keratitis

21
KERATITIS Oleh : dr. M. Amrullah Al Faqih (2002) Medical Study Club (MiSC) Organ Indera fkuii.org Pendahuluan Mata merupakan salah satu indera dari pancaindera yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Terlebih lagi dengan majunya teknologi, indera penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka, trauma sekecil apapun, seperti debu yang bila masuk mata, sudah cukup menimbulkan gangguan yang hebat. 1,2 Kornea merupakan salah satu bagian dalam anatomi mata yang sangat berperan dalam menentukan hasil pembiasan sinar pada mata, karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, sehingga bila terjadi lesi pada kornea umumnya akan memberikan gejala penglihatan yang menurun, terutama bila lesi tersebut letaknya di tengah. 2,3,4 KORNEA Tinjauan Anatomi dan Fisiologi Kornea Kornea dalam bahasa latin Cornum yang berarti tanduk adalah bagian anterior dari mata, jernih dan merupakan jendela sinar sehingga sinar dapat masuk ke dalam bola mata. Permukaannya mempunyai lengkung teratur, mengkilap, dan licin oleh air mata. Ketebalannya relatif sama diseluruh bagian yaitu di tepi 0.65 mm dan 0.54 mm di pusat dengan diameter rata-rata pada dewasa 12 mm. 2,3 Gambar 1. Anatomi Mata 1

Upload: gede-ariana

Post on 26-Jul-2015

459 views

Category:

Documents


55 download

TRANSCRIPT

Page 1: Keratitis

KERATITIS Oleh : dr. M. Amrullah Al Faqih (2002)

Medical Study Club (MiSC) Organ Indera fkuii.org

Pendahuluan

Mata merupakan salah satu indera dari pancaindera yang sangat penting untuk

kehidupan manusia. Terlebih lagi dengan majunya teknologi, indera penglihatan yang

baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang

sangat peka, trauma sekecil apapun, seperti debu yang bila masuk mata, sudah cukup

menimbulkan gangguan yang hebat.1,2

Kornea merupakan salah satu bagian dalam anatomi mata yang sangat

berperan dalam menentukan hasil pembiasan sinar pada mata, karena kornea

berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, sehingga bila

terjadi lesi pada kornea umumnya akan memberikan gejala penglihatan yang

menurun, terutama bila lesi tersebut letaknya di tengah.2,3,4

KORNEA

Tinjauan Anatomi dan Fisiologi Kornea

Kornea dalam bahasa latin Cornum yang berarti tanduk adalah bagian anterior

dari mata, jernih dan merupakan jendela sinar sehingga sinar dapat masuk ke dalam

bola mata. Permukaannya mempunyai lengkung teratur, mengkilap, dan licin oleh air

mata. Ketebalannya relatif sama diseluruh bagian yaitu di tepi 0.65 mm dan 0.54 mm

di pusat dengan diameter rata-rata pada dewasa 12 mm.2,3

Gambar 1. Anatomi Mata

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 1

Page 2: Keratitis

Kornea adalah jaringan yang tranparan tidak mengandung pembuluh darah

(avaskuler). Sifat avaskuler ini penting untuk penerimaan transplantasi kornea oleh

resipien dari donor siapapun tanpa memandang kesamaan sifat genetis.4

Bentuk kornea bundar melengkung seperti kaca arloji. Pembiasan

cahaya/sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri

pembiasan masuk kornea. Pembiasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior

dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea akan mengganggu

pembentukan bayangan yang baik pada retina.5

Jaringan kornea terdiri atas lima lapisan, yaitu (dari luar ke dalam) : 2,3,4,5

1. Epitel Kornea

Terdiri dari 5 lapisan sel skuamosa, yang tersusun sangat rapi dan merupakan

lanjutan dari epitel konjungtiva bulbi.

2. Membran Bowman

Letaknya di bawah epitel dan terdiri dari lamel-lamel tanpa sel atau nukleus dan

merupakan modifikasi dari jaringan stroma.

3. Jaringan Stroma

Terdiri dari jaringan yang tersusun sejajar dan sangat rapi dan 90% ketebalan

kornea adalah jaringan stroma.

Karena inilah, kornea menjadi sangat jernih. Keratosit merupakan sel stroma

kornea yang merupakan fibroblast yang terletak di antara serat kolagen stroma.

4. Membran Descemet

Merupakan membran aseluler yang bersifat sangat elastik dengan ketebalan ±

40μm dan merupakan batas posterior dari stroma kornea yang dihasilkan sel

endotel dan merupakan membran basalnya.

5. Endotel

Berasal dari mesothelium, berlapis satu dengan bentuk heksagonal. Endotel

melekat pada membran descemet melalui hemidesmosom dan zonula okluden.

Kornea memperoleh nutrisi melalui difusi dari pembuluh darah di limbus

kornea yaitu batas antara sklera dan kornea, cairan akuos dan air mata. Permeabilitas

dari kornea ditentukan oleh epitel dan endotel, yang merupakan membran

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 2

Page 3: Keratitis

semipermeabel. Keadaan kedua lapisan ini sangat penting untuk mempertahankan

kejernihan kornea. Permukaan kornea juga dapat menyerap oksigen dari atmosfer

yang larut ke dalam air mata. 2,3

Gambar 2 : Penampang Histologi Kornea

Innervasi saraf sensorik untuk kornea berasal dari percabangan pertama saraf

Trigeminus (N.V) yaitu ophtalmicus. Di epitel kornea tersebar akhiran saraf sensibel.

Bila kena paparan maka akan menghasilkan rasa sakit. Jumlah yang banyak dari

akhiran saraf dan lokasinya yang tersebar akan peka walaupun dengan

sentuhan/abrasi yang halus pada epitel kornea. 3

Epitel kornea merupakan sawar yang andal bagi mikroorganisme yang akan

masuk kornea. Tetapi kalau epitel terkena trauma dan rusak, maka membran Bowman

menjadi kultur yang sangat baik untuk bermacam-macam mikroorganisme, terutama

Pseudomonas Aeruginosa. Membran Descemet menahan mikroorganisme tetapi tidak

terhadap jamur.3,4

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 3

Page 4: Keratitis

Pemeriksaan Pada Kornea 5

1. Uji Fluoresin

Yaitu uji untuk melihat adanya defek pada epitel kornea. Caranya, kertas

fluoresin dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologis kemudian

diletakkan pada saccus konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu penderita

diberi anestesi lokal. Penderita diminta menutup matanya selama 20 detik,

kemudian kertas diangkat. Defek kornea akan terlihat berwarna hijau dan

disebut sebagai uji fluoresin positif.

2. Uji Fistel

Yaitu uji untuk mengetahui letak dan adanya kebocoran kornea. Pada

konjungtiva inferior ditaruh kertas fluoresin. Bila terdapat fistel kornea akan

terlihat pengaliran cairan mata berwarna hijau.

3. Uji Plasido

Yaitu uji untuk melihat kelengkungan kornea. Caranya dengan memakai

papan plasido yaitu papan dengan gambaran lingkaran konsentris putih hitam

yang menghadap pada sumber cahaya, sedang pasien sendiri membelakangi

sumber cahaya. Melalui lubang di tengah dilihat gambaran bayangan plasido

pada kornea. Normal bayangan plasido pada kornea berupa lingkaran

konsentris.

Gambar 3 : Bayangan Keratoskop Placido pada Kornea. 3

4. Uji Sensibilitas kornea

Yaitu uji untuk menilai fungsi saraf trigeminus kornea. Caranya dengan

meminta penderita melihat jauh ke depan, kemudian dirangsang dengan kapas

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 4

Page 5: Keratitis

kering dari bagian lateral kornea. Bila terdapat refleks mengedip, rasa sakit

atau mata berair berarti fungsi saraf trigeminus dan fasial baik.

KERATITIS

Definisi

Keratitis ialah peradangan pada kornea. Gejala patognomik dari keratitis ialah

terdapatnya infiltrat di kornea. Infiltrat dapat ada di seluruh lapisan kornea, dan

menetapkan diagnosis dan pengobatan keratitis.

Karena kornea merupakan bangunan yang avaskuler, maka pertahanan pada

waktu peradangan tidak bereaksi dengan cepat, seperti jaringan lain yang

mengandung banyak vaskularisasi. Sehingga badan kornea, wandering cells dan sel-

sel lainnya yang terdapat di dalam stroma kornea akan segera bekerja sebagai

makrofag yang kemudian akan disusul dengan terjadinya dilatasi dari pembuluh

darah yang terdapat di limbus dan akan tampak sebagai injeksi perikornea. Kemudian

akan terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma dan sel polimorfonuklear

yang akan mengakibatkan timbulnya infiltrat yang selanjutnya dapat berkembang

dengan terjadinya kerusakan epitel dan timbullah ulkus (tukak) kornea. 2,3

Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan

jaringan parut (sikatrik), yang dapat berupa nebula, makula, dan leukoma.2,3

- Nebula, timbul bila ulkus tak begitu dalam dan tampak sebagai bercak seperti

awan, yang hanya dapat dilihat di kamar gelap dengan cahaya buatan.

- Makula, terjadi bila ulkus lebih dalam dan tampak sebagai bercak putih yang

tampak di kamar biasa.

- Leukoma, didapat bila ulkus lebih dalam lagi dan tampak sebagai bercak putih

seperti porselen, yang sudah tampak dari jarak jauh.

Manifestasi Klinis

Gejala patognomik dari keratitis adalah terdapatnya infitrat di kornea. Infiltrat

dapat ada di segala lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan pengobatan

keratitis.3 Tanda subyektif lain yang dapat mendukung keratitis adalah fotofobia,

lakrimasi, blefarospasme dan gangguan visus. Injeksi perikornea di limbus

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 5

Page 6: Keratitis

merupakan tanda objektif yang dapat timbul pada keratitis, selain dapat pula

terjadinya edema kornea.2,3

Klasifikasi

Pembagian keratitis ada bermacam-macam, salah satunya adalah klasifikasi

keratitis menurut kausanya (Vaughan) :

a. Bakteri

- Diplococcus pneumonia

- Streptococcus haemoliticus

- Pseudomonas aeruginosa

- Klebsiella pneumonia

b. Virus

- Herpes simpleks

- Herpes zoster

- Variola

- Vacinia

c. Jamur

- Candida

- Aspergillus

- Nocardia

- Cephalosporum

d. Alergi terhadap :

- Stafilokok (ulkus marginal)

- Tuberkuloprotein (keratitis flikten)

- Toksin (ring ulcer , ulkus anularis)

e. Defisiensi vitamin

Avitaminosis A (xeroftalmia)

f. Kerusakan N. V

Keratitis neuroparalitik

g. Tidak diketahui penyebabnya (ulkus moorens)

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 6

Page 7: Keratitis

Menurut tempatnya (Salim cit Wiyana, 1993 )

a. Keratitis superfisial

Ulseratif

- Keratitis pungtata superfisial ulserativa

- Keratitis flikten

- Keratitis herpetika

- Keratitis sicca

- Keratitis rosasea

Non-ulseratif

- Keratitis pungtata suferfisial Fuchs

- Keratitis numularis Dimmer

- Keratitis disiformis Westhoff

- Keratokonjungtivitis epidemika

b. Keratitis profunda

Ulseratif

- Keratitis et lagoftalmus

- Keratitis neuroparalitik

- Xeroftalmia

- Trakoma dengan infeksi sekunder

- Keratitis gonore

- Ulkus serpens akut

- Ulkus serpens kronis

- Ulkus ateromatosis

Non-ulseratif

- Keratitis interstitial

- Keratitis pustuliformis profunda

- Keratiis disiformis

- Keratitis sklerotikans

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 7

Page 8: Keratitis

Menurut Prof I. Salam, yaitu: 2

Xeroftalmia

KERATITIS

Superfisial

Non-Ulseratif

Ulseratif

Profunda

Non-Ulseratif

Ulseratif

Keratitis pungtata superfisial

Keratitis Numularis

Keratitis Disiformis

Keratokonjungtivitis Epidemika

Keratitis pungtata superfisial ulseratif

Keratitis Flikten

Keratitis Herpetika

Keratitis Sicca

Rosasea Keratitis

Keratitis Interstitial

Keratitis Pustuliformis profunda

Keratitis Disiformis

Keratitis Sklerotikans

Keratitis Lagoftalmus

Keratitis Neuroleptika

Trakoma

Gonore

Ulkus Serpens Akut dan kronis

Ulkus Ateromatous

Keratitis Superfisial Non-Ulseratif

1. Keratitis Pungtata Superfisial

Merupakan suatu peradangan akut yang mengenai satu atau kedua mata, dapat

dimulai dari konjungtivitis kataral, disertai infeksi dari traktus respiratorius.

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 8

Page 9: Keratitis

Tampak infiltrat yang berupa titik-titik pada kedua permukaan membran

Bowman. Tes fluoresin (-), karena letaknya terjadi di subepitelial.

Gambar 4 : Keratitis Pungtata

Penyebabnya belum diketahui dengan jelas, diduga diakibatkan infeksi virus,

bakteri, parasit, neurotropik, dan nutrisional. 2,3,5

2. Keratitis Numularis

Penyebabnya diduga diakibatkan oleh virus. Pada kornea terdapat infiltrat

bulat-bulat subepitelial dan di tengahnya lebih jernih, seperti halo. Tes

fluoresinnya (-).2,3

Gambar 5 : Keratitis Numularis

3. Keratitis Diskiformis

Disebut juga sebagai keratitis sawah, karena merupakan peradangan kornea

yang banyak di negeri persawahan basah. Pada anamnesa umumnya ada riwayat

trauma dari lumpur sawah. 2,3

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 9

Page 10: Keratitis

Gambar 6 : Keratitis Sawah

Pada kornea tampak infiltrat yang bulat-bulat-bulat, di tengahnya lebih padat

dari pada di tepi dan terletak subepitelial. Tes Fluoresin (-).2

4. Keratokonjungtivitis Epidemika

Merupakan peradangan yang mengenai kornea dan konjungtiva yang

disebabkan oleh reaksi alergi terhadap adenovirus tipe 8. 3,5

Penyakit ini dapat timbul sebagai suatu epidemia dan biasanya unilateral.

Umumnya pasien merasa demam, merasa seperti ada benda asing, kadang-kadang

disertai nyeri periorbita, dan disertai penglihatan yang menurun. 2,5

Perjalanan penyakit ini sangat cepat, dimulai dengan konjungtivitis folikularis

nontrakomatosa akut yang ditandai dengan palpebra yang bengkak, konjungtiva

bulbi khemotis dan mata terasa besar dan dapat disertai dengan adanya

pseudomembran.

Keratitis Superfisial Ulseratif

1. Keratitis Pungtata Superfisial Ulseratif

Penyakit ini didahului oleh konjungtivitis kataral, akibat stafilokok ataupun

penumokok. Tes fluoresin (+).2

2. Keratokonjungtivitis Flikten

Merupakan radang kornea dan konjungtiva akibat dari reaksi imun yang

mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Pada

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 10

Page 11: Keratitis

mata terdapat flikten yaitu berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan

yang terdapat pada lapisan superfisial kornea dan menonjol di atas permukaan

kornea. 2,5

3. Keratitis Herpetika

Merupakan keratitis yang disebabkan oleh infeksi herpes simplek dan herpes

zoster. Keratitis herpetika yang disebabkan oleh herpes simplek dibagi dalam 2

bentuk yaitu epitelial dan stromal. Perbedaan ini perlu akibat mekanisme

kerusakannya yang berbeda. 2

Pada yang epitelial kerusakan terjadi akibat pembelahan virus di dalam sel

epitel, yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk ulkus kornea

superfisial. Sedang pada yang stromal diakibatkan reaksi imunologik tubuh pasien

sendiri terhadap virus yang menyerang. 2,5

Keratitis herpes simplek adalah penyebab ulkus kornea paling sering dan

penyebab kebutaan kornea paling umum di Amerika. Bentuk epitelnya adalah

padanan dari herpes labialis, yang memiliki ciri-ciri immunologi dan patologi

sama, juga perjalanan penyakitnya. Perbedaan satu-satunya adalah bahwa

perjalanan klinik keratitis dapat berjalan lebih lama karena stroma kornea kurang

vaskuler, sehingga menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke tempat lesi.

Infeksi okuler HSV pada hospes imunokompeten biasanya sembuh sendiri,

namun pada hospes yang secara imunologi tidak kompeten, termasuk pasien yang

diobati dengan kortikosteroid topikal, perjalanannya mungkin dapat menahun dan

dapat merusak. Penyakit endotel dan stroma tadinya diduga hanyalah respon

imunologik terhadap partikel virus atau perubahan seluler akibat virus, namun

sekarang makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa infeksi virus aktif dapat

timbul di dalam stroma dan mungkin juga sel-sel endotel, selain di jaringan lain

dalam segmen anterior, seperti iris dan endotel trebekel. Hal ini mengharuskan

penilaian kemungkinan peran relatif replikasi virus dan respon imun hospes

sebelum dan selama pengobatan terhadap penyakit herpes. Kortikosteroid topikal

dapat mengendalikan respon peradangan yang merusak namun memberikan

peluang terjadinya replikasi virus. Jadi setiap kali menggunakan kortikosteroid

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 11

Page 12: Keratitis

topikal, harus ditambahkan obat anti virus. Setiap pasien yang menggunakan

kortikosteroid topikal selama pengobatan penyakit mata akibat herpes harus

dalam pengawasan ophtalmolog.

Studi serologik menunjukkan bahwa hampir setiap orang dewasa pernah

terpajan virus ini, namun tidak sampai menunjukkan gejala klinik penyakit.

Sesudah infeksi primer, virus ini menetap secara laten di ganglion trigeminum.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kambuhnya penyakit ini, termasuk lokasinya,

masih perlu diungkapkan. Makin banyak bukti menunjukkan bahwa beratnya

penyakit, sekurang-kurangnya untuk sebagian, tergantung pada jenis virusnya.

Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan HSV tipe I (penyebab herpes

labialis), namun pada beberapa kasus pada bayi dan dewasa dilaporkan

disebabkan oleh HSV tipe II (penyebab herpes genitalis). Lesi kornea kedua jenis

ini tidak dapat dibedakan.

Gejalanya dapat menyerupai infeksi bakteri ringan. Mata agak nyeri, berair,

merah, dan sentif terhadap cahaya. Kadang infeksi dapat memburuk dan kornea

membengkak, membuat penglihatan menjadi berkabut. Seringkali infeksi awal

hanya menimbulkan perubahan ringan pada kornea dan hilang tanpa pengobatan.

Bagaimanapun juga, kadang infeksi dapat kembali terjadi dan gejalanya

memburuk. Jika terjadi reinfeksi, kerusakan permukaan kornea dapat terjadi

selanjutnya. Beberapa kekambuhan dapat menyebabkan ulkus yang dalam,

jaringan parut permanent, dan hilangnya rasa saat mata disentuh. Virus herpes

simplek juga dapat menyebabkan terjadinya neovaskularisasi di kornea dan

membuat gangguan visual yang signifikan.

Lesi-lesi paling khas adalah ulkus dendritik. Ini terjadi pada epitel kornea,

memiliki pola percabangan khas dengan tepian kabur, memiliki bulbus-bulbus

terminalis pada ujungnya. Pewarnaan flourescin memudahkan melihat dendrit,

namun sayangnya keratitis herpes dapat juga menyerupai banyak infeksi kornea

lain dan harus dimasukkan dalam diagnosis differensial pada banyak lesi kornea.

Ulserasi geografik adalah sebentuk penyakit dendritik menahun yang bentuk

lesinya lebih lebar. Tepian ulkus tidak kabur, sensasi kornea seperti halnya

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 12

Page 13: Keratitis

penyakit kornea lain juga menurun. Lesi epitelial kornea lain yang dapat

ditimbulkan HSV adalah keratitis epitelial ‘blotchy’, deratitis epitelial stellata,

dan keratitis filamentosa. Namun semua ini umumnya bersifat sementara dan

sering menjadi dendritik khas pada satu dua hari. Kekeruhan subepitelial dapat

disebabkan infeksi HSV. Bayangan mirip hantu, yang bentuknya sesuai dengan

defek epitelial asli namun sedikit lebih besar, terlihat di daerah tepat di bawah lesi

epitel. Bayangan tersebut tetap superficial namun sering bertambah nyata akibat

pemakaian obat anti virus, khususnya Idoxuridine. Biasanya lesi subepitelial ini

tidak menetap lebih dari satu tahun.

Terapi keratitis HSV sebaiknya bertujuan menghentikan replikasi virus di

dalam kornea, sambil memperkecil efek merusak respon radang.

1. Debridement

Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement

epitelial, karena virus berlokasi didalam epitel. Debridement juga

mengurangi beban antigenik virus pada stroma kornea. Epitel sehat

melekat erat pada kornea, namun epitel terinfeksi mudah dilepaskan.

Debridement dilakukan dengan menggunakan aplikator berujung

kapas khusus. Yodium atau eter topikal tidak banyak bermanfaat dan

dapat menimbulkan keratitis kimiawi. Obat siklopegik seperti atropin

1 % atau homatropin 5 % diteteskan ke dalam sakus konjunctiva dan

ditutupkan dengan sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari

dan diganti penutupnya sampai defek kornea sembuh umumnya dalam

72 jam. Pengobatan tambahan dengan antivirus topikal mempercepat

pemulihan epitel. Terapi obat topikal tanpa debridement epitel pada

keratitis epitel memberikan keuntungan karena tidak perlu ditutup,

namun kemungkinan pasien menghadapi barbagai keracunan obat.

2. Terapi Obat

Pengobatan kadang-kadang tidak diperlukan karena dapat

sembuh sendiri. Agen antivirus topikal yang dipakai pada keratitis

herpes adalah idoxuridine, trifluridine, vidarabine, dan acyclovir.

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 13

Page 14: Keratitis

Trifluridine dan acyclovir jauh lebih efektif pada penyakit stroma

daripada yang lain. Idoxuridine dan trifluridine seringkali

menimbulkan efek toksik. Acyclovir oral ada manfaatnya untuk

pengobatan herpes mata yang berat, khususnya pada orang atopik yang

rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif (eczema

herpetikum). Studi multicenter terhadap efektifitas acyclovir pada

keratouveitis herpes simplek dan pencegahan penyakit rekurens saat

ini sedang dilakukan (Herpes Eye Disease Study).

Replikasi virus pada pasien imunokompeten, khususnya bila

terbatas pada epitel kornea, umumnya sembuh sendiri dan

pembentukan parut minimal. Dalam hal ini, penggunaan kortikosteroid

topikal tidak diperlukan bahkan berpotensi sangat merusak. Sayangnya

klinikus kadang-kadang menekan kekebalan pasien dengan

kortikosteroid untuk mengurangi radang lokal. Ini didasarkan

anggapan yang keliru bahwa mengurangi peradangan akan

mengurangi penyakitnya. Sekalipun respon peradangan itu diduga

timbul semata-mata karena respon imunologi, seperti pada keratitis

deskiformis, penggunaan kortikosteroid topikal sebaiknya tetap

dihindarkan jika kemungkinan besar akan dapat sembuh sendiri.

Sekali dipakai kortikosteroid topikal, umumnya pasien terpaksa harus

memakai obat itu untuk menghindari episode keratitis berikutnya,

dengan kemungkinan terjadi replikasi virus yang tidak terkendali dan

efek samping lain yang berhubungan dengan steroid, seperti

superinfeksi bakteri dan fungi, glaukoma, dan katarak. Kortikosteroid

topikal dapat pula mempermudah perlunakan kornea, yang

meningkatkan resiko perforasi kornea. Jika memang perlu memakai

kortikosteroid topikal, penting sekali ditambahkan pemakaian obat

antivirus secukupnya uantuk mengendalikan replikasi virus.

3. Terapi Bedah

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 14

Page 15: Keratitis

Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk

rehabilitasi penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea berat,

namun hendaknya dilakukan beberapa bulan sesudah penyakit herpes

nonaktif. Pasca bedah, penyakit herpes rekurens dapat timbul karena

trauma bedah dan korikosteroid topikal yang diperlukan untuk

mencegah penolakan transplantasi kornea. Juga sulit dibedakan

penolakan transplantasi kornea dari penyakit stroma rekurens.

Perforasi kornea akibat penyakit herpes stroma atau

superinfeksi bakteri atau fungi mungkin memerlukan keratoplasti

penetrans darurat. Perlekatan jaringan sianokrilat dapat dipakai secara

efektif untuk menutup perforasi kecil, dan graft ‘petak’ lameral

berhasil pada kasus tertentu. Keratoplasti lameral mempunyai

keuntungan dibanding keratoplasti penetrans karena lebih kecil

kemungkinan terjadi penolakan transplant. Lensa kontak lunak untuk

terapi atau tarsorafi mungkin diperlukan untuk pemulihan defek epitel

yang terdapat pada keratitis herpes simpleks.

Virus herpes zooster dapat memberikan infeksi pada ganglion

Gaseri nervus trigeminus. Bila yang terkena ganglion cabang oftalmik

maka akan terlihat gejala–gejala herpes zoster pada mata. Gejala ini

tidak akan melampaui garis median kepala. Biasanya herpes zoster

akan mengenai orang dengan usia lanjut.

Keratitis vesikuler dapat terjadi akibat herpes zoster. Gejala

yang terlihat pada mata ialah rasa sakit pada daerah yang terkena dan

badan terasa hangat. Penglihatan berkurang dan mata merah. Pada

kelopak akan terlihat adanya vesikel dan infiltrat pada kornea. Vesikel

tersebar sesuai dengan dermatom yang dipersarafi nervus trigeminus

yang dapat progresif dengan terbentuknya jaringan parut.

Pengobatan biasanya spesifik dan simtomatik. Pengobatan

dapat dengan pemberian asiklovir dan pada usia lanjut dapat diberi

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 15

Page 16: Keratitis

kortikosteroid. Penyulit yang dapat terjadi pada herpes zoster oftalmik

ialah uveitis, parese otot penggerak mata, glaukoma dan neuritis optik.

4. Keratokonjungtivitis Sicca

Merupakan peradangan akibat keringnya permukaan kornea dan konjungtiva,

yang dapat disebabkan karena; 2,5

a) Defisiensi komponen lemak, seperti pada blefaritis kronik, distikiasis, dan

akibat pembedahan kelopak mata.

b) Defisiensi kelenjar air mata, seperti pada sjogren syndrome, sindrom relay day

dan sarkoidosis

c) Defisiensi komponen musin, seperti pada avitaminosis A, trauma kimia,

Steven-johnson syndrome

d) Akibat penguapan yang berlebihan

e) Akibat sikatrik di kornea

Gambaran klinis berupa sekret mukous, adanya tanda-tanda konjungtivitis

dengan xerosis. Pada kornea terdapat infiltrat kecil-kecil, letak epitelial sehingga

akan didapatkan tes fluoresin (+).

Secara subyektif keluhan penderita tergantung dari kelainan kornea yang

terjadi. Apabila belum ada kerusakan kornea maka keluhan penderita adalah mata

terasa pedih, kering, dan rasa seperti ada pasir, keluhan-keluhan yang lazim

disebut syndrom dry eye. Apabila terjadi kerusakan pada kornea, keluhan-keluhan

ditambah dengan silau, sakit, berair, dan kabur.

Secara obyektif pada tingkat dry-eye, kejernihan permukaan konjunctiva dan

kornea hilang, tes Schimmer berkurang, tear-film kornea mudah pecah, (tear

break-up time) berkurang, dan sukar menggerakkan bola mata.

Kelainan kornea dapat berupa erosi kornea, keratitis filamentosa, atau

punctata. Pada kerusakan kornea dapat terjadi ulkus kornea dengan segala

komplikasinya.

Tes pemeriksaan untuk keratitis sika:

1. Tes Schimmer. Apabila resapan air pada kertas Schimmer kurang dari

10 mm dalam 5 menit dianggap abnormal.

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 16

Page 17: Keratitis

2. Tes zat warna Rose Bengal konjunctiva. Pada pemeriksaan ini terlihat

konjunctiva berwarna titik merah karena jaringan konjunctiva yang

mati menyerap zat warna.

3. Tear film break-up time. Waktu antara kedip lengkap sampai

timbulnya bercak kering sesudah mata dibuka minimal terjadi sesudah

15-20 detik, tidak pernah kurang dari 10 detik.

Pengobatan dari keratitis sika tergantung dari penyebab penyakitnya:

1. Pemberian air mata tiruan apabila yang berkurang adalah komponen

air.

2. Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang berkurang.

3. Penutupan punctum lacrima bila terjadi penguapan yang berlebihan.

Penyulit keratitis sika adalah ulkus kornea, kornea tipis, infeksi

sekunder oleh bakteri, serta kekeruhan dan neovaskularisasi kornea.

5. Keratitis Rosasea

Penyakit ini biasanya didapat pada orang yang menderita acne rosacea, yaitu

penyakit dengan kemerahan di kulit, disertai adanya akne di atasnya. 2

Keratitis Profunda Non-Ulseratif

1. Keratitis Interstitial

Disebut juga sebagai keratitis parenkimatosa. Penyebab paling sering adalah

Lues kongenital dan sebagian kecil akibat Tbc. 2

Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat. Permukaan kornea seperti

permukaan kaca. Terdapat injeksi siliar disertai dengan serbukan pembuluh darah

ke dalam sehingga memberikan gambaran merah kusam atau “Salmon patch” dari

Hutchinson. 2,5

2. Keratitis Pustuliformis Profunda

Disebut juga acute syphilitic abscess of the cornea, dan umumnya disebabkan

lues akuisita, jarang oleh TBC.

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 17

Page 18: Keratitis

Dimulai dengan fotofobia dan injeksi perikornea yang ringan, kemudian

timbul infiltrate di lapisan dalam stroma, berbentuk segitiga dengan basis di

limbus dan apek di kornea. 2

3. Keratitis Sklerotikans

Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai radang pada sklera

(skleritis). Perkembangan kekeruhan kornea ini biasanya terjadi akibat proses

yang berulang-ulang yang selalu memberikan sisa-sisa baru sehingga defek makin

luas bahkan dapat mengenai seluruh kornea.

Keluhan dari keratitis sklerotikans adalah mata terasa sakit, fotofobia dan

timbul skleritis. 2,5

Keratitis Profunda Ulseratif

1. Keratitis Lagoftalmus

Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus yaitu keadaan kelopak mata

tidak dapat menutup dengan sempurna sehingga terdapat kekeringan kornea.

Lagoftalmus akan mengakibatkan mata terpapar sehingga terjadi trauma pada

konjungtiva dan kornea menjadi kering dan terjadi infeksi. 5

Umumnya pada lagoftalmus yang terkena kornea bagian bawah, karena secara

refleks, pada waktu tidur bola mata bergerak ke arah temporal atas, sehingga pada

lagoftalmus, bagian bawah kornea tidak terlindung. 2

2. Keratitis Neuroparalitik

Merupakan keratitis akibat kelainan nervus trigeminus, sehingga terdapat

kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea. Penyakit ini

dapat terjadi akibat herpes zoster, tumor fossa posterior, dan keadaan lain

sehingga kornea menjadi anestetis. 2,5

Penderita mengeluh ketajaman penglihatannya menurun, lakrimasi, silau

tetapi tak ada rasa sakit. Uji fluoresin (+).

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 18

Page 19: Keratitis

3. Xeroftalmia

Merupakan kelainan mata yang disebabkan oleh difisiensi vitamin A dan

sering disertai Malnutrisi Energi Protein, yang banyak dijumpai pada anak,

terutama anak di bawah 5 tahun. Keadaan ini merupakan penyebab kebutaan

utama di Indonesia. 2

Departemen kesehatan Republik Indenesia, mengklasifikasikan Xeroftalmia,

menjadi; 2

b) Stadium I = Hemeralopia

c) Stadium II = Stadium I + Xerosis konjungtiva dan kornea

d) Stadium III = Stadium I dan II + Keratomalacia yaitu mencairnya kornea.

Ulkus Kornea

Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat

kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak

ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang.5

Ulserasi dapat sedalam stroma kornea. Dasar ulkus penuh dengan jaringan

nekrotik. Kadangkala ulkus berlangsung sampai ke dalam membran Descemet.

Akibat desakan tekanan inta okular, membran Descemet menonjol sehingga disebut

Descemetocel. Dengan larutan fluoresin yang menyebar di stroma maka sinar ungu

akan menunjukkan pacaran sinar hijau yang ada di stroma kornea.3

1. Ulkus Kornea Cum Hipopion

Dengan infeksi sekunder di ulkus yang tidak tembus akan memberi gambaran

pernanahan di ulkus atau juga pernanahan steril di Kamera okuli anterior dan

disebut sebagai ulkus korne cum hipopion. Terjadinya hipopion dari pengaruh

peradangan iris akibat toksin kuman infeksi sekunder. Harus dibedakan dengan

abses kornea, dimana kantong nanah berada di jaringan kornea saja. 3,4

2. Ulkus Kornea Serpiginosa

Ulkus kornea serpiginosa disebabkan oleh kuman patogen kornea. Inkubasi

hanya 24-28 jam, ulkus dengan cepat meluas ke arah sentral yang selalu tampak

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 19

Page 20: Keratitis

jernih. Tepi sentral nampak aktif sementara tepi limbus lebih tenang. Awalnya

sering keliru dengan ulkus perifer atau ring ulcer. Di ulkus tampak keruh oleh

jaringan nekrotik yang basah seperti nanah. Dapat pula jaringan stroma luluh

semua sehingga dasar ulkus adalah Membran Descemet yang mengkilap. 2,3,4

Gambar 7 : Ulkus Serpiginosa

3. Ulkus Mooren’s

Ulkus Mooren’s adalah ulkus yang mengembang dari limbus ke sentral. Ulkus

bagian perifer selama pengembangan terjadi penyembuhan. Akhirnya seluruh

kornea keruh dan sembuh. 2,3,4

Gambar 8 : Ulkus Mooren’s

4. Ulkus Atheromatosus

Ulkus Atheromatosus adalah ulkus yang terjadi di tengah lekoma kornea.

Penyebabnya adalah degenerasi atau nekrosis akibat iskemi jaringan lekoma. 2,3

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 20

Page 21: Keratitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Ghozie, M., 2002. Handbook of Ophthalmology : A Guide to Medical

Examination. FK UMY, Yogyakarta 2. Dinas kesehatan Propinsi Jawa Tengah., 2001. Buku Pedoman Kesehatan Mata,

Telinga, dan Jiwa. Jawa Tengah 3. Ilyas, Sidarta. dkk.,2002. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan

Mahasiswa Kedokteran. ed 2, Sagung Seto, Jakarta 4. Ilyas, S., 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III, Cetakan I, Fakultas Kedokteran UI,

Balai Penerbit FK UI, Jakarta 5. Mansjoer, Arif. Dkk., 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Media

Aesculapius, Jakarta 6. Vaughan, D.G., 2000. Oftalmologi Umum. Ed 14, Widya Medika, Jakarta

KERATITIS, article by MiSC Organ Indera fkuii.org 21