keragaman genetik generasi m2 hasil iradiasi sinar...
TRANSCRIPT
KERAGAMAN GENETIK GENERASI M2 HASIL
IRADIASI SINAR GAMMA 60Co TANAMAN KEDELAI
(Glycine max (L.) Merril) VARIETAS MUTIARA 1 UNTUK
UMUR GENJAH
NABILA NURMAYANI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1441 H
KERAGAMAN GENETIK GENERASI M2 HASIL
IRADIASI SINAR GAMMA 60Co TANAMAN KEDELAI
(Glycine max (L.) Merril) VARIETAS MUTIARA 1 UNTUK
UMUR GENJAH
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
NABILA NURMAYANI
11150950000025
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1441 H
v
ABSTRAK
Nabila Nurmayani. Keragaman Genetik Generasi M2 Hasil Iradiasi Sinar
Gamma 60Co Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril) Varietas Mutiara 1
Untuk Umur Genjah. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan
Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2019.
Dibimbing oleh Dasumiati dan Winda Puspitasari.
Peningkatan produksi kedelai nasional perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
kedelai Indonesia. Pengembangan kedelai varietas unggul berumur genjah yang
memiliki umur panen kurang dari 80 hari merupakan salah satu peluang untuk
meningkatkan produksi kedelai karena memberikan nilai strategis dalam
mendukung program percepatan produksi dalam negeri. Perakitan kedelai varietas
unggul berumur genjah dapat diusahakan melalui program pemuliaan tanaman
dengan teknik induksi mutasi iradiasi sinar gamma 60Co. Keragaman genetik setiap
generasi penting diketahui untuk proses seleksi. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan tanaman kedelai berumur genjah dan mengetahui nilai keragaman
genetik pada karakter agronomi varietas Mutiara 1 generasi M2. Benih kedelai
varietas Mutiara 1 generasi M2 ditanam pada lahan seluas 6 m x 12,8 m menjadi
satu populasi. Pengamatan dilakukan pada karakter kualitatif dan agronomi kedelai.
Analisis dilakukan untuk menentukan nilai keragaman genetik dan heritabilitas tiap
karakter pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan umur panen tanaman kedelai
varietas Mutiara 1 generasi M2 yaitu pada umur 130-134 HST. Keragaman genetik
semua karakter agronomi berkisar dari 0,5-22% dan heritabilitas berkisar 0,03-0,93.
Keragaman genetik dan heritabilitas semua karakter agronomi bervariasi, yaitu
berkriteria rendah hingga tinggi. Tidak terdapat generasi M2 tanaman kedelai
varietas Mutiara 1 berumur genjah.
Kata kunci: Iradiasi; Kedelai; Keragaman Genetik; Mutasi; Umur Genjah
vi
ABSTRACT
Nabila Nurmayani. Genetic Variability of M2 Generation Results of 60Co
Gamma Ray Irradiation Soybean (Glycine max (L.) Merril) Mutiara 1
Varieties. Undergraduate Thesis. Departement of Biology. Faculty of Science
and Technology. State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. 2019.
Advised by Dasumiati and Winda Puspitasari.
Enhancement of national soybean production should be done to fulfill the needs of
Indonesians soybean. Development of early maturing soybean varieties that have
harvest age less than 80 days is one of the opportunities to increase soybean
production because it provides strategic value in supporting the acceleration of
domestic production programs. Early maturing soybean varieties can be done
through a plant breeding program with 60Co gamma ray irradiation by mutation
induction techniques. Genetic variability of each generation is important to know
for the selection process. This study aims to obtain early maturing soybean plants
and determine the value of genetic variability in the agronomic character of M2
generation Mutiara 1 varieties. Soybean seed of M2 generation Mutiara 1 varieties
are planted on an 6 m x 12,8 m area become a population. Observations were made
on the qualitative and agronomic characteristics of soybeans. Analysis is carried out
to determine the value of genetic variability and heritability of each observed
character. The result showed that harvest age of Mutiara 1 varieties in M2
generation is 130-134 day. Genetic variability of all agronomic character ranged
from 0,5-22% and heritability ranged form 0,03-0,93. Genetic variability and
heritability of all agronomic characters are diverse and have low to high criteria.
There are no early maturing M2 generation of Mutiara 1 varieties.
Keyword: Early maturing, Genetic Variability; Irradiation; Mutation; Soybean
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanallahu wa Ta’ala
atas nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains pada Program Studi Biologi,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa raga dalam
menegakkan syi’ar islam.
Skripsi yang berjudul “Keragaman Genetik Generasi M2 Hasil Iradiasi
Sinar Gamma 60Co Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril) Varietas
Mutiara 1 Untuk Umur Genjah” disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilaksanakan di Kebun Percobaan Pasar Jumat, Lebak Bulus, Pusat Aplikasi Isotop
dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (PAIR-BATAN).
Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik karena adanya bantuan,
dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala
kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Lily Surayya Eka Putri M. Env Stud. selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Priyanti, M.Si. selaku Ketua Program Studi Biologi sekaligus dosen penguji
seminar proposal dan seminar hasil yang telah memberikan kritik dan saran yang
membangun untuk penelitian penulis.
3. Dr. Dasumiati, M.Si. selaku pembimbing I yang telah memberikan ilmu,
bimbingan dan saran yang sangat bermanfaat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi.
4. Dr. Winda Puspitasari selaku pembimbing II yang telah memberikan ilmu,
bimbingan dan motivasi dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan
skripsi.
viii
5. Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si. dan Dr. Agus Salim, M.Si. selaku dosen
penguji sidang Munaqosyah yang telah memberikan kritik dan saran
membangun dalam penulisan skripsi.
6. Ir. Junaidi, M.Si. selaku dosen penguji seminar proposal dan seminar hasil yang
telah memberikan kritik dan saran dalam proses pembuatan proposal dan
pelaksanaan penelitian.
7. Kepala Pusat (PAIR-BATAN), Kepala Bidang Pertanian dan Kepala Kelompok
Pemuliaan Tanaman beserta staff atas kerjasama dan bantuan yang diberikan
selama kegiatan penelitian.
Penulis membuka diri terhadap kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk pembaca dan
juga penulis sendiri.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Jakarta, November 2019
Penulis
ix
DAFTAR ISI Halaman
ABSTRAK……………………….……………………………………… v
KATA PENGANTAR…………………………………………………... vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………. ix
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………. x
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang……………………………………………….. 1
1.2. Rumusan Masalah……………………………………………. 2
1.3. Hipotesis……………………………………………………… 3
1.4. Tujuan Penelitian…………………………………………….. 3
1.5. Manfaat Penelitian…………………………………………… 3
1.6. Kerangka Berpikir Penelitian…………………………………
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kedelai (Glycine max (L.) Merril)…………………………… 5
2.2. Kedelai Berumur Genjah…………………………………….. 8
2.3. Syarat Tumbuh Kedelai……………………………………… 9
2.4. Keragaman Genetik………………………………………...… 10
2.5. Pemuliaan Mutasi Tanaman………………………….............. 11
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian………………………………... 13
3.2. Alat dan Bahan……………………………………………….. 13
3.3. Cara Kerja……………………………………………………. 13
3.4. Pengamatan Karakter Kualitatif dan Agronomi Generasi M2
Tanaman Kedelai Varietas Mutiara 1………………………... 15
3.5. Data Iklim……………………………………………………. 17
3.6. Analisis Data…………………………………………………. 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Penelitian……………………………………. 19
4.2. Keragaman Karakter Kualitatif Generasi M2 Tanaman Kede-
lai Varietas Mutiara 1……………………………………….... 20
4.3. Keragaman Genetik dan Heritabilitas Karakter Agronomi Ge-
nerasi M2 Tanaman Kedelai Varietas Mutiara 1……………..
23
BAB V KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan…………………………………………………... 30
5.2. Saran…………………………………………………………..
30
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 31
LAMPIRAN…………………………………………………………...... 34
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian keragaman genetik generasi M2
hasil iradiasi sinar gamma 60Co tanaman kedelai (Glycine max
(L.) Merril) varietas Mutiara 1 untuk umur genjah……………. 4
Gambar 2. Morfologi tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril)………... 5
Gambar 3. Tipe pertumbuhan tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril)
pada fase generatif…………………………………………...... 6
Gambar 4. Skema pemuliaan mutasi tanaman…………………………….. 12
Gambar 5. Denah tanam kedelai varietas Mutiara 1 kontrol tetua (M0)
dan generasi M2 kedelai varietas Mutiara 1…………………... 14
Gambar 6. Warna bunga tanaman kedelai varietas Mutiara 1…………….. 21
Gambar 7. Warna rambut batang tanaman kedelai varietas Mutiara 1……. 22
Gambar 8. Tipe pertumbuhan determinit tanaman kedelai………………... 23
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Deskripsi kedelai varietas Mutiara 1………………………… 34
Lampiran 2. Data iklim wilayah Lebak Bulus…………………………….. 35
Lampiran 3. Kondisi generasi M2 kedelai varietas M1 pada penelitian…... 36
Lampiran 4. Tanaman kedelai generasi M2 terserang hama……………… 37
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan tanaman utama sumber pangan
potensial setelah padi dan jagung yang ada di Indonesia. Kedelai menjadi tanaman
pangan penghasil protein nabati yang digunakan sebagai bahan baku utama dalam
industri pembuatan tempe, tahu, kecap, susu kedelai, serta dimanfaatkan sebagai
pakan ternak (Kariyasa, 2015). Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
(2016) total konsumsi kedelai nasional per tahun adalah 2,2 juta ton sedangkan total
produksi per tahun hanya 891 ribu ton. Produksi kedelai tersebut tidak mampu
mencukupi kebutuhan kedelai nasional sehingga 67,99% kedelai harus diimpor dari
luar negeri.
Peningkatan produksi kedelai nasional perlu dilakukan sebagai upaya
memenuhi kebutuhan kedelai masyarakat Indonesia. Peluang yang dapat dilakukan
untuk mengatasi permasalahan tersebut salah satunya melalui penggunaan kedelai
varietas unggul berumur genjah, tanaman kedelai berumur genjah memiliki umur
panen kurang dari 80 hari sedangkan kedelai dengan umur panen lebih dari 80 hari
berkriteria umur panen dalam. Menurut Asadi (2013) tanaman kedelai umur genjah
akan lebih menguntungkan petani untuk pergiliran tanaman dengan padi serta dapat
menghindari kekurangan air bagi tanaman kedelai selama pertumbuhannya apabila
ditanam setelah padi. Kedelai varietas unggul berumur genjah juga memberikan
nilai strategis dalam mendukung program percepatan produksi dalam negeri.
Perakitan kedelai varietas unggul berumur genjah dapat dilakukan melalui
program pemuliaan tanaman dengan teknik induksi mutasi. Mutasi dapat dilakukan
dengan perlakuan mutagen fisik berupa sinar gamma dengan salah satu sumbernya
adalah sinar gamma 60Co. Daya tembusnya yang sangat kuat sering dimanfaatkan
untuk meningkatkan keragaman genetik dalam perakitan varietas unggul.
Keragaman (variabilitas) genetik yang tinggi pada setiap karakter yang dapat
diwariskan dan ketepatan dalam memilih berbagai genotip unggul dalam proses
seleksi merupakan penentu keberhasilan program pemuliaan tanaman (Lilik &
Yulidar, 2015).
2
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan keragaman genetik dan
heritabilitas karakter agronomi tanaman kedelai hasil iradiasi sinar pada generasi
mutasi ke-2 (M2) tinggi, serta umur panen menjadi lebih cepat dibandingkan
dengan tetuanya. Arwin & Yuliasti (2017) pada penelitiannya melaporkan umur
panen galur-galur mutan kedelai berkisar 69-73 hari, lebih genjah dari tetuanya,
yaitu varietas Argomulyo dengan umur panen 79 hari. Nilahayati & Putri (2015)
dalam penelitiannya melaporkan nilai koefisien keragaman genetik (KKG) dan
heritabilitas tanaman kedelai hasil iradiasi sinar gamma beragam pada setiap
karakter. Nilai KKG berada pada kategori rendah hingga sedang (6,55%-42,31%)
dan nilai heritabilitas berada pada kategori sedang hingga tinggi (0,21-0,95) dengan
nilai heritabilitas tertinggi (0,95) terdapat pada karakter bobot 100 biji. Hal tersebut
menunjukkan bahwa hampir seluruh variasi bobot 100 biji pada tiap individu
tanaman disebabkan oleh faktor genetik.
Varietas kedelai yang digunakan pada penelitian ini adalah kedelai varietas
Mutiara 1, produk iradiasi sinar gamma dosis 150 Gy pada kedelai varietas Muria
yang dihasilkan oleh BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) dan telah dilepas
oleh Menteri Pertanian pada tahun 2010. Varietas Mutiara 1 memiliki rata-rata
produksi 2,4 ton/ha dan potensi hasil 4,1 ton/ha. Kedelai ini berproduksi tinggi di
lahan sawah dan dapat beradaptasi di lahan kering tegalan. Ukuran biji kedelai ini
dikategorikan super besar (berat >14 gr/100 biji) dengan bobot 100 butir ±23,2 gr
(Deptan, 2010). Kedelai varietas Mutiara 1 pada penelitian ini diiradiasi dengan
sinar gamma dosis 300 Gy dan telah didapatkan benih generasi mutasi ke-2 (M2)
dengan tujuan meningkatkan keragaman genetik agar diperoleh tanaman kedelai
dengan produktivitas tinggi dengan karakter unggul berumur genjah.
Seleksi pada program pemuliaan mutasi dapat dilakukan pada generasi ke-2
(M2) karena tanaman kedelai generasi M2 diharapkan menunjukkan segregasi pada
lokus-lokus yang mengalami mutasi sehingga keragaman genetik dapat diamati
(Hanafiah, Trikoesoemaningtyas, Yahya, & Wirnas, 2011). Berdasarkan latar
belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan generasi M2
tanaman kedelai varietas Mutiara 1 berumur genjah dan mengetahui nilai
keragaman genetik karakter agronomi tanaman kedelai untuk proses seleksi pada
program pemuliaan mutasi tanaman.
3
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat keragaman genetik dan heritabilitas yang tinggi pada generasi
M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1?
2. Apakah terdapat generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1 berumur
genjah?
1.3. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
1. Terdapat keragaman genetik dan heritabilitas tinggi pada karakter agronomi
generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1.
2. Terdapat generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1 berumur genjah.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah:
1. Mengetahui nilai keragaman genetik dan heritabilitas pada karakter agronomi
generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1.
2. Mendapatkan generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1 berumur genjah.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam melakukan
kegiatan seleksi pada karakter-karakter yang memiliki keragaman genetik dan
heritabilitas tinggi terutama pada karakter agronomi tanaman kedelai.
4
1.6. Kerangka Berpikir Penelitian
Kerangka berpikir pada penelitian ini ditampilkan dalam bentuk bagan
(Gambar 1).
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian keragaman genetik generasi M2
hasil iradiasi sinar gamma 60Co tanaman kedelai (Glycine max
(L.) Merril) varietas Mutiara 1 untuk umur genjah
Produksi kedelai rendah
Peningkatan produksi kedelai
Pemuliaan mutasi tanaman
Keragaman Genetik
Seleksi
Nilai Keragaman Genetik dan Heritabilitas
Tinggi
Karakter-karakter kualitatif :
1. Warna bunga
2. Tipe tumbuh
3. Warna rambut batang
Karakter-karakter agronomi:
1. Umur berbunga
2. Tinggi tanaman
3. Jumlah cabang produktif
4. Jumlah buku produktif
5. Jumlah polong total
6. Umur panen
7. Bobot biji per tanaman
Umur panen
<80 hari Umur genjah
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kedelai (Glycine max (L.) Merril)
Kedelai merupakan tanaman dari famili Fabaceae dan genus Glycine yang
berasal dari daratan pusat dan utara Cina. Nama tersebut pertama kali dikenalkan
oleh Linnaeus pada tahun 1737. Kedelai merupakan tanaman semak yang tumbuh
tegak dengan ketinggian 30-100 cm. Kedelai merupakan tanaman menyerbuk
sendiri dan bersifat kleistogami, yaitu penyerbukan terjadi sebelum kelopak bunga
terbuka. Pertumbuhan kedelai dikelompokkan menjadi dua fase, yaitu fase vegetatif
dan fase generatif. Fase vegetatif kedelai dimulai sejak tanaman tumbuh dan
dicirikan dengan jumlah buku pada batang utama yang sudah memiliki daun
terbuka penuh. Fase ini berakhir ketika satu bunga telah terbentuk pada batang
utama. Fase generatif terdiri dari fase pembungaan, pengisian polong dan
pemasakan biji (Adie & Krisnawati, 2007).
Gambar 2. Morfologi tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) (Muredzi, 2013)
Sistem perakaran tanaman kedelai dibedakan menjadi tiga, yaitu akar
lembaga (akar yang tumbuh sejak perkecambahan), akar tunggang, dan akar cabang
(akar rambut). Perakaran kedelai dapat mencapai kedalaman ±150 cm, terutama
pada kondisi tanah subur. Perakaran tanaman kedelai dapat membentuk bintil akar
6
(nodul) yang terbentuk 10 hari setelah tanam. Kekhasan dari akar tanaman kedelai
ini adalah adanya interaksi simbiosis mutualisme antara bakteri nodul akar
(Rhizobium japonicum) dengan akar. Bintil akar ini sangat berperan dalam proses
fiksasi N2 dari udara yang dibutuhkan tanaman kedelai khususnya dalam aspek
unsur hara nitrogen, sedangkan bakteri R. japonicum memerlukan makanan yang
berasal dari tanaman kedelai (Rukmana & Yuniarsih, 2012).
Gambar 3. Tipe pertumbuhan tanaman kedelai pada fase generatif. A. Determinit;
B.Indeterminit (Union For The Protection Of New Varieties Of Plants,
1998)
Tanaman kedelai memiliki batang beruas-ruas dengan percabangan 1-5
cabang dan panjang sekitar 3-6 cm. Terdapat buku pada batang yang akan
bertambah seiring pertambahan umur tanaman. Jumlah buku pada batang kedelai
berkisar 15-20 buku dengan jarak antar buku berkisar 2-9 cm (Gambar 2). Menurut
tipe pertumbuhannya tanaman kedelai dibedakan menjadi 3 macam, yaitu
determinit (bagian ujung batang dengan bagian tengah batang sama besarnya,
pembungaan serempak, pertumbuhan vegetatif tunas terminal terhenti ketika terjadi
pembungaan, tinggi tanaman termasuk kategori pendek), indeterminit (bagian
ujung tanaman lebih kecil dibandingkan dengan batang tengah, ruas batang panjang
dan agak melilit, pembungannya berangsur-angsur dari pangkal hingga batang atas,
tinggi tanaman kategori sedang hingga tinggi (Gambar 3), semi-determinit
(merupakan perpaduan tipe pertumbuhan determinit dengan indeterminit). Seluruh
bagian batang utama, cabang hingga polong kedelai memiliki rambut halus
berwarna coklat, coklat muda, atau putih yang dikenal sebagai trikoma (Rukmana
& Yuniarsih, 2012). Warna rambut batang pada kedelai dikendalikan oleh sepasang
alel TT dan tt. Alel TT merupakan alel dominan terhadap tt yang berperan
A B tunas terminal terhenti
polong
tunas terminal
tetap tumbuh
polong
7
menghasilkan warna rambut batang coklat sedangkan alel tt merupakan alel resesif
yang berperan dalam menghasilkan warna rambut batang putih (Adie & Krisnawati,
2007).
Tipe pertumbuhan pada tanaman kedelai menurut Adie & Krisnawati (2007)
dikodekan oleh alel Dt1Dt1, dt1dt1, Dt2Dt2, dan dt2dt2. Alel Dt1 merupakan alel
dominan terhadap dt1, alel Dt2 dominan terhadap dt2, dan alel dt1 epistasis
terhadap Dt2 dan dt2. Alel Dt1 dan dt2 berperan penting dalam mengkode tipe
pertumbuhan indeterminit, alel dt1 mengkode tipe pertumbuhan determinit, dan alel
Dt2 mempunyai pengaruh penting dalam mengkode pertumbuhan semi-determinit.
Tanaman kedelai memiliki sepasang daun tunggal yang tumbuh pada buku
pertama, selanjutnya pada buku diatasnya akan muncul satu daun bertiga. Daun
tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga memiliki tangkai agak panjang.
Bentuk daun yang dimiliki tanaman kedelai adalah lancip, bulat, dan lonjong.
Namun, sebagian besar bentuk daun kedelai yang terdapat di Indonesia adalah
lonjong (Pitojo, 2007). Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna (hermaprodit),
pada tiap kuntum bunga terdapat alat kelamin betina (putik) dan jantan (benang
sari). Penyerbukannya bersifat menyerbuk sendiri (self pollinated). Bunga akan
tumbuh dari ketiak daun, yaitu setelah buku kedua dan terkadang tumbuh pada
cabang tanaman yang memiliki daun. Jumlah bunga yang terbentuk pada ketiak
daun sangat beragam bergantung pada kultivar dan lingkungan tumbuh tanaman,
tetapi umumnya berkisar 40-200 bunga per tanaman. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi perkembangan bunga pada tanaman kedelai adalah suhu dan
intensitas penyinaran matahari (Rukmana & Yuniarsih, 2012).
Tanaman kedelai memiliki buah yang berbentuk polong yang muncul sekitar
10-14 hari setelah kemunculan bunga pertama. Setiap tanaman mampu
menghasilkan 100-250 polong, namun pada pertanaman yang rapat umumnya
dihasilkan sekitar 30 polong dalam satu tanaman. Satu polong berisi 1-5 biji, namun
umumnya berisi 2-3 biji per polong. Polong yang baru tumbuh memiliki warna
hijau dan berambut. Selanjutnya polong menjadi kuning atau coklat ketika
memasuki waktu panen (Pitojo, 2007).
Biji merupakan komponen morfologi kedelai yang bernilai ekonomis.
Terdapat dua bentuk biji pada kedelai, yaitu lonjong dan bulat. Sebagian besar biji
8
kedelai yang terdapat di Indonesia adalah lonjong. Pengelompokan ukuran biji
kedelai berbeda antar negara, biji kedelai di Indonesia dikelompokkan berukuran
besar (berat >14 gr/100 biji), sedang (10-14 g/100 biji), dan kecil (< 10 g/100 biji).
Warna kulit biji kedelai bervariasi dari kuning, hijau, coklat, hitam hingga
kombinasi berbagai warna atau campuran (Adie & Krisnawati, 2007). Kedelai
varietas Mutiara 1 (Lampiran 1) merupakan kedelai varietas unggul yang berasal
dari iradiasi sinar gamma 150 Gy pada varietas Muria. Kedelai varietas Mutiara 1
dilepas pada 22 Juli 2010 dengan SK Mentan 2602/Kpta/SR.120/7/2010 dengan
instansi pengusul Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi-BATAN.
2.2. Kedelai Berumur Genjah
Kedelai (Glycine max (L.) Merril) sebagian besar ditanam di lahan sawah
pada musim kemarau kedua dengan pola tanam padi-padi-kedelai di Indonesia.
Peluang terjadinya cekaman kekeringan air bagi tanaman kedelai saat memasuki
fase generatif sangat besar pada kondisi tersebut. Pola tanam padi–padi–kedelai
dengan menanam kedelai berumur sedang maupun dalam (>80 hari) mempunyai
resiko kegagalan hasil yang tinggi karena kekeringan dibandingkan dengan
penanaman kedelai berumur genjah (<80 hari) (Adie & Krisnawati, 2007).
Umur kedelai di Indonesia dikelompokkan menjadi sangat genjah (<70 hari),
genjah (70–79 hari), sedang (80–85 hari), dalam (86–90 hari), dan sangat dalam
(>90 hari) (Adie & Krisnawati, 2007). Umur masak tanaman kedelai yang genjah
menjadi salah satu komponen yang diinginkan oleh petani dalam budidaya kedelai.
Kedelai berumur genjah memiliki ciri-ciri umur masak kurang dari 80 hari. Hal
tersebut dikarenakan pada musim tanaman MK II (Juni-Juli) di lahan sawah dan
musim tanam MK I (Februari-Maret) di lahan kering rentan menghadapi cekaman
kekeringan. Kekeringan yang terjadi pada fase reproduktif dapat menyebabkan
penurunan hasil kedelai 40-55%. Oleh karena itu kedelai berumur genjah menjadi
salah satu solusi untuk mengatasi kondisi tersebut (Susanto & Nugrahaeni, 2016).
Penelitian yang dilakukan Nugrahaeni, Sundari, & Gatut-wahyu (2011)
terhadap galur-galur kedelai berumur genjah di lahan kering masam di Lampung
diperoleh 3 galur yang memiliki umur genjah, masing-masing 75, 75, dan 79 hari.
Galur-galur tersebut adalah Tangg/Burr-02-12-3-559 hasil persilangan varietas
Tanggamus (umur dalam potensi hasil tinggi) dan varietas Burangrang (umur
9
sedang), galur Tangg/Grob-02-379-2-513 hasil persilangan varietas Tanggamus
(umur dalam potensi hasil tinggi) dan varietas Grobogan (umur genjah), serta
Sib/Pander-02-84-1-601 hasil persilangan varietas Sibayak (umur dalam) dan
varietas Panderman (umur sedang).
Kedelai varietas unggul lainnya adalah varietas Gamasugen-1 dan
Gamasugen-2. Kelebihan kedelai varietas Gamasugen-1 dan Gamasugen-2 yaitu
memiliki umur super genjah 66–69 hari sudah siap dipanen, sehingga cocok untuk
mengisi musim tanam lahan pertanian setelah padi tanpa perlu mengolah lahan lagi.
Varietas Gamasugen-1 merupakan hasil pemuliaan mutasi iradiasi varietas kedelai
Lokal Tidar dengan dosis 0,2 Kgy. Produksi rata-rata Gamasugen-1 mencapai 2,51
ton/ha, umur tanaman 66–68 hari. Sedangkan varietas kedelai unggul Gamasugen-
2 produksi rata-ratanya 2,52 ton/ha dan umur tanaman 66–69 hari (Deptan, 2013).
Penggunaan kedelai varietas unggul berumur genjah dapat meningkatkan
pendapatan petani dan produksi nasional. Tersedianya kedelai berumur genjah juga
akan menurunkan risiko kegagalan bila terjadi kekeringan (Arsyad, Adie, &
Kuswantoro, 2007).
2.3. Syarat Tumbuh Kedelai
Kedelai merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di lingkungan
tropis dan subtropis. Ketinggian tempat yang cocok untuk pertumbuhan kedelai
adalah 100-500 mdpl. Suhu udara optimal yang dibutuhkan kedelai adalah 25-27°C.
Lazimnya, kedelai ditanam pada musim kemarau, yakni setelah panen padi pada
musim hujan karena kelembaban tanah masih bisa dipertahankan. Kedelai
merupakan tanaman yang perlu pengairan cukup, tetapi pengairan yang terlalu
banyak tidak menguntungkan bagi kedelai, karena akarnya dapat membusuk.
Kedelai membutuhkan iklim yang basah pada fase vegetatif, sedangkan menjelang
fase generatif iklim kering lebih dibutuhkan. Untuk memperoleh produksi yang
baik, tanaman kedelai memerlukan hawa panas. Jika iklim terlalu basah, kedelai
tumbuhnya subur, tetapi produksi bijinya kurang (Taufiq & Sundar, 2014).
Kedelai dapat tumbuh baik pada tanah bertekstur gembur, lembap tidak
tergenang air dan memiliki pH 6-6,8. Pada pH 5,5 kedelai masih dapat tumbuh dan
berproduksi, meskipun tidak sebaik pada pH 6-6,8. Penyinaran matahari 12 jam per
hari atau minimal 10 jam per hari dan curah hujan paling optimum antara 100-200
10
mm dan maksimal 800 mm per bulan pada masa pertumbuhan selama 3-4 bulan
(Jayasumatra, 2012). Menurut Sumarno & Manshuri (2013) kondisi kelembapan
optimal periode tumbuh hingga pengisian polong kedelai berkisar 75-90 %, dan
membutuhkan kelembaban 60-70% pada waktu fase pematangan polong.
Kelembaban udara berpengaruh tidak langsung terhadap hama dan penyakit
tertentu terutama pada proses pematangan biji dan kualitas benih. Curah hujan
tinggi meningkatkan penyerapan kelempaban udara dari luar oleh polong dan biji
saat pengeringan.
2.4. Keragaman Genetik
Keragaman merupakan variasi yang ditimbulkan dari suatu penampilan pada
populasi tanaman. Keragaman dibedakan menjadi dua, yaitu keragaman genetik
dan keragaman fenotip. Keragaman genetik merupakan keragaman yang terjadi
karena adanya pengaruh gen dan interaksi antar gen yang berbeda-beda dalam suatu
populasi. Apabila genotip-genotip tersebut ditanam pada lingkungan yang seragam,
akan tampak fenotip yang berbeda-beda sehingga keragaman menjadi faktor
penting dalam mengembangkan suatu genotip baru. (Acquaah, 2007).
Keragaman genetik merupakan salah satu faktor penting tanaman dalam
mempertahankan keberadaan jenisnya. Kemampuan mempertahankan diri dari
serangan penyakit dan perubahan iklim ekstrim dimiliki oleh suatu populasi dengan
keragaman genetik tinggi, sehingga dapat hidup dalam kondisi lestari pada
beberapa generasi. Tingkat keragaman genetik suatu tanaman merupakan salah satu
faktor penentu keberhasilan strategi pemuliaan tanaman. Nilai keragaman genetik
suatu populasi tergantung juga pada keberhasilan sistem reproduksi pada populasi
tersebut (Sulistyawati, 2014). Pada program pemuliaan tanaman, peningkatan
keragaman genetik dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti domestikasi,
persilangan, transformasi gen, kultur jaringan, dan mutasi buatan. Setelah
mendapatkan keragaman genetik tinggi, dilanjutkan dengan proses seleksi yang
memiliki berbagai macam metode seperti metode bulk, pedigree, single seed
descent, kemudian uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjutan, dan uji
multilokasi (Asadi, 2013).
Penampilan suatu tanaman merupakan interaksi antara faktor genetik dan
lingkungan. Oleh karena itu keragaman genetik dapat dikatakan sebagai suatu
11
besaran yang mengukur variasi penampilan suatu tanaman yang disebabkan oleh
komponen-komponen genetiknya sedangkan keragaman fenotip yang tampak
dihasilkan oleh perbedaan genotipe dan atau lingkungan tumbuhnya (Meydina,
Barmawi, & Sa’diyah, 2015).
2.5. Pemuliaan Mutasi Tanaman
Pemuliaan tanaman adalah kegiatan merakit keragaman genetik suatu
individu maupun populasi tanaman agar memiliki sifat sesuai dengan tujuan yang
diinginkan. Mengubah susunan genetik pada tanaman dapat dilakukan melalui
berbagai macam cara, salah satunya metode induksi mutasi. Pemuliaan tanaman
dengan induksi mutasi merupakan cara yang efektif untuk memperkaya plasma
nutfah yang sudah ada sekaligus untuk perbaikan varietas (Lilik & Yulidar, 2015).
Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada materi genetik baik terhadap gen
tunggal, sejumlah gen, atau susunan kromosom yang terjadi secara acak. Secara
molekuler mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sekuen) nukelotida DNA
kromosom, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada protein yang
dihasilkan. Jika mutasi terjadi pada sel somatik, maka perubahan hanya pada bagian
tersebut dan tidak diwariskan, namun apabila mutasi terjadi pada sel generatif,
maka dapat diwariskan pada generasi berikutnya (Makhziah, Sukendah, &
Koentjoro, 2017).
Bahan atau agen penyebab mutasi disebut mutagen. Mutagen dikelompokkan
menjadi dua, yaitu mutagen kimia dan mutagen fisik. Radiasi pengion yang
meliputi sinar x, sinar gamma, neutron, proton, partikel alfa dan partikel beta
merupakan mutagen fisik. Senyawa alkyl (alkylating agents) misalnya seperti ethyl
methane sulphonate (EMS), diethyl sulphate (dES), dan methyl methane sulphonate
(MMS) merupakan mutagen kimia. Sinar gamma merupakan mutagen fisik yang
sangat luas dimanfaatkan dalam pemuliaan tanaman karena sangat efisien dalam
meningkatkan keragaman (Lilik & Yulidar, 2015).
Induksi mutasi merupakan metode pemuliaan yang paling efektif untuk
perbaikan satu atau beberapa sifat yang tidak diinginkan. Sejalan dengan ini
perbaikan sifat yang diinginkan melalui metode pemuliaan mutasi dapat
berkonsentrasi hanya pada satu target. Kelebihan pemuliaan mutasi antara lain
menimbulkan sifat baru yang tidak dimiliki oleh induknya, dapat memisahkan
12
pautan gen, dan bersifat komplemen dengan teknik yang lain sehingga teknik
tersebut dapat di gunakan bersamaan dengan teknik lain seperti hibridisasi dan
bioteknologi (Lilik & Yulidar, 2015).
Pemuliaan tanaman dengan teknik mutasi bersifat acak, sehingga pemuliaan
mutasi sering dianggap seperti menembak dalam gelap. Oleh karena itu, materi
induk yang dipilih harus tepat dan sesuai tujuan, menggunakan dosis radiasi yang
tepat, selanjutnya menentukan satu atau dua karakter yang akan diperbaiki sebagai
target utama. Pada program pemuliaan tanaman, mutan yang diperoleh dapat
langsung digunakan sebagai varietas atau perlu disilangkan terlebih dahulu sebelum
menjadi varietas, baik persilangan balik dengan varietas asal, persilangan sesama
mutan, atau persilangan mutan dengan varietas lainnya (Sobrizal, 2016). Skema
pemuliaan mutasi tanaman adalah sebagai berikut.
Gambar 4. Skema pemuliaan mutasi tanaman
Benih
Iradiasi
Generasi M1
Generasi M2
Generasi M3
Generasi M4
Generasi M5
Uji daya hasil pendahuluan generasi M6
Uji daya hasil lanjutan, uji multilokasi
Mutan harapan umur genjah
Varietas unggul umur genjah
13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Oktober 2019 di Kebun
Percobaan Pasar Jumat, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga
Nuklir Nasional (BATAN), Jalan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ajir, tali rapiah, alat tulis,
penggaris 50 cm, meteran 100 cm, kamera handphone 12 megapiksel, dan bak
plastik berukuran 15 cm x 10 cm. Bahan yang digunakan berupa benih kedelai
varietas Mutiara 1 koleksi PAIR-BATAN yang tidak diiradiasi sebagai kontrol
tetua (M0), benih generasi M2 kedelai varietas Mutiara I hasil iradiasi ulang sinar
gamma 60Co dosis 300 Gy, pupuk NPK Mutiara, insektisida Furadan 3GR,
insektisida Curacron 500EC.
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Persiapan Benih Tanaman Kedelai
Benih yang digunakan adalah benih kedelai varietas Mutiara 1 kontrol tetua
(M0) yang diperoleh dari koleksi benih PAIR-BATAN, sedangkan benih generasi
M2 kedelai varietas Mutiara 1 didapatkan melalui pemipilan polong tanaman
kedelai varietas Mutiara 1 generasi M1. Benih berpenampilan mengkilap, bersih,
kering, dan berisi dipisahkan dari benih yang memiliki penampilan cacat, basah,
dan tercampur gulma. Kemudian benih varietas Mutiara 1 kontrol tetua (M0) dan
benih generasi M2 masing-masing dimasukkan ke dalam dua wadah terpisah
berupa bak plastik.
3.3.2. Persiapan Lahan
Lahan seluas 6 m x 12,8 m diolah dengan cangkul untuk memperbaiki sifat
fisik tanah dan membersihkan tanah dari gulma. Pengolahan lahan dilakukan tanpa
pemberian pupuk. Lahan kemudian dibuat menjadi 32 barisan tanah yang
ditinggikan (bedengan), terdiri dari 28 baris untuk benih generasi M2 kedelai
14
Keterangan: = Kontrol tetua (M0); = generasi M2; 1 baris = 40 lubang tanam; jarak antar
barisan = 40 cm; jarak antar tanaman = 15 cm; luas lahan = 6 m x 12,8 m; total tanaman M2 =
1120; total tanaman M0 = 160
varietas Mutiara 1, dan 4 baris untuk benih kedelai varietas Mutiara 1 kontrol tetua
(M0). Setiap baris terdiri dari 40 lubang tanam dengan jarak tanam yang digunakan
adalah 30 cm antar barisan dan 15 cm antar tanaman.
3.3.3. Penanaman
Tanah digali sedalam 2-3 cm dari permukaan tanah, setiap lubang tanam diisi
3 butir benih kedelai varietas Mutiara 1 kontrol tetua (M0), sedangkan 1 butir benih
diisi pada setiap lubang tanam generasi M2 kedelai varietas Mutiara 1. Lubang yang
sudah diisi benih kemudian ditutup kembali dengan tanah. Benih kedelai varietas
Mutiara 1 kontrol tetua (M0) ditanam sejumlah 4 baris dengan masing-masing baris
terdiri dari 40 lubang tanam, terletak masing-masing 2 baris di bagian baris terluar
kiri dan 2 baris terluar kanan lahan percobaan. Benih kedelai varietas Mutiara 1
generasi M2 ditanaman sejumlah 28 baris dengan masing-masing baris terdiri dari
40 lubang tanam dan berada di antara baris tanaman kedelai varietas Mutiara 1
kontrol tetua (M0) paling kiri dan kanan. Denah tanam kedelai varietas Mutiara 1
kontrol tetua (M0) dan generasi M2 kedelai varietas Mutiara 1 sebagai berikut.
Gambar 5. Denah tanam kedelai varietas Mutiara 1 kontrol tetua (M0) dan genera-
si M2 varietas Mutiara 1
u
15
3.3.4. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan secara manual sesuai prosedur budidaya
tanaman kedelai, meliputi kegiatan penyiraman, pemupukan, penyiangan gulma,
dan pengendalian hama. Penyiraman dilakukan 2 kali dalam sehari atau disesuaikan
dengan kondisi lapangan. Pemberian pupuk NPK dilakukan pada umur 7 hari
setelah tanam (HST). Pupuk diberikan dengan cara disebar dalam larikan atau
deretan lurus sekitar 5-7 cm dari tanaman, kemudian ditutup kembali dengan tanah.
Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh
di sekitar pertanaman tanaman kedelai. Pengendalian hama dilakukan dengan
pemberian insektisida jenis Furadan 3GR pada umur 30 HST. Selanjutnya
penyemprotan insektisida jenis Curacron 500EC dilakukan 1 kali dalam seminggu,
jika terdapat lebih banyak hama dilakukan penyemprotan 2 kali dalam seminggu
selama 3 bulan.
3.3.5. Panen dan Pasca Panen
Kriteria kedelai yang sudah siap panen menurut Tastra (2017) yaitu pada saat
polong berwarna kuning atau sekitar 95% polong telah berwarna coklat (warna
polong masak) dan sebagian besar daun sudah rontok. Umur tanaman kedelai
(sesuai deskripsi varietas) juga dapat dijadikan pedoman saat panen yang optimal.
Kedelai varietas Mutiara 1 kontrol tetua (M0) maupun generasi M2 beserta akarnya
dicabut dari tanah. Pencabutan dilakukan dengan memegang batang utama, tangan
pada posisi tepat di bawah cabang yang berpolong. Seluruh tanaman kedelai hasil
panen kemudian dijemur di bawah sinar matahari untuk mengurangi kadar air pada
polong. Proses tersebut dilakukan untuk memudahkan pengambilan data pasca
panen, yaitu tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, dan
jumlah polong.
3.4. Pengamatan Karakter Kualitatif dan Agronomi Generasi M2 Tanaman
Kedelai Varietas Mutiara 1
Pengamatan terhadap keragaman genetik generasi M2 tanaman kedelai
varietas Mutiara 1 dilakukan terhadap karakter-karakter kualitatif dan agronomi
kedelai. Karakter kualitatif kedelai diamati pada fase vegetatif (pra panen) dan
karakter agronomi diamati pada fase generatif (pasca panen) mengacu pada
16
panduan yang diterbitkan International Union for The Protection of New Varieties
of Plants (UPOV, 1998). Karakter-karakter kualitatif yang diamati terdiri dari:
1. Warna bunga, diamati pada tiap individu yang telah muncul bunga dalam
populasi.
% warna bunga = Jumlah tanaman kedelai dengan warna bunga sama
Jumlah tanaman kedelai yang ditanam x 100%
2. Tipe pertumbuhan, diamati pada tiap individu tanaman dalam populasi saat
berumur 60 HST.
% pertumbuhan = Jumlah kedelai dengan tipe pertumbuhan sama
Jumlah kedelai yang ditanam x 100%
3. Warna rambut batang, diamati pada tiap individu tanaman dalam populasi saat
berumur 60 HST.
% warna rambut batang = Jumlah kedelai dengan warna rambut batang sama
Jumlah kedelai yang ditanam x
100%
Karakter-karakter agronomi yang diamati adalah:
1. Umur berbunga, dicatat berapa hari setelah tanam (HST) 80% tanaman dalam
populasi berbunga. Nilai 80% tanaman didapatkan melalui penghitungan 80%
dikali dengan jumlah tanaman dalam populasi.
2. Tinggi tanaman, diukur dengan meteran dari pangkal batang hingga ujung titik
tumbuh tanaman yang dilakukan pasca panen.
3. Jumlah cabang produktif, jumlah cabang yang dapat menghasilkan polong,
dihitung secara manual pasca panen.
4. Jumlah buku produktif, jumlah buku yang menghasilkan polong pada setiap
individu tanaman, dihitung secara manual pasca panen.
5. Jumlah polong total, jumlah polong total yang terdapat pada setiap individu
tanaman, dihitung secara manual pasca panen.
6. Umur panen, dicatat berapa hari setelah tanam (HST) 95% tanaman dalam
populasi menunjukkan ciri-ciri fisiologis matang yaitu daun berwana coklat
yang mulai mengering dan polong kecoklatan sebagai tanda siap panen. Nilai
95% tanaman didapatkan melalui penghitungan 95% dikali dengan jumlah
tanaman dalam populasi. Umur panen dikelompokkan menjadi sangat genjah
17
(<70 hari), genjah (70–79 hari), sedang (80–85 hari), dalam (86–90 hari), dan
sangat dalam (>90 hari) (Adie & Krisnawati, 2007).
3.5. Data Iklim
Data rata-rata suhu udara, kelembapan udara, dan curah hujan dalam
penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh melalui Stasiun klimatologi
(Staklim) Pondok Betung, Bintaro, Tangerang Selatan.
3.6. Analisis Data
Menurut Suharsono, Yusuf, & Paserang (2006), populasi tetua secara genetik
seragam sehingga ragam genotip adalah nol. Oleh karena itu, ragam fenotip yang
diamati pada populasi tetua sama dengan ragam lingkungan. Tetua dan populasi
keturunannya ditanam pada lingkungan yang sama, sehingga ragam lingkungan
tetua sama dengan ragam lingkungan populasi keturunan. Ragam fenotip (σ²p),
ragam lingkungan (σ²e), dan ragam genetik (σ²g) dapat dihitung menggunakan
rumus:
Ragam fenotip (σ²p) generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1 dihitung
dengan rumus keragaman (varians):
σ²p = σ² M2 atau σ² M2 = ∑ (𝑋𝑖− µ)²𝑛
𝑖=1
𝑁
Keterangan: σ² M2 = Ragam fenotip M2; Xi = Nilai karakter setiap individu yang
diamati dalam populasi tanaman generasi M2; µ = Nilai tengah tiap karakter pada
populasi tanaman generasi M2; N = Jumlah anggota populasi tanaman generasi M2.
Ragam lingkungan (σ²e) populasi generasi M2 tanaman kedelai varietas
Mutiara 1 didapatkan dari ragam fenotip (σ²p) tetua, dengan rumus keragaman
(varians):
σ²e = σ² M0 atau σ² M0 = ∑ (𝑋𝑖− µ)²𝑛
𝑖=1
𝑁
Keterangan: σ² M0 = Ragam fenotip M0; Xi = Nilai karakter setiap individu yang
diamati dalam populasi tetua; µ = Nilai tengah tiap karakter pada populasi tetua; N
= Jumlah anggota populasi tetua.
Ragam fenotip (σ²g) generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1 dihitung
dengan rumus: σ²g = σ²p - σ²e
18
Keterangan: σ²g = ragam genetik populasi tanaman M2; σ²p = ragam fenotip,
dihitung berdasarkan keragaman fenotip M2; σ²e = ragam lingkungan, dihitung
berdasarkan ragam fenotip tetua (M0)
Pendugaan nilai heritabilitas dalam arti luas (h²L) dilakukan berdasarkan
(Allard, 1960), yaitu: h² = 𝜎2𝑔
𝜎2𝑝
Keterangan: h2 = heritabilitas; σ²g = ragam genetik; σ²p = ragam fenotip
Kriteria nilai heritabilitas (h2) menurut Mangoendidjojo (2003 dalam
Meydina et al., 2015) adalah kriteria rendah ≤ 0,2; kriteria sedang 0,2< h2 ≤0,5; dan
kriteria tinggi > 0,5
Koefisien keragaman genetik (KKG) menurut Singh & Caudhari (1977 dalam
Hanafiah, Yahya, & Wirnas, 2010) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
KKG = √𝜎2𝑔
x̄ x 100%
Keterangan: σ²g = ragam genetik; x̄ = rataan karakter
Koefisien keragaman genetik yang didapat diklasifikasikan menjadi rendah,
sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Kriteria rendah < 25%; Kriteria sedang ≥ 25% ≤
50%; Kriteria tinggi ≥ 50% ≤ 75%; Kriteria sangat tinggi ≥ 75%
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Penelitian
Suhu lingkungan selama pertanaman rata-rata 27,74°C (Lampiran 2). Suhu
tersebut optimal untuk pertumbuhan tanaman kedelai. Hal ini sesuai dengan Taufiq
& Sundar (2012) bahwa suhu udara 25-27°C mrupakan suhu yang paling sesuai
bagi pertumbuhan tanaman kedelai. Selain itu, musim kemarau setelah panen pada
musim hujan merupakan musim tanam yang baik untuk tanaman kedelai, karena
pada kondisi tersebut kelembapan masih bisa dipertahankan. Jika iklim terlalu
basah, kedelai akan tumbuh subur, tetapi produksi bijinya kurang.
Kelembapan udara selama penelitian rata-rata 82,06%. Kelembapan udara
tersebut optimal bagi tanaman kedelai selama fase vegetatif hingga pengisian
polong, sedangkan pada masa pematangan biji dibutuhkan kelembapan udara yang
lebih rendah. Hal ini sesuai dengan Taufiq & Sundar (2012) bahwa kelembapan
udara yang berkisar antara 75-90% optimal untuk pertumbuhan tanaman kedelai
hingga fase pengisian polong dan kelembapan udara rendah (60-75%) optimal pada
saat pematangan biji. Pengaruh utama kelembapan udara terdapat pada proses
pematangan biji dan kualitas benih. Meskipun pengaruh kelembapan udara
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tidak terlalu besar, secara tidak langsung
berpengaruh terhadap hama dan penyakit tertentu.
Curah hujan rata-rata selama penelitian adalah 190,72 mm/bulan. Curah
hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari, yaitu sebesar 282 mm/bulan. Menurut
Sumarno & Manshuri (2013) kebutuhan air optimal pada tanaman kedelai berkisar
360-405 mm/bulan atau setara dengan curah hujan berkisar 120-135 mm/bulan.
Pengeringan polong yang terjadi pada saat curah hujan tinggi akan menurunkan
kualitas biji dan mutu benih dikarenakan polong dan biji menyerap kelembapan dari
luar. Pada musim panen bulan Januari-Februari, tanaman kedelai seringkali
mendapat curah hujan tinggi, sehingga biji kedelai mudah membusuk. Sedangkan
polong yang terbentuk akan mudah rontok atau biji abortus jika mengalami kondisi
curah hujan yang rendah.
20
Kendala yang dihadapi selama penelitian adalah curah hujan tinggi saat
tanaman berada pada fase generatif, terutama pengisian dan pematangan polong.
Hal tersebut mengakibatkan kelembapan udara meningkat sehingga pematangan
polong tidak optimal dan tanaman kedelai mengalami kerusakan disertai rebah.
Pembumbunan tanah dan pemasangan ajir dilakukan untuk mengatasi tanaman
kedelai yang rebah. Selain faktor lingkungan, kendala berupa serangan hama juga
dihadapi pada penelitian ini (Lampiran 4).
4.2.Keragaman Karakter Kualitatif Generasi M2 Tanaman Kedelai Varietas
Mutiara 1
Generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1 merupakan tanaman hasil
iradiasi kedelai varietas Mutiara 1 dengan dosis 300 Gy menggunakan sinar gamma
60Co. Iradiasi sinar gamma diketahui dapat meningkatkan keragaman genetik pada
karakter suatu tanaman, salah satunya keragaman pada karakter kualitatif. Setiap
individu generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1 menunjukkan ciri yang
beragam pada setiap karakter yang dapat diketahui melalui persentase keragaman
karakter kualitatif.
Penentuan persentase keragaman karakter kualitatif generasi M2 tanaman
kedelai varietas Mutiara 1 penting untuk diketahui agar dapat ditentukan keunikan
morfologi suatu galur/varietas tanaman kedelai yang diamati. Generasi M2 yang
ditanam pada penelitian ini sebanyak 1120 individu tanaman dan hasil panen yang
didapatkan sebanyak 802 tanaman. Kehilangan hasil panen pada penelitian ini
adalah sebanyak 318 individu tanaman. Hal tersebut disebabkan oleh adanya
serangan hama kutu kebul (Bemisia tabaci genn) dan kepik hijau pucat (Piezodorus
hybneri). Presentase keragaman merupakan jumlah tanaman dengan kesamaan ciri
pada karakter, dibagi jumlah seluruh generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara
1 yang dipanen yaitu sebanyak 802 tanaman. Tanaman kedelai varietas Mutiara 1
kontrol tetua yang tidak diiradiasi (M0) memiliki bunga berwarna ungu. Hal ini
juga ditunjukkan oleh seluruh individu generasi M2 tanaman kedelai varietas
Mutiara 1 (Gambar 6). Iradiasi sinar gamma yang telah dilakukan pada tetua tidak
menyebabkan terjadinya perubahan warna bunga.
21
Tabel 1. Keragaman karakter kualitatif generasi M2 tanaman kedelai varietas
Mutiara 1
Karakter M0 M2 Persentase M0 Persentase M2
Warna bunga Ungu Ungu 100 100
Warna rambut
batang
Coklat
muda
Coklat
muda 100 97
Putih 100 3
Tipe
pertumbuhan Determinit Determinit 100 100
Menurut Da Silva, Borém, & Ludke (2017) pada umumnya tanaman kedelai
memiliki bunga warna putih atau ungu. Namun, warna ungu juga memiliki variasi
sesuai dengan genotip dari kultivar. Alel w1w1 dan W1W1 merupakan alel
pengkode warna pada bunga kedelai. W1W1 merupakan alel dominan yang
menghasilkan warna ungu pada bunga tanaman kedelai, sedangkan alel w1w1
merupakan alel resesif yang berperan dalam menghasilkan warna putih pada bunga
kedelai. Terjadinya mutasi sangat tergantung pada terkena atau tidaknya alel yang
mengendalikan warna bunga.
Gambar 6. Warna bunga tanaman kedelai varietas Mutiara 1. A.warna bunga ta-
naman kedelai varietas Mutiara 1 kontrol tetua (M0); B. Warna bunga
generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1
Warna rambut batang pada generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1
menunjukkan adanya keragaman. Hal ini ditunjukkan oleh adanya variasi warna
rambut batang pada tiap individu dalam populasi. Varietas Mutiara 1 kontrol tetua
A
B
22
(M0) memiliki warna rambut batang 100% coklat muda, sedangkan sebanyak 97%
dari 802 individu generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1 memiliki warna
rambut batang coklat muda dan 3% dari 802 individu memiliki warna rambut
batang putih (Tabel 1). Menurut Suharsono et al. (2006) populasi tetua secara
genetik sudah seragam sehingga ragam genotip adalah nol. Oleh karena itu, ekspresi
warna rambut batang putih sebanyak 3% atau 24 individu dari 802 individu
generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1 dalam penelitian ini merupakan
variasi yang dihasilkan oleh pengaruh iradiasi sinar gamma yang bersifat acak.
Gambar 7.Warna rambut batang tanaman kedelai varietas Mutiara 1. A. Rambut ba-
tang coklat muda kontrol tetua (M0) ; B. Rambut batang putih generasi
M2; C. Rambut batang coklat muda generasi M2
Tipe pertumbuhan tanaman kedelai varietas Mutiara 1 kontrol tetua adalah
determinit. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh semua individu tanaman kedelai
varietas Mutiara 1 generasi M2 (Tabel 1). Tanaman dengan tipe pertumbuhan
determinit ini ditandai dengam ciri pertumbuhan vegetatif tunas terminal terhenti
ketika terjadi pembungaan (Gambar 8). Umumnya tanaman kedelai memiliki 3 tipe
pertumbuhan yaitu determinit, indeterminit, dan semi-determinit (Da Silva et al.,
2017). Menurut Rukmana & Yuniarsih (2012) tipe pertumbuhan determinit pada
tanaman kedelai memiliki kelebihan utama pada proses pembungaan yang
serempak dan tinggi tanaman termasuk kategori pendek sehingga tanaman kedelai
tidak mudah rebah dan rentan terhadap serangan penyakit.
A B C
A B
B
A B C
23
Gambar 9. Tipe pertumbuhan determinit tanaman kedelai. A.Tipe pertumbuhan
determinit galur mutan M100-47-52-13 (Sharah, 2014); B.Tipe per-
tumbuhan determinit varietas Mutiara 1 generasi M2
4.3. Keragaman Genetik dan Heritabilitas Karakter Agronomi Generasi M2
Tanaman Kedelai Varietas Mutiara 1
Selama fase pembentukan dan pengisian polong generasi M2 dan M0
tanaman kedelai varietas Mutiara 1 terjadi serangan oleh hama penting dan
berbahaya pada tanaman kedelai, yaitu kutu kebul (Bemisia tabaci genn.) dan kepik
hijau pucat (Piezodorus hybneri). Menurut Marwoto, Hardaningsih, & Taufiq
(2017) B. tabaci mengisap cairan pada daun dan jaringan floem sehingga daya
tumbuh tanaman menurun serta menjadi serangga penular penyakit Cowpea Mild
Mottle Virus (CMMV) pada kedelai, sedangkan menurut Arifin & Tengkano (2010)
P. hybneri mengisap nutrisi pada polong dan biji kedelai untuk menunjang
pertumbuhan dan perkembangan hama tersebut. Serangan hama pada penelitian ini
menyebabkan kehilangan hasil panen 28,39% atau sebanyak 318 individu dari total
1120 individu generasi M2. Hal tersebut menunjukkan bahwa generasi M2 tanaman
kedelai varietas Mutiara 1 yang dapat diamati adalah sebanyak 802 tanaman atau
71,6% dari total individu dalam populasi.
Karakter agronomi yang diamati pada penelitian ini adalah: (1) umur
berbunga, (2) tinggi tanaman, (3) jumlah cabang produktif, (4) jumlah buku
produktif, (5) jumlah polong, (6) umur panen. Generasi M2 varietas Mutiara 1
generasi M2 memperlihatkan fenotip yang beragam pada setiap individu. Hal ini
disebabkan adanya interaksi antara genetik dan lingkungan. Penentuan nilai
keragaman genetik dan heritabilitas generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara
24
1 penting untuk dilakukan sebagai parameter genetik yang memberikan informasi
mengenai besarnya pengaruh genetik terhadap fenotip karakter-karakter generasi
M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1. Nilai koefisien keragaman genetik dihitung
setelah terlebih dahulu menghitung ragam genetik (σ²e), ragam lingkungan (σ²p),
dan ragam fenotip (σ²g) karakter agronomi tanaman kedelai varietas Mutiara 1
(Tabel 2).
Tabel 2. Nilai keragaman genetik (σ²g) dan heritabiltas (h²) karakter agronomi
generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1
Karakter Rata-
Rata±SD σ²g σ²e σ²p KKG Heritabilitas
Umur berbunga
(HST) 41,08±1,82 19,86 1,49 21,35 11% 0,93
Tinggi tanaman
(cm) 46,36±9,07 28,46 53,76 82,22 12% 0,35
Jumlah cabang
Produktif 2,98±1,24 0,05 1,51 3,55 9% 0,03
Jumlah buku
produktif 9,31±1,88 0,70 2,85 1,56 7% 0,20
Jumlah polong 23,52±15,21 26,56 204,65 231,21 22% 0,11
Umur panen
(HST) 134±1,90 0,41 3,94 4,35 0,5% 0,09
Keterangan : SD = Standar deviasi; Nilai KKG <25% = rendah, Heritabilitas >0,5
= tinggi, 0,2< h2 ≤0,5 = sedang dan nilai <0,2 = rendah;
Generasi M2 anaman kedelai varietas Mutiara 1 memiliki nilai keragaman
genetik yang berbeda pada setiap karakter agronomi yang diamati. Nilai koefisien
keragaman genetik pada karakter tersebut berkisar 0,5-22%. Kisaran nilai
keragaman genetik pada semua karakter dalam penelitian ini berkriteria rendah
dibandingkan dengan hasil penelitian keragaman genetik beberapa varietas kedelai
BATAN. Nilahayati & Putri (2015) pada penelitiannya melaporkan nilai
keragaman genetik pada varietas kedelai kipas merah, gamasugen-1, Muria, Mitani,
dan Mutiara 1 berkisar 6,55-42,31% yang dianalisis berdasarkan nilai koefisien
keragaman genetik (KKG) pada 12 karakter agronomi.
Umur berbunga tanaman kedelai diamati setelah 80% dari 802 tanaman dalam
populasi berbunga, kemudian dicatat berapa hari tanaman tersebut mencapai 80%
berbunga. Sedangkan umur panen tanaman kedelai diamati setelah 90% dari 802
tanaman dalam populasi masak fisologis, yang dicirikan oleh daun menguning dan
sebagian sudah mulai layu dan rontok, serta polong sudah berwarna coklat tua.
25
Untuk mendapatkan tanaman kedelai berumur genjah, kriteria seleksi yang sangat
penting adalah umur berbunga dan umur panen (Arwin, 2015).
Umur berbunga generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1 adalah 35-
43 HST, lebih lama 5-13 hari dibandingkan dengan varietas Mutiara 1 (Lampiran
1) yang memiliki umur berbunga 30 HST. Hal yang sama dilaporkan Sjamsijah,
Varisa, & Suwardi (2018) pada penelitiannya, yaitu genotip P2R dan P3D
mempunyai umur berbunga 43 dan 45 HST, lebih lama dibandingkan tetuanya yang
memiliki umur berbunga 37 HST. Selain dipengaruhi oleh sifat tetuanya, suhu dan
lama penyinaran yang pendek dapat mempengaruhi pembungaan menjadi semakin
lama.
Umur panen generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1 yaitu 130-134
HST, sama dengan varietas Mutiara 1 kontrol tetua (M0) yang umur panennya 130-
134 HST. Namun, hal tersebut tidak sesuai dengan umur panen kedelai varietas
Mutiara 1 pada deskripsi varietas (Lampiran 1) yaitu 82 HST. Umur panen tanaman
kedelai varietas Mutiara 1 kontrol tetua (M0) maupun generasi M2 lebih lama 52
hari dibandingkan dengan umur panen yang seharusnya. Masa pembungaan hingga
panen tanaman kedelai varietas Mutiara 1 kontrol tetua (M0) dan generasi M2
sangat lambat, yaitu selama 99 hari. Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh dari
faktor lingkungan dan serangan hama yang merugikan. Hal yang sama dilaporkan
Sjamsijah et al. (2018) pada penelitiannya bahwa umur panen pada genotip P2R
dan P3D memiliki umur panen 83 HST, lebih lama dibandingkan dengan tetuanya
yaitu 75-78 HST.
Umur berbunga selalu dikaitkan dengan umur panen tanaman kedelai karena
kecepatan berbunga mempengaruhi umur tanaman kedelai. Seperti pada genotip
P2R dan P3D yang memiliki umur berbunga lebih panjang sehingga umur panen
cenderung lebih panjang (Sjamsijah et al., 2018). Umur panen generasi M2 kedelai
varietas Mutiara 1 dikategorikan ke dalam umur sangat dalam (>90 hari). Hal ini
sesuai dengan kriteria umur panen tanaman kedelai oleh Adie & Krisnawati (2007)
bahwa umur panen tanaman kedelai dikategorikan sangat dalam jika mencapai
lebih dari 90 HST. Jika dibandingkan dengan kedelai berumur genjah lainnya yang
dihasilkan BATAN, yaitu Gamasugen-1 yang memiliki umur berbunga 30 HST
dengan umur panen 66 HST, umur berbunga dan umur panen generasi M2 pada
26
penelitian ini jauh lebih dalam dibandingkan dengan varietas umur genjah tersebut
(Deptan, 2013).
Umur berbunga dan umur panen yang diperoleh pada penelitian ini lebih
dalam dibandingkan dengan penelitian Arwin, Mulyana, Tarmizi, Masrizal, Faozi,
dan Adie (2012) pada galur mutan Q-298 dan 4-Psj yang berasal dari iradiasi
varietas Tidar 200 Gy yaitu 35 HST, lebih cepat 1 hari dari tetuanya yang memili
umur berbunga 36 HST. Sedangkan umur panen galur mutan Q298 dan 4-Psj
tergolong super genjah yaitu masing-masingnya 66 HST dan 68 HST dimana umur
panen varietas Tidar (tetua) mencapai 84 HST.
Koefisien keragaman genetik pada umur berbunga tanaman kedelai yaitu
11%, sedangkan umur panen 0,5% (Tabel 2). Kedua nilai koefisien keragaman
genetik tersebut termasuk dalam kategori kriteria rendah (<25%). Rendahnya nilai
koefisien keragaman genetik menunjukkan bahwa individu tanaman kedelai dalam
populasi cenderung seragam (Hapsari,2016). Nilai koefisien keragaman genetic
yang sangat kecil ditunjukkan pada karakter umur panen dikarenakan panen
dilakukan secara serempak akibat kondisi tanaman yang terserang hama. Tidak
adanya percepatan umur berbunga maupun umur panen pada penelitian ini diduga
karena pengaruh faktor lingkungan yang besar dan adanya serangan hama
Karakter tinggi tanaman generasi M2 kedelai varietas Mutiara 1 memiliki
nilai koefisien keragaman genetik sebesar 12% (Tabel 2). Nilai koefisien
keragaman genetik tersebut dikategorikan ke dalam kriteria rendah. Arwin (2015)
menyatakan karakter agronomi tinggi tanaman berperan penting dalam menunjang
keberhasilan budidaya kedelai. Karakter tinggi tanaman dengan keragaman genetik
yang tinggi dapat menjadi sasaran seleksi untuk mendapatkan tanaman kedelai
dengan postur yang tidak terlalu tinggi dan batang kokoh yang akan meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap kerebahan, sehingga mengurangi risiko gagal panen
dan meningkatkan produksi. Pada penelitian ini keragaman genetik yang rendah
menunjukkan bahwa individu di dalam populasi cenderung seragam. Hal ini
didukung oleh Hapsari (2016) yang menyatakan bahwa semakin beragam sifat
individu dalam sebuah populasi maka semakin tinggi frekuensi gen yang
diinginkan, sedangkan keragaman genetik yang rendah menunjukkan individu
dalam populasi cenderung seragam.
27
Karakter jumlah cabang produktif generasi M2 kedelai varietas Mutiara 1
memiliki nilai koefisien keragaman genetik sebesar 9% (Tabel 2). Nilai koefisien
keragaman genetik tersebut dikategorikan ke dalam kriteria rendah dan
menunjukkan bahwa hanya 9% karakter jumlah cabang produktif pada individu
dalam populasi yang beragam. Nilai tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan
keragaman genetik jumlah cabang produktif dalam penelitian Nilahayati & Putri
(2015) yaitu sebesar 20,94 dengan kriteria rendah.
Karakter jumlah buku produktif generasi M2 kedelai varietas Mutiara 1
memiliki nilai koefisien keragaman genetik sebesar 7% (Tabel 2). Nilai koefisien
keragaman genetik tersebut dikategorikan ke dalam kriteria rendah. Rendahnya
nilai koefisien keragaman genetik pada karakter jumlah buku produktif
menunjukkan bahwa jumlah buku yang dimiliki oleh setiap indiviu tanaman kedelai
dalam populasi cenderung seragam, dan hanya 7% dari keseluruhan individu dalam
populasi yang beragam. Menurut Purba, Bayu, & Nuriadi (2013) rendahnya
keragaman genetik pada suatu karakter juga dapat disebabkan oleh perlakuan
iradiasi pada tetuanya belum mampu meningkatkan keragaman atau adanya
pengaruh dari faktor lingkungan yang sangat tinggi.
Karakter jumlah polong memiliki nilai koefisien keragaman genetik sebesar
22% (Tabel 2). Jika dibandingkan dengan karakter lainnya, karakter jumlah polong
memiliki nilai keragaman genetik yang paling tinggi. Namun, berdasarkan kriteria
koefisien keragaman genetik nilai tersebut masih berada di bawah 25%, yang
berarti termasuk dalam kriteria rendah. Seleksi pada tiap karakter dalam penelitian
ini tidak dapat dilakukan karena karakter pada tiap individu cenderung seragam.
Hal ini sesuai dengan pendapat Nilahayati & Putri (2015) bahwa keragaman genetik
sangat mempengaruhi kegiatan seleksi, jika suatu karakter memiliki nilai
keragaman genetik yang tinggi maka seleksi dapat dilaksanakan namun jika nilai
keragaman genetik rendah maka kegiatan seleksi tidak dapat dilaksanakan. Hal ini
dikarenakan individu dalam populasi relatif seragam.
Nilai heritabilitas merupakan parameter genetik yang digunakan untuk
mengukur kemampuan suatu genotipe pada populasi tanaman dalam mewariskan
karakter yang dimilikinya atau suatu pendugaan untuk mengukur sejauh mana
fenotip dalam populasi tanaman kedelai varietas Mutiara1 generasi M2 dipengaruhi
28
oleh faktor genetik. Tabel 2 menunjukkan nilai heritabilitas tertinggi terdapat pada
karakter umur berbunga yaitu sebesar 0,93, diikuti oleh karakter tinggi tanaman,
jumlah buku produktif, jumlah polong dan umur panen masing-masing 0,35, 0,20,
0,11, dan 0,09. Nilai heritabilitas terendah terdapat pada karakter jumlah cabang
produktif yaitu 0,03. Kisaran heritabilitas yang didapatkan pada penelitian ini lebih
rendah dibandingkan dengan heritabilitas beberapa varietas hasil pemuliaan
lainnya. Nilahayati & Putri (2015) dalam penelitiannya melaporkan nilai
heritabilitas varietas kedelai kipas merah, gamasugen-1, Muria, Mitani, dan Mutiara
1 hasil pemuliaan BATAN berdasarkan 12 karakter agronomi berkisar dari 0,21-
0,95%. Purba et al. (2013) pada penelitiannya melaporkan nilai heritabilitas varietas
unggul kedelai hitam Detam-1, varietas Detam-2, dan varietas Cikuray masing-
masing berkisar 0,61-0,75%, 0,71-0,76%, dan 0,67-0,74% yang dianalisis
berdasarkan karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, dan jumlah polong
isi.
Karakter agronomi umur berbunga (0,93) memiliki nilai heritabilitas dengan
kriteria tinggi, sedangkan karakter tinggi tanaman (0,35) dan jumlah buku produktif
(0,20) memiliki kriteria heritabilitas sedang, dan karakter jumlah cabang produktif
(0,03), umur panen (0,09), dan jumlah polong (0,11) dikelompokkan ke dalam
kriteria heritabilitas rendah. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan pengaruh
genetik memiliki peran yang lebih besar terhadap umur berbunga tanaman kedelai.
Purba et al. (2013) menyatakan bahwa nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan
bahwa faktor genetik mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan faktor
lingkungan. Nilai heritabilitas berkriteria sedang menunjukkan bahwa pengaruh
faktor lingkungan sama besarnya dengan pengaruh faktor genetik, sedangkan nilai
heritabilitas berkriteria rendah menunjukkan bahwa variabilitas yang disebabkan
oleh faktor lingkungan lebih besar dibandingkan dengan variabilitas genetik. Hal
ini didukung oleh Larasati, Hanafiah, & Husni (2016) bahwa nilai heritabilitas yang
tinggi disebabkan oleh lingkungan yang relatif homogen, sedangkan nilai
heritabilitas yang rendah disebabkan lingkungan yang tidak homogen. Hal ini
menunjukkan penampilan suatu karakter dengan heritabilitas tinggi lebih
dipengaruhi oleh faktor genetik daripada faktor lingkungan.
29
Nilai heritabilitas dalam penelitian ini berada pada kriteria rendah hingga
tinggi. Nilai heritabilitas merupakan tolak ukur yang digunakan untuk melakukan
seleksi karena dipengaruhi oleh faktor genetik yang mudah untuk diwariskan
kepada generasi selanjutnya. Semakin besar nilai heritabilitas yang didapatkan,
maka kemajuan seleksi dan pembentukan varietas unggul akan semakin cepat. Jika
semakin rendah nilai heritabilitasnya maka kemajuan seleksi akan semakin kecil
dan pembentukan varietas unggul akan semakin lama. Menurut Syukur (2012)
heritabilitas merupakan perbandingan antara besaran ragam genetik dengan besaran
total ragam fenotip dari suatu karakter. Hubungan tersebut menggambarkan
seberapa jauh fenotip yang tampak merupakan refleksi dari faktor genetik.
Informasi mengenai keragaman genetik dan heritabilitas sangat bermanfaat
untuk menentukan kemajuan genetik yang diperoleh melalui seleksi. Keragaman
genetik dan heritabilitas yang tinggi adalah syarat agar seleksi dapat berlangsung
secara efektif, sedangkan nilai heritabilitas tinggi menunjukkan variasi pada fenotip
sebagian besar disebabkan oleh keragaman genetik sehingga seleksi akan
memperoleh kemajuan genetik dan berpeluang besar untuk diwariskan pada
keturunannya (Nilahayati & Putri, 2015).
30
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan:
1. Tidak didapatkan nilai keragaman genetik berkriteria tinggi pada semua karakter
agronomi generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1, sedangkan pada nilai
heritabilitas didapatkan heritabilitas berkriteria tinggi pada karakter umur
berbunga.
2. Tidak didapatkan generasi M2 tanaman kedelai varietas Mutiara 1 dengan
karakter umur genjah pada penelitian ini.
5.1. Saran
Berdasarkan hipotesis yang ditolak karena faktor lingkungan yang tinggi dan
adanya serangan hama pada penelitian ini, maka perlu dilakukan penelitian pada
tanaman kedelai generasi yang sama (M2) dan generasi selanjutnya untuk
menyempurnakan hasil penelitian ini. Manajemen pengelolaan lahan juga perlu
ditingkatkan untuk menghindari adanya serangan hama dan penyakit.
31
DAFTAR PUSTAKA
Acquaah, G. (2007). Principles of genetics and breeding. United Kingdom:
Blackwell Publishing Ltd.
Adie, M. M., & Krisnawati, A. (2007). Biologi tanaman kedelai. Malang: Balai
Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian.
Allard, R. (1960). Principle of plant breeding. New York: Jhon Wiley and Sons
Inc.
Arsyad, D. M., Adie, M., & Kuswantoro, H. (2007). Perakitan varietas unggul
kedelai spesifik agroekologi. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan
Arwin. (2015). Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap keragaman populasi M3
galur-galur mutan. Bogor: Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-
Umbian.
Arwin, Mulyana, H, I., Tarmizi, Masrizal, Faozi, K., & Adie, M. (2012). Galur
mutan harapan kedelai super genjah Q-298 dan 4-Psj. Jurnal Ilmiah Aplikasi
Isotop dan Radiasi, 8(2), 107–116.
Arwin, & Yuliasti. (2017). Galur-galur mutan harapan kedelai umur genjah hasil
iradiasi sinar gamma. Bogor: Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-
Umbian.
Asadi. (2013). Pemuliaan mutasi untuk perbaikan terhadap umur dan produktivitas
pada kedelai. Jurnal AgroBiogen, 9(3), 135–142.
Da Silva, F. L., Borém, A., & Ludke, W. H. (2017). Soybean breeding. Brazil:
Springer International Publishing.
Departemen Pertanian. (2010). Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
2602/Kpta/SR.120/7/2010 tentang pelepasan galur mutan kedelai 37 MBB
sebagai varietas unggul dengan nama Mutiara 1. Jakarta: Deptan
Departemen Pertanian. (2013). Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
4387/Kpts/SR.120/6/2013 tentang pelepasan galur mutan kedelai Q-298
sebagai varietas unggul dengan nama Gamasugen-1. Jakarta: Deptan
Hanafiah, D. S., Trikoesoemaningtyas, Yahya, S., & Wirnas, D. (2011).
Penggunaan mikro iradiasi sinar gamma untuk meningkatkan keragaman
genetik pada varietas kedelai argomulyo (Glycine max ( L.) Merril). Jurnal
Natur Indonesia, 14(1), 80–85.
Hanafiah, D. S., Yahya, S., & Wirnas, D. (2010). Induced mutations by gamma ray
32
irradiation to Argomulyo soybean (Glycine max) variety. Nusantara
Bioscience, 2(3), 121–125.
Hapsari, R. T. (2016). Pendugaan keragaman genetik dan korelasi antara komponen
hasil kacang hijau berumur genjah. Buletin Plasma Nutfah, 20(2), 51.
Jayasumatra, D. (2012). Pengaruh sistem olah tanah dan pupuk p terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai (Glycine max L. Merril). Agrium,
17(3), 148–154.
Kariyasa, I. K. (2015). Potential impact of price policy in promoting recommended
technology implementation and increasing soybean production. Analisis
Kebijakan Pertanian, 13(2), 167–184.
Larasati Sihombing, Y. B., Hanafiah, D. S., & Husni, Y. (2016). Seleksi individu
M3 berdasarkan karakter umur genjah dan produksi tinggi pada tanaman
kedelai (Glycine max (L.) Merril). Agroekoteknologi, 4(2), 515–526.
Lilik, H., & Yulidar. (2015). Pengaruh irradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan
awal tanaman kedelai (Glycine max (L.) merril) varietas Denna 1. Prosiding
Pertemuan dan Presentasi Ilmiah‐Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Nuklir, hal 59–63.
Makhziah, Sukendah, & Koentjoro, Y. (2017). Effect of gamma 60Co radiation to
morphology and agronomic of three maize cultivar (Zea mays L.). Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia, 22(1), 41–45.
Marwoto, Hardaningsih, S., & Taufiq, A. (2017). Hama dan penyakit tanaman
kedelai. Bogor: Puslitbangtan.
Meydina, A., Barmawi, M., & Sa’diyah N. (2015). Variabilitas genetik dan
heritabilitas karakter agronomi kedelai (Glycine max (L.) Merril ) generasi F5
hasil persilangan Wilis×B3570. Penelitian Pertanian Terapan, 15(3), 200–
207.
Muredzi, P. (2013). Soybean nature, processing and utilisation. Zimbabwe: Harare
Institute of Technology.
Nilahayati, & Putri, L. A. P. (2015). Varietas kedelai hasil pemuliaan BATAN
Lentera, 15(16), 45–51.
Nugrahaeni, N., Sundari, T., & Gatut-wahyu, A. S. (2011). Hasil dan komponen
hasil galur-galur kedelai berumur genjah di lahan kering masam di lampung.
Bogor: Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian.
Pitojo, S. (2007). Benih kedelai. Yogyakarta: Kanisius.
Purba, K. R., Bayu, E. S., & Nuriadi, I. (2013). Induksi mutasi radiasi sinar gamma
33
pada beberapa varietas kedelai hitam (Glycine max (L.) Merril). Jurnal Online
Agroekoteknologi, 1(2), 67–75.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. (2016). Outlook komoditas pertanian
kedelai. Jakarta: Kementerian Pertanian.
Rukmana, I. R., & Yuniarsih, Y. (2012). Kedelai, budidaya dan pascapanen.
Yogyakarta: Kanisius.
Sharah, N. (2014). Evaluasi keragaan dan daya hasil galur mutan kedelai (Glycine
max (L.) Merril) hasil iradiasi sinar gamma. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Sjamsijah, N., Varisa, N., & Suwardi. (2018). Uji daya hasil beberapa genotipe
tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill) produksi tinggi dan umur genjah
generasi F6. Agriprima, Journal of Applied Agricultural Sciences, 2(2), 106–
116.
Sobrizal. (2016). Potensi pemuliaan mutasi untuk perbaikan varietas padi lokal
Indonesia. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi, 12(1), 23–36.
Suharsono, M. Yusuf, dan A.P. Paserang. 2006. Analisis ragam, heritabilitas dan
pendugaan kemajuan seleksi populasi F2 dari persilangan kedelai kultivar
Slamet x Nokonsawon. Jurnal Tanaman Tropika, 9(2), 86-93.
Sulistyawati, P. (2014). Keragaman genetik anakan Shorea leprosula berdasarkan
penanda mikrosatelit. Pemuliaan Tanaman Hutan, 8(3), 171–183.
Sumarno, & Manshuri, A. G. (2013). Persyaratan tumbuh dan wilayah produksi
kedelai di Indonesia. Bogor: Teknik Produksi dan Pengembangan, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
Susanto, G. W. A., & Nugrahaeni, N. (2016). Pengenalan dan karakteristik varietas
unggul kedelai. Bogor: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka
Kacang dan Umbi.
Tastra, I. K. (2017). Bunga rampai: teknik produksi benih kedelai. Bogor: Balai
Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian.
Taufiq, A., & Sundar, T. (2014). Respons tanaman kedelai terhadap lingkungan
tumbuh. Buletin Palawija, 26(23), 13–26.
Union for The Protection of New Varieties of Plants (UPOV). (1998). Guidelines
for the conduct of tests for distinctness, uniformity and stability soybean
(Glycine max (L.) Merril.). Swiss.
34
LAMPIRAN
Lampiran 1. Deskripsi kedelai varietas Mutiara 1 (Deptan, 2010)
Tahun Pelepasan : 22 juli 2010
SK Mentan : 2602/Kpta/SR.120/7/2010
Nomor Seleksi : 377 MBB
Asal : Iradiasi sinar gamma 150 Gy pada varietas Muria
Tinggi Tanaman : ± 46,8
Tipe Pertumbuhan : Determinit
Warna Daun : Hijau
Bentuk Daun : Lanceolate
Warna Hipokotil : Ungu
Umur Berbunga : 30 hari
Warna Bunga : Ungu
Warna Polong Masak : Coklat
Umur Panen : 82 hari
Warna Rambut batang : Putih kecoklatan
Bentuk Biji : Bulat lonjong
Warna Biji : Kuning
Warna Hilum Biji : Hitam
Ukuran Biji : Super besar
Bobot 100 Butir : ± 23,2 gram
Kandungan Protein : ± 37,7%
Kandungan Lemak : ± 13,8%
Rata-rata Hasil : 2,4 ton/ha
Potensi Hasil : 4,1 ton/ha
Kerebahan : Tahan rebah
Ketahanan terhadap penyakit : Tahan terhadap penyakit karat daun (Phakospora
pachyrhizi Syd), tahan terhadap penyakit bercak/
hawar bercak/hawar daun coklat (Cercospora) &
agak rentan CMMV
Ketahanan terhadap hama : Tahan terhadap hama penggerek pucuk
(Melanagromyza sojae)
Keterangan : Berproduksi Tinggi di lahan optimal/sawah
Wilayah Adaptasi : Lahan kering tegalan dan lahan sawah
Pemulia : Harry Is Mulyana Arwin, Tarmizi Masrizal, dan
Muchlis Adie
Instansi Pengusul : Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi-
BATAN
35
Lampiran 2. Data iklim wilayah Lebak Bulus
Bulan Temperatur (ºC) Kelembapan udara (%) Curah hujan
(mm)
November 2018 28,10 78,68 169,8
Desember 2018 27,93 80,3 197,7
Januari 2019 27,31 84,61 282
Februari 2019 27,82 83,92 158,8
Maret 2019 27,56 82,83 145,3
Rata-rata 27,74 82,06 190,72
Sumber: Stasiun klimatologi (Staklim) Pondok Betung 2019
36
Lampiran 3. Kondisi generasi M2 kedelai varietas M1 pada penelitian
Keterangan: A.Kedelai umur 10 HST; B.Kedelai umur 30 HST; C.Kedelai umur 83
HST; D.Penjemuran kedelai pasca panen
A B
C D
37
Lampiran 4. Tanaman kedelai generasi M2 terserang hama
Keterangan: A.Kutu ke-bul (Bemisia tabaci genn pada batang kedelai generasi M2
varietas Mutiara 1; B. Kepik hijau pucat (Piezodorus hybneri) pada daun kedelai
generasi M2 varietas Mutiara 1; C. Polong mengalami kerusakan
A
B
A
C
A