 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang mengakomodir
keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara yaitu melalui pasal 7 ayat (1) yang
menyatakan bahwa Peradilan administrasi merupakan salah satu bagian dalam
lingkungan Peradilan di Indonesia. Salah satu upaya mewujudkan keberadaan
Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud ketentuan pasal 7 tersebut,
-
38
maka pada tanggal 16 Februari 1965. Menteri Kehakiman RI melalui surat kep.
Nomor. J. 58/12/17 membentuk Panja Penyusunan R Peradilan Administrasi yang
kemudian disahkan dalam sidang Pleno Lembaga Pembinaan Hukum Nasional
(LPHN) pada tanggal 10 Januari 1966 akan tetapi draf final R tersebut tidak pernah
disampaikan oleh pemerintah kepada DPRGR.
Selanjutnya sebagai upaya mewujudkan terbentuknya Peradilan TUN di
Indonesia maka Presiden RI pada tanggal 13 Mei 1972 melalui surat Nomor. R.
07/PUN/V/1972 menyampaikan R Peradilan Tun kepada DPR RI, akan tetapi
pembahasan R tersebut tidak terselesaikan. Sepuluh tahun kemudian tepatnya
tanggal 31 Mei 1982. Pemerintahan yang diwakili Menteri Kehakiman Ali Said,
SH kembali menyampaikan R Peratun ke DPR, namun oleh karena beberapa hal
terkait materi R Peratun yang merupakan lembaga baru dalam sistem hukum di
Indonesia cukup kompleks, pembahasan R Peratun tersebut tidak terselesaikan.
Pada tanggal 16 April 1986 Presiden kembali menyampaikan R Peratun Kepada
DPR RI melalui surat Nomor. R. 04/PU/IV/1986 untuk mendapatkan persetujuan
dan akhirnya setelah dilakukan pembahasan di DPR, maka pada tanggal 29
Desember 1986 diUndangkanlah Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1986 tentang
Peratun.
Bedasarkan ketentuan pasal 5 ayat 1 Nomor. 5 Tahun 1986 disebutkan
bahwa Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan TUN dilaksanakan oleh
Pengadilan TUN dan Pengadilan Tinggi TUN. Pengadilan TUN dibentuk dengan
Keppres (pasal 9) dan Pengadilan Tinggi TUN dibentuk dengan Undang-Undang
(Pasal 20 Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1986). Pelaksanaan dari dua ketentuan
-
39
tersebut diundangkanlah Undang-Undang Nomor. 10 tahun 1990 tentang
pembentukan PT TUN Jakarta, Medan, dan Ujung Pandang serta Keppres Nomor.
52 Tahun 1990 tentang pembentukan Pengadilan TUN di Jakarta, Medan,
Palembang, Surabaya dan Ujung Pandang pada tanggal 30 Oktober 1990.
Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi dibentuk berdasarkan pasal 1
Keppres No. 52 tahun 1990 dan pada awal berdirinya berdasarkan ketentuan pasal
2 ayat 3 Keppres Nomor. 52 tahun 1990 wilayah hukumnya meliputi seluruh
Kab/Kotamadya di Propinsi Jambi, Bengkulu dan Lampung. Setelah diterbitkan
Keppres Nomor. 22 tahun 1994 tentang Pembentukan PTUN Bandar Lampung,
Samarinda dan Denpasar dan Keppres Nomor. 2 tahun 1997 tentang pembentukan
PTUN Banda Aceh, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu, Palangkaraya, Palu, Kendari,
Yogya, Mataram dan Dili, wilayah hukum PTUN Jambi hanya meliputi seluruh
Kabupaten/Kotamadya di Propinsi Sumatera Selatan dan Propinsi Kepulauan
Bangka Belitung.
B. Visi dan Misi PTUN Provinsi Jambi
1. Visi : Terwujudnya Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi Yang Agung
2. Misi :
a. Menjaga kemandirian badan peradilan
b. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan
c. Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan
d. Meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan46
46 Dokumentasi Catatan Lapangan, 22 November 2018.
-
40
C. Struktur Organisasi PTUN Provinsi Jambi
Struktur organisasi pemerintah merupakan suatu gambaran yang
menunjukkan suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh setiap bagian atau
anggota. Gambar struktur organisasi PTUN Provinsi Jambi dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
Sumber : PTUN Provinsi Jambi
-
41
3. Tugas Pokok (Bidang Yustisial) dan Fungsi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) :
a. Menerima, Memeriksa, Memutus dan Menyelesaikan Sengketa TUN PTUN
Jambi, Dengan Berpedoman Pada Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 jo.
Undang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor : 51
Tahun 2009 dan Ketentuan dan Ketenuan Peraturan Perundang-undangan Lain
yang Bersangkutan, Serta Petunjuk-Petunjuk Dari Mahkamah Agung Republik
Indonesia (Buku Simplemen Buku I, Buku II, SEMA, PERMA, dll);
b. Meneruskan Sengketa-Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) Ke Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT. TUN)
yang Berwenang;
c. Peningkatan Kualitas dan Profesionalisme Hakim Pada Pengadilan Tata Usaha
Negara Jambi (PTUN Jambi), Seiring Peningkatan Integritas Moral dan
Karakter Sesuai Kode Etik dan Tri Prasetya Hakim Indonesia, Guna Tercipta
dan Dilahirkannya Putusan-Putusan yang Dapat Dipertanggung jawabkan
Menurut Hukum dan Keadilan, Serta Memenuhi Harapan Para Pencari
Keadilan (Justiciabelen);
d. Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Lembaga Peradilan Guna
Meningkatan dan Memantapkan Martabat dan Wibawa Aparatur dan Lembaga
Peradilan, Sebagai Benteng Terakhir Tegaknya Hukum dan Keadilan, Sesuai
Tuntutan Undang-Undang Dasar 1945;
e. Memantapkan Pemahaman dan Pelaksanaan Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi, Sesuai Keputusan
-
42
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : KMA/012/SK/III/1993,
tanggal 5 Maret 1993 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara (PT. TUN);
f. Membina Calon Hakim Dengan Memberikan Bekal Pengetahuan Di Bidang
Hukum dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Agar Menjadi
Hakim yang Profesional.
4. Fungsi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
a. Melakukan Pembinaan Pejabat Struktural dan Fungsional Serta Pegawai
Lainnya, Baik Menyangkut Administrasi, Teknis, Yustisial Maupun
Administrasi Umum;
b. Melakukan Pengawasan atas Pelaksanaan Tugas dan Tingkah Laku Hakim dan
Pegawai Lainnya;
c. Menyelenggarakan Sebagian Kekuasaan Negara Dibidang Kehakiman. 47
5. Putusan PTUN dari Fiktif Negatif menjadi Positif
Tabel 1.1 Putusan PTUN dari Fiktif Negatif menjadi Positif
No Tahun Fiktif
Negatif Fiktif Positi
PTUN
1 2016 15 14 29 2 2017 13 7 20 3 2018 34 17 51
Jumlah 39 34 73 Sumber: PTUN Provinsi Jambi
Dari hasil tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat tahun 2016 terdapat
fiktif negatif 15 dan fiktif positif 14, 29 PTUN yang diberikan oleh PTUN terhadap
47 Dokumentasi Catatan Lapangan, 22 November 2018.
-
43
pemohon yang mengupayakan keputusan terhadap usaha negara, pada tahun 2017
terdapat fiktif negatif 10 dan fiktif positif 8, 18 PTUN yang diberikan PTUN
terhadap pemohon yang mengupayakan keputusan terhadap usaha negara, pada
tahun 2018 terdapat fiktif negatif 14 dan fiktif positif 12, 26 PTUN yang diberikan
PTUN terhadap pemohon yang mengupayakan keputusan terhadap usaha negara.
Dari hasil tabel PTUN Profinsi Jambi yang diberikan terhadap pemohon lebih
berdominan terhadap Keputusan Fiktif Negatif.
D. Sarana dan Prasarana PTUN Jambi
Sarana adalah segala sesuatu yang dipergunakan guna mencapai tujuan.
Sedangkan prasarana adalah sesuatu yang terwujud sebelum adanya sarana. Jadi
sarana dan prasarana di sini maksudnya adalah sesuatu yang dipergunakan sebagai
alat memperlancar kegiatan atau alat-alat maupun fasilitas yang digunakan untuk
menunjang tercapainya tujuan sebuah kinerja dalam sebuah perusahaan. Di PTUN
Provinsi Jambi sarana dan prasarana merupakan faktor yang sangat penting yang
dapat memudahkan serta memperlancar proses kinerja karyawan di PTUN Provinsi
Jambi.
1. Sarana
Adapun sarana yang menunjang berlangsungnya proses kinerja karyawan di
PTUN Provinsi Jambi seperti pada tabel berikut:
Tabel 3. 1 Tabel III. Daftar Sarana di PTUN Provinsi Jambi48
No Sarana Jumlah Kondisi
1 Gedung 1 Baik
48 Dokumentasi Catatan Lapangan, 22 November 2018.
-
44
2 Mushola 1 Baik
3 Kantin 2 Baik
4 Toilet 6 Baik
5 Lahan parkit 1 Baik
6 Ruang pimpinan 1 Baik
7 Ruang tamu 2 Baik
8 Ruang rapat 1 Baik
9 Lapangan upacara 1 Baik
10 Dapur 1 Baik
Sumber : PTUN Provinsi Jambi
2. Prasarana
Adapun prasarana yang mendukung kinerja karyawan di PTUN Provinsi
Jambi adalah sebagai berikut :
Tabel 3. 2 Daftar Sarana di PTUN Provinsi Jambi49
No Sarana Jumlah Kondisi
1 Komputer 6 Baik
2 Laptop 6 Baik
3 Faximine 2 Baik
4 Printer 5 Baik
5 Reciver astro 2 Baik
6 Televisi 3 Baik
7 AC 12 Baik
8 Lemari es 1 Baik
9 Kipas dingin 5 Baik
10 Locker 5 Baik
49 Dokumentasi Catatan Lapangan, 22 November 2018.
-
45
11 Dispenser 2 Baik
12 Furniture 2 Baik
13 Jam dinding 9 Baik
14 White board 2 Baik
15 Pesawat telepon 2 Baik
16 Rak arsip 6 Baik
17 Kendaraan oprasional 1 Baik
18 Mesin foto copy 1 Baik
Sumber : PTUN Provinsi Jambi
-
58
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Jumlah Putusan Fiktif Negatif ke Fiktif Positif Selama Tiga Tahun 2016, 2017 dan 2018
Salah satu bentuk penyelesaian atas kekecewaan yang dialami oleh
masyarakat adalah melalui jalur hukum di samping tentunya jalur-jalur yang dapat
ditempuh seperti penyelesaian dalam internal pelayan publik itu sendiri . Meskipun
penyelesaian secara internal seperti pengaduan atau keluhan belum tentu dapat
menyelesaikan atau justru pengaduan tersebut tidak ditanggapi. Penyelesaian
melalui jalur litigasi atau jalur lembaga peradilan diharapkan sebagai ultimum
remidium bagi masyarakat dalam penyelesaian berbagai permasalahan. Putusan
PTUN dari Fiktif Negatif menjadi Positif terhadap Sengketa Tanah
No Tahun Fiktif Negatif
Fiktif Positi
PTUN
1 2016 4 7 11 2 2017 9 12 21 3 2018 1 9 10
Jumlah 14 28 42 Sumber: PTUN Provinsi Jambi
Dari hasil tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat tahun 2016 terdapat
fiktif negatif 4 dan fiktif positif 7, 11 PTUN yang diberikan oleh PTUN, pada
tahun 2017 terdapat fiktif negatif 9 dan fiktif positif 12, 21 PTUN yang diberikan
PTUN te, pada tahun 2018 terdapat fiktif negatif 1 dan fiktif positif 9, 10 PTUN
yang diberikan PTUN terhadap pemohon yang mengupayakan keputusan terhadap
46
-
47
usaha negara. Dari hasil tabel PTUN Profinsi Jambi yang diberikan terhadap
pemohon lebih berdominan terhadap Keputusan Fiktif Negatif.
1. Keputusan Fiktif Negatif di PTUN Provinsi Jambi
Gugatan dalam Peradilan Tata Usaha Negara dikenal adanya gugatan fiktif
negatif yang diajukan oleh orang atau badan perdata dalam hal adanya permohonan
yang diajukan ke badan atau pejabat tata usaha negara. Meskipun dalam
perkembangan dengan adanya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan telah berubah dengan adanya keputusan fiktif positif,
meskipun dalam aturan peralihan tidak disebutkan adanya perubahan terkait fiktif
negatif ke fiktif positif. Akan tetapi dengan menggunakan asas hukum, yaitu asas
posterior derogate legi priori, maknanya adalah undang-undang yang lebih baru
mengalahkan yang lebih lama pembuatannya. Pada asas ini berlaku terhadap dua
peraturan yang mengatur masalah yang sama dalam hirarkhi yang sama, sehingga
keberadaan gugatan fiktif positif tidak dijumpai lagi kecuali dalam hal kasuistis
dalam masa peralihan undang-undang.
Fiktif negatif sebagai bahan perbandingan agar dapat memberikan
pemahaman bahwa penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan dapat
ditempuh dengan cara tersebut dengan tujuan memberikan perlindungan hukum
bagi masyarakat serta memberikan kepastian hukum. Fiktif negatif itu adalah
adalah dasar hukum yang lama sehingga adanya dasar hukum yang baru yaitu fiktif
positif, dengan begitu apabila ada kasus yang tidak sesuai itu biasanya karena ada
berkas yang tidak berdasarkan Undang-Undang maka akan memberikan
-
48
kemudahan bagi masyarakat atau bada dalam mendapatkan kepastian hukum atau
pun juga keputusan. 50
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara khususnya Pasal 3 berbunyi: Apabila badan ata